jilid 15
“BEDEBAH penyerobot pacar orang. !” sahut Ciu San
Bin bertambah marah; dan dia mengulang serangannya dengan gerak tipu 'beng-eng coan-in’ atau burung garuda terbang menembus angkasa.
Lim Seng Hong tertawa mengejek sambil dia bergerak menyamping, membiarkan kepalan lawan lewat disisinya; lalu dengan gerak tipu 'pek ho liang cie' (bango putih mementang sayap), maka sebelah tangannya membentang berusaha hendak menangkap lengan lawannya.
"Bagus !” seru Ciu San Bin yang dengan tangkas telah
membalik telapak tangannya, dan telapak tangan itu lalu menyambar leher lawannya sebelum kena dipegang. Geraknya itu adalah memakai jurus dari 'beng tek hian to' atau Beng tek persembahan golok, yang dia paksakan dan gunakan dalam ilmu silat tangan kosong!
Untuk menolong diri, maka Lim Seng Hong menunduk dengan gerak tipu 'hong hong tiam tiauw' (burung hong manggut) lalu kakinya menendang membikin lawannya harus lompat tinggi dan jauh; sehingga keduanya berdiri bebas saling mengadu pandang.
Setelah sejenak saling mengawasi, maka Ciu San Bin lalu mengeluarkan senjatanya yang berupa sebatang pedang yang tajam:
"Lim Seng Hong, kau keluarkan senjatamu..!" teriak pemuda Ciu San Bin yang tidak tertahankan marahnya.
Lim Seng Hong yakin bahwa dia tidak mungkin dapat meredakan rasa marah sahabatnya yang sekarang berubah menjadi lawannya sehingga dia ikut mengeluarkan pedangnya; akan tetapi masih sempat dia melirik ke arah dara Lie Sin Lan, dan yang dilirik ini justru sedang mengawasi sambil perlihatkan senyum yang nakal.
("alangkah baiknya kalau pada saat ini muncul pemuda ketiga yang perkasa ...,") pikir dara Lie Sin Lan didalam hati; sehingga senyumnya tambah menghias dimukanya, dan bagi Lim Seng Hong, senyum dara binal itu dianggap sebagai senyum bangga, sebab dia sebagai kekasihnya telah bertindak sebagai seorang ksatria yang siap membela!
Dilain pihak, pemuda Ciu San Bin ikut melirik dara pujaan hatinya, tetap disaat dara Lie Sin Lan baru menukar pandang mengawasi dia, dengan senyum yang tetap menghias dimukanya; memaksa pemuda Ciu San Bin jadi teringat dengan tempo dulu, waktu dia pernah menipu dara pujaan hatinya itu, mengatakan bahwa ditelaga 'Pek lay tie’ ada seekor buaya buntung, dan dia lalu menarik-narik sebelah lengan dara pujaan hatinya buat mengajak melihat. Akan tetapi waktu mereka tiba di tepi telaga yang dimaksud, dara pujaan hatinya menanyakan tentang buaya buntung itu; maka secara tiba-tiba Ciu San Bin merangkul, mencium dan kemudian mereka mandi bersama-sama di telaga yang jernih dan sejuk airnya itu sambil memadu kasih.
“Hey, mengapa kalian melamun .,,?” terdengar suara dara Lie Sin Lan menyapa: memaksa kedua pemuda itu jadi tersentak seperti baru terbangun dari tidur; dan Ciu San Bin cepat-cepat mendahulukan menyerang dengan pedangnya, bahkan menyerang dengan serangkaian bacokan dan tikaman maut, karena dia langsung bergerak dengan ilmu silat pedang Bu tong kiam hoat !
Sudah tentu Lim Seng Hong jadi kelabakan menghadapi serangan sehebatnya yang membabi buta seperti iblis yang sedang mengamuk, akan tetapi berkat ketangkasannya; cepat juga pemuda ini dapat menghindar dari berbagai serangan maut itu.
('akan aku buka matamu bahwa ilmu silat pedang golongan Siao lim kagak boleh dianggap remeh......!') Lim Seng Hong berkata didalam hati; kemudian dengan lincah dia mulai melakukan serangan balasan, sehingga disuatu saat dengan gerak tipu tiang coa cut tong (ular keluar dari liang), dia mengarahkan serangannya pada muka lawannya, akan tetapi waktu lawannya menangkis maka terdengar bunyi suara kedua pedang mereka yang saling bentur.
Kedua pemuda itu kemudian sama-sama lompat mundur memisah diri dan memeriksa senjata mereka, takut senjata pemberian guru mereka jadi gompal.
Setelah masing-masing meneliti senjata mereka maka kedua pemuda itu saling maju lagi buat meneruskan pertempuran mereka; sampai tiba-tiba mereka menjadi terkejut, oleh karena mendadak mereka telah dirintang oleh seseorang; dirintang selagi mereka saling menyerang; dengan suatu tarikan yang kuat yang menyebabkan mereka berdua terpisah bahkan terjatuh duduk !
"Siapa kau ...!" bentak Ciu San Bin sangat marah setelah dilihatnya yang datang mengganggu pertempuran mereka itu adalah seorang pemuda bermuka tampan dan kelihatan lemah lembut gerak tubuhnya.
"Ha ha ha ! kalian berdua berkelahi hendak memperebutkan seorang dara. Ini sudah aku saksikan sejak tadi. Apakah memang demikian ajaran guru kalian .. ?” demikian terdengar kata pemuda yang memisah perkelahian itu sambil dia perdengarkan suara tawa mengejek.
Lim Seng Hong menyadari setelah dia mendengar perkataan pemuda itu, bahwa dia telah menyeleweng dari ajaran gurunya. Akan tetapi dia merasa tersinggung karena pemuda itu sedang mengejek dia, dan waktu dilihatnya Ciu San Bin sedang bergegas hendak menyerang pemuda itu, maka dia pun ikut bergerak membarengi, hendak mengepung pemuda pendatang baru itu.
"Mampus kau manusia usil ...!" seru Ciu San Bin yang menikam dengan pedangnya.
Pemuda pendatang baru itu tetap perdengarkan suara tawa mengejek, sementara dengan tenang dia bersilat dengan gerak yang gesit dan lincah, tanpa dia memakai senjata dia tidak gentar menghadapi dua lawan yang bersenjata pedang.
Akan tetapi, meskipun pemuda pendatang baru itu tidak bersenjata; namun sepasang tangannya sangat berbahaya. Setiap serangannya merupakan serangan-serangan maut sebab dia telah mengerahkan tipu ‘hun kin co kut ciu' (ilmu memecah otot memindah tulang); sementara tubuhnya sangat lincah dan gesit, membikin kedua pedang lawannya tidak pernah berhasil menyentuh bajunya, apalagi tubuhnya. Padahal baju yang dipakainya itu berkibar-kibar di antara gerak tubuhnya, sehingga sangat indah dipandang mata; membikin dara Lie Sin Lan perdengar suara bersorak memuji!
Disuatu saat Lim Seng Hong kehilangan pedangnya, menjadikan pemuda itu berdiri terpesona dan melirik kearah Ciu San Bin; dan Ciu San Bin pada waktu itu juga sedang kehilangan pedangnya, dan sedang mengawasi.
Selagi kedua pemuda itu berdiri dengan merasa heran, maka didengarnya suara tawa dari lawan mereka yang waktu itu sedang mengawasi dengan tenang, dan pada sepasang tangannya sedang memegang pedang milik Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin !
Setelah ia berhenti tertawa; maka pemuda pendatang baru itu berkata :
"Nah, kalian ambillah pedang pedang kalian, sebab aku pun tak membutuhkan senjata kalian yang tidak ada harganya ini ...”
Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin buru-buru menyambuti senjata mereka yang dilontarkan oleh pemuda pendatang baru itu dan selagi keduanya masih terpesona, maka pemuda pendatang baru itu bergerak dengan lincah dan gesit, membawa lari dara Lie Sin Lan yang kelihatan meronta-ronta didalam panggulan pemuda pendatang baru itu.
"Mari kita kejar . ,. !" seru Lim Seng Hong bagaikan baru tersadar. “Hei, maling! Kembalikan gadis itu.,!" seru Ciu San Bin yang buru-buru ikut mengejar sebab Lim Seng Hong mendahulukan lari.
Kedua pemuda yang sedang berlomba hendak merebut kasih sayang dara Lie Sin Lan itu, bagaikan telah bersepakat menjadi rekan kembali berusaha mengikuti jejak pemuda pendatang baru tadi yang membawa lari kekasih mereka. Akan tetapi sampai jauh mereka memasuki daerah belukar, namun tidak berhasil mereka menemukan yang dicarinya !
Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin menjadi gelisah dan cemas karena kehilangan dara Lie Sin Lan, terlebih ketika kedua orang tua Lie Sin Lan menyalahkan kedua orang pemuda itu yang dianggap sebagai pembawa bencana yang mengakibatkan anak dara mereka menjadi hilang.
Didalam waktu sekejap maka ramai penduduk setempat menghebohkan hilangnya dara Lie Sin Lan, bahkan ada orang-orang yang mengatakan bahwa dara Lie Sin Lan diculik dirumahnya, waktu dara binal itu sedang tidur didalam kamarnya!
Dua hari setelah terjadinya peristiwa itu, dan selagi penduduk setempat masih ramai membicarakan tentang hilangnya atau diculiknya dara Lie Sin Lan, maka pada malam itu telah lenyap lagi seorang anak dara, sehingga benar-benar merupakan suatu peristiwa yang menakutkan bagi para penduduk setempat, terutama bagi mereka yang mempunyai anak dara.
Para penduduk kemudian berdaya dan mengerahkan segenap tenaga mencari jejak penculik atau anak-anak perawan yang diculik, namun usaha mereka ternyata sia-sia belaka. Sementara itu Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin merasa yakin peristiwa penculikan dilakukan oleh orang yang sama, yakni si pemuda pendatang baru yang pernah mereka tempur dan yang membawa lari dara Lie Sin Lan.
Didekat perbatasan dusun itu, dijalan yang sunyi dan yang menuju keatas gunung Pek hong san terdapat sebuah kuil tua yang sudah lama tidak dipergunakan lagi.
Adalah berkat hasil penyelidikan Lim Seng Hong, maka pemuda ini mengetahui bahwa kuil tua yang sudah tidak dipergunakan itu, sekarang sudah ada yang mendiami dan mendapat rawatan meskipun pada bagian luar kuil itu kelihatan tetap tidak terurus, agak menyeramkan karena banyaknya pohon pohon lebat dan tanaman tanaman merambat.
Tentang penemuannya itu Lim Seng Hong tidak memberitahukan kepada Ciu San Bin, sebaliknya seorang diri pemuda itu meneruskan penyelidikannya yakni pada suatu malam yang gelap dia mendatangi kuil itu.
Dengan langkah kaki berhati-hati pemuda Lim Seng Hong berhasil lompat naik keatas genteng, lalu dengan gerak yang ringan dan berlaku waspada, maka pemuda ini meneliti sampai kemudian dia menemukan suatu ruangan yang kelihatan terang dan terdengar suara percakapan dari beberapa orang.
Didalam ruangan itu ternyata sedang berkumpul sejumlah orang laki laki yang semuanya berpakaian serba hitam dan serba ringkas. Mereka semua berdiri tegak dengan sikap militer, sementara seorang di antaranya kelihatan sedang berdiri berhadapan dengan seseorang yang sedang duduk, dan seseorang yang sedang duduk itu memakai pakaian serba hijau, bahkan memakai tutup kepala berupa selubung dari kain warna hijau, sehingga hanya pada bagian sepasang mata dan hidung yang berlubang, mengakibatkan orang itu tidak terlihat wajah mukanya.
Adalah dari nada suaranya yang agak serak-parau, maka diketahui oleh Lim Seng Hong yang sedang mengintai, bahwa orang itu adalah seorang lelaki dan nada suara itu mirip benar dengan nada suara si pemuda yang telah menculik dara Lie Sin Lan!
Pada mulanya Lim Seng Hong ingin segera memasuki ruangan itu, dan menyerang musuhnya yang membawa lari kekasihnya, akan tetapi dia sabarkan diri sebab waktu itu didengarnya lelaki terselubung itu sedang bicara pada orang yang sedang berdiri dihadapannya :
" , . , jadi mereka telah membasmi cabang yang di kota Soan hoa, akan tetapi sayangnya kau tidak mengetahui kemana tujuannya Bhok leng siangjin berdua niocu. Aku girang bahwa kau memiliki kecerdasan memerintah nomor tiga belas dan lima-belas untuk mengikuti jejak orang orang yang telah melakukan penyerangan terhadap markas di kota Soan hoa itu, dan aku harap nomor tiga belas berdua lima- belas tidak melupakan dengan tanda-tanda yang harus mereka berikan, supaya memudahkan aku menyusul mereka. Sebenarnya aku senang dengan tempat ini dan aku justeru bermaksud hendak membangun markas cabang di desa ini; akan tetapi karena adanya urusan ini, maka terpaksa aku harus menunda niat itu, dan selama aku dalam bepergian, aku menghendaki kau mewakilkan kedudukanku dan menjalankan tugas-tugas sesuai seperti apa yang sudah aku tentukan...”
Sementara itu, Lim Seng Hong sudah merasa habis sabar, dan selagi dia hendak mengatur siasat buat menghadapi musuhnya; mendadak dia mendengar sesuatu gerak yang tidak wajar didekatnya dan waktu dia meneliti maka sempat dilihatnya ada sesuatu bayangan hitam yang sedang bergerak hendak meninggalkan kuil tua itu.
Oleh karena teringat bayangan hitam itu mungkin adalah Ciu San Bin, maka buru-buru Lim Seng Hong mengejar; akan tetapi bayangan hitam itu bagaikan mengetahui dirinya sedang dikejar, sehingga dia mempercepat larinya, dan kalau Lim Seng Hong tertinggal terlalu jauh, maka bayangan hitam itu menunggu untuk kemudian lari lagi, membikin Lim Seng Hong jadi penasaran karena yakin bahwa bayangan hitam itu sengaja sedang mempermainkan dia.
Dengan mengerahkan segala kemampuannya yang ada padanya, Lim Seng Hong terus melakukan pengejaran, sampai tiba-tiba bayangan hitam itu menghilang, dan Lim Seng Hong tanpa sadar telah berada didekat rumahnya sendiri !
Pada mulanya Lim Seng Hong mencurigai bahwa bayangan hitam itu adalah Ciu San Bin yang sengaja telah mengikuti dia. Akan tetapi akhirnya dia ragukan kalau Ciu San Bin memiliki ilmu lari cepat yang melebihi kemampuan dia.
Esok paginya Ciu San Bin datang kerumah Lim Seng Hong, akan tetapi waktu dia diundang untuk duduk, kelihatan jelas bahwa Ciu San Bin sedang dalam keadaan marah.
“Lim Seng Hong, apa yang menyebabkan kau sehingga tadi malam kau mengintai dirumahku? apakah kau menyangka Lan moay berada didalam rumahku ?"
demikian terdengar Ciu San Bin berkata, tanpa dia mau diundang untuk duduk.
Lim Seng Hong berdiri terpesona waktu mendengar tuduhan sahabatnya yang sekaligus menjadi saingannya itu, padahal semalam dia melakukan penyelidikan dikuil tua, akan tetapi Lim Seng Hong berusaha sabarkan diri dan berkata:
“Ciu heng, sebenarnya apa yang telah terjadi ... ?”
"Bedebah, kau jangan berlagak dihadapanku. Kau sengaja mengintai dirumahku, waktu aku keluar dan mengejar, maka kau lari tetapi tidak pulang kerumahmu. Aku terus saja mengejar akan tetapi kau menghilang sampai kemudian aku lihat kau lari cepat kearah perbatasan dusun
... - “ sahut Ciu San Bin yang agaknya sudah meluap marahnya.
"Akan tetapi, Ciu heng; aku benar-benar tidak mengintai dirumahmu ... " bantah Lim Seng Hong yang kelihatan menjadi gugup.
"Lalu kemana kaupergi tadi malam ?” tanya Ciu San Bin yang tidak menghiraukan Lim Seng Hong menyangkal.
"Aku ... aku ... " Lim Seng Hong ragu-ragu mengatakan bahwa semalam dia telah mendatangi dan mengintai sebuah kuil tua di perbatasan.
"Aku tahu kau hendak memiliki Lan moay seorang diri.....!” kata lagi Ciu San Bin dengan nada suara mengejek; membikin Lim Seng Hong tak kuasa lagi menahan sabar, dan bagaikan berteriak ia berkata: "Apakah kau menghendaki kita sama-sama memiliki Lan moy ...?"
"Bedebah kau ! aku tidak mau dimadu oleh kau. Aku menghendaki kita bertempur untuk menentukan siapa yang berhak memiliki Lan moay ..."
Lim Seng Hong hendak menerima tantangan dari saingannya itu, akau tetapi tiba-tiba didengarnya suara ribut-ribut di luar rumahnya yang berupa teriakan dari beberapa orang: "Anjing anjing kerdil Lim Seng Hong dan Ciu San Bin, lekas kalian keluar buat menerima maut!" demikian terdengar teriakan suara itu.
Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin menjadi terkejut. Serentak keduanya lari keluar, dimana mereka melihat adanya sembilan orang lelaki berpakaian serba hitam yang lagaknya sangat garang.
Segera Lim Seng Hong mengetahui bahwa mereka adalah orang orang dikuil yang semalam dia lihat.
"Tjiu heng, mereka adalah orang-orang yang berkomplot dengan si penculik Lan-moay .." kata Lim Seng Hong dengan suara perlahan kepada Ciu San Bin.
Ciu San Bin merasa heran dan tidak percaya, akan tetapi dia menanya :
"Bagaimana kau mengetahui .. , ."
"Semalam aku mengintai ditempat mereka," sahut Lim Seng Hong tetapi dengan suara perlahan :
"Bagus, marilah kita hadapi mereka setelah itu kita berdua berkelahi buat menentukan siapa yang lebih berhak untuk memiliki Lan-moay .." sahut Ciu San Bin yang tetap kelihatan marah.
"Ha ha ha .. !" terdengar tawa seseorang dari rombongan orang-orang yang tidak diundang itu yang lalu meneruskan berkata :
“... kalian masih mau memperebutkan perempuan yang
telah hilang perawannya ...!"
Tak dapat Ciu San Bin menahan marahnya ketika didengarnya perkataan orang itu, dengan didahului oleh teriak suaranya, maka dia lompat menyerang orang yang mengejek itu, menyerang memakai pedangnya dengan menggunakan jurus dari ‘lan hoan siam kiam' (tiga pedang saling susul), oleh karena sedemikian lekas dilihatnya orang itu sempat berkelit, maka serangan kedua telah dia kerahkan mencari sasaran kepala orang itu, akan tetapi waktu San Bin merobah arah pedangnya dengan serangan ketiga yang mencari sasaran bagian bawah, antara sepasang paha laki laki itu !
Dalam kagetnya laki laki itu berusaha Ioncat tinggi buat menghindar, akan tetapi dia kalah cepat dan betisnya terkena tikaman pedang Ciu San Bin, sampai betis itu berdarah dan dia berteriak kesakitan.
Maksud hatinya, ingin benar Ciu San Bin menyerang lagi supaya maut menjadi bagian orang itu; akan tetapi niatnya tidak dapat dia laksanakan, sebab dia justeru harus lompat menghindar kesamping kiri, karena diketahuinya ada seorang musuh yang telah membokong dia.
"Bagus, kau hendak mewakilkan dia berangkat ke neraka
...!” seru Ciu San Bin; sementara pedangnya dengan pesat telah bergerak menggunakan jurus pelangi menutup matahari (pek hong kuan jit); akan tetapi waktu lawan itu hendak menangkis pedang yang sedang mengarah bagian kepala, maka tiba-tiba Ciu San Bin telah membatalkan serangannya, sebaliknya kakinya menendang tepat pada betis lawan itu sehingga lawan itu rubuh terguling; dan tempatnya segera diganti oleh rekannya yang harus bertempur menghadapi Ciu San Bin.
Dilain pihak, dengan memakai jurus 'peng see lok gan' (burung belibis turun dipasir), maka Lim Seng Hong telah terjun pula kedalam arena pertempuran; sehingga di saat berikutnya dia telah dikepung melawan tiga orang musuh namun tanpa gentar dia perlihatkan kemahiran ilmu silatnya, sedangkan didalam hati dia merasa iri karena melihat dalam sekejap saingannya telah berhasil mengalahkan dua orang lawannya.
Gerak pedang Lim Seng Hong bagaikan ular yang berbelit karena sesungguhnya dia telah merobah cara bertempurnya, memakai jurus jurus ilmu silat pedang "ngo heng kiam-hoat” yang khas diciptakan oleh kaum Siaolim yakni pada pecahan ilmu silat ular atau 'coa kun’.
Sebenarnya tidaklah diketahui oleh Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin, bahwa rombongan musuh itu sebenarnya merupakan gerombolan dari Hong bie kauwcu; oleh karena pada baju mereka terdapat gambar kepala binatang rase warna putih dalam suatu lingkaran.
Jauh dari kota Kay hong, Gan Hong Bie berdua isterinya sedang melakukan perjalanan menuju ke kota Oei kee tin yang hendak memenuhi undangan dari Pangeran Kim Lun Hoat ong; oleh karena pangeran yang sedang mengumpulkan tenaga buat melakukan pemberontakan itu sudah cukup mengetahui tentang kegagahan Kay hong siangkoay atau sepasang jejadian dari Kay hong yang terkenal kejam dan banyak memiliki akal muslihat. Kepada suami isteri ini, maka pangeran Kim Lun bersepakat bahkan memberikan biaya secukupnya buat Gan Hong Bie berdua isterinya membentuk suatu persekutuan dengan memakai nama Hong bie pang, yang maksudnya hendak mengumpulkan sebanyak mungkin orang-orang gagah dari golongan hitam, buat mendukung gerakan yang akan dilakukan oleh Kim Lun Hoat ong; dan sebagai pusat dari markas Hong bie pang, maka telah dipilih tempat jauh diperbatasan kota Gan bun koan, didalam wilayah kekuasaan bangsa Watzu oleh karena dalam rencana gerakannya itu, Kim Lun Hoat ong mengikut sertakan bangsa Watzu yang sudah menyatakan kesediaan untuk mendukung sepenuhnya. Hong bie pang yang tugasnya hendak mengumpulkan orang orang gagah yang bakal mendukung gerakan Kim lun Hoat ong, diperintahkan untuk membentuk cabang cabang dikota mana saja yang memungkinkan termasuk dikota Soan hoa yang sengaja dirintis oleh Hong bie niocu; selagi Hong bie kauwcu memisah diri buat membentuk cabang- cabang dikota lain.
Jelas merupakan berita yang sangat mengejutkan hati ketika Hong bie kauwcu atau Gan Hong Bie diberitahukan bahwa Hong-bie pang cabang dikota Soan hoa telah dibasmi oleh pihak para pendekar, namun rada lega hatinya ketika dia mengetahui bahwa isterinya sudah berangkat meninggalkan kota Soan hoa bersama Bhok leng siangjin ketika peristiwa itu terjadi.
Waktu menerima laporan dari anak buahnya yang membawa berita, sengaja Gan Hong Bie menyesali bahwa yang membawa laporan itu tidak mengetahui kemana tujuan Bhok leng siangjin berdua Lie Bie Nio, padahal Gan Hong Bie sudah mengetahui bahwa isterinya pasti akan diajak pulang kemarkas pusat Hong bie pang; oleh karena Bhok leng siangjin yang sengaja menyusul; pasti membawa berita penting yang diperoleh dari Kim Lun Hoat ong.
Hasrat hatinya ingin benar Gan Hong Bie mengejar pihak musuh yang telah membasmi markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa, akan tetapi oleh karena dia menyadari betapa pentingnya berita yang dikirim oleh Kim Lun Hoat ong, maka dia memutuskan akan ikut berkumpul dengan isterinya dan dengan Bhok leng siangjin.
Tempat yang berupa sebuah kuil tua didusun Pek chung; terpaksa dia tinggalkan untuk diurus oleh anak buahnya, meskipun cabang Hong bie pang didusun itu belum secara resmi dibentuk, disamping itu dia juga terpaksa harus meninggalkan dara Lie Sin Lan yang menjadi rebutan dua pemuda Ciu San Bin dan Lim Seng Hong.
Dara Lie Sin Lan memang telah menyaksikan kegagahan si pemuda pendatang baru yang dengan mudah mengalahkan dua pemuda yang sedang berlomba hendak merebut cinta kasihnya. Dara nakal ini pun terpesona dengan muka tampan dari pemuda yang perkasa itu; sehingga waktu tubuhnya dipanggul dan dibawa kabur dia hanya perlihatkan lagak seperti meronta, padahal didalam hati dia merasa girang dan mengucap syukur karena dia telah menemukan seorang pemuda idaman hatinya.
Dara Lie Sin Lan tidak mengetahui bahwa adalah menjadi kebiasaan Gan Hong Bie yang selalu mengganti ujut melakukan penyamaran, kalau dia sedang melakukan pekerjaan dan harus bertemu dengan orang orang, itu sebabnya tidak banyak orang yang mengetahui tentang ujut yang sebenarnya dari Gan Hong Bie alias Hong bie kauwcu; yang sebenarnya usianya sudah tidak muda lagi. Cara dia melakukan penyamaran adalah dengan memakai semacam topeng yang dibikin dari bahan yang mirip dengan kulit manusia, sehingga umumnya tidak mudah buat seseorang mengetahui bahwa Gan Hong Bie sedang melakukan penyamaran.
Gan Hong Bie dalam ujut penyamaran sebagai seorang pemuda yang tampan membawa dara Lie Sin Lan ke kuil tua yang dijadikan tempat kediamannya. Dia tertawa tak hentinya waktu diketahuinya dara nakal yang menjadi rebutan dua orang pemuda itu, ternyata dengan rela telah menyerahkan diri dan memberikan kepuasan buat dia. Akan tetapi adanya 'urusan' lain yang lebih penting, maka terpaksa Lie Sin Lan ini juga ditinggalkan; dan pagi itu secara tergesa-gesa Gan Hong Bie berangkat menuju perbatasan kota Gan bun koan. Sementara itu, pertempuran yang sedang dilakukan oleh dua pemuda Lim Seng Hong dan Ciu San Bin yang melawan kelompok orang-orang Hong bie pang, masih terus berlangsung dan Lim Seng Hong tetap mengerahkan ilmu "ngo heng kiam hoat" untuk dia mengimbangi diri dari tiga orang pengepungnya. Akan tetapi waktu musuh ke empat ikut memasuki arena pertempuran; maka jelas kelihatan bahwa pemuda Lim Seng Hong menjadi terdesak.
"Kalian kawanan pengecut yang hanya bisa mengepung,” teriak Lim Seng Hong dengan geramnya, akan tetapi seorang lawan yang memakai senjata 'ko loaw pian' (cambuk kepala tengkorak), dengan tawa mengejek dia berkata:
"Kalian berdua justeru adalah cacing-cacing kepanasan yang harus mampus ..!"
Sehabis berkata begitu, maka orang itu telah mengatur serangannya memakai senjatanya yang istimewa; sebab pada mulut kepala tengkorak yang bolong terbuka kelihatan ada sebarisan gigi-gigi tengkorak yang sebenarnya mengandung bisa racun maut.
Didalam hati Lim Seng Hong menjadi cemas menghadapi lawan ini, yang dia anggap merupakan lawan yang terkuat.
Pada kesempatan yang dia peroleh maka pemuda Lim Seng Hong itu melirik kepada saingannya yang saat itu menjadi rekan seperjuangannya; dan tenyata waktu itu Ciu San Bin sedang dikepung oleh empat orang lawan, sebab musuh yang kena tendang tadi, ternyata telah ikut melakukan pengepungan, sedangkan musuh yang tertikam betisnya sedang berdiri menonton pertempuran itu dengan perlihatkan muka mengejek penuh dendam. Disaat Lim Seng Hong sedang melirik kearah rekannya, secara tiba-tiba seorang lawannya menyerang dia dengan suatu serangan yang berbahaya, membikin pemuda ini harus cepat-cepat berkelit menyamping, sementara tanpa memutar tubuh, pedangnya memapas dengan gerak tipu 'dari samping menggempur gunung' (shia pek tay san).
Sebagai hasil dari gerak serangannya itu, maka Lim Seng Hong berhasil membikin kepala lawannya menjadi terpisah dari batang lehernya, sehingga Lim Seng Hong terkena hujan darah yang berhamburan; mengakibatkan bulu bulu badannya pada bangun sebab baru untuk pertama kalinya itu dia membunuh jiwa manusia !
Musuh yang bersenjata cambuk tengkorak (ko louw pian) berteriak karena marah. Selanjutnya kemudian bergerak bagaikan hendak menikam dengan tipu "in heng cin nia” (awan menutup bukit cin nia); akan tetapi waktu Lim Seng Hong berhasil menghindar dari serangannya itu, maka sekali lagi musuh itu melakukan penyerangan, memakai jurus ‘soat yong lan kwan’ (salju menutup kota Lan kwan).
Dalam kagetnya Lim Seng Hong berusaha menghindar dengan menunduk, akan tetapi ikat kepalanya terkena sabetan senjata lawannya; sehingga ikat kepala itu putus, bahkan sebagian rambutnya ikut kena jadi sasaran, copot sampai pada akar-akarnya !
Keringat dingin membasahi tubuh Lim Seng Hong yang hampir direnggut maut sedangkan waktu itu pemuda Ciu San Bin juga sedang menghadapi ancaman bahaya, karena lengan kiri pemuda itu sudah terkena tusukan golok seorang musuh; membikin lengannya itu berdarah dan tenaganya menjadi berkurang.
Pada babak pendahuluan pemuda Ciu San Bin telah berhasil mengalahkan dua lawan, membikin dia merasa bangga dengan ilmu kepandaiannya dan menambah semangat tempurnya. Akan tetapi waktu kemudian dia dikepung oleh empat musuh, sedangkan bekas pecundangnya yang terluka selalu perdengarkan teriak suara mengejek maka kedudukan Ciu San Bin berobah menjadi pihak yang didesak.
Kegesitan dan kelincahan tubuhnya telah berkurang banyak karena Ciu San Bin merasa tenaganya hilang, akibat darah yang masih terus mengalir keluar dari luka pada lengan kirinya. Dia hanya mampu bertahan akan tetapi tidak sanggup melakukan serangan balasan kepada para pengepungnya. Kalau toh sampai sedemikian lamanya pihak musuh belum dapat mengalahkan dia, melulu sebab pemuda itu telah 'menutup diri' dengan pedangnya yang berputar memakai jurus jurus bertahan dari Bu tong kiam hoat, satu ilmu silat pedang golongan Bu tong pay.
Pada detik detik yang berbahaya bagi keselamatan kedua pemuda itu, maka tiba tiba datang seorang penunggang kuda yang mendekati tempat pertempuran itu.
Baik Lim Seng Hong maupun Ciu San Bin yang sempat melirik atau melihat orang baru datang itu, menjadi terkejut dan mengeluh; sebab habislah sudah harapan mereka buat melihat dunia atau buat bertemu lagi dengan dara Lie Sin Lan yang menjadi kekasih mereka berhubung yang baru datang itu ternyata adalah seorang laki laki muda yang wajah mukanya sudah tidak asing lagi buat kedua pemuda itu, yakni wajah muka pemuda yang pernah mengalahkan mereka berdua dan yang membawa kabur dara Lie Sin Lan
!
Akan tetapi, sesuatu yang mustahil (dalam anggapan kedua pemuda itu) telah terjadi sebab pemuda yang baru datang itu dengan geraknya yang lincah dan indah telah lompat turun dari kudanya, menyiapkan goloknya dan bagaikan harimau galak dia memasuki arena pertempuran, menyerang bagaikan banteng mengamuk dengan mengarahkan pihak orang orang yang sedang mengepung Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin.
Meskipun mereka merasa heran karena tidak mengerti namun datangnya si pemuda itu sangat menguntungkan pihak Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin yang jadi ikut mengamuk, bangkit lagi semangat tempur mereka sehingga pihak musuh akhirnya kabur terbirit-birit, bahkan ada yang tewas dan yang ditinggalkan oleh kawan kawan mereka. Sejenak Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin sempat mengatur pernapasan mereka, sambil mereka memperhatikan pemuda pendatang baru yang telah membantu mereka, yang pada saat itu sedang melangkah mendekati.
Dengan suatu tanda bersama, secara tiba tiba Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin bergerak menyerang pemuda pendatang baru itu!
Meskipun sedang tidak siaga, akan tetapi pemuda yang diserang itu sempat berkelit dengan lompat mundur. Jelas pemuda itu menjadi sangat heran dengan sikap kedua laki laki yang baru dibantunya itu, yang sekarang berbalik menyerang dia, bukan mengucap terima kasih. Akan tetapi, dengan sikapnya yang sabar pemuda itu menanya:
"Jie wie hengtee, mengapa kalian menyerang aku.. ?" "Penculik, bedebah; jangan kau jual lagak.. !” bentak Ciu
San Bin yang lagi lagi telah mengulang dengan melakukan
penyerangan memakai pedangnya.
Sekarang pemuda pendatang baru itu tidak lagi berkelit. Dengan tetap berdiri ditempatnya, dia mengangkat goloknya dan berhasil 'menempel' pedangnya Ciu San Bin yang lalu ditekannya; sementara dengan tangan kirinya dia berhasil pula menangkap nadi tangan Ciu San Bin yang memegang pedang, dan disaat berikutnya Ciu San Bin melepaskan pedangnya dengan muka meringis menahan rasa sakit !
“Katakan, apa arti kata penculik dan bedebah yang kau sebutkan tadi..,!” kata pemuda pendatang baru itu.
Dilain pihak, Lim Seng Hong tetap berdiri terpesona ditempatnya. Pemuda ini sempat menggunakan pikirannya yang sehat, dan dia dapat membedakan nada suara pemuda yang baru datang itu dengan pemuda yang menculik dara Lie Sin Lan.
Akhirnya Lim Seng Hong mengangkat kedua tangannya, memberi hormat meskipun pedangnya masih tetap dipegangnya; dan dia berkata dengan suara yang ramah :
“Hengtiang, maafkan tindakan kami yang tidak sopan akan tetapi marilah hengtiang singgah dirumah dan akan aku jelaskan semuanya "
Konon pada waktu itu para penduduk setempat sudah ramai berkumpul. Kepada mereka ini maka Ciu San Bin minta bantuannya buat mengurus mayat pihak musuh, sambil dia sekedar memberi penjelasan; sedang Lim Seng Hong mengajak tamunya memasuki rumahnya.
Pemuda pendatang baru itu ternyata adalah Pouw Keng Thian yang baru memasuki dusun Pek kee chung, dalam perjalanan hendak menyambangi makam ayah dan ibunya. Dia datang tepat pada waktu Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin sedang dikepung oleh sejumlah orang orang berseragam serba hitam serta memakai lambang kepala binatang rase warna putih, yang sudah tidak asing lagi baginya sebagai lambang dari orang orang Hong bie pang, sehingga dia langsung memberikan bantuan; namun yang akhirnya berbalik dia menjadi dikepung oleh kedua pemuda yang telah dibantunya itu.
Akan tetapi setelah Lim Seng Hong berdua Ciu San Bin memberikan penjelasan tentang sipemuda 'penculik' yang mirip wajahnya itu, maka Pouw Keng Thian menjadi sangat penasaran, sampai akhirnya mereka bersepakat hendak menyerbu ke dalam kuil tua yang pada waktu itu pernah dilihat oleh Lim Seng Hong, untuk mencari si pemuda penculik itu sekalian buat menolong dara Lie Sin Lan.
ooo )0( ooo
DENGAN mengajak sejumlah penduduk setempat yang berhati tabah, serta orang-orang tua yang kehilangan anak gadis mereka; maka rombongannya Lim Seng Hong berangkat hendak menyerang kuil tua yang dijadikan markas orang orang Hong bie pang. Akan tetapi waktu rombongan itu tiba di tempat tujuan, mereka tidak menemukan Hong bie-kauwcu yang pada saat itu sedang menyamar sebagai seorang pemuda yang mirip dengan Pouw Keng Thian, bahkan semua gerombolannya ikut menghilang.
Diantara keributan para penduduk setempat yang sedang mengubrak-abrik kuil tua bekas sarang gerombolan itu, maka mendadak kelihatan dara Lie Sin Lan yang berlari-lari dengan dikejar oleh pemuda Lim Seng Hong berdua dengan pemuda Ciu San Bin, sampai akhirnya kemudian terjadi Ciu San Bin bertempur melawan Lim Seng Hong, dengan disaksikan oleh dara Lie Sin Lan serta beberapa orang penduduk setempat yang berdiri membikin suatu lingkaran atau gelanggang pertempuran.
Pada mulanya Pouw Keng Thian merasa heran karena dia ikut menyaksikan pertempuran dua bersahabat itu, akan tetapi waktu telah diketahui persoalannya bahwa kedua pemuda itu bertempur karena memperebutkan dara Lie Sin Lan; maka tanpa pamit dan tanpa menghiraukan pertempuran itu, Pouw Keng Thian lalu meneruskan perjalanannya hendak menyambangi makam kedua orang tuanya.
Dihari ketiga setelah Pouw Keng Thian meninggalkan dusun Pek kee chung, maka dia tiba disuatu kota kecil Pao kee tin, dimana dia memilih sebuah rumah makan buat dia beristirahat dan mengisi perut.
Adalah selagi dia hendak memasuki tempat makan itu, suatu pandangan matanya tertarik dengan suatu tanda yang terdapat dari sebuah tembok. Ketika dia mendekati dan meneliti, maka dilihatnya tanda itu berupa gambar kepala seekor binatang rase dalam sebuah lingkaran.
Jelas sudah tidak asing lagi bagi Pouw Keng Thian bahwa tanda gambar itu merupakan lambang persekutuan hong bie pang, akan tetapi pada saat itu dia tidak mengetahui apakah dikota itu terdapat cabang Hong bie pang ataukah tanda gambar itu merupakan tanda yang dilakukan oleh orang orang Hong bie pang yang sedang berkeliaran, untuk maksud menghubungi kawan-kawan mereka.
Dengan langkah kaki yang tenang Pouw Keng Thian kemudian memasuki rumah makan itu, yang dilihatnya sudah banyak mendapat kunjungan dari para tamu. Sepasang matanya melirik guna memperhatikan kalau kalau didalam rumah makan itu ada seseorang yang dia curigai sebagai anggota Hong bie pang, oleh karena dia yakin mereka bakal berkumpul didalam rumah makan itu berhubung dengan adanya tanda gambar yang menjadi lambang mereka ditembok rumah makan itu. Sengaja Pouw Keng Thian memilih tempat duduk disuatu sudut sebelah selatan, supaya mudah dia mengawasi keadaan disekitar rumah makan itu, dan dilain saat dia menjadi terkejut ketika pandang matanya bertemu dengan dua orang tamu yang sedang duduk makan, sebab kedua tamu itu dia kenal sebagai sepasang hantu jejadian dari gunung Cek sek san di propinsi Kam siok, yang dikalangan rimba persilatan dikenal sebagai Cek sek siangkoay!
Sepasang hantu jejadian dari gunung Cek sek san itu berupa sepasang insan laki laki dan perempuan dua bersaudara. Yang laki laki bernama Euw yong Cin kun, bermuka hitam penuh bulu, dan yang perempuan bernama Euw yong Sun nio, si biang kuntianak.
Kedua hantu jejadian itu sudah berusia lebih dari empat puluh tahun, akan tetapi mereka tidak pernah menikah, dan kedua saudara itu bahkan tidak pernah terpisah sejak mereka dilahirkan, agaknya memang kelihatan akrab satu sama lain, sampai kemudian tersebar berita bahwa dua bersaudara itu saling bertengkar dan saling berpisah membawa diri masing masing.
Pertengkaran yang terjadi antara dua bersaudara itu, katanya disebabkan Euw yong Cin kun mempunyai 'simpanan', mengakibatkan Euw yong Sun-nio marah marah berteriak setinggi langit hendak membinasakan 'simpanan' sang kakak, sehingga si hantu laki laki itu kabur membawa 'simpanan' yang masih sayang dia buang.
Dahulu, sebelum dua bersaudara itu bertengkar dan berpisah, mereka pernah bertempur melawan Wie Keng Siang yang didampingi dengan gurunya Pouw Keng Thian.
Sekarang dua hantu jejadian itu berkumpul lagi, bahkan berada didalam kota Pao-kee-tin yang letaknya jauh terpisah dari propinsi Kam siok yang menjadi tempat mereka bermukim. Entah bagaimana caranya dua bersaudara itu berbaik lagi, akan tetapi Pouw Keng Thian merasa yakin bahwa mereka berdua sedang menghadapi suatu urusan yang memaksa mereka melakukan perjalanan yang begitu jauhnya, dan 'urusan' itu biasanya merupakan urusan berkelahi melawan seseorang. Mungkinkah mereka hendak mendatangi markas Hong bie pang cabang kota Pao kee tin ? Pikir Pouw Keng Thian didalam hati, selagi dia menikmati hidangan makanannya.
Lain tamu yang merarik perhatian Pouw Keng Thian adalah disudut sebelah barat, dia melihat ada dua orang laki laki bermuka hitam yang kelihatan ganas; yang waktu itu sedang menghadapi makanan dan minuman mereka tetapi diam diam sepasang mata mereka sering melirik ketempat hantu jejadian itu duduk, untuk kemudian mereka ganti mengawasi ketempat lain, dimana dilihat oleh Pouw Keng Thian adanya seorang hartawan tua yang sedang duduk makan tanpa kawan.
Usia hartawan tua itu menurut perkiraan Pouw Keng Thian; tentunya sudah lebih dari lima puluh tahun, geraknya lemah dan tubuhnya agak kurus. Akan tetapi jelas kelihatan bahwa hartawan tua itu juga sedang melakukan perjalanan.
Hartawan tua itu kelihatannya sudah selesai bersantap, dia sedang minum araknya tiada hentinya; sehingga kelihatan keadaannya sudah mulai mabuk, terlihat dari cara dia duduk yang goyang seperti kena tiupan angin.
Didalam hati Pouw Keng Thian menjadi curiga, menganggap kedua laki laki bermuka hitam itu adalah sebangsa perampok bahkan mungkin merupakan anggota gerombolan Hong bie pang. Mereka ragu ragu melakukan kejahatan dirumah makan itu sebab mereka melihat kehadirannya dua hantu jejadian yang tentunya sudah mereka kenal. Itulah sebabnya pandangan mata kedua orang laki laki sering melirik ketempat dua hantu jejadian itu duduk.
Dilain saat mendadak pandangan mata kedua laki laki bermuka hitam itu bertemu dengan pandangan mata Pouw Keng Thian yang juga sedang mengawasi mereka. Untuk sejenak kedua pihak saling mengawasi, dan laki laki bermuka hitam itu seperti kaget; namun pada saat Pouw Keng Thian sudah mengalihkan pandangannya kearah lain, oleh karena dia segan mencari 'urusan' selagi dia hendak cepat-cepat mencapai tempat tujuan buat menyambangi makam kedua orang tuanya, setelah itu dia bermaksud mencari Hong bie kauwcu berdua Hong bie niocu, buat dia membalas dendam orang tuanya.
Kemudian melihat oleh Pouw Keng Thian bahwa sepasang hantu jejadian Euw yong Cin kun dan Euw yong Sun nio meninggalkan rumah-rumah itu. Menyusul kemudian si hartawan tua yang juga pergi dengan mengambil arah yang sama dengan sepasang hantu jejadian dari Cek sek san tadi.
(‘celaka ... !') teriak Pouw Keng Thian didalam hati, sebab dilain saat dilihatnya kedua laki laki bermuka hitam itu juga telah pergi dengan mengambil arah yang sama.
Sebagai seorang ksatrya, hasrat hatinya ingin benar Pouw Keng Thian mengikuti hartawan tua itu buat dia memberikan perlindungan sekiranya: benar-benar hartawan tua itu akan dihadang oleh kedua laki laki bermuka hitam tadi; akan tetapi mendadak dia teringat lagi dengan urusannya sendiri, sehingga akhirnya Pouw Keng Thian membatalkan niatnya, dan dia tetap duduk menghadapi makanannya. Adalah setelah dia menyelesaikan santapannya, maka Pouw Keng Thian meneruskan perjalanan dengan kudanya; dan disuatu jalan persimpangan dia memilih arah sebelah barat, yang tanpa dia ketahui dia justru mengambil arah yang bersamaan dengan mereka yang telah mendahulukan dia meninggalkan rumah makan tadi.
Jalan pegunungan yang kemudian dia tempuh, kelihatan indah mempesona, jauh dari keramaian dan suasana kota; sedangkan angin meniup sepoi sepoi menyegarkan badan mengiringi perjalanan Pouw Keng Thian, sehingga sekilas dan secara mendadak dia menjadi teringat dengan dua dara Gan Leng Soan dan Kwa Leng Cu, yang pernah melakukan perjalanan bersama-sama bahkan memberikan kesan indah sehingga sampai berulang kali Pouw Keng Thian mengalami mimpi yang tak mungkin dia lupakan selama hidupnya.
Pouw Keng Thian melarikan kudanya perlahan lahan sambil dia melamun, sehingga telinganya tidak segera mendengar adanya bunyi suara senjata yang saling bentur, sampai tiba-tiba dia terkejut ketika dihadapannya membentang suatu medan pertempuran yang dahsyat, dimana darah telah membasahi bumi dan mayat mayat telah membujur kaku !
Dengan yang masih kelihatan bertempur justeru adalah si hartawan tua, yang dengan pedangnya sedang menghadapi dua musuh berupa sepasang hantu jejadian Euw yong Cin kun dan Euw yong Sun nio, sedangkan yang telah membujur menjadi mayat mayat adalah empat orang laki laki berpakaian serba hitam dengan tanda lambang yang sudah tidak asing lagi bagi Pouw Keng Thian, bahwa mereka itu adalah gerombolan orang orang Hong bie pang !
Sekilas terpikir oleh Pouw Keng Thian, bahwa si hartawan itu langsung dikepung oleh sepasang jejadian Euw yong Cin kun dan Euw yong Sun nio, dan mereka bukan dibantu oleh kelompok orang orang Hong bie pang. Jelas Pouw Keng Thian menjadi bangga karena diluar dugaannya sanggup membinasakan empat orang Hong bie pang dan masih sanggup menghadapi Euw yong Cin kun berdua Euw yong Sun nio yang dikenal gagah perkasa.
Tanpa memikir dua kali, maka Pouw Keng Thian lompat turun dari kudanya dan siap dengan senjatanya, untuk kemudian dia memasuki arena pertempuran, mendapat lawan si biang kuntianak Euw yong Sun nio !
Meskipun lawannya adalah seorang perempuan, akan tetapi Pouw Keng Thian menyadari bahwa dia sedang menghadapi lawan yang bukan sembarangan lawan, sebab gurunya pernah bertempur melawan si biang kuntianak sampai tiga hari tiga malam, tanpa diketahui siapa pecundang dan siapa si pemenang !
Pouw Keng Thian mengerahkan ilmu silat golok golongan Kun lun yang banyak dirobah oleh gurunya dan dia menutup diri dengan menghalau setiap serangan lawan memakai gerak tipu 'pat hong hong ie' atau hujan angin di delapan penjuru.
(Sesungguhnya Pouw Keng Thian tidak mengetahui bahwa pada saat itu didalam tubuh si biang kuntianak Euw yong Sun nio telah membenam dua batang ‘tok piao' (piao beracun) yang dilepaskan oleh si hartawan tua. Melulu oleh karena ilmu tenaga dalam si biang kuntianak telah mencapai batas yang sempurna, maka dia sanggup mencegah menjalarnya bisa racun yang berada didalam tubuhnya. Akan tetapi si biang kuntianak ini menghadapi kesukaran karena dia harus bertempur melawan Pouw Keng Thian yang tenaganya masih utuh; sedangkan di pihak dia bagaikan dia sudah kehabisan tenaga bekas melawan Hong bie kauwcu Gan Hong Bie yang pada saat itu sedang menyamar menjadi si hartawan tua!)
Permusuhan antara pihak sepasang jejadian dari Cek sek san berdua dengan Gan Hong Bie suami isteri, sebenarnya melulu karena gelar belaka sebab Gan Hong Bie dengan isterinya terkenal dengan gelar sepasang jejadian dari Kay Hong, sedangkan Euw yong Cin kun berdua Euw yong Sun nio terkenal sebagai sepasang jejadian dari Cek sek san. Oleh karena itu sudah berulangkali mereka saling bertemu dan saling bertempur, melulu untuk menentukan siapa yang lebih kuat diantara dua pasang hantu jejadian itu, sampai akhirnya Euw yong Cin kun berdua Euw yong Sun nio jadi bertambah dendam terhadap Gan Hong Bie suami isteri, sebab Kim Lun Hoat ong telah menggunakan tenaga suami istri itu untuk membentuk persekutuan Hong bie pang, meskipun sebenarnya Cek sek siangkoay sudah lebih dahulu mengabdi kepada Pangeran yang ingin berontak.
Sementara itu, dengan semangat yang membara disaat saat berikutnya Pouw Keng Thian melancarkan berbagai serangan berbahaya terhadap si biang kuntianak Euw yong Sun nio dan laki laki muda ini bahkan telah menyalurkan tenaga dalamnya melalui goloknya sehingga setiap serangannya merupakan serangan maut bagi lawannya !
Didalam hati Pouw Keng Thian menjadi sangat kagum terhadap si hartawan tua yang sanggup sekaligus menghadapi dua lawan berupa Cek sek siangkoay yang terkenal ganas, disamping hartawan tua itu telah berhasil membinasakan empat orang Hong bie pang yang dianggap sebagai komplotan Cek sek siangkoay oleh Pouw Keng Thian.
Disaat berikutnya Pouw Keng Thian melakukan serangkaian serangan secara beruntun, yang mengakibatkan si biang kuntianak cuma sanggup menghalau dua tikaman golok Pouw Keng Thian, dan pada serangan yang ke tiga sebelah lengan Euw yong Sun nio putus sebatas pundak, kena bacokan golok Pouw Keng Thian !
Si biang kuntianak Euw yong Sun nio berteriak. Teriak sakit dan teriak marah. Lalu goloknya menyerang kalang kabut, menyerang bagaikan benar benar hantu yang sedang mengamuk, merobek baju dan melukai dada sebelah kiri Pouw Keng Thian namun untungnya tidak parah karena tenaga yang sudah lemah dari si biang kuntianak Euw yong Sun nio yang tubuhnya sudah banjir darah, sedangkan Pouw Keng Thian sudah keburu lompat menghindar; bahkan dengan suatu lompatan jauh yang memisah diri.
"Lekas kita lari .. !” tiba tiba terdengar teriak suara si hartawan tua yang dianggap perkasa, dan pada saat itu Pouw Keng Thian melihat adanya belasan orang orang yang sedang mendatangi ketempat itu.
Oleh karena yakin yang sedang mendatangi itu adalah pihaknya Cek sek siangkoay, maka Pouw Keng Thian mengikuti jejak si hartawan tua, dan dia lari mendekati kudanya, setelah itu dia mengajak si hartawan tua bersama- sama melarikan diri dari bekas tempat pertempuran, dengan memakai seekor kuda ! Disuatu daerah yang banyak terdapat pohon-pohon liar yang lebat keduanya menemui sebuah bangunan tua yang sudah rusak dan tidak ada penghuninya.
Keduanya lalu memasuki bangunan tua itu memilih tempat dibagian belakang; namun yang mudah buat mereka lari sekiranya pihak musuh mendatangi tempat itu.
"Kau terluka, mari kulihat…” kata si hartawan tua itu. “Hanya luka yang ringan ..” sahut Pouw Keng Thian
sambil dia bersenyum; dan dia lalu perkenalkan dirinya, sehingga kemudian dia mengetahui bahwa hartawan tua itu bernama Cio Sin Eng.
"Mengapa Cio wangwee berkelahi dengan Cek sek siangkoay ...?" Pouw Keng Thian mulai menanya.
Sejenak hartawan Cio Sin Eng mengawasi orang yang pernah membantu itu, untuk kemudian baru dia berkata :
"Kau kenal dengan mereka ..?” balik tanya hartawan Cio Sin Eng.
“Hanya mendengar tentang nama dan keganasan mereka
..." sahut Pouw Keng Thian.
“Hmm ! aku muak melihat lagak mereka .." hartawan Cio Sin Eng berkata seperti menggerutu; membikin Pouw Keng Thian mengawasi dengan rasa tidak mengerti.
"Cio wangwee sangat gagah, kau bahkan telah berhasil membinasakan ke empat orang pembantunya Cek sek siangkoay... " Pouw Keng Thian berkata lagi, dan sengaja dia tidak menyebut bahwa orang orang itu adalah gerombolan orang orang Hong bie pang.
Sekali ini hartawan Cio Sin Eng mengawasi Pouw Keng Thian dengan sepasang mata membelalak. Didalam hati dia mengetahui bahwa Pouw Keng Thian salah duga tentang ke empat orang pembantunya yang disangka justru menjadi orang orang yang berpihak dengan Cek sek siangkoay.
"Kemana tujuan kau... " akhirnya tanya hartawan Cio bagaikan dia tidak menghiraukan pujian yang diberikan oleh Pouw Keng Thian.
Pouw Keng Thian mengawasi hartawan itu yang sekarang sudah duduk lagi dihadapannya. Wajahnya berobah muram namun tanpa ragu-ragu Pouw Keng Thian mengatakan bahwa dia bermaksud hendak menyambangi makam kedua orang tuanya, dan dia bahkan menceritakan bahwa kedua orang tuanya tewas sebagai korban keganasan Gan Hong Bie serta isterinya.
Hong bie kauwcu Gan Hong Bie dalam ujut penyamaran sebagai hartawan tua Cio Sin Eng diam mendengarkan kisah yang diceritakan oleh Pouw Keng Thian. Pada wajah mukanya tidak kelihatan perobahan apa-apa, sebab dia memakai topeng sehingga tidak mungkin kelihatan, akan tetapi pada sinar matanya terlihat jelas mengandung kebencian, kemudian berobah marah bagaikan mata iblis yang siap menyebar maut, namun disaat lain sepasang mata itu berobah lagi menjadi bersinar hampa mungkin disebabkan dia teringat bahwa Pouw Keng Thian pernah berjasa habis membantu dia bertempur melawan Cek sek siangkoay yang tidak mudah dia kalahkan, bahkan kemungkinan dia sendiri yang bakal dikalahkan, terbukti keempat orang pembantunya telah ditewaskan oleh Cek sek siangkoay.
Sementara itu hari telah berobah menjadi malam, dan keduanya lalu memutuskan untuk bermalam atau menginap ditempat itu; dengan hanya mengunyah makanan kering bekal dari hartawan Cio Sin Eng.
Esok paginya Pouw Keng Thian kehilangan "kawan” yang agaknya sengaja memisah diri mendahulukan dia, karena buat Pouw Keng Thian sudah ditinggalkan secarik surat singkat :
“melulu karena kau sudah berjasa membantu aku, maka maut telah menghindar. Akan tetapi jika lain kali kita bertemu lagi, maut pasti menjadi bagianmu, sebab aku adalah Hong-bie kauwcu Gan Hong Bie !”
Jelas Pouw Keng Thian menjadi marah-marah seorang diri, sampai akhirnya dia menyesali diri yang tak sudahnya. Dia telah mempunyai kesempatan bertemu dengan musuh yang telah membinasakan ayah dan ibunya, akan tetapi mengapa dia justru membantu musuh itu, bukannya dia membantu Cek sek Siangkoay agar tidak susah susah dia membinasakan musuh itu ?
Rasa penasaran telah menyebabkan Pouw Keng Thian membatalkan niatnya hendak menyambangi makam ayah dan ibunya, dan dia ingin menyusul musuh yang sudah dia ketahui berujut seorang hartawan tua Cio Sin Eng yang dia yakin belum jauh terpisah dari tempat itu; sehingga masih ada kemungkinan untuk melakukan pengejaran, sebab musuh itu berjalan kaki sedang dia naik kuda.
Tergesa-gesa Pouw Keng Thian meninggalkan bangunan tua, memilih arah sebelah utara karena dia yakin tidak mungkin Gan Hong Bie menempuh perjalanan kearah sebelah selatan, yang merupakan tempat bekas kemarin mereka melakukan pertempuran.
Pouw Keng Thian larikan kudanya secepat yang dia mampu lakukan, akan tetapi sepasang matanya memperhatikan setiap orang yang pernah ditemui ditengah perjalanan itu.
Sampai siang harinya Pouw Keng Thian belum berhasil bertemu dengan musuh yang dikejarnya sampai dia mendekati dusun Liok hap cung dan teringat bahwa didusun itu menjadi tempat tinggalnya Leng In Liang, yang katanya membuka perguruan ilmu silat.
Leng In Liang pernah ikut mengganyang markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa sehingga Pouw Keng Thian merasa perlu singgah ditempat guru silat yang tinggi ilmunya itu, buat dia memberitahukan tentang Hong bie kauwcu Gan Hong Bie yang ujutnya telah diketahui oleh Pouw Keng Thian, sementara orang orang lain belum pada mengetahui tentang gembong Hong bie pang yang hendak dibasmi itu.
Waktu masih berkumpul dengan Coa Giok Seng dan dengan lain lain saudara seperguruannya di kota Soan hoa, waktu itu Pouw Keng Thian tidak menanyakan yang tepat tentang tempat tinggalnya Leng In Liang, dia hanya mengetahui bahwa guru silat itu menetap didusun Liok hap cung; oleh karena itu maka Pouw Keng Thian merasa perlu untuk menanya kepada seseorang buat dia bertemu dengan guru silat itu.
Didekat gunung Lam san yang letaknya sedikit diluar dusun Liok hap cung, Pouw Keng Thian melihat ada sebuah kedai arak yang juga menjual nasi, dan Pouw Keng Thian singgah di kedai arak itu; untuk dia makan siang sambil dia hendak menanyakan keterangan perihal tempat tinggalnya Leng In Liang.
Waktu Pouw Keng Thian hendak memasuki kedai arak itu, sempat dia melihat adanya lima ekor kuda dibagian luar kedai arak itu; akan tetapi waktu dia telah memasuki kedai itu ternyata tidak dilihat adanya tamu lain duduk makan atau minum, sehingga di dalam hati Pouw Keng Thian menjadi heran.
Kedai arak itu letaknya tersendiri, jauh dari perumahan penduduk setempat, sehingga jelas merupakan tempat singgahnya kaum pelancong atau orang orang sedang melakukan perjalanan, terbukti adanya lima ekor kuda itu yang ditambat disebelah luar kedai arak, akan tetapi kemana atau dimana pemilik kuda itu ?
Oleh karena dia merasa heran dan penasaran, maka Pouw Keng Thian menunda niatnya yang hendak menanyakan alamat Leng In Liang; sebaliknya yang dia tanyakan kepada pemilik kedai arak itu adalah tentang lima ekor kuda itu.
Sejenak pemilik kedai arak itu mengawasi tamunya dan sekilas dia kelihatan ketakutan. Akan tetapi oleh karena dilihatnya bahwa tamunya merupakan seorang pemuda yang ramah, maka berkurang rasa takutnya itu dan mau dia menceritakan ;
"Beberapa hari yang lalu dikedai ini telah kedatangan lima orang tamu yang menanyakan, kalau kalau kami mengetahui tempat tinggalnya orang tua yang katanya bernama Leng In Liang "
Didalam hati Pouw Keng Thian menjadi terkejut, sebab dia justeru hendak menanyakan tentang tempat tinggalnya Leng In Liang dan ternyata sudah ada lain orang yang datang dengan maksud yang sama. Akan tetapi pada saat itu dia diam mendengarkan, dan si pemilik kedai arak itu meneruskan bercerita :
" ...memang kami tahu dan kami bahkan kenal dengan orang tua itu yang ramah tamah dan sering singgah ditempat kami ini; akan tetapi sudah sejak sepuluh hari ini kami tidak pernah kedatangan orang tua itu . , "
Si pemilik kedai itu berhenti sebentar, sebab dia merasa perlu buat melirik kearah sebelah luar kedai; akan tetapi oleh karena memang tidak ada lain orang dan tidak tahu tamu baru yang datang, maka dia meneruskan perkataannya :
" . keterangan ini kami berikan kepada kelima orang tamu itu, yang semuanya terdiri dari orang laki laki yang kelihatannya gagah perkasa akan tetapi salah seorang yang rupanya berwatak pemarah, tidak percaya dengan keterangan yang kami berikan. Tiba-tiba dia memegang lengan bajuku dan dia mendorong membikin aku terperosot jatuh dengan kepala membentur tiang yang kebenaran ada
pakunya ”
(Waktu peristiwa kelima orang tamu itu datang dan menanyakan keterangan perihal Leng In Liang, didalam kedai itu terdapat lain rombongan tamu yang terdiri dari seorang pemuda yang mukanya pucat seperti mayat hidup, ditemani oleh dua orang lelaki jangkung bermuka hitam bengis, namun pakaian kedua orang lelaki itu serba putih, mirip seperti jubah seorang pendeta.
Dengan langkah kakinya yang tenang, pemuda yang bermuka pucat seperti mayat hidup ini kemudian mendekati lelaki yang mendorong si pemilik kedai; lalu dengan nada suara yang parau dan mengejek dia berkata:
",. ,.. kalau aku tidak salah lihat, kalian berlima adalah asal dari kota Kim an, atau anak-anak haram yang mengaku bersaudara dan menyebut diri sebagai Kim an ngo kiat.")
"......siapa gerangan yang tidak akan marah kalau mendengar seseorang memaki atau mengejek dengan kalimat kata kata haram? Apalagi orang itu adalah seorang pemarah seperti Kim an Yo Gie, orang termuda dari lima persaudaraan Yo dari kota Kim an; yang sebenarnya sudah terkenal sebagai lima orang gagah atau ngo kiat .. " kata sipemilik kedai yang menambahkan keterangannya; sedangkan Pouw Keng Thian tambah terkejut, sebab dia memang pernah mendengar tentang lima bersaudara yang terkenal gagah perkasa itu tetapi saat itu Pouw Keng Thian membiarkan bahkan tambah memperhatikan waktu si pemilik kedai meneruskan bercerita :
" . dengan perdengarkan pekik kemarahan yang meluap, maka Kim an Yo Gie menyerang si pemuda bermuka pucat itu dengan kepelan tangan kanannya; tepat mencapai sasaran pada perut si pemuda bermuka pucat itu, Akan tetapi, tahukah siangkong apa yang telah terjadi...,?” si pemilik kedai itu menanya kepada tamunya; dan waktu dilihatnya Pouw Keng Thian hanya bersenyum menganggap si pemilik kedai itu lucu atau jenaka; maka si pemilik kedai lalu meneruskan lagi perkataannya :
".. yang kena pukul tidak semaput bahkan dia tetap berdiri ditempatnya sebaliknya Kim an Yo Gie yang berteriak bagaikan orang kesakitan; sementara darah kelihatan mengalir keluar dari tangan kanannya ”
("ngo tee, awas !” teriak Yo Toa atau Kim an ngo kiat
yang tertua; sebab sejak tadi Yo Toa memperhatikan si pemuda yang seperti mayat hidup itu, terutama pada baju bulu yang dipakainya. Bulu bulu pada baju itu kelihatan sangat istimewa, tegak berdiri seperti tajam duri-duri landak!