Golok Sakti Bab 06 : Sepasang orang ganas tamat riwayatnya

Bab 06 : Sepasang orang ganas tamat riwayatnya

Bagaimana dengan mendadak nona menghilang ketika mau dihajar dengan goloknya nona Ceng? Mari kita ajak pembaca menengok pada nona In-

Nona In yang mendadak menghilang, adalah perbuatannya Kho Kie didalam tanah.

Kho Kie yang melihat nona In dalam bahaya, sudah lantas menarik masuk kedalam tanah, Nona In sebenarnya sudah terbang dengan semangat ketika pedangnya di pukul jatuh oleh goloknya nona Ceng, kemudian ia pejamkan matanya terima binasa, Tak dinyana ia rasakan dirinya seperti ada yang telah menolongi dan masih hidup dalam dunia. Saat itu dalam pelukannya Kho Kie.

"Apakah aku ini masih hidup atau sudah berada dalam neraka?" terdengar ia berkata-sendirian.

"Nona In, kau masih hidup, Karena aku tarik kau masuk kedalam tanah, tak sampai putus

batang lehermu dan menghadap Giam-lo-ong. Ha ha ha apa kau kenali aku ini Kho Kie?"

Nona In menghela napas.

Karena kuatir lama-lama nona In dalam tanah bisa mati pengap. maka Kho Kie sudah cepat-cepat bawa lagi si nona keluar dari tanah untuk menghirup udara segar lagi.

Nona In sudah berdiri lagi menginjak tanah. Sambil merapihkan bajunya yang kusut dan rambutnya yang tidak karuan, matanya telah melirik pada Kho Kie yang dalam pakaian hitam dan bertopi lancip hitam, persis seperti setan penunggu gunung.

Tidak heran kalau nona In agak kaget dan hampir keluarkan jeritan tertahan, kalau tidak lekas lekas Kho Kie membuka topi lancipnya dan wajahnya yang asli tampak didepan matanya si nona.

"Ah, Kho toako, betul-betul kau bikin aku mati ketakutan-.." kata si nona bersenyum. Kho Kie tertawa nyengir.

"Kho toako, kau baik sekali sudah menolongku. coba kau tidak ada, tentu rohku sudah melayang dan menemui GIaM-lo-ong seperti barusan kau katakan-.

"Eh, nona In kau jangan bilang begitu, Aku menolong karena merasa senang kepada MU.. tapi ah, aku terlalu banyak bicara, nanti kau marah."

Nona In bersenyum manis. Nona pelayan ini selain romannya cantik manis, juga ramah tamah dan lincah sekali, hingga menarik perhatiannya Kho Kie. ia senang terkadang suka melamun, kalau boleh ia akan jadikan nona In itu sebagai kawan hidupnya.

Nona In mengerti kemana juntrungannya Kho Kie bicara, maka ia tidak menegur dan hanya bersenyum manis, "Kho toako, atas pertolongan ini aku tidak tahu bagaimana aku harus

membuang terima kasih kepadamu " kata si nona sambil matanya mengerling kearahnya Kho

Kie, hingga membuat hatinya Kho Kie berdebaran-

"Ah, tidak apa, tidak apa, asal... " Kho Kie berkata tidak lampias,

"Hei, Kho toako, kau jelaskan asal apa?" Kho Kie ketawa nyengir.

Lagak-lagunya yang Jenaka ini yang membuat nona In suka kepadanya, tambahan si nona tertarik hatinya oleh riwayatnya Kho Kie yang sedih.

"Kho toa ko, jangan main-main, lekas jelaskan, asal apa sih?" sambil mengerling. "Tidak, tidak, ah, biarlah lain kali saja..."

Nona In kewalahan, ia meng kerutkan alisnya yang lentik bagus dan menatap wajahnya.

Si "Setan tanah" hingga yang diawasi menjadi tundukkan kepalanya, sebentar kemudian Kho Kie mengangkat kepalanya dan menanya. "Nona In, bagaimana kau bisa ketemu nona dan bertempur?"

"oh, iya, aku belum menuturkan padamu," jawab nona In- "Aku dengar nonaku barusan ada dalam kamarnya jenazah Ho Siangkong.Tiba tiba ada pelayan mengabarkan bahwa Lo-pocu ada mencari nonaku, maka ia dengan terburu-buru sudah meninggalkan kamar jenazah dan memesan aku menyusul belakangan, justru aku mau menyusul nonaku, aku telah berpapasan dengan nona cong."

"Aku menanyakan maksud kedatangannya ia menjawab angkuh sekali, hingga hatiku merasa tidak senang, Kita jadi bertengkar kesudahannya telah diselesaikan dengan pertempuran yang hampir hampir saja... "

Ia cukup perkataannya dengan menjura hormat sekali pada Kho Kie, mengucapkan rasa terima kasihnya, hingga Kho Kie menjadi gugup menyambutnya. "Jangan, jangan-.. buat apa mengucapkan terima kasih aku hanya... "

Ia berkata sambil tangannya diulur menyekal lengannya si nona, yang menjerit tertahan karena kesakitan itulah lengan yang terluka barusan bertempur dengan cicng ie, maka tidak heran kalau tersentuh oleh Kho Kie menjadi kesakitan-

Kho Kie tarik pulang tangannya.

"Maaf, maaf aku tidak sengaja menyentuh lenganmu yang terluka, Nona In, mari kasih aku lihat bagian mana yang terluka aku dapat mengobatinya."

Nona In tidak menjawab, hanya matanya menatap Kho Kie dan selebar mukanya menjadi merah karena merasa jengah.

Setelah melemparkan senyuman, ia enjot tubuhnya melalui tembok pekarangan meninggalkan Kho Kie yang jadi melongo dibuatnya. Nona In ketika mampir kekamamya Ho Tiong Jong dan melihat jenazahnya Ho Tiong Jong bergerak-gerak seperti mau bangun, bukan main kagetnya. Lantas saja ia melarikan diri tanpa menoleh lagi kebelakang.

Kho Kie yang jadi kebingungan karena tidak dapat melompati tembok pekarangan lalu mengeluarkan pula topi wasiatnya dan masuk kedalam tanah. sebentar lagi ia sudah berada pula didalam kamarnya Ho Tiong Jong.

"Kali ini ia kaget benar-benar, karena Ho Tiong Jong dilihatnya sudah duduk dipembaringan sambil menggerak- gerakannya tulang-tulangnya yang telah berbunyi "kretek kretek" beberapa kali. Diam-diam dalam halnya Kho Kie berkata, "Ho laote, kau mati penasaran makanya juga kau menjadi mayat hidup, Aku adalah sahabat karibmu, janganlah kau membikin ketakutan sampai mati konyol."

Ia pikir lagi, dirinya berbaju kulit kebal yang tak mempan senjata tajam atau pedang maka kalau benar-benar IHo Tiong Jong mencekik padanya, paling banyak ia mati konyol tidak sampai dirinya kena dibakar. Memikir kesini hatinya menjadi besar lagi tidak takut menghadapi mayat hidup Ho Tiong Jong.

Sebentar lagi kelihatan Ho Tiong Jong turun dari pembaringan mengulurkan tangan dan kakinya digerak-gerakan dan tubuhnya juga bergerak-gerak seperti kepegelan. Tiba-tiba terdengar ia berkata.

"Hei, aku ini sekarang berada dimana?" Kho Kie yang mendengarnya menjadi heran, matanya terbelalak.

"Dia tidak mati", katanya dalam hati, Terus ia lompat menghampiri dan berteriak. "Hei, loate, kau tak jadi mati?"

Suaranya Kho Kie menyelusup ketelinga Ho Tiong Jong yang masih dalam linglung. Perlahan-lahan ingatannya berkumpul lagi, Teriakannya Kho Kie mengingatkan ia kepada kejadian ia telah menelan pil dari nona In atas suruhannya nona Seng.

Ia pikir, dirinya ternyata tidak mati. "Hei, apakah aku ini tidak mati? Tidak mati, sebab apa?" ia berkata sendirian sambil lompat kegirangan memeluk Kho Kie. Sebentar lagi Ho Tiong Jong mendorong badannya Kho Kie dan berkata.

"Hm, Kho toako, apa barusan kau masuk ke dalam tanah? Bajumu begini dingin, bahkan masih banyak lumpurnya."

"ya memang barusan aku keluar dari tanah." jawab sang kawan sambil nyengir. Kemudian ia menceritakan pengalamannya yang barusan terjadi.

"Ho laote." katanya sebagai penutup bicaranya, "bajuku ini terbikin dari sutera ular es dari kutub utara, tak dapat robek atau di-lekati lumpur. Badanku terlindung dari goresan apapun, senjata tajam maupun peluru. Tapi ya, baju karena kelamaan akhirnya bisa robek dan hilang juga pengaruhnya terhadap lumpur, seperti buktinya sekarang kau lihat..Ha ha ha... "

Ho Tiong Jong tidak memperhatikan bicaranya sang kawan, hanya matanya berputaran melihat kesekelilingnya. Bukan main girangnya diam-diam dalam hatinya berkata "Aku tidak matinya betul

aku... "

"Bagaimana aku bisa tidak mati sesungguhnya ada suatu teka teki, Ah. Tuhan rupanya kasihan orang yang tak berdosa, aku tidak mati."

Kho Khie melihat sahabatnya seperti sedang melayang-layang pikirannya, saat itu ia ingat akan sesuatu, maka ia cepat ulur tangannya merogoh kedalam sakunya dan dikeluarkan kotak pil yang diberikan nona In kepadanya.

"Ho laote." katanya, dalam kotak ini ada sebutir pil lagi yang kau belum telan, apa kiranya kau berani menelannya."

Ho Tiong mengawasi kotak kecil itu beberapa lamanya, kemudian perlahan-lahan mengulurkan tangannya untuk menerimanya dari Kho Kie.

ia membuka, dalam mana memang masih ada sebutir lagi temannya pil yang telah ia telan, matanya mengawasi pil ajaib itu sejenak. kemudian berkata. "Kho toako apa pil ini yang tulen?."

"Ya, aku tidakjelas, menurut katanya nona In yang tulen, tapi kenyataannya sekarang kau tidak mati."

Ho Tiong Jong sudah ambil keputusan, ia tidak perduli pil itu yang tulen atau beracun, ia sudah jumput dan menelannya lagi, Kemudian ia jatuhkan diri dipembaringan, berkata kepada Kho Kie.

"Kho toako, kali ini kalau aku benar-benar mati, kau jangan bersusah hati. Soal mati hidup ada ditangannya Tuhan Yang Maha kuasa, Orang semacamku perlu apa hidup lama-lama dalam penderitaan, lebih baik mati tidak ada ceritanya lagi."

Kho Kie bengong melihat keberaniannya sang sahabat yang tanpa ragu-ragu telah menelannya pil yang masih dalam teka-teki beracun atau tidaknya.

"Ho laote." katanya. "aku harus memuji padamu yang demikian tabah sudah berani menelannya. Kalau untuk orang lain, aku berani pastikan tentu tidak berani." Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia pejamkan matanya rebah diatas pembaringan seolah-olah ia sedang menantikan reaksinya pil yang ditelannya tadi.

Ho Tiong Jong merasa heran- Ternyata dengan menelan pil yang satunya itu bukannya ia mati, akan tetapi pelahan-lahan ia rasakan perubahan yang tidak diduga-duga dalam tubuhnya, semangatnya dirasakan tambah berlipat ganda, bukan main segarnya dan badannya dirasakan kuat sekali.

Mendadak ia lompat bangun dan berkata pada Kho Kie.

"Kho toako, pil tadi bukannya pil kematian sebab aku rasakan perubahan dalam tubuhku. Bukan saja semangatku bertambah, tapi kekuatanku juga bukan main rasanya, Badanku merasa sangat segar, yang tadi ini tentu betul Siauw hoan-tan-" Kho Kie yang nendengarnya pun merasa girang.

"Kalau begitu, coba kau mainkan ilmu pukulan tangan kosong yang aku ajari padamu." katanya pada sianak muda. Ho Tiong Jong menurut.

Kho Kie setelah melihat Ho Tiong Jong habis memainkan ilmu pukulannya menjadi putus asa, karena dilihatnya Ho Tiong Jong tidak mendapat kemajuan apa-apa. Hanya semangatnya saja betul tampak berubah banyak.

Maka ia pikir, pil itu hanya untuk menipu orang saja, tidak ada faedahnya.

"Pil itu sudah lama disimpan-" kata Ho Tiong Jong, "mungkin kasiatnya sudah lumer. sebab menurut katanya nona In pil ini kalau dimakan kita akan mendapat keuntungan seperti juga kita sudah berlatih tenaga dalam puluhan tahun lamanya."

Kho Kie tidak menjawab, Kedua-duanya terdiam beberapa lama, kemudian Kho Kie yang membuka suara mengajak Ho Tiong Jong untuk meninggalkan kamar jenazah itu.

"Tapi toako" kata IHo Tiong Jong, "bagaimana aku bisa pulang ke benteng karena mereka menganggap aku ini sudah mati? Aku pikir, biarkan saja mereka menganggap aku sudah mati, Kelak kemudian hari aku dapat malang melintang didUnia kangouw dengan nama baru, tentu saja sebelumnya ini aku harus mencari dahulu suhu yang berkepandaian tinggi."

"Baiklah," kata Kho Kie setelah berpikir sejenak "cuma aku harus mengambil buntelanku dan golokmu dahulu di benteng kita baru bersama-sama melarikan diri dari sini. orang lihat aku berlalu sendirian, mereka tentu tidak curiga aku melarikan jenazahmu, bukan?"

Ho Tiong Jong setuju dengan pikirannya sang kawan-Mereka lalu keluar dari kuil Po-im yan-

Setelah melewati rimba bambu, IHo Tiong Jong sembunyi dibawahnya sebuah pohon besar, sedang Kho Kie meneruskan langkahnya menuju ke benteng.

Ho Tiong Jong menengadah ke langit yang diterangi oleh sinarnya bintang-bintang. Malam itu ada demikian sunyi, hingga pikirannya jadi melayang-layang kemasa lampau yang terus terusan hidup menderita kesedihan-

Dalam keadaan termenung-menung demikian, ia tidak berasa ada dua bayangan yang mendekati kepadanya. Kapan mereka itu perdengarkan suara ketawanya yang aneh, barulah Ho Tiong Jong menjadi kaget.

Ia berpaling kebelakang dan dilihatnya ia punya musuh tampak berdiri dihadapannya. Mereka itu ada "Sepasang orang ganas" Teng Hong dan Lauw cica Teng.

"Bagus, bagus..." kata Teng Hong, "Kita dapat berjumpa muka lagi disini."

Lauw coe Teng menambahkan "Ho Tiong Jong, meskipun kau bersembunyi di tempatnya orang she Seng, kau tidak akan berluput dari kepala besarku ini" sambil memperlihatkan kepelannya yang gede.

Ho Tiong Jong marah mendengar kata-katanya Lauw coe Teng,

"Sahabat, kau jangan banyak jual lagak. Kalau ada kepandaian boleh keluarkan semua untuk menghadapi kau punya tuan muda."

"Sepasang orang ganas" murka bukan main, terus mencabut senjatanya masing-masing dan berbareng menyerang kepada Ho Tiong Jong yang tidak bersenjata.

Tapi Ho Tiong Jong berani, ia tidak menghiraukan senjatanya, sepasang orang ganas itu, ia keluarkan kepandaiannya ilmu pukulan telapak tangan Kunci Gi Nio lang ajaran Kho Kie, yang ia mainkan mengeluarkan angin hebat sekali.

Teng Hong dan Lauw coeTeng lompat mundur, mereka menjadi heran sekali ilmu yang dimainkan Ho Tiong Jong lihay sekali. Sebenarnya sianak muda sendiri tidak menginsafi pukulannya yang ampuh itu, ia hanya merasakan bahwa tenaganya sudah bertambah berlipat ganda ia mainkan ilmunya seperti gapah sekali.

Ia terus mendesak kepada Lauw coe Teng dengan serangan totokan dan telapakan tangan hingga orang she Lauw itu terdesak mundur, senjata Poan-koanpil ditangannya tidak berdaya menangkis ceceran IHo Tiong Jong.

Teng Hong yang melihat saudaranya terdesak lantas menggerakkan senjata gaetannya nyerbu mengerubuti Ho Tiong Jong, tapi pemuda itu tidak takut. Hanya semakin tabah setelah mendapat kenyataan reaksi dari hasil latihan Iweekang yang dipelajari dari ayahnya Kim Hong Jie tempo hari.

Kalau tadinya, sebelum ia mendapat tambahan tenaga yang berlipat ganda itu, tenaga dalamnya tidak memberikan pengaruh apa apa, kini telah memperlihatkan kefaedahannya yang membuat Ho Tiong Jong diam-diam menjadi sangat kagum sendiri.

Meskipun bersenjata, Teng Hong dan Lauw coe Teng tidak berdaya menghadapi Ho Tiong Jong yang bertangan kosong, Ho Tiong Jong merasakan tenaganya sangat kuat, seperti ada tenaga yang tidak kelihatan membantunya ia menggempur musuhnya.

Sebenarnya, bukanlah begitu adanya, Ho Tiong Jong punya latihan Iweekang tempo hari yang sudah mahir, belum kelihatan reaksinya karena ia belum mempunyai tenaga yang luar biasa dan kuat, sekarang karena sudah mendapat tenaga ajaib dari dua pil yang telah ditelannya itu, membikin latihannya seperti sudah mencapai puluhan tahun, hingga dengan kontan latihan Iweekang tempo hari telah memperlihatkan reaksinya yang luar biasa.

Semakin lawannya menyerang hebat, Sin kang (tenaga sakti) Ho Tiong Jong semakin kuat dan lincah sekali gerakannya.

Serangannya dengan totokan yang lihay dan telapakan tangan yang menghembuskan angin dahsyat, cukup membikin sepasang orang ganas mengeluh dan copot nyalinya untuk menghadapi lebih jauh. Ho Tiong Jong yang dianggapnya tadi akan menjadi mangsanya yang empuk.

Sebentar lagi tanpa senjata Poan koanpit Lauw coe Teng sudah terlepas dari pemiliknya, lalu disusul oleh teriakan dan tubuhnya Lauw coe Teng rubuh sambil memuntahkan darah segar karena pukulan telak telapakan tangan Ho Tiong Jong. Teng Hong juga kemudian rubuh dengan dapat luka parah didadanya kena totokan jarinya Ho Tiong Jong.

Betul-betul Ho Tiong Jong seperti sudah salin rupa, ia seolah-olah bukan Ho Tiong Jong si calon piauwsu tidak laku, hanya ada Ho Tiong Jong yang akan menjadi pendekar ulung dalam rimba persilatan-

Setelah melihat dua musuhnya menggeletak ditanah, diam-diam Ho Tiong Jong mengucapkan rasa syukurnya kepada ayahnya Kim Hong Jie yang telah melatih lweekang kepadanya demikian baiknya, disampingnya sudah tentu kepada nona Kam Hong Jie sendiri yang menjadi perantarannya, perasaan terima kasih lainnya ia tujukan kepada nona Seng yang telah menaruh perhatian besar kepadanya dengan memberi kuda dan golok pakaian, serta pil mujijat yang membikin dirinya dirasakan seperti Ho Tiong Jong yang baharu dijelmakan lagi.

Ho Tiong Jong melirik pada sepasang orang ganas yang menggeletak ditanah, satu sudah melayang jiwanya dan yang satunya lagi napasnya sudah empas-ampis menanti saatnya untuk pergi ke neraka.

Diam-diam IHo Tiong Jong merasa bersyukur sudah menjatuhkan dua orang jahat iiu, ia tidak menyesal akan pukulannya yang terlalu berat tadi atas dirinya dua penjahat itu. karena dipikirnya, ia berbuat demikian ada satu kebaikan telah menyingkirkan kejahatan untuk keselamatannya rakyat.

Tiba-tiba ia pikir, dua manusia jahat diwaktu malam keluyuran dalam benteng Seng kee-po, apa perlunya? Tentu mereka ada mempunyai maksud jahat, ia lalu jalan menghampiri dua penjahat itu untuk menggeledah badannya. Tiba-tiba Teng Hong yang terluka parah telah menggeram.

"Hmm... ada satu waktu nanti pembalasan datang untuk perbuatanmu terhadap kami orang Seng Giok Cin benar benar nasibnya baik, hingga aku tidak bisa tidur sama-sama dengannya."

"Kau ini orang she Teng tidak takut mampus" memotong Ho Tiong Jong bengis.

"Hmm... hmm... " ia menggeram. "Kalau aku takut mati, sudah tentu tak datang kesini, Kau berani membunuh aku? Hmm... benar-benar kau ada satu jagoan-.. "

Belum lampias omongannya, kakinya Ho Tiong Jong sudah diayun menendang tubuhnya penjahat licin itu, hingga terpental beberapa tombak jauhnya, setelah berkelejetan sebentar ia minta berhenti jadi orang, menyusul rohnya Lauw cu Teng yang sudah berangkat lebih dulu keneraka.

Setelah membunuh dua orang jahat itu, mayatnya mereka disembunyikan oleh Ho Tiong Jong dibaliknya pohon besar, ia sendiri juga mencari tempat sembunyi menanti kedatangannya Kho Kie.

Saat itu angin meniup kencang, hingga daun-daun yang membentur satu dengan lain lelah menerbitkan suara berisik, Di langit hanya kilauan bintang-bintang yang berkelap-kelip menerangi sang malam yang gelap.

Tiba- tiba pikirannya melayang kepada kejadian beberapa waktu berselang, ketika ia melihat pertemuannya dua orang ialah si hidung pesek she Khoe dan Li-Io sat le Ya.

Dipikir bulak-balik, dilihat dari tingkah lakunya itu, mereka seperti ada bersekongkol, dan ancamannya Li-lo sat kepadanya supaya ia tidak mengeluarkan tentang pertemuannya mereka. Ho Tiong Jong menduga akan maksud jahat dari kedua orang itu terhadap keluarga Seng dari Seng-kee-po itu, Entah apakah yang menjadi sebabnya.

Selagi ia memikirkan hal itu, tiba-tiba telah dibikin kaget oleh sesosok bayangan hitam dibarengi oleh suara aneh meluncur turun dari udara.

Ketika ditegasi, kiranya ada satu pengemis tua dengan pakaiannya yang compang-camping dan kaki telanjang dipegangnya ada melihat senjata bandringan, Melihat keadaannya orang tua pengemis itu orang bisa merasa kasihan, akan tetapi bila melihat wajahnya yang beringas dan matanya bersinar kejam, sepertinya orang akan merasa ketakutan dibuatnya.

Ho Tiong Jong menduga pengemis tua ini ada seorang kejam dan telengas.

Memang tidak, orang itu ada Tok-kay Kang Kicng (si Pengemis Beracun Kang ciang). Sudah lama ia mengasingkan diri. Tadinya ia ada kepala rampok dan menganggap membunuh jiwa manusia itu sebagai barang mainan saja.

Ilmu silatnya tinggi, banyak orang sungkan berurusan dengannya dan sangat ditakuti, Tempat tinggalnya tidak ketentuan, sebentar disana dan sebentar banyak musuhnya ia takut dengan pembalasan mereka itu.

Tok-Kay Kang ciong tampak Celingukan memeriksa keadaan disekitarnya, lalu mengerutkan alisnya seperti yang merasa cemas. Terdengar ia berkata sendirian-"Hm... dua tikus itu berani main sandiwara padaku? Kemana mereka sudah pergi?" Setelah berpikir sejenak. dilihatnya kembali keadaan disekitarnya.

"Ya, sungguh heran sekali dua tikus itu berani menipuku, Mereka tentu sudah berhasil membawa pergi benda itu, Entah kemana perginya?"

Ho Tiong Jong menduga dua tikus yang di maksudkan oleh Tok-kay Kang ciong tentu ada "sepasang orang ganas" yang ia barusan binasakan, Mungkin Kang ciong sudah berjanji matang dengan "Sepasang orang ganas" untuk menyatroni Seng-kee-po dan membawa kabur suatu benda, yang kemudian akan dibagi rata atau "Sepasang orang ganas" dapat upah untuk mereka punya capai lelah.

Kalau demikian, semua itu ada maksud membuat rugi keluarga Seng. Entahlah, apa Kang ciong juga akan iseng-iseng mempertontonkan ilmunya dalam pertemuan pibu atau tidak. Tok-kay Kang ciong tiba-tiba terdengar lagi berkata sendirian-

"Ya, setelah aku membalas dendam, aku akan dapat benda wasiat yang berharga, tapi mereka dapat nona cantik, Hm perdagangan begini sebenarnya tidak menguntungkan diriku, Nah, baiknya mereka tidak mentaati janji datang kemari. Sudahlah, kau pengemis tua, nanti kau dapat marah dari sinenek Rumah Es di Tay-pek-sa serakah amat sih..." Kata-kata ini dapat didengar tegas oleh Ho Tiong Jong.

Kini ia tahu, bahwa nona Seng itu ada muridnya dari Kok Lo-io, pemilik Rumah Es di Tay-pekssan, hatinya menjadi berdebar-debar.

Tiba-tiba terdengar suara "sat... sat" dari tanah yang rendah, Tok-kay Kang ciong terkejut, lalu memasang telinganya. Gerak-geriknya ditonton oleh Ho Tiong Jong.

Anak muda ini pikirannya telah melayang kepada nona Seng yang baik hati, memperhatikan dirinya luar biasa, maka ia telah mengambil keputusan apa juga akan terjadi ia musti membela nona seng. Kembali terdengar suara tadi dibarengi dengan keluhan-

Tok kay Kang ciong yang mendengar itu cepat enjot badannya melesat kearah tempat darimana keluarnya keluhan tadi, Diam-diam Ho Tiong Jong menanya pada dirinya sendiri,

"Apa itu keluhan Teng Hong yang belum mati? Kalau dia belum mati setelah ketemu Tok-kay niscaya dia akan menceritakan hal diriku yang membunuh kepadanya, selain itu, Tok-kay tentu mengambil benda wasiat yang ada d isaku bajunya. Ah. kenapa aku bodoh amat tidak menggeledah bajunya tadi?"

Tok-kay dilain pihak ketika melihat dua mayat didepan matanya, tampak mengunjukkan wajah beringas, Alisnya dikerutkan, setelah menghela napas sejenak terus memeriksa tubuhnya dua mayat itu, dua tikus yang tadi ia maki-maki.

Lauw coe Teng ternyata kena pukulan telepak tangan, hatinya tergetar dan mati karenanya. Ketika melihat lukanya Teng Hong, ia terkejut juga, sebab Teng Hong terkena pukulan "Kim ci Gini ciang" ilmunya San-yu Lo long, ia memaki-maki dengan gemas kepada orang yang mencelakakan dua kawannya itu, lalu ia menggeledah seluruh badannya Teng Hong dan Lauw coe Teng, tapi tidak kedapatan benda wasiat yang dimaksudkan-

Setelah puas memeriksa, lantas ia perdengarkan suara ketawanya yang panjang tubuhnya berbareng melesat dan menghilang di telan oleh kegelapan- Ho Tiong Jong saat itu bengong terlongong-longong.

Tiba-tiba ia disadarkan oleh suara sat, sat lagi tidak jauh daripadanya, dilihatnya tanah mumbul, kemudian disusul dengan munculnya benda lancip, Inilah ada topi wasiat-nya Kho Kie yang keluar dari tanah, sebentar lagi orangnya juga telah muncul dari dalam tanah.

Ketika Ho Tiong Jong datang menghampiri Kho Kie berkata padanya.

"Hmm... kau laote masih untung kau tak dapat dilihat oleh Tok kay Kang ciong, seorang yang jahat dan kejam hatinya"

"Kho toako, aku sudah menbunuh dua orang penjahat disini." kata Ho Tiong Jong yang tidak meladeni kata katanya sang kawan tentang Tok-kay.

"Dua penjahat siapa?"

"Dua penjahat yang dikenal dengan julukannya, sepasang orang ganas, yang terkenal kejam dan teleng as kepada rakyat jelata."

"Oh, mereka? Tapi bagaimana kau dapat menang dari mereka yang ilmu silatnya tidak rendah, apalagi kau dikerubuti tentunya"

"Berkat pil Siauw-hoan-tan yang mujijad" "Apa? Pil Siauw hoan-tan?" "Ya, pil siauw hoan-tan?"

"Ah, laote, itu tidak mungkin, Paling banyak pil itu menambah kekuatan tenaga berlipat ganda, tapi apa gunanya kalau tidak berkepandaian ilmu tenaga dalam (lwekang) yang mahir. Buktinya, ketika aku minta kau perlihatkan ilmu silat yang barusan kau pelajari dariku kelihatannya tidak selincah seperti yang aku bayangkan semula." Ho Tiong Jong bersenyum bangga.

"Kho toako," katanya, kau tidak tahu, aku sebenarnya sudah mempunyai dasar latihan lweekang yang sempurna. Hanya saja karena aku kekurangan tenaga dan ilmu itu harus dilatih bertahun-tahun baru mendapatkan tenaga yang sesuai, maka faedahnya tak dapat terlihat.

Tapi... "

Ho Tiong Jong bersenyum, tampak ia gembira sekali, tapi berhenti kata-katanya sampai disitu, hingga membikin Kho Kie jadi tidak sabaran.

"Tapi, apa lekas katakan, aku sebagai sahabatmu tentu akan merasa senang dan bangga mendengarnya." Demikian ia mendesak si anak muda.

"Tapi sesudah aku menelan itu dua pil mustajab, dengan mendadakan kekuatanku telah tambah berlipat ganda, Reaksinya ada luar biasa terhadap lweekang yang ada padaku yang sekian lama tidak bekerja.

Dengan menggunakan gaya pukulan "Kim ci Gini clang yang didapat dari toako, aku tempur mereka dengan hebat sekali. Telapakan tanganku berkesiur mengandung angin dahsyat, totokanku meluncur bertubi-tubi, sehingga mereka kewalahan-

Mereka bersenjata, sedang aku bertangan kosong, tapi mereka tidak berani datang mendekati karena ngeri dengan serangan totokan dan telapakan tanganku yang hebat luar biasa, Ha ha ha, toako aku harus mengucapkan terima kasih atas untuk ilmu pukulan yang kau telah turunkan padaku."

Ho Tiong Jong tutup kata-katanya sambil menjura dalam-dalam, mukanya berseri-seri gembira, hingga Kho Kie yang melihatnya menjadi terlongong- longgong.

"Hai, apakah benar ada kejadian demikian?" akhirnya Kho Kie dapat membuka mulut berkata.

"Memang begitu kenyataannya toako" juwab Ho Tiong Jong bersenyum-senyum.

Kho Kie menjublek sekian lama, seperti juga ia sedang berkutat dengan pertanyaan, apakah mungkin kenyataannya ada demikian seperti pengakuannya Ho Tiong Jong?

"Kho toako mari kita mencari nona Seng," kata Ho Tiong Jong tiba-tiba.

Kho Kie terkejut, ia menatap wabahnya si-anak muda.

"Mencari nona Seng, untuk apa? apa kau menyintai dia?" tanya Kho Kie.

"Hayo, toako, kau jangan bergurau, sebentar kalau si pengemis Beracun itu kembali lagi, kita bisa mendapat susah karenanya,"

"Susah apa?" jawab Kho Kie tenang. "Tapi, eh, tunggu dahulu, kita tanam dua bangkai ini dahulu, baru bicara tentang urusan kita melarikan diri."

Ho Tiong Jong anggap bicaranya Kho Kie memang benar, maka ia dengan kawannya lantas bekerja, Tiba-tiba mereka dibikin kaget melihat pakaiannya dua mayat itu semuanya hangus, gara-gara kena terpegang oleh tangannya Tok-kay Kang ciong yang beracun. "Lihay, lihay... " menggerutu Kho Kie sambil anggukkan kepala,

Kemudian dengan ilmunya nerobos tanah, Kho Kie telah membikin dua lobang untuk mengubur mayatnya "Sepasang orang ganas" yang tamat riwayat ditangan Ho Tiong Jong yang semula yang bermula sangat dipandang rendah.

Setelah selesai mengubur mereka lalu berjalan meninggalkan tempat itu. Terdengar Kho Khie berkata pada Ho Tiong Jong.

"Ho laote, kau membunuh mereka berdua dengan ilmu Kim ci Gi Ni Ciang sudah meninggalkan tanda bekas dibadannya mereka itu, itu pengemis tua yang melihatnya, tentu akan menyangka bahwa perbuatan itu dilakukan olah guruku."

Ho Tiong Jong kaget kaget, mukanya berubah seketika ia tidak memikir sampai disitu, maka ia lantas berkata.

"Kalau begitu aku harus mengejar pengemis jahat itu untuk membunuhnya." Kho Kie terkejut.

"Ho laote, katanya, " memang betul ilmu silatmu sudah bagus, tapi bagaimana juga tidak dapat menempur orang yang berilmu tinggi, yang latihannya sudah mencapai lima puluh tahun dengan susah payah. Apa lagi kalau pengemis tua itu melihat kau menggunakan ilmu pukulan Kim-ci Ginclang sudah tentu dia akan mengetahui bahwa yang membunuh mati "sepasang orang ganas" adalah kau orangnya." Ho Tiong Jong jadi bengong mendengar kata-katanya sang kawan-

"Nah, kalau begitu sebaiknya aku tidak unjukan diri didepan umum sebab mereka tokh sudah memandang yang aku Ho Tiong Jong sudah mati, seandainya mereka tahu aku hidup lagi, ada sulit aku mempertanggungjawabkan soal kematianku bukan?"

"Ya itu betul, Memang sudah lama aku memikirkan hal itu, cara bagaimana dapat mengatasinya." Keduanya terdiam sebentar.

"Eh Kho toako," kata Ho Tiong Jong, "jadi aku mendapat dengar Tok kay ada bermusuhan dengan keluarga Seng, Aku ini sudah menerima budi kebaikannya nona Seng, bagaimana juga aku harus membelanya. Soal menang kalah itulah ada urusan lain, aku tidak memikirkannya, asal aku dapat menunjukkan bahwa aku Ho Tiong Jong ada menjunjung tinggi budi kebaikannya orang." Kho Kie menghela napas.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar