Golok Sakti Bab 20 : Si Cantik Dari Kebun Sayur (Tamat)

Bab 20 : Si Cantik Dari Kebun Sayur (Tamat)

"Co lopek, kau bersabar dahulu sebaiknya kau pikir matang-matang jangan sampai kita menyesal dibelakang hari"

"Aku sudah yakin benar bahwa aku akan berhasil menyelidikinya, keuntungan toh bukannya untuk aku tapi untuk kau sendiri bukan ?"

Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia memikirkan kata katanya Seng Giok Cin, yang tidak menyetujui ia ikut ikutan menyelidiki benda ajaib itu.

"Nah, sekarang begini saja," katanya, "Urusan itu baik kita tunda dahulu, Lain kali kita bicarakan pula. Sekarang aku membutuhkan bantuan lopek."

"Bantuan apa ?" tanya si orang tua heran-

"Suheng lopek itu sekarang ada tinggal di mana ?"

Co Kang cay gelengkan kepala, "Aku tak dapat mengatakan alamatnya Tiong Jong"

"Lopek, bukankah kau menyayang pada Tiong Jong? Kenapa mau menyembunyikan tempat suheng mu ?"

"Untuk apa kau hendak mengetahui tempat tinggalnya ?"

"Penting. Aku ingin mengetahui rumahnya, sebab aku ingin pergi kesana "

"Kau kau . . ." kata co Kang cay seperti yang ketakutan-

Ho Tiong Jong ketawa. "Kau jangan ketakutan, co lopek. Bukankah kau pernah mengatakan rejekiku besar dan belakang hari akan menjadi orang ternama?"

"Betul, tapi kenapa kau hendak mencari suhengku?"

"itulah ada sebabnya." sahut Ho Tiong Jong tenang,

"Aku tahu sekarang, memang benar kepandaiannya suheng lopek ada sangat di segani dikalangan Kang-ouw, tapi sekarang sudah mengasingkan diri, Tidak ingin mencampuri urusan dunia lagi, Hal mana, sebenarnya sungguh dibuat sayang kalau dia pasti meninggal dunia tidak menurunkan kepandaiannya kepada salah seorang yang ia penuju untuk menjadi akhli warisnya.?"

"Kau menebak jitu sekali, lopek"

"Ha ha ha..." co Kang cay tertawa, "Pengharapanmu sia-sia saja, dia tidak suka dirinya dikenali orang lagi, Aku takut memperkenalkan kau kepadanya."

"Kapan rejekiku besar, untuk apa kau takuti padanya?"

co Kang cay terkejut, Diam diam ia berpikir memang kalau dilihat tampang mukanya Ho Tiong Jong rejekinya besar dan di kemudian hari akan menjadi orang ternama. Mungkin tidak ada bahayanya kalau nanti ketemu dengan suhengnya.

Tiba-tiba ia seperti menemukan jalan untuk membikin suhengnya suka menemui Ho Tiong Jong, Maka dengan girang ia berkata.

"Tiong Jong suhengku itu tak mau menemui orang, Tapi aku ada satu akal untuk ia keluar dari sarangnya. Kau pergi kesana, dengan sengaja membuat onar, membikin rusak apa-apa dalam kampungnya, pasti dia akan keluar menemui kau, Kalau dengan sengaja kau minta-minta ketemu padanya,

jangan harap dia bisa keluar menemui padamu, bagaimana kau pikir?"

Ho Tiong Jong lerkejut, "Lopek mana bisa aku berbuat demikian? Bisa-bisa aku nanti diganyang oleh suheng mu."

"Kapan rejekimu besar, apanya yang ditakuti, bukan?"

Si orang tua ketawa nyengir, sementara Ho Tiong Jong berubah wajahnya seperti yang sakit gigi.

Ternyata omongannya tadi dapat dibuat pentungan oleh si orang tua. Akhirnya ia ketawa juga dan menyetujui pikirannya co Kang cay.

Selagi mereka uplek berunding. tiba-tiba muncul Li lo sat ie Ya. Dengan muka berseri-seri ia berkata. "Hei, kalian berdua begitu asyik berunding, apa sih yang dibicarakan yang begitu gembira? Ajak aku boleh tidak?"

ie Ya berkata sambit menghampiri kursi, diatas mana ia duduk tanpa dipersilahkan pula oleh dua orang yang sedang berunding itu.

Ho Tiong Jong tidak enak hatinya, kalau terus berlaku tawar kepada ie Ya, sebab biar bagaimana juga, iblis cantik ini ada menjadi salah satu tuan penolongnya. Maka ketika Ie Ya mengambil tempat duduk sambit ketawa ia berkata.

"Ah, encie Ie, tidak ada apa-apa yang penting dirundingkan. Hanya kita dapat bertemu lagi, rasa girang telah ditumpahkan oleh masing-masing."

"Ouw, begitu? Bagaimana tentang perjalananmu setelah meninggaikan kuil Kong beng si? Betul-betul hebat kepandaian adik Jong, apalagi setelah kau digembleng oleh Tay-Hong Hosiang..."

"Encie Ie..." memotong Ho Tiong Jong, tapi ia tidak dapat melanjutkan kata-katanya karena merasa sangat sedih mendengar disebutnya nama Tay Hong Hosiang. co Kang cay

melihat sikapnya Ho Tiong Jong telah salah anggapan- Dikiranya pemuda itu ada kata-kata penting untuk di sampaikan kepada ie Ya, tak dapat dilampiaskan karena adanya ia disitu, Maka sambil berbangkit dari duduknya ia berkata.

"Tiong Jong, dan kau nona Ie, aku mohon diri karena aku ada urusan lain . . ." ia berkata sambil angkat kakinya ngeloyor.

Kali ini ia tidak dibentak "jangan bergerak" oleh Ie Ya seperti temjo hari, hanya kepergiannya itu diawasi oleh si Nona dengan bersenyum manis. Setelah orang tua itu berlalu ie Ya telah menanya pula pada Ho Tiong Jong.

"Adik Jong, bagaimana oh, sungguh kejam sekali kawanan gadis itu, mereka telah membakar kuil, sehingga rata dengan tanah, Sungguh mengerikan sekali waktu itu ketika aku mendengar jeritan dari hweshio yang tak dapat melarikan diri menjadi mangsanya si raja merah yang mengamuk tanpa dapat ditahan-"

"Enci ie, bagaimana dengan Tay Hong Hosiang.... ?"

"Aku sendiri tidak tahu, sebab sewaktu api hendak menjilat lebih luas, aku sudah meninggalkan Kong Goan suhu dan menyelamatkan diri. Kau tahu sendiri aku tak dapat dengan terang-terangan membantu pihaknya kawanan hweshio itu karena aku terikat dengan sumpahku kepada Khoe Pocu."

Ho Tiong Jong menundukan kepala, sepasang matanya sejenak tampak beringas, "Aku akan membalas dendam kepada orang orang kejam itu Harus, harus aku membalaskan sakit hati atas kematiannya Tay Hong Hosiang yang baik budi...."

Demikian ia terdengar bicara sendirian, Ie Ya yang paling tidak takuti segala apa, sejenak ketika Ho Tiong Jong beringas, bulu romanya pada bangun juga, ia tidak

menyangka si pemuda yang tampan dan murah ketawanya itu dapat mengunjukkan sikap yang demikian menakuti.

"Memang menjemukan perbuatannya itu," kata Ie Ya. "tapi waktu itu kau terus ke- mana? Apa kau menyusul itu orang berkedok kuning? siapakah dia?"

XXXIV SI CANTIK DARI KEBUN SAYUR

Ho Tiong Jong terkejut mendengar disebutnya si kedok kuning. "Habis kau terus pergi kemana?"

"Aku pikir, kau berlaku nekad-nekadan, tak ada faedahnya. Akhirnya aku akan dikepung oleh banyak musuh. Maka aku sudah meninggalkan mereka dengan maksud pada suatu hari aku akan mengunjungi pusatnya Perserikatan Benteng perkampungan untuk menuntut balas atas kekejaman mereka di Kong-beng si. Tapi aku tidak mengira kalau kekejaman mereka tidak hanya sampai pada membunuhi padri-padri disitu saja, tapi juga mereka sudah membakarnya kuil Kong beng-si yang dibangun oleh Tay Hong Hosiang dengan susah payah.

Ie Ya tertawa tawar "Kekejaman demikian untuk mereka sudah biasa, Tapi yang mengherankan aku itu orang berkedok kuning, dengan mati-matian telah bertempur dipihak kita, ilmu pedangnya sangat hebat. Tidak gampang orang itu menemui tandingan yang setimpat. Khoe cong yang ganas, boleh dikata tidak nempilpada kepandaiannya." Ho Tiong Jong membisu.

"Hei, kenapa kau tidak bicara? Apa kau tidak tertarik oleh pertolongannya si kedok kuning?"

"Enci ie, justru aku sedang memikirkan dirinya. Aku sebenarnya pada waktu itu betul sudah menguber pada si kedok kuning, hanya sayang aku tak dapat menyandak, dia sungguh hebat ilmu mengentengi tubuhnya. Dia rupanya tidak ingin menerima pengucapan terima kasihku."

"Aku menyesal, sebab aku juga kepingin tahu siapa adanya orang itu sudah kesudian turun tangan membela kita, kau rupanya membohongi aku, Adik Jong ?"

"Bagaimana enci dapat berkata begitu?"

Li-losat Ie Ya tertawa getir, "Adik Jong, aku percaya kau sudah menyandak dirinya si kedok kuning ber..."

"Enci ie.." memotong Ho Tiong Jong.

"Aa, kau jangan mendustai encimu. Si kedok kuning itu ada hubungan erat denganmu, betul tidak tebakanku ?"

Ho Tiong Jong gaga-gugu, ia sebenarnya tidak mau menyakiti hatinya le Ya, yang ia tahu benar ada menyintai dirinya, sebab kalau ia omong terus terang bahwa si kedok kuning ada Seng Giok Cin tentu hatinya nona Ie menjadi kecewa.

Tapi, sekarang di tebak demikian oleh si iblis cantik Ho Tiong Jong jadi kebingungan bagaimana ia harus menjawabnya.

"Adik Jong." kata Ie Ya dengan suara agak tidak lancar, "aku tak perlu menyebutkan namanya si kedok kuning, karena dari sikapmu diam-diam kau sudah mengakui tepatnya tebakanku atas dirinya, Aku tidak harus menyampuri urusanmu dengan dia. hanya dalam urusan pembakaran Kong beng si bagaimana juga harus aku turut menginsafi semangatmu yang tenggelam dalam lautan asmara." Ho Tiong Jong merah selebar mukanya.

"Adik Jong." kata pula le Ya. "Tay Hong Hosiang sudah demikian baik hati terhadap dirimu. Dia telah mengorbankan tenaga dalam untukmu sehingga dia binasa dalam lautan api, ini harus kau ukir dalam otakmu benar-benar. Satu waktu kau harus cari orang yang telah bersalah, yang menyebabkan kuil Kong beng si terbakar dan menjadikan kematiannya orang terhadap siapa kau ada berhutang budi."

Ho Tiong Jong merah matanya. Butiran air mata tanpa dirasa telah menerjang keluar dari kelopak sepasang matanya.

Pemuda gagah itu melepas air matanya dengan pikiran sangat kalut.

Ia memang berhutang budi pada Tay Hong Hosiang tapi siapa mau dikata, orang yang baik terhadap dirinya itu kini sudah berada ditempat baka. Baginya, tidak jalan lain, untuk membuat rochnya ditempat baka merasa senang, adalah mencari orang yang membakar kuil Kong-beng-si untuk membalaskan sakit hatinya.

"Enci ie...." jawab Ho Tiong Jong dengan suara parau, "perkataanmu tidak salah, terima kasih atas perhatianmu. Aku ingat betul akan nasehatmu ini."

"Aku tidak perlu dengan terima kasihmu. Asal kau selalu ingat diriku, aku sudah merasa girang dan bahagia..."

Ho Tiong Jong terkejut, matanya menatap pada nona Ie yang cantik, kecantikan dalam bentuk lain dan Seng Giok Cin kekasihnya itu. nona Ie ada mempunyai kecantikan dan daya penarik lain, hingga ketika matanya kebentrok dengan sorot mata Ie Ya yang haus dengan cinta pemuda impiannya itu, membuat hatinya Ho Tiong Jong tergetar.

Tapi untung ia lekas sadar. Pikirnya dengan menimbulkan urusan asmara baru dengan si iblis cantik dirinya akan menemui kesulitan berlarut-larut, ia tak dapat melupakan gadis yang telah menempati hatinya terlebih dahulu, maka matanya yang tadi memandang dengan mesra telah berubah dan cepat-cepat ia tundukkan kepalanya.

Li-lo sat Ie Ya bersenyum getir, ia mengerti anak muda itu tak dapat ia miliki. Hatinya sudah kena direbut oleh Seng-Giok Cin.

Terdengar ia menghela napas panjang, Ho Tiong Jong rasakan hatinya pilu, ia mengerti bahwa Ie Ya seperti yang

putus asa hendak merebut hatinya yang ia sudah berikan pada Seng Giok Cin.

la tidak tahu saat itu bagaimana ia harus berbuat, untung ketolongan dengan munculnya co Kang cay yang mengundang Ho Tiong Jong dan Ie Ya datang diruangan makan, dimana sudah tersedia hidangan untuk mereka.

"Tiong Jong, hidangan sudah siap untukmu. Mari kita makan, nona Ie mari kita makan-.." demikian tuan rumah mengundang dengan ramah.

"co lopek, kau terlalu memperhatikan padaku." kata Ho Tiong Jong.

"Kau habis melakukan perjalanan dari tempat jauh, seharusnya kau lekas-lekas menangsel perutmu. Anak muda, mari kita makan .... ha ha..." co Kang cay berkata sambil menggandeng Ho Tiong Jong.

Ie Ya kesal hatinya dengan munculnya si orang tua, tapi ia pikir lagi, memang benar juga Ho Tiong Jong datang dari tempat jauh seharusnya ia menemukan hidangan terlebih dahulu, baru bercakap-cakap dengan gembira.

Maka ia dengan tidak berkata apa apa telah mengikuti dua orang itu berjalan ke ruangan makan, sesampainya disitu Ho Tiong Jong berkata.

"co lopek perutku memang sudah minta diisi, tapi badannya rasanya lengket dengan debu diperjalanan maka aku permisi mandi dahulu saja..." Pemuda itu berkata dengan Jenaka.

"Tentu, tentu . . IHei. cin Siang mari sini" ia memanggil pelayannya, yang segera menyamperi, "kau bawa Ho Siauw ya kekamar mandi. Terlebih dulu kau bawa kekamarnya yang lalu sudah ku beritahukan padamu, baru kau antar kekamar mandi, Kau baik-baik melayani Siauw ya ya "

Ho Tiong Jong ketawa nyengir, ia melirik pada ia Ya dan berkata.

"Enci le, kau turut co lopek dulu menghadapi hidangan. Tak usah menantikan aku, makan saja lebih dahulu."

Ie Ya hanya mesem, Kemudian ia mengikuti co Kang cay masuk keruangan kamar makan, disana ia bercokol menghadapi hidangan, Tapi ia tak mau makan sendirian, ia nantikan sampai Ho Tiong Jong datang supaya dapat makan bersama-sama. Lama juga Ho Tiong Jong pergi mandi sehingga si Nona kekesalan-

"nona Ie, kau makan saja lebih dahulu, jangan tunggu Tiong Jong mungkin dia lama dikamar mandi."

"Biar, biarlah aku menantikan dia."

co Kang cay tidak berkata apa-ala lagi, ia agaknya jerih kepada ini nona galak.

sebentar lagi, Ho Tiong Jong muncul juga di ambang pintu.

Ia melihat keduanya membungkam, hidangan masih belum ada yang ganggu, rupanya mereka menanti kedatangannya, Maka cepat-cepat ia masuk dan mengambil tempat duduk sambil berkata.

"co lopek. enci Ie, kenapa kalian belum makan? Mari kita makan-"

Ho Tiong Jong tanpa sungkan-sungkan lagi sudah kerjakan sumpitnya menyumpit daging ayam yang empuk lalu dimasukan kedalam mulutnya, kemudian disusul dengan nasi, ia makan dengan lahapnya. Dalam beberapa saat ia sudah menyikat tiga mangkok nasi. selama makan Ho Tiong Jong tidak banyak bicara.

Ie Ya yang menunggu-nunggu Ho Tiong Jong bercerita ternyata kecele, ia terhadang timbulkan soal sebagai bahan pembicaraan, akan tetapi Ho Tiong Jong menjawab dengan "Ya" atau anggukkan kepala saja.

Setelah mereka selesai makan, Ho Tiong Jong omong-omong sebentaran dengan co Kang cay dan ie Ya, kemudian permisi tidur siang-siang dengan alasan badannya sangat lelah.

Kembali Ie Ya merasa kecewa, ia juga kemudian telah masuk tidur, Dalam kamarnya, Ho Tiong Jong tidak dapat tidur, pikirannya bekerja, Menurut pengunjukkan co Kang cay suhengnya itu ada bertempat tinggal tidak jauh dari pintu kota sebelah timur, Mereka ada muridnya In Kay, yang di maksudkan In Kay tentu In Kie Lojin-

Dari otaknya yang cerdik, ia menduga pasti bahwa Sim Pek Hian, suhengnya co Kang cay itu bukan lain daripada akhli waris In Kie Lojin yang termasyhur ia telah menyembunyikan dirinya dalam sebuah tempat yang sunyi dengan penduduk beberapa gelintir saja, ia memperkenalkan namanya sebagai seorang she Sim.

Dengan berbuat demikian ia tidak mengalami kesulitan dari pihaknya orang-orang Perserikatan Benteng perkampungan yang mengarah kitab "Kumpulan ilmu silat sejati" yang ia sembunyikan pada suatu tempat rahasia.

Meskipun sudah berjalan berpuluhan tahun tidak kedengaran orang-orang dari Perserikatan Benteng perkampungan menyelidiki akan kitab pusaka itu, akan tetapi ia selalu waspada, ia tidak ingin kitab wasiat itu jatuh ketangan orang sembarangan yang akan membuat huru-hara dalam dunia Kang ouw. Ho Tiong Jong gulak gulik dipembaringannya.

Pikirnya, "bagaimana ia harus bertindak untuk menghadapi jago tua yang merahasiakan dirinya itu? ia harus memilih jalan sangat hati-hati, kalau tidak, niscaya maksudnya untuk minta diterima jadi muridnya si orang tua itu akan gagal."

Ho Tiong Jong merasa kepandaiannya belum sempurna, ia harus belajar lagi kepada orang pandai itu, yang memiliki kitab

pusaka jilid ke satu, yang didalamnya ada dilukiskan berbagai ilmu silat yang sangat tinggi.

cara ilmu silat berbagai cabang bagaimana dipraktekkannya ada ditulis dengan lengkap dalam kitab itu, Dalam jilid kedua, yang demikian itu tidak ada.

Hanya tertulis komentarnya saja dan sedikit petunjuk-petunjuk bagaimana orang memelihara badannya supaya jadi kuat dan mempunyai tenaga dalam yang mahir.

Demikianlah, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ho Tiong Jong sudah bangun, setelah cuci muka, lantas ia keluar pergi ketoko untuk membeli barang yang akan diberikan kepada jago tua itu sebagai bingkisan perkenalan. Ie Ya tatkala mana masih belum bangun dari tidurnya.

Ho Tiong Jong setelah membeli barang-barang yang perlu sebagai bingkisan itu, tidak kembali kerumahnya co Kang cay, tapi langsung menuju kepintu kota sebelah timur untuk mencari Sim Pek Hian akhli waris dari in Kie Lojin.

Mulutnya mudah bertanya, maka tidak heran ia sudah dapat pertunjukan yang diingini. Mula-mula ia menemukan jalannya yang buruk. disana ada berdiri kira-kira sepuluh rumah yang jelek. pada setiap sampingnya rumah-rumah itu ada pekarangan yang lebar dan kebun sayur.

Ia berjalan sampai dirumah yang di ujung sekali, pintunya tertutup rapat dan sepi keadaan disitu, ia melihat kebun sayur yang terbentang disitu luasnya kira kira tiga bu sekitarnya dipagar oleh pohon-pohon berduri amat rapat, tingginya kira-kira satu tumbak. Ditengah-tengah kebun sayur itu ada sebuah rumah kecil, mencil sendiri. Pikirnya, apakah dia itu rumahnya Sim-Pek Hian?

Diam-diam ia menghela napas. orang pandai dalam dunia persilatan sampai mengumpat dalam rumah demikian kecil, tidak lain, karena maksudnya untuk melindungi kitab pusaka yang dimilikinya itu.

Ia berjalan masuk kedalam kebun sayur itu, Tidak jauh dari ia berjalan ia mendapat lihat ada tanah sedikit muncul sebuah kuburan, Sekitarnya dikitari oleh kira-kira dua puluh pohon Tho.

Kemudian ia menghampiri rumah kecil itu, justru ia hendak mengetuk pintunya, tiba-tiba sudah dibuka dari sebelah dalam dan tampak satu gadis remaja yang cantik sekali berjalan keluar.

Ho Tiong Jong terpesona oleh kecantikan si nona.

Dua pasang mata kebentrok, si nona sambil bersenyum telah tundukkan kepalanya dan meneruskan perjalanannya lagi.

Mulutnya sudah terbuka hendak menanya, akan terapi urung, karena si nona tampak jalannya cepat-cepat saja, Ho Tiong Jong tidak berani mengetuk pintu, hanya ia keluar lagi dari kebun sayur itu, ia menghampiri seorang wanita tua yang sedang menjemur pakaian-

Dengan laku hormat ia menanyakan rumah dalam kebun sayur itu siapa penghuninya? Benar seperti apa yang ia duga semula rumah kecil itu ada tempat tinggalnya Sim Pek Hian

Ia seorang tua, dan sudah tinggal disitu sepuluh tahun lamanya-Ho Tiong Jong berjalan lebih jauh. Di depannya salah satu rumah ia lihat ada duduk seorang anak lakl-laki berumur kira-kira dua belas tiga belas tahun sedang asyik membaca buku. Rupanya ia sangat tekun dengan pelajarannya, Ho Tiong Jong berhenti dan menanya.

"Adik kecii, kau kelihatan sangat tekun dengan pelajaranmu, sehingga melupakan keadaan disekitarmu, Siapa namamu adik kecil?"

Anak laki-laki itu tak lantas menjawab- hanya ia mengawasi pada Ho Tiong Jong beberapa saat, "kau siapa? Aku bernama Kioe Kie Hok." jawabnya kemudian,

Ho Tiong Jong tertawa, "Aku mencari teman" katanya, "tadi tak ketemu. Adik kecil, kalau kau suka terimalah bingkisan ini supaya aku tak berabe membawa pulang lagi."

Ho Tiong Jong berkata sambil menyerahkan bingkisan yang dibawanya, akan tetapi anak itu tak mau menerimanya.

"Tidak- tidak- aku tidak mau nerima." katanya, sambil tangannya ditaruh ke belakang lucu sekali kelihatannya.

"Kenapa kau tak mau terima, adik kecil?" tanya Ho Tiong Jong. Tapi sebelum anak itu menjawab, tiba-tiba ada suara memanggil nama anak itu.

"Kie Hok. Kie Hok. lekas masuk kedalam" demikian terdengar suara merdu dari sebelah dalam rumah. Tidak lama kemudian orang yang memanggil tadi telah unjukkan dirinya dan bukan lain kiranya ada si nona yang barusan Ho Tiong Jong lihat dirumahnya Sim Pek Hian.

"Enci, ini koko mau kasih bungkusan padaku, tapi aku telah menolaknya ..." kata Kho Kie Hok. sambil menunjuk pada Ho Tiong Jong.

Si nona memandang pada si pemuda dengan melototkan matanya.

Ho Tiong Jong tidak enak hatinya, ia kuatir si nona menduga yang tidak-tidak bahwa ia dengan memberikan bangkusan itu hendak membuat jahat pada anak kecil itu.

"Nona harap kaujangan salah paham. Aku memberikan bungkusan ini dengan setulus hati. Sebab orang yang kucari tidak ketemu, aku pikir dari pada aku bawa kembali bungkusan ini lebih baik diberikan pada adik kecil ini."

"Kie Hok. hayo masuk kedalam " memerintah sang enci, sinona ternyata tidak menghiraukan Ho Tiong Jong.

"Nona apa kau tidak percaya atas perkataanku barusan ?"

si nona yang hendak berjalan masuk kedalam mengikuti adiknya, telah baliki badannya dan berkata, "Siapa yang berkata pada mu tidak percaya ? Kau bilang begitu sendiri, mungkin bicaramu tidak benar."

Ho Tiong Jong melongo, ia tidak menduga sama sekali si nona akan berkat demikian-Hatinya sangat tidak enak. ia tak berjaya untuk melayani nona yang ketus dingin ini, kemungkinan besar, kalau diajak bicara lebih lama akan menimbulkan salah paham lebih hebat lagi.

Ho Tiong Jong jadi serba salah. Untuk meninggalkan begitu saja, ia pikir kurang pantas, maka ia berdiri menjublek sekian lama. Tapi ia akhirnya berlalu juga dari depan rumah itu, ketika melihat sinonapun tinggal membisu saja. Tapi belum berjalan berapa langkah ia mendengar gerutuannya sinona.

"Hm.. Masih baik kau tahu diri, kalau tidak sudah kuhajar kau."

Ho Tiong Jong merandek dan balik badannya menatap wajahnya si gadis, Si nona ada dari familie Kho. Gadis remaja yang cantik jelita. entah dengan siapa ia tinggal ditempat itu. Ketika melihat dirinya diawasi, ia balas memandang pada Ho Tiong Jong.

Wajah si pemuda yang tampan menawan dan pengawakannya yang tegap dan gagah, agaknya membuat tergetar juga hatinya si gadis cantik dari kebun sayur. Selebar mukanya menjadi merah, kemudian ia tundukkan kepalanya.

Terdengar Ho Tiong Jong tertawa perlahan. ia berpendapat bahwa gadis ini hanya diluarnya galak. sedang hatinya ada lemah.

Tertawanya si pemuda justeru menimbulkan salah paham pada nona Kho. Air mukanya tampak cemberut, dengan suar galak ia menanya.

"Kau tertawakan apa ? Hm Kau tentu mentertawakan aku, ya ?"

"Aku tertawakan kau juga bukan bermaksud jelek."

"Habis apa maksudnya ?"

Ho Tiong Jong kembali tertawa.

"Kau jangan main gila dengan nonamu, ya ?"

"Waduh galaknya. Kalah harimau..."

Wajahnya nona Kho cemberut-cemberut ketawa, mendengar si pemuda berkelakar.

"Niiih... harimau " bentaknya, seraya menyerang dengan tangannya yang halus.

"Eee... kok nyerang? Apa nona mau berkelahi dengan aku?" si pemuda menggoda seraya berkelit dari serangan sinona.

Gemas hatinya nona Kho, sebab giginya sampai bercatrukan.

Ia tidak menyangka, serangannya yang hebat tadi dengan mudah saja dapat diegoskan oleh pemuda tampan didepannya itu.

Nona Kho sebenarnya tidak ingin mengumbar napsu marahnya, karena biar bagaimana juga, barusan hatinya sudah kena ketusuk panah asmaranya Ho Tiong Jong, tapi karena keterlanjur barusan ia sudah menyerang, ia harus lanjutkan tindakannya.

"Lelaki tolol.jangan banyak omong" nona Kho membentak lantas menyerang lagi pada Ho Tiong Jong dengan gerakan yang gesit sekali. Kembali serangannya menemui tempat kosong.

Ho Tiong Jong yang diserang, bukan saja dapat menghindarkan serangan, tapi seperti setan saja dengan mendadakan sudah berada disampingnya si nona.

"Hei, nona, kau benar-benar ganas..." terdengar suara berbisik, nyelusup ke telinganya nona Kho yang saat itu sedang kebingungan kehilangan lawannya.

NONA Kho kaget bukan main, ketika nampak dirinya Ho Tiong Jong berada disampingny siapa kalau mau dengan mudah saja menyamber pinggangnya yang ceking langsing, cepat melompat menjauhkan diri.

"orang liar kau berani main-main dengan nonamu? Barusan aku lihat gerak-gerikmu didepan rumahnya Sim loya, aku sudah tahu kau ini bukannya orang baik-baik."

"Nona, kau jangan berkata sembarangan."

"Kalau bukannya orang liar, kenapa kau datang mengacau disini ?"

"Aku datang juga ada maksudnya."

"Maksud apa? Hendak mencuri barang, atau sengaja hendak mempersulit orang?"

Ho Tiong Jong tidak senang dikatakan hendak mencuri barang dan mempersulit orang, karena kedatangannya kesitu adalah dengan hati yang sujud hendak menemui orang pandai. Dengan sungguh-sungguh ia berkata.

"Nona, aku hampir tidak percaya seorang nona cantik jelita seperti kau ini dapat mengeluarkan kata-kata yang tak enak bagi orang yang mendengarnya."

"Habis, kau mau apa?" tanyanya galak. Ho Tiong Jong membisu.

"Kau tidak senang dikata-katai demikian, apa urusanmu. Kau boleh membela dirimu kalau ada mempunyai kepandaian- Kini sudah berhadapan dengan nonamu, jangan harap ka dapat lolos sebelumnya mendapat tanda mata atas perbuatanmu yang lancang."

"Baiklah, aku ingin lihat kepandaianmu sampai dimana."

Nona Kho ketawa ngikik, kepalannya yang kecil diayun menyerang si pemuda, tapi lagi-lagi menemui tempat kosong, Meskipun begitu telah mengejutkan juga si pemuda yang tidak mengira sama sekali kalau nona yang demikian sederhana ada mempunyai tenaga dalam yang mahir.

Angin serangannya berkesiur mendampar seolah-olah gelombang laut. Dengan tenang Ho Tiong Jong meladeni si nona bertempur Rupanya nona Kho sangat penasaran akan serangannya yang sudah dilakukan sampai tiga kali, tapi tidak ada satu yang dapat menyentuh Ho Tiong Jong, meski hanya ujung bajunya saja, Si nona bergerak dengan lincah, menyerang dan membela diri dengan bagus sekali hingga diam-diam Ho Tiong Jong merasa sangat kagum.

Pasti si nona sudah mendapat didikan orang pandai kalau tidak, dalam usia demikian muda mana bisa ia sudah mempunyai kemahiran dalam tenaga dalam?

Mengingat bahwa dirinya datang kesitu bukannya hendak mencari musuh, mengingat juga bahwa sinona ketika pertama kali sepasang matanya kebentrok dengan sorot matanya seperti yang tertarik olehnya, maka perlawanan Ho Tiong Jong tidak dengan sungguh-sungguh, malah kasihkan dirinya dicecer dengan tidak memberikan perlawanan apa-apa. Hal mana membuat nona Kho jadi heran.

"Hei, orang liar Lekas keluarkan kepandaianmu untuk dipertontonkan didepan nonamu, Aku mau lihat apa kau ada harganya untuk menjadi lawan dari nonamu ?"

Biar bagaimana Ho Tiong Jong berdaya sebisanya menahan sabar, kini ia mendengar kata-kata si nona yang jumawa, hatinya merasa panas juga.

"Nona sombong, aku she orang she Ho tidak mempunyai kepandaian-" Jawabnya, berbareng ia merubah cara bersilatnya. Kim-ci Gin-ciang dikombinasi dengan Tok liong ciang-hoat.

Tubuhnya berkelebat gesit seka1i hingga si nona yang barusan menang diatas angin, dalam sedikit tempo saja jadi kelab akan- Sebentar-bentar ia merasa ditowel bahunya, kupingnya dan lengannya, semua itu menyatakan bahwa ilmu silatnya si nona bukan tandingannya si pemuda.

Tapi nona Kho masih terus membandel dan memberikan perlawanan dengan gigihnya.

Lama kelamaan ia kena dipermainkan Ho Tiong Jong menjadi gemas juga. Dari gemas menjadi marah dan dari marah menjadi sedih, akhirnya ia lompat dari kalangan berkelahi sambil banting-banting kaki seperti hendak menangis ia berkata.

"orang she Ho, kau jangan kira ilmumu sudah tinggi hendak menghina pada seorang wantia. Betul-betul kau orang liar ini tidak tahu malu."

"Aku bukannya hendak menghina padamu, nona. Maaf atas semua perbuatanku tadi sebab memang juga bukannya menjadi aku punya maksud untuk bertempur dengan seorang wanita."

"Tutup mulutmu " bentak si nona, "Kalau kau benar satu laki-laki, jangan kita bertempur disini, mari ikut aku kekebun sayur, disana nanti kita akan mendapat kepastian siapa yang lebih unggul kepandaiannya."

Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala.

"Aku tidak berani bertempur lagi dengan kau?" kata pula si pemuda.

"Kenapa, apa kau takut? Hm Pengecut memang selalu merasa jerih hatinya."

Kembali Ho Tiong Jong dibikin panas hatinya oleh kata-kata si nona. "Apa kau kira aku takut padamu?" katanya lagi kemudian-

"Kalau tidak takut, kenapa jerih untuk berkelahi di kebun sayur?"

"Baik, silahkan kau jalan lebih dulu."

Si nona tanpa menjawab lagi, lantas enjot tubuhnya melesat dan sebentar saja sudah menghilang dari pemandangannya, Ketika Ho Tiong Jong sampai dikebun sayur, ia celingukan mencari si nona ternyata dia masih belum kelihaian-

Tidak lama kemudian ia lihat pintu rumah kecil yang ada ditengah-tengah kebun sayur itu sudah terbuka dan nona Kho kelihatan keluar dengan muka berseri-seri.

"Aaa.... dia tentu sudah lapor pada Sim Pek Hian untuk minta bantuan-" pikir Ho-Tiong Jong, "itu memang lebih baik, aku jadi dapat bertemu dengan orang pandai yang tak mau menemui tetamunya. Ha ha ha.." ia ketawa geli dalam hatinya. Tapi diam-diam ia memperhatikan kalau-kalau si tua ada ikut keluar dengan nona Kho.

Ternyata Sim Pek Hian tidak unjukkan batang hidungnya, malah pintu rumah telah dirapatkan lagi oleh nona Kho, kemudian ia menghampiri si pemuda yang sudah berada di lapangan kebun sayur,

Tampak air mukanya yang cantik mengunjukkan senyuman mengejek.

"orang liar, dengan kepandaianmu yang tidak seberapa rupanya kau sengaja hendak menghina kaum perempuan, sekarang kau menghinakan aku di tengah jalan, tentu perbuatanmu ini bukannya kali ini saja. Entah sudah berapa banyak nona-nona yang sudah diperhina olehmu. Nah, sekarang nonamu akan membalas dendam untuk perbuatanmu yang tidak senonoh itu."

"Nona. . ." menyelak Tiong Jong. "kau jangan sembarangan berkata. Aku bukannya itu lelaki yang kau maksudkan- Kalau

aku mau menghinamu. barusan untuk apa berlaku baik hati mengampuni kau. Aku siang-siang sudah menotok kau rubuh dan sekarang kau tak usah mengobralkan katamu yang menyakiti hati itu."

Nona Kho tak dapat menjawab, pikirnya benar juga kata-katanya si pemuda itu.

Mungkin ia bukannya orang jahat, kalau ia sudah mencaci demikian karena ia menuruti napsu gemasnya saja kepada pemuda gagah itu.

"Nona kalau aku berbuat salah, aku dengan senang hati memohon maaf dengan kau tapi kalau kau menuduh yang bukan-bukan benar-benar aku tak dapat menerima." kata Ho Tiong Jong lagi dengan roman serius.

Nona Kho mengawasi si pemuda, tanpa berkata-kata untuk sesaat lamanya.

Ho Tiong Jong menduga sinona sudah dapat dibikin mengerti dan menyesal akan bicaranya yang sembarangan itu maka melihat si nona diam saja ia tidak berkata-kata lagi, hanya menantikan apa jawabannya sinona nanti.

"Aaaa. . . kata-katamu boleh juga." kata nona Kho. "Untuk mendapat maaf dari aku mudah saja, aku minta kau berdiri tegak dan aku akan tempiling pipimu, barulah aku merasa puas dan memaafkan padamu, Kau tidak boleh membalas atau menyerang aku karena kalau berbuat demikian kau bisa celaka. Nah, jagalah sekarang aku menyerang"

Ho Tiong Jong mendongkol, ia tak mau diperhina orang perempuan maka ia sudah bersiap ketika sinona menyerang. Nona Kho ternyata telah melancarkan serangan dengan tangan kanannya hanya berpura-pura saja, sebab yang sebenarnya memukul ada tangan kiri mengarah mukanya. Bukan main si pemuda kagetnya, karena serangan yang dilakukan si nona ada demikian cepat dan tak diduga-duga hingga ia kena diakali.

Selebar mukanya menjadi merah karena menahan marah. Ketika tangannya si nona hampir memukul mukanya, ia lantas mendongakkan kepalanya, berbareng tangannya bekerja mengirim serangan, hingga nona Kho sempoyongan terdorong oleh dahsyatnya angin pukulan Ho Tiong Jong.

Nona Kho kaget dan ia tak berani menyerang lagi.

"Ha ha ha.,." terdengar Ho Tiong Jong ketawa, "Terima kasih atas seranganmu dan sekarang terimalah pembalasan seranganku."

Sambil berkata Ho Tiong Jong menyerang dengan ilmu serangan berantai, sehingga nona Kho menjadi kelab akan menangkis.

Tapi dengan pelahan-lahan nona Kho dapat melayani si pemuda dengan ilmunya yang sukar diterobosi serangan musuh, tangannya diputar membuat suatu lingkaran-

Ilmu lingkaran tangan itu mengandung angin keras, hingga Ho Tiong Jong bingung juga bagaimana caranya memecahkan ilmu itu. ia lantas menggunakan beberapa tipu pukulan dari Tok liong ciang-hoat untuk melayaninya.

Sayang tipu-tipu istimewa dari Tok- liong ciang-hoat warisan Tok-kay itu tak dapat menembusi pertahanan si nona, yang dengan gigihnya menangkis dan terkadang ia melancarkan serangan istimewa yang membuat Ho Tiong Jong bingung juga menghindarinya.

Pada suatu saat tiba-tiba Ho Tiong Jong lompat keluar dari kalangan berkelahi,

seolah-olah hendak menyudahi pertempuran yang belum ada keputusannya itu.

Terdengar nona Kho tertawa dingin. "ow kiranya kau belajar lompat juga? Sejak tadi aku tak bergerak..." sambil berkata ia melangkah mundur dan berdiri diatas galangan kebun sayur

"orang liar, kau berani bertempur disini, mari kesini. Kita bertanding di sini siapa yang melangkah keluar dari galangan dia dinyatakan kalah, bagaimana akur?"

Ho Tiong Jong tidak menjawab. Hatinya panas, seketika itu ia melesat dan dilain saat ia sudah berdiri didepan nona Kho.

Si nona menyambut kedatangannya si pemuda, setelahnya berdiri tegak dengan jurus serangan kedua oleh tangan kanan dan ke-arah muka dengan serangan tangan kiri.

Meski agak gugup, ternyata serangan-serangan itu dapat dihindarkan oleh Ho Tiong Jong.

Kemudian ia membuka serangan membalas, pertandingan diatas galangan kebun sayur ternyata sangat menarik hati, mereka kelihatan bertempur dengan sungguh-sungguh dan masing-masing pada keluarkan ilmu simpanannya.

Malah kali ini Ho Tiong Jong dibuat heran, sebab kalau tadi di jalanan ia menempur si gadis dengan mudah dapat mempermainkannya, menowel kuping, menyentuhnya bahunya dan lengannya, kini ternyata si gadis sangat gesit dan ia merasa kewalahan untuk meladeninya, ia kagum dengan kepandaiannya si nona yang sempurna.

Pikirnya, "mungkin si nona tadi sudah mendapat pengunjukan dari si orang tua yang tak mau menemui tamunya, makanya nona Kho kali ini sangat lihay."

Dengan muridnya saja rasanya sudah kewalahan bertempur, bagaimana nanti kalau melayani gurunya nona Kho? Pikiran ini mengaduk dalam otaknya Ho Tiong Jong.

Sebaliknya nona Kho juga berpikir, kalau semua serangannya selalu luput, bagaimana nanti kesudahannya.

Ho Tiong Jong perhebat serangan-serangannya, ia menyecar dari segala jurusan, akan tetapi si nona tetap dengan pembelaannya lingkaran tangan-

Lama-lama karena hatinya gentar juga rasanya badan sudah mulai letih, maka sinona sambil bertanding terus mundur saja, Akhirnya ia kabur dan menghilang diantara pepohonan- Kelakuan mana membuat Ho Tiong Jong tertegun, ia tidak mengira bahwa sinona akan meninggalkan ia demikian saja.

Apakah sinona sudah tidak tahan oleh serangannya? Tidak, nona Kho masih tahan kalau ia mau terus bertempur. Tapi kenapa dia sudah melarikan diri? Rupa-rupa pikiran mengaduk otaknya Ho Tiong Jong.

Ia ingin sekali dapat menemui sim Pek-Hian gurunya sinona tentu Pikir ia sudah sampai disitu, karena kalau tidak sampai menemui orang pandai itu sayang sekali.

Selagi ia melamun sambil saban-saban mengawasi angkasa yang luas, tiba-tiba ia mendengar suara nona Kho yang merdu, ia cepat menoleh, ternyata si gadis sedang berdiri disampingnya salah satu pohon. Kini ia berdandan rapih, rupanya barusan ia habis tukaran, kelihatannya sangat elok hingga Ho Tiong Jong berdiri menjublek menyaksikan keelokan wanita yang seperti bidadari itu.

"Hei, kau jangan bengong mengawasi saja, dengarlah aku bicara" menegur sinona,

sambil menekap mulutnya yang mungil menahan gelinya.

Ho Tiong Jong seperti tersadar dari lamunannya.

cepat-cepat in berdiri tegak dan balas tersenyum, kemudian berkata.

"Nona, ada pesan apa untukku?"

"Kau pasang kuping baik-baik dan dengarlah aku bicara." nona Kho berkata lagi dengan suara sungguh-sungguh.

"Baik nona, aku sudah siap" jawab Ho Tiong Jong, sambil berdiri tegak menghadap si nona. Lagaknya lucu sekali, hingga

mau tidak mau nona Kho yang tadi sudah mulai serius bicaranya sudah ketawa dibuatnya.

"orang edan, jangan main sandiwara didepan nonamu. Aku akan bicara sungguh-sungguh, kau harus mendengarnya supaya dirimu tidak sampai binasa."

"celaka tiga belas kenapa aku harus binasa?"

"Kau dengar dahulu bicaraku, nanti tahu apa sebabnya."

Ho Tiong Jong anggukkan kepalanya, "Nah, lihat disana ada kuburan keramat," kata si nona lagi, sambil menunjuk pada tanah yang muncul yang merupakan kuburan-

"Sekali-kali kau tak boleh coba-coba mendekatinya. Kalau melanggar ini. akibatnya jiwamu akan melayang, ini ada pesan yang pertama, kau mengerti ?"

XXXV. ILMU LINGKARAN BUMI LANGIT.

HO Tiong Jong anggukkan kepalanya. "Dan yang kedua, peringatan apakah itu?" tanyanya.

"Yang kedua kau harus perhatikan- Tempat ini ada tempat keramat, kalau sebentar kau mau keluar dari kebun sayur itu tak mempunyai daya, janganlah kau berlaku tolol dengan membabi buta tabrak sana dan tabrak sini merusak kebunan.

Kau harus bersumpahyalah setelah kau keluar dari tempat ini kau tak boleh mengatakan pada orang lain tentang pengalamanmu disini, barulah aku akan melepaskan padamu."

Ho Tiong Jong geli dalam hatinya.

Pikirnya, "kebun yang tidak seberapa luas itu, mana dapat menahan dirinya dan ia bisa linglung untuk keluarnya. Tak bisa jadi.

Ah, ini nona rupanya mau menggertak ia saja supaya ketakutan-"

"Dan yang ketiga?"

"Terserah pada pikiranmu, mau mentaati peringatanmu atau tidak. sebab yang bakal mengalami kebinasaan bukannya aku."

"Dan yang keempat?"

"Kau, kau... harus bisa jaga diri."

Ho Tiong Jong melengak mendengar kata-katanya si gadis paling belakang.

Dalam kata-katanya itu seperti mengandung kasih sayang yang mesra. Entahlah, apa gadis cantik jelita itu juga jatuh hati padanya? Ah. sungguh runyam sekali kalau ia mesti dicintai oleh satu gadis lagi, Tapi gadis Seng Giok Cin, Kim Hong Jie, Ie Ya dan tak terhitung ceng ie, sudah membuat ia mabuk untuk memilihnya, semuanya ada cantik-cantik, masing-masing membawa gaya dan tingkah laku yang khusus untuk membuat lelaki terpikat. Hebat ia tidak berani memikirkan pula si nona dari kebun sayur itu.

Ketika pikirannya tersadar dari tertegunnya, ia lantas memandang kearah sigadis berdiri, akan tetapi ternyata nona Kho sudah menghilang, entah sedari kapan ia sudah meninggalkan tempat itu.

Ia celingukan mencarinya, akan tetapi tidak kelihatan gadis cantik itu.

Pikirnya, "si nona mengatakan bahwa tempat kuburan itu keramat, mungkin ia tidak berdusta, ingin ia menemui Sim Pok Hian yang berkepandaiannya sangat tinggi, jikalau ia harus mati rasanya rela, peringatan si nona harus ditaati, karena perkataannya itu bukan perkatan mustahil akan menimbulkan kematian atas dirinya, kalau ia melanggar peringatan itu. .

Dengan pelahan-lahan ia meninggalkan tempat itu, pikirannya terus melayang layang ingin menemui sim Pek Hian- Ketika ia sampai pada pintu kebun. lantas ia menerobos

keluar, tapi alangkah kagetnya ketika mengetahui bahwa sesuatu yang bermula ia apal betul kini tampaknya sudah berubah dan ia tak tahu harus jalan kemana buat bisa keluar dari tempat itu.

Ia coba lompat melesat kesana sini tapi tidak juga menemui jalan keluar, ia sangat heran- Ketika diteliti pintu kebun sekarang kelihatan seperti sudah dipindahkan kelain tempat,yalah kesebelah belakang bagian kanan, ia terus mencari jalanan keluar, tapi ia terputar putar dan merasakan jalan sudah sangat jauh, tapi herannya itu kuburan kalau ia menengok kebelakang masih tetap saja berada tidak jauh dari padanya.

Keadaan disitu makin lama makin membingungkan. Meskipun ia menggunakan ilmunya meng entengi tubuhnya yang sudah mahir, tidak menolong juga untuk mencari jalan keluar dari situ, ia sudah coba jalan sejauhnya bisa, tapi penghabisannya sampai disitu-situ juga.

Tempat itu rupanya merupakan satu tin (barisan) yang membingungkan yang memang dengan sengaja dibuat oleh si kakek Sim Pek Hian untuk melindungi kitab pusakanya.

orang yang masuk kedalam kebun sayur itu tidak gampang-gampang bisa keluar, kecuali dengan pertolongannya si kakek atau orangnya yang mengantarkan ia keluar. Ho Tiong Jong diam-diam mengakui kebenarannya perkataan si gadis.

Tadinya ia memandang rendah, kebun sayur yang demikian mana bisa menahan dirinya tapi kenyataanya sekarang ada demikian maka ia jadi teringat pada si cantik yang mengucapkan kata-katanya paling belakang suruh ia menjaga diri.

Apakah ia akan menolong dirinya? Kalan sampai begitu kembali ia akan berhutang budi kepada seorang perempuan, ia berhutang budi kepada Seng Giok Cin. Ie Ya dan Kim Hong Jie, kini ia akan berhutang budi lagi kepada si cantik dari

Kebun Sayur rupanya, memikir kesini diam diam ia jadi menghela napas.

Setetah ia termenung-menung sebentaran, lalu memalingkan kepalanya memandang ke-tempat yang ada kuburannya yang dikitari oleh pohon-pohon tho. pikirnya sudah lupa akan peringatannya nona Kho, maka dengan pelahan-lahan ia datang menghampiri dan melihat lihat keadaan kuburan itu.

Tiba-tiba matanya melihat pada papan yang ada tulisannya. KUBURAN KERAMAT SIAPA YANG MENGINTAI RAHASIANYA AKAN BINASA.

Ho Tiong Jong seram juga membacanya, Lain papan yang terdapat disitu ada bertulisan. PINTU KELUAR DI DEKAT MATA.

Kini hatinya girang, karena mendapat pengunjukan itu untuk keluar dari kebun sayur itu, ia tidak mengganggu kuburan keramat itu, dengan sangat hormat ia meninggalkan tempat itu. ia kembali berjalan terputar-putar hasilnya terupa saja ia disitu-situ juga. Kali ini ia menemui sebuah batu nisan yang bertulisan.

XXXVI KUBURAN RAHASIA LANGIT DAN BUMI.

Hatinya heran, ia ingin menyelidiki lebih mendalam kuburan itu, maka ia lantas lompat ke atas kuburan-

Tiba-tiba ia dibikin kaget dengan berkelebatnya bayangan orang diantara pohon pohon tho, sebentar kemudian keluar dari balik salah satu pohon seorang tua berpengawakan tinggi besar dan kekar sekali hanya sayang agaknya dia itu bongkok. Matanya bersinar, menandakan bahwa tenaga dalamnya sangat tinggi.

Ho Tiong Jong cepat lompat turun lagi dari atas kuburan dan menyambut kedatangan orang itu seraya menjura dalam-

dalam, "cianpwee, harap suka maafkan perbuatanku yang tidak becus. Apakah cianpwee ini ada Sim Pek Hian Locianpwee ?" orang tua itu kerutkan alisnya yang putih.

"Bocah, aku tidak menyalahkan kau, hanya aku ingin menanya kenapa kau telah menghina anak pungutku?" tanya orang tua itu.

Ho Tiong Jong kaget, ia terus menduga bahwa yang dikatakan anak pungutnya itu tentu ada sinona cantik yang bertempur dengannya.

"Siapa namamu?" tanya si kakek, sebelum Ho Tiong Jong sempat membuka suara.

"ow..... aku bernama Ho Tiong Jong." jawabnya "Tapi cianpwe aku tidak merasa sudah menghina kau punya anak pungut. Karena salah paham kita jadi bertengkar, mana berani aku menghina orang perempuan ? Bolehkah aku meniapat tahu nama cianpwe yang terhormat?" orang tua itu mengurut- urut jenggotnya.

"seperti yang kau katakan semula, itulah ada namaku." jawabnya. Ho Tiong Jong terkejut. cepat-cepat ia menjura lagi dengan hormatnya dan berkata.

"Aku Ho Tiong Jong sudah berlaku tidak hormat didepan cianpwee, harap cianpwee tidak menjadi kecil hati dan suka memaafkannya." Sim Pek Hian tertawa tergelak- g elak.

"Bocah, kau pintar sekali membawa diri, Aku Sim Pek Hian sudah tinggal disini mengasingkan diri sepuluh tahun tidak lagi menyampuri urusan Kang-ouw, tentu saja tidak mengenal siapa aku. Kau rupanya dalam kalangan Kang-ouw ada sedikit nama juga, makanya kau pandang rendah semua orang." Kini dia berkata telah memanggil nona Kho.

"Siujie, ayo lekas keluar, Dan keluarkan lagi beberapa ilmu mu untuk dipertonton-kan didepan bocah jumawa ini."

Ho Tiong Jong bingung menghadapi sikapnya Sim Pek Hian, tapi ia tidak takut, ia sebenarnya ingin membantah kata-katanya si orang tua, tapi sebelum ia buka mulut sudah didahului oleh nona Kho yang merdu menyahuti panggilannya Sim Pek Hian kemudian dirinyapun segera muncul dari balik pohon-

Ia menghampiri si orang tua dan dengan lagak kolokan ia berkata.

"Gihu, kau panggil aku bertempur dengan dia, mana aku bisa menang."

"Anak tolol. Aku suruh kau maju, tentu saja tidak mengijinkan kau menjadi kerugian-"

"Habis, memberi pelajaran ilmu silat begitu-begitu juga mana aku dapat mengalahkan dirinya?"

"Bocah tolol, jangan banyak rewel, Lekas maju tempur padanya."

"GihU, sebaiknya kau ajari dahulu aku, bagaimana aku dapat memukuli dia. Kemudian kita bekuk padanya dan memunahkan ilmu silatnya, supaya dia jangan bikin susah orang lagi."

Sim Pek Hianpelototkan matanya, Ho Tiong Jong sementara itu tinggal membisu saja, ia ingin menonjolkan keberaniannya, hanya menantikan saja apa yang anak dan ayah angkat (gihu) itu akan bertindak atas dirinya yang tidak bersalah itu.

Melihat kelakuan Ho Tiong Jong yang demikian sopan santun dan tidak ceriwis, Sim Pek Hian mendapat anggapan lain atas pengaduan anak pungutnya.

"Sin-jle, apakah benar anak muda ini jahat?"

"oh, gihu pasti dia seorang jahat, kalau tidak mana ia berani..."

Si gadis tak dapat melampiaskan kata katanya Karena ia merasa jengah, karena ia teringat belum lama ia kena dipermainkan si anak muda ditowel kuping, bahu dan lengannya sehingga ia merasa gemas sekali.

"cianpwee." kata sipemuda, ketika melihat si gadis seperti yang merasa jengah untuk menjelaskan bicaranya, "Kalau aku bersalah, aku minta maaf, sebab aku bukan sengaja. juga, kalau kau mendengar pengaduan jangan sepihak saja, harus didengar keterangan dari kedua pihak, baru adil." Sim Pek Hian melototkan matanya.

"Masa iya Siujie mendustai aku? Dia masih menganjurkan supaya aku memusnahkan ilmu silatmu, bukankah dia sangat benci kepadamu?"

Setelah berkata demikian, orang tua itu lalu berpaling pada anak angkatnya.

"Hai, Sin-jie hayo maju dan tempiling mukanya..."

Nona Kho kali ini tak main tawar tawar lagi, ia lantas berteriak.

"Bocah liar, kali ini pasti aku dapat menempiling mukamu, baru hatiku merasa puas" ia berkata sambil menyerang pada Ho Tiong Jong.

Ho Tiong Jong tak tinggal diam, sebab ia lantas berkelit, hingga tangan si nona yang kecil mungil tak dapat menemui sasarannya.

Sim Pek Hian melihat itu terus berteriak "Hei siujie, kenapa kau tidak memukulnya? Hayo, lekas maju lagi danpukul mukanya."

"Ah, gihu, aku tak dapat melakukannya, dia sudah menghindarkan diri jauh-jauh." Sim Pek Hian tertawa bergelak- gelak melihat kelakuan sang anak angkat.

"Siujie, kau jangan kasih dia menghindarkan diri." kata sang ayah angkat, "kau harus menyerang dia dari kiri kanan dengan tepat, Apa kau sudah lupa dengaa gerakan co cu Hun hoa (membelah bunga kanan dan kiri) ? Dengan gerakanmu ini pasti kau berhasil menggaplok mukanya.,., Ha ha ha...."

"Ah, aku tidak tega meludahi mukanya." jawab Kho Siu (Nona Kho) Sim Pek Hian kembali tertawa ngakak.

Gaya pukulan co yu Hun hoa itu harus dilakukan dengan cepat, mencecar musuh dari kiri kanan, hingga membuat musuh gelabakan dan akhirnya mukanya kena ke pukul, terus mukanya diludahi.

Sebenarnya Kho Siu sungkan mengeluarkan ilmu pukulan itu, karena tidak meludahi mukanya Ho Tiong Jong yang tampan, tapi karena ia sangat penasaran tidak bisa menjatuhkan pemuda gagah itu, maka apa boleh buat ia jalankan juga.

"Bocah liar" bentaknya pula, "Lihat nonamu akan bikin mukamu menjadi bengkak " berbareng ia menyerang dengan gesit sekali. Benar saja, gerakan co yu Hun hoa ada hebat sekali.

Si nona dengan lincah dan gesit luar biasa telah menyerang dari kanan dan kiri laksana angin. Repot juga Ho Tiong Jong menangkisnya. ia tidak tahu entah bagaimana nona Kho bergerak. datang datang ia merasakan pipinya seperti kena ditempiling. Panas rasanya bekas tempilingan itu dipipinya.

Ho Tiong Jong sangat mendongkol, ia mengawasi pada si nona yang saat itu sedang mengawasi padanya juga, matanya melotot dan mulutnya bergerak-gerak seperti juga yang hendak meludahi mukanya.

Sialan betul kalau musti kena diludahi nona Kho pikirnya si pemuda.

Dalam jengkelnya Ho Tiong Jong telah mengeluarkan ilmunya Tok liong cianghoat, ilmu pukulan telapak tangan naga berbisa, warisannya Tok-kay Kang clong. Dengan ilmu serangan ini, kembali si nona kedesak ia sangat repot, terpaksa ia mainkan pula ilmu nya cuan lay cian goan (dalam lingkaran langit bumi), Tangannya membuat lingkaran menangkis serangannya si pemuda yang bertubi-tubi.

Hebat serangan pemuda itu, karena angin pukulannya saja yang menderu- deru cukup membuat lawannya merasa jerih. Dalam tempo pendek si Nona sudah mandi keringat melayani lawannya yang gesit.

"GihU, kau jangan pergi jauh-jauh. Diam di sini dan lekas kasih petunjuk pada Siu jie untuk menggebuk budak liar ini, oh... gihu..."

Si nona saat itu sudah meramkan matanya, karena satu serangan ganas segera menghajar tubuhnya, itulah Ho Tiong Jong kejengkelannya mau turun tangan sedikit berat terhadap si Nona yang bandel.

Tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan pukulanya Ho Tiong Jong menghajar pada bayangan tadi yang menalangi tubuhnya Nona Kho, kiranya bayangan itu Sim Pek Hian sendiri yang cepat turun tangan melihat anak angkatnya dalam bahaya.

sim Pek Hian yang menyaksikan jalannya pertandingan diam-diam telah memuji kepandaiannya Ho Tiong Jong. ia memang sudah menduga, menghadapi kepandaiannya sipemuda sang anak angkat bukan tandingannya. Ketika mendengar keluhannya Kho Siu, hatinya diam diam sangat geli.

ia paham, bahwa anak angkatnya itu ke-pincuk hatinya oleh pemuda cakap itu. Kalau tokh ia masih mau menempur Ho Tiong Jong karena sifatnya yang angkuh dan tidak mau mengalah, ia penasaran dikalahkan oleh si pemuda.

Ketika sinona datang padanya mengadu halnya Ho Tiong Jong yang mempermainkan dirinya dalam suatu pertempuran dan minta sang ayah angkat untuk membalaskan penasarannya, Sim Pek Hian sudah mengerti akan isi hatinya Kho Siu.

Sebab ketika ia mengatakan bahwa ia akan memusnahkan ilmu silat sipemuda yang sudah lancang masuk ketempatnya dan menghina anak angkatnya Kho Siu berubah wajahnya dan memohon supaya sang ayah angkatjangan turun tangan berat. Cukup dengan sedikit hajaran enteng saja.

Waktu itu Sim Pek Hian belum melihat yang mana satu pemuda yang menghina Kho Siu, tapi hatinya sudah dapat menduga tentu ada satu pemuda cakap dan tinggi ilmu silat-nya, Sebab Kho Siu bukannya gadis biasa, ilmu silatnya tinggi atas didikannya sendiri, kalau tokh sampai kena dipermainkan tandanya pemuda yang menjadi lawannya tentu lihay.

Balik menceritakan Ho Tiong Jong, ketika merasakan pukulannya menghajar tubuh orang hatinya sangat terkejut, ia menyesal dan pikirnya si nona tentu tidak tahan akan pukulannya yang berat, tapi tidak dinyana pukulannya itu tertolak balik hingga ia mundur sampai tiga tindak.

Ketika ia mengawasi, kiranya yang menjadi sasaran pukulannya tadi bukannya si jelita melainkan Sim Pok Hian yang saat itu tampak berseri-seri kepadanya.

"Bocah kau terlalu kejam. Masa melayani satu wanita saja mau turun tangan begitu berat? Tidak pantas bukan?"

Ho Tiong Jong tundukan kepala, ia merasa bersalah maka ia mengucapkan rasa menyesalnya pada nona Kho dan minta maaf. Tapi Kho Siu hanya deliki matanya dan tidak mengatakan apa apa.

"Siujie " kata orang tua itu pada anak angkatnya "kau barusan tentu kaget, bukan? Nah, sekarang giliranku akan membalaskan sakit hatimu menghajar dia."

"Jangan, jangan-" menyelak sigadis, "Jangan gihu yang mengajarnya, harus dengan tanganku sendiri barulah aku merasa puas ow, coba lihat, dia seperti yang hendak melarikan diri."

Sim Pik Hian kewalahan dengan anak angkatnya yang manja.

Ia melihat Ho Tiong Jong tidak bergerak dari berdirinya, bagaimana anak angkatnya mengatakan ia hendak melarikan diri? Ho Tiong Jong berdiri alisnya, lalu tertawa dingin.

"Aku Ho Tiong Jong," katanya sambil tepuk-tepuk dada, "meski kepandaiannya rendah, tak nanti gentar menghadapi musuh yang mana pun juga,janganlah kalian memandang begitu hina, aku tidak akan lari." Sim Pek Hian tertawa bergelak gelak.

"Bocah sombong." katanya, "Kau telah permainkan anak angkatku, tentu juga kau bukannya orang baik-baik. Nah, keluarkanlah senjatamu." Ho Tiong Jong tertawa dingin.

"Kau juga harus keluarkan senjatamu." jawabnya, "Aku tak perduli pandanganmu terhadapku bagaimana, tapi aku akan memegang kesopanan, tidak berani aku menggunakan senjata menempur orang tua yang bertangan kosong."

Sim Pek Hian geleng-gelengkan kepala, "Bocah, kau jangan mimpi dengan tangan kosong melawanku kau dapat menang."

"Aku tidak perduli."

Berbareng saat itu si pemuda telah menerjang pada Sim Pek Hian-

Sim Pek Hian tidak bergerak dari berdiri-nya. Ketika tangannya sipemuda membentur tubuhnya, Ho Tiong Jong rasakan ia seperti memukul gundukan kapas, ia mengerti bahwa orang tua itu Iwekangnya sudah sampai pada taraf yang tertinggi. Tidak boleh sembarangan ia menempurnya.

Ia lalu menyerang pula. Tapi benar-benar Sim Pek Hian ada seorang tua yang matang dalam hal ilmu silat, karena sekali berkelebat satu pukulan sipemuda lelah jatuh ditempat kosong, orangnya sudah ada dibelakangnya sipemuda. Ho Tiong Jong diam-diam merasa kagum akan kegesitannya Sim Pek Hian.

Tapi ia ada satu pemuda bandei dan pantang mundur. Meskipun tahu lawan ada lebih tinggi kepandaiannya ia tidak menjadi jerih, malah sambil tertawa tawar ia berkata, "orang tua jagalah beberapa pukulan aku si orang muda "

Berbareng ia telah mengeluarkan ilmunya Kim cie Gin ciang satu, jari emas telapakan perak. ia gunakan gaya Thian lie Sa-hoa (Bidadari menyebarkan bunga), sepasang tangannya dikerjakan cepat sekali, menotok dan membabat lihay sekali.

Ternyata ilmu serangan Kim-gi Gin Ciang yang dia pelajari dari sahabat karibnya, Kho Kie siorang gaib yang bisa menembusi tanah, telah ia yakinkan betul-betul dan sekarang ilmu itu dimainkan olehnya bukan main lihay nya, mungkin Kho Kie yang mengajarnya juga tidak sampai demikian lihay nya.

Sim Pek Hian melayani dengan tenang akan tetapi hatinya diam-diam sangat kaget menyaksikan kepandaian pemuda lawannya itu. serangannya sangat cepat dan berbahaya, sedang penjagaannya jaga rapat sekali.

Mengetahui musuh ada sangat tinggi ilmu silatnya, maka Ho Tiong Jong sangat hati-hati melayaninya, ia hanya berani menyerang dengan tenaga lima bagian, ia kuatir serangannya akan gagal dan tenaganya digunakan oleh Sim Pek Hian untuk memukul baik dirinya, oleh karena pasti ia akan mendapat luka parah didalam tubuhnya.

Dugaan Ho Tiong Jong tidak salah. Beberapa kali Sim Pek Hian kasihkan dirinya ditotok dan dipukul, tapi totokan dan

pukulan itu menyentuh tubuhnya si jago tua seperti juga membentur benda yang empuk lunak.

Hal mana membuat Ho Tiong Jong diam-diam merasa gelisah juga melayaninya. Pelahan-lahan ia merasa dirinya seperti dipermainkan oleh jago tua itu. Maka Ho Tiong Jong lalu membentak.

"orang tua, kau benar lihay, Aku Ho Tiong Jong tidak kecewa Kalau musti jatuh dengannya seorang pendekar ulung seperti kau ini. Namaku akan menjadi harum dalam dunia persilatan Ha ha, ha."

"Bocah kau jagalah serangku" balas membentak Sim Pek Hian, Ho Tiong Jong tidak gentar, ia sangat andaikan ilmu golok keramatnya yang delapan belas jurus itu. Saat mana ia tidak menggunakan senjata golok, hanya telapakan tangan saja digunakan sebagai senjata tajam, membabat dan membacok hebat sekali.

Melihat gerakan sipemuda yang demikian itu, Sim Pek Hian kenali itulah ada ilmu golok simpanan dari Siauw-lim sie. Pada suatu saat, setelah berkelit dari serangannya Ho Tiong Jong, ia lompat menjurus satu tumbak kemudian berkata pada kawannya.

"Wah, benar-benar kau lihay, ilmu yang kau mainkan itu ada ilmu golok delapan belas jurus dari Siauw lim-sie. maka sekarang coba hunus golokmu supaya aku dapat melayani dengan lebih bersemangat lagi. Aku mau tahu, apakah kepandaianku dapat menandingi ilmu golok yang sangat lihay itu?"

Sim Pek Hian berkata dengan alis berdiri dan kumis serta jenggotnya juga kelihatan pada berdiri inilah menandakan, bahwa orang tua itu sedang marah. Dalam keadaan demikian, wajahnya orang tua itu menyeramkan dan bengis sekali, Hal mana membuat nona Kho yang menyaksikan menjadi sangat

kuatir cepat-cepat ia berkata. "Gihu, harap kau jangan marah begitu rupa, nanti kesehatanmu terganggu..."

"Siujie, kau berdiri jauhan" jawab sang ayah angkat, "Kau tidak tahu maksudku sekarang ini. Seperti aku pernah ceritakan padamu, pada dewasa ini yang tahan bertempur dengan aku dalam tiga jurus tanya ada tujuh orang saja yalah dua jurus aku berikan kesempatan lawan menyerang. Satu jurus lagi giliranku menyerang, Kalau bocah ini bisa tahan seranganku sejurus itu, dia akan terhitung orang yang kedelapan yang tahan bertempur denganku dalam tiga gebrakan."

Ho Tiong Jong mendengar perkataanya Sim Pek Hian, pikirnya orang tua ini sombong amat, maka saat itu tanpa menawar lagi ia sudah menghunus goloknya Lam tian to golok pusakanya keluarga Seng.

"orang tua kau jangan begitu takabur," kata Ho Tiong Jong, siap dengan golok ditangan-

Sim Pek Hian tertawa tergelak-gelak sambil mengurut-urutjengotnya.

"Bocah, nyalimu benar besar, Baiklah, sebentar akan jajal kepandaianmu tapi harap kau jangan sungkan-sungkan turun tangan. kau menyerang saja menurut suka hatimu, kau mengerti ?"

Ho Tiong Jong sangat mendongkol hatinya. "Nah, mulailah menyerang" kata Sim Pek Kian-

Ho Tiong Jong tidak sungkan-sungkan lagi, lantas menyerang dengan satu tipu serangan yang hebat sekali, ia mengarah pada orang punya jalan darah mati, tapi sebelum goloknya dapat mengenai sasarannya tiba tiba ia merasakan telapakan tangan dan jarinya seperti yang terkena strom listrik.

Bukan main kagetnya si pemuda, Itulah tenaga dalamnya yang disalurkan kegolok sudah kena dipunahkan oleh serangan yang tidak kelihatan dari Sim Pek Hian, yang menggunakan salah satu tipu serangan dari buku "Kumpulan ilmu silat sejati."

Ho Tiong Jong sekali digetarkan telapakan danjari tangannya, hampir saja golok yang dicekalnya jatuh ditanah juga ia tidak tahan berdiri tegak. ia terdorong mundur oleh tenaga tidak kelihatan hingga lima tindak jauhnya. Matanya Ho Tiong Jong terbelalak, keheranan-

"Ha ha ha,.. . Tiong Jong, meskipun kau mahir ilmu silat, terhadap aku tak bisa berbuat apa apa." kata Sim Pek Hian bangga. Ho Tiong Jong tertawa dingin.

"Atu tidak menduga ditempat ini ada seorang jago ulung dalam kalangan Kang ouw yang mengasingkan diri, Bicara terus terang, meskipun kepandaianku tak tinggi, ilmu golok keramatku hanya dapat dilawan oleh ilmu dari kitab "Kumpulan ilmu silat sejatii."

"Hai, kau...?" memotong Sim Pek Hian terkejut. orang tua itu kaget karena Ho Tiong Jong menyebut nama kitab pusakanya

"Hm...." ia menggerang, "karena kau sudah dapat tahu asalnya ilmuku ini, hari ini jangan harap kau bisa keluar dari kebun sayurku, Meskipun kau tumbuh sayap. jangan harap kau bisa kabur, bocah "

Ho Tiong Jong terkejut dan dia merasa heran, cepat ia menanya.

"Apa memangnya in Kie Lojin yang dahulu namanya terkenal dalam kalangan Kang ouw mempunyai hal yang rahasia dan tak dapat diumumkan? Kau yang menjadi akhli-warisnya dan memiliki benda pusaka terpaksa mengasingkan diri dan bersembunyi di tempat ini untuk menjaganya bukan?"

Sim Pek Hian dibuat melengak oleh kata-katanya Ho Tiong Jong.

"Darimana bocah ini mendapat tahu nama suhunya, Dari mana dia dapat tahu tentang Kitab "Kumpulan ilmu silat sejati" ? Demikian Sim Pek Hian menanya-nanya pada dirinya sendiri. Matanya mengawasi tajam sekali pada pemuda didepannya.

Ho Tiong Jong tak jerih, ia lawan ketawa, sorot mata yang memandang tajam kearahnya itu.

"Bocah," kata Sim Pek Hian, "aku tak perdulikan nama kosong dan harta dunia, makanya aku menyepi di tempat ini. Karena kau sudah mengetahui hal riwayatku, maka tak dapat keluar lagi kau dari kebun sayur ini."

Perkataannya ditutup dengan sambaran tangannya kearah tangan yang menyekal golok, hingga hampir saja Ho Tiong Jong goloknya terampas, ia cepat menarik tangannya dan menangkis dengan tangan Tay kang Beng-beng (Sungai besar tak terbatas), suatu ilmu serangan yang dapat dipakai menyerang dan menangkis. Sim Pek Hian tertawa tergelak-gelak.

"Bocah, apakah kau tidak punya ilmu lagi selainnya ilmu golok keramatmu itu?"

"Ya aku hanya mempunyai ilnu silat itu. Tapi, tak mudah kau menjatuhkan aku."

"Apa benar?"

"Boleh coba saja."

"Baik, lihat aku akan menjatuhkan kau..."

Ho Tiong Jong ketawa, ia siap dengan kuda-kudanya dan hendak melayani orang tua itu dengan ilmu Tok liong ciang-hoat.

Sim Pek Hian menunggu sampai goloknya datang dekat, lantas ia menyampok dengan tangan kiri, sedang tangan

kanannya meluncur hendak menotok jalan darah didadanya si anak muda, Ho Tiong Jong cepat lompat mundur.

Sim Pek Hian merangsak. sepasang tangannya berkelebatan seperti kilat.

Ho Tiong Jong gunakan jurus Ji lay Tong pei (Ji-iay hud menghajar punggung) untuk pertahanan, tapi Sim Pek Hian tubuhnya gesit sekali, berkelebatan dan tangannya saban-saban meluncur hendak menotok jalan darah yang penting.

Ho Tiong Jong putar goloknya sebagai titiran hingga untuk sementara Sim Pek Hian tak bisa menembusi pertahanannya sipemuda. Segera delapan belas jurus ilmu goloknya dimainkan habis, kepaksa ia telah mulai lagi dari bermula. Sang lawan tak memberikan lawannya bernapas. Tak heran, kalau lima belas j urus sudah dilewatkan pula Ho Tiong Jong sudah lelah sekali.

Sim Pek Hian gunakan ilmu lingkaran bumi langit dari buku "Kumpulan ilmu silat sejati". Beda dengan nona Kho, ilmu ini dimainkan oleh Sim Pek Hian hebat sekali dan mengeluarkan angin menderu- deru, hingga Ho Tiong Jong menjadi gentar juga menghadapi lawan yang berkepandaian lebih tinggi itu.

Kalau sampai sebegitu jauh ia masih bisa melayani karena mengandal kepada ilmu golok keramatnya dan anggapan bahwa si orang tua tak bersenjata, mana dapat mengalahkan dirinya?"

Ia tidak menduga sama sekali kepandaiannya Sim Pek Hian sangat tinggi, pengalaman bertempur pun sudah sangat matang dalam Kalangan Kang ouw, maka tak sampai Ho Tiong Jong memainkan habis babak kedua dari ilmunya delapan belas jurus, sudah kena dibikin kewalahan oleh ilmu "Lingkaran bumi langit" Sim Pek Hian.

"orang liar, rasakan akibat kesombongan- mu" teriak nona Kho. melihat sipemuda tidak berdaya kena dikurung oleh serangan lingkaran tangan Sim Pek Hian-

Ho Tiong Jong jengkel mendengar ejekan si nona sebelum ia menyahut Kho Siu sudah berkata lagi, "Kalau kau jempol" sambil unjukan jempolnya yang kecil mungil.

Ia bersuara sambil mesem, hingga hatinya si pemuda menjadi panas.

Tapi badannya yang sudah letih menekan hatinya untuk bersabar, justru ia sedang repot menghalau serangan siorang tua, dengan mendadak berkelebat satu tubuh yang kecil langsing menyerang padanya dan tidak ampun lagi ia kena dirubuhkan-

Pelahan-lahan ia merangkak bangun, kiranya bayangan langsing tadi adalah Kho Siu yang saat itu sudah lari menghilang ke dalam pepohonan lebat.

"Kurang ajar ini gadis cilik...." ia menggerendeng sendirian, tapi ia merasa lega hati nya, karena dengan dirubuhkannya ia oleh Kho Siu, niscaya si nona akan merasa senang hati nya.

Tidak lama si nona sudah muncul lagi dan wajahnya ramai dengan senyuman-

Ho Tiong Jong mesem, sambil garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, sementara Sim Pek Hian tampak berdiri ketawa mengawasi kelakuannya dua muda mudi itu.

"Hei, Siu, kenapa bocah liar ini tahu rahasia disini?" tiba tiba Kho siu berkata hingga sang-ayah angkat mendelik matanya

"Anak tolol." bentak Sim Pek Hian- "Dengan berkata demikian kau membuka rahasia disini yang hanya diketahui oleh kita saja, kau tahu?"

Hatinya Ho Tiong Jong bercekat, pikirnya mungkin si nona berkata demikian seakan-akan memberi kisikan padanya bahwa ditempat itulah ada rahasianya jikalau keluar dari kebun sayur itu.

Ho Tiong Jong celingukkan dan jalan ke sana sini, yang dilihat saja oleh Kho Siu dan Sim Pek Hian, Ternyata Ho Tiong Jong sangat cerdas otaknya, berdasarkan petunjuk-petunjuk lukisan perkataan dipapan yang di tancap sana sini, ia sudah mulai paham jurusan jalan keluar. Hal mana membuat Sim Pek Hian memuji kecerdasan otaknya si pemuda.

Ketika Ho Tiong Jong setelah terputar-putar balik kembali, ternyata Sim Pek Hian sudah tidak berada disitu, hanya ketinggalan Kho Siu yang sedang berdiri mengawasi kepadanya.

Ketika ia datang dekat, hatinya sangat heran, karena nona Kho berlinang-linang air mata,

"Kenapa dia menangis?" Tanyanya dalam hati sendiri.

Tadi ia begitu lincah dan berandalan, mengejek menusuk hati, kenapa kini dia menangis? Sunggrh mengherankan.

Dengan kelakuan sopan Ho Tiong Jong menanya, "Nona Kho, kau kenapa menangis? Apa kau merasa sakit hati karena perbuatanku terhadapmu kurang sopan? Baiklah sekarang aku mohon maaf padamu..."

"orang tolol, bukan karena itu aku menangis..." sahut si nona dengan terisak-isak dan tundukan kepala, tangannya yang mungil memegang setangan dan dipakai menyeka air matanya yang berlinang-linang.

Ho Tiong Jong mendapat jawaban demikian jadi melengak.

"Habis kenapa kau menangis?.." ia menanya pula.

Si nona tidak menjawab. Tapi ketika Ho Tiong Jong dengan lemah lembut menanya lagi, Kho Siu sudah mulai berkata.

"Kau sekarang sudah kena ditangkap oleh gihu, rasanya sukar kau dapat lolos dari tempat ini. Kau pasti dikurung ditempat rahasia didalam tanah, yaitu didalam kuburan itu."

kata si nona sambil menunjuk pada sebuah kuburan yang tidak jauh dari mereka letaknya.

Kho Siu melototkan matanya diiringi dengan sebuah senyuman manis.

"celaka tiga belas" pikir Ho Tiong Jong. "Apakah memang sudah nasibnya harus berhutang budi kepada perempuan, apa sudah ditakdirkan sepanjang hidupnya terus-terusan terlibat dalam asmara? Sudah ada empat gadis jelita yang meny intai dirinya,yalah Seng Glok cin, ceng Ie, Ie Ya Kim Hong Jie. Sekarang kembali ada gadis cantik yang berupa dirinya Kho Siu.

"Tidak. aku harus keraskan hati, supaya jangan terlibat dalam asmara. Aku sudah ada seng Giok Cin, kenapa harus membuat orang patah hati lagi ?"

"Terima kasih Nona Kho, tapi.." ia tidak melampiaskan bicaranya, hanya enjot tubuhnya dan sebentar lagi ia sudah berada diatas kuburan termaksud, ia celingukan di atasnya, lalu matanya dapat melihat sebuah rawa berlumpur disampingnya kuburan, panjangnya tiga tumbak dan lebarnya delapan kaki. Tidak jauh dari padanya ada papan yang bertulisan

"KUBURAN DIJAGA DEWA, YANG TAHU RAHASIANYA PASTf MATI."

Apa rawa berlumpur itu ada kuburannya suci sampai dijaga oleh dewa? ia menanya pada diri sendiri. Betul-betul ia penasaran, kepingin melihat apa sebenarnya dalam rawa berlumpur itu. Maka dengan tidak memikir pula akan akibatnya, ia sudah siap hendak melompat kerawa lumpur itu.

Tiba tiba terdengar suara teriakan Sim Pek Hian, "Bocah tolol, kau cari mampus."

Tapi teriakan itu tidak dihiraukan oleh Ho Tiong Jong, ia sudah lantas lompat masuk kedalam rawa berlumpur itu.

Alangkah kagetnya ia ketika kakinya menginjak lumpur lantas melesak. makin lama dirinya terbawa masuk oleh lumpur sehingga batas lutut, ia kebingungan karena bagaimana juga ia berdaya hendak menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya tetap tak berhasil, lumpur itu seolah-olah telah menyedot tubuhnya dibawa kedalam.

XXXVII. DALAM GUA KUBURAN.

TiBA-tiba terdengar suara ketawanya Sim Pek Hian dibelakangnya.

"Bocah, kau benar-benar sangat gegabah, lumpur ini sangat lengket sekali, jangan kata manusia, sedang burung saja yang kakinya nempel di lumpur lantas tidak bisa terbang lagi. Dalamnya ada satu tumbak, kau disini setelah melesak tujuh hari tujuh malam akan melayang jiwamu dan badanmu akan berubah menjadi lumpur Ha ha ha..."

Ho Tiong Jong sebenarnya tidak takut mati. Cuma saja, menghadapi kematian secara konyol itu benar-benar ia tidak rela, Apalagi kalau ia ingat pada kekasihnya Seng Giok Cin yang cantik jelita, pikirannya menjadi cemas dan ia menghela napas beberapa kali.

Tarikan napas itu terdengar tegas oleh Sim Pek Hian, hingga si orang tua kelihatannya tidak tega melihat si anak mudah harus melayang jiwanya oleh lumpur.

"Ha ha.. bocah kau kelihatannya seperti tidak rela mati dimakan lumpur."

"Aku bukanya takut mati, orang tua "

"Habis, kalau bukan takut mati, kenapa kau romannya seperti yang berduka ?"

"Kau lihay melihat roman muka orang, memang juga aku tidak rela kalau mesti mati konyol begini karena aku masih mempunyai tugas yang belum kulaksanakan-"

"Tugas apa yang masih kau beratkan ?"

"Aku harus melaksanakan tugasku menuntut balas."

"Haa.... menuntut balas pada siapa ?"

"Menuntut balas kepada... oh. sudahlah, percuma saja aku omong, sebab kau orang tua toch tidak ada sangkut pautnya. Biarlah aku mati saja." Sim Pek Hian kasihan melihat keadaan Ho Tiong Jong.

"Baiklah aku tolong kau keluar dari rawa lumpur ini...." katanya, berbareng ia gunakan ilmu mengentengi tubuhnya "Rajawali menyambar korban-"

Dengan satu lompatan seperti burung rajawali menyambar, tubuhnya Ho Tiong Jong diangkat oleh Sim Pek Hian dan dilain saat anak muda itu sudah berada ditepi rawa dengan selamat, sungguh hebat sekali ilmu mengentengi tubuhnya Sim Pek Hian, hingga diam diam Ho Tiong Jong sangat memuji.

Disamping itu Ho Tiong Jong juga merasa heran, kenapa orang tua ini menolongi dirinya? Bukankah ia lebih suka melihat dirinya mati? Tengah ia keheranan, terdengar Sim Pek Hian berkata.

"Bocah, kan bilang tak takut mati. Nah, sekarang baik baiklah menjawab pertanyaan ku."

"Silahkan menanya, lotiang." jawab Ho Tiong Jong.

"Aku lihat kau bawa bawa golok Lam tian to senjata itu mula mulanya ada miliknya orang she Ho dari Lok-yang, setelah turun termurun akhirnya jatuh pada Seng An, ayahnya seng Eng. Apa betul golok itu berasal dari keluarga Seng?"

"Betul" jawab Ho Tiong Jong sambil anggukkan kepala.

"Apa kau datang kemari diutus oleh Seng Eng dari Seng ke-po?",

"Bukan."

"Siapa yang mengutus kau datang kemari?"

"Adalah keinginanku sendiri datang ke-sini."

"Kau datang tentu ada membawa itu sembilan Lencana Rahasia Tuhan, bukan?" Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala.

"Tempo hari aku dapat satu benda pusaka itu, tapi aku sudah kembalikan lagi pada pemiliknya." kata Ho Tiong Jong.

"Siapa pemiliknya."

"Seng Eng, pocu dari Seng- ke po."

"Apa mereka bersembilan orang itu kini sudah bersatu lagi?"

"Aku tidak tahu?" jawab Ho Tiong Jong dan mulai ogah-ogahan kelihatannya melayani pertanyaan si orang tua yang mendesak padanya seperti juga polisi yang sedang mengempos persakitan-

"Apa kau tahu rahasia dari benda pusaka itu?" mendesak Sim Pek Hian.

"Aku tidak tahu-" suaranya perlahan, hampir tidak kedengaran.

"Bagaimana kau bisa tahu tentang kitab. "Kumpulan ilmu silat sejati?" dan tentang mendiang suhuku?"

Ho Tiong Jong tidak menjawab.

Ketika pertanyaan tadi diulangkan, juga Ho Tiong Jong membisu.

orang tua itu menjadi jengkel, Dengan kecepatan kilat ia menotok jalan darah Ho Tiong Jong yang melumpuhkan badannya, seketika itu Ho Tiong Jong rubuh tak bertenaga.

"Bocah kau menghina aku? IHmm, kau berani tak menjawab segala pertanyaanku? Bagus, bagus Pasti satu hari sembilan benda pusaka itu ada ditanganku dengan mana aku tak melanggar janjiku untuk mendapatkan kitab "Kumpulan ilmu silat sebati", setelah aku mahir. sembilan orang itu tak akan luput dari tanganku, Aku akan menghajar mereka habis-habisan, Ha ha ha...."

Ho Tiong Jong meskipun tertotok tubuhnya tapi penglihatan dan kupingnya bekerja sebagaimana biasa.

Ia heran si orang tua marah-marah dan tidak mengerti dengan ocehannya barusan-

Sim Pek Hian tampak menghampiri kuburan, dimana ia melihat ada anak angkatnya selang berdiri dengan wajah seperti yang ketakutan-

Mungkin si nona sangat menguatirkan tentang dirinya Ho Tiong Jong sipemuda cakap jatuh ditangan ayah angkatnya bakal tidak dapat pengampunan dan akan dibunuhnya. Ketika ia melihat ayahnya muncul, ia cepat cepat menyambut

"Gihu...."

"SiuJie, kau pulang lebih dahulu" sang ayah angkat memerintah. Kho Siu cemberut, tapi ia tak berani membantah perintah Sim Pek Hian-

DENGAN tidakan ayal-ayalan ia melangkahkan kakinya.

Dilain saat orang tua jtu sudah balik kembali dan lalu angkat tubuhnya Ho Tiong Jong, dikempit dibawa kekuburan, ia merabah pada tulisan yang berbunyi DEWA dan menekan dengan telunjuknya, tak lama kemudian batu nisan menggeser dan terbukalah sebuah lubang.

Ia masuk kedalamnya dan ketemu dengan pintu besi kecil yang tidak berlubang kunci, tapi ketika ia menggeserkan batu nisan tadi ketempat biasa, lantas ada terbuka sebuah lubang, ia mengulur tangannya dimasukkan kelubang itu, tak lama

lantas terdengar suara gedobrakan, piatu besi itu lantas terbuka dan dengan menggendong Ho Tiong Jong orang tua itu berjalan masuk.

Pintu digebrukkan dan tertutup pula dengan sendirinya seperti semula keadaannya.

Keadaan didalam situ ada sangat gelap. Ho Tiong Jong rasakan dirinya dibawa menurun dan terputar-putar, Sebentar lagi Sim Pek Hian masuk kesuatu ruangan kamar yang diterangi api lilin yang cukup terang.

Kiranya ruangan itu ada sebuah kamar batu yang lebar, ditengah-tengahnya ada ditaruh tiga buah peti mati, tubuhnya Ho Tiong Jong lantas diletakkan ditanah, kemudian Sim Pek Hian menghadapi tiga peti mati tersebut dan berdiri beberapa saat dengan mulut kemak- kemik seperti juga ada mengucapkah apa-apa. Kemudian berkata pada Ho Tiong Jong.

"Bocah, kau ini sebenarnya ada satu pemuda yang berbakat hanya saja kau terlibat didalam sebuah komplotan Persatuan benteng perkampungan. Barusan sebenarnya aku hendak membunuhmu, tapi mengingat aturan kami tidak boleh membunuh sembarangan orang kalau tidak terhadap orang yang sangat jahat, maka aku urungkan tindakanku itu, Aku sekarang didepan peti mati memutuskan untuk menghukum kau. Kau bebas dari hukuman mati, tapi tak terluput daii hukuman hidup,"

"Ya, sesuka lotiang. Sekali aku sudah ditawan," katanya dengan gagah "aku menyerahkan nasibku padamu. Kau boleh punya suka menghukumku."

"Hmm... bocah bernyali besar" Ho Tiong Jong tinggal tenang-tenang saja.

"Bocah, kau jangan enak enakan." kata pula Sim Pek Hian, "apa kau tahu hukuman macam apa yang aku sudah tetapkan untuk dirimu?"

"Aku mana tahu?" jawab Ho Tiong Jong acuh tak acuh.

"Dengarlah, pertama ku bikin buta matamu, kedua potong lidahmu dan ketiga telingamu aku tusuk supaya tidak dapat mendengar. Setelah kau menjadi seorang cacad yang tidak melihat mendengar dan bicara, tentu kau tidak dapat membocorkan halnya tempat disini kepada orang lain-"

Sim Pek Hian menduga sianak mula akan terkejut mendengarnya dan menggigil karena ketakutan, tapi kenyataannya Ho Tiong Jong tinggal tenang-tenang saja, hingga membuat orang tua itu sangat heran-

"Bagaimana, apa kau tidak jeri dengan hukuman yang barusan aku sebutkan sebagai gantinya hukuman mati?" tanya Sim Pek Hian, ketawa nyengir.

Ho Tiong Jong tertawa dingin, "Lotiang," katanya, "soal kematian aku pandang seperti juga aku pulang kerumah. Aku tak takut mati, Kau akan menghukum aku dengan cara yang barusan kau sebutkan tidak menjadi soal, hanya..."

"Hanya apa, bocah ?"

"Hanya aku perlu meninggalkan pesan"

"Bagus, memang baik begitu, sebelum kau menjadi cacad kau boleh nyatakan keinginanmu, mungkin aku dapat melakukannya." Ho Tiong Jong menghela napas.

"Ingin aku meninggalkan pesan, supaya disampaikan kepada tiga orang."

"Lalu, siapa mereka itu ?"

"Mereka itu semuanya ada wanita."

Sim pek Hian melengak, "Kau maksudkan mereka itu ada ibumu dan dua saudaramu?"

"Bukan, Aku Ho Tiong Jong tidak punya anak saudara dalam dunia ini, Mereka bertiga mengasihi diriku yang

bernasib buruk maka perlu mereka diberi penjelasan tentang menghilangnya aku. Karena kalau tidak. mereka akan mencarinya dengan hati patah dan ini aku tidak mau."

"Habis bagaima aku harus berbuat?" memotong Sim Pek Hian-

"Meskipun kau tidak langsung membunuh aku tapi dengan hukuman mu itu akibatnya toch sama juga aku bakalan mati, Maka aku ingin kau sampaikan pesanku pada mereka."

"Baik, sebutkanlah apa pesanmu."

"Pertama aku minta kau menyampaikan pada nona Giok Cin puterinya Seng Eng dari Seng kepo."

"Seng Glok Cin puterinya Seng Pocu?" Sim Pek Hian menegasi heran-

"Ya, dia, Katakan padanya bahwa racun yang ada dalam tubuhku tiba-tiba telah kambuh dan karena tidak tahan sakitnya aku telah membunuh diri dan mayatnya hanyut dalam sungai. Giok Cin dalam perjalanan menemui ayahnya, untuk mengembalikan lencana pusaka itu, entah, apakah dia dapat diterima atau tidak oleh ayahnya? Karena dia dituduh oleh ayahnya telah berkomplot dengan aku mencuri benda pusakanya itu, maka ayahnya menjadi begitu murka dan mengusir anaknya yang paling dikasihinya itu.,." sampai disini Ho Tiong Jong berhenti, sejenak pikirannya ia tak dapat menemui mukanya pula.

"Lalu, selanjutnya bagaimana?" tegur Sim Pek Hian.

"Pesan kedua, tolong disampaikan kepada nona ie Ya yang bergelar Li lo sat. Katakan padanya bahwa aku Ho Tiong Jong sudah bersuami isteri dengan seorang gadis yang dipenujunya. Kini sudah membuang semua ilmu silatnya dan hidup dengan isterinya disebuah desa yang sepi sebagai petani..."

Kembali Ho Tiong Jong berhenti sejenak sampai disini, ia membayangkan wajahnya Ie Ya yang cantik menarik. iblis cantik yang sangat ditakuti kawan dan lawan, tapi terhadap dirinya ada demikian ramah dan telaten, senyumannya yang segar dan perbuatan perbuatannya yang banyak menolong pada dirinya tak dapat ia melupakan nona itu.

"Dan... pada nona yang ketiga, apa pesanmu?" tegur Sim Pek Hian-

"Dia adalah nona Kim Hong Jie, puteri nya Kim Po cu dari Kim liong po. Katakan padanya bahwa Ho Tiong Jong dalam suatu pertempuran melawan banyak orang sudah jatuh dalam jurang yang dalam, Dia telah binasa dan bangkainya dimakan binatang liar. Nona Kim tak usah mengharap akan ketemu kembali dengannya..." Ho Tiong Jong mengembang air mata setelah mengucapkan pesannya.

Pikirannya melayang pada nona cantik jelita dua sujennya yang memikat tak dapat ia lupakan, Masa lampau terbayang dimatanya, dimana Kim Hong Jie masih jadi gadis cilik, itulah pada masa ia menerima pelajaran dua belas jurus ilmu golok keramatnya si engkong nya si nona.

Ia paham, bahwa setelah dewasa, nona Kim tampaknya telah merubah cinta dalam arti adik terhadap engkonya menjadi seorang gadis terhadap pemuda impiannya. Bagaimana mesra ia bergurau dengan sinona ketika pertemuannya di sarangnya kakek Souw Kie Han. Cubitannya yang hangat, sampai saat itu ia masih rasakan Entahlah, bagaimana dengan keadaannya nona Kim sekarang ini?

Sim Pek Hian dapat mengerti dengan kesedihannya sipemuda saat itu.

Ia paham, bahwa Ho Tiong Jong tidak akan berkedip menghadapi kematian, Tapi ia mengucurkan air mata kalau mengingat tiga gadis yang mencintainya dengan besar, sebelumnya menjadi tua, Sim Pek Hian juga tentu pernah

mengalami saat-saat romantis, maka juga ketika melihat sipemuda tundukkan kepala, ia diam diam merasa terharu. Saat itu pikirannya pun melamun pada masa mudanya. Kemudian terdengar ia menghela napas beberapa kali.

"Bocah." katanya, "sebenarnya aku mau menghukum kau dengan apa yang aku katakan barusan, tapi mengingat pesanmu yang demikian dan mengharukan aku jadi tak tega untuk membuat dirimu menjadi cacad. Sekarang aku mau menanya padamu, apa maksudmu sebenarnya kau datang kemari."

"Kedatanganku sebenarnya bermaksud baik baik saja."jawab Ho Tiong Jong.

"Apa maksudmu itu?"

"Tadinya aku berniat untuk mengangkat lotiang menjadi guruku."

"Kau mau angkat aku jadi gurumu?"

"itulah maksudku. cuma sayang kedatanganku tak disambut sebagaimana pantasnya, malah diajak setori oleh nona Kho, kemudian lotiang sendiri juga ikut-ikutan membuat aku jadi kecewa dengan maksudku yang semula itu." Sim Pek Hian tampak termenung.

Pikirnya ia sudah tua, belum ada seorang yang berbakat untuk menjadi akhli warisnya, Kebetulan Ho Tiong Jong ada satu pemuda yang mempunyai tulang-tulang bakat yang sukar didapatkan keduanya pada waktu itu, sebenarnya baik sekali kalau ia menerima anak muda itu menjadi muridnya. Tapi ia tak dapat memberi putusan ketika itu juga, maka ia berkata.

"Bocah, kau sudah berguru kepada berapa banyak guru? Aku lihat ilmu silatmu campur aduk banyak sekali macamnya."

"Aku belum pernah mempunyai guru."

"Habis darimana kau dapat itu kepandaian?"

"Aku belajar sendiri dengan beberapa pengunjukan dari kawan-kawan."

Sim Pek Hian tidak percaya, tapi ia tidak mendesak lagi.

"Baiklah, sekarang kau tinggal dahulu disini untuk sepuluh hari lamanya, aku akan pikir dahulu, apakah aku akan terima kau jadi muridku atau tidak. tergantung dari keputusanku nanti." Ho Tiong Jong tidak menjawab.

"EH, darimana kau tahu aku ada disini dan mempunyai sedikit kepandaian yang diturunkan oleh mendiang guruku ?" tiba tiba Sim Pek Hian menanya.

"oh, hal itu dari pikiranku saja, dari dugaan-dugaanku saja bahwa lotiang ada akhli waris dari In Kie Locian-pwee almarhum."

"Mana bisa begitu, kalau tidak ada pengunjukan orang lain tentu kau tak dapat mengetahui asal usulku disini ."

"Itulah terserah pada lotiang, mau percaya syukur, tidak mau percaya ya apa mau dikata. Sebab apa yang aku terangkan ada dengan sejujurnya hati." Sim Pok Hian kewalahan ketika mendengar jawaban sipemuda.

orang tua itu kemudian menepok pundaknya dan bebokongnya sipemuda, yang satu untuk membuka totokan, lainnya katanya ada totokan untuk menghilangkan tenaganya, ia berkata.

"Aku sudah bebaskan kau dari totokan, tapi aku menotok jalan darahmu yang penting, supaya kau jangan bergerak berat-berat, Kalau kau bergerak yang berat-berat, tahu sendiri akibatnya, tenaga dalammu akan musnah dan kau akan menjadi orang biasa lagi, Kau mengerti? Nah, setelah sepuluh hari aku akan menengoki kau disini, apakah aku nanti dapat menerima kau menjadi murid atau tidak?"

Setelah berkata, Sim Pek Hian lalu meninggalkannya anak muda itu dalam goa kuburan sendirian Kini ia gerakkan

badannya, ternyata tidak lemas lagi. ia bisa bergerak dengan baik. Tapi untuk bergerak berat-berat ia masih takut, sebab ia seperti benar ada merasakan totokan Sim Pek Hian-

Diwaktu sore ia diantari makanan oleh nona Kho dengan melalui lubang pada pintu, beda dengan sikapnya yang sudah, ternyata kali ini ia bertemu si nona bersikap sangat ramah dan manis budi.

"Toako, aku membawakan makanan untukmu, Harap kau terima dan makan biar kenyang" demikian sinona berkata sambil bergurau.

Sebenarnya Ho Tiong Jong tidak mau makan, tapi dipikir lagi kalau ia tidak terima makanan itu diwaktu malam ia kelaparan ia nanti makan apa? ia masih ada harapan hidup, maka adatnya yang badung ia tekan, ia sebenarnya jengkel pada nona Kho, karena gara-garanya menyebabkan ia bentrok dengan orang yang ia ingin jadikan gurunya. ia pura-pura menolak.

"Nona Kho, terima kasih, Biar saja aku mati kelaparan, buat apa kau perhatikan aku membawaKan makanan segala ?"

"oh, masih marahan nih? Hi hi hi...." sinona kata sambil tertawa cekikikan. "Memang juga aku marah padamu, karena gara garamu aku jadi dikeram begini."

"Tidak apa hitung-hitung mengasoh bolehkan Maksud baik kau tak mau terima, kau dapatkan maksud apa lagi ?"

Ho Tiong Jong bercekat hatinya mendengar kata-kata si nona paling belakang. Apa maksudnya?, tapi ia masih gemas saja pada nona jumawa itu. "Sudahlah, bawa lagi saja makanan itu ." katanya.

"Jangan begitu toako, Kau terima saja, kalau malam kau tidak lapar tak usah kau makan, Tapi kalau lapar, kau sudah ada makan yang buat diganyang ?"

Ah, ini nona bawel amat sih ? Kata-katanya amat jenaka, beda dengan ketika ia menghadapi pada saat yang lalu, Maka akhirnya ia terima juga makanan yang disodorkan itu sambil mengucapkan terima kasih.

"Tak usah pakai terima kasih, toako. cuma aku pesan, kalau api lilin yang menerangi ini sudah dekat habis kau sambung terus, sebab dalam ruangan ini tak boleh apinya padam. Lilin sudah sedia banyak disitu, bukan?"

Ho Tiong Jong melirik pada empat lilin, benar saja ada sedia banyak sekali lilin-

"Baiklah nona Kho," jawabnya, "tapi nona Kho, apa maksud sebenarnya ayah angkatmu menahan diriku ini disini ?"

Si nona ketawa manis, "Kau nanti tahu sendiri, kau tenang-tenang saja tinggal dalam goa kuburan ini, aku nanti saban-saban antari kau makanan . . ."

Si nona sambil berkata telah meninggalkan Ho Tiong Jong, hingga si pemuda tiiak mendapat kesempatan untuk berbicara terlebih jauh.

Setelah menaruh makanan diatas meja, Ho Tiong Jong duduk termenung.

Ia memikirkan kata-katanya si nona tadi. "Maksud baik kau tidak mau terima kau mau maksud apa apa. ia menebak nebak sekian lama, tak dapat ia menecahkannya. Keisengan, ia lalu jalan lihat-lihat tiga peti mati yang ada disitu.

Pada peti nomor satu ia melihat tulisan

"TEMPAT ISTIRAHAT SIANSU KUI KOK CU USIA 152 TAHUN,

yang nomor dua

"TEMPAT ISTIRAHAT THIAN KIE TEE PIT USIA 220 TAHUN"

dan yang ke tiga,

"TEMPAT ISTIRAHAT IN KIE LOJIN, USIA 150 TAHUN."

Hatinya Ho Tiong Jong ketarik oleh peti mati yang ketiga (in Kie Lojin), maka didepan peti mati siapa ia lantas berlutut, memohon kerelaan hatinya in Kie Lojin untuk ia membuka peti matinya.

Demikian setelah ia cukup berkemak-kemik, lantas perlahan tangan membuka tutup peti mati. ia tidak berani mengerahkan tenaganya, karena kuatir totokannya Sim Pek Hian bekerja dan dirinya berbahaya, ia geser peti mati itu perlahan-lahan, didalamnya ternyata sangat bersih, sebagai gantinya mayat ada kedapatan, disitu sebuah kitab dan sebuah pedang dengan gagangnya terbuat dari kayu pohon tho. pedang dan kitab itu terbungkus oleh sehelai kain warna kuning.

Ia dapat melihat ini semua dengan bantuan penerangan lilin yang dibawa kedalam peti mati, Ketika tersorot oleh terangnya api lilin, pedang tadi memancarkan sinar berkeredepan menandakan bahwa pedang itu ada pedang pusaka.

Sedang bukunya, ketika ia buka lembaran pertama, lantas dapat melihat dengan kalimatnya. "KITAB KUMPULAN ILMU SILAT SEJATI JILID KE-SATU."

HATINYA Ho Tiong Jong terkesiap membaca kalimatnya buku.

Buku keduanya ia sudah miliki, kalau ia dapat memahami buku yang ke satu ini terang ilmu silatnya akan meningkat sangat tinggi. Dengan tangan gemetar ia mengambil buku itu.

Dalam hati berdoa dengan sujut, minta karunianya in Kie Lojin supaya ia dapat memahami isinya kitab itu, kalau memangnya ia ada berjodoh menjadi muridnya orang tua yang sangat tersohor itu pada jamannya. Kemudian ia tutup rapih lagi peti mati itu.

Dengan hati berdebar debar Ho Tiong Jong mulai membaca isinya kitab pada sebuah kursi disisi meja diatas mana ada barang hidangan yang dikirim oleh nona Kho.

Saking asyiknya ia memahami isinya sampai ia lupa ada makanan dari nona Kho, kalau tidak perutnya berkeroncongan minta diisi. ia baru engah, perutnya sudah lama minta diisi, maka ia tangsal perutnya sebentara n, setengah mana ia melanjutkan memahami isinya kitab.

Pada lembaran pertama Ho Tiong Jong sudah dapat pengunjukan penting yalah cara-cara bagai mana mengembalikan tenaga asli, misalnya kena totokan jalan darah atau kena keracunan bagaimana jalannya untuk mengetahui dan memunahkannya bahaya itu. ia rajin sekali mempelajari bagian ini, lantas dicoba menurut pengunjukan itu, mencari tahu bagaimana keadaan dirinya sendiri. Ternyata ia sekarang sudah bebas dari keracunan dan juga .... totokan-

Jadi tidak benar bahwa Sim Pek Hian telah menotok jalan darahnya yang penting dan dilarang mengerahkan tenaganya berat-berat.

Setelah dapat mengunjukkan itu, ia coba gerakan tenaga dalamnya, mengerahkan dengan sungguh-sungguh seluruh kekuatannya ternyata tidak apa apa, jadi bohong apa kata nya Sim Pek Hian itu.

Diam-diam hatinya Ho Tiong Jong menjadi heran dan menanya pada dirinya sendiri: "apa maksudnya Sim Pek Hian membohongi dirinya?"

Tadi ia tak dapat memikirkan hal itu, karena perhatiannya sangat ketarik oleh isinya buku yang memuat berbagai ilmu silat, Semuanya pada mempunyai keistimewaannya, ilmu silat dengan pedang, golok dan lain-lain senjata termuat lengkap dalam kitab itu, juga ilmu pukulan tangan kosong. banyak sekali yang menarik hatinya Ho Tiong Jong, terutama ia ketarik oleh dua macam ilmu yang dinamai "Tan-ci Sin kang

atau "Sentilan satu jari tenaga sakti" dan "Te-it Thiam hiat" atau "llmu menotok jalan darah No. Wahid."

Pikirnya, ia dapat memahami ilmu ini saja, rasanya sudah cukup menjagoi dikalangan rimba persilatan, karena jarang sekali orang mempunyai ilmu yang demikian hebatnya. Tapi semua itu harus diyakinkan dengan betul oleh orang yang berbakat dan yang mengalami keanehan sepanjang hidupnya, justru Ho Tiong Jong ada satu pemuda berbakat untuk menjadi jago silat ternama, juga ia pernah menemui keanehan dalam hidupnya, yalah makan dua pilnya si Dewa obat Kong Yat Sin dari pelayannya Seng Giok Cin, tidak jadi mati, kemudian kena racunnya Tok kay, lantas dihajar oleh Uang Emas Beracun (Tok-kim chi) ceng ciauw Nikou, belakangan racun dari Souw Kie Han punya jarum maut tidak juga ia dapatkan kematiannya.

Semuanya itu sudah merupakan keanehan dan membuat tenaga sakti dalam tubuhnya Ho Tiong Jong jadi luar biasa.

Sejak malam itu Ho Tiong Jong meyakinkan betul-betul segala ilmu silat yang terdapat dalam kitab jilid ke satu itu. Berkat otak nya yang cerdik, juga karena ia meyakinkan jilid ke duanya, maka semua pelajaran hampir dapat dicangkok semua dalam otaknya.

Yang ia utamakan dari semua petunjuk petunjuk ilmu silat itu, adalah Tan-ci Sin- kang dan Te-it Thiam hiat, yang lainnya, pikirnya, akan meyakinkan lebih jauh diluar goa kuburan itu, jikalau tidak sampai keburu diyakinkan- Asal ia tahu garis garis besarnya saja, selanjutnya ia dapat memperaktekkan sendiri dengan pecahan ciptaannya sendiri. Boleh dikata siang dan malam Ho Tiong Jong meyakinkan kitab tersebut.

Nona Kho terus saban saban mengantarkan makanan untuknya, yang ia sambut dengan penuh terima kasih, ia tidak marah lagi kepada sinona, malah kalau sinona bergurau ia

lawan bergurau lagi, hingga keduanya kelihaian sangat gembira.

Tepat sepuluh hari Ho Tiong Jong juga tepat mencatat semua isinya dalam kitab jilid kesatu itu, kemudian ia simpan pula dalam peti mati ia berlutut mengucapkan banyak terima kasih atas karunia in Kie Lojin yang sudah menurunkan ilmu kepandaiannya kepada dirinya.

Ia justru sedang berlutut, tiba-tiba ia mendengar ada suara pintu dibuka. Ketika ia menoleh, kiranya yang datang ada Sim Pek Hian-

Ho Tiong Jong dalam sepuluh hari itu dalam goa kuburan sudah dapat memahami apa arti kata-katanya nona Kho tempo hari. Maksud baik kau tidak mau terima kan mau dapatkan maksud apa ?

Artinya Sim Pek Hian menjebloskan ia dalam goa kuburan itu, adalah supaya Ho Tiong Jong dapat memahami isinya kitab "Kumpulan lima Silat Sejati" lalu menjadikan dirinya seorang jago tanpa tandingan-

Tak usah ia berguru lagi kepala Sim Ptk Hian, sudah cukup dengan apa yang ia dapat pelajari dari kitab itu. dia seorang cerdik, mempraktekkannya sangat mudah. Mungkin, dengan kecerdikannya, berdasarkan dari ilmu yang didapat dari kitab itu bisa dipecah-pecah digodok menjadi lebih lihay lagi.

Sikap sim Piek Hian sekarang berubah. Kalau sepuluh hari yang ia ia selalu bersikap mengejek dan memanggilnya juga "bocah" saja, tapi sekarang lain- Ketika melihat Ho Tiong Jong datang memburu padanya dan menjatuhkan diri berlutut, ia sambil mengusap-usap kepalanya si anak muda berkata.

"Ho Tiong Jong, kau bangunlah. Aku datang kemari bukannya mau menerima engkau menjadi muridku, akan tetapi aku mau memberi selamat padamu, yang kau sudah dapat memahami isinya kitab "Kumpulan ilmu Silat Sejati", jilid

keduanya sudah ada padamu maka untukmu ada lebih mudah lagi meyakinkannya."

"Lotiang, oh... bagaimana kau dapat tahu itu?" menyelak Ho Tiong Jong.

"Ha ha ha..." tertawa Sim Pek Hian- "Dari ilmu silatmu yang campur aduk itu aku tahu kau ada menggunakan beberapa tipu ilmu silat yang ada tersebut dalam kitab "Kumpulan Ilmu Silat Sejati" cuma sayang itu kurang benar sebab kau tak meyakinkan ilmu silat itu dalam jilid ke 1, yang kau yakinkan ada dari dalam jilid ke dua, hanya keterangan kebagusannya ilmu silat yang kau mainkan itu." Ho Tiong Jong terbengong mendengar penjelasan itu.

"Lotiang benar, nah inilah ada jilid kesatu," kata Ho Tiong Jong sambil merogoh kitab yang dimilikinya.

Sim-Pek Hian ketawa sambil menyambuti kitab jilid ke duanya dibulak balik lembarannya sebentaran, kemudian diserahkan kembali pada Ho Tiong Jong.

"Ya ini benar ada jilid kedua, Kau simpan baik-baik, sebab isinya ada petunjuk lebih terang dari ilmu silat dalam jilid kesatu, jangan sampai jatuh ditangannya orang sembarangan sebab berbahaya sekali kalau orang jahat yang mendapatkannya, ibarat macan nanti tumbuh sayap. Aku sebenarnya sudah merasa kurang tenteram untuk melindungi kitab pusaka disini, hanya terpaksa sebab tidak ada lagi yang jadi akhli warisnya."

"Apa sampai begitu berat menjaganya?" menyelak Ho Tiong Jong.

"Ya, begitulah, sembilan jago dari Perserikatan Benteng perkampungan mengarah buku pusaka itu. Kalau seandainya mereka sudah dapat memahami apa artinya yang tertulis pada sembilan "Lencana Rahasia Tuhan" sudah pasti mereka akan menyerbu kemari, Kalau sampai sebegitu jauh mereka belum berhasil memahaminya karena mereka satu dengan lain saling

curiga. coba mereka persatu padu, pasti dapat diketahui dimana disimpan nya kitab pusaka yang dicarinya."

"Lalu apa lotiang tidak ungkulan mengusir mereka pergi?-"

"Aku bukannya takut, hanya kuatir mereka merusak peti mati mendiang suhu dan su-couwku . Mereka tentu datang dengan bergelombang. sembilan orang datang menyerbu atau membawa kawan lainnya siapa tahu."

Ho Tiong Jong angguk anggukan kepalanya "Sebenarnya," kata pula Sim Pek Hian, "aka sudah mau berikan buku itu padamu, cuma saja sudah terikat dengan perjanjian, yalahpada siapa yang membawa sembilan buah "Lencana Rahasia Tuhan" kepadanya kitab itu diberikan. jadi kalau umpama kau ung kulan merampas pulang sembilan lencana itu, baik sekali, kau bawa disini dan ditukar dengan kitab pusaka."

Ho Tiong Jong termenung. "Baiklah, aku nanti akan mencobanya." katanya.

"Bagus, aku harap kau berhasil. Sebab aku sangat kuatir kitab itu akan jatuh di tangan orang jahat dan membikin repot dunia persilatan oleh karenanya. Nah, sekarang kau bangunlah"

Ho Tiong Jong menurut atas undangannya siorany tua, anak muda itu duduk berhadap hadapan diatas kursi, Atas pertanyaan Sim Pek Hian, Ho Tiong Jong tuturkan pengalaman hidupnya yang penuh kegetiran, ia tidak tahu dimana adanya orang tuanya, ia merasa berhutang budi terhadap orang-orang yang telah berlaku baik terhadap dirinya seperti kepada Seng Giok Cin, Kho Kie, Li-lo sat ie Ya. Kim Hong Jie dan menuturkan pula persahabatannya dengan co Kang Hay sejak dalam penjara air sampai sudah keluar dari penjara neraka dunia itu.

Sim Pek Hian angguk anggukkan kepala beberapa kali selama Ho Tiong Jong menutur dan ia tak memotong orang

punya pembicaraan. Sehabis pemuda itu bercerita, Sim Pek Hian lantas menanya. "sekarang kau mau pergi kemana kalau sudah keluar dari sini."

"Aku akan menemui adik Giok, dengan siapa kita telah berjanji akan menikah dan merantau bersama sama."

"Apa janji itu sudah tiba waktunya."

"oh, tidak. Masih ada kira kira dua bulan lagi."

"Nah, kaiau begitu kau tinggal saja disini barang sebulan disini, supaya dapat memberikan kau pengunjukan yang amat perlu dalam banyak macam ilmu silat yang kau dapatkan dari buku pusaka mendiang suhu- ku. " Ho Tiong long bangkit dan duduknya dan kembali berlutut.

"Terima kasih atas perhatian lotiang, memang ada maksudku yang suci untuk mengangkat kau menjadi guruku..."

"oo, tidak. tidak- bukan begitu maksud-ku," menyelak Sim Pek Hian, sambil angkat pemuda itu bangun lagi, "Kau sudah belajar langsung dari kitab pusaka siansu, otomatis kau sudah menjadi murid siansu, Kau selanjutnya boleh anggap aku sebagai su-hengmu, bukan sebagai gurumu, Ha ha ha..." Ho Tiong Jong melongo.

Tapi kemudian dengan hati terharu dan air mata bercucuran ia memeluk Sim Pek Hian sambil berseru, "... Su ... heng..."

"Sute..." jawab Sim Pek Hian dengan suara sangat terharu. Sejenak lamanya kedua orang itu saling peluk dengan hangat.

Sungguh diluar dugaan sekali, maksudnya Ho Tiong Jong datang pada Sim Pek Hian hendak mengangkat orang tua itu menjadi gurunya, tidak tahunya tidak berjodo menjadi guru dan murid tapi berjodo menjadi suheng dan Sute.

Atas pertanyaan Ho Tiong Jong, bagaimana orang tua itu dapat tahu kalau ia ada menyakinkan isi kitab "Kumpulan ilmu Silat Sejati" dengan ketawa sang Suheng menjawab.

"oo, itu mudah saja, Memang sengaja aku menahan kau sepuluh hari dalam goa kuburan ini, maksudku, kalau kau ada berjodo menjadi murid Siansu kau dapat memahami isinya kitab pusaka Siansu yang ada didalam peti matinya. Dugaanku benar tidak salah kau adalah orangnya yang berjodo, sebab selama sepuluh hari itu aku mengintip diluar tahumu gerak gerikmu mengapalkan isinya kitab sangat tekun dan otakmu sangat encer untuk mengingat semua isinya, sekarang isinya kitab boleh dikata sudah ada dalam otakmu dan dalam waktu ini kau hanya memerlukan latihan saja lantas semuanya dapat kau praktekkan dengan baik." Ho Tiong Jong sangat kagum akan kelihayan matanya sang Suheng. Sebelum ia membuka mulut, Sim Pek Hian sudah berkata pula.

"Nah, Sutee, sekarang mari kita berlutut di depan peti mati siansu, untuk meneguhkan persaudaraan kita dalam seperguruan-"

Ho Tiong Jong menurut, sim Pek Hian memperkenalkan suteenya dan Ho Tiong Jong yang menyatakan dengan hati tulus mengangkat saudara, In Kie Lojin sebagai gurunya, dan sebagai murid ia berjanji akan bantu melindungi kitab pusaka gurunya itu supaya tidak terjatuh dalam tangannya orang orang jahat, ia bersumpah dalam hidupnya selalu akan membela keadilan membasmi kejahatan dan menentramkan dunia persilatan, ilmu silat dari kitab pusaka akan diwariskan kepada orang-orang yang berjodoh atas pengunjukan abahnya sang guru dialam baka. Tidak akan diturunkan kepada sembarang orang.

Demikianlah, sejak hari itu Ho Tiong Jong saban hari mendapat pertunjukan dari Sim Pek Hian untuk melancarkan ilmu ilmu silat yang sudah dicatat dalam otaknya, Tapi dalam hati diam-diam Ho Tiong Jong merasa heran, sebab ada ilmu

silat yang hebat tapi sulit, ketika ditanyakan keterangannya pada Sim Pek Hian sang Suheng tak dapat menerangkannya, karena katanya ia belum menerima pelajaran itu dari suhunya.

Rupanya, tidak semua kepandaian ilmu silat yang dikumpulkan dalam kitab pusaka itu, diturunkan pada Sim Pek Hian- Entahlah, apakah Sim Pek Hian kurang berbakat atau sebelum itu ilmu silat itu dipelajari Sang suhu sudah keburu meninggal dunia? Tapi hal ini tidak ditanyakan lebih jauh oleh Ho Tiong Jong.

Hubungan Ho Tiong Jong dan Kho Siu juga, selama Ho Tiong Jong tinggal ditempatnya Sim Pek Hian menjadi bertambah erat, Sering-sering mereka pasang omong dengan gembira, Kini nona Kho berbalik bahasa kalau dulu mulai bertemu suka menyebut "orang liar" kemudian berubah memanggil "toako", sekarang ia harus memanggil "susiok" (paman), derajat Ho Tiong Jong jadi lebih tinggi lagi.

Sering panggilan "susiok" ini dipakai bergurau nona Kho, tapi Ho Tiong Jong hanya ganda tertawa saja.

Kecantikan nota Kho yang menggiurkan dan sikapnya yang Jenaka pandai bergurau membuat Ho Tiong Jong bimbang.

XXXVIII. PENUTUP.

DI LIHAT sikapnya makin hari makin berubah. Ho Tiong Jong mendusin bahwa si nona ada jatuh hati kepadanya, Hatinya menjadi bingung, ia kuatir akan terlibat dalam asmara lagi, pikirnya, sebaiknya ia siang siang pergi dari situ, Waktu ini ia sudah tinggal satu setengah bulan dalam rumahnya Sim Pek Hian-

Pada suatu malam, ia gelisahan tak dapat tidur, karena romannya Seng Giok Cin selalu berbayang didepan matanya, ia seolah-olah mempunyai firasat kurang enak maka pada

keesokan harinya ia mohon diri dari Sim Pek Hian-Sang suheng tidak berkeberatan, malah ia berkata sambil ketawa.

"Memang sudah cukup kau dapat penjelasan dari aku, tak dapat memberikan penjelasan lainnya, malah aku percaya dikemudian hari ilmu silatmu akan jauh lebih tinggi dari padaku yang menjadi Suhengmu, Ha ha ha..... tapi aku tidak mengiri, malah merasa bangga mempunyai seorang Sutee yang lihay seperti kau Tiong Jong...."

Ho Tiong Jong merendahkan diri. "Mana dapat aku akan lebih lihay dari Suheng, yang mendapat pendidikan langsung dari Siansu." katanya sambil ketawa.

Tiba tiba Sim Pek Hian seperti ingat sesuatu, "Eh, Sutee," kafanya, "apakah kau tidak mau menunggu Siu-cie pulang dahulu menengoki orang tuanya."

"Ah, tidak apa," jawab Ho Tiong Jong sambil ketawa, "tolong Suheng sampaikan terima kasihku yang besar kepadanya dan minta maaf aku berlalu dari sini diluar kehadirannya."

Ho Tiong Jong seperti yang kesusu, "Hatiku sudah dua hari ini merasa tak enak. aku kuatir adik Gok sudah kembali dan menanti kedatanganku," ia berkata pula. Kemudian berpamitan sambil memberi hormat pada sang Suheng dan tidak lupa mengucapkan terima kasihnya atas kebaikannya orang tua itu, ia berjanji satu waktu akan datang kembali menyambangi tuan rumah.

Sim Pek Hian tak dapat mencegah kepergiannya sipemuda, sambil berdiri ia mengelus elus jenggotnya pikirannya berduka. ingat kepada anak angkatnya, sebagai orang tua matanya tak dapat dikelabuhi bahwa anak angkatnya ada jatuh cinta kepada pemuda tampan dan lihay itu, tapi apa mau dikata, ia sendiri tak berdaya untuk mempersatukan mereka menjadi suami istri, karena Ho Tiong Jong sudah banyak pacarnya, yang menyintai dirinya.

Terang Ho Tiong Jong tentu akan menolak kalau ia bicarakan urusannya Siu-jie untuk diambil istri oleh pemuda itu.

orang tua itu menghela napas sambil mengawasi berlalunya si anak muda dari kebun sayurnya, sampai tidak kelihatanpula bayangannya. Mari kita ikuti Ho Tiong Jong yang kembali kerumahnya co Kang cay. Kebetulan saat itu tampak si orang tua sedang berdiri disamping pintu.

Ia tampak sangat gelisah. Dengan jalan dingkluk-dingkluk dibantu oleh tongkatnya ia menyongsong kedatangannya Ho Tiong Jong. Ketika berhadapan ia lantas berkata.

"Tiong Jong kau kemana sampai begitu lama? Aiya kau bikin susah orang saja, sekarang bagaimana baiknya ini? Ah, kau Tiong Jong..."

co Kang cay bicara sangat gugup, hingga Ho Tiong Jong tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh si orang tua itu, Maka ia menanya. "co lopek, ada apa sih kau begitu gugup?"

"Nona Ie sudah pergi menyusulmu pada setengah bulan yang lalu, lima hari yang lalu ada datarg nona Seng mencarimu, menunggu sampai lima hari, maka ia sudah tidak sabaran dan menyusulmu lagi."

"Ha Adik Giok sudah datang? Kapan dia perginya?" tanya Ho Tiong Jong.

"Kira-kira dua jam berselang ia sudah pergi, katanya hendak mencarimu."

"Apa co lopek tidak kasih tahu aku pergi kemana kepada dua nona itu."

"Tidak- sebab aku takut mtreka bikin huru-hara dirumahnya Suheng, nanti aku yang dimarahi oleh Suheng."

"Bagus sekarang kasih tahu padaku, kejurusan mana nona Seng pergi?"

"Ke jurusan Barat, entah dia sudah sampai dimana ?"

"Baik, nah selamat tinggal, sampai lain kali kita ketemu lagi."

Anak muda itu tampak menanti co Kang cay menjawab, sudah lantas putar badannya dan lari kejurusan Barat menyusul pada nona Seng Giok Cin. co Kang cay hanya berdiri melongo mengatasi berlalunya si anak muda.

Perjalanan kejurusan Barat tidak banyak tempat tempat yang ramai, maka ia enak menggunakan ilmu jalan cepatnya untuk menyusul Seng Giok Cin.

Kini kepandaian dalam hal mengentengi tubuhnya sangat hebat Tak lama ia sudah sampai pada suatu tempat pegunungan- Pikirnya, menurut dugaan ia sudah dapat menyandak nona Seng, tapi masih juga ia belum dapat menyusulnya. Ia celingukan dan memperhatikan disekitar tempat itu.

Dalam herannya ia menghampiri sebuah pohon untuk meneduh, Belum lama ia duduk sambil menebak-nebak kemana jalannya sang kekasih atau kupingnya telah mendengar seperti ada beradunya senjata orang bertempur.

Ia pasang kupingnya lebih hati-hati, suara itu ternyata datangnya seperti dari bawah jurang. Tanpa memikir lama-lama lagi, ia lalu enjot tubuhnya melesat melayang seperti burung dan dilain saat ia sudah sampai d itempat pertempuran-

Ternyata yang bertempur ada seorang wanita dikerubuti oleh tiga orang lelaki yang semuanya ada berkerudung kepalanya dengan kain hitam, hatinya Ho Tiong Jong sangat kaget ketika nampak wanita itu bukan lain daripada kekasihnya, siapa sedang keteter dikerubuti oleh tiga lelaki yang semuanya berkepandaian tidak rendah.

Tapi ia tidak ingin turun tangan lekas-lekas, ingin melihat dahulu kepandaiannya sang kekasih, apakah ia dapat mempertahankan diri dari keroyokannya tiga laki laki berkerudung kain hitam itu?

Seng Giok Cin ternyata sangat gesit, pedangnya menari-nari diantara berkelebatnya tiga senjata musuh, hingga kelihatannya sukar ia dijatuhkan untuk sementara waktu. Diam-diam Ho Tiong Jong menghampiri lebih dekat pada medan pertempuran mereka satu juga tidak ada yang engah bahwa saat itu ada jago lihay. Satu diantara lawan Giok Cin berkata.

"Sudah baik-baik kau menjadi orang penting dalam perserikatan kita, kenapa kau jadi tergila-gila kepada itu maling kecil? Hari ini kalau tidak dapat membekuk kau untuk dibawa ketempat kami, kami bersumpah untuk mengambiljiwamu ditempat ini juga."

"Jangan banyak bacot manusia rendah, Apa kau kira nonamu takut pada kalian? IHm lihat pedang nonamu akan ambil kepalamu satu persatu."

"Jangan kasih hati Samte, bekuk saja kita kerjain-" kata yang satunya lagi.

Mereka lantas mengurung rapat, ilmu silatnya berubah lebih cepat dan ganas, hingga biar bagaimana Seng Giok Cin menjadi gelisah juga. Kalau ia dikerubuti oleh dua saja masih ia dapat menandingi dan mungkin dapat mengalahkannya akan tetapi ia, ditigain, benar berat untuk melawannya.

Hatinya jadi melamun pada Ho Tiong Jong, Dimana dia sekarang?

Karena hatinya terpencar, maka Seng Giok cin jadi lengah memusatkan tenaga dalamnya, hingga ketika pedangnya kebentur dengan senjata musuh terpaksa ia mundur, Apa celaka justru ia diserbu dan hendak dipeluk oleh salah satu lawannya.

Ia tak dapat meloloskan diri, karena dalam posisi sulit, ia sudah mandah terima nasib dengan meramkan mata. tapi tiba tiba ia mendengar lawannya keluarkan jeritan tertahan- Ketika ia membuka matanya, kiranya Ho Tiong Jong sudah berdiri diantara mereka. oooh bukan main girangnya si nona.

"Engko Jong, kau." serunya kegirangan sambil memburu dan berdiri disampingnya sang kekasih.

"Adik Giok kau kaget barusan? Hm si manusia rendah tadi aku sudah kasih persen kau lihat dia sekarang sedang kesakitan-"

Seng Giok Cin memandang pada orang tadi yang hendak memeluk dirinya, benar saja tampaknya seperti sedang merasakan kesakitan lengannya. Entah bagaimana rupanya ia dalam keadaan demikian, sebab mukanya ditutup kerudung kain hitam dan hanya mendengar rintihannya yang sakit.

Barusan orang tadi ketika lengannya hampir menyentuh pinggangnya Seng Giok Cin yang langsing, tiba-tiba ia berjengit dan cepat menarik pulang sepasang lengannya, karena ia rasakan lengan kanannya seperti kena ditusuk-tusuk jarum sakitnya, ia heran dengan kesakitan ia mundur beberapa tindak.

Tidak tahu dari mana datangnya, seketika itu sudah ada Ho Tiong Jong dihadapannya tengah bersenyum-senyum, ia jadi menggigil karena sudah tahu sampai dimana kelihayannya anak muda ini yang dahulunya ia sangat pandang rendah.

Pelahan-lahan rasa sakitnya hilang dan lengannya dapat digeraki lagi, orang tadi lantas berkumpul dengan dua kawannya yang lain menghadapi si pemuda yang saat itu masih bersenyum-senyum mengawasi pada mereka .

"Mereka sangat jahat engko Jong," tiba-tiba Seng Giok Cin berkata, "kau harus kasih hajaran pada mereka supaya tahu diri."

"Adik Giok. kau kenali mereka ini ?"

"Aku sudah lantas kenali dari mereka punya lima silat dan juga suaranya." Ho Tiong Jong bersenyum lagi,

"Siapa?" tanyanya.

"Mereka ada muridnya itu siluman Khoe Tok" Si pemuda anggukkan kepalanya.

"Aku penasaran kalau belum menggampar mukanya satu persatu sebagai hadiah perbuatannya mereka yang tidak sopan barusan terhadapku."

"Baik, kau boleh laksanakan sebentar."

"Maling kecil, kau jangan banyak lagak. Apa kau kira kami bertiga boleh buat sembarangan? IHm... lihat kami bekuk batang lehermu dan sekalian dengan ini budak penghianat itu kami akan gusur kemarkas."

Perkataannya tak lampias, karena tiba tiba mendengar suaranya Ho Tiong Jong yang aneh sekali, ia ketawa bergelak gelak seperti biasa kelihatannya, akan tetapi kedengaran di kuping masing-masing seperti guntur berbunyi hingga mereka menjadi berubah wajah nya dan merasa jerih.

Seng Giok Cin mendengarnya seperti biasa saja, maka ia jadi heran tatkala melihat tiga orang itu pada menekap kupingnya masing-masing dengan tangannya dan matanya pada terbelalak mengawasi pada Ho Tiong Jong dengan penuh rasa heran dan jerih.

Masing-masing dalam hatinya menanya, "Dari mana Ho Tiong Jong dapat ilmu yang lihay itu. Apa kepandaiannya lebih hebat dari duluan ?"

Dari takut mereka jadi nekad, sebab pikirnya, daripada mereka sebentar mendapat hinaan lebih baik unjuk kepandaian dulu, siapa tahu dapat menjatuhkan sianak muda dengan mengandalkanjumlah mereka ada lebih banyak.

Mereka mengasih tanda dengan isyarat mata. Kemudian dengan serentak telah menyerang pada Ho Tiong Jong yang barusan saja berhentikan ketawa nya, serangan mereka ada hebat sekali, tiga senjata berbareng berkelebat mengarah tubuhnya sang korban-

Suara senjata terdengar "trang trang" saling bentur tapi yang saling bentur ada senjata mereka sendiri, Sedang Ho Tiong Jong telah menghilang entah kemana? Mereka celingukan melihat sebentar ada dibela kang satu kawannya, kemudian dibelakang kawan lainnya begitu seterusnya, hingga mereka tak dapat menyerang dengan senjatanya dikuatirkan nanti salah menyerang kena kawan sendiri. Bukan main mereka herannya menyaksikan kepandaian Ho Tiong Jong,

"Kau jangan keluarkan ilmu iblis, lekas hadapi kami, kalau kan benar satu laki laki, kau..." belum kata-katanya ini lampias, tiba tiba telah terdengar suara .

"Baiklah" lantas tubuhnya Ho Tiong Jong berkelebat seperti kilat. Entah bagai mana ia bergerak, sebab dilain saat satu persatu tiga lawannya itu kena ditotok dan berdiri seperti patung, Hanya matanya saja yang berputaran mengawasi pada Ho Tiong Jong yang saat itu sudah berdiri pula disampingnya Seng Giok cin sambil ketawa.

Seng Giok Cin sangat kagum dengan kepandaiannya sang kekasih, ia tidak tahu dari mana kekasihnya itu dapatkan kepandaian yang demikian hebat?, ia terbengong mengawasi Ho Tiong Jong, hanya bisa mengeluarkan kata kata, "Eng....koJong..kau..." Ho Tiong Jong ketawa, ia mengerti akan kagum dari kekasihnya itu.

Tangan kananaya merangkul tubuh si cantik, dua pasang mara saling berpandangan dengan penuh rasa cinta dan bahagia, "Adik Giok. bukankah kau hendak menampar mereka satu persatu ..." kata sipemuda pelahan.

Seng Giok Cin anggukkan kepalanya sambil bersenyum manis.

Hatinya sangat bangga mempunyai kekasih yang demikian tampan romannya dan demikian lihay ilmu kepandaiannya.

"Ilmu apakah itu, Engko Jong?" tanya si gadis.

"ilmu mengentengi tubuh meminjam berkesiurnya angin dan ilmu menotok jalan darah nomor satu.,."

"Aku mau diajar itu, engko Jong."

"Tentu, kau akan jadi isteriku, segala apa milikku dan menjadi milikmU juga, cuma tergantung kepada kekuatan tenaga dalammu saja sesuai atau tidak untuk menerima pelajaran itu, bukan ?"

Sambil mendongak menatap wajah sang kekasih yang tampan, Seng Giok Cin manggutkan kepalanya, kemudian rebahkan kepalanya yang berambut harum itu didadanya Ho Tiong Jong yang kokoh.

Pelukan Ho Tiong dirasakan makin erat, itulah lebih lebih dari seratus kata-kata bahagia dengan lisan- Keduanya saling peluk sesaat lamanya pelukan bahwa adegan itu disaksikan oleh tiga orang musuhnya yang sedang pada berdiri dengan tak dapat menggerakkan tubuhnya.

Hanya matanya yang pada melotot dan hatinya penuh rasa jelus dan iri hati, si cantik dari Seng-keepo berada didalam pelukannya orang yang mereka sangat benci dan ingin membunuhnya .

"...adik, Giok. bukankah kau mau memberi persen pada mereka?" bisik Ho Tiong Jong sesaat kemudian-

Seng Giok Cin seperti yang baru mendusin dari kelelepnya dalam kebahagiaan mata, dengan perlahan-lahan ia melepaskan diri dari pelukan Ho Tiong Jong.

"Kau benar, engko Jong." katanya seraya menghampiri kepada mereka Masmg-masing dalam posisi mereka tadi bergerak hendak menghajar Ho Tiong Jong, senjata masih di tangan, kelihatannya lucu sekali. Senjata mereka dilucuti, lalu kerudungnya masing masing dibuka dan benar saja mereka ada Seng Boe Ki dan dua saudara oet ti

"engko Jong kau lihat cecongornya tiga orang jahat ini.." kata si nona, serentak ia menggampar mukanya satu per-satu hingga mereka meringis-ringis, pedas rasanya gamparan si nona.

Ketika dalam gemasnya si nona hendak persen gamparannya yang kedua kali, Ho-Tiong Jong mencegah "Sudah. sudah cukup, Biar kita bebaskan supaya mengadu kepada gurunya, aku mau lihat itu siluman jahat apa ada punya kepandaian serta nyali untuk membalas dendam murid-muridnya ini?"

Ho Tiong Jong ingat akan cerita tempo hari yang ia dengar bahwa Khoe Tek ada sangat jahat, tukang hirup darah manusia dan darah darah wanita yang datang bulan dibuat obat, kemudian orangnya diperkosa dan dibunuh mati, ia sekarang sudah mempunyai kepandaian tinggi, ingin ia ketemu orang ganas kejam itu untuk membinasakannya. oleh sebab mengingat itu, maka tiga muridnya dilepaskan oleh Ho Tiong Jong.

Ia hanya menepuk punggungnya masing-masing, lantas mereka sudah bebas dari totokan dan diusir dari situ. Dengan masing-masing membawa senjata, mereka ngacir terbirit-birit meninggalkan tempat itu.

seng Giok Cin tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuan mereka itu.

Balik pada urusannya sendiri, atas pertanyaannya sang kekasih, Seng Giok Cin ber- cerita.

Sepanjang perjalanan seratus lie sampai ke rumahnya orang orang ayahnya pada menghalang- halangi padanya, tidak mengijinkan ia berkunjung kerumahnya atas perintah ayahnya, ia lalu menulis sepotong surat mengabarkan maksud kedatangannya ada membawa Lencana Rahasia Tuhan yang hilang maka barulah perjalanannya lancar.

Ayah girang mendapat kembali barang pusakanya itu, kepada sang ayah ia berterus terang, bahwa ia akan berumah tangga dengan Ho Tiong Jong. Ayah tidak ambil perduli, hanya kepala-kepala Perserikatan lainnya tidak puas dan menahan ia sampai Ho Tiong Jong datang baru dilepaskannya.

Belakangan putusan dirubah, menyuruh ia kembali pada Ho Tiong Jong untuk mengabarkan bahwa pemuda itu ditunggu kedatangannya dalam tempo lima belas hari dikota Tong an pada sebuah kuil, untuk mengadu kekuatan- Sebagai penutup Seng Giok cin sambil berlinang air mata berkata.

"engko Jong, karena cintaku yang besar pada dirimu, aku sampai tega meninggalkan ayahku hidup bersendirian dirumah, Entahlah bagaimana dengan kesehatannya nanti..."

"Adik Giok. Ia orang tua tak dapat melupakan kasihnya kepada anaknya yang sangat disayang seperti kau. Maka senangkan-lah hatimu. Sekarang, kepaksa aku minta bantuanmu untuk pergi ke Siauw lim si di gunung Ko-san, tempatnya Beng Tie Taysu, Kau bawa ini gelang batu giok," Ho Tiong Jong sambit keluarkan gelang batu giok kepercayaan dari orang orang Siauw-lim-pay.

"Serahkan padanya dan minta supaya Beng Tie Taysu hadir ditempat yang ditetapkan oleh orang-orang dari perserikatan pada hari pertemuan mereka dengan aku."

"Kau mau minta bantuan dari Siauw-lim-sie?" tanya Seng Giok Cin.

"Terpaksa, karena aku belum tahu tenagaku apa cukup untuk menghadapi mereka sembilan orang dengan barisannya Kim liong-pat hong thian- bee tin-"

"Ya memang barisan itu memang lihay, sekarang aku pergi dah."

Dua kekasih itu terpaksa berpisahan pula, karena menghadapi urusan yang sangat penting dan berbahaya.

Tanggal yang dijanjikan kebetulan jatuh pada harian cap-go-meh.

Menjelang magrib Ho Tiong Jong sudah ada di kelenteng Po in-si di kota Tang-san, tempat yang telah dijanjikan

Dibawahnya terang bulan, Ho Tiong Jong jalan-jalan disekitar kelenteng tersebut sambil menikmati pemandangan yang permai, ia melamun, pada hari-hari yang akan datang, ia akan menghadapi pertempuran kemudian akan menikah dengan sicantik Seng Giok cinooh, bagaimana bahagianya kalau ia sudah berumah tangga dengan gadis yang menjadi pujaannya itu.

Tengah ia enak-enakan melamunkan kebahagiaannya, tiba-tiba dari balik sebuah pohon muncul sesosok bayangan menghadang didepannya.

"Ha ha ha...., Tiong Jong kau benar-benar satu kuncu dapat memegang janjimu." orang itu adalan Khoe Cong, si muka jelek. yang jelus hatinya.

"Kau jangan muncul sendirian, panggil keluar kawan-kawanmu sekalian-"

Khoe Cong bersiul nyaring, segera pada muncul dengan beruntun delapan orang dari segala jurusan, Mereka lengkap sembilan orang yang merupakan kepala dari Perserikatan Benteng Perkampungan- Mereka dikepalai oleh Kim Toa Lip. ayahnya Hong Jie.

Sambi tertawa nyaring Kim Toa Lip berkata "Kau kelihatannya tenang-tenang saja, aku tidak sangka kau belani muncul disini."

"Jangan banyak omong, lantas jelaskan apa maksud kalian mengundang aku datang kesini?" memotong Ho Tiong Jong dengan suara dingin.

Seng Eng dan ciauw Toa Nio menanyakan halnya Lencana Rahasia Tuhan yang dibawa-bawa oleh Ho Tiong Jong, apakah diberitahukan kepada orang lain?

"Meskipun aku bilang "tidak" kalian toch tak akan percaya, sekarang mau apa, aku dapat mengiringinya" tantang Ho Tiong Jong.

"Bocah sombong itu tidak boleh dikasih hati h ayo kurung dia bersama barisan kita, Biar tahu kelihayan kita." teriak ciauw Toa Nio

Ho Tiong Jong tertawa bergelak gelak. "Kalian boleh atur barisan, aku Ho Tiong Jong tidak akan tinggal lari," kata sipemuda sikapnya jumawa.

Semua jago-jago tua itu pada heran melihat sikapnya Ho Tiong Jong yang demikian tenang, Apakah mungkin ia sudah tambah kepandaiannya lagi? Tapi ketelanjur sudah menonjolkan barisannya yang lihay, maka Kim Toa Lip sebagai kepala lantas perintah kawan-kawannya berbaris mengurung pada sipemuda.

"Silahkan kau menerjang dan pukul pecah pecah barisan" kata Kim Toa Lip.

Ho Tiong Jong tidak tawar menawar lagi, ia hunus goloknya dan menerjang pada Kim Toa Lip. Siapa tinggal tidak bergerak. tapi ketika goloknya Ho Tiong Jong hampir sampai ia menangkis dengan pedangnya, ia terhuyung-huyung mundur tiga tindak. sedang Ho Tiong Jong masih tetap ditempatnya. Bukan main kagetnya orang she Kim itu.

Ho Tiong Jong sampai demikian hebat tenaga dalamnya, sungguh diluar segala dugaan-

Semua orang-orang Perserikatan pada membelalakkan matanya.

Tiba-tiba terdengar suara-suara orang yang memuji Budha, ternyata yang datang ada Beng Tie Taysu diiringi oleh sembilan kawannya.

orang-orang yang mau bergebrak urungkan bergeraknya, Kim Toa Lip dan kawan-kawannya saling pandang dan menduga-duga apa maksud kedatangannya Beng Tie Taysu dari Siauw lim si itu, Sedang Ho Tiong Jong diam-diam merasa girang. Ketika sudah datang dekat, Beng Tie Taysu sambil memberi hormat, berkata.

"Harap kalian jangan bertempur dahulu, Loceng ingin bicara dengan Ho Sicu sebentar. Yang mana satu Ho Sicu harap suka datang pada Loceng."

Ho Tiong Jong keluar dari kepungan musuh, sambil menjura ia memohon maaf untuk kelancangannya memohon kedatangannya sang paderi dengan mengirimkan gelang batu kumala. Diterangkan batu kumala itu dikasih oleh Ie Boen Hoei dari kantong Suheng-nya yang telah meninggal dunia. Asal usulnya permusuhan sehingga ia hendak bergebrak dengan sembilan orang itu diberitahukan dengan singkat.

Beng Tie Taysu menghela napas, Tapi ketika ia mendengar kawanan orang dari Perserikatan pada beberapa bulan yang lalu telah membakar gerejanya Tay Hong Hosiang sehingga musnah, matanya Beng Tie Taysu berkilat sejenak. tapi kemudian tenang lagi.

"Musnahnya Kong- beng si karena gara-gara orang orang jahat ini yang tidak kesampaian maksudnya mengambil jiwaku, ini ada tanggung jawab ku. Harap Taysu bersabar, setelah aku dapat membasmi sembilan orang ini sebagai balas dendam atas kematiannya Tay Hong Hosiang dan murid-

muridnya serta musnahnya gereja Kong- beng si, aku nanti serahkan diri pada Taysu, bagaimana Taysu hendak menghukumku, aku juga bersedia dengan rela.."

"Ho Sicu jangan merendah begitu rupa, penanggung jawab dari musnahnya Kong beng-si dan kematiannya Tay Hong serta murid-muridnya adalah mereka ini."

Sembilan orang itu terkejut mendengar pembicaraan mereka, Kiranya kedatangan Beng Tie Taysu itu adalah hendak membantu pada Ho Tiong Jong.

"Anak haram, jangan banyak rewel, Lekas terima kematian untuk mengganti jiwa anakku" demikian terdengar teriakan dari pihak Perserikatan-

Yang berteriak itu ternyata Han Siauw ceng, ia yang sudah tidak sabaran menanti Ho Tiong Jong pasang omong dengan Beng Tie Taysu.

"Ho Sicu, silahkan" kata Beng Tie Taysu. Dilain saat Ho Tiong Jong sudah dikepung lagi oleh sembilan orang dalam barisan Kim liong pat-hong thian bee tin, setelah terlebih dahulu menyerahkan golok Lam-cun-tonya kepada Seng Giok Cin, ia menghadapi mereka dengan tangan kosong.

"Anak haram." bentak Hui Siauw Ceng, "Kau mau cari mampus siang-siang masuk dalam barisan kami dengan tangan kosong."

Ho Tiong Jong sangat mendongkol dikatakan anak haram, "orang tua dekat mampus, jangan banyak bacot. Lihat saja nanti, siapa yang akan menemui Giam lo ong...."

Kim Toa Lip sementara itu sudah memberi aba-aba kepada orang-orangnya untuk lantas turun tangan- Tidak tempo lagi Ho Tiong Jong dihujani senjata dan dikepung rapat sekali, tapi Ho Tiong Jong dengan bersiul nyaring badannya berkelebatan seperti kilat cepatnya ia menggunakan ilmu mengentengi tubuh. "Berkesiuran angin, Tanci Sin- kang dan Te it Thiam-

hiat Dari buku "Kumpulan ilmu Silat Seiati" ia sudah paham benar, cara bagaimana memecahkan barisan yang sangat dibanggakan oleh sembilan orang itu.

in Kie Lojin tempo hari kena dijatuhkan oleh barisan demikian, sejak mana ia sudah menyusun satu cara, bagaimana untuk memecahkan barisan tersebut dan ia telah menulisnya didalam kitab pusakanya. Bagian ini dipelajari oleh Ho Tiong Jong khusus untuk menjatuhkan sembilan orang dari Perserikatan Benteng Perkampungan-

Menghadapi kegesitan seperti kilat itu, bukan main sibuknya sembilan orang jago kelas satu itu, mereka punya senjata saling bentur dengan kawannya sendiri sebagai ganti sasarannya yang menghilang pergi datang. Dalam tempo pendek saja ke-9 orang itu sudah kena ditotok semuanya dan masing masing pada berdiri dalam gerakannya masing-masing ketika kena tertotok.

Lucu sekali, ada yang sedang angkat kaki menendang, ada yang sedang menyabetkan pedangnya, menusukkan senjata pitnya, menggunakan pentungannya dan lain-lain sebagainya.

Hanya matanya saja yang dapat digerakan berputaran mulutnya tak dapat berbicara, inilah hasilnya dari ilmu Te-it Thiam hiat (ilmu menotok jalan darah nomor satu) yang dipelajari oleh Ho Tiong Jong yang istimewa untuk menghadapi mereka.

Beng Tie Taysu geleng-geleng kepala dan memuji namanya Budha menyaksikan kepandaian Ho Tiong Jong yang luar biasa, Dengan tangan kosong dapat menjatuhkan sembilan jagoan dalam perserikatan yang telah tersohor namanya.

Seng Giok Cin bengong saking kagum menyaksikan kepandaian sang kekasih.

Ho Tiong Jong lalu menghampiri satu persatu dan mengompes siapa yang telah melakukan pembakaran

kelenteng Kong beng-si, ternyata yang menjadi biang keladinya ada Hui Siauw Ceng.

Sambil menghadapi dua orang tersebut, Ho Tiong Jong menengadah kelangit. Mulutnya kemak-kemik seperti yang mengucapkan apa-apa kata katanya yang penghabisan nyaring juga kedengarannya. "Taysu yang jadi orang alus harap saksikan Ho Tiong Jong membalas sakit hati Taysu."

Berbareng ia mendekati Hai Siauw Ceng dan menepuk pinggangnya, kemudian Khoe Cong di tepuk pundaknya, sambil berkata.

"Nah kalian boleh pulang, sebentar malam boleh merasakan akibat dari perbuatan jahat kalian-"

Seiring dengan kata-katanya Ho Tiong Jong menendang satu demi satu, Dua-duanya terlepas dari totokan dan pada angkat kaki dari situ tanpa menoleh lagi kebelakang.

"Taysu aku sudah membalaskan sakit hatinya Thay Hong Hosiang pada orang-orang yang bersalah, bagaimana pikirnya Taysu terhadap lainnya? Apakah hendak dibebaskan saja, sebab mereka tidak turut campur dalam pembakaran Kong bengsi."

Beng Tie Taysu menghela napas, ia mengerti Ho Tiong Jong barusan sudah turun tangan berat terhadap orang yang bersalah, Mereka sebentar malam baru akan merasa tepukan Ho Tiong Jong yang lihay, sekujur tubuhnya seperti ditusuk-tusuk dengan jarum, setelah menderita tiga hari tiga malam mereka akan melayang jiwanya.

Ia tidak hendak mencari musuh, maka ia lalu anggukkan kepalanya. "Ya, kasihlah mereka bebas...." katanya.

Satu persatu dibuka totokannya oleh Ho Tiong Jong dengan tendangan dan gamparan pada muka masing-masing kecuali ketika gilirannya Seng Eng dan Kim Toa Lip. orang muda itu masih ingat dan pandang mukanya Seng Giok Cin dan Kim

Hong Jie, maka ia tidak mau keterlaluan ia gunakan Tan ci Sin-kang, menyentil dari kejauhan membuka totokanpada dua orang tua ini.

Mereka semuanya tanpa mengucapkan apa apa sudah pada angkat kaki dari tempat itu dengan penuh rasa penasaran dan malu.

Kejadian ini telah menggemparkan dunia persilatan ketika jago jago dalam kalangan Kang-ouw mengetahuinya, hingga namanya Ho Tiong Jong telah meningkat tinggi sekali.

"Ho Sicu, hebat sekali kepandaian Ho Si-cu, Loceng belum pernah menyaksikan kepandaian yang demikian lihay, dengan tangan kosong dapat memecahkan barisan "Kim-liong-pat hong thian be-tin-.." memuji Beng Tie Taysu.

"Ah, ini berkat anjuran semangat dari Taysu saja..." jawab Ho Tiong Jong merendah, hingga Beng Tie Taysu diam-diam memuji pada pemuda yang bisa membawa diri itu.

"Nah, Ho Sicu, sampai disini saja kita berpisah, Kalau sicu dibelakang hari ada keperluan dengan tenaga kami orang dari Siauw-lim-si, boleh suruhan orang saja untuk membawa ini gelang batu kumala kepadaku..." sambil menyerahkan kembali gelang batu kumala hijau kepada Ho Tiong Jong.

Ho Tiong Jong menyambuti sambil mengucapkan terima kasih.

Beng Tie Taysu ajak kawan kawannya berlalu dari tempat itu diawasi oleh Ho Tiong Jong dan Seng Giok Cin sampai lenyap dari pandangannya.

Seng Giok Cin yang tengah melayang-layang pikirannya menjadi terkejut ketika tiba tiba satu tangan yang kuat menyambar pinggang nya yang langsing dan dipeluk erat-erat? Suara bisikan yang tak asing lagi baginya mengusap ngusap dalam telinganya.

" . . . . Adik Giok. mari kita pergi . . . ."

" . . . . Kemana engko Jong ?"

" . . . . Merantau . . . ."

Dua pasang mata berpandangan diiringi senyuman pelukan makin erat... itulah lebih dari seratus satu kata-kata mesra dan yang dapat diucapkan dengan mulut mereka berdua....

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar