Pendekar Bunga Cinta Jilid 24 (Tamat)

jilid 24  (Tamat)

WAKTU kemudian Sie Liu Hwa mendengar perkataan pemuda Ho Teng Toan bahwa Go Hong Lian sebenarnya adalah seorang perempuan yang sedang menyamar sebagai seorang pemuda, maka bukan main rasa kecewa Sie Liu Hwa, sehingga rasa kecewanya itu telah membangkitkan rasa marahnya.

Akan tetapi sebelum Sie Liu Hwa sempat mengucapkan sesuatu perkataan, maka dilihatnya gurunya atau si pendeta Oey Goan Cu telah berdiri dari tempat duduknya, dan dengan muka bengis si tosu itu mendekati tempat Go Hong Lian duduk.

Di lain pihak Go Hong Lian merasa terkejut. Dia tidak mengetahui dimana letak kesalahannya sehingga mengakibatkan rahasia penyamarannya diketahui oleh pemuda Ho Teng Toan yang bermuka pucat seperti mayat hidup itu.

Sesungguhnya dara dalam penyamaran itu tidak mengetahui bahwa dia sedang berhadapan dengan seorang biang penyamar yang tiada taranya, karena Ho Teng Toan sebenarnya adalah Koan bin jin yao, si manusia muka seribu alias si iblis penyebar maut (toat beng sim) yang pada waktu itu sedang menyamar sebagai ujut seorang pemuda bermuka pucat seperti mayat hidup, suatu penyamaran yang pernah dilakukan ketika dia tempur dan membinasakan Kim an ngo kiat atau lima persaudaraan Yo dari Kim an.

Si iblis penyebar maut melakukan penyamaran dengan cara yang sangat istimewa sekali. Dia tidak menggunakan alat hias untuk merobah wajah mukanya, tetapi dia membuat semacam topeng dari bahan elastik yang lembut merupai kulit manusia. Berbagai macam ujut muka dia bikin memakai semacam alat cetakan, dan dengan caranya itu dia bahkan dapat meniru muka seseorang yang pernah dilihatnya, seperti pernah dia menyamar sebagai seorang pemuda yang bernama Can Houw Liang.

Karena cara dia menyamar yang sedemikian cermatnya, maka kekasihnya Can Houw Liang tidak mengetahui kalau dia sedang berhadapan dengan seseorang yang sedang menyamar, sampai terjadi mereka memadu kasih dan bermain cinta.

Dilain peristiwa si iblis penyebar maut pernah menyamar sebagai seorang pendekar yang bernama Ong Su Gie, dan berhasil dia menipu kawannya Ong Su Gie yang bernama Tio Tiong Cun dengan akibat Tio Tiong Cun tewas ditangan si manusia muka seribu alias si lblis penyebar maut, dan Tio Tiong Cun beranggapan bahwa yang membunuh dia adalah sahabatnya yang bernama Ong Su Gie itu !

Koan cin jin yao atau Toat beng sim waktu itu sedang melakukan tugas dari pihak pemerintah penjajah, untuk dia ikut merampas peta harta yang ada pada Lauw Sin Lan yang diketahui menjadi pembantu dari gerakan Cu Juan Csang.

Si iblis penyebar maut itu mau bekerja untuk pihak pemerintah penjajah melulu karena dia hendak mencari keuntungan bagi pihak pribadinya. Dengan adanya dia menjadi kaki tangan pihak pemerintah penjajah, maka dia dapat merajalela seenaknya; bahkan melakukan perampokan tanpa khawatir akan ditangkap oleh pihak alat negara, sebaliknya pihak alat negara justeru memberikan bantuan seperti yang dilakukan terhadap perusahaan pengangkutan Intay piauwkiok, tempat Ong Tiong Kun bekerja !

Ketika si iblis penyebar maut mendengar perihal adanya peta harta, maka dia mempunyai rencananya sendiri, karena diapun menghendaki peta harta itu untuk kepentingan dia merintis persekutuannya.

oc£( X )^oO

WAKTU GO HONG LIAN melihat si tosu Oey Goan Cu mendekati, maka dara yang penyamarannya telah diketahui itu merasa yakin tak akan dapat dia menghindar dari suatu pertempuran yang harus terjadi.

Go Hong Lian tidak mengenal rasa takut untuk dia menghadapi sekian banyaknya lawan yang tangguh tetapi dia berada didalam sarang berandal yang sukar untuk dia melarikan diri, apa lagi dengan menolong Lauw Sin Lan yang belum dia ketahui tempat tahanannya.

Setelah saling berdekatan dan tangan si pendeta Oey Goan Cu bergerak hendak menyentuh tutup kepalanya, maka Go Hong Lian lompat menghindar sambil dia menyiapkan pedang Ku tie kiam di tangan kanannya.

"Suatu pedang yang bagus!” seru Teng Toan alias si iblis penyebar maut yang berdiri menyaksikan, dan selekas dia bersuara demikian maka si iblis penyebar maut lompat mendekati Go Hong Lian.

Setelah tangan kanan si iblis penyebar maut bergerak mengancam dada Go Hong Lian dan ketika dilihatnya dara dalam penyamaran itu lompat untuk menghindar, maka tangan kiri si iblis penyebar maut yang bergerak hendak merampas pedang Ku tie kiam!

“Cuncu, hati hati ! dia lihay !” teriak si pendeta Oey

Goan Cu memperingatkan. "Bagus kalau tanganmu ingin buntung !” kata Go Hong Lian yang menjadi sengit, selagi dia menabas tangan si iblis penyebar maut memakai gerak tipu ‘garuda sakti mementang sayap’.

“Kurang ajar !" seru si iblis penyebar maut, dan dia sempat menahan gerak tangan kirinya. Batal merampas pedang Ku tie kiam tetapi kaki kanannya menendang, sedangkan pada ujung sepatunya kelihatan suatu mata pisau yang mengandung bisa racun maut !

Go Hong Lian terkejut. Dia tidak menyangka gerak si iblis penyebar maut demikian gesit dan demikian cepatnya ganti berganti serangan. Untung Go Hong Lian telah memiliki ilmu ringan tubuh yang telah mencapai batas kemampuannya. Sekali lagi dia lompat menghindar hingga dalam waktu yang amat singkat itu dia telah tiga kali lompat menghindar dari serangan dua orang musuh!

Baru saja Go Hong Lian berhasil menyingkir dari tendangan si iblis penyebar maut, mendadak dia mendengar bentak suara pemuda Leng Cun Siu.

"Lepaskan pedangmu !" demikian bentak pemuda itu lalu pedang pemuda itu yang juga merupakan pedang pusaka, bergerak cepat dan keras membentur pedang Ku tie kiam, sampai terjadi mengeluarkan lelatu anak api tetapi tidak berhasil pemuda itu membuat Go Hong Lian melepaskan pedangnya, sebaliknya dara dalam penyamaran itu lagi lagi lompat menyingkir, sampai berhasil dia berada di halaman luar dari ruang pertemuan tadi.

"Perempuan jalang! jangan kau coba lari!" bentak si tosu Oey Goan Cu yang lompat dan menghadang, bahkan langsung dia menyerang memakai goloknya yang juga sudah dia siapkan. Go Hong Lian sangat gusar terhadap si pendeta yang memiara rambut itu. Sekali lagi dia berkelit dengan menunduk, membiarkan golok lewat diatas kepalanya lalu pedangnya menikam memakai gerak tipu ‘sang dewi memberi hadiah', mengarah bagian perut lawan !

Si pendeta Oey Goan Cu terkejut, dia terpaksa harus lompat mundur untuk menghindar dari tikaman pedang lawan; dan tempatnya segera diganti oleh pemuda Leng Cun Siu yang menyerang Go Hong Lian dengan suatu bacokan.

Go Hong Lian putar pedangnya dan menangkis lagi pedang Ceng liong kiam yang terkenal tajam dan mengeluarkan sinar hijau; dan sebagai akibat dari benturan itu pedang Go Hong Lian terpental tetapi sengaja diarahkan kepada si tosu Oey Goan Cu yang waktu itu hendak menyerang lagi.

Si pendeta Oey Goan Cu mengangkat goloknya hendak menangkis pedang Go Hong Lian yang sedang menyeleweng ke arahnya; tetapi gerak pedang Ku tie kiam sangat pesat mengganti arah penyerangan sehingga hampir saja tenggorokan si pendeta kena tikaman, kalau dia tidak lekas lekas lompat mundur lagi, sementara Sie Liu Hwa yang sejak tadi masih terdiam berdiri, pada saat itu juga telah bantu mengepung Go Hong Lian.

Bukan kepalang marahnya si pendeta Oey Goan Cu yang merasa dipermainkan lawannya yang masih muda umurnya; padahal lawannya itu dikepung oleh pihaknya. Dia hendak mengejar ketika dilihatnya Go Hong Lian sedang lompat hendak melarikan diri, tetapi dia terpaksa harus membatalkan niatnya sebab dilihatnya Go Hong Lian telah dihadang dan dilibat dalam pertempuran melawan si iblis penyebar maut. Toat beng sim atau si iblis penyebar maut sangat penasaran melihat kegesitan Go Hong Lian. Dengan perlihatkan kemahiran ilmu ringan tubuh, dara dalam penyamaran itu selalu dapat menghindar dari beberapa lawan yang menyerang, dari itu si iblis penyebar maut lalu memegat ketika dia melihat Go Hong Lian menghindar dari serangan Leng Cun Siu berdua Sie Liu Hwa.

Dengan sebuah sabetan memakai senjata cambuk lemas (joan pian) yang dia sudah siapkan; maka si iblis penyebar maut menyerang Go Hong Lian. Dara dalam penyamaran itu tidak menangkis memakai pedangnya, tetapi lagi lagi dia perlihatkan kelincahan tubuhnya untuk berkelit menghindar.

Sekali lagi Go Hong Lian diserang memakai cambuk lemas penuh duri yang mengandung bisa racun, tetapi dara dalam penyamaran itu tetap menghindar dengan suatu lompatan yang indah, dan lompatannya itu justeru memilih arah ketempat si pendeta Oey Goan Cu yang sedang berdiri mengawasi, namun tosu agak lengah ketika secara diluar dugaannya dia diserang pada bagian kepalanya.

“Hayaaa !” seru si pendeta Oey Goan Cu yang cepat cepat berusaha hendak menghindar dengan menangkis, namun pedang Ku tie kiam yang tajam berhasil merobek baju pada bagian pundaknya!

Dua orang lompat hendak menolong si pendeta Oey Goan Cu. Mereka adalah dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng.

Yo Keng hendak menangkis pedang Ku-tie kiam yang mengarah Oey Goan Cu, dan Yo Heng menyerang dengan suatu tikaman memakai goloknya. Tetapi mereka kecewa karena lawan mereka menghilang dari hadapan mereka, karena Go Hong Lian telah lompat lagi menyerang hartawan Tan Kim An yang waktu itu sedang mementang suara memberikan semangat bagi para pengepungnya Go Hong Lian.

Hartawan Tan Kim An menjadi sangat terkejut. Dia tidak pandai ilmu silat meskipun lagak dan gayanya seperti seorang ahli. Dia memutar tubuh hendak lari ketika dilihatnya Go Hong Lian lompat kearahnya dengan pedang mengancam hendak melakukan penyerangan.

Dua orang kauwsu atau tukang pukulnya hartawan Tan bergerak menangkis pedang Go Hong Lian. Mereka bertindak dengan gugup dan cemas, karena tidak menduga musuh yang dikepung masih dapat menyerang majikan mereka dan mereka bertambah gugup bercampur cemas ketika tiba tiba golok mereka dibabat buntung oleh pedang Ku tie kiam yang tajam dan pedang itu bahkan meluncur terus sampai berhasil melukai pundak diantara salah seorang dari kedua tukang pukul itu, yang lalu berteriak kesakitan bagaikan seekor babi yang kena dipentung.

Si iblis penyebar maut bertambah geram. Dia benar benar merasa dipermainkan, merasa belum pernah menghadapi seorang lawan yang selincah dara dalam penyamaran itu. Oleh karenanya, meskipun dari jarak yang cukup jauh terpisah dia menyerang memakai paku Tok liong teng (paku naga beracun).

Disaat paku maut itu melayang kearahnya, maka disaat itu pula Go Hong Lian justeru sedang lompat ke arah Sie Liu Hwa yang sedang berada didekat pemuda Leng Cun Siu, sehingga paku maut itu meluncur terus dan membenam di dada seorang kauwsu atau tukang pukulnya hartawan Tan Kim An.

Kauwsu atau tukang pukul itu menjadi terkejut ketika tiba tiba dia merasa dadanya terkena senjata rahasia yang dia tidak diketahui dari mana datangnya. Dia merasa sakit bagaikan diantup binatang kala, lalu kepalanya pusing dan pandangannya samar. Dia berusaha hendak mencabut paku naga beracun itu memakai tangan kirinya, tetapi dia merasakan seluruh bagian tubuhnya lemas tak bertenaga, sehingga dia rubuh dan tewas seketika !

Sia sia si iblis penyebar maut berteriak karena meluap marahnya. Dia tak kuasa lagi menyerang memakai senjata rahasia, sebab waktu itu Go Hong Lian dilibat dalam pertempuran melawan Sie Liu Hwa berdua Leng Cun Siu.

Memang adalah menjadi siasatnya Go Hong Lian bahwa dia akan tempur segenap musuhnya secara bergilir; tanpa memberikan kesempatan pihak musuh sekaligus mengepung dia. Dalam hal ini dia dapat bergerak bebas berhubung dengan ilmu ringan tubuh dari Thian hiang siancu yang sejak dahulu sangat sukar dicari tandingannya.

Dengan ilmu kepandaiannya itu dara dalam penyamaran itu merasa yakin akan sanggup melawan setiap musuhnya, asal dia jangan dikepung secara rapat, Didalam hati dara dalam penyamaran itu sedang memikir hendak menggunakan senjata rahasia Lian hoan cu bo piao; tetapi dia masih ingat dengan pesan gurunya agar jangan sembarang menggunakan senjata itu, kecuali disaat yang benar benar sangat diperlukan.

Kemudian Go Hong Lian menjadi sengit ketika dia didahulukan oleh si iblis penyebar maut yang menyerang memakai senjata rahasia; sehingga tanpa dilihat orang tangan kirinya telah menyiapkan sebuah piao induk yang berisi jarum jarum halus itu, lalu sambil masih tetap melayani Sie Liu Hwa berdua Leng Cun Siu, secara tiba tiba tubuhnya lompat tinggi di udara, dan tangan kirinya bergerak melepas Lian hoan cu bo piao yang dia arahkan kepada si iblis penyebar maut. “Ha ha ha!" tawa si iblis penyebar maut mengejek. Dia tertawa karena menganggap remeh. Dia menganggap dirinya sebagai ahli dalam menggunakan berbagai macam senjata rahasia, sekarang dia diserang dengan sebatang piao

!

Karena senjata cambuk lemas cukup panjang, maka si iblis penyebar maut memukul selagi piao masih berada diudara dan sedang mengarah dia.

Sebagai akibat dari benturan itu, maka pecah piao induk atau Cu bo piao berikut tabung penyimpan jarum jarum halus yang mengandung bisa racun, dan jarum jarum halus itu berhamburan keberbagai arah, membuat si iblis penyebar maut menjadi kelabakan lompat kian kemari untuk menghindar, namun sebatang jarum Tok beng oey hong ciam membenam dibetisnya, membuat dia merasa kesemutan tak kuasa berdiri.

Dan sebagai akibat dari pecahnya cu bo piao itu, yang menjadi korban ternyata tidak hanya si iblis penyebar maut, tetapi tidak kurang dari empatbelas orang yang terkena jarum jarum Tok beng oey hong ciam, termasuk Ma Kong Ek, dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng, Ong Bun Kiat dan temannya, sebaliknya si pendeta Oey Goan, Leng Cun Siu dan Sie Liu Hwa tidak terkena sebab mereka berada diluar arah sasaran meluncurnya Cu bo piao tadi !

“Itulah Cu bo piao dari Sin kiam Kiu lie-hiap !" teriak si pendeta Oey Goan Cu yang mengenali piao induk itu sebagai miliknya si pedang sakti Kiu Siok Ing!

Dilain pihak, Go Hong Lian terpaksa harus membatalkan niatnya yang hendak mengulang serangannya terhadap semua musuhnya, karena secara tiba tiba dia mendengar suara halus tetapi tegas :

“Lian jie, lekas tinggalkan tempat ini!" Itulah suara gurunya, thayhiap Wei Beng Yam yang tak mungkin dia lupakan. Dari itu Go Hong Lian lompat kearah suara tadi terdengar, berbareng dia melihat adanya sesuatu benda yang melayang kearah Oey Goan Cu, disertai dengan suara gurunya :

“lnilah obat untuk kalian !”

Si pendeta Oey Goan Cu lompat menghindar ketika dilihatnya ada sesuatu benda yang melayang kearahnya. Ketika benda itu terjatuh ditempat bekas dia berdiri, maka dilihatnya benda itu adalah suatu bungkusan kecil dan menurut suara yang tadi didengarnya dikatakan bahwa bungkusan itu terisi obat untuk mereka.

Si pendeta Oey Goan Cu merasa yakin bahwa obat yang dimaksud adalah obat untuk menyembuhkan orang orang yang terkena bisa racun Tok beng oey hong ciam. Tetapi siapakah orang itu dan mengapa dia menolong tetapi tidak mau perlihatkan diri ?

Sebelum bungkusan tadi dilontarkan kearahnya, sempat Oey Goan Cu mendengar suara seseorang yang mengajak Go Hong Lian lari dengan menyebut ‘Lian jie' atau 'anak Lian'. Oleh karena itu si pendeta Oey Goan Cu berpendapat bahwa orang yang menolong mereka adalah ayahnya Go Hong Lian yang entah siapa namanya, tetapi dapat dia tanyakan pada Lauw Sin Lan yang masih ditahan oleh mereka.

Dilain pihak Go Hong Lian lari menyusuri gunung Hiong lam san dengan mengikuti seseorang yang lari disebelah depannya, dan yang dia yakin adalah gurunya yakni tayhiap Wei Beng Yam.

Disepanjang jalan yang menyusuri gunung Hiong lam san, sempat Go Hong Lian melihat adanya beberapa orang penjaga pihak berandal, yang sudah rubuh tidak berdaya tanpa cedera dan tidak binasa, tetapi mereka terkena ilmu menotok jalan darah yang tentunya telah dilakukan oleh gurunya, dan orang orang itu akan sembuh pada batas waktu pengaruh menotok jalan darah itu habis.

Kemudian ketika telah tiba di kaki gunung Hiong lam san, maka dilihat oleh Go Hong Lian gurunya tidak mengambil arah tempat penginapan, namun dara dalam penyamaran itu tidak menghiraukan dan dia terus lari mengikuti.

Disuatu tempat yang sunyi tayhiap Wei Beng Yam duduk dibawah suatu pohon yang lebat, juga Go Hong Lian ikut duduk setelah dia memberi hormat pada gurunya.

“Kau minumlah ini," kata gurunya sambil menyerahkan suatu tempat arak, dan Go Hong Lian mengetahui bahwa isinya adalah anggur dari sari kolesom untuk pelepas haus dan menambah tenaga.

Mengawasi muridnya yang sedang menyamar sebagai seorang pemuda pelajar, maka tayhiap Wei Beng Yam kelihatan tersenyum. Ketika dilain saat muridnya ikut bersenyum, maka guru itu berkata.

"Anak Lian; kau telah salah memilih kawan."

Dara dalam penyamaran itu diam tidak segera memberikan jawaban. Dia mengawasi gurunya dengan hati merasa heran, sebab sejak dia meninggalkan gunung Oei san atau tempat gurunya; dia baru bertemu dan berkenalan dengan Lauw Sin Lan serta ayahnya, mengapa gurunya mengatakan dia telah salah memilih kawan?

“Sebentar lagi apabila telah malam, kau pulang ketempat penginapan dan kemaskan bawaanmu; lalu kau teruskan perjalananmu,” sang guru berkata lagi, namun cepat cepat ganti Go Hong Lian yang berkata. “Tetapi suhu, aku justeru hendak menolong Lauw

kouwnio.”

"Justeru karena dialah maka aku mengatakan kau telah salah memilih kawan,” kata lagi gurunya yang lalu menjelaskan lebih lanjut.

Ternyata ketika Go Hong Lian berdua Lauw Sin Lan sedang bertempur melawan rombongannya Ma Kong Ek, seseorang telah menyaksikan dan orang itu mengenali ilmu silat Go Hong Lian, sebab diantaranya dara dalam penyamaran itu memainkan jurus jurus ilmu silat ciptaan orang itu, yang sebenarnya adalah Sin eng Kiu It; si garuda sakti yang menjadi ayahnya Kiu Siok Ing atau isterinya tayhiap Wei Beng Yam.

Sin eng Kiu It bukan tidak mengetahui bahwa anak dan mantunya mempunyai seorang murid, tetapi murid perempuan bukannya laki laki.

Setelah jago tua itu meneliti lebih cermat maka dia lalu tertawa sendiri sebab dia menyadari bahwa Go Hong Lian sedang menyamar sebagai seorang pemuda pelajar.

Kemudian Sin eng Kiu It memerlukan mengikuti perjalanan kedua dara itu; sampai mereka tiba ditempat penginapan di dusun Lam hoan ceng, sampai kemudian jago tertua itu sempat mencuri dengar percakapan tentang peta harta, lalu dia menjadi terkejut waktu diketahuinya hadirnya Cio Hay Eng, si Dewa mabok yang menjadi pembantu utama dari Cu Juan Csang!

"Muridku, aku mengetahui hanya sedikit mengenai riwayat hidup Cu Juan Csang, disamping aku pun mengetahui serba sedikit mengenai riwayat hidup Thio Su Seng. Keduanya sama bergerak menentang kaum penjajah, tetapi mereka bergerak secara terpisah, di bagian selatan dan dibagian utara. Dan bahkan mereka saling berlomba sampai terjadi mereka seperti saling menentang. Aku tidak

mau kita memihak pada salah satu dari mereka.”

Go Hong Lian mulai mengerti dengan pendirian gurunya, tetapi sengaja dia masih bertanya:

"Tetapi suhu, mengapa kau mengatakan aku salah memilih kawan? apakah suhu lebih condong kepada gerakan yang dipimpin oleh Thio Su Seng dari pada yang dipimpin oleh Cu Juan Csang?”

"Bukan itu maksudku," sahut gurunya yang tidak menjadi tersinggung dengan pertanyaan muridnya, dan Wei Beng Yam kemudian menambahkan perkataannya ;

"Sudah aku katakan bahwa sebaiknya kita tidak membantu salah satu pihak, sebab dengan memberikan bantuan kepada salah satu pihak maka kita jadi menambah buruknya suasana pertentangan. Dipihak Cu Juan Csang, aku kenal baik dengan si Dewa mabok Cio Hay Eng yang kau kenal sebagai si tukang obat. Dipihak Thio Su Seng aku kenal baik dengan Pheng hweesio, seorang tokoh Siao lim yang menjadi guru dari Thio Su Seng dan sekaligus menjadi guru Cu Juan Csang, jadi apa kesan Pheng hweeshio kalau aku berada dipihak Thio Su Seng? Oleh karena itu aku berdiri bebas, tetapi bukan dalam arti kata aku tidak membantu usaha gerakan menentang pemerintah bangsa asing, sebab dengan berdiri bebas aku mengurangi suasana pertentangan diantara mereka yang kebetulan pada saat itu sedang berjuang. Sebaliknya, pada setiap kesempatan aku berusaha mencegah terjadinya sesuatu pertentangan, dan kalau mungkin terjadi, alangkah baiknya kedua pihak bahu membahu bergerak menentang pihak penjajah."

“Apakah tidak mungkin terjadi apabila gerakan yang dipimpin oleh Cu Juan Csang bersatu dengan gerakan yang dipimpin oleh Thio Su Seng?” tanya Go Hong Lian, tetapi dia menjadi terpesona ketika mendengar jawaban singkat dari gurunya.

"Apakah mungkin didalam dunia ada dua matahari?”

( oocO X Oooo )

(“APAKAH mungkin dalam satu negara terdapat dua raja?”) pikir Go Hong Lian yang teringat dengan perkataan gurunya, dan dia sekarang tidak lagi menyamar sebagai seorang pemuda pelajar sebaliknya ia berdandan sebagai seorang wanita dusun dalam meneruskan perjalanannya.

Sesuai dengan pesan gurunya maka Go Hong Lian tiba ditempat penginapan ketika hari telah berganti menjadi malam.

Suasana ditempat penginapan kelihatan sunyi. Go Hong Lian tidak bertemu dengan si tukang obat Cio Hay Eng dan tidak pula dia bertemu dengan pemuda Cie Keng Thay yang dia belum kenal namanya, tetapi wajah muka pemuda itu berkesan baik didalam hatinya.

Sejenak Go Hong Lian berdiam didalam kamarnya, mengenangkan masa pergaulannya dengan Lauw Sin Lan. Setelah itu dia selesaikan pembayaran sewa kamar, dan malam itu juga dia meneruskan perjalanan menuju gunung Lam san tanpa dia mengetahui bahwa pada malam itu telah terjadi suatu pertempuran yang menentukan diatas gunung Hiong lam san antara pihak Cio Hay Eng melawan pihak Ma Kong Ek didalam usaha hendak merebut peta harta yang disimpan oleh Lauw Sin Lan.

Sambil melakukan perjalanan ditengah malam itu, Go Hong Lian menjadi sangat terpengaruh dengan perkataan gurunya. Dibeberapa tempat Go Hong Lian melakukan perjalanan cepat menggunakan ilmu ringan tubuh, dan dilain saat dia jalan perlahan sambil menikmati cahaya sinar bulan yang tidak terlalu terang, bahkan bintang bintang juga kurang memancarkan sinarnya.

Berjalan seorang diri setelah dia biasanya ditemani oleh Lauw Sin Lan, maka terasa benar Go Hong Lian menjadi kesepian. Hanya suara binatang binatang malam yang didengarnya sebagai ganti suara Lauw Sin Lan yang biasanya banyak bicara dan sering tertawa.

Setelah beberapa hari melakukan perjalanan seorang diri, maka hari itu dia memasuki suatu dusun yang tidak terlalu ramai, dan Go Hong Lian memesan kamar pada satu- satunya rumah penginapan yang terdapat di dusun itu.

Di hari berikutnya ketika Go Hong Lian telah berkemas hendak meneruskan perjalanannya, maka dia memerlukan kebelakang hendak kekamar kecil, tetapi ketika dia kembali ke kamarnya alangkah dia menjadi terkejut karena mendapat pedang dan bungkusannya hilang dicuri seseorang.

Go Hong Lian keluar dan berpapasan dengan seorang pelayan, tetapi pelayan itu mengatakan tidak melihat adanya seseorang yang memasuki kamar dara itu; sehingga dengan tergesa gesa Go Hong Lian bergegas hendak mengejar orang yang telah mencuri pedang dan bungkusannya sampai kemudian dia melihat adanya seseorang yang sedang berjalan dengan membawa bungkusannya, sehingga terjadi dia bertempur dengan orang itu dan bertemu dengan In Ceng Ho, lalu mereka kembali kedusun tempat semalam Go Hong Lian menginap dan keduanya saling menceritakan tentang diri masing masing.

Malam harinya mereka beristirahat didalam kamar masing masing, tetapi sampai larut malam keduanya tidak tidur, siap dan siaga menantikan kedatangan pihak penjahat yang mereka yakin akan kembali lagi setelah dipencundangi siang tadi.

Pukul dua menjelang waktu subuh In Ceng Ho keluar dari kamarnya melalui jendela. Dia lompat naik keatas genteng, tetapi ketika baru saja kakinya mencapai tempat tujuan mendadak suatu bayangan hitam lompat mendekati.

“In heng,” tegur suara halus yang ternyata adalah Go

Hong Lian.

Sejenak In Theng Ho diam terpesona, siang harinya dia melihat Go Hong Lian berpakaian sederhana warna hijau; dengan rambut dikepang dua seperti seorang perempuan desa. Sekarang dia melihat dara itu mengenakan pakaian serba ringkas warna hitam sedangkan rambutnya diikat menjadi satu; dibiarkan memanjang kebagian punggungnya. Tubuh langsing dari Go Hong Lian kelihatan nyata dengan pakaiannya yang serba ketat.

“Lian moay, kau belum tidur ?” ganti In Ceng Ho bersuara perlahan, lalu keduanya lompat turun dengan niat menyambung pembicaraan mereka; tetapi niat itu mereka batalkan ketika dari jauh mereka melihat adanya dua sosok bayangan hitam yang sedang mendatangi tempat mereka mondok.

Segera In Ceng Ho memerintahkan Go Hong Lian masuk kedalam kamarnya, sedangkan dia lalu umpatkan diri diatas sebuah pohon dekat jendela kamar Go Hong Lian.

Kedua bayangan yang sedang mendatangi itu memang bermaksud mencari Go Hong Lian. Salah seorang dari mereka adalah yang siang tadi bertempur melawan Go Hong Lian sampai datang In Ceng Ho yang berhasil mengalahkan orang itu. Laki laki yang bermuka hitam menyeramkan itu sebenarnya bernama Tio Hian Bu, si kepala lembu hitam. Bersama kawannya yang bernama Lie Kong Cit mereka pernah mencuri bungkusan berikut pedang Ku tie kiam, disaat Go Hong Lian meninggalkan kamarnya menuju kekamar kecil.

Adalah menjadi maksudnya Tio Hian Bu untuk menunggu dan menyergap Go Hong Lian didalam kamar, sebab dia sangat tertarik dengan kecantikan perempuan desa yang berjalan seorang diri itu. Tetapi secara diluar dugaan dia mendengar suara tawa mengejek dari seorang laki laki yang berada diluar kamar Go Hong Lian.

Kedua pencuri itu menjadi sangat terkejut karena yakin ada seseorang yang telah melihat perbuatan mereka. Keduanya lompat keluar dari jendela kamar, dan masih sempat mereka melihat adanya seseorang yang sedang menjauhi tempat itu. Seseorang yang dari bagian belakang kelihatan berkaki buntung sebelah, berjalan pincang dengan bantuan sebatang tongkat besi panjang yang bahkan melebihi tingginya tubuh orang itu, dan tongkat besi itu perdengarkan bunyi suara gemercik dari genta-genta kecil yang bergantungan dibagian kepala tongkat itu.

Kedua pencuri itu lalu mengejar dengan maksud menggertak si pencuri, tetapi diluar dugaan mereka si pincang dapat bergerak cepat berlari menghindar dari kedua pencuri itu, dan kedua pencuri itu mengejar terus karena merasa penasaran, sampai kemudian mereka tiba disuatu tempat sunyi yang jauh terpisah dari rumah penduduk setempat.

Si pincang kemudian menghentikan larinya yang lebih mirip orang lompat memakai tongkat panjang, dan si pincang memutar tubuhnya untuk menunggu kedatangan kedua pencuri itu. "Kurang ajar ! siapa kau yang berani mengganggu kami

!" bentak Tio Hian Bu ketika telah mendekati si pincang. Tetapi waktu dia telah melihat muka orang itu, maka tiba tiba tubuhnya gemetar karena sangat ketakutan, sebab yang dia lihat adalah muka yang penuh cacad bekas kena guratan pedang; sementara sebelah kaki dan sebelah tangan orang itu telah buntung !

Jadi si pincang tidak hanya telah buntung sebelah kakinya, tetapi juga sebelah lengannya telah buntung sebatas pundak. Dia berdiri dengan menunjang diri memakai tongkat besi yang panjang dan berat, lalu dengan nada suara bengis :

“Kalian maling maling kecil hari ini kalian harus merasa beruntung dapat bertemu dengan aku, Tok pie koay to Pit Leng Hong. Ha ha ha !”

Tubuh Tio Hian Bu tambah gemetar karena tambah ketakutan, ketika dia telah mendengar si pincang mengaku sebagai si begal tunggal yang memang sangat terkenal kejam dan ganas, juga Lie Kong Cit ikut ketakutan karena dia juga pernah mendengar tentang nama si begal tunggal dari kawan kawan mereka yang lebih berpengalaman dan lebih mahir ilmu silatnya.

“Ampun, tay ong !" kata Tio Hian Bu meratap dan cepat

cepat dia berlutut, diikuti kemudian oleh Lie Kong Cit.

"Berikan pedang itu kepadaku !" bentak Tok pie koay to Pit Leng Hong ketika dia melihat Lie Kong Cit memegang pedang curian mereka.

Ketika pedang itu telah diterimanya, maka si begal tunggal itu lalu menarik keluar, dan suatu sinar agak berwarna hitam segera terlihat. "Ha ha ha ha ! tidak kusangka hari ini aku memperoleh pedang Ku tie kiam yang pernah merajai kalangan rimba persilatan !"

Si begal tunggal itu tertawa dan terus tertawa, meskipun dia telah meninggalkan Tio Hian Bu berdua Lie Keng Cit yang masih terus berlutut sampai tak terdengar lagi suara tawa dari orang yang mereka sangat takuti itu.

Setelah si begal tunggal itu menghilang, maka Tio Hian Bu menjadi sangat penasaran. Pedang hasil curian mereka telah dirampas orang, sedangkan niatnya yang hendak memperkosa Go Hong Lian belum terlaksanakan.

Karena rasa penasarannya itu, terlebih ketika kemudian dia dikalahkan oleh In Ceng Ho, maka Tio Hian Bu menghasut kawannya sehingga berhasil dia mengajak Lie Kong Cit untuk mendatangi lagi tempat Go Hong Lian menginap, sampai tiba tiba mereka disergap oleh In Ceng Ho.

"Pencuri yang bernyali besar, ternyata kau benar benar datang lagi!" bentak In Ceng Ho yang langsung menyerang memakai pedangnya.

Tio Hian Bu terkejut. Seorang diri dia takut melawan In Ceng Ho, tetapi berada berdua dengan temannya dia lakukan perlawanan.

Go Hong Lian ikut keluar dari dalam kamarnya. dia tidak bersenjata lagi pula dia lihat In Ceng Ho sanggup mengalahkan kedua pencuri itu, sehingga dia diam menjaga agar jangan terjadi pencuri itu sampai melarikan diri.

Di saat Tio Hian Bu dengan licik hendak lari meninggalkan temannya, maka Go Hong Lian melepaskan sebatang hui piao yang tepat mencapai sasaran pada betisnya Tio Hian Bu, membuat pencuri itu jatuh terduduk dengan golok lepas dari tangannya.

Go Hong Lian mengambil golok yang terjatuh itu, lalu dia mendekati si pencuri yang duduk kesakitan tidak berdaya, sementara In Ceng Ho juga telah berhasil pula mengalahkan lawannya, dan Lie Kong Cit sedang berlutut memohon keampunan agar tidak dibinasakan.

In Ceng Ho tertawa. Dibawah ancaman golok kemudian Tio Hian Bu mengakui perbuatannya yang telah mencuri pedang Ku tie kiam, dan pedang itu kemudian telah direbut oleh si begal tunggal Pit Leng Hong.

“Tok pie koay to Pit Leng Hong?” ulang Go Hong Lian

setelah dia mendengarkan pengakuan dari Tio Hian Bu.

Dahulu ayahnya pernah bercerita tentang Pit Leng Hong yang katanya sebagai pemuda bermuka tampan dan gagah perkasa kemudian karena urusan sebatang pedang pusaka maka Pit Leng Hong telah dilukakan oleh seorang yang mahir ilmu silatnya sehingga muka Pit Leng Hong rusak bahkan sebelah tangan dan sebelah kakinya kena dibuntungkan.

Setelah terjadinya peristiwa itu, lama tidak terdengar lagi nama Pit Leng Hong sampai kemudian orang menemukan sebagai seorang begal tunggal yang ganas dan kejam.

Go Hong Lian percaya dengan keterangan Tio Hian Bu, dan dia membiarkan kedua pencuri itu kabur menghilang, sebaliknya berdua In Ceng Ho dia melakukan pembicaraan sampai pagi harinya.

Karena Go Hong Lian bertekad hendak mendekati gunung Lam san untuk ambil abu jenazah ayahnya, maka dia berpisah dari In Ceng Ho yang ingin meneruskan perjalanannya mencari jejak si iblis penyebar maut. Dalam perkenalannya dengan Go Hong Lian yang sangat singkat itu; namun banyak yang In Ceng Ho ketahui, baik mengenai tayhiap Wei Beng Yam suami isteri yang katanya hidup menyendiri diatas gunung Oei san, mau pun tentang tokoh tokoh pejuang bangsa yang bernama Cu Juan Csang dan Thio Su Seng sampai kepada perihal pedang Ceng liong kiam yang katanya berada ditangan seorang pemuda bernama Leng Cun Siu.

Sebaliknya mengenai si iblis penyebar maut dalam ujut penyamaran sebagai seorang pemuda bermuka pucat seperti mayat hidup, tidak diketahui oleh Go Hong Lian sehingga In Ceng Ho juga tidak mengetahui bahwa musuh yang dia cari sebenarnya berada tidak terlalu jauh terpisah dengan dia.

,oo°Oo Z O°o°° )

ADA SEORANG kakek tua yang bongkok yang sebenarnya adalah ujut penyamaran si iblis penyebar maut. Dia sedang makan siang disuatu rumah makan yang banyak dikunjungi orang ketika tiba tiba dia melihat masuknya In Ceng Ho.

Si iblis penyebar maut mengganti ujut penyamarannya setelah terjadi pertempuran diatas gunung Hiong lam san, yang diserang oleh orang orang Pelangi Merah yang dipimpin oleh si Dewa mabok Cio Hay Eng.

Ketika itu si iblis penyebar maut sedang menyamar sebagai seorang pemuda bermuka pucat dengan mengaku bernama Ho Teng Toan. Dia tidak ikut bertempur waktu secara mendadak markas Ma Kong Ek diserang musuh, disaat mereka baru saja dibikin penasaran oleh Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda, yang bahkan telah berhasil melukai si iblis penyebar maut yang kena jarum Tok beng oey hong ciam yang mengandung bisa racun.

Si iblis penyebar maut yang memang terkenal sebagai si biang racun; sudah tentu punya obat sendiri untuk dia menyembuhkan luka yang terkena bisa racun, tanpa dia memakai obat pemberian tayhiap Wei Beng Yam.

Diantara suara orang orang yang sedang melakukan pertempuran, si iblis penyebar maut melihat adanya seorang laki laki setengah baya yang kemudian dikenal sebagai si tukang obat keliling.

Laki laki si tukang obat keliling itu dilihatnya berulangkali melontarkan suatu benda kearah pihak berandal, dan benda itu dilihat oleh si iblis penyebar maut seperti buah to yang bundar, tetapi bisa meledak pada setiap kali dilontarkan.

Sebagai akibat dari ledakan yang suaranya cukup keras, maka terlihat adanya asap hitam yang mengepul disertai dengan percikan api yang kelihatan jelas diwaktu malam hari.

Kemudian setelah asap itu buyar kena tiupan angin, maka terlihat mayat mayat yang bergelimpangan serta orang orang yang Iuka parah kena terbakar dan kena pecahan barang logam.

Si iblis penyebar maut menjadi sangat terkejut ketika melihat dahsyatnya senjata maut itu. Hasrat hatinya ingin benar dia memiliki senjata macam itu untuk kepentingan persekutuannya yang sedang dia rintis. Sekiranya dia dapat belajar tentang cara cara membuat senjata itu, maka hasil buatannya pasti akan lebih dahsyat, sebab pada asap yang berhamburan keluar akan dia campur dengan larutan bisa racun, dan orang akan tewas atau pingsan meskipun hanya terkena asap itu ! Sementara itu si iblis penyebar maut merasa yakin bahwa gunung Hiong lam san tidak mungkin dipertahankan lagi, bahkan nyawanya ikut terancam sekiranya dia tidak lekas lekas menyingkir.

Dalam keadaan yang serba kacau itu si iblis penyebar maut kemudian meraih tubuh seorang anak buahnya Ma Kong Ek dan dia berkata :

''Nah, kau pakai agar orang orang takut padamu,” demikian katanya yang berhasil membujuk anak buahnya Ma Kong Ek, lalu dia pakaikan topeng yang berujut muka Ho Teng Toan, sementara dia sendiri berganti ujut muka menjadi seorang kakek yang bongkok punggungnya.

“Cuncu ! awas dengan senjata musuh yang dahsyat!” seru Ma Kong Ek ketika dia menemui si pemuda bermuka pucat seperti mayat hidup, sebab dia tidak mengetahui babwa di balik ujut muka itu adalah anak buahnya sendiri.

Dan bertepatan dengan si kepala berandal itu berteriak, maka terjadi sesuatu ledakan didekat mereka, sehingga tewas si kepala berandal itu berikut anak buahnya yang berujut muka Ho Teng Toan, dan untuk yang kesekian kalinya orang orang menganggap si iblis penyebar maut telah binasa.

Oleh karena memiliki seribu akal maka si iblis penyebar maut berhasil menghindar dari maut; dan dia menghilang dari gunung Hiong lam san yang sedang dilanda oleh kekacauan.

Si kakek bongkok atau lebih tepat disebut si iblis penyebar maut yang sedang duduk makan siang tidak melupakan muka In Ceng Ho yang pernah membantu dia didalam suatu pertempuran melawan Cek sek siangkoay, sampai kemudian In Ceng Ho mengakui bahwa laki laki muda itu sedang mengejar si iblis penyebar maut yang katanya telah membunuh isterinya.

Dahulu ketika terjadi si iblis penyebar maut meninggalkan In Ceng Ho, pernah dia mengatakan dalam suratnya bahwa dia akan membunuh In Ceng Ho apabila kelak mereka bertemu lagi. Sekarang dia melihat lagi In Ceng Ho yang rupanya masih terus mengikuti atau mencari jejaknya. Dia dapat mengenali In Ceng Ho sebaliknya laki laki muda itu tidak mengenali si iblis penyebar maut yang saat itu berujut seorang laki laki tua bertubuh bongkok.

Disuatu saat terjadi pandang mata In Ceng Ho bertemu dengan pandang mata si kakek bongkok. Didalam hati In Ceng Ho merasa heran, mengapa sejak tadi si kakek bongkok seringkali mengawasi, apakah si kakek kenal dia sedangkan dia sudah lupa?

Sesudah selesai bersantap maka In Ceng Ho memerlukan mendekati tempat si kakek bongkok duduk, lalu dia memberi hormat dan memperkenalkan namanya sambil dia kemudian bertanya kalau kalau si kakek pernah bertemu dengan dia.

"Aku yang sudah tua memang pelupa, tetapi aku yakin kita pernah bertemu dari itu aku sering mengawasi kau, sehingga kau mengetahui perbuatanku itu; ha ha ha !" kata si kakek bongkok sambil dia tertawa.

In Ceng Ho ikut tertawa, karena tak dia duga si kakek bongkok orangnya jenaka.

“Eh, mengapa kau tertawa ?" tiba tiba tanya si kakek

bongkok dengan nada suara tak senang.

In Ceng Ho sekarang jadi terpesona heran. Dia heran dengan lagak aneh dari si kakek bongkok yang baru saja kelihatan jenaka, tetapi sekarang berubah menjadi orang yang pemarah. Tetapi sebagai orang yang lebih muda umurnya, dia tidak mau menyinggung perasaan si kakek, sehingga cepat cepat dia berkata ;

“Maaf; tetapi bolehkah aku mengetahui nama lo jinkee

?”

"Ha ha ha !” tawa si kakek bongkok; lalu dia

menyambung bicara :

“Aku sendiri sudah lupa dengan namaku, tetapi orang orang biasa memanggil aku sebagai Koay lo jinkee.”

(Koay lo jinkee : kakek yang aneh).

“Ha ha ha ! pantas kau begitu.”

“E eh, mengapa kau tertawa lagi ?”

“Sebab lagak lo jinkee memang benar benar aneh, dari itu tepat benar kalau orang menamakan Koay lo jinkee,” sahut In Ceng Ho yang kemudian tertawa lagi, dan si kakek bongkok jadi ikut tertawa tanpa menghiraukan tamu tamu lain ikut heran melihat mereka berdua saling tertawa, sampai kemudian ada juga diantara tamu itu yang ikut menjadi tertawa.

“Eh, bukankah kau sedang mengikuti jejak Toat beng sim ?”

Sekali ini In Ceng Ho terpesona heran. Lama dia mengawasi si kakek bongkok tanpa bersuara, bagaimana si kakek bongkok mengetahui bahwa dia sedang mencari si iblis penyebar maut ?

“Bagaimana lo jinkee mengetahui maksud perjalananku?”

Sejenak si iblis penyebar maut tidak menjawab. Dia ikut mengawasi In Ceng Ho dengan sinar mata yang tajam, lalu dengan lagak yang sangat mengesankan dia tertawa dan berkata :

“Ha he he melakukan perjalanan yang jauh kau telah bertemu orang yang kau temui di tengah perjalanan dan kau pernah bercerita tentang maksud perjalananmu.”

"Ha ha ha ! kalau begitu lo jinkee pernah bertemu dengan aku ditempat lain, dan lo jinkee pernah ikut mendengarkan percakapan,” akhirnya kata In Ceng Ho yang ikut tertawa, padahal pada mulanya dia sudah mulai curiga dengan si kakek bongkok yang aneh itu.

Si kakek bongkok itu tertawa lagi. Juga In Ceng Ho tertawa sehingga kedua orang itu benar benar seperti sahabat lama yang baru bertemu lagi, membuat para tamu lain tambah banyak yang ikut tertawa, sebab mereka menghadapi tingkah laku yang aneh dari kedua orang itu yang saling mengadu tawa, dan yang lebih aneh lagi mereka melihat In Ceng Ho tetap berdiri sedang si kakek tetap duduk.

Diantara orang orang yang tertarik perhatiannya itu, termasuk dua orang laki laki muda yakni Tan Hui Beng dan Ong In Thian, namun sayangnya tempat duduk mereka cukup jauh terpisah; sehingga kedua pemuda itu tidak mendengar yang dibicarakan si kakek bongkok dengan In Ceng Ho, melainkan suara tawa mereka yang menarik perhatian kedua pemuda itu yang bahkan ikut bersenyum tanpa diketahui oleh si kakek bongkok berdua In Ceng Ho.

Kedua pemuda Tan Hui Beng dan Ong ln Thian bagaikan terumbang ambing dengan bekas bekas jejak berdarah dari si iblis penyebar maut, sehingga mereka batal memasuki kota Po teng, sebab mereka terus mengikuti bekas si iblis, tanpa mereka hiraukan bahwa mereka ikut memasuki daerah utara bahkan pernah ikut membantu Ong Tiong Kun bertempur melawan si iblis penyebar maut yang berujut muka sebagai si hartawan Cio Eng Liong, namun untuk yang kesekian kalinya mereka kehilangan si iblis penyebar maut dari kejaran mereka.

Sementara itu si kakek bongkok yang aneh lalu berkata lagi.

"Aku tahu dimana tempatnya Toat beng sim."

Terbelalak sepasang mata In Ceng Ho ketika mendengar perkataan si kakek bongkok itu. Mulutnya terbentang membuka, tetapi tidak segera dia dapat mengucap sesuatu.

“Kau tentu bergurau, lo jinkee,” akhirnya kata In Ceng Ho perlahan.

“Akan aku antarkan; kalau kau mau ikut,” si kakek

bongkok bersuara perlahan.

In Ceng Ho berdiri terdiam seperti patung. Dia bahkan merasa lemas sehingga dia duduk didekat si kakek tanpa si kakek mempersilahkan.

“Baik, kalau benar benar lo jinkee mengetahui.”

Si kakek bongkok tertawa lagi, lalu dia memanggil seorang pelayan hendak membayar makanannya, tetapi In Ceng Ho yang membayarkan.

"Biarkan aku yang membayar. Anggaplah sebagai upah lelah lo jinkee mengantarkan aku,” kata In Ceng Ho sambil bersenyum, tetapi si kakek bongkok menjadi tertawa.

Diluar rumah makan In Ceng Ho melepas tali ikatan kudanya, lalu dia menawarkan agar si kakek naik dan dia bermaksud mengikuti dengan berjalan kaki. Tetapi si kakek menolak sampai akhirnya terjadi mereka berdua naik diatas punggung seekor kuda, dengan si kakek duduk disebelah belakang In Ceng Ho yang mengendalikan kudanya. Petang harinya mereka singgah di dusun Cui lok cu yang sebenarnya sedang bersiap siap hendak menyambut pesta panen, dan esok paginya mereka meneruskan perjalanan sampai mendekati gunung Cui lok san.

“Kita sudah hampir tiba,” kata si kakek bongkok yang duduk dibelakang In Ceng Ho, sedangkan laki laki muda itu segera menghentikan kudanya sementara pandangan matanya sedang tertarik dengan suatu bangunan tua bersejarah yang dilihatnya; meskipun letaknya masih cukup jauh terpisah.

Si kakek bongkok bergegas hendak turun dari atas kuda. Untuk ini kedua tangannya memegang pinggang In Ceng Ho, atau tepatnya dibagian iga.

Sebagai akibat dari pegangannya pada iga In Ceng Ho, maka suatu rasa bagaikan kesemutan dirasakan oleh laki laki muda itu, namun In Ceng Ho tidak curiga karena sangkanya akibat terlalu lama menunggang seekor kuda berdua, membikin tubuhnya tidak bebas bergerak.

Kemudian In Ceng Ho juga turun dari kudanya. Rasa kesemutan masih terasa olehnya, membuat sukar dia melangkah dan bergerak. Tetapi dengan bantuan tangannya yang memegang tali kendali, dia melangkah pincang dan bertanya :

"Dimana gerangan tempat si iblis yang lo jinkee maksud

?"

“He he he ! kau benar benar sangat tabah," sahut si kakek

bongkok atau si iblis penyebar maut. Dia tidak menjawab pertanyaan In Ceng Ho sebaliknya dia berkata lagi :

"Aku melihat kau melangkah pincang, apakah masih kuat kau mendaki gunung ini ?" "Aku hanya merasa kesemutan mungkin karena merasa pegal, tetapi marilah kita. "

Si Kakek bongkok memutus perkataan In Ceng Ho :

"He he he he ! tunggu dulu !”

In Ceng Ho batal melangkahkan kakinya karena mendengar suara si kakek bongkok yang berobah mengandung wibawa, bahkan seperti memerintah. Sementara si kakek lalu berkata lagi :

"Kau bukan kesemutan sebab pegal. Kau telah terkena bisa racun Hek tok ciam dari Toat beng sim, Ha ha ha ha !”

In Ceng Ho berdiri terpesona. Dia membuka mulut hendak bicara tetapi dia merasakan tenggorokannya gatal sampai dia mengeluarkan cairan lendir merupakan buih kental !

“Te .. , tapi , , , kau,” In Ceng Ho paksakan diri untuk bicara.

"Ha ha ha! kau lihat aku sebagai kakek yang bongkok;

bukan ?”

Si kakek bongkok atau si iblis penyebar maut lalu merogoh saku bajunya; dia mengeluarkan suatu topeng yang dibuat memakai bahan lembut bagaikan kulit manusia. Dipakainya topeng itu pada mukanya yang tua penuh keriput, lalu dilain saat dia berobah menjadi si hartawan Cio Eng Liong, sedangkan tubuhnya yang tadi bongkok, sekarang tegak lurus bukan lagi sebagai si kakek bongkok, kecuali pakaiannya yang belum berganti.

"Kau , , ," lagi In Ceng Ho paksakan diri untuk bicara, sedangkan sebelah tangannya yang hendak dia angkat, tidak kuasa dia lakukan sedang dari mulut bertambah banyak dia mengeluarkan buih kental berwarna kelabu. "Ha ha ha ! Akulah Toat beng sim. Tidak banyak orang yang mengetahui wajahku yang sebenarnya. Tidak banyak orang yang mengetahui aku pandai ganti rupa. Orang boleh ramai membicarakan Koan bin jin yao dan orang boleh ramai membicarakan tentang Toat beng sim, tetapi sedikit orang yang mengetahui kalau Toat beng sim dan Koan bin jin yao adalah satu manusianya. Ha ha ha !"

Suara tawa si iblis penyebar maut tambah menggema didaerah pegunungan Cui lok san yang semula sunyi; sampai kemudian hadir ditempat itu empat orang laki laki yang semuanya memakai pakaian serba hitam, lengkap dengan tutup muka berupa secarik kain warna hitam serta lambang seekor binatang kala hitam dalam lingkaran warna putih !

In Ceng Ho tak kuasa bergerak untuk menyerang si iblis penyebar maut, dan tidak kuasa pula dia berkata apa apa untuk memaki.

Dia bahkan tak sanggup lagi berdiri karena disaat berikutnya dia lemas terjatuh, namun dia tidak pingsan dan dia belum binasa.

"Ikat dia dan gantung dia hidup hidup di atas pohon sana!” perintah si iblis penyebar maut kepada ke empat orang anak buahnya, sambil dia menunjuk ke sebuah pohon di seberang bukit yang curam.

Si iblis penyebar maut kemudian tertawa seperti iblis yang kegirangan, membiarkan In Ceng Ho hidup hidup diikat dan digantung pada sebuah dahan pohon dengan kepala di sebelah bawah: yang tetap dibiarkan meskipun dia telah binasa, sampai kemudian bangkai laki laki muda itu habis dimakan burung burung pemakan mayat!

Kemudian di tempat yang sama dan selagi mayat In Ceng Ho masih utuh, si penyebar maut sekali lagi menjadi tertawa ketika dia berhasil menangkap Ong Tiong Kun dengan memakai pengaruh bubuk racun Cian lian lo hap sie yang mengakibatkan pemuda itu tertidur pulas tidak berdaya.

Si iblis penyebar maut tidak lupa dengan wajah muka Ong Tiong Kun, meskipun pemuda itu sedang menyamar berpakaian semacam seorang petani muda.

Si iblis penyebar maut teringat dengan Ong Tiong Kun yang pernah dia tempur ketika dahulu dia sedang mengadakan pembicaraan dengan rombongan Lie ciangkun dari kota raja. Dia tidak tahu siapa gerangan pemuda itu, atau untuk apa pemuda itu mengintai, dan untuk siapa Ong Tiong Kun bekerja. Dari itu si iblis penyebar maut tidak segera membunuh Ong Tiong Kun tetapi dia tangkap dan kurung didalam kamar tahanan di bawah tanah, di markasnya yang memakai bekas bangunan bersejarah atas idzin pemerintah penjajah.

Adalah menjadi maksud si iblis penyebar maut yang hendak memeriksa Ong Tiong Kun pada esok harinya, karena malam itu dia harus mendatangi dusun Cui lok cun untuk menemui seseorang yang ahli membuat kembang api. Tetapi diluar tahunya malam itu juga Ong Tiong Kun berhasil melarikan diri !

Ong Tiong Kun dikurung didalam kamar tahanan dibawah tanah, tetapi mungkin karena seringkali dia kena guncangan pada waktu dia diangkut, maka pada malam itu juga dia tersadar dari tidurnya bahkan dia berhasil mengancam seorang penjaga yang dia bikin tidak berdaya, lalu dengan ancaman memakai golok rampasan Ong Tong Kun minta diantar ketempat pedangnya disimpan.

Disaat Ong Tiong Kun sedang mengambil pedangnya, maka si penjaga sempat menarik tali genta tanda bahaya, sehingga cepat sekali telah diketahui tentang lepasnya Ong Tiong Kun.

Dengan gusar Ong Tiong Kun membinasakan si penjaga yang menarik tali genta, namun disaat berikutnya pemuda ini telah dikurung dan dikepung oleh enambelas orang musuh, yang semuanya berseragam serba hitam dan memakai tutup muka dengan secarik kain hitam.

Ong Tiong Kun tidak merasa gentar dikepung oleh sedemikian banyaknya musuh. Dia hanya risau memikirkan Phang Lan Ing yang dia tinggalkan seorang diri, khawatir kalau kalau kekasihnya itu ikut kena perangkap musuh.

Dengan pikiran gelisah Ong Tiang Kun melakukan perlawanan sambil dia berusaha meninggalkan tempat musuh, maka tanpa disengaja Ong Tiong Kun memasuki kamar obat, dimana terdapat banyak macam larutan obat obat dalam berbagai macam tabung atau botol, ada yang mengeluarkan uap atau asap putih bercampur biru, dan ada pula beberapa macam binatang kecil seperti laba laba, lalat berwarna hijau dan merah, kera kera kecil, kelinci dan lain sebagainya.

Tanpa dapat dihindarkan, pertempuran berlangsung terus meskipun seseorang telah berteriak mencegah terjadinya pertempuran di tempat itu.

Dalam gerakannya yang menghindar dari kepungan dan serangan lawan, tubuh Ong Tiong Kun beberapa kali membentur meja berisi botol botol larutan obat obat, sehingga botol obat itu pada jatuh berantakan dan pecah mengakibatkan isinya berhamburan keluar, sedangkan disaat lain tubuh Ong Tiong Kun berhasil mendorong atau membentur tubuh lawannya sehingga lawannya terjerumus jatuh dan jatuhnya juga telah membentur meja atau rak rak tempat botol obat, sehingga bukan sedikit botol botol yang pecah dengan isinya yang terbuang dengan berhamburan.

“Kurang ajar,,!” tiba tiba terdengarlah bentak suara seorang perempuan. “Kau telah merusak kamar obat cuncu. sepasang kaki dan sepasang tanganmu harus dibuntungkan!”

( WoooooOjoooo^ )

PEREMPUAN yang membentak itu usianya masih muda bermuka cantik tetapi cara memakai alat alat kecantikan terlalu berlebihan apalagi bedak pada mukanya yang jelas kelihatan seperti dia memakai kedok.

Dahulu perempuan muda itu bernama Lie Hong Kiao, dara yang menjadi rebutan antara kedua orang pemuda bernama Kwee Tiat Seng dan Ciu Sin Han, sampai kemudian dia diculik oleh si iblis penyebar maut yang berujut sebagai seorang laki laki muda bermuka tampan serta mahir ilmu silatnya, mengakibatkan Lie Hong Kiao tergila gila dan rela memberikan cintanya, serta rela memberikan kepuasan bagi si iblis penyebar maut.

Kemudian ketika si iblis penyebar maut harus melakukan perjalanan dan kedua pemuda Kwee Tiat Seng dan Ciu Sin Han berhasil menemukan dara yang mereka rebutkan, maka dara itu melarikan diri dengan dikejar oleh Kwee Tiat Seng berdua Ciu Sin Han, sampai kemudian kedua pemuda itu berkelahi lagi, sedangkan Lie Hong Kiao terus kabur tanpa setahu Kwee Tiat Seng berdua Ciu Sin Han; sebab Lie Hong Kiao bertekad hendak mencari si iblis penyebar maut yang dia cintai atau menjadi laki laki pilihan hatinya.

Banyak derita yang harus dihadapi oleh Lie Hong Kiao, karena dia tidak mengerti ilmu silat tetapi harus melakukan perjalanan jauh. Beberapa kali dia dihadang oleh para penjahat atau laki laki biadab; akan tetapi dia membiarkan dirinya dinodai dan hasratnya tetap hendak menyusul si iblis yang dia anggap sebagai kekasihnya; bahkan suaminya.

Akhirnya takdir menentukan dia berhasil menemukan orang yang dicarinya, dan si iblis penyebar maut merasa iba dengan tekad perempuan yang pernah dia cumbu rayu dan diajak bermain cinta itu, sehingga si iblis membiarkan Lie Hong Kiao tetap mendampingi, merasa seolah olah menjadi isterinya dan lambat laun si iblis penyebar maut mengajarkan ilmu silat pada Lie Hong Kiao, lengkap dengan cara cara menggunakan senjata rahasia pisau terbang dan cara pemakaian berbagai larutan bisa racun.

Ketika terjadi pertempuran dan melihat kamar obat yang kacau balau, maka Lie Hong Kiao sudah mengutuk atau menyumpah agar si iblis penyebar maut (yang dia sebut cuncu) membuntungkan sepasang kaki dan sepasang tangan Ong Tiong Kun !

Waktu itu ilmu silat Lie Hong Kiao belum mahir, tetapi dia sudah pandai menimpuk memakai pisau terbang atau memakai jarum jarum maut yang mengandung bisa racun.

Setelah ia menyumpah maka Lie Hong Kiao menyiapkan tiga batang pisau terbang, lalu sebatang demi sebatang dia menimpuk kearah Ong Tiong Kun.

Ong Tiong Kun berhasil menghindar dari serangan pisau terbang. Sebatang diantaranya sempat dia tangkis memakai pedangnya, mengakibatkan pisau itu meluncur kearah lain, membenam ditubuh seorang pengepungnya yang rubuh dan tewas seketika, dengan tubuh kelihatan biru agak kehitam hitaman akibat menjalarnya bisa racun didalam tubuh orang itu.

Menyadari bahwa pihak musuh sangat ahli dalam menggunakan bisa racun, maka Ong Tiong Kun menerobos dan mendekati Lie Hong Kiao yang lalu dia serang dengan sebuah tikaman maut, tetapi ketika seorang pengepungnya menangkis pedangnya untuk melindungi Lie Hong Kiao, maka Ong Tiong Kun menerobos terus dan berhasil dia meninggalkan kamar obat itu, bahkan berhasil juga dia keluar dari bangunan bersejarah itu sampai kemudian dia menemukan seekor kuda yang lalu dia gunakan untuk kabur.

Diluar tahu Ong Tiong Kun, sebagai akibat dia mengaduk ruang kamar obat itu, maka telah pula menimbulkan suatu kebakaran yang tak mungkin orang orang berusaha memadamkan api yang mengamuk sangat cepat.

Pihak musuh yakin bahwa mereka tidak boleh membiarkan pemuda itu kabur, sebab si iblis penyebar maut pasti akan marah besar. Mereka serentak melakukan pengejaran, juga Lie Hong Kiao ikut mengejar sebab dia sangat penasaran bahkan ingin benar dia yang membuntungi sepasang lengan dan sepasang kakinya Ong Tiong Kun!

Ong Tiong Kun kaburkan terus kudanya tetapi jalan pegunungan yang belukar sukar dan belum dia tahu seluk beluknya, mengakibatkan beberapa kali dia tersesat ditempat yang sama sampai berulang kali dia malah berpapasan dengan pihak yang melakukan pengejaran, dan terjadi lagi pertempuran yang harus dia lakukan.

Namun demikian Ong Tiong Kun tak mau melibatkan diri dalam suatu pertempuran yang memakan waktu. Dia selalu menghindar dan lagi lagi dia melarikan diri, tetap dengan dikejar oleh pihak musuh.

Akibat banyaknya pihak musuh yang melakukan pengejaran terhadap Ong Tiong Kun, maka tenaga orang orang yang berusaha memadamkan api menjadi sangat kurang sehingga kebakaran menjadi semakin bertambah besar dan dapat dilihat dari jauh.

Maka alangkah terkejutnya orang orang yang sedang melakukan pengejaran itu, sehingga sebagian dari mereka cepat cepat menghentikan pengejaran itu; hendak berusaha memadamkan kebakaran termasuk Lie Hong Kiao sehingga sisa hanya ada belasan orang orang yang masih terus melakukan pengejaran terhadap Ong Tiong Kun.

Dipihak Ong Tiong Kun sayangnya dia tak dapat melarikan kudanya secepat mungkin, sebab jalan belukar yang kadang kadang malah membawa dia kebagian tebing yang curam atau jurang jurang yang dalam.

Sementara itu si iblis penyebar maut juga sedang melakukan perjalanan kembali dari dusun Cui lok cun, dengan membawa serombongan pengawal serta beberapa orang kenalannya.

Si iblis penyebar maut menjadi sangat terkejut ketika dari jauh dia melihat berkobarnya api yang membakar markasnya. Dia berteriak seperti iblis yang ingin mengamuk, dan mengajak rombongannya untuk mempercepat lari kuda mereka sampai kemudian mereka bertemu dengan kelompok orang orang yang sedang melakukan pengejaran, sehingga diketahui oleh si iblis penyebar maut tentang Ong Tiong Kun yang sedang melarikan diri.

Kemarahan si iblis penyebar maut menjadi meluap, segera dia mengambil alih pimpinan untuk melakukan pengejaran sampai kemudian dia menjadi bertambah marah sebab mendengar beberapa kali bunyi ledakan yang keras, yang berasal dari markas kegiatannya yang sedang terbakar. Dengan memencar tenaga orang orang yang melakukan pengejaran, akhirnya si iblis penyebar maut menemukan Ong Tiong Kun yang sedang dikepung oleh kelompok orang orangnya, tetapi sekali lagi dia menjadi terkejut sebab disamping Ong Tiong Kun, dia melihat adanya pemuda Tan Hui Beng berdua Ong In Thian yang ikut bertempur !

Si iblis penyebar maut meraup paku paku Tok liong teng yang dia lontarkan kearah tiga laki laki muda yang menjadi musuhnya, berbareng dia lompat turun dari atas kudanya.

"Itulah toat beng sim !" terdengar Ong In Thian berteriak pada waktu dia berhasil menangkis paku naga beracun yang tak pernah dapat dia lupakan.

Mendahului Ong In Thian yang hendak memisah diri untuk menyerang si iblis penyebar maut, maka Ong Tiong Kun lompat tinggi dan jauh untuk dia mendekati dan menyerang si iblis penyebar maut, tetapi dalam usahanya hendak menyerang, dia bahkan didahulukan diserang oleh si iblis memakai paku paku naga beracun !

Meskipun tubuhnya masih melayang diudara, Ong Tiong Kun putar pedangnya sehingga berhasil dia menangkis paku paku Tok liong teng yang mengarah dirinya, menjadikan paku paku itu terlempar ke arah lain.

Ketika Ong Tiong Kun tiba didekat si iblis penyebar maut, maka si iblis menghantam kaki Ong Tiong Kun memakai cambuk mautnya, oleh karena kaki pemuda itu sedang berusaha hendak menendang.

Sekali lagi Ong Tiong Kun menangkis memakai pedangnya, tetapi si iblis penyebar maut berhasil melibat pedang pemuda itu memakai cambuknya, berbareng kakinya bergeser menyamping dan dia menarik; membiarkan tubuh Ong Tiong Kun meluncur lewat disisinya, namun pemuda itu tidak terjatuh meskipun belum berhasil dia melepaskan pedangnya dari libatan cambuk si iblis penyebar maut.

Sebatang pisau terbang kemudian meluncur mengarah tenggorokan Ong Tiong Kun yang sedang berusaha hendak membebaskan libatan cambuk lawan pada pedangnya. Pemuda itu terkejut karena sukar untuk dia menolong diri dari pisau terbang yang meluncur kearahnya. Tak ada ketabahannya untuk dia menyambuti pisau terbang itu dengan sebuah gigitan, karena dia yakin senjata itu mengandung bisa racun yang dahsyat!

Syukur bagi Ong Tiong Kun sebab selagi dia menghadapi ancaman bahaya, maka tubuh Tan Hui Beng meluncur kearahnya dan mewakilkan menangkis pisau terbang itu, sedangkan pemuda Ong In Thian langsung menyerang si iblis penyebar maut, memaksa si iblis melepaskan libatan cambuknya pada pedang Ong Tiong Kun karena dia harus lompat menghindar dari tikaman pedang Ong In Thian.

Menghadapi kesempatan selagi si iblis dirintang oleh Tan Hui Beng berdua Ong In Thian, maka Ong Tiong Kun melihat kearah orang orang yang tadi mengepung Ong In Thian berdua Tan Hui Beng, dan untuk girangnya dia melihat sekarang ada kekasihnya, Phang Lan Ing yang sedang bertempur mendampingi seorang laki laki muda perkasa yang bersenjata sebatang golok!

Sementara itu cambuk si iblis yang sudah bebas dari pedang Ong Tiong Kun, kemudian menyerang Ong In Thian mengakibatkan pemuda itu harus lompat menyingkir tergesa gesa, dan disaat si iblis penyebar maut hendak mengulang serangannya terhadap Ong In Thian, maka si iblis justeru diserang Ong Tiong Kun, membikin si iblis harus menghindar dengan suatu lompatan yang tinggi dan jauh lalu tubuhnya hinggap diatas dahan pohon, untuk dari tempatnya itu dia menyerang Tan Hui Beng yang sedang bergerak hendak menyusul, menyerang memakai dua batang pisau terbang.

Pemuda Tan Hui Beng berhasil menangkis kedua pisau terbang yang mengarah dirinya, dan pemuda ini pun berhasil hinggap diatas dahan pohon bekas tempat si iblis penyebar maut tadi hinggap, sementara si iblis telah lompat lagi mendekati laki laki muda yang bersenjata golok dan yang sedang bertempur disisi Phang Lan Ing; yang waktu itu sebenarnya sedang dikepung oleh sejumlah teman temannya si iblis penyebar maut.

Sebuah tendangan geledek disiapkan untuk laki laki muda bersenjata golok itu, namun laki laki muda itu tertawa ketika mengetahui si iblis penyebar maut mendekati.

Laki laki muda bersenjata golok itu tidak berusaha menghindar dari tendangan si iblis penyebar maut, sebaliknya goloknya dia siapkan untuk menabas kaki si iblis penyebar maut dengan jurus 'golok sakti menambas hantu'.

Si iblis penyebar maut menjadi terkejut karena yakin bahaya yang mengancam, sedangkan dia tidak berdaya menghentikan gerak tubuhnya yang sedang meluncur dengan amat pesatnya. Untung baginya bahwa saat itu dua orang temannya menerkam laki laki muda itu; membuat laki laki muda itu harus lompat menyamping menghindar dari terkaman kedua orang tadi, sekaligus menghindar dari tendangan si iblis penyebar maut yang pada ujung sepatunya terdapat mata pisau mengandung bisa racun.

Tetapi si iblis penyebar maut yang telah ditolong oleh kedua temannya itu sebaliknya telah membinasakan salah seorang dari mereka, sebab tendangan si iblis yang tak dapat dibatalkan telah mendapat sasaran pada seorang temannya yang menggantikan tempat laki laki bersenjata golok tadi.

Si iblis penyebar maut segera perdengarkan pekik suaranya. Pekik marah dan pekik penasaran. Sesudah itu dia bukan menyerang laki laki bersenjata golok tadi, sebaliknya dia kabur kearah markasnya yang masih tetap kelihatan api berkobar !

Ong Tiong Kun penasaran dan cepat cepat mengejar; tetapi tiba tiba dia sudah dihadang oleh seorang pemuda yang ternyata adalah si tangan geledek Lie Thian Pa !

Si tangan geledek Lie Thian Pa tidak hanya menghadang, dia bahkan menyerang memakai kaki kirinya yang menendang, tetapi waktu dilihatnya Ong Tiong Kun berhasil menghindar dengan lompat memisah diri, maka pedangnya bergerak menikam dengan suatu tikaman maut !

“Lie heng, tahan !" seru Ong Tiong Kun sambil dia perkenalkan diri, menganggap si tangan geledek tidak melihat dia karena cuaca yang remang remang, tetapi si tangan geledek Lie Thian Pa terus menikam, memaksa Ong Tiong Kun harus menangkis memakai pedangnya, menangkis bahkan menempel pedang mereka agar ada kesempatan untuk dia bicara tetapi Lie Thian Pa telah mendahului memaki :

“Pengkhianat, kau bekerja pada Intay piauw kiok, tetapi kau memihak orang orang Hek-liong pang tanpa menghiraukan majikanmu yang tewas penasaran !"

Sehabis memaki maka tangan kiri Lie Thian Pa memukul, cepat dan dahsyat bagaikan geledek, namun Ong Tiong Kun sempat melompat mundur dan berteriak :

“Lie heng, dengarkan penjelasanku !" "Siapa kesudian mendengarkan obrolan kamu !" Lie Thian Pa ikut berteriak dan mengulang serangannya dengan sebuah tikaman pedang. Tetapi Ong Tiong Kun tidak melakukan perlawanan sebaliknya dia lari ke arah markas si iblis penyebar maut.

Poen lui ciu Lie Thian Pa marah dan penasaran, segera dia melakukan pengejaran dengan pedang tetap siap ditangan. Tetapi belum jauh langkah kakinya, seseorang telah menghadang dan seseorang itu adalah laki laki muda yang bersenjata golok tadi.

"Lie hiantee, jangan kejar dia.” “Tetapi , , ,"

“Agaknya telah terjadi salah paham antara kalian. Dia adalah calon menantunya ketua Hek liong pang. Akan kujelaskan persoalannya nanti, tetapi sekarang marilah kita ikut mengejar si iblis penyebar maut !”

Si tangan geledek Lie Thian Pa terpaksa menurut. Dia ikut berlari lari sebab laki laki muda yang bersenjata golok itu sudah mendahului lari.

Disaat berikutnya mereka berdua hentikan lari mereka, karena dihadapan mereka membentang pertempuran yang kacau balau antara orang orang yang memakai pakaian serba hitam serta tutup muka dengan secarik kain yang sama warnanya, melawan kelompok pemuda pemuda desa yang ternyata adalah menjadi murid muridnya laki laki muda yang bersenjata golok, sebab ternyata laki laki muda itu adalah twato Go Bun Heng.

Poen lui ciu Lie Thian Pa yang memang sudah kenal dengan si golok maut Go Bun Heng, maka dia segera memasuki kancah pertempuran mengamuk dikalangan orang orang yang berseragam serba hitam itu, yang memang dia ketahui sebagai orang orang dari persekutuan yang pernah merampas kereta piauw yang dia lindungi !

Dilain tempat yang terpisah dari tempat pertempuran si tangan geledek Lie Thian Pa, ternyata si iblis penyebar maut telah berhasil dikejar oleh Tan Hui Beng berdua Ong In Thian, sehingga terpaksa si iblis harus melakukan pertempuran melawan dua laki laki muda yang terus mencari jejak dia tanpa kenal bosan dan tanpa kenal lelah.

Apabila menuruti nafsu marahnya sudah pasti si iblis penyebar maut hendak tempur dan binasakan kedua pemuda itu yang selalu mengejar. Tetapi saat itu dia sedang merasa cemas melihat markas kegiatannya yang sedang diamuk api.

Dengan suatu lompatan si iblis penyebar maut menendang Ong In Thian, sementara cambuknya bergerak mencari sasaran pada Tan Hui Beng.

Ong In Thian lompat menyamping dari tendangan si iblis penyebar maut, juga Tan Hui Beng lompat berkelit sebab dia tak mau menangkis memakai pedangnya. Dan kesempatan itu justeru digunakan si iblis penyebar maut untuk kabur meninggalkan kedua lawannya.

Si iblis penyebar maut terus lari tanpa menghiraukan kedua musuhnya yang terus mengejar. Tetapi tiba tiba ia terkejut ketika Ong Tiong Kun memegat bahkan langsung melakukan penyerangan, sehingga sekali lagi si iblis penyebar maut dilibat dalam pertempuran melawan musuhnya.

Sementara itu Ong In Thian lalu mengeluarkan paku Tok liong teng yang melibat lehernya, dan secara tiba tiba dia menimpuk mengarah si iblis penyebar maut. Si iblis penyebar maut yang sedang memusatkan perhatiannya kepada Ong Tiong Kun, tidak menduga bahwa dia akan diserang memakai senjata gelap; dari itu sia sia si iblis berusaha hendak menghindar dari serangan Ong In Thian, sebab meskipun dia telah miringkan kepalanya, namun paku Tok liong teng itu sempat merobek pipinya sampai mengeluarkan darah.

Untung bagi si iblis penyebar maut bahwa paku naga beracun itu sudah hilang khasiatnya dari bisa racun; sebab sudah bekas digunakan dan sudah dicuci oleh Ong ln Thian, sehingga luka di muka si iblis hanya merupakan suatu luka ringan belaka.

Dengan geram si iblis penyebar maut mengawasi Ong In Thian yang sedang mendekati, lalu si iblis penyebar maut mengerahkan tenaga 'eng jiauw kang' (tenaga cakar elang); karena dia belum merasa puas apabila dia tidak membunuh pemuda yang telah melukai dirinya!

Tetapi Tan Hui Beng telah mendahulukan Ong In Thian. Pemuda dari Thian san pay ini menarik lengan Ong In Thian menyisi, setelah itu dia memasang kuda kuda, mengerahkan tenaga Thian san yu sin ciang atau tenaga sakti dari gunung Thian san.

Dengan suatu terkaman Toat beng sim menyerang Tan Hui Beng, menyerang dengan sepasang tangan bagaikan cakar elang sedangkan Tan Hui Beng juga bergerak lompat tinggi untuk menyambuti tenaga lawan, sekaligus berupa serangan !

Sebagai akibat dari benturan tenaga dalam mereka maka tubuh Tan Hui Beng terlempar balik dan terjatuh duduk, sedangkan si iblis penyebar maut juga terlempar balik dan jatuh terguling, dan jatuhnya si iblis penyebar maut justeru tepat didekat Ong Tiong Kun yang lalu menendang; sehingga tubuh si iblis penyebar maut terguling ke lain arah sampai mendekati tepi jurang yang curam.

Ong In Thian bergerak cepat mendekati dan berlutut di sisi Tan Hui Beng, tetapi waktu dia melihat keadaan si iblis penyebar maut yang kena ditendang terguling oleh Ong Tiong Kun; maka Ong In Thian melontarkan pedangnya, dan pedang itu berhasil membenam dipundak si iblis penyebar maut selagi dia sedang berusaha berdiri.

Tubuh si iblis penyebar maut kelihatan sempoyongan sebelah tangannya kelihatan meraih hendak mencabut pedang yang membenam dipundaknya, lalu tiba tiba tubuhnya tergelincir jatuh langsung ke dalam jurang dengan perdengarkan pekik suara yang menyeramkan!

Ong Tiong Kun berdua Ong In Thian mendekati tepi jurang untuk melihat. Jauh didasar jurang yang lebat, hanya secara samar mereka melihat tubuh si iblis penyebar maut yang tergantung disebuah pohon dengan leher terjepit di antara dua pohon!

Sesaat kemudian datang Phang Lan Ing yang dikawal oleh twato Go Bun Heng serta Poen lui ciu Lie Thian Pa dan seorang laki laki muda lain yang belum dikenal oleh Ong Tiong Kun. Mereka ikut melihat tubuh si iblis penyebar maut yang tewas didalam jurang, sampai kemudian Phang Lan Ing mendekati dan memegang sebelah lengan Ong Tiong Kun sambil dia perkenalkan Ong Tiong Kun dengan twato Go Bun Heng serta temannya yang ternyata adalah si pendekar tanpa bayangan Kwee Su Liang.

Kwee Su Liang melakukan perjalanan seorang diri untuk melakukan penyelidikan tentang hilangnya anaknya, tetapi perjalanannya jauh kesebelah utara itu ternyata telah menuntun dia sampai dia bertemu dengan si golok maut Go Bun Heng, disaat Go Bun Heng sedang menerima kunjungan dari si tangan geledek Lie Thian Pa yang sedang mencari jejak si iblis penyebar maut, sehingga turut Kwee Su Liang menggabungkan diri sampai akhirnya mereka bertemu Ong Tiong Kun bertiga dengan Tan Hui Beng dan Ong In Thian yang sedang bertempur melawan rombongannya si iblis penyebar maut.

Sementara itu Ong Tiong Kun bersenyum puas, sedangkan didalam hati dia berkata :

(“Hadiah perkawinan untuk kita, adalah tewasnya si iblis penyebar maut !”)

( ooooO^Z ooooo )

TEPAT pada hari perayaan ulang tahun It ci sian Phang Bun Liong yang menjadi ketua persekutuan Hek liong pang, maka dilangsungkan pesta pernikahan antara Ong Tiong Kun dengan Phang Lan Ing.

Sudah tentu sangat meriah suasana pesta ganda itu. Sangat banyak para tamu yang datang, umumnya orang orang dari kalangan rimba persilatan, tokoh tokoh dari berbagai aliran atau golongan bahkan para petapa dan pendeta ikut hadir.

Diantara rekan rekan yang pernah ikut mengganyang markas si iblis penyebar maut, hanya Poen lui ciu Lie Thian Pa yang tidak hadir karena katanya dia harus menyelesaikan urusan Intay piauwkiok yang habis dibakar sebagai korban keganasan si iblis penyebar maut.

Tiga hari tiga malam Ong Tiong Kun berada didalam rangkulan isterinya didalam markas Hek liong pang, dan dihari keempat dia pamitan dari mertuanya dengan mengajak isterinya; untuk pulang kerumah orang tuanya dan melakukan perjalanan bulan madu. Ketika pasangan pengantin baru ini tiba di pos penjagaan, sebuah kereta kuda yang mewah sudah siap menunggu untuk mengangkut perjalanan mereka.

Seorang sais membuka pintu kereta dan mempersilahkan pasangan pengantin baru itu naik, dan sesudah pintu kereta ditutup lagi maka sais itu naik ketempatnya dibagian atas, lalu meluncurlah kereta berkuda yang mewah itu.

Wajah muka Phang Lan Ing sangat cerah penuh ria, menambah kecantikannya dipagi hari itu. Dengan sangat mesra Ong Tiong Kun merangkul sambil mereka menikmati keindahan disepanjang perjalanan, karena jendela kereta sengaja mereka buka agar dapat mereka mengawasi keindahan sepanjang perjalanan itu.

Ketika mereka sedang melintasi daerah pegunungan yang sunyi, tiba tiba sais menghentikan jalannya kereta untuk memperbaiki tali kendali pada kuda yang menarik kereta itu.

Ong Tiong Kun ikut turun dan ikut memperbaiki, membantu mengikat erat erat, sementara Phang Lan Ing tetap duduk didalam kereta sampai kemudian dia mengeluarkan bagian kepalanya, untuk mengajak Ong Tiong Kun bicara :

“Masih lamakah kalian bekerja ?" demikian Phang Lan Ing menanya, maksudnya dia hendak ikut turun untuk melepas lelah.

“Tidak, hanya sebentar lagi,” sahut Ong Tiong Kun, dan bertepatan pada waktu dia menyelesaikan perkataannya, maka sebuah kereta kuda lain meluncur melewati tempat mereka; mengambil arah yang sama hendak menuju ke kota Intay. Ong Tiong Kun mengawasi dan sempat dia melihat penumpang dari kereta kuda itu dan penumpang itu terdiri dari dua orang, yakni seorang berupa laki laki setengah baya, berpakaian sebagai seorang hartawan dengan sebelah lengan dibalut dan bergantung pada pundaknya dan laki laki itu ternyata si hartawan Cio Eng Liong sedangkan yang duduk disisinya sambil perlihatkan senyum iblis, adalah Lie Hong Kiao yang mukanya memakai pupur tebal !

Sejenak Ong Tiong Kun terdiam sesudah mengusap muka dan sepasang matanya memakai sebelah tangannya, menganggap bahwa tadi salah melihat. Setelah itu dia mendekati tempat Phang Lan Ing, dan pada detik itu dia menjadi sangat terkejut sampai dia tak mampu bergerak atau mengeluarkan suara.

Dilihatnya kepala Phang Lan Ing terkulai bersandar pada jendela kereta. Sepasang matanya terbuka membentang tanpa perlihatkan sinar kehidupan, lalu pada leher sebelah kiri dan kanan, juga pada bagian pelipis dan dekat tenggorokan, kelihatan terdapat bintik bintik darah hitam, karena ternyata Phang Lan Ing telah tewas terkena serangan jarum jarum Hek tok ciam yang mengandung bisa racun yang sangat dahsyat!

Dengan langkah kaki lunglai kemudian Ong Tiong Kun membuka pintu kereta sambil dia menjaga agar tubuh Phang Lan Ing tidak terjatuh, setelah itu dia naik dan duduk disisi Phang Lan Ing, sambil dia merangkul dan memperbaiki letak duduk almarhum isterinya:

"Lan Ing sayang ..." dia membisik perlahan, namun dia pererat rangkulannya.

Ketika sais telah duduk lagi ditempatnya dan hendak meneruskan perjalanan, maka Ong Tiong Kun mencegah. "Kita tidak jadi terus, kita kembali ke teluk Hek liu

ouw.”

Sais kereta itu masih tidak mengetahui dengan peristiwa yang sedang terjadi, dia merasa heran tetapi dia patuh memutar arah perjalanan kereta.

Sebaliknya, disebuah rumah penginapan kecil di kota Intay, si iblis penyebar maut merangkul Lie Hong Kiao dengan sebelah lengannya, lalu dia tertawa tak hentinya dan dia berkata :

"Ha ha ha ! seribu kali orang orang berusaha memusnahkan aku, seribu kali orang-orang menganggap aku telah mati, tetapi di suatu saat orang akan menemukan aku dalam ujut dan muka seribu. Ha ha ha!”

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar