Golok Sakti Bab 17 : Antara Suka Dan Duka

Bab 17 : Antara Suka Dan Duka

"Engko Jong harap jangan marah, barusan aku berlaku kurang sopan, Harap kau suka maafkan, sebenarnya bagaimana rencanamu kau mau pergi kemana?"

"Aku sendiri tidak tahu, tapi aku harus lekas meninggalkan tempat ini." Ho Tiong Jong menjawab sambil berjalan.

Si nona mengintil disampingnya. "Engko Jong menurut pikiranku sebaiknya kau mengikuti aku, buat aku coba menyembuhkan racun yang ada di tubuhmu." Ho Tiong Jong ketawa getir.

"Kau baik sekali nona Seng," jawabnya, "terima kasih kau tak usah repot-repot karena diriku, sebab aku sendiri bisa mengatasinya."

Perih hatinya Seng Giok cin, kembali ia mendengar si pemuda memanggil, nona lagi padanya bukannya adik, itu tandanya masih marah kepadanya.

Seumurnya Seng Giok cin belum pernah begitu merendah pada orang, juga belum pernah mendengar kata-kata yang acuh tak acuh seperti Ho Tiong Jong, maka hatinya sangat perih dan ia kepingin menangis oleh karenanya. Ia melihat si pemuda meninggalkan kepadanya.

Terpaksa ia memburu pula, sambil menyekal lengannya pula ia berkata. "Engko Jong kau benci padaku ?"

" Kenapa aku harus membenci kau ?"

"Kau kelihatannya acuh tak acuh terhadapku."

"Ya, diantara kita tidak ada hubungan lain, Kita hanya sebagai kenalan sepintas lalu saja dan itu mudah dilupakan, Budimu yang aku terima, selama aku masih hidup tentu aku tidak akan melupakannya."

Kembali Seng Giok Cin hatinya merasa di tusuk-tusuk.

Perih sekali hatinya ia menyintai sipemuda, tapi ternyata pemuda itu tidak mengerti akan cintanya. Tapi itu bukan salahnya Tiong Jong, salahnya sendiri barusan membuat sakit hatinya sipemuda yang beradat tinggi. ia menyesal, bagaimana akalnya supaya ia dapat baik kembali ?

"mari kita bicara." mengajak si nona sambil menarik lengannya sipemuda pergi kebawahnya pohon yang rindang. Kedua-nya buat sejenak lamanya tinggal membisu.

Seng Giok Cin tundukan kepala, sedang Ho Tiong Jong saban saban mendongak melihat kelangit seolah-olah ada apa-apa disitu yang dicari.

Suatu saat ia memandang sinona yang menundukkan kepala sambil bakal main ujung bajunya.

"Nona Seng ada urusan apa kau ajak aku kesini?" tiba-tiba sipemuda membuka pembicaraan-

Seng Giok Cin tidak menjawab, hanya dari sepasang matanya yang jelita tiba-tiba mengeluarkan air mata.

Ho Tiong Jong kaget melihat Seng Giok Cin menangis.

"Kau kenapa?" tanyanya heran.

"Engko Jong." kata si nona sambil terisak-isak "Apa kau masih marah padaku ?"

"Kenapa aku mesti marah padamu ?"

"Engko Jong, kau tak tahu isi hatiku terhadapmu." Ho Tiong Jong melengak.

Sebelum ia membuka suara menanya, si nona sudah mulai melanjutkan kata-katanya secara blak blakan ia bukan seorang nona pemaluan atau pingitan, ia tidak tedeng aling-aling untuk mengatakan isi hatinya didepan pemuda pujaanya.

"Engko Jong, seumur hidupku selain ayah yang aku amat pikiri, tidak ada lain orang lagi. Tapi sejak hari itu, waktu kau menolong diriku tanpa menghiraukan diri sendiri telah menempur "Sepasang Orang Ganas" hatiku terus memikir padamu."

Ho Tiong Jong berdebaran hatinya mendengar pengakuan si nona, ia tidak menyangka bahwa si nona berani secara terang terangan membuka rahasia hatinya, ia terus mendengarkan lanjutannya si nona bicara.

"Malah, aku lebih berat memikiri dirimu dari pada ayahku sendiri, Pikirku. setelah kau mati, aku akan mencukur rambut masuk menjadi nikouw untuk melayani suhu di Ta san- Setiap hari aku akan tetap mengenangkan dirimu, mendoakan supaya arwah mu dialam baka mendapat tempat yang lapang ..."

Seng Giok Cin sampai disini sudah tidak dapat menahan rasa sedihnya lagi, maka ia telah menangis makin sedih danjatuhkan dirinya dalam pelukannya Ho Tiong Jong. Ia menangis terisak-isak didadanya sipemuda yang lebar dan kuat.

Ho Tiong Jong sementara itu sudah tak dapat berkata-kata saking kagetnya. Kaget, Karena ia tidak menyangka si nona ada demikian besar cintanya terhadap dirinya, ia menyesal akan perlakuannya tadi, yang membuat si nona merasa tidak enak hatinya, Perlahan-lahan ia memenangkan hatinya.

Sambil mengusap-ngusap rambutnya si nona yang hitam mengkilap dan tumbuh subur ia menghibur.

"Adik Giok. kau jangan berkata demikian- Aku hanya seorang pemuda gelandangan, tidak punya rumah tangga yang tentu, malah orang tua sendiri belum tahu dimana adanya. Masih terlalu banyak pemuda-pemuda pantaranku, yang lebih tampan, gagah dan tinggi kedudukannya maupun ilmu silatnya, maka bagimu masih mudah saja untuk memilihnya bukan? Kau..."

"Engko Jong." memotong si nona dengan air mata masih berlinang-linang, "memang tidak salah ucapanmu barusan, banyak yang lebih cakap dan cerdik dari pada kau. Tapi kau adalah kau, mereka adalah mereka, Mereka bukannya kau. Engko Jong, kau tidak tahu, meski sekarang badanku belum menjadi milikmu, tapi hatiku telah lama menjadi milikmu. Maka kalau kau mati, hatiku juga berarti mati, mengikuti kau dikubur, Selanjutnya aku akan hidup dengan semangat melayang-layang dan mungkin, setelah suhu menutup mata aku juga akan menyusul rokhmu ketempat baka."

"Adik Giok..." suara merdu menyelusup ditelinga si nona, sedang mulutnya ditekap oleh sipemuda pujaannya, "Kau jangan berkata demikian, aku seram mendengarnya, Nah, sekarang coba dongakkan wajahmu yang cantik."

Seng Giok Cin menurut, dengan air mata masih berlinang-linang, ia dongakkan mukanya menatap wajahnya Ho Tiong Jong yang bersenyum kepadanya. Sejenak lamanya keduanya saling memandang dengan tidak merasa puas.

Tangannya Ho Tiong Jong yang kiri dipakai menunjang dagunya si nona, sedang yang kanan dipakai mengusap-usap jidat, rambut, pipi dan mulutnya sinona yang mungil, Matanya terus menatap seolah olah tidak mau berkedip.

Si nona diperlakukan demikian, tinggal mandah saja malah merasa sangat bahagia.

"Adik Giok." kata sipemuda dengan suara pelahan, "Aku cinta padamu, aku ingin memandang wajahmu sepuas

puasnya, supaya kalau aku nanti mati dapatlah aku mengenangkan wajah yang elok jelita dari kekasihku daiam-dunia..."

Suara Ho Tiong Jong parau kedengaran-nya, karena menahan rasa sedih yang mencengkeram hatinya. Tampak pada kedua belah matanya ada meneteskan butiian air mata, sedang sepasang matanya Seng Giok Cin yang barusan baru berhenti menangis, kini mendengar kata kata itu. kembali mengeluarkan air mata dengan derasnya.

Keduanya jadi saling peluk dengan sangat mesra seakan akan tidak ingin berpisahan pula, keduanya saat itu merasa sangat bahagia, melupakan untuk sesaat itu atas kematiannya sipemuda yang sebentar lagi akan terjadi.

Suaranya Ho Tiong Jong yang memanggil "adik Giok" terus berkumandang dalam telinganya si nona, jasanya seperti suara musik yang merdu, ia bersenyum, diam-diam dan balas memeluk erat-erat pada sipemuda yang memeluk kencang tubuhnya seakan- akan sudah tak mau melepaskannya lagi.

Tiba-tiba Ho Tiong Jong mendorong dengan perlahan tubuh sinona yang harum semerbak, pikirannya kalut perasaannya cemas meluap-luap dan ia menyesal bahwa umurnya akan demikian pendek. Kalau saja ia diberi panjang umur, alangkah bahagianya ia hidup di dampingi seorang wanita elok seperti nona Seng Eng yang mencintai setulus hati.

"Adik Giok,sudah waktunya kita berpisahan-.." terdengar sipemuda pelahan sambil mendorong tubuhnya si pemudi pelahan-

seng Giok Cin berkeras tidak mau dipisahkan dari tubuhnya.

" Engko Jong...." ia berbisik, "Biarkan aku ikut kemana kau pergi temponya ada sangat singkat untuk kita akan berpisahan selama-lamanya, dengan begitu dapatlah nanti aku mengenangkan wajahmu dibawah sinarnya lampu sang Buddha."

Ho Tiong Jong kaget, ia tidak tega untuk mendorong sinona yang memeluk erat-erat tubuhnya.

"Adik Giok. semestinya aku tidak boleh berbuat begini, aku harus bersikap dingin padamu, memancing kebencianmu, supaya kau dapat melupakan aku. Tapi, ya, barusan kau kata hendak mengikuti aku sampai aku..."

"IHussstt..." kata Seng Giok Cin, sambil menekap mulutnya sipemuda dengan jari-jari tangannya yang halus mulus, "jangan teruskan bicaramu, aku seram mendengarnya, sebaiknya kita bicarakan hal hal yang membahagiakan hati saja."

Ho Tiong Jong menatap wajah cantik dari Seng Giok Cin, kerlingkan matanya yang menjalin hati, membuat Ho Tiong Jong lemas karenanya, maka ia bersenyum dan berkata dengan pikiran lega. "Baiklah, aku menurut saja padamu."

Seng Giok Cin berseri-seri, air matanya yang barusan berlinang linang telah menghilang entah kemana.

Perlahan-lahan ia keluar setangannya, hendak menyeka bekas menangis tadi.

Ho Tiong Jong cepat merebutnya setangan yang harum semerbak ini, ia sendiri yang menyeka pelahan-lahan air yang masih mengeram ditelakupan dan bulu matanya yang halus lentik, oh bagaimana bahagia Seng Giok Cin pada saat itu. Keduanya saling menatap dengan bersenyum-senyum.

Tangannya nona Seng yang halus memegang tangannya sipemuda, diajaknya untuk berduduk pada sebuah batu besar yang tidak jauh dari situ.

"Engko Jong." kata sinona, setelah mereka duduk berendeng, "semula aku tidak memperdulikan segala kejadian- Kini aku merasakan akan kedatangannya malaikat elmaut. Setelah aku menyaksikan perbuatanmu menolong si lemah memberantas si jahat, hatiku jadi tergerak. Aku berjanji akan

membuang perangaiku yang sudah-sudah dan selanjutnya akan menjalankan kebenaran seperti kau?"

"Bagus itu, bagus adik Giok, Setelah aku..." dia tidak dapat melanjutkan bicaranya karena mulutnya kembali dibekap oleh tangan yang mungil Seng Giok Cin matanya melotot kepadanya seolah-olah menegur kenapa ia hendak berkata pula yang menyeramkan itu. Ho Tiong Jong merasa bersalah, maka ia berseri-seri kemudian berkata. "Adik Giok, maafkan aku barusan aku kelupaan-"

"Aku harap kan jangan timbulkan soal demikian pula, yang membikin hatiku sangat pilu dan kepingin menangis. apakah kau senang melihat aku menangis terus-terusan?" demikian si nona menyesalkan-

"Iyah dah. aku tidak berani lagi." jawab sipemuda bergurau.

Seng Giok Cin ketawa, Suasana menjadi gembira lagi, keduanya meneruskan percakapannya. Seng Giok Cin menyatakan pikirannya.

" Engko Jong meski betul katanya kau tak iapal ditolong lagi, tapi apa salahnya sebelumnya waktunya sampai, kita berdaya untuk mencari pemunah racun yang ada ditubuhmu. Siapa tahu Tuhan memberkahkan kita dapat hidup bahagia nanti?" Ho Tiong Jong diam saja.

Tapi otaknya bekerja, ia pikir, tubuhnya sudah tiga kali kena racun. Pertama karena goresan kukunya Tok-kay, kemudian Toat-kim chi dari ceng ciauw Nikow yang ia gigit dengan giginya, lantas belakangan diinjeksi oleh jarum mautnya si kakek aneh dari Lembah Pasir Berjalan-

Tiga macam racun sudah mengaduk dalam tubuhnya, mana mungkin dirinya ketolongan dari bahaya kematian.

Melihat sipemuda diam saja. Seng Giok Cin meneruskan bicaranya.

"oo, ya.... sekarang aku baru ingat, Locianpwee Kong Yat Sin sering-sering datang ke gunung Po kay san menyambangi seorang sahabatnya untuk bercakap-cakap. Dari sini gunung itu jaraknya hanya seratus lie saja. Aku kira, dalam waktu dua jam kita sudah bisa sampai, Siapa tahu peruntunganmu panjang umur, dengan Tuhan Yang Maha Esa kau dapat di tolong. Dia ada mempunyai hubungan baik dengan ayahku, maka aku akan minta supaya bagaimana juga ia dapat menolong dirmu. Eh bagaimana kau pikir?"

Ho Tiong Jong terbuka sedikit harapannya, ia menyetujui usulnya si nona untuk pergi kesana.

Disaat mereka pada bangun berdiri dari duduknya, tiba tiba muncul Souw Kie Han dihadapan mereka.

"Hei, kalian lagi merundingkan apa lagi bukan lekas pergi?" tegurnya kasar.

Ho Tiong Jong beringas, Agaknya ia sangat marah pada si kakek yang menginjeksi dirinya dengan jarum mautnya. Tapi sebelum pemuda membuka suara, Seng Giok Cin menalangi padanya menjawab. "Hii, kau ini orang tua bawel benar, sekarang juga kira memang hendak meninggalkan tempatmu"

Souw Kie Han melihat sepasang matanya si nona merah seperti habis menangis, hatinya menjadi lemas. Tidak tega berlaku keterlaluan, ia hanya menyuruh supaya mereka buru buru meninggalkan tempat itu.

Matanya Ho Tiong Jong mendelik, "IHm...." ia menggeram, "kalau kepandaianku diatasmu, aku akan membereskan kau kakek serakah ini mengangkangi seluruh gunung."

Souw Kie Han berubah wajahnya, ia tidak senang mendengar perkataan Ho Tiong Jong. "Bccah, kau jangan banyak omong. Sekali lagi kau berani berkata begitu awas" demikian ia mengancam.

Ho Tiong Jong meluap amarahnya.

Ia nekad dan hendak menempur lagi si kakek, meskipun ia sudah dipecundangi dan tahu bahwa kepandaiannya belum nempil untuk melayani si kakek. Pikirnya, sudah kepalang, tokh dirinya bakalan mati, Takut apa sama si kakek yang kejam itu.

Tapi Seng Giok cia lebih sabar, ia tahu meski ia berdua bersatu juga mengerubuti si kakek masih bukan tandingannya, apa lagi Ho Tiong Jong seorang diri menghadapinya, maka ia sudah kasih isyarat kepada sipemuda dengan kerlingan matanya.

"Sabar Locianpwee, jangan berbuat sekasar itu kepada kami, Tokh kami hanya menginjak Liu soa-kok hanya untuk sekali ini saja, untuk apa kau jadi marah?"

Si kakek mendengar tata bahasanya demikian halus dan merendah, hatinya lemas, Terdengar ia menghela napas, kemudian berkata.

"Ya, kalian tidak tahu kesusahan hati lohu. Sebenarnya, lohU tidak punya maksud memberlakukan kalian kasar. "

Ho Tiong Jong mendengar perkataannya si kakek, lantas terlintas dalam ingatannya suatu penemuannya tempo hari. "Aku tahu kau punya kesusahan hati ," katanya Souw Kie Han berubah wajahnya, ia mengawasi si pemuda sejenak. "Bagaimana kau tahu kesusahan lohu ?"

"Kau tentu sedang memikirkan benda wasiat yang kau cari tak ketemu, bukan ?"

Si kakek tergetar hatinya, ia heran kepada pemuda ini dapat menebak dengan tepat kesusahan hatinya ?

"Apa artinya perkataanmu itu," tanya sikakek.

"Sekarang kau terangkan dahulu kesusahan hatimu, nanti aku akan kasih tahu apa apa yang membuat terhibur kesusahanmu?"

si kakek terheran heran mendengar bicaranya Ho Tiong Jong.

"Ya. lohu sudah puluhan tahun lamanya-tapi selama itu belum juga dapatkan benda yang lohu maksudkan-"

Ho Tiong Jong ketawa, "Aku tahu kesusahan ini, kau lentu mencari itu patung yang melukiskan tubuhnya satu wanita elok. benar tidak?"

"Hei bocah" teiiak si kakek, "Kau bohong mana bisa jadi kau dapat menemukan benda itu digunung Sie ban-leng ini, tentu kau menemukannya diluar gunung."

"Aku sudah memegangnya, aku sudah melihatnya, bahkan sudah membaca apa bunyinya tulisan yang diukir pada patung sicantik itu." jawab Ho Tiong Jong. souw Kie Han terbelalak matanya, ia mengawasi si pemuda tanpa berkesiap.

"Bocah, kau lekas beritahukan pada lohu, dimana letaknya dan apa patung itu sudah di ambil olehmu. Bicara lekas, kalau sedikit, membohong lohu tidak perkenankan meninggalkan tempat ini. Mungkin lohu akan membuka pantangan membunuh dan hilangkan jiwa kalian."

Seng Giok Cin terkesiap hatinya, ia jerih juga menghadapi si kakek yang sedang kalap mendengar berita tadi dari Tiong Jong.

Tapi sebaliknya Ho Tiong Jong tidak takut, ia tertawa bergelak-gelak. " Kakek kejam, aku Ho Tiong Jong tidak nanti takut dengan ancamanmu sekarang mati dan nanti mati, untukku sama juga bukan?"

Souw Kie Hanjadi melongo. Memang benar juga kata- katanya sipemuda, ia sudah kena jarum injeksi mautnya lagi beberapa jam menemui kematiannya, kalau sekarang ia membunuhnya sama juga, tidak banyak bedanya ada terlebih cepat ia menemui kematiannya.

Ia menyesal sendiri tidak dapat memunahkan racun jarum mautnya, kalau tidak boleh ia memunahkan dahulu racun yang pada ditubuhnya si pemuda untuk mengorek rahasia yang diketahui oleh sipemuda itu dengan jalan menyiksa dirinya.

Kini gertakannya tidak mempan- Maka dengan mendongkol ia sudah tinggalkan pergi sepasang muda mudi itu.

Mereka juga tidak ambil perduli si kakek dan lantas angkat kaki dari situ. Tapi tidak dinyana si kakek kemudian balik lagi dan menegasi, katanya. "Hei bocah, apa patung itu kau sudah ambil?"

"Tidak" jawab Ho Tiong Jong sambil terus berjalan, hingga si kakek menjadi tidak senang pertanyaan dianggap sepi. Dalam gemasnya, ia sudah keluarkan kepandaiannya menotok dari jarak jauh, sebentar lagi Ho Tiong Jong dan sinona pada jatuh rubuh.

"He he he," si kakek tertawa aneh, ketika melihat korbannya rubuh, ia datang menghampiri lalu keluarkan rantai wasiatnya, dan merantai muda mudi itu diikatnya pada pohon masing-masing sejarak kira kira satu tumbak.

Mereka diikat berhadap hadapan, Setelah mana ia lalu membuka pula semua totokannya, sehingga saling susul Seng Giok Cin dan Ho Tiong Jong mendusin,

Si nona merasa girang, ketika siuman melihat Ho Tiong Jong tak kurang suatu apa hatinya lega, sebaliknya sipemuda, ketika membuka matanya bukan main gusarnya pada Souw Kie Han, ia mencaci maki si kakek.

"Kau ini tua bangka tidak tahu diri, kejam dan tidak punya peri kemanusiaan-Bagaimana tidak hujan tidak angin mau berlaku sewenang-wenang lagi pada kami? Apa belum puas dengan jarum mautmu yang ditusukkan kepadaku."

Tapi Souw Kie Han tidak jadi marah, malah ia ketawa terkekeh kekeh.

"Kau sayang pada dia?" tanyanya kemudian sambil menunjuk pada nona Seng.

"Tentu, kan mau berbuat apa?" sahut Ho Tiong Jong beringas.

"He he he, kalau kau sayang padanya, lekas cerita terus terang, lohu tidak akan mau mengganggu seujung rambutnya?"

"Tidak. kau jangan kena digertak olehnya, Engko Jong, kalau kau menuruti kemauannya aku akan membenturkan kepalaku mati disini" demikian si nona berkata dengan suara gemas dan pasti.

"He he, dia cerita juga boleh kenapa?"

"Tidak. aku tidak suka menyenangkan hatimu, Kau kakek kejam."

"Bocah, kau jangan bikin lohu jadi marah" bentak Souw Kie Han pada nona Seng.

"Tidak. aku tidak takut kau marah, Eh, Engko Jong kalau kau memberitahukan kepadanya aku akan menggigit lidahku untuk mati disini."

Souw Kie Han benar benar marah, ia angkat tangannya menampar pipinya si nona hingga bersuara nyaring, Sinona sangat malu di hina demikian rupa seumur hidupnya ia baru mengalamkan kejadian itu. Dengan air mata bercucuran ia memaki si kakek kalang kabut, tapi tidak diladeni oleh Souw Kie Han.

Di lain pihak Ho Tiong Jong perih hatinya melihat kekasihnya diperhina demikian rupa oleh si kakek. tapi apa daya? ia tidak mempunyai tenaga untuk melawannya, ia hanya menyesalkan dirinya yang tidak punya guna.

Tapi Souw Kie Han juga sesudah menampar si gadis harinya merasa sangat menyesal ia terburu napsu bukannya ia

punya maksud untuk menghina seorang wanita, ia berbuat demikian karena tidak tahan oleh perasaan gusarnya. Ia lalu menghadapi Ho Tiong Jong dan berkata.

"Bocah lohu sudah mengambil ketetapan untuk melepaskan kau dan dia. Tapi dengan syarat, yalah ke satu kalau kalian sudah merdeka kau menjamin dia tidak akan membikin pusing lohu, kedua kau harus bersumpah bahwa benda itu masih dipuncak gunung ini tidak dibawa olehmu. Bagaimana kau sanggup?"

Si kakek rupanya merasa kuatir juga si nona kalau sudah dimerdekakan akan ngamuk dan merangsak dirinya, Meskipun ia sendiri tidak takuti Seng Giok Cin tapi biar bagaimana juga ia merasa sungkan melayani seorang anak perempuan yang pantas menjadi buyut-nya.

Ho Tiong Jong pikir-pikir syarat-syaratnya itu dapat diterima sebab kalau ia terus membandel, dikuatirkan si nona akan mendapat tambah penghinaan yang tak ada perlunya dari si kakek. Maka ia lalu mengawasi pada Seng Giok Cin, seakan-akan yang meminta persetujuaanya .

Seng Giok Cin mengerti, ia pikir memang tidak ada gunanya membandel. Paling perlu lekas-lekas mereka dapat kemerdekaannya, supaya Ho Tiong Jong cepat-cepat mendapat pertolongan dari Kong Jat Sin. Maka ia lantas mengasih isyarat dengan matanya, bahwa ia mupakat sipemuda menerima baik syaratnya slkakek.

"Bagaimana? "si kakek mendesak.

"Ya, aku terima syaratmu itu. Kalau aku membawa patung itu, biarlah langit dan bumi menghukum diriku?"

Souw Kie Han tertawa gelak-gelak.

Ia percaya perkataan sipemuda, maka seketika itu ia telah melepaskan mereka lagi. Seng Giok Cin cepat-cepat mengajak Ho Tiong Jong meninggalkan tempat itu.

Mereka menuju ke gunung Po-kay san- Di sepanjang jalan, mereka bercakap-cakap meskipun di wajah mereka kelihatan gembira, tadi dalam hati masing-masing cuma Tuhan yang tahu, Mereka kuatir akan gagal racun pada tubuh sipemuda tak dapat ditolong karena tidak dapat menemui Dewa obat Kong Yat Sin-Mereka beli seekor kuda naiki berdua,

Gunung Pokaysan itu tidak seberapa jauh mereka hanya memerlukan setengah jam saja berkuda sudah sampai ditempat yang dituju. Ketika mendaki gunung tersebut sampai ditengah-tengahnya Seng Giok Cin telah menangis, karena hatinya sangat sedih memikirkan nasib sendiri dan Ho Tiong Jong, pemuda pujaannya, ia berkata pada sipemuda.

"Ya, Engko Jong hatiku merasa takut sekali."

"Kau takuti apa?" tanya sipemuda heran-

"Kalau-kalau kita tak dapat menjumpai orang yang akan diminta pertolongannya, bagai mana baiknya, ya? Kau jangan meninggalkan aku..." Ho Tiong Jong mendengar kata-kata si nona, hatinya sangat pilu.

"Kau jangan takut, jiwa manusia di tangan Tuhan-" menghibur Ho Tiong Jong, tapi berbareng ia sudah menotok jalan darah si nona hingga ia ini jatuh lemas.

Ho Tiong Jong cepat menahan tubuhnya si nona yang hendak rubuh, perlahan-lahan si jelita diturunkan dan kuda dan diletakkan diatas rumput dibawah satu pohon siong yang rindang.

Matanya si nona mengawasi sipemuda dengan sayu, seolah-olah mau menanya, kenapa menotok dirinya? Kemudian memeramkan matanya tidur pulas.

"Adik Giok. jangan kecil hati. Aku terpaksa menotokmu, supaya kau jangan turut aku kesana, Sebab kalau benar tidak menemui orang yang dicari, repotlah nanti aku karena kau

putus asa. Kau beristirahatlah sebentar disitu, aku segera akan kembali^"

la boleh dikata telah berkata-kata sendirian, karena Seng Giok Cin saat itu sudah tidak sadarkan dirinya, ia sudah pulas karena totokannya tadi. Ia menghampiri kudanya dan ditambat pada sebuah pohon-Cepat Ho Tiong Jong gerakan kakinya naik keatas gunung. Sesampainya dipuncak. benar saja ia dapatkan rumah yang dimaksud.

Ia tampak mencil sendirian, hingga tidak sukar untuk Ho Tiong Jong mencarinya. setelah berada didepan rumah, ia lalu mengetuk pintunya.

XXIII. ANTARA SUKA DAN DUKA.

Ketika ketukannya tidak mendapat jawaban, ia lalu membentak. "Numpang tanya, apa Kong Jat Sin lo cianpwee ada didalam rumah ?"

"Siapa di luar ?" terdengar jawaban dari sebelah dalam.

"Aku Ho Tiong Jong bersama nona Seng Giok Cin ingin berjumpa."

"Sayang sekali terlambat sedikit, Kong Jat Sin sudah pergi dari sini."

Mencelos rasa hatinya mendengar ia terlambat datang tak dapat menjumpai Kong Jat sin. pikirnya jiwanya sudah tak dapat tertolong lagi, habislah pengharapannya.

Tiba-tiba ia mendengar dari sebelah dalam dari suara tadi, yang menanyakan apa nona Seng itu ada putrinya Seng Eng? Muridnya dari Kok Lo-lo dari Rumah Es Tay-pek-san?

Pertanyaan mana dijawab oleh Ho Tiong Jong "Ya"

"Hei, untuk apa sebenarnya kamu berdua datang kemari? Apakah sekiranya dapat diwakili olehku?" demikian kata-kata orang dari sebelah dalam.

"TERIMA kasih, tapi urusan rasanya sulit untuk diwakili." jawab Ho Tiong Jong.

"Mari masuk. kita bicara didalam ada lebih leluasa." mengundang orang tadi.

Ho Tiong Jong terus masuk kedalam rumah, Ternyata didalamnya ada lebar dan resik, di tengah-tengah ada kursi dari batu diatas mana ada duduk seorang tua yang sedang bakal main biji-biji catur, sikapnya gagah dan bersemangat. Ho Tiong Jong lantas menjura sambil berkata.

"Boanpwe Ho Tiong Jong menghadap didepan Lo cianpwe."

orang tua ini memandang pada sipemuda sejenak lamanya, lantas angguk-anggukan kepalanya, "Anak muda mukamu tampan dan gagah, tentu kepandaian silatmu ada tinggi, Mari datang dekat sini." mengundang si orang tua.

Ho Tiong Jong menurut, Kiranya si orang tua mengundang sipemuda datang lebih dekat hendak menatap lebih leluasa lagi, Dalam hatinya memuji tulang tulang bakat yang sempurna dari Ho Tiong Jong untuk menjadi jago silat ternama.

Melihat sikapnya si orang tua, yang memperkenalkan namanya Kie Hia San, penghuni dari rumah itu, diam-diam si anak muda berpikir bahwa orang tua itu tentu bukan orang sembarangan- ia tentu ada salah satu jago tua yang telah mengasingkan diri, makanya juga ia menjadi sahabat baiknya Kong Jat Sin, si Dewa obat yang suka keluyuran menyambangi sahabat-sahabat karibnya.

Memikir kesitu lantas Ho Tiong Jong menjatuhkan diri berlutut dan berkata.

"Li-cianpwee, kedatangan boanpwe adalah hendak minta pertolongan dari Kong Lo cianpwee, hanya sayang sekali tak dapat menjumpainya, kini boanpwee beruntung dapat berhadapan dengan Lo-cianpwee, mohon pertolongan cianpwee supaya dapat menolong boan pwee yang ditimpa kesulitan-"

Orang tua itu kaget menyaksikan kelakuannya Ho Tiong Jong.

"Anak muda kau jangan pakai banyak peradatan, Lekas bangun dan ambil tempat duduk." katanya, sambil mengunjuk pada sebuah kursi dari batu.

Ho Tiong Jong menurut, ketika diminta menuturkan hal pertolongan yang hendak di mintanya, telah dituturkan jelas oleh sipemuda tentang dirinya menghadapi bahaya kematian karena kena racun Tok kay, Tok-kim chi Ceng cianw Nikow dan paling belakang jarum mautnya Souw Kie Han-Orang tua itu geleng-geleng kepala.

"Ya, memang hanya Kong Iaote saja yang dapat menolong kau. Nona Seng baik kepadamu, tapi kau jangan lupa pada nona yang kau sudah tolongi." Ho Tiong Jong baru ingat lagi tentang Kim Hong Jie. Ia lalu minta supaya orang tua itu sebisanya dapat menolong dirinya.

Kie Hia sianjin geleng-geleng kepala, "Aku bukannya tidak mau menolongi, tapi memang aku tidak punya kemampuan untuk menawarkan racun dari dalam tubuhmu itu."

Habislah pengharapan Ho Tiong Jong.

Maka, setelah minta diri dari tuan rumah, ia lalu keluar lagi dari rumah itu berjalan dengan pikiran kalut menuju ketempatnya Seng Giok Cin yang barusan ia tinggalkan-

Ketika ia sampai dan hendak membuka totokan si gadis, tiba tiba ada seorang dibelakangnya berkata. "Nanti dahulu."

Ho Tiong Jong kaget, cepat ia membalik. Kiranya orang itu ada Khi Hia Sianjin, yang telah menguntit dirinya, ia memuji kepandaiannya orang tua itu, yang ia tidak dapat dengar sama sekali kedatangannya kesitu.

"Dia tokh harus dibuka totokannya, supaya siuman kembali," kata Ho Tiong Jong.

"Aku tahu, tapi sebelumnya kau telan dahulu ini pil buatanku, Aku membuatnya dalam tempo sepuluh tahun dari embun pohon siong tua. orang biasa kalau memakan bisa tambah umur seratus tahun, sedang untuk orang yang berilmu silat dapat membuat badan segar dan tambah semangat dalam tempo satu jam saja. Meskipun pil ini tak bisa menghilangkan racun, tapi ada sangat berfaedah untukmu."

setelah berkata Kie Hia Sanjin serahkan pil itu kepada Ho Tiong Jong.

Bermula sipemuda tidak mau menerimanya karena merasa sayang Pil yang sangat berharga itu ditelan olehnya yang tidak lama lagi akan mati, Tapi Kie Hia Sanji mende-sak. katanya, "Memang sayang akan pil yang mujarab ini kau telan karena tokh kau bakal mati, akan tetapi kau harus ingat, kalau sebentar nona Seng sudah siuman dan melihat mukamu begitu lesu guram, apa nanti jadinya?"

Ho Tiong Jong terperanjat, ia baru ingat akan kepentingannya nona yang dicintainya maka ia lantas menyambuti pil tadi dan segera ditelannya.

"Nah, sekarang kau sudah menelan pilku, sama saja kau menelan pilnya Kong Laote."

Ho Tiong Jong merasa bekerjanya pil itu, lebih dulu masuk dalam tenggorokannya sangat harum kemudian dirasakan sekujur badannya segar betul, semangatnya berbareng terbangun, ia sangat heran, diam-diam sangat memuji kemujaraban obat itu. Ia memandang Kie Hia Sianjin dengan

penuh terima kasih. " Cianpwee, kau sangat baik, aku sangat berterima kasih kepadamu." katanya.

"Anak kau jangan kata begitu, Aku memberikan pil itu karena terdorong oleh perasaan simpati kepadamu. Orang muda yang seperti kau, hormat dan memandang tinggi pada orang tua, sungguh jarang sekali, Lain dari itu, aku kuatir kedukaannya nona Seng kalau sebentar dia siuman melihat kau dalam keadaan lesu tidak bersemangat karena putus asa, dia tentu akan sangat berduka dan perih hatinya. Maka itu, sekarang kau sudah menelannya, aku lihat obat itu mulai bekerja karena air mukamu sekarang sudah berubah bersemangat."

Ho Tiong Jong hanya menjawab. "Cianpwee... terima.... kasih..." Kemudian ia duduk bersemedi disisinya nona Seng.

Ia merasakan bekerjanya obat Kie Hia Sianjin lebih jauh dalam tubuhnya. perutnya dirasakan panas, kemudian hawa panas itu beredar keseluruh tubuhnya membuka jalan darah yang kurang baik bekerjanya. tulang tulangnya pun mendapat pengaruh kemujarabannya itu obat tadi.

Dalam sekejapan saja Ho Tiong Jong merasakan sekujur badannya menjadi sangat segar dan tenaganya bertambah kuat, semangatnya juga terbangun.

Bukau kepalang girangnya sipemuda, sayang ketika ia buka matanya yang barusan di pejamkan sekian lama merasakan menyelusupnya hawa panas disekujur badannya, ternyata Kie Hia Sianjin sudah tidak ada dihadapannya pula. Orang tua itu entah sejak kapan telah meninggalkan padanya. Matanya lalu memandang pada nona Seng yang masih rebah seperti orang pulas

Mukanya elok dan putih seperti salju, bibirnya kecil mungil seolah-olah menantang di cium, Ho Tiong Jong menyaksikan keelokannya si gadis, terpesona sekian lamanya. Dadanya dirasakan berontak. pelahan-lahan tangannya di ulur untuk

mengusap-usap itu pipi yang halus, jari telunjuknya mengkutik- kutik bibirnya yang merah menantang. Hatinya semakin bergoyang karena kelakuannya itu.

Pikirnya. "Aku tokh bakal mati dalam beberapa jam lagi, apa halangannya kalau aku akan mencium dia."

Karena pikiran ini ia merebahkan dirinya disisinya si gadis, muka didekati pada mukanya nona Seng dengan sangsi-sangsi, tapi... tapi... akhirnya perasaan sangsi itu lenyap dan si nona dalam keadaan tidak sadar mendapat ciuman mesra dari pemuda pujaan-nya.

oh...kalau saja itu dilakukan dalam keadaan nona Seng sadar, entah bagaimana besar rasa girang dan bahagianya.

Diiain saat Ho Tiong Jong sudah membuka totokannya nona Seng.

Pelahan-lahan Seng Giok Cin siuman, ia nembuka matanya dan mengawasi pada HoTiong Jong yang sedang duduk disisinya sambil bersenyum-senyum.

"Eh, Engko Jong, kenapa kau tadi menotok aku ?" tanyanya.

Ho Tiong Jong tertawa, "Nah, coba kau tebak- dari sebab apa aku barusan menotok padamu ?"

Seng Giok Cin membuka lebar-lebar matanya. ia dapatkan Ho Tiong Jong begitu bersemangat dan segar sekali. Hatinya menjadi sangat girang, Pikirnya, apakah Tiong Jong sudah ditolong oleh Kong Yat Sin?

"Aku tahu." kata si nona bersenyum, "Kau tentu sudah ditolong oleh Kong locianpwee betul tidak ?"

Sipemuda geleng-geleng kepala.

"Hei, kau jangan menggoda aku. Keadaan mu begini seger dan bersemangat terang kau tentu sudah dapat ditolong oleh si Dewa obat itu, kenapa kau masih geleng-geleng kepala "

"Adikku, kau keliru menebak."

"Habis bagaimana?"

"Sabar dahulu, jangan tergesa-gesa, nanti engkomu menuturkan duduknya perkara, adikku... au... kenapa kau nyubit?" Ho Tiong Jong mengusap-usap lengannya sambil bersenyum.

Seng Giok Cin sebenarnya seorang gadis yang bersifat serius dan bertindak tegas, tapi belakangan ini ia galang gulung dengan sipemuda yang selalu gembira. Jenaka hatinya menjadi lembek dan banyak berubah adanya.

Mendengar kata-katanya sipemuda yang berkelakar, hatinya sangat geli, tidak tahan kalau ia tidak memberikan cubitan mesra.

"Rasakan" terdengan si gadis berkata, "Kalau kau masih mau berbelit-belit lagi bicara, nanti adikmu akan mencubit lebih sakit lagi? mengerti?"

Si nona berkata sambil kerlingkan matanya diiring oleh senyuman memikat, hingga Ho Tiong Jong berdebar keras hatinya. Dia betul-betul cantik... katanya dalam hati sendiri.

"Baiklah, akan kuceritakan-" lantas ia berkata pula pada si nona, "supaya jangan kena dicubit, kenapa adik Giok jadi kaya kepiting bisa..."

Nona Seng tidak sabaran karena Ho Tiong Jong kembali berkelakar bicaranya, maka ia sudah mencubit lagi, hingga sipemuda berjengit pura-pura.

"Ini baru seperti kepiting, nanti cubitan berikutnya seperti kalajengking, kau boleh rasakan-.. hihihi..." Ho Tiong Jong tertawa gembira sekali.

Dua orang muda itu berkelakar penuh bahagia untuk sementara melupakan saat "genting" yang tengah menanti.

"Adik Giok. kau masih belum menebak dari sebab apa aku menotok padamu," kata Ho Tiong Jong.

si nona berpikir, "Aku tahu, kau menotok aku supaya aku tidak turut naik gunung, karena disana kalau tidak menjumpai Kong lo-cianpwee pikiranmu tentu aku akan bersusah hati, Kau terlebih dulu melihatnya kesana, begitu bukan?"

Setelah berkata sinona tundukkan kepalanya, mukanya kemerah-merahan-

"Adik Giok. tebakanmu tepat sekali. Betul-betul kau pintar tidak percuma menjadi anak masnya pocu dari Seng kee-po."

"Awas, ya" sinona mengancing tangannya diulur hendak mencubit lagi, tapi Ho Tiong Jong pegang tangan yang halus dan ketawa gembira. Tapi kemudian ia lepaskan cekalannya dan sodorkan tangannya untuk di cubit seraya berkata.

"Biarlah, lebih banyak mendapat cubitanmu, lebih banyak aku mengenangkan wajahmu yang elok ditempat baka...."

"Engko Jong," si gadis berseru, sambil menekap mulutnya sipemuda, "Kau jangan cerita yang begituan, seram aku..." Ho Tiong Jong ketawa nyengir.

" Habis bagaimana selanjutnya? Kau mendapat pertolongan siapa jadinya?" tanya nona seng.

Ho Tiong Jong lantas menceritakan pertemuannya dengan Kie Hia Sianjin, oleh ia di beri pil yang mujijat, hingga tubuhnya dirasakan segar bugar dan semangatnya menyala.

"Aku seumur hidupku, belum pernah berlutut d ihalapan orang." sipemuda menutup ceritanya, "Akan tetapi ketika ketemu dengan Kie Hia Sianjin entah bagaimana pikiranku lantas aku menekuk lutut meminta pertolongan-"

Setelah mendengar penuturannya sipemuda, Seng Giok Cin kerutkan alisnya yang lentik, seakan-akan yang berpikir la bengong sejenak.

"Aku mau menemui Kie Hia Sanjin..." katanya berbareng ia lompat bangun dan lari mendaki gunung menuju kearah rumahnya si orang pandai. Ho Tiong Jong mengejar dan menghalang halangi perjalanannya si gadis.

"Hei, kenapa kau mencegah aku kesana?" teriak Seng Giok Cin.

Ho Tiong Jong, Kiranya ia hanya main-main saja, menggoda nona Seng, sebab setelah itu ia lepas lagi sinona untuk meneruskan perjalanannya.

"Awas kau tunggu ya sebentar kau akan mendapat cubitan kalajengking" terus si nona sambil lari naik gunung.

Ho Tiong Jong hanya tertawa dan mengawasi bayangan si nona yang semakin lama semakin jauh dan lenyap dari pemandangan-nya.

Kembali kedukaan mengaduk dalam hati-nya setelah nona Seng tidak ada didampingnya.

Dengan lesu ia menghampiri kebawahnya pohon, dimana ia sambil melamun menantikan baliknya Seng Giok Cin.

Tidak lama ia menanti, dari atas gunung meluncur turun Seng Giok Cin laksana bidadari saja. Dengan berseri Ho Tiong Jong datang menghampirinya. Tapi heran, wajahnya si nona tidak segembira seperti tadi ketika ia naik gunung.

"Bagaimana?" tanya Ho Tiong Jong. Seng Giok Cin hanya gelengkan kepala.

"Mari kita turun gunung saja." kata Ho Tiong Jong.

"Kita pergi kemana?"

"Hidupku tinggal beberapa jam lagi saja, pikirku hendak mengadakan perjamuan berduaan dengan kau pikir?"

Seng Giok Cin tertawa tidak wajar.

"Ya sesuka hatimu saja, kau mau ajak kemana aku juga menurut saja."

Ho Tiong Jong bercekat hatinya, ia melihat perubahan sikap Seng Giok Cin, maka lalu ia menanya, "Hei kenapa kau ini? Apa ada hal-hal yang tidak menyenangkan hati- mu?"

"Mung kin." jawab sinona singkat, sambil terus putar tubuhnya jalan pelahan-lahan turun gunung.

Ho Tiong Jong menyusul. "Mari aku antar kau pulang." katanya.

Tangannya diulur hendak menyekal tangannya Seng Giok Cin, tapi sinona berkelit kemudian berkata dengan suara, "Bahwa kau akan datang kerumahku, memang aku sudah menduganya. Aku tidak ingin melihat kau membuang-buang tempomu yang berharga..." Ho Tiong Jong heran mendengar kata katanya Seng Giok Cin yang membingungkan. Kenapa si nona mendadakan saja jadi berubah sikapnya.

Pikirnya, perempuan itu memang sukar diraba kemauannya, ia seperti menyesal sudah mengikuti padanya, Giok Cin memang anak manja dan dari kalangan atas, tentu saja tidak betah melayani dirinnya yang sudah dekat mati, ia bukan satu tingkatan dengan-nya, bagaimana juga susah diciptakan pergaulan yang akrab.

Selagi Ho Tiong Jong terbenam dalam lamunannya, tidak terasa sudah mendekati kudanya yang dicancang pada sebuah pohon-

Mereka datang kesitu dengan naik seekor kuda, tatkala mana disepanjang jalan mereka bercakap-cakap dengan gembira. Tapi sekarang ketika hendak meninggalkan tempat itu mendadak si nona sikapnya berubah dingin.

Betul betul Ho Tiong Jong tidak habis mengerti.

Si nona loloskan tali kuda yang melihat dipohon kemudian berkata pada Ho Tiong Jong. "Nah, sekarang begini saja,

kalau kau datang kerumahku. tentu tidak begini enak hati, Lebih baik aku sampaikan padanya supaya dia datang menjumpai kau, dengan begitu kau berdua bisa leluasa."

Sampai disini ia tidak bisa melampiaskan bicaranya, disambung oleh mengucurnya air mata, ia menangis sesenggukan, entah karena apa ia sampai demikian sedih dan semua kata-katanya masih belum dapat mengerti oleh Ho Tiong Jong.

"Adik Giok..." Ho Tiong Jong berkata pelahan, "apa artinya perkataanmu itu?"

Sambil berkata sipemuda datang lebih dekat dan hendak menyekal lengannya si gadis, tapi Seng Giok Cin mengelakan tangannya, kemudian dengan kegesitannya ia sudah lompat keatas pelana kuda, Dengan satu kali cambukan saja sang kuda sudah lari terbang.. Ho Tiong Jong mengejar, ia tidak puas dengan sikapnya si nona yang aneh.

Kuda dilarikan dengan kencangnya, akan tetapi Ho Tiong Jong dengan menggunakan ilmu lari cepatnya yang istimewa, dengan mudah sudah dapat menyandak. Kemudian dengan sekali enjot tubuhnya melayang dan sebentar lagi tampak ia sudah duduk nangkring dibelakangnya Seng Giok Cin.

Sambil peluki tubuhnya sijelita, ia berbisik "Adikku, kau kenapa ngambek? Kau anggap aku ini orang macam apa? Ada apa-apa urusan sebaiknya kau bicarakan blak-blakan, jangan bikin aku menebak-nebak..."

"Kau... kau..." si nona meronta-ronta dari pelukannya si pemuda, akan tetapi berontaknya itu hanya separuh hati saja, sebab biar bagaimana juga ia merasa bahagia di peluk rapat-rapat oleh pemuda pujaannya itu.

"Aku kenapa, adik yang baik...." Ho Tiong Jong berbisik pula dikupingnya.

"Kau senantiasa tidak melupakan dirinya, sehingga kau berani menaruhkan jiwamu untuk dia..." si gadis menjawab sambil terisak-isak.

"Demi kau adikku. aku berani mengorbankan jiwaku dengan ikhlas..." jawab si pemuda yang masih belum mengerti kemana juntrungannya perkataannya si gadis.

Seng Giok Cin menjadi sengit karena Ho Tiong Jong masih belum mengerti akan bicaranya, "IHm..." ia menggeram. "mungkin aku tidak demikian baik nasibnya. Dengan alasan apa kau dapat berkorban untukku? jiwamu sudah ditukar dengan jiwanya, mana ada jiwamu lagi dan bersedia berkorban untukku."

Kini baru Ho Tiong Jong dapat merabah-rabah kemana arahnya perkataan si nona. Ia sekarang sudah tidak bingung terhadap perubahan sikapnya si gadis.

Seng Giok cin cemburuan karena Kim Hong Jie, rupanya ketika ia naik ke Po kay-san, menemui Kie Hia Sanjin,disana ia sudah mendapat keterangan tentang Ho Tiong Jong sudah mempertaruhkan jiwanya kepada Souw Kie Han guna menolong nona Kim.

Kie Hia Sanjin tentu menasehati pada Seng Giok cin, untuk ini mempertimbangkan matang-matang sikapnya terhadap si pemuda, karena Ho Tiong Jong sudah punya Kim Hong Jie, yang telah ditolongnya dari tangan si kakek aneh denganpertaruhkan jiwanya ditusuk dengan jarum mautnya si kakek.

Tidak heran, barusan ketika turun gunung Pok-kay-san ketemu lagi dengan Ho Tiong Jong parasnya si nona tampan lesu dan tidak gembira lagi. "ooh, urusan adik Hong yang bikin kau ngambek?" kata sipemuda.

Seng Giok Cin tidak menjawab. "Adik Giok, kau jangan keliru membedakan urusan- Kalau aku berani pertaruhkan jiwa ku untuk menolong adik Hong dari tangan si kakek, itulah

karena terdorong oleh perasaan membalas budi, Adik Hong banyak menolong aku bagaimana baik ia ketika pada lima tahun berselang aku berada dirumahnya belajar silat. Pengorbanan untuknya karena disebabkan membalas budi, Tapi, misalnya aku rela mengorbankan diriku untukmu, adik Giok, ini lain lagi sifatnya."

" Lainnya?" tanya si nona pelahan.

"Lain, bukan karena budi, tapi karena cintaku besar terhadap dirimu...."

"Engko Jong, kau..." hanya ini perkataan yang meluncur dari mulutnya, sementara air matanya berlinang-linang bahna sangat girang dan bangga hatinya.

Seng Giok Cin tidak sempat menyeka air matanya karena kedua tangannya repot memegangi tali kendali kuda^ Pelahan lahan dengan sapu tangannya, Ho Tiong Jong menyeka air mata kegirangan itu dari mata dan pipinya si jelita.

Begitu telaten perlakuan Ho Tiong Jong, hingga si nona merasa sangat berterima kasih dan memuji Tuhan, bahwa pilihannya tidak keliru. Awan kedukaan dan perasaan cemburu yang meluap-luap tadi telah lenyap entah kemana.

Kini kembali tampak wajahnya yang ramai dengan senyuman Kerlingan matanya yang memikat, senyumannya yang menawan, semua itu tak dapat dilupakan oleh si pemuda, Tidak heran kalau ia, setelah menyeka kering air mata yang berlinang-linang tadi, lantas pererat pelukannya. "Adik Giok, kau marah aku memeluk tubuhmu?" bisiknya pelahan-

"Ah, Engko Jong, aku bahagia." jawabnya hampir tak kedengaran-Keduanya bersenyum, Dengan begitu perjalanan diteruskan dengan sangat gembira.

Untuk sementara mereka melupakan bayangan malaikat elmaut yang akan mengambil jiwanya Ho Tiong Jong dalam tempo beberapa jam saja saja.

Tahu-tahu mereka sudah sampai di Po-hong, sebuah distrik yang hanya Seng Giok cin yang mengenalnya. sementara itu perutnya Ho Tiong Jong sudah keroncongan-

"Adik Giok. omong-omong perutku kini sudah minta diisi, bagaimana kalau kita mampir disebuah rumah makan dalam kota?"

"Bagus, akupun lapar." jawab si jelita ketawa. "Tapi..."

"Tapi apa ?"

"Bagaimana, tempomu sangat singkat sekali."

"Ah.... adik Giok, kau jangan mengingatkan itu, biarlah sang tempo lewat, kita anggap saja seperti tak akan ada kejadian apa-apa."

Sesuatu detik yang lewat sebaiknya disia-siakan untuk kita beromong-omong dengan gembira, Aku ingin tempoku yang singkat ini di gunakan untuk hidup berkumpul bersama-sama kau disuatu tempat. Tapi oh, adik Giok maafkan ucapanku ini ada melanggar batas kesopanan-"

Hati Seng Giok cicperih mendengar perkataan pemuda pujaannya.

"Engko Jong, seumurku aku belum pernah tunduk kepada siapapun juga, Belum pernah aku melayani dengan penuh kesabaran, tapi terhadap kau... entahlah, aku sendiri tidak mengerti, kenapa aku bisa jinak..."

".. itulah cinta, adik Giok.^ bisik sipemuda dengan mesra.

Hati Seng Giok cin tertegun, perasaan bahagia yang belum pernah dialamkan sebelumnya telah meliputi dirinya, ketika mendengar kata-katanya sipemuda diiring dengan pelukan yang erat dan ciuman pada pipinya.

Seketika itu wajahnya sinona menjadi merah jengah, tangannya bergemetar dan hampir tali kendali kuda terlepas dari cekalannya.

Pipinya dirasakan panas dengan tiba-tiba, tangannya kepingin merabah pipi bekas ciuman tadi, tapi tak berani karena malu. Kuda terus berjalan-

"Adik Giok. hidupku mungkin hanya tinggal dua jam lagi, Aku ingin serahkan padamu tempo ini untuk kau memilih saat-saat kita bergembira, bagaimana ?"

Kembali Seng Giok cin merasa hatinya seperti disayat pisau, perih rasanya mendengar ucapan sipemuda, "Engko Jong...." suaranya hampir tidak kedengaran karena menahan sedihnya, "aku tak dapat menetapkannya. aku serahkan padamu dan aku hanya menuruti saja." Ho Tiong Jong mengelah napas.

Segera mereka sudah masuk kedalam kota pik-hong yang ramah Didepannya satu rumah makan si gadis hentikan kudanya, mereka pada turun dan masuk kedalam rumah makan tersebut.

Waktu itu keadaan sudah melatih Seng Giok Cin memesan makanan yang lezat-lezat guna menjamu pemuda pujaannya untuk penghabisan kali.

Wajahnya dipaksa bergembira, tapi tak dapat mengelabui matanya Ho Tiong Jong, yang mengawasi padanya dengan penuh kasih, bahwa diwajah yang cantik itu ada tersembunyi kesedihan luar biasa.

Meskipun hidangan yang dihadapi semua ada terdiri dan hidangan pilihan dan arak yang paling bagus, ternyata Ho Tiong Jong tidak bernapsu makannya ia hanya terus-terusan menenggak araknya.

Pikirannya sangat kalut, Dan nona yang dikasihi akan ia tinggalkan dalam tempo singkat ini, karena malaikat elmaut rupanya sudah tak mengasih kelonggaran lagi.

Tanpa terasa arak itu sudah banyak setali ditenggaknya, hingga mukanya menjadi merah. Seng Giok Cin tidak berani mencegahnya ia tahu karena saat itu adalah untuk penghabisan kalinya Ho Tiong Jong menenggak ajak.

Ia terus melayani sipemuda dengan telaten, beberapa kali ia minta Ho Tiong Jong makan, tapi sipemuda hanya ganda ketawa saja.

Sinona sendiri paksakan makan, tapi hidangan yang demikian lezat itu tak mau masuk ke perutnya, seolah-olah mandek ditenggorokannya. Hatinya sangat pilu, mana dapat makanan masuk dengan mudah.

"Adik Giok...." terdengar sipemuda berkata, "sebaiknya kita mencari rumah penginapan supaya kita bisa bercakap-cakap dengan leluasa, bagaimana apa kau..."

"Baik, mari kita pergi " memotong sigadis.

Berbareng ia bangun dari duduknya, lantas panggil pelayan untuk perhitungkan makanan yang masih utuh restannya itu. Kemudian ia mengajak Ho Tiong Jong, ke satu rumah penginapan yang tidak banyak tetamu-nya.

Ketika mereka sudah berada dalam kamar Ho Tiong Jong lantas rebahan diranjang karena kepalanya dirasakan agak pusing.

Ia minta teh panas pada sinona, Kebetulan teh masih panas betul ketika dituang dicangkir, Sambil meniup teh supaya agak dingin, si nona duduk ditepi pembaringan-Seumurnya Seng Giok Cin baru kali ini melayani lelaki, ia lebih banyak dilayani dari pada melayani orang.

Betul-betul cintanya sinona sangat murni, ia mengasih pelayanan yang menyenangkan sekali hatinya Ho Tiong Jong, selagi sinona meniupi teh yang masih mengebul sipemuda mengawasi mukanya yang cantik tapi dirundung duka. Hatinya

sangat pilu, sebab tidak lama lagi akan meninggalkan nona yang dikasihinya ini.

"Nah, teh ini sudah agak dingin, mari bangun-.." terdengar sinona berkata. Ho Tiong Jong bangun, berduduk menghadapi si nona.

Sambil menyodorkan cawan teh ke bibirnya untuk diminum, air matanya Seng Giok cin tampak bercucuran deras sekali.

Tangannya bergemetaran dan hampir tak kuat memegang cawan yang sedang diirup oleh Ho Tiong Jong. Teh itu sangat harum ketika masuk dicenggorokannya dirasakan enak sekali dan segar. Rasa pusingnya pelahan-lahan hilang, kini ia mengawasi si nona yang sedang menangis sesenggukan-

Ho Tiong Jong dekati duduknya pada si nona, lalu ular tangannya memegang pundaknya si gadis, katanya "Adik Giok, buat apa kau menangis. Aku seorang yang bernasib celaka, tidak ada harganya ditangisi, Kau sangat cantik, banyak pemuda yang ingin mendekatimu, maka tidak susah untuk kau dapati satu pemuda yang unggul segala-galanya dari..."

Ho Tiong Jong, karena mulutnya di tekap tangannya si gadis yang mungil, Dengan air mata berlinang-linang, si nona berkata "Engko Jong, hatiku sudah menjadi kepunyaanmu... Meski ada pemuda yang seratus kali lebih unggul darimu juga tidak akan menggerakan hatiku yang sudah dingin, mana kala kau sudah tidak ada lagi didalam... ah, engko Jong... kau..."

Seng Giok cin tidak tahan dengan kesedihannya, maka ia sudah menangis keras.

Ho Tiong Jong datang memeluk dan membisikannya, "Adik Giok kau sadar, Di sini tempat apa, jikalau kau nangis keras-keras nanti orang punya dugaan ada keliru tentang kita berdua."

"Tapi Engko Jong, aku tidak ingin berpisah dengan kau," jawabnya terisak-isak. ia menurut juga pelahan nangisnya.

Ho Tiong Jong dongakan mukanya sigadis yang tengah mendongakan kepalanya menangis, hingga dua pasang mata saling pandang, Air mata berlinang dikedua belah pipinya, membuat Ho Tiong Jong perih hatinya.

Demikian besar kecintaan hati sinona terhadap dirinya yang bernasib celaka.

Setelah sejenak saling pandang, tiba-tiba sipemuda memeluk lebih erat dan mencium bibirnya si cantik, "Adik Giok.... maafkan aku..."

Berbareng si gadis tubuhnya menjadi lemas, karena kena totokan urat tidurnya. Si nona jatuh pulas, dengan pelahan-lahan direbahkan di atas pembaringan-Ho Tiong Jong memandang wajah nona Seng dengan hari seperti diiris-iris pisau.

Air matanya bercucuran tak tertahan, seumurnya Ho Tiong Jong belum pernah mengalami kesedihan demikian hebat.

Ia sangat kasihan pada si nona, tak mau nona Seng menyaksikan dalam kematian, maka sengaja ia menotok urat tidurnya supaya si nona pulas dan ia sendiri dapat meninggalkannya .

Kalau totokannya nanti terbuka sendirinya si nona mendusin, ia sudah tidak ada pula disitu dan mayatnya berada dilain tempat, Demikian maksudnya sipemuda menotok si gadis.

Setelah sekali lagi ia memandang parasnya si nona yang cantik, ia sudah berjalan keluar dari kamar itu pelahan-lahan dengan saban-saban menyeka air matanya yang lantas mengalir dengan lengan bajunya. kemudian mengunci pintu dan padamkan penerangan

Belum lama ia berjalan keluar, tampak ada satu bayangan berkelebat dan dengan berindap-indap masuk kedalam kamar.

Pintu lantas dirapatkan dan sebentar kemudian peneranganpun telah padam.

Aaaa....siapa dia? Berani nyelonong masuk kedalam kamar justru si jelita Seng Giok Cin tengah rebah dipembaringan dalam keadaan tertotok?

Kejadian ini akan dituturkan kemudian sekarang marilah kita ikuti jago kita, Ho Tiong Jong yang jalan dengan pikiran kalut. Kemana ia menuju ia juga tidak tahu, ia hanya menuruti kakinya saja berjalan pikirnya lebih jauh jaraknya dengan rumah penginapan ada lebih baik ia menemui kematian-nya.

Dengan begitu, Nona Seng yang ia kasihi tak usah menyaksikan dimana mayatnya berada. jalan punya jalan akhirnya sang kaki membawa ia keluar kota dengan masuk ke- daerah pegunungan

XXIV. PERTOLONGAN GAIB.

TIBA-tiba ia hentikan kakinya dan berdiri sekian lamanya dan memandang kesekitarnya tempat, keadaan sangat sunyi hanya terdengar suaranya burung hantu dan binatang binatang liar yang menyeramkan-

Ia jalan lagi beberapa lamanya, lantas ia menghadapi sebuah gunung, entah gunung apa ini namanya. Tidak jauh ia nampak ada satu pohon siong tua yang tinggi cepat ia menghampiri dan memanjat pohon itu, ia melihat dari terangnya suasana malam dan berbintang, dijalan untuk mendaki gunung itu ada sangat licin-

Dari pohon siong itu, pikirnya ia dapat melompat kejalanan gunung itu, akan kemudian mendaki lebih jauh, jaraknya mungkin tidak seberapa jauh untuk sampai ke puncaknya. Pikirnya tempat dipuncak gunung itu ada sangat cocok untuk tempat mayatnya, tidak mudah diketahui orang.

Mungkin ada orang yang nanti menemukannya, akan tetapi tentu pada saat itu ia sudah berubah menjadi tulang belulang dan tidak dapat dikenali dirinya siapa.

Ia tidak menghiraukan licinnya jalanan, yang membuat ia terpeleset dan jatuh mati,

karena ia pikir, sebentar mati sekarang mati sama saja. Memikir ini maka ia menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya melompat dari pohon siong tadi dan sebentar saja ia sudah berjalan mendaki gunung.

Benar hebat ilmu mengentengi tubuhnya karena jalanan yang demikian licinnya dapat dilalui oleh Ho Tiong Jong dengan selamat sampai dipuncaknya.

Tiba-tiba matanya Ho Tiong Jong dibikin heran, karena ia melihat dipuncak gunung itu ada sebuah rumah kecil mungil bertingkat. Gentengnya berwarna biru, sedang dindingnya merah, sekitarnya dipagar oleh batu batu putih, didepan rumah ada satu pekarangan yang cukup lebar, jalanan yang menuju kepintu meriah ditanami pohon pohon bambu dikedua sisinya, tampaknya indah sekali dan senang untuk yang mengasingkan diri tinggal disini.

Di pekarangan rumah kelihatan ada dua orang sedang tarik urat, yang satu hweshio dan yang lain ada orang biasa berbaju kuning. si hweshio pengawakannya kurus kering dan orang tua berbaju kuning sebaliknya ada tinggi besar dan keren sekali kelihatannya.

Dengan menggunakan ilmunya jalan tanpa bersuara, Ho Tiong Jong diam-diam menghampiri dua orang yang sedang tarik urat itu, ia sembunyi dibalik sebuah pohon yang rindang yang cukup aman untuk dirinya tidak sampai diketahui oleh mereka. Tiba-tiba ia mendengar si baju kuning berkata.

"Hm... dengan tegas kukatakan, aku tak kenal hal kebencian Bagaimana, apa masih belum mau menyerah kalah ?"

Berbareng ia menyerang hingga si hweshio jatuh meloso.

Keduanya kira-kira berumur enam puluh tahun, Entah apa sebabnya mereka bertengkar dan sibaju kuning menyerang hingga si hweshio jatuh meloso ? Ho Tiong Jong jadi terbengong.

Ternyata si hweshio tidak mau bangun lagi, ia tetap berbaring ditanah.

Tiba-tiba si orang tua baju kuning lompat menghampiri pohon bambu, ia poteskan sebatang pohon bambu panjang, kemudian ia menghampiri lagi si hweshio yang sedang rebah di tanah dan memukuli dengan bambu tadi, hingga si kepala gundul bergulingan menahan sakit, akan tetapi sekalipun ia tak mengeluarkan suara merintih.

Ho Tiong Jong tidak senang menyaksikan keganjilan ini pikirnya orang tua baju kuning benar-benar kejam. hweshio yang berbadan kurus kering itu dipukuli demikian hebatnya, Mana ada itu aturan orang tidak melawan dihajar pergi datang, Maka dalam tidak teganya, ia sudah hendak melompat dari tempat sembunyinya guna menolong si hweshio tapi mendadak ia mendengar si orang baju kuning berkata pula.

"Hnm... kau bisa berbuat apa sekarang padaku? Lima kali aku berpindah tempat, meskipun sebenarnya hendak menyingkir dari gangguanmu adalah yang penting karena aku tidak merasa cocok ditempat ini. Kini aku sudah berdiam dipuncak Pit seng hong ini merasa betah, tapi mendadak kau datang mengadu biru lagi, Kau selamanya mengganggu aku saja, apakah kau kira aku tidak berani membunuh kau."

Mendengar bicara si orang tua baju kuning membuat Ho Tiong Jong heran, ia tidak jadi lompat keluar untuk bantu menolongi si hweshio karena ia ingin mendengarkan lebih jauh duduknya perkara.

Ia tidak menunggu lama, karena si hweshio terdengar berkata.

"Ya, aku sudah duapuluh tahun menderita siksaannya, apa itu belum cukup untuk menggerakkan hatimu jadi sadar."

Si baju kuning ketawa terbahak-bahak. "Urusanku adalah urusanku sendiri, untuk apa kau hendak turut campur?" katanya.

"Kita ada saudara sekandung, apalagi kita ada saudara kembar, maka tahu kau berbuat kejahatan mana aku bisa tinggal peluk tangan melihatinya?"

Si baju kuning marah besar, Secepat kilat ia menendang tubuhnya si hweshio, sehingga terbang setengah tumbak tingginya dan kemudian jatuh ditanah pula dengan mendapat luka parah.

Napasnya tampak sudah empas- empis.

Melihat keadaannya si hweshio, orang tua batu kuning itu tampak yang sangat menyesal atas perbuatannya tadi, Tatkala ia menghampiri, matanya si hweshio kelihatan dipentang lebar-lebar mengawasi kepadanya, Dengan suara perlahan ia berkata.

"Sebetulnya aku semestinya sudah matj, tapi sukur masih diberi tenaga oleh Tuhan untuk berbicara pula dengan kau. Aku lihat kau agaknya sudah insyaf melihat kedudukanku membuat aku teringat pada 20 tahun berselang, Kau dengan aku ada begitu akur dan bersatu hati, Tapi sejak kau meyakinkan itu ilmu celaka, Diluar kemauan hati sejati dari in Kie Lojin, pikiranmu lantas berubah dan hubungan kita seperti sudah terputus. Mengingat kita ada bersaudara sedarah sedaging, maka atas kelakuanmu yang jahat saban malam aku berdoa didepan sang Budha supaya kau sadar dari perbuatanmu itu dan kembali menjadi orang baik-baik."

"Persetan sama kau punya doa-doa" menyelak si orang tua baju kuning.

"Ya, aku hampir saban malam mendoakan supaya kau insaf dan kembali menjadi orang baik-baik."

"Tutup mulutmu" memotong si orang tua baju kuning. "Aku sebal mendengarnya bukan ratusan kali tapi sudah ribuan kali kau mengatakan demikian- Siang-siang sebenarnya aku hendak membunuhmu"

hweshio itu ketawa getir. Napasnya sudah sengal-sengal tampaknya seperti yang kecapaian- Melihat dari bajunya yang tambalan disana sini, orang mengira ia ada satu hweshio pengemis yang harus dikasihani.

"Tidak halangan kau membunuh aku, asal kau bisa insaf akan perbuatan yang jahat dan kembali menjadi o ... "

Bicaranya tidak sampai lampias, sebab satu tendangan dahsyat mampir lagi pada tubuhnya, hingga ia melayang-layang diudara, Sesudahnya jumpalitan sebentar ia sudah jatuh kedalam jurang yang curam.

Ho Tiong Jong yang menyaksikan kejadian itu dengan kecepatan kilat sudah melesat dan menjambret si hweshio sebelum tubuhnya nyungsep dijurang yang curam.

Si orang tua baju kuning tidak melihat perbuatannya Ho Tiong Jong karena saat itu ia sedang menundukkan kepalanya dan berpikir akan perbuatannya yang kejam itu.

Semakin dipikir hatinya menjadi pilu, ia bersaudara kembar dengan sihwesio kakaknya, kenapa ia yang menjadi adik demikian kejamnya? Apalagi mengingat usia mereka yang sudah sama-sama tua. membikin hatinya sangat menyesal dan mengembang air mata.

Justru ia sedang berdiri menjublek memikirkan perbuatannya yang tidak selayaknya terhadap saudaranya yang hendak bermaksud baik, tiba-tiba dihadapannya muncul Ho Tiong Jong sambil memayang tubuhnya si hweshio yang sudah jadi mayat.

" Locianpwee, aku menyerahkan saudara kandungmu ini." kata Ho Tiong Jong dengan sangat hormat.

Matanya si orang tua baju kuning terbelalak dan menatap wajahnya sianak muda yang tampan dan gagah.

Tapi ia tidak sempat untuk menanya siapa anak muda itu karena hatinya yang sangat berduka, ia maju dua tindak menyambut mayatnya sang kakak dari tangannya Ho Tiong Jong, sambil bercucuran air mata.

Ia peluki mayat saudara tuanya itu, dengan suara ditenggorokan ia berkata, "Engko, adikmu sangat berdosa... oh perbuatanmu sangat baik, tahan sengsara karena perlakuan adikmu yang tidak berbudi, Semua itu kau hendak meng insafkan adikmu supaya kembali kejalan yang benar, Tapi ah... adikmu yang tidak berbudi sebaliknya sadar telah membuat kau menderita dan sekarang oh sekarang kau sudah mati... mati tidak bisa hidup kembali, oh, engko..."

Si orang tua baju kuning telah menangis meng gerung- gerung.

Ho Tiong Jong yang menyaksikan telah te-turutan mengucurkan air mata, karena tidak tahan merasa pilu hatinya.

Melihat si baju kuning terus-terusan nangis tidak menghiraukan kehadirannya di situ, maka Ho Tiong Jong sudah meninggaikan tempat itu. Tapi siorang tua sambil memayang tubuh kakaknya terus mengejar padanya dan minta ia hentikan langkahnya.

Sipemuda hentikan tindakannya dan ketika sudah berhadapan, orang tua tadi menanya, "Laote, kakak lohu tidak sampai jatuh kejurang, cara bagaimana kau dapat menolongnya, oh, kau baik sekali sudah menolongnya."

"Ah, itu boanpwe hanya keluarkan sedikit kepandaian yang tidak berarti."

" Kenapa kau menolong dia ?"

"Karena boanpwee mendengar pembicaraan kedua cianpwee dan tahu bahwa kakak cian-pwee ada seorang yang berhati mulia, maka dengan melupakan kepandaian boanpwee yang rendah sudah coba menolongnya jangan sampai tubuhnya menjadi hancur lebur jatuh ke- dalam jurang."

Orang tua baju kuning itu memandang wajahnya sipemuda.

"Laote perbuatanmu itu sungguh membuat lohu sangat berterima kasih, sebab kalau tidak kau datang menolong niscaya mayatnya kakak lohu kini sudah menjadi makanannya binatang liar."

"Ah, itu tidak ada artinya, pertolongan boanpwee itu hanya disebabkan merasa simpati kepada kakak cianpwee dan boanpwee beruntung sudah dapat menolong dirinya, hati boanpwee sudah merasa sangat girang, Boanpwee tidak mengharap cianpwee punya ucapan terima kasih, Tapi boanpwee ingin juga tahu sedikit urusannya, kenapa cianpwee berbuat demikian kejam kepada saudara sendiri"

si orang tua baju kuning unjukkan roman sedih.

"Lohu bernama Ie Boen Hoei," orang tua itu menutup "Pada duapuluh tahun yang lampau lohu sangat akur dengan kakak. tapi setelah lohu mendapatkan ilmu yang dinamai "Diluar kemauan hati sejati" tabeat lohu berubah menjadi penjahat besar sangat ditakuti.

Kecuali lima tokoh, dalam rimba persilatan semua jago dikalangan hitam maupun putih jerih terhadap lohu. Nama lohu dalam dua puluh tahun belakangan ini menjadi sangat busuk. Kakak lohu yang mendengarnya merasa tidak tega saudaranya melakukan perbuatan-perbuatan kejam dan jahat, maka dia sudah berulang kali datang menasehati pada lohu dan terus-terusan berdoa supaya lohu kembali menjadi orang baik-baik. Hal mana membuat lohu menjadi jemu dan akhirnya

dia mendiamkan kematian ditangan lohu menjadi adiknya yang tidak berbudi."

Ho Tiong Jong diam-diam mengutuk perbuatan si orang tua baju kuning.

Lalu terdengar pula Ie Boen IHoei berkata, "Laote, lohu sangat menyesal atas perbuatan lohu tadi, Kakak lohu sebenarnya ada calon kepala dari gereja Siauw lim sie, tapi dia tidak mau memangku jabatan itu karena terus-terusan dia mengikuti lohu sebagai bayangan, maksudnya yalah hendak mengincarkan perbuatan lohu yang tidak punyaperi kemanusiaan- syukur sebelumnya dia mati, dia tahu bahwa lohu sudah menyesal."

"Ya, tidak apa," menyelak Ho Tiong Jong "cianpwe sekarang sudah menyesal, maka kakak Cianpwee juga abahnya tentu sudah merasa senang dialam baka."

"Lote, perkataanmu tepat betul. Kau sebenarnya hendak kemana? Kalau tidak keberatan marilah mampir dahulu dirumah lohu." demikian mengundang Ie Boen IHoei.

Waktu itu keadaan sudah lewat tengah malam, Pikirnya, semestinya jam sembilan tadi jiwanya sudah melayang, tapi kenapa sampai sekarang ia belum mati ?

Ho Tiong Jong terima baik undangannya si orang rua baju kuning. Sesampainya didalam rumah, tampak mukanya Ho Tiong Jong sangat pucat. Ia merasakan terus terusan eneg kepingin muntah.

Ie Boen Hoei yang melihat demikian lantas menanya, "IHei, laote, wajahmu kelihatan pucat sekali, kenapa apa kau kurang enak badan ?"

Ho Tiong Jong hanya anggukkan kepala, ia sudah tidak tahan kepingin muntah tapi tidak berani muntah dalam orang punya rumah, kelakuannya itu membuat Ie Boan Hoei merasa heran, maka ia setelah meletakan mayat kakaknya

dipembaringan, lantas menghampiri sianak muda dan dipandangnya dengan teliti, Diam-diam ia merasa kaget, tanpa berkata baa biii bu lagi, lantas saja menyekal baju Ho Tiong Jong dibagian tengkuk dan sebelah bawah pinggangnya, kemudian diangkat ditunggingi,

celaka pikir Ho Tiong Jong ia menyaksikan kekejaman si orang tua baju kuning ini, pikirnya, mungkin saat itu ia sudah timbul hati jahatnya dan hendak membunuh dirinya, makanya ia angkat tubuhnya diterbaliki demikian.

oleh karena itu, maka sipemuda itu sudah berontak- rontak, Kakinya menendang tangannya menyerang dengan hebat, Tiba-tiba Ie Boan Hoei membentak. lantas tubuhnya si pemuda dilempaikan keluar rumah hingga jatuh duduk. Bukan main sakit pantatnya, matanya dirasakan berkunang-kunang.

Ia merangkak bangun lagi, ketika ia terdiri dihadapannya sudah berdiri Ie Boan Hoei dengan muka bengis. Kemudian ia merasakan mau muntah tapi ia terus menahannya. Pikirnya, sebelumnya mati ia hendak menunjukkan kepandaiannya yang istimtwa kepada orang tua dihadapannya. maka seketika itu ia telah mencabut goloknya "Maen-tian-to". Dengan senjata mana ia lantas bergerak menyerang pada Ie Boen Hoei.

Ilmu golok keramat yang dua belas jurus telah diperlihatkan oleh si pemuda, akan tetapi ternyata tidak dapat menyentuh meskipun ujung bajunya saja si orang tua.

Ternyata kepandaiannya sangat lihay, semua gerakan goloknya seperti yang sudah diketahui lebih dahulu kemana arahnya.

Ho Tiong Jong menjadi jengkel, makanya rasa "nak" semakin menjadi jadi saja, ia lantas keluarkan ilmunya "Tok- liong ciang-hoat" warisan Tok-kay Kang clong, ilmu ini sangat bagus dimainkan olehnya, akan tetapi sayang sekali ia tidak tahan lama bertempur. Karena rasa "nak" semakin tak tertahan dan akhirnya ia muntah-muntah.

Menggunakan kesempatan ia sedang muntah, Ie Boen IHoei menghampiri dan menepuk punggungnya dan satu benda segede kepalan keluar dari mulutnya.

"Ha ha ha..." demikian terdengar Ie Boen IHoei ketawa, "Selamat, selamat, kau kini sudah baik dari penyakitnya."

Ho Tiong Jong terbelalak matanya. ia heran melihat kelakuannya Ie Boen Hoei sebab tadi melek-melek ia melihat orang tua itu demikian beringas dan menyerang kepadanya dengan tanpa sungkan-sungkan dalam pertempuran barusan, tapi kini mendadak saja sudah berubah sikapnya menjadi ramah tamah sebagai seorang sahabat. Ie Boen Hoei mengerti apa yang dipikirkan oleh sipemuda maka ia lalu berkata.

"Laute, maafkan lohu sengaja seperti yang benar- benar mau mengambil jiwa mu, supaya kau dengan sungguh-sungguh menempur lohu. Dengan begitu perasaan "nak" kepingin muntah lebih hebat lagi, ini ada maksud lohu supaya oleh karena racun yang mengeram dalam tubuhmu dapat terdorong keluar.

Barusan, ia sudah hendak keluar kau masih mau tahan- mesti lohu jadi tidak sabaran dan menepuk punggungmu sehingga ia mencelat juga keluar. Kau tahu itu benda yang bergumpal dari mulutmu itu ada racun yang sangat berbisa, yang membuat dan jadi merasa hidupmu."

Mendengar keterangan ini, barulah Ho Tiong Jong mengerti sikapnya siorang tua baju kuning yang sebenarnya bermaksud baik untuk dirinya.

Berbareng ia rasa "nak" hilang, malah seluruh badannya dirasakan sangat segar dan bukan main bersemangat setelah benda yang bergempal sebesar kepalan tadi sudah dikeluarkan dari mulutnya.

"cianpwee, boanpwee tidak tahu dengan apa boanpwee dapat menyatakan terima kasih baonpwee atas pertolongan Cianpwe ini." kata Ho Tiong Jong hormat.

Ie Boan Hoei tertawa bergelak-gelak.

"Laote." katanya, "seperti barusan kau bilang, pertolongan pada kakak lohu tidak memerlukan terima kasih, maka lohu juga tidak perlu terima kasihmu, Lohu merasa senang telah berbuat suatu untuk kebaikanmu."

Ho Tiong Jong melongo. orang tua ini benar-benar kocak. masih ingat saja perkataannya tadi. Kemudian dengan bersenyum ia menanya.

"cianpwe, cara bagaimana cianpwee tahu bahwa dalam tubuh boanpwee ada mengeram racun?"

"Laote, itu mudah sekali, Lohu yang sudah banyak pengalaman dalam kalangan kangouw sekali lihat saja keadaanmu, lantas sudah dapat menebak seratus persen apa yang diderita olehmu, Tadi, kalau lohu mengatakan terus terang, tentu kau tidak akan percaya, maka juga lohu sudah berpura-pura seperti orang jahat menghendaki jiwamu, hingga kau menempur lohu dengan mati-matian.

Ini perlu karena dengan keluarkan banyak tenaga, rasa kepingin muntah semakin menjadi-jadi dan akan mendorong racun lebih lekas keluar. Buktinya kau lihat sendiri barusan-..."

Ho Tiong Jong kembali membuka mulutnya hendak mengucapkan terima kasih, akan tetapi urung, karena si orang baju kuning geleng-gelengkan kepala sambil goyang tangannya.

"cianpwee, boanpwee sudah menerima budimu," demikian Ho Tiong Jong rubah perkataan yang mau diucapkan tadi, "biar bagaimana boanpwee tidak akan melupakannya. Nah sampai disini kita berpisahan, karena ada mempunyai urusan lain yang meminta perhatian boanpwee."

orang tua itu tidak bisa menduga karena urusan Ho Tiong Jong itu, hanya ia memesan kalau seandainya Ho Tiong Jong

ada urusan apa apa yang memerlukan pertolongan lupa datang kepadanya di gereja Siauw lim-sie di gunung Ko-san.

"Terima kasih." jawab Ho Tiong Jong. "boanpwee akan perhatikan ini."

Kemudian dia angkat kaki berlalu, tapi belum berapa tmdak. mendadak dipanggil balik oleh Ie Boen Hoei dan kemudian diajak masuk pula kedalam rumah.

Ie Boen IHoei menghampiri mayatnya sang kakak. dari sakunya ia mengeluarkan sebuah gelang dari batu kumala berwarna hijau, lalu disertakan kepada Ho Tiong Jong sambil berkata.

"Laote, kau terimalah ini barang wasiat sebagai warisan dari kakek lohu yang sudah meninggal dunia. Sejak kakek sebagai murid Siauw lim sie, menerima gelang kumala hijau ini terus-terusan dibawa di badan-nya. Gelang ini merupakan benda kepercayaan dari Siauw lim pay, siapa saja orang-orang dari Siauw lim-pay melihat ini akan tunduk dan menghormat seperti juga ketemu dengan ketuanya."

Benda kepercayaan ini ada berbagai warna, yang termulia adalah warna putih, lalu merah, kemudian hijau, hitam dan lainnya. Semua ada lima warna untuk membedakan tingkatan, sekarang dikalangan hweshio Siauw lim-pay yang memegang benda kepercayaan itu, kecuali kakak lohu adalah Beng Ti Taysu, seorang yang berilmu silat tinggi dan ilmu Budha-nya juga sangat dalam...."

"Beng Ti Tay-su ada mempunyai gelang warna hitam, dia ada sutit (keponakan murid) dari kakak lohu, Yang memiliki gelang batu kumala tingkatannya paling atas, lainnya gelang demikian terbikin dari emas, perak dan selanjutnya. Semua ada benda benda kepercayaan yang harus di hormati."

Ho Tiong Jong pandang bulak-balik gelang dari batu kumala hijau itu.

"cianpwee, benda ini ada miliknya Taysu yang telah meninggal tidak seharusnya berada pada boanpwee, juga boanpwee tidak memerlukan, maka boanpwee harap cianpwee suka menyimpannya saja,"

"Kau keliru, laote " jawab Ie Boen Hoei, " Dalam kalangan Kang ouw itu, tidak sedikit bahayanya. Soal sedikit bisa ditiup-tiup menjadi besar maka dalam perjalananmu sebagai seorang Kang-ouw yang masih belum berpengalaman perlu memiliki benda serupa itu. Bukan saja lohu, tapi kakak lohu yang sudah jadi orang halus tentunya akan merasa senang memberikan itu untuk melindungi dirimu. Misalnya dalam bentrokan karena salah paham, kau tak dapat mengatasinya karena lawan ada jauh lebih kuat, mudah saja kau perlihatkan benda itu kepada Beng Ti Taysu dari gereja Siauw-lim si, bilang padanya kau dapat itu dari kakak lohu, pasti dia akan membuang waktunya untuk mengurus urusanmu. Kalau kau ada dipihak betul, kau akan mendapat perlindungan dari semua orang Siauw lim-pay."

Sebagai jago muda yang belum berpengalaman menuruti hatinya yang polos, maka tadi Ho Tiong Jong sudah mau mengembalikan barang berharga itu kepada Ie Boen IHoei. Kini setelah mendengar keterangannya si erang tua baju kuning, bagaimana berharganya benda itu ada dalam badannya, maka hatinya sangat kegirangan

Ia tahu Sauw- lim-pay ada satu partai terbesar diantara partai-partai lainnya, orangnya sangat banyak dan ilmu silatnya juga sangat tinggi termashur dalam duni persilatan. Kalau dalam menjelajah dunia kangouw, berbuat banyak kebenaran, ia tidak usah kuatirkan dirinya, pasti mendapat perlindungan partai besar itu.

Sambil memasukan benda berharga itu ke dalam kantongnya ia berkata pada Ie Boen Hoei, "cianpwee, terima kasih, Nah, sampai ketemu lagi..."

Setelah berkata Ho Tiong Jong sudah hendak bertindak keluar, akan tetapi kembali telah di cegah oleh Ie Boen Hoei yang menanya kepadanya. "Eh, laote sudah lama kita bicrp. tapi lohu lupa menanyakan namamu ?"

"ouw, boanpwee bernama Ho Tiong Jong."

"Siapa suhumu yang mulia."

"Boanpwee tidak mempunyai suhu."

"Tapi ilmu silatmu barusan boleh juga, malah kau ada keluarkan itu ilmu golok delapan belas jurus dari Siauw- lim-pay. Hanya sayang kau cuma dapat meyakinkan dua belas jurus saja, enam jurus lagi kau tidak yakinkan-"

"Betul, memang boanpwee hanya belajar dua belas jurus saja."

"Dari siapa kau belajar?"

"Maaf, boanpwee tidak bisa kasih tahu namanya siapa?"

Ie Boan Hoei, sebagai murid dari siauw- lim-pay, tentu saja tahu ilmu golok termasyhur itu dari partay ia, maka tadi ketika Ho Tiong Jong mencecar padanya dengan golok Lam thian to, sama sekali tidak dapat menemui sasarannya karena Ie Boan Hoei sudah yakin dengan bagaimana memusnahkannya.

"Sayang." kata Ie Boen Hoei setelah sejenak ia terdiam, "Kalau kau mendapat didikannya seorang pandai seperti In Kie Lojin, kau pasti akan menjadi jago tanpa tandingan dalam kalangan Kangouw, Kau ada mempunyai bakat yang baik sekali, dengan meyakinkan ilmu dari kitab " Kumpulan ilmu silat sejati."

"Eh, cianpwe," menyelak Ho Tiong Jong.

"Ada apa?" tanya siorang tua.

"Itu kitab yang barusan cianpwe sebut ada pada boanpwee." sambil mengeluarkan kitab tersebut dari saku babunya. Ie Boen Hoei menyambuti dan periksa.

"lni benar ada kitabnya, kau dapat dari mana?" tanyanya.

"Boanpwe dapat dari Tok-kay Kang ciong" jawabnya.

Ia menuturkan dengan singkat pertemuannya dengan Tok kay dikuil bobrok dan kitab itu sudah disambit nyangkut diatas pohon dan kemudian diambil olehnya karena merasa sayang kitab itu dipatuki burung.

Sambil mendengarkan Ho Tiong Jong cerita Ie Boen Hoei telah bulak balik lembarannya kitab tersebut, "Ini memang kitab tulen, hanya sayang bagian kedua yang menceritakan keistimewaannya berbagai ilmu silat, sedang pelajarannya dan bagaimana mempraktikkan ilmu silat yang tersebut didalamnya tidak ada, sebab itu dimuat dalam jilid kesatu. Sayang, tapi dalam buku ini juga ada disebut ilmu yang lohu yakinkan yalah "Diluar kemauan hati sejati" sayang kau tidak memiliki yang ke satu."

IHo Tiong Jong berpikir sejenak. setelah mendengar bicaranya si orang tua baju kuning. "cianpwee," katanya, "kitab itu boleh cianpwee ambil, boanpwee senang kasih, cuma boanpwee mohon bantuan cianpwee suka menurunkan ilmu golok keramat Siauw-lim-sie. semuanya ada delapan belas jurus, boanpwee hanya paham dua belas jurus saja, yang enam jurus lagi ini yang boanpwee mohon cianpwee suka menurunkan pelajarannya untuk mana boanpwee merasa sangat berterima kasih sekali." Ie Boen Hoei ketawa ngakak mendengar perkataannya si pemuda.

"Ho Laote," katanya gembira sekali, "permohonanmu aku terima dengan baik, tapi buku ini kau terima kembali saja, sebab ada pada lohu juga tidak ada gunanya. Lohu sudah tua, otaknya sudah macet untuk belajar ilmu kepandaian lebih tinggi lagi, apalagi dalam buku ini semua yang tertulis dari

berbagai partai punya ilmu silat rasanya lohu sudah cukup paham. Kau simpan saja, untuk kau ada gunanya, diwaktu ada tempo lowong kau boleh meyakinkannya, lohu percaya otak mu yang encer dapat belajar dengan sempurna."

Ho Tiong Jong tidak menyangka bahwa orang tua itu menolak dikasih kitab "Kumpulan ilmu Silat Sejati." Ketika ia ulangi lagi maksudnya hendak memberikan kitab dengan setulus hati ditolak. maka ia lalu sisipkan lagi dalam sakunya.

"Mari, kau boleh belajar itu enam jurus lagi dari ilmu golokmu." Ie Boen Hoei mengajak sipemuda hingga Ho Tiong Jong bukan main girangnya.

Ie Boen Hoei telah menurunkan kepandaiannya dengan sungguh-sungguh, tambahan otaknya Ho Tiong Jong mudah menerima pelajaran yang orang berikan dengan beberapa pengujuknya saja, maka enam jurus kekurangannya itu Ho Tiong Jong sudah dapatkan, Dengan mana ilmu golok keramatnya Ho Tiong Jong sekarang sudah menjadi lengkap delapan belas jurus. saking tekunnya ia belajar hingga lupa sama sang waktu, tahu-tahu hari sudah menjelang pagi.

Tiba-tiba Ho Tiong Jong hentikan latihannya dan berdiri bengong. Hal mana membuat Ie Boen Hoei menjadi heran, ia lalu menanya, "Laote kenapa kau? Apakah ada apa-apa yang tiada beres lagi?"

Ho Tiong Jong bengong berdiri, karena saat itu sudah hampir pagi, tapi kenapa racun dalam tubuhnya belum juga bekerja dan merenggut jiwanya? inilah yang ia buat pikiran tidak habis mengerti, maka ia sudah berdiri bengong. " cianpwee, memang ada yang tidak beres, aku telah kena keracunan..."

Selanjutnya ceritakan tentang kena racun Tok kay, kemudian ceng ciauw Nikouwpunya Tok-kim-chi, lalu paling belakang jarum mautnya sikakek aneh dari Liu soa- kok juga

tentang hubungan Seng Glok cin dan Kim Hong Jie, ia telah ceritakan dengan terang kepada Ie Boan Hoei.

Dengan tenang siorang tua baju kuning mendengarkan ceritanya Ho Tiong Jong.

"Boanpwe heran, kenapa racun itu sampai sekarang belum ada reaksinya?" tanya Ho Tiong Jong sebagai penutup ceritanya. Terdengar Ie Boan Hoei tertawa terbahak-bahak.

"Ho laote, kau benar-benar ada seorang yang sangat beruntung, Dua jelita sudah berbareng sudah menyintai dirimu, rasanya tak akan sia-sia pengharapannya . . . ."

" cianpwee, boanpwee bakalan mati, bagai mana bisa bilang demikian ?"

"Anak muda," kata pula Ie Boan Hoei dengan ketawa girang, "kau kini sudah selamat, kesananya kau hanya akan menempuh bahagia saja..."

" cianpwe, kenapa bisa begitu?"

"Barusan, ketika lohu menepuk punggungmu dan kau memuntahkan benda sebesar kepalan, itulah ada racun yang bergempal dan akan membinasakan dirimu kalau saja tidak bisa dikeluarkan dari perutmu. Kini ia sudah keluar, maka dalam tubuhmu sudah tidak ada racun lagi. Umurmu bisa jadi seratus tahun, percayalah kepada lohu" Ho Tiong Jong terbengong mendengarkan keterangan si orang tua baju kuning.

" Laote." kata pula Ie Boan Hoei, " lohu sudah banyak pengalaman dalam dunia Kang ouw, kejadian apa saja sudah tahu, Bahwa dalam dirimu akan mengeram racun lohu juga sudah tahu siang-siang, Melihat air mukamu, lohu tidak perca yakau bisa mati karena racun. Kau mestinya panjang umur, bukan mustahil kau nanti mengangkat namamu termashur dalam rimba persilatan-"

Ho Tiong Jong kegirangan mendengar kata-katanya si orang tua baju kuning.

Tidak dinyana ia bisa sembuh dari keracunan dengan cara kebetulan ketemu Ie Boen IHoei, ia percaya omongannya si orang tua karena ia merasakan sendiri tubuhnya merasa sangat segar dan kuat sekali, pertolongan gaib.

" Laote," Ie Boen Hoei berkata pula. " racun ketemu racun dalam tubuhmu telah berhantam dan saling bergempal, sukur kau ketemu lohu, kalau tidak rasanya sukar ketolongan jiwamu kalau tidak ada si Dewa obat Kong Jat Sin yang memberikan pertolongan dengan obatnya yang istimewa. Tapi Laote, lohu sudah mendapat keyakinan, bahwa ilmu tenaga dalammu sangat hebat sekarang, jalannya darah sudah ncrmal kembali, semangatmu juga sudah berubah, bagaimana apa kau tidak merasakan itu semua?"

Mau tidak mau Ho Tiong Jong telah anggukan kepalanya, memang benar apa yang di katakan oleh orang tua itu

Dengan suara terharu saking berterima kasih dan kegirangan Ho Tiong Jong telah berkata. " cianpwee, boanpwee tidak tahu dengan apa boanpwee harus membalas budi cianpwee yang sangat besar ini, hingga jiwa boanpwee terluput dari kematian-"

"Ho laote." memotong Ie Boen Hoei, "pertolongan yang keluar dari hati yang tulus tidak memerlukan terima kasih, bukankah kau ada mengatakan demikian?"

Ho Tiong Jong tidak bisa menjawab, hanya matanya memandang si orang tua dengan mengembang air mata terima kasih.

Dilain saat Ho Tiong Jong sudah riang gembira. Mereka satu dengan lain cocok pikiran, maka tidak heran mereka telah mengikat tali persahabatan-

Ketika sudah terang tanah, Ho Tiong Jong dan Ie Boan Hoei jalan sama-sama sampai sepuluh li jauhnya, kemudian mereka berpisahan, Ie Boan Hoei meneruskan perjalanannya ke barat daya dengan membawa jenazah nya sang kakak. selang Ho Tiong Jong telah mengambil jurusan lain-

Sepanjang jalan Ho Tiong Jong pikirkan, sekarang ia harus menuju kemana? Menemui Seng Giok cin? Menyambangi Kim Hong Jie?

Dua nona yang sekaligus menyintai dirinya sungguh ia harus merasa bangga, tapi ia tidak berani untuk mengunjungi salah satu diantara nya.

Pikirnya, sekarang masih belum waktunya, paling baik sekarang ia menuju ke Yang-ce untuk menemui sahabat tuanya co Kang cay. Siapa tahu orang tua sudah bersiap-siap dengan rencananya untuk menyelidiki gunung-gunungan yang mengandung riwayat istimewa ialah didalamnya ada tersimpan baskom ajaib yang bisa membuat uang yang sedikit ditaruh didalamnya bisa berubah banyak dan satu patung wanita cantik, kalau dapat tidur bsrsama-sama dengannya akan merasakan kehangatan dan semangat segar serta kekuatan tenaga dalam juga dapat bertambah.

Demikianlah setelah mengambil keputusan, ia telah membeli pakaian baru dan seekor kuda untuk perjalanannya. Dalam pakaian yang baru, tentu saja Ho Tiong Jong punya paras yang tampan semakin menyolok saja.

Roman cakap. pengawakan gagah, dengan sebilah golok digantung diatas kuda. Ho Tiong Jong telah menarik banyak orang yang mengagumi dirinya. Setelah menangsel perutnya, pemuda gagah itu telah melanjutkan perjalanannya.

Disepanjang jalan ia mengenangkan dua jelita, yang saat itu entah bagaimana keadaannya, karena mereka menganggap dirinya akan mati karena racun, sekarang ia tidak sampai mati maka seandainya ketemu dengan mereka,

bagaimana girangnya mereka itu, sukar untuk dapat dibayangkan-

Rumahnya co Kang cay ada dalam sebuah desa termasuk bilangan kota jang-ce.

Jauh juga perjalanan yang ditempuh oleh Ho Tiong Jong, akhirnya ia sampai juga ke-desanya co Kang cay. Kebetulan sekali ketika ia sampai, didepan sebuah rumah tampak berdiri seorang tua dan ia bukan lain dari co Kang cay sendiri.

Sambil melambai-lambaikan tangannya orang tua itu agaknya hendak menyongsong kedatangannya belum leluasa dan masih pakai tongkat, maka Ho Tiong Jong agak terkejut.

Ia bedal kudanya dan sebentar saja sudah berada di muka rumahnya co Kang cay. cepat-cepat ia turun dari kudanya dan menubruk si sahabat tua. Mereka saling peluk dengan penuh kegirangan.

"co lopek. memang tidak salah dugaanku, kau sedang membangun rumah" kata Ho Tiong Jong dengan roman girang.

"Tiong Jong, kita bicara didalam." kata co Kang cay, sambil menarik tangannya si pemuda.

"Eh, nanti dahulu, bagaimana dengan kudaku?" kata Ho Tiong Jong Jenaka.

"Ah, itu mudah saja, kasihkan saja orangku yang urus."

co Kang cay berkata demikian sambil panggil orangnya, disuruh merawat kudanya Ho Tiong Jong. Mereka kemudian berjalan masuk kedalam rumah.

"Kan bagaimana tahu aku selang membangun rumah?" tanya co Kang cay. ketika mereka sudah pada ambil tempat duduk di-pertengahan rumah.

"Ah, lopek mudah saja. Tadi aku melihat banyak orang yang mengangkuti batu ke rumah lopek."

"Kau pintar menebak, Tiong Jong. Memang tidak hentinya aku berusaha membangun rumah tapi sama sekali tidak menduga kalau penemuan kita kembali ada begini cepat, sungguh menggirangkan sekali hatiku."

co Kang cay ajak sahabatnya melihat rumah yang sedang dibangun.

Masih tinggal dindingnya saja dalam taraf penyelesaian, lainnya boleh dikatakan rumah co Kang cay sudah beres, Rumah itu besar dan lebar, cuma tidak mewah, hanya seperti rumah biasa saja rumah desa.

"Lopek, kau benar lihay, Rumahmu dibangun dengan sederhana sekali. Meskipun ada besar dan luas. Bagus, karena dengan demikian tidak menyolok dan membangunkan orang punya rasa curiga."

co Kang cay ketawa nyengir dipuji si anak muda.

orang tua itu memang membangun rumahnya selain sederhana juga ada banyak rahasianya disebelah dalam, inilah untuk menyelamatkan dirinya dari cengkeramannya orang-orang dari Perserikatan Benteng Perkampungan yang menghendaki jiwanya.

Setelah diajak melihat-lihat kebeberapa bagian, dimana jalannya berbulak biluk membingungkan, lalu Ho Tiong Jong dibawa ke ruang tetamu yang cukup lebar, tinggi dan menyenangkan hati.

" Lopek benar-benar kau sudah siap sedia menghadapi mereka, sebab bicara terus terang kalau orang tidak diberi pengunjukan, masuk kedalam banyak ruang tadi, bisa masuk orang tidak bisa keluar lagi."

"Ha ha ha..." orang tua itu tertawa bergelak-gelak.

Mereka lalu pada mengambil tempat duduk.

" Lopek setelah kau mengalami banyak penderitaan memang seharusnya kau hidup dengan tentrem dan bahagia, Bagaimana dengan kakimu yang separuh lumpuh apakah sudah sembuh?"

XXV. SIKAP ANEH DARI IBLIS CANTIK..

"KARENA pertolonganmu Tiong Jong, sehingga aku dapat selamat, Belum tahu budi ini aku dapat balasnya dengan apa?"

"Lopek tidak ada soal budi diantara kita, kita berdua mengalami satu nasib dalam penjara Seng Eng, apa halangannya kalau kita satu sama lain saling tolong, bukan?"

"Ya, tentang kakiku, meskipun tidak sembuh betul, aku masih bisa jalan dengan menggunakan tongkat, Tapi, eh, Tiong Jong bagaimana dengan racun yang mengeram dengan dirimu, apa sudah dapat disembuhkan?""

Ho Tiong Jong ketawa, ia lalu tuturkan dengan ringkas pada sang sahabat tua, tentang pengalamannya sejak mereka berpisahan.

Pertolongan pada Kim Hong Jie, diinjeksi dengan jarum mautnya si kakek aneh, perjalanannya dengan Seng Giok Cin. Tapi soal mencium bibir orang tentu saja tidak menceritakan.

Pertemuannya dengan Ie Boen Hoei satu penjahat ulung yang sadar dari kejahatannya setelah membunuh kakaknya sendiri. oleh siapa ia telah disembuhkan keracunan didalam tubuhnya diluar dugaan-

Setelah mendengar habis bicaranya si pemuda, co Kang cay tampak kerutkan alis.

"Tiong Jong, aku sangat girang tentang dirimu sudah sembuh dari bahaya kematian karena racun racun yang mengeram dalam tubuhmu, akan tetapi kau sudah berbuat

gegabah dengan meninggalkan nona Seng dalam keadaan tertotok dipenginapan-" Ho Tiong Jong terkejut.

"Tapi totokanku itu hanya untuk sementara waktu saja dan akan terbuka sendirinya." katanya pada sahabat.

"Ya, itu betul. Tapi harus curiga juga, dalam keadaan pulas demikian kalau ada orang jahat masuk kedalam kamarnya, bagaimana? Haa, kalau kehormatannya kena dicemarkan orang? Nona Seng tentu tidak mau mengerti terhadapmu dan akan mencari kau untuk mencuci malunya"

"Lopek. ah, masa sampai ada kejadian begitu?" menyelak Ho Tiong Jong dalam terkejutnya, mukanya seketika telah berubah pucat dan dadanya berombak keras, karena pikirnya, memang ada kemungkinan ada kejadian demikian-

"Ya, mudah-mudahan tidak sampai ada kejadian demikian," menghibur si orang tua.

Ho Tiong Jong tidak menjawab, Diam-diam dia memikirkan juga akan dirinya nona yang dicintanya itu. Kalau benar seperti katanya si orang tua kejadian, celaka sama juga ia mencelakakan dirinya si gadis pujaannya itu.

Tengah ia menjublek. Co Kang cay sudah berkata pula dengan air muka berseri seri. "Ah, Tiong Jong, itu hanya dugaan saja. Tapi masa bisa jadi, nona Seng ilmu silatnya tinggi. Tentu dalam sedikit waktu ia sudah bisa mendusin. Lagi pula ia ada puterinya Seng Eng, Pocu dari benteng Seng-kee-po yang sangat ditakuti, betul tidak? Nah, mari, kita minum teh."

co Kang cay suguhkan secangkir teh pada kawan mudanya itu, sambil berkata pula. "Tiong Jong legakan hatimu, apa yang aku kata barusan hanya dugaan saja dan rasanya tak mungkin kejadian-" Kembali si orang tua.

Ho Tiong Jong merasakan, tapi kejadian sudah berjalan begitu rupa, ia kobarkan hatinya dengan kata-kata si orang tua tadi.

Hatinya mulai lega dan tak percaya si nona akan mengalamkan malapetaka yang tidak enak atas dirinya.

Dengan begitu, pembicaraan diantara dua sahabat yang senasib tempo hari dalam penjara air, kini dapat berjalan dengan gembira.

"co lopek, bagaimana halnya dengan gunung-gunungan itu, apakah kau sudah dapat menemukan kuncinya untuk masuk kedalamnya?" tanya Ho Tiong Jong sewaktu ia ingat akan riwayat menarik dari gunung-gunungan di kota Jang-ce itu.

"Belum." jawab Co Kang cay, " rumah ku baru saja jadi, mana aku ada tempo untuk pergi kesana? Kebetulan kau sudah datang di sini, maka baiklah kau beristirahat saja dahulu dalam rumahku dua tiga hari, nanti kita bersama-sama kesana, bagaimana kau pikir."

"ow, tentu saja aku dengan senang hati ikut melihatnya." jawab Tiong Jong,

"Bagus, bagus . . ."

Bicaranya co Kang cay belum lampias, sudah dibuat berhenti dengan muncul satu pelayannya yang mengabarkan bahwa diluar ada seorang nona yang hendak ketemu dengan Ho Tiong Jong.

"Seorang nona?" kata co Kang cay, "Eh Tiong Jong apa kau ada membawa teman perempuan kesini?"

"Tidak." -jawab Ho Tiong Jong.

"Tapi katanya ada satu nona yang ingin ketemu denganmu bagaimana pikiranmu?" Ho Tiong Jong terdiam sejenak.

"Baik, silahkan dia masuk ketemu aku," akkirnya ia berkata.

co Kang cay tampak berduka romannya, ia kuatirkan bahwa yang datang itu ada orangnya Perserikatan Benteng perkampungan yang hendak mencari onar. Ho Tiong Jong mengerti akan kedukaan nya si orang tua, maka ia lalu menghibur.

"co Lopek, kau jangan kuatir, Aku bukannya sombong, asal ada orang datang hendak mengganggu ketentramanmu, aku si orang she Ho yang nanti akan mengusirnya. Legakan hatimu, dan percayalah padaku^"

"Ya aku juga tidak takut. cuma saja kalau benar nanti terjadi pertempuran pasti akan mengambil banyak korban jiwa. inilah yang membikin aku tidak tega hati." jawab si kakek sambil menghela napas.

Sebentar lagi tampak sipelayan muncul mengantarkan si nona tetamu masuk diruangan tamu.

"Hei, enci Ie." seru Ho Tiong Jong, ketika melihat tetamunya itu masuk. Memang benar ada Li-lo-sat ie Ya yang datang.

"Ya, aku yang datang." jawab si nona sambil kerllingkan matanya yang tajam.

"Enci ie. bagaimana kau tahu perjalananku dan datang kesini, silahkan duduk." mengundang Ho Tiong Jong, sambil menyodorkan sebuah kursi.

Kemudian sipemuda berkata pada co Kang cay. "co lopek. apa kau sudah tidak mengenali lagi pada nona ie?"

"Siapa dia, Tiong Jong?" siorang tua balik menanya.

"Enci ie masa kau lupa? Dengan pertolongannya pada itu malam, selamatlah kau sampai di kota Yang cie. Kalau bukannya enci Ie yang menolong, niscaya sampai sekarang kau masih nyantel saja di Seng kee-po. Ha ha ha..." co Kang cay kini baru sadar, maka ia buru-buru minta maaf.

"Nona ie, maafkan lohu yang sudah kurang terang matanya, tambahan malam itu ada gelap. hingga aku melupakan wajahmu.Maafkan, nona dan terima kasih atas pertolonganmu itu,"

co Kang cay tutup kata-katanya sambil menjura memberi hormat, tapi ie Ya cepat-cepat mencegah. " Lopek jangan pakai banyak peradatan didepanku. Aku paling benci sama segala peradatan yang mengikat kemerdekaan bergerak."

co Kang cay urungkan maksudnya tapi ia dengan sangat hormat sekali telah menyilahkan si nona ambil tempat duduk.

Setelah si nona berduduk. Ho Tiong Jong menanya. "Enci, kau sungguh baik sekali, selamanya aku merasa berhutang budi padamu. cuma, bagaimana tentang kedatanganmu ini, ada urusan apa, enci ie?""

Ie Ya tertawa tawar. Wajahnya dingin, mengawasi pada Ho Tiong Jong dengan sorot mata memandang rendah.

"Tiong Jong kedatanganku ini boleh dianggap teman dan juga boleh diangap akan menjadi lawan, Kejadian antara kita yang sudah tidak perlu diingat-ingat lagi." Ho Tiong Jong heran mendengar kata-katanya ie Ya.

Ia memandang parasnya si nona yang cantik dan botoh, yang biasanya menawan hati, kini tampak beringas dan wajahnya seperti yang memandang hina padanya.

"Enci ie, aku penasaran menghadapi sikapmu yang tidak biasanya ini, Kau kenapa? Apkah aku si orang she Ho pernah berbuat kesalahan terhadap dirimu?"

"Kesalahan terhadapku tidak. tapi kau sudah berbuat salah terhadap orang lain-"

"Aku sudah berbuat salah apa?"

"Hmm...." ie Ya menggeram. "Kau ini dimukanya saja seperti orang jujur dan polos, tapi tidak tahunya hatimu lain

dari wajahmu, Kenapa kau masih belum terus terang kesalahanmu, kalau hendak mengaku aku ini encimu?" Ho Tiong Jong bingung mendengar bicaranya Ie Ya.

Sikapnya yang luar biasa dan kata-katanya yang dingin seperti es, membuat ia sangat penasaran, Sebab apa si nona cantik ini menjadi marah-marah terhadap dirinya dan mengatakan ia sudah berbuat kesalahan terhadap orang lain? Siapa itu orang lain? Dan apa salahnya?

Sementara itu, co Kang cay yang melihat suasana buruk. diam-diam ia angkat kaki hendak menyembunyikan dirinya, karena ia tidak berkepandaian silat. Tapi tidak disangka, Ie Ya dengan mata melotot membentak padanya. "Hentikan langkahmu. jangan meninggalkan ruangan ini"

Ho Tiong Jong tidak senang dengan ucapanya si nona. Pikirnya, betul betul si nona membentak seorang tua, hingga oleh karenanya menjadi menggigil tubuhnya dan hampir hampir jatuh lemas.

"Enci Ie," kata sipemuda dengan suara heran, "hati-hatilah sedikit dengan perkataanmu. Meskipun aku bukannya satu pendekar tapi aku tidak ijinkan orang menghinakan sesamanya didepanku, apalagi orang yang dihinakan itu ada seorang yang ketahuan jujur dan baik hatinya, Dapat orang berbuat demikian, tapi harus..."

"Harus apa?" Menyelak Ie Ya.

"Harus membunuh dahulu aku" jawab Ho Tiong Jong tegas.

"Hihihi..."si wanita telengas tertawa. Meskipun tertawanya merdu, tapi romannya menyeramkan, karena kelihatan ia seperti sedang mendongkol sekali. "Tiong Jong, apa kau kira kau seorang gagah tanpa tandingan?" tanyanya.

"Bukannya maksudku untuk menonjolkan diri sebagai jagoan, tapi aku tidak senang kau perlakukan co lopek semacam itu."

"Habis kau mau apa?"

"Aku akan membelanya."

Li-lo sat Ie Ya kertak gigi. ia gemas sekali terhadap si anak muda, sebab pikirnya, ia sudah banyak membuang budi menolongi anak muda itu, akan tetapi Tiong Jong saban-saban membela orang lain saja. Ia perdengarkan tertawa dingin.

"Tiong Jong," katanya. "sekali aku marah tidak seorangpun yang berani menghalang-halangi maksudku, maka sekarang kau mau apa."

Ie Ya sambil berkata menyerang co Kang cay hingga ia ini ketakutan setengah mati. Tapi sebelumnya tangan Ie Ya menyentuh dirinya, Ho Tiong Jong dengan gesit sudah lompat dan menangkis, hingga Ie Ya terhuyung-huyung mundur.

Bukan main marahnya si iblis Wanita, dengan muka bengis ia sekarang menyerang pada Ho Tiong Jong. Tangan dan kakinya bergerak dengan berbareng, tepisi pemuda hanya mengegos dan berkelit saja dari semua serangan Ie Ya, tidak mau balas menyerang.

Hatinya tidak tega, sebab ia banyak hutang budi kepada perempuan galak ini, Biar bagai mana ia diserang hebat, selalu Ho Tiong Jong dapat mengegoskan dirinya dengan mudahnya.

Tapi melihat serang-serangan Ie Ya mengarah bagian yang tidak mematikan, seolah-olah tak memikirkan persahabatannya pada waktu yang lampau, diam-diam si pemuda merasa tidak senang. Pikirnya, jikalau ia minta penjelasan juga tak ada gunanya Karena si nona sedang sengit dan marahnya.

Segera ia merobah gerakannya, kini ia mencoba menyerang dengan angin pukulan telapakan tangannya ternyata si nona tidak tahan, ia mundur sampai empat enam tindak

"Gila kau" bentak nona Ie, sambil menyender pada dinding.

Tiong Jong hanya bersenyum, Amarahnya si nona makin memuncak. maka ia sudah gerakan tubuhnya lompat keatas dan menyerang dari arah ini kebatok kepalanya Ho Tiong Jong, tapi si pemuda dengan gesit sudah menghindarkan dirinya, kemudian ia menyusul melesat dan mereka saling menyerang diudara kosong, akhirnya Ie Ya tak tahan juga.

Ia jatuh kelantai, sebelumnya ia bergerak Ho Tiong Jong sudah menekan bahunya dan kemudian menotok jalan darahnya, hingga si nona jatuh lemas.

"orang she Ho." kata sinona gemas. "Kalau kau menghina aku, nanti akan kucaci maki habis-habisan-"

Si nona sangat gemas, bicaranya yang seperti hendak menangis karena tidak berdaya untuk mengatasi kepandaiannya Ho Tiong Jong, yang tidak sangka-sangka sama sekali dalam tempo pendek saja ada demikian hebat ilmu silatny^ Ho Tiong Jong melihat sinona seperti mau mewek merasa tidak tega.

Rambutnya menjadi kusut bekas tadi bertarung, dalam keadaan seperti hendak menangis dan mengawaskan sipemuda dengan sorot mata panasnya, tampaknya Ie Ya yang memang cantik wajahnya ada lebih cantik berlipat ganda.

Pertama kali Ho Tiong Jong melihat kecantikannya si nona sudah menggetarkan hatinya, kini untuk kedua kalinya ia menyaksikan dengan tegas kecantikannya orang bagaimana ia coba menekan debarannya tiang hati ternyata tidak menolong.

Maka dengan cepat ia menarik tangannya yang menekan orang punya pundak yang halus lunak seperti kapas dan membuka totokannya. Parasnya agak jengah, kemudian berkata dengan hormat, "Enci Ie, bukannya maksudku berlaku kurang ajarpada enci, Dari sebab kau menyerang keterlaluan mengarah bagian yang berbahaya, maka terpaksa aku membela diri dari seranganmu yang bertubi-tubi tadi."

Si pemuda menutup bicaranya dengan bersenyum manis.

Wajah si pemuda yang tampan menawan dan pengawakannya yang gagah menimbulkan rasa suka, memang sudah lama menjadi kenangan wanita telengas.

cuma ia tidak bisa mengikat hatinya sipemuda itu, karena kelihatannya Ho Tiong Jong hatinya sudah jatuh pada Seng Gick ciu dan Kim Hong Jie, dua gadis jelita dan putri dari dua orang ternama, yalah putri dari Seng-keepo dan Kim-Liong-po"

Meskipun demikian, satu tempo ia suka melamun dan merasa dirinya tidak kalah dalam kecantikan maupun dalam ilmu silat dari dua dara itu, hanya bedanya dirinya sudah terkenal sebagai iblis, maka ia merasa sangsi apakah Ho Tiong Jong dapat dipincuk oleh gaya tarik kecantikannya kalau mengingat kedudukannya ada kurang harum.

co Kang cay dilain pihak merasa heran kepada Ho Tiong Jong yang dengan tiba-tiba saja dapat berbicara begitu halus dan sopan santun-Melihat sicantik diam saja, maka Ho Tiong Jong berkata pula.

"Enci ie, coba tolong ceritakan dari sebab apa kau marah-marah terhadapku dan tak memberi kesempatan untuk aku membela diri."

"Hmm" menyahut nona ie, masih kelihatan sombong sifatnya. Tapi Ho Tiong Jong ganda dengan penuh kesabaran-

"Sekarang begini," kata Ie Ya, "aku mau tanya kau bagaimana perlakuannya adik Seng terhadapmu ?"

Ho Tiong Jong terkejut Tapi lantas menjawab dengan sejujurnya.

"Baik, baik sekali, Adik Giok sangat baik dan berbudi terhadapku, untuk mana sukar aku melukiskannya."

Hati cemburunya Ie Ya meluap dengan tiba-tiba, maka wajahnya berubah lantas cemberut setelah mendengar jawabannya si nona.

"Hu..." kata si nona sambiljebikan bibirnya, "Sangat baik, sukar dilukiskan, sekarang aku mau tanya kau, dia ada begitu baik terhadapmu tapi apa balasmu terhadap kebaikannya itu?"

Ho Tiong melongo. Diam-diam ia bergidik, pikirnya, "apakah adik Giok mengalami kejadian seperti yang dibayangkan oleh co lo-pek?" Sebelumnya ia membuka mulut, ie Ya berkata lagi.

"Jawab, jawab pertanyaanku apa balasnya kau atas kebaikan adik Giok?"

"Enci ie, aku masih belum paham akan bicaramu ini."

"Hmm... belum paham..." ie Ya menjebikan bibirnya, " Kau tentu tidak berani berterus terang padaku, Nah, biarlah aku sendiri tidak bisa berbuat apa apa padamu, tapi nanti ada lain orang yang akan membereskan jiwamu." setelah berkata ie Ya lantas berjalan keluar.

Tapi seperti angin saja cepatnya Ho Tiong Jong sudah menghadang dipintu keluar, maka ketika ie Ya bertindak ia sudah dihalang-halangi, Ie Ya tertawa dingin melihat kelakuannya Ho Tiong Jong. "Kau ingin menahan aku disini, bukan?" tanyanya gemas sekali.

"Bukan, aku tidak berani menahanmu."

"Nah, kasih jalan buat aku berlalu dari sini."

Ho Tiong Jong tidak berdaya, Melihat sikapnya ie Ya yang dingin dan saban-saban unjuk sikap yang mengandung amarah, maka ia tidak berani menanyakan lagi soal yang ia masih belum mengerti dari kata-katanya Ie Ya tadi.

Si pemuda jadi berdiri menjublek sambil mengawasi ie Ya naik kuda berlalu, sampai tidak kelihatan bayangannya.

"Tiong Jong, kau kenapa berdiri bengong saja?" tanya co Kang Cay, yang seketika itu telah menyusul keluar.

Ho Tiong Jong kaget mendapat teguran sahabat tua.

"Tidak apa-apa, aku hanya belum mengerti apa maksudnya perkataan Ie Ya tadi."

"Kalau dilihat dari pembicaraannya, dapat dipastikan ada banyak orang yang akan mencari dirimu, Entah, lantaran apa kau bisa dicari mereka. Apakah mereka itu ada orang-orang dari Perserikatan Benteng perkampungan? "

Menyebut nama Perserikatan Benteng Perkampungan tanpa merasa Co Kang Cay badannya menjadi menggigil seperti yang kedinginan.

IHo Tiong Jong yang menyaksikan itu merasa kasihan pada si kakek.

Pikirnya, orang boleh mencari dirinya dan membuat perhitungan dengannya, tapi jangan mengganggu pada dirinya si orang tua, jangan mengaduk-ngaduk rumahnya yang barusan saja selesai di bangun, ia sangat kasihan pada orang tua itu, yang disiksa sampai dua puluh taihun lamanya oleh Seng Eng dan baru saja mendapat kemerdekaannya lagi, lantas nanti dapat ditangkap kembali.

Ia tidak lepaskan Ie Ya sebab ie Ya tentu akan mengundang banyak kawannya yang datang kesitu, maka juga seketika itu ia lantas lompat melesat kekandang kuda, dimana kudanya ada dipelihara.

Cepat-cepat ia pasang pelananya dan lantas lompat naik di atasnya, kemudian membedal lesnya supaya sang kuda lari keras menyusul Ie Ya yang sudah lama pergi.

Co Kang Cay berteriak-teriak, seperti mau memesan apa-apa, akan tetapi Ho Tiong Jong tidak perduli, iapesatkan kudanya dan dilarikan sekencangnya supaya bisa menyusul si iblis cantik yang telah datang kepadanya dengan membawa

teka-teki. Tidak lama ia kaburkan kudanya, tampak didepannya Ie Ya sedang larikan kudanya. Si nona juga mendengar kerapan kaki kuda, ia menduga pasti bahwa dibelakangnya Ho Tiong Jong yang menguber padanya, Maka ia sudah siap sedia dengan senjata ikat pinggangnya untuk menempursi pemuda.

Ketika sudah datang dekat, Ho Tiong Jong berkata.

"Enci ie, harap kau suka terangkan kedatanganmu tadi. Apakah kau datang membawa bala bantuan untuk membikin susah pada Co lopek?"

Ie Ya tak menjawab, hanya ia menyerang dengan ikat pinggangnya yang panjang.

si nona memang sangat mahir memainkan senjata itu, ia menyalurkan tenaga dalamnya ke ikat pinggang sehingga kelihatan seperti sedang menari-nari diatas kuda.

Kelihatannya bagus sekali, sedang Ho Tiong Jong yang saban-saban disatroni oleh ikat pinggang itu telah berkelit kesana-sini menggunakan kelincahan kudanya, Tapi ternyata ia tak dapat mencegah ketika ikat pinggangnya Ie Ya melibat dirinya sampai sepuluh libatan, hingga ia tidak berdaya.

Ie Ya kegirangan, pikirnya kali ini Tiong Jong akan menyaksikan kelihayannya.

Tapi dibalik rasa bangga itu, iapikir juga apakah, Ho Tiong Jong kena dilibatoleh ikat pinggangnya itu hanya pura pura kalah saja?

Tapi biar bagaimana ia harus selesaikan kemenangannya itu, maka sebentar lagi ia mengentak ikat pinggangnya dan tubuhnya Ho Tiong Jong mencelat dari tunggangannya melayang kedekat si cantik.

cepat Cepst Ie Ya turun dari kudanya dan menghampiri Ho Tiong Jong yang masih tidak berdaya, ia telah memberikan totokan pada jalan darahnya, tapi alangkah herannya ketika ia

merasakan jarinya yang halus ditusukkan pada tubuhnya Ho Tiong Jong seperti juga ia menusuk papan baja.

Ie Ya menjadi jerih, Pikirnya. Ho Tiong Jong sekarang bukan tandingannya, maka sebelum Ho Tiong Jong berdaya lebih baik ia cepat-cepat melarikan diri. Maka seketika itu, tanpa menghiraukan ikat pinggangnya lagi ia sudah lompat pula keatas kudanya dan kabur dari sana dengan kecepatan kilat.

Ho Tiong Jong melihat Ie Ya meninggaikan ikatpingganya yang panjangnya tujuh-delapan tumbak melibat tubuhnya, sudah lantas hendak memutuskan dengan kekuatan tenaga dalamnya yang dahsyat, tetapi urung karena dipikir lagi kalau ia berbuat demikian Ie Ya tentu tidak senang hatinya, ikat pinggang yang sangat disayangnya itu, jika ia putuskan pasti Ie Ya tentu tidak senang hatinya, tidak mandang muka pemiliknya.

Dari sebab itu, maka ia sudah menggunakan ilmu mengkeratkan tubuh untuk meloloskan diri dari gubetan ikat pinggang.

Setelah mana, lalu ia gulung lagi dengan baik baik barang si cantik, kemudian ia bawa naik kuda mengejar si nona, Pikirnya, ie Ya melarikan kuda tentu akan mengundang teman-temannya untuk membikin susah Co Kang Cay.

Maka hatinya merasa cemas, ketika kudanya hanya dapat sepuluh li saja dan telah mogok. karena kakinya terluka, Terpaksa IHo Tiong Jong turun dan kudanya. ia berdiri celingukan mencari cari Ie Ya, tapi orang yang dicari tidak kelihatan mata hidungnya,

Tidak tahunya ie Ya sudah masuk kedalam rimba untuk menghindarkan diri kecandak Ho Tiong Jong.

Dalam hatinya ie Ya berpikir, bahwa seumur hidupnya belum pernah jadi pecundang dan diuber-uber oleh lelaki. Baru kali ini ia mengalaminya, jadi sangat malu.

Meskipun Ho Tiong Jong tidak menaruh cinta padanya, akan tetapi ia sangat mengagumi akan tenaga dalamnya Ho Tiong Jong sekarang ini. Entah dari mana Ho Tiong Jong sudah belajar ilmu kepandaian sedemikian tinggi, sehingga ia sudah bisa menutup jalan darahnya tidak dapat ditotok orang.

Sedang ia jalankan kudanya sambil ngelamun, tiba-tiba mendengar orang menguber padanya dengan menggunakan ilmu jalan cepat yang hebat. Ketika ia mencleh, dilihatnya itu bukan lain dari Ho Tiong Jong.

Ia jadi gemas dan nekad, maka ia lantas hentikan kudanya dan turun menantikan kedatangannya IHo Tiong Jong.

Tatkala mereka sudah berhadapan dengan suara dingin Ie Ya menanya. "Tiong Jong, kau terus terusan menguber-ku, apa maksudmu ?"

"ow, aku tidak berani mengganggu enci, Aku menyesal enci tidak mau menceritakan duduknya urusan sehingga aku menjadi bingung, Tapi, tidak apalah, hanya aku minta pertolongan enci, setelah kembali berkumpul dengan orang-orang dari Perserikatan Benteng perkampungan harap enci tidak menceritakan tentang tempat tinggalnya co lopek, Aku tidak tahu apakah selainnya enci masih ada lain orang pula yang mengetahui tempat tinggalnya co lopek..?"

"Kenapa kau begitu sungguh-sungguh melindungi orang tua itu?" memotong si nona.

"Ya, enci, seperti tempo hari aku pernah cerita, bahwa co lopek sudah dua puluh tahun lamanya disiksa oleh Seng Eng. sekarang dia sudah dapat kemerdekaannya pula dan dengan susah payah dapat membangun rumah-nya, sepantasnya dia dapat kebahagiaannya dalam melewati sisa hidupnya yang sudah tua."

"Selainnya aku, masih ada lagi seorang yang tahu, tapi dia orangnya sembarangan, aku kuatir dia tak dapat memegang rahasia."

"Siapa dia, enci ie "

"Aku tak bisa mengatakan padamU, karena kaU tentu akan membunuh dia sekeluarga bukan ?"

"Tak mungkin aku akan berlaku sekejam demikian ?"

"Tapi Tiong Jong, aku heran sekali, kau mau korbankan diri untuk co Kang cay, tapi kenapa berlaku demikian terhadap adik Giok cin...?"

Hatinya IHo Tiong Jong curiga, Pikirnya, tentu ada kejadian yang tidak beres dengan dirinya Seng Gick Cin. Makanya ie Ya saban-saban timbulkan nama si nona yang menjadi kekasihnya itu.

"Enci ie," katanya, "sejak tadi kau menuduh aku bersalah saja. sebenarnya ada kejadian apa dengan adik Giok? sudilah enci yang baik memberitahukan kepadaku yang rendah."

Ho Tiong Jong bergurau sembari mesem, ia mengambil tindakan itu, dengan pengharapan nona ie akan ceritakan duduknya urusan karena dengan sikap serius ada ia menanya tidak juga mendapat keterangan yang tidak di ingini.

Mendengar kata katanya sipemuda, mau tidak mau Li lo sat ie Ya ketawa juga, "Kau ini pengecut aku benci benar," katanya, "di hadapanku kau masih berpura-pura tidak tahu saja. Kau boleh mengelabuhi adik Seng Gick Cin dan Hong Jie, tapi aku hm..."

Ho Tiong Jong betul-betul kewalahan menghadapi Ie Ya yang masih terus terputar-putar bicaranya, tidak mau diajak berunding kelihatannya, Apalagi mendengar dirinya dikatakan pengecut, hatinya Ho Tiong Jong merasa sangat perih.

Ia tidak menjawab kata-katanya Ie Ya tadi, hanya sebentar lagi terdengar ia mengelah napas dan tundukan kepalanya.

Untuk membuka mulut lagi, rasanya tidak ada harapan nona ie akan cerita duduknya perkara, maka pikirnya lebih

baik ia balik lagi saja kerumahnya Co Kang Cay, sahabat tuanya itu.

Mengingat si orang tua kedudukannya ada berbahaya, karena tempatnya sudah ketahuan maka ia mengambil putusan minta si orang tua menyingkir dari gangguannya pihak Seng Eng. setelah mana ia akan mencari tahu hal nya Giok Cin, sebab ada kemungkinan besar si nona sedang ngalamkan kesusahan, jikalau dilihat kata-katanya ie Ya yang selalu menyesalkan padanya karena tidak menaruh perhatian kepada nona Seng.

Setelah kembali ia mengelah napas, lalu putar tubuhnya balik kerumahnya co Kang cay, sambil tundukan kepala denganpikiran kusut. Ie Ya melihat kelakuannya si pemuda merasa kasihan juga.

Sebenarnya ia sudah cukup mengocok si pemuda yang terus menghadapi teka teki karena kata-katanya yang selalu tidak ada juntrungannya.

Ia berjalan kira-kira sepuluh lie, tiba-tiba ia mendengar dari sebelah belakangnya ada suara kaki kuda yang dilarikan. Keruan ia menoleh itulah kuda putih yang dinaiki Ie Ya.

Ketika Ie Ya hentikan larinya sang tunggangan dan memandang pada Ho Tiong Jong yang terus berjalan dengan tunduka n kepala, seolah-olah ia tidak menghiraukan pada si iblis cantik yang jalan disisinya.

"Waduh, lagi ngambek nih?" kata ie Ya dengan suara merdu. Ho Tiong Jong tinggal terus berjalan tanpa menolehkan mukanya.

Ie Ya melihat sikapnya Ho Tiong Jong tidak menghiraukan padanya, tidak menjadi marah, malah ia berkata lagi. "Aku tidak kira si orang she Ho yang berparas tampan menawan gede ambeknya...."

Ho Tiong Jong kini menoleh pada si iblis cantik, setelah memandang paras Ie Ya yang bersenyum-senyum memikat, lalu tundukan lagi dan berjalan terus.

Ie Ya merasa menyesal telah berlaku keterlaluan kepada pemuda ini, yang parasnya cakap dan pengawakannya yang kokoh kuat selalu merupakan bayangan didepan matanya.

Mungkin si pemuda tidak bersalah, kenapa ia terus-terusan mendesak dan menyalahkan padanya? ia memang tidak kasih kesempatan kepada Ho Tiong Jong untuk membela diri, karena hatinya merasa gemas atas perbuatannya Ho Tiong Jong yang disangkanya telah membalas budi kebaikannya Seng Giok Cin dengan kejahatan-

"Tiong Jong, kan jangan marah, apa kau ingin tahu duduknya urusan?" Ho Tiong Jong masih terus berjalan tanpa menoleh.

"Tiong Jong, betul-betul kau marahan sama encimu?" tanya Ie Ya dengan suara merdu.

Baru si pemuda menoleh kepadanya, sambil tertawa getir ia berkata, "Enci ie, sebaiknya kau jangan ganggu aku lagi. Pergilah kau mengundang kawan kawanmu."

"Ngaco" kata Ie Ya. "Siapa yang hendak mengundang kawan? Aku mengundang kawan-kawan untuk apa ?"

"Untuk mencelakakan Co lopek."

"Hi hi hi...." Ie Ya tertawa, "Aku yang bergelar Li lo-sat, kalau mau, tak usah mengundang kawan-kawan, Co Kang Cay sudah lama celaka ditanganku, Kenapa mesti menanti kedatanganmu dahulu ?"

IHo Tiong Jong melengak, perkataannya Ie Ya benar juga, kalau memang ia hendak membikin susah kepada Co Kang Cay tidak perlu menanti kedatangannya.

"Tapi kenapa barusan kau hendak menyerang Co lo-pek dan perlakukan padanya dengan tidak mengenal aturan?" ia menanya.

"Itulah karena menuruti hatiku yang sedang angin-anginan, aku gemas padamu dan situa bangka yang jadi sasaran-.."

"Hei, enci le, kau gemas padaku, kenapa co lopek dibuat sasaran?"

Ie Ya membungkam wajahnya kemerah-merahan-

"Kenapa enci ie?" tegur s i pemuda.

"Karena aku..."

"... tidak tega, bukan?"

"Oh, kau Tiong Jong..."

XXVI. MASUK PERANGKAP

SAMBIL berkata seraya turun dari kudanya dan kini dengan menuntun tunggangan-nya ie Ya berjalan di sisinya sianak muda.

Ho Tiong Jong sambil berjalan matanya melirik- lirik pada si cantik dengan wajah bersenyum-senyum karena merasa geli dalam hatinya.

Ia tahu, bahwa iblis cantik ini ada jatuh hati kepadanya, beberapa kali ia sudah mengulurkan pertolongannya, tentu bukan tidak ada sebab musababnya. Dan ini dapat dipahami oleh Ho Tiong Jong, cuma saja ia tak dapat membagikan cintanya kepada wanita ketiga, ia tidak ingin Ie Ya menjadi cemas dalam cita-citanya sebab ia menghadapi dua jelita Giok Cin dan Hong Jie saja sudah cukup memusingkan kepalanya, Dua dua ada besar cintanya terhadap dirinya, ia tak dapat memilih yang satu dan mengabaikan yang lainnya, sebab itu berarti akan parahnya orang punya hati juga untuk mengambil

dua-duanya, ia merasa ragu ragu akan keikhlasan masing-masing, kalau ia melihat Giok Cin ada begitu besar cemburunya ketika di Po-kay-san-

Disamping tabeatnya yang jujur dan polos wajahnya yang tampan dan pengawakannya yang kuat tegap Ho Tiong Jong orangnya Jenaka, suka membanyol dan bikin orang ketawa. oleh karenanya Giok Cin dan Hong Jie menjadi lengket padanya.

Ie Ya juga sebenarnya sudah lama menaruh hati pada si pemuda, cuma ia tidak mempunyai kesempatan untuk mengutarakan isi hatinya dan lagi ia merasa bahwa dirinya ada lebih tua dari Ho Tiong Jong.

Cuma, bagaimana juga wajahnya Ho Tiong Jong yang cakap dan kelakuannya yang Jenaka, tak dapat ia singkirkan dalam lamunannya mencicipkan kebahagiaan hidup.

Demikianlah ketika berjalan berendeng, Ie Ya melihat IHo Tiong Jong saban-saban ketawa kepadanya seperti yang merasa geli hatinya, lantas menegur. "Hei, Tiong Jong, kenapa kau cengar-cengir saja?"

"Tidak apa apa, hanya aku merasa geli, kau marah padaku tapi yang menjadi korban mengapa orang lain"

"Habis bagaimana?"

"Kau harus hajar aku."

"AKU, aku. ..ti... ."

"....dak tega, bukan? Kalau kau menghajar aku dengan telengas, tentu saja bisa bikin aku semaput. kau menghajarnya harus..."

"Harus apa..?" memotong Ie Ya dengan senyuman mesra.

"Harus menggigit..."

"Gigit apanya?"

". . . . pipinya, .."

"Gila kau...." Ie Ya melotot matanya, tapi mulutnya yang mungil menyungging senyuman-Diam-diam hatinya nona le merasa bahagia dengan banyolan si pemuda. Dilain pihak Ho Tiong Jong tertawa ngakak enak sekali.

"Aduh. . . " tiba tiba ia menjerit, sambil usap-usap tangannya "Kok encie Ie nyubit?"

"Enak, ya? ini baru cubitan sementara."

"Kalau cubitan aseli."

"Mulutmu akan Kucubit kalau kau berani lagi kau omong ngaco."

"sakit nanti encie Ie?"

"Aku tidak perduli..."

"Aduh .. .. kejamnya . . . ."

"Nih, Kejam, .. . " Ie Ya ulur tangannya hendak mencubit lagi.

Ho Tiong Jong berkelit sambil ketawa ngakak. Ie Ya juga teturutan ketawa, mereka kini adalah baik lagi dan bercakap-cakap dengan gembira dalam perjalanannya.

Bagaimana bahagia hatinya Ie Ya berjalan berendeng dan bercakap-cakap dengan pemuda pujaan-nya itulah dapat kita bayangkan sendiri.

Tiba tiba Ie Ya seperti ingat sesuatu, "Eh Tiong Jong, mari kita berhenti sebentar duduk meneduh diatas batu itu dibawahnya pohon, aku hendak cerita yang penting padamu. Mari, mari..." sinona seraya tuntun tangannya si pemuda.

Ho Tiong Jong menurut saja dituntun oleh sicantik, sebentar lagi mereka sudah pada duduk diatas batu dibawahnya pohon yang rindang.

"Ada kabar apa enci ie?" tanya si pemuda.

"Dari halnya adik Giok"

"Dia kenapa, enci le ?"

"Tiong Jong, aku mau tanya padamu, apa benar benar kau tidak berbuat yang menyusahkan adik Giok."

Ho Tiong Jong geleng gelengkan kepala, "Adik Giok sangat baik, aku merasa hutang budi kepadanya, bagaimana aku dapat berbuat yang memuaskan dirinya."

"Ya, adik Giok telah mengalamkan kesulitan dari ayahnya sendiri. Ketika aku meninggalkan tempatnya adik Giok masih belum apa-apa, entah sekarang bagaimana nasibnya? Ayahnya sangat kejam, dalam murkanya bukan mustahil ia bisa membunuh mati anaknya yang sangat dimanjanya itu."

Ho Tiong Jong kaget bukan main, "Enci ie, dari sebab apa Seng Eng sampai begitu marah." tanyanya.

" Dalam kamar hartanya dia kehilangan satu benda wasiat, entah benda apa itu, Menurut pendapatan Seng Eng, hanya adik Giok Cin yang dapat keluar masuk dalam kamar harta itu, orang lain tak mungkin- oleh karenanya adik Giok yang dituduh sudah menyunglap benda wasiat itu."

"Habis, apa katanya adik Giok?" tanya sipemuda sangat gelisah,

"Adik Giok tidak mengaku bahwa ia pernah membawa-bawa benda wasiat itu, Katanya benar ia pernah jalan sama-sama dengan kau dan ditotok urat tidurnya olehmu dalam rumah penginapan, tapi dalam badannya tidak membawa benda wasiat yang dimaksudkan itu."

"ow, lantaran kehilangan benda itu saja Seng Eng sampai hati membunuh anaknya sendiri." kata Ho Tiong Jong sambil kertak gigi.

Ie Ya melihat kegelisahan Ho Tiong Jong, rasa cemburunya hidup lagi. Sambil tertawa dingin berkata.

"Tiong Jong, kau jangan sampai begini gelisah akan nasibnya adik Giok, mungkin dia sekarang sudah mati ditangannya sang ayah."

Ho Tiong Jong beringas mendengar perkataan "mati". Matanya melotot pada ie Ya hingga si nona tergetar hatinya, karena merasa seram, ia belum pernah melihat sebelumnya Ho Tiong Jong unjuk sikap yang demikian beringasan. Tiba-tiba saja tubuh si pemuda melesat dan lari meninggaikan si nona. Ie Ya kelabakan, ia berteriak teriak sambit menyusul dengan naik kuda.

"Hei, kau hendak ke mana, Tiong Jong?"

"Aku hendak pergi membelah batok kepalanya Seng Eng, itu ayah berhati binatang seorang ayah yang demikian kejam terhadap anaknya, untuk apa dikasih tinggal enak-enakan hidup didunia?" Ho Tiong Jong menjawab sambil terus lari pesat.

"Kau berhenti dahulu, aku akan kasih tahu kabar penting" teriak Ie Ya.

Ho Tiong Jong menurut dan telah hentikan larinya, menunggu sampai kuda putihnya si nona datang dekal, Begitu sampai Ie Ya lantas turun dan memburu pada Ho Tiong Jong. sambil menyekal kedua tangannya.

"Ho Tiong Jong, tindakanmu sebagai seorang gagah aku sangat bangga, Tapi, kau harus waspada. Menurut keterangan, Seng Eng dengan mengepalai anak buahnya sedang mendatangi kesini hendak mencari kau."

"Terima kasih, encie Ie." jawab si pemuda, sambil memegangi erat-erat kedua tangan yang putih halus dari si cantik.

"Kau tak perlu mengucapkan terima kasih kepada diriku yang tidak berharga." jawab Ie Ya dengan suara tergetar " Dengan menyampaikan hal ini kepadamu sebenarnya aku sudah berarti berkhianat kepada Perserikatan, tapi tak apa, itu aku tanggung sendiri..." Ie Ya berkata dengan kedua matanya mengembeng air.

Hatinya Ho Tiong Jong pilu, ia merasa sangat berterima kasih kepada nona ie, yang sangat ditakuti orang, sebab iblis cantik telengas tapi terhadap dirinya ada sangat menyayang. Ho Tiong Jong paham akan pengorbanannya Ie Ya itu disebabkan cintanya yang besar kepada dirinya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar