Jilid 01
Musim semi dari berlaksa lie, Membawa tetamu datang, Bunga dari sepuluh tahun, Membuat si cantik menjadi tua.
Tabun yang lampau dimasa bunga mekar,
Aku jatuh sakit, Tapi tahun ini, Menghadapi sane bunga, Masih terialu pagi.
Kim kie (cabang emas) terhembus lalu Giok Yap (daun kumala) sirna ke bumi …..
Di antara bunga salju, Terlena seorang diri dengan kedukann.
DIWAKTU itu memang bunga-bunga tampak turun perlahan-lahan dan lembut sekali, sinar kemilau yang memutih, tampak demikian menyilaukan mata, disamping itu angin yang dingin berhembus dengan santer. Sekitar tempat itu, yang penuh dengan batu dan pohon-pohon yang tidak berdaun karena semuanya tertimbun oleh lapisan salju dimusim dingin tersebut, tampak seseorang memang tengah rebah terlena menyender di batu berlapis es tersebut. Dia seperti tidak mengacuhkan turunnya bunga-bunga salju yang cukup deras, dimana seluruh tubuhnya pun mulai dilapisi oleh bunga-bunga salju tersebut. Dengan demikian, diama pakaiannya itu tidak dapat dilihat dengan jelas, hanyalah diama putih belaka.
Dikala itu, orang tersebut, yang memiliki keadaan muka luar biasa, yaitu seorang yang rusak kulit mukanya, penuh dengan hekas-bekas luka yang menghitam, dan juga rambur yang tidak terurus rapi, terurai menutupi sebagian pada mukanya. Juga sepasang alis yang hanya ditumbuhi oleh beberapa helai bulu saja, dengan hidung yang berlobang-lobang, mata yang sipit setengah terpejam, benar-benar merupakan seseorang yang keadaannya luar biasa sekali, yang mengejutkan setiap orang yang melihamya, memancarkan sifat-sifat yang'mendatanakan kengerian .....
Hujan salju masih juga turun terus, dengan bunga-bunga salju yang menimbuni tubuh orang itu. Sampai akhirnya dia menggeliat, dia menggumam perlahan, dengan suara yang perlahan sekali, tidak jelas apa yang digumamkannya itu, karena suaranya itu disamping parau, dia pun hanya menggumam dengan suara yang mendesis. Dia telah duduk, sehingga bunga- bunga salju sebagian rontok dari pakaiannya, yang ternyata merupakan pakaian seorang pengemis yang penuh dengan tambalan. Dan dikala itu diapun telah memandang sekelilingnya, bola matanya itu mencilak-cilak memain tidak hentinya. Angin yang berhembus santer membuat lengan bajunya itu berkibar- kibar. Dan ternyata dialah seorang yang bercacad, yang lengan bajunya sebelah kiri kosong tidak memiliki tangan....
Dialah seorang pengemis wanita yang keadaannya memang benar-benar luar biasa. Lama juga pengemis wanita yang mukanya bercacad dan mengerikan itu duduk berdiam diri di tempatnya, mengawasi bunga-bunga salju yang turun menutupi sebagian tubuhnya. Rupanya dia pun tidak merasa dingin, hanya bola matanya itu memandang jauh, kosong dan hampa, seperti tidak memiliki perasaan.
Tempat itu merupakan jalan yang sepi dan tidak dilalui orang, terlebih lagi dalam musim dingin seperti ini. Itulah di luar kota Sung-kuang, terpisah beberapa puluh lie. Dalam jarang udara dimusim dingin seperti arang ada orang yang ke luar rumah.
Setelah duduk termenung beberapa saat lamanya di situ, pengemis wanita yang keadaan wajahnya begitu mengerikan, telah menghela napas. Dia mengulurkan tangan kanannya, tangan tunggal itu, dengan jari telunjuknya dia menggurat-gurat salju, dimana dia menulis beberapa huruf-huruf yang berukuran besar. Bunyi tulisannnya itu :"Ngo Tok Kauw".
Beberapa kali pengemis wanita tersebut mengulang tulisan tersebut, yang berarti "Perkumpulan Lima Bisa".
Akhirnya dia menghela napas lagi, dengan kakinya dia mengnapus tulisan tersebut. Dia pun menggumam lagi, suaranya tetap tidak jelas. Dia pun bangkit perlahan-lahan, melangkah lesu sekali. Keadaannya yang bercacad seperti itu, terlebih lagi dengan muka yang banyak bekas luka-lukanya itu, benar-benar keadaannya mengerikan sekali. Dia menuju ke arah sebelah barat, jadi dia menuju ke arah kota Sung-kuang. Kepalanya tertunduk. di wajahnya terpancar sinar kedukann yang dalam sekali.
Setelah berjalan beberapa lie, barulah pengemis wanita tersebut bargun, dia telah mengawasi sekelilingnya. Sejauh mata memandang, yang tampak hanyaluh diama putih belaka. Waktu itu bunga-bunga juga turun dengan deras sekali.
"Telah tiga tahun aku mengembara, apa yang harus kulakukan?" menggumam pengemis wanita itu. "Mencari Ho Tiat Cu? Atau pun mencari si bocah keparat she Wan itu? Atau memang aku pun mencari puterinya si bangsat she Hee itu?"
Pengemis wanita tersebut menghela napas lagi beberapa kali, wajahnya memancarkan keduktian yang semakin dalam. Dia pun telah mengawasi ke sekelilingnya dengan mata yang kosong tidak berperasaan.
Tetapi disaat itu, tiba-tiba dia melihat di kejauhan titik hitam yang tengah mendatangi dan semakin lama semakin membesar karena mendekati ke arah dirinya. Waktu itu. si pongemis wanita yang keadaannya menyeramkan tersebut juga telah melihamya, bahwa titik hitam yang semakin membesar itu tidak lain dari seekor kuda berbulu hitam, yang mencongklang cepat sekali menuju ke arah dirinya. Di atas punggung kuda itu menggemblok seseorang, yang memakai baju hitam juga.
Bola mata si pengemis wanita tersebut memain beberapa saat, mencilak mengawasi ke arah datangnya kuda berbulu hitam tersebut, sampai akhirnya dia telah bergumam per-lahan:"Hai, hai, dialah seorang gadis !"
Baru saja dia menggumam perlahan seperti itu, kuda berbulu hitam tersebut. dengan penunggangnya yang ternyata memang benar seorang gadis dengan mengenakan baju hitam juga telah tiba di dekat pengemis wanita tersebut. Namun waktu kuda itu akan mencongklang lewat di dekat si pengemis wanita, tubuh si penunggang kuda telah bergoyang-goyang. lalu dengan mengeluarkan suara perlahan, tubuhnya itu terguling jatuh dari atas kudanya, terbanting di tumpukan salju.
Bola mata si pengemis memain beberapa saat, dilihamya kuda itu berhenti berlari belasan tombak jauhnya. Rupanya binatang tunggangan ini mengetahui majikannya telah rubuh dari atas punggunvya. Dengan langkah kaki yang lesu pengemis wanita tersebut menghampiri perlahan-lahan kepada gadis berbaju hitam yang masih di atas tumpukan salju. Didengarnya perlahan sekali suara erangan gadis berbaju hitam tersebut, erangan kesakitan.
Pengemis wanita yang usianya telah lanjut tersebut mengerutkan alisnya yang hanya beberapa helai itu, dilihatnya gadis berbaju hitam tersebut terluka pada pundaknya, dimana bajunya di sekitar lukanya itu telah robek agak lebar, dan darah yang melumuri pundaknya telah menghitam dan kering. Ciadis tersebut Mungkin baru berusia delapan belas tahun, dia mengenakan baju singsat diama hitam, di pinggangnya terganturg sebatang pedang, dia memiliki paras yang cukup cantik. Hanya saja waktu itu rupanya dia telah menahan rasa sakit yang hebat, karena mukanya selain pucat, dia pun tengah meringis dan berusaha untuk bangkit berdiri.
Katika melihat pengemis wanita yang telah tua itu, si gadis lalu berkata "Tolong … tolong bantu aku bangun!'
Bola manta si gadis mencilak-cilak beberapa saat, kemudian dia rubuh terlentang lagi, rubuh di alas tumpukan salju dan tidak bergerak, pingsan …
Pengemis wanita tua itu menghampiri, dia memeriksa luka si gadis. Sepasang alisnya mengkerut lagi, dia pun menggumarn: "Akh, tampaknya dia terkena bisanya kelahang …..!” Tetapi, apakah yang melukainya itu salah seorang dari Ngo Tok Kauw?"
Pengemis wanita tua tersebut bekerja cepat, ia merobek lengan bajunya sendiri, kemudian mengeluarkan sesuatu dari sakunya, yaitu serupa obat bubuk, yang berwarna kuning, diborehkan pada luka pundak si gadis, dimana kemudian luka itu telah dibungkus dengan sobekan lengan bajunya itu. Diapun beketja cepat dimana tangannya bergerak menotok beberapa jalan darah di tubuh si gadis. Akhirnya gadis itu mengeluarkan suara keluhan perlahan, dia tersadar dari pingsannya. Memperoleh kenyataan dirinya telah ditolong oleh pengemis wanita tua itu, dia memandang menyatakan terima kasihnya.
Pengemis wanita tua itu menghela napas, lalu tanyanya:"Siapa yang telah melukai-mu. ?"
"Ini ….. ini adalah perhuatan dua orang anggota Ngo Tok Kauw !" menyahuti gadis itu setelah ragu-ragu sejenak.
Muka si pengemis wanita yang telah lanjut usianya itu berobah dan dia pun telah bertanya dengan suara yang lebih keras, "Siapa kedua orang Ngo Tok Kauw itu?"
Namun gadis berbaju hitam tersebut menggelengkan kepalanya, sahutnya, "Aku ….. aku tidak mengetahui nama mereka aku ….. hanya mengetahui bahwa mereka adalah dua orang anggota Ngo Tok Kauw!"
"Hemm, apakah sekarang ini Ngo Tok Kauw masih berkeliaran di daratan Tionggoan ini?'' meggumam si pengemis wanita yang lanjut usia itu.
Si gadis heran, dia memandang si pengemis wanita dengan sikap tidak mengerti, lalu tanyanya: "Apa yang Popo katakan tadi?"
Pengemis wanita itu telah menghela napas, lalu sahutnya: "Tidak ….. tidak apa-apa !".
"Siapakah Popo aku telah menerima budi kebaikan Popo,
tenni seumur hidup aku tidak akan melupakan budi kebatkanmu int, Popo !” Pengemis wanita lanjut usia itu telah memandang si gadis dengan sikap yang luar biasa, karena wajahnya seketika betobah bengis. Namun itu hanya sejenak, dia telah tersenyum, walaupun wajahnya tetap mengerikan dengan luka-luka yang berbekas di mukanya.
"Aku she Ho …!” sahutnya dingin.
"Oh Popo she Ho?" tanya si gadis. "Jadi … jadi sama dengan Kawcu dari Ngo Tok Kauw itu .... Kauwcu Ngo Tok Kauw itu she Ho juga …!” kata si gadis dengan bola mata yang memain bebetapa saat. Jelas pada sinar matanya itu memancarkan kecurigaan.
Si pengemis wanita tua she Ho itu telah memandang dingin pada si gadis, lain dia menyahuti juga: "Ya, memang aku she Ho dan mungkin memiliki persamaan dengan she dari Kauwcu Ngo Tok Kauw itu … "
Si gadis meringis sambil mengaduh kesakitan. dia memegang luka di pundaknya. Sedang si pengemis wanita she Ho tersebut telah berkata dengan muka yang dingin: "Apakah engkau mempunyai permusuhan dengan orang- orang Ngo Tok Kauw?" Si gadis meringis sambil mengaduh kesakitan, dia memegang luka di pundaknya.
Si gadis mengangguk, tetapi dia ragu-ragu untuk menjawab, sampai akhirnya dia berkata juga, "Kami telah bentrok, dan aku dilukai mereka dengan cara yang licik sekali !" "Hernm!” mendengus pengernis wanita she Ho tersebut. Dia telah mengawasi si gadis sejenak, lalu katanya lagi: "Siapa namamu?"
"Aku she Bin, namaku Giok Hoa," menyahuti si gadis akhirnya. Dia pun telah bergerak untuk barman, sambii meringis menahan sakit, dia akhirnya berhasil bangkit berdiri dengan dibantu si pengernis wanita She Ho tersebut.
Dengan meranakapkan tangannya, dia memberi hormat, sambil katakya, “Terima kasih atar pertolongan yang diberikan popo ….. aku harus pergi lagi ….. ada sesuatu yang perlu kuselesaikan!”
Pengemis she Ho itu mengangguk saja.
Bin Giok Hoa bersiul panjang, kuda hitamnya telah menghampiri, nampaknya kuda tunggangan tersebut setia sekali.
Dengan bersusah payah, akhirnya si gadis berhasil duduk di punggung kudanya itu, kemudian setelah mengangguk kepada si pengemis she Ho tersebut, dia menjalankan kudanya perlahan- lahan dengan muka yang masih meringis menahan sakit.
Sedangltan si pengemis wanita yang sudah lanjut usianya itu hanya mengawasi kepergian si gadis dengan mata yang tidak bergerak, seperti juga ada sesuatu yang tengah dipikirkannya. Sampai akhirnya dia telah menghela napas dalam-dalam, mulutnya menggumam: "Ngo Tok Kauw Rupanya mereka masih ada …..!”
Lalu pengemis tua she Ho ini telah lanjutkan perjalanannya untuk menuju ke kota Sung-kuang. Berjalan sekian lama, akhirrya dia tiba di depan pintu kota. Hanya satu dua orang saja yang berada di tempat itu, keadaan sunyi sekali, sedangkan bunga-bunga salju masih juga turun menyiram bumi, Pengemis she Ho itu telah berhenti sejenak di pintu kota, dia duduk di pinggiran jalan di depan pintu kota. Tampaknya memang pengemis tua tersebut tengah diliputi pikiran yang ruwet sekali, berulang kali dia menghela napas.
"Tiga taltua aku 'telah berpisah dengan mereka, selama tiga tahun itu pula, mungkin mereka menduga aku telah mati ,rupan,
a. mereka masih juga meneruskan Ngo Tok Kauw. Hanya yang membuat aku harus berhati-hati, jika memang mereka masih dipimpin oleh si bocah keparat Ho Tiat Cu, tentu bocah itu masih memusuhiku …..!”
Disaat pengemis tua she Ho tersebut duduk termenung di tempatnya seperti itu, dilihamya dua orang tengah mendatangi dari dalam kota. Orang yang berjalan di sebelah kanan memakai baju pelajar, dia memiltki potongan tubuh yang tinggi besar. Sedangkan yang berjalan di sebelahnya itu berpakaian sebagai seorang Busu (guru silat). Mereka tengah bercakap-cakap, ketika akan lewat di dekat pengemis wanita tersebut, muka kedua orang itu jadi berobah. Mereka saling pandang, kemudian cepat-cepat menghampiri pengemis wanita she Ho itu, mereka telah mengangkat tangan masing-masing menjura momberi hormat kepada pengemis wanita tersebut. Yang berpakaian sebagai pelajar telah berkata: "Jika memang karni tidak silah lihat, apakah Ho Ang Yo Locianpwe …..?"
Pengemis wanita she Ho itu telah meng-awasi kedua orang itu, bola matanya memain sejenak, kemudian dengan dingin dia mengangguk, dia masih duduk diam di tempatnya.
"Benar siapa kalian?" tanyanya tawar.
"Akh, inilah namanya jodoh "' berseru kedua orang itu derigan suara yang mengandung kegembiraan yang meluap-luap. Dan mereka pun cepat-cepat menekuk kedua kaki mereka, telah berlutut di hadapan si pengemis tua itu. Kata si pelajar itu, "Sungguh beruntung sekali kami bisa bertemu dengan Ho locianpwe …! Kami adnlah murid-murid Kim Ie Tok Kay (Pengemis Berbisa Berbaju Sulam). Cee In Go! Apakah Ho Locianpwe telah lupa pada kami?”
Muka Ho Ang Yo jadi berobah, dia mengawasi kedua orang murid Cee In Go. Swperti diketabui, bahwa Cee In Go menemui keratian di tangan Ho Ang Yo, ketika Ho Tiat Cu yang sekarang dikenal sehagai Ho Tek Siu ingin mencabut golok yang kesembilan di punggung Cee In Go, Ho Ang Yo waktu itu telah muncul dan telah menumblaskan golok itu sampai dalam, menyebahkan kernatian buat Cee In Go tersebut, sedangkan Ho Ang Yo harus kehilangan tangan kirinya. (Peristiwa tersebut dapat diikuti di dalam “KIM COA KIAM" atau "PEDANG ULAR EMAS').
"Apakah kalian hendak membalas gurumu, heh?" tanya Ho Ang Yo bengis. Pengemis tua she Ho inipun telah bersiap-siap hendak menghadapi serangan kedua orang itu.
Kedua orang murid Cee In Go cepat-cepat menggelengkan kepalanya. Memang benar mereka mengetahui perihal kematian Cee In go ditangan siuwan she Ho tersebut, yang semula ingin menjadi Kauwcu Ngo Tok Kauw itu, namun merekapun menyadari bahwa Ho Ang Yo memiliki kepandaian tinggi. Jelas mereka bukan tandingan Ho Ang Yo. Mereka berduapun bukan sebangea manusia baik-baik, sejak lenyapnya Ho Ang Yo, yang diduga telah mati di goa yang terdapat di puncak Hoa San karena keracunan dan juga ledakan yang terjadi di goanya Kim Coa Long Kun itu, selama tiga tahun itu pula mereka telah mengumbar metakukan kejahatan seperti berpolesiran dengan bunga raya, mengganggu wanita baik-baik, dan juga perampokan set to pembunuhan. Terlebih lagi memang Siu ere telah mengajak rombongannya yang berjumlah besar itu dan terdiri dari orang- orang yang benar-benar gagah untuk pergi ke Hay Lam membangun daerah baru itu, dengan sendirinya tak perlu mereka merasa jeri lagi dengan sepak terjang mereka tersebut! Siapa tahut mereka sekarang sekang kebetulan telah bertemu dengan Ho Ang Yo, dengan sendirinya mereka segera memiliki pikiran untuk meugangkat-angkat siuwa ini, agar mereka dapat diangkat menjadi murid dari si nenek she Ho tersebut. Bukankah orang memang memiliki kepandaian yang tinggi sekali? Jika memang Ho Ang Yo bersedia menerima mereka menjadi murid atau sedikitnya menjadi pengikutnya, berarti mereka memiliki tulang punggung yang kuat. Itulah sebabnya perihal kematian guru mereka sudah mereka tidak pusingkan lagi.
Ho Ang Yo telah main bola matanya. “Apakah Cee In Go sudah mampus?" tanyanya kemudian. “Waktu hari itu, aku sudah tidak melihamya lagi, setelah golok itu kutumblas kedalam pungguugnya, aku tak melihat dia apakah masih hidup atau memang Sudah mampus, karena aku segera pergi !"
Kedua murid Cee In Go telah mengangguk dalam keadaan masih berlutut : “Ya, memang Cee In Ho seorang yang berdosa. yang hendak menentang Ho Locianpwe, dimana dia berusaha untuk mendekati Ho.... Ho Tiat Cu ….. jika memang Ho Locianpewe menurunkan hukuman buatnya, itu lebih dari pantas !"
Dilihat dari sikap kedua orang murid Cee In Go tersebut. Ho Ang Yo telah mengetahui bahwa kedua orang ini memang tidak bermaksud memnsuhinya dan juga tidak menaruh dendam atas kematian gumnya. Diam-diam Ho Ang Yo jadi girang. Tanya nya, “Lalu, selama tiga tahun ini apa saja yang kalian lakukan?"
Kedua murid Cat In Go telah saling pandang sejenak kemudian Si pelajar itu telah menyahuti: “Kami melakukan hal- hal yang sama seperti dulu, yaitu maneruskan kebiasaan Ngo Tok Kauw. Walaupun selama ini kami tak memperoleh petunjuk dari Ho lociaupwe. Karena itu, sekarang atas kemurahan hati Cit Couw Sam Cu (Tujuh leluhur, tiga putera), kami telah berjumpa dengan Ho Locianpwe, maka kami akan meminta petunjuk Ho Locianpwe untuk kemajuan Ngo Tok Kauw kita lagi!"
Ho Ang Yo berdian sejenak, dia berpikir keras, lain dengan muka yang dingin dan tak berperasaan dia bertanya kepada kedua murid Cee In Go : “Bagaimana dengan Ho Tiat Cu, apakah selama tiga tahun ini dia tidak me mimpin terus Ngo Tok Kauw
…..!”
“Dia telah menjadi murid Hoa San pay... Ho... Ho... Tiat Cu telah meninggalkan Ngo Tok Kauw begitu saja. sehingga kami jadi terlantar. Jika memang locianpwe bersedia untuk memimpin dan memberikan petunjuk pada kami, jelas murid-murid Ngo Tok Kauw yang lain akan bersyukur sekali atas kemurahan hati Ho locianpwe! Karena memang menjadi harapan kami agar Ho locianpwe bersedia memimpin kami jadi Kauw, untuk mengembangkan dan meluaskan kekuasaan Ngo Tok Kauw lagi .
. .!”
Ho Ang Yo tidak segera menyahuti, dia hanya berdiam diri beberapa saat lamanya. Kemudian menghela napas, dia melirik dulu pada tangan kirinya yang telah buntung itu diapun berpikir : “Sekarang aku telah bercacad, tetapi dengan tangan kananku ini, kukira tidak mudah orang menandingi kepandaianku apa salahnya jika memang sekarang aku memimpin Ngo Tok Kauw lagi, dengan demikian aku pun memiliki banyak pembantu dan tentu saja aku akan dapat mencari si bocah Tiat Cu untuk membunuhnya, demikian juga si bocah she Wan itu …..”
Karena berpikir begitu, Ho Ang Yo tersenyum, dia menganguk. “Baiklah!" katanya kemudian. “Jika memang kalian bersedia untuk dipimpin olehku, itupun tidak menjadi soal. Aku bersedia untuk memimpin kalian …..!"
Kedua murid Cee In Go telah berlutut sambil menganggukkan kepala mereka memberikan penghormatan bear merekapun telah meroanggil dengan gerobira. “Ho kauwcu …..!”
Ho Ang Yo perintahkan mereka berdiri katanya. “Pengangkatan kauwcu baru setelah Ho Tiat Cu harus dilakukan dengan upacara agama kita nanti setelah kita menentukan markas kita. barulah diwaktu itu dihadapan sahabat-sahabat yang lainnya, pengangkatan kauwcu baru kita laksanakan, sekarang ini lebih baik kalian ikut saja untuk mengumpulkan sahabat-sahabat yang lainnya."
Kedua murid Cee In Go tersebut, yang berpakaian sehagai pelajar itu she Mang dan bernama Kuang dan yang berpakaian sebagai Busu itu she Bun dan bernama Thie. Mereka-pun cepat- cepat mengiyakan. Liang Kuang malah berkata. “Semogah saja Kauwcu bersedia memberikan petunjuk-petunjuk yang berharga kepada kami!”
Ho Ang Yo hanya mengangguk saja. Begitulah dengan diiringi kedua murid Cee In Go, tampak Ho Ang Yo memasuki pintu kota. Mereka telah menginap disebuah rumah penginapan dan waktu itu semua keperluan Ho Ang Yo dilayani oleh kedua murid Cee In go tersebut, mereka melayani Ho Ang Yo dengan hormat dan telaten sekali.
Ho Ang Yo pun telah menanyakan pada mereka, apakah yang melukai Bin Giok Hoa dilakukan mereka berdua, kedua murid Cee In Go tersebut telah membenarkan. Merekapun telah menceritakan, bahwa Bin Giok Hoa adalah keponakan perempuan Bin Cu Hoa. Diceritakan oleh oleh Liang Kuang bahwa Bin Giok Hoa tengah mencari Bin Cu Hoa, menuduh bahwa Bin Cu Hoa telah dianiaya oleh pihak Ngo Tok Kauw, disamping ketuanya dari pintu perguruan Bu Tong Pay tersebuut, yaitu Oey Bok Tojin, menurut Bin Giok masih berada di tangan Ngo Tok Kauw.
Mendengar cerita itu Ho Ang Yo hanya menghela napas. Telah tiga tahun dia tak tahu perkembangan didalam dunia kangouw. Memang Oey Lek Tojin telah ditawan oleh Ngo Tok Kauw waktu pimpinan Ngo Tok Kauw masih berada ditangan Ngo Tiat Cu, dan ditahan di lnlam.
Sedangkan Bun Thie telah mencruskan pula cerita Liang Kuang. katanya: "Gadis itu telah menyelidiki dimana beradanya Bin Cu Hoa dan kami mengetahui dia merupakan keponakan Bin Cu Hoa. murid Bu Tong Pay itu, sengaja kami telah mencari urusan dengannya, sehingga terjadi bentrokan dengannya, dan dengan demikian, kami telah bertempur. Tetapi kepandaian gadis itu masih sangat rendah, dengan demikian kami dengan mudah bisa meruhuhkannya sayang dia masih sempat melarikan dir!”
Mendengar sampai disitu, Ho Ang Yo telah menghela napas. "Gadis she Bin itu telah bertemu denganku...!" katanya. Telah bertemu dengan Kauweti?" to nya l.iang Kuang dan Bun Thie dengan beran. "Apakah apakah dia telah kauwcu binasakan?”
He Ang Yo menggeleng. "Malah aku telah menolonguya, semula kukira Ngo Tok Kauw masih dipegang oleh Ho Tiat Cu, karena itu aku telah mengobatinya lukanya itu dan membalutnya... jika memang aku mengetahui dialah seorang yang bisa mendatagkan bibit penyakit buat kita, untuk apa aku menolonguya...?" Setelah berkata begitu, Ho Ang Ye tertawa bengis.
Sedangkan Liang Kuang dan Bun Thie telah mengangguk, kata mereka hampir berbareng, “Tapi kami telah mengetahui sekarang ini dimana beradanya Bin Cu Hoa " Ho Ang Yo mencilak, katanya. “Orang she sahahabatya Wan Sin Cie, jika memang kita mengganggu dia tentu Wan Sin Cie akan dapat kita pancing keluar dari tempat persembunyiannya!"
Liang Kuang mengangguk.
“Ya. mungkin kauwcu belum mengetahui bahwa Wan Sin Cie telah mengajak orang-orang gagah lainnya yang jumlahnya sangit besar untuk pergi mengungsi ke Hay Lam ….. mereka kumpul di sana. Karena itu jika memang sekarang kita mengganggu Bin Cu Hoa, tentu Wan Sie Cie dapat kita pancing meninggalkan Hay Lam. Seandainya kita menyatroni Hay Lam itulah sulit, karena disana kita akan menghadapi lawan-lawan yang tangguh dan jumlahnya sangat banyak sekali.”
Mendengar sampai di situ, Ho Ang Yo telah memandang heran, tanyanya, “Apakah Wan Sin Cie telah berdiam di Hay Lam?"
Liang Kuang menganggnk mengiyakan, dia pun telah mengatakan bahwa Ho Tiat Cu telah jadi muridnya Sin Cie, yang ikut ke Hay Lam.
Dengan jelas Liang Kuang menjelaskan perkembangan yang terjadi selama tiga tahun ini di daratan Tionggoan. Dia menceritakan pula soal perjuangan Giam Ong Lie Cu Seng yang gagah …. Dan juga dimana banyak dorna-dorna yang telah berserikat dengan bangsa-bangsa luar, dimana Ngo Tok Kauw pun akan bekerja keras untuk membantunya.
Ho Ang Yo mengangguk membenarkan, “Ya memang aku dulupun telah merencanakan untuk meyambut Boancu (Mongolia) guna berkuasa didaratan Tionggoan, karena itu apa salahnya jika sekarang kitapun mengadadakan kontak dengan Gouw Sam Kui, untuk bekerjasama dengannya?” Setelah berkata begitu, tampak Ho Ang Yo terbangun semangatnya, dia telan duduk dengan tubuh yang agak tegak, walaupun usianya telah lanjut dan mukanya yang rusak ini memancarkan sedikit sinar terang, tapi sikapnya itu malah membuat mukanya itu tamhah menyeramkan dan mengerikan.
Liang Kuang dan Bun Thie telah tersenyum gembira juga. Memang telah menjadi cita-cita mereka, untuk menghamba pada Boanciu, karena mereka yakin bahwa Boanciu akan berhasil untuk berkuasa di daratan Tiongoan. Itulah sebab nya, mendengar bahwa Ho Ang Yo memiliki pendirian seperti dulu, dengan sendirinya mereka jadi gembira. Dan semakin kuat pula tekad mereka untuk niendukung Ho Ang Yo sebagai kauwcu mereka, karena Ho Ang Yo tetap merupakan tulang punggung mereka yang kuat disamping memang merekapun memiliki persamaan cita-cita.
Sesungguhnya Ho Ang Yo sendiri telah terbakar oleh api dendamnya terhadap Ho Tiat Cu dan Wan Sin Cie. Dia menyadari bahwa keadaan Ngo Tok Kauw sekarang ini telah lemah, dengan demikian jelas sulit buat dia melakukan pembalaasn dendam pada kedua orang itu. Disamping ia memang Sin Cie dan ho Tiat Cu di dampingi oleh banyak orang-orang gagah yang memiliki kepandaian tidak rendah. ituhlah sebabnya, selain memupuk kernbali Ngo Tok Kauw, juga iapun bermaksud untuk mengikat hubungan pula dengan Gouw Sam Kui, dengan demikian jelas dia bisa memiliki pernbantu-pembantu yang kuat dan tangguh, dan dengan cepat Ngo Tok Kauw akan dapat dibangun kembali.
Karena itu. Ho Ang Yo pun telah terbangun semangatnya. Semalaman itu ia tak tidur. Dia berunding dengan Liang Kuang dan Bun Thie untuk merundingkan dengan cara bagaimana mereka bisa menghimpun anggota Ngo Tok Kauw yang waktu itu telah tercerai berai di berbagai tempat.
“Itulah tugas kami berdua yang akan mengumpulkan mereka pula. Jika mereka telah mendengar prihal Ho kauwcu untuk menggabungkan diri ….. karena dari itu, jika memang Ho kauwcu tak keberatan, maukah Ho kauwcu berdiam di sini untuk satu dua bulan, diwaktu mana kami akan berusaha menghubungi mereka dan nanti kami akan menghadap kauwcu di sini pula?”
Ho Ang Yo tak segera menyahut, namun akhirnya dia mengangguk mengiyakan.
Begitulah Liang Kuang dan Bun Thie telah kembali ke kamar mereka. Sedangkan Ho Ang Yo di kamarnya masih duduk termenung.
“Tiga tahun aku seperti juga telah terpendam dalam bumi dan semua perkembangan di dalam kalangan kangouw gelap buatku, tetapi sekarang Ngo Tok Kauw akan bangkit kembali dengan segala kejayaan yang ada pada perkumpulan tersebut!” Dan berpikir begitu Ho Ang Yo telah tersenyum menyeringai mengandung kebengisan.
Di luar, bunga-bunga salju masih juga turun dengan deras, angin yang berhembus keraspun menderu-deru di luar kamar. Sedangkan Ho Ang Yo telah naik ke pembaringan, dia jadi ingat peristiwa tiga tahun yang lalu, dimana hatinya sangat terluka dan menderita kedukann hebat di sebuah goa di puncak gunung Hoa san … hawa beracun dan ledakan yang bergemuruh itu …..
– ooOoo – MEMANG orang-orang gagah di daratan Tionggoan terutama Wan Sin Cie, Can Ceng, Ho Tiat Cu dan yang lainnya telah menduga bahwa Ho Ang Yo telah terbinasa.
Waktu tulang tengkorak Kim Coa Long Kun dibakar dengan hati yang diliputi dengan kemurkann bukan. Tulang itu telah menebarkan asap beracun sehingga Ho Ang Yo dan Ceng ceng yang berada didalam goa Kim coa bong kun dipuncak gunung Hoa San terkulai lemas dan pingsan.
Rupanya kim coa long kun sebelum meninggal , dia telah mempersiapkan caranya seperti itu, dimana karena dia menguatirkan orang merusak tulang-tulang kerangkanya, dia sengaja meletakkan racun yang dapat bekerja hebat sekali. Juga dibawah tanah, dia taruh bahan peledak. Dengan demikian: ketika Ho Ang Yo membakar tulang-tulang tengkorak Kim Cok Long Kun Hee Soat Gie, telah bergolak asap beracun, dan bukannya Ceng ceng yang semula hendak melarikan diri telah terkulai pingsan akhirnya dapat ditolong oleh Sin Cie. Ho Ang Yo pun pingsan tidak sadarkan diri akibat pengaruh racun itu.
Tapi dasamya memang Ho Ang Yo belum waktunya untuk pergi menghadap Giam Lo Ong waktu itulah terjadi ledakan dan mulut goa telah tertutup oleh tumpukan batu. Ledakan seperti itu terjadi beberapa kali sehingga membuat batu-batu itu berguguran dan telah menutup pintu gua membuat semua orang menduga bahwa Ho Ang Yo pun telah ikut terkubur dalam goa itu bersama Hee Soat Gie dan Un Gie.
Tetapi akubat ledakan itulah yang membuat Ho Ang Yo tertolong jiwanya. Karena ledakan itu sangat hebat, membuat sebagian batu gunung dalam goa itu merekah pecah dan juga tubuh Ho Ang Yo terlempar jauh sekali ke dalam goa itu, kurang lebih dua puluh tombak, tubuhnya menggelinding ke dekat ruangan di sebelah dalam goa tersebut. Akibat goncangan yang kuat dan keras disebahkan ledakan itu, Ho Ang Yo pun tersadar dari pingsannya. Dia rasakan nafasnya sesak dan dadanya tersumbat, sekujur tubuhnya lemas tidak berenaga. Dengan mengerahkan sisa tenaganya dan dengan mengempos seluruh Iweekang yang ada padanya, dia berusaha merangkak. Dilihatnya tidak jauh dari tempatnya, di dinding goa itu yang merekah lebar, masuk sinar rembulan.
Segera juga Ho Ang Yo memaksakan dirinya yang lemas untuk menghampiri bagian yang merekah di dinding goa itu, dia telah melihat tempat tersebut terdapat lobang yang cukup besar yang bisa buat memasukkan kepalanya dan memandang keluar, hawa udara yang segar segera dapat diciumnya, sehingga berangsur-angsur dia bisa bernafas lebih lancar lagi.
Dikala itu Ho Ang Yo pun sesungguhnya masih diliputi kemarahan. Namun sebagai seorang yang telah mengetahui dengan baik ilmu racun dengan sendirinya dia bisa mengetahui keadaan dirinya yang sebenarnya disaat itu yang rupanya telah terkela sejenis racun yang hebat daya kerjanya. Diapun diam sejenak lagi untuk menghirup udara segar, barulah merogoh sakunya, mengeluarkan semacam obat-obat dan dimakannya dengan segera, barulah Ho Ang Yo duduk bersila untuk meagatur jalan pernapasannya.
Dia telah menyalurkan Iwekangnya dan hawa racun yang semula telah disedot dalam napasnya. berhasil ditindih dan dipunahkannya. Merasa bahwa kesegaran tubuhnya telah pulih kembali, segera Ho Ang Yo bangkit berdiri, ia berusaha keluar dari goa itu. Hanya Yang mengejutkannya justru goa itu telah tertutup rapat oleh timbunan bongkahan batu-batu yang besar, sehingga mulut goa tidak bisa dilaluinya.
Ho Ang Yo mengawasi ketumpukan tulang Kim Coa Long Kun yang telah dibakarnya. tanpa bisa ditahan dia menitikkan air mata. “Hee Long, ternyata engkau sampai saat-saat telah jadi tengkorak dan tinggal tulang belaka, engkau masih ingin mencelakaiku ..... aku mencintaimu, aku berusaha membahagiakanmu, dengan lewat penderitaan yang hebat, aku berusaha mencarimu, tapi saat kita bertemu, walaupun kau telah jadi tulang berlaka, tokh kau masih ingin muncelakaik." Setelah berkata begitu, matanya itu tampak bersinar bengis sekali, karena dia ingat sampai detik-detik kematiannya Hee Soat Gie masih menggigit tusuk konde milik Un Gie, dengan demikian dendam dan sakit hati Ho Ang Yo pada Hee Soat Gie dan Un Gie kian hebat.
Setelah berdiam diri sejenak, dia menghampiri tumpukan tulang diatas abu dari sebagian tulang-tulang yang sempat terbakar. Dia mempergunakan jari telunjuknya untuk mengorek bubuk-bubuk tersebut, dia mengeluarkan sebatang tusuk konde yang masih berkilauan dan tidak rusak.
Dimasukkannya tusuk konde itu kedalam sakunya, dia lalu menuju kearah dinding goa yang merekah dan berlobang cukup besar itu.
Diawasinya keadaan disekitar tempat tersebut, dan dia memikirkan daya untuk keluar dari goa yang telah tertutup itu.
Tidak ada jalan lain buat Ho Ang Yo setelah menggempur dinding goa tersebut yang telah merekah, yang rupanya berbatasan dengan udara luar.
Setelah berpikir sejenak. Ho Ang Yo telah menyalurkan tenaga dalamnya pada telapak tangan kanaanya, tangan tunggal itu kemudian dia menghantam. Memang pukulan telapak tangannya itu kuat sekali, tapi dinding goa itu tidak bergeming.
Sekali lagi Ho Ang Yo telah menghantarn. Terdengar suara hantaman yang kuat sekali. Dinding goa itu tergetar sedikit, tampak batu-batu kecil meluruk.
Menyaksikan basil yang telah diperolehnya itu, walaupun sedikit sekali, telah membuat. semaneat Ho Ang Yo terbangun. Begitulah dia berulang kali telah menghantarn dinding goa tersebut, dengan pukulan yang kuat sekali.
Setelah kurang lebih sepemakanan nasi menghantami dinding goa tersehut. akhirnya Ho Ang Yo merasa letih dan kehabisan tenaganya. Ia duduk numprah disitu, diawasinya dinding goa yang masill belum dapat dibuka lebih lebar lo bang yang terdapat disitu. Karena setiap kali dia memukui, hanya batu- batu kerikil saja yang meluruk, dan telah membuat lobang itu terbuka sedikit demi sedikit. Padahal Ho Ang Yo telah memukulnya dengan sekuat tenaga. Akhirnya dia telah mengawasi kearah batu yang cukup besar didekatnya, dia mengambilnya dan mulai mengorek lobang itu.
Hawa udara yang bersih dan nyaman mulai masuk leluasa kedalam goa. Dengan demikian kesegaran Ho Ang Yo cepat pulih. Hanya saja yang membuatnya jadi kurang leluasa justru dia hanya bekerja mempergunakan satu tangan saja, karna memang dia hanya memilikt tangan tunggal, tangan kanan itu....
Tapi karena Ho Ang Yo bekerja dengan tekun dia berusaha melobangi lobang di dinding dan gua tersebut, lobang itu semakin besar ju ga. Jtka se.uals halya mint untuk ansukkan kepalanya. sekarang lebih lebar lagi. Sinar ma-tahari pagtpun telah menerobos kedalamnya.
Ho Ang Yo coba untuk merangkak keluar dari lobang itu. Namun begitu dia mengeluar kepalanya sebaras bahu, seketika dia jadi terkejut karna diwaktu itulah dia melihat dinding goa itu rupanya berhatasan dengan juraug yang sangat dalam sekali, hingga jika mentang dia keluar dari lobang tersebut, tentu dia tak memiliki tempat berpijak.
Sepasang alis Ho Ang Yo jadi mengkeut. Ia telah diam berpikir Keras. Di lihatnya dari kiri kanan dinding goa tersebut, yang berbatas jurang demikian curam, terdapat banyak pohon- pohon dengan buahnya yang bergelantungan ranum sekali berwarna merah darah. Dia mengulurkan tangannya mengambil beberapa buah itu, dan tanpamempedulikan apakah buah itu beracun atau tidak. Ho Ang Yo telah menggigit dan memakannya.
Setelah mengbabiskan empat buah, dia kenyang, semangatnya terbangun dan tenaganya pun pulih kemhali.
Waktu itu Ho Ang Yo keluar dari mulut goa yang tertimbun batu-batu besar itu, dia berusaha menyingkirkannya, namu tidak juga berhasil dan batu-batu yang tertimbun itu sangat padat dan sulit digerakan. Jika toh dia ingin menyingkir kan salah satu bongkahan batu itu. dia harus memerlukan waktu yang banyak sekali juga tenaganya terkuras habis.
Dengan berputus asa, akhirnya Ho Ang Yo duduk numprah, dia menggumm perlahan “Walaupun aku berhasil terhindar duri racunnya Hee Long, namun... apa gunanya? Aku memang ingin pergi menjenguknya disorga, untuk bertemu dengaunya disana, bidup bahagia dengannya disana... tapi dengan terkurung seperti ini, berarti mati tidak hiduppun tak mungkin apa artinya?”
Setelan menghela napas Ho Ang Yo berdiri menghampiri sisa tulang-tulang tengkorak Hee Seat Gie, dia mengambilnya beberapa tulang-tulang dari pria yang pernah dicintai dengan setulus hati.
“Hee-long. mengapa racunmu kurang ampuh, sehingga aku
tak dapat menemanimu pergi menjengukmu. ?" menggumam Ho Ang Yo lagi. Dan diwaktu itu, diapun telah memandang bengis, suaranya berobah mengandung dendam : “Rupauya kau memang tidak mencintai aku, kau mencintai orang se, Un itu setengah mati. hingga sampai sekarang kau ditemani dia inilah nasibku yang buruk, ini pula merupakan parbuatan kejamku dikala kau masih hidup kau telah meninggalkan aku dan bermesraan dengan orang she Un itu ….. sekarang dikala telah jadi tulang-tulang demikian, engkaupun masih ditemani oleh orang she Un itu!” Bola mata Ho Ang Yo jadi mencilak-cilak bengis sekali, dia jadi seperti was-was.
Malah, tangan kanannya telah digerakkan dia membanting tulang-tulang tengkorak Hee Soat Gie kemudian menangis menggerung-gerung.
Karena letih dan sangat berduka, akhirnya Ho Ang 't'a tertidur.
Ketika dia terbangun dari tidumya, sinar rembulan masuk lewat lobang dinding goa itu.
Ho Ang Yo menghela napas berduka sambil menghampiri lobang itu memandang keluar.
“Jika saja kedua tanganku masih lengkap. tentu keadaan seperti ini tidak begitu mempersulitku …..!” katanya dengan suara penuh penyesalan. “Sayang tanganku kini hanya merupakan tangan tunggal belaka ...!” Dan dia menghela napas sambil melirik kearah tangan tunggalnya itu.
Memang, jika saja Ho Ang Yo mesih lengkap dengan kedua tangannya, dan dengan mengandalkan pula ilmu meringankan tubuhnya, tentu ia takkan memperoleh kesulitan keluar dari goa tersebut. Dia bisa merambat di dinding jurang tersebut. Namun sekarang, dia hanya memiliki tangan tunggal belaka, jika memang dia keluar juga dari goa itu. dan cobs memruhas dengan banya gunakan satu tangan belaka. niscaya ia akan tergelincir dan menemui kematian ….. terlebih lagi memang jurang tersebut pun bukan merupakan jurang yang dangkal, itulah sebuah jurang yang dasamya tak lerlihat karena terlalu dalam.
Beberapa hari Ho Ang Yo terkurung didalam goa tersebut sampai akhirnya dia menungkuli dirinya dengan penuh penyesalan dan kedukann belaka. Dan selama itu, dia melewati hari-hari dengan memakan buah-buah yang tumbuh pada dinding jurang tersebut. Buab yang dihasilkan oleh pohon-pohon yang merambat pada dinding tersebut ternyata sangat banyak, sebab itu Ho Ang Yo tak perlu sampai kelaparan.
Ho Ang Yo sendiri tidak mengetahui entah telah lewat berapa lama, tapi yang diketahuinya hanyalah sinar matahari dan sinar rembulan bergantian. Sebetulnya Ho Ang Yo pun sudah tidak berharap bisa hidup lebih jauh, tapi justru keadaanlah yang menyebahkan sampai detik ini dia masih bernapas dan segar bugar. Malah lewatnya sang Waktu, kesehatannya akibat mengendus racun dan tulang-tulang tengkorak Hee Soat Gie yang terbakar itu, telah pulih lagi. Tenaganyapun terkumpul pula.
Untuk melewati waktu, secara iseng dia meneruskan membongkar lobang dinding goa tersebut sekarang telah terbuka jauh lebih besar, dimana lobang itu dapat dilalui tubuhnya tanpa pertu merangkak lagi. Dengan demikian. Ho Ang Yo pun bisa melihat jelas keadaan disekitar jurang itu.
Ho Ang Yo tidak melihat ada jalan untuk turun dari tempat tersebut, pohon-pohon yang tumbuh disekitar dinding itu merupakan pohon merambat yang memiliki batang halus dan kecil sehingga tidak mungkia bisa dipergunakan untuk merambat turun.
Suatu Pagi waktu sinar matahari telah memancar diufuk Timur, tampak Ho Ang Yo tengah duduk numprah di depan lobang tersebut, dia mengawasi keadaan jurang itu, bola matanya memandang hampa tidak berperasaan. Waktu itu, dia memang sudah tak memiliki harapan dapat keluar dari tempat ini, jika tokh akhirnya dia harus binasa, dia memang bersedia. Dia tengah memikirkan, jika saja dia terjun kedalam jurang itu, niscaya tubuhnya akan terbanting hancur dan dia menemui kematian. Namun ingatannya kepada Un Gie yang membuat dia tidak melakukan perbuatan nekad tersebut. Dia kuatir justru di Akherat kelak nanti dia bertemu dengan Hee Soat Gie saat orang yang dicintainya itu tengah berkasih-kasihan dengan Un Gie. Bukankah sudah sekian lama abu jenazah Un Gie mendampingi Hee Soat Gie?
Angin yang berhembus dingin dari puncak gunung, tidak diperdulikannya. Waktu itu keadaan Ho Ang Yo benar-benar sangat menyeramkan sekali, dimana pakaiannya yang kotor sekali, dengan tubuh dan naukanya yang rusak itupun dekil bukan main. Apa lagi memang dia tengah dikuasai oleh rasa dendam dan sakit hati yang bergolak.
Kesunyian ditempat tersehut tiba-tiba dipecahkan dengan pekik burung. Ho Ang Yo dongak mengawasi keatas, dia melihat seekor burung rajawali yang berukuran cukup besar tengah terbang berkeliaran disekitar goa itu.
“Hemm, rupanya burung rajawali itu hendak turun kedasar jurang ini.” pikir Ho Ang Yo. hatinya mendadak jadi girang, dia terpikir sesuatu.
Dugaan Ho Ang Yo memang tidak meteset. karena dia melihat burung rajawali itu telah menukik terbang kedasar jurang. Entah apa yang tengah dikejarnya.
Ho Ang Yo telah memutuskan, dia harus melakukan sesuatu. Maka dia bersiap-siap. Dia berdiri didepan lobang itu, menantikan terbang nya rajawali keatas pula. Tidak lama kemudian tampak burung raja wali itu yang tengah terbang naik pula. Pada kedua kakinya tampak mencengkeram seekor kelinci, dimana rupanya tadi dia terbang menukik kedasar jurang untuk memburu kelinci tersebut.
Ho Ang Yo, menantikan kesempatan yang paling baik, disaat burung rajawai itu terbang tidak begitu jauh dari lobang tersebut, tahu-tahu ia menjejakan kedua kakinya, tubuhnya mencelat dengan ringan, dimana dia berjumpalitan ditengah udara. kemudian mongunakan tangan kanaunya dia berrnaksud untuk menjambret kedua kaki burung itu untuk ikut dengannya terbang ke atas meninggalkan jurang itu.
Tetapi jarak antara Ho Ang Yo dengan burung rajawali itu memang cukup jauh, walau pun Ho Ang Yo telah menjejakan kakinya dengan mengerahkan tenaga dalam yang sangat hebat tokh tetap saja dia tak berhasil mencapainya, dimana tangannya itu telah gagal menjambret kedua kaki burung rajawali.
Hati Ho Ang Yo mencelos dia kaget bukan main, sampai dia berseru kaget, berbareng dengan mana diapun telah merasakan tubuhnya itu meluncur turun terus kedalam jurang. Namun sebagai seorang yang memiliki kepandaian tinggi dia tak mau berdiam diri. disaat tubuhnya meluncur turun, dia berpoksai beberapa kali untuk mengurangi kepatan meluncur tubuhnya.
“Habislah aku kali ini ... betapa aku harus membuang jiwa dengan kecewa di dasar jurang ini, hmm, disaat mana aku dapat bertemu dengan Hee Long dan Un Gie dalam keadaan penasaran seperti ini!" pikir Ho Ang Yo. sedangkan tubuhnya meluncur terus cepat sekali.
Tidak ada jalan lain buat Ho Ong Yo menyelamatkan dirinya ataupun mengurangi kecepatan meluncur tubuhnya, sebab diapun tidak mungkin dapat menjambrel pohon-pohon yang bertumbubau di dinding jurang itu, selain jaraknya yang cukup jauh, itulah merupakan pohon-pohon merambat yang memiliki cabang dan ranting, kecil, yang tak mungkin dapat menahan tubuhnya.
Rupanya memang Ho Ang Yo belum ditakdirkan untuk mati, karena burung rajawali itu ketika merasakan sambaran pada kedua kakinya. telah menunduk, dia telah melihat sesosok bayangan yang besR tengah meluncur turun, ia menduga itulah hinatang buruan yang jauh lebih besar dari keiinci yang tengah diperolehnya. Maka tiba-tiba sekali rajawali ini telah melepaskan kelinci didalam cengkeraman kedua kakinya. kemudian dia menukik, dimana kedua kakinya itu menyambar mencengkeram dengan kuat sekali baju Ho Ang Yo.
Waktu itu too Ang Yo telah merasakan pandangan matanya kabur, tubuhnya tengah meluncur kebawah dengan cepat, dia pun telah memejamkan matanya rapat-rapat, dan dalam keadaan seperti itu dia telah menerima akan nasibnya yang akan terbanting hancur luluh didasar jurang tersebut.
Namun betapa terkejutnya Ho Ang Yo ketika dia merasakan sentakan yang kuat dan keras. disamping dia merasakan punggungnya perih sekali, karena bajunya telah kena dicengkeram oleh kedua kaki rajawali itu, malah kemudian tubuh Ang Yo dibawa terbang naik semakin tinggi oleh rajawali itu. kaget dan girang bercampur menjadi satu dan Ho Ang Yo sampai mengeluarkan suara tertahan, dimana ia telah melirik dan melihat bahwa rajawali tadilah yang mencengkeram baju di bagian punggungnya. Ho Ang Yo berdiam diri saja, karena dia kuatir kalau dia melakukan suatu gerakan, nanti akan membuat rajawali itu terkejut, melepaskan cengkeraman dari kedua kakinya yang berarti akan memperoleh bahaya lagi. Karenanya dia membiarkan tubuhnya yang tengah dibawa terbang oleh rajawali tersebut yang membawanya ke puncak gunung. Ketika tiba di sebuah tempat, yang merupakan lapangan rumput yang menghijau subur di puncak gunung itu, rajawali telah terbang menukik turun. Cengkeraman pada tubuh Ho Ang Yo tidak dilepaskan, hanya patuknya telah mematuk cukup keras pada pundak Ho Ang Yo.
Bukan main kesakitannya. Ho Ang Yo, diapun kaget. Diwaktu itu ia melihat bahwa diri nya telah dibawa terbang sampai dilapangan rumpus tersebut, maka dia segera mengambil kesimpulan atau keputusan dengan cepat tangan kanannya itu tahu-tahu telah menyampok kebelakang, angin pukulan itu sangat kuat sekali, dan rajawali tersebut telah kena dihantam dengan keras sehingga burung rajawali itu telah memekik dan tubuhnya terpental ke udara cengkeramannya pada tubuh Ho Ang Yo juga telah terlepas.
Ho Ang Yo cepat-cepat berdiri sedangkan raja wali yang tengah kesakitan itupun jadi marah. Dia terbang menukik menyambar pada Ho Ang Yo lagi, dimana kepak-kepak kedua sayannya itu menimbulkan kesiuran angin yang kuat sekali, kedua kakinya diuturkan untuk mencengkeram. disamping paruhnya yang telah meluncur akan mematuk.
Ho Ang Yo yang menyaksikan hal itu cepat-cepat menyambuti dengan pukulan telapak tanganya Burung rajawali itu besar dan bertenaga kuat, namun terkena pukulan telapak tangan kanan Ho Ang Yo. burung rajawali itu mengeluarkan pekik kesakitan dan telah terbang lagi naik di angkasa, dimana burung tersebut tak berani terbang menghampiri lagi pada Ho Ang Yo
Ho Ang Yo menghela napas lega, dia telah terlolos dari ancaman bahaya. Karena se lain dia berhasil meninggalkan gna dinding jurang tersebut, juga dia telah dapat menghalau burung rajawali itu, dengan demikian dia bisa kembali ke dunia bebas. Begitulah dihari-hari selanjutnya, Ho Ang Yo sejak turun dari puncak Hoa san, melakukan pengernbaraan. Dia telah berkelana kesana kernari, dari kampung yang satu kekampung lainnya, dan dia tak peraah bertemu dengan orang-orang Ngo Tok Kauw, sehingga ia ingin menduga bahwa orang-orang Ngo Tok Kauw masih dipimpin oleh Ho Tiat Cu.
Skit hatinya pada Ho Tiat Cu semakin hebat. Dia beranggapan justru disehabkan Ho Tiat Cu, lah dia telah kehilangan tangan kirinya dan juga disebahkan Ho Tiat Cu pula maka maksud dan cita-citanya untuk menjadi Kauwcu dari Ngo Tok Kauw gagal ....dengan demikian, seluruh sakit hatinya ditimpakan terhadap Ho Tiat Cu dan juga Wan Sin Cie dan Ceng ceng.
Dia berkelana tanpa mendengar perihal orang-orang yang dicarinya. Sampai akhiraya dia bertemu dengan kedua murid Cee In Go ini, yaitu Liang Kuang dan Bun Thie, dari merekalah Ang Yo mengetahui perkenabangan dalam dunia persilatan. Bahkan sekarang, Liang Kuang dan Bun Thie telah menganjurkan agar dia mau memimpin lagi orang-orang Ngo Tok Kauw, menjadi kauwcu Ngo Tok Kauw kembali, yang nanti berusaha mengadakan kontuk serta huhungan dengan orang-orang Boanciu lewat Gouw Sam Kui, hal ini menggernbirakan hati Ho Ang.Yo.
Diapun telah memiliki rencana sendirida itu disaat dia disakiti hatinya oleh Hee Soat Gie dan Un Gie, karena sampai menjelang kematian kedua orang itu mereka masih saling mencintai, dan disaat telah menjadi tulang-tulang tengkorak dan abu jeaasah, ternyata mereka masih bisa berkumpul, maka Ho Ang Yo telah bertekad untuk mencari Ceng Ceng guna melampiaskan sakit hatinya itu, dimana dia ingin menyiksa Ceng Ceng dengan siksaan yang sehebat-hebatnya. Dengan berhasilnya dia menjadi kauwcu dari Ngo Tok Kauw kembali, niscaya dia akan dapat memenuhi cita-citanya itu.
Teringat akan kenangan-kenangan atas pengalamannya tiga tahun yang terlunta-lunta seperti itu. Ho Ang Yo telah tersenyum menyeringai menyeramkan diatas pembaringan. Dia telah nekad nanti mencari Sin Cie dan Ceng Ceng, juga Ho Tiat Cu. Diapun ingin memperlihatkan kepada orang-orang kangouw. Bahwa Ho Ang Yo telah bangkit kembali dengan Ngo Tok Kauwnya, yang akan menjagoi rimba persilatan.
– ooOoo –
MENJELANG fajar Liang Kuang dan Bun Thie telah minta diri berpamitiln, dimana mereka ingin pergj menghubungi anggota-anggota Ngo Tok Kauw yang lainnya. Mereka telah meminta kepada Ho Ang Yo agar menantikan mereka di rumah penginapan di kota tersebut. agar mempermudah mereka bertemu lagi. tentu saja Liang Kuang dan Bun Thie ingin memberitahukan anggota Ngo Tok Kauw agar datang dan berktimpul di kota tersebut untuk bertemu dengan kauwcu mereka yang baru.
Ho Ang Yo memang tak keberatan, dia telah berkelana selama tiga tahun tanpa tujuan. Waktu itu dia malah kuatir kalau- kalau Ho Tiat Cu masihh memegang keduduhan Kaucu Ngo Tok Kauw. Namun henyataannya sekarang, jutsru Ho Tiat Cu sama sekali meningalkan begitu saja perkumpulan tersebut, dan telah resmi jadi murid Hoa San Pay. muridnya Wan Sin Cie.
Dengan demikian Ho Ang juga yakin. bahwa dia tentu akan dapat mempengaruhi semmua anggota Ngo Tok Kauw pula dibawab pimpinannya. Karena itu, Ho Ang Yo juga berpesan kepada Liang Kuang dan Bun Thie, agar mereka sendiri didalam waktu dua bulan, walaupun belum berhasil menghubuugi semua anggota-anggota Ngo Tok Kauw, harus kembali menghadap padanya dikota ini, karena diwaktu Ho Ang Yo bermaksud untuk mengadakan sembahyang besar, dimana dia akan menyelenggarakan upacara pengangkatan kauwcu Ngo Tok. Kauw.
Begitulah selama Liang Kuang dan Bun Thie tengah pergi menghubungi anggota-anggota Ngo Tok Kauw lainnya, selama itu Ho Ang Yo tetap berdiam dirumah penginapan tersebut untuk memantikan kembalinya mereka.
Sesungguhnya Ho Ang Yo tidak sabar berdiam diri terus- menerus dirumah penginupan, dia ingin pergi berkelana juga. Namun untuk lancarnya usaha dan rencananya menyebahkan Ho Ang Yo tiaras dapat menindih perasaannya itu. Setiap hari dia hanya berkeliaran didalam kota tersebut.
Tetapi sore itu, ketika Ho Ang Yo tengah berada di tengah- tengah keramaian kota itu, mendadak pundaknya telah membentur pundak seseorang. Itulah seorang laki-laki bertubuh agak besar, dengan kumis dun jenggot yang hitam, mukanya juga bengis. Ketika benturan itu terjadi, laki-laki ini mendelik pada Ho Ang Yo, dia telah membentaknya dengan suara yang galak sekali.
“He, nenek tua bangka, apakah kau buta?”
Ho Ang Yo memang memiliki adat yang aseran sekali.
Sekarang dia dibentak begitu, dia balas membentak.
“Engkau yang buta atau aku?" tanyanya dengan suara yang datar.
Muka lelaki itu berubah semakin bengis, tampaknya dia marah bercampur heran, karena tidak biasanya ada orang berani kurang ajar padanya. Terlebih lagi kali ini adalah seorang nenek- nenek yang mukanya rusak dan tangannyapun hanya tangan kanan belaka, usianya telah lanjut. Ketika tersadar dari tegurannya dia telah membentak dengan bengis, “Kau benar- benar mencari mampus nenek tua keparat, biarlah kedua biji matamu akan kukorek keluar!” sambil berkata begitu, tampak lelaki itu telah mengulurkan tangan kanannya, dia bermaksud mencengkeram baju si nenek ini, tapi kemudian baru ia akan membarengi dengan gerakan tangan kirinya untuk menotok kedua biji mata si nenek agar si nenek jadi buta.
Melihat orang yang telengas, Ho Ang Yo tidak terkejut. Selama dia memimpin Ngo Tok Kauw bersama-sama Ho Tiat Cu dan sebelum tangannya yang kiri itu buntung, dia memang memiliki sifat yang telengas juga. Diapun memang pandai menggunakan tiga puluh enam jenis racun. Dengan demikian seringkali dia menurunkan tangan kematian untuk korban- korbannya tanpa berkedip. Walaupun kini ia telah bercacad, dengan hanya memiliki tangan tunggal belaka, diapun tidak jeri.
Dia hanya berdiri diam di tempatnya, mengawasi tangan orang yang tengah meluncur itu akan mencengkeram, berbareng diapun telah menggerakkan tangan kanannya. Waktu tangan kanan lelaki bertubuh tinggi besar itu hampir mencengkeram bajunya, waktu itulah tangan kanan si nenek bergerak mencengkeram.
Laki-laki itu semula tidak memandang sebelah mata pada si nenek, yang dianggapnya sebagai seorang nenek yang tidak berguna, sekali sempar diapun akan dapat merubuhkan nenek itu sambil menotok kedua biji matanya, agar sinenek menjadi buta. Namun bukan main kaketnya ketika dia merasakan cengkeraman tangan si nenek bukan saja keras dan kuat, dia merasa kesakitan sekali, karena pergelangan tangannya itu seperti juga dijepit oleb jepit besi. Dengan demikian telah membuat lelaki bertubuh tinggi besar itu telah mengeluarkan seruan nyaring, seruan kesakitan, diapun berusaha menarik pnlang tangannya namun sama sekali tak bergeming, dimana pergelangan tangannya itu tetap kena dicengkeram kuat sekali oleh si nenek tua she Ho tersebut.
“Hemm, kau ingin merabutakan mataku?” tanya Ho Ang Yo dengan suara yang dingin dan bengis. “Justru engkau yang nanti kabuat buta sepasang matamu itu!"
Setelah berkata begitu, dengan gerakan cepat sekali dan sulit diikuti oleh pandangan mata manusia biasa. tahu-tahu Ho Ang Yo telah melepaskan cengkeraman tangannya pada tangan laki-laki bertubuh tinggi besar itu, dimana dia telah melepaskannya dengan membarengi menggerakkan tangan kanannya itu, dia menotok kedua biji mata laki1 tersebut.
Lelaki bertubuh tinggi tersebut girang waku pergelangan tangannya tak dicengkeram terus oleh si nenek, dimana dia menarik pulang tangannya itu. tetapi betapa terkejutnya dia ketika tahu-tahu didepan matanya berkelebat bayangan hitam, yang rupanya tangan sinenek, yang menyambar kearah matanya. Dia kaget sampai, memgeluarkan seruan tertahan. cepat-cepat menjejakkan kedua kakinya, tubuhnya melompat ke helakang dengan gesit sekali, tapi gerakannya itu biarpun dilakukan sangat cepat, toh masih, terlambat juga, karena tahu-tahu pandangan lelaki bertubuh tinggi besar tersebut jidi kabur dan gelap juga diapun merasakan kesakitan yang hebat pada kedua matanya itu. sambil meraung-raung dia mempergunkan kedua tangannya itu untuk menutupi mukanya.
Ternyata kedua biji matanya telah berhasil dicongkel keluar oleh jari tangan kanan Hoang Yo dimana kedua biji mata itu masih berada dalam telapak tangan Ho Ang Yo, yang dibuat mainan oleh si nenek she Ho tersebut dengan memperlihatkan senyuman bengis, telapak tangannya itu, dengan kedua bola mata dari lelaki bertubuh tinggi besar tersebut telah berlumuran darah yang memerah, menitik jatuh ke jalanan keatas salju yang memutih, sehingga titik-titik merah yang kontras sekali dengan diama salju tersebut, tampaknya mengerikan sekali.
Lelaki bertubuh tinggi besar tersebut, yang tengah menderita kesnkitan dan tidak bisa melihat lagi, dengan kedua tangan masih menutupi mukanya, berlari-lari kesana-kemari, membentur beberapa pintu rumah orang dan juga pohon-pohon. Dia masih meraung-raung dan berlari-lari.
Sedangkan Ho Ang Yo sendiri dengan sikap yang tenang, tapi dengan wajah yang bengis, telah membuang kedua bola mata yang baru dikorek keluar itu ke atas tumpukan salju, menggelinding jauh sekali. Dia sendiri telah memutar tubuhnya berlalu dengan langkah yang perlahan.
Peristiwa tersebut memang disaksikan oleh beberapa orang yang kebetulan lewat di tempat tersehut, namun mereka tak berani mencampuri nya, mereka hanya berdiri tertcgun dan takjub mengawasi dengan perasaan ngeri, terutama sekali pada kedua bola mata yang menggdinding
dan kemudian meoggeletak ditengah jalan diatas tumpukan salju.
Ho Ang Yo telah kembali ke rumah penginapannya. Dia kemudian meminta kepada pelayan agar disediakan air guna mencuci tangannya. Barulah kemudian kembali ke kamarnya untuk rebah di pembaringan dan kemudian dia tertidur nyenyak. Suara dengkurnya nyaring sekali. Tampaknya Ho Ang Yo tidur dengan perasaan yang puas.
Tapi diwaktu itu. kurarg lebih Ho Ang Yo baru tidur seminuman teh,telah terdeugar ribut-ribut diluar rumah penginapan. Dua puluh laki-laki bertubuh tinggi besar dan bermuka bengis, dengan ditangan masing-masing mencekal senjata tajarn, telah berterriak-teriak bengis. Bahkan salah seorang diantara mereka telah menjambret mencengkeram baju seorang pelayan rumah penginapan, membantingnya kelantai dengan keras, menandakkan pedangnya mata itu di leher si pelayan, bentaknya, “Mana nenek tua keparat yang mukanya seperti setan ttu?"
Pelayan itu mengigil ketakutan. Dia memang waktu melihat pertama kali pada Hoang Yo, dia merasa ngeri. Dengan demikian segera dia mengetahui bahwa tamu-tamu yang garang ini mencari si nenek yang mukanya rusak itu.
“Dia … dia … dia ada di kamarnya!” kata pelayan itu dengan suara yang terbata-bata.
“Panggil dia keluar ……!” bentak laki-laki bengis itu.
“Ya, cepat panggil ia keluar!” bentak beberapa orang kawannya tak kalah bengisnya. “Jika kau berlaku ayal, batang lehermu sendiri yang akan kami kutungi!”
Pelayan itu ketakutan bukan main, berulang-kali dia telah mengiyakan, kemudian cepat dia masuk kedalam untuk menghampiri kamar Ho Ang Yo yang diketuknya dengan tangan yang gemetaran karena dia tengah ketakutan sekali. Waktu memanggil-manggil suaranya juga gemetaran memanggil.
Ho Ang Yo terbangun dari tidurnya, hatinya jadi tak senang karena merasa diganggu ketenangan tidurnya. Dia turun dari pembaringannya, kemudian bentaknya, “Siapa?!”
“Siauwjin … ada orang yang mencari popo …!” menyahut pelayan itu dengan suara tergagap.
Dan saat itu Ho Ang Yo waktu membuka pintu kamarnya dilihatnya muka pelayan itu pucat, tampaknya pelayan itu ketakutan. “Kenapa kau?” tegur Ho ang Yo. Kemudian dengan suara tak senang, sepasang alisnya mengkerut dalam-dalam, “Dan siapa yang mencariku?”
“Di luar ada beberapa puluh orang yang mencari popo.” Menyahut pelayan itu dengan suara tergagap.
Saat itu Ho Ang Yo telah menduga kepada kawannya lelaki bertubuh tinggi besar yang bola matanya telah dikorek keluar. mungkin kedatangan mereka itu untuk menuntut balas sakit hati dari kawannya yang telah dicelakainya itu.
“Baiklah …..!” mengangguk di nenek, “Aku akan segera keluar untuk menemuinya!”
Pelayan itu mengangguk berulang-kali, kelihatannya dia ketakutan sekali. “Harap Popo keluar lehih cepat. jika aku yang keluar lebih dulu, tentu mereka akan menyiksa dan membunuhku!" kata petayan itu yang rupanya tahu penyakit yang tengah menantinya jika saja dia keluar dulu. Karena dia telah mohon agar si nenek keluar lebih dulu, agar dia tidak disiksa dan dibunuh oleh puluhan orang yang ganas dan bengis itu.
Ho Ang Yo berdiam sejenak, namun dia mengangguk. “Baiklah ikut aku keluar!" katanya dengan sikap yang
tenang. Ho Ang Yo keluar dan dia melihat dua puluh lebih laki-
laki yang semuanya memiliki tampang menyeramkan dan ditangan mereka mencekal senjata tajam, tengah mengeluarkan suara bentakan-bentakan yang sangat bengis.
Ketika melihat si nenek, mereka telah meluruk untuk mengurung sinenek Ho tersebut. Sipelayan telah menggigil ketakutan, hampir saja dia jatuh terduduk. Untung dia masih bisa mengerahkan sisa tenaganya, dia menyingkir ke samping, sedangkran orang-orang yang mergepung Ho Ang Yo sama sekali tidak berusaha menahannya, mereka hanya memandang bengis pada nenek Ho itu, dinana senjatanya siap untuk gigerakkan untuk menyerang.
Dikala itu tampak Ho Ang Yo dengan wajah tidak kalah bengisnya dan juga menyeramkan sekali karena mukanya yang rusak seperti itu, telah membentak. “Apa yang kalian ingin kan?"
“Kami hendak mencincang tubuhmu, nenek tua bangka keparat …. "' menyahuti beberapa orang itu dengan serentak., diliputi kegusaran yang sangat.
“Hemm, apakah kalian sahabat-sahabat dan laki-laki yang tadi kukorek, kedua biji matanya?" tanya Ho Ang Yo dengan suara tidak kalah be agisnya.
“Tepat!” kata beberapa orang diantaranya.
“Kami justru menhendaki kematianmu, yang akan kami cincang lumat!"
Ho Ang Yo tertawa dingin. “Baik silahkan.... siapa yang ingin maju lebih dulu untuk mencicang tubutiku?" menantang Ho Ang Yo.
Dia memang waktu itu telah melihat, jumlah orang tersebut sangat banyak, tapi dia tak jerih. karena Ho Ang Yo sebagai seorang yang memliki kepandaian tinggi, dia telah mengetahuinya bahwa semua orang-orang. itu merupakan manusia-manusia kasar tidak punya guna, dimana kepandaian mereka tentunya merupakan kepandaian biasa saja.
Kedua puluh orang lebih itu saling pandang dengan ragu. Semula mereka menduga akan bertemu dengan seorang nenek yang tangguh merupakan tokoh persiiatan. Tapi ketika melihat keadaan Ho Ang Yo yang tangan kirinya telah buntung, mukanya rusak seperti itu dan usianya demikian tua, mereka jadi ragu-ragu.
karena mereka jadi bimbang serta setengah seorang nenek dengan keadaan seperti ini. percaya bahwa
– ooOoo –