Pendekar Bunga Cinta Jilid 23

jilid 23

"MARILAH kita teruskan perjalanan kita,” ajak Go Hong Lian yang lalu mendahulukan berlari memakai ilmu ringan tubuh, sampai kemudian mereka tiba disebuah dusun, dimana mereka lalu mencari sebuah tempat penginapan. "Adik Lan, agaknya pihak musuh cepat sekali mengetahui tentang kepergian kau, bahkan mereka rupanya juga mengetahui bahwa kau membawa peta harta yang hendak mereka rebut," kata Go Hong Lian ketika mereka berdua berada didalam kamar.

"Memang," sahut Lauw Sin Lan; tetapi kelihatannya dia sedang memikirkan dan mencemaskan keselamatan ayahnya yang dia tinggalkan, apalagi diantara yang menghadang tadi tidak dilihatnya Ong Bun Kiat, sehingga dia menduga kalau perwira tentara penjajah itu justeru mendatangi tempat ayahnya umpatkan diri.

"Asal saja pek-hu cepat berangkat seperti yang aku pesan, dia pasti akan selamat." kata Go Hong Lian setelah mengetahui Lauw Sin Lan sedang memikirkan keselamatan ayahnya.

"Cici pesan agar ayah kemana ?” tanya Lauw Sin Lan yang tidak mengetahui, sebab ayahnya justeru memesan agar dia segera kembali kemarkas Cu Juan Csang apabila dia telah menyelesaikan tugasnya, sehingga dia menyangka ayahnya itu tentu akan berangkat ketempat yang sama bila ayahnya telah sembuh.

Sementara itu Go Hong Lian memberikan jawaban yang cukup menghibur hati Lauw Sin Lan.

“Aku pesankan supaya Pek-hu segera berangkat keatas gunung Oei san yang letaknya tidak terlalu jauh, aku yakin pek-hu dapat memaksakan diri untuk melakukan perjalanan itu.”

"Dengan demikian cici jadi melibatkan tayhiap dengan urusan kami, dan kalau pihak tentara penjajah mengetahui, sudah tentu tayhiap suami isteri tidak dapat lagi hidup tenang.” "Apakah urusan membela bangsa dan negara tidak patut suhu ikut campur ?" tanya Go Hong Lian yang kelihatan agak kecewa dengan perkataan Lauw Sin Lan.

"Bukan begitu, cici,” sahut Lauw Sin Lan yang lalu

menambahkan perkataannya :

"Tetapi apakah cici sudah yakin kalau tayhiap akan memihak atau membenarkan gerakan Cu Juan Csang, sebab cici tentu tahu sendiri ada banyak gerakan yang serupa dengan yang dilakukan oleh pihak kami, dan tayhiap tentu telah mempunyai pilihan sendiri."

"Bagiku siapapun yang bergerak dalam urusan menentang pihak penjajah asing sudah pasti harus didukung," sahut Go Hong Lian yang memutus perkataan Lauw Sin Lan, dan dia bahkan sengaja mengalihkan pembicaraan kepada lain persoalan :

"Eh, apakah adik Lan sudah kenal dengan dia?"

"Dia siapa maksud cici ?" balik tanya Lauw Sin Lan yang kelihatan merasa heran.

"Itu pendekar pedang yang hendak kau temukan dikota

Intay.”

"Oh ! Jangankan kenal, kami bahkan belum pernah bertemu," sahut Lauw Sin Lan, tetapi dia menambahkan perkataannya secara bergurau.

"Tetapi, ayah sudah memberikan gambaran tentang dia yang katanya adalah seorang pemuda yang tampan; sangat tepat sekali kalau "

“Kalau apa ?” tanya Go Hong Lian karena Lauw Sin

Lan tidak melengkapi perkataannya.

“Kalau menjadi pasangan cici.” Sehabis berkata demikian, maka Lauw Sin Lan menjadi tertawa secara jenaka, sedangkan Go Hong Lian mencubit teman seperjalanan yang nakal itu.

“Kau bicara seenaknya saja, selagi kau menghadapi tugas berat dengan mempertaruhkan nyawa", akhirnya Go Hong Lian berkata.

“Justeru karena adanya tugas berat itu kita perlu banyak tertawa,” sahut Lauw Sin Lan, dan dia benar benar tertawa lagi.

“Hm, terlalu banyak tawa akan mendatangkan kepedihan, marilah kita tidur.”

"Baik, siangkong.”

Di tengah malam itu secara mendadak Go Hong Lian terbangun dari tidurnya, karena telinganya yang peka mendengar bunyi suara yang tidak wajar.

Dara dalam penyamaran itu memang berlaku waspada, dari dengan suatu gerak yang lincah dia telah keluar dari dalam kamarnya, untuk disaat berikutnya dia telah berada diatas genteng rumah penginapan itu, dimana sempat dilihatnya adanya bayangan orang yang sedang bergerak menjauh setelah mengetahui datangnya Go Hong Lian.

"Kurang ajar !” geram dara dalam penyamaran itu yang

lalu melakukan pengejaran.

Ketiga bayangan orang orang itu lari terus, dan lompat turun dari atas genteng suatu rumah.

Go Hong Lian terus melakukan pengejaran, sampai tiba tiba dilihatnya ada sesuatu benda yang melayang kearahnya.

Menganggap bahwa orang orang itu menyerang memakai senjata rahasia, maka dengan tabah Go Hong Lian menangkis dengan memakai pedangnya yang tajam, membuat benda itu hancur dan berhamburan; namun Go Hong Lian merasakan suatu tenaga dorongan yang sangat kuat berarti menandakan bahwa orang yang melontarkan benda tadi memiliki tenaga yang sangat besar, sedangkan benda itu ternyata adalah sebuah batu bata yang dipakai untuk menimpuk.

Dengan hati penasaran bercampur mendongkol, dara dalam penyamaran itu meneruskan pengejarannya yang tertunda tadi, mengambil arah ketiga orang orang itu menghilang.

Dara dalam penyamaran itu telah jauh meninggalkan tempat penginapan, tetapi dia tidak menghiraukan dan terus melakukan pengejaran, sampai akhirnya dia berada disuatu tempat yang merupakan hutan belukar.

Karena merasa ragu ragu, maka Go Hong Lian hentikan langkah kakinya dan meneliti keadaan tempat disekitar itu.

Ketika dara dalam penyamaran itu hendak kembali ketempat penginapan, maka secara tiba tiba didengarnya suara tawa seseorang untuk kemudian dilihatnya ada 3 orang laki laki yang muncul dan menghadang. Ke 3 orang laki laki itu justeru adalah orang orang yang dikejarnya tadi.

Dengan bantuan sinar bulan yang remang remang namun yang banyak memberikan bantuan, maka Go Hong Lian sempat melihat bahwa ketiga penghadang itu terdiri dari seorang pendeta yang bermuka menyeramkan dan bertubuh tinggi kurus, sedangkan kedua temannya adalah orang orang yang kelihatan bertubuh kuat dengan otot otot yang menonjol, dan keduanya memiara jenggot pendek yang tajam seperti duri duri landak.

“Siapakah kalian dan mengapa kalian mengganggu kami

?” tanya dara dalam penyamaran itu yang tidak mau sembarang bergerak, meskipun dia merasa yakin bahwa dia sedang dipermainkan.

“Hm !" geram si pendeta yang memiara rambut digulung atau disanggul dibagian atas kepalanya, karena tepatnya dia adalah seorang tosu.

"Aku lihat kau masih muda dan memang cocok menjadi suaminya si budak hina, tetapi sejak kapan kalian telah menikah tanpa mengirim surat undangan ?"

Dara dalam penyamaran itu merasa yakin bahwa si pendeta menganggap dia benar benar seorang pemuda. Ingin dia tertawa tetapi dia merasa mendongkol karena Lauw Sin Lan disebut sebagai budak hina; disamping itu dia merasa yakin bahwa ketiga orang orang itu tentu merupakan musuh yang hendak merebut peta dan surat surat yang berada pada Lauw Sin Lan.

Karena memikir demikian, maka Go Hong Lian mendahulukan menyerang selagi dia melihat pendeta itu tidak siaga. Dia menikam dengan pedangnya memakai gerak tipu garuda sakti menerkam kelinci, tetapi pendeta itu perdengarkan suara mengejek dan secepat kilat pendeta itu menyiapkan senjatanya yang berupa sebatang golok, yang dia angkat untuk dipakai menangkis tikaman pedang Ku tie kiam, sehingga dengan terdengarnya suatu suara benturan yang keras, maka Go Hong Lian merasakan tangannya tergetar sakit; sementara dilihatnya golok si pendeta tidak mendapatkan sesuatu cacad !

Dalam kagetnya Go Hong Lian menjadi lengah, dan kesempatan itu telah dipergunakan oleh si pendeta yang menyerang dengan suatu gerak 'tay san ap teng' atau gunung tay san menindih, hingga meskipun Go Hong Lian sempat menolong diri dengan berkelit, tetapi ujung bajunya terkena ujung golok pendeta itu sampai menjadi robek. Kedua kawannya si pendeta yang melihat kelincahan lawan yang masih muda itu, secara tiba tiba dan serentak mereka maju menyerang dengan memakai senjata golok.

Dengan bergerak memakai tipu 'garuda sakti menembus angkasa', maka Go Hong Lian lompat tinggi dan jauh untuk dia menghindar dari dua serangan yang datangnya secara sekaligus itu; tetapi dengan tidak kurang cepatnya si pendeta berhasil mendekati dara dalam penyamaran itu, dan si pendeta langsung menikam memakai goloknya yang ampuh. Tetapi ketika diketahuinya Go Hong Lian hendak menangkis memakai pedang Ku tie kiam sambil memutar tubuh, maka si pendeta dengan cepat telah merobah gerak dan arah sasaran serangannya, mencari pundak kiri lawannya yang lincah itu yang hendak dia bacok.

Meskipun gerak si pendeta sangat gesit dan cepat, tetapi dengan tenang Go Hong Lian telah menggunakan ilmu 'im yang thian hiang kiam hoat’ untuk menempel golok si 'geledek menyambar pohon', maka pedang dara dalam penyamaran itu berputar dan meluncur kearah muka lawan, membuat dalam kagetnya si pendeta berusaha menundukkan kepala; akan tetapi ikat kepalanya terkena pedang sampai putus, sedangkan rambutnya yang cukup panjang terlepas sanggulnya !

Si pendeta bahkan sampai mengeluarkan peluh dingin karena kagetnya, sedangkan Go Hong Lian kecewa karena serangannya tadi tidak memperoleh hasil seperti yang dia harapkan, karena gesitnya gerak tubuh si pendeta, sementara dia pun harus lekas lekas menghindar dari dua serangan lain yang datangnya dari temannya si pendeta.

"Awas, pedangnya adalah pedang pusaka !” seru si pendeta untuk memperingatkan kedua temannya, tetapi kedua orang laki laki itu hanya tertawa mengejek, karena mereka ternyata memiliki golok golok khusus yang ternyata juga sangat ampuh !

Sementara itu si pendeta tidak hanya berseru memberikan peringatan bagi kedua kawannya, sebab dia pun ikut menyerang lagi sehingga mereka bertiga melakukan pengepungan terhadap seorang dara dalam penyamaran.

Dalam menghadapi ketiga pengepungnya yang sangat tinggi ilmunya itu: maka Go Hong Lian tidak hentinya memikirkan entah apa sebabnya ketiga orang itu harus memancing dia sampai jauh meninggalkan rumah penginapan; lalu dilain saat dara dalam penyamaran itu menjadi teringat dengan rekannya, Lauw Sin Lan sehingga dara dalam penyamaran ini kemudian menjadi cemas karena khawatir pihak musuh sengaja menggunakan perangkap memisah dia dari teman seperjalanannya, dan selagi dilibat dalam pertempuran melawan ketiga musuh ini maka dara Lauw Sin Lan tentunya telah didatangi oleh gerombolan musuh lainnya.

Karena teringat dengan kemungkinan kena perangkap pihak musuh, maka Go Hong Lian ingin cepat cepat meninggalkan ketiga orang lawannya, untuk dia kembali ketempat penginapan. Tetapi pada saat itu tak mudah lagi untuk dia melepas diri dari kepungan lawannya, meskipun dia telah berusaha sedapat yang dia lakukan.

Selagi dara dalam penyamaran itu merasa cemas, tiba tiba dia melihat datangnya serangan golok si pendeta yang mengarah dadanya, dan serangan golok itu kelihatannya merupakan serangan maut dengan menggunakan tenaga besar, karena jelas terlihat pada muka si pendeta yang sedang meluap kemarahannya. Disaat tiada jalan bagi Go Hong Lian untuk berkelit dan tak berani dia menangkis golok si pendeta, maka disaat itu pula Go Hong Lian lalu melihat muka si tosu yang tiba tiba meringis seperti orang yang merasa kesakitan, lalu terdengar pekik suaranya dan dia melepaskan goloknya yang sedang dia pakai untuk menyerang!

Dalam kagetnya tiba tiba Go Hong Lian bertambah terkejut karena meskipun golok si pendeta tidak ada yang mengendalikan, tetapi golok itu sedang meluncur terus ke arah dadanya sehingga dalam gugupnya Go Hong Lian menyampok memakai pedangnya, dan golok itu melayang kearah lain dengan sasaran salah seorang dari kedua pengepungnya, sehingga laki laki yang terkena golok nyasar itu berteriak kesakitan, sebab golok itu justeru membenam dibagian pundaknya yang sebelah kanan!

Tepat pada saat itu terdengar ada suara tawa seorang yang dapat menggetarkan jiwa orang yang mendengarkan; dan dilain saat muncul seorang laki laki yang bagian mukanya ditutup dengan sehelai saputangan hijau, sementara ditangannya dia memegang sebatang pedang yang masih berada didalam sarungnya.

Sementara itu pihak musuh yang mendengar suara tawa tadi, merasa yakin bahwa si pendatang itu memiliki tenaga dalam yang telah mencapai batas kemampuan, sehingga ketika mereka melihat si pendatang baru yang menutup sebagian mukanya itu, maka cepat cepat mereka bertiga melarikan diri, membiarkan Go Hong Lian yang tidak mengejar, sebaliknya dara dalam penyamaran ini mendekati si pendatang baru itu dan berkata:

"Congsu, terima kasih atas bantuan kau,” demikian Go Hong Lian berkata sambil mengangkat sepasang tangannya untuk memberi hormat, tetapi secepat itu juga dia lari menuju kearah tempat penginapan karena cemas memikirkan keadaan Lauw Sin Lan.

Laki laki pendatang baru itu tak sempat mengucap sesuatu perkataan. Agaknya dia merasa heran dengan sikap Go Hong Lian yang telah dia bantu tetapi cepat cepat lari meninggalkan dia bagaikan orang yang tidak ingin berkenalan.

Laki laki pendatang baru itu tidak mengetahui bahwa Go Hong Lian mendadak teringat lagi dengan nasib Lauw Sin Lan, sehingga tanpa sempat memberikan penjelasan dia cepat cepat lari menuju kerumah penginapan, sedangkan laki laki itu lalu menghilang dikegelapan malam sambil dia perdengarkan suara menggerutu yang tidak jelas.

Go Hong Lian tiba ditempat penginapan dan tepat seperti yang dia khawatirkan; ternyata dia tidak menemukan teman seperjalanannya.

Kamar mereka telah kosong tetapi tidak kelihatan tanda tanda bekas terjadi pertempuran atau pergumulan, sehingga dara dalam penyamaran itu merasa yakin bahwa Lauw Sin Lan juga telah terperangkap, dan melakukan pengejaran pada pihak musuh yang dia tidak ketahui entah berapa banyak dan entah dari pihak mana.

Semalaman suntuk sia sia Go Hong Lian menunggu kedatangan Lauw Sin Lan, sedangkan dia tidak berdaya mencari jejak kawannya yang tidak dia ketahui entah dilarikan atau entah sedang kemana, sebab bungkusan pakaiannya pun tidak terdapat didalam kamar itu, entah hilang atau memang dibawa oleh Lauw Sin Lan !

( ootO X Oooo )

ESOK paginya Go Hong Lian keluar dari kamarnya hendak melakukan penyelidikan. Dusun tempat dia menginap itu ternyata adalah dusun Lam hoan ceng, yang meskipun tidak besar tetapi cukup ramai.

Didusun Lam hoan ceng itu terdapat seorang pemuda gagah yang bernama Cie Keng Thay, yang selama sepuluh tahun telah belajar ilmu silat pada seorang sakti diatas gunung Ngo tay san.

Sejak masih kecil Cie Keng Thay telah ditinggal mati oleh ibunya, sedangkan didusun Lam hoan ceng itu hanya ada ayahnya serta seorang adik perempuan yang baru berumur limabelas tahun tetapi sejak kecil kena penyakit jiwa.

Kemudian terjadi ayahnya Cie Keng Thay juga meninggal dunia, sehingga pemuda yang baru berumur duapuluh satu tahun itu harus bertanggung jawab terhadap adiknya, meskipun hasratnya sebenarnya dia hendak merantau, mengamalkan ilmu kepandaiannya seperti pesan gurunya.

Tidak jauh terpisah dari rumahnya Cie Keng Thay terdapat rumah seorang hartawan besar yang bernama Tan Kim An, yang sebenarnya merupakan seorang okpa (tuan tanah yang kejam) yang erat hubungannya dengan pemerintah penjajah.

Selama beberapa waktu lamanya Cie Keng Thay mengetahui tentang berbagai perbuatan kejam dan ganas dari hartawan Tan Kim An yang banyak memelihara kauwsu atau tukang pukul bayaran, tetapi Cie Keng Thay tidak kelihatan menentang sebab dia selalu memikirkan adiknya, sehingga tidak mau dia perlihatkan sikap bermusuhan selagi pihak okpa itu juga tidak menghiraukan dia.

Adalah pada suatu hari Cie Keng Thay melihat adanya suatu kesibukan yang luar biasa dirumahnya hartawan Tan Kim An, karena hartawan itu telah mendapat kunjungan dari sejumlah orang orang gagah yang kelihatan bermuka bengis, antara lain ada seorang tosu atau si pendeta yang kemudian dia ketahui bernama Oey Goan Cu, lalu ada lagi seorang laki laki muda yang menarik perhatian Cie Keng Thay, karena dia melihat kulit muka laki laki muda itu sangat pucat seperti orang yang kurang darah atau bahkan seperti mayat hidup, yang katanya bernama Ho Teng Toan dan berasal dari perbatasan Kui ciu, lnlam (Tali).

Pihak hartawan Tan Kim An kelihatan sangat girang menerima kedatangan kelompok orang orang gagah itu, demikian juga dengan Ong Bun Kiat yang memang telah lebih dahulu menjadi tamunya hartawan Tan Kim An; terlebih diantara kelompok orang orang gagah itu terdapat dua orang saudara seperguruan dari Ong Bun Kiat, masing masing bernama Yo Keng dan Yo Heng, dua laki laki yang pernah bertempur melawan Go Hong Lian, mendampingi si pendeta Oey Goan Cu.

Perjalanan Ong Bun Kiat bersama seorang rekannya adalah untuk menangkap Lauw Keng Lim; tetapi setelah mereka dikalahkan oleh Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda, maka Ong Bun Kiat berdua rekannya meminta bantuan pada pihak berandal Ma Kong Ek diatas gunung Hiong lam san yang letaknya tidak jauh terpisah dengan dusun Lam hoan ceng.

Sementara itu Ong Bun Kat berdua rekannya tidak ikut membantu Ma Kong Ek yang mengejar Go Hong Lian berdua Lauw Sin Lan, karena mereka mendatangi hartawan Tan Kim An dan menceritakan tentang adanya peta harta pada Lauw Sin Lan. Peta harta itu katanya harus dirampas atas perintah pemerintah penjajah, yang menjanjikan pangkat sekiranya hartawan Tan Kim An bersedia memberikan bantuan. Sudah tentu hartawan Tan Kim An menjadi sangat girang ketika mendengar berita adanya peta harta itu, dihadapan Ong Bun Kiat dia menyatakan kesediaannya untuk memberikan bantuan, sementara didalam hati dia merencanakan suatu daya agar dia dapat memiliki sendiri peta harta itu.

Malam harinya Cie Keng Thay memerlukan mengintai gerak gerik pihak hartawan Tan Kim An, sampai kemudian dilihatnya rombongan mereka mendatangi tempat menginapnya Go Hong Lian berdua Lauw Sin Lan, dan setelah itu dilihatnya Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda melakukan pengejaran terhadap tiga orangnya hartawan Tan Kim An.

Waktu itu Cie Keng Thay tidak mengetahui kalau didalam kamar masih ada Lauw Sin Lan, sehingga pemuda ini ikut melakukan pengejaran untuk diwaktu yang perlu dia ingin memberikan bantuan bagi Go Hong Lian yang dia sangka adalah seorang pemuda.

Sebagai akibat pemuda Cie Keng Thay ikut melakukan pengejaran, maka dia tidak mengetahui bahwa ada rombongan lain dari pihak hartawan Tan Kim An yang dengan mudah telah berhasil menangkap Lauw Sin Lan!

Pemuda Cie Keng Thay kemudian sengaja memakai tutup muka dengan sehelai sapu tangan, agar dia tidak dikenal oleh pihak musuh. Lalu dia memberikan bantuan disaat selagi Go Hong Lian menghadapi ancaman maut. Tetapi pemuda ini kemudian merasa kecewa dengan sikap Go Hong Lian yang telah meninggalkan dia sehabis mengucapkan terima kasih.

Esok paginya meskipun dia ragu ragu, namun Cie Keng Thay memerlukan datang ke tempat Go Hong Lian menginap. Pemuda ini tiba disaat dara dalam penyamaran itu sedang keluar melakukan penyelidikan dan mencari jejak Lauw Sin Lan yang telah menghilang.

Dara dalam penyamaran itu tidak mengenali pemuda Cie Keng Thay yang semalam telah memberikan bantuan padanya, sebaliknya pemuda Cie Keng Thay lalu mengikuti langkah kaki Go Hong Lian, sampai kemudian dilihatnya dara dalam penyamaran itu kembali ketempat penginapan, dan duduk seorang diri diruang tamu untuk memesan makanan.

Pemuda Cie Keng Thay ikut memasuki ruang makan dan dia pun sengaja telah memesan makanan; sementara dihalaman luar dari rumah penginapan itu terdengar bunyi suara alat tabuhan dari rombongan tukang obat keliling, yang terdiri dari seorang laki laki setengah baya, bertubuh agak gemuk dan bermuka ramah penuh tawa, dibantu dengan dua anak kecil berumur antara sembilan sampai sepuluh tahun yang sedang memukul alat tabuhan.

Waktu itu perhatian Cie Keng Thay lebih banyak ditujukan kepada Go Hong Lian, sehingga dia tidak mendengarkan segala ocehan dari si tukang obat yang sedang memuji dan menawarkan obatnya kepada calon pembeli yang banyak berkumpul ditempat itu.

Disuatu saat Cie Keng Thay menjadi terkejut ketika dara dalam penyamaran itu juga ikut mengawasi dia, membuat untuk sesaat pandang mata mereka saling bertemu, sampai tiba tiba Cie Keng Thay melihat muka pemuda pelajar itu menunduk dengan lagak seorang anak perawan yang merasa malu malu.

Karena perhatian Cie Keng Thay dipusatkan kepada dara dalam penyamaran itu, maka dia pun tidak menyadari bahwa di ruang tamu itu sejak tadi telah hadir tiga orang laki laki dari pihak hartawan Tan Kim An, yang juga sedang memperhatikan Go Hong Lian.

Ketiga orang laki laki itu kemudian keluar dan mendekati rombongan si tukang obat. Salah seorang diantara mereka kemudian mendekati dan memegang leher baju si orang tua tukang obat.

“Hentikan permainan yang berisik ini!” bentak laki laki itu dengan lagak yang garang, sambil dia mendorong si penjual obat yang terjerumus sempoyongan kearah salah seorang temannya; dan temannya itu dengan tertawa lalu menyambuti dan mendorong lagi tubuh si tukang obat kearah temannya yang lain, dan laki laki itu ikut menjadi tertawa dan ikut menyambuti untuk kemudian mendorong lagi tubuh si tukang obat, bagaikan mereka sedang bermain bola.

“Ayah ! Ayah !” terdengar pekik suara kedua bocah si tukang obat keliling, yang jadi meringis tapi tidak berdaya memberikan pertolongan bagi ayahnya.

Pemuda Cie Keng Thay tersentak dan hendak memberikan pertolongan, tapi dia ingat bahwa dia masih perlu untuk tidak perlihatkan sikap menentang pihak hartawan Tan Kim An, sampai kemudian dilihatnya bahwa dengan satu gerak 'garuda sakti menembus angkasa' yang indah dan lincah, maka Go Hong Lian telah bergerak melesat dan didalam sekejap telah berada didekat ketiga laki laki galak yang sedang mempermainkan orang tua tukang obat keliling itu.

Dengan menggunakan sebelah kakinya, dara dalam penyamaran itu menendang seorang laki laki yang baru saja mendorong tubuh si penjual obat, membuat laki laki yang galak itu terlempar jatuh, lalu dengan pedang siap ditangan maka Go Hong Lian menghadapi kedua laki laki galak yang sedang kelihatan marah.

Di lain pihak si tukang obat yang melihat gelagat itu, lalu berteriak hendak mencegah terjadinya orang orang berkelahi:

"Hayaaa ! kalian jangan berkelahi! jangan berkelahi!"

Tetapi teriak si tukang obat itu sia sia belaka, karena perbuatan ketiga laki laki galak itu memang sengaja untuk memancing kemarahan Go Hong Lian, dan disaat berikutnya ketiga laki laki galak itu juga telah mempersiapkan senjata mereka, lalu mereka bahkan mendahulukan menyerang sambil perdengarkan teriak memaki.

Dengan perlihatkan senyum mengejek dara dalam penyamaran itu bergerak menggunakan tipu 'coan hwa jiao wie’ (menerobos bunga bunga, mengitari pohon), sehingga dengan mudah Go Hong Lian dapat menghindar dari tiga serangan yang mengarah dirinya, sementara kaki kanannya justeru berhasil menendang betis salah seorang lawannya, yang rubuh terjungkal dengan perdengarkan pekik suara kesakitan.

Dua laki laki yang ikut mengepung itu menjadi marah marah. Keduanya mengulang serangan mereka dan mengulang juga suara makian mereka dengan kata kata yang tidak sopan.

"Hayaaa! jangan berkelahi! jangan berkelahi!" si tukang obat mengulang teriak suaranya sambil dia mengucapkan sepasang tangannya tinggi kebagian atas, membuat lagaknya itu bagaikan seorang yang sedang menari nari, mengitari orang orang yang sedang bertempur, dan perbuatan si tukang obat itu telah menambah kemarahan laki laki yang kena ditendang tadi; sehingga setelah dia bangun berdiri, maka dengan langkah pincang dia mendekati si tukang obat yang lalu dia tendang!

Si tukang obat sangat terkejut dan kelihatan sangat ketakutan. Belum sampai kaki laki laki itu mencapai sasaran tendangannya, maka tubuh si tukang obat sudah mendahulukan terpental berputar di udara, lalu dia terjatuh duduk di sebelah kursi dekat pemuda Cie Keng Thay yang masih duduk, sehingga mau tak mau Cie Keng Thay menjadi tersenyum menahan rasa ingin tertawa.

Sejenak si tukang obat mengawasi Cie Keng Thay. Lagaknya seperti orang marah sebab merasa ditertawakan, tetapi dia cepat cepat berdiri lagi dan dengan langkah kaki terbungkuk bungkuk dia mendekati lagi tempat pertempuran.

Di lain pihak dara dalam penyamaran itu telah perlihatkan kemahirannya di dalam menggunakan ilmu silat, pedang Thian hiang kiamhoat ciptaan Thian hiang siantju yang mengutamakan kegesitan tubuh, bergerak ke berbagai penjuru membuat ketiga lawannya mati daya, dan disaat berikutnya mereka melarikan diri dengan tubuh terkena luka luka ringan akibat Go Hong Lian sengaja tidak bermaksud membinasakan mereka.

Diantara banyaknya suara orang orang yang memberikan pujian pada Go Hong Lian yang mereka anggap sebagai seorang pemuda pelajar yang ternyata gagah perkasa, maka si tukang obat telah mendekati dan berkata :

"Hayaa, siao kouwnio .... eh; siao siangkong. Kau telah menanam benih permusuhan,” demikian kata si tukang obat yang kelihatan gugup, namun tak lupa dia menjura mengucap terima kasih.

Dalam kagetnya dara dalam penyamaran itu cepat cepat lompat menyamping, karena tak mau dia menerima ucapan terima kasih orang tua penjual obat itu yang menjura dihadapannya, dan kagetnya itu adalah waktu si tukang obat 'terlepas' mengucap kata kata siao kouwnio atau nona muda; meskipun kemudian telah diralat menjadi 'siao siangkong’ atau tuan muda. Didalam hati dara dalam penyamaran itu berpikir, apakah si tukang obat itu mengetahui tentang penyamarannya?

“Ah ling, Ah leng ! lekas ucapkan terima kasih kepada siao siangkong !” kata lagi si tukang obat kepada kedua bocah yang membantu dia menjual obat; sedangkan si tukang obat itu lalu mengemasi barang barang miliknya yang berantakan.

00Oo Z 00000 )

DUA anak laki laki kecil itu ternyata bernama Cio Kun Liong dan adiknya bernama Cio Kun Houw, sedangkan ayahnya atau si tukang obat itu bernama Cio Hay Eng.

Mereka mengaku berasal dari dusun Hek sek chung didekat kota Yang kiok, biasa melakukan perjalanan jauh hanya untuk menjual obat; dan didusun Lam hoan ceng itu mereka ternyata menginap ditempat yang sama dengan Go Hong Lian.

Adalah menjadi kebiasaan yang cukup aneh dari si tukang obat Cio Hay Eng; karena meskipun usianya belum tua benar tetapi dia biasa berlaku bagaikan dia sudah menjadi seorang kakek. Seorang kakek bahkan gemar minum arak sehingga dilehernya dia sengaja mengalungi guci tempat arak yang diikat memakai seutas tali dari otot sapi, dan guci tempat arak yang selalu digantung dilehernya itu kelihatan sudah ada yang bolong di bagian atas, menandakan guci arak itu mungkin sudah setua umur pemiliknya. Dilain pihak, pemuda Cie Keng Thay kelihatan puas dengan kesudahan tindakan Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda pelajar. Pemuda ini baru saja menyelesaikan makannya ketika dilihatnya si tukang obat telah selesai menyimpan alat perlengkapannya dan sedang mendatangi hendak memilih tempat duduk yang tidak jauh terpisah dari tempat Cie Keng Thay duduk, lalu si tukang obat itu memesan arak pada seorang pelayan.

Kemudian ketika si tukang obat beralih pandang dan bertemu dengan pandangan mata Cie Keng Thay, maka kelihatan si tukang obat bersenyum, menyatakan hilang sudah rasa mendongkolnya tadi, dan si tukang obat itu bahkan bangun berdiri dari tempat duduknya dan mendekati tempat pemuda itu duduk.

“Silahkan lo-jinkee duduk disini,” undang Cie Keng Thay yang sengaja berdiri dan memberi hormat, ketika si tukang obat telah berdiri didekat tempatnya. Agaknya Cie Keng Thay dapat menyelami lagak dan gaya si tukang obat itu, sehingga Cie Keng Thay sengaja menyebut dengan istilah 'lo jinkee' atau 'orang tua'.

Setelah sekarang berada berdekatan, maka pemuda Cie Keng Thay dapat bertambah jelas melihat guci arak yang bergantung dibagian leher si tukang obat Cio Hay Eng.

Didahului oleh tawanya yang ramah tamah; maka si tukang obat memperkenalkan diri, sehingga keduanya lalu membicarakan tentang peristiwa pertempuran tadi, dan Cio Hay Eng atau si tukang obat menyatakan rasa khawatirnya, kalau kalau pihak hartawan Tan Kim An akan mengambil tindakan pembalasan, meskipun si tukang obat itu merasa yakin dan percaya bahwa 'siao kouwnio' tadi sangat gagah mahir ilmu silatnya. “Mengapa lo jinkee mengatakan 'siao kouwnio’, padahal maksud lo jinkee adalah pemuda yang tadi telah memberikan pertolongan?" tanya Cie Keng Thay, sementara didalam hati dia menjadi curiga, sebab tadipun dia telah mendengarkan pembicaraan yang dilakukan antara Cio Hay Eng dengan Go Hong Lian, dan waktu itu Cio Hay Eng juga telah 'terlepas’ berbicara memakai istilah 'siao kouwnio', yang kemudian dia ralat. Tetapi sekarang; kenapa lagi lagi Cio Hay Eng masih memakai istilah 'siao kouwnio'?

Sebelum memberikan jawaban, sejenak Cio Hay Eng mengawasi muka pemuda Cie Keng Thay yang duduk dihadapannya. Setelah itu dia perdengarkan suara tawa yang ramah dan berkata.

“Eh, maaf. Aku yang sudah tua dan salah lihat. Maksudku siao siangkong tadi sangat gagah dan mahir ilmu silatnya; siapakah namanya siao siangkong itu?"

“Aku justeru tidak tahu karena aku tidak kenal. Bukankah tadi lo jinkee telah berkenalan ?" sahut Cie Keng Thay yang perlihatkan senyumnya.

“Eh, bukankah kalian sudah saling mengenal? Aku lihat,” Cio Hay Eng berkata lagi dengan lagak jenaka, membuat Cie Keng Thay menjadi merah mukanya, karena tidak menduga si tukang obat sempat memperhatikan dia sambil memperdagangkan obatnya.

"Memang benar perhatianku tadi banyak ditujukan kepadanya; sebab ....." Cie Keng Thay tidak melengkapi perkataannya karena dia merasa tidak perlu memberitahukan perihal semalam dia telah memberikan bantuan kepada Go Hong Lian.

“Karena apa?” tanya Cio Hay Eng bagaikan mendesak, sebab ingin ikut mengetahui. “Akh, tidak apa apa,” sahut Cie Keng Thay agak gugup. "Haayaaa ! Kalian anak anak muda kadang kadang

membuat aku jadi pusing kepala,” akhirnya Cio Hay Eng berkata sambil dia menggelengkan kepala dengan lagak jenaka, dan dia bahkan menyambung dengan tertawa untuk kemudian diminumnya araknya yang baru disediakan oleh seorang pelayan.

"Menurut kata beberapa orang kenalanku, diatas gunung Hiong lam san yang letaknya tidak jauh berpisah dari dusun ini, katanya ada sarang berandal yang dipimpin oleh seorang laki laki galak bernama Ma Kong Ek, apakah hiantit juga mengetahui?" tanya si tukang obat Cio Hay Eng setelah dia mencicipi araknya.

Cie Keng Thay manggut membenarkan. “Memang benar bahwa diatas gunung Hiong lam san terdapat sarang kawanan berandal yang ganas dan kejam, tetapi mereka tidak mengganggu dusun kami.”

Cio Hay Eng tertawa, setelah itu dia berkata lagi.

“Kau mengatakan kawanan berandal itu tidak mengganggu dusun ini, kedengarannya memang mengherankan. Tetapi setelah terjadinya peristiwa perkelahian tadi dan setelah aku mengetahui bahwa disini terdapat seorang hartawan yang bernama Tan Kim An, maka aku yakin bahwa antara si hartawan dan pihak berandal itu mempunyai hubungan yang erat."

Pemuda Cie Keng Thay kelihatan kaget. Dia tidak merasa heran bahwa Cio Hay Eng mengetahui tentang adanya kawanan berandal diatas gunung Hiong lam san sebab memang telah banyak diketahui oleh orang orang. Tetapi apa yang menyebabkan si tukang obat merasa yakin bahwa antara pihak kawanan berandal dengan pihak hartawan Tan Kim An terdapat hubungan yang erat apakah hanya karena dusun Lam hoan ceng tidak pernah diganggu oleh kawanan berandal itu?

"Bagaimana lo jinkee mengetahui bahwa antara mereka terdapat hubungan yang erat?” akhirnya sengaja Cie Keng Thay menanya.

“Karena aku lihat tadi, dua dari ketiga orang orang yang berkelahi adalah rombongan pihak berandal, sedangkan yang seorang lagi adalah tukang pukulnya hartawan Tan."

Tiba tiba saja Cie Keng Thay bangun berdiri dari tempat duduknya. Dia memerlukan menjura memberi hormat dan berkata:

"Lo jinkee, maafkan mataku yang buta karena tidak mengetahui bahwa lo jinkee sebenarnya adalah seorang lo cianpwee dari kalangan rimba persilatan."

"Hayaa!” kata Cio Hay Eng sambil dia memberikan aba aba dengannya agar Cie Keng Thay duduk lagi, lalu dia menyambung bicara.

“Kau anak muda benar benar membikin aku jadi pusing kepala. Kau tanya aku, aku jawab. Tetapi tiba tiba kau menuduh aku sebagai seorang dedengkot dikalangan rimba persilatan. Apabila pihak berandal atau pihak hartawan Tan itu mendengar perkataan kau tadi maka kepala jadi copot. Hayaaa!”

Meskipun dia berkata demikian, namun si tukang obat tidak kelihatan marah sebaliknya lagi lagi dia tertawa sambil dia bangun berdiri, dan meninggalkan Cie Keng Thay yang tidak mencegah, karena pemuda ini merasa terpesona penuh keraguan.

Setelah merasa sudah cukup lama berada di tempat itu, maka akhirnya Cie Keng Thay pulang ke rumahnya, sementara pikirannya penuh dengan tanda tanya mengenai si tukang obat Cio Hay Eng, dan si pemuda Go Hong Lian yang gagah perkasa.

Esok paginya lagi lagi Cie Keng Thay telah datang dirumah penginapan itu, dan dia menemui si tukang obat Cio Hay Eng sedang duduk seorang diri menghadapi araknya.

“Hayaa ! Cie hiantit ! Aku kira kau menginap disini, tetapi semalam aku mencari cari kau dan kau tidak kelihatan," demikian tukang obat menyambut kedatangan Cie Keng Thay dengan serangkaian kata kata; sedangkan lagaknya kelihatan dia gugup sekali.

“Adakah sesuatu keperluan yang menyebabkan lo cianpwee mencari siao tit ?” tanya Cie Keng Thay sambil dia perlihatkan senyumnya, padahal dia merasa heran karena katanya Cio Hay Eng mencari dia tadi malam.

"Lo cianpwee, lo jinkee, apaan itu. Tadi malam aku benar benar membutuhkan kau, sebab telah terjadi pertempuran antara siao kouwnio, eh, siao siangkong yang telah didatangi oleh serombongan orang dari pihak hartawan Tan dan kawanan berandal dari gunung Hiong lam san."

Si tukang obat Cio Hay Eng berhenti sebentar dan mengawasi Cie Keng Thay yang kelihatan terkejut; tetapi pemuda itu tersenyum ketika mendengar Cio Hay Eng lagi lagi telah menggunakan istilah 'siao kouwnio' yang kemudian dia ralat menjadi 'siao siangkong'.

"Mereka yang datang semalam, ternyata merupakan orang orang yang mahir ilmu silatnya, serta sudah terkenal keganasan mereka karena mereka adalah dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng, serta Leng Cun Siu yang telah menjadi pemimpin kedua pihak berandal diatas gunung Hiong lam san, yang bahkan membawa enam orang

pengawal pilihan.”

“Lo cianpwee, kau benar benar hebat sekali !” kata Cie Keng Thay yang memutus perkataan si tukang obat, sebab dia merasa kagum dengan pengetahuan si tukang obat yang mengetahui nama nama pihak gerombolan penjahat dari gunung Hiong lam san.

"Hebat ! apanya yang hebat !" si tukang obat menggerutu, tetapi dia meneruskan bercerita :

“Tadi malam kebetulan aku belum tidur ketika mereka datang. Kemudian terjadi pertempuran antara mereka melawan siao kouwnio yang gagah perkasa itu. Agaknya dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng sudah pernah bertempur dengan siao kouwnio itu, sebab kedua bersaudara itu sambil bertempur telah perdengarkan suara gerutuan mereka, yang mengatakan bahwa mereka pernah dikalahkan oleh siao kouwnio itu, melulu karena sudah dibokong oleh temannya siao kouwnio yang katanya memakai tutup muka dengan secarik kain saputangan, sehingga tidak dikenal siapa orangnya, sedangkan aku si orang tua merasa yakin bahwa temannya siao kouwnio itu adalah kau."

"Akh ! lo cianpwee tambah melantur dan sembarang menuduh !” Cie Keng Thay membantah; tetapi pemuda itu tersenyum.

“Sepasang golok dari dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng dengan dahsyat telah melakukan berbagai serangan maut, tetapi sekali waktu kulihat siao kouwnio itu bergerak dengan jurus dari 'peng see lok gan' (burung belibis turun dipasir), yakni disuatu pihak pedangnya dapat menghalau goloknya Yo Keng, lalu ujung pedangnya yang terpental secara tidak langsung telah menyambar Yo Heng yang memang masih terluka sebab pundaknya kelihatan masih dibalut, sehingga kelihatannya Yo Heng tidak berdaya menghindar dari ancaman maut yang datangnya diluar dugaan itu. Tetapi syukur bagi Yo Heng karena waktu itu Leng Cun Siu lompat mendekati sambil dia menghalau pedang siao kouwnio memakai senjatanya yang istimewa, yang merupakan sebatang pedang 'ceng liong kiam'...”

“Pedang ceng liong kiam ? bukankah pedang itu milik persekutuan Ceng liong pang diatas gunung Ceng liong san

?” tanya Cie Keng Thay yang terkejut sampai dia memutus ocehannya si tukang obat itu.

"Aku tidak perduli pedang siapa, tetapi yang aku lihat pedang Ceng liong kiam dipakai oleh Leng Cun Siu. Dan kau, jangan kau putus dulu ceritaku,” sahut si tukang obat Cio Hay Eng, tetapi tidak Iupa dia minum araknya sebelum dia terus mengoceh lagi :

"Maka pedang Ceng liong kiam saling bentur dengan pedang Ku tie kiam yang dipegang oleh siao kouwnio itu, sampai mengeluarkan lelatu anak api tetapi kedua pedang pusaka itu ternyata tidak ada yang rusak,.,.,"

"Tunggu lo cianpwee tadi mengatakan pedang siao kouwnio itu adalah pedang Ku tie kiam. Menurut guruku pedang Ku tie kiam adalah miliknya tayhiap Wei Beng Yam, mungkinkah dia. ”

“Hayaa! kau anak muda mengapa suka jadi anak bandel? Kau dengarkan dulu ceritaku, setelah itu baru kau mengajukan pertanyaan!” si tukang obat berkata dan perlihatkan lagak marah karena perkataannya diputus oleh Cie Keng Thay tadi dan dia lalu meneruskan bicara.

"Siao kouwnio itu lompat mundur hendak memeriksa pedangnya, juga Leng Cun Siu melakukan hal yang sama. Tetapi Yo Heng telah pergunakan kesempatan itu dan dengan cara keji dia membokong siao ... siao siangkong itu bagaikan tidak menyadari akan adanya serangan bokongan itu. Untung bahwa pada saat itu, aku yang sedang asyik menonton telah dibentur oleh salah seorang berandal, sehingga tubuhku terjerumus membentur tubuhnya Yo Heng, mengakibatkan serangan bokongan itu menyeleweng lewat disisi tubuhnya siao siangkong."

Sekali lagi si tukang obat Cio Hay Eng menunda perkataannya, akan tetapi kali ini bukan sebab diputus oleh Cie Keng Thay tetapi karena si tukang obat itu perlu membasahkan tenggorokannya dengan araknya, setelah itu dia meneruskan mengoceh;

“Dalam marahnya Yo Heng berteriak seperti maling kesiangan, lalu dia memerintahkan semua kawanan berandal mengepung siao siangkong, dan aku yang tanpa disengaja telah berada didalam kancah pertempuran, melulu karena aku terbentur orang sehabis aku mencari kau yang tidak aku lihat.”

“Sayang ...” Cie Keng Thay bersuara menggerutu tidak sengaja, tetapi berhasil dia memutus perkataan Cio Hay Eng.

"Sayang, Apa maksud kau dengan kata sayang itu?” tanya si tukang obat Cio Hay Eng sambil sekali lagi dia pergunakan kesempatan itu untuk dia minum araknya.

“Sayang bahwa aku tidak hadir pada kesempatan lo cianpwee perlihatkan kesaktian,” sahut Cie Keng Thay dengan nada suara wajar, tetapi sambil dia perlihatkan senyumnya.

"Hayaa! kau benar benar telah menghina aku si orang tua yang sudah dekat dengan liang kubur!” kata Cio Hay Eng, dan arak yang tadi masih ada dimulutnya, hampir menyembur keluar kena muka Cie Keng Thay apabila si tukang obat itu tidak lekas lekas menahan agar arak itu tidak keluar dari mulutnya.

Disaat si tukang obat Cio Hay Eng ingin mengoceh lagi, maka secara tiba tiba dia menunda karena pandangan matanya yang mengawasi arah pintu rumah penginapan itu; kelihatan seperti terkejut.

Ternyata saat itu kelihatan ada seorang wanita muda yang sedang masuk dengan langkah kaki gagah dan galak, sedang mendekati tempat pengurus rumah penginapan dengan ditangannya kelihatan dia membawa pedang didalam sarung yang kelihatan sangat indah.

Ketika telah berhadapan dengan pengurus rumah penginapan, wanita muda itu dengan suara garang telah menanyakan nama Go siangkong.

("Umurnya tentu lebih muda dari aku,") pikir Cie Keng Thay didalam hati, sedangkan si tukang obat Cio Hay Eng kedengaran berkata dengan suara perlahan :

“Hayaa ! ternyata dia juga mencari siao Siangkong.” “Oh, jadi Go siangkong itu adalah nama dia. Entah siapa

gerangan nona yang baru datang itu,” kata Cie Keng Thay, juga dengan suara perlahan.

“Kabarnya dia bernama Sie Liu Hwa; keponakan luar dari Ma Kong Ek, si kepala berandal diatas gunung Hiong lam san,” sahut Cio Hay Eng yang kelihatannya sedang memikir sesuatu.

Disaat berikutnya mereka melihat Go Hong Lian telah keluar dengan cara berpakaian yang tetap seperti seorang pemuda pelajar, dan dara dalam penyamaran itu mendekati tempat Sie Liu Hwa setelah lebih dulu matanya sempat melirik kearah si tukang obat Cio Hay Eng yang duduk bersama Cie Keng Thay. “Apakah siangkong yang bernama Go Hong Gie ?” terdengar Sie Liu Hwa menyapa sambil dia berdiri dan memberi hormat; sementara jelas kelihatan muka perempuan itu dihias dengan senyum jalang; karena dia menghadapi muka yang tampan dari pemuda yang sedang dia ajak bicara.

"Betul,” sahut dara dalam penyamaran itu, sedangkan didalam hati dia yakin bahwa tamu ini tentu telah bertemu dengan Lauw Sin Lan sebab hanya kepada Lauw Sin Lan dan ayahnya, dia pernah membohong dan menggunakan nama Go Hong Gie.

"Namaku Sie Liu Hwa,” terdengar lagi kata dara yang menjadi tamu itu, yang bahkan mengundang atau mempersilahkan Go Hong Lian duduk, setelah itu dia menambahkan perkataannya :

"Pamanku adalah Ma Kong Ek, pemimpin pertama dari orang orang gagah yang bermukim diatas gunung Hiong lam san.”

Diam diam Go Hong Lian menjadi terkejut, tetapi tidak diperlihatkan pada wajah mukanya yang kelihatan tetap bersikap tenang.

Memang telah diketahuinya bahwa Ma Kong Ek adalah kepala berandal diatas gunung Hiong lam san, tetapi dia tidak menduga bahwa kepala berandal itu mempunyai keponakan perempuan yang cantik dan genit seperti Sie Liu Hwa yang sedang duduk berhadapan dengan dia.

“Pada waktu ini isteri siangkong yang semula kami kenal dengan nama Lauw kouwnio, berada diatas gunung Hiong lam san. Tetapi jangan siangkong cemas sebab keselamatan isteri siangkong kami jamin.” Sekarang benar benar Go Hong Lian menjadi sangat terkejut, karena sesungguhnya dia tidak menduga bahwa Lauw Sin Lan telah ditahan oleh pihak berandal diatas gunung Hiong lam san; sebab menurut penyelidikan yang telah dia lakukan maka dia merasa yakin Lauw Sin Lan menjadi tawanan pihak hartawan Tan Kim An didusun itu.

“Sebenarnya pamanku sedang berada dalam keadaan marah marah, dia hendak datang sendiri untuk menemui siangkong tetapi aku mencegah sebab mereka yakin akan terjadi perselisihan yang tak ada gunanya, padahal maksud kami adalah hendak mengadakan suatu pembicaraan dengan siangkong, dan kedatanganku ini adalah untuk mengundang siangkong singgah ditempat kami.”

( oocO X Oooo )

SI TUKANG OBAT CIO HAY ENG berdua Cie Keng Thay yang sudah sejak tadi memang ikut mendengarkan pembicaraan antara Sie Liu Hwa dengan Go Hong Lian, akhirnya kedua orang ini menjadi terkejut ketika mengetahui dara dalam penyamaran itu menyatakan kesediaannya ikut dengan Sie Liu Hwa untuk mendaki gunung Hiong lam san.

Cio Hay Eng berdua Cie Keng Thay merasa yakin bahwa Go Hong Lian akan kena perangkap disarang berandal, tetapi ketika Cie Keng Thay bergerak hendak merintang; maka Cio Hay Eng telah menekan lengan pemuda itu yang masih berada diatas meja, membuat sipemuda menunda niatnya sedangkan sepasang matanya yang tajam seperti sembilu mengawasi situkang obat lalu ganti dia mengawasi Go Hong Lian yang waktu itu sedang mengikuti Sie Liu Hwa meninggalkan rumah penginapan.

Dengan memberikan aba aba memakai sudut matanya si tukang obat Cio Hay Eng memberitahukan adanya orang laki laki yang menjadi pengawalnya Sie Liu Hwa, sehingga apa bila tadi Cie Keng Thay bergerak merintang pasti telah terjadi suatu pertempuran.

"Mereka itu adalah kawanan berandal dari atas gunung Hiong lam san," kata Cio Hay Eng dengan suara perlahan, lalu dia mengajak Cie Keng Thay singgah dikamarnya yang letaknya sebenarnya tidak terpisah jauh dengan kamar yang disewa oleh Go Hong Lian.

Ketika telah berada didalam kamar maka Cio Hay Eng lalu berkata kepada kedua anaknya.

“Ah ling, Ah heng. Kalian lekas undang Coa susiok.”

Kedua bocah itu yang bernama Cio Kun Liong dan Cio Kun Houw meninggalkan kamar dengan tergesa gesa; sedangkan Cio Hay Eng lalu mengajak Cie Keng Thay duduk.

“Cie hiantit, kita akan segera menghadapi suatu pekerjaan yang berat, tetapi aku yakin hiantit tidak akan ragu ragu untuk memberikan bantuan, namun siapakah sebenarnya guru hiantit?” demikian Cio Hay Eng membuka bicara dengan perlihatkan muka sungguh sungguh, tidak lagi dia berlaku jenaka.

Melihat kesungguhan si tukang obat mengucapkan perkataannya, maka tanpa ragu ragu Cie Keng Thay memberitahukan nama gurunya.

“Akh; kalau begitu kau adalah adik seperguruan dari Lie Keng Hong,” kata si tukang obat Cio Hay Eng, dan orang tua ini tidak menghiraukan ketika dilihatnya Cie Keng Thay merasa heran, sebaliknya dia meneruskan bicara :

“Hiantit telah menyaksikan bahwa pihak berandal sedang membawa dia yang hiantit kenal dengan nama Go Hong Gie atau siao siangkong. Tetapi tentu hiantit tidak mengetahui bahwa dia sebenarnya adalah Go kouwnio, nama lengkapnya Go Hong Lian, anak perempuan dari Tiat see Ciang Go Ciang Hin dan yang juga menjadi murid tunggal tayhiap Wei Beng Yam berdua isterinya.”

Cio Hay Eng menunda perkataannya untuk dia mencegah Cie Keng Thay yang hendak memutus, lalu dia menyambung bicara lagi.

“Kemudian Cie hiantit juga baru saja mendengar bahwa Lauw kouwnio atau yang dianggap menjadi isterinya Go kouwnio oleh pihak berandal, telah ditangkap dan ditahan diatas gunung Hiong lam san. Lauw kouwnio ini sebenarnya adalah anak perempuan dari teman seperjuanganku. Kedua ayah dan anak perempuan itu sedang melakukan suatu tugas penting untuk perjuangan bangsa kita, tetapi ditengah perjalanan temanku dihadang oleh pihak kaki tangan pemerintah penjajah, dan menjelang ajalnya aku telah bertemu dengan dia, sehingga sempat dia memberitahukan bahwa anak daranya sedang meneruskan tugasnya dan melakukan perjalanan bersama Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda.”

Sekali lagi si tukang obat itu menunda bicara untuk dia menuangkan arak, lalu dia mengajak Cie Keng Thay minum bersama sama; setelah itu baru dia meneruskan perkataannya:

“Aku cepat cepat menyusul karena aku tahu diatas gunung Hiong lam san dan didusun ini sedang berkumpul orang orang yang jadi penentang perjuangan kami, meskipun sebenarnya pada waktu ini aku sedang ditugaskan untuk membantu perkembangan kegiatan Cie hay ciang liong Siao Cie Hay di gunung Pouw to san dekat laut selatan. Sudah beberapa kali terjadi bahwa pihak berandal di atas gunung Hiong lam san melakukan perampasan terhadap beberapa kiriman yang ditujukan untuk kami, dari itu aku ditugaskan untuk membasmi mereka dan merampas tempat mereka untuk dijadikan sebagai suatu tempat penghubung bagi kepentingan gerakan kami ...”

"hiantit tentu telah mengetahui akan kekuatan pihak berandal diatas gunung Hiong lam san yang tidak boleh dianggap ringan, apa lagi mereka sebenarnya mendapat bantuan dari pihak hartawan Tan Kim An bahkan juga dari pihak pemerintah penjajah, sehingga untuk menghadapi mereka maka aku memerlukan bantuan yang sedang aku tunggu kedatangannya, disamping aku telah memperoleh bantuan dari Coa beng Coan, seorang anggauta terkemuka dari persekutuan Pelangi merah.”

“Pelangi merah?" ulang Cie Keng Thay tanpa terasa tetapi tak sempat dia menyambung perkataannya; sebab tiba tiba telah masuk seseorang sambil didahulukan oleh suara tertawanya,

“Ha ha ha! ternyata Cio enghiong gemar menceritakan

seseorang.”

Itulah suara seorang laki laki yang usianya telah mendekati empat puluh tahun, memiara kumis yang menambah kegagahan pada wajah mukanya, bertubuh tegap dan dikepala dia memakai ikat rambut dengan secarik kain warna merah. Dia bernama Coa Beng Coan, si Ruyung baja (tie kongpian) yang memang sedang dibicarakan oleh Cio Hay Eng.

"Ha ha ha ! syukur kau cepat datang,” sahut Cio Hay Eng juga sambil tertawa dan lalu memperkenalkan sahabatnya itu kepada Cie Keng Thay, untuk kemudian dia ceritakan kepada sahabatnya tentang beberapa peristiwa yang telah terjadi, antara lain tentang Go Hong Lian yang sedang mendaki gunung Hiong lam san. "Kalau begitu kita harus cepat bertindak untuk menolong Lauw kouwnio, agar barang itu tidak terjatuh ditangan mereka,” kata Coa Beng Coan yang kelihatan terkejut.

"Barang apakah itu ?" tanya pemuda Cie Keng Thay yang tidak mengetahui tentang adanya peta harta pada Lauw Sin Lan, sedangkan Cio Hay Eng sengaja tidak menyebutkan hal peta itu waktu dia menceritakan perihal tugas Lauw Sin Lan.

Dilain pihak, Cio Hay Eng bukannya tidak mendengar pertanyaan Cie Keng Thay, tetapi agaknya dia memang tidak mau menjelaskan sehingga sengaja dia mengawasi sahabatnya dan berkata kepada Coa Beng Coan :

"Memang, kita harus cepat bertindak. Tetapi sayangnya bantuan yang aku nantikan belum kunjung datang, sedangkan kekuatan pihak Hiong lam san tidak boleh kita pandang ringan,"

“Cio enghiong, saat ini aku telah berhasil mengumpulkan kira kira sebanyak lima puluh orang anggauta Pelangi merah. mereka semua aku pesankan agar siap sedia menunggu perintah meskipun sekarang mereka terpencar didusun ini, untuk mencegah kecurigaan dari pihak hartawan Tan Kim An,” kata Coa Beng Coan yang menjelaskan kepada sahabatnya.

“Kalau begitu sebaiknya Coa hiantee siapkan mereka berkumpul diluar dusun Lam hoan ceng. Aku akan segera menyusul dan kita pecah tenaga kita menjadi tiga rombongan, jadi dalam hal ini aku harapkan bantuan dan kesediaan kau, Cie hiantit.”

Agaknya masih ada beberapa persoalan yang belum dimengerti oleh pemuda Cie Keng Thay. Pertama adalah mengenai 'barang’ yang Coa Beng Coan katakan ada pada Lauw Sin Lan, yang dia kawatirkan akan di rampas oleh pihak berandal. Barang apakah itu? Cie Keng Thay yakin bahwa barang itu bukan sembarang barang, sebab nada bicara Coa Beng Coan terdengar lebih mementingkan barang itu dari pada keselamatan nyawa Lauw Sin Lan berdua Go Hong Lian.

Yang kedua adalah mengenai persekutuan Pelangi merah, setahu Cie Keng Thay persekutuan pelangi merah merupakan persekutuan yang dipimpin oleh Cu Juan Csang dan persekutuan ini sudah jelas memperlihatkan kegiatan sebagai persekutuan yang menentang pihak pemerintah penjajah, sehingga banyak para pejuang bangsa yang persatukan diri dengan persekutuan itu dengan tekad hendak mengusir pihak tentara penjajah dari daratan Cina.

Namun demikian disamping persekutuan pelangi merah masih banyak lagi lain-lain kesatuan yang melakukan gerakan yang sama diantaranya yang dianggap kuat oleh pihak pemerintah penjajah adalah suatu kesatuan yang dipimpin oleh seorang tokoh yang mengaku bernama Thio Su Seng, dan yang bergerak di wilayah selatan.

Orang orang dari kalangan rimba persilatan yang terdiri dari banyak partai dan golongan, pada mulanya banyak yang memihak dan mendukung gerakan Cu Juan Csang, tetapi belakangan dengan satu dan lain pendapat atau pertimbangan, banyak diantara mereka yang pindah memihak dan mendukung gerakan yang dipimpin oleh Thio Su Seng. Hal ini sebenarnya harus disayangkan atau disesalkan karena disaat seharusnya mereka bersatu padu menentang pihak penjajah, kenyataan mereka bergerak secara terpisah, yang satu diselatan dan yang lain di utara, bahkan satu dan lain saling menentang atau saling bertentangan, sehingga tidak jarang terjadi perselisihan yang mengakibatkan terjadinya pertempuran diantara kesatuan atau oknum oknum mereka. Hal yang semacam ini justeru memang yang diharapkan dan menjadi siasat pihak pemerintah penjajah yang sengaja mengadu domba dikalangan bangsa cina.

Menurut pendapat pribadi Cie Keng Thay, sebenarnya dia lebih condong memihak dengan gerakan yang dipimpin oleh Thio Su Seng, tetapi pada waktu itu dia berhadapan dengan orang orang yang berada dipihak Cu Juan Csang (kesimpulan ini diperoleh berdasarkan pembicaraan Coa Beng Coan yang mengkaitkan orang orang dari persekutuan Pelangi merah), dan dia berkesan baik dengan sikap ramah dari Cio Hay Eng yang bahkan dia yakin memiliki ilmu yang sakti, serta adanya dara dalam penyamaran Go Hong Lian yang menjadi muridnya tayhiap Wei Beng Yam suami isteri, sehingga ingin benar pemuda ini berkenalan atau mengikat tali persahabatan dengan Go Hong Lian yang sedang menyamar sebagai seorang pemuda pelajar.

Sejenak pemuda ini terdiam ketika mendapat pertanyaan dari Cio Hay Eng yang mengharapkan bantuannya. Ketika dilain saat dia memberikan jawaban kesediaannya, maka benar benar telah menggirangkan bagi si tukang obat Cio Hay Eng.

Di lain pihak, Go Hong Lian dengan diantar oleh Sie Liu Hwa telah tiba dimarkas berandal diatas gunung Hiong lam san, dimana langsung dia dibawa menghadap kepada Ma Kong Ek yang waktu itu ternyata sudah berkumpul dengan pemuda Leng Cun Siu yang menjadi pemimpin kedua, lalu dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng, juga hadir Ong Bun Kiat dengan temannya yang sekarang memakai pakaian seragam militer, dan si pendeta Oey Goan Cu yang mendampingi hartawan Tan Kim An serta beberapa kauwsu pilihan hartawan itu, ditambah lagi dengan seorang pemuda bermuka pucat seperti mayat hidup yang katanya bernama Hong Teng Toan. Mengenai Leng Cun Siu yang menjadi pemimpin kedua diatas gunung Hiong lam san, sebenarnya dia adalah kakak seperguruan dari Sie Liu Hwa, dan guru mereka adalah si pendeta Oey Goan Cu.

Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda tidak merasa gentar meskipun dia berada disarang berandal; dan ketika kemudian dia mengetahui maksud pihak berandal yang menghendaki peta harta dengan janji akan membebaskan Lauw Sin Lan; maka Go Hong Lian merasa yakin bahwa pihak berandal belum berhasil memperoleh peta yang berharga itu, yang entah disimpan dimana oleh Lauw Sin Lan.

Dengan siasat hendak menipu pihak berandal, maka Go Hong Lian berlaku seolah olah peta harta itu disimpan oleh dia dan dia membangkang tidak mau menyerahkan peta harta itu. Sedangkan dipihak berandal adalah si pemuda Ho Teng Toan yang kelihatan tidak dapat menahan sabar. Pemuda dengan muka seperti mayat hidup itu perdengarkan suara mengejek dan berkata :

''Hm ! aku sudah mendengar tentang kau yang katanya gagah perkasa, tetapi cara kau menyamar, aku tahu bahwa kau adalah seorang perempuan jalang !"

Semua yang hadir menjadi kaget ketika mendengar perkataan pemuda bermuka pucat itu. terlebih Sie Liu Hwa yang diam diam sudah tergila gila dengan muka tampan dari laki laki muda yang menjadi suaminya Lauw Sin Lan itu.

Dalam hubungannya dengan Leng Cun Siu sebenarnya Sie Liu Hwa telah berulang kali memadu kasih dan bermain cinta, tetapi ketika dia bertemu dengan Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda, maka Sie Liu Hwa telah terpikat dan tergila-gila. Didalam hati dia sedang mengatur siasat agar kalau perlu dia bersedia mengajak Go Hong Lian melarikan diri dari gunung Hiong lam san.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar