Pendekar Bunga Cinta Jilid 14

jilid 14

COA GIOK SENG mengawasi dengan terpesona, bagaikan dia tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Sejenak dia tidak mampu mengucap apa-apa, sampai sesaat kemudian baru dia berkata dengan suara perlahan :

"Akan tetapi, aku adalah orang yang sebatang kara, hidupku bagaikan tanpa tujuan "

"Aku juga sebatang kara, twako. Aku yakin kita saling membutuhkan, dan tanpa kau aku takut bahwa aku akan tersesat " Sekali lagi Coa Giok Seng menjadi terdiam ketika mendengar perkataan dara yang lincah dan manja itu, yang ternyata menyimpan kepedihan hati serta dendam yang membara. Setelah sejenak hening tak ada yang bersuara, maka akhirnya Coa Giok Seng berkata :

"Aku tidak dapat menjanjikan kau apa-apa. Aku pikir sebaiknya kita mencari daya dulu buat menghadapi orang- orang Hong bie pang!"

Mulut dara Oey Sin Cu membuka bagaikan dia hendak mengucapkan sesuatu, namun batal dia melakukannya.

Dilain saat, sepasang insan muda itu memasuki rumah paman Oey, yang sudah siap menyediakan makan siang buat mereka.

oooo( X )oooo

SIANG ITU markas Kay pang sedang didatangi oleh delapan orang utusan dari Hong bie pang, dan pada saat itu pula pihak Kay-pang justru sedang kedatangan para tamu terdiri dari dara Tan Hong Lan, kakak seperguruan yang pertama dari Pouw Keng Thian yang bersama dengan kedua adik seperguruannya yang bernama Soen Bian Hee dan Kiang Cun Gee (si mahasiswa muda berbaju putih) serta seorang laki laki setengah baya bernama Tio Kang Ho dan seorang pemuda bermuka hitam, murid Tio Kang Ho yang bernama Sie Peng An.

Dara Tan Hong Lan mendapat berita perihal terjadinya penculikan terhadap kaum wanita muda yang katanya dilakukan oleh pihak orang-orang Hong bie pang, dan berita itu selanjutnya mengatakan bahwa para wanita muda korban penculikan itu dikirim ke pulau Hay cu, yang dilakukan oleh pihak persekutuan Hong bie pang cabang kota Soan hoa. Ditengah perjalanan menuju kekota Soan-hoa, maka dara Tan Hong Lan teringat dengan salah seorang rekan mereka, yakni Kanglam Liehiap Soh Sim Lan; oleh karena pada waktu itu mereka bertiga kebetulan sedang menginap di dusun Oey-kee-cip, maka dara Tan Hong Lan meninggalkan pesan melalui pengurus rumah penginapan, agar dara Soh Sim Lan langsung menyusul ke kota Soan hoa, dan pesan itu secara tidak disengaja telah didengar oleh pemuda Pouw Keng Thian, sehingga rencana perjalanan pemuda itu menjadi berubah, bahkan Pouw Keng Thian sampai mendapat pengalaman yang sangat mengesankan dari kedua dara Gan Leng Soan dan Kwa Leng Cu, yang diluar tahu Pouw Keng Thian justeru merupakan anggota perempuan dari persekutuan Hong bie pang.

Sementara itu kedelapan orang utusan dari pihak Hong bie pang itu berlaku sangat tidak sopan, waktu mereka bicara dengan pangcu Dywa Sin Hok. Mereka memaksa pihak Kay pang menyerahkan pemuda Coa Giok Seng berdua Oey Sin Cu, yang dikatakan telah melarikan diri dari tawanan pihak Hong bie pang.

Pemuda Sie Peng An yang bermuka hitam, tidak dapat menahan sabar lagi melihat sikap orang orang Hong bie pang itu. Dia tampil dan dengan suara lantang dia berkata: "Kalian anjing-anjing penghianat, apakah kalian anggap kami takut terhadap kalian...!"

Pangcu Dywa Sin Hok tidak sempat mencegah perbuatan anak muda itu. Juga Tio Kang Ho tidak sempat merintangi muridnya, sementara dipihak para utusan dari Hong bie pang, seorang yang bermuka bengis dan berusia setengah tua maju mendekati pemuda Sie peng An; lalu setelah saling berhadapan dia berkata : "Bocah muka hitam yang harus mampus, perkenalkan siapa nama kau ...!"

"Tak ada harganya buat aku memberitahukan namaku kepadamu,..!" pemuda Sie Peng An membentak, dengan suara yang keras.

"Hmm,..!" geram laki laki setengah tua itu; lalu secara mendadak dia memukul dada Sie Peng An dengan kepelan tangan kanannya; akan tetapi untung pemuda Sie Peng An cukup waspada dan pemuda itu mengangkat tangan kirinya membuat menangkis. Maksudnya dengan tangan kanannya dia hendak membarengi menyerang, namun diluar dugaannya tenaga laki-laki setengah tua itu amat dahsyat, karena dia segera terdorong mundur sementara lengan kirinya terasa sangat sakit sekali.

Laki laki garang itu hendak lompat menyusul pemuda Sie Peng An, namun dia menunda gerakan karena mendengar suara seseorang yang membentak dia :

“Kam Cong Hin, di utara kau boleh merajalela dan mengganas, akan tetapi di selatan, sudah tersedia liang kubur buat kau,,. !"

Kam Cong Hin atau laki laki setengah tua yang garang itu menjadi sangat terkejut karena yang menegur dia mengetahui namanya. Dia mengawasi namun dia tidak pernah merasa kenal dengan Tio Kang Ho yang membentak tadi.

"Bagus, kalau kau sudi mewakilkan bocah itu mampus . ,

. !" Kam Cong Hin balas memaki, dan dia bahkan hendak langsung menyerang; akan tetapi Tio Kang Ho mencegah dan berkata:

"Tunggu! tempat ini kurang bebas buat kita bergerak mari kita menguji ketangkasan diruang tempat latihan ..." Sehabis mengucapkan perkataannya, maka Tio Kang Ho menghadapi Dywa Sin Hok dan berkata lagi:

''Dywa pangcu, maafkan aku; akan tetapi aku bersahabat dengan Boe sie hengtee, Boe Hong Kin dan Boe Hong Giap. Biarlah aku mewakilkan mereka menuntut balas terhadap si penghianat Kam Cong Hin ini ...”

Dywa Sin Hok terkejut. Boe sie hengtee atau dua bersaudara Boe Hong Kin dan Boe Hong Giap adalah anggota anggota Kay pang yang banyak jasanya. Kalau Boe sie hengtee bermusuhan dengan Kam Cong Hin, maka wajib dia yang harus menghadapi Kam Cong Hin; dari itu cepat cepat dia berkata:

"Tio hiantee, kalau begitu biarlah aku yang menghadapi si penghianat itu... !”

Tio Kang Ho tertawa, lalu dia berkata:

"Dywa pangcu, biarlah aku maju dulu. Kalau aku kalah, maka barulah kau yarg maju menghadapi dia... "

Dilain pihak Kam Cong Hin jadi sangat gusar mendengarkan percakapan itu. Dia sudah tidak ingat lagi siapa yang disebut Boe sie hengtee itu, mungkin sudah terlalu lama dia mengganas, sehingga terlalu banyak orang orang yang menganggap dia sebagai musuh !

Ketika mereka telah tiba diruangan yang biasa digunakan untuk melatih ilmu silat, maka Kam Cong Hin bersiap-siap hendak mendahulukan melakukan penyerangan, dengan sikap bagaikan seekor harimau galak hendak menerkam mangsa.

Tio Kang Ho bersikap waspada waktu melihat lawannya tidak menyiapkan senjata. Dia yakin bahwa Kam Cong Hin menantang mengajak dia mengadu tenaga dan ketangkasan tanpa memakai senjata, dan dihadapan banyak orang yang menyaksikan keadaan itu, mau tidak mau Tio Kang Ho menghindar dari tantangan lawannya.

Waktu Kam Cong Hin beberapa langkah mendekati, maka Tio Kang Ho mundur tiga langkah kebelakang buat dia mengimbangi sambil sepasang matanya mengawasi dengan penuh perhatian. Kalau Kam Cong Hin bergerak agak menyamping maka Tio Kang Ho ikut merubah kedudukannya, siap menggunakan ilmu 'burung garuda mementang sayap’, buat dia melakukan suatu tangkisan dengan mengerahkan tenaganya.

Dengan demikian keadaan kedua lawan itu saling menggeser kedudukan, belum terjadi pertarungan sebab dalam sekali bergerak, pasti akan berkesudahan yang menentukan pihak yang kalah maupun pihak yang akan menang.

Meskipun gerak kedua lawan yang saling berhadapan itu masih merupakan gerak merobah kedudukan, namun mereka melakukannya semakin lama semakin cepat; lalu disuatu saat terdengar pekik suara Kam Cong Hin oleh karena itu setelah merasa sudah cukup mengerahkan tenaga dalam mencari kelemahan lawan, maka Kam Cong Hin mulai melakukan penyerangan.

Memang hebat serangan Kam Cong Hin yang mengerahkan tenaga dalam itu, membikin angin serangannya terdengar menderu, dan hebat juga suara Tio Kang Ho menangkis serangan lawannya, karena dengan memakai lengan kirinya dia menyambuti kepalan lawan, lalu tangan kanannya membarengi melakukan penyerangan, dan serangannya itu langsung ditangkis juga oleh Kam Cong Hin. Sebagai akibat dari tangan tangan mereka yang saling bentur, maka tubuh Tio Kang Ho kelihatan agak sempoyongan dan tubuh Kam Cong Hin terdorong mundur sampai sejauh beberapa langkah kebelakang, dengan muka kelihatan pucat karena tenaga dalamnya tergempur hebat meskipun dia tidak tewas seketika.

Meskipun sudah terlihat jelas bahwa pihak Kam Cong Hin yang kalah didalam pertarungan mengadu tenaga dalam tadi, akan tetapi Kam Cong Hin tidak mau mengakui kekalahannya itu, sebaliknya dengan lagak kalap dia menyiapkan senjatanya, berupa Joan-pian atau cambuk lemas yang melibat dipinggangnya dan waktu senjata itu dia kibaskan, terlihat adanya duri-duri yang tajam, sedangkan pada duri-duri itu mengandung bisa racun yang amat dahsyat !

“Tio Kang Ho ! Aku telah mengetahui kemampuan

tenaga dalammu. Sekarang mari kita coba mengadu senjata

.. !"

Kam Cong Hin menutup perkataannya itu dengan melakukan suatu penyerangan, tanpa dia menghiraukan bahwa lawannya belum siap dengan senjatanya.

Tio Kang Ho tidak menjadi gentar dengan sikap ganas dari lawannya itu. Dia perdengarkan suara tawa mengejek dan berkata :

"Dengan senjatamu itu, kau memang sudah terlalu sering mengganas ... !"

Demikian Tio Kang Ho berkata dengan suara mengejek, sambil dia menggeser menyamping lalu secepat itu juga dia menyiapkan goloknya, yang langsung dia pakai buat memukul senjata lawannya, dan waktu cambuk lemas itu melibat goloknya, sesuai seperti yang sudah dia perhitungkan, maka Tio Kang Ho menarik dengan mengerahkan tenaga, membikin tubuh Kam Cong Hin ikut terjerumus. Akan tetapi libatan cambuk itu lepas, maka Kam Cong Hin mengulang serangannya, bahkan secara beruntun dia menyerang tiga kali, memakai gerak tipu 'lian- hoan sam pian' ( tiga cambuk saling susul ) dan senjatanya itu berputar cepat dengan perdengarkan suara bagaikan petir !

Tio Kang Ho perlihatkan kegesitan dan kelincahan untuk dia menghindar dari serangan beruntun dari pihak lawannya. Dan pada saat berikutnya Tio Kang Ho membentur senjata lawan memakai goloknya sambil dia menarik; lalu tangan kirinya membarengi menghajar iganya Kam Cong Hin.

Dengan menyertai suara seruan kaget, Kam Cong Hin sempat merobah arah senjatanya buat dia pakai menghajar lengan kiri lawannya; dan senjata yang mengandung bisa racun maut itu dapat membinasakan Tio Kang Ho meskipun hanya bagian lengannya yang terkena. Akan tetapi beruntung bagi Tio Kang Ho karena dia benar-benar sangat gesit dan lincah; dan dia sempat melompat tinggi, bergerak bagaikan seekor burung garuda terbang ke angkasa.

Melihat lawannya melompat tinggi kesebelah atas, maka sekali lagi Kam Cong Hin menyerang; kali ini cambuknya mengarah bagian sepasang kaki lawannya.

Sukar buat Tio kang Ho menghindar dari serangan yang mengarah sepasang kakinya itu, oleh karena pada saat itu tubuhnya sedang berada di udara bebas, dan sedang meluncur turun. Akan tetapi dia masih sempat membentangkan sepasang kakinya, lalu goloknya membabat kebagian bawah membiarkan goloknya terlibat dengan cambuk lawan, dan waktu lawannya menarik secara tiba-tiba, maka Tio Kang Ho membiarkan tubuhnya ikut terlempar cukup jauh dan dia berdiri bebas waktu dia tiba dilantai !

Kam Cong Hin menjadi sangat geram sebab lawan telah memanfaatkan segala serangan yang dia lancarkan, mengakibatkan serangannya itu menjadi sia sia belaka. Dalam marahnya dia lompat menerkam dan menyerang lagi, akan tetapi Tio Kang Ho membarengi bergulingan bagaikan seekor keledai malas mandi dipasir, dan tahu-tahu ujung goloknya menikam kebagian atas !

Kam Cong Hin berteriak kaget. Setengah mati dia berusaha menghindar dari serangan lawan, namun bagian pahanya terkena ujung golok, membikin darah keluar dari lukanya dan dia hampir terjatuh.

Beruntung bagi Kam Cong Hin bahwa pada waktu itu Tio Kang Ho tidak mengulang serangannya, sebaliknya dia tertawa menghina sementara dua orang kawannya Kam Cong Hin bergerak, yang seorang hendak menghadapi Tio Kang Ho, dan yang seorang lagi berusaha menolong Kam Cong Hin.

Si biang pengemis Dywa Sin Hok bergerak ingin memasuki kancah pertempuran, akan tetapi dia didahulukan oleh Soen Bian Hee.

"Tunggu ..,.!" teriak pemuda Soen Bian Hee; waktu dilihatnya Tio Kang Ho hendak melayani musuh yang sudah siap melakukan penyerangan itu.

Tio Kang Ho batalkan maksudnya yang hendak menghadapi musuh yang baru datang itu, dan membiarkan pemuda Soen Bian Hee yang menggantikan tempatnya.

Dua batang golok segera saling bentur dengan perdengarkan bunyi suara yang cukup keras, sebab lawan- lawan itu sudah tidak dapat menahan sabar buat melakukan penyerangan. Dan sebagai akibat dari benturan kedua senjata itu, baik Soe Bian Hee maupun lawannya menjadi terkejut masing-masing lompat mundur memisah diri dan kedua-duanya saling memeriksa senjata mereka, setelah itu baru mereka melanjutkan pertempuran.

Lawannya pemuda Soe Bian Hee itu ternyata memakai senjata golok yang istimewa; karena pada ujung golok terpecah menjadi dua batang golok, atau bagaikan lidah seekor binatang ular, serta memantulkan sinar berwarna agak gelap, karena mengandung bisa beracun !

"Dia adalah si golok maut Pui San Kwie, seorang pelarian dari utara ...." Tio Kang Ho berkata didekat si biang pengemis Dywa Sin Hok berdua Wie Keng Siang; membikin kedua orang tua itu menjadi terkejut, sebab mereka tidak menduga bahwa didalam markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa, sudah berkumpul berbagai golongan jago jago golongan hitam yang berasal dari utara.

Sementara Soan Bian Hee yang sedang menghadapi si golok maut Pui San Kwie telah melakukan pertempuran dengan sikap waspada, karena dia mengetahui bahwa golok musuh yang istimewa itu pasti mengandung bisa-racun.

Pada jurus jurus berikutnya, Soen Bian Hee menggunakan ilmu silat golok Lo han sin to yang berasal dari golongan Siao lim, akan tetapi yang telah dirobah dan digubah oleh gurunya yang memang gemar menggabungkan berbagai ilmu dari macam-macam golongan maupun aliran; sehingga pihak musuh seringkali menjadi 'terjebak' karena tak menduga adanya 'kelainan' pada ilmu silat yang mereka anggap sudah mereka kenal dengan baik.

Si golok maut Pui San Kwi yang sudah berumur empat puluh lima tahun dan banyak pengalamannya, merasa sangat penasaran; sebab setelah lewat puluhan jurus masih belum juga dapat dia mengalahkan pemuda yang menjadi lawannya. Dengan cepat dia merobah cara penyerangannya, menggunakan jurus naga buas keluar dari goa, berusaha hendak mengurung pemuda lawannya dengan berbagai tikaman dan tabasan.

Wie Keng Siang yang menyaksikan pertempuran itu menjadi sangat terkejut sampai mukanya kelihatan pucat karena benar-benar dia sangat khawatir dengan keselamatannya nyawa murid sahabatnya.

Di pihak Soen Bian Hee, dia tetap berlaku tenang dan waspada. Disuatu saat waktu golok musuh lewat dekat mukanya, maka sehabis berkelit dia langsung menabas lengan lawannya, akan tetapi dengan suatu gerak yang sukar dapat dilihat ternyata si golok maut Pui San Kwie dapat menghindar dari tabasan itu.

Diam-diam dara Tan Hong Lan ikut merasa cemas waktu dia melihat cara bertempur si golok maut Pui San Kwie yang ganas. Sebagai murid yang tertua, sudah tentu dara Tan Hong Lan punya ilmu yang lebih tinggi dari ke empat saudara seperguruannya. Dia melirik kearah Kiang Cun Gee yang berdiri di sisinya, dan tepat pada saat itu si golok maut Pui San Kwie sedang mengurung dengan kecepatan kilat memakai jurus burung hantu mengibas sayap, menyapu dengan suatu tebasan mengikuti arah gerak tubuh lawannya.

Soen Bian Hee melihat ancaman maut yang mengintai. Dalam keadaan seperti habis daya dia bertindak secara nekad. Dia menggulingkan tubuhnya buat menghindar dari serangan lawan lalu dia melontarkan goloknya mencari sasaran pada tubuh musuh yang ganas itu. Si golok maut Pui San Kwie berteriak kaget, karena dia tak menduga tindakan nekad dari lawannya. Dia berusaha berkelit dari golok lawan yang meluncur pesat kearahnya dan golok itu nyaris membenam dibagian dada akan tetapi golok itu berhasil melukai Pui San Kwie dari bagian pundak sebelah kiri lalu golok itu segera meluncur terus dan menghantam dinding, sementara luka pada pundak Pui San Kwie cepat mengeluarkan darah !

Soen Bian Hee berhasil menolong diri dari ancaman maut tadi, akan tetapi pemuda itu lupa bahwa dia berhadapan dengan seorang musuh yang ganas, yang tidak menghiraukan meskipun dia sudah tidak bersenjata, karena si golok maut Pui San Kwie langsung mengulang serangannya, menikam bagian perut.

Menghadapi ancaman dari musuh yang ganas itu, Soen Bian Hee memakai kedua tangannya dengan maksud hendak merebut golok lawannya. Dia berhasil memegang lengan kanan lawan yang memegang golok, namun golok itu berhasil pula melukai lengan kiri Soen Bian Hee.

Dengan mengerahkan sisa tenaga yang masih ada, Soen Bian Hee mematahkan tulang lengan lawannya, sehingga golok itu terlepas dari pegangannya; sementara luka pada lengan Soen Bian Hee juga telah mengeluarkan darah hitam karena reaksi bisa racun!

Si golok maut Pui San Kwie lompat mundur dengan menahan rasa sakit pada lengannya yang patah, sedangkan Soen Bian Hee melangkah dengan sempoyongan karena kepalanya terasa pusing akibat bisa racun yang cepat menjalar didalam tubuhnya.

Dengan demikian, kesudahan dari pertarungan antara kedua orang itu telah mengakibatkan kedua duanya menderita luka. Pui San Kwie patah tulang lengan kirinya, sedangkan Soen Bian Hee terkena golok yang mengandung bisa racun, yang memungkinkan dia tewas sekiranya tidak mendapat obat yang bisa mengalahkan racun itu.

Pemuda Kiang Cun Gee yang waktu itu memakai pakaian sebagai seorang mahasiswa muda berbaju putih, segera mendekati Soen Bian Hee untuk menuntun mengajak masuk kedalam kamar; sementara dara Tan Hong Lan telah memberikan petunjuk untuk Kiang Cun Gee memberikan obat dan menolong Soen Bian Hee.

Kedua orang dipihak utusan Hong bie pang menyerang dara Tan Hong Lan sebagai gadis itu memberikan petunjuk kepada Kiang Cun Gee menolong Soen Bian Hee.

Si biang pengemis Dywa Sin Hok berdua Wie Keng Siang tergerak hendak merintang, namun keduanya justru dirintangi oleh dua orang Hong bie pang yang lainnya, membikin Dywa Sin Hok dan Wie Keng Siang tidak berdaya membantu dara Tan Hong Lan. Akan tetapi, dara Tan Hong Lan ternyata bukan merupakan lawan yang ringan; meskipun gadis itu dikepung oleh dua orang musuh.

Kedua orang musuh yang menyerang dara Tan hong Lan benar benar menjadi sangat terkejut, karena ketangkasan gadis itu yang sangat diluar dugaan mereka. Dalam waktu yang cukup singkat, kedua pengepung itu mulai terdesak, sehingga mereka lebih banyak hanya mampu membela diri, tanpa mereka mendapat kesempatan buat melakukan penyerangan.

Berlainan dengan ke empat saudara seperguruannya, dara Tan Hong Lan bersenjata sebatang pedang; disesuaikan dengan kedudukannya sebagai seorang perempuan, sehingga dengan memakai senjata pedang, maka gerak tubuh dara perkasa itu menjadi sangat lincah dan gesit. Dengan gerak tipu 'peng see lok gan' atau burung belibis turun dipasir, disuatu saat pedang Tan Hong Lan bergerak dari arah atas kebagian bawah, bagaikan hendak membelah tubuh salah seorang lawannya; dan pada waktu pedangnya kena ditangkis, maka dengan mengikuti arah terdorongnya pedang itu, maka Tan Hong Lan mencari sasaran pada lawan yang seorang lagi menikam dengan gerak tipu 'burung bangau mementang sayap'.

Sangat cepat gerak serangan dara Tan Hong Lan itu, dan hebat hasilnya karena dia berhasil membuntungi sebelah lengan lawannya; sehingga lengan kanan lawan itu putus dan senjata lawan itu jatuh perdengarkan bunyi suara yang nyaring.

Tan Hong Lan tidak berlaku kejam untuk mengulang serangannya, karena dilihatnya musuh yang sudah tidak berdaya itu lompat keluar kancah pertempuran, sementara rekannya mendekati dan memberikan pertolongan tanpa diganggu oleh Tan Hong Lan dan dara yang perkasa itu justru mengawasi pertempuran pihak Dywa Sin Hok berdua Wie Keng Siang.

Waktu itu Tan Hong Lan melihat bahwa Wie Keng Siang sedang didesak oleh lawannya, akan tetapi disaat dara yang perkasa itu hendak menggantikan bertempur, maka tiba-tiba terdengar suara seseorang yang berkata dengan suara keras bagaikan suara guntur.

"Orang-orang yang tidak berguna, ternyata kalian telah menyimpang dari perintah yang kalian terima . , .. "

Semua yang mendengar perkataan itu menjadi terkejut, bahkan yang sedang bertempur sampai memisah diri, menunda gerak mereka.

Orang yang membentak itu ternyata adalah seorang imam yang bermuka garang, yang umurnya sudah lebih dari lima puluh tahun, bertubuh tinggi besar dan membekal alat pengebut.

Imam itu berdiri diluar kancah pertempuran, didampingi oleh dua orang laki laki bermuka hitam yang usianya tidak banyak berbeda dengan si imam, dan kedua laki laki yang mendampingi itu juga memiliki muka yang garang.

Suatu hal yang sangat mengherankan bagi pihak Dywa Sin Hok, kedatangan si imam itu tidak diketahui oleh mereka, sedangkan dari pihak penjaga atau pengawal tidak ada seorang pun yang memberikan laporan.

Di pihak utusan orang orang Hong bie pang semuanya kelihatan pucat mukanya waktu melihat si imam bertiga. Mereka serentak memberi hormat kepada si imam bertiga, setelah itu mereka berdiri didekat kawan kawan mereka yang terluka.

“Dywa pangcu kami atas nama Hong bie pang mengucapkan maaf, bila mana tindakan bawahan kami telah berlaku kurang ajar ..." kata si imam dengan nada suara yang penuh wibawa.

Sejenak masih Dywa Sin Hok mengawasi si imam dengan hati penuh pertanyaan, lalu dia melangkah mendekati memberi hormat dan berkata:

"Kejadian tadi adalah karena salah mengerti dari kedua pihak, siapakah nama totiang kalau aku boleh mengetahui

... ?"

Imam itu tertawa. Suaranya tetap cukup besar dan bernada mengejek, setelah itu baru dia berkata:

“Dywa pangcu, bagiku nama adalah tidak berarti. Nanti saja pada pertemuan berikutnya, kau akan mengetahui namaku..." Sehabis mengucap demikian, maka si imam mengajak semua utusan Hong bie pang meninggalkan markas Kay pang.

Baik cara kedatangannya maupun cara kepergiannya, rombongan si imam itu berlaku tidak memandang mata dengan pihak Kay pang; namun demikian pihak Dywa Sin Hok yakin bahwa si imam memiliki ilmu yang tinggi oleh karena kedatangannya tentu melalui jalan atas rumah mengakibatkan tidak ada para penjaga yang mengetahui.

Sementara itu, dara Tan Hong Lan kemudian menyusul Kiang Cun Gee yang sedang memberikan pengobatan terhadap Soen Bian Hee.

Luka pada lengan Soen Bian Hee memang hanya berupa suatu garis lurus bekas terkena mata golok, akan tetapi luka itu dengan cepat sekali telah berobah menjadi suatu garis hitam yang membengkak; sedangkan bisa racun didalam tubuh Soen Bian Hee terus menjalar. Jikalau bisa racun itu terus menjalar sampai kebagian jantung, sudah tentu Soen Bian Hee akan tewas tidak dapat ditolong lagi. Dari itu Kiang Cun Gee telah bersusah payah, mengerahkan seluruh tenaga dalamnya buat mengusir bisa racun, sampai dia berhasil mengeluarkan darah hitam dari bagian luka Soen Bian Hee.

Dilain pihak Wie Keng Siang sedang memikirkan perihal si imam tadi, sampai kemudian dia teringat dengan nama Bhok leng siangjin, seorang tokoh Kun lun pay yang telah diusir karena menodai nama golongan Kun lun.

Sedangkan Tio Kang Hok kemudian juga teringat dengan seorang koksu atau guru agama pihak Hong bie pang yang terkenal sakti, sehingga dia menduga bahwa Bhok leng siangjin pasti adalah guru agama yang dimaksud; terbukti dia telah ditakuti oleh segenap utusan pihak Hong bie pang tadi.

Teringat dengan maksud kedatangan utusan orang-orang Hong bie pang tadi, maka Wie Keng Siang agak terhibur, oleh karena mengetahui bahwa Coa Giok Seng sudah berhasil kabur dari tahanan pihak Hong bie pang, sementara perihal larinya dara Oey Sin Cu tidak dihiraukan oleh Wie Keng Siang.

Tentang kekuatan pihak Hong bie pang cabang kota Soan hoa, jelas menjadi semakin bertambah kuat karena adanya guru agama Bhok leng siang-jin serta banyaknya tokoh tokoh golongan hitam yang biasa merajalela di wilayah utara.

Petang hari itu juga Tio Kang Ho bersama muridnya terpaksa harus meninggalkan kota Soan hoa sebab mereka masih mempunyai urusan diperbatasan kota Siang yang. Akan tetapi, sebelum guru dan murid itu meninggalkan kota Soan hoa, sempat mereka memberitahukan tentang pertemuan mereka dengan pemuda Pouw Keng Thian, yang katanya hendak menyambangi makam orang tuanya untuk kemudian hendak menuntut balas terhadap Hong bie kauwcu berdua Hong bie niocu.

Dipihak si biang pengemis Dywa Sin Hok, dia kelihatan sibuk dan memikirkan daya untuk menghadapi pihak Hong bie pang, oleh karena dia yakin bahwa saat pihak Hong bie pang akan melakukan penyerangan yang menentukan, terbukti dengan kata kata Bhok leng siangjin tentang pertemuan berikutnya.

Dan pada malam harinya, pemuda Coa Giok Seng mendatangi tempat penginapan buat dia mengambil barang bawaannya ditemani oleh dara Oey Sin Cu yang tidak mau ditinggalkan. Mereka tidak menghadapi rintangan oleh karena penjagaan dari pihak Hong bie pang sudah ditarik pulang.

Setelah mengambil barang bawaannya dan meninggalkan uang perak sebagai uang sewa kamar, maka Coa Giok Seng memaksa mengajak dara Oey Sin Cu singgah dimarkas Kaypang dan kedatangan mereka hampir saja mengakibatkan terjadinya pertempuran sebab pihak orang orang Kay pang menganggap bahwa dara Oey Sin Cu dari pihak musuh.

Coa Giok Seng sangat girang waktu dia bertemu dengan ketiga saudara seperguruannya, dan dia lalu menceritakan tentang kisah dara Oey Sin Cu sedangkan dara Oey Sin Cu waktu mengetahui bahwa dipihak Hong bie pang telah kedatangan Bhok leng siangjin dari markas pusat Hong bie pang, maka dia menjadi teringat dengan paman gurunya, yang memang bermusuhan dengan Bhok leng Siang jin; namun baru pada hari itu diketahui oleh dara Oey Sin Cu bahwa orang yang menjadi guru agama ternyata adalah Bhok leng siangjin.

Paman gurunya dara Oey Sin Cu itu bernama Leng In Liang, adik kandung dari Leng ie siancu. Leng In Liang membuka rumah perguruan ilmu silat didusun Leng in cung, kemudian pada suatu hari Leng In Liang sedang bepergian; maka ditempatnya telah kedatangan seorang imam yang mengaku bernama Bhok Leng siangjin, dan kedatangan imam itu disambut sebagaimana layaknya oleh Gak Cun Ho, murid tertua dari Leng In Liang, yang menerangkan bahwa gurunya pada saat itu sedang bepergian.

Akan tetapi imam yang garang itu tidak percaya dengan keterangan Gak Cun Ho, dan dia memaksa masuk hendak mencari Leng In Liang. Perbuatan si imam itu sudah tentu telah membangkitkan kemarahan Gak Cun Ho, bahkan semua murid-muridnya Leng ln Liang. Dengan sikapnya yang gagah Gak Cun Ho berusaha merintangi perbuatan imam yang garang itu, akan tetapi tanpa mempunyai rasa belas kasihan, si imam telah melakukan pukulan 'pek-kong ciang' atau pukulan udara kosong, satu ilmu pukulan yang dapat digunakan pada jarak yang terpisah cukup jauh dengan mengerahkan tenaga dalam yang sakti.

Sudah tentu Gak Cun Ho bukan tandingan si imam, dan pemuda itu tewas seketika dengan mulut mengeluarkan banyak darah segar !

Semua murid-muridnya Leng In Liang menjadi sangat gusar, mereka tidak gentar meskipun mereka menyadari bahwa imam itu memiliki ilmu sakti, serentak mereka meluruk mengepung si imam, namun Bhok leng siang jin atau si imam yang galak itu menjadi tertawa bagaikan hantu yang kegirangan, lalu setelah itu terjadi penjagalan manusia secara besar-besaran, dan hancur berantakan rumah Leng In Liang diubrak abrik oleh Bhok leng siangjin berhubung si imam yang garang itu merasa dendam terhadap Leng In Liang, yang dianggap menjadi biang keladi sehingga terjadi pengusiran atas dirinya dari perguruan Kun-lun.

Lewat beberapa hari setelah terjadinya perusakan dan penjagalan itu, maka Leng In Liang pulang dan menjadi sangat terkejut, waktu mengetahui peristiwa yang telah terjadi dirumahnya itu.

Leng In Liang kemudian memasuki rumah yang telah hancur berantakan itu, sampai kedatangannya diketahui oleh pemuda Su Bun Liong, murid termuda yang berhasil menyelamatkan diri dan bertekad hendak menuntut balas dendam atas kematian saudara seperguruannya. Pemuda Su Bun Liong kemudian menceritakan peristiwa yang telah terjadi, sehingga Leng In Liang mengetahui perbuatannya Bhok leng siangjin, dan semenjak hari itu guru berdua murid itu merantau, mencari jejak Bhok-leng siangjin sampai jauh perjalanan mereka mencapai gunung Kun lun san, namun mereka tidak berhasil menemui Bhok- leng siangjin, sebaliknya Leng In Liang jadi mengetahui bahwa Bhok leng siangjin sudah diusir dari golongan Kun lun pay.

“Kalau mereka sedang merantau, kemana kau hendak menyusul buat minta bantuan mereka…?” tanya pemuda Coa Giok Seng, sehabis Oey Sin Cu selesai bercerita.

“Justeru karena susiok belum berhasil menemui musuhnya, maka susiok sekarang menetap didusun Liok hap cung, dan aku pernah mengunjungi tempatnya, waktu dulu aku mendapat perintah dari suhu....." sahut dara Oey Sin Cu.

"Perjalanan dari sini ke dusun Liok-hap-cung memerlukan waktu tiga-hari, aku khawatir kalau kalau pihak Bhok leng siangjin sudah mendahului menyerang kita. Namun demikian, aku rasa tiada salahnya kalau Oey kouwnio sudi berangkat buat mencari bala bantuan !"

Wie Keng Siang ikut bicara.

"Dan sebaiknya sutee ikut mengantarkan... " dara Tan Hong Lan menyarankan kepada Coa Giok Seng, sebab sang suci ini mengetahui bahwa dara Oey Sin Cu sudah merupakan seorang pelarian dari pihak Hong bie pang.

Dipihak dara Oey Sin Cu, didalam hati dia menjadi girang karena dia akan melakukan perjalanan dengan pemuda tambatan hatinya, akan tetapi saat itu wajah mukanya kelihatan berobah menjadi merah, merasa malu sebab menganggap Tan Hong Lan sudah mengetahui rahasia hatinya.

Sementara itu, mengingat bahwa Oey Sin Cu berdua Coa Giok Seng merupakan orang orang pelarian dari pihak Hong bie pang, maka Wie Keng Siang menyarankan supaya sepasang insan muda itu berangkat malam ini juga, sebelum kedatangan mereka dimarkas Kay pang diketahui oleh pihak musuh.

Dengan demikian malam itu juga Coa Giok Seng berdua dara Oey Sin Cu meninggalkan kota Soan hoa memakai dua ekor kuda menuju kedusun Liok hap cung.

Esok paginya sepasang muda mudi itu sudah jauh meninggalkan kota Soan hoa, namun Coa Giok Seng berdua Oey Sin Cu tetap kaburkan kuda mereka, sebab mereka ingin melakukan perjalanan yang cepat, supaya mereka dapat mengejar waktu, sebelum pihak musuh melakukan penyerangan terhadap pihak Kay pang.

Akan tetapi, pada waktu mereka sedang menyusuri suatu jalan yang sunyi; mendadak dari arah dekat mereka melihat adanya seseorang yang sedang mendatangi, juga dengan menunggang kuda.

Terpaksa Coa Giok Seng berdua Oey Sin Cu perlambat lari kuda mereka, namun di saat mereka hampir berpapasan maka Oey Sin Cu kelihatan menjadi terkejut sebab dia mengenali bahwa si penunggang kuda itu adalah seorang pemuda yang menjadi kesayangan Ma Tay Him suami isteri, dan pemuda itu adalah Oey Cin Eng yang dianggap banyak jasanya terhadap persekutuan Hong bie pang.

Di pihak pemuda Oey Cin Eng, dia juga kelihatan terkejut karena tidak menduga dapat menemui dara Oey Sin Cu ditempat itu. Sudah sejak lama pemuda Oey Cin Eng memang mempunyai niat buruk terhadap dara Oey Sin Cu yang hendak dia ajak bermain cinta. Akan tetapi pemuda Oey Cin Eng takut perbuatannya diketahui oleh Hong bie niocu alias Lie Bie, sebab pemuda Oey Cin Eng merupakan salah seorang pemuda yang sering mendapat 'perlakuan istimewa' dari Hong bie niocu Lie Bie Nio yang saat itu justeru sedang membawakan peranan sebagai istri dari Ma Tay Him!

Jelas meskipun dara Oey Sin Cu mengetahui bahwa ketua Hong bie pang adalah Hong bie kauwcu dengan Hong bie niocu, namun dia belum pernah bertemu dengan Hong bie kauwcu maupun dengan Hong bie niocu alias Lie Bie Nio. Oleh karena itu Oey Sin Cu tidak mengetahui kalau perempuan muda yang katanya menjadi isterinya si beruang raksasa Ma Tay Him justeru adalah Hong bie niocu atau Lie Bie Nio.

Iblis wanita yang haus cinta itu memang gemar orang- orang muda buat dia ajak bermain cinta, mungkin itu pula yang menjadikan dia tetap kelihatan muda dan pandai merawat kecantikannya.

Hong bie niocu Lie Bie Nio tidak menghiraukan orang- orang menganggap dia isteri Ma Tay Him, sedangkan hal yang sebenarnya dia sedang memperalat Ma Tay Him atau si beruang raksasa, yang sengaja dia jadikan kauwcu atau ketua cabang Hong bie pang di kota Soan hoa dan dikota Soan hoa itu justeru pihak Hong bie pang sedang melakukan pekerjaan penting, dengan mendapat dukungan dari pangeran Kim Lun Hoat ong yang hendak merebut pemerintahan dari tangan ayahnya sendiri.

Di kota Soan hoa itu Hong bie niocu Lie Bie Nio membeli sebuah rumah yang besar dan luas, sampai kemudian dia mengetahui bahwa didalam kota itu terdapat seorang okpa yang kejam yang bernama Ma Tay Him, dan sebagai seorang tuan tanah yang kejam, sudah tentu si beruang raksasa Ma Tay Him mempunyai harta kekayaan yang berlimpah-limpah.

Dengan muslihat yang telah direncanakan, maka Hong bie niocu Lie Bie Nio segera menghubungi si beruang raksasa Ma Tay Him, dan hanya dengan sedikit senyum merayu, maka beruang raksasa Ma Tay Him tidak berdaya dibawah telapak kaki perempuan yang haus cinta itu; dan beruang raksasa Ma Tay Him bahkan tidak berdaya, meskipun Lie Bie Nio melakukan perbuatan maksiat didepan matanya !

Sementara itu, disamping menjadi 'boneka permainan' dari Hong bie niocu Lie Bie Nio, si pemuda Oey Cin Eng juga merupakan murid dari Bhok leng siangjin; oleh karena itu Ma Tay Him juga tidak berani sembarangan bertindak terhadap pemuda itu meskipun dia mengetahui bahwa pemuda itu merupakan salah seorang kesayangan dari Hong bie niocu Lie Bie Nio, yang tidak pernah bosan bosan mengejar laki laki muda.

"Eh, moay-moay, tidak kusangka kita bertemu ditempat ini ... " pemuda Oey Cin Eng menyapa, sementara sepasang matanya sempat melirik kearah pemuda Coa Giok Seng dengan sikap menghina.

Merah muka dara Oey Sin Cu karena pemuda Oey Cin Eng memakai istilah moay-moay dihadapan Coa Giok Seng. Sejenak dara itu ikut melirik kearah Coa Giok Seng, dan Oey Sin Cu berkata kepada Oey Cin Eng:

"Oey heng, kita tidak bermusuhan, dari itu aku harap kau membiarkan kami lewat ..."

"Hmmm, dengan melihat kau sebagai kekasihku, maka tidak keberatan membiarkan dia pergi. Akan tetapi kau harus ikut dengan aku ..." sahut Oey Cin Eng; tetap mengejek nada suaranya, sementara dengan 'dia’ sudah tentu dimaksud Coa Giok Seng dan jawabnya itu sudah pasti membikin dara Oey Sin Cu menjadi marah.

“Oey Cin Eng, jangan kau terlalu menghina .. !" seru Oey Sin Cu; sambil dia bergegas hendak menghunus pedangnya namun dia dicegah oleh pemuda Coa Giok Seng.

"Moay-moay, biarkan aku yang menghadapi dia .." demikian kata Coa Giok Seng; tetap dengan sikap yang tenang.

"Ha ha ha ! bagus kalau kau mempunyai keberanian buat menghadapi aku " terdengar kata Oey Cin Eng mengejek:

lalu dia mendahului lompat turun dari atas kudanya, karena Coa Giok Seng kelihatan masih tetap duduk tenang diatas kudanya.

"Hati hati, dia adalah muridnya Bhok leng siang jin.." kata dara Oey Sin Cu dengan suara perlahan, waktu dia melihat Coa Giok Seng turun dari atas kudanya, sambil menyiapkan goloknya.

Pemuda Oey Cin Eng perdengarkan lagi suara mengejek, karena dia cukup mendengar perkataan dara Oey Sin Cu. Kemudian dengan layak menghina, maka Oey Cin Eng mulai melakukan penyerangan kepada Coa Giok Seng, menikam memakai pedangnya yang mengarah bagian dada dengan gerak tipu 'gin yan touw lim' atau burung walet menerobos kedalam hutan.

Coa Giok Seng menduga lawannya hanya menggertak, dari itu dia tidak menangkis atau berkelit mundur, sebaliknya dia bersiap dengan waspada, menunggu sampai ujung pedang datang dekat, setelah itu dengan gesit dia geraki tubuhnya memutar sehingga dari bagian samping dia dapat maju, menyusul goloknya disabetkan dari bagian bawah kearah atas, untuk menabas bagian lengan lawannya.

Oey Cin Eng menjadi sangat terkejut. Itulah serangan balasan yang sangat dahsyat, sehingga dengan cepat dia harus lompat mundur. Ketika dia memutar tubuhnya, dilihatnya pemuda lawannya tidak mengejar dia sebab Coa Giok Seng hanya berdiri diam mengawasi dengan perlihatkan muka mengejek. "Bagaimana? apakah kita sudahi pertempuran ini ...?” tanya Coa Giok Seng, dingin nada suaranya sedangkan sikapnya kelihatan tenang menantang.

Pemuda Oey Cin Eng tadi merasa sangat terkejut, sebab penyerangan lawannya sangat cepat dan gesit, akan tetapi kemudian dia menganggap bahwa lawannya itu telah memperoleh kesempatan secara tidak disengaja maka tanpa mengucap apa apa, Oey Cin Eng mengulang serangannya, lompat menerkam sambil pedangnya membabat kearah pundak. Akan tetapi ketika serangan itu gagal tidak mencapai sasaran maka dia menyusul dengan sebuah tikaman kebagian dada.

Sekali ini Coa Giok Seng berkelit waktu serangan pertama tadi datang, akan tetapi waktu tikaman kedua menyusul maka dia menangkis, sehingga kedua senjata mereka saling bentur, mengakibatkan pedangnya Oey Cin Eng terpental menyamping dan menggunakan kesempatan itu maka Coa Giok Seng melakukan serangan balasan, menyerang dengan menggunakan kepelan tangan kirinya.

Oey Cin Eng bergegas berkelit, akan tetapi angin pukulannya itu segera perdengarkan suara mendesir, membikin dia menyadari bahwa Coa Giok Seng memiliki tenaga yang besar. Sekarang dia insaf bahwa pemuda lawannya benar-benar tidak boleh dipandang ringan; disamping dia merasa malu terhadap dara Oey Sin Cu, oleh karena dihadapan dara binal itu sebenarnya dia ingin perlihatkan kebolehannya.

Dengan merobah cara bertempur, maka pemuda Oey Cin Eng beberapa kali melakukan penyerangan secara hebat; sehingga untuk beberapa saat kelihatan Coa Giok Seng bagaikan sibuk harus berkelit menghindar, sampai kemudian Coa Giok Seng mengeluarkan ilmu pat sian to atau ilmu golok-delapan dewa.

Melihat lawannya menggunakan ilmu pat-sian to; maka Oey Cin Eng tertawa didalam hatinya. Tertawa mengejek karena dia kenal ilmu silat itu, yang pernah dia belajar sebab berasal dari ilmu 'pat-sian-kiam' atau ilmu pedang delapan dewa. Akan tetapi setelah lewat beberapa jurus, maka pemuda Oey Cin Eng menjadi heran.

Ilmu "pat-sian to" dari Coa Giok Seng ternyata sangat luar biasa. Sering menyeleweng dari keharusan, karena terlihat dari jurus jurus yang bertentangan. Beberapa kali terjadi Oey Cin Eng menangkis dibagian sebelah kiri karena menganggap arah serangan menuju kebagian sebelah kiri, namun ternyata arah serangan golok Coa Giok Seng secara mendadak pindah kearah bagian sebelah kanan sehingga Oey Cin Eng harus bergegas menyingkir secara tergesa gesa, mengakibatkan dia menjadi gelisah dan gugup. Lalu disaat saat berikutnya kelihatan dia sudah bermandi keringat serta napasnya jadi memburu.

Lagi beberapa jurus Oey Cin Eng bertahan meskipun keadaannya bertambah menjadi gugup, sampai disuatu saat dia bersuara mengaduh karena dua kali dia terkena tikaman golok; sehingga dua kali dia terjatuh membikin bajunya jadi kotor kena debu bercampur keringat dan darah.

Dipihak Coa Giok Seng, pemuda ini tidak memberikan kesempatan bagi lawannya melarikan diri. Dia bertekad hendak membinasakan Oey Cin Eng setelah dia mengetahui pemuda itu menjadi muridnya Bhok leng siangjin agar dengan demikian dia akan mengurangi tenaga dipihak musuh.

Sementara itu, dara Oey Sin Cu saksikan pertempuran itu dengan muka kelihatan kagum. Mula pertama dia melihat Coa Giok Seng seperti kena dikurung oleh pedangnya Oey Cin Eng, sehingga dia menjadi cemas karena menganggap pemuda idaman hatinya terancam bahaya, akan tetapi ketika kemudian dia melihat Coa Giok Seng berhasil mendesak Oey Cin Eng, sampai muridnya Bhok leng siangjin tewas dengan perut robek terkena goloknya Coa Giok Seng.

"Mari kita lekas pergi,” ajak dara Oey Sin Cu yang kelihatan jadi gelisah; dan pemuda Coa Giok Seng bagaikan terpaksa mengikuti, mengingat tugas mereka adalah sedang mencari tenaga bantuan.

Setelah sepasang insan muda itu jauh meninggalkan tempat bekas pertempuran itu, maka ada beberapa orang yang sedang berlalu-lintas, yang menemui mayat pemuda Oey Cin Eng yang tewas dengan perut robek, dan orang- orang yang menyaksikan mayat pemuda itu kemudian menjadi bertambah banyak sampai disaat berikutnya ada dua orang petugas dari Hong bie pang yang lalu mengangkut mayat pemuda itu.

Sudah tentu Bhok leng siangjin menjadi sangat gusar ketika mengetahui muridnya tewas tanpa diketahui siapa pembunuhnya. Juga Ma Tay Him dan Hong bie niocu Lie Bie Nio menjadi sangat gusar, dan mereka serentak menduga sebagai perbuatan pihak musuh yang sedang berada didalam markas Kay pang cabang kota Soan hoa. Pada mulanya Hong bie niocu Lie Bie Nio hendak langsung memerintahkan melakukan penyerangan terhadap markas Kay pang itu, akan tetapi Bhok leng siangjin melarang, mengatakan bahwa orang orang Kay pang untuk sementara tidak boleh diganggu, disamping Bhok leng siangjin bersama Lie Bie Nio harus secepatnya meninggalkan kota Soan hoa karena mereka menghadapi lain pekerjaan yang lebih penting.

Akhirnya Bhok leng siangjin mengatur siasat, memerintahkan orang orang Hong bie-pang memancing pihak musuh keluar dari markas Kay pang, untuk kemudian mereka dibinasakan dan mayat mayat mereka akan dibuang ditengah laut.

-x )X( x-

MALAM ITU ada empat bayangan hitam yang kelihatan lompat memasuki markas Kay pang cabang kota Soan hoa, sampai kemudian ke empat bayangan hitam itu naik keatas genteng; namun kedatangan mereka cepat diketahui dan dihadang oleh pemuda Kiang Cun Gee yang mendapat giliran jaga.

Segera si mahasiswa berbaju putih Kiang Cun Gee dilibat di dalam suatu pertempuran melawan ke empat bayangan hitam itu yang ternyata merupakan orang-orang Hong bie pang, yang semuanya memakai pakaian serba ringkas warna hitam.

Orang orang Kay pang yang cepat mengetahui adanya pertempuran itu, serentak mereka berkumpul diri memasang api obor juga sibiang pengemis Dywa Sin Hok dan Tan Hong Lan ikut keluar kecuali Wie Keng Siang yang memerlukan menjaga pemuda Soen Bian Hee yang masih menderita akibat luka kena senjata mengandung bisa racun. Disaat pertempuran itu masih berlangsung, secara tiba- tiba dara Tan Hong Lan melihat adanya empat bayangan lainnya yang hendak menerobos kebagian belakang dari markas Kay pang itu, dan dara yang tangkas ini cepat cepat lompat mengejar sampai kemudian ikut dilibat dalam suatu pertempuran, sementara si biang pengemis Dywa Sin Hok kelihatannya bingung sukar buat dia memutuskan apakah dia akan bantu bertempur ataukah dia tetap menjaga jaga, kalau kalau akan datang lagi rombongan pihak penyerang.

Akan tetapi, oleh karena siasat orang orang Hong bie pang memang hendak memancing pihak lawan meninggalkan markas Kay pang, maka keempat orang yang mengepung Kiang Cun Gee secara mendadak memisah diri lalu mereka sengaja melakukan serangan terhadap orang orang Kay pang yang sedang berkumpul dibagian bawah, dan setelah itu mereka lalu kabur dengan melepaskan berbagai macam senjata rahasia, mengakibatkan beberapa orang Kay pang yang terluka, sehingga pemuda Kiang Cun Gee melakukan pengejaran.

Dilain pihak, orang Hong bie pang yang sedang mengepung dara Tan Hong Lan segera ikut bergegas melarikan diri, namun seorang diantaranya berhasil dilukai oleh Tan Hong Lan, dan sesaat sebelum dara perkasa itu turut melakukan pengejaran, maka terlebih dahulu ia memesan kepada si biang pengemis Dywa Sin Hok untuk tetap berlaku siap siaga, setelah itu baru dia menyusul kearah larinya orang orang yang telah mendahului dia.

Cukup jauh dara Tan Hong Lan harus melakukan pengejaran, sampai dilain saat dia melihat Si mahasiswa Kiang Cun Gee sedang dikepung oleh 6 orang musuh; sedangkan orang orang Kay pang yang ikut melakukan pengejaran, ternyata semuanya sudah kena dibinasakan, oleh karena pihak orang-orang Hong-bie pang banyak yang umpatkan diri dan melakukan penyerangan memakai senjata rahasia!

Segera Tan Hong Lan menerjang orang orang Hong bie pang yang sedang mengepung adik seperguruannya, dan Kiang Cun Gee lalu berkata:

"Suci, hati hati dengan pihak musuh yang umpatkan diri; mereka menyerang memakai senjata rahasia, .. "

Dara Tan Hong Lan perdengarkan suara mengejek, lalu sambil dia menghindar dari suatu serangan yang ditujukan kepadanya; dan pada detik berikutnya dara yang perkasa ini berhasil melukai musuh itu.

Sisa musuh yang mengepung sepasang saudara seperguruan itu masih ada lima orang, namun pada saat berikutnya pihak musuh itu bertambah sampai belasan orang banyaknya, dan mereka serentak mengurung Tan Hong Lan berdua Kiang Cun Gee; memaksa sepasang muda mudi itu mengamuk memperlihatkan kemampuan mereka.

Selagi kedua saudara seperguruan itu dikepung oleh pihak orang orang Hong bie pang, maka diluar dugaan datang bantuan bagi sepasang muda mudi itu yang berupa si pengemis tua Ciu Thong Han, yang datang bersama sama pemuda Tio Tiang Cun, Cie Keng Hong, Pouw Keng Thian dan dua bersaudara Boe Hong Kin serta Boe Hong Giap.

Sudah tentu orang orang Hong bie pang tidak sanggup melayani pihak musuh yang sudah mendapatkan tenaga bantuan, sedangkan dara Tan Hong Lan berdua Kiang Cun Gee menjadi sangat girang, terutama karena melihat kehadiran adik seperguruan mereka yang termuda, yakni pemuda Pouw Keng Thian. Rombongan si pengemis tua Ciu Thong Han itu tiba di kota Soan hoa dan malam itu juga mereka langsung mendatangi markas Kay pang sehingga mereka mengetahui bahwa Tan Hong Lan berdua Kiang Cun Gee sedang mengejar orang orang Hong bie pang, dan mereka segera menyusul untuk memberikan bantuan.

Maka dengan demikian, malam itu didalam markas Kay pang cabang kota Soan hoa diadakan suatu perjamuan khusus untuk menyambut kedatangan si pengemis tua Cu Thong Han, dan pada kesempatan itu pula pemuda Pouw Keng Thian menanyakan perihal dara Soh Sim Lan oleh karena dia teringat dengan pertemuannya, akan tetapi tidak melihat adanya Kanglam liehiap Soh Sim Lan dikota Soan hoa.

Dara Tan Hong Lan kelihatan jadi kaget sampai kemudian dia menjadi merasa cemas. Khawatir kalau kalau temannya itu mendapat bencana ditengah perjalanan setelah dia mengetahui dari adik seperguruannya bahwa Soh Sim Lan sedang diikuti oleh orang orang yang kelihatannya mencurigakan.

Namun demikian, perhatian dara Tan Hong Lan pada waktu itu harus dia utamakan terhadap urusan orang orang Hong bie pang; dan pada kesempatan itu pula sedang direncanakan hendak melakukan penyerangan terhadap markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa, untuk melumpuhkan kegiatan pihak Hong bie pang mengirim dara dara cantik yang mereka kirim ke pulau Hay ciu.

Akan tetapi, atas sarannya Wie Keng Siang; maka untuk melakukan penyerangan terhadap markas orang orang Hong bie pang ditunda sampai datangnya Coa Giok Seng berdua dara Oey Sin Cu, yang sedang mengundang Leng In Liang yang bermusuhan dengan Bhok leng siangjin. Dan selama beberapa hari menunggu kedatangan rombongan pemuda Coa Giok Seng, maka pihak orang orang Hong bie pang telah beberapa kali melakukan penyerangan terhadap markas Kay pang, namun selalu mereka dapat dibikin kucar kacir karena pihak Kay pang telah melakukan penjagaan yang ketat.

Adalah petang hari itu, Coa Giok Seng berdua dara Oey Sin Cu kembali dengan membawa tamu yang mereka undang, yakni Lang In Liang berdua muridnya, pemuda Su Bun Liong.

Usia Leng In Liang ternyata sudah 5o tahun lebih sedikit. Lebih muda dari pangcu Dywa Sin Hok dan Wie Keng Siang, dia berpakaian semacam seorang penduduk desa, tidak mirip seperti seorang guru silat, bertubuh kokoh kuat dan berdada bidang.

Malam harinya, sekali lagi di markas Kay pang diadakan perjamuan makan, untuk menyambut kedatangan para tamu itu, sambil mereka mengatur siasat buat melakukan penyerangan terhadap markas Hong bie pang.

Akhirnya ditentukan bahwa esok pagi mereka akan melakukan penyerangan, dengan dara Oey Sin Cu yang akan bertindak selaku penunjuk jalan, sebab dara ini merupakan satu satunya orang yang mengetahui seluk beluk letak markas orang orang Hong bie pang sementara Coa Giok Seng mau memimpin saudara-saudara seperguruannya untuk mengambil jalan air lewat perkampungan tempat tinggal pamannya Oey Sin Cu, sebab mereka diharuskan mendatangi dermaga dan merusak perahu-perahu milik orang orang Hong bie pang, untuk mencegah mereka melarikan diri.

Sudah tentu Ma Tay Him menjadi sangat gusar, ketika pada esok paginya dia mengetahui markasnya telah diserang oleh pihak musuh. Dalam keadaan gugup dia memerintahkan semua orang orang untuk melakukan pertahanan dan perlawanan; sampai kemudian dia harus ikut mengamuk dan berhadapan dengan Wie Keng Siang.

Leng In Liang berdua muridnya mencari Bhok leng siangjin ditengah kekacauan pertempuran itu, namun sia-sia usaha mereka, sampai kemudian mereka mendapat tahu dari orang orang Hong bie pang, bahwa Bhok leng siangjin berdua Hong bie niocu sudah meninggalkan markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa, tanpa diketahui kemana tujuan mereka !

Dilain bagian kelihatan dua bersaudara Boe Hong Kin dan Boe Hong Giap yang sedang bertempur seru melawan Kam Cong Hin, sampai kemudian dua bersaudara itu berhasil membinasakan musuh mereka sejak mereka masih berada diwilayah utara.

Sementara itu Coa Giok Seng bersama Kiang Cun Gee, Soen Bian Hee dan Pouw Keng Thian, memakai dua perahu kecil mendatangi dermaga tempat orang orang Hong bie pang.

Ke empat pemuda itu tidak sukar melumpuhkan para penjaga, sampai mereka berhasil merusak bahkan membakar perahu perahu milik orang orang Hong bie pang; untuk kemudian mereka menjatuhkan diri dengan rekan rekan mereka yang sedang bertempur.

Si beruang raksasa Ma Tay Him berteriak seperti guntur ketika melihat banyaknya musuh musuh yang melakukan penyerangan, dan banyaknya orang orang Hong bie pang yang berguguran. Dia mengamuk sampai Wie Keng Siang setengah tobat menghadapi si beruang raksasa itu, dan waktu itu muncul rombongan Coa Giok Seng yang ikut bantu mengepung, sehingga si beruang raksasa mati dengan sepasang mata mendelik.

Markas Hong bie pang cabang kota Soan hoa kemudian dibakar habis oleh kelompok orang orang gagah yang melakukan penyerangan itu. Setelah dua hari lamanya mereka berkumpul di markas Kay pang cabang kota Soan hoa, maka akhirnya Leng In Liang mengajak muridnya buat pamitan, sedangkan dara Tan Hong Lan mengajak semua rombongannya buat berangkat menuju kota San hay koan buat bertemu dan berkumpul dengan Kanglam liehiap Soh Sim Lan sesuai dengan rencana dara yang perkasa dari wilayah utara itu, yang hendak mendukung Pangeran Gin Lun Hoat ong, sedangkan pemuda Pouw Keng Thian berjanji akan menyusul setelah dia menyambangi makam keluarganya serta melakukan balas dendam terhadap Hong bie kauwcu berdua Hong bie niocu suami isteri, yang pada saat itu belum diketahui berada dimana.

Seorang diri Pouw Keng Thian melakukan perjalanan, hendak menyambangi makam ayah dan ibunya; sekalian mencari keterangan perihal tempat kediaman Hong bie kauwcu berdua Hong bie niocu.

Disatu pagi hari yang sejuk hawanya, selagi ayam ayam jantan sedang perdengarkan suaranya dan matahari baru saja perlihatkan ujudnya, maka Pouw Keng Thian tiba diperbatasan luar desa Pek kee chung, yang letaknya tidak terpisah jauh dengan gunung Pek hong san yang tinggi menjulang keangkasa, meskipun tak setinggi gunung Tiang pek san, sedangkan didesa Pek kee chung banyak terdapat tanaman pohon pohon Pek.

Ada dua orang pemuda yang juga menjadi penghuni diperkampungan itu, yang seorang bernama Ciu San Bin, berumur duapuluh tahun, mahir ilmu silatnya dan gagah kelihatannya; sedangkan yang seorang lagi bernama Lim Seng Hong, umur tiada berbeda banyak dengan Ciu San Bin, juga mahir ilmu silatnya, juga tampan mukanya; sehingga diperkampungan itu mereka berdua merupakan pemuda idaman anak anak perawan.

Akan tetapi, dua pemuda bersahabat itu akhir-akhir ini sering kelihatan bertengkar, melulu sebab mereka sedang berlomba hendak merebut kasih sayang seorang dara manja yang bernama Lie Sin Lan.

Maka untuk yang kesekian kalinya, disuatu senja yang indah sepasang insan remaja kelihatan sedang asyik memadu kasih, meminjam tempat disuatu pojok yang sunyi tetapi dengan pemandangan alam, dihias dengan sinar lembahyung merah mengambang di angkasa serta irama hembusan angin pegunungan yang menyegarkan.

Dua insan anak manusia yang sedang asyik memadu kasih itu adalah pemuda Lim Seng Hong dengan dara Lie Sin Lan.

Keduanya masih asyik memupuk cinta, ketika tiba tiba mereka dikejutkan dengan bentak suara Ciu San Bin yang muncul tanpa mereka harapkan.

"Bedebah Lim Seng Hong, jangan kau coba coba menyentuh atau merayu Lan moay. Dia adalah milikku.......!" bentak pemuda Ciu San Bin yang kelihatan marah marah karena merasa cemburu.

Saking kagetnya, maka dara Lie Sin Lan melepaskan diri dari pelukan pemuda yang menyintai dia, sementara dengan geram karena merasa diganggu, maka pemuda Lim Seng Hong balas memaki :

"Justru kau yang harus mengetahui bahwa lan moay adalah kekasihku, dan kau tidak berhak mengakui dia sebagai milikmu ....!” demikian Lim Seng Hong balas memaki, dan dia kini sudah berdiri berhadapan dengan pemuda saingannya.

Wajah muka pemuda Ciu San Bin jelas kelihatan marah, akan tetapi sempat sekilas dia melirik kearah tempat dara Lie Sin Lan berdiri, dan dilihatnya dara pujaannya itu sedang bersenyum menatap dia, sehingga dengan tiba tiba saja tangan kiri Ciu San Bin bergerak menyerang pemuda saingannya, menyerang dengan ilmu pukulan tangan kosong Bu tong ciang hoat, oleh karena dia merupakan salah seorang murid dari golongan Bu tong-pay.

Meskipun dia sedang terkejut karena tidak menduga bakal diserang, namun dengan tangkas Lim Seng Hong sempat menghindar, bergerak dengan ilmu 'mi po Iian hoat' (mundur berantai), sebab dilihatnya pemuda saingannya menyerang dia dengan tiga pukulan yang saling susul.

"Ciu San Bin, apakah kau sudah pikir baik-baik tindakanmu ini ... ?” tanya Seng Hong dengan nada suara mengejek.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar