Kemelut Lembah Ular Jilid 06

Jilid 06

LOLO SAN rupanya mengetahui jika saja tangannya saling bentur dengan tangan Kiang Bun Cit, mereka berarti mengadu kekerasan dengan kekerasan, maka dari itu Lolo San lebih cenderung buat menarik pulang totokannya tersebut.

Akan tetapi masalah waktu juga yang tidak memungkinkan Lolo San menarik pulang tangannya. Jika saja dia menarik pulang tangannya, niscaya hanya akan membuat penjagaan dirinya menjadi kosong, dan akan membuat Kiang Bun Cit memiliki kesempatan buat menyerang terus kepadanya, dan Lolo San akan mengalami bahaya yang tidak kecil.

Sedangkan waktu itu Kiang Bun Cit memang mengharap agar Lolo San menarik pulang tangannya dan dia tengah mementang matanya bersiap-siap untuk menambah kekuatan tenaga dalamnya itu dalam serangannya.

Akan tetapi Lolo San yang melihat kesempatan buat menarik tangannya sudah tidak keburu lagi, dia batal buat menarik pulang tangannya, dia meneruskan totokannya itu, hanya saja tenaga serangannya ditambah, mencegah kalau memang tangannya itu toh harus saling bentrok dengan tangan Kiang Bun Cit, berarti tenaga serangannya itu tidak terlalu lemah.

Disamping itu pula Lolo San pun telah mempergunakan kelicinan tangannya itu, waktu tangannya hampir saling bentrok dengan tangan Kiang Bun Cit, cepat sekali dia menurunkan jari tangannya, malah dia mengincar akan menotok pergelangan tangan Kiang Bun Cit.

Kalau saja totokan pada pergelangan tangan itu berhasil, walaupun tidak sampai mematikan, toh tetap saja akan membuat tangan Kiang Bun Cit jadi lumpuh tidak bertenaga, berarti jika totokan itu berhasil, tentu Lolo San dapat menghadapi Kiang Bun Cit jauh lebih mudah.

Bin Giok Hoa melihat, walaupun tampaknya Lolo San memiliki kepandaian yang tidak berada di sebelah bawah kepandaian Kiang Bun Cit, namun masih terlihat jelas, betapa Lolo San sesungguhnya masih kalah seurat dari lawannya itu.

Memang serangan mereka sama hebatnya, dan tenaga dalam yang mereka pergunakan itu sama kuatnya. Akan tetapi Kiang Bun Cit jauh lebih menang dalam hal ginkang. Lolo San sendiri rupanya memang menyadari akan hal itu, karena dia bertempur sejak tadi selalu berwaspada dan hati-hati dalam menghadapi Kiang Bun Cit.

Sedangkan Kiang Bun Cit yang mengetahui kelebihannya tersebut, memang tidak mensia-siakan, belakangan ini dia bergerak jauh lebih gesit lagi.

Waktu tadi dia telah berhasil mengelakkan diri dari totokan pada pergelangan tangannya, tiba-tiba saja tubuhnya seperti berobah menjadi sepuluh orang, atau juga lebih, berkelebat cepat sekali mengelilingi Lolo San.

Karena lawannya mempergunakan cara yang begitu licik, membuat Lolo San sementara waktu hanya dapat berdiri dengan ikut berputar-putar buat mengikuti gerakan lawannya.

Bin Giok Hoa yang menyaksikan jalannya pertandingan diantara Kiang Bun Cit dengan Lolo San merasakan pandangan matanya jadi kabur, dia juga merasa pusing. Hal ini disebabkan gerakan Kiang Bun Cit yang semakin lama jadi semakin cepat dan gesit. Dan setiap serangan yang dilakukannya bertambah dahsyat dengan angin yang menderu-deru.

Setelah memperhatikan sekian lama, akhirnya Lolo San berseru sambil tangannya bergerak menyerang bagian bawah Kiang Bun Cit.

Hal ini disebabkan Lolo San yakin, bahwa kekuatan Kiang Bun Cit dalam keadaan seperti sekarang ini tentu berada di kedua kakinya.

Jika saja kedua kakinya itu diserang dengan gencar, tentu Kiang Bun Cit tidak bisa bergerak segesit itu.

Benar saja dugaan Lolo San, karena begitu Lolo San menyerang penjagaan sebelah bawah dari Kiang Bun Cit, seketika dia telah jadi sibuk sendirinya, karena berulang kali dia telah menyerang dengan sia-sia pada Lolo San dan akhirnya gerakannya jadi agak lambat, karena berulang kali harus berkelit dan menghindarkan kedua kakinya dari serangan Lolo San.

Melihat Lolo San mulai dapat mendesak Kiang Bun Cit, diam-diam Bin Giok Hoa jadi girang dan bersyukur, dia mengharapkan sekali Lolo San yang bisa memperoleh kemenangan. Sekali saja Lolo San kena dipecundangi oleh Kiang Bun Cit, habislah riwayat dari Lolo San dan dirinya.

Di saat pertempuran itu tengah berlangsung, tiba-tiba di luar "rumah" istimewa tersebut terdengar suara orang berseru heran. Kemudian disusul dengan pertanyaan: "Hei, hei mengapa kalian bertempur? Apakah tidak ada jalan lain yang bisa menyelesaikan urusan kalian?!"

Kiang Bun Cit dan Lolo San yang tengah bertempur hebat itu telah mendengar pertanyaan orang itu, mereka jadi terkejut dan melompat ke belakang memisahkan diri.

Segera juga rnereka berdua telah menoleh ke arah dari mana datangnya suara pertanyaan itu. Ternyata seorang pemuda bertubuh tinggi besar tengah mendatangi dengan cepat sekali.

Segera pemuda itu telah tiba di hadapan Kiang Bun Cit dan Lolo San. Dia adalah seorang pemuda dengan wajah yang gagah, dan alis yang. tebal, matanya bersinar tajam. Dia pun telah melirik sejenak kepada Bin Giok Hoa, kemudian kepada Kiang Bun Cit dan Lolo San.

"Hai, hai, hai lucu sekali!” berseru pemuda tersebut yang kemudian tertawa geli. “Yang seorang telah menjadi kakek-kakek buruk, sedangkan yang seorang lagi adalah nenek-nenek keriput, tapi mengapa kalian bisa bertempur begitu nekad, seperti juga kalian berdua tengah mengadu jiwa masing-masing?!” Mendengar pertanyaan pemuda tersebut, Lolo San hanya rnendengus mengejek, sama sekali dia tidak menjawabnya. Sedangkan Kiang Bun Cit telah mengawasi pemuda tersebut dengan sorot mata yang tajam mengerikan.

"Siapa kau yang telah berani berkeliaran di tempatku ini, heh?!" bentaknya dengan suara yang sangat bengis.

Pemuda itu memiliki sikap yang tenang sekali, dia pun telah tertawa.

"Aku bertanya, kalian tidak menjawab. Malah sekarang aku yang ditanya! Benar-benar lucu sekali!" berseru pemuda tersebut.

"Ya, sebutkan siapa dirimu dan apa namamu?!" bentak Kiang Bun Cit tidak memperdulikan gurau pemuda tersebut.

Pemuda itu menghela napas, dia merangkapkan sepasang tangannya, kemudian menjura dalam-dalam. "Sebenarnya aku adalah murid Hoa San Pay. Aku she Cui dan bernama Hie Bin.”

"Hemmm, murid Hoa San Pay?!" tanya Kiang Bun Cit dengan suara yang dingin.

"Ya, memang aku murid Hoa San Pay. Mengapa kau tampaknya begitu sinis?!" balas tanya pemuda itu, yang ternyata tidak lain dari Hie Bin, pemuda yang sembrono tersebut.

Kiang Bun Cit tiba-tiba tertawa bergelak-gelak nyaring sekali.

"Sepanjang apa yang kudengar di dalam rimba persilatan memang terdapat sebuah perguruan yang bernama Hoa San Pay, akan tetapi yang kudengar justeru murid-murid Hoa San Pay semuanya tidak punya guna dan hanya selalu mendatangkan malu buat pintu perguruannya!" Muka Hie Bin berobah merah padam mendengar perkataan Kiang Bun Cit seperti itu. Dia memang seorang pemuda yang memiliki sifat sangat sembrono sekali. Walaupun Oey Cin, gurunya yang sekarang telah menjadi ketua Hoa San Pay, selalu menasehatinya agar tidak begitu sembrono, toh tetap saja Hie Bin terlalu sembrono dalam setiap tindakannya. Sekarang dia rnendengar pintu perguruannya diejek oleh Kiang Bun Cit, dia jadi sangat marah. Malah si sembrono ini telah berjingkrak dan memaki kalang kabutan.

"Kau berani memaki pintu perguruanku? Hemmm, bagus! bagus! Aku ingin memberikan pengajaran kepadamu!" Dan begitu selesai perkataannya tersebut, dia malah telah bergerak cepat sekali buat menyerang Kiang Bun Cit.

Angin serangan Hie Bin mendesir kuat, selama belakangan ini memang dia sering berlatih dengan tekun, sehingga dia memperoleh kemajuan yang pesat sekali. Belum lagi petunjuk yang diberikan Sin Cie dan Oey Cin.

Dia menyerang dengan dugaan bahwa Kiang Bun Cit begitu terserang, tentu akan terjungkir balik di tanah, dan akan merayap sambail rnenjerit-jerit meminta ampun, agar dia mau mengampuni jiwanya.

Akan tetapi dugaan Hie Bin meleset. Begitu serangan Hie Bin tiba, segera juga Kiang Bun Cit menangkisnya. Hie Bin tergetar keras sampai tubuhnya terhuyung mundur. Kalau saja si sembrono ini tidak cepat-cepat mengerahkan tenaga Iwekang pada kedua kakinya, dia pasti telah terguling.

Namun sebagai seorang murid Hoa San Pay, tentu saja dia memiliki ilmu dan Iwekang yang murni, sebab itulah, walaupun dia ceroboh sekali dan sangat sembrono, toh tetap saja dia tidak perlu sampai menderita malu yang sangat besar, dia hanya terhuyung mundur beberapa langkah saja. Kiang Bun Cit yang telah berhasil menangkis serangan Hie Bin dan membuat lawannya terhuyung mundur, tertawa bergelak- gelak, kemudian katanya: "Bagus! Bagus! Bukankah apa yang kukatakan tadi memang benar, bahwa murid-murid Hoa San_Pay hanya gentong-gentong nasi yang tidak punya guna dan hanya bisa mendatangkan malu buat pintu perguruannya sendiri?!”

Hie Bin tidak menyahuti, hanya mukanya yang merah padam, dia telah berseru nyaring diliputi penasaran dan gusar: "Sambutlah serangan ini!" serunya waktu tubuhnya telah menerjang lagi.

Dan memang si sembrono ini tidak percaya lawannya memiliki kepandaian yang lebih tinggi dari kepandaiannya, karena dari itu, tadi dia menduga dengan terhuyungnya dia hanya disebabkan dia kurang hati-hati. Dan sekarang dia telah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya dan menyerang lebih dahsyat. Karena merasa tersinggung pintu perguruannya telah dihina, Hie Bin menyerang tidak sungkan-sungkan pula. Jika perlu dia pun ingin mempertaruhkan jiwanya.

Kiang Bun Cit waktu melihat cara menyerang yang begitu nekad dan kalap dari Hie Bin, telah memperdengarkan suara tertawa mengejek yang bergelak-gelak, seperti juga dia mentertawai kelakuan Hie Bin.

Akan tetapi Hie Bin tidak memperdulikan ejekan Kiang Bun Cit. Dia memang sembrono, akan tetapi dalam melancarkan serangannya sekarang, dia bersungguh-sungguh mengerahkan seluruh kepandaiannya. Maka walaupun lawannya itu rnentertawainya, tokh dia terus juga menyerang semakin hebat.

Kiang Bun Cit membiarkan serangan Hie Bin tiba pada dadanya. Dia menerima serangan itu di dadanya yang telah dilindungi tenaga dalamnya. Hal ini telah membuat Hie Bin girang. Waktu melihat lawannya tidak berkelit, Hie Bin berpikir: "Hemmm, sekarang engkau akan mengetahui siapa Cui Hie Bin, murid Hoa San Pay ini, karena sekarang saja engkau tidak bisa berkelit dari seranganku !"

Dan Hie Bin memang telah mengempos seluruh kekuatan tenaga dalamnya dalam penyerangannya itu dan kepalannya dengan tepat sekali mengenai dada lawannya itu.

Akan tetapi Kiang Bun Cit tidak menjerit, dia juga masih tertawa, seperti juga pukulan yang dilakukan Hie Bin pada dadanya dengan disertai oleh kekuatan tenaga dalam yang hebat, tidak dirasakannya. Kiang Bun Cit tidak bergeming dari tempatnya, malah Hie Bin merasakan kepalan tangannya yang terasa sakit bukan main.

Dengan mengeluarkan keluhan perlahan, murid Hoa San Pay yang sembrono dan ceroboh tersebut telah_melompat mundur, dia telah memperhatikan. Kiang Bun Cit dengan sepasang mata yang terpentang.lebar-lebar.

"Kau mempergunakan ilmu siluman apa?” tanya si sembrono ini sambil masih mementang sepasang matanya itu, memperhatikan Kiang Bun Cit.

Waktu itu Kiang Bun Cit baru saja selesai tertawa bergelak- gelak, dia sampai mengeluarkan air mata karena tertawa bergelak-gelak itu.

Setelah menyusut air matanya itu, Kiang Bun Cit dengan masih tersenyum mengejek menyahuti: "Hemmm, dengan hanya berkepandaian seperti ini saja engkau ingin banyak tingkah? Bukankah apa yang kukatakan itu benar, bahwa Hoa San Pay merupakan pintu perguruan yang tidak perlu dipandang sebelah mata?!" Sedangkan Hie Bin yang merasakan kepalan tangannya mulai berkurang sakitnya, teah membentak dan menyerang pula. Kali ini si sembrono bertindak lebih hati-hati, dia menyerang dengan penuh perhitungan.

Tampaknya Hie Bin memang telah menyadari bahwa lawannya tersebut memiliki kepandaian yang tinggi, karenanya dia tidak berani berlaku ceroboh lagi. Hanya saja disebabkan dia memang seorang yang sembrono, maka dia telah menyerang terus walaupun mengetahui bahwa lawannya ini mungkin memiliki kepandaian di atas dirinya.

Sekali ini Hie Bin menyerang sekaligus dengan kedua tangannya. Dan dia mengincar bagian yang berbahaya di tubuh Kiang Bun Cit.

Lolo San yang sejak tadi hanya menyaksikan saja jadi geleng-gelengkan kepalanya. "Pemuda ini memiiiki kepandaian yang tidak istimewa, akan tetapi dia sangat berani sekali!" berpikir Lolo San.

Sedangkan Bin Giok Hoa juga berpikir: "Pemuda ini sembrono sekali. Dia tampaknya memiliki kepandaian yang berada pada tingkat sedang-sedang saja, mungkin tidak berada di sebelah atas kepandaianku sendiri. Karena dari itu, kukira dia akan ketemu batunya di tangan orang she Kiang tersebut..."

Sambil berpikir begitu, segera juga Bin Giok Hoa mementang matanya mengawasi cara menyerang Hie Bin dengan hati berkuatir. Sebenarnya Bin Giok Hoa bermaksud ingin memberikan peringatan kepada Hie Bin, agar tidak menyerang secara mernbabi buta seperti itu, akan tetapi mulut Bin Giok Hoa seperti terkancing dan dia sama sekali tidak dapat berseru.

Sedangkan Kiang Bun Cit yang melihat Hie Bin kembali menyerang seperti itu, telah memperdengarkan suara tertawanya yang mengandung ejekan. Dan waktu melihat kedua tangan Hie Bin hampir tiba pada dadanya lagi, dia telah menggerakkan kaki kanannya, menendang lutut Hie Bin.

"Tukkk!" terdengar suara itu sebelum serangan Hie Bin mengenai pada sasarannya.

Hie Bin merasakan semangatnya seperti terbang meninggalkan raganya, sebab sebelum dia berhasil dengan serangannya itu dan juga sepasang tangannya belum lagi dapat mengenai dada lawannya, tiba-tiba lututnya telah kena ditendang oleh Kiang Bun Cit, sehingga seketika tubuhnya jadi terhuyung kehilangan keseimbangannya.

Belum lagi Hie Bin mengetahui apapun juga, di waktu itulah dia telah ambruk dalam keadaan berlutut di hadapan Kiang Bun Cit.

Kiang Bun Cit tertawa bergelak-gelak, dia telah mengayunkan tangannya, menjambak baju di bagian punggung pemuda sembrono tersebut, kemudian dengan sekali gentak, dia telah melemparkan tubuh Hie Bin.

Tubuh pemuda sembrono tersebut telah melayang di tengah udara. Namun dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba berkelebat sesosok bayangan disusul dengan suara orang menggumam: “Oh, mengapa harus disiksa begitu?!"

Dan sosok tubuh tersebut telah mengulurkan tangan kanannya, dia berhasil menjambret tubuh Hie Bin, sehingga pemuda tersebut tidak sampai terbanting. Kemudian sosok tubuh tersebut telah menurunkan tubuh Hie Bin yang telah terbuka juga totokannya pada bagian lututnya.

Hie Bin dengan gusar ingin memaki Kiang Bun Cit, akan tetapi waktu dia menoleh dan mengenali orang yang telah menolonginya, dia jadi terkejut dan berseru: “Siauw Susiok (pa man guru kecil)?!"

Orang yang berdiri di samping Hie Bin memang tidak lain daripada seorang pemuda yang berwajah cakap dan tampan. Dialah Sin Cie,

“Ya, Toako, kau minggirlah...!" kata Sin Cie yang tetap memanggil Hie Bin dengan sebutan Toako. “Cui Toako mungkin sudah terlalu letih sehingga untuk sementara ini tidak bisa menghadapi orang itu dengan baik!"

Muka Kiang Bun Cit berobah.

“Sin Cie? Engkaukah yang bernama Wan Sin Cie?!" tanyanya. Dia memang telah mendengar bahwa di dalam rimba persilatan terda pat seorang pendekar muda yang bernama Wan Sin Cie, yang kepandaiannya luar biasa. Yang lebih Iuar biasa, justru jago yang memiliki kepandaian sangat tinggi itu adalah salah seorang murid dari pintu perguruan Hoa San pay.

Sin Cie mengangguk sambil merangkapkan kedua tangannya.

“Ya!" sahutnya dengan manis budi. “Memang Siauwte she Wan dan bernama Sin Cie.”

Bin Giok Hoa yang melihat pemuda tersebut juga jadi meluap kegirangan hatinya.

“Wan Toako!" panggilnya ingin menghampiri kepada Sin

Cie.

Akan tetapi Sin Cie telah mengangguk sambil tersenyum dan

memberi tanda kepadanya agar Bin Giok Hoa tetap berdiam di tempatnya. Bin Giok Hoa jadi batal menghampiri dan gadis itu tetap berdiri di tempatnya.

Waktu Bin Giok Hoa melirik kepada Lolo San, dilihatnya Lolo San tengah mengawasi ke arahnya dengan sorot mata yang tajam. Bin Giok Hoa jadi merasa tidak enak sendirinya, dia telah menundukkan kepalanya.

Sedangkan Sin Cie telah berkata lagi sambil tersenyum manis. “Apa salahnya Cui Toako, sehingga kau telah menyiksanya seperti itu, ingin dibanting agar seluruh ilmu dan kepandaian silatnya punah dan selanjutnya menjadi orang bercacad? Dan mengapa pula kau mencaci-maki Hoa San Pay habis-habisan?!"

Kiang Bun Cit tertegun sejenak. Namun akhirnya dia menyahuti juga “Sebenarnya, aku memang telah melihat bahwa Hoa San pay merupakan pintu perguruan yang tidak berarti, bukankah orang she Cui itu telah memperlihatkan betapa dia sama sekali tidak berarti dan memiliki kepandaian yang buruk? Salahkah perkataanku itu? Sedangkan maksudku hendak memunahkan seluruh kepandaiannya sebagai ganjarannya...!"

Sin Cie tetap membawa sikap yang tenang dan sabar, dia telah tersenyum.

“Jika begitu,” katanya. “Jika memang kau beranggapan bahwa Hoa San Pay merupakan sebuah pintu perguruan yang tidak berarti, maka aku ingin sekali meminta petunjukmu, karena memang akupun termasuk salah seorang murid Hoa San Pay!"

Sambil berkata begitu, Sin Cie telah membawa sikap bersiap- siap untuk menerima serangan yang akan dilancarkan oleh Kiang Bun Cit, dia malah memperlihatkan sikap seperti juga mempersilahkan orang she Kiang itu mulai menyerang kepadanya. Sedangkan Hie Bin, si pemuda sembrono itu, telah mengucurkan keringat dingin. Dia tidak menyangka bahwa tadi dirinya baru saja lolos dari lobang jarum kematian atau juga kecelakaan yang berat sekali, karena jika saja paman kecilnya itu tidak sempat menolongi dirinya, niscaya selanjutnya dia telah menjadi manusia yang bercacad.

Karena dari itu, Hie Bin merasa bersyukur dan berterima kasih kepada paman guru kecilnya ini. Perasaan kagum dan hormatnya kepada Sin Cie semakin tebal juga.

Sedangkan Sin Cie waktu itu tetap menghadapi Kiang Bun Cit dengan tenang dan menantikan serangan. Tadi dia secara kebetulan sekali telah melewati daerah tersebut dan mendengar suara pertempuran itu, karenanya dia telah bersembunyi untuk melihat apa yang terjadi.

Siapa sangka, justru dia melihat Hie Bin yang telah rnengalami ancaman bahaya, segera dia muncul buat menampakkan diri.

Sebenarnya Sin Cie telah melakukan perjalanan ke Lam-hay, karena dia memang ingin melaporkan hal-hal yang menyangkut ancaman kepengkhianatan oleh beberapa orang pembesar negeri yang ingin bekerja sama dengan pihak Mongolia. Karena dari itu dia ingin cepat-cepat tiba di Lamhay buat melaporkan semua yang diketahuinya itu.

Akan tetapi siapa sangka di tengah perjalanan Sin Cie telah mengalami suatu peristiwa yang membuat dia harus kembali lagi ke daerah barat tersebut. Dan justru dia telah melewati daerah di mana beradanya rumah istimewa Kiang Bun Cit.

Urusan yang menyebabkan Sin Cie kembali ke daerah barat ini karena dalam perjalanannya itu dia bertemu dengan tiga mayat manusia yang telah dibunuh dengan kejam. Dan perasaan maupun hati Sin Cie tidak bisa tenang menyaksikan peristiwa sekejam ini begitu saja. Menurut penyelidikannya, pembunuhnya melarikan diri ke daerah barat ini. Karenanya pula Sin Cie telah melakukan pengejaran.

Kiang Bun Cit waktu itu tidak bisa menahan dirinya lagi, dia meraung dengan suara yang mengandung kemarahan dan ejekan, dia membentak : “Hemmm, aku ingin melihat apa sih kehebatan Hoa San Pay, sehingga murid-muridnya begitu petantang- petenteng?!"

Setelah berkata begitu, dia juga melompat buat menyerang. Serangan dari Kiang Bun Cit sama halnya seperti tadi dia menyerang Lolo San, sangat hebat sekali.

Namun Sin Cie bukannya Lolo San, dan kepandaiannva juga sangat tinggi sekali. Ketika melihat Kiang Bun Cit menyerang pada bagian yang mematikan di tubuhnya, sehingga jika saja serangan itu mengenai tepat pada sasarannya tentu akan membuat beberapa jalan darah terpenting di tubuhnya akan hancur dan jika tidak terluka parah tentu terbinasa, maka Sin Cie telah mengempos semangatnya.

Waktu serangan lawan hampir tiba, dia bergerak mengelak dengan cepat sekali.

Gerakan yang dilakukan Sin Cie luar biasa gesitnya, karena dia bergerak dengan mempergunakan ilmu ginkang Pek Pian Kwie Eng. Karena dari itu, ketika serangan Kiang Bun Cit hampir tiba, tubuh Sin Cie tiba-tiba berkelebat lenyap.

Kiang Bun Cit terkejut melihat kegesitan Sin Cie. Akan tetapi dialah seorang yang memiliki kepandaian tinggi, karena dari itu dia juga tidak mau begitu saja, dia telah memutar tubuhnya dan membarengi dengan menyerang, sebab sebagai seorang yang telah berpengalaman dia dapat menerka ke arah mana Sin Cie telah menghilang.

Benar saja, waktu itu sebenarnya Sin Cie hendak menepuk pundak Kiang Bun Cit, akan tetapi belum lagi tepukan tangannya mengenai pundak orang she Kiang tersebut, justru Kiang Bun Cit telah memutar tubuhnya dan menyerang dengan gerakan yang serentak.

Di waktu itu tampak Sin Cie menarik pulang tangannya yang semula hendak ditepukkannya itu.

Tiga kali dia menghindar, dan selama itu Kiang Bun Cit jadi penasaran bukan main. Dengan meraung dia menyerang lagi.

Sekali ini Sin Cie tidak bisa tinggal diam begitu saja, semakin lama Kiang Bun Cit menyerang demikian hebat. Kiang Bun Cit sendiri bukannya seorang yang tolol, karenanya setelah memperhatikan sekian lama cara mengelak Sin Cie, segera juga dia mengetahui bagaimana cara bergerak Sin Cie, dan dia mengimbanginya, sambil menyerang selalu dipilihnya bagian yang bisa mengenai pada sasaran yang tepat.

Akan tetapi Sin Cie tetap sangat gesit baginya, dimana Sin Cie selalu berhasil menghindarkan diri. Hanya saja sejauh itu Sin Cie masih belum bisa balas menyerang. Baru pada jurus keempat belas, Sin Cie memiliki kesempatan buat balas menyerang.

Waktu Kiang Bun Cit menyerang pada jurus keempat belas dengan sepasang tangan yang dilonjorkan ke depan dan kesepuluh jari tangan yang terbuka, dimana dia ingin menghantam dengan mempergunakan telapak tangannya, Sin Cie membarengi dengan menghantam ke telapak tangan Kiang Bun Cit.

Jelas Kiang Bun Cit tidak memiliki kesempatan buat menarik pulang   tangannya. Terlebih   lagi,   Sin   Cie memang hanya menyerang telapak tangannya, jika seandainya ada kesempatan buat menarik pulang tangannya, belum tentu Kiang Bun Cit akan menarik pulang tangannya itu.

Tidak bisa dihindarkan, segera juga terjadi bentrokan yang hebat sekali. Tangan Sin Cie telah saling bentur dengan telapak tangan Kiang Bun Cit.

Di antara suara menggelegar itu, terlihat Kiang Bun Cit terhuyung sampai delapan langkah ke belakang beruntun terus- menerus, sehingga mukanya telah berubah merah padam. Dia tidak sampai terguling rubuh karena memang dia bisa mengatasi kuda-kuda kedua kakinya dengan segera.

Sedangkan Sin Cie merasakan telapak tangannya tergetar, akan tetapi dia tidak sampai mundur ke belakang. Ini saja telah memperlihatkan perbedaan Iwekang mereka, yang terpaut sangat jauh sekali.

Jika memang waktu itu Sin Cie menginginkan jiwa Kiang Bun Cit, bisa saja dia menangkis dengan mempergunakan seluruh kekuatan tenaga dalamnya, niscaya akan membuat Kiang Bun Cit terbinasa tergempur oleh kekuatan tenaga dalam itu. Akan tetapi tadi Sin Cie telah mempergunakan hanya lima bagian tenaga dalamnya, pun dapat membuat Kiang Bun Cit mundur sehebat itu.

Muka Lolo San juga berobah karena kaget dan tidak menyangka bahwa pemuda yang bernama Wan Sin Cie itu demikian hebatnya.

"Hemmm, walaupun pemuda ini berlatih diri sejak di dalam perut ibunya, tidak nanti dia bisa memiliki Iwekang yang sedahsyat itu....” berpikir Lolo San penasaran. Sedangkan Bin Giok Hoa yang melihat kehebatan Wan Sin Cie jadi girang bukan main, dia sampai lupa diri dan bertepuk tangan.

Hanya saja cepat sekali Bin Giok Hoa teringat bahwa dia berada di tempat yang tidak sepantasnya dia berbuat seperti itu, cepat-cepat dia berhenti bertepuk tangan dan menurunkan tangannya.

Sedangkan Sin Cie sendiri telah menoleh kepadanya dan tersenyum.

Waktu itulah Hie Bin telah bersorak sambil berseru dengan girang: "Wan Siauw Susiok, hajar buntung kedua tangan orang itu, patahkan sepasang kakinya!"

"Hemm!" Sin Cie hanya mendehem saja, sedangkan dia telah menoleh kepada Kiang Bun Cit yang waktu itu masih berdiri tertegun dengan muka yang merah padam, katanya: "Mengapa kau belum menyerang lagi? Bukankah kau ingin melihat bagaimana kepandaian murid Hoa San Pay? Siauwte akan segera memperlihatkan sedikit kepandaian dari seorang murid Hoa San Pay, yang menurut pandanganmu hanya memiliki kepandaian yang lemah saja!"

Sedangkan Kiang Bun Cit dengan geram telah melangkah maju perlahan-lahan.

"Hemm, engkau jangan sombong dulu, pemuda!" serunya kemudian. "Hem, aku masih belum kalah! Tadi aku hanya kebetulan berlaku lengah! Sekarang coba kau menerima seranganku lagi!"

Setelah berkata begitu, cepat sekali tampak Kiang Bun Cit mengerahkan tenaga dalamnya. Sepasang tangannya diangkatnya cukup tinggi, sejajar dengan kepalanya. Dan sepasang tangannya itu tergetar. Rupanya dia tengah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya pada kedua telapak tanganya tersebut.

Lolo San yang menyaksikan keadaan seperti ini juga ikut menjadi tegang. Dia tidak mengerti mengapa Sin Cie bisa memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Karenanya, sekarang di saat melihat Kiang Bun Cit telah mengerahkan kepandaiannya dan tenaga dalamnya, segera juga Lolo San memperhatikannya dengan cermat, dia ingin melihat, jika Kiang Bun Cit telah kalap, bagaimana tindakkan yang akan dilakukan oleh Sin Cie.

Sedangkan Sin Cie waktu itu tetap tenang-tenang saja di tempatnya. Sama sekali dia tidak bergerak dan hanya mengawasi saja dengan bibir tersenyum.

Sedangkan waktu itu Kiang Bun Cit telah menghampirinya dekat sekali.

"Kau bersiap-siaplah buat mampus, wahai pemuda yang sombong!" menggerung Kiang Bun Cit dengan suara yang bengis sekali.

Sedangkan Sin Cie tetap bersikap tenang, dia tetap tersenyum, katanya: "Ya, kau majulah, aku akan melayani!"

Kiang Bun Cit melihat Sin Cie tetap membawa sikap yang tenang seperti itu, jadi naik pitam dan meluap kemurkaannya. Dengan disertai suara bentakan yang bengis, dia telah menerjang lagi. Sekali ini Kiang Bun Cit berlaku tenang dan waspada.

Dia tadi telah merasakan betapa Sin Cie merupakan seorang pemuda yang sangat tinggi sekali kepandaiannya dan tenaga Iwekangnya. Karenanya Kiang Bun Cit sekarang ini tidak berani sembrono.

Sedangkan jika dia berlaku kalap dan penasaran, hanya akan membuat berkurang ketenangannya, berarti dia pasti lebih mudah dirubuhkan Sin Cie. Karena dari itu, walaupun tampaknya Kiang Bun Cit memang masih diliputi oleh hawa amarah, tokh dia tetap saja masih berusaha untuk memulihkan ketenangan dirinya.

Ketenangan jauh lebih berharga dari segala apapun juga. Dan memang setelah dia berhasil menindih kemarahan hatinya dan berlaku tenang, dia bisa lebih baik lagi memusatkan seluruh kekuatan Iwekangnya.

Sin Cie melihat sinar mata lawannya sebentar-sebentar berobah, dan dia jadi menduga-duga, entah apa yang tengah dipikirkan Kiang Bun Cit.

Namun baru saja Sin Cie ingin mengejeknya, tiba-tiba Kiang Bun Cit telah melompat dan menyerang.

Sin Cie berkelit, namun serangan Kiang Bun Cit tidak berhenti hanya sampai di situ, sebab begitu dia menyerang tempat kosong, segera dia memutar tubuhnya, kedua tangannya telah menghantam mengikuti arah melompatnya Sin Cie.

Sin Cie kaget melihat lawannya yang dapat menyerang dengan cara yang beruntun seperti itu, tanpa menarik pulang dulu tenaga serangannya walaupun telah memukul tempat kosong. Akan tetapi Sin Cie tidak menjadi gugup. Dia telah tertawa kecil, kemudian setelah menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melayang ke tengah udara dan lalu melayang turun dengan kepala dan sepasang tangan yang terjulur ke bawah, menangkis kedua tangan Kiang Bun Cit.

Terjadi bentrokan lagi, dan Kiang Bun Cit merasakan tangannya seperti ditindih oleh laksaan benda berat yang membuat tangannya meluncur ke bawah.

Akan tetapi Kiang Bun Cit pun tidak mau membiarkan dirinya dikuasai Sin Cie, dia telah berusaha menggerakan tangannya itu ke atas melawan tenaga menindih dari kekuatan Iwekang Sin Cie.

Gagal!

Karena sepasang tangan Kiang Bun Cit telah turun terus ke bawah.

Malah waktu itu tubuh Sin Cie telah meletik dan dia berseru nyaring. "Pergilah!"

Tubuh Kiang Bun Cit tidak bisa dicegah lagi telah terlempar dan jatuh bergulingan di atas tanah. Dengan demikian, dia telah berhasil dirubuhkan Sin Cie. Akan tetapi sebagai se seorang yang memiliki kepandaian tinggi, maka Kiang Bun Cit seperti ikan Lee Ie telah meletik bangun berdiri lagi. Gerakannya memang mengagumkan sekali.

"Bagus!" memuji Sin Cie. “Apakah sekarang kau masih tidak memandang sebelah mata pada Hoa San Pay?!"

Halus cara bertanya Sin Cie, namun di dalam pertanyaan itu mengandung kekerasan hatinya. Jika saja Kiang Bun Cit menyahuti dengan jawaban yang tidak menggernbirakan, tentu Sin Cie akan menghajar orang itu.

Akan tetapi Kiang Bun Cit memang licik, walaupun hatinya penasaran, dia tidak jadi kalap lagi. Sekarang dia yakin bahwa kepandaian Sin Cie sulit sekali buat dilawan olehnya, karenanya dia telah mengambil jalan lunak, dia berkata dengan tawar: "Kepandaianmu itu memang cukup tinggi, dan engkau adalah anak murid dari Hoa San Pay. Ternyata apa yang kudengar selama ini berlainan sama sekali dengan kenyataan yang ada!"

Mendengar jawaban Kiang Bun Cit maka hati Sin Cie jadi puas. "Terima kasih jika memang engkau tidak memandang Hoa Sam Pay dengan sebelah mata! Karena di antara kita tidak terdapat ganjalan suatu apapun juga, kukira tidak ada gunanya aku turunkan tangan keras kepadamu!"

Setelah berkata begitu, Sin Cie menoleh kepada Bin Giok Hoa, tanyanya: "Bin Kauwnio, mengapa engkau berada di sini juga?!"

"Aku terjebak olehnya!" menyahuti Bin Giok Hoa sambil menunjuk kepada Kiang Bun Cit. “Dan juga dia!" lalu menunjuk Lolo San.

Sin Cie mengawasi Lolo San, kemudian menghela napas. "Apakah sekarang kau ingin berlalu?!" tanya Sin Cie.

Bin Giok Hoa mengangguk cepat dan menghampiri Sin Cie.

"Jika memang Wan Siangkong tidak keberatan, maka aku ingin ikut bersamamu meninggalkan tempat ini!" kata Bin Giok Hoa.

Sin Cie tahu apa yang harus dilakukannya, maka dia telah merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada Kiang Bun Cit dan Lolo San.

"Maafkan, Siauwte harus cepat-cepat meninggalkan tempat ini, karena masih ada urusan yang perlu Siauwte selesaikan!"

Dan setelah berkata begitu dengan suara yang halus, maka Sin Cie memutar tubuhnya. Kemudian kepada Hie Bin dan Bin Giok Hoa dia berkata: "Mari kita berangkat...!"

Bin Giok Hoa mengiyakan, demikian juga halnya dengan Hie Bin, pemuda ceroboh itu segera menyahuti dengan anggukan dan juga menyatakan kegembiraannya bahwa Sin Cie telah berhasil merubuhhan Kiang Bun Cit. "Siauw Susiok, mengapa kau tidak menghajarnya saja?

Bukankah Wan Susiok dapat melakukannya?!" tanya Hie Bin.

"Menghajar siapa?" tanya Sin Cie sambil menoleh dan tersenyum kepada Hie Bin.

"Hemmm....!" Kiang Bun Cit mendengus mengandung kemurkaan, karena dia merasa mendelu terhadap Hie Bin.

Sedangkan Hie Bin telah menunjuk kepada Kiang Bun Cit, katanya: "Dia terlalu sekali! Seharusnya sepasang kaki dan tangannya dipatahkan!" Dan Hie Bin juga balas memandang kepada Kiang Bun Cit, malah pemuda ceroboh ini telah mendelikkan matanya lebar-lebar.

“Mari kita berangkat...!." kata Sin Cie, kemudian dia meninggalkan tempat tersebut.

Akan tetapi Lolo San tidak gembira atas semua yang terjadi di hadapannya itu.

“Tunggu dulu, jangan pergi...!" teriak Lolo San. “Aku ingin bicara !"

Sin Cie yang baru saja melangkah beberapa tindak telah menahan langkah kakinya, dia memandang pada Lolo San dengan tersenyum.

“Apa yang ingin dikatakan hujin?!" tanyanya.

“Gadis itu calon muridku, dan engkau tidak bisa membawanya begitu saja, karena akupun tidak akan mengijinkan engkau membawanya pergi dari tempat ini!"

Mendengar perkataan Lolo San, cepat-cepat Sin Cie menoleh kepada Bin Giok Hoa.

“Benarkah dia calon gurumu?!" tanya Sin Cie kemudian kepada si gadis. Bin Giok Hoa ragu-ragu sejenak, akan tetapi kemudian dia menggeleng beberapa kali.

“Bukan! Justru dia akan memaksa diriku agar menjadi muridnya!” menyahuti Bin Giok Hoa.

Sin Cie mengangguk. Sebagai seorang pemuda yang cerdik, segera juga Sin Cie dapat menerka duduk persoalan yang sebenarnya.

“Baiklah, Hujin. Seperti yang Hujin dengar tadi, bahwa Kouwnio tidak bersedia menjadi muridmu, kukira engkau tidak bisa memaksanya ...!"

“Lolo San tidak mudah dipermainkan seperti ini!” teriak Lolo San dengan suara yang keras dan bengis, “Jika memang engkau memak sa ingin mengajak gadis itu dari tempat ini, hemm, hemm, kukira engkau sendiri jangan harap dapat meninggalkan tempat ini.”

“Mengapa begitu?" tanya Sin Cie dengan sikap yang tetap tenang.

“Karena aku akan membinasakan dirimu!” menyahuti Lolo San dengan suara yang keras.

Sin Cie tersenyum lagi.

“Hujin, kau sudah lanjut usia, kukira pertempuran tidak membawa manfaat dan juga kebaikan buat kesehatan dirimu. Karena dari itu jika memang engkau tidak ingin mempersulit kami buat berlalu meninggalkan tempat ini, betapa bahagianya dan berterima kasihnya kami terhadapmu...” setelah berkata begitu Sin Cie merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada Lolo San.

Akan tetapi Lolo San tidak mau menerima pemberian hormat Sin Cie, dia telah menyingkir. “Kau tidak perlu banyak penghorrnatan seperti itu!" kata Lolo San kemudian dengan muka yang muram sekali. “Sudah kukatakan, jika saja engkau tidak mau membiarkan gadis itu di sini, maka engkau akan kubinasakan!"

Hie Bin yang waktu itu telah murka, berkata mengejek: “Hemmm, bisakah engkau melakukan hal seperti itu?!"

Mendengar pertanyaan sembrono itu, bukan main gusarnya Lolo San. Mukanya juga jadi semakin muram dan dia menyahuti: “Mengapa tidak bisa? Jika memang kalian bertiga bermaksud pergi, maka aku akan membinasakan kalian bertiga!"

“Nah, lakukanlah sekarang ini!!” kata Hie Bin dengan berani sekali.

Lolo San membentak bengis, tiba-tiba tangan kanannya telah bergerak dan melemparkan beberapa benda bulat dan terbanting di depan Sin Cie bertiga dengan menimbulkan suara ledakan yang dahsyat.

Dari asap putih yang keluar dari ledakan tersebut, tercium bau harum.

“Cepat menyingkir!" teriak Sin Cie. yang segera dapat menduga apa artinya bau harum tersebut, dia menduga obat tidur dan pulas.

Hie Bin dan Bin Giok Hoa memang segera mengetahui perintah Sin Cie, dimana mereka segera juga menyingkir menjauh. Akan tetapi Bin Giok Hoa telah mencium sedikit asap yang mengandung obat bius itu, dia merasakan kepalanya pening dan matanya berkunang-kunang.

Sedangkan Hie Bin yang melihat tubuh si gadis terhuyung- huyung seperti juga ingin rubuh terguling di atas tanah, segera cepat-cepat menolongnya dengan memegangi kedua lengan si gadis sehingga Bin Giok Hoa tidak sampai rubuh terguling.

Sin Cie merogoh sakunya, dia mengeluarkan beberapa butir obat yang disesapkan ke dalam mulutnya sendiri sehingga asap bius tersebut tidak bisa mengusai dirinya. Kemudian dia memberikan beberapa butir obatnya itu kepada Hie Bin, empat butir obat yang berwarna hijau.

Hie Bin segera memakannya dua butir dan memberikan kepada Bin Giok Boa dua butir juga. Dengan begitu, sekarang mereka kebal terhadap pengaruh asap bius tersebut.

“Hujin, kau licik sekali!" kata Sin Cie tidak senang melihat cara si wanita tua yang mempergunakan bahan peledak yang mengandung obat bius tersebut.

“Hemmm!" mendengus Lolo San dengan suara rnengandung kekecewaan karena gagal usahanya untuk merubuhkan Sin Cie, Hie Bin dan Bin Giok Hoa.

“Apa yang Hemmm?!" teriak Hie Bin sengit. “Jika memang kau ingin membuktikan perkataanmu dapat melawan Wan Susiokku, lawanlah!"

Sedangkan Sin Cie telah berkata lagi: “Sebenarnya di antara kita tidak terdapat ganjalan suatu apapun juga, hanya tampaknya memang Hujin tidak mau melepaskan Bin Kouwnio begitu saja! Sekarang katakanlah, apa sebenarnya yang diinginkan oleh Hujin, sedangkan Bin Kouwnio tidak bersedia menjadi murid Hujin, karena dari itu Hujin tidak bisa mendesaknya!"

Akan tetapi muka Lolo San telah berobah semakin muram, dia tertawa tawar. Kemudian cepat sekali dia melompat dan tanpa mengucapkan sepatah perkataanpun juga, sepasang tangannya itu bekerja buat menyerang. Lolo San menyerang dengan seluruh kemampuan yang ada padanya disamping dia telah mengerahkan seluruh kekuatan tenaga dalamnya.

Namun kepandaian Lolo San tidak lebih tinggi dari Kiang Bun Cit, dengan begitu, bagaimana dia dapat merubuhkan Sin Cie?

Waktu melihat datangnya serangan itu, Sin Cie tetap berdiri tenang di tempatnya. Hanya saja matanya mengawasi tajam sekali kepada serangan wanita tua tersebut.

Di saat serangan Lolo San hampir tiba, Sin Cie telah dapat mengukur sampai di mana kepandaian dan kekuatan Iwekang yang dimiliki Lolo San, yang tidak lebih tinggi dari Iwekang dan kepandaian Kiang Bun Cit. Maka dari itu Sin Cie tidak terlalu berkuatir karena dia tidak berhadapan dengan lawan yang terlalu berat. Dengan mempergunakan Pek Pian Kwie Eng-nya, ginkang nomor satu di jagad ini, maka Sin Cie berhasil menghindarkan diri dari serangan Lolo San. Serangan itu jatuh ke tempat kosong sebab Sin Cie tahu-tahu telah lenyap dari pandangan mata Lolo San.

Akan tetapi tadi waktu Sin Cie bertempur dengan Kiang Bun Cit, maka Lolo San telah menyaksikan dan dia memperhatikan cara bertempur Sin Cie.

Dengan demikian dia telah bisa melihat sedikit-sedikit cara bergerak Sin Cie. Walaupun belum bisa memecahkan seluruh kegesitan Sin Cie, akan tetapi Lolo San sudah memiliki sedikit pegangan.

Waktu mengetahui serangannya jatuh di tempat kosong dan Sin Cie lenyap dari hadapannya, dia bukannya memutar tubuh ke belakang buat menyerang lagi. Akan tetapi Lolo San telah menyerang ke samping kanan. Dan kemudian menyusul dia menyerang ke samping kiri. Baru kemudian dengan cara gerak siku dia menyerang ke belakang.

Gerakan yang dilakukannya itu ternyata menurut jalan dan peraturan yang terdapat di dalam Pat-kwa.

Dan terdengar suara seruan tertahan Sin Cie. Dia tidak menyangka bahwa wanita tua ini seperti juga mengetahui kelemahannya. Walaupun memang Pek Pian Kwie Eng sangat liehay, akan tetapi dia menurut jalan-jalan Pat-kwa. Dan jika lawan yang tengah dihadapinya itu mengerti Pat-kwa dan dapat menemukan jalan-jalan penting dalam aturan dan jalannya Pat- kwa, tentu lawan itu akan segera dapat menghadapinya jauh lebih baik.

“Hemmm, nenek ini ternyata memiliki mata yang awas, tentu tadi dia telah memperhatikan cara aku menghadapi Kiang Bun Cit!"

Setelah berpikir begitu, Sin Cie segera merubah cara bertempurnya.

Sekarang Sin Cie selain mempergunakan gerakan ginkang Pek Pian Kwie Eng, diapun telah mempergunakan beberapa jurus ilmu silat Kim Coa Long Kun yang telah diwarisinya, ilmu silat Ular Emas.

Tubuh Sin Cie jadi selicin belut. Dia memang telah gesit dan lincah sekali dengan Pek Pian Kwie Eng-nya, dan sekarang ditambah dengan ilmu silat yang pernah dicangkoknya dari kitab pusakanya Kim Coa Long Kun Hee Soat Gie, dengan begitu, tubuhnya bergerak semakin gesit saja.

Sedangkan Lolo San jadi sangat terkejut melihat cara bersilat si pemuda yang mengalami perobahan semakin hebat. Wanita tua ini telah mementang sepasang matanya lebar-lebar. Kemudian setelah melihat sekian lama cara bergerak Sin Cie, tiba-tiba Lolo San telah menggeram dengan suara yang menggetarkan sekitar tempat tersebut, bahkan dalam suara geramannya itu mengandung hawa pembunuhan. Dia telah menyerang bertambah hebat.

Sin Cie kali ini tidak main kelit saja, dia juga balas menyerang. Setelah tiga jurus balas menyerang, Sin Cie melihat, sebenarnya jika dia ingin rnerubuhkan wanita tua ini bisa dilakukannya dengan mudah, akan tetapi dia tidak melakukannya, sebab dia tahu, begitu dia menurunkan tangan yang keras, niscaya akan membuat wanita tua tersebut terbinasa atau sedikitnya terluka berat.

Padahal di antara mereka tidak pernah terdapat permusuhan atau ganjalan suatu apapun juga. Karenanya dia telah berusaha untuk menahan diri tidak menurunkan tangan yang kejam padanya.

Di waktu itu terlihat betapa Lolo San berulang kali berusaha menyerang semakin hebat. Sampai akhirnya dia membentak nyaring sekali, dan kedua tangannya direntangkan dan dia menubruk dengan sikap seperti akan menubruk Sin Cie. Itulah gerakan yang sangat nekad sekali.

Sin Cie cepat-cepat berkelit, dan dia tidak menurunkan tangan keras, sebenarnya jika dia menghendaki, sekali dia menggerakkan tangannya, maka wanita tua tersebut akan dapat dirubuhkannya, karena wanita tua itu sudah tidak ada penjagaan dirinya.

Sedangkan Lolo San yang melihat Sin Cie hanya mengelakkan diri saja, telah rnemperdengarkan suara tertawa dingin. Kesempatan ini justru merupakan kesempatan yang baik sekali buat Lolo San.

Jika sebelumnya Sin Cie menduga wanita tua ini telah nekad dan kalap sehingga dia menubruk seperti akan merangkul tanpa memperdulikan keselamatan dan penjagaan dirinya, itulah merupakan dugaan yang keliru. Memang itu disengaja oleh Lolo San, karena dia hendak mempergunakan tipu daya.

Di waktu Sin Cie berkelit seperti itulah, dia telah menyerang beruntun dengan dahsyat sekali. Hebat cara menyerangnya Lolo San berikutnya, dimana tangannya menghantam ke pinggang Sin Cie, sedangkan tangan kirinya menotok bahu Sin Cie. Jika saja salah satu dari serangannya tersebut mengenai pada sasarannya, niscaya akan membuat Sin Cie bercelaka.

Sin Cie sendiri terkejut, karena tadi waktu dia menduga wanita tua itu telah kalap sehingga melupai segala penjagan dirinya, Sin Cie jadi tidak berwaspada sehingga dia juga lengah. Dan sekarang baru dia terkejut waktu melihat wanita tua itu justru menyerangnya dengan dahsyat.

Dalam keadaan terdesak seperti itu, dan juga jarak mereka terpisah sangat dekat, Sin Cie segera juga mengkombinasi gerakan Pek Pian Kwie Eng dengan beberapa jurus ilmu ular emasnya, Kim Coa Long Kun. Dengan gerakan yang tiba-tiba licin bagaikan ular, dia telah melejit ke bawah dan tubuhnya telah menyelinap di antara tangan si wanita tua tersebut.

Lolo San mengeluarkan seruan bercampur marah, dia berusaha membarengi dengan serangan lainnya.

Akan tetapi Sin Cie bergerak lebih cepat lagi. Waktu dia menyelinap di bawah tangan Lolo San, dan berada di belakang Lolo San, cepat sekali tangannya telah bergerak menghantam punggung Lolo San.

Hantaman itu tidak terlalu keras. Sin Cie hanya mempergunakan empat bagian tenaga dalamnya.

Akan tetapi disebabkan pukulan itu mengenai telak sekali pada sasarannya, seketika tubuh Lolo San terjungkir balik bergulingan di tanah. Waktu Lolo San ingin merangkak bangun, dia telah memuntahkan darah segar dua kali berturut-turut.

Sin Cie cepat-cepat merangkapkan tangannya, dia telah berkata: “Maafkan.... maafkan...., Siauwte sebenarnya tidak bermaksud ingin menurunkan tangan keras... Hujin terlalu mendesak Hujin terlalu memaksa..,!"

Lolo San dengan mulut masih berlumuran darah, menggumam dengan suara yang menyeramkan sekali: “Aku akan mengadu jiwa denganmu...!" Dan dia menghampiri dengan sikap mengancam buat menyerang lagi.

Sedangkan Sin Cie yang melihat kenekadan dan kekalapan Lolo San, jadi tidak enak perasaannya.

“Hujin, jika memang Hujin tidak cepat-cepat beristirahat, maka kesehatan Hujin akan terganggu. Jika tidak terbinasa, sedikitnya tentu kepandaian Hujin akan punah. Jika memang terlambat, tentu Hujin tidak bisa memperbaiki lagi maka

janganlah sampai terlanjur, lebih baik Hujin segera pulang ke tempat Hujin buat beristirahat. Bukankah di antara kita tidak terdapat permusuhan? Buat apa sampai Hujin ingin mengadu jiwa seperti itu?”

Waktu itu Kiang Bun Cit sengaja telah memperdengarkan suara tertawanya yang bergelak-gelak. Tentu saja sikap yang diperlihatkan Kiang Bun Cit membuat Lolo San semakin murka dan marah.

Dengan mengerang dan tidak memperdulikan anjuran dan nasehat Sin Cie, dia telah menghampiri pemuda itu dan menyerang lagi.

Sin Cie menghela napas. Dia hanya mengelakkan diri kesana kemari, karena memang dia tidak mau sampai menurunkan tangan kematian buat wanita tua itu. Jika saja Sin Cie berhati agak kejam, tentu sekali saja dia menurunkan tangan yang agak keras, maka akan tamatlah riwayat wanita tua ini.

Sedangkan Bin Giok Hoa dan Hie Bin yang melihat keadaan Lolo San seperti itu, keduanya hanya mengawasi dengan berdiam diri. Akan tetapi hati mereka sangat ngiris sekali. Mereka juga menyesal mengapa wanita tua itu tidak tahu diri dan tidak segera berlalu, malah masih ingin menyerang Sin Cie?

Sedangkan serangan-serangan Lolo San semakin lama semakin gencar. Walaupun dia telah terluka di dalam, bahkan sampai memuntahkan darah segar, namun dia masih tetap memaksakan diri buat menyerang terus-menerus dengan seluruh sisa tenaga yang ada padanya.

Sin Cie masih melayani dengan berkelit saja, sampai akhirnya dia telah habis sabar dan berkata : “Hujin, jika memang engkau masih memaksa terus, maka jangan persalahkan diriku untuk turun tangan lebih keras...!"

Setelah berkata begitu, Sin Cie melihat Lolo San tengah menerjang terus kepadanya tan pa memperdulikan perkataannya itu, malah tampaknya memang Lolo San tidak mernperdulikan akan keselamatan dirinya sendiri.

Sin Cie bersiul nyaring. Dengan gerakan yang lincah dia telah melompat kesana kemari dengan kecepatan yang sulit diikuti oleh pandangan mata manusia biasa, dan di kala itu Lolo San juga telah berkunang-kunang matanya. Waktu Sin Cie menepuk pundaknya, walaupun Lolo San merasakan menyambarnya angin serangan di pundaknya, dia sudah tidak bisa mengelakkan diri, dan serangan itu mengenai pundaknya. Tubuh Lolo San jadi terjerunuk dan ambruk di tanah tanpa sadarkan diri lagi! “Maaf...!" mengeluh Sin Cie jadi merasa tidak enak di hati dan perasaannya melihat keadaan Lolo San seperti itu. Bin Giok Hoa menutup wulutnya dengan tangan kanannya, sedangkan Hie Bin hanya senyum-senyum saja.

“Dasar perempuan tua yang tidak tahu diri!" menggumam Hie Bin sambil tersenyum begitu.

Sedangkan wajah Kiang Bun Cit telah berobah memucat. Dia tidak menyangka sama sekali, bahwa Sin Cie sesungguhnya memang memiliki kepandaian yang sangat luar biasa sekali.

Tadi waktu mereka bertempur, Kiang Bun Cit menduga walaupun kepandaian Sin Cie menang seurat dari kepandaiannya, tentu dia masih jauh lebih menang pengalaman. Siapa tahu rupanya tadi memang Sin Cie sengaja hanya mengeluarkan sebagian belaka dari kepandaiannya, maka dia telah menyaksikan betapa Sin Cie sebenarnya memiliki kepandaian yang sangat hebat sekali.

Sedangkan Bin Giok Hoa telah menghampiri Sin Cie, “Perempuan tua itu tidak boleh ditinggal di sini dalam

keadaannya    seperti    itu,    karena    orang    itu    tentu    akan

membunuhnya !" sambil berkata begitu, Bin Giok Hoa menunjuk kepada Kiang Bun Cit.

Muka Kiang Bun Cit berobah merah karena dia malu dan murka.

“Apakah kau beranggapan aku demikian hina terhadap seorang perempuan jompo yang telah terluka aku masih menurunkan tangan kejam?!" katanya sengit.

Bin Giok Hoa tertawa dingin.

“Hemm, seorang yang memiliki hati yang rendah dengan memasang segala macam perangkap, sudah dapat dilihat betapa rendah tabiatnya. Demikian juga halnya dengan engkau. Betapa memalukan sekali, engkau dengan tidak tahu malu telah bersembunyi dan mempergunakan perangkap buat menangkap diriku dan perempuan tua itu! Maka bisa saja terjadi bahwa engkau akan mempergunakan Lolo San yang tengah terluka berat dan pingsan seperti itu, engkau akan membunuhnya…!"

Sin Cie menghela napas.

“Baiklah, akan akan menyadarkannya dan memintanya agar dia berlalu dari tempat ini, barulah kemudian kitapun berlalu!" katanya.

Bin Giok Hoa menyatakan setuju dengan pikiran Sin Cie. Hie Bin yang melihat semua ini cepat-cepat dia menghampiri Sin Cie.

“Wan Susiok, jangan…..!” cegahnya. Sin Cie menoleh kepadanya, “Mengapa?!" tanyanya heran.

Bin Giok Hoa juga telah memandang kepada pemuda sembrono ini.

“Ya, mengapa?!" tanya Giok Hoa juga.

Hie Bin tidak segera menyahuti, tampaknya dia menjadi gelagapan mencari jawaban yang tepat. Dia agak bingung, namun akhirnya dia menyahuti juga: “Jangan Wan Susiok menyadarkan wanita tua ini, karena dia akan mempersulit Wan Susiok lagi. Begitu dia telah disadarkan dari pingsannya, tentu dia akan segera menyerang lagi kepada Wan Susiok…!"

Mendengar perkataan keponakan murid yang ceroboh ini, Sin Cie tersenyum. “Kau jangan kuatir..... dia tidak akan menyerangku lagi, karena begitu dia tersadar, tenaganya telah habis dan dia letih sekali, baru akan pulih kembali sebulan nanti jika saja dia mau merawat dirinya dan kesehatannya baik-baik!"

Setelah berkata begitu, Sin Cie menghampiri Lolo San yang masih menggeletak pingsan. Dengan beberapa totokan, Sin Cie telah menyadarkan perempuan tua tersebut.

Lolo San mengerang perlahan dan tersadar dari pingsannya, matanya terbuka dengan sinar yang bengis, katanya: “Hemm, kau berhasil merubuhkan diriku, akan tetapi ingatlah, selamanya aku akan ingat semua ini, dan kelak aku akan mencarimu untuk membalas semua kebaikanmu ini!”

Hie Bin tiba-tiba tertawa.

Mata Lolo San terbuka lebar-lebar mendelik kepada Hie Bin.

Katanya: “Mengapa kau tertawa?!"

“Kau mengatakan ingin membalas sakit hatimu ini kelak kepada Wan Susiok ? Ha-ha-ha-ha…!” dan Hie Bin telah tertawa lagi.

Bukan main murkanya Lolo San, dia berkata dengan suara yang nyaring dan penuh dendam sambil merangkak bangun untuk berdiri.:

“Benar! Memang aku kelak akan mencarinya untuk memperhitugkan semua ini!" kata Lolo San.

”Tidak mungkin!" kata Hie Bin segera.

”Mengapa tidak mungkin?!" tanya Lolo San dengan mata yang mendelik. “Percayalah, kau tidak mungkin laksanaktan niatmu itu!" kata Hie Bin tanpa memperdulikan pertanyaan dari perempuan tua tersebut.

“Ya, kau katakan alasannya!" desak Lolo San bertambah murka sampai tubuhnya gemetaran.

“Lihatlah tubuhmu yang tua renta seperti itu. Sekarang saja telah terluka berat seperti itu, belum tentu engkau sanggup menyembuhkan lukamu itu agar pulih sebagaimana biasa! Jika memang benar engkau berhasil menyembuhkan lukamu itu, kau belum tentu bisa membalas sakit hatimu itu!"

“Kenapa?!!”

“Kenapa? Karena usiamu yang telah tua itu! Jika memang kau bermaksud balas kelak, tentu engkau telah keburu masuk dalam lobang kubur...." menyahuti Hie Bin yang segera tertawa lagi.

Bukan main murkanya Lolo San. Dengan tubuh gemetar dia mengawasi mendelik kepada Hie Bin. Cobah dia bukan tengah terluka parah seperti saat itu, tentu dia telah melompat kepada Hie Bin, untuk memberikan hajaran padanya. Akan tetapi memang Lolo San pun menyadari bahwa luka yang dideritanya tidak ringan, dia merasakan tubuhnya lemah, semangatnya seperti telah lenyap.

Disamping itu juga dia merasakan napasnya sesak serta kepalanya pening. Maka setelah mengawasi Hie Bin sejenak dengan penuh kebencian, lalu kepada Sin Cie dengan penuh dendam, dan juga kepada Bin Giok Hoa dengan sorot mata yang bengis kejam, tanpa mengucapkan sepatah perkataan lagi, Lolo San telah memutar tubuhnya. Dengan langkah yang gontai dan lemah seperti tidak bertenaga, dia telah berlalu. Sin Cie merasakan betapa perempuan tua itu telah berlalu besar dendam padanya, dan juga dia merasa kasihan melihat keadaan wanita tua tersebut. Walaupun kelak setelah Lolo San sembuh dari luka di dalam tubuhnya, dan dia berlatih selama beberapa tahun lagi dengan tekun, masih belum tentu dia bisa menandingi kepandaian Sin Cie.

Kiang Bun Cit yang sejak tadi telah bungkam tutup mulut setelah Lolo San dilukai Sin Cie, dengan muka yang agak pucat berkata tawar: “Pemuda yang sombong, ternyata memang engkau memiliki kepandaian yang cukup tinggi! Akupun berjanji, beberapa tahun mendatang, tentu aku akan mencarimu buat meminta pengajaran darimu dan murid-murid Hoa San Pay lainnya. Di waktu itulah aku akan menentukan apakah Hoa San Pay memang pantas untuk memperoleh penghargaan atau memang merupakan pintu perguruan yang hanya besar nama dan gentong nasi tidak punya guna!"

Setelah berkata begitu, Kiang Bun Cit memutar tubuhnya, dia bermaksud kembali ke dalam rumahnya.

“Tunggu dulu….!" cegah Sin Cie.

Kiang Bun Cit memutar tubuhnya dan memandang Sin Cie dengan mata mendelik.

“Hemmm, engkau ingin membunuhku sekarang ini?!" tanyanya dengan sengit. “Baik, mari kau maju, mari, aku akan mengadu jiwa dengan kau!"

“Bukan… bukan begitu maksudku…” kata Sin Cie cepat. “Mengapa kau menahan kepergianku?!” tanya Kiang Bun Cit

tambah sengit.

“Dengarlah dulu, di antara kita tidak ada ganjalan apapun juga, tidak ada soal. Mengapa kau harus menaruh dendam seperti itu kepada kami dari Hoa San Pay?!” tanya Sin Cie. “Bukankah lebih bijaksana jika kita menggalang persahabatan?"

“Hemm,” Kiang Bun Cit telah mendengus dengan sikap angkuh. “Sudah kukatakan tadi berulang kali, Hoa San Pay merupakan pintu perguruan yang tidak punya arti apa-apa di mataku, merupakan pintu perguruan bejat yang tidak punya guna sama sekali, yang hanya menghasilkan murid-murid tolol seperti dia….!" Setelah berkata begitu, Kiang Bun Cit menunjuk kepada Hie Bin.

Hie Bin berjingkrak karena murka mendengar perkataan Kiang Bun Cit.

“Apa yang kau bilang?!" tanyanya sengit dan si pemuda sembrono ini bersiap-siap hendak melompat maju dan menyerang Kiang Bun Cit.

Untung saja Sin Cie cepat memegang lengannya dan memberi isyarat agar Hie Bin mundur ke belakang.

“Untung saja ada Wan Susiokku di sini, jika tidak, hehhemmm, hemmm...!” mendengus Hie Bin berulang kali dengan penasaran.

Kiang Bun Cit juga tidak kalah sengitnya, dengan muka merah padam dan dengan mata yang mendelik lebar-lebar, dia tanya: “Apa yang hemmm, hemmm, seperti itu?!"

“Akan kupatahkan sepasang tangan dan kakimu!" menyahuti Hie Bin.

“Sanggupkah engkau melakukannya?!" mengejek Kiang Bun Cit sambil tertawa dingin.

“Mengapa tidak?” menyahuti Hie Bin. “Setahuku tadi, dengan hanya satu jurus saja aku dapat merubuhkan engkau! Jika engkau tidak dibantu dan ditolong oleh pemuda sombong itu, tentu kepandaian silatmu kini telah musnah ," Dan berulang kali Kiang Bun Cit tertawa dingin.

Sin Cie sendiri telah merangkapkan kedua tangannya memberi hormat kepada Kiang Bun Cit, sambil katanya kemudian: “Sudahlah Siauwte meminta maaf jika memang tadi

tindakan Siauwte dianggap menyinggung perasaanmu. Akan tetapi mengenai pandanganmu terhadap pintu perguruan Siauwte sangat buruk sekali, dan karena dari itu pula Siauwte berkeinginan memperlihatkan kepadamu, bahwa Hoa San Pay bukan pintu perguruan yang tidak punya guna!"

Kiang Bun Cit tertawa dingin: “Terserah kau mau bicara apa juga, tetapi setahuku memang Hoa San Pay merupakan pintu perguruan yang tidak punya guna, murid-murid yang dihasilkan dari pintu perguruan Hoa San Pay semuanya merupakan manusia- manusia dungu, salah seorang di antaranya adalah dia...!" dan berkata sam pai di situ, tampak Kiang Bun Cit menunjuk kembali kepada Hie Bin. Keruan saja telah membuat Hie Bin tampak murka dan berjingrakkan beberapa kali.

Dia rupanya sudah tidak bisa menahan kemarahan hatinya dan ingin menyerbu saja menyerang Kiang Bun Cit.

“Cui Toako, kau diamlah dulu, biarlah aku yang bicara dengannya!” kata Sin Cie. Dan memang Hie Bin paling menghormati paman guru kecilnya ini, sekarang mendengar perintah seperti itu, dia tidak berani membantahnya, dia mengiyakan dan telah mundur lagi dengan muka yang merah padam. Hanya saja tangan kanannya dikepalkan dan diacungkan ke arah Kiang Bun Cit, seakan juga si pemuda sembrono ini menyatakan, jika saja tidak apa Sin Cie, tentu dia akan menghajar Kiang Bun Cit habis-habisan babak belur. Kiang Bun Cit yang melihat sikap Hie Bin hanya berulang kali mengejek.

Sin Cie waktu itu dengan sabar telah merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat lagi kepada Kiang Bun Cit, kemudian katanya : “Baiklah! Siauwte telah berusaha untuk memberikan pengertian kepadamu, akan tetapi nampaknya kau memiliki pendapat yang tetap buruk terhadap pintu perguruan Hoa San Pay dan Siauwte tidak bisa memaksa agar kau memiliki pandangan yang baik terhadap pintu perguruan kami! Akan tetapi sekarang, jika memang kau masih penasaran, mari, mari, Siauwte ingin sekali memperlihatkan satu-dua jurus ilmu silat Hoa San Pay kepadamu, apakah kau selanjutnya masih memandang buruk dan rendah terhadap pintu perguruan kami?!"

Kiang Bun Cit tidak segera menyahuti, bola matanya mencilak-cilak, dia telah memandang ke arah Hie Bin, Bin Giok Hoa, lalu beralih kepada Sin Cie. Barulah kemudian dengan suara yang dingin dia berkata “Hemmm, apa kau kira aku jeri padamu? Baik! Mari kau maju, mari kita mengadu kekuatan! Walaupun bagaimana aku akan mempertaruhkan jiwaku dan tidak akan menyebut bahwa Hoa San Pay merupakan sebuah pintu perguruan silat yang cukup harum di dalam rimba persilatan! Dengar baik-baik! Hoa San Pay merupakan pintu perguruan yang paling buruk dan tidak punya guna di dalam rimba persilatan!"

Habislah sabar Sin Cie. Itulah penghinaan yang tidak bisa dibiarkan begitu saja karena menyangkut nama baik pintu perguruannya. Dengan gerakan yang sulit diikuti oleh pandangan mata manusia biasa, tubuh Sin Cie telah berkelebat dan tahu-tahu: "Ketepak! ketepok!" ternyata mulut Kiang Bun Cit ditempiling dua kali oleh Sin Cie tanpa dia dapat melindungi mulutnya atau berkelit sehingga waktu Sin Cie melompat kembali ke tempatnya, mulut Kiang Bun Cit telah dilumuri darah, empat giginya di sebelah depan telah rontok!

Hie Bin yang menyaksikan semua itu jadi bertepuk tangan, diapun berseru-seru girang sekali: "Bagus! Bagus! Manusia seperti itu memang pantas dihajar!"

Bin Giok Hoa juga tampaknya gembira melihat Kiang Bun Cit telah dihajar seperti itu.

Sin Cie telah berkata dengan sikap yang tetap sabar: "Pergilah , jika memang di lain saat engkau mengeluarkan kata-

kata yang kurang baik ditujukan kepada Hoa San Pay kami, maka di waktu itulah aku akan menurunkan tangan yang keras! Sekarang aku mengampuni jiwamu.... Akan tetapi ingatlah, walaupun bagaimana, kelak aku tidak akan bertindak selunak seperti sekarang ini!"

Kiang Bun Cit telah memandang dengan muka yang pucat dan merah padam bergantian karena murka, penasaran, kaget dan kesakitan. Tampaknya diapun menaruh dendam yang luar biasa besarnya.

"Aku akan tetap mengingat hadiahmu!" kata Kiang Bun Cit kemudian dengan suara yang menyeramkan. "Hemm, nanti aku akan mencarimu untuk memperhitungkan semua ini! Aku bersumpah, sampai kapanpun, sampai kepada murid dan cucu muridku, mereka semua pasti akan memusuhi Hoa San Pay! Dimana kami tidak akan dapat hidup bersama di atas dunia ini!"

Waktu berkata begitu, bola mata Kiang Bun Cit tampak mencilak-cilak mengerikan sekali.

Sin Cie tersenyum, kemudian katanya: "Jika memang terjadi begitu, kami dari Hoa San Pay pun tidak dapat bersikap manis kepada kalian!" Kiang Bun Cit tidak mengatakan suatu apapun juga, dia telah memutar tubuhnya dan masuk ke dalam rumahnya yang istimewa itu.

Sin Cie menghela napas waktu melihat Kiang Bun Cit telah menghilang di balik rumahnya yang istimewa itu, kemudian menghampiri Hie Bin.

"Bagairnana keadaan Toa Suheng, dan mengapa engkau bisa berada di sini?!" tanya Sin Cie kemudian kepada Hie Bin, keponakan murid tersebut.

Hie Bin cepat-cepat berlutut, malah diapun telah menyahuti cepat: "Suhu dalam keadaan sehat-sehat saja.... dan sebetulnya Suhu tengah perintahkan aku untuk berkelana mencari pengalaman. Siapa tahu, waktu lewat di tempat ini aku telah bertemu dengan manusia-manusia kurang ajar itu...!”

“Hemm, lain kali Cui Toako harus lebih hati-hati. Karena tadi saja kepandaian kedua orang itu sangat tinggi sekali, jika kau menghadapinya dengan membabi-buta, maka engkau sendiri yang akan bercelaka!" kata Sin Cie.

Hie Bin mengiyakan dan mengucapkan terima kasih, kemudian dia bangun berdiri.

Sin Cie juga menoleh kepada Bin Giok Hoa, tanyanya: "Bin Kouwnio, bagaimana dengan usahamu mencari pamanmu?!"

Bin Giok Hoa menunduk sambil menggeleng, katanya lesu: "Belum berhasil entah paman kini berada di mana?!"

Sin Cie tersenyum, katanya: "Perlahan-lahan kau serapi dan selidiki, tokh akhirnya engkau akan dapat menemuinya!"

Bin Giok Hoa mengangguk mengiyakan. "Dan sekarang kau ingin pergi ke mana?!" tanya Sin Cie kemudian.

Bin Giok Hoa menggeleng. "Aku belum tahu!" sahutnya. "Tetapi walaupun bagaimana aku tetap akan mencari paman untuk memberitahukan perihal apa yang terjadi di dalam rimba persilatan, di mana sekarang ini ada seseorang yang tengah menyamar sebagai dirinya!"

Sin Cie mengangguk, dia telah berkata: "Baiklah, ada sesuatu yang hendak kuselesaikan, untuk menyelidiki seorang pembunuh yang telah membinasakan beberapa orang korbannya dengan kejam sekali. Karena dari itu, maafkan tidak bisa terlalu lama aku bersama-sama dengan kalian!"

Hie Bin mencoba mencegah kepergian paman kecilnya itu, katanya: "Wan Susiok.... jika... jika Wan Susiok ”

“Kenapa?!" tanya Sin Cie waktu melihat Hie Bin tidak meneruskan perkataannya itu.

“Jika memang Wan Susiok tidak keberatan, aku ingin melakukan perjalanan bersama-sama dengan kau...” menyahuti Hie Bin kemudian sambil menunduk dalam-dalam.

Sin Cie tersenyum, kemudian katanya: "Gurumu menghendaki agar engkau berkelana untuk mencari tambahan pengalaman, dengan demikian adalah sebaiknya jika engkau berkelana seorang diri, asalkan engkau dapat membawa diri sebaik mungkin dan selalu berwaspada mengurangi kesembronoanmu, dan juga giat berlatih ilmu yang telah diturunkan oleh gurumu!"

Walaupun kecewa karena keinginannya telah ditolak Sin Cie, Hie Bin tidak berani membantah, dia mengiyakan dengan segera, dengan sikap yang menghormat sekali. Bin Giok Hoa telah merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada Sin Cie.

“Terima kasih atas pertolongan yang diberikan Wan Toako. Maafkan, Siauwmoay bermaksud melanjutkan perjalanan!" dan diapun telah memberi hormat beberapa kali lagi, kemudian telah memutar tubuhnya buat berlalu meninggalkan tempat tersebut.

Sin Cie tidak mencegahnya, dia hanya mengawasi kepergian gadis itu. Hie Bin juga telah merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat, kemudian dia meminta diri.

Ada beberapa nasehat yang diberikan Sin Cie kepada keponakan muridnya, dan barulah Hie Bin berlalu dari hadapannya. Sin Cie tinggal seorang diri dan dia menghela napas.

Setelah melirik sedikit kepada rumah istimewa dari Kiang Bun Cit, dia menghela napas lagi dan kemudian melangkah meninggalkan tempat tersebut.

Sedangkan waktu itu Kiang Bun Cit di dalam rumahnya yang istimewa itu telah mengintai keluar dengan sorot mata mengandung dendam. Diam-diam di dalam hatinya diapun merasa kagum dan tidak habis mengerti, mengapa pemuda she Wan tersebut bisa memiliki kepandaian yang begitu hebat? Dan Kiang Bun Cit bertekad, suatu saat kelak dia akan mencari Sin Cie, untuk melakukan pembalasan dendamnya.

Sin Cie melangkah terus dalam kegelapan malam itu, dan dia memang bermaksud hendak menyelidiki dan mencari jejak pembunuh telenagas dan berhati kejam itu.

– oOo –

UDARA SIANG yang sangat terik terasa seperti menyengat kulit. Tampak juga betapa angin yang kering itu menerbangkan debu yang cukup tebal sehingga mempersulit pandangan mata siapapun juga.

Keadaan yang tidak menggembirakan itu terjadi di kampung Pay-cing dalam bilangan propinisi Yu-nan. Dan waktu itu memang tengah musim kemarau, sehingga matahari sangat terik dan udara kering sekali.

Banyak juga sawah-sawah penduduk di sekitar kampung Pay-cing tersebut yang kering dan tandus karena musim kemarau yang berkepanjangan.

Sampai menjelang tengah malam pun banyak penduduk yang tidak bisa tertidur nyenyak hal yang merupakan hal yang menjengkelkan sekali, karena udara yang demikian panas membuat penduduk kampung itu merasa seperti terbakar, mereka duduk-duduk di depan rumah untuk mencari hawa. Banyak di antara mereka yang berusaha untuk memperoleh hawa sejuk dengan mengipas-ngipas tubuhnya.

Seperti pada malam itu, terlihat banyak sekali penduduk yang duduk-duduk di beranda rumah mereka, untuk mengurangi hawa panas yang menyerang.

Dan sampai jauh malam barulah mereka dapat tertidur, hanya beberapa jam saja, karena sang fajar telah menyingsing. Juga terlihat mereka semua lesu, dan para petani telah banyak yang mengeluh di ladang mereka yang kering dan tandus.

Sedangkan usaha mereka untuk memperoleh air yang cukup buat ladang mereka, tampaknya sia-sia belaka, sebab memang keadaaa sangat kering dan tandus. Sungai-sungai yang kering, dengan pohon-pohon yang layu dan padi-padi yang tidak jadi sebagian, sehingga panen di tahun ini tampaknya sulit bisa diharapkan dapat berhasil dengan baik. Dalam keadaan demikian, tampak jelas bahwa para penduduk kampung itu berusaha keras mengadakan sembahyang besar kepada langit, untuk meminta berkah dan lain-lainnya. Memohon belas kasihan dari para malaikat agar dapat mengasihani mereka, di mana hujan dapat diturunkan. Juga ada beberapa orang penduduk yang giat bersembahyang di kuil-kuil yang terdapat di sekitar tempat tersebut.

– ooOoo –
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar