Pendekar Bunga Cinta Jilid 20

jilid 20 

PADA WAKTU ITU; pihak pemerintah bangsa Mongolia yang menjajah seluruh daratan Cina; sebenarnya sedang menghadapi masa kekacauan atau kerusuhan kerusuhan; akibat adanya pertentangan dari para pangeran yang saling berlomba ingin menggantikan menjadi raja meskipun mereka harus melakukan cara cara yang keji dan kejam; bahkan saling menghasut dan ada pula yang sengaja bekerja sama dengan kaum perampok atau orang-orang gagah dari kalangan 'hitam".

Dan ditengah kekacauan yang sedang melanda negeri Cina itu, justeru muncul seorang orang gagah yang selalu memakai selubung penutup kepala dengan kain warna hijau; kecuali dibagian mata, hidung dan mulut yang berlobang, sehingga wajah muka seseorang itu tidak mungkin diketahui oleh orang orang.

Orang gagah yang selalu memakai selubung penutup kepala itu, ternyata dengan cepat telah mendapat simpati dari kalangan masyarakat luas, berkat segala perbuatannya adalah untuk kepentingan rakyat jelata, menolong rakyat dari korban keganasan kawanan perampok, bahkan juga dari tindakan sewenang-wenang dari pihak pejabat pemerintah penjajah.

Didalam waktu sekejap; orang gagah yang selalu memakai selubung penutup kepala itu telah berhasil membentuk suatu 'kelompok' para pendukung atau para pembantunya sehingga pihak pemerintah bangsa Mongolia menganggap orang gagah itu mempunyai maksud hendak berontak terhadap pemerintah penjajah, sementara markas rombongan orang gagah itu sering berpindah tempat; sehingga sangat sukar untuk dibasmi.

Disamping memiliki banyak para pembantu setia yang selalu mendampingi, orang gagah itu ternyata juga memiliki para pembantu yang bertugas digaris belakang yakni buat mencari bantuan tenaga atau pun harta benda untuk membiayai kelompok mereka.

Lauw Keng Lim yang merupakan salah seorang pembantu dari orang orang yang selalu memakai selubung penutup kepala itu mendapat tugas membawa sepucuk surat, yang satu buat seorang pendekar pedang kenamaan yang didalam kota In tay, sedangkan yang satu lagi buat seorang perempuan yang dikatakan menjadi pemimpin dari persekutuan selendang merah, dan pada yang kedua itu bahkan berisi sebuah peta tempat penyimpan harta-harta yang tak ternilai harganya.

Tetapi pihak pemerintah penjajah mengetahui maksud perjalanan Lauw Keng Lim berdua anaknya berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kim Lun Hoat ong kepada sri baginda maharaja, sehingga pihak pemerintah penjajah segera memerintahkan melakukan pengejaran dan merampas kedua surat berikut peta harta itu dari tangan Lauw Keng Lim, sementara Kim lun Hoat ong juga menyebar para pembantunya untuk maksud kepentingan pribadi.

Diantara para petugas yang melakukan pengejaran itu terdapat pula Ong Bun Kiat yang telah bekerja sama dengan pihak pemerintah daerah setempat. Dalam pertempuran melawan Lauw Keng Lim berdua putrinya, maka Lauw Keng Lim terluka kena senjata rahasia yang mengandung bisa racun sehingga sebelah kakinya bagaikan menjadi lumpuh dan mereka terpaksa umpatkan diri tak dapat meneruskan perjalanan sampai mereka bertemu dengan Go Hong Lian dan dara dalam penyamaran itu memberikan bantuan tanpa disengaja.

Waktu diketahuinya bahwa dara dalam penyamaran itu adalah anaknya Go Ciang Hin maka Lauw Keng Lim kelihatan menjadi terkejut sebab dia cukup mendengar tentang nama si tangan pasir besi yang dianggap orang yang terlalu ringan tangan, sering bertentangan meskipun diantara sesama golongan. Akan tetapi waktu diketahui bahwa Go Hong Lian juga merupakan murid dari tayhiap Wie Beng Yam; maka lain lagi kesan Lauw Keng Lim terhadap Go Hong Lian.

Oleh karena lukanya yang merintangi tugasnya maka Lauw Keng Lim memutuskan meminta bantuan Go Hong Lian; buat melakukan perjalanan bersama sama dengan Lauw Lan Nio membawa kedua pucuk surat buat diserahkan kepada yang berkepentingan.

Bagi dara dalam penyamaran itu; dia tidak merasa keberatan memenuhi permintaan Lauw Keng Lim; terlebih perjalanan yang harus dilakukan adalah searah dengan tujuannya sendiri. Sebaliknya dara Lauw Lan Nio kelihatan tidak rela meninggalkan ayahnya seorang diri, namun akhirnya dapat dibujuk mengingat pentingnya tugas yang mereka sedang lakukan.

) ( )x( M

SELAGI udara cukup cerah dan angin pegunungan meniup perlahan; kelihatan ada seorang muda mudi yang sedang melakukan perjalanan seperti pasangan suami isteri muda yang sedang berbulan madu padahal mereka adalah Lauw Lan Nio berdua Go Hong Lian yang tetap menyamar sebagai seorang pemuda pelajar.

Mereka sudah cukup jauh terpisah dengan tempat mereka tinggalkan Lauw Keng Lim; akan tetapi mereka masih menyusuri daerah pegununpan yang sunyi ketika tiba-tiba mereka dikejutkan dengan melesatnya sebatang tombak kearah mereka yang datang dari atas sebuah pohon yang lebat. Pasangan remaja itu dengan gesit lompat menghindar. Akan tetapi secepat itu pula mereka telah dikepung dan dikurung oleh tidak kurang dari belasan laki laki bermuka garang siap dengan perlengkapan senjata tajam.

"Adik Lan, agaknya ada juga orang orang yang hendak merintangi perjalanan bulan madu kita..," kata dara dalam penyamaran itu dengan kelakarnya.

"Kita sapu mereka sampai bersih ..” sahut Lauw Lan Nio yang segera menyiapkan pedangnya.

"Mengapa kalian memegat kami .. !" sengaja dara dalam penyamaran itu menanya kepada salah seorang perintang yang dia anggap menjadi pemimpin.

"Hm ! Kau boleh meneruskan perjalanan, akan tetapi Lauw kouwnio harus kau tinggalkan.,!” sahut laki laki itu dengan nada suara menghina.

"Ha ha ha !” Go Hong Lian tertawa, lalu dia meneruskan

berkata, tetapi secara berkelakar :

" . , adik Lan, kau lihat; kita baru menikah dan sekarang ada orang yang hendak menceraikan kita. Agaknya kau memang cocok menjadi seorang cewek rebutan ..."

Sengaja Go Hong Lian bergurau, padahal didalam hati dia terkejut. Tidak dia sangka biIa perjalanan mereka yang secepat itu telah diketahui oleh kaki tangan pemerintah penjajah, dan mereka menghadang tentunya hendak merebut surat berikut peta yang berada ditangan dara Lauw Lan Nio.

Dilain pihak, pemimpin penghadang itu kelihatan menjadi marah dan membentak;

“Kurang ajar ! kau jangan menjual lagak dihadapanku !" "Baik; akan tetapi kalau kalian hendak menahan Lauw kouwnio, kalian harus meminta izin pada pedangku ini , . !" sahut dara dalam penyamaran itu dengan nada suara mengejek berhasil dia membikin pihak penghadang itu jadi bertambah marah, lalu dengan suatu tanda maka serentak empat orang sudah mulai membuka serangan, sementara yang lain tetap mengambil sikap mengurung.

Sepasang dara remaja itu tidak menjadi gentar, meskipun keduanya berada didalam kepungan belasan orang laki laki garang. Mereka mengambil sikap punggung menempel dengan punggung, mencegah adanya serangan gelap.

Sementara itu Go Hong Lian berkelit dari suatu tikaman, tubuhnya bergerak gesit kesamping akan tetapi dia mendekati seorang lawan lain, sementara pedangnya terus bergerak mengarah kebagian leher lawan itu dengan menggunakan jurus dari ilmu garuda sakti mementang sayap.

Karena tak mengetahui tajamnya pedang ku tie kiam, musuh yang diserang itu mengangkat goloknya hendak menangkis pedang itu. Waktu kedua senjata mereka saling bentur maka golok itu putus menjadi dua sedangkan pedang ku tie kiam meluncur terus mencapai sasaran membikin leher orang itu putus dan nyawanya tewas seketika !

Pihak para penghadang menjadi geram ketika dalam waktu sekejap seorang rekan mereka telah ada yang tewas. Yang semula hanya berdiri dengan sikap mengurung serentak perdengarkan pekik teriak suara mereka dan serentak mereka menyerang Go Hong Lian.

Menghadapi sedemikian banyaknya lawan tetapi dara dalam penyamaran itu tak menjadi gentar; sebaliknya pedang ku tie kiam bergerak gesit memilih sasaran sipemimpin rombongan menyerang dengan suatu tikaman memakai gerak tipu garuda sakti merebut mutiara.

Si pemimpin rombongan ternyata bukan merupakan seorang lawan yang lemah. Mukanya yang hitam menyeramkan serta tubuhnya penuh otot meskipun tidak tinggi. Dia hanya berkelit sedikit, membiarkan pedang 'ku tie kiam" lewat dekat mukanya; setelah itu tangan kirinya bergerak hendak memegang lengan lawannya; karena niatnya adalah hendak merampas pedang 'ku tie kiam'.

Pada saat tangan si pemimpin rombongan itu hampir berhasil menyambar lengan Go Hong Lian; tangan kiri dara dalam penyamaran itu juga telah bergerak menyerang dengan gerak tipu "garuda sakti mematok mata” dan dua jari tangan Go Hong Lian mencari sasaran pada sepasang mata laki laki itu; membikin laki laki itu harus cepat cepat membatalkan niatnya yang hendak memegang lengan dara Go Hong Lian sebaliknya dia lompat mundur beberapa langkah kebelakang, sehingga dia terhindar dari ancaman matanya menjadi buta, sementara dara dalam penyamaran itu juga terbebas dari ancaman pedangnya yang akan direbut orang.

Membarengi gerakannya selagi lawannya lompat mundur sebenarnya Go Hong Lian bermaksud untuk menyerang lagi, akan tetapi disaat itu pula dia telah diserang oleh dua musuh lain, sehingga batal niatnya dara dalam penyamaran itu; sebaliknya si pemimpin rombongan justeru yang telah mendekati lagi dan menyerang lagi membantu anak buahnya, sementara Go Hong Lian lalu bersilat memakai ilmu hui hwa pok tiap atau kupu kupu beterbangan mendekati bunga, suatu ilmu peninggalan dari Thian hiang siancu yang mengutamakan kelincahan dan ringan tubuh yang disamping untuk bertahan, sekaligus juga untuk melakukan penyerangan ! Dilain pihak Lauw Lan Nio juga harus mengamuk diantara para pengepungnya. Pedangnya dengan cepat sudah berhasil melukai dua orang musuh, sebaliknya pihak musuh sukar menembus pertahanan Lauw Lan Nio yang juga telah perlihatkan kegesitan tubuhnya.

Si pemimpin rombongan penghadang yang sebenarnya bernama Ma Kong Ek, sangat mendongkol dan penasaran karena tidak menduga kalau orang orang muda yang mereka kepung itu tidak mudah dikalahkan.

Ma Kong Ek ini sebenarnya adalah kepala rombongan berandal yang bermukim diatas gunung Hiong lam san yang terkenal ganas. Seringkali dia melakukan perampokan, akan tetapi tidak diganggu oleh pihak pemerintah penjajah, sebab rombongan Ma Kong Ek ini justru adalah merupakan kaki tangan pihak pemerintah penjajah.

Dalam menghadapi masa kerusuhan, dan oleh karena merasa cemas akan terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang orang cina, maka pihak pemerintah penjajah sengaja mengatur siasat mengadu domba. Untuk melaksanakan siasat itu, pihak penjajah sengaja mendekati dan membikin persekutuan dengan orang orang rimba persilatan, khususnya dari golongan 'hitam' yang dapat dibeli dengan harta atau janji akan diberi pangkat.

Sebagai akibat dari pihak pemerintah penjajah itu, maka kerap kali terjadi pertentangan diantara sesama golongan orang orang gagah dikalangan rimba persilatan sehingga seringkali pula terjadi pertempuran atau pertarungan dikalangan orang orang cina.

Waktu Ong Bun Kiat dan temannya dikalahkan oleh Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda maka Ong Bun Kiat berdua temannya memerlukan singgah diatas gunung Hiong lam san untuk minta bantuan kepada Ma Kong Ek dan Ma Kong Ek yang memang sudah kenal dengan perwira yang diperbantukan pada ciangkun Sie pek Hong itu segera memimpin anak buahnya buat melakukan pengejaran terhadap dara Go Hong Lian berdua Lauw Lan Nio.

Setelah berhasil mengejar dan terjadi pertempuran itu maka ternyata Ma Kong Ek serta rombongannya tidak berhasil mengalahkan Go Hong Lian berdua Lauw Lan Nio sebaliknya Ong Bun Kiat berdua temannya tidak kelihatan datang memberikan bantuan; sehingga Ma Kong Ek merasa bagaikan dia telah dijerumuskan.

Oleh karena pikiran Ma Kong Ek sedang merasa penasaran terhadap Ong Bun Kiat, maka dia kena ditendang oleh Go Hong lian, sampai tubuhnya terpental keluar arena pertempuran, dan Ma Kong Ek kemudian berteriak mengajak sisa anak buahnya melarikan diri.

Dua dara yang gagal dirintang perjalanannya itu tidak melakukan pengejaran terhadap rombongan Ma Kong Ek yang melarikan diri; dan Lauw Lan Nio lalu mendekati teman seperjalanannya :

“Cici kau hebat !” puji Lauw Lan Nio sambil dia

membersihkan pedangnya dari noda darah.

“Kau juga hebat, adik Lan; tetapi hati hatilah kau jangan menyebut cici kalau dihadapan lain orang. Ingat, kau adalah isteriku..." sahut Go Hong Lian yang lalu tertawa secara jenaka.

“Baik, siangkong,” Lauw Lan Nio ikut bergurau; lalu dia

pun ikut tertawa.

“Marilah kita teruskan perjalanan kita,” akhirnya Go

Hong Lian mengajak dan mendahului berlari memakai ilmu ringan tubuh, sampai mereka tiba disebuah dusun, dimana mereka lalu mencari tempat penginapan.

"Adik Lan; agaknya pihak musuh cepat sekali mengetahui tentang kepergian kau. Mereka bahkan juga mengetahui bahwa kau membawa peta harta yang hendak mereka rebut,” kata Go Hong Lian waktu mereka berdua telah berada didalam kamar.

“Memang . ," sahut Lauw Lan Nio akan tetapi kelihatannya dia sedang khawatir dengan keselamatan ayahnya yang sedang dia tinggalkan. Apalagi diantara yang menghadang tadi tidak dilihatnya adanya Ong Bun Kiat; sehingga dia menduga kalau perwira tentara penjajah itu mendatangi tempat ayahnya umpatkan diri.

“Asal saja pek hu cepat berangkat seperti yang aku pesan; pasti dia akan selamat . ," kata Go Hong Lian yang mengetahui rasa cemas teman seperjalanannya itu.

"Cici pesan supaya ayah kemana , .. ?” tanya Lauw Lan Nio yang tidak mengetahui; sebab ayahnya justeru memesan supaya dia segera kembali kemarkas tempat mereka berkumpul, kalau dia sudah menyelesaikan tugasnya sehingga dia menyangka bahwa ayahnya itu tentu akan berangkat ketempat yang sama kalau ayahnya sudah sembuh.

Sementara itu Go Hong Lian memberikan jawaban atas pertanyaan Lauw Lan Nio:

“Aku pesankan supaya pek-hu segera berangkat keatas gunung Oei san yang letaknya tidak terlalu jauh, aku yakin pek-hu dapat memaksakan diri buat melakukan perjalanan itu."

“Dengan demikian cici jadi melibatkan tayhiap dengan urusan kami, dan kalau pihak tentara penjajah mengetahui, sudah tentu tayhiap suami isteri tidak dapat hidup tenang," Lauw Lan Nio berkata dengan nada suara terdengar menyesal.

"Apakah urusan membela bangsa yang sedang dijajah, tidak patut suhu ikut campur ?" tanya Go Hong Lian yang kelihatan merasa kecewa bercampur penasaran.

"Bukan begitu, cici .." sahut lauw Lan Nio yang lalu meneruskan perkataannya:

"… tetapi apakah cici sudah yakin bahwa tayhiap bakal menyetujui gerakan yang semacam ini..?"

"Aku yakin suhu akan berpendirian seperti itu, dan aku bahkan akan ikut dalam pergerakan ini selekas aku sudah bertemu dengan ayahku .. "

Lauw Lan Nio terdiam berpikir tanpa dia mengucap apa- apa, sampai secara tiba-tiba Go Hong Lian yang bicara lagi;

" .. eh, apakah adik Lan sudah kenal dengan dia .. ?”

"Dia siapa maksud cici .. ?” tanya Lauw Lan Nio yang

menjadi heran.

Go Hong Lian bersenyum, akan tetapi wajah mukanya kelihatan sedikit berobah merah waktu dia berkata lagi:

"Itu pendekar pedang yang hendak kau temui di kota Intay... "

“Oh. Jangankan kenal, kami bahkan belum pernah bertemu.." sahut Lauw Lan Nio yang lalu menambahkan perkataannya:

"... akan tetapi, ayah telah memberikan gambaran tentang dia, yang katanya adalah seorang pemuda yang tampan, sangat cocok kalau…" “Kalau apa, .. ?” tanya Go Hong Lian sebab Lauw Lan Nio tidak meneruskan perkataannya; sebaliknya kelihatan dia bersenyum. “Kalau menjadi pasangan cici..." akhirnya; sahut Lauw Lan Nio, yang bahkan menyertai tawa; sehingga ia kena dicubit oleh teman seperjalanannya.

"Kalau bicara seenaknya saja; selagi kau menghadapi tugas berat dengan mempertaruhkan nyawa...” kata Go Hong Lian sehabis dia mencubit Lauw Lan Nio.

“Justeru karena adanya tugas berat itu, kita perlu banyak tertawa. , ," sahut Lauw Lan Nio; dan dia benar-benar tertawa lagi.

"Hmm. Banyak tawa akan mendatangkan kepedihan, marilah kita tidur ..."

"Baik, siangkong…”

Ditengah malam secara mendadak Go Hong Lian terbangun dari tidurnya; sebab telinganya yang tajam mendengar suara yang tidak wajar.

Dara dalam penyamaran itu memang berlaku waspada, dari itu dengan suatu gerak yang lincah dia keluar dari kamarnya untuk disaat berikutnya dia telah berada diatas genteng rumah penginapan itu; dimana sempat dilihatnya ada 3 bayangan orang yang sedang bergerak menjauh setelah mengetahui datangnya Go Hong Lian.

“Kurang ajar ..!” geram dara dalam penyamaran itu yang

lalu melakukan pengejaran.

Ketiga bayangan orang orang itu lari terus dan lompat turun dari atas genteng suatu rumah, tetap dengan dikejar oleh Go Hong Lian sampai tiba-tiba dilihatnya sesuatu benda yang melayang kearahnya. Menduga bahwa orang itu menyerang memakai senjata rahasia maka dengan tabah Go Hong Lian menangkis memakai pedangnya yang tajam; membikin benda itu hancur berhamburan; akan tetapi Go Hok Lian merasakan suatu tenaga dorongan yang kuat, menandakan orang yang melontarkan benda tadi memiliki tenaga yang sangat besar; sedangkan benda itu ternyata adalah sebuah batu-bata yang dipakai untuk menimpuk.

Dengan hati mendongkol dara dalam penyamaran itu meneruskan pengejarannya yang tertunda tadi mengambil arah ketiga orang itu menghilang.

Dara dalam penyamaran itu sudah jauh meninggalkan rumah penginapan, akan tetapi dia tidak menghiraukan dan dia terus melakukan pengejaran; sampai akhirnya dia berada disuatu tempat yang merupakan hutan belukar.

Oleh karena merasa ragu-ragu, maka Go Hong Lian menghentikan langkah kakinya, dan meneliti keadaan disekitar tempat itu. Akan tetapi waktu dara dalam penyamaran itu hendak kembali ke tempat penginapan, maka secara tiba-tiba didengarnya suara tawa seseorang untuk kemudian dilihatnya ada 3 orang lelaki yang muncul dan menghadang sedangkan ketiga laki laki itu justru adalah orang-orang yang sedang dia kejar.

Dengan bantuan sinar bulan yang remang-remang, namun banyak memberikan bantuan, maka Go Hong Lian sempat melihat bahwa ketiga penghadang itu terdiri dari seorang pendeta yang bermuka menyeramkan bertubuh tinggi kurus, sedangkan kedua temannya adalah orang- orang yang kelihatan bertubuh kuat dengan otot-otot menonjol, dan keduanya memiara jenggot pendek tajam seperti duri-duri landak. “Siapakah kalian dan mengapa kalian mengganggu kami

, , , ?" tanya dara dalam penyamaran itu yang tak mau sembarang bergerak, meskipun dia yakin bahwa dia sedang dipermainkan.

“Hmm .,,,!" geram si pendeta yang memiara rambut disanggul atau digulung, karena ternyata dia merupakan seorang tosu, dan pendeta itu meneruskan berkata :

“, , , aku lihat kau masih muda dan memang cocok menjadi suaminya si budak hina, akan tetapi sejak kapan kalian menikah tanpa mengirim surat undangan ?”

Dan dara dalam penyamaran itu yakin bahwa si tosu menganggap dia benar-benar sebagai seorang pemuda. Dia ingin tertawa akan tetapi dia mendongkol sebab mendengar Lauw Lan Nio disebut sebagai 'budak hina', disamping itu dia merasa yakin bahwa ketiga orang orang ini tentu merupakan musuh yang hendak merebut peta dan surat surat yang ada ditangan Lauw Lan Nio.

Oleh karena memikir demikian; maka dara dalam penyamaran itu mendahulukan melakukan penyerangan; sebab dia melihat tosu itu tidak siaga. Dia menikam dengan pedangnya memakai gerak tipu garuda sakti menerkam kelinci, akan tetapi pendeta itu perdengarkan suara mengejek; dan secepat kilat tosu itu menyiapkan senjatanya yang serupa sebatang golok, yang dia angkat untuk dipakai menangkis tikaman pedang Go Hong Lian, sehingga dengan terdengarnya suatu suara benturan yang keras; maka Go Hong Lian merasakan tangannya tergetar sakit, sementara dilihatnya golok sipendeta tak mendapatkan sesuatu cacad !

Dalam kagetnya Go Hong Lian menjadi lengah dan kesempatan itu telah dipergunakan oleh si tosu yang menyerang dengan suatu gerak tay san ap teng atau gunung tay san menindih sehingga meskipun Go Hong Lian sempat menolong diri dengan berkelit namun ujung bajunya terkena golok tosu sampai menjadi robek.

Kedua kawannya si tosu yang melihat kelincahan lawan yang masih muda usia itu, secara tiba-tiba dan serentak mereka maju menyerang dengan memakai senjata golok.

Dengan bergerak memakai tipu garuda sakti menembus angkasa maka Go Hong Lian lompat tinggi dan jauh untuk menghindar dari dua serangan yang datangnya sekaligus itu akan tetapi dengan tidak kurang cepatnya si tosu berhasil mendekati dara dalam penyamaran itu dan si tosu langsung menikam memakai goloknya yang ampuh. Akan tetapi waktu diketahuinya Go Hong Lian hendak menangkis memakai pedang sambil memutar tubuh, maka si tosu telah merobah gerak dan arah sasaran mencari pundak kiri lawannya yang lincah itu yang hendak dibacok !

Meskipun gerak si tosu sangat gesit dan cepat akan tetapi dengan tenang Go Hong Lian telah menggunakan ilmu im yang thian hiang Liam hoat untuk menempel golok sipendeta dengan pedangnya; lalu dengan memakai gerak tipu geledek menyambar pohon maka pedangnya dara dalam penyamaran itu berputar dan meluncur kearah muka lawan membikin dalam kagetnya sitosu berusaha menunduk; namun ikat kepalanya terkena pedang ku tie kiam sampai putus sedangkan rambutnya yang cukup panjang terlepas sanggulnya !

Si tosu sampai mengeluarkan peluh dingin karena dia merasa sangat kaget, sedangkan Go Hong Lian kecewa karena serangannya tadi tidak memperoleh hasil seperti yang dia harapkan karena gesitnya gerak tubuh si tosu sementara dia pun harus lekas-lekas menghindar dari dua serangan lain yang datangnya dari teman temannya si tosu. "Awas ! pedangnya adalah pedang pusaka,” seru si tosu untuk memperingatkan kedua kawannya, akan tetapi kedua orang laki laki itu hanya tertawa mengejek karena mereka ternyata memiliki golok golok khusus yang ternyata juga sangat ampuh.

Sementara itu si tosu tidak hanya berseru memberi peringatan kepada kedua temannya sebab dia pun ikut menyerang lagi, sehingga bertiga melakukan pengepungan terhadap dara dalam penyamaran itu.

Dalam menghadapi ketiga para pengepungnya yang sangat tinggi ilmunya itu, maka Go Hong Lian tidak sudahnya memikirkan, entah apa sebabnya ketiga orang orang itu harus memancing dia sehingga jauh meninggalkan rumah penginapan, sampai dilain saat dara dalam penyamaran itu teringat dengan rekannya Lauw Lan Nio, sehingga dara dalam penyamaran itu kemudian menjadi cemas, khawatir pihak musuh menggunakan perangkap memisah dia dari teman seperjalanannya, dan selagi dia dilibat dalam pertempuran melawan ketiga musuh itu, maka Lauw Lan Nio tentunya telah didatangi oleh gerombolan musuh yang lain.

Oleh karena teringat dengan kemungkinan kena perangkap musuh, maka Go Hong Lian ingin cepat cepat meninggalkan ketiga musuhnya buat dia kembali ketempat penginapan akan tetapi pada saat itu ternyata tidak mudah lagi buat dia melepaskan diri dari kepungan ketiga orang musuhnya, meskipun dia sudah berusaha sedapat dia lakukan.

Selagi dara dalam penyamaran itu merasa cemas, maka tiba tiba dia melihat datangnya serangan golok si tosu yang mengarah bagian dada, dan serangan itu kelihatannya merupakan serangan maut dengan menggunakan tenaga besar, karena jelas terlihat pada muka si tosu yang sedang meluap kemarahannya.

Disaat tiada jalan bagi Go Hong Lian buat berkelit dan tidak akan berani dia menangkis golok si tosu maka disaat itu pula Go Hong Lian melihat muka si tosu yang tiba tiba menangis seperti orang yang merasa kesakitan lalu terdengar pekik suaranya dan dia melepaskan goloknya yang sedang dia pakai untuk menyerang !

Dalam kagetnya, tiba tiba Go Hong Lian menjadi terkejut karena meskipun golok si tosu tidak ada yang kendalikan namun golok itu sedang meluncur kearah dadanya sehingga dalam gugupnya Go Hong Lian menyampok memakai pedangnya dan golok itu melayang kearah lain dengan sasaran salah seorang dari kedua pengepungnya, sehingga laki laki yang terkena golok nyasar itu berteriak kesakitan sebab golok itu justeru membenam dibagian pundaknya yang sebelah kanan.

Tepat pada saat itu terdengar suara tawa seseorang, suara tawa yang dapat menggetarkan jiwa orang yang mendengarnya dan dilain saat muncul seorang laki laki yang bagian mukanya ditutup dengan sehelai kain warna hijau, sementara di tangan kanannya dia memegang sebatang pedang yang masih berada didalam sarungnya.

Sementara itu; pihak musuh yang mendengar suara tawa tadi, merasa yakin bahwa si pendatang baru itu memiliki tenaga dalam yang sudah mencapai batas kemampuan, sehingga waktu mereka melihat si pendatang baru yang menutup sebagian mukanya itu maka cepat cepat mereka bertiga melarikan diri; membiarkan Go Hong Lian yang tidak melakukan pengejaran, sebaliknya Go Hong Lian mendekati si pendatang baru itu. "Congsu, terima kasih atas bantuan kau..” kata Go Hong Lian sambil dia mengangkat sepasang tangannya untuk memberi hormat, namun selekas itu juga dia buru buru lari menuju kearah tempat penginapan.

Laki laki pendatang baru itu tidak sempat mengucap apa apa. Agaknya dia heran dengan sikap Go Hong Lian yang telah dia bantu, akan tetapi cepat cepat lari meninggalkan dia bagaikan orang yang tidak senang berkenalan.

Laki laki pendatang baru itu tidak mengetahui bahwa Go Hong Lian mendadak teringat lagi dengan Lauw Lan Nio sehingga tanpa sempat memberikan penjelasan dia lekas lekas menuju ketempat penginapan, sedangkan laki laki itu lalu menghilang ke kegelapan malam sambil dia perdengarkan suara gerutu yang tidak jelas.

Go Hong Lian tiba ditempat penginapan dan tepat seperti yang dia duga, dia tidak menemui teman seperjalanannya. Kamar mereka sudah kosong, akan tetapi tidak kelihatan tanda tanda bekas terjadi pertempuran atau pergumulan, sehingga dara dalam penyamaran itu merasa yakin bahwa Lauw Lan Nio juga telah terperangkap dan mengejar pihak musuh yang dia tidak ketahui berapa banyak dan dari pihak mana.

Semalam suntuk sia sia Go Hong Lian menunggu kedatangan Lauw Lan Nio, sedangkan dia tidak berdaya mencari jejak kawannya yang dia tidak ketahui entah dilarikan atau entah sedang kemana, sebab bungkusan pakaiannya pun tidak terdapat didalam kamar itu; entah hilang atau memang dibawa oleh Lauw Lan Nio !

Esok paginya Go Hong Lian keluar dari kamarnya hendak melakukan penyelidikan. Dusun tempat dia menginap itu ternyata adalah dusun Lam hoan ceng, yang meskipun tidak besar akan tetapi cukup ramai. Didusun Lam hoan ceng itu terdapat seorang pemuda gagah yang bernama Cie Keng Tay yang selama sepuluh tahun telah belajar ilmu silat pada seorang sakti diatas gunung Ngo tay san.

Sejak kecil Cie Keng Tay sudah ditinggal mati oleh ibunya. Didusun Lam hoan ceng itu hanya ada ayah dan adik perempuan yang baru berusia lima belas tahun namun sejak kecil sudah kena penyakit sinting.

Kemudian terjadi ayahnya Cie Keng Thay juga wafat; sehingga pemuda yang baru berumur duapuluh satu tahun itu harus bertanggung jawab atas adiknya, meskipun hasrat hatinya sebenarnya dia ingin merantau mengamalkan ilmu kepandaiannya seperti pesan gurunya.

Tidak jauh terpisah dari rumahnya pemuda Cie Keng Thay, terdapat rumah seorang hartawan besar yang bernama Tan Kim An yang sebenarnya adalah seorang okpa (hartawan yang kejam), yang erat hubungannya dengan pihak pemerintah penjajah.

Selama beberapa waktu lamanya Cie Keng Thay mengetahui tentang berbagai perbuatan kejam dan ganas dari hartawan Tan Kim An yang banyak memiara kauwsu atau tukang pukul bayaran; akan tetapi Cie Keng Thay tidak kelihatan menentang sebab dia selalu memikirkan adiknya sehingga tak mau diperlihatkan sikap bermusuhan selagi pihak okpa itu juga tak menghiraukan dia.

Adalah pada hari itu Cie Keng Thay melihat adanya suatu kesibukan yang luar biasa dirumahnya hartawan Tan Kim An; karena hartawan itu telah mendapat kunjungan dari sejumlah orang orang gagah yang kelihatan bermuka bengis, antara lain ada seorang tosu atau pendeta yang kemudian dia ketahui bernama Oey Goan Cu, lalu ada lagi seorang laki laki muda yang menarik perhatian Cie Keng Thay sebab dia melihat kulit muka laki laki muda itu sangat pucat seperti orang yang kurang darah atau bahkan seperti mayat hidup, yang katanya bernama Ho Teng Toan dan berasal dari luar perbatasan kota Gan bun koan, didalam wilayah kekuasaan orang orang Watzu.

Dipihak hartawan Tan Kim An, sesungguhnya dia sangat girang dengan kedatangan kelompok orang orang gagah itu; demikian juga dengan Ong Bun Kiat yang memang telah lebih dulu menjadi tamunya hartawan Tan Kim An dan diantara kelompok orang orang gagah itu, terdapat dua orang saudara seperguruan dari Ong Bun Kiat, yang bernama Yo Keng dan Yo Heng, dua orang laki laki yang pernah bertempur melawan Go Hong Lian; mendampingi si tosu yang ternyata bernama Oey Goan Cu.

Perjalanan Ong Bun Kiat bersama rekannya adalah untuk menangkap Lauw Keng Lim; akan tetapi setelah mereka dikalahkan oleh Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda, maka Ong Bun Kiat berdua rekannya meminta bantuan pada pihak berandal Ma Kong Eng diatas gunung Hiong lam san yang letaknya tidak jauh terpisah dari dusun Lam hoan ceng.

Sementara itu Ong Bun Kiat berdua rekannya tidak ikut membantu Ma Kong Eng yang mengejar kedua dara Go Hong Lian dan Lauw Lan Nio, sebab mereka mendatangi hartawan Tan Kim An dan menceritakan tentang adanya peta harta, yang katanya harus dirampas atas perintah dari pemerintah penjajah yang menjanjikan pangkat sekiranya hartawan Tan Kim An bersedia memberikan bantuan.

Sudah tentu hartawan Tan Kim An menjadi sangat kaget ketika mendengar berita adanya peta harta itu. Dihadapan Ong Bun Kiat dia telah menyatakan kesediaannya untuk memberikan bantuan; sementara dalam hati dia merencanakan suatu daya supaya dia dapat memiliki sendiri peta harta itu.

Malam harinya Cie Keng Thay memerlukan mengintai gerak gerik pihak hartawan Tan Kim An; sampai dilihatnya rombongan mereka mendatangi tempat menginapnya Go Hong Lian berdua Lauw Lan Nio, sampai kemudian dilihatnya Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda sedang mengejar tiga orang dari pihaknya hartawan Tan Kim An.

Waktu itu Cie Keng Thay tidak mengetahui kalau didalam kamar masih ada dara Lauw Lan Nio oleh karena itu Cie Keng Thay ikut melakukan pengejaran untuk di waktu perlu dia hendak memberikan bantuan bagi Go Hong Lian yang dia sangka adalah seorang pemuda.

Sebagai akibat pemuda Cie Keng Thay turut melakukan pengejaran, maka dia tak mengetahui bahwa ada rombongan lain dari pihak hartawan Tan Kim An, yang dengan mudah telah berhasil menangkap dara Lauw Lan Nio.

Pemuda Cie Keng Thay kemudian sengaja memakai tutup muka dengan secarik kain agar tidak mudah dikenal oleh pihak musuh, lalu dia memberikan bantuan disaat selagi Go Hong Lian menghadapi ancaman maut. Akan tetapi pemuda ini kemudian jadi merasa kecewa dengan sikap Go Hong Lian yang telah meninggalkan dia sehabis mengucapkan terima kasih.

Esok paginya, meskipun dia ragu ragu; namun Cie Keng Thay memerlukan datang ke tempat Go Hong Lian menginap. Pemuda ini tiba disaat Go Hong Lian sedang keluar dari rumah penginapan, oleh karena Go Hong Lian bermaksud melakukan penyelidikan dan mencari jejak Lauw Lan Nio yang telah hilang. Dara dalam penyamaran itu tidak mengenali pemuda Cie Keng Thay yang semalam telah memberikan bantuan, sebaliknya pemuda Cie Keng Thay harus mengikuti langkah kaki Go Hong Lian, sampai kemudian dilihatnya dara dalam penyamaran itu kembali ketempat penginapan dan duduk seorang diri diruangan tamu untuk memesan makanan.

Pemuda Cie Keng Thay ikut memasuki rumah penginapan itu, yang sekaligus merupakan rumah makan, sementara di halaman luar dari rumah penginapan itu, terdengar bunyi suara alat tabuhan dari serombongan tukang obat keliling yang terdiri dari seorang laki laki setengah tua, bertubuh agak gemuk dan bermuka ramah penuh tawa dibantu oleh dua anak laki laki berumur antara sembilan tahun yang sedang memukul alat tabuhan.

Saat itu perhatian Cie Keng Thay lebih banyak ditujukan kepada Go Hong Lian sehingga dia tidak mendengarkan segala ocehan dari si tukang obat yang sedang memuji dan menawarkan obatnya kepada para calon pembeli yang banyak berkumpul ditempat itu.

Disuatu saat Cie Keng Thay menjadi terkejut waktu dara dalam penyamaran itu juga menatap dia, membikin untuk sesaat pandang mata mereka saling bertemu sampai tiba tiba Cie Keng Thay melihat pemuda itu menunduk dengan lagak seperti seorang anak gadis yang merasa malu malu.

Oleh karena perhatiannya Cie Keng Thay dipusatkan kepada dara dalam penyamaran itu maka diapun tidak menyadari bahwa di ruangan tamu itu sejak tadi telah hadir tiga orang laki laki dari pihak hartawan Tan Kim An; yang juga sedang memperhatikan Go Hong Lian. Tiga orang laki laki itu kemudian keluar mendekati si tukang obat. Salah seorang diantara mereka kemudian memegang leher baju si orang tua tukang obat:

“Hentikan permainan yang berisik ini...!” bentak laki laki itu dengan lagak yang garang sambil dia mendorong si penjual obat yang terjerumus kearah salah seorang temannya dan temannya itu dengan perdengarkan suara tawa menghina ikut mendorong tubuh si tukang obat bagaikan mereka sedang main bola.

"Ayah, ayah , ..!” terdengar pekik suara kedua bocah si tukang obat keliling; yang jadi menangis akan tetapi tidak berdaya memberikan pertolongan.

Pemuda Cie Keng Thay menjadi tersentak dan hendak memberikan pertolongan, akan tetapi dia teringat bahwa dia masih perlu untuk tidak perlihatkan sikap menentang pihak hartawan Tan Kim An, sampai kemudian dilihatnya bahwa dengan suatu gerak burung garuda menembus angkasa yang indah lincah, maka Go Hong Lian telah bergerak melesat dan dalam waktu sekejap dia telah berada didekat ketiga laki laki galak yang sedang mempermainkan orang-tua tukang obat keliling itu.

Dengan memakai sebelah kakinya, maka dara dalam penyamaran itu menendang seorang laki laki yang baru saja mendorong tubuh si penjual obat, membikin laki laki yang galak itu menjadi terlempar jatuh: lalu dengan pedang siap ditangan maka Go Hong Lian menghadapi kedua laki laki galak yang kelihatan marah.

Dilain pihak, si penjual obat yarg melihat gelagat itu lalu berteriak hendak mencegah terjadinya orang orang berkelahi :

"Hayaaa; kalian jangan berkelahi, jangan berkelahi .. !" Akan tetapi teriak si penjual obat itu sia-sia belaka, oleh karena perbuatan ketiga laki laki galak itu memang sengaja buat memancing kemarahan Go Hong Lian; dan disaat berikutnya ketiga laki laki galak itu juga sudah mempersiapkan senjata mereka, lalu mereka mendahulukan melakukan penyerangan sambil perdengarkan teriak memaki.

Dengan perlihatkan senyum mengejek, dara dalam penyamaran itu bergerak dengan tipu 'tjoan hwa jiauw wie’ (menerobos bunga bunga mengitari pohon), sehingga dengan mudah Go Hong Lian dapat menghindari dari tiga serangan yang mengarah dirinya; sementara kaki kanannya berhasil menendang betis salah seorang lawan, yang rubuh terjungkal dengan perdengarkan pekik suara kesakitan.

Dua laki laki yang ikut mengepung itu menjadi bertambah marah. Keduanya mengulang serangan mereka dan mengulang suara makian mereka dengan perkataan yang tidak sopan.

"Hayaaa; jangan berkelahi. Jangan berkelahi...” masih si tukang obat keliling terus berteriak teriak sambil dia mengulapkan sepasang tangannya membikin lagaknya itu bagaikan seorang sedang menari, mengitari orang orang sedang bertempur; dan perbuatan si tukang obat itu telah menambah kemarahan laki laki yang kena tendang tadi sehingga setelah dia bangun berdiri, maka dengan langkah kaki pincang laki laki itu mendekati si penjual obat yang lalu dia tendang!

Si penjual obat sangat terkejut dan sangat ketakutan. Belum sampai kaki laki laki sampai sasaran tendangannya maka tubuh si tukang obat sudah terpental berputar diudara lalu terjatuh duduk di atas kursi dekat pemuda Cie Keng Thay yang masih duduk dan berhasil membikin Cie Keng Thay jadi tersenyum menganggap lucu. Sejenak si penjual obat keliling itu mengawasi Cie Keng Thay; lagaknya seperti orang marah sebab merasa ditertawakan, akan tetapi dia cepat cepat berdiri lagi dan dengan langkah kaki terbungkuk bungkuk dia mendekati lagi tempat pertempuran.

Dilain pihak Go Hong Lian telah perlihatkan kemahirannya dalam mempergunakan ilmu silat pedang Thian hiang kiam hoat ciptaan Thian hiang siancu yang mengutamakan kegesitan tubuh, bergerak keberbagai penjuru, membikin ketiga lawannya jadi mati daya dan siasat berikutnya mereka melarikan diri dengan tubuh terkena luka luka ringan akibat Go Hong Lian sengaja tidak bermaksud membunuh mereka.

Diantara suara banyaknya orang orang yang memberikan pujian bagi Go Heng Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda; maka si penjual obat telah mendekati dan berkata :

“Hayaaa, siao kouwnio, eh, siao siangkong telah menanam benih permusuhan,” kata si penjual obat yang kelihatan sangat gugup, namun tak lupa dia menjura memberi hormat dan mengucap terima kasih.

Dalam kagetnya, dara dalam penyamaran itu cepat cepat lompat menyamping karena tidak mau menerima ucapan terima kasih orang tua penjual obat itu yang menjura dihadapannya; dan kagetnya dara dalam penyamaran itu adalah karena si penjual obat telah terlepas mengucap kata 'siao kouwnio', meskipun yang kemudian diralat menjadi 'siao siangkong'. Didalam hati dia berpikir apakah orang tua itu mengetahui tentang penyamarannya?

“Ah ling, Ah heng; lekas ucapkan terima kasih kepada siao siangkong...” kata lagi si penjual obat kepada kedua bocah yang membantu dia menjual obat, sedangkan si tukang obat itu lalu mengemasi barang barang miliknya yang berantakan.

H )X( ) (

DUA ANAK laki laki kecil itu ternyata bernama Cia Kun Liong dan adiknya bernama Cia Kun Houw, sedangkan ayahnya atau sipenjual obat itu bernama Cia Hay Eng. Mereka mengaku berasal dari dusun Hek-ek chung dekat kota Yang kiok, biasa melakukan perjalanan jauh melulu untuk menjual obat; dan didusun Lam hoan ceng itu mereka menginap ditempat yang sama dengan Go Hong Lian.

Adalah merupakan suatu kebiasaan yang cukup aneh dari si penjual obat Cia Hay Eng, karena meskipun usianya belum tua benar, akan tetapi dia selalu berlaku bagaikan dia sudah menjadi seorang kakek. Seorang kakek yang bahkan gemar minum arak, sehingga dilehernya dia sengaja mengalungi dengan sebuah guci tempat arak yang diikat memakai seutas tali dari otot sapi. Dan guci tempat arak yang selalu tergantung dilehernya itu, kelihatan sudah ada yang bolong di bagian atas menandakan guci arak itu mungkin sudah setua dia umurnya!

Dilain pihak, pemuda Cie Keng Thay kelihatan puas dengan kesudahan dari tindakan Go Hong Lian yang menyamar sebagai seorang pemuda.

Cie Keng Thay baru saja menyelesaikan makannya, ketika dilihatnya si penjual obat telah selesai menyimpan alat perabotnya dan sedang mendatangi hendak memilih tempat duduk yang tidak jauh terpisah dari tempat Cie Keng Thay; lalu si tukang obat itu memesan arak pada seorang pelayan.

Kemudian waktu si penjual obat ini beralih pandangan dan bertemu dengan pandangan mata Cie Keng Thay maka kelihatan situkang obat itu bersenyum menyatakan sudah hilang rasa mendongkolnya; dan situkang obat itu bahkan berdiri lalu mendekati tempat pemuda itu duduk.

"Silahkan lo jinkee duduk disini... " undang Cie Keng Thay yang sengaja berdiri dan memberi hormat waktu si tukang obat itu sudah berdiri dihadapannya; agaknya Cie Keng Thay dapat menyelami lagak dan gaya si tukang obat itu sehingga Cie Keng Thay sengaja menyebut dengan memakai istilah lo jinkee.

Setelah sekarang berada berdekatan maka pemuda Cie Keng Thay dapat bertambah jelas melihat guci arak yang tergantung di bagian leher si tukang obat.

Dengan didahului oleh tawanya yang ramah; maka si tukang obat duduk berhadapan dengan Cie Keng Thay dan setelah saling memperkenalkan diri, maka keduanya mulai membicarakan tentang peristiwa pertempuran tadi, dan Cia Hay Eng atau si tukang obat itu menyatakan khawatir; kalau kalau pihak hartawan Tan Kim An akan mengambil tindakan pembalasan, meskipun si tukang obat merasa yakin dan percaya bahwa 'siao kouwnio' tadi sangat gagah dan mahir ilmu silatnya.

“Mengapa lojinkee mengatakan siao kouwnio, padahal maksud lo jinkee adalah pemuda yang tadi telah memberikan pertolongan ?” tanya Cie Keng Thay, sedangkan didalam hati dia merasa curiga, sebab tadinya dia sudah mendengar percakapan antara Cia Hay Eng dengan Go Hong Lian, dan waktu itu Cia Hay Eng juga telah terlepas bicara dan memakai istilah 'siao kouwnio' yang kemudian telah diralat. Akan tetapi sekarang mengapa lagi lagi Cia Hay Eng masih memakai istilah ‘siao kouwnio’. Sementara itu sejenak Cia Hay Eng mengawasi muka Cie Keng Thay yang duduk dihadapannya; setelah itu dia perdengarkan suara tawa yang ramah dan dia berkata :

"Eh; maaf, aku yang sudah tua kan salah lihat. Maksudku siao siangkong tadi sangat gagah dan mahir ilmu silatnya, siapakah namanya?"

Pemuda Cie Keng Thay perlihatkan senyumnya, sambil dia menggelengkan kepala:

"Aku justeru tidak tahu karena tidak kenal. Bukankah lo jinkee sudah saling berkenalan tadi ...?"

“Eh, bukankah kalian sudah saling mengenal? aku lihat

tadi sambil makan perhatian kau banyak ditujukan padanya

?” kata lagi Cia Hay Eng dengan lagak jenaka; membikin Cie Keng Thay merah mukanya, karena tidak menduga tukang obat itu sempat memperhatikan dia sambil memperdagangkan obatnya.

"Memang benar perhatianku tadi banyak ditujukan kepadanya, karena..." pemuda ini tidak meneruskan perkataannya, karena dia merasa tidak perlu memberitahukan perihal semalam dia telah memberi bantuan kepada Go Hong Lian.

“Karena apa ?" tanya Hay Eng yang kelihatan ingin

mengetahui.

“Akh; tidak apa apa ..” sahut Cie Keng Thay agak gugup.

"Hayaa, kalian anak anak muda kadang-kadang membikin aku pusing kepala . ," kata lagi Cia Hay Eng namun dia sambung dengan suara tawanya untuk kemudian diminumnya araknya yang baru disediakan oleh seorang pelayan. Sehabis dia minum maka si penjual obat itu yang menyambung bicara.

".. menurut kata beberapa orang kenalanku, diatas gunung Hiong lam san yang letaknya tidak jauh terpisah dengan dusun ini katanya ada sebuah sarang berandal yang dipimpin oleh seorang laki laki galak bernama Ma Kong Ek, apakah hiantit mengetahui .. ?”

Cie Keng Thay manggut membenarkan dan berkata. "Memang benar bahwa diatas gunung Hiong lam san

terdapat kawanan berandal yang terkenal ganas dan kejam

akan tetapi mereka tidak pernah mengganggu dusun kami.."

Si tukang obat Cia Hay Eng tertawa setelah itu dia berkata lagi.

“Kau mengatakan kawanan berandal itu tidak mengganggu dusun ini kedengarannya memang mengherankan, akan tetapi setelah terjadinya peristiwa perkelahian tadi dan setelah aku mengetahui bahwa disini terdapat seorang hartawan yang bernama Tan Kim An, maka aku yakin bahwa antara si hartawan dan pihak berandal itu mempunyai hubungan yang erat . ,”

Pemuda Cie Keng Thay kelihatan kaget. Dia tidak heran kalau Cia Hay Eng mengetahui tentang kawanan berandal di atas gunung Hiong lam san, sebab memang sudah diketahui oleh banyak orang, akan tetapi apa yang menyebabkan si tukang obat merasa yakin bahwa antara pihak penjahat dengan pihak hartawan Tan Kim An terdapat hubungan yang erat ? Apakah melulu sebab dusun Lam hoan ceng tidak pernah diganggu oleh kawanan penjahat itu ? "Bagaimana lo jinkee bisa mengetahui bahwa antara mereka terdapat hubungan yang erat ...?" akhirnya sengaja Cie Keng Thay menanya.

“Oleh karena aku lihat, dua dari ketiga orang orang yang berkelahi tadi adalah rombongan pihak berandal, sedangkan yang seorang lagi adalah tukang pukulnya hartawan Tan Kim An ...” si tukang obat Cia Hay Eng.

Tiba tiba Cie Keng Thay bangun berdiri dari tempat dia duduk. Dia memerlukan menjura memberi hormat dan berkata :

“Lo-jinkee, maafkan mataku yang buta karena tidak mengetahui bahwa lo-jinkee sebenarnya adalah seorang locianpwee dari kalangan rimba persilatan,,..."

"Hayaaa...." kata Cia Hay Eng sambil dia memberikan tanda dengan tangannya, supaya Cie Keng Thay duduk lagi, setelah itu baru dia meneruskan perkataannya :

“kau anak muda benar benar membikin aku jadi pusing kepala. Kau tanya; aku jawab, akan tetapi tiba tiba kau menuduh aku sebagai seorang tetua dikalangan rimba persilatan. Kalau pihak berandal atau pihak hartawan Tan itu mendengar perkataan kau, maka kepalaku bisa copot. Hayaaa..."

Meskipun dia berkata begitu, akan tetapi si tukang obat itu tidak kelihatan marah, sebaliknya lagi lagi dia tertawa sambil dia bangkit untuk bangun berdiri, dan meninggalkan Cie Keng Thay yang tidak mencegah, karena pemuda ini merasa terpesona penuh keraguan.

Setelah merasa sudah cukup lama berada ditempat itu, maka akhirnya Cie Keng Thay pulang ke rumahnya, sementara pikirannya penuh dengan tanda tanya mengenai si tukang obat Cia Hay Eng dan si pemuda Go Hong Lian yang gagah perkasa.

Esok paginya lagi lagi Cie Keng Thay telah datang di rumah penginapan itu, dan dia menemui si tukang obat Cia Hay Eng sedang duduk seorang diri menghadapi araknya.

"Hayaa, Cie hiantit, aku sangka kau menginap disini, akan tetapi tadi malam aku mencari cari kau dan kau tidak kelihatan…” demikian si tukang obat menyambut kedatangan Cie Keng Thay dengan serangkaian perkataan, sedangkan sikapnya kelihatan gugup sekali.

“Adakah suatu keperluan yang menyebabkan lo cianpwee mencari cari siaotit ?” tanya Cie Keng Thay sambil dia perlihatkan senyumnya, padahal dia merasa heran karena katanya Cia Hay Eng mencari dia semalam.

“Lo lyianpwee, lo jinkee; hayaa! tadi malam aku benar benar memerlukan kau, sebab telah terjadi suatu pertempuran antara siao kouwnio; eh, siao siangkong yang telah didatangi oleh serombongan orang orang dari pihak hartawan Tan dan kawanan berandal dari gunung Hiong lam san...”

Si tukang obat Cia Hay Eng berhenti sebentar dan mengawasi muka Cie Keng Thay yang kelihatan terkejut, namun pemuda itu tersenyum waktu mendengar Cia Hay Eng lagi lagi telah memakai istilah 'siao kouwnio' yang kemudian dia ralat menjadi ‘siao siangkong’.

"Mereka yang datang tadi malam; ternyata orang orang yang mahir ilmu silatnya serta sudah terkenal keganasan mereka, karena mereka dua saudara Yo Keng dan Yo Heng, serta Leng Cun Siu yang menjadi pemimpin kedua pihak berandal diatas gunung Hiong lam san, yang bahkan membawa enam orang pengawal pilihan ..” "Lo cianpwee, kau benar benar hebat !" Cie Keng Thay memberikan pujian dan memutus perkataan si tukang obat Cia Hay Eng, dan karena dia merasa kagum dengan pengetahuan si tukang obat itu yang mengetahui nama nama pihak gerombolan penjahat dari atas gunung Hiong lam sam.

“Hebat. Apanya yang hebat .." gerutu Cia Hay Eng; akan tetapi dia meneruskan perkataannya:

" .. tadi malam kebenaran aku belum tidur waktu mereka datang, dan langsung telah terjadi pertempuran antara mereka melawan siao kouwnio yang gagah perkasa itu. Agaknya dua bersaudara Yo Keng dan Yo Heng sudah pernah bertempur dengan siao kouwnio itu, sebab kedua bersaudara itu sambil bertempur telah perdengarkan suara gerutuan mereka, yang mengatakan bahwa mereka pernah dikalahkan oleh siao kouwnio itu melulu sebab sudah dibokong oleh temannya siao kouwnio yang katanya memakai tutup muka dengan secarik kain warna hijau, sehingga tidak dikenali siapa orangnya; sedangkan aku si orang tua merasa yakin bahwa temannya siao kouwnio itu adalah kau ..,”

"Aih, lo cianpwee sudah tambah melantur dan sembarangan menuduh ...” bantah Cie Keng Thay, akan tetapi sambil dia bersenyum sedangkan Cia Hay Eng tidak menghiraukan dan meneruskan perkataannya ;

“Sepasang golok dari dua bersaudara Yo Heng dengan dahsyat telah melakukan berbagai serangan maut, namun sekali waktu aku melihat siao kouwnio itu bergerak dengan jurus dari "peng see lok dan” (burung belibis turun dipasir), yakni disatu pihak pedangnya dapat menghalau goloknya Yo Keng, lalu ujung pedangnya yang terpental secara tidak langsung telah menyambar Yo Heng yang memang masih terluka sebab pundaknya masih dibalut, sehingga kelihatannya Yo Heng tidak berdaya menghindar dari ancaman maut yang datangnya diluar dugaan itu. Akan tetapi syukur bagi Yo Heng, karena waktu itu Leng Cun Siu ikut melompat mendekati sambil dia menghalau pedangnya siao kouwnio memakai senjatanya yang istimewa; yang merupakan sebatang pedang ceng liong kiam!"

“Pedang ceng liong kiam ? bukankah pedang itu menjadi miliknya persekutuan ‘ceng liong pang' diatas gunung ceng liong-san ?" tanya Cie Keng Thay yang menjadi terkejut, sampai dia memutuskan perkataan si tukang obat Cia Hay Eng.

"Aku tidak perduli tentang pedang siapa ? akan tetapi yang aku lihat pedang ceng liong kiam dipakai oleh Leng Cun Siu. Dan kau jangan memutus dulu ceritaku," sahut si tukang obat Cia Hay Eng; akan tetapi tidak lupa dia minum araknya sebelum dia menyambung mengoceh :

"... maka pedang ceng liong kiam saling bentur dengan pedang ku tie kiam yang dipegang oleh siao kouwnio itu; sampai mengeluarkan lelatu anak api, namun kedua pedang pusaka itu ternyata tiada yang rusak ataupun cacad."

"Tunggu! Lo cianpwee tadi mengatakan pedang siao kouwnio itu adalah pedang 'ku tie kiam' adalah miliknya tayhiap Wei Beng Yam, mungkin dia , . , "

"Hayaa kau anak muda kenapa suka jadi anak bandel ? Kau dengarkan dulu ceritaku, habis itu baru kau bertanya. Siao kouwnio itu melompat mundur hendak memeriksa pedangnya; juga Leng Cun Siu melakukan hal yang sama. Akan tetapi Yo Keng telah pergunakan kesempatan itu, dan dengan cara keji dia membokong siao…siao… siao siangkong itu dengan suatu bacokan maut, sedangkan siao siangkong itu bagaikan tidak menyadari akan adanya serangan bokongan itu, untung bahwa pada waktu itu; aku yang sedang asyik menonton telah dibentur oleh salah seorang berandal, sehingga tubuhku terjerumus membentur tubuh Yo Keng mengakibatkan serangan bokongan itu menyeleweng lewat disisi tubuhnya siao siangkong .. "

Sekali lagi Cia Hay Eng menunda perkataannya, sebab dia merasa perlu untuk minum araknya, sedangkan waktu itu pemuda Cie Keng Thay kelihatan bersenyum mengandung arti.

"Dalam marahnya, Yo Keng berteriak seperti maling kesiangan, lalu dia memerintahkan semua kawanan berandal mengepung siao siangkong, dan aku yang tanpa disengaja telah berada didalam kancah pertempuran; melulu sebab aku terbentur orang sehabis aku mencari kau yang tidak aku lihat…”

“Sayang sekali…" gumam Cie Keng Thay bagaikan dia tidak sengaja.

"Sayang? Apa maksud kau dengan kata sayang itu..” tanya Cia Hay Eng, dan sekali lagi dia pergunakan kesempatan itu buat dia minum araknya.

“Sayang sekali bahwa aku tidak hadir pada kesempatan lo cianpwee perlihatkan kesaktian . ,”

“Hayaaa ! kau benar benar telah menghina aku si orang tua sudah dekat dengan liang kubur , ." kata Cia Hay Eng; dan arak yang masih ada dimulutnya hampir menyambar muka Cie Keng Thay kalau tidak keluar dari mulutnya.

Dan disaat si tukang obat itu hendak meneruskan perkataannya maka tiba tiba dia menunda sebab pandangan matanya mengawasi arah pintu rumah penginapan itu; kelihatan seperti terkejut sehingga Cie Keng Thay memutar tubuh buat ikut melihat. Ternyata waktu itu kelihatan ada seorang perempuan muda yang sedang memasuki ruang tamu di rumah penginapan itu. Dengan langkah kaki yang gagah dan galak perempuan muda itu mendekati tempat pengurus rumah penginapan; sementara ditangannya kelihatan dia membawa pedang dengan sarungnya yang indah.

Waktu sudah berhadapan dengan pengurus rumah penginapan, perempuan muda itu dengan suara garang telah menanyakan nama Go siangkong.

(umurnya tentu lebih muda dari aku…) pikir Cie Keng Thay didalam hati; sedangkan si tukang obat Cia Hay Eng kedengaran berkata dengan suara perlahan :

"Hayaa, dia juga mencari siangkong…"

"Oh, menjadi Go siangkong itu adalah nama dia? entah siapa nama perempuan yang baru datang itu…?” kata Cie Keng Thay, juga dengan suara yang perlahan.

“Khabarnya dia bernama Sie Liu Hwa, keponakan luar dari Ma Kong Ek, kepala berandal diatas gunung Hiong lam san…” sahut Cia Hay Eng yang kelihatan sedang memikirkan sesuatu.

Disaat berikutnya mereka melihat Go Hong Lian telah keluar dengan cara berpakaian yang tetap seperti seorang pemuda, dan dara dalam penyamaran sepasang matanya melirik kearah si tukang obat yang duduk bersama Cie Keng Thay.

“Apakah siangkong yang bernama Go Hong Gie ?" terdengar Sie Liu Hwa menanya sambil dia berdiri dan memberi hormat sementara jelas kelihatan mukanya dihias dengan seberkas senyum, oleh karena dia sedang menghadapi muka yang tampan dari pemuda yang sedang dia ajak bicara. “Benar ----“ sahut dara dalam penyamaran itu, sedangkan di dalam hati dia yakin bahwa tamu ini tentu sudah bertemu dengan Lauw Lan Nio; sebab hanya kepada Lauw Lan Nio dan ayahnya dia pernah membohong memakai nama Go Hong Gie.

"Namaku Sie Liu Hwa .." terdengar lagi kata dara yang menjadi tamu itu bahkan mengundang atau mempersilahkan Go Hong Lian duduk; setelah itu dia menambahkan perkataannya :

“…pamanku adalah Ma Kong Ek, pemimpin pertama dari orang orang gagah yang bermukim diatas gunung Hiong lam san."

Di dalam hati Go Hong Lian merasa terkejut, akan tetapi tidak dia perlihatkan pada wajah mukanya yang kelihatan tetap bersikap tenang.

Memang telah diketahuinya bahwa Ma Kong Ek adalah pemimpin berandal diatas gunung Hiong lam san, akan tetapi dia tak menduga bahwa kepala berandal itu mempunyai keponakan perempuan yang cantik dan genit seperti Sie Liu Hwa yang sedang duduk berhadapan dengan dia.

"Pada waktu ini istri siangkong yang semula kami kenal dengan nama Lauw kouwnio berada diatas gunung Hiong lam san; akan tetapi jangan siangkong cemas sebab keselamatan isterinya siangkong kami jamin.”

Sekarang benar benar Go Hong Lian menjadi terkejut oleh karena sesungguhnya dia tidak menyangka kalau Lauw Lan Nio telah ditahan oleh pihak berandal diatas gunung Hiong lam san sebab menurut penyelidikan yang telah dia lakukan maka dia merasa bahwa Lauw Lan Nio menjadi tawanan pihak hartawan Tan Kim An didusun itu. “Sebenarnya pamanku sedang berada dalam keadaan marah marah, dia hendak datang sendiri buat menemui siangkong; akan tetapi aku mencegah sebab yakin akan terjadi perselisihan yang tidak ada gunanya padahal maksud kami adalah hendak mengadakan suatu pembicaraan dengan siangkong dan kedatanganku ini adalah untuk mengundang siangkong singgah ditempat kami ..."

Si tukang obat Cia Hay Eng berdua pemuda Cie Keng Thay yang sejak tadi memang sedang mendengarkan pembicaraan yang dilakukan oleh Sie Liu Hwa berdua Go Hong Lian akhirnya kedua orang ini menjadi terkejut ketika mengetahui bahwa dara dalam penyamaran itu menyatakan kesediaannya ikut dengan Sie Liu Hwa untuk mendaki gunung Hiong lam san.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar