Kemelut Lembah Ular Jilid 09

Jilid 09

LIM ENG KIU masih berusaha menghindarkan diri dengan menanan meluoeur tubuhnya. Akan tetapi dia gagal, sama sekali dia tidak bisa berkelit dari serangan orang berbaju biru tersebut, karena dadanya telah terhantam dengan telak sekali oleh lelapak tangan orang berbaju biru itu. Seketika itu pula Lim Eng Kiu terjerunuk terbantirg ditanah dengan mengetuarkan jeritan yang menyayatkan hati, te-rus pingsan tidak sadarkan diri. Dadanya telah hitam. Itulah karena disebahkan dada Lim Eng Kiu telah keracunan.

Tinggal Sam Kak Tojin seorang diri yang tidak jatuh pingsan, dia berdiri dengan hati tergoncang keras sekali, disamping tengah menderita kesakitan yang hebat pada perutnya. Mukanya pucat pias. Terlebih dilihatnya orang berbaju biru itu tengah melangkah menghampiri kearahnya dengan mata yang tajam mengandung hawa pembunuhan dan muka yang kejam sekali.

Diann-diam Sam Kak Tojin mengeluh, karena dia menyadari bahwa kesempatan hidup buat dia sudalt tipis sekali, karena orang berbaju biru itu akan menurunkan tangan kematian buatnya. Sedangkan dia tengah dalam keadaan terluka parah seperti itu, dimana dia merasakan seluruh isi perut seperti juga telah bancur. Denean demikian, jelas dia tidak bisa mengerahkan lagi kekukatan tenaga dalamnya buat mengadakan perlawanan, paling tidak dia nanya pasrah buat dihantam oleh orang berbaju biru itu guna menerima kernatiannya.

Orang berbaju biru itu memang bermaksud membinasakan Sam Kak Tojin, dia melangkah mendekati pendeta itu, sehingga jarak mereka hanya terpisah satu tombik lebih. Kemudian dengan suara yang bengis sekali dia berkata: "Sekarang tibalah saatnya engkau pergi ke neraka! Kami mengundang engkau boat berkunjung ke Lembah Ular, dimana kau akan dihormati, tetapi engkau memilih neraka sebagai tempatmu!”

Sambil berkata hegitu, tangan kanannya diangkat, telapak tangannya itu memerah seperti berlumuran darah, menunjukan betapa hebatnya racun yang terkandung ditelapak tangan tersebut, dia mengayunkannya buat menghantam kepala Sam Kak Tojin, sedangkan pendeta itu yang sudah tidak berdaya hanya memejamkan matanya buat menerima kematian.

Waktu Sam Kak Tojin terancam jiwanya oleh tangan maut orang berbaju biru tersebut, diwasku itulah tiba-tiba terdengar suara orang berseru: “Hentikan!”

Suara bentakan tersebut tidak begitu keras, akan tetapi memiliki kewibawaan yang sangat kuat, karena orang berbaju biru tersebut menghentikan tangannya yang waktu itu tengah meluncur akan menahantam kepala Sam Kak Tojin.

Sam Kak Tojin sendiri tetah membuka matanya yang semula dipejamkan, dia meng-awasi dengan sorot mata yang berterima kasih kepada orang yang telah menolongnya itu. Ternyata orang tersebut tak lain dari si pemuda pelajar yang tampaknya lemah lembut yang pernah bertemu dengan Sam Kak Tojin bertiga dengan Tio Sung dan Lim Eng Kiu.

Pemuda pelajar itu telah turun dari kudanya, menghampiri orang berbaju biru itu. Dengan sikapnya yang agak jenaka, seperti juga pemuda pelajar tersebut tidak menyadari bahwa orang yang tengah dihadapinya ini adalah seorang yang sangat berbahaya sekali, dia bilang: "Ohh, mengapa engkau seganas itu ingin mencelakai Tojin itu?"

"Hemm,” menendengus orang berbaju biru tersebut gusar bukan main, tadi dia menngira bahwa yang mencegah dia turun tangan adalah seorang tokoh sakti yang tentunya. memiliki kepandaian tinngi, atau setidak tidaknya dia akan berhadapan dengan seorang yang memiliki bentuk tubuh yang tinggi besar. Akan tetapi ternyata dugaannya itu berlainan sama sekali dengan apa yang dilihatnya, dihadapannya hanya berdiri seorang pelajar yang kurus kerempeng dan tampak begitu lemah. "Jika kau masih senang menghirup udara segar, cepat kau naik kekudamu dan cepat ninggalkan tempat ini!"

Rupanya orang berbaju biru itu walaupun mendongkol sekali, tokh dia masih tidak sampai hati buat menurunkan tangan keraatian kepada pelajar yang tampaknya begitu lemah. Dia masih perintahkan agar pelajar itu berlalu saja secepat rnungkin.

Namun pemuda itu membuka matanya lebar-lebar, memperlihatkan sikap terheran-heran. "Ihh, mengapa kau berkata begitu?!" tanya. pemuda pelajar itu dengan muka yang agak jenaka, seperti juga dia tengah terheran-heran. "Jelas semua orang masih senang menghirup udara segar. Termasuk engkau sendiri dan juga Totiang itu, yang pasti masih senang buat hidup terus. Meugapa engkau hendak mencetakai dan memukul Totiang itu?!”

Mata si baju biru mendelik kepada pemuda pelajar itu. "Jika engkau rewel, aku akan menghantam mu!" ancamnya.

“Ih … jangan galak-galak, mengapa ingin menghantamku? Bukankah aku tidak bersalah? Bukankah Locu pun mengatakan jika seseorang bisa membeudung hawa arnarahnya akan dapat berbahagia dengan panjang usia dibumi ini?!"

Disaggapi seperti itu. dengan disitir ujar ajar dari Locu, membuat orang berbaju biru tersebut meluap kemarahannya, dia berseru nyaring dan telah mengayunkan tangan kanannya, menghantam kepundak pemuda tersebut.

Sam Kak Tojin mencelos hatinya. Pemuda itu lemah. sekali, mana mungkin dia bisa menghadapi sibaju biru yang ganas dan tangan nya begitu beracun? Sedangkan dia bertiga dengan Thio Sung dan Lim Eng Kiu saja tidak sanggup menghadapinya? Tadi waktu pelajar itu berseru mencegah sibaju biru turunkan tangan mautnya pada Sam Kak Tojin, pendeta ini telah girang karena menduga tentunyn ada seorang yang memilikt kepandaian tinggi ingin menolong dirinya. Betapa kecewanya ketika memperoleh kenyataan bahwa yang mencegah si baju biru itu turun tangan tidak lain adalah sipemuda pelajar yang tampaknya begitu lemah. Walaupun demikian, mengingat akan kebaikan hati dari pelajar itu yang hendak menolong dirinya, membuat Sam Kak Tojin berterima kasih sekali. Sekarang dia melihat pelajar itu diserang seperti iut oleh si baju biru, berarti keselamatan jiwa si pelajar sangat terancam, dia jadi kaget, dan berseru "Hentikan, jangan diteruskan, kau boleh membunuh Pinto, akan tetapi jangan mengganggu Siucai itu!”

Si baju biru tidak memperdulikan teriakan Sam Kak Tojin, terus juga dia menurunkan tangannya yang meluncur akan menghantarn pundak si pelajar. Pelajar itu yang sama sekali tidak menyadari bahaya maut telah berada diujung kepalanya, masih tertawa tenang, katanya, "Kau jangan bergurau, lebih baik kau mengurangi sifat-sifat ganasmu, selanjutnya hiduplah dengan bahagia..., dengan begitu tidak percuma dan kecewa engkau menjadi manusia! Akan tetapi jika engkau masih meneruskan sifat-sifat jahatmu dan sangat ganas, engkau akan menyesal tidak sudahnya menjelang dihari tuamu!”

Bukan main mendongkolnya si baju biru waktu itu dia memang bukannya menahan meluncur tangannya, malah dia telah menanabahi tenaga Iweekangnya menghantam lebih keras. Dan dengan disertai suara "Bukkk!” yang nyaring sekali, pundak pelajar itu kena dihantam oleh telapak tangan si baju biru. Menurut dugaan si baju biru, sekali hantam seperti itu, maka sipelajar akan terjungkal dan jiwanya melayang, sebab selain beracun juga memang tenaga dalam yang drpergunakannya. sangat kuat, sedikitnya akan menghancurkan dan mematathkan tulang pundak pemuda pelajar itu. Aneh sekali! Apa yang terjadi membuat Sam Kak Tojin seperti tidak mempercayai apa yang dilihatnya, karena waktu itu tubuh sipelajar sama sekali tidak bergeming, dia berdiri ditempatnya dengan sikap yang jenaka, dan juga tidak kurang suatu apapun juga, bagaikan pukulan dari sibaju biru itu tidak dirasakannya sama sekali.

Si baju biru sendiri kaget tidak terkira. Dia memukul dengan tenaga kuat sekali, jika seandainya memang pelajar itu memiliki kepandaian yang lumayan, belum tentu dia bisa menerima pukulan tersebut. Sedangkan sipelajar memang seorang yang tampaknya begitu lemah, tetapi dia tidak bergeming dari tempatnya walaupur, pukulan yang dilakukan sibaju biru mengenai telak sekali pundaknya. Bahkan pelajar itu tidak mempertihatkan sikap kesakitan, dia tetap dengan keadaannya yang lemah tembut dan wajah jenaka seperti agak ketolol-totolan.

"Hemmm, engkau main dengan segala pukulan beracun!” kata pemuda pelajar itu, "Tampaknya engkau memang bukan manusia baik-baik! Sudah kukatakan, jika engkau meneruskan perbuatanmu yang selalu disertai keganasan tentu engkau akan menyesal. Tampaknya engkau tidak mau mendengar katakataku itu, Sayang! Sayang!"

Sepasang mata sibaju biru terpentang lebar-lebar, dia seperti juga melthat hantu di depan rnatanya, dia mengawasi bengong dengan perasaan heran sekali. Dan setelah tersadar dari tertegunnya, dia melompat tinggi dan mengayunkan tangan kirinya menghantam dengan kuat dimana dia mengincar kepala dari pemuda pelajar itu. Sedangkan tangan yang satunya, tetap dia mengincar pundak dari pelajar tersebut.

Namun sama seperti tadi, pemuda pelajar itu sama sekali tidak bergeming dari tempat berdirinya, dia seperti juga tidak bermaksud mengelakkan pukulan dan si baju biru. Akan tetapi yang jadi sangat berkuatir adalah Sam Kak Tojin, karena waktu itu si Tojin menyadari, kalau sampai kepala pemuda pelajar itu kena dihantam oleh sibaju biru, niscaya akan menyebahkan kepala pelajar itu remuk dan dia akan binasa. Sekuat-kuatnya kepala manusia, lebih hebat pula pukulan sibaju biru. Maka walaupun bagaimana tingginya kepandai an si pelajar, tetap saja jika dia membiarkan batok kepalanya itu dihantam oleh sibaju biru, hal ini benar-benar merupakan hal yang sangat nekad sekali.

Waktu serangan kedua tangan sibaju biru hampir tiba, pelajar itu tetap sama sekali tidak berusaha mengelakan. Sedangkan pelajar itu masih tersenyum dan sempat mengatakan. "Kau akan menyesal!"

Berkata sampai disitu, tibalah serangan ke dua tangan sibaju biru. Tangan kirinya tetah berada tepat didekat kepala sipelajar dan tangan kanannya juga berada didekat pundak dari si pemuda pelajar itu, hanya terpisah setengah dim lagi.

Dalam waktu yang seperti itu, yang membuat Sam Kak Tojin jadi tegang bukan main, terlihat pemuda pelajar itu seperti orang kaget telah memutar tubuhnya. Kepalanya digelengkan, aneh sekali, dengan gerakan yang ayal saja, dan dilakukan dengan acuh tak acuh, serangan telapak tangan kiri sibaju biru pada kepala pelajar tersebut telah berhasil dihindarinya, sehingga jatuh ditempat kosong, Begitu pula serangan tangan kanan si baju biru pada pundak kanannya, telah dielakkan dengan hanya menurunkan pundaknya sedikit dan di geserkannya kesamping, membuat telapak tangan kanan si baju biru menghantam tempat kosong.

Bukan main kagetnya si baju biru. Belum lagi hilang rasa kagetnya, dia mendengar pelajar itu berkata: "Kau terialu gangs sekali, pergilah kau!" Sambil berkata begitu, dengan sikap yang perlahan dan seenaknya saja, pemuda pelajar tersebut telah mendorongkan tangan kanannya kearah pundak dari sibaju biru. Gerakan yang dilakukannya itu merupakan gerakan yang biasa saja, seperti juga dia tidak memperguaakau tenaga dalamnya. Namun kesudahannya membuat tubuh sibaju biru seperti terdorong oleh tenaga selaksa kati, sehingga tanpa bisa dipertahankan lagi, tubuhnya terjungkal rubuh ditanah.

Malah yang lebih hebat, sibaju biru tidak bisa segera melompat berdiri, dia rebah dengan mengerang kesakitan, dia merasakan dadanya seperti juga remuk dan seluruh isi dadanya itu telah bercopotan. Napasnya terasa sangat panas sekali, diapun merasakan lehernya kering bukan main, matanya berkunang- kunang dan juga mntutnya gemeteran.

Pelajar itu berkata sambil tertawa: "Pergilah kau pulang buat tidur jika engkau banyak berjalan, maka kau tentu kelak tuanya menjadi mannsia lumpuh tidak punya guna!”

Waktu berkata seperti itu, pemnda pelajar tersebut seperti juga menganjurkan seorang anak kecil agar pergi tidur, namun sesungguhnya itulah peringatan yang hebat sekali buat si baju biru, karena dia menyadari dirinya telah terluka didalam yang hebat sekali, dimana dengan hanya satu kali mendorong saja, pemuda pelajar tersebut telah berhasil menggempur tenaga dalamnya, sehingga sibaju biru terluka didalam yang parah, sampai dia tidak bisa segera bangun berdiri didalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Sedangkan Sam Kak Tojin memandang dengan tertegun dan sepasang mata terpentang lebar-lebar bagaikan takjub, karena waktu itu dia seperti tidak mempercayai apa yang dilihatnya. Tadi, telah dilihatnya betapa pemuda itu hanya bergerak sedikit saja, namun serangan si baju biru yang hebat telah bisa dihindarkannya. Lalu dengan hanya mendorong perlahan mempergunakau tangan kanannya, serti juga dia tidak terdorong sungguh-sunguh telah membuat sibaju biru terjengkang hebat seperti itu. malah tidak bisa segera bangun berdiri.

Sebagai seorang yarg memiliki kepandaian cukup tinggi dan pengalaman yang luas, Sam Kak Tojin segera menyadari bahwa sesung guhnya pemuda pelajar itu adalah seorang yang luar biasa dan memiliki kepandaian yang sangat tinggi, hanya saja pemuda pelajar itu berpura-pura tidak mengerti ilmu silat.

Sibaju biru menghela napas dalam-dalam, dia bilang dengan suara yang geram. "Baik, kelak aku akan mencarimu! Urusan ini tidak akan habis sampai disini saja, dan kau berikan namamu itu siapa ….. ?”

"Memberikan namaku? Urusan tidak hanya sampai disini? Apa maksudmu?!" tanya pemuda pelajar itu sambil memperlihatkan sikap terheran-heran.

Si baju biru tambah gusar saja. Akan tetapi begitu hawa amarahnya bergolak didada, seketika dia terjengkit kesakitan dan meringis, karena seketika dia merasakan betapa dadanya sakit luar biasa.

"Hemmm engkau tidak perlu marah-marah bukankah sudah kukatakan, orang yang cepat marah akan lebih cepat tua lagi!” sipelajar seperti juga menyindir dan ingin mempermainkan sibaju biru.

Sedangkan sibaju biru berusaha mengurangi rasa sakit yang menyerang dirinya dengan berdiara diri, dia telah berdiam beberapa saat lamanya, sampai akhirnya rasa sakit di dadanya itu berkurang.,barulah dia berkata: "Balk ! Balk ! Sekarang memang aku telah dipermainkan engkau demikian rupa! Jika engkau jeri buat membetikan namamu, itupun tidak akan kudesak Namun ingat. Ngo Tok Kauw bukan sebangsa perkumpulan yang mudah dibentur dan dipermainkan seperti ini kelak engkau akan berurusan dengan kawan-kawanku dari Ngo Tok Kauw. Dan itu semua nya memang pasti!”

Setelah berkata dengan pram seperti itu, tampak sibaju biru, yang mengakui dirinya terus terang sebagai anggota Ngo Tok Kauw telah merangkak bangun. Dengan berkata begitu si baju biru hendak menggertak Si pemuda pelajar dengan nama per kumpulannya, yaitu Ngo Tok Kauw. Dia yakin, begitu sipemuda mendengar bahwa dia berasal dari Ngo Tok Kauw, tentu akan ketakutan dan kaget setengah mati.

Namun siapa sangka, pemuda itu justeru tersenyum, lalu katanya. "Ngo Tok Kauw? Perkumpulan Lima Bisa? Ohhh, berbahaya dan mengerikan sekali! Mendengar namanya saja bulu tengkukku telah berdiri merinding berdiri    mengpa kalian harus

main-main dengan bisa? Jika sampai racun itu terkena buat kalian sendiri, diwaktu itulah kalian baru akan menyesal seteagah mati!"

Bukan main gusamya sibaju biru, waktu itu dia baru saja berhasil berdiri, kemudian ka tanya dengan tetap geram: "Jika demikian, baiklah, sampai lain kali kita bertemu lagi!" Dan berkata sampai disitu, dia memutar tubuhnya, karena sibaju biru bermaksud hendak menghampiri kudanya, dimana dia ingin menaiki kudanya, buat dilarikan meninggalkan tempat itu.

Namun pemuda pelajar itu tertawa lagi. “Jika ada kawan- kawanmu yang pandai sajak atau syair, yang berada di Ngo Tok Kauw itu, kau beritahukan mereka, supaya lebih baik mereka berlomba adu menulis syair-syair yang menarik denganku, dari pada mereka harus menempuh bahaya dengan bermain-main racun? Tidakkah itu sanga membahayakan sekali? Nah. sekarang kau sudah mendengarnya, silahkan engkau pergi!”

Si baju biru tidak melayani ejekan sipemu da pelajar tersebut, dia telah memenang nanya. dia berusaha menaiki icuitnya. Akan tetapi waktu dia mengerahkan tenaganya dun bermaksud hendak melompat kepunggung kucla nya, sibaju biru meringis menahan sakit yalig bebat, sehingga untuk sejenak lamanya dia berdiri menyender di kudanya dan tidak bisa naik kepunggung kuda tunggangannya tersebut.

Menyaksikan keadaan sibaju biru yang tengah meringis menahan sakit seperti itu, sipemuda pelajar tersenyum tagi. Dia melangkah mendekati.

“Kenapa? Apakah engkau tidak dapat naik keatas seekor kuda? atau memang engkau sejak kecil tidak pernab berlatih dengan baik, cara untuk naik kepunggung seekor kuda?!

Disaat itu muka si baju biru tengah meringis menahan sakit, mungkin terlalu hebat rasa sakit yang dideritanya, sampai dia menitikkan air mata diluar kehendaknya. Walaupun demikian, matanya telah memandang bengis sekali kepada pemuda pelajar itu, deegan sorot mats mengandung dendam yang hebat.

Peniuda pelajar tersebnt tertawa lagi, dia. bilang : “Atau engkau menghendaki bantuanku buat membantu kau menaiki kudamu itu?!”

Si baju biru merasakan dadanya seperti ingjn meledak, dia hanya berusaha menahan rasa sakit didadanya tanpa menyahuti. Namun biarpun si baju biru barusaha dengan sekuat tenaganya agar dapat menahan rasa saki yang menyerang dadanya, tokh tetap saja dia tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit. Malah begitu dia mengerahkan tenaganya, seketika dia terjenigkit dan mengaduh diluar kehendaknya, karena dia menderita kesakitan yang hebat bukan main.

Sedangkan pemuda pelajar yang melihat keadaan si baju biru seperti itu, jadi tertawa. “Engkau seperti juga memiliki sernacarn penyakit, dan engkau tampaknya juga hanya be sar potougan tubuh, namun berpenyakitan, se hingga buat naik kepunggung seekor kuda saja engkau tidak dapat! Juga engkau tidak mau meminta bantuanku, sehingga kukira akupun tidak perlu terlalu meadesak buat menolougmu... baiklah, kau urusi dirimu sendiri! Hanya ku peringatkan kepadamu, jika nanti engkau pulang ke rumahmu. dan tubuhmu telah sehat, engkau harus rajin-rajin berlatih menunggangi  kuda … !"

Setelah herkata begitu, pemuda pelajar itu memutar tubahnya, dia meninggalkan sibaju biru dan menghampiri Sam Kak Tojin.

Sejak tadi Sam Kak Tojin hanya bengong mengawasi si pemuda pelajar tersebut. Pelajar dengan tubuh yang begitu kurus kering dan juga lemah lembut, tampaknya tidak bertenaga. Akan tetapi dengan satu gebrakan, dia telah membuat sibaju biru yang tadinya begitu ganas dan juga sangat liehay telah terluka hebat, inilah benar-benar hal yang tidak pernah disangkanya dan juga merupakan urusan yang sangat menakjubkan sekali.

Waktu itu sipamuda pelajar telah mengham piri dekat sekali pada Tojin tersebut, tanpa memperdulikan sikap Sam Kak Tojin yang memandang bengong padanya, pemuda pelajar tersebut bilang: “Totiang, apakah engkau terluka hebat didalam tubuh?!"

Sam Kak Tojin seperti baru tersadar dan bengongnya, dia cepat-cepait tersenyum dan berusaha bersikap semanis mungkin, dengan kepala yang dianggukkan, katanya: “Terirna kasih atas pertolongan Kongcu … jika kongcu tadi terlambat datang, tentu aku sudah berada di akherat dikirim oleh orang berbaju biru dengan tangannya yang ganas itu !”

Pemuda pelajar itu tersenyun-senyum, dia merogoh sakunya, dan mengeluarkan sebuah botol obat, dari dalam botol tersebut dikeluarkan sebutir pil yang berwarna kuning muda, kemudi an diberikan kepada Sam Kak Tojin. “Telanlah luka didalam tubuhmu akan sembuh, dan racun yang mengendep didalam dirimu akan panah!” kata pemuda pelajar itu.

Sam Kak Tojin menyambuti pil obat tersebut, tanpa ragu- ragu ditelannya obat tersebut. Akan tetapi, begitu dia memasukkan obat tersebut kedalam mulutnya, seketika dia terkejut, mukanya berobah, hampir saja dia muntah, karena dia merasakan pit tersebut baunya bukan elang kepalang.

Melihat sikap Sam Kak Tojin itu, pelajar tersebut tersenyum. “Telanlah. demi keselamnina jiwamu juga!” kata pelajar

tersebut.

Dengan memaksakau diri menindih perasaan muaknya, Sam Kak Tojin menelan juga pil tersebut. “Sekarang duduklah bersemedhi selama setengah jam dan perjalanan napasmu akan segera lancar!” kata pemuda pelajar itu.

Sam Kak Tojin tidak mengatakan sesuatu apapun juga, dia duduk bersemedhi menurut petunjuk si pemuda pelajar. Melihat tojin itu tengah mengatur pernapasannya, pelajar terse but mengbampiri Lim Eng Kiu, memeriksa keadaan pengemis tersebut. Akhirnya dia meng hela napas.

“Sunggult tangan yang telengas sekali menggumam pelajar tersebut. Dia menguruti bagian luka ditubuh Lim Eng Kiu, kemudian menjejalkan dua butir pil yang serupa dengan pil yang diberikan kepada Sam Kak Tojin. Dengan memijit rahang didekat leher pengemis tersebut dia membuat pil itu tertelan.

Lalu pelajar tersebut meninggalkan Lim Eng Kiu. dia menghampiri Thio Sung yang juga ma sih dalam keadaan pingsan. Kembali pelajar itu menggeleng-gelengkan kepalanya. “Ganas sekali, ganas sekali!” menggumam pelajar itu. Dia sama sekali tidak mengurut dan tidak memberikan obat kepada Thio Sung, sepasang alisilya mengkerut dalam-dalam, sam pai akhirnya setelah mengawasi sekian lama kepada Sung, baruiah dia menggumam lagi, “Hemm, obatnya tentu dimiliki orang berbaju biru itu!”

Bergumarn seperti itu, segera juga dia memutar tubuhnya menghampiri si baju biru. Lelaki bertubuh tinggi besar berbaju biru tersebut tengah menyender di kudanya, dia masih tidak berhasil untuk naik kepunggung kudanya.

Pelajar itu menghampiri si baju biru sambil tertawa tawar dia bilang : “Hemrm, engkau masih belum berhasil menunggang kudu juga? Baiklah, mari kita mengadakan jual jual beli! Engkau setuju tidak?!"

Sibaju Siru tengah menderita kesakiran hebat sekali, dia menyadari bahwa dirinya terluka parah sekali. Walaupun pemuda pelajar tersebut tidak mempergunakan racun melukainya... akan tetapi anggota dalam tubuhnya banyak. yang rusak atas hajaran tangan pemuda pelajar itu. Maka dia pikir, dengan tawaran jual beli, tentunya pemuda pelajar itu naenghendaki sesuatu dari dia.

“Jual … jual beli apa?!" tanya si baju biru kemudian menahan rasa sakit yang tidak terkira.

“Aku akan memberikan obat untuk menambah semangatmu, sehingga selama tiga hari penyakitmu itu bisa ditahan dan juga seluruh anggota didalam tubuhmu akan pulih biasa lagi. Akan tetapi selarna tiga hari itu engkau harus berusaha mengobati dirimu, pantangan yang terbesar engkau tidak boleh mempergunakan te naga, dan harus metatih pernapasanmu dari pertarna lagi, dengan demikian engkau akan dapat meninggalkau tempat ini!” Dan aku menghendaki agar engkau memberihan obat pemunah racun yang telah engkau pergunakan buat melukai pengemis itu…. !”

Si baju biru tidak segera men jawab, dia ber diam diri sejenak lamanya, barulah kemudian dia bilang: “Baik! Baik! Mari kita lakukan jual beli itu … !”

“Tunggu dulu ….. !" kata si pemuda pelajar tersebut cepat. “Kau harus memberikan dulu obat pemunah racun itu, jika memang kau memberikan yang benar, bukan obat palsu, sebingga jiwa kedua pengemis itu bisa tertolong, aku baru akan memberikan obatku buatmu. !”

Kembali si baju biru ragu-ragu, namun akhirnya dia berkata juga: “Baiklah!”

Setelah berkata begitu, dengan menahan rasa sakit didadanya, diapun telah merogoh sakunya, dia mengeluarkan sebuah botol kecil, katanya : “Kau ambillah empat butir.......

masing-masing berikan dua butir, maka mereka akan selamat dari kematian ….. racun yang mengendap didalam tubub mereka akau lerayap dan punah.

Pemuda pelajar itu menghampiri dan dia mengambil empat butir obat tersebut. Lalu botoll obat itu dikembalikan kepada si baju biru.

Waktu menyambuti bowl teasebut, karena mengvirakkan tangan kanannya, orang berbaju biru tersebut meringis lagi dengan keringar dingin membasahi sekujur tubuhnya.

Sedangkan pemuda pelajar itu telah menghampiri Thio Sung, yang kemudian dicekoki dengan kedua butir pil tersebut, dengan cara memijit rahang dekat lehernya, dengan begitu, pelajar terserut dapat bekerja cepat. Demikian juga dengan Lim Eng Kin, kepadanya telah diberikan dua butir obat tersebut Sipelajar menantikan beberapa saat, sampai kedua orang itu tersadar dari pingsannya perlahan- lahan hawa hitam yang bersemu di wajah mereka telah lenyap, itu menunjukkan bahwa obat yang diberikan o1eh orang berbaju biru itu memang bukan obat palsu. Karenanya, sipelajar menyadari bahwa dia harus membayar dengan obatnya kepada sibaju biru. Sedangkan sibaju biru nampaknya sudah tidak kuat menahan penderitaannya tersebut, dia mengerang beberapa kali dengan tubuh yang kian doyong seperti akan rubuh terguling di tanah, jika saja waktu itu sipelajar tidak cepat-cepat menghampiri dan membenarkan letak duduknya.

“Inilah ohatku!” kata sipelajar kemudian sambil memasukkan tiga butir pil obatnya, yang menyiarkan bau tidak sedap. Karena tengah menderita kesakitan yang bebat, disamping telah lemah sekali, dimana sibaju biru seperti berada didalam alam setengah sadar dan tidak, segera juga dia menelan ketiga butir pil itu.

Berangsur-angsur perasaan sakitnya mulai berkurang, dan tenaganya pulih. Setelah sepeminuman teh. segera dia berdiri tegak, dadanya sudah tidak sakit lagi. “Terima kasib!” kata sibaju biru. “Obat mu memang benar-benar mujarab!”

Pelajar itu tersenyum tawar. “Tidak usah kau berterima kasih kepadaku. bukankah kita telah mengadakan jual beli, sehingga tidak ada sate pihakpun yang dirugikan ataupuu yang merasa untung! Nah, pergilah kau berlatih bagaimana caranya yang paling baik buat berlatih menunggang kuda,..!'"

Muka sibaju biru berobah merah padam, dia malu sekali disanggapi begilu, namun dia masih bilang : “Baik, baik nanti kita bertemu lagi Kemudian dia menaiki kudanya, namun gerakannya tidak segesit biasanya, karena walaupun perasaan sakit didadanya telah lenyap, tokh keadaannya masih kaku.

Baru saja si baju biru handak melarikan kudanya, waktu itu dari malt kejauhan dihadapannya tengah mendatangi seorang lelaki bertubuh bungkuk, dengan jenggot yang tumbuh tidak teratur dan pakaiannya sangat kotor mesum sekali, sehingga keadaannya bagaikan seorang pengemis belaka. Sambil mendatangi orang iru seperti bersenandung : “Racun ditebus obat, obat ditebus racun puteri cantik diberikan raja, rajapun memberikan puteri cantik. Aha. aha, memang luar biasa! Luar biasa juga! Juga benar-benar 'luar biasa!”

Senandungnya itu ternyata tidak karuan dan diapun tetah menghampiri terus dengan langkah kaki yang tidak tetap, dan tubuhnya yang bongkok itu doyong kedepan, dan langkahnya satu-satu.

Melihat orang yang bongkok dengan keada annya seperti pengemis itu, muka siberewok itu jadi berobah berseri-seri dia bahkan berseru nya ring memancarkan kegirangan hatinya.

“Ciok Kilang ..!" serunya, dan telah lompat turun dari kudanya. dia kemudian menekuk kedua kakinya, berlutut menghadap kepada orang bongkok yang tengah mendatangi.

Akan tetapi orang bertubuh bongkok dan keadaannya mesum itu, seperti juga tidak melihat kelakuan si baju biru. Dia masih bersenandung terus dengan kata-katanya yang tidak karuan susunannya itu, tangannya mempermainkan sesuatu.

Sedangkan pemuda pelajar itu mengawasi orang yang baru datang dengan mata yang agak tajam, tetapi sikapnya tenang dan bibir-nya tersenyum tenang sekali. Dihatinya dia berpikir: “Hemmm, tentunya dia seorang tokoh yang memiliki kepandaian tinggi dari Ngo Tok Kauw, si berewok tampaknya begitu menghurmatinya, kedudukannya dalam NgoTok Kauw tentu tidak rendah!”

Orang hertubuh bongkok itu telah melewati si baju biru yang tetap berlutut tidak berani bangun. Dia tetap bersenandung dan telah berada didekat jar, akan tetapi orang bertubuh bungkuk yang dipanggil oleh si baju biru dengan sebutan Ciok Kilang, terus juga mengawasi ketanah.

Pemuda pelajar itu terkejut juga waktu me lihat benda apa yang berada ditangan Ciok Ki lang. yang tengah dipertnainkannya itu, dia te. lah mengawasi tajam, ternyata seeker ular ke cit berwarna hijau berwarna kuning' emas. U tar itu melingkar-lingkar ditangan Ciok Kilang.

“Hemm, benar orang ini tentu tokoh Ngo Tok Kauw juga yang senang bermain-main dengan racun... walaupun ular itu kecil, akan tetapi tentu memiliki bisa yang sangat hebat sekali!” pikir sipemuda pelajar. Dan dia bersikap penuh waspada. Orang bertubuh bongkok itu telah berjongkok dan mengawasi tanah, dia mengorek sesuatu dengan jari telunjuk tangan kanannya membiarkan ular berukuran kecil; itu melingkar ditangan kirinya, dia mengorek-ngorek tanah terus, sedangkan mulutnya menggumam: “Nah Kimjie..... kau sekarang akan memperoleh ma kanan yang lezat sekali...,. lihatlah!” Dan sambil berkata begitu. jari telunjuk tangannya mencokel sesuatu.

Ternyata seekor cacing yang cukup gemuk panjang. Diberikannya kepada ularnya. Sang ular seperti juga mengerti apa yang dikatakan Ciok Kilang, dia bagaikan jinak luar dengan kepala terangguk kemudian menyambar tacing itu, sekali telan. cacing yang panjang tersebut telah ditelannya. Ciok Kilang masih mengorek-ngorek tanah terus, bagaikan tidak meladeni keadaan orang-orang disekitarnya, dia asyik dengan pekerjaannya. Sibaju biru yang melihat sikap Ciok Kilang malah tampaknya girang bukan main. wajahnya berseri-seri terus. Ketika satu kali dia melirik kepada peranda pelajar, dia tersenyum sinnis seperti mengejek, seakan juga sekarang dia telah terbangun semangatnya, dimana Ciok Kilang bagaikan orang yang benar-benar bisa diandalkannya.

Si pemnda pelajar muak melihat kelakuan Ciox Kilang, sesungguhnya dia ingin pergi menghampiri Sam Kak Tojin, akan tetapi mengingat orange tersebut, Ciok Kilang, pandai dengan racun dan juga pandai menjinakkan ular berbisa, pemuda pelajar tersebut kuatir kalau-kalau dia memutar tubuhnya, Ciok Kilang akan menyerang dia dengan ular berbisanya itu.

Sebab itulah dia telah menantikan saja dan mengawasi kelakuan Ciok Kilang tanpa bergeser dari tempat berdirinya. Lama juga Ciok Kilang menggali dan metagorek-ngorek tanah dengan jari telunjuk tangan kanaanya, sampai akhirnya dia bilang kepada ularnya : “Sudahlah Kimjie, sudah tidak ada. lagi! Oya. sekarang aku ingin mengurusi dulu urusanku, dan engkau baik- baik beristirahat yang, tenang..,.tidurlah yang lelap!”

Berkata sampai disitu, Ciok Kilang memasukkan ular tersebut, yang dipanggil dengan sebutan Kimjie (anak emas), kedalam sakunya. Setelah menepuk-nepuk perlahan sakunya itu seperti tengah meninabobokan seorang anak yang ingin tidur, Ciok Kilang tiba-tiba menoleh kepada sibaju biru.

“Tiauw Hwie!” katanya dengan suara yang tiba-tiba melengking tinggi dan bengis, berbeda dengan tadi waktu dia berkata-kata kepada ularnya yang begitu halus dan penuh kasih sayang. “Apa yang telah terjadi?!"

Si baju biru, Tiauw Hwie. segera menceritakan apa yang terjadi. Selama mendengarkan cerita sibaju biru, muka si bongkok itu berubah-ubah dan sering melirik kepada si pemuda pelajar.

“Hemmm!” mendengus Ciok Kilang berulang kali “Hebat!

Hebat sekali!”

Setelah Tiauw Hwie selesai dengan ceritanya, waktu itulah Ciok Kilang memandang tajam kepada sipemuda pelajar.

“Siapa gurumu?!" tanyanya. Lucu dan agak jenaka bagi yang mendengarnya, dia bukannya menanyakan nama si pemuda pelajar akan tetapi justru menanyakan nama guru si pemuda pelajar tersebut. Jika saja suaranya biasa saja, tentu akan menimbulkan tertawaan bagi yang mendengarnya, namun sibongkok bertanya dengan suara yang bengis bukan main.

Pemuda pelajar itu terstnyum, katanya .”Ya. ya, siapa guruku Bisa kau jelaskan?!”

Mencilak mata si bongkok mendeagar dirinya diperolok seperti itu, dia memandang bengis sekali sampai akbirnya berkata

: “Anak muda, jangan kau berpikir bisa main-main denganku! Tahukah engkau kekurang ajaranmu itu bisa menyebahkan lidahmu buntung dan selanjutnya engkau menjadi manusia bisu?!"

Pemuda pelajar tersebut tersenyum kecil, katanya : “Oya?

Bisa begitu? Aku bisa bisu? Sungguh sangat mengerikan!”

Waluu berkata begitu, si pemuda pelajar tetap memperlihatkan sikap seperti juga mempermainkan si bongkok tersebut. “Oh ya, ada yang ingin kutanyakan boleh tidak aku menanyakan sesuatu kepadamu, wahai orang tua?!"

Bola mata si bongkok mencilak semakin cepat berputar- putar, akan tetapi dia menaban kemurkannnya, dia berkata dengan tawar: “Ya, katakanluh!” “Meogapa tububmu bisa bongkok seperti itu!” tanya sipemuda pelajar.

Itulah pertanyaan yang benar-benar dirasakan paling kurang ajar buat Ciok Kilang, selama hidupnya, belum pernah ada orang yang berani menyinggung-nyinggung soal kebonglokan tubub- nya tersebut. Tanpa mengucapkan sepatah perkataanpun juga, tahu-tahu tangan kanannya bergerak seperti cakar harirnau, kearah muka si pemuda pelajar angin serangan itu biasa saja, tidak terlalu santer, namun luar biasa kesudahannya, karena si pemuda pelajar yang menangkis serangan aneh dari orang bertubuh bungkuk tersebut, merasakan dadanya kontan menyesak, disaat tanganrya saling bentur dengan tangan Ciok Kilang merasakan matanya berkunang-kunang, biji matanya seperti akan melompat tidak bisa mempertahankan kuda-kuda kedua kakinya. Tubuhnya telah terlempar karena kuda-kuda kedua kakinya tergempur hebat.

Sebagai pemuda pelajar yang rupanya mempunyai kepandaian tinggi, pemuda itupun tidak mau membiarkan tubuhnya terbanting di atas tanah. Waktu tubuhnya melayang ditengah udara dan akan terbanting, cepat sekali dia telah menggerakkan tangan kanannya dan menghantam tanah, sampai terdengar suara menggelegar. Sengan meminjam tenaga hantaman itu, tubuhnya seperti herhantam oleh suatu kekuatan, dan dia kemudian berjungkir balik jatuh dengan kedua kakinya terlebih dahulu.

Diam-diam hati si pemuda pelajar terkejut juga karena dia merasakan betapa hebatnya tenaga serangan dari Ciok Kilang, diapun jadi tambah waspada.

“Manusia bongkok yang lihay!” berpikir si pemuda pelajar. Iweekang yang dimiliki benar-benar mengejutkan. Belum lagi dia mempergunakan binatang berbisa dan racun-racunnya!” Belum selesai si pemuda pelajar tersebut berpikir, waktu itu si bongkok dengan langkah tertatih-tatih telah melangkah menghampirinya. Matanya mencilak-cilak terus menerus, berputaran dengan sinarnya yang tajam mengerikan.

Setelah berada dekat dengan si pemuda pelajar yang hanya diam ditempatnya, Ciok Kilang berkata dingin. "Kau tidak aakan mudah-mudah buat mati! Aku menghendaki agar engkau merasakan, bagaimana enaknya jika seseorang dikirirn ke neraka dengan tubub yang terpotong-potong!"

Terdengarnya memang biasa saja. Akan tetapi arti dari perkataan si bongkok itu sesungguhnya sengat menyeramkan dan mengerikan. Dia bermaksnd hendak menyiksa pemuda pelajar itu dengan hebat, yang diartikannya dengan mengirirn arwah pemuda pelajar ke neraka dengan sepotong-sepotong.

Sedangkan pemuda pelajar tersehut, walau pun mengetahui dirinya berhadapan dengan seorang yang tangguh sekali, tokh dia tidak menjadi gentar. Sikapnya tetap tenang.

"Kau belum lagi menjawab pertanyaanku tadi, wahai orang tua!" kata sipemuda pelajar dengan suara mengejek, dia pun tetap memanggil si bongkok dengan sebutan "orang tua , karena tadi Ciok Kilang menyebut dia dengan sebutan anak muda. "Mengapa tububmu itu bisa bongkok seperti akar puhon yang telah alot sekali?”

Ejekan itu dirasakan Ciok Kilang sebagai hinaan yang paling hebat buatnya, dadanya dirasakan seperti hendak meledak, bola matanya mencilak-cilak semakin hebat dan juga di waktu itu tangannya tergetar sedikit, baru kemudian dia mengerang. Suara erangannya seperti hendak mengugurkan setiap pohon yang akan bertumbangan dengan getaran suaranya itu. Dalam keadaan seperti itu, terlihat betapa pun juga memang tampaknya Ciok Kilang bernafsu sekali hendak menyiksa sipemuda pelajar itu.

Setelah mengerang tubuh Ciok Kilang melompat lagi menerjang kepada sipemuda pelajar. Sekarang bukan hanya tangan kirinya saja yang menyerang, namun dia menyerang serenentak dengan kedua tangannya.

Karena tadi telah merasakan betapa hebatnya tenaga dalam sibongkok ini, maka si pemuda pelajar tidak berani sembarangan main tangkis. Dia telah berkelit dengan mengandalkan kegesitannya. Namun untuk kagetnya, waktu hendak melompat, dia tidak bisa bergegerak letuasa, tubuhnya seperti terkungkung oleh suatu kekuatan yang tak tampak bagaikan tubuh si pemuda pelajar telah terlibat sehingga tidak bisa melompat sekehendak hatinya!

Hati si pemuda pelajar mencetos, dia teringat akan sesuatu, yaitu bahwa Ciok Kilang memiliki semacam ilmu yang diberi nama “Menawan Hun", yaitu menawan arwah. Memang seorang yang memiliki ilmu “Menawan Hun” tersehut memtliki Iwekang yang hebat sekali, sehingga dengan tenaga dalamnya dia bisa mengikat lawannya, yang membuat lawan tidak bisa bergerak leluasa. Itulah semacam ilmu yang langka sekali dan sulit buat diyakininya.

Jika memang Ciok Kilang memiliki ilmu itu, inilah yang hebat buat si pemuda pelajar yang pasti akan mengalami kesulitan luar biasa buat menghadapinya, karenanya, si pemuda palajar mati-matian mengempos semangat dan tenaganya. Dia telah berseru nyaring, bagaikan meronta dan telah berusaha melompat juga dengan jejakkan kedua kakinya yang bertambah kuat. Si pemuda pelajar itu berhasil juga melompat, akan tetapi tidak perlu jauh, sedangkan Ciok Kilang telah menerjang lagi dan menyerang pula padanya. Dengan demikian si pemuda pelajar kembali mengalami ancaman hantaman dari lawannya.

Tidak ada pilihan lain buat si pemuda pelajar, dia terpaksa menangkisnya.

Ciok Kilang tiba-tiba membatalkan serangannya, dia menarik pulang kedua tangannya. Hal ini benar-benar mengejutkan si pemuda pelajar, sampai dia berseru kaget.

Namun belum lagi si pemuda pelajar dapat sempat melakukan gerakan lainnya, waktu itu Ciong Kiang telah menyusul dengan serangan lainnya ke arah perutnya.

Mati-matian si pemuda pelajar menangkis serangan itu. Gagal!

Tubuh si pemuda telah terpental ke tengah udara, malah ia merasakan seluruh isi perutnya seperti jungkir balik.

Dalam keadaan seperti itu, si pemuda pelajar masih menyadari bahaya yang bisa mengancam dirinya, karena cepat- cepat dengan menahan sakitnya dia berusaha mengusai dirinya agar tidak terbanting. Waktu kedua kakinya hinggap di tanah, dia terhuyung-huyung seperti hendak ambruk. Hal ini disebabkan kuatnya tenaga serangan dari Ciok Kilang.

Sedangkan Ciok Kilang walaupun bertubuh bongkok, usianyapun telah tua, namun dia bergerak cepat sekali, karena baru saja si pemuda pelajar itu menginjak tanah, justeru si bongkok telah melompat ke depan dsi pemuda pelajar dan menyusuli dengan serangannya lagi.

“Habislah aku!” berpikir si pemuda pelajar yang jadi kaget bukan main, karena dia tidak menyangka sebelumnya bahwa orang bongkok ini memiliki tenaga dan kepandaian yang luar biasa hebatnya.

Mati-matian si pemuda pelajar masih berusaha menyelamatkan jiwanya dari renggutan elmaut, dia masih bergerak segesit mungkin buat menyelamatkan dirinya.

Dia gagal lagi!

Dengan mengeluarkan suara “Buk!” yang nyaring, pukulan Ciok Kilang hinggap di pahanya. Jika memang tadi pemuda pelajar itu tidak mati-matian berusaha menghindar dengan secepat mungkin, dadanya ayang akan menjadi sasaran. Kalau sampai dadanya yang terhantam, tentu akan menyebabkan dia terluka parah di dalam dan akan juga menyebabkan punahnya seluruh tenaga dalamnya. Beruntung saja si pemuda pelajar itu masih sempat berkelit, walaupun dia tidak berhasil mengelakkan diri sepenuhnya dari ukulan itu, namun yang terkena hantaman hanya paha kanannya.

Waktu telah hinggap di atas tanah, pelajar itu merasakan kaki kanannya seperti lumpuh tidak memiliki tenaga lagi, keadaan itu begitu tiba-tiba sehingga dia tidak dapat mengendalikan tubuhnya yang meleyot dan duduk numprah di atas tanah.

Giok Kilang tidak menyerang lagi, tetapi kakek bongkok tersebut tertawa bergelak-gelak. Tubuhnya yang bongkok tersebut sampai tergoncang keras sekali.

“Sekarang tibalah waktunya yang paling baik untuk mengirim arwahmu sepotong demi sepotong … !” kata Ciok Kilang dengan suara yang sangat menyeramkan.

Tiauw Huie, si baju biru, yang waktu itu masih berlutut, dengan kepala yang terangkat menyaksikan kejadian itu. mukanya jadi berseri-seri karena dia girang bukan main. Malah dia berseru nyaring, “Bagus! Bagus! Kiok Cilang, hamba mengharapkan memperoleh bagian untuk mengirim sepotong arwahnya!”

Ciok Kilang menoleh kepada Tiauw Hwie, kemudian dengan muka yang dingin katanya, “Tiauw Hwie … dengarlah baik-baik, Kauwcu telah memerintahkan kau buat mengirim undangan kepada orang-orang yang telah ditunjuk, akan tetapi banyak kesalahan yang telah engkau lakukan dalam melaksanakan tugasmu itu! untuk hal itu saja seharusnya kau menerima hukuman yang cukup berat dan sulit diampuni lagi … !”

Muka Tiauw Hie pucat pias, dia berlutut sambil memanggut- manggutkan kepalanya berulang-kali sampai keningnya menghantam tanah cukup keras dan merah bengkak.

“Hanya Ciok Kilang kiranya yang bisa menolong hamba dan kemurahan hati Ciok Kilang juga yang sekiranya bisa menyelamatkan hamba …..!” kata Tiauw Hie ketakutan bukan main.

“Hemm, soal itu kita bicarakan saja nanti, apakah aku berkasihan kepadamu dengan memintakan pengampunan kepada Kauwcu … !” kata Ciok Kilang dingin.

Sambil berkata begitu dia memutar tubuhnya, memandang bengis kepada pemuda pelajar itu yang masih duduk numprah di atas tanah dengan muka meringis menahan sakit yang hebat pada pahanya. Tadi pukulan yang dilakukan Ciok Kilang hampir saja menghancurkan tulang pahanya yang sekarang menimbulkan rasa sakit yang luar biasa.

“Sekarang kita mulai!” kata Ciok Kilang dingin, sambil melangkah mendekati pemuda pelajar itu.

Pelajar itu diam saja dengan muka agak meringis menahan sakit. Diapun mengawasi Ciok Kilang yang telah berada dekat dengannya. Waktu itu dia tidak berdaya buat berdiri karena pahanya yang terhantam keras itu membuat kaki kanannya seperti juga telah lumpuh.

Yang pertama-tama dilakukan Ciok Kiang adalah merogoh sakunya, mengeluarkan ular kecilnya. “Kim-jie, mari kita mulai berpesta … !”

Uluar yang jinak itu tampaknya seperti mengerti perkataan Ciok Kilang, karena dia mengangguk-anguk beberapa kali.

Dengan muka yang menyeramkan Ciok Kilang menghampiri pemuda pelajar itu. Tahu-tahu tangan kanannya digerakkan melemparkan Kim-jie.

Kim-jie melesat kearah pemuda pelajar itu diiringi perintah oleh Ciok Kilang: "Makanlah telinga sebelah kanan!" kata- katanya itu di susul dengan tertawanya yang bergelak.-gelak.

Kim-jie memang bergerak menyambar ke arah daun telinga sebelah kanan pelajar yang bermaksud akan digigitnya.

Walaupun pahanya sakit sekali dan bagaikan lumpuh, bagian anggota tubuh sebelah atas pelajar itu masih tetap bisa bergerak sebagaimana biasa. Melihat menyambarnya ular kecil yang kiranya sangat beracun itu, pelajar itu telah menyentil dengan jari telunjuk tangan kanannya, dan dia berhasil menyentil ular itu, sehingga tabuh luar tersebut terlem,par cukup jauh, jatuh ditanah dan melingkar-lingkar, rupanya ular itu merasa kesakitan, sebab sentilan jari telunjuk pelajar tersebut mengandung kekuatan tenaga dalam yang bisa menyentil pecah batu gunung.

Muka Ciok Kilang berobah pucat, kaget tidak terkira melihat ular kesayangannya kena disentil begita rupa oleh pelajar tersebut. Secepat kilat dia melompat kedekat ularnya, memeriksanya dengan mulut tidak hentinya menghibur ular tersebut. "Jangan kecil hati Kim-ji.... aku akan membalaskan sakit hatimu, aku akan mengirimkan arwahnya sepotong-sepotong!" bengis bukan main suaranya itu, dibalik kelembutan menghibur ular peliharaannya. "Sekarang kau baik-baiklah tidur didalam sakuku dulu...!" Benar-benar Ciok Kilang memasukkan luar itu kedalam sakunya, kenaudian dia menghampiri pelajar itu cepat sekali. Ketika tiba didekat pelajar tersebut, ta-ngannya juga bergerak menghantam kearah kepala pelajar tersebut.

Pelajar itu sudah tidak berdaya, karena kaki kanannya seperti lumpuh. Namun dia mana mau mandah begitu saja dihajar tangan mautnya Ciok Kilang.

Waktu melihat Ciok Kilang menghantam kepalanya dengan hebat, segera juga tangan kanan pelajar itu bergerak. Tahu-tahu diri telah menyebarkan pasir dan tanah yang diraupnya kemuka Ciok Kilang.

Peristiwa ini merupakan kejadian yang begitu tiba-tiba tidak disangka oleh Ciok Kilang sendiri, membuatnya jadi kaget tidak terkira, sampai dia berseru nyaring dan cepat-cepat mengelakkan diri. Akan tetapi dia gagal mengelakkan diri dari seluruh pasir dan tanah itu, sebagian sempat memasuki matanya, perih sekali sampai dia mengeluarkan air mata dan sementara tidak bisa membuka matanya, dia hanya berjingkrak-jingkrak sambit mengucek-ngucek matanya dengan memaki katang kabutan.

Pelajar itu berusaha buat berdiri, dia mem pergunakan kedua tangannya buat menunjang tubuhnya, dan akhirnya berhasil berdiri dengan kaki kirinya, sedangkan kaki kanannya tetap seperti lumpuh.

Rupanya waku itu Ciok Kilang memang telah berhasil membersihkan matanya dan debu yang memasuki matanya tersebut, dengan murka, dan mata yang tampak merah berair dia menghampiri pelajar tersbut dengan lompatan yang gesit sekali, ganas bukan main sepasang tangannya menggempur pelajar itu.

Petajar tersebut menyadari bahwa dia tidak mungkin menghadapi Ciok Kilang dengan kekerasan, karenanya dia telah cepat-cepat menyambuti kedatangan Ciok Kilang dengan timpukan pasir dan tanah yang dikepalnya tadi.

Ciok Kiang batal menerjang, karena dia kuatir matanya terkena lagi pasit dan tanah, dia melompat mundur.

"Hemm, walaupun bagaimana tetap saja engkau harus pergi ke neraka!” kata Ciok Ci1ang. dengan suara mendesis.

"Tunggu dulu, aku hendak bicara!” kata pelajar itu dengan muka agak meringis menahan sakit pada paha kanannya. "Walaupun nanti aku harus terbinasa ditanganmu, aku puas!”

“Apa yang hendak kau bicarakan?!" tanya Ciok Kilang bengis.

"Apakah kau pun dari Ngo Tok Kauw?!" tanya pelajar itu. Ciok Kilang tertawa bergelak-gelak, dia bilang, "Tepat!

memang aku dari Ngo Tok Kauw. Bahkan aku adalah salah seorang penasehat Kauwcu!"

"Pantas!" berpikir sipelajar itu. "Kepandaiannya tinggi sekali dan dia begitu liehay… tidak tahunya salah seorang seorang peuasehat Kauwcu Ngo Tok Kauw."

Apa yang dipikirkannya itu tidak diperlihatkan pada wajahnya, hanya saja pelajar ittg telah berkata: "Bagus! Jika demikian aku bertemu dengan tokoh Ngo Tok Kauw yang cukup berharga buat diajak bicara ….. !”

"Jangan kau coba-coba mengulur-ulur waktu, cepat katakan, apa yang hendak kau bicarakan!" tegur Cook Kilang bengis. "Hemm, jangan terburu-buru!. Engkau tentu pernah mendengar bahwa Kauwcumu itu tengah mendirikan Ngo Tok Kauw buat mengadakan kerja sama dengan pihak Mongolia. Bukankah begitu?!"

Muka Ciok Kilang berobah hebat, dia memandang pelajar itu dengan sorot mata yang tajam sekali. Sampai akhirnya setelah berdiam ragu sejenak, dia mengangguk. "Benar...!" katanya.

."Memang apa yang kau katakan itu benar! Dan, dari mana engkau mengetahui hal itu?!"

Pelajar itu tertawa tawar. "Jika aku tidak memiliki huhungan dengan Ngo Tok Kauw, mana mungkin aku bisa mengetahui jelas semua urusan itu, arusan yang seharusnya dirahasiakan dengan ketat?"

Ciok Kilang merasa perkataan pelajar itu ada benarnya, dia memandang ragu-ragu, sampai akhirnya dia bertanya: "Siapakah kau yang sebenarnya?!"

"Jika kusebutkan, engkau akan kaget, karena engkau pasti akan menerima hukuman yang sangat berat dari Kauwcumu!!" menyahuti pelajar itu.

Hati Ciok Kilang tambah goncang, namun akhirnya dia tertawa dingin, bentaknya: "Cepat katakan, siapa kau sebenarnya dan darimana engkau mengetabui urusan Ngo Tok Kauw kami begitu jelas? Jangan kira dengan menguluur waktu seperti sekarang ini aku akan membiarkan engkau hidup lebih lama lagi!”

Pelajar itu tertawa dingin, dengan sikap yang memandang rendah kepada Ciok Kiang dia bilang. "Nanti jika kau telah mengetahui siapa adanya aku, diwaktu itulah kau baru akan berlutut dan memohon-mohon pengampunau da riku...!" Waktu pemuda itu berkata seperti itu, Ciok Kilang telah mengawasi pemuda tersebut dengan hati bertanya-tanya dan menduga-duga, entah siapa adanya pemuda pelajar ini. Di lihat dari tampangnya, dia bukan termasuk orang asing, dia merupakan orang Han, Akan tempi dari kata-katanya itu, seperti juga pemuda ini hendak mengancamnya dan memiliki hubungan yang erat dengan Kauwcu Ngo Tok Kauw.

"Baiklah!, Aku memberikan kau kesempatan tidak banyak lagi, katakan siapa kau sebenarnya. Jika kau tetap tidak mau mengatakannya, aku akan meneruskan pekerjaanku buat mengirim arwahmu keakherat sepotong-sepotong!”

"Jadi kau benar-benar ingin mengetahui siapa diriku ini tanya pemuda pelajar itu dengan memperlihatkan sikap mengejek. "Hanya aku merasa kasihan kepadamu, sehab kau telah turunkan tangan bengismu kepadaku dengan melukai pahaku ini, kurasa engkaupun sulit menghindarkan diri dan hukumun mati yang akan dijatuhkan Kauwcumu. !"

Hati Ciok Kilang tergoncang lagi, namun itu hanya sebentar, dia kemudian telah tertawa dingin, katanya: "Baik! Baik!, Jika demi-kian, akupun tidak mau mendengar keterangau mu lagi!

Sam Kak Tojin yang waktu itu tengah menyaksikan seamua itu beseru dengan suara nyaring: "Kongcu, jangan kau katakan siapa kau sebenarnya tidak nantitlya dia berani membinasakan dirimu sebelum dia menaetahuii jelas seluruh urusannya dan

mendengar keterangan dari Kauwcunya!”.

Ciok Kilang tertawa dingia, katanya:. "Hemmm, kau kira aku sibego?" Dan dia sudah tidak sabar, tubuhnya segera juga metesat kesamping pelajar itu, dan tangannya bergerak menyerang.

Pelajar itu juga bukan seorang pemuda yang bodoh, melihat jiwanya terancam kematian, dia sengaja berseru lagi: "Tahukah kau apa yang selalu diinginkan Ho Ang Yo!" Tangan Ciok Kilang yang terangkat akan menghantam, terayun ditengah udara, jadi berberhenti, tergantung begitu saja, dengan mukanya berobah hebat.

"Apa?!" bentaknya bengis, namun hatinya goncang. Ho Ang Yo adalah nama Kauwcunya,

"Hemmm, tidak gampang aku memberi-tahukan kepadamu!” kata pemuda pelajar itu sama sekali dia tidak memperlihatkan perasaan takut.

"Setan! Kau rupanya hanya ingin mengulur waktu dengan menyebut hal yang tidak-tidak! Aku tidak percaya engkau meniliki hubungan dengan Ho kauwcu.... biarlah jika memang tokh nanti aku dipersalahkan, itupun akan kuterima dengan senang hati! Disini hanya disaksikan oleh Tiauw Hie, bisa saja aku membunuh si Tiauw Hie, agar dia tidak membuka suara lagi menceritakan semua ini kepada Kauwcu, siapa akan mengetahui apa yang telah kulakukan ini, Jika seandainya memang engkau seorang yang cukup panting dan berharga, berkenalan intim dengan Kauwcu! Sungguh tidak masuk dalam akal, jika engkau orang penting tentunya akupuu mengenal dirimu, sebab aku lebih sering mendampingi Kauwcu!”

Pemuda pelajar itu yang melihat Ciok Kilang akan segera mulai menyerang lagi, memperdengarkan suara tertawa dingin, katanya, “Apa yang tengah dinanti-nantikan Kauwcumu pada tanggal 18 bulan enam ini, jadi sebelas hari lagi?!”

Kembali hati Ciok tergoncang hebat. “Jadi jadi kau?!” katanya dengan suara agak gugup tidak sebengis tadi.

Pemuda pelajar itu tertawa tawar katanya, “Kau belum menjawab pertanyaanku, apa yang tengah diharap-harapkan Kauwcumu itu pada tanggal 18 bulan enam ini, sebelas hari lagi?!”

Learns tubuta Ciok Kilang.

“Jika begitu … jika begitu kau utusan dari Mongolia'?” tanyanya, suaranya serak.

Pemuda itu tidak mengiyakan, juga tidak membantah. “Kau jawab pertanyaanku tadi!” kata pemuda pelujar itu.

“Kanwca menantikan kedatangan kurir dari Kaisar Mongolia !” akhirnya Ciok Kilang menyahuti juga.

“Hemm, jika utusan Mongolia itu datang ke daratan Tionggoan ini, apa yang akan dipeoleh Kauwciumu, keuntungan yang bisa di peroleh atas pertemuantaya dengan utusan Mongolia tersebut?!”

Ciok Kilang tidak segera menjawab, dia memanaang ragu- ragu pada pelajar, menurut Kauwcu, karni akan berhasil menguasai seluruh daratan Tionggoan!” katanya kemudian.

“Bukan!” bantah pelajar itu. “Apa?!”

“Bukan seperti yang kau katakan!” “Lalu apa?!”

“Jika Kauwcumu itu telah bertemu dengan utusan dari Mongolia maka kauwcumu akan memperoleh dua benda mustika yang sangar berharga sekali!” kata pelajar itu. “Kedua mustika tu adalah lebih bijaksana jika aku tidak menyebutkan kepadamu

apa namanya kedua benda mustika itu kepadamu.

Muka Ciok Kilang berobah semakin pucat, melihat apa yang dikatakan pelajar itu, yang mengetahui sangat jelas urusan di dalam perkumpulan Ngo Tok Kauw, memperlihatkan bahwa pemuda ini memang memiliki hubungan yang erat dengan kauwcunya. Tadi memang sengaja Ciok Kilang memancing pemuda itu, dia mengatakan, Jika kauwcunya telah bertemu dengan kurir Mongolia maka kauwcunya itu dengan seluruh anak buahnya akan dapat menguasai seluruh dataran Tionggoan. Padahal Ciok Kilang memang mengetahui bahwa kauwcunya tengah mengharapkan dua macam benda mustika yang tidak diketahuinya entah benda apa. Jadi sekarang apa yang dikatakan pemuda pelajar itu bahwa kauwcunya tengah mengharapkan dua macam benda dari Kaisar Mongolia, dia jadi mempercayai penuh bahwa pemuda ini pasti memiliki hubungan yang erat dengan Kauwcunya. Maka sekarang lenyaplah sikap bengisnya. Kakek bongkok ini telah merangkapkan kedua tangannya dengan sikap bersungguh-sungguh katanya, “Baiklah Kongcu, mari kita bicara terus terang! Siapakah Kongcu sesungguhnya? Jika memang tadi aku berlaku kurang-ajar padamu maafkanlah, karena aku belum mengetahui siapa adanya Kongcu. Jika memang Kongcu mau memperkenalkan diri sejak tadi, tentu aku tidak akan bertindak seceroboh seperti tadi … !”

Pemuda pelajar itu tertawa mengejek. “Hemm, sekarang engkau bisa bersikap bermanis-manis kepadaku!” katanya dengan suara yang dingin. “Akan tetapi, tahukah engkau, bahwa apa yang telah terjadi ini akan kulaporkan ke pada Kauwcumu, meminta agar Kauwcuniu itu menghukum aku dengan caramn, yaitu arwahmu dikirim keakherat sepotong-sepotong!”

Muka Ciok Kilang berobah merah dan dia malu sekali bercampur gusar, namun perasaan nya itu tidak diperlihatkannya. Dia memaksakan diri buat tersenyum.

“Apa yang tadi kulakukan, atas kecerobohanku itu dan kesalah-pahaman yang ada, kuharap saja Kongcu tidak ambil hati dan jangan menyimpannya karena hal itu disebabkan salah paham belaka! Kulihat Kongeu sebagai orang Han, sama sekali tidak ada mirip-miripnya sebagai orang Mongolia, maka mana aku bisa menduga bahwa Kongeu sesunggulnya adalah utusan dari Kaisar Monegolia?!"

Si penauda pelajar melihat sikap Ciok Ki-lang yang telah berobah menjadi manis dan tidak bengis separti tadi, jadi tertawa.

“Paha kananku tadi engkau hantam keras sekali, beruntung tulang pahaku tidak sampai hancur, hanya beberape urat-urat halus di pahaku menjadi putus! Karenanya, aku ingin meminta obatmu buat menyembulikan kakiku ini agar darah dipahaku dapat beredar lancar kembali.”

Ciok Kilang menganggguk segera, dia merogoh sakunya mengeluar botol obatnya dan memberikan tiga butir pil berwarna coklat kepada pelajar itu.

Pemuda itu tidak ragu-ragu menelan ketiga butir pil itu. Tampak sepasang mata pemuda ini terpejamkan rapat-rapat, dia seperti tengah memu satkan hawa murninya uutuk mengurangi rasa sakit pada pahanya tersebut.

Ciok Kilang mengawasinya dengan sepasang mata tajam sekali. Dia seperti juga ingin menembus hati pemuda itu untuk mengetahui isi hati pelajar tersebut.

Setelah lewat lagi beberapa saat dan anak muda itu masih memejamkan mataaya. Ciok Kilang akhirnya berkata memanggil perlahan.

“Kongcu ….. !”

Pelajar tersebut membuka matanya perlahan-lahan memandang kepida Ciok Kilang. Setelah berdiam sejenaak dan memperbaiki duduk tubuhnya, dia bertanya :"Ada yang hendak kau tanyakan?!” Ciok Kilang ragu-ragu, namun akhirnya mengangguk. “Aku ingin mengetahui apakah Kongcu utusan dari Kaisar Mongolia?!" Tanya Ciok Kilang.

Pemuda itu tersenyum. “Aku haus sekali tolong kau berikan aku air pintanya.

Ciok Kilang mengangguk, segera mengambil tempat airnya yang tergantung dipinggangnya. waktu dia mengambit tempat airnya itu dia harts menuuduk dan membukanya aple sulk' karena gatitungan tempat air itu terdi-ri dari tali yang dilibatkan pada ikat pinggangnya.

Tiba-tiba dengan mendadak sekali, pemuda pelajar itu menghantam dengan tangan kanan-nya. Pukulan itu dilakukan dahsyat sekali, karena sejak tadi memang diam-diam dia telah mengempos seluruh tenaganya. Dan sekarang waktu ia memiliki kesempatan itu, segera dipergunakannya sebaik mungkin, menyerang dengan dahsyat. Angin pukulan itu menerjang hebat kepada Ciok Kilang.

Bukan main kagetnya Ciok Kilang, ia merasakan semangatnya seperti terbang meninggalkan tubuhnya. Sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi, Ciok Kilang dalam keadaan seperti itu masih tidak gugup. Dia merasakan menyambarnya serangan yang hebat itu, akan tetapi sudah jelas dia tidak keburu mengelakkannya atau menangkis sebab dia berada dalam jarak yang dekat sekali.

Disamping itu juga, memang pemuda pelajar tersebut menyerang begitu tiba-tiba sekali disaat dia lengah dan tidak berwaspada sekali oleh karena itu sangat sulit buat dia menghadapinya disamping tidak mungkin dia berkelit karena jaraknya terlalu dekat, juga tidak keburu buat menangkis. Jalan satu-satunya, dia hanya bisa mengerahkan tenaga pada dadanya, dimana dia bermaksud hendak melindungi dadanya dari gempuran tenaga Iweekang pemuda pelajar itu.

“Bukkk!” dada Ciok Kilang terhantam kuat sekali oleh tangan pemuda pelajar tersebut. Dan waktu itu sebenarnya Ciok Kilang yang mengetahui dirinya tidak bisa menangkis atau berkelit lagi, telah melindungi dadanya dan juga membarengi tangan kanannya menghantam pemuda itu. Cuma saja, sebelum serang balasannya itu wenyambar kepada pemuda pelajar itu, justeru tubuh Ciok Kilang terpenral terbatiting diatas tanah.

Mata Ciok Kilang jadi gelap berkunang-kunang diapun memuntahkan darah segar beberapa kali. Tangan kanannya memegangi dadanya yang seperti juga terhantam sesuatu yang hebat dan membuat tulang dadanya bagaikan melesak dan patah hancur. Dia mengerang dua kali lalu kemudian pingsan tidak sadarkan diri.

Memang pemuda pelajar itu sengaja mela kukan serangan secara membokong. Karena dia menyadari disaat paha kanannya seperti lumpuh; jika dia menghadapi secara berterang, niscaya Ciok Kilang akan dapat membinasakannya, maka dia mempergunakan akal buat merubuhkan lawannya yang tangguh itu. Dan memang usahanya berhasil memancing Ciok Kilang berada didekatnya.

Tiauw Hwie terkejut melihat apa yang terja di, mukanya pucat. “Kau..!" serunya sambil ber siap-siap hendak menerjang kepada pemuda pelajar itu.. Akan tetapi dia batal, karena segera teringat olehnya bahwa pemuda pelajar itu memiliki kepandaian jauh lebih liehay dari dia. Karenanya dia jadi bimbang buat menyerang pemuda itu. Terlebih lagi dilihatnya pemuda itu telah duduk tegak sambil tersenyum dingin.

"Hemmm, benar kakiku sekarang seperti lumpuh tidak bisa digerakan, namun bagian atas anggota tubuhku tetap daam keadaan biasa tidak kurang suatu apapun juga karena nya, jika

kau ingin maju buat main-main lagi denganku, mari, mari …..

mari kita main-main lagi, aku masih bisa malayaninya!”

Mana berani Tiauw Hwie menerjang maju terlebih lagi memang diwaktu itu dia pun melihat Ciok Kilang, orang yang diandalkannya telah pingsan. Cepat dia menghampiri Ciok Kilang, dia menggendong dan dinaikkan keatas punggung kudanya. Dia sendiri tanpa mengatakan suatu apapun juga, telah melompat keatas kuda itu, yang lalu dilarikaunya meninggalkan tempat tersebut.

Pemuda pelajar itu tetap duduk tegak sambil memperlihatkan senyum dingin, dia mengawasi sampai kuda yang ditunggangi Tiauw Hwie dan membawa Ciok Kilang yang dalam keadaan pingsan itu, menghilang dari pandangan matanya, barulah dia mengeluh perlahan. Tiba-tiba tubuhnya lunglai seperti tidak bertenaga tahu-tahu dia terkulai pingsan tidak sadarkan diri!

Rupanya, waktu dia menghantam dada Ciok Kilang, dia pun mempergunakan tenaga dalam yang berlebihan. Karena kuatir tenaga serangannya kurang kuat, dia telah mengempos seluruh kekuatannya. Akan tetapi tidak disangkanya bahwa Coat Kilang memang memiliki tenaga dalam yang tangguh sekali. Maka diwaktu serangan pemuda pelajar itu hinggap didadanya, dada Ciok Kilang telah dilindungi oleh kekuatan tenaga dalamnya.

Benturan yang terjadi itu membuat tenaga dalam pemuda pelajar tersebut bergolak hebat, sehingga seperti juga dirinya tergetar. Cuma saja menyadari bahwa waktu itu dia terancam bahaya yang tidak kecil, dimana Tiauw Hwie bisa saja mempergunakan kesempatan itu buat menyerangnya, pemuda pelajar itu telah memaksakan diri buat duduk terus dengan memperlihatkan sikap bagaikan dia tidak mengalami sesuatu apapun juga. Dan memang gertakannya waktu itu berhasil dengan baik! Kalau saja Tiauw Hwie waktu itu mengetabui keada an pemuda pelajar itu sudah lemah seperti itu niscaya sekali hantam saja Tiauw Hwie bisa membinasakannya. Setelah Tiauw Hwie mem- bawa Ciok Kilang pergi, disaat itu pemuda pelajar tersebut tidak kuat bertahan lagi, dia pun pingsan tidak sadarkan diri.

Sam Kak Tojia jadi memandang tertegun, sebagai orang rimba persilatan yang memiliki pengalarnan yang cukup luas, Sam Kak Tojin dapat menduga apa yang terjadi path diri pe-muda itu sebenarnya.

Setelah tersadar dari tertegunnya, Sam Kak Tojin melompat berdiri. Obat pemuda itu ternyata memang cukup manjur, karena ke segaran Tosu tersebut telah pulih sebagian besar. Sam Kak Tojin mendekati pemuda pelajar itu, memeriksa keadaannya.

Wajah pelajar tersebut pucat pias, menunjukkan bahwa dia terluka berat. Sam Kak To-jin tidak mengetahui dengan cara bagaimana ia harus menolongi pemuda pelajar itu.

Namun pemuda pelajar tersebut pingsan tidak terlalu lama, karena selang beberapa saat, dia telah siuman kembali.

"Air... air...!" merintih pelajar itu dengan suara yang lemah. Sam Kak Tojin cepat-cepat melepaskan persediaan airnya,

kemudian membantu pelajar tersebut buat minum.

Setelah meminum beberapa teguk, pelajar tersebut dapat duduk dengan dibantu kedua tangannya yang mertunjang tubuhnya yang tergetar. Diwaktu itu juga terlihat betapa mukanya masih pucat pias.

"Apa... apa yang bisa. Pinto lakukan buat meringankan penderitaanmu, Kongcu?!" tanya Sam Kak Tojin kemudian dengan suara ragu-ragu. Pemuda itu menggeleng perlahan, kata-nya: "Tidak ada yang perlu Totiang lakukan... lukaku ini akan segera sembuh...!" Setelah her Julia begirt', pelajar ini meminta kepada Sam Kak Tojin buat membantunya duduk, kemudian dia telah duduk bersemedhi, mengatur pernapasannya.

Berangsur-angsur mukanya memerah kermball, rupanya dia mulai dapat menguasai jalan parnapasannya dan meugatur hawa mumi ditubuhnya.

Sam Kak Tojin selama pemuda itu mengatur pernapasannya mempergunakan waktu tersebut buat memeriksa keadaan kedua kawan yaitu Thio Sung dan Lim Eng Kiu. Kedua pengemis itu Baru saja tersadar dari pingsannya, keduanya juga tengah mengatur jalan pernapasan mereka. Sampai akhirnya Thio Sung tetah membuka matanya. Tanyanya pada San Kak Tojin, "Apa... apa yang telah terjacli?"

"Kita telah ditolong olth pemuda itu...!" menjelaskan, Sam Kak Tojin sambil menunjuk kepada pemuda pelajar yang masih duduk bersila mengatur pernapasannya dan sepasang ma tanya masih terpejam. “Jika tidak ada pemuda itu, kita bertiga telah berada diakherat!"

Thio Sung mengawasi pelajar itu, kata-nya kemudian. "Bukankah pemuda itu yang bertemu dengan kita tadi dalam pengejaran pada si baju biru?"

Sam Kak Tojin mengangguk membenarkan.

Lim Lug Kiu waktu itu juga telah membuka matanya, karena dia telah selesai mengatur jalan pernapasannya. Sama halnya seperti Theo Sung, dia pun menanyakan apa yang telah terjadi selama dia tidak sadarkan diri.

Sam Kak Tojin menceritakan jelas sekali jatannya peristiwa itu, bagaimana pemuda pu muda pelajar itu merubuhkan Tiauw Hwie, memaksanya agar memberikan obat pemunah racun. Kemudian juga menceritakan betapa muncul Ciok Kilang, salah seorang, penasehat Kauwcu Ngo Tok Kauw. Hanya saja, walaupun kepandaian Ciok Kilang sangat hebat dan tampaknya berada satu tingkat diatas kepandaian pemuda pelajar tokh pemuda itu berhasil menipunya dengan memancingnya mempergunakan akal, sehingga Ciok Kilang pun bisa dilukai dan jatuh pingsan, tidak sadarkan diri dibawa pergi oleh Tiauw Hwie.

Mendengar semua cerita Sam Kak Tojin, Thin Sting dan Lim Eng Kin menghela napas dalam-dalam. Mereka berdiri ingin menghampiri pemuda pelajar itu buat menyatakan terima ka-sih mereka. Namun segera Sam Kak Tojin segera menahannya, mencegah maksud mereka, dengan menjelaskan bahwa pemuda pelajar itu masih memusatkan seluruh tenaga dan hawa muminya buat mengatur jalan pernapasan dan hawa muminya yang tadi tergempur, karenanya mereka tidak bisa mengganggu perhatian dan pemusatan pikiran dari pemuda pelajar itu.

Thio Sung dan Lim Eng Kiu mengiyakan, dengan sabar ketiga orang itu kemudian menantikan sampai pemuda pelajar tersebut menyudahi pemusatan tenaga muminya itu. Lama juga pemuda pelajar tersebut duduk bersemedhi memusatkan jalan pernapasannya untuk diluruskan lagi. Baru setelah sepemakanan nasi, pemuda itu membuka matanya sambil menghela napas.

"Sungguh berbahaya!” menggumam pemuda pelajar itu.

Thio Sung dan Lim Eng Kitt segera menghampiri, mereka menjura buat menyatakan terima kasih. Sedangkan Sam Kak Tojin menyusul dibelakang mereka buat menyatakau terima kasihnya juga.

Petnuda pelajar itu tersenyum, wajahnya sedikit pacat, namun sikap gembiranya sudah mulai timbul pula yang senang berjenaka. “Kalian bertiga menerima undangan untuk berkumpul di Lembah Ular?" tanyanya.

"Benar!” mengangguk Thio Sung.

"Kedatangan kalian kesana bukan buat makan besar atau minum-minum sampai mabok, akan tetapi justeru kalian akan dipestakan oleh orang-orang Ngo Tok Kauw, yang akan menyembelih kalian seorang demi seorang. !"

Thio Sung bertiga saling pandang, sampai akhirnya Lim Eng Kin bertanya: "Kongcu, siapakah Kongcu sebenarnya? Mengapa Kongcu bisa mengetahui begitu jelas urusan Lembah Ular tersebut?"

Pemuda pelajar itu tidak segera menyahuti. Ia mengheta napas beberapa saat kentudian telah berkata: "Sebenarnya, aku tidak ingin mencampuri urusan ini. akan tetapi justeru urusan ini menyangkut dengan keselatnatan negeri kita, yang mungkin bisa ditelan oleh bangsa luar, dimana pihak Mongolia memang tengah berusaha meneaplok negeri kita ini terpaksa aku harus mencampuri juga !"

Berkata sampai disitu, pelajar tersebut menghela napas lagi berulang kali, sampai akhirnya dia bilang lagi: "Dan apakah kalian bertiga memang masih bermaksud pergi ke Lembah Ular buat berkumput disana bersama-sama dengan orang-orang Ngo Tok Kauw?!"

Thio Sung kertiga sating pandang satu dengan yang lainnya, sampai akhirnya Thio Sung bertanya: "Bagaimana ruenurut pendapat Kongcu, apakah ada baiknya jika kami pergi juga ke Lembah Ular?!."

– ooOoo – 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar