Golok Sakti Bab 01 : Ilmu Golok Keramat

Bab 01 : Ilmu Golok Keramat

I

PADA suatu musim rontok...

Tiupannya sang angin diwaktu malam meresap ketulang-tulang, dijalan raya dari kota See-an tampak sangat sepi, seakan-akan orang merasa segan untuk berkeluyuran sekalipun sang rembulan tampak terang benderang, menerangi jagat yang luas.

Sunyi senyap, hanya terdengar sayup-sayup meniupnya sang angin. Saat itu tiba-tiba pintu salah satu rumah penginapan terbuka, tampak dengan perlahan-lahan ada berjalan keluar seorang muda.

Sambil menggendong tangannya, pemuda itu telah jalan dijalan raya dengan banyak pikiran ngelamun rupanya, sebab saban-saban ia merandek mengawasi pada sang putri malam, siapa seolah-olah dianggap kawan satu-satunya pada malam yang sunyi itu.

Pemuda itu berperawakan tegap. hidungnya mancung, matanya bersinar jernih, cakap dan tampan keadaan pemuda itu, hanya sayang ia mengenakan pakaian yang apak tidak terurus suatu tanda bahwa ia bukannya dari golongan mampu.

Meskipun dalam pakaian yang agak mesum, kenyataannya tidak menghilangkan air muka yang gagah dan tampan, perawakannya yang kokoh kekar, Suatu tubuh yang sempurna yang menjadi idaman-idamannya para pemudi.

Selama berjalan dengan sebentar- bentar merandek mengawasi rembulan yang indah terang, sering helaan napasnya, seperti juga ia sedang sangat berduka.

Kini ia sudah berumur dua puluh satu tahun, bekerja pada satu kantor Piauw-kiok (perusahaan mengantar barang). Sejak kecil ia kerja, yalah dari jaman jadi pesuruh sehingga sekarang-sudah dewasa ia merasakan dirinya tidak ada majunya, meskipun ia banyak tahu segala urusan Piauw-kiok dan kenal banyak orang dan mempunyai banyak sahabat.

Itulah disebabkan ia dikenal hanya satu pemuda biasa saja, tidak kenal ilmu silat. Dalam perusahaan piauw justru sangat dipentingkan orang yang pandai silat, untuk dijadikan piauwsu (tukang antar barang), untuk melindungi barang-barang yang diantarnya di perjalanan jangan sampai kena diganggu oleh orang jahat.

Disamping pandai silat juga orang yang menjadi piauwsu harus bisa menyesuaikan diri, pandai bicara dan merendah diwaktu perlu dan bengis juga jikalau temponya meminta itu. Justru pemuda ini tidak ada mempunyai kepandaian yang sempurna itu maka meskipun sudah lama bekerja dalam perusahaan piauw tidak juga ia mendapat kenaikan pangkat dalam penghidupannya.

Inilah ada pandangannya Piauwtao (kepala pengantar barang) saja atas dirinya anak muda itu, sedang yang sebenarnya diam-diam ia sudah mempunyai kepandaian yang boleh ditonjolkan diantara kawan kawannya mungkin juga sesama kawan sekerjanya tidak ada yang tahan menempur anak muda itu. Justru ia tidak pernah memperlihatkan kepandaiannya itu, maka diantara kawan-kawannya menganggap ia hanya seorang muda biasa saja yang tidak punya kepandaian bu (ilmu silat), bahkan diantaranya ada yang menganggap ia pemuda tolol penakut.

Cara bagaimana ia mendapatkan kepandaian silatnya itu? Itulah adalah kejadian pada lima tahun yang lampau, ia waktu itu baru berumur enam belas tahun. Kejadian dikota Kilam, ketika pada suatu hari ia sedang jalan melewati sebuah sawah ia menemukan seorang anak kecil perempuan berumur dua belas tahun sedang menangis di pinggir sawah karena boneka mainannya telah kecemplung kedalam sawah yang banyak airnya. Ia takut turun untuk mengambilnya, maka ia jadi menangis sendirian.

Dilihat dari pakaiannya, sigadis cilik itu mengenakan pakaian yang mewah, ada suatu tanda bahwa ia anak seorang hartawan- Lantaran pakaiannya yarg bagus itu rupanya yang membuat ia takut nyebur kedalam sawah untuk mengambil bonekanya. Anak muda itu lalu menghampiri dan menanya. "Hei, adik cilik,kenapa kau menangis sendirian disini?"

Sambil menyusut air matanya dan masih terisak-isak, tangannya yang mungil menunjuk kesawah di mana bonekanya sedang ngambang disana.

"Adik kecil, kau jangan nangis, nanti aku tolong ambilkan untuk kau," kata si pemuda berbareng ia telah membuka sepatunya dan menggulung naik celananya.

Si gadis cilik tidak menjawab, harya ia segera berhenti menangisnya dan mengawasi si anak muda yang ngerobok kedalam sawah untuk mengambilkan barang mainannya.

Waktu itu keadaan udara sangat dinginnya, angin meniup tidak berhentinya, akan tetapi si pemuda tidak menghiraukan itu semua dan melanjutkan pertolongannya. Ketika ia sudah naik kembali, ia serahkan boneka itu kepada pemiliknya.

Bukan main girangnya si nona cilik, bukan saja ia berhenti menangis, bahkan tersenyum-senyum memperlihatkan air mukanya yang manis menarik dan sepasang sujennya yang tak dapat dilupakan begitu saja.

"Koko, kau baik sekali sudah tolong ambilkan bonekaku." katanya dengan sikap berterima kasih.

"Adik kecil, bonekamu aku sudah tolong ambilkan, harap jangan dilemparkan lagi ketengah sawah, sebab nanti tidak ada yang mau ambilkan, karena aku sudah pergi jauh dari sini." Anak muda itu ketawa, menyambut senyumannya sinona cilik.

"Koko kalau saja Yayaku ada disini tentu dia akan menghaturkan terima kasih...., " sambung suara nyaring dibelakang mereka, entah sejak kapan ada orang dibelakangnya dua orang itu.

Ketika mereka berpaling dengan kaget, ternyata orang yang menyambung perkataannya sinona cilik ada engkongnya sendiri. Lekas Sinona memburu dan memeluk pahanya sang engkong menggelendot dengan roman yang aleman sekali.

"Ha, ha, ha, bagus " kata orang tua tadi sambil mengelus-elus kepalanya sang cucu. "Kau terima budi. Yayamu yang disuruh membilang terima kasih."

"Yaya, kau sombong betul," jawab sang cucu, sambil mencubit pahanya sang engkong Matanya terus mengawaskan padaanak muda didepannya, ia meneruskan berkata. "Yaya, coba lihat itu koko kedinginan, apa kau tega antapkan saja dia dalam keadaan demikian sedang dia sudah memberikan pertolongan kepada Hong Jie." Sang engkong mengawasi pada anak muda didepannya.

"Eh, Yaya, apakah tidak baik Hong Jie ajari dia ilmu bersemedhi, supaya dia bisa tahan dingin dan tidak menggigil seperti sekarang?"

Sang engkong melengak mendengar kata-kata cucunya.

"Hong Jie, kau ada satu anak perempuan mana boleh berlaku demikian?" sang engkong berkata sambil mengelus-elus jenggotnya yang panjang.

Si gadis cilik yarg bernama Hong Jie jebikan bibirnya cemberut, hingga sang engkong tidak tahan kalau tidak ketawa.

"Kalau Hong Jie tidak boleh menurunkan pelajaran itu, Yaya yang harus mengajarnya baru berarti kita pulang terima kasih, hi hi, hi... " gadis cilik itu cekikikan ketawa.

Lucu sekali lagaknya. Tadi ia menjebikan bibirnya yang mungil, cemberut seperti yang marah kepada engkongnya, sekarang ia cekikikan ketawa dengan manisnya, teralami sujennya yang membuat sianak muda yang menyaksikannya tak dapat melupakannya. Sungguh manis sekali anak ini, entah kalau dia sudah jadi besar, tentu luar biasa cantiknya dan murah hati kepada sesamanya demikian diam-diam ia berkata dalam hatinya.

Sementara itu hawa dingin sudah menyerang dengan hebatnya, lamerasakan tubuhnya kesemutan, hampir-hampir ia tidak dapat berdiri tegak.

"Hei, bocah kau sebenarnya dari mana dan siapa namamu?" tanya engkong si Hong Jie

"Aku aku she Ho dan bernama Tiong Jong adalah... " ia tak dapat meneruskan bicaranya,

karena tidak tahan bibirnya bergemetaran, tubuhnya menggigil kedinginan, hingga sigadis cilik yang melihatnya menjadi kaget dan berteriak pada engkongnya.

"Hei, Yaya kau jangan biarkan koko mati kedinginan"

Orang tua itu juga kasihan melihat keadaannya IHo Tiong Jong, sebab ia sampai demikian keadaannya gara gara ngerobok dalam sawah untuk mengambilkan boneka anaknya, maka ia cepat merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah botol kecil. Dari mana ia mengeluarkan sebutir pil diberikan kepada Ho Tiong Jong sambil berkata.

"Hei, bocah, cepat-cepat kau telan obat ini untuk mengusir hawa dingin dan keadaanmu akan pulih kembali dalam waktu sekejapan saja."

"Koko. kau lekas lekas menelannya."

Hong Jie menimbrung, parasnya menunjuk rasa kuatir, akan tetapi wajahnya tetap ramai dengan senyuman-

Ho Tiong Jong sebenarnya ada satu pemuda yang angkuh adatnya, ia tidak mau gampang gampang menerima budi orang, tapi karena melihat si orang tua dan gadisnya ada demikian sungguh-sungguh kelihatannya memberikan obatnya, maka ia mau juga menerimanya dan terus ditelannya.

Benar saja obat itu manjur sebab ketika sudah berada diperutnya perlahan-lahan ia merasakan ada hawa panas yang mendorong hawa dingin dan tubuhnya lantas tidak begitu kedinginan lagi, akan kemudian sudah kembali normal. Diam-diam ia merasa kagum akan obatnya si orang tua yang demikian mustajab.

"Banyak terima kasih atas pertolorgan lo-pe, sehingga sekarang aku sudah sembuh dari kedinginan-" kata Ho Tiong Jong dengan hormat.

Orang tua itu ketawa bergelak-gelak. "Hei. bocah kau tahu obat yang tadi kukasihkan padamu? Ia ada pil Siauw yang-tan bikinan leluhurku, siapa yang makan pil itu bukan saja khasiatnya untuk menolak hawa dingin akan tetapi juga dapat memberikan tenaga tanpa disadari."

Ho Tiong Jong hanya anggukan kepalanya.

"Bocah," kata lagi siorang tua, "kalau nama mu Tiong Jong tentu kau ada anak yang ke dua. Kau sebenarnya anak siapa dan apa kerjanya orang tuamu?"

Ho Tiong Jong geleng-gelengkan kepalanya. "Aku sebatang kara, tidak kenal engko dan tidak kenal orang tua, dimana mereka berada aku juga tidak tahu," jawabnya.

Orang tua itu setelah melengak sejenak lalu berkata lagi. "Kasihan, kau sudah sebatang kara, sekarang kau bekerja apa?"

"Aku bekerja pada kantor Piauw-kiok. "jawab Ho Tiong Jong singkat.

Anak muda itu tampak kurang puas melayani orang tua itu bicara, karena sikapnya si orang tua agak tawar dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan agaknya seperti terpaksa.

"Yaya," menyelak si gadis cilik, "koko barusan sudah menelan Siauw yang-tan, pengaruhnya pil ini hanya beberapa hari saja tidak lebih baik ajak dia pulang kerumah untuk diajari ilmu bersemedhi supaya dia tidak kedinginan lagi?"

"Hong Jie, kau terlalu banyak omong," Sang engkong menyesali.

"Yaya, kalau kau keberatan, Hong Jie yang mengajari dia... "

"Hong Jie" memotong sang engkong. "Apa barusan kau tidak dengar Yayamu bilang bahwa kau ada orang perempuan, mana boleh berbuat demikian?"

"Tapi Yaya, aku kasihan padanya. Dia sudah menolong aku, maka sepantasnya kalau aku membalas budinya dengan mengasih apa-apa yang berarti."

Sang engkong kewalahan dengan cucunya yang bawel. Meskipun usianya masih kecil, ternyata tadi cilik ini pintar dan sering bikin orang tuanya kewalahan kalau berdebat dengannya.

"Ya sudah, aku nanti ajarkan dia ilmu yang berani, sebagai tanda terima kasihnya kau, anak bawel" Sang engkong berkata sambil ketawa.

Sigadis cilik monyongkan mulutnya yang mungil tapi diam diam dalam hatinya merasa sangat girang engkongnya meluluskan keinginannya. Ia lalu menghampiri Ho Tiong Jong kepada siapa ia berkata. "Koko, mari ikut kami pulang, Disana kau akan diacari ilmu yang membikin tubuhmu sehat segar, tidak takut dingin lagi."

"Terima kasih, dik, kau baik sekali lapi... "

"Tapi apa? Jangan pakai tapi, kalau kau mau mengangkat nama sebagai laki-laki harus mempunyai ilmu yang berarti. Kalau kau lepaskan kesempatan ini. kau akan menyesal selama-lamanya, "

Ho Tiong Jong tundukkan kepalanya.

Sebenarnya ia hendak menolak undangannya sang adik kecil itu, karena melihat sikap si orang tua yang tidak mencocokan hatinya. Akan tetapi, mendengar kata kata si gadis cilik yang belakangan, membikin semangatnya terbangun.

Matanya mengawasi sejenak kepada si orang tua didepannya, seakan-akan ia hendak menilai apakah benar orang tua ini ada mempunyai ilmu yang akan mengangkat nadanya dikemudian hari?

"Kau jangan ragu-ragu, asal otakmu encer dan cepat menyangkok apa yang dipelajari oleh Yayaku. aku tanggung kau akan ternama. Ilmu... ilmunya... " sampai disini si gadis melirik pada engkongnya yang terus menyaksikan tingkah lakunya sedang membujuk si anak muda, Hampir berbisik suaranya ia meneruskan- "llmu tenaga dalamnya dan golok keramatnya tanpa tandingan didunia ini."

Ho Tiong Jong kaget dibuatnya. Matanya membelalak mengawasi Hong Jie yang lucu dan jenaka segala gerak-geriknya.

Mengingat kebaikannya si gadis cilik yang dengan sungguh sungguh memperhatikan dirinya, maka ia mau juga datang ke rumahnya si orang tua. dimana sejak hari itu ia telah di ajari ilmu mengatur pernapasan-

Sehari lewat sehari ia bersemedi, merasa bahwa kemajuan apa-apa tidak dirasakan olehnya selain badannya dirasakan lebih segar dan enteng. Pada suatu hari ketika ia sedang menjalankan latihannya, engkongnya Hong Jie datang diluar tahunya. Orang tua itu mengawasi lama juga, akhirnya berkata pada dirinya sendiri.

"Ah, tak diragukan lagi memang bocah ini bagus sekali tulang bakatnya. Kalau dia dapat meyakinkan dengan mahir ilmu goloknya, pasti dikalangan kangouw sukar ia mencari tandingannya "

Kemudian ia berdehem, hingga Ho Tiong Jong yang sedang bersemedhi membuka matanya. Ketika ia bergerak hendak bangun memberi hormat dicegah oleh si orang tua itu yang berkata.

"Bocah, bakatmu aku lihat bagus sekali. Aku mau menurunkan padamu ilmu golok delapan belas jurus yang lihay sekali. Ilmu golok itu asalnya dari Siauw-lim-si bukan ciptaanku sendiri. Asal kau sudah mahir dengan delapan belas jurus ini, jikalau bertempur, belum habis kau menjalankan delapan- belas jurus ilmu golokmu itu pasti musuhmu sudah ngacir. kalau tidak kena dipukul rubuh tanpa ampun, bagaimana, apa kau suka belajar ilmu ini ?" Ho Tiong Jong sangat girang hatinya, tapi ia tidak utarakan itu jawabannya.

"Terima kasih atas perhatian lope" katanya. "Kalau lope suka menurunkan ilmu itu kepadaku bagaimana aku tidak menjadi girang ? Budi mana tentu aku tak dapat melupakannya. "

Sambil mengurut- urut jenggotnya orang tua itu tertawa.

Mulai hari itu Ho Tiong Jong telah di gembleng dalam pelajaran ilmu golok keramat atau Butek sin-to (ilmu golok tanpa tandingan). Berkat otaknya yang encer, kemauan hati yang keras, membuat dalam sedikit tempo saja Ho Tiong Jong telah mendapat kemajuan yang pesat sekali.

Dua belas jurus ilmu golok dari jumlah delapan belas jurus telah ia apal betul, hingga orang tua itu melihatnya merasa sangat girang dan kagum akan kemajuannya bocah yang tidak dikenal siapa orang tuanya itu.

Tapi entah sifatnya memang begitu, atau ia ada sedikit memandang rendah kepada sebocah yang tidak ketahuan asal-usulnya, si-orang tua selama waktu-waktu menurunkan pelajarannya telah menunjuk sikap yang dingin terhadap Ho Tiong Jong, hingga pemuda ini merasa tidak enak

hati.

Demikian, pada suatu hari Ho Tiong Jong panggil oleh orang tua itu dan berkata kepadanya.

"Tiong Jong. sekarang kau boleh pulang. Kau teruskan latihanmu selama setahun yang mendatang, jikalau kau sudah memahirkan ilmu mengentengkan tubuh sampai bisa melompati loteng beberapa tingkat, kau boleh bilik kembali kesini dan aku akan terima kau menjadi muridku. Itu enam jurus lagi dari ilmu golokmu yang belum kau dapati, akan kuturunkan semuanya kepadamu. Nah, sekarang kau boleh berangkat pulang."

Ho Tiang Jong yang mendengar bicaranya orang tua menjadi kesima. ia berdiri terpaku mengawasi si orang tua, sebab ia tidak menyangka sekali dirinya dipanggil buat terima pesenan tadi yang tidak enak didengarnya.

Ia menganggap seakan-akan si orang tua itu mengusir pada dirinya.

Sebenarnya ia sudah mulai betah dalam rumahnya si orang tua, selainnya hari-hari ia menerima pelajaran ilmu golok dari orang tua itu, diwaktu waktu yang senggang Hong Jie suka menemani padanya. Kelakuannya gadis cilik itu yang lucu jenaka membuat ia tidak merasa bahwa dirinya hidup dalam dunia ini ada sebatang kara.

Sering Hong Jie membawakan makanan apa apa kepadanya dan ngobrol kebarat ketimur dengan gembira. Bukan saja ia tidak merasa kesepian, malah semangatnya terbangun untuk meyakinkan ilmunya dengan sungguh-sungguh untuk menjadi satu pendekar. Semua itu ada anjurannya si dara cilik yang manis menarik hati.

Tapi sekarang ia disuruh berlalu dengan tiba-tiba seolah-olah ia di usir oleh Yaya-nya si gadis. Hatinya yang tinggi, angkuh dan tidak mudah dihina orang, mengangap si orang tua sudah tidak senang akan dirinya.

Maka dalam gusarnya, ia sudah meninggalkan rumah itu tanpa pamit dari orang tua yang baik hari itu, dan juga dari si dara cilik yang melepas budi kepadanya. Ia tidak balik kembali dalam tempo setahun seperti dipesan si orang tua.

Kini setelah sang waktu lewat lima tahun, tiba-tiba perasaan menyesal telah mengaduk dalam otaknya. Dibawahnya sinarnya rembulau yang terang, ia termenung-menung memikirkan pada kejadian lima tahun yang lampau.

Dipikir dalam-dalam lamerasa dirinya betul-betul tidak tahu diri, tidak punya perasaan terima kasih kepada si orang tua yang menurunkan pelajaran dua belas jurus ilmu golok keramat kepadanya dan melupakan Hong Jie yang lucu menarik.

Semakin diingat ia semakin terkenang kepada dua orang itu, lebih lebih terhadap si dara cilik dengan sujennya yang menyolok pada saat ia ketawa tidak bisa dilupakan olehnya.

Entah Hong Jie sekarang ini tentu ia sudah besar dan menjadi seorang gadis cantik menarik dan membuat tiap pemuda terpesona karenanya.

Selama lima tahun itu tidak putusnya Ho Tiong Jong berlatih ilmu golok keramatnya hingga tidak heran kalau untuk dua belas jurus itu ilmunya sudah apal benar. ia pikir sekarang ia sudah mahir dalam ilmu itu, sekalipun belum pernah dijajal karena tidak ada musuhnya, sebaiknya ia membeli sebilah Golok baja untuk digantung dipinggangnya, dengan mana dirinya tidak akan dipandang tolol penakut lagi.

Pada malam itu, selagi ia melamun enak enaknya mengenangkan pada jaman lima tahun yang lampau, tiba-tiba ia dikagetkan oleh munculnya seorang muda dengan dandanan seperti satu pelajar. Pemuda itu cakap sekali, mukanya putih dan bibirnya merah, gigi putih matanya jeli ditawungi oleh alis yang melengkung indah sekali, hingga Ho Tiong Jong yang melihatnya dibikin terpesona menyaksikan seorang muda yang demikian cakapnya.

Ketika pemuda itu lewat didepannya, tiba-tiba hentikan tindakannya dan tertawa kepadanya. Ho Tiong Jong jawab ini dengan anggukkan kepalanya.

"Sahabat," tiba-tiba pemuda pelajar itu berkata, " langit dan laut sama-sama biru warna nya, aku tidak akan menanya apa yang lampau, hanya ingin mengetahui apa maksudmu menggadangi sang rembulan?"

Suaranya itu kedengaran sangat merdu, terasa berkumandang dalam telinganya. Ho Tiong Jong gelisah, karena ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan dengan kata-katanya pemuda pelajar tadi.

Melihat Ho Tiong Jong membisu, pemuda pelajar itu telah perdengarkan pula suranya yang merdu.

"Menurut pandanganku, kau adalah seorang yang alim. Aku sebenarnya baru pulang dari luar kota dan menikmati bulan yang cemerlang ini. Kalau melihat tanah seperti bertaburan perak karena sorotnya sang dewi malam, aku merasa seperti hidup bukannya di dunia yang penuh manusia "

Ho Tiong Jong hanya anggukkan kepalanya, ia tidak tahu apa yang ia harus jawab akan kata-katanya pemuda pelajar itu.

"Aku bernama Seng Giok Cin," kata pula si pemuda pelajar, "sudilah kau memperkenalkan namamu juga? "

Belum pertanyaan ini dijawab, pemuda pelajar itu melihat pakaiannya Ho Tiong Jong yang cumpang camping, membikin ia kerutkan alisnya yaag lentik sejenak lalu menyambung perkataannya. "Ya, geloranya sang ombak. selalu menimbulkan rupa rupa perasaan dalam sanubari kita. Rupanya aku bawel dan telah membingungkan pikiranmu bukan?"

"Ya maafkan aku, Seng Siang kong. Aku karena tidak bersekolah, maka sudah tidak mengerti dengan kata-katamu barusan itu, apa yang seberarnya kau ada maksudkan?" Demikian Ho Tiong Jong paksakan berkata dan pura-pura batuk-batuk.

"Hei, kau berada disini ada urusan apa?" tanya si pemuda jengkel.

"Aku? Aku bekerja dalam perusahaan mengantar barang."

" celaka dua belas. aku sudah capai menggoyang lidah, jawabannya hanya secara tolol ini."

Setelah berludah, pemuda pelajar itu mengangkat kakinya berlalu, tapi belum ia berjalan jauh tiba-tiba memalingkan kepalanya dan berkata. "ia kau ini memang berbadan tegap"

Ho Tiong Jong bengong mendengar kata-katanya si pemuda pelajar yang ia tidak dapat menangkap sama sekali tujuan atau maksudnya. ia sebenarnya ingin bersahabat, tapi melihat pakaiannya yang mewah dan kata-katanya yang sukar dimengerti dari pemuda pelajar itu, membikin ia tidak berani bicara hal persahabatan-

Malam itu ia tidak menemukan apa-apa yang dapat menghibur hatinya, bahkan menjadi pusing memikirkan kelakuannya si pemuda pelajar tadi ia kembali ke penginapannya dan masuk tidur.

Pada keesokan harinya ia benah-benahi barangnya, untuk merantau kebeberapa tempat, kemudian mampir di propinsi ouw-lam untuk melamar pekerjaan sebagai pengantar barang juga atas usul seorang sahabatnya.

Dari Kota See-an ia menuju ke Kota Lok yang kemudian kearah tenggara melewati tempat-tempat Lam-koan, Bu-koan, Hok cui-koan dan lain lainnya terus masuk ke propinsi Ouw lam, tempat yang ia tuju untuk melamar pekerjaan. Demikian ia merancang perjalanannya yang akan ditempuh.

Ho Tiong Jong baru saja keluar dari kota See-an, tiba-tiba merasa dari belakangnya bahunya ditepuk orang, Ketika itu menoleh Kiranya yang menepuk itu ada kawan sekerjaannya dulu, siapa telah berkata kepadanya,

"Hei, Tiong Jong. Kau mau meningggalkan See-an, bukan?"

"Betul, kau sendiri Bhe toako mau kemana?"

Orang yang dipanggil Bhe toako mengejar napas.

"Yah, aku sedang sialan-" Katanya.

"Kemarin dengan Kho Piauwtao aku pergi ke kota Lok-yang, malamnya telah berjudi habis habisan sehingga dua kuda kami juga turut ludes dipakai berjudi, hingga terpaksa kami berjalan kaki."

Sebelum lampias bicaranya. Kho Piauwtao datang menghampiri dan menyelak. "Hayo kita pergi sekarang "

"Phe toako mau pergi kemana?" tanya Ho Tiong Jong.

"Mari kita sama sama jalan, kami juga mau ke Lam-koan," ajaknya.

Ho Tiong Jong girang hatinya. Pikirnya, ia tidak jadi kesepian dalam perjalanannya karena ada dua orang yang menemaninya. Mereka lantas berangkat ke lam koan. Perjalanan telah melewati gunung-gunung dan memang akan kesepian jikalau jalan bersendirian.

Pada suatu tempat tiba tiba, Bhe kong (Bhe toako) yang berjalan didepan merandak dan dua tangannya di pentang mencegah dua kawannya maju lebih jauh. Kho Piauwtoa menjadi heran, ia mendorong Ho Tiong Jong untuk berjalan terus.

"Sstt" Bhe kong tempelkan jarinya di mulut, "Jangan ribut ribut, coba kau dengarkan, apakah itu bukan siulannya Sepasang orang ganas?"

Kho Piauwtao pasang kupingnya, sedang Ho Tiong Jong acuh tak acuh sebab ia memang belum pernah dengan siapa yang dikebut Sepasang orang ganas oleh Bhe Kong.

Siulan kedengaran saling susul. Tampak Kho Pieuwtao berubah air mukanya, dalam hatinya menanya. "Apa iya siulan-siulan itu ada dari Sepasang orang ganas?"

Bhe Kong melihat Ho Tiong Jong acuh tak acuh telah berkata.

"Tiong Jong, kau tahu Sepasang orang ganas itu dalam sepuluh lahun belakangan ini namanya menjadi sangat terkenal? Bukan saja ilmu silatnya tinggi, tapi juga ada sangat ganas dan kejam sekali, maka berdua telah mendapat julukan demikian yang tepat sekali. Tahun yang lalu ong Piauwtao dari It Tong Piauwkiok dan phiuw-suiya si Golok Emas ciauw It telah binasa dibawah

tangannya. Pertandingan dengan Sepasang orang ganas itu memakan sepuluh gebrakan saja. Banyak Piauwsu lainnya yang binasa dibawah tangannya. Mereka sangat kejam, sekali merasa dibikin marah kekejamannya bukan saja ditujukan kepada pribadinya yang tersangkut, tapi juga sekeluarganya dibasmi habis habisan. Maka itu, paling baik kita jangan berurusan dengan mereka itu, mari kita lari saja."

Ho Tiong Jong tidak senang mendengar bicaranya Bhe Kang. ia anggap iniBhe toako nyalinya kecil, apalagi itu Ho Piauwtao yang ia lihat itu tengah menyembunyikan dirinya dibelakang pohon besar.

"Apa benar-benar mereka tidak ada yang berani menempurnya?Jika demikian, terang selanjutnya perusahaan perusahaan pengantar barang akan bangkrut semua, karena tidak ada yang berani mengantarkan barang takut oleh keganasan mereka itu. Kematiannya ong cin Bu dan ciauw It dari It Tong Piauw kiok apa tidak ada kawan-kawannya yang menunaikan balas?" Bhe Kong tidak menjawab.

Terlalu kata pula Ho Tiong Jong dengan suara sedikit nyaring. " Kawan- kawan mereka banyak. tersebar diberbagai tempat, banyak tentu yang berilmu tinggi, tapi tidak satu yang mau menuntutkan balas akan kematian mereka, ini betul-betul terlalu... "

"Hei, Tiong Jong. kau jangan keras-keras bicara" memotong Bhe Kong.

"Kenapa?"

"Ah-kau ini betul-betul mencari celaka. Kalau bicaramu kedengaran oleh "Sepasang orang ganas" habislah jiwamu. Kau tahu, dalam kantor kita tidak ada seorang yang mahir ilmu silatnya, siapa yang berani cari urusan dengan "Sepasang orang ganas"? Daerah yang dikuasainya sangat luas, kalau ada rombongan pengantar barang lewat didaerahnya itu tentu mereka memungut cukai sepuluh-persen dari harganya barang-barang yang diantarnya itu.

Dalam daerahnya, bukan saja orang jalan hitam yang bertempat tinggal tapi juga orang yang berjalan putih ada di-sana, cuma saja mereka yang tersebut belakangan tidak berdaya menghadapi pengaruhnya dua penjahat itu,"

Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala dan menarik napas mendengar bicaranya sang kawan tentang pengaruhnya "Sepasang orang ganas" yang besar.

Tiba-tiba Ho Tiong Jong melihat ada rombongan orang datang rupanya, kira-kira tujuh sampai delapan orang jalan melewati jembatan, terus melalui jalanan pegunungan yang agak sempit dan dikanan kirinya ada jurang.

Ketika mereka sampai pada suatu tempat, mendadak muncul dua orang yang memegat mereka.

Diantara rombongan saudagar tadi ada dua orang yang bersenjatakan golok telah maju kedepan hendak melindungi kawan-kawannya, akan tetapi baru bertempur tiga sampai empat gebrakan mereka satu persatu kena dipukul jatuh binasa. Mayat-mayatnya lalu dibuang kejurang.

Kawan-kawannya yang lain menjadi ketakutan dan pada berlutut minta diampuni.

"Hmr.." Ho Tiong Jong menggeram. "Sungguh kejam, mereka tidak boleh dikasih tinggal hidup"

Berbareng ia berbangkit dan hendak turun menghampiri kawanan penjahat tadi, akan tetapi tangannya cepat ditarik oleh Bhe Kong.

"Hei, kau jangan berbuat setolol ini. Apa kau mau membuang jiwamu dengan percuma menghadapi kawanan iblis yang kejam?" demikian katanya sang kawan-

Ho Tiong Jong sudah panas hatinya, ia tak perdulikan omongannya Bhe Kong dan hendak turun menghampiri dua penjahat tadi tapi urung karena melihat sekonyong-konyong ada kelihatan dua orang yang berkuda tengah melarikan kudanya mendatangi kearahnya. Ho Tiong Jong kenali dua orang tadi ada sipemuda pelajar bersama pelayannya.

Bhe Kong juga melihat dua orang itu, siapa lalu berbisik dikuping Ho Tiong Jong, "Nah, dua orang itu, akan menjadi mangsanya si "Sepasang orang ganas". Mereka rupanya merupakan kambing gemuk. Sebab dalam dunia rimba hijau, orang yang menjalankan kejahatan sudah dapat tahu datangnya kereta berisi atau tidak. Rupanya dua orang itu ada membawa barang-barang berat, tentu ada berharga isinya itu. Bisa dilihat dari telapakan kaki kudanya, kau lihat sepasang kaki belakangnya seperti yang keberatan."

Bisa saja Bhe Kong menyatakan pendapatnya, sebenarnya itu hanya isepan jempolnya belaka membikin Ho Tiong Jong percaya.

Dua ekor kuda yang dinaiki oleh si pemuda pelajar dengan pelayannya ternyata ada Kuda-kuda pilihan, larinya pesat dan sebentar saja sudah mendatangi Ho Tiong Jong lantas berdiri, ia merasa kuatir dua orang itu akan di begal oleh dua penjahat tadi.

"Hei, kau berdiri mau apa?" tanya Bho Kong.

"Aku mau beritahukan mereka supaya hati-hati, dihadapannya ada kawanan begal yang akan mencegatnya, "jawab Ho Tiong Jong.

"Ah, biarkan saja, buat apa kau turut campur."

"Tidak bisa, aku kenal pemuda itu, mana dapataku peluk tangan melihati dia terjerumus dalam bahaya ?"

"Baik, kau hendak memperingati padanya jangan berteriak dari sini, lekas kau turun, jangan membawa-bawa orang lain celaka "

Ho Tiong Jong pikir, ini Bhe toako nyalinya kecil, hanya memikirkan diri sendiri, masa bodo yang lain celaka. Tapi kapan ia pikir sebaliknya, memang siapa yang mau menemani ia menempuh bahaya. Saat ia sedang berpikir bulak- balik, mendadak ia lihat dua penjahat tadi telah muncul lagi dan mencegat sipemuda pelajar dengan pelayannya.

Mereka muncul secara tiba-tiba, tidak heran kalau kudanya sipemuda pelajar menjadi kaget dan berjingrak dibuatnya. Masing-masing penjahat itu dengan golok telanjang ditangannya kelihatan galak sekali.

"Jangan kaget, kami disuruh mengundang saudara untuk mampir di markas kami. Silahkan turun dari kuda" berkata salah satu penjahat.

Pemuda pelajar itu tampak ketakutan, hingga membikin Ho Tiong Jong yang melihatnya sangat kuatir. Ia cepat lari turun gunung menghampiri, serunya.

"Hei, sahabat kau jangan turun, cepat-cepat larikan kuda mu pergi jauh-jauh dari sini"

Dua penjahat itu terkejut dengan munculnya Ho Tiong Jong secara tiba-tiba.

"Hei. kau anak liar dari mana datangnya mengadu biru?" teriak satu dlantaranya.

"Lekas, cepatan lari kan kudamu pergi dari ini " Ho Tiong Jong masih terus menyuruh anak

muda pelajar tadi meninggalkan tempat itu.

Sipemuda pelajar seperti kesima masih tetap tidak mau keprak kudanya melarikan diri dari situ. Hatinya Ho Tiong Jong jadi gelisah. Sementara itu, dua penjahat tadi sudah datang menghampiri padanya.

Satu diantaranya membentak. "Anak liar dari mana datang mengacau disini? Apakah matamu buta tidak melihat panji yang terpancang ditepi itu? Dua majikan kami lengkap ada disini, ha ha ha..., kemana kau mau lari? Meskipun kau bisa tumbuh sayap juga tidak nanti dapat meloloskan diri dari tempat ini?"

Satu antaranya yang tidak bicara telah melompat kearahnya Ho Tiong Jong, menyerang dengan goloknya yang tajam.

Ho Tiong Jong meskipun sudah pandai menjalankan dua belas jurus ilmu golok keramat, tapi belum pernah bertempur, dengan musuh, maka ketika itu ia ada agak gugup menangkis serangan lawan- Biarpun demikian lagi sekali tenaganya yang besar, sebab penjahat yang ditangkis goloknya tadi telah mundur sempoyongan-

Kawannya melihat itu, sudah lantas menyerang kepada Ho Tiong Jong dengan tipu golok "Angin puyuh menghembus". Mereka jadi bertempur seru. Pelahan-lahan Ho Tiong Jong tidak kikuk lagi melayani musuhnya.

Ho Tiong Jong mendesak lawannya dengan ilmu golok keramatnya.. Tidak sampai tiga jurus, satu tangkisan yang dibarengi dengan tenaga dalam, membuat golok ditangan musuhnya hampir terlepas dari cekalannya.

Meskipun merasa tangannya bergemetar, penjahat itu masih terus memberikan perlawanan-Bahkan semangatnya lebih terbangun, ketika melihat enam tujuh orang kawannya datang menyerbu mengerubuti musuhnya yang tangguh.

Melihat dirinya dikepung musuh, Ho Tiong Jong putar goloknya sebagai titiran, hingga tidak seorang lawannya yang berani datang dekat. Mereka hanya terputar-putar mengepung, tidak berani nyerbu dan mengadukan goloknya dengan golok si pemuda.

Sementara itu, Ho Tiong Jong dibikin mendongkol hatinya, karena pemuda pelajar tadi yang ia suruh lekas lekas lari bukannya menurut malah menonton ia bertanding.

Sedang ramainya orang bertempur, tiba-tiba kelihatan seorang meluncur turun dari atas gunung dengan cepat sekali. ia berteriak-teriak supaya mereka yang bertempur berhenti. Tapi sampai orang itu berada diantara mereka Ho Tiong Jong masih belum memberhentikan menyerangnya karena ia punya gerakan dua belas jurus ilmu goloknya belum dimainkan habis.

Ketika selesai, baru ia berhenti. Dua diantara musuhnya sudah rubuh mendapat luka, sedang lainnya pada bubar dan lari berdiri dibelakangnya orang yang barusan berteriak-teriak menyuruh mereka berhenti bertanding.

Ho Tiong Jong lihat ujung goloknya berdarah merah, hatinya merasa tidak tega. Sejenak kemudian ia berpaling kepada orang yang baru datang, kiranya ia ada seorang tua yang bertubuh kurus tapi wajahnya keren, berkumis dan matanya bersorot tajam. "Hayo, semua mundur." ia teriaki orang-orangnya yang berdiri dibelakangnya. Tidak sampai disuruh kedua kalinya, mereka semua telah bubaran-Orang tua itu kemudian berkata pada Ho Tiong Jong.

"Sahabat, aku lihat ilmu golokmu bagus sekali siapakah gurumu yang mulia? Aku Teng Hong alias siBurung Kepala Sembilan ingin menjumpai gurumu."

orang tua itu yang mengaku dirinya bernama Teng Hong ada salah satu dari Sepasang orang ganas yang menggemparkan dunia kang ouw. ia melihat ilmu goloknya sipemuda ada demikian bagus, diam-diam merasa jerih dan oleh karenanya ia menanyakan gurunya sipemuda siap2 untuk mengelakan permusuhan-

Ho Tiong Jong tidak menjawab hanya berpaling kepada sipemuda pelajar. "Saudara, sebaiknya kau menurut perkataanku kau lekas-lekas pergi dari sini. . . ." Sipemuda pelajar bersenyum manis dan anggukkan kepalanya, tapi masih tinggal tidak bergerak diatas kudanya.

Ho Tiong Jong tidak mau meladeni, pikirnya pemuda itu bandel betul, disuruh pergi tidak mau pergi seolah-olah tidak mau mengerti akan maksud orang yang baik. Ia balik menghadapi si orang tua dan menjawab pertanyaannya.

"Aku tidak punya guru dan tidak punya kepandaian- Barusan, meskipun aku tahu aku bukan tandingan kau orang, terpaksa turun tangan karena anak buahmu yang sangat kejam telah membunuh dua orang dalam rombongan yang lewat disini. Apakah dosa mereka? Kalian tidak ingat akan kedukaan dari keluarganya yang menanti-nantikan pulangnya mereka itu yang terbunuh disini. Kalian berbuat seganas itu, apakah tidak takut akan hukuman alam "

Ho Tiong Jong sangat bernafsu, sebenarnya ia mau omong banyak. Tapi tidak keluar dari mulutnya saking panas hatinya sampai badannya bergemetaran. Teng Hong tertawa tergelak-gelak dikata-kata oleh Ho Tiong Jong. la bukannya merasa malu, sebaliknya mukanya berubah beringas.

"Bocah ingusan," katanya, "kau jangan banyak jual lagak disini. Nanti kakekmu akan kirim rokhmu keakherat dan disana kau boleh mengadu pada Giam lo ong, ha ha ha.. ini yang akan mengantar rokhmu menemui raja akherat, ha ha ha"

Tong Hong berkata sambil mengacungkan senjata gaetannya, senjata yang mengangkat namanya termashyur dalam kalangan rimba hijau.

Ho Tiong Jong gemas sekali dirinya dikatakan bocah ingusan ia balas memaki. "lblis tua yang

sudah dekat mati, berani omong besar didepan tuan muda-mu? Hm , Apa kau kira dengan

mengandalkan senjata gaetanmu bisa merubuhkan aku si orang she Ho, sebentar kau akan rasakan golokku yang tajam"

Teng Hong berubah air mukanya. Dengan bengis ia gerakkan senjatanya hendak menyerang pada Ho Tiong Jong. Si pemuda juga tak takut, ia sudah menyekal erat gagang goloknya untuk menempur orang tua yang kejam itu.

Dalam keadaan genting itu tiba-tiba terdengar suara merdu berseru. "Hei, sahabat, jangan bertempur"

Dua orang yang sudah berhadap-hadapan dan tinggal menggerakkan senjatanya bertempur menjadi kaget mendengar teriakan itu, keduanya lalu berpaling kearah tadi orang berteriak-Kiranya ia ada sipemuda pelajar yang masih terus berada disitu sekalipun sudah berkali-kali disuruh berlalu oleh Ho Tiong Jong.

"saudara lebih baik kau tidak menyampuri urusan kami. Lekas cambuk kudamu dan berlalu dari sini." Ho Tiang Jong untuk kesekian kalinya menyuruh ia pergi.

Sipemuda pelajar tidak menghiraukan kata-kata Ho Tiong Jong, sebaliknya sambil mengacungkan cambuk lemasnya telah menunjuk pada Teng Hong dan berkata.

"IHei, kau ini yang bernama Teng Hong, salah satu dari "Sepasang orang ganas" yang jahat dan kejam dan tak punya perikemanusiaan sedikitpun?" orang tua itu perdengarkan suara ketawa-nya yang dingin. "Kau siapa? Kau juga berani- berani jual lagak disini? Hm.. "

"Aku Seng Giok Cin, aku tak takut berhadapan dengan manusia tidak punya rasa perikemanusiaan seperti... "

"Aku si Garuda Hitam Lauw coe Teng juga ada seorang yang tidak punya perikemanusiaan ha ha ha... " demikian terdengar suara orang berkata dibelakangnya sipemuda pelajar yang mengaku namanya Seng Giok cin.

Orang itu tiba-tiba telah muncul dari pinggir jurang berbadan kurus, muka bengis dan kejam tidak jauh bedanya dengan Teng Hong.

Ialah ada Lauw coe Teng alias Garuda Hitam orang kedua dari Sepasang orang ganas. Manusia kejam, entah sudah berapa banyak korban jatuh dibawah tangannya.

Ho Tiong Jong menduga tepat ini orang kedua dari Sepasang orang ganas. Kini ia menghadapi dua iblis jahat kejam yang tidak mengenal kasihan, ia dikepung dan apakah ia harus lari supaya jangan mendapat kebinasaan? Tidak- pikirnya sudah mantap.

Ia akan menempur dua iblis itu mati-matian untuk menolong orang banyak dari gangguannya mereka itu. ia sudah tidak menghiraukan lagi akan kepandaiannya yang tidak dapat menandingi dua orang jahat itu. Dengan suara tenang ia berkata.

"Bagus, bagus dua orang ganas sudah ada dihadapanku. Aku memang sudah tahu kelihayannya Sepasang orang ganas, tapi toh mau juga mencoba-coba sampai dimana kelihayan kalian. Nah, marilah maju satu demi satu atawa dua sekaligus, aku si orang she Ho tidak akan menampik,"

"Waduh, jagoan benar ini sahabat" menyindir Lauw coe Teng lalu berkata pada Teng Hong. "Hei, lotoa, kalau dia bisa tahan sepuluh jurus saja dari gempuran kita berdua, lebih baik kita undurkan diri dari pekerjaan kita. Ha ha ha ha... "

"Bagus, bagus. Sekarang kau datang kemari, kita tempur bocah sombong ini sampai dia terkuing-kuing minta ampun, baru kita merasa puas dan kejumawaannya tentu akan punah sendirinya."

Belum habis bicaranya Teng Hong, seperti burung garuda saja Lauw coe Teng sudah melayang dari tempatnya menubruk pada Ho Tiong Jong.

Lauw coe Teng menggunakan senjata poan koan-pit sedang Teng Hong menggunakan senjata gaetan, berbareng menyerang, pada Ho Tiong Jong yang segera memainkan godoknya menangkis serangan musuh.

Dua belas jurus ilmu golok keramat warisannya si orang tua telah dimainkan dengan bagus sekali oleh Ho Tiong Jong, sehingga Seng Giok Cin yang menyaksikanya menjadi sangat kagum. ia memuji ilmu goloknya Ho Tiong Jong.

-ooooo00dwkz00ooooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar