Bab 03 : Berani karena benar
HO Tiong Jong melihat kejadian itu jadi tertegun
Perlahan-lahan ia meraba goloknya, kemudian dihunus keluar, Pikirnya, setelah memegang golok ia tak usah kuatir apa-apa.
Apakah mungkin pikirannya keingatan saja kepada Li-lo-sat yang membikin kaget padanya ketika dengan tiba-tiba ia sudah berada diatas pohon? Tengah memikirkan si baju putih tadi, mendadak bayangan putih tadi muncul lagi.
Kini hanya berjarak dengannya dua tumbak saja, Hatinya mendongkol lalujalan menghampiri pada si baju putih, apa mau bayangan itu kembali telah menghilang. Hei, apakah dia setan? Diam-diam ia menanya dalam hatinya sendiri.
Ia lalu memalingkan kepalanya ke lainjurusan, kembali ia nampak seorang berbaju putih sedang berdiri sebelumnya ia menegasi kembali orang itu telah menghilang. Di lihat keadaan disitu banyak kuburan, kemungkinan besar si baju putih tadi ada setan penasaran yang gentayangan diwaktu malam, ia tabahkan hatinya seberapa bisa.
"Hmm" ia menggeram "Jangan main-main terhada tuan besarmu, kalau kau benar manusia lekas unjukkan cecongormu, aku nanti kasih rasa golokku yang tajam ini. Apa dengan menakut-nakati orang itu kiranya aku si orang she Ho akan jadi gentar? Ha ha bisalah hitung sana... "
Kata-katanya tersendat seketika, karena merasa bahunya tiba-tiba dipegang orang dari belakang, ia bergidik dan bulu romanya berdiri, sebab dikiranya yang memegang bahunya itu setan yang marah karena ia barusan menantang dengan sengitnya.
cepat ia memalingkan kepalanya, kiranya yang memegang bahunya tadi adalah Si tangan Telengas Song Boe Ki, muridnya si siluman Khoe Tok.
Dari kaget Ho Tiong Jong berubah menjadi gusar, sebelum ia membuka mulut telah didahului oleh Song Boe Ki.
"Nyalimu memang besar, tidak punya rasa takut, sayang kepandaian silatmu sangat rendah. coba barusan aku pegang bahumu dan mengerahkan tenaga dalamku, pasti tulang-tulangmu akan menjadi remuk karenanya, Ha ha ha" Ho Tiong Jong panas hatinya.
"Apa kau kira aku takut dengan kepandaianmu yang tinggi? Hmm Kau salah sahabat, Siapa yang lebih unggul kepandaiannya barulah dapat ditetapkan jikalau diantara kita sudah mengadu ilmu silat, Dan-.. "
Ho Tiong Jong berhenti bicaranya, karena dari jauh ada meluncur dua buah benda melayang kearahnya, ia mengira akan senjata rahasia musuh, maka ia cepat-cepat mengerahkan tenaganya untuk menyambuti, sebab-benda yang diluncurkan itu ada besar seperti bungkusan-
Setelah dua benda itu berada ditangannya kiranya itu hanya dua jubah putih.
Selagi ia bengong mengawasi dua jubah putih itu, tiba-tiba dari kedua sampingnya muncul dua orang yang bukan lain daripada oet ti bersaudara.
Sambil tertawa terbahak-bahak dua saudara oet ti mengejek pada Ho Tiong Jong, siapa dikatakan nyalinya kecil, karena melihat bayangan putih saja sudah ketakutan setengah mati.
Kini Ho Tiong Jong mengerti, bahwa dua bayangan putih yang muncul saling susul dan menghilang kembali kiranya ada oet ti bersaudara yang main sandiwara, Tidak heran kelau ia sangat marahnya, apalagi dikatakan, pengecut dan bernyali kecil oleh mereka. Dengan keras ia berkata.
"Kalian kita aku takut mari? Meskipun betul kalian sudah mampus menjadi roh gentayangan mengganggu aku, juga aku tidak takuti kalian- Apalagi kalian masih segar bugar begini, siapa yang takuti kalian? Hmm"
"Aduh sombongnya "Oet-ti Koen mengejek "Baru dapat menempur "Sepasang orang ganas" saja sudah kepala gede, Apa sih kepandaianmu?"
Ho Tiong Jong tertawa tergelak- gelak. Kelakuannya yang demikian tenang mau tidak mau telah membikin tiga muridnya si siluman Khoe Tok menjadi kagum juga. Apakah mungkin tidak takuti mereka bertiga? Demikian ada pertanyaan dalam hatinya masing-masing. Terdengar Ho Tiong Jong berkata.
"Mungkin orang memuji tinggi ilmu kepandaian kalian bertiga, hingga mendengar namanya saja sudah lari ketakutan- Tapi, hmmm... Aku si orang she Ho tidak gentar barang sedikit terhadap kalian, Nah, marilah sekarang kalian boleh maju, Satu demi satu sekaligus maju tiga-tiganya, aku bersedia untuk melayaninya, Sebentar, kalau kita sudah bertanding sepuluh jurus baru ketahuan siapa yang lebih unggul dan boleh bicara lagi tentang siapa yang ilmu silatnya rendah" Suatu tantangan yang hebat sekali.
Mereka seolah-olah tidak dipandang mata oleh Ho Tiong Jong, tidak heran kalau oet-ti Koen yang berangasan menjadi berjingrak karenanya.
Dengan amarah meluap-luap oet-ti-K.oen menjawab, "Kalau kami bertiga dalam sepuluh gebrakan dikalahkan olehmu, kami akan membunuh diri saja"
"Bagus, bagus... " kata Ho Tiong Jong sambil tertawa. "Seorang laki-laki kalau sudah mengeluarkan perkataannya seperti juga ludah tidak boleh diji... "
"Samte, pelahan dahulu" si Tangan Telengas Song Boe Ki menyelak ditujukan kepada oet-ti Koen "Menghadapi macam tikus begini, untuk apa kita salah satu yang maju kalau kemudian kenyataan satu persatu kita dikalahkan olehnya, kita boleh melepaskan ia pulang saja."
oet-ti Kang menimbrung. "Memang sebenarnya begitu, tapi biarpun demikian rasanya aku merasa jijik untuk turun tangan kepada tikus begini, sebab hanya mengotor-ngotori tangan saja, Dia tidak punya kepandaian yang berarti untuk kita ambil sebagai pelajaran-"
Ho Tiong Jong mendelik matanya, "Jangan banyak rewel hayo maju Lihat aku membuka
serangan lebih dahulu " Seiring dengan kata-katanya, Ho Tiong Jong sudah mainkan golok
bajanya.
Ilmu golok keramat delapan belas jurus ia mulai kasih unjuk golok bekelebatan demikian cepatnya, seolah-olah yang mengurung kepada mereka bertiga.
oet-ti Kang yang menyambuti Ho Tiong Jong bertarung untuk melayani ilmu golok keramat Ho Tiong Jong, si orang she oet-ti telah mainkan ilmu pedang Tujuh bintang. Untuk menambah hebatnya serangannya, oet-ti Kang telah menyalurkan tenaga dalamnya ke pedang, Tidak heran, ketika pedang dan golok beradu membuat Ho Tiong Jong terhuyung-huyung mundur, karena merasakan gempuran yang dahsyat sekali dari oet-ti Kang
Melihat itu, Song Boe Ki berteriak "Jite, ia begitu, Jangan kasih kesempatan lolos kepadanya sebab kalau ia bisa lolos berarti nama kita buruk dikalangan kang-ouw. Ya, begitu terus cecer saja bikin dia tidak berdaya... "
Mendengar anjurannya sang suheng, oet-ti Kang lantas merubah serangan dengan ilmu pedang "Tiga belas gerakan pedang terbang keawan-. Pedangnya berkilat-kilat menyambar dari segala jurusan-
Song Boe Ki sementara itu juga sudah turun tangan, ia menggempur dua kali pada Ho Tiong Jong, ia lantas dapat tahu bahwa ilmu tenaga dalamnya Ho Tiong Jong tidak seberapa, ia hanya bernyali besar saja menantang mereka bertiga turun tangan semua. Maka mengingat ini, ia terus lompat mundur, kasihkan jitenya menempur sendiri.
Song Boe Ki tidak tahu, Ho Tiong Jong punya ilmu golok ada sangat mempesonakan-Golok bajanya berkelebatan menangkis serangan dan balas menyerang lawan-
cepat sekali pertarungan sudah berjalan tujuh jurus, oet-ti Kang diam-diam mengeluh karena ia masih belum dapat menjatuhkan Ho Tiong Jong, sebentar kalau sudah sepuluh jurus dilewati apa tidak menjadi runyam urusan? Maka dia telah mengerahkan kekuatan tenaga dalamnya dipakai menyerang pada Ho Tiong Jong.
Tekanan tenaga yang hebat itu, membuat Ho Tiong Jong merasa kewalahan, ilmu golok keramatnya dimainkan mulai pelahan, tidak segencar tadi sebelumnya oet-ti Kang menindih dengan kekuatan tenaga dalamnya yang ampuh.
Ho Tiong Jong masih terus bandel, ia tidak mundur terus ia bikin perlawanan dengan jurus jurus berikutnya, Pikirnya, kalau ia sudah menjalankan dua belas jurus yang ia miliki ilmu golok keramat itu, masih juga tidak dapat merubuhkan musuhnya ia akan angkat kaki begitu mendapat kesempatan-
Jurus kesebelas tampak sudah dimainkas habis, belum juga ada perubahan yang menguntungkan kepadanya, maka dalam jurus kedua belas, ia mendesak oet-ti Kang, goloknya satu kali dikelebatkan demikian rupa hingga oet-ti Kang harus lompat mundur untuk mengasih lewat bahaya, justru ini ada lowongan untuk Ho Tiong Jong melarikan diri ia tidak mensia-siakan ketika.
Badannya melesat keluar dari kalangan berkelahi dan mabur, hingga tiga musuhnya yang melihat kejadian itu telah dibikin melongo, Tiba-tiba Song Boe Ki tertawa tergelak- gelak.
"Aku bilang juga apa." katanya dengan bangga, " orang bersemangat tikus begitu mana kuat lama bertanding, Biarlah kasih kesempatan dia lari duluan sampai sepuluh tumbak baru kita mengejarnya, siapa diantara kita yang dapat menangkapnya terlebih dahulu sipengecut itu. Ha ha ha... " Sementara itu Ho Tiong Jong terus lari.
Setelah melewati beberapa pohon besar, pikirnya lebih baik ia menyembunyikan dirinya dibelakang salah satu pohon, Selagi ia celingukan memilih pohon yang dapat digunakan tempat sembunyinya, tiba-tiba mendengar siulan saling susah itulah ada siulan Song Boe Ki dengan dua saudara oet-ti.
Ho Tiong Jong kebingungan juga, ia tidak jadi sembunyi dipohon yang ia hampiri dan teruskan larinya kelain pohon, dimana ia melihat samar-samar seperti ada yang menghadang, ia kira ada ikat pinggang merah yang segera melihat pada goloknya yang saat itu ia hendak ayunkan menyabet pada ikat pinggang itu yang dikiranya ada manusia.
Bukan main Ho Tiong Jong kaget, Kiranya itu ada ikat pinggangnya Li-losat le Ya yang segera terdengar suaranya diatas pohon berkata.
"Hei, hayo kau lekas lekas naik pohon, aku yang nanti menyesatkan mereka"
Berbareng dengan naiknya Ho Tiong Jong, Ie Ya juga sudah lompat turun dan menyelinap dibalik sebuah pohon, Tidak lama, Song Boe Ki dengan dua saudaranya telah datang, Ie Ya melontarkan dua cabang pohon kepadanya, hingga Song Boe Kijadi kaget, dengan angin telapak tangannya ia menangkis dua cabang pohon itu hingga jatuh ketanah, kemudian ia teriaki dua saudaranya untuk menguber lebih lanjut.
Ie Ya sudah lari jauh, disusul terus oleh mereka sebab mengiranya ia ada Ho Tiong Jong. suaranya siulan nyaring saling susul perlahan-lahan telah hilang sendirinya, menyatakan bahwa mereka sudah berada jauh dari Ho Tiong Jong. Dengan perlahan-lahan pemuda itu turun dari atas pohon-
Ia menghela napas, memikirkan kepandaiannya masih belum cukup sempurna untuk digunakan bertanding dengan lawan yang kuat ia menyesal kalau mengingat akan adanya yang tinggi hingga pada enam tahun yang lampau ia mensia-siakan kesempatan, tidak balik lagi kerumahnya Hong Jie dan menerima pelajaran enam jurus lagi ilmu goloknya dari Yayanya si nona.
coba kalau ia sudah mainkan lengkap delapan belas jurus ilmu golok keramat, tentu ia sudah menjadi seorang jago yang memiliki ilmu golok tanpa tanding (Bu-tek Sin-to). Semua sudah berlalu, menyesal juga percuma saja.
Setelah berpikir sejenak. ia mengambil putusan- ia pikir, ie Ya telah membawa tiga muridnya Khu Tok lari kelurusan barat, maka sebaiknya ia mengambil jurusan ketimur supayah tidak berjumpa pula dengan mereka. Tapi kemana ia harus pergi? Malam itu telah berubah gelap keadaan sunyi mulai terasa lagi olehnya. Sambil berjalan pelahan ia segera ia memikirkan nasibnya dikemudian hari, dan sekarang kemana ia harus pergi?
Tanpa merasa ia berjalan sudah melewati puluhan li, hari pun tampak sudah mulai terang, Tidak jauh dari ia berjalan tampak ada sebuah kelenteng (kuil), ia cepatkan tindakannya menuju kesana untuk mengasoh beberapa saat lamanya.
PADA pagi hari udara tampak terang terdengar diluar kelenteng ada lewat beberapa orang yang menunggang kuda menuju ke satu jurusan- Ho Tiong Jong ketarik hatinya, diam-diam ia telah mengikuti jejak mereka.
Kira-kira berjalan setengah lie dari kelenteng. Ho Tiong Jong nampak sebuah benteng yang kokoh kuat, diatasnya terpentang dua bendera tiga segi. Satu dengan latar putih tulisan merah ada tersulam kuda terbang. Satunya lagi latar merah tulisan putih ada berbunyi. "Mengadu kepandaian mengumpulkan Sahabat,"
Ho Tiong Jong menghampiri dan memeriksa keadaan benteng yang besar dan tinggi itu. Didepan benteng ada lapangan yang hias, pintu benteng terdapat disebelah depan dan belakang. Bagian belakangnya tampak bangunannya ada lebih tinggi dan kekar.
Dilihat bangunan itu ada demikian besarnya, maka didalamnya tentu ada luas dan banyak rumah rumah seperti suatu perkampungan saja. Pikirnya Ho Tiong Jong. Dengan dipancangnya bendera yang bertulisan "mengadu kepandaian mengumpulkan sahabat", tentu pocu (kepala benteng) dari benteng besar itu hendak memilih mantu.
Dipasangnya tulisan itu maksud yang sebenarnya tentu hendak memilih pemuda-pemuda, yang kiranya cocok bakal menjadi mantunya.
Perutnya dirasakan lapar. Pikirnya ia tidak ada urusan apa-apa dan untuk terpilih menjadi mantunya pocu juga tidak mungkin, se-baiknya ia masuk kedalam untuk melihat-lihat keadaan disitu. Untuk memuaskan pemandangan, sekalian menonton orang yang akan mengadu kepandaian-
Saat itu tiba-tiba ia melihat ada dua orang muda berkuda berhenti didepan pintu masuk disambut oleh penjaganya dengan berseri hormat. Setelah menyerahkan kudanya kepada pelayan disitu, mereka merapihka n pakaiannya dan langsung masuk kedalam.
Ho Tiong Jong menghela napas.
"Begitulah kalau orang ternama, kedatangannya disambut dengan muka berseri-seri dan dilayani demikian hormatnya." demikian ia berkata sendirian.
Sebelumnya ia bertindak untuk turut juga masuk, tiba-tiba ia melihat ada dua ekor kuda lagi mendatangi dinaiki oleh satu pemuda dan satu wanita cantik. Ketika mereka pada turun dari kudanya didepan pintu benteng sejenak mengawasi keatas pintu yang tertulis Seng- keepo". .Pemuda itu berpinggang langsing, mukanya merah dan gagah, sayang agak bengkok badannya. Umurnya kira-kira tiga puluh tahun-
Yang perempuan parasnya cantik sekali perawakannya tidak ada celanya, umurnya ditaksir duapuluh tahun. Dengan paras bersenyum-senyum ia mengikuti yang lelaki jalan menghampiri pintu benteng, dimana mereka disambut oleh orang yang jaga disitu dengan kelakuan hormat.
Kepada si penjaga anak muda bengkok itu perkenalkan namanya.
"Aku adalah murid dari oey-san-pay bernama Him Toa Ki dan ini ada sumoyku bernama Tiong Ie. Secara kebetulan lawat di- kota Lok-yang ini mendengar bahwa disini ada berkumpul banyak orang gagah maka kami datang untuk bantu meramalkan sebagai penonton-oleh sebab kesusu, maka semua antaran tidak keburu disediakan-.. "
Mengetahui slapa yang datang penjaga benteng dengan kelakuan lebih hormat lagi telah menyilahkan tetamunya ia masuk ke-dalam setelah dua ekor kudanya diserahkan kepada pelayan yang sudah ditugaskan untuk itu. Kembali Ho Tiong Jong menghela napas.
Pikirnya, kalau ia sebentar mau masuk. apakah penjaga benteng akan menyambut padanya demikian hormatnya pula? Tentu tidak sebab ia ada berpakaian kumel dan tidak ternama. Habis, bagaimana? Apakah ia bisa masuk ke dalam benteng?
Tengah ia berjalan mundar mandir sambil menggendong tangan, telah dihampiri oleh seorang yang berbadan tegap. yang sudah lama mengawasi kepadanya. "Hei. sahabat, kau disini jalan mundar-mandir ada urusan apa?" tegur orang itu. Ho Tiong Jong menatap wajah penegurnya sejenak.
"oh, aku bernama Ho Tiong Jong. sebagai seorong kang-ouw dimana juga aku merdeka untukjalan-jalan, untuk apa kau menegurku?" orang itu tampak berubah parasnya.
Ho Tiong Jong ada satu nama yang barusan saja terkenal karena mengalahkan Sepasang orang ganas. Sikapnya orang itu tiba-tiba berubah lunak.
"oh, kau yang bernama Ho Tiong Jong, Perkenalkan, namaku Tham-Khek dan orang telah memberi julukan pa daku si "Ular Kumbang."
Ho Tiong Jong tertawa melihat sikap orang itu hormat padanya.
Ia memang sedang mencari sahabat, maka kebetulan sekali ia dapat berkenalan dengan orang she Tham ini. la sendiri tidak pernah dengar nama si Ular Kumbang, tapi sengaja ia mengumpak.
"oh, nama saudara dengan julukan si Ular Kumbang telah lama aku kagumi, apa Saudara juga ada penghuni dari benteng besar ini ?" Si Ular Kumbang girang mendengar namanya di kagumi.
"Sebaiknya saudara Ho turut masak ke-dalam benteng, untuk menyaksikan keramaian, belajar kenal dengan banyak orang gagah yang sudah pada berkumpul," jawab si Ular Kumbang yang tidak menjawab langsung pertanyaannya si anak muda.
"Ya, memang ada maksudku demikian- cuma dikuatirkan yang menjaga pintu tidak memperkenankan aku masuk." jawab Ho-Tiong Jong.
"Ah, mustahil. Mari aku antar saudara masuk."
Si Ular Kumbang lantas jalanjalan menghampiri penjaga pintu benteng diikuti oleh Ho Tiong Jong Si Ular Kumbang bicara beberapa patah perkataan dengan penjaga pintu, ia ini lalu memanggil pelayan dan menyilahkan Ho Tiong Jong masuk.
Pelayan antar Ho Tiong Jong ke sebuah rumah berloteng yang bertulisan- Tempat berkumpul tetamu. Dikanan kirinya rumah berloteng itu ada dibangun rumah-rumah yang bagus bagus.
Mengikuti si pelayan Ho Tiong Jong masuk kedalam sebuah kamar yang diperlengkapi komplit dan menarik hati.
"Disinilah ada tempat tidur Ho Siang kong?" kata si pelayan, ketika hendak meninggalkan Ho Tiong Jong. "Harap Ho Siangkong perhatikan tanda jam makan tetamu, yalah bunyi kentongan tiga kali. Tidak akan dipanggil sendiri-sendiri."
"Terima kasih." kata Ho Tiong Jong sambil anggukkan kepalanya bersenyum^
Ho Tiong Jong setelah berada sendirian dalam kamar, pikirannya terkenang pada masa lima tahun yang telah berselang, makan dirumahnya si orang tua engkongnya Hong Jie ia juga mendapat kamar seperti itu, yalah kamar ia untuk bersemedhi.
Tingkah lakunya dan romannya yang mungil menarik dari si dara cilik Hong Jie, yang sekarang entah bagaimana kecantikannya sebab sudah dewasa, saat itu telah terbayang d ihadapan matanya Ho Tiong Jong. Ia diam-diam menghela napas.
Dalam kamar itu ia tidak tiduran, tiduran terus bersemedhi sampai kemudian terdengar ada tiga kali suara kentongan-
Perutnya sudah lama minta diisi, maka tidak heran kalau ia sudah tergesa-gesa meninggalkan kamarnya untuk pergi ke ruangan makan-Beberapa orang yang melihat dandanannya diam-diam pada bersenyum.
la merasa asing setelah berada dalam ruangan makan, karena tidak ada seorangpun yang ia kenali.
Untung ada orang yang memanggil padanya untuk diajak sama sama duduk makan, ia tanpa sungkan sungkan lagi sudah menghampiri dan ambil tempat duduknya. Satu meja untuk empat orang makan.
Tiga kawannya semeja Ho Tiong Jong memperkenalkan namanya Kiauw Jang, Hoi Jang dan Soe coe Liang, tiga orang yang Ho Tiong Jong ingat pernah dengar namanya ada dari kalangan penjahat yang ulung.
Dalam tempo sebentar saja mereka sudah bikin Ho Tiong Jong tidak merasa asing lagi akan dirinya dan saban-saban menyalahkan ia mengambil makanannya tanpa malu malu.
Diam diam Ho Tiong Jong menanya pada dirinya sendiri. Apakah mereka kenal dengan "Sepasang orang ganas"?"
Tapi kemudian ia tidak pikirkan lagi tiga-orang itu dari kalangan jahat atau baik, sebab buktinya menyenangkan padanya dalam makan minum itu. Mereka bersenda gurau dengan jenaka sekali seperti juga terhadap kawan lama. Ho Tiong Jong merasa puas dapat kawan semeja dengan mereka ini.
Setelah selesai makan, Ho Tiong Jong balik lagi kekamarnya untuk tiduran menghilangkan mabuknya karena banyak menenggak arak. Tapi saat itu sedang panasnya, mana ia betah tinggal
didalam kamar? ia tidak bisa tidur, lalu pergi keluar untuk mencari hawa adem. Baru saja ia berjalan dipintu luar, tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang wanita yang sangat cantik.
Hatinya Ho Tiong Jong berdebaran ketika matanya berbentrokan dengan mata si nona yang jeli halus, mulutnya yang mungil menyungging senyuman memikat hati.
Pikirnya, ia tentu ada nona dari Seng- keepo. Tidak baik ia berpandangan dengan seorang gadis yang belum dikenalnya, maka ia lalu tundukkan kepalanya. Sejenak. ketika ia mengangkat kepalanya lagi si cantik sudah menghilang entah kemana.
Ia terus berjalan keluar, dimana ia berjumpa dengan nona cing ie yang cantik didampingi oleh suhengnya Him Toa Ki yang terkenal dengan julukannya cek- bin Thian-ong (Raja Langit Muka Merah) yang sedang mengobrol dengan Song Boe Ki dan dua saudara oet ti.
Sebenarnya Ho Tiong Jong mau pura-pura tidak melihat mereka, tapi Song Boe Ki tiba-tiba menegur "oh, sahabat Ho juga ada disini? Betul seperti kata peribahasa, sebegitu lama manusia bernapas satu waktu dapat berjumpah lagi. Bagaimana dengan sahabat Ho setelah kita berpisahan-"
Berkata demikian manis untuk yang tidak tahu duduknya urusan, tapi pahit untuk Ho Tiong Jong yang menjadi pecundang dari tiga murid Siluman KhuTok. Ho Tiong Jong tidak bisa menjawab, ta tebalkan muka untuk tertawa.
"Ya. saudara Song. "Tiba-tiba Him Toa Ki berkata pada Song Boe Kie, "dia siapa gurunya ? Apa kau suka jadi perantara untuk aku belajar kenal dengan-.. "
"oh, dia ada seorang yang tidak laku di- semua kantor Piauwkiok. Banyak kali ia melamar pekerjaan jadi Piauwsu selalu ditolak." sebelum Song Boe Ki bicara habis. Ho Tiong Jong menyelak.
"Aku yang rendah bernama Ho Tiong Jong seorang tidak berguna sudah lama aku mengagumi nama Him Tay hiap dan sumoy nona .. "
"Sudah, sudah, jangan mengumpak-ngumpak orang." memotong Him Toa Kie. "Menurut saudara song di dekat sebuah gunung Hui cui yang banyak binatangnya itu. bagaimana kalau kita sama-sama pergi ke sana untuk berburu ?"
Belum Ho Tiong Jong menjawab, cong Ie menyeletuk.
"Hei, bukankah kau bernama Ho Tiong Jong yang menga... "
"Husst " memotong suhengnya, sambil mengedipkan matanya pada sang sumoy hingga nona
cong tak jadi meneruskan kata-katanya. Ho Tiong Jong hanya bersenyum
"Mari, mari kita pergi, bagaimana, apa saudara Ho suka turut?" Him Toa Ki berkata lagi pada Ho Tiong Jong
"Aku mau turut, cuma cuma aku tidak punyaku... "
Belum lampias kata-katanya ia dibikin heran dengan munculnya seorang pelayan menuntun seekor kuda bagus, komplit dengan golok baja kegemarannya.
"Ho Siang kong" kata si pelayan, "karen tentu kau ingin pesiar dengan naik kuda, maka majikanku sengaja telah mengirim kuda ini untukmu?"
Ho Tiong Jong kemekmek. belum ia membuka mulutnya atau pelayan tadi sudah menghilang dari pandangannya.
"Bagus, bagus... " kata Him Toa Ki sambil ketawa terbahak-bahak. "Barusan saudara Ho mau bilang tidak punya kuda eh, mendadak muncul kuda sebagus ini... " Demikian mereka telah pergi berburu dengan masing-masing naik kuda.
sepanjang jalan Ho Tiong Jong masih memikirkan halnya kuda yang diberikan untuk ia pakai. Kudanya mungkin tidak mengherankan, sebab mungkin tuan ramah ada menaruh perhatian akan kepercayaannya sang tetamu, akan tetapi itu golok juga bukannya golok sembarangan- Betul-betul ia tidak habis mengerti.
Beranjau naik kuda turun dan naik gunung sampai sepuluh li jauhnya.
Sepanjang jalan Ho Tiong Jong selalu digocek dan mau dibikin celaka oleh musuhnya, akan tetapi selalu ia dapat menghindarkan dirinya.
Siluman Khoe Tok dengan oei-san-pay memang ada menaruh ganjalan, maka tiga muridnya juga anggap dua orang suheng dan sumoy yang berada diantara mereka itu ada musuh-musuhnya. Kiranya ganjalan bukan saja dibuktikan dengan kekuatan tenaga orang atau senjata, akan tetapi jaga dengan cara berkuda orang mau mengunjukkan keunggulannya.
Jadi mereka telah berlompat- lompat naik dan turun gunung, untuk membuktikan siapa diantar mereka yang mahir mengendalikan binatang kaki empat itu.
Nona cong ie mengenakan baju hijau dan kudanya berbulu kuning bagus. Ia mahir sekali menunggang kuda, ketambahan kudanya bagus maka ia kelihatannya yang paling hebat berlomba, dibelakangnya ada Ho Tiong Jong yang terus mengintil.
Bukannya tidak tahu disepanjang jalan tiga musuhnya selalu main mata untuk menyelakakan dirinya, akan tetapi ia tidak berdaya akan menimpanya dengan kekuatan maka sebisa-bisa ia mencari akal untuk menghindari dirinya dari bahaya.
cong ie yang melihat Ho Tiong Jong terus mengintil dibelakang tidak dapat merendenginya ia berkuda, maka ia berhentikan kudanya menunggu. Setelah Ho Tiong Jong sampai meneruskan berkudanya berendeng.
"Engko Ho," tiba-tiba cong ie berkata, "aku lihat kudamu baik dan larinya tentu hebat, tapi kenapa kau ketinggalan saja?" Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia hanya bersenyum.
cong ie ada putrinya Tlong coe Goan, ketua oei-san-pay. Sedang Him Ton Ki apa murid kesayangannya cong coe Goan, belakang hari yang menggantikan cong coe Goan tentu Him Toa Ki sebagai ciang bun jin (ketua partai).
Sebagai putri tunggal, cong ie sangat dimanja oleh orang tuanya.Tidak heran kalau ia kolokan dan adatnya sangat congkak.
Melihat Ho Tiong Jong diam saja atas penanyaanya tadi, maka dengan sengaja ia sabet kudanya dan dikaburkan- ia tidak kira Ho Tiong Jong masih bisa mengintil terus dibelakangnya dalam jarak yang tertentu.
Ketika hendak menaiki gunung. cong ie berteriak. "Engko Ho.hayo kita berlomba naik gunung, siapa yang sampai terlebih dahulu kesana"
Ho Tiong Jong tidak menjawab, hanya bedal kudanya menyusul si nona yang sudah larikan kudanya terlebih dahulu. Banyak selat-selat gunung yang berbahaya telah di lalui oleh mereka, hampir-hampir diantara-nya masuk jurang. cong ie ternyata tenaga dalamnya cukup mahir ia gunakan itu untuk imbangan sehingga kudanya tidak sampai jatuh kedalam jurang.
Ketika sampai disatu tempat, cong ie menanya pada Ho Tiong Jong. "Engko Ho, apa kau berani untuk naik terus?"
Ho Tiong Jong sebenarnya sudah tidak mau meneruskan naik gunung, karena semakin lama jalanan sudah jadi semakin sempit saja, tapi karena ia merasa malu kalau mesti menyebutkan tidak berani, maka ia berkata.
"Nona Tiong, baik aku iringi kehendakmu jikalau kau masih ada minat untuk naik terus."
cong ie bersenyum manis, matanya mengerling galak, hingga Ho Tiong Jong tidak berani menatapnya wajah yang cantik itu lama-lama. Si nona lalu keprak kudanya lagi untuk naik terus.
Betul betul putri ketua oey-San-pay ini tidak mengenal takut. ia jalankan kudanya sampai ditempat yang tidak dapat dilalui oleh dua ekor kuda berendeng diteruskan keselat dimana sang kuda tak dapat memutarkan badannya lagi. Sampai ditempai itu barulah si nona geleng-geleng kepala.
Dengan Ho Tiong Jong ia mencari akal bagai mana baiknya untuk membalikan tunggangannya masing masing supaya bisa kembali,
"Nona cong, kalau tadi kau tidak nekad, sekarang kita tak akan menemui kesukaran ini." terdengar si pemuda seperti yang menyesali kawannya.
"Engko Ho, kalau tadi kau menampik ajakanku tentu kita tidak akan menemui kesukaran ini." si nona membalas menyesali: Ho Tiong Jong tidak berdaya di-kik balik oleh cong ie.
Melihat anak muda itu membisu si nona berkata lagi. "Engko Ho, kau tidak seharusnya menyesali aku sebab kalau kau tidak mau tentu juga aku tidak akan datang disini sendirian-Sekarang ibarat beras menjadi bubur mau apa lagi? Selainnya kita mencari daya bagaimana kita akali supaya kuda kita bisa berbalik badannya, bukan?" Ho Tiong Jong tertawa murung mendengar alasannya si nona. Mereka bercakap-cakap sambil duduk di atasnya batu besar.
Ho Tiong Jong lantas gerakan badannya turun kebawah mencari tali, tapi barang yang dicarinya tidak diketemukan- Terpaksa ia naik lagi dengan perasaan agak bingung menghadapi kesulitan diatas selat gunung yang sunyi itu.
"Kau turun kebawah mau apa?" tanya si nona, ketika melihat Ko Tiong Jong sudah naik kembali.
"Aku mencari tali."
"Tali untuk apa ?"
"Mengikat leher kuda untuk ditarik keatas supaya badannya bisa berbalik."
cong ie bersenyum. Kemudian ia mengeluarkan selendang panjang yang menyiarkan bau harum menusuk hidung. " inilah, kau boleh pakai." kata si nona sambil menyerahkan selendangnya.
Ho Tiong Jong menyambuti sambil tertawa nyengir.
Bau harum selendang itu membuat semangatnya Ho Tiong Jong terbangun, ia kerjakan akalnya dengan bantuannya cong ie, benar saja ia berhasil memutar badannya kuda mereka menghadap balik ke ke tempat asalnya
Makan tempo juga pekerjaan itu, tapi berhasil setelah dikerjakan dengan tidak mengenal sulit karena sebelum mereka melakukan pekerjaannya itu sambil pasang omong dalam soal soal yang menarik dan menggembirakan hati.