Bab 05 : Kematian yang aneh
KHO KIE menanya pikirannya sang kawan sambil ketawa nyengir ia tidak berani sembarangan menuruti hatinya, karena ia kuatir sang kawan nanti ngambek dan tidak mau bersahabat dengannya. Kho Kie dalam tempo pendek saja hatinya sudah tertawa oleh kelakuannya Ho Tiong Jong yang jujur dan polos, maka sayang sekali kalau karena kelakuannya yang ugal-ugalan dapat membikin putus tali persahabatan dengannya.
Ho Tiong Jong ditanya demikian tampak sangsi sangsi, tapi tokh ia anggukkan kepalanya. Kho Kie lantas siapkan senjata rahasia-nya setelah mendapat persetujuannya sang kawan.
Senjata gelapnya seperti sebuah batu dilepas dari lengan bajuuya, Dengan kecepatan luar biasa senjata telah membentur batu besar didepannya in Goei, hingga ia ini kaget dan celingukan mencari siapa yang telah melancarkan serangan gelap itu, justru ia belum dapat melihat terang, matanya telah disamber oleh pecahan senjata gelapnya Kho Kie yang membentur batu tadi. Tidak ampun lagi matanya yang sebelah kanan mengucurkan darah, sambil menekap matanya yang luka,. in Goei berteriak kesakitan dan hampir saja jatuh pingsan karenanya..
Ie Ya yang melihat kejadian itu segera memberikan pertolongan dengan memberikan totokan dibcberapa tempat jalan darah, sehingga darah tidak sampai mengucur lebih jauh, Para tetamu yang melihat juga pada kaget, mereka menduga duga siapa yang telah melancarkan senjata gelap membikin matanya in Goei terluka? Peristiwa yang tak diduga-duga itu membuat ie- Ya hatinya merasa tidak enak. cepat-cepat ia menghampiri Ho Tiong Jong dan Kko Kie, kemudian menanya.
"Hei, kalian apa tahu siapa yang telah melancarkan serangan gelap atas dirinya si Raksasa in Goei? Aku tak senang dengan perbuatan membokong itu, sebab belakangan hari orang akan menduga bahwa aku yang berbuat demikian-"
Ho Tiong Jong membisu mendapat pertanyaan si nona, tapi Kho Kie sebaliknya sambil ketawa nyengir telah menjawab
"Nona le sebenarnya kalau bukan padamu aku tidak mau bicara terus terang siapa yang telah melancarkan senjata gelap itu."
"Jadi kau sendiri yang telah berbuat ?" memotong Ie Ya.
"Bukan, bukan aku." jawab Kho Kie dengan tenang-tenang saja, seraya unjak aksinya seperti yang benar-benar tahu kemana larinya Sipembokong In Goei. "Aku lihat barusan ada orang lari
menerobos ketempat wanita berbareng aku mendengar teriakannya ia Goei, aku " ia tidak
meneruskan kata-katanya, karena sudah diselak oleh Ho Tiong Jong, menanya kepada Ie Ya.
"Ya, Nona Ie, kalau seandainya orang yang membokong itu diketahui In Goei mau berbuat apa terhadapnya?"
"Aku tidak tahu," sahut Ie Ya. "lihat saja nanti bagaimana?"
Ie Ya berkata sambil bersenyum pada pemuda dihadapannya, pemuda yang cakap ganteng menawan hati setiap wanita.
Sementara itu si Raksasa In Goei sudah di gotong masuk kekamar untuk diberikan obat sebagaimana mestinya, orang banyak pada menonton gerak-gerik Ie Ya yang menarik hati tengah bercakap-cakap dengan Ho Tiong Jong dan Kho Kie.
Menyambut senyumannya Ie Ya, diam-diam Ho Tiong Jong berpikir dalam hatinya.
"Ie Ya ada begini cantik, maka mudah saja memikat hatinya banyak lelaki dan mudah membuat dirinya jadi populer, Aku seharusnya juga membikin diriku jadi populer dimatanya orang banyak."
Berpikir kesitu lalu ia berkata, "Mari kita masuk kedalam ruangan untuk bercakap-cakap."
Li-lo-sat Ie Ya bersenyum manis,
"Ah, jangan, Aku masih banyak urusan, Pocu sebentar lagi tentu akan menyuruh orang untuk melakukan penyelidikan atas kejadian ini. Betul betul hatiku merasa sangat tidak enak, Eh, ya, hampir aku lupa memesan-.. "
"Memesan apa?" Tanya Ho Tiong Jong tidak sabaran.
"Memesan kau harus berhati hati sebentar malam dalam perjamuan- Murid-muridnya Siluman Khoe Tok tentu akan membikin susah padamu." Ho Tiong Jong bengong sejenak alisnya di kerutkan, tapi tidak berkata apa-apa.
"Ya, paling baik kau mendekati itu orang-orang dari oey san-pay." berkata pula Li-lo-sat ie Ya ketika melihat Ho Tiong Jong seperti merasa kebingungan-
Setelah sekali lagi melemparkan senyumannya, Li-lo-sat ie Ya telah meninggaikan Ho Tiong Jong dengan Kho Kie yang telah saling pandang satu sama lain-sebentar lagi tampak Kho Kie menggeleng-gelengkan kepalanya, "Sayang, sungguh sayang... "
"Apa yang dibuat sayang?" tanya Ho Tiong Jong heran-
"Sayang dengan nasibnya wanita telengas itu, ia sangat ditakuti, tapi juga ia harus dikasihani nasibnya yang buruk."
" Nasibnya bagaimana, apa Kho toako dapat menceritakan padaku?"
"Eh ya, celaka tiga belas. Dia tentu sudah mengetahui... "
"Siapa yang mengetahui urusan apa Kho toako ?"
"Nona cong."
"Nona cong kenapa ?"
" Laote kau tidak tahu, nona cong ketika melihat aku mengeluarkan isi kantongku mencari selendangnya, tentu dia dapat melihat juga senjata gelapku, pasir Terbang, suatu senjata yang lain daripada yang lain karena hanya suhuku saja yang mahir menggunakan senjata demikian."
Ho Tiong Jong terdiam. ia jadi memikirkan juga hal itu, karena dengan diketahuinya rahasia senjata itu pasti orang akan menuduh kepada Kho Kie yang telah membuat si Raksaksa in Goei terguling.
Mereka kasak-kusuk mencari jalan keluar untuk menyelamatkan diri, akhirnya diambil putusan buat dengan diam-diam balik ke kamarnya.
Demikianlah, setelah mereka berada dikamar Kho Kie lalu mengeluarkan semua isi kantongnya untuk Ho Tiong Jong lihat, Diantaranya yang paling menarik adalah itu pasir besi yang menjadi senjata gelapnya Kho Kie yang ampuh, Bergempal sebesar kepelan, beratnya luar biasa.
Kepada Sang- kawan Kho Kie menceritakan kisahnya belajar ilmu Pasir Terbang itu. suhunya ada seorang baik, meski benar tabeatnya kaku. Entah kenapa oleh dunia kangouw ia dicap sebagai orang yang jalan hitam (Jahat), Selama dua puluh tahun ia mengasingkan diri digunung Sam-ju, orang telah memberi julukan padanya Sam-ju Lo long atau Petani dari gunung Sam ju. ilmunya senjata gelap Pasir Terbang dibuat jerih oleh lawan maupun kawan-
Senjata ini dari pasir besi, dibikin menjadi sebesar kepelan tangan, ia dilepaskan dari lengan baju, Menggunakannya tidak perlu menuju sasarannya, cukup membenturkan senjata itu kepada salah satu benda yang berdesakan dengan yang diarahnya. Segera seketika itu setelah kebentur mengeluarkan reaksinya dan pasir besi halus menyerang kearah sasarannya.
"Hebat betul senjata rahasiamu itu, Kho toako." kata Ho Tiong Jong, diam-diam ia bergidik juga mendengar bagaimana bekerjanya senjata gelap itu yang tidak mengasih kesempatan kepada korbannya untuk meloloskan diri. Kho Kie ketawa nyengir lalu meneruskan kisahnya.
"Ia telah meyakinkan ilmu itu selama sepuluh tahun dan sekarang cukup mahir menggunakannya, ia ada mempunyai seorang suheng bernama Kie Gie Seng, siapa setelah meninggalkan perguruan telah berbuat yang bukan-bukan diluaran, hingga menimbulkan amarahnya orang-orang dalam dunia persilatan-
Mereka mengutuk kepada suhunya dan mereka merencanakan untuk menuntut balas, Sang suhu mendengar ini, tidak ambil pusing, ia tahu, bahwa semua itu ada gara-gara muridnya yang nyeleweng dan getahnya dilekatkan padanya.
Belakangan kejadian-kejadian jahat kejam dan telengas itu hilang dengan sendirinya.
Dengan begitu pelahan-pelahan maksud menuntut balas untuk perbuatan-perbuatan yang membangkitkan hawa amarah itu, telah lumer dengan sendirinya.
Mereka tidak tahu, kalau suhengnya yang berbuat itu semua, ketika pulang kegunung menemui suhunya telah dibikin buta matanya dan ilmu silatnya dimusnahkan-
Sejak membikin muridnya yang tersayang menjadi tak berguna sering-sering suhunya tampak menangis, rupanya sangat menyesal menerima murid yang tak kebetulan sehingga namanya menjadi jelek dikalangan kangouw."
Sampai disini Kho Kie menutur, tiba-tiba Ho Tiong Jong ingat akan selendangnya nona cong, maka ia lalu menanya "Toako, mana itu selendang nona cong?"
Sebelum Kho Kie membuka mulut menjawab, tiba-tiba masuk pelayan Keng Jie membawa benda itu dan diterimakan pada Ho Tiong Jong.
"Ho Siang kong, barang ini aku ketemukan dalam saku baju ketiga pakaian Siankong hendak dicuci," kata Keng Jie bersenyum, sambil menyerahkan selendang nona cong.
Ho Tiong Jong merah mukanya, ia memesan pada Kebg Jie, supaya kejadian itu tidak di ceritakan kepada lain orang lagi. Keng Jie berjanji akan perhatikan itu.
"Eh. Keng Jie, aku lupa tanya padamu." tiba-tiba Ho Tiong Jong berkata.
"Ada pertanyaan apa, Ho Siang kong ?"
" Keng Jie, itu nona in yang kau antar pada kami itu siapa ?"
Keng Jie bersenyum, "Ho Siang kong nona in adalah pelayan yang disayang oleh puterinya pocu, makanya ia sangat dihormati oleh orang-orang dalam benteng ini." Ho Tiong Jong jadi bengong, Pikirnya,
"Nona yang begitu cantik, kedudukannya hanya sebagai pelayan saja, Sayang..." Saat itu tiba-tiba Kho Kie tertawa,
"Ho laote." katanya, "pelayannya sudah demikian cantik, entah bagaimana kecantikannya nona yang dilayaninya, dapatlah kau membayangkannya sendiri, Ha ha ha... "
Ho Tiong Jong hanya bersenyum, Keng Jie sementara itu sudah meninggaikan mereka dan waktu sudah mengunjuk jam empat sore. Hatinya Ho Tiong Jong merasa tidak enak. karena bagaimana ia dapat turut dalam perundingan sekarang kepandaiannya ada sangat terbatas.
Jago-jago yang akan dihadapinya semua, terdiri dari pendekar-pendekar ulung, Apakah tidak lebih baik ia mengeloyor dengan diam-diam meninggalkan tempat itu supaya tidak mengunjukkan kejelekannya didepan umum? Sebab kalau misalnya ia harus bertempur dan mengalami kekalahan bukan saja dirinya merasa malu, tapi juga hal itu akan memalukan Kho Kie yang sudah menjadi sahabat karibnya.
Melihat kawannya membungkam seperti ada apa-apa yang dipikirkan keras, Kho Kie lalu menanya. "Ho laote kau kenapa?"
Ho Tiong Jong geleng geleng kepalanya, tapi kemudian ia minta pikirannya sang kawan juga, bagaimana baiknya untuk dirinya yang berkepandaian terbatas menghadapi musuh-musuh yang sudah ulung,
Kho Kie terdiam, ia juga rada bingung memikirkannya.
Diam-diam ia ingat dirinya ada mempunyai ilmu silat Kim-ci Gin ciang atau, jari emas Telapakan perak, yang hanya tiga jurus, tapi untuk membela diri juga ampuhnya luar biasa, ia ingin turunkan ilmu silat ini kepada Ho Tiong Jong, tapi ia yang takut kepada suhunya, sebab ilmu silat itu tidak boleh sembarangan di turunkan kepada lain orang, ia jadi bingung bagaimana dapat menolong kawannya itu. Terdengar Ho Tiong Jong berkata sambil menghela napas.
"Kho toako daripada aku menanggung malu, apa tidak lebih baik aku diam-diam saja meninggalkan bentengan ini ?"
Kho Kie merasa kesian, Segera ia ambil keputusan, katanya.
"Ho laote, jangan, kau jangan meninggalkan bentengan ini. Aku nanti ajarnya kau ilmu silat tiga jurus yang lihay untuk melawan musuh." Pemuda itu berubah girang wajahnya.
"Ho laote, sebenarnya bakatmu bagus sekali, ilmu tenaga dalammu juga cukup, asal kau mendapat pimpinan orang pandai dalam sedikit tempo saja kau akan merupakan seorang yang sangat lihay dalam rimba persilatan- Kini aku mau ajarkan kau ilmu silatku Kim-cie Gan ciang yang hanya tiga jurus, yalah jurus kesatu menggunakan jari kiri telapakan tangan kanan, kedua menggunakan jari kanan telapakan kiri, jadi sebaliknya dan yang ketiga balik ke yang kesatu yaitu jari kiri dengan telapakan tangan kanan yang agak sukar adalah bekerjanya tangan kanan dalam
jurus ketiga dan tangan kiri dalam jurus ke-dua sebab ada banyak perubahannya, sekarang aku mulai memberi petunjuk harap kau perhatikan betul-betul... "
Lantas saja Kho Kie menjalankan ilmunya, memberikan petunjuk petunjuk yang penting.
Ho Tiong Jong otaknya cerdik dan memang punya bakat yang luar biasa, maka tidak heran kalau dalam beberapa kali dimainkan saja ilmu silat tiga jurus tadi telah tercatat benar dalam otaknya.
Kemudian ia diminta oleh Kho Kie untuk menjalankan ilmu yang diberi petunjuk olehnya barusan- Dengan sungguh-sungguh Ho-Tiong Jong telah mainkan ilmu itu dengan segala perubahannya, yang membikin Kho- Kie bukan main girangnya, sebab semuanya tak ada kesalahannya
"Ho laote, kau hebat sekali." katanya sambil menepuk-nepuk bahu orang. Waktu-pun saat itu sudah jam lima sore dekat saat perjamuan akan dibuka.
"Ho laote, kau diam diam teruskan berlatih, aku mau kekamar kecil sebentar," kata Kho Kie tiba tiba sambil terus ngeloyor keluar kamar.
Saat Ho Tiong Jong mau memulai lagi dengan latihan ilmunya "tiga jurus" tiba-tiba pintu kamar terbuka dan nona in tampak masuk kedalam. Ho Tiong Jong heran, ia mengawasi nona in yang mukanya tertawa berseri-seri.
Nona in membawa kotak kecil, Sambil menyerahkan benda itu pada Ho Tiong Jong ia berkata.
"Aku disuruh oleh nonaku untuk memberikan benda ini kepada Ho Siangsong, tapi.. " sambil menyambut kotak kecil itu, diam-diam Ho Tiong Jong berpikir "Hei, nonamu belum kenal denganku, untuk apa ia menyerahkan benda ini padaku?"
la berpikir demikian, tapi tidak membuka mulut menanya, Hanya menantikan nona in
menyambung bicaranya." tapi ingat, benda ini ada untuk orang yang bersifat berani dan baik
peruntungannya "
"Apa isinya ?" menyela k Ho Tiong Jong.
"Didalamnya ada dua butir pil yang macam dan besarnya sama. Yang sebutir ada pil bikinannya Tok-sian Kong Jat Sin yang dinamai Siau-hoa-tan, sebuah pil yang sangat ajaib, Sebab kalau orang memakannya itu dapat bertambah tenaganya seperti sudah melatih diri puluhan tahun lamanya, sedang yang sebutir lagi... "
Nona in merandek. matanya yang bening halus menatap kepada pemuda cakap didepannya,
hingga Ho Tiong Jong merasa kikuk, Tapi toch ia menanya Nona in, "kenapa kau berhenti menutur, apa sih yang sebutir lagi?"
Nada suaranya nona ia agak tergetar ketika menerangkan "Ya... yang satunya lagi adalah pil maut (beracun) orang yang menelannya akan menderita hebat, keluar darah dari semua bagian tubuh yang berlubang misalnya hidung, mulut, kuping dan sebagainya sekarang kau diharuskan memilih salah satu diantara dua pil ini. Kalau kau memang nasibmu bagus, tentu kau akan memilih Siauw hoan tan, tapi kalau sebaliknya tentu ang membikin jiwamu melayang ke akherat."
Ho Tiong Jong kerutkan alisnya, Barusan ia menerima bingkisan diam-diam merasa kegirangan sebab itu ada bingkisan dari puterinya Pocu dari seng-ke-po, pikirnya baik betul nona itu telah menaruh perhatian atas dirinya yang belum dikenal. Tapi kini, setelah bicaranya nona in, hatinya merasa tidak enak.
Benar soal mati hidup ada ditangan Tuhan Yang Maha Esa, akan tetapi kalau mati karena makan pil itu, benar-benar ia mati konyol dan penasaran sekali. Meskipun berpikir demikian, adatnya yang tinggi dan pantang mundur mendorong ia untuk membukanya juga kotak kecil itu dengan perlahan-lahan-
Begitu terbuka, segera bau wangi menerjang keluar dari kotak itu.
Pil itu diperiksa, keduanya berwarna merah dan sama bentuknya, setelah menatap wajahnya nona in sebentar, ia berkata.
"Nona in, aku akan ambil salah satu pil ini, mati hidupnya ada terserah ditangan Tuhan, tapi aku ada satu permintaan-"
Nona In bersenyum, "Ho Siang kong, katakanlah ada permintaan apa ?"
"Justeru aku hendak menerangkan pada Ho Siang kong." jawab nona In " kau tentu masih ingat diwaktu lohor ini gunung Hui-cui ada pesuruh menyerahkan seekor kuda dan sebilah golok baja padamu, itulah nona Seng majikanku yang memberikannya.
Kau tentu heran sebab apa nonaku berbuat demikian? sebetulnya ia sudah tahu Ho Siang kong ada seorang jujur dan polos sifatnya, ia amat memperhatikan apa-apa yang dibutuhkan oleh Ho Siang- kong, ia sangat menaruh perhatian kepada seorang yang baik hati, maka Ho Siangkong jangan salah mengerti padanya."
"Dan itu pakaian baru?" menyelak Ho Tiong Jong. "juga nonaku yang telah memberikannya jawab nona In."
Ho Tiong Jong tundukkan kepalanya. Diam-diam ia merasa bersyukur kepada nona Seng yang begitu memperhatikan dirinya tapi siapakah nona itu? ia belum pernah melihat kenal padanya.
Terdengar ia menghela napas. "la budi nonamu dan kau sendiri aku tidak bisa lupakan, sebenarnya dalam hidupku selainnya kau berdua yang menaruh perhatian begitu baik, hanya toako ada satu-satunya kawan karibku. Nah, kalau sebentar lagi aku mati juga tidak akan merasa penasaran aku sudah rela."
"Nona Seng." menyelak nona In, "sudah tahu ilmu silat Ho Siangkong, meskipun tinggi, tapi latihannya kurang. Jadi, kalau harus bertanding dengan orang-orang yang sudah berkumpul disini, perbedaannya jauh sekali, Apa lagi mengingat itu Siluman Khoe Tok punya anak murid yang jahat dan kejam.
Malam itu tentu mereka mencari akal keji untuk mencelakakan pada Ho siang kong. Nona Seng pikir bulak-balik untuk menolong Ho Siang kong, akhirnya dia telah mengambil dua butir pil ini sudah disimpan lima tahun lamanya untuk diberikan kepada Ho Siangkong."
Ho Tiong Jong merasa heran sekali, demikian besar ada perhatian nona Seng.
"Ya, memang juga aku lebih baik mati makan pil ini daripada menerima hinaan orang, Hanya
aku tidak menduga sama sekali kalau nonamu ada begitu besar menaruh perhatian atas diriku
yang rendah "
Sambil berkata, tangannya menjemput salah satu pil dan di telannya seketika. Ia menatap wajahnya nona In yang tertegun melihatnya pemuda itu menelan pil.
Ho Tiong Jong berseyum. "Nona in, sebenarnya aku tidak ingin mati, tapi, ia, karena hatiku yang angkuh dan pantang menyerah membuat aku memilih kematian dengan menelan ini daripada menerima hinaan orang."
Nona In merasa terharu mendengar kata-katanya anak muda itu.
"Sebenarnya pil ini selalu dibawa-bawa oleh nona Seng, tapi ia tak berani menerjang bahaya untuk menelannya," kata nona In-
"Dari mana nonamu mendapat pil mujarab dan beracun ini?" tanya Ho Tiong Jong sambil menyerahkan kembali kotak yang masih terisi satu butir pil lagi. Sambil menyambuti kotak tadi, nona In lalu menceritakan kisah nona Seng.
"Nona Seng pada suatu hari ada menonton gurunya, Kok Lo-lo, bermain catur dengan si Dewa Racun (Tok-sin) Khong Yat Sin, suatu saat nona Seng merasa kesal melihat kedua lawan itu terus mengasah otaknya, tak mau menggerakkan biji caturnya, sedang ia sudah tahu kemana jalannya untuk gurunya dapat memperoleh kemenangan dalam pertandingan itu.
Ia yang berdiri dipinggiran mesem-mesem melihat dua jago tua itu memutar otaknya, hal mana dapat dilihat oleh Kong Jat Sin. siapa telah berkata, "Hei, nona kecil kau mesem-mesem apakah sudah menemukan jalan untuk gurumu memperoleh kemenangan?"
Nona Seng hanya anggukkan kepala sambil melirik pada gurunya tidak berani membuka mulut.
Setelah gurunya mengijinkan untuk ia menunjukkan jalannya bagaimana dapat menjatuhkan lawannya, nona Seng baru mau berikan pengunjukan-
Dua orang tua itu merasa heran. Benar saja tidak lama kemudian Kong Jat Sin kena dikalahkan oleh Kok Lo lo atas bantuannya sang murid.
"Ha ha ha..." demikian Kong Jat Sin tertawa bergelak-gelak sambil mengurut- urut jenggotnya yang panjang, "Kau sungguh cerdik nona kecil, Nah untuk Kecerdikanmu aku si orang tua pecundang menghadiahkan padamu dua pil mustajab dan beracun, untuk suatu waktu bila diperlukan kau boleh menelannya."
Kong Jat Sin berkata sambil mengeluarkan dari sakunya dua ples kecil, dikeluarkannya sebutir pil dari masing-masing ples dan diberitahukan khasiatnya, hingga nona, Seng kegirangan bukan main.
"Bagaimana selanjutnya kisah pil mustajab dan beracun itu." kata nona in yang menutup ceritanya "itulah Ho Siang kong sendiri dapat menanyakan kepada nonaku " Nona In kemudian minta diri meninggaikan kamar Ho Tiong Jong,
Di pekarangan tiba-tiba ia melihat Kho Kie sedang jongkok sambil memainkan batu-batu?
"Melihat nona in mau lewat didepannya, tiba-tiba Kho Kie bangun dan menghalang-halangi sambil cengar-cengir ketawa dan mengucapkan beberapa perkataan bergurau jenaka .
Nona In sebenarnya suka pada Kho Kie yang Jenaka lucu ini, akan tetapi ia ketika itu sedang ada urusan penting menyampaikan laporan kepada nonanya, maka hatinya mendelu juga ketika dihalang-halangi dan diajak bergurau. "Nona In, parasmu yang cantik ada muram sedikit kenapa sih?" Nona In menjebikan bibirnya, tidak menyahut.
Ketika ia mau jalan, kembali Kho Kie menghalang-halangi, ia jadi tidak sabarandan sikutnya sudah membentur dadanya si orang aneh yang bisa masuk dalam tanah.
Benturan itu telak sekali, sebenarnya tidak dirasakan apa-apa oleh Kho Kie, tapi saat itu ia menemukan jalan rupanya untuk menarik perhatiannya si nona pelayan yang cantik maka ia sudah pura-pura sempoyongan sambil memegang dadanya, ia membentur dinding pekarangan dan rubuh.
Nona In matanya membelalak kaget, Apakah pukulannya sangat keras barusan? Tanyanya dalam hati, cepat ia sudah menghampiri Kho Kie yang pura-pura menggeletak pingsan. Dirabalah dada si konyol dan diurut-urut. "Kau kenapa, apa sakit kena disikut aku barusan? Makanya jadi orang jangan konyol, ini bagiannya orang yang suka godain orang." Kho Khie tinggal diam saja, hingga hatinya nona In menjadi lebih kuatir lagi.
Diam-diam sebenarnya Kho Kie merasa sangat bahagia, dadanya diuruti oleh tangan yang halus mungil, bau wangi dari badannya nona In menusuk hidungnya, hingga dirasakan seketika itu semangatnya seperti sedang melayang layang dikayangan.
Nona In coba angkat ia bangun, tapi sengaja Kho Kie memberatkan badannya hingga si nona menjadi kewalahan Kepinginnya ia berdiam terus di uruti oleh si nona pelayan yang telah menawan hatinya. Tapi nona In rupanya ada cara lain untuk mengangkat bangun padanya, ia selusupi tangannya yang mungil dalam ketiak orang, kemudian mengerahkan tenaganya menyeret
Kho Kie. MMi 1H1 KM Ml JIW. H I H
Kali ini, ternyata ia berhasil sebab Kho Kie tidak bisa memberatkan dirinya lagi, karena tidak tahan merasa geli ketiaknya disodok tangan si nona, ia paling takut kalau ketiaknya kena dikitik, maka dalam sekejapan saja ia sudah dapat dibawa ke kamarnya untuk direbahkan-
Kamarnya Kho Kie berhadap hadapan dengan kamarnya Ho Tiong Jong. setelah ia merebahkan Kho Kie, ia tidak mendengar suara apa-apa dari kamarnya Ho Tiong Jong, ia lupa Ho Tiong Jong telah menelanpil, karena hatinya sedang kusut memikirkan Kho Kie yang diduganya mendapat luka parah didalam karena sikutnya tadi, ia merasa simpati pada orang Jenaka ini, terutama ketika sudah mendengar riwayatnya yang sedih yang ia diam-diam mencuri dengar ketika Kho Kie ngobrol dengan Ho Tiong Jong, ia memeriksa jalan napasnya Kho Kie, kenyataan sebagaimana biasa, maka hatinya merasa lega juga.
Sebaliknya Kho Kie yang berpura-pura diam-diam merasa tidak enak. karena ia membuat orang ketakutan- Sambil memejamkan matanya ia memikir jalan bagaimana untuk bisa menghibur hatinya sinona pelayan cantik ini.
Tiba-tiba nona In ingat Ho Tiong Jong telah menelan pil maka ia cepat-cepat keluar dari kamar Kho Kie dan masuk kekamamya si pemuda. Apa yang ia lihat?
Hatinya berdebaran keras, ia melihat Ho Tiong Jong rebah dalam keadaan tidak berkutik "Mati, oh dia mati.. " pikirnya dengan sangat sedih.
Ia jalan menghampiri ketika ia memeriksa keadaan, Ho Tiong Jong, betut-betul badannya sudah dingin, maka ia telah mengucurkan air mata karena sedih. Pada saat hatinya gelisah tiba tiba pintu terbuka dan masuklah Keng Jie.
Nona In cepat-cepat menutupi badan Ho Tiong Jong dengan selimut dan berkata pada Keng Jie, bahwa Ho Tiong Jong entah kenapa dengan mendadakan saja telah mati.
Setelan berkata, ia terus ngeloyor ke kamarnya Kho Kie, meninggaikan Keng Jie yang jadi berdiri melongo mendengar kata-katanya nona In tadi.
Nona In mendekati Kho Kie dan menanya "Hei, apa kau sudah mendingan sakitnya?" Tidak enak kalau ia tidak memberikan jawaban, maka Kho Kie menjawab: "Ya, lukaku sudah mendingan-
it
Nona In girang mendengar Kho Kie menyahut, maka ia datang lebih dekat lagi dan menyampaikan kabar kematiannya Ho Tiong Jong.
Kali ini Kho Kie bukan pura-pura lemas badannya, betul-betul ia lemas dan gelisah halnya mendengar apa yang diceritakan oleh nona In- Sahabat karibnya dengan mendadakan telah mati sebab apa? Ah, tak mungkin, Tapi, kenapa mati?
Kho Kie tidak susah menanti jawaban, sebab nona in sudah menceritakan tentang dua pil yang diberikan pada Ho Tiong Jong dan satu diantaranya telah ditelan oleh pemuda itu. Rupanya ia telah menelan yang beracun maka ia telah menemui kematiannya. Kemudian ia menyerahkan pil yang satunya lagi kepada Kho Kie, berkata:
"Nih, sebutir lagi aku serahkan padamu, aku tidak tahu kau akan berbuat apa dengan pil ini untuk menolong sahabat karibmu itu. Kho Kie menjublek. seolah-olah tidak mendengar apa yang dikatakan si nona, semangatnya saat itu seperti sudah tidak ada lagi dalam tubuhnya, terbawa oleh kabar kematian atas sahabat karibnya itu.
"Ya, sungguh harus dibuat sayang orang yang demikian baik hatinya seperti Ho Siang- kong telah menemui ajalnya." kata nona in, sementara itu ia sudah gerakan kakinya untuk meninggaikan kamarnya Kho Kie.
Melihat nona In sudah berlalu dari kamarnya, Kho Kie jadi melamun-
Pikirnya, "Betul- betul peristiwa dalam dunia ini tak dapat diduga-duga, Kawan karibnya yang segar bugar mengadakan telah mati, bagaimana akan terjadi dengan dirinya sendiri? Semua kejadian orang alami seperti dalam mimpi saja.
Saat ia dalam berduka demikian, tiba-tiba ia mendengar ribut ribut dikamarnya Ho Tiong Jong. Kiranya kesitu sudah datang orang-orang yang mengurus kematian, hendak mengangkut mayatnya Ho Tiong Jong.
Mereka dikepalai oleh seorang bernama Ie Yong dengan julukan si Rajawali Botak. Kepalanya botak klimis, tapi ia bertenaga besar dan ilmunya ada "Eng-jiauw-kang" suatu ilmu mencengkeram yang ganas dan terkenal dalam kalangan kangouw.
Ketika Ie Yong masuk ke kamar Ho Tiong Jong, lantas bikin pemeriksaan mayat, kemudian menyuruh dua orang sebawahannya mengambil usungan untuk mengangkut mayat pindah kekuil Po-im-yan yang terletak dibelakang rumah penginapan tamu itu.
Kepada yang lainnya ia menyuruh supaya mengambil peti mati yang belum jadi di gudang nomor dua, menyuruh tukang kayu untuk menyelesaikannya cepat-cepat.
Ketika Ie Yong mengulurkan tangannya membuka selimut yang menutupi wajah IHo Tiong Jong, tiba-tiba ia berkata pada dirinya sendiri "Ah, sungguh sayang orang begini cakap telah mati mendadak Entah apa.yang dia sudah makan sehingga menemukan ajalnya begini? Betul-betul
lucu... "
Sampai disini ia berhenti, karena dua orang yang disuruh membawa usungan sudah tiba untuk mengangkut mayatnya Ho Tiong Jong, Letaknya kuil Po im-yan kira-kira setengah lie dari rumah penginapan tamu, Disitu terdapat rimba bambu, Menurut kebiasaan orang yang mati lantas ditanam, malah petinya disiapkan juga ada peti yang bagus dan mahal harganya, ia betul-betul merasa heran ia hanya menurut perintah dari nona Seng saja.
Sebenarnya ia banyak mengetahui segala rahasia dalam benteng itu, Misalnya kedatangan Ho Tiong Jong yang mendapat sambutan lain daripada tetamu yang lainnya, kemudian kamarnya dipindahkan kekamar yang sekarang, juga yang memberi kuda dan golok serta pakaian baru pada Ho Tiong Jong ia tahu ada perintah nona Seng, tapi ia tak mau membocorkan rahasia ini kepada yang lainnya.
Hanya kematian Ho Tiong Jong yang mendadak ini benar-benar ia dibikin tidak habis mengerti, mengingat perhatiannya nona Seng ada demikian besar pada anak muda itu.
Dilain pihak Kho Kie yang sedang dalam kedukaan tiba-tiba dipanggil oleh Keng Jie untuk menghadiri perjamuan-
Kho Kie mengikuti Keng Jie, ketika sampai diruangan perjamuan, ia nampak banyak pendekar sudah pada hadir dengan roman yang angker. ia tidak ambil pusing semua ini, hanya terus nyelonong mencari tempat duduk.
Sebentar kemudian ketika ia mengangkat kepalanya, ia lihat diantara yang hadir ada beberapa imam dari Kongtong-pay, Im yang Siang-kiam Kong Soe Jin dan Kon Soe Tek diri Ngo biepay, Kauw Seng Ngo dan Hong Siang Ju dari Kun-lun-pay, kemudian murid-murid dari Siluman Khoe Tok ialah Song Boe Kie, oet ti Kang dan oet-ti-kun- Li losat juga tidak ketinggalan, iblis wanita cantik yang banyak menarik perhatian,
Yang duduk dikursi sebelah kanan tuan rumah adalah seorang paderi tua teman karibnya Lo Pocu ( majikan tua ) Seng Eng yang dikenal dengan nama Pek-Boe Taysu, disebelah kirinya seorang nikow (paderi wanita) ceng Bice Sian-kow berumur kira-kira empat puluh tahun, lalu orang-orang dari oei-san-pay Him Toa Ki danTlong le serta dua padri Tibet bernama Pua Dho Ka dan Li Dho.
Selainnya ini, banyak hadir pemuda pemudi yang Kho Kie tidak kenal semuanya kelihatan gagah, cantik dan tampan- Murid-murid dari orang bukan sembarangan-
Boleh dikata para hadirin disitu campur aduk dari golongan jalan putih dan hitam, jadi ada mengunjukkan luasnya pergaulan Seng Eng sebagai majikan dari benteng Seng ke-po, cong le yang melihat Kho Kie wajahnya seperti bersedih dan tidak melihat munculnya Ho Tiong Jong, hatinya berCekat ingin ia menanyakan pada Kho Kie, tapi sayang ia tidak ada tempo, karena matanya saat itu saling melotot dengan Tok-it Tojin dari Kong-tong-pay .
Rupanya diantara partai Kong-tong dan oei-san ada terbit ganjelan yang berlarut-larut, makanya juga kehadiran wakil-wakil kedua partai disitu telah menampakkan rasa bencinya masing-masing.
Lo-pocu Seng Eng tampak berseri-seri diantara banyak tetamu yang berisik bercakap-cakap satu dengan lain, tampaknya ia gembira sekali melihat kehadiran begitu banyak tetamu.
Sayang Seng Giok Cin, puterinya, tidak turut muncul. Kalau tidak. tentu nona yang sangat cantik itu akan menjadi sasarannya mata semua pemuda yang ada disitu.
Tapi para pemuda itu tidak usah terlalu kecewa karena ada gantinya Kim-Hong Jie putri kesayangan dari majikan benteng Kim-hong-po.
Usianya Kim Hong Jie kira-kira tujuhbelas tahun, parasnya cantik luar biasa, Yang menjadi ciri yang menyolok adalah sujennya di-pipinya yang botoh. Semang kin ia tertawa sujen itu semakin dekik, mempesonakan dan menawan hati yang melihatnya.
Kim Hong Jie adalah nona cilik yang pada lima enam tahun yang lalu menangis ditepi sawah, menangisi bonekanya yang kecemplung kedalam sawah dan Ho Tiong Jong yang menolong mengambilkan barang mainannya itu. sebagai jasa untuk pertolongan itu Ho Tiong Jong mendapat dua belas jurus ilmu golok keramat dari ayahnya Kim Hong Jie.
Hanya sayang anak muda itu tinggi hati, ia tidak mau balik kembali kerumahnya Kim Hong Jie setelah lewat satu bulan yang dijanjikan, Kalau tidak ia sudah mahir dengan tiga belas jurus semuanya ia boleh menjagoi dikalangan Kang-ouw.
Para hadirin berhenti bercakap-cakapnya ketika Lo-pocu Seng Eng sebagai tuan rumah berdiri angkat bicara. Dalam pidatonya ia mengucapkan terima atas perhatian para tetamu yang datang hadir, kemudian ia memperkenalkan satu demi satu sekalian tetamu-nya agar masing masing dapat mengenal satu dengan lain dalampibu (adu silat) nanti.
Ia mohon maaf padapara tamu kalau ada sesuatu pelayanannya yang tidak menyenangkan Kemudian ia mempersilahkan sekalian tetamunya untuk makan minum sepuasnya dalam perjamuan itu menjelang esok hari pibu di adakan.
Sebagai penutup bicaranya Seng Eng telah memberitahukan syarat-syarat dalam pibu nanti. Untuk memimpin pibu ini ditetapkan mengangkat tiga Taycu masing-masing Teng cu ada wakilnya semuanya menjadi enam orang.
orang yang berminat pibu diatas luithay (panggung berkelahi), pemuda harus menghadapi wakil Taycu kesatu, bertanding dengan tangan kosong. Kalau kalah boleh turun panggung, tapi kalau dalam tiga puluh jurus masih belum kalah, boleh maju untuk menghadapi wakil Taycu kedua dan bertanding dengan menggunakan senjata.
Kalau dalam dua puluh jurus dapat menjatuhkan wakil Taycu itu, seterusnya boleh maju ketemu dengan Taycu sendiri, Menghadapi Taycu orang boleh sesukanya memilih pertandingan, dengan tangan kosong atau senjata, juga boleh menggunakan senjata gelap.
Syaratnya, pertandingan dengan tangan kosong atau menggunakan senjata ditetapkan dalam lima belas jurus berhenti, tak perduli pertandingan masih berjalan berimbang, Tapi kalau menggunakan senjata gelap. harus berjanji dahulu dalam gerakan beberapa yang menentukan kalah menangnya.
Pada siapa yang keluar sebagai pemenang, tuan rumah berjanji akan menghadiahkan apa-apa sebagai tanda kenang-kenangan untuk kegagahan dari orang yang bersangkutan"
Semua hadirin paham dengan syarat-syarat yang disebutkan tuan rumah, tapi mereka menghadapi teka-teki, apakah diantara tiga Taycu itu ada terdapat tuan rumah sendiri?
"Lohu pikir," kata pula tuan rumah, "semua syarat yang disebutkan tadi dapat di-setujuinya oleh para sahabat, cuma yang paling penting adalah pertandingan terakhir, harap sekalian sahabat suka mengeluarkan kepandaiannya yang istimewa untuk menggembirakan para kawan yang menontonnya."
Pidato tuan rumah mendapat sambutan tepuk tangan riuh rendah dari para hadirin-Mereka kemudian sambil bersenda gurau melanjutkan pestanya dengan gembira sekali. Terdengar pula Lo-pocu Seng Eng berkata.
"Anak perempuanku saat ini masih ada sedikit urusan maka ia belum dapat datang Baiknya kalian adalah orang-orang sendiri,aku pikir semuanya tidak akan menyalahkan kepada kami berdua."
Kim Hong Jie mendengar ini kelihatan bersenyum manis, sujennya yang menyolok menggiurkan siapa yang melihatnya, menambah kejelitaannya.
"Seng sick-sick, apa tidak lebih baik lekas-lekas panggil encie Seng keluar untuk menghadiri perjemuan? Sore tadi aku hanya sebentar saja bercakap cakap dengannya dan mendapat tahu kalau encie Seng berkepandaian sastra dan silat sangat sempurna sukar orang mencari kepadanya."
"Betul, betul." menimbrung nona Lauw Eng dari Kauw ke chung di Kim leng. "Sick sick harap menyurut orang untuk mengundang dia datang tiba aku ingin sekali berkenalan dengannya."
Saat itu tiba-tiba ada orang datang mendekat Seng Eng bicara bisik bisik dikupingnya.
"Ha ha ha ha . ..." tertawa Seng Eng, sambil mengurut-urut jenggotnya yang bagus " Kebetulan lohu ada urusan masuk kedalam biarlah lohu akan memanggilnya dia keluar untuk berjumpa dengan kalian-"
Setelah berkata, ia berbangkit dari tempat duduknya dan ngeloyor masuk.
Melihat tuan rumah tidak ada ditempatnya, ceng Ie dan it Tok Tojin kembali saling pandang dengan mempelototkan matanya masing-masing. Keduanya kelihatan bernapsu untuk bertempur, cuma saja tidak baik disitu banyak tetamu dan malu hati terhadap tuan rumah, yang tentu tidak mengijinkan mereka bertempur begitu saja.
Sebentar lagi tampak cong Ie meninggalkan tempat duduknya dan menghampiri pada Kho Kie ia menanya.
"Hei, Kho toako, kau sendirian saja? Mana Tiong Jong?"
Kho Kie unjuk muka lesu, ia tak lantas menjawab, hanya menatap wajahnya nona cong yang cantik.
"Toako, kau kenapa?" desak si nona. melihat Kho Kie seperti yang ragu-ragu untuk berbicara.
Sebelum Kho Kie dapat membuka mulut menjawab, tiba-tiba terdengar suara tertawa gelak-gelak diantara tiga muridnya siluman Khoe Tok.
Mereka kelihatan iri hati melihat si nona seperti yang sangat memperhatikan sekali atas dirinya Ho Tiong Jong, itu pemuda yang ia incar mau dianiayainya.
"Nona cong... " kata oet-ti Koen mengejek. "itu siorang she Ho sudah mati, apa kau belum pergi sembahyang didepan peti matinya? Ha ha ha..." ciong Ie terkejut sekali mendengarnya.
Ia tidak ambil perduli kata katanya oet-ti Koen yang mengejek hatinya saat itu tergetar oleh kabar kematiannya Ho Tiong Jong, "Dia mati... " ia mendumel setelah bengong sejenak. Kemudian ia mengawasi pada Kho Kie. "Kho toako, apakah benar engko Ho ma...?"
Ia tak dapat melampiaskan kata penghambisan "ti", karena tenggorokannya terasa seperti tersumbat oleh kesedihan-
Kho Kie hanya anggukkan kepalanya ia mengerti bahwa kabar itu telah menggetarkan hatinya si nona yang tampaknya ada menaruh perhatian besar kepada si anak muda.
"Kho toako, mari antar aku kesana... " kata pula si nona, seraya gunakan setangan-nya yang harum semerbak untuk menyeka air matanya yang mengembeng. Kho Kie bangun dari tempat duduknya, Diam-diam dua orang itu telah ngeloyor pergi.
cek-bin Thian ong Kim Toa melihat Su-moynya mau berlalu sudah lantas menanya. "Hei, sumoay, kau mau pergi kemana?"
"Aku mau pergi sembahyang pada jenazahnya engko Ho," jawabnya. Him Toa Kie mengkerutkan aslinya.
Diam-diam ia berpikir "sumoay baru saja berkenalan dengan orang she Ho itu, ternyata hatinya sudah tertawan olehnya, Buktinya, air matanya berlinang-linang mendengar kabar kematiannya si pemuda.
Dia ada begitu besar menaruh perhatian, mungkin hatinya jatuh cinta pada Ho Tiong Jong, Untung dia sudah mati, kalau tidak. bagaimana aku harus mempertanggung jawabkan kelakuannya sumoayku itu didepan ayahnya?"
Setelah berpikir demikian, ia pun meninggalkan tempat itu berjalan masuk keruangan dalam.
Kho Kie yang belum tahu jenazahnya Ho Tiong Jong ada ditempatkan dimana, lalu mencari keterangan pada orang-orang Seng kee-po, kiranya jenazahnya pemuda itu ditaruh dalam kuil Po-in-yan- Untuk kesana, mereka harus mencari sungai kecil dan masuk kedalam rimba bambu yang ada di sebelahnya.
Disitu tidak ada jembatan, hingga orang harus lompat menyebrang. cong le yang sudah tidak sabaran untuk melihat jenazahnya Ho Tiong Jong, sudah enjot tubuhnya melesat dan sebentar saja sudah berada diseberang, kemudian terus berjalan ke kuil Po-im-yan.
Tinggal Kho Kie yang jadi kebingungan sendiri, karena ia tidak pandai mengentengi tubuh, ia tidak ungkulan untuk lompat menyebrangi sungai itu yang jaraknya ada setombak lebih, tapi karena hatinyapun sudah ingin lekas-lekas melihat jenazahnya sang kawan, ia sudah pejamkan matanya dan paksa lompat menyebrang.
Bagaimana selanjutnya? Apa Kho Kie rupanya lebih pandai masuk kedalam tanah dari pada lompat menyebrang kali karena saat itu tidak ampun lagi ia kecebur kedalam sungai dan terpaksa berenang sebentar untuk mencapai kelain tepi, setelah naik didarat pakaiannya menjadi basah kuyup, ia tidak perdulikan itu, terus menyusul nona cong yang entah sudah sampai dimana.
Sesampainya dalam kuil ia mencari kesana kemari dimana jenazahnya Ho Tiong Jong ada ditaruh ia segera menemui kamar yang terang benderang lalu masuk kedalamnya. Pada dekat dinding sebelah kanan tampak ada satu tempat tidur, dimana ada diletakkan jenazahnya Ho Tiong Jong.
Dengan badan bergemetar menahan rasa sedihnya Kho Kie datang menghampiri. Ia membuka kelambu dan menatap wajahnya sang kawan beberapa lamanya.
Wajahnya Ho Tiong Jong seperti masih hidup hingga diam-diam Kho Kie tidak mengerti mengapa dengan wajah yang begini Ho Tiong Jong dikatakan sudah mati.
Ia menghela napas berulang-ulang, "Ho laote, melihar air mukanya kau ini seperti yang tidak rela meninggal dunia, sebab apa kau tidak mau hidup kembali? Ah, sebaiknya kau hidup lagi, jangan sampai banyak nona-nona itu menjadi sedih karena mu, Ho Tiong Jong seperti yang yang mendengar kata-katanya Kho Kie, matanya yang tertutup tampak seperti bergerak terbuka separuh. Kho Kie menjadi terkejut.
Terus ia memegang nadinya, tapi tidak terasa denyutan juga badannya sudah dingin seperti mayat, Kho Kie benar-benar merasa sangat duka
Saat itu, ia merasa sangat sayang sahabat karibnya ini telah menemui ajalnya dengan cara yang luar biasa.
Dalam termenung- menungnya, tiba-tiba ia mendengar ada suara wanita dan senjata yang saling bentur seperti orang yang sedang bertempur, ia menjadi heran- Tapi tanpa memperdulikan siapa wanita yang bertempur itu, ia sudah lantas keluar melihatnya.
Suara pertempuran itu terjadi dibalik tembok pekarangan yang ia tak mungkin melompatinya karena sangat tinggi, Lantas ia keluarkan topi lancipnya untuk masuk kedalam tanah.
Ia nerobos dan keluar dibalik tembok pekarangan tadi, dilihatnya yang bertempur itu ada nona in dan cong Ie. Mereka bertempur sengit sekali, nona in menggunakan pedang dan nona cong berpegangan sepasang golok tajam sudah lima puluh jurus mereka bergebrak, sudah kelihatan nyata bahwa nona in bukan tandingannya lagi cong Ie, pikirannya Kho Khie yang sudah menjadi sibuk, apalagi melihat serang-serangan cong-le ada berbahaya sekali, Mungkin suatu saat nona in kena dihajar oleh sepasang goloknya yang tajam.
Tiba-tiba terdengar suara nona In tertahan pedangnya kena dipukul jatuh goloknya nona cong yang tersebut duluan ketakutan dan sudah meramkan matanya untuk menerima nasib, tapi apa mau, ketika goloknya nona cong membabat, mendadak nona in sudah menghilang entah kemana, hingga goloknya hanya membabat angin-
cong le tertegun sekian lamanya, ia Celingukan mencari-cari musuhnya, akan tetapi tidak kedapatan disekitarnya.
Meskipun ia penasaran ingin mencarinya, tapi keinginan lekas lekas ingin- melihat wajahnya Ho Tiong Jong ada lebih mempengaruhi hatinya.
cepat ia enjot tubuhnya melompati tembok peka rangan, kemudian masuk kedalam kuil Po-im-yan untuk melihat jenazahnya Ho-Tiong Jong.
Ketika ia memasuki kamar jenazahnya Ho Tiong Jong, dengan airmata berlinang-linang ia membuka kelambu tempat tidur ia menatap wajahnya si pemuda yang cakap tampan sambil bercucuran air mata.
Ia berlutut ditepi pembaringan dan mengusap-usap pipinya sipemuda yang sudah menjadi dingin. Hatinya sedih seperti disayat pisau. Belum lama ia berkenalan dengan pemuda ini, hatinya sudah tertawan dan ia meskipun diluarnya bersikap keras dalam hatinya sangat memuja kepada pemuda yang sekarang sudah jadi mayat ini.
Ia menangis terisak-isak sekian lamanya, Sambil menatap lagi parasnya Ho Tiong Jong, ia mengusap-usap lagipipinya danjidatnya si anak muda, "Engko Ho, aku tidak nyana kau sebegini pendek umur, Kau kelihatannya segar bugar, kenapa kau bisa mati secara mendadakan? oh. Engko Ho kau... "
Si nona tidak dapat melanjutkan kata-katanya, karena mendadak ia lihat wajahnya Ho Tiong Jong seperti yang bersenyum, ke dua matanya yang tertutup bergerak-gerak seperti hidup,
Kejadian mana membuat cong Ie menjadi ketakutan- Kakinya lemas dibuatnya, hingga hampir saja ia tak dapat berbangkit dari berlututnya dan jatuh lemas.
Untung dia masih bisa tabahkan hatinya, dengan sekali gerakan lututnya ia lompat mundur kedekat pintu, kemudian tanpa menghiraukan lagi apa yang akan terjadi lebih jauh dengan jenasahnya Ho Tiong Jong, si nona sudah angkat kaki melarikan diri terbirit-birit.
Dengan napas masih tersengal-sengal ia sudah berada pula di ruangan perjamuan, dimana banyak orang tengah bercakap-cakap sambil tertawa-tertawa ramah. Rasa ketakutannya sudah tidak mencengkeram lagi hatinya.
Him Toa Ki yang selalu memperhatikan sumoaynya, melihat wajahnya sang sumoay datang pula kedalam ruangan demikian pucat dan napasnya tersengal-sengal, sudah lantas menanya. "Hei sumoay, kau menemui apa seperti yang ketakutan dan wajahmu pucat sekali?"
"Kiii" kata cong Ie sambil bergidik.
"Kau kenapa, sumoay?"
Si nona tidak lantas menjawab, hanya menatap wajahnya sang suheng seperti yang sudah tidak sabaran sekali, karena pertanyaannya belum dijawab. Setelah di tanya pula, cong le lalu menjawab "Suheng, apa kau percaya adanya setan dalam dunia ini?"
"Aku tidak percaya, karena belum melihatnya."
"Suheng, mungkin setan itu ada. Hanya orang yang bintang terang saja tak dapat melihatnya
ia... "
"Hei, ada apa?" Him Toa Ki mendengus, Tapi cong Ie tidak menjawab, hanya kepalanya digeleng- gelengkan dan matanya mengawasi ketempat seorang udna yang sedang dirubung-rubung oleh banyak tetamu perempuan, kelihatannya mereka riang sekali bercakap-cakap"
KlRANYA nona yang menjadi pusat perhatian itu ada nona Seng Giok Cin, puterinya Pocu dari Seng-kee-po yang cantik luar biasa.