Pendekar Bunga Cinta Jilid 07

jilid : 7

KANGLAM liehiap Soh Sim Lan melakukan perjalanan membawa tugas rahasia dari pangeran Bok Lun, yang berkedudukan di kota Ceng-kang; sebab waktu itu pihak perampok bangsa Jepang sedang merajalela disepanjang pesisir Tay-ciu. Dalam perjalanannya itu, sempat Kanglam liehiap Soh Sim Lan singgah ditempat pangeran Gin Lun, menyampaikan pesan dari pangeran Bok Lun; dan sempat dia dibikin penasaran oleh perbuatan liehiap Liu Giok Ing yang terpaksa harus dia tempur, disaat Giok Ing ingin membinasakan pangeran Gin Lun. Ingin Kanglam liehiap Soh Sim Lan melakukan penyelidikan, apa sebenarnya yang menyebabkan liehiap Liu Giok Ing melakukan pembunuhan-pembunuhan dikota raja bahkan juga didalam istana pangeran Gin Lun; akan tetapi Kanglam liehiap Soh Sim Lan tidak sempat melakukan penyelidikan itu, sebab dia mengetahui betapa pentingnya membawa tugas rahasia dari pangeran Bok Lun, karena adanya kerja sama yang berupa maksud tidak baik antara pihak kawanan bajak bangsa Jepang, dengan pihak seorang pangeran yang masih dia rahasiakan namanya.

Kemudian secara kebenaran Kanglam liehiap Soh Sim Lan bertemu dengan Liu Gwat Go yang menjadi saudara- seperguruannya dan Liu Gwat Go ini justeru adalah adik kandung dari liehiap Liu Giok Ing. Maka diceritakan oleh Kanglam liehiap Soh Sim Lan kepada liehiap Liu Gwat Go, tentang perbuatan yang dilakukan oleh sang kakak, Liu Giok Ing.

Pada mulanya sudah tentu Liu Gwat Go tidak percaya dengan keterangan yang didengarnya itu, akan tetapi kemudian dia menjadi ikut merasa penasaran. Dia ikut melakukan perjalanan bersama Kanglam liehiap Soh Sim Lan, ingin memberikan bantuan kepada pangeran Bok Lun; akan tetapi liehiap Liu Gwat Go menyarankan supaya singgah diperbatasan kota Gan-bun koan, buat menemui sipendekar tanpa bayangan Kwee Su Liang dan menanyakan keterangan tentang liehiap Liu Giok Ing. "Mengapa harus menanyakan kepada dia... ?" tanya Kanglam liehiap Soh Sim Lan yang merasa heran karena tidak mengerti maksud rekannya.

"Sebab dulu dia merupakan pacarnya ci ci, sehingga mungkin dia mengetahui latar-belakang dari perbuatan ci ci ini ..." sahut liehiap Liu Gwat Go sambil bersenyum: dan berhasil membikin Kanglam liehiap Soh Sim Lan menyetujui usulnya buat bertemu dengan Kwee Su Liang.

Akan tetapi, selekas mereka memasuki kota Gan-bun koan, mereka melihat adanya kawanan perampok bangsa Watzu yang sedang bertempur melawan tentara negeri.

Sehingga mereka memerlukan mendekati dan mengetahui bahwa Kwee Su Liang sedang dikepung oleh lima-macan dari Kwan-Gwa, yang juga sudah dikenal oleh kedua wanita perkasa itu.

Keadaan pertempuran sudah tentu menjadi berubah setelah pihak Kwee Su Liang mendapat bantuan dari kedua wanita yang perkasa itu; bahkan waktu yang singkat Kwee Su Liang berhasil membinasakan simacan ke empat Su- houw, sedangkan Kang Lam liehiap Soh Sim Lan kebagian simacan ke-tiga Sam-houw, dan liehiap Liu Gwat Go membinasakan simacan ke-lima Ngo-houw.

Toa-houw berdua Jie-houw yang cerdik dan licik berhasil mendahului kabur, tanpa menghiraukan pihak tentara bangsa Watzu yang sedang diamuk oleh rombongannya Kwee Su Liang. Mereka bahkan kabur kearah lain bukan kembali kedaerah kekuasaan bangsa Watzu, sebab mereka merasa malu untuk bertemu lagi dengan pihak pemerintah negara Watzu!

Setelah berhasil mengganyang kawanan berandal sehingga sisa hanya beberapa orang berandal yang berhasil kabur, maka Kwee Su Liang mengucap terima kasih kepada Kanglam Soh Sim Lan berdua Liu Goat Go, dan Kwee Su Liang mengundang kedua pendekar wanita itu untuk singgah dirumahnya.

Akan tetapi, selagi mereka dalam perjalanannya menuju tempat kediaman Kwee Su Liang, maka liehiap Liu Gwat Go telah menanyakan perihal Liu Giok Ing kepada Kwee Su Liang, dan Kwee Su Liang lalu menceritakan semuanya, kecuali bagian kisah-kasih yang dirahasiakan oleh Kwee Su Liang; sampai dikatakan olehnya bahwa waktu itu Liu Giok Ing sedang berada di kota San-hay koan ditempat pangeran Gin Lun.

Maka jelas keadaannya bagi Kanglam liehiap Soh Sim Lan berdua liehiap Liu Gwat Go, tentang peristiwa fitnah yang dialami oleh Liu Giok Ing; dan liehiap Liu Gwat Go kemudian menyatakan hendak langsung menemui kakaknya, batal singgah dirumahnya Kwee Su Liang, tanpa Kwee Su Liang dapat memaksa.

Terpaksa Kwee Su Liang membiarkan kedua pendekar wanita itu meninggalkan kota Gan-bun koan, tanpa dia mengetahui bahwa ditengah perjalanan Kanglam liehiap Soh Sim Lan juga berpisah dengan liehiap Liu Gwat Go, setelah mereka berjanji akan bertemu lagi ditempat pangeran Bok Lun, dan liehiap Liu Gwat Go akan mengajak kakaknya.

Keadaan Kwee Su Liang kelihatan lesu tidak bersemangat, waktu dia melakukan perjalanan pulang sehabis mengganyang kawanan perampok. Lesu sebab secara mendadak dia teringat lagi dengan liehiap Liu Giok Ing yang dia tinggalkan di kota San-hay koan, sehingga berulang lagi dia merasakan rindu ingin bertemu, akan tetapi saat itu dia sedang dihadapi urusan kawanan perampok bangsa Watzu, serta anaknya yang masih hilang belum diketahui nasibnya. Waktu sudah tiba dirumahnya dan bertemu dengan isterinya, maka Kwee Su Liang menceritakan tentang peristiwa pertempuran tadi, juga tentang pertemuannya dengan kedua pendekar wanita yang memang sudah dikenal oleh ‘hui-thian liang-li’ Lie Gwat Hwa isterinya Kwee Su Liang.

"Mengapa mereka tidak singgah dulu ....?" tanya Lie Gwat Hwa yang kelihatan berpikir; mungkin teringat olehnya bahwa liehiap Liu Gwat Go memang pernah merasa tidak senang waktu mengetahui Kwee Su Liang batal menikah dengan Liu Giok Ing.

"Mereka sedang sibuk, terutama Kanglam liehiap Soh kouwnio yang sedang membantu pihak Bok Lun Hoat-ong, sebab ternyata bukan melulu kawanan berandal dari suku bangsa Watzu yang sedang mengganas didaratan negara kita, bahkan juga kawanan berandal bangsa Jepang sedang mengganas di sepanjang pesisir Tay ciu " kata Kwee Su

Liang yang memberikan penjelasan kepada isterinya.

"Kita memiliki raja yang tak becus mengatur pemerintahan, bisanya cuma menggilir selir ..." sahut Lie Gwat Hwa yang merasa kecewa, namun sempat membikin sekilas Kwee Su Liang merasa panas-mukanya, sebab secara mendadak dia teringat lagi dengan liehiap Liu Giok Ing, yang seolah-olah sudah menjadi 'selir' nya !

Memang pernah terpikir oleh Kwee Su Liang, bahwa dia hendak memberitahukan isterinya tentang dia telah menjadikan Liu Giok Ing sebagai bini mudanya; akan tetapi secara mendadak dia dihadapkan dengan peristiwa kawanan perampok bangsa Watzu, serta tentang hilangnya anaknya dan tewasnya bibiknya, sehingga tidak ada kesempatannya buat dia membicarakan urusan Liu Giok Ing kepada isterinya. Akan tetapi setelah kedatangannya diri Liu Gwat Go yang adiknya Liu Giok Ing, maka teringat lagi Kwee Su Liang dengan urusan 'bini-muda' itu; dan terpikir olehnya, mungkinkah isterinya akan kesudian dimadu ? Apakah dia dibolehkan mempunyai bini-muda? Apalagi dengan Liu Giok Ing yang pernah ditempur oleh isterinya, waktu dahulu isterinya membela Kwee Su Liang didalam urusan sengketa dendam keluarga !

Sukar rasanya buat Kwee Su Liang memberikan pengertian kepada isterinya, meskipun dihadapan Liu Giok Ing pernah Kwee Su Liang mengatakan, bahwa tidak sukar buat dia bicara dengan isterinya.

Sementara itu 'hui-thian liong li' Lie Gwat Hwa yang tidak mengetahui tentang yang sedang dipikirkan oleh suaminya, untuk yang kesekian kalinya dia menyatakan rasa cemasnya tentang nasib anaknya yang tidak diketahui jejaknya. Ingin Lie Gwat Hwa yang mengajak sang suami buat mencari anak mereka, akan tetapi tugas negara ternyata sedang membutuhkan tenaga mereka; sehingga sampai sedemikian lamanya mereka tidak mempunyai kesempatan buat mencari jejak anak mereka.

Kemudian tentang adanya Kwan gwa ngo-houw yang bergabung dengan pihak kawanan berandal bangsa Watzu, bukan melulu menjadi bahan pemikiran Kwee Su Liang; bahkan Lie Gwat Hwa ikut memikirkan. Mungkinkah perbuatan kawanan perampok itu didalangi oleh pihak pemerintah bangsa Watzu, yang sengaja hendak mengacau dinegeri cina? Keadaan menjadi sangat gawat bagi kota Gan bun koan, kalau sampai benar pihak pemerintah bangsa Watzu ingin melakukan penyerangan, selagi bantuan dari kota-raja belum kunjung tiba.

Terpaksa malam itu juga Kwee Su Liang menulis surat lagi, berupa laporan buat sri baginda maharaja dan sekali lagi dia minta segera dikirimkan bala bantuan tentara. — oooco —

SEBENARNYA sri baginda maharaja cukup arif dan bijaksana, tetapi sang baginda maharaja ini mempunyai kelemahan sebagai seorang laki laki, yaitu mudah tergoda oleh wanita cantik. Sudah ada 16 selir yang dimiliki oleh sri baginda maharaja itu disamping seorang permaisuri dan bini-bini muda lainnya; akan tetapi waktu menteri kehakiman Pauw Goan Leng membawakan dara jelita, maka sepasang mata sri baginda maharaja jadi melotot seperti mata seekor ikan koki yang 'kegerahan'.

Menteri kehakiman Pauw Goan Leng datang menghadap kepada sri baginda maharaja dengan membawa Siu Lan bekas babu Giok Lun Hoat-ong; maksud menteri tua-tua keladi itu hendak memberikan laporan tentang Siu Lan yang katanya mengetahui rahasia bekas majikannya, bahwa Giok Lun Hoat-ong dipengaruhi dan dihasut oleh isterinya, untuk melakukan perbuatan makar.

Akan tetapi, segala perkataan menteri kehakiman Pauw Goan Leng yang sedang memberikan laporan, tidak didengarkan oleh sri baginda maharaja sebab raja-tua itu sedang terpesona mengawasi Siu Lan yang sedang jungging-berlutut.

Masih muda umur Siu Lan, bahkan terlalu muda; akan tetapi dia menyadari bahwa dia memiliki tubuh yang merangsang. Pernah dia suatu hari merayu bekas majikannya, namun dia tidak berhasil oleh karena Giok Lun Hoat-ong terlalu setia terhadap isterinya. Kemudian dia dibawa menghadap kepada menteri kehakiman Pauw Goan Leng yang tua tua keladi yang langsung 'bertekuk- lutut' tanpa Siu Lan perlu merayu; sebaliknya Siu Lan ogah melayani sebab menteri Pauw Goan Leng sudah tua, sedang kedudukkannya 'cuma' jadi menteri, bukan pangeran. Sedikit nyentrik sudah cukup membikin menteri Pauw Goan Leng tidak berkutik, dan Siu Lan mengarang ceritera tentang bekas majikannya yang katanya hendak melakukan perbuatan makar; karena bujuk dan hasut Cheng-hwa Liehiap Liu Giok Ing. Akhirnya Siu Lan berhasil minta diajak menghadap kepada sri baginda maharaja, karena menteri Pauw Goan Leng merasa mempunyai kesempatan naik-pangkat dan naik-gaji.

Tetapi, kerling dan lirikan sepasang mata Siu Lan yang tajam melebihi mata-pedang berhasil membikin sepasang mata sri baginda maharaja jadi melotot ogah ngedip, bahkan hatinya ikut meronta seperti mau copot, sedangkan sepasang lututnya terasa kegajahan sehingga hampir hampir sang maharaja ini ikut berlutut dihadapan Siu Lan, supaya dia bisa 'ngadu' hidung dengan si 'Inem' yang sexy.

“Pangeran Giok Lun mau berontak ...” kata menteri kehakiman Pauw Goan Leng yang memberikan laporan; dan sri baginda maharaja manggut-manggut bersenyum, bukan marah-marah. Sebab didalam hati dia sedang berpikir: hati siapa yang tidak ikut berontak, melihat bibir- merah yang segar seperti mengundang selera untuk digigitnya.

“Cheng-hwa liehiap Liu Giok Ing pintar merayu dan pandai menghasut suami ...” menteri Pauw Goan Leng menambahkan laporannya.

"Persetan dengan si macan-betina yang galak itu...!" sri baginda maharaja menggerutu ngomel; sedangkan didalam hati dia berkata seorang diri: yang satu ini tentu tidak galak. Kecil-ramping bentuk tubuhnya, akan tetapi padat penuh liku-liku yang merangsang.

"Macan-betina yang galak itu sekarang umpatkan diri didalam istana pangeran Gin Lun..." menteri Pauw Goan Leng yang menyambung laporannya, meskipun hatinya sedang ciut, takut Siu Lan direbut.

"He-he he! kirim tentara, tangkap dia ...?" sri baginda maharaja memberi perintah; akan tetapi buru-buru dia menambahkan perkataannya merasa ada yang lupa:

" ...dan yang satu ini, siapa namanya...?”

"Siu Lan ..." sahut Siu Lan, mendahului menteri Pauw Goan Leng; selangit merdu suaranya; kalau menurut telinga sri baginda maharaja yang tuanya bersaing dengan menteri Pauw Goan Leng.

"Nah, yang satu ini perlu ditahan sekarang perlu buat memberikan tambahan keterangan.. ,"

Sri baginda maharaja menyudahi pembicaraannya dengan menteri Pauw Goan Leng dan menteri tua itu terpaksa pulang sendirian. Sakit hatinya, barang simpanannya diserobot oleh sang junjungan!

Dayang dayang yang sudah pengalaman, segera menyadari bakal ketiban rejeki; ketika melihat kehadiran Siu Lan diistana sebelah kiri.

Cepat-cepat mereka merubung membuka semua pakaian Siu Lan, perlu dimandi-in pakai 3 macam air kembang; digosok, disikat setelah itu disedu pakai air-susu; untuk kemudian diganti dengan pakaian dari bahan sutera yang tipis tipis, tembus pandang meskipun tujuh lapis.

Tugas pertama yang harus dilakukan oleh Siu Lan, adalah numbuk-numbuk sepasang kaki sri baginda maharaja; akan tetapi gadis yang cantik merangsang ini ternyata memang pintar merayu, sehingga dalam waktu sehari-semalam dia berhasil membikin sri baginda maharaja kagak pulang-pulang ke tempat selir yang lain, dan pada malam berikutnya secara resmi Siu Lan dijadikan selir yang ke-17 atau yang termuda dari koleksi sri baginda maharaja!

Dipihak menteri-kehakiman Pauw Goan Leng, segera dia menyusun sebuah surat perintah penangkapan terhadap diri Cheng-hwa liehiap Liu Giok Ing yang katanya sembunyikan diri didalam istana pangeran Gin Lun; dan menteri Pauw Goan Leng memerintahkan seorang perwira muda yang memimpin 30 orang tentara negeri buat melakukan penangkapan itu.

Sudah tentu pangeran Gin Lun menjadi sangat terkejut, waktu diberitahukan tentang kedatangan pihak tentara negeri yang berusaha hendak menangkap liehiap Liu Giok Ing; sudah tentu pangeran itu tidak bersedia menyerahkannya, meskipun dia harus menentang perintah sri baginda maharaja yang menjadi ayahnya.

Dipihak liehiap Liu Giok Ing yang mengetahui dirinya hendak ditangkap, dengan persetujuan pangeran Gin Lun maka dia pun terpaksa menyingkirkan diri; dengan mengatakan dia hendak menyusul Kwee Su Liang dikota perbatasan Gan bun koan !

Terpaksa tentara kerajaan itu kembali dan memberikan laporan kepada menteri-kehakiman Pauw Goan Leng, dengan mengarang cerita mengatakan mereka telah bertempur dengan liehiap Liu Giok Ing, namun si macan betina yang galak itu telah melarikan diri entah kabur ke mana !

Menteri kehakiman Pauw Goan Leng kemudian menyusul surat laporannya kepada sri baginda maharaja, namun sampai tujuh-belas hari dia tidak mendapat kesempatan bertemu dengan sri baginda maharaja, yang katanya lagi sakit pinggang. Sementara itu, si 'Inem' yang sekararg sudah resmi menjadi selir sri baginda maharaja; selain berhasil merayu raja yang tua-tua keladi itu, ternyata dia pun pandai memikat hati sri ratu yang menjadi permaisuri sri baginda maharaja, sehingga sri ratu ini merasa sayang kepada Siu Lan melebihi kasih sayang yang diberikannya kepada para selir yang lain.

Jika berhadapan dengan sri ratu, maka Siu Lan bersikap rendah-diri, berlaku rajin merawat dan melayani segala keperluan sri ratu, dan pandai mengucap kata kata yang lembat manis; sehingga dengan cepat dia telah mendapat kepercayaan dari sri ratu, apa lagi dari sri baginda maharaja.

Jelas Siu Lan yang sekarang sudah berbeda dengan Siu Lan yang dulu menjadi si inem, pakaiannya seluruhnya dari bahan sutera yang mahal harganya, dan dia bahkan selalu menggunakan berbagai macam alat kecantikan; sehingga semakin kelihatan kecantikannya dan semakin cepat sri baginda maharaja menderita sakit-pinggang meskipun dia sudah memperoleh 17 macam obat dari 17 sinshe istana- kerajaan.

Dengan adanya sri baginda maharaja sering menderita sakit pinggang, maka sudah tentu tidak bisa memimpin sidang pemerintahan, sehingga surat permohonan dari Kwee Su Liang yang minta dikirimkan tentara bantuan, menjadi terbengkalai dan surat itu bahkan tidak ada yang berani membukanya, menunggu kehadirannya sri baginda maharaja.

Para menteri yang setia sudah tentu menjadi sangat cemas dan gelisah, ketika mengetahui sri baginda maharaja sering menderita sakit pinggang; mereka cemas memikirkan kalau sri baginda maharaja akan wafat kena penyakit gempor. Sebaliknya para menteri yang berpihak dengan ke 16 pangeran, masing-masing menghasut supaya saling berlomba merebut kekuasaan; sebelum sri baginda maharaja menentukan siapa yang bakal menggantikan jadi raja.

Dipihak Siu Lan yang baru menjadi selir, sudah tentu ikut menjadi resah dan gelisah, disamping dia merasa cemas bahwa dia bakal ditendang keluar istana, selekas sri baginda maharaja wafat. Sekilas terpikir oleh Siu Lan bahwa dia harus 'mendekati’ dengan para pangeran yang ada didalam istana. Selalu dia merasa di-intai dan diperhatikan oleh para selir yang lain, yang selalu merasa iri hati; bahkan juga dari para bini-muda dan termasuk sri ratu yang dianggap sebagai perintang oleh Siu Lan.

Salah satu selir yang merasa iri hati bahkan menyimpan dendam terhadap Siu Lan sudah tentu adalah selir yang ke 16; sebab selir ini merupakan selir kesayangan sri baginda maharaja sebelum kehadirannya Siu Lan yang menjadi selir yang ke 17. Selir yang ke 16 ini bernama Shiang Hwa, sebuah nama pemberian sri baginda maharaja yang nyimpan arti 'seharum bunga mewangi'; sebab bau tubuh Shiang Hwa katanya seperti bau harum-bunga.

Shiang Hwa yang setiap hari harus mandi 17 kali dengan air kembang, memang cantik jelita, pendiam tidak banyak bicara akan tetapi pintar nyanyi, pintar nangis, pintar main kecapi dan pintar main-sandiwara alias pintar 'ngibul' dihadapan sri baginda maharaja. Umur Shiang Hwa baru 20 tahun sehingga merupakan selir yang termuda sebelum kedatangannya Siu Lan sekaligus merupakan yang tercantik pada waktu itu; akan tetapi menghadapi Siu Lan yang lirikan matanya memang maut disamping memiliki rayuan gombal yang bukan main, maka Shiang Hwa tidak berdaya melawan ulah si 'Inem yang sexy’ itu. Jelas Shiang Hwa mempunyai dugaan bahwa Siu Lan tidak setulus hati menyerahkan diri kepada sri baginda maharaja, apalagi mencintai, sebab sri baginda maharaja sudah kakek-kakek. Jelas Shiang Hwa mempunyai dugaan bahwa Siu Lan menyimpan rahasia hati, seperti dia juga mempunyai rahasia hati; dan rahasia hati itu sudah tentu merupakan rahasia tentang sebuah hati yang sudah tercuri. Na, siapa yang telah mencuri hati Siu Lan, ini perlu diketahui oleh Shiang Hwa, untuk kemudian dia hendak melaporkan kepada sri baginda maharaja supaya Siu Lan dipupuk mental dan Shiang Hwa kembali menduduki tempat menjadi kesayangan sri baginda maharaja.

Disamping Shiang Hwa, jelas masih ada selir atau selir lainnya yang merasa iri hati terhadap Siu Lan; dan mereka ini sudah tentu juga merasa iri hati terhadap Shiang Hwa. Jadi, saling menyimpan rasa iri hati sesama selir sri baginda maharaja itu, meskipun dalam pergaulan sehari hari mereka kelihatannya rukun saling tertawa dan saling bercanda.

Sip Lun Hoat-ong atau pangeran yang ke sepuluh, yang usianya belum genap tiga puluh tahun; merupakan salah seorang pangeran yang belum kebagian tugas dari sri baginda maharaja, sehingga dia masih bebas keluyuran didalam istana. Memang dia kelihatan dimanja, disayang oleh sri baginda maharaja; sehingga terpikir oleh Sip Lun Hot ong dia mempunyai harapan bakal diangkat menjadi raja, kalau sang ayah masuk neraka. Tetapi kapan sang ayah itu mampus ? Terasa terlalu lama Sip Lun Hoat ong menunggu, kagak sabaran dia sebab ingin cepat-cepat menjadi raja.

Akan tetapi, sudah pastikah dia yang bakal menggantikan jadi raja ? Ataukah sang ayah akan memilih pangeran yang lain? Bimbang hati Sip Lun Hoat-ong kalau dia teringat dengan kemungkinan lain pangeran yang bakal dipilih oleh sang ayah, sehingga diam diam Sip Lun Hoat- ong juga bermaksud hendak melakukan perbuatan makar, dan secara diam-diam pula dia telah menyediakan tenaga bayaran buat disuatu saat melakukan gerakan menggulingkan sang ayah dari ranjang, eh; dari pucuk pimpinan pemerintahan.

Ada beberapa kelebihan Sip Lun Hoat-ong ini, kalau dibanding dengan beberapa pangeran yang lainnya. Kelebihannya ini antara lain tentang kebolehan tampangnya. Tampangnya yang mirip play-boy kelas super jetset alias kelas istana pintar ngoceh melepas rayuan- gombal; dan pintar bermain diranjang sehingga dia sering nyasar keatas ranjang ibu tiri alias para selir sri baginda maharaja. Sekilas pernah terpikir oleh Sip Lun Hoat-ong bahwa dia ingin coba-coba merayu sri ratu yang umurnya lebih tua dari ibunya; oleh karena dia menganggap bakal cepat menjadi raja kalau bisa membikin sri ratu jadi tergila- gila. Akan tetapi ternyata sri ratu sudah 'dingin' bahkan sudah beku seperti es yang membatu, sehingga sia-sia Sip Lun Hoat ong melepas rayuan gombal; namun berhasil juga dia memikat kucing belang yang piaraan sri ratu, yang jadi sering mengekor kalau Sip Lun Hoat-ong coba-coba memasuki kamar sri ratu.

Mengenai sri baginda maharaja mengambil seorang selir baru yang bernama Siu Lan memang telah diketahui oleh Sip Lun Hoat ong; dan pangeran yang 'play boy' ini mengakui bahwa selir yang baru itu benar-benar memiliki muka dan potongan tubuh yang aduhai, tanpa dia mengetahui bahwa 'orang baru' itu sebenarnya merupakan bekas si ‘inem' yang pernah bekerja pada Giok Lun Hoat- ong.

Pernah sekali Sip Lun Hoat ong mengintai dan melihat Siu Lan, waktu Siu Lan berada seorang diri didalam kamarnya selagi Siu Lan membikin sulaman yang entah berbentuk apa.

Terasa seperti kegajahan sepasang lutut Sip Lun Hoat- ong yang mengawasi gerak sepasang tangan Siu Lan ditambah dengan pakaian yang tipis tipis yang menempel ditubuh si ‘inem' yang sekarang sudah menjadi 'nyonya- besar'; terasa seperti mau copot hati Sip Lun Hoat-ong yang terus berontak kagak betah diam, hampir-hampir sip Lun Hoat ong nekad hendak memasuki kamar itu, namun dia menyadari kepalanya bisa copot kalau dia berani memasuki kamar selir bapaknya disiang hari bolong terpaksa dia harus menunggu waktu malam dan selagi sinar bulan bersinar remang-remang.

Akan tetapi kenyataannya setiap malam sri baginda maharaja masih betah ngumpet di kamar si Inem; sehingga Sip Lun Hoat ong kagak kebagian kesempatan buat ikut nyeplos kedalam kamar itu. Tiga bulan dia harus menunggu, dan selama tiga bulan itu sudah tentu dia merasa terlalu lama; bahkan selama tiga bulan dia mengintai buat mencari kesempatan, ternyata tiga kali dia kepergok oleh Shiang Hwa yang memang menyimpan rasa curiga, sehingga selama tiga kali itu Sip Lun Hoat-ong 'nyasar' memasuki kamar Shiang Hwa, bukan memasuki kamar Siu Lan. “Kalau kau berani coba-coba memasuki kamar kuntilanak itu, akan saya beritahu ayahmu; supaya kepala kau copot...." Shiang Hwa mengancam selagi dia berdua Sip Lun Hoat-ong sempat main cubit-cubitan.

"E-eh, kalau kau berani mengadu, akan saya beritahukan kepada ayah bahwa kau sering nyubit-nyubit saya; dan saya bahkan mempunyai bukti menyimpan celana dalam    "

sahut Sip Lun Hoat-ong yang bersenyum simpul; dan melambaikan celana dalam Shiang Hwa yang warna merah-jambu bikin Shiang Hwa marah-marah manja dan menerkam seperti seekor lembu, maksudnya ingin merebut celana dalam yang dicuri oleh sang cowok komersil; namun Sip Lun Hoat-ong sangat tangkas bisa menyulap celana dalam itu menghilang, masuk kebagian dalam lengan baju yang potongan cut-brai.

Shiang Hwa semakin jadi penasaran, dirangkulnya sang playboy kelas jetsets itu; akan tetapi waktu sang pangeran memberikan cup cup dicampur sedikit aji-no-moto Shiang Hwa langsung bertekuk lutut, lemas sepasang lututnya yang bukan lagi kegajahan.

Repot Sip Lun Hoat ong yang harus mengangkat tubuh yang sudah terkulai itu direbahkan ditempat tidur; akan tetapi sang pangeran itu akhirnya mendapat tambahan 3 lembar celana dalam buat koleksi tabungannya yang sudah cukup banyak. Hobby.

Pada suatu malam dan selagi sinar bulan nongol remang- remang, Sip Lun Hoat-ong mendapat kesempatan bertemu dengan Siu Lan; selagi si ‘inem’ yang 'nyonya besar' itu sedang duduk seorang diri didalam taman bunga.

Dilihatnya oleh Sip Lun Hoat-ong bahwa saat itu sang kuntilanak, eh-sang bidadari sedang duduk melamun seorang diri; entah apa yang sedang diawasi, tetapi yang jelas bikin hati jadi tercuri.

Berindap-indap Sip Lun Hoat-ong tambah mendekati, nengok-nengok takut ada yang pergoki; mengakibatkan sebelah kakinya nyangkut kena akar pohon kembang melati sehingga pangeran itu ngusruk dekat kaki sang bidadari.

Kaget Siu Lan yang secara mendadak kejatuhan bulan, dan sepasang kakinya dipegang erat-erat bikin dia kagak bisa bangun dan kagak bisa lari; dan dia menjadi lebih kaget lagi waktu menyadari bahwa yang memegang sepasang kakinya itu, adalah seorang laki-laki muda yang tidak dikenalnya. Nunduk-nunduk Siu Lan ingin mengawasi muka laki-laki itu, membikin dia harus nungging-nungging melakukannya, ditambah sinking-sinking alias miring- miring; kalau kita minjam istilah Alstair Mclain yang bikin ceritera kapal perang Amerika diterjang telur pesawat terbang Jepang.

Waktu muka lelaki itu dongak-dongak tanpa didongkrak, sempat hati Siu Lan berontak seperti nyepak-nyepak, entah ngajak ajojing atau entah ngajak ngibing. Yang jelas Siu Lan tetap nungging kagak bisa duduk lurus, selagi jiwanya merasa bergetar dan sepasang tangannya ikut gemetar; sehingga dua hidung mereka hampir nyerempat-nyerempet, seperti ngajak 'cup-cup'.

Didalam hati Siu Lan menilai, bahwa laki-laki itu masih muda dan seperti arjuna (kalau nginjam istilah Ku Lung seperti 'Tong Tay Cu', katanya); bibirnya tipis seperti bibir cewek, mukanya putih-klimis bukan model Sie Jin Kwie, senyumnya selangit dan sepasang matanya bersinar gemerlapan seperti bintang-bintang yang diatas sana, dan sinar mata yang ini benar benar bisa bikin jantung ngajak dang-dut.

Nah, apa lagi yang mau dikata atau diketik, kalau dua hidung sudah mepet nyelekit, yang satu nungging-nungging yang lain oleng-oleng seperti ketiup angin, bikin dua hidung mereka gesek-gesek yang bukan digosok-gosok, malu-malu macan. Tetapi kurang ajarnya, hidung sang pangeran kena nyentuh di balik daun telinga Siu Lan; membikin jantungnya bukan lagi dangdut, tetapi terbalik menjadi dut- dang.

"E-eh siapa kamu berani nyentuh-nyentuh hidung dengan aku ...?" Siu Lan yang bersuara duluan; ngomel- ngomel walaupun suaranya seperti bisik-bisik. "Heh-heh ..." Sip Lun tertawa dua kali heh; setelah itu buru-buru dia nyambung bicara:

"... gini-gini aku ini adalah anakmu, meskipun cuma anak tiri , .."

"Hi-hi ...” ikut Siu Lan tertawa dua kali hi ; setelah itu

baru dia berkata :

"Hamil saja belum, koq tahu-tahu aku dianggap sudah punya anak yang segede gajah ..."

"Heh-heh heh ...'; tiga kali 'heh' Sip Lun tertawa, bukan lagi cuma dua kali: bahkan tambah besar suaranya, selagi hatinya ikut terasa bertambah besar alias tambah berani mulai dia ngoceh, melepas rayuan gombal:

"Kamu kan bini raja, dan aku anak raja; jadi antara kamu dan aku .. ,"

“Hihi-hi ...” Siu Lan memutus perkataan Sip Lun dengan tawa tiga kali 'hi'; selagi merdu suaranya, kalau menurut yang dinilai oleh Sip Lun. Setelah itu, ganti Siu Lan yang bicara;

"Antara kamu dan aku, ada dinding tembok yang jadi

perintang….”

"Tetapi, dinding tembok itu ada jendelanya..." ganti Sip Lun yang memutus perkataan Siu Lan; berhasil membikin Siu Lan menambah tawa menjadi 5 x 'hi'. Juga Sip Lun 5 kali 'hi'.

Setelah itu Siu Lan yang bicara lagi; "Nama kamu siapa sih... ?"

"Sip...”

"E-eh, koq seenaknya ..."

"Bukan se-mau gue, tetapi benar-benar sip ..." “Apanya yang sip     ?"

“Beres, semanis empedu ..”

"Idiiih hi-hi hi .. ,!" Siu Lan tertawa lagi, tiga kali 'hi" plus tanda seru; artinya tambah keras suaranya tambah girang hatinya, merasa punya kesempatan bisa berkenalan dengan seorang pangeran yang anak raja, tetapi entah selir keberapa.

"Kamu anak dari selir yang keberapa ...?" Siu Lan menanya, ingin memperoleh ketegasan.

“Bukan dari selir, tetapi dari bini muda. " sahut Sip Lun

yang kelihatan bangga.

''Oh! bini muda yang keberapa ... ?" tanya Siu Lan; ikut girang dan bertambah besar hatinya. Lumayan kalau dari bini muda, kalau dari selir kagak ada harganya!

Sementara itu Sip Lun tambah nyengir, karena merasa bertambah bangga:

"Tiga belas   "

"Buset ! ada berapa sih bini muda raja, disamping sri ratu dan 17 selir selir..?” kaget juga Siu Lan mendengar jawaban Sip Lun; ngeri, ingat angka 13 !

Sementara itu Sip Lun tambah nyengir dan berkata semau gue:

"Mana kutahu   "

Sekali lagi Siu Lan tertawa. Selama hidupnya Siu Lan menganggap baru malam itu dia bisa tertawa girang, sebab selama menjadi si ‘inem' tidak pernah tertawa girang, juga setelah dia menjadi selir raja.

Selagi dua-dua terdiam tidak bersuara maka Sip Lun Hoat-ong bangun berdiri tidak lagi berlutut memegang sepasang kaki Siu Lan, akan tetapi dia duduk disisi sang bidadari yang menjadi ibu tiri, dan yang ingin dia pacari.

"E-eh, ngapain kamu duduk disini ; aku kan ibu tirimu selir dari ayahmu, kalau ada yang ngintip, bisa berabe nanti

..."

“Heh-heh-heh kamu terlalu cantik, terlalu muda; tidak patut menjadi ibu tiriku, sebaiknya menjadi pacar .. " kata Sip Lun Hoat ong yang bahkan berani merangkul pinggang Siu Lan yang ramping.

"E-eh, kamu koq jadi gitu ..." Siu Lan berkata dan beringsut minggir, sambil berusaha melepaskan sepasang tangan Sip Lun yang sedang merangkul pinggangnya.

Sementara itu Sip Lun kembali jadi nyengir. Lalu berusaha mengeluarkan rayuan gombal, meskipun dia patuh menurut tidak merangkul pinggang Siu Lan:

“Kamu terlalu cantik, bikin hatiku anjlok kagak bisa diam; bagaimana kalau kita jalan-jalan, lewat pintu belakang ... ?"

“E-eh, kamu tidak takut sama ayahmu kalau ketahuan, kamu bisa diusir dan dipenggal ...,” sahut Siu Lan yang jadi bersenyum simpul, merasa tidak sukar membikin pangeran itu bertekuk lutut; akan tetapi sengaja Siu Lan jual 'mahal'.

Sip Lun menggeser duduknya, supaya bertambah rapat dengan sang kuntilanak setelah itu dia merayu lagi :

"Jangankan dipenggal-penggal, dicium pun aku mau.

Dan kalau kita diusir, kita kabur berdua; okay ...?”

Terbelalak sepasang mata Siu Lan mengawasi sang pangeran muda itu, sementara di dalam hati terpikir olehnya, sejak kapan dalam cersil ada istilah 'okay'? (sialan... !') Siu Lan memaki didalam hati sedangkan kepada pangeran itu maka dia berkata lagi:

"Jangan lekas-lekas melepas rayuan gombal, kasdut ..." Bertambah geregetan Sip Lun yang menghadapi sikap

Siu Lan, biasanya rayuannya selangit maut; akan tetapi

sekali ini kelihatannya kagak mempan. Berusaha dia tambah merayu:

"Oh, Siu Lan moay-moay; aku rindu padamu, setengah mati .." dan hidung Sip Lun nyerobot seperti ular kobra melepas bisa; akan tetapi Siu Lan sudah siaga, sehingga dengan gerak burung bango nunduk berhasil Siu Lan membikin hidung Sip Lun nyasar nyium konde.

Siu Lan bergegas bangun berdiri, menghadapi Sip Lun yang masih tertunduk: dan Siu Lan bahkan menolak pinggang seperti mau ngancam. Akan tetapi dia kalah cepat dengan sepasang tangan Sip Lun, sebab sang pangeran itu sudah buru-buru merangkul karena menganggap Siu Lan mau kabur.

"Oh, Siu Lan moay-moay; tega nian kau mau kabur, selagi hatiku hancur luluh seperti bubur. Kalau kau kagak percaya, silahkan kau dongkel, pakai linggis atau pakai tusuk konde; sebab tusuk kondemu memang tajam, bikin hidungku sakit kena nyentuh tadi ..."

“Kasihan kagak tahan meskipun cuma sedikit tertusuk

...?' Siu Lan menanya sehabis sejenak dia bersenyum.

“Mana tahan ...!" seru Sip Lun yang menarik tubuh Siu Lan, sehingga pinggang Siu Lan yang ramping kena disentuh oleh hidung sang pangeran yang nakal; bikin Siu Lan terasa nyelekit seperti digigit gajah, yang langsung memegang kepala sang pangeran, bukan untuk dijitak tetapi diraba-raba seperti dia sedang membelai kepala sang anak tiri yang manja.

''Eh, entah ada yang ngintip tuh...'' Siu Lan berkata seperti membisik.

''Janji dulu, dong ..” Sip Lun dongak nyengir.

“Janji apa ...?" tanya Siu Lan senyum. "Heh heh-heh ...

!”

ooo(-)ooo

SEJAK pertemuan mereka yang pertama kali itu, Sip

Lun Hoat ong berdua Siu Lan sering kali membikin pertemuan yang berikutnya, dan yang selalu dilakukan pada waktu tengah malam selagi keadaan sudah sepi dan disaat sinar bulan remang-remang. Mula pertama pertemuan itu sudah tentu tidak dilanjutkan didalam kamar Siu Lan, akan tetapi belakangan berani Sip Lun menginap didalam kamar sang ibu tiri, dan umpatkan diri dikolong ranjang kalau ada pelayan yang datang kedalam kamar itu.

Jelas sekali ini Sip Lun yang bertekuk lutut dihadapan Siu Lan, bukan seperti biasanya dia menghadapi cewek- cewek lain yang menjadi selirnya sri baginda maharaja. Sip Lun takut didupak oleh Siu Lan, sehingga dia pasti menurut meskipun diperintah memasuki laut lumpur.

Juga Siu Lan merasa dimabuk cinta setelah dia menggauli pangeran yang muda dan yang seperti arjuna itu, akan tetapi Siu Lan cukup menyadari bahwa bukan melulu cinta yang dia perlukan sebaliknya kedudukannya didalam istana yang perlu dia perkuat. Selama cuma menjadi selir raja, sudah tentu Siu Lan bakal 'didupak' kalau raja itu nanti wafat, tentang siapa yang bakal ganti menjadi raja sudah tentu tidak diketahui oleh manusia lain, kecuali oleh raja sendiri. Pernah Siu Lan menanya kepada sri baginda maharaja, tentang siapa gerangan kira-kira yang bakal menjadi raja, kalau sang kakek itu mampus. Dan Siu Lan mengajukan pertanyaan itu, sudah dengan bergurau manja, dan selagi ngusap-ngusap dada sang raja yang krempeng; sehingga batal sri baginda maharaja marah-marah kepada sang selir kesayangan, sebaliknya dia ikut ngusap-ngusap konde sang selir, yang licin dan mengkilap sehingga tidak ada lalat yang berani coba-coba hinggap. Sang baginda maharaja tidak memberikan jawaban secara langsung terhadap pertanyaan Siu Lan, sebaliknya dia tertawa dan menyebut tiga nama anaknya, yakni Gin Lun Hoat ong, Giok Lun Hoat ong yang sudah marhum, dan sibungsu Siao Lun Hoat ong.

Bertekad hati Siu Lan yang mendengarkan jawaban sri baginda maharaja, meskipun pada saat itu sengaja dia perlihatkan senyum yang bisa membikin sri baginda maharaja jatuh ngusruk nungging-nungging alias sunking- sunking.

Didalam hati Siu Lan merasa kecewa, sebab sri baginda maharaja tidak menyentuh dan tidak menyebut nama pangeran Sip Lun yang bakal menjadi calon raja; sehingga pada saat itu dia merasa sia-sia melakukan 'pengorbanan' terhadap pangeran Sip Lun.

Siu Lan memang sudah mengetahui tentang tempat kediaman pangeran Gin Lun, meskipun dia belum pernah melihat orangnya. Telah pula didengar dari sas-sus, bahwa pangeran Gin Lun katanya sangat gagah perkasa, lebih gagah kalau dibanding dengan pangeran Giok Lun yang suaminya Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing, namun kalah cakep kalau dibanding dengan pangeran yang sudah marhum.

Pangeran Giok Lun sudah marhum, sehingga calon raja cuma sisa dua orang; ini menurut kata sri baginda maharaja kepada Siu Lan. Entah dengan sungguh-sungguh sri baginda maharaja itu mengatakan, ataukah dia sedang bergurau; sukar buat Siu Lan mengetahui maksud hati yang sesungguhnya dari sikakek yang maharaja itu. Akan tetapi, sri baginda maharaja tidak bergurau dalam mengucapkan kata-kata; apa lagi yang menyangkut soal negara, sehingga sekilas terpikir oleh Siu Lan, buat dia berusaha mendekati pangeran Gin Lun dan atau pangeran Siao Lun.

Tentang tempat atau alamat pangeran Gin Lun, memang sudah diketahui oleh Siu Lan tinggal dia memikirkan cara untuk dia mendekati dan membikin pangeran yang calon raja jadi bertekuk lutut. Akan tetapi, mengenai pangeran yang bungsu, yang namanya Siao Lun; yang ini tidak diketahui oleh Siu Lan dimana tempat kediamannya, bahkan sri baginda sendiri tidak mengetahui sebab untuk waktu yang cukup lama pangeran yang bungsu itu menghilang tanpa jejak. Hanya sri ratu yang pernah mengatakan bahwa Siao Lun sedang mengikuti dewa belajar ilmu.

Dilain pihak, perbuatan Siu Lan yang sering bermain pat-pat gelipat dengan pangeran Sip Lun; ternyata tidak lepas dari perhatian Shiang Hwa, yang memang sedang mencari-cari kesalahan Siu Lan, dengan cara melepas beberapa orang pelayannya buat mematai perbuatan Siu Lan, sehingga hari itu berhasil dia menerima laporan yang cukup membakar hati Shiang Hwa.

Jelas Shiang Hwa menjadi marah-marah ketika mengetahui 'kekasihnya' main gila dengan cewek lain; akan tetapi akhirrya dia menyadari bahwa pangeran Sip Lun memang seorang play-boy yang sukar dikendalikan dan berbareng dia menjadi girang, oleh karena dia mendapat kesempatan buat menggulingkan kedudukan Siu Lan yang bakal didupak oleh sri baginda maharaja, kalau dia akan memberitahukan perbuatan kuntianak itu dihadapan sri baginda maharaja.

Dimalam berikutnya, sekali lagi Shiang Hwa menerima laporan dari pelayannya yang mengatakan bahwa pangeran Sip Lun sedang berada didalam kamar Siu Lan, kembali Shiang Hwa merasa hatinya panas membara, ketika dia menerima laporan itu. Dia memang belum menemukan cara buat melaporkan kepada sri baginda maharaja, tentang Siu Lan yang main gila dengan pangeran Sip Lun; sekarang dia mendapat kesempatan buat menangkap basah perbuatan maksiat dua manusia itu.

Tanpa berkata panjang lagi, maka Shiang Hwa mengajak pelayan yang membawa laporan, buat mendatangi kamar Siu Lan yang letaknya di istana pojok sebelah selatan; dan ketika telah mendekati tempat tujuan itu, Shiang Hwa tidak segera memasuki warung pojok itu, melainkan dia mengintai dari balik jendela sehingga hatinya terasa ikut bergerak bagaikan mengikuti irama dangdut, selagi yang didalam warung pojok asyik bergerak mengikuti irama dut dang.

Meluap Shiang Hwa membendung rasa marah, dan membentak dia dengan suara yang cukup keras :

"Bagus perbuatan kalian berdua! saya membawa saksi mata yang ikut nonton dari sini, dan saya akan laporkan perbuatan kalian kepada sri baginda maharaja ... !"

Kaget Siu Lan yang berada didalam kamar seperti dia mendengar suara geleduk magrib, juga pangeran Sip Lun kaget dan ketakutan setengah mati, membayangkan kepala bakal mengucap good-bye dan berpisah dengan batang leher. Cepat-cepat pangeran Sip Lun menutupi kepalanya memakai selembar selimut, sehingga dia tidak sempat melihat waktu Shiang Hwa meninggalkan tempat dia mengintai didekat jendela sebaliknya Siu Lan tabahkan hatimu, eh; tabahkan hatinya buat mengawasi kearah daun jendela, sehingga sempat dia melihat bayangan Shiang Hwa yang berkelebat menghilang seperti hantu takut kesiangan.

"Keledai dungu! tabahkan hatimu dan jangan kau berlaku sebagai pengecut..,.!” Siu Lan membentak pangeran Sip Lun, dan dia menarik selimut yang menutupi tubuhnya pangeran yang seperti arjuna itu; akan tetapi buru-buru dia menutup lagi tubuh sang play-boy itu, takut Shiang Hwa nanti ngintip lagi, sebab Sip Lun belum pakai celana.

Sementara itu, pangeran Sip Lun berkata sambil dia nyengir kayak keledai digurun pasir.

"Aku bukan takut dengan kuntianak itu, akan tetapi takut dengan pie-he yang pintar menggal kepala ..."

“Eh, berapa sih harga kepalamu ..." Siu Lan menanya

dengan nada suara mengejek.

"Terlalu mahal, kagak mau aku jual .. " pangeran Sip Lun menjawab pakai sulfaplus nyengir.

"Uh, mana lebih mahal kalau dibanding dengan kepala kuntianak itu ..?” Siu Lan menanya lagi; tetap terdengar menyakiti telinga pangeran Sip Lun.

"Jelas lebih mahal kepalaku ..." sahut pangeran Sip Lun yang jadi ogah nyengir.

"Nah, kita beli kepala dia .. " Siu Lan berkata lagi; tegas nada suaranya, bukan seperti dia sedang bergurau.

"Okay, biar aku yang beli; lengkap berikut tubuhnya ...!” sahut pangeran Sip Lun yang jadi kegirangan; merasa belum bosan dengan bekas pacar lama.

“Sialan mana! mana telingamu ... !" Siu Lan memaki dan memerintah pangeran Sip Lun menyerahkan telinganya. "Eh! jangan dicopotin ...!" pangeran Sip Lun berteriak ketakutan, meskipun sebenarnya dia tidak merasa sakit waktu sebelah telinganya ditarik oleh Siu Lan.

"Bukan mau dicopotin, tetapi mau dibisikin ... " sahut Siu Lan, dan dia menyambung bisik-bisik yang memerlukan waktu lima belas menit; setelah itu dia menggigit telinga pangeran muda itu. Gergetan!

Pangeran Sip Lun tertawa lima belas kali 'he', sehabis telinganya kena bisik-bisik yang nyelekit nyelekit seperti ketiup angin selatan, setelah itu terasa agak sakit seperti digigit tumbila.

Setelah merasa cukup tertawa lima belas kali 'he', maka pangeran buru-buru lompat turun dari atas ranjang; akan tetapi buru-buru dia jongkok lagi. Lupa, belum pakai celana.

Ganti Siu Lan yang tertawa enam-belas kali hi, dan buru- buru lompat turun dari atas ranjang; tetapi kagak lupa nyambar selimut.

Sempat pangeran Sip Lun memakai pakaiannya, ketika Siu Lan nyelip kekamar mandi: setelah itu dia memberikan sekedar 'cup-cup' kepada Siu Lan; dan Siu Lan memberikan sekeping uang emas kepada pangeran Sip Lun lalu pangeran itu nyeplos-ngilang dari dalam kamar Siu Lan.

Waktu sudah berada didalam kamarnya sendiri, maka pangeran yang perkasa ini memanggil seorang budaknya, buat memerintahkan memanggil seorang pengawal pribadi yang bernama Liong A Liong.

Liong A Liong itu dahulunya merupakan seorang anggota perampok 'Liong-liong Ah’ atau persekutuan 'Napas naga' diatas gunung 'Liong-liong Uh' atau gunung Lima-naga. Persekutuan Napas-naga itu sudah habis semua berhenti napas, dijadikan sate-naga oleh liehiap Liu Gwat Ing berdua Kwee Su Liang, selagi kedua pendekar itu merajalela sambil pacaran, sekarang sisa Liong A-Liong yang pintar menggunakan senjata sepasang sumpit ('chop- stick' kalau nginjam istilah Ku Lung yang pintar bahasa Inggris ala Hongkong ). Saking pintarnya Liong A Liong menggunakan sepasang senjatanya yang istimewa itu, perutnya jadi gendut terokmok kebanyakan minyak babi; tetapi sepasang kakinya pintar nyepak seperti ekor naga yang kebut-kebutan, sebab Liong A Liong ternyata pintar kun tao 'touw-tee-kun', yang kalau diterjemahkan menjadi 'rock'n roll’ alias lompat sambil guling-gulingan.

Liong A Liong yang mengabdi kepada pangeran Sip Lun sehabis dia ngacir dari gunung Lima naga, merasa hidup senang; dapat gaji cukup, dapat cewek cukup dan sempat menggunakan sepasang sumpitnya karena makanan cukup banyak tersedia. Waktu tengah malam itu secara mendadak Liong A Liong dipanggil menghadap oleh M alias sang majikan maka buru-buru dia datang menghadap tanpa dia lupa menyelipkan sepasang senjatanya yang bukan main. Dengan gaya James Bond masa cepat-cepat Liong A Liong menghadap M, sementara M dengan gaya seorang pimpinan anggota dinas rahasia, bicara bisik-bisik dengan Liong A Liong menandakan dia memberikan perintah yang berupa 'top secret', setelah itu pangeran Sip Lun memberikan uang emas yang tadi dia terima dari sang ibu tiri yang merangkap jadi kekasih. Senang hatinya ketika mendapat perintah rahasia itu, mengantongi sekeping uang emas dan membayangkan bakal 'gelut' melawan seorang selir yang aduhai. Langsung dia nyelip-nyelip mau nyeplos kekamar Shiang Hwa akan tetapi waktu dia melihat pintu kamar ditutup rapat dan dikunci dari sebelah dalam; maka sekilas Liong A Liong jadi berdiri ragu ragu setelah itu sepasang kakinya mulai nyepak-nyepak angin selagi mulutnya kemat-kemit seperti sedang membaca jampi akan tetapi pintu kamar itu tetap kagak dibuka sebab kakinya memang kagak nyentuh daun pintu.

Akhirnya lembut-lembut dan perlahan Liong A Liong mengetuk daun pintu itu, sedangkan Siang Hwa yang berada didalam kamar, memang belum tidur sebab dia sedang memikirkan daya hendak melaporkan kejadian pangeran Sip Lun indehoy. Siang Hwa menganggap seorang pelayannya yang mengetuk pintu, dan pelayan itu tentu hendak menambahkan laporannya mengenai sang playboy yang bakal pulang pagi, sehingga buru-buru Shiang Hwa membuka pintu, namun sejenak dia berdiri mematung, lalu dia teringat dengan Liong A Liong yang pengawal pribadi dari pangeran Sip Lun, dan yang sepasang matanya sering kelilipan ngedip-ngedip kalau sedang mengawasi Siang Hwa.

Sekilas terpikir oleh Shiang Hwa, bahwa Liong A Liong datang tentu membawa pesan dari pangeran Sip Lun; dan pesan itu tentunya berupa 'minta ampun' dan bakal menyertai rayuan gombal. Untuk kepastiannya, maka Siang Hwa menanya kepada Liong A-Liong:

"Mau ngapain kamu datang tengah malam buta rata ...?" ''Heh-heh ... !" tawa Liong A Liong dua kali 'heh’ belajar

dari majikannya; setelah itu baru dia berkata.

“... katanya nio-nio yang manggil saya, minta dipijit ..."

“Heh! kalau saya perlu dipijit, mana manggil kamu ...!" sahut Shiang Hwa yang marah-marah; merasa ogah dipijit oleh Liong A Liong yang perutnya gendut, setelah itu dia bergegas hendak menutup pintu.

Akan tetapi, pada saat itu Shiang Hwa kagak keburu melakukan niatnya, sebab secara tiba-tiba nongol pangeran Sip Lun; dan sang play-boy buru-buru membentak berlaku galak: "Bagus ya, kalian dua manusia laknat melakukan perbuatan maksiat didalam istana,..!" dan sebuah tendangan maut langsung diarahkan oleh pangeran muda ini, mengarah bagian antara sepasang paha Liong A Liong yang sedang berdiri melongo kebingungan. Kagak sempat Liong A Liong menghindar dari tendangan maut itu, kagak sempat dia mengucap apa-apa; namun sempat dia berteriak selangit selagi dia rubuh semaput.

Shiang Hwa ikut menjerit kaget, ngacir dia memasuki kamarnya, akan tetapi kalah cepat dengan gerak pangeran Sip Lun sebab pangeran yang tangkas ini langsung menjambak rambut Shiang Hwa yang tubuhnya kemudian dilontarkan sehingga kepalanya menghantam dinding tembok mengakibatkan Shiang Hwa pingsan lupa diri.

Secepat kilat pangeran Sip Lun kemudian melakukan pekerjaannya seperti yang direncanakan oleh dia berdua Siu Lan. Ditariknya tubuh Liong A Liong supaya masuk kedalam kamar, ditelanjangi setelah itu direbahkan diatas ranjang; juga tubuh Shiang Hwa ditelanjangi dan direbahkan diatas ranjang, setelah itu dengan tikaman pedang pangeran Sip Lun mengakhiri pekerjaannya.

Pekik teriak Liong A Liong yang selangit ditambah dengan pekik teriak Shiang Hwa; sudah tentu didengar oleh penghuni istana, para pelayan yang mula pertama datang mendekati, bertepatan pada waktu pangeran Sip Lun sedang membersihkan noda darah pada pedangnya yang tajam mengkilap, dan para pelayan itu berteriak ketakutan waktu mereka melihat ada dua mayat telanjang yang membujur celentang diatas ranjang.

Ikut mereka berteriak, sehingga sri baginda maharaja ikut menyaksikan keadaan mayat sang selir yang keenam belas; sementara pangeran Sip  Lun memberikan  laporan  bahwa dia menemukan kedua manusia itu sedang berbuat laknat, sehingga dia turun tangan membinasakan kedua manusia laknat itu!

Tertawa sri baginda maharaja terkekeh-kekeh waktu didengarnya penjelasan dari pangeran Sip Lun, setelah itu dia memuji tindakan sang anak, yang katanya hendak diberi pangkat sebagai algojo; membikin pangeran Sip Lun jadi bercekat dan mengkerat hatinya sehingga buru2 dia menolak menyatakan keberatan menerima pangkat itu sebaliknya dia menghendaki diangkat menjadi 'chief- hostess' alias menteri urusan rumah tangga, yang ngatur para selir dan bini-bini raja; supaya jangan ada yang menyeleweng.

Sekali lagi sri baginda maharaja terkekeh-kekeh dia tertawa, namun akhirnya dia menerima usul dari anaknya itu; sehingga malam itu juga pangeran Sip Lun secara resmi diangkat menjadi menteri urusan selir-selir dan bini-bini muda sri baginda maharaja.

QOOOXXO0O

DARI istana tempat kediaman pangeran Gin Lun, maka Cheng-hwa liehiap Liu Giok Ing berangkat menuju perbatasan kota Gan bun koan, hendak menemui si pendekar tanpa bayangan Kwee Su Liang, yang menjadi pacarnya dan sekaligus dia anggap sebagai suaminya meskipun tidak secara resmi dia dijadikan bini muda.

Berbagai macam pikiran dan bayang-bayang tentang kejadian lama, kembali mengganggu pendekar wanita yang perkasa ini; namun yang menghadapi kelemahan dalam hal menyinta dan cinta. Pedih dan sedih hatinya kalau dia teringat dengan pangeran Giok Lun yang suaminya, yang harus mati muda akibat perbuatan fitnah dari pihak pangeran Kim Lun. Pada mulanya seorang diri Liehiap Liu Giok Ing hendak mengacau didalam istana pangeran Kim Lun, sekaligus mencari kesempatan buat melakukan balas-dendam terhadap kematian pangeran Giok Lun; tetapi akhirnya dia menyadari akan kekuatan pihak pengawal yang menjaga istana pangeran Kim Lun, ditambah dengan sekian banyaknya tokoh kenamaan dikalangan rimba-persilatan, yang bersedia mengabdi menjadi tenaga bayaran dari pangeran Kim Lun, disamping adanya ciangkun Sie Pek Hong yang tidak mungkin dapat dilupakan oleh liehiap Liu Giok Ing.

Ya, kapten Sie Ciangkun; laki-laki ini tak mungkin dilupakan oleh liehiap Liu Giok Ing, oleh karena laki-laki itu ternyata merupakan laki-laki laknat yang hampir-2 berhasil menodai liehiap Liu Giok Ing, dengan menggunakan berbagai macam cara yang keji sehingga terhadap laki-laki yang satu ini sudah tentu liehiap Liu Giok Ing menganggap sebagai musuh yang harus dia bunuh !

Panas hati liehiap Liu Giok Ing ketika dia teringat dengan Sie Ciangkun, disaat dia sedang meneruskan perjalanannya hendak menuju perbatasan kota Gan-bun koan; sambil dia memikirkan berbagai kejadian lama yang sangat merisaukan hatinya.

Dalam melakukan perjalanan seorang diri itu, sudah tentu seringkali liehiap Liu Giok Ing jadi teringat juga dengan kejadian tempo dulu, selagi dia bersama-sama Kwee Su Liang merantau dan menjelajah dikalangan rimba persilatan. Banyak tempat yang dia lewati atau singgah, yang hampir selalu meninggalkan kesan yang tak mungkin dia lupakan selama hidupnya; dan sekarang, setelah lebih dari sepuluh-tahun lamanya kembali dia harus singgah ditempat yang sama, yang membawa kenangan lama itu. Jelas tak mudah liehiap Liu Giok Ing pulas tertidur ketika pada saat dia beristirahat dan menginap disuatu tempat penginapan, yang selalu membikin dia teringat lagi dengan Kwee Su Liang; sementara Kwee Su Liang kini sedang berada di perbatasan kota Gan-bun koan, berkumpul dengan isteri dan anaknya. Apa yang harus Liu Giok Ing katakan kalau nanti dia bertemu dengan kekasih hati itu? dan apa atau bagaimana dia harus bersikap dihadapan Lie Gwat Hwa nanti? Mungkinkah Kwee Su Liang sudah memberitahukan kepada istrinya, bahwa dia sudah menerima Liu Giok Ing sebagai bini-muda?

Merah muka liehiap Liu Giok Ing kalau dia teringat dengan perkataan 'bini-muda'. Demi cintanya terhadap Kwee Su Liang, dia rela menjadi bini-muda dari laki-laki itu; akan tetapi apakah Lie Gwat Hwa rela mempunyai madu? Gelisah dan cemas Liu Giok Ing memikirkan istrinya Kwee Su Liang, mengakibatkan dia menjadi ragu- ragu buat meneruskan perjalanannya ke perbatasan kota Gan-Bun Koan, merasa malu untuk bertemu dengan 'sang- madu' itu !

Dan Kwee Su Liang? Mengapa laki-laki itu tidak cepat- cepat kembali seperti yang dia janjikan? Ada apakah gerangan yang terjadi di perbatasan kota Gan-bun koan? Pusing kepala Liu Giok Ing yang memikirkan masalah itu. Demikian pada malam itu, ditempat penginapan liehiap Liu Giok Ing tidak dapat pulas tertidur; sampai tahu dia mendengar bunyi suara seseorang yang berada diatas genteng.

Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing yang sangat peka telinganya, dan yang sudah terlatih bersikap waspada; dengan cepat dia telah keluar melalui jendela kamarnya, siap dengan pedang Ku-tie kiam ditangan kiri, dan disaat berikutnya sempat dia melihat adanya tiga bayangan hitam yang sedang berlari menjauhi tempat penginapan itu.

Oleh karena hendak mengetahui orang-orang yang telah mengintai kedalam kamar tidurnya, maka liehiap Liu Giok Ing cepat-cepat melakukan pengejaran.

Mereka lari semakin jauh meninggalkan tempat penginapan, sampai dilain saat mereka tiba disuatu tepi sungai yang lebar dan panjang; dimana liehiap Liu Giok Ing menemukan ketiga orang yang dia kejar itu, yang sedang bertempur melawan seseorang yang memakai pakaian serba ringkas.

Melihat adanya pertempuran, maka liehiap Liu Giok Ing tidak lekas-lekas mendekati. Dia mencari sesuatu tempat buat dia mengintai.

Ketiga orang-orang tadi dikejar oleh liehiap Liu Giok Ing, ternyata memakai tutup muka dengan secarik kain warna hitam, dibagian bawah mata sampai menutup mulut mereka; sedangkan orang yang menjadi lawan mereka, adalah seorang laki laki setengah baya yang umurnya kira- kira sudah mendekati 50 tahun.

Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing tidak mungkin mengenali ketiga orang-orang yang memakai tutup muka itu, dan diapun tidak kenal dengan laki laki setengah baya yang sedang bertempur itu; oleh karenanya dia tidak segera memberikan bantuan, sebaliknya dia diam memperhatikan jalannya pertempuran.

Meskipun sedang dikepung oleh tiga orang lawan yang gesit dan mahir ilmu silatnya, ternyata laki laki setengah baya itu dapat melakukan perlawanan dengan baik memakai senjata yang aneh yakni sebatang huncwee (semacam pipa panjang) yang jelas kelihatan masih ada apinya, sebab didalam cuaca malam yang cukup gelap, anak api dari huncwee itu seringkali berhamburan keluar kalau senjata mereka saling bentur, memperlihatkan suatu pemandangan yang cukup menarik bagaikan bunga api.

Jelas bahwa percikan anak api itu bukan merupakan sembarang api. Mereka yang pandai ilmu silat dan mahir tenaga dalam, maka percikan anak api itu sudah tentu mempunyai daya pukul yang kuat, disamping dapat melukai kulit seseorang dan membakar pakaian yang terkena anak api itu.

Namun demikian, oleh karena menghadapi tiga orang pengepung yang bukan merupakan sembarangan lawan, maka disaat berikutnya laki laki setengah baya itu kelihatan terdesak.

Dipihak Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing yang sejak tadi memperhatikan jalannya pertempuran, akhirnya mengenali dari cara bersilat ketiga orang-orang yang memakai tutup muka itu; bahwa mereka adalah murid-murid Kwan gwa sam-eng atau tiga garuda dari kota Kwan gwa. Jadi yang masih belum diketahui oleh liehiap Liu Giok Ing, siapakah sebenarnya laki laki setengah baya yang sedang bertempur itu?

Sekilas liehiap Liu Giok Ing pun jadi teringat dengan Kwan gwa sam-eng, yang tempo dulu sering merajalela dikalangan rimba persilatan, menyebar maut secara biadab; sampai liehiap Liu Giok Ing berdua Kwee Su Liang bertemu dan bertempur melawan ketiga garuda dari Kwan gwa itu, yang berkesudahan ketiga garuda itu dibikin habis nyawa mereka, tanpa mereka mampu menyebar maut lagi!

Konon disaat lelaki setengah baya itu kelihatan sudah sangat terdesak, maka liehiap Liu Giok Ing lompat keluar dari tempat dia mengintai, dan memasuki arena pertempuran. "Siapa kalian ...!" bentak liehiap Liu Giok Ing yang sedang merintang ketiga orang yang memakai tutup muka itu.

“Ha-ha-ha ...” tawa salah satu dari kedua orang itu yang menghadapi liehiap Liu Giok Ing; sementara yang seorang berhasil membebaskan diri dan meneruskan bertempur melawan si 'kakek' yang memakai senjata huncwee. Dan orang yang tertawa itu kemudian meneruskan berkata:

"... rupanya sipendekar penyebar cinta sudah cukup lama menonton, lalu memilih kita buat dijadikan lawan bermain cinta... !"

Ikut tertawa temannya yang mendengarkan perkataan itu sebaliknya meluap kemarahan liehiap Liu Giok Ing yang merasa diejek dan dihina. Gelarnya sebagai pendekar yang bersenjata bunga cinta disebut sebagai pendekar penyebar cinta; dan memilih lawan untuk bertempur, dikatakan memilih lawan untuk bermain cinta!

Liehiap Liu Giok Ing berteriak marah-marah dan mengomel-ngomel yang saya kagak bisa terjemahkan disini, sebab ngocehnya pakai bahasa Kanton; akan tetapi sebelum dia lompat menyerang menggunakan gerak tipu macan betina ngebut anak, maka secara tiba-tiba dia merasakan adanya angin serangan dari arah sebelah belakang !

Dengan suatu gerak yang indah, liehiap Liu Giok Ing berhasil menghindar dari serangan yang membokong. Akan tetapi dia menjadi kaget waktu sempat melihat orang yang memakai tutup muka dengan kain hitam, menandakan mereka berkawan!

Jelas bahwa Cheng hwa liehiap Liu Giok Ing kena perangkap. Pertempuran yang tadi berlangsung ternyata hanya suatu permainan belaka, sehingga sekali lagi liehiap Liu Giok Ing harus berpikir, entah siapa sesungguhnya laki laki setengah baya yang kurang ajar itu!

Akan tetapi, pada saat itu liehiap Liu Giok Ing tidak sempat berpikir lama, sebab lagi-lagi dia telah diserang; bahkan sekaligus oleh empat orang yang kemudian telah mengepung dan mengurung dari empat penjuru.

Setelah sekarang saling berada berdekatan dan saling bertempur, maka liehiap Liu Giok Ing dapat membuktikan betapa berbahaya lelatu anak-api yang keluar berhamburan dari laki-laki setengah baya itu, yang bisa nyelekit nyelekit kalau kena kulit; setelah membakar baju liehiap Liu Giok Ing yang pada bolong sebab dibikin dari bahan yang serba tipis sehingga tak ubahnya seperti penggemar menghisap rokok 'nyi-sam-su'.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar