Si Rajawali Sakti Jilid 09

Jilid 09

Song Kui Lin adalah seorang gadis < riang. Biarpun pada saat itu ia berian seorang diri di jalan umum yang . apit banyak pepohonan karena jalan itu i emang memasuki hutan, ia tidak me-isa kesepian. Dengan gembira ia mendengarkan burung-burung berkicau, me-hat kupu-kupu beterbangan dan sinar i atdhari pagi yang hangat menembus celah-celah pohon, "menimbulkan garis->aris cahaya yang tampak terang di antara halimun yang masih mengepul dari tanah ke atas. Seperti biasa, kalau hatinya sedang riang, gadis manis itu ber-enandung ria. Suaranya memang cukup merdu dan mendengarkan lika-liku suaranya ketika bertembang, dapat diketahui bahwa Song Kui Lin memang memiliki bakat baik dalam seni suara.

Tiba-tiba suara nyanyiannya terhenti, la siap siaga karena pendengarannya yang tajam menangkap suara-suara yang tid wajar Kui Lin berhenti melangkah, pc dengarannya yang tajam terlatih mena kap suara gerakan-gerakan yang ti wajar. Tak lama kemudian bermuncu banyak orang yang berloncatan kelu. dari balik pohon dan semak-semak. Mer ka berjumlah sekitar dua puluh lirr orang, terdiri dari laki-laki yang ra rata bertubuh kekar dan berwa'ah beng" menyeramkan, pakaian mereka kasar da sembarangan. Dari wajah, sikaK dan pc nampilan mereka saja Kui Lin dapa menduga bahwa ia berhadapan denga segerombolan orang yang biasa melakukan kejahatan. Gerombolan itu dipimpi oleh tiga orang kepala perampok yan sudah kita kenal, ialah Tiat-pi Sam-wa (Tiga Lutung Tangan Besi) kakak beradi seperguruan yang sudah belasan tahu menjadi kepala perampok. Seperti kita telah ketahui, Tiat-pi * Sam-wan inilah yang 'dahulu membunuh Si Tiong An dan Isterinya, yaitu ayah ibu Si Han Lin. » Orang pertama dari Tiat-pi Sam-wan adalah Yong Ti yang bertubuh tinggi m ar muka hitam, berusia sekitar lima Miluh tahun dan dia memegang sebatang mbak baja. Orang ke dua adalah Oh (un, berusia empat puluh tujuh tahun, -rtubuh tinggi tegap dan mukanya penuh «ewok dan dia memegang senjata siang-o (sepasang galok). Adapun orang ke iga bernama Joa Gu, berusia empat tiluh lima tahun, tubuhnya gendut pen-lek dan mukanya kekanak-kanakan. Kena tangannya memegang sepasang kapak. Tiga orang kakak beradik seperguruan ini sejak belasan tahun malang melintang bersama puluhan anak buah-ya. Pekerjaan mereka hanya merampok, nenyiksa sampai membunuh orang yang berani melawan, memperkosa wanita, dan menghamburkan uang hasil rampokan sampai habis lalu merampok lagi! Kini, anak buah mereka tinggal sekitar dua puluh orang yang rata-rata pemberani dan pandai oerkeiahi, kejam dan ganas. Mereka tidak mengira akan melihat seorang gadis sendirian berani melakukan perjalanan dalam hutan itu. Semula mereka tentu saja hanya ingin merampok, akan tetapi begitu meli bahwa orang yang mereka hadang seorang gadis yang demikian muda maja, cantik mungil menggairahkan, t tu saja tiga orang kepala perampok merasa girang bukan main. Bukan ha barang yang hendak mereka ramp melainkan semuanya, berikut orangnya!

Dua puluh lima orang anak buah rampok yang sudah mengepung Kui L menyeringai dan tertawa-tawa.

"Hah-ha-ha! Kionghi (Selamat), Sa wi Twa-ko (Kakak Bertiga)!" Sekali i Twako menemukan seorang calon iste yang hebat sekali!" Demikian koment mereka, memberi selamat kepada ti orang pemimpin mereka.

"Bagus, tangkap gadis ini. Akan teta awas, jangan lukai calon isteri kam kalau sampai ada yang melukai, tent akan kami hukum!" kata Yong Ti, kepal rampok tertua.-Tiga orang kakak beradik seperguruan yang berjuluk Tiga Lutung Tangan Besi ini memang rukun sekali. Mereka tidak pernah menikah dan kalau mendapatkan seorang wanita yang mere-

<> suka, mereka lalu menjadikannya isteri t u lebih tepat kekasih mereka bertiga nnpa ada rasa cemburu. Mereka saling

mbela dan saling setia.

Dikepung . demikian banyaknya laki-

i berwajah bengis kejam, Kui Lin i.ima sekali tidak merasa takut. Ia ber-11 r i tegak menghadapi tiga orang kepala tmpok itu dan membentak.

"Kalian ini orang-orang liar dari mana an berani mati menghadang perjalanan- 9..

Joa Gu yang gendut pendek berwajah kekanak-kanakan itu memang yang 'paling pandai bicara di antara mereka ber-t ga. Sebagai saudara termuda dia sering menjadi juru bicara dan biarpun mukanya eperti kanak-kanak, namun wataknya ang periang itu hanya merupakan kedok nenyembunyikan hatinya yang paling kejam dan sadis di antara mereka.

"Ha-ha-ha, Nona m^nis! engkau hari ni sungguh beruntung sekali bertemu dengan kami. Ketahuilah, kami adalah Tiat-pi Sam-wan yang sudah terkenal sebagai \ jagoan-jagoan gagah berani tak terkalahkan selama puluhan tahun!"

"Aku tidak peduli kalian ini Tiga I tung, Tiga Anjing, atau Tiga Babi y busuk. Hayo minggir dan janpan ga aku kalau kalian masih ingin hidup!" Lin sudah melolos sabuknya dan t nyata yang dipakai sebagai ikat pmgga itu adalah sebatang pedang yang air tipis dan berkilauan tertimpa caha matahari.

Tiga orang kepala perampok itu t belalak dan mata mereka mencoro marah. Kalau yang memaki mereka s perti itu seorang laki-laki atau seora wanita yang tidak cantik, pasti mer sudah langsung menerjang dan membunu nya! Akan tetapi karena mereka sud tergila-gila oleh kecantikan Kui Li yang ketika bicara tampak bibirnya s olah-olah hidup, mereka hanya tersenyu masam.

"Suheng (Kakak seperguruan), ku betina yang liar ini akan mengasyikka . sekali kalau dijinakkan, ha-ha-ha!" kat 3da Gu.

"Hayaaattttt !!" Kui Lin bertena

Melengking dan begitu ia bergerak, pelangnya berubah sinar kilat meluncur ke rah perut gendut 3oa Gu. Orang ini jrrkejut setengah mati. Maklum betapa Sibatnya serangan itu dan agaknya dia t- k sempat lagi untuk menangkis, dia r.elempar tubuhnya ke belakang, ter-Y ngkang dan bergulingan menjauh. Kui |.in mengejar dan menusukkan pedangnya ke arah dada Joa Gu.

"Cringgg !" Bunga api berpijar ketika pedangnya ditangkis sepasang golok yang

dipegang Oh Kun. Orang ke dua ini sudah cepat maju melindungi sutenya yang terancam maut. Kini Kui Lin dikeroyok bertiga, akan tetapi ia mengamuk dan melawan dengan gigih dan mati-matian.

Sebetulnya, biarpun tingkat ilmu silat Kui Lin masih lebih tinggi dibandingkan masing-masing lawannya, akan tetapi karena mereka maju bertiga mengeroyok ya, tentu saja Kui Lin lebih banyak bertahan melindungi dirinya daripada menyerang. Akan tetapi karena ketiga Tiat-pi Sam-wan itu tidak berniat melukainya. pnya ingin menangkapnya dalam keadaan ►tuh, maka tentu saja tidak mudah bagi uereka untuk menangkap Kui i-in. Gadis lu bagaikan seekor harimau betina ma-th, tidak mudah ditangkap tanpa membahayakan diri. Tiga orang kepala pe-mpok itu juga hanya menggunakan enjata mereka untuk menangkis sambaran pedang Kui Lin yang lihai dan mereka mencoba untuk menangkap atau merobohkan gadis itu tanpa melukainya.

Karena penasaran dan kecewa setelah sebegitu lamanya tidak mampu menangkap gadis itu, Joa Gu meneriaki anak buah mereka untuk maju mengeroyok. Akan tetapi anak buah perampok yang maju itu mencari penyakit. Mereka hanya mengandalkan keberanian yang nekat tanpa perhitungan, mengandalkan tenaga tanpa menggunakan akal. Baru segebrak-an saja, empat orang anak buah perampok telah roboh terluka, terkena sambaran sinar pedang Kui Lin!

"Pergunakan tali dan jala!" Yong Ti berteriak, memerintah anak buahnya, seperti baru teringat. Para perampok itu selain pekerjaannya merampok, terkad kalau kehabisan bahan makan mer juga suka memburu dan menangkap bi tang hutan. Maka mereka pandai men gunakan tali dan jala untuk menangi binatang buas.

Tak lama kemudian, Kui Lin menj kerepotan menghadapi serangan tali-ta dan jala yang dilemparkan kepadanya. 1 mengamuk, berloncatan ke sana sini sam bil membabat dengan pedangnya. Aka tetapi karena dara itu terkepung ketat! akhirnya ia tertutup sehelai jala da sebelum ia dapat membabat putus jal itu, jala-jala lain sudah menyelimutin dan tali-tali telah dilibatkan ke tubuhny sehingga ia tidak mampu berkutik d hanya memaki-maki. \

"Kalian jahanam-jahanam, kepar busuk, pengecut hina dina, beraninya mengeroyok seorang perempuan! Hayo bebaskan aku dan ,kita bertanding sampai selaksa jurus!" Ia meronta-ronta dan menjerit-jerit dengan makiannya, namun percuma. Tubuhnya sudah terbelit-beli tali dan jala sehingga ia tidak mampu l«-rkutik. 3oa Gu lalu merampas pedang ya dari balik jala. Maki makian Kui Lin [tidak dapat terdengar karena tertutup v>rak sorai para anak buah perampok yang bergembira ria karena gadis liar itu dapat tertangkap. Mereka merasa seperti kalau mereka berhasil menangkap seekor binatang liar yang berbahaya dan sukar ditundukkan.

Oh Kun yang mukanya penuh brewok memelintir kumisnya. "Ambil kereta dorong, kita bawa calon isteri kita ini ke sarang kita!"

Anak buah perampok membawa sebuah kereta dorong. Beramai-ramai mereka mengangkat tawanan dalam selimut-n jala itu dan menaikkannya ke atas kereta dorong. Lalu dengan gembira mereka mendorong kereta menuju ke dalam hutan yang lebih dalam di mana terdapat sarang mereka berupa pondok-pondok darurat karena kawanan penjahat ini sering berpindah-pindah tempat.

Agaknya jeritan-jeritan Kui Lin yang memaki-maki dan sorak sorai anak buah perampok yang riuh rendah itu menarik perhatian rajawali yang sedang terbi di atas hutan itu. Burung raksasa menukik ke bawah dan setelah meli* betapa sekawanan laki-laki kasar nr dorong sebuah kereta di mana terdaf seorang gadis yang tertawan dalam ja Han Lin yang duduk di atas punggi rajawali lalu membisikkan kata-kata , rintah kepada burung rajawali. Rajaw itu melayang turun dan Han Lin ui lompat ke atas sebatang pohon bes Setelah memberi kesempatan Han L mendarat di pohon, burung rajawali it sesuai dengan perintah Han Lin, I menukik ke bawah dan menyambal nyambar dahsyat, menyerang para rampok itu dengan ganasnya! Mere yang terkena patukan, cakaran dan kiba an sepasang sayapnya yang kuat, jat berpelantingan dan keadaan menjadi k cau balau. Akan tetapi liat-pi Sam-w lalu memimpin anak buahnya untuk m lawan dan mengeroyok burung rajawal yang mengamuk itu. Karena mereka ma sekali tidak menghubungkan peng amukan rajawali itu dengan penangkapa

las diri Kui Lin, maka perhatian mere-a hanya ditujukan kepada burung yang i* nyambar—nyambar itu. Sementara itu, tanpa ada yang me-atnya, Han Lin sudah melompat turun hri atas pohon, menghampiri kereta 11 rong dan dia membebaskan Kui Lin i' iri selimutan dan libatan jala-jala dan lali temali itu. Sejak rajawali itu meng- mnuk, Kui Lin yang dapat melihat dari < elah-celah tali jala, melihat rajawali d n segera mengenalnya. Maka ketika Han Lin melepaskannya, ia segera - mengenal pemuda itu. Begitu terbebas, ia

tersenyum.

"Kau lagi yang menolongku!" katanya, akan tetapi tanpa bilang terima kasih ia lalu melompat dan sambil melepas sabuk merah yang mengikat pinggangnya ia langsung saja menyerang 3oa Gu yang tadi merampas pedangnya dar. kini menggantungkan pedang tipis itu di pinggangnya. Melihat sinar panjang merah menyambar, Joa Gu cepat menggerakkan sepasang kapaknya untuk menangkis dan balas menyerang.

Segera terjadi perjaia dan tali temali itu. nian antara Si Gendut Pendek itu m Kui Lin. Biarpun gadis itu hanya senjatakan sehelai sabuk sutera, na iun karena tingkat kepandaiannya jauh bih tinggi daripada Joa Gu, gadis itu iendesaknya dengan hebat. Melihat ini, Yong Ti dan Oh Kun ang sedang sibuk membantu anak buah mereka mengeroyok burung rajawali, - f-pat menghampiri untuk membantu sute i ereka.

Akan tetapi, segulung sinar putih menghadang dan ternyata Han Lin udah berada di situ menghadang mereka yang hendak membantu Joa Gu. Melihat veorang pemuda berpakaian putih sederhana, memegang sebatang pedang putih, ua orang itu menjadi marah dan mereka lalu menerjang dan mengeroyoknya.

"Wirrrrr !" Sabuk sutera merah di

tangan Kui Lin meluncur dan menotok ke arah mata Joa Gu. Karena datangnya ijung sabuk merah itu cepat sekali, Joa Gu terkejut juga dan cepat dia menggerakkan kapak kirinya untuk menangkis.

"Prattt!" Ujung sabuk itu melibat gagang kapak dan sekali renggut, gagang kapak itu terlepas dari tangan Doa Gu! Lin menangkap kapak itu dengan tangan rinya dan kini ujung sabuk merahnya k bali meluncur dan menyerang ke tenggorokan lawan. Joa Gu yang terke melihat kapak kirinya terampas, menge' Akan tetapi Kui Lin sudah mengguni kesempatan itu untuk menyambitkan ka rampasannya ke arah lawan sambil men rahkan seluruh tenaganya.

"Wuttt... cappp...!!" Kapak itt mena di perut Joa Gu yang gendut d< n orang tiga dari Tiat-pi Sam-wan itu roboh tewas! Kui Lin melompat dan cep mengambil pedangnya dari pinggang may Joa Gu. Kemudian ia mengamuk, mened jang para anggauta perampok yang dang sibuk mengeroyok rajawali. Ketika Yong Ti dan Oh Kun melihat su mereka roboh dan tewas, mereka marah se kali. Akan tetapi mereka bukan orang orang bodoh. Mereka tahu benar betapa hainya gadis yang tadi mereka tawan, k mudian muncul burung rajawali ya ganas dan pemuda berpakaian putih ya amat lihai, yang sama sekali tidak ter

sak oleh pengeroyokan mereka. Maka, i elihat keadaan yang tidak menguntungkan ini, sute mereka mati dan di antara para anak buahnya, -banyak yang sudah roboh, mereka berdua lalu melompat dan elankan diri. Anak buah mereka juga ikut melarikan diri tunggang langgang meninggalkan kawan-kawan yang terluka dan tewas.

Kui Lin yang masih merasa marah dan penasaran, hendak mengejar, akan tetapi Han Lin cepat memegang lengan kirinya menahan. "Musuh yang sudah melarikan diri, tidak baik untuk dikejar. Engkau dapat terjebak mereka."

Kui Lin berhenti dan membalikkan tubuhnya, berdiri berhadapan dengan Si Han Lin. Sejenak mereka hanya saling pandang, dan gadis itu memandang dengan sinar mata penuh keheranan dan juga kekaguman. Memang sejak pertama kali bertemu, ia merasa kagum melihat 'penampilan dan pemunculan Han Lin yang menunggang rajawali! Apalagi setelah ia menyaksikan sendiri -betapa pemuda itu juga memiliki iJ,mu- silat yang amat lihai.

Kini Han Lin dapat melihat denga jelas wajah Kui Lin yang selain cantT juga demikian cerah penuh senyum ngan pandang matanya yang bersinar sinar penuh semangat hidup. Dia menjM kagum. Tadi, dia mendengar gadis iu meronta dan memaki-maki ketika mer jadi tawanan seperti seekor binata-buas dalam libatan jala dan tali temali Sama sekali tidak kelihatan takut, apalag menangis seperti kebiasaan wanita kala berada dalam bahaya. Seorang gadis yan masih muda namun dengan keberania yang luar biasa!

"Hemmm, engkau yang sudah m nolongku, kenapa sekarang malah meng halangi aku melakukan pengejaran untu" membasmi semua tikus busuk itu?" kata Kui Lin dengan suara mengandung teguran marah. "Apa tiba-tiba engkau merasa kasihan dan membela mereka?"

"Bukan begitu, Adik manis " "Jangan mencoba merayuku!" "Lho! Siapa yang merayu?"

"Itu, kau sebut aku adik manis, ber

«»rti memuji-muji aku, dan biasanya, laki-I ki kalau memuji wanita tentu ada mau- ya! Kau kira aku kesenangan ya, kau puji manis segala!"

Han Lin tersenyum. "Wah, engkau ini j'adis galak yang mudah menyangka buruk. Aku sebut kau Adik karena memang ngkau jauh lebih muda daripada aku, fan aku sebut engkau Manis karena mukamu memang manis? Apakah engkau lebih senang kusebut Bibi Jelek?"

Muka itu cemberut, alisnya berkerut. 'Coba kalau berani. Kutampar kau!"

Han Lin tertawa. "Heh-heh, nah, lebih enak kalau kusebut Adik manis, bukan? Atau, agar kau tidak marah, kusebut Moi-moi (Adik) saja. Sekarang kujawab pertanyaanmu tadi, Moi-moi. Aku bukan merasa kasihan atau membela mereka, aku tahu mereka itu orang-orang sesat, akan tetapi aku mencegahmu mengejar mereka justeru karena aku khawatir ka lau engkau terjebak dan celaka. Pula, lebih baik memaafkan orang daripada mengandung dendam kebencian."

"Enak saja kau bicara! Memaafkan mereka? Huh, engkau yang tidak m alami apa-apa tentu mudah memaafk akan tetapi aku yang mereka keroy lalu secara curang mereka .awan, «-mengalami penghinaan, bagaimana mu km aku bisa memaafkan mereka? Kalai tidak kau cegah, aku tentu sudah merw bunuh mereka semua!" "Adikku yang baik, penderitaanmu karena kejahatan mereka itu belum sej berapa dibandingkan dengan apa yar#J kualami. Ketahuilah, sepuluh tahun yanjj lalu, tiga orang itu dengan para anal buah mereka, merampok di dusun tempa! tinggal orang tuaku. Dan mereka bertigj itulah yang telah membunuh ayah dai ibuku."

Kui Lin terkejut sekali sampai U melompat ke belakang seperti dipagu ular. 'Astaga! Ayah ibumu dibunuh oranj dan engkau tidak ingin membalas derv3 dam? Engkau ini manusia apakah? Padahal, kalau engkau mau, tentu tidak sukar bagimu untuk membalas dendam dani membunuh mereka! Engkau memiliki kepandaian yang amat tinggi dan mem-j

Lnyai pula burung rajawali yang hebat, enapa engkau begini lemah? Kenapa irmangatmu begini melen.ipem? Atau

p, a engkau takut dan ngeri melihat pem-fcunuhan, walaupun yanjg terbunuh itu l- ang jahat?"

Han Lin menghela ria pas panjang dan knemandang ke arah mayat Joa Gu yang I* enggeletak telentang dan lima orang |v ng terluka parah oieh pedang Kui Lin ingga tidak mampui bangkit. "Memang benar, aku merasa ngeri melihat pembunuhan antara manusia, membunuh terdorong nafsu dendam kebencian. Aku muak melihat manusia sa-I ng bermusuhan, saling membenci, saling membunuh, lebih buas daripada binatang yang liar dan buas!"

"Ih, manusia aneh! Bagaimana engkau mengatakan manusia lebih buas daripada matang? Binatang buk?« hanya membunuh, akan tetapi juga makan daging yang dibunuhnya! Ih, mengerikan!"

"Adikku,, yang._jnanis, apa kau_ kira manusia tidak makan -daging yang dibunuhnya? Berapa banyaknya daging binatang setiap hari dimakan manusia setel dibunuh? Ketahuilah, binatang liar \ J .e"ibufu} karena n ercka hirus rnel bunuh untuk bertahan hidup. Makani pnereka memang daging para korbannj Akan tetapi manusia saling bunuh <| ngan sesama manusia karena kebencjal karena permusuhan. Manusia membunjj pintang juga dimakan dagingnya, aki JLel^iL bukan karera kelaparan, melainkfl .untuk menikmati kelezatannya, Dan mj nusia menyadari akan kekejamannya m namun tetap saja mereka melakukannya Aku tidak mau diracuni dendam kebenci ,an. Biarlah Tuhan vang menilai, karen semua berkat dan hukuman hanya merj jadi hak Tuhan untuk melakukannya."

"Wah-wah, engkau ini seorang pert dekar atau seorang pendeta, berkotbah d sini. Melihat kepandaianmu yang tinggi engkau pasti telah mempelajari ilmu sila sejak kecil dan sudah bertahun-tahun."

"Memang, sedikitnya sepuluh tahui aku mempelajari ilmu dengan tekun dai dengan sungguh-sungguh."

"Nah, kalau pendirianmu seperti se>

ang ini, lalu apa artinya engkau be-i ar silat sampai mencapai tingkat ting- "Aduh, agaknya engkau telah keliru - sar menilai artinya orang belajar silat, Adik aih, tidak enak rasanya kita

\ dah berbincang-bincang begini panjang n jauh, akan tetapi belum saling melenai nama sehingga sulit menyebut, lari kita berkenalan dulu. Namaku Si Han Lin, yatim piatu, sebatang kara, se-ik kecil ikut guru di Puncak Bukit Cemara, Pegunungan Cin- lin-san, umurku i ua puluh satu tahun!" Han Lin memper-enalkan diri dengan kocak, menyebutkan mur segala.

"Sebatang kara? Tidak mempunyai sanak saudara sama sekali?" tanya Kui Lin. "Wah, kalau sanak saudara sih, banyak sekali, tidak terhitung jumlahnya!" kata Han Lin.

"Eh? Masa ada orang mempunyai saudara vang tak terhitung jumlahnya saking banyaknya?"

"Benar,-_£ngkaij_ ini termasuk salah satu _di /5rvtara_saudiira-5dudaraku. Sena Ofang di dunia irri adalah saudaraku."

Kui Lin cemberut. "Ngawur! &ajf begitu, semua penjahat, bahkan TjM pi San>-wan dan anak buahnya tadi, n J reka se mua itu juga saudaramu?"

"Ya..» J<areiia_riiejr:ekaJyga_sama denga &kut (lUabirkari_di dunia ini, mereka M JT'u_?i adalah saudara-saudara senasib J penderitaan dilempar ke dal?m duni

b. /»rsama dengan aku. Sudahlah, Adik yarJ naik, aku sudah memperkena kan diri sekarang aku ingin mendengar siapa n* mamu dan di mana tempat tinggalmu." j "Namaku Song Kui Lin, ayahku sudai meninggal dunia dan ibuku berdagang obat, tinggal di Cin-an. Han Lin, engkau ini manusia aneh. Belum pernah selama hidupku aku bertemu dengan seorang manusia aneh seperti engkau ini!"

"Aku aneh? Lho, apa anehnya? Apai kah aku mempunyai buntut? Aku samaf dengan semua pria lainnya, Kui Lin. KeT napa engkau mengatakan aku aneh?" Hati Lin tersenyum.

Kui Lin cemberut. "Engkau memilik) inu silat yang tinggi, dan engkau sudah a kali menolongku, berarti engkau suka cnentang kejahatan dan menolong orang perti sikap seorang pendekar. Akan «tapi, sungguh membuat orang mati » nasaran "

"Eitti! Jangan mati penasaran, Kui in! Sayang ah, engkau masih begini . i uda    "

"Aku tidak akan mati, engkau yang hbih dulu mati L" bentak Kui Lin. "Maksudku, engkau seorang pendekar, akan ?ttapi engkau juga seorang yang put-Ivauw!"

Han Lin tertegun. Kata-kata put-hauw {tidak berbakti) adalah sebuah kata yang mat tidak disukai orang karena dalam i ata itu bukan hanya sekadar berarti ndak berbakti, melainkan lebih daripada itu. Put-hauw dapat berarti anak yang lurhaka, anak yang terkutuk! Semua rang di Cina merasa ngeri dan tidak a yang mau menerima kalau disebut nak put-hauw'

Han Lin mengerutkan alisnya. "Engkau selalu salah menilai, Kui Lin." katanya kini tanpa senyum. "Tadi engkau sa menilai arti orang belajar silat, sekara engkau keliru pula menilai aku anak pu hauw."

"Kalau aku keliru seperti yang katakan, hayo katakan di mana kel' nyai" gadis itu menantang.

"Apa kau kira belajar silat itu han untuk menjadi tukang pukul, tukang !x kelahi, untuk melukai atau membui orang, untuk menang-menangan menjadi jagoan? Pendapat demikian it salah sama sekali, bahkan mengotori ar dari ilmu silat itu sendiri. Di jarrr dahulu, ilmu silat muncul dalam kehidu an manusia, bukan diadakan oleh orang orang yang kuat dan suka menindas ya lemah. Ilmu silat lahir justeru kare adanya penindasan dari yang kuat ter hadap yang lemah. Si,-lemah yang kala kuat itulah yang kemudian mencari akal, bagaimana caranya bagi si lemah untuk melawan si kuat, bukan untuk menyerang mencari musuh, melainkan untuk membela dirinya dari tindasan si kuat yang sewenang-wenang. Ilmu silat mempunyai

tiga unsur pokok. Pertama, yaitu tadi, untuk membela diri dari si kuat yang sewenang-wenang menindasnya, ke dua, ilmu silat daiah ilmu gerak tari yang memperlihatkan keindahan gerakan tubuh manu-ia, dan ke tiga yang lebih penting lagi, i mu silat adalah gerak atau olah raga yang sejalan dengan olah jiwa, sehingga yang sehat kuat bukan hanya raganya, melainkan terutama sekali jiwanya. Raga yang kuat namun jiwa yang lemah akan membuat orangnya mempergunakan kekuatan raganya untuk memuaskan nafsu-nafsunya, bertindak sewenang-wenang yang menjurus kepada kejahatan. Oleh karena itu, setiap orang guru silat haruslah mengutamakan latihan untuk membangun akhlak dan menguatkan jiwa terlebih dulu sebelum menguatkan raganya. Itulah ilmu silat, Kui Lin."

"Wah, panjang lebar bertele-tele, Han Lin. Semua yang kau ucb«rkan itu sudah semestinya. Guruku adalah Louw Keng Tojin yang berjuluk Lam-liong (Naga Selatan), seorang tosu (pendeta To), tentu saja selain ilmu. silat juga mengajarkan tentang kebajikan, maka aku se menentang kejahatan dan membela benaran dan keadilan! Akan tetapi e kau bukan saja bersikap lunaf' terha para penjahat, bahkan engkau tidak in membalas dendam terhadap para penj&hfl keji yang telah membunuh ayah ibumi! Apakah itu bukan put-hauw namanya?" j

"Hauw (bakti) bukan sekadar mejJ balas dendam. Kui Lin. Orang yang ben bakti kepada orang tuanya, yang tem penting adalah menjadi orang yang berB kelakuan baik dan bertindak benar, karfj na hai ini berarti akan mengharumkaj pama orang tua, 'walaupun orang "tUM sudah tidak ada di dunia. Seorang anail yang hprhuflf haik akan mengangkat dengan tajam dan nama orang tuanya karena!

Orang-orang _ akan bertanya-tanya siapal orang tua anak vang baik budi itu. SeJ baliknya anak yang .berbudi jahat akan I menyeret nama orang tuanya ke dalami lumpur. Memang kuakui, Tiat-pi Sam-| wan itu amat jahat telah membunuhi orang tuaku. Akan tetapi kalau aku diracuni dendam kebencian terhadap mereka lalu membalas, membunuh mereka it'-ngan kejam, lalu apa bedanya antara u dan mereka? Apakah nama orang > aku yang sudah meninggal dunia akan terangkat kalau aku membunuh Tiat-pi Sam-wan karena dendam kebencian?"

"Uhhh, engkau memang manusia aneh! i alu, apa yang akan kau lakukan ter-adap orang-orang yang telah membunuh

orang tuamu?"

"Aku menentang kejahatan tanpa melihat orangnya, tanpa melihat apakah mereka itu membunuh orang tuaku atau tidak. Kalau mereka yang membunuh rang tuaku itu ternyata bukan orang yang melakukan kejahatan, sudah pasti aku tidak akan menentangnya. Kalau mereka jahat, aku akan menentangnya, menentang kejahatannya."

"Hemmm, menentang mereka akan tetapi tidak mau membunuh, lalu apa yang akan kau lakukan terhadap mereka?"

"Terhadap semua pelaku kejahatan, tanpa pilih bulu, aku pasti akan menentangnya, bukan dengan cara membunuh mereka, melainkan kalau mungkin aku akan menyadarkan mereka agar mer kembali ke jalan benar. Kalau perJu, akan menggunakan kepandaian silat r menundukkan mereka agar mereka rasa jera dan bertaubat. Akan membunuh, tidak.. Yang berhak ir., bunuh atau menghidupkan hanya Tuhan.

"Engkau aneh. Mengapa sih en takut membunuh orang jahat?"

"Bukan takut, Kui Lin, akan teta aku tidak mau menjadikan perbuata~ sebagai mata rantai Karma senin terus berputar dan bersambung ti putusnya."

"Hemmm, maksudmu?" "Begini, Kui Lin. Tiat-pi Sam-membunuh ayah ibuku, peristiwa itu j dah pasti ada hubungannya dengan kar orang tuaku. Kalau aku membunuh m reka, apakah kau kira urusannya akai habis sampai di situ saja? Setiap poho ada buahnya, setiap'perbuatan pasti a* akibat kelanjutannya. Sudah pasti di pi hak Tiat-pi Sam-wan akan ada yang jug timbul dendam kebencian seperti aku dc akan berusaha membalas dendam deng

Membunuhku. Lalu, dari pihakku ada pufa Ung mendendam dan berusaha membalas mbunuhku. Dendam mendendam, benci lembenci, bunuh membunuh. Itulah ran

Karma yar,g tiada putusnya. Mata tai yang menyambungnya adalah per-tan kita. Nah, kalau aku tidak men dam dan tidak melakukan balas dendam, berarti aku tidak menjadi mata lantai yang menyambung sehingga rantai karma yang bunuh membunuh itu pun terputus dan berakhir, terganti karma lain yang lebih baik.

Mengertikah kau, Kui Lin?"

"Ah, rumit benar! Aku tidak mengerti. Pokoknya, aku akan bertindak sesuka hatiku, menentang para penjahat, kalau perlu membunuh mereka agar mereka tidak mendatangkan kesengsaraan kepada rakyat dan membela mereka yang benar dan tertindas. Pendeknya, aku akan menegakkan kebenaran dan keadilan, membela yang lemah tertindas dan menentang yang kuat sewenang-wenang. Kalau seorang pendekar tidak mau membunuh penjahat, dia itu seorang pengecut!"

Han Lin mengerutkan alisnya. Gadfl ini sungguh liar dan ganas, pikirnya dai tidak ada gunanya berbantahan dengar™ nya.

"Terserah kepadamu, Kui Lin. Akal tetapi sekali-kali kau ingat dan kenang! kan kembali percakapan kita ini." Kail Lin berseru memanggil rajawalinya. Bui rung itu melayang turun dan Han Lift! segera melompat ke punggurgnya dari rajawali terbang membubung ke angkasa. I Setelah Han Lin pergi, bo ulah Kui Lin merasa kehilangan. Ia tentu saja! dapat mengerti maksud semua ucaparl Han Lin tadi.

Gurunya juga mengajarkan* hal yang hampir sama. Akan tetapi ke-I kerasan hatinya membuat ia enggan un-l tuk mengaku salah. Setelah Han Lini pergi, baru ia merasa betapa hatinya I merasa amat kagum kepada pemuda itu, I hanya ia menyayangkah bahwa pemuda! itu baginya terlalu lemah!

Kui Lin tidak mempedulikan lagi ma-l yat j*oa Gu dan lima orang anak buah! perampok yang terluka. la lalu berlari I cepat meninggalkan tempat itu. Setelah | I mpir celaka di tangan para perampok an ditolong Han Lin lalu percekcokan-i ya

dengan pemuda itu, Kui Lin ingin j ulang. Ia lalu melakukan perjalanan repat pula ke r-mah ibunya di Cin-an.

Nyonya Song Kak, janda yang membuka toko obat di Cin-an itu berusia sekitar empat puluh tahun, masih tampak antik dan sehat. Toko obatnya cukup laris karena Nyonya Song memiliki keahlian memeriksa orang sakit dan memberi obatnya yang tepat. Ia mempelajari soal pengobatan ini dari mendiang suaminya.

Ketika Kui Lin muncul di pintu ru-nahnya, Nyonya Song berteriak girang, menyambut puteri yang menjadi anak tunggalnya itu dengan rangkulan dan iuman. Segera ia menyuruh dua orang pembantunya menjaga toko dan ia menggandeng Kui Lin memasuki rumah. Di dalam rumah, ributlah Kui Lin menceritakan semua pengalamannya kepada ibunya yang terkadang menggelengkan kepalanya mendengar semua cerita anaknya. Terutama sekali ia merasa khawatir mendengar akan pengalaman Kui yang baru saja terjadi ketika ia terta para perampok. "Jangan khawatir, Ibu. Aku su hajar mereka, bahkan seorang di.ant tiga pemimpin mereka telah berha kutewaskan. Mereka pasti jera dan tid akan berani melakukan perampokan lagi Kui Lin menghibur ibunya.

"O ya, sebulan yang lalu guru Louw Keng Tojin, datang berkunjung sini, Kui Lin." "Ah, Suhu datang ke sini, Ibu? A keperluan apakah beliau berkunjung sini?" "Tadinya dia datang untuk bertem denganmu, Kui Lin. Setelah kuberitah bahwa . engkau belum pulang, dia lal pergi lagi dan meninggalkan surat untuk mu. Nyonya Song lalu mengambil se pucuk surat dari almari dan menyerahkannya kepada puterinya.

Kui Lin segera membacanya. Dalam surat itu, Louw Keng Tojin menyuruh ia pergi ke kota raja untuk membantu gurunya dan para tokoh dunia kangouw da-

Um usaha mereka mencegah terjadinya l-'-rang saudara yang hanya akan menyenggarakan rakyat jelata. Kita akan bertemu kelak di sana, demikian Louw Keng Tojin menutup suratnya.

Ketika Nyonya Song membaca surat itu, ia berkata, "Kui Lin, aku tidak dapat melarangmu memenuhi permintaan gurumu, karena kurasa mendiang ayahmu uga akan menyetujui. Aku tahu bagaimana tugas seorang pendekar. Akan tetapi engkau baru saja datang, maka ja-

gan engkau buru-buru pergi lagi, anakku. Berdiamlah di rumah bersama ibumu, setelah reda rasa kangenku, baru engkau boleh pergi lagi."

Kui Lin tidak membantah dan demikianlah, ia tinggal di rumah bersama ibunya dan setiap hari membantu ibunya melayani pembeli obat di toko mereka.

r'.'';r' a 'l

Beberapa hari kemudian. Malam itu sunyi sekali. Langit gelap oleh mendu tebal. Hawa udara dingin dan kare semua orang mengetahui bahwa ada a caman hujan lebat yang setiap «aat ak turun, maka mereka lebih suka berdiad di dalam rumah. Sejak sore tadi toko obat Nyonyi Song sudah ditutup. Hal ini bukan hanyj karena mendung mengancam akan me> nurunkan hujan lebat, melainkan karenjl sebuah peristiwa yang membuat Nyonyi Song ketakutan. Tadi, ketika Nyonya Song masih duduk di toko dibantu dua orang pelayannya dan Kui Lin sedana pergi ke belakang untuk mandi, tiba tiba mereka mendengar suara di pint toko. Ketika mereka bertiga melihat ternyata suara itu ditimbulkan sebatan pisau yang menancap di pintu toko it dan di gagang pisau terdapat sehelai kertas yang ada tulisannya.

Ketika Nyonya Song' membaca tulisan itu, wajahnya berubah pucat sekali da cepat ia memerintahkan dua orang pe layannya untuk menutup toko. la sendir lalu masuk dan menemui puterinya.

Kui Lin yang telah selesai mandi dan tukar pakaian, heran melihat ibunya pak pucat dan gelisah.

"Ibu, ada apakah? Engkau kelihatan lisah "

Nyonya Song tidak menjawab, melain-n menyerahkan surat dan pisau itu ke-ida puterinya. Kui Lin menerimanya n menjadi semakin heran, akan tetapi bacanya surat itu. Isinya hanya singkat aja.

"Malam ini, semua mahluk yang bernyawa di rumah ini akan matil"

Surat itu tidak ditandatangani. "Dari lana datangnya surat itu, Ibu?" tanya ui Lin dengan alis berkerut karena ia arah sekali.

"Tadi ada yang menyambitkan pisau e pintu toko dan surat itu diikat pada agang pisau. Aku su&oh menyuruh Pa-nan dan Bibi Kwa menutupkan semua intu dan jendela."

Melihat ibunya tampak khawatir, Kui -in menghibur. "Ibu, jangan khawatir. Inipasti ulah penjahat-penjahat licik y pengecut. Hanya gertakan saja! Biar aku akan menjaga semalam suntuk kalau betul ada yang berani datang ngacau pasti akan kupengga! leher dengan pedangku!"

Biarpun sudah dibujuk dan dihi puterinya, tetap saja Nyonya Song r rasa khawatir sekali. Ia maklum bah dahulu, suaminya yang pendekar terk memiliki banyak musuh dari golong sesat, bahkan suaminya tewas dikero banyak tokoh sesat. Sekarang ditam lagi dengan puterinya yang juga te menanam banyak bibit permusuhan ngan golongan sesat. Ia sendiri, biarp tidak selihai mendiang suaminya at puterinya, bukan seorang wanita lema Ia sudah menerima latihan dari suamin sehingga memiliki kepandaian ilmu s lat yang lumayan yntuk menjaga d membela dirinya sendiri. Akan te pi sekali, ini ia merasa khawatir ak datangnya ancaman itu. Ia seolah dapa merasakan bahwa ancaman itu bukanla hanya gertakan saja seperti yang dikata tn puterinya. Apalagi setelah Kui Lin rcerita tentang pengalamannya berkahi dengan serombongan penjahat yang i pimpin Tiat-pi Sam-wan dan betapa orang di antaia tiga kepala perampok Itu telah dibunuh oleh Kui Lin. Sebagai r. teri seorang pendekar, ia banyak mendengar tentang kekejaman para golongan vesat di dunia kangouw.

Seperti telah disangka dan ditunggu banyak orang, malam itu mulai turun hujan. Hujan dan angin menderu-deru. Hujan turun seperti air ditumpahkan dari atas. Banyak rumah kebocoran dan penghuninya sibuk menampung air bocor atau i encoba untuk membetulkan genteng rumah mereka. Akan tetapi ternyata bahwa hujan deras itu tidak terjadi lama, eolah-olah semua air yang terkandung dalam awan gelap itu telah ditumpahkan emua ke seluruh kota Cin-an. Sesungguhnya tidak demikian. Akan tetapi angin kuatlah yang membebaskan kota Cin-an dari kebanjiran. Angin itu bertiup keras dan mendorong awan, sebagian besar dari awan, menuju ke barat sehingga awan yang berada di atas an segera habis menjadi hujan dan rah lain di sebelah barat yang kini guyur hujan lebat.

Setelah hujan berhenti, suasana kota Cin-an menjadi semakin sunyi dingin. Hampir tidak ada orang kel dari rumah pada malam yang dingin kali itu. Sebagian besar sudah pergi dur karena dalam hawa ud* ra sedin itu memang paling nyaman idalah ti di bawah selimut tebal dan hangat.

Akan tetapi di rumah Nyonya 5o penghuninya tidak dapat tidur seje pun. Mereka semua dalam keadaan i gang dan khawatir, yaitu Nyonya So kakek dan nenek pelayan, ada pun K Lin duduk di ruangan tengah de sikap tenang. Ia menyuruh dua c pelayan itu tinggal di dalam kamar reka dan tidak boleh keluar. Ibunya , dianjurkan untuk tinggal di'dalam kam dan siap dengan pedangnya untuk mer jaga diri. Berulang-ulang Kui Lin m nenangkan hati mereka dengan mengata kan bahwa ia telah siap untuk meng

ar siapa saja yang berani mengganggu. Tiba-tiba dalam kesunyian malam itu, dengar suara anjing menjerit-jerit. "Kainggg! Kainggggg! Lalu suara itu < henti.

Nyonya Song keluar dari kamarnya, h-r Jari menghampiri puterinya. "Kau i' ngar itu, Kui Lin? Itu suara Si Pulih ! Ia menjerit-jerit lalu berhenti

jangan—jangan "

"Tenanglah, Ibu. Mungkin ia tidak

a-apa, kalau Ibu merasa sangsi, mari kita lihat bersama!" Dengan tabah Kui I tn lalu keluar, diikuti oleh ibunya, menuju ke pekarangan belakang dari mana '.uara anjing tadi terdengar. Ia membawa

buah teng lampu gantung. Setelah tiba di pekarangan belakang, tiba-tiba mereka mendengar suara ayam-yam berteriak, berkokoh riuh lalu ber-l»enti dan sepi kembali. Cepat mereka menuju ke kandang dan penerangan lampu teng di tangan Kui Lin membuat mereka dapat melihat Si Putih, anjing mereka, sudah menggeletak berlumuran darah yang keluar dari lehernya yang terluka lebar, juga tujuh ekor ayam liharaan mereka mati semua dengan her hampir putus.

Jahanam ?" Kui Lin memaki ram. Ibunya memegang lengan puteriny dengan jari tangan gemetar, lalu m nuding ke dalam kandang. Ketika Kui Li melihatnya, ternyata dua ekor kuci kesayangan ibunya juga menggeletak mati dengan leher terluka.

Agaknya ancamar; itu bukan gertakan kosong belaka! Kin semua binatang peliharaan mereka tela tewas seperti bunyi ancaman dalam sura itu!

"Kui Lin, mari kita masuk. " Ny nya Sang berbisik dengan suara gemetar Kui Lin

mengangguk dan gadis ini me nahan kemarahannya. Kalau tidak ber sama ibunya, ingin rasanya ia 'memaki maki dan menantang musuh-musuh yan membunuhi ayam, anjing dan kucing it agar keluar dan melawannya! Akan tetap' ia tidak ingin ibunya menjadi semaki khawatir, maka ia menuntun ibunya kem bah ke pintu belakang rumah mereka. Baru saja mereka melangkah pintu belakang, tiba-tiba terdengar jeritan-jeritan dari dalam rumah.

"Celaka! Pembantu-pembantu kita      !"

Nyonya Song tiba-tiba mendapatkan keberaniannya dan ia melompat ke dalam rumah dan lari ke arah kamar dua orang pelayan mereka, bersama Kui Lin. Ketika mereka membuka daun pintu kamar itu, mereka melihat dua orang pembantu mereka, laki-laki dan wanita berusia sekitar lima puluh tahun itu, telah menggeletak di lantai kamar dengan leher terkoyak dan sudah tewas. Nyonya Song menjerit,- menubruk dan menangis. Akan tetapi dengan sigap Kui Lin memegang lengan ibunya dan ditariknya ibunya ke dalam kamar ibunya.

"Tenang, Ibu. Ibu di sini saja, aku akan mencari dan membasmi mereka!" Setelah berkata demikian, ia meninggalkan kamar ibunya dan melompat keluar. Setibanya di depan rumah yang mendapat penerangan lampu dari serambi, ia berteriak «sambil mengerahkan tenaga saktinya sehingga suaranya melengking nyaring. "Jahanam keparat busuk tak ta malu! Jangan bertindak curang! Ka memang kalian ada keberanian, mari ki bertempur di sini sampai seribu jurus!"

Kini tampak tiga sosok bayang berkelebat dan tiga orang berdiri depannya. Kui Lrn mengenal dua di al tara mereka, yang bukan lain adah Yong Ti dan Oh Kun, dua orang da Tiat-pi Sam-wan, sedangkan yang seorai lagi ia tidak kenal. Dia ini seorang kj kek bertubuh tinggi besar, mukanya tej dapat codet (bekas luka) melintang dm pipi ke pipi sehingga wajahnya tampa menyeramkan sekali. Di punggungny tergantung sebatang pedang. Selain tig orang itu, kini muncul pula belasan oran anak buah mereka mengepung pekaranga itu. Melihat mereka, Kui Lin menja marah sekali dan ia menudingkan pedan nya ke arah tiga orang itu.

"Huh, kiranya jahanam-jahanam bu Tiat-pi Sam-wan, monyet-monyet cura tak tahu malu. Kalian berdua data untuk menyusul saudara kalian ya mampus di tanganku? Baik, aku aku. mengirim kalian ke neraka untuk menemani adik kalian!"

"He-he-heh! Yong Ti dan Oh Kun, nikah gadis yang telah membunuh Joa u? Wah, cantik manis!" Tiba-tiba saja Kui Lin yang tak dapat menahan kemarahannya sudah menerjang ke arah kakek itu sambil membentak.

"Kakek mesum mau mampus!" Pedangnya menyambar seperti kilat. Gerakannya amat cepat sehingga kakek yang tadinya memandang rendah itu terkejut uga. Kakek itu adalah guru dari Tiat-pi Sam-wan yang marah ketika dilapori dua orang muridnya bahwa muridnya yang termuda, Joa Gu, tewas di tangan seorang wanita. Maka dia lalu ikut dua orang muridnya untuk membalas dendam. Melihat musuhnya hanya seorang gadis muda remaja, dia memandang rendah. Akan tetapi serangan gadis itu benar-benar mengejutkannya. Dia melompat jauh ke belakang lalu tiba-tiba dia mencabut pedang dari punggungnya dan melontarkannya ke atas. Ternyata itu adalah sebatang hui-kiam (pedang terbang)!

Pedang itu meluncur seperti sinar keblr an ke arah Kui Lin. Gadis perkasa menangkis dengan pedang tipisnya.

"Tranggggg !" Pedang terbang terpental dan membalik' ke arah pemil nya yang menerimanya dengan tan kanan. Kui Lin sudah menerjang lagi d kini ia disambut bukan hanya oleh ka itu, akan tetapi juga oleh Yong Ti d Oh Kun yang bertekad untuk memba kematian sute mereka. Segera setel bertanding melawan tiga orang itu, K Lin merasa kerepotan dan terdesak. K lau hanya melawan pengeroyokan Ya; Ti dan Oh Kun berdua, kiranya ia mas sanggup untuk menandingi mereka. Aka tetapi kakek tinggi besar bermuka b. peng itu ternyata lihai sekali denga permainan pedangnya.

Dia berjuluk Cui beng Lo-kui (Setan Tua Pengejar Arwah guru dari Tiat-pi Sam-wan. Tentu sa' ilmu kepandaiannya 'tinggi. Melawan k kek itu seorang saja akan sukar bagi Ku Lin untuk dapat menang. Apalagi ki dikeroyok tiga. Ia segera terdesak heba Akan tetapi dara yang gagah perkasa itu sama sekali tidak menjadi gentar. Yang embuat ia gelisah adalah karena ia teringat ibunya yang berada seorang diri Idam kamarnya. Akan tetapi kalau hanyaa para anak buah penjahat saja yang nengganggu, ia yakin ibunya dapat melindungi diri sendiri dengan baik. Ia me-ii ang terdesak hebat, terutama oleh rmainan pedang kakek bermuka codet itu. Akan tetapi ia tidak mengkhawatirkan dirinya sendiri, melainkan mengkhawatirkan ibunya. Tiba-tiba ia mendengar suara burung rajawali di atas. Mendengar ini, jantung Kui Lin berdebar karena girang. "Si Han Lin, tolong kami !!" Sesosok bayangan putih

berkelebat dan tahu-tahu Han Lin telah berada di situ. Dengan Pek-sim-kiam di tangan dia cepat mengelebatkan pedangnya yang berubah menjadi sinar putih memanjang yang menangkis senjata-senjata di tangan tiga orang pengeroyok Kui Lin.

"Trang-trang-cringgg !" Berturut-turut tombak baja di tangan Yong Ti,

ang-to di tangan Oh Kun, dan pedang di tangan Cui-beng Lo-kui, terpental ohi tangkisan Pek-sim-kiam itu. Pek-sinl kiam (Pedang Hati Putih) milik Han Lu adalah sebatang pedang pusaka yanl memiliki daya amat kuat untuk melawan atau menangkis senjata, lawan. Namanya juga Pedang Hati Putih. Pedang itu dW berikan Thai Kek Siansu kepada Han LiJ dengan pesan bahwa Pek-sim-kiam buka* pedang untuk membunuh orang, melain kan hanya untuk melindungi diri dan menangkis senjata lawan yang menyerang Kini belasan orang anak buah penjahat itu sudah maju pula mengeroyol dengan golok mereka setelah meliha pemuda itu membantu Kui Lin.

"Han Lin, ibuku berada sendirian di dalam " kata Kui Lin dan mendengar'

ini, Han Lin cepat mendesak maju. Dengan dua kali serangan, tangan kiri menampar dan kaki menendang, dia dapat membuat Yong Ti dan Oh Kun terpelanting roboh dan tak dapat segera bangkit kembali. Melihat ini, Cui-beng Lo-kui marah sekali dan sambil mengeluarkan gerengan seperti «»eekor harimau marah, fia menyimpan pedangnya, merendahkan i buh hampir berjongkok dan mendorong-n kedua tangannya ke arah Kui Lin. dingin pukulan yang dahsyat menyambar.

"Kui Lin, n.inggir!" Han Lin mencorong gadis itu ke samping lalu cepat t a menyambut serangan pukulan jarak auh yang dahsyat itu.

"Wuuuuuuttttt bresssssl!" Tubuh

akek itu terpental dan jatuh bergulingan seolah dia tadi memukul sebuah benda lunak yang kenyal seperti karet sehingga kulannya membalik dan membuat dia terpental. Dia maklum bahwa dia menghadapi seorang lawan tangguh, maka setelah bergulingan dia lalu bangkit dan elompat ke atas genteng, lenyap dalam kegelapan malam.

"Han Lin, tolong ibu dalam kamarnya!" kata Kui Lin. Mendengar ini, Han Lin cepat berkelebat memasuki rumah tu di mana dia melihat seorang wanita etengah tua dengan pedang di tangan menghadapi pengeroyokan tiga orang .nak buah penjahat. Han Lin merobohkan iga orang itu dengan tendangan sehingga

Nyonya Song terbebas.

Sementara itu, begitu melihat Lin berkelebat memasuki rumah, Kui L' yang tidak lagi mengkhawatirkan ibun cepat menerjang ke arah Yong Ti Oh Kun yang baru saja merangkak dak bangkit berdiri. Sia-sia saja orang itu hendak menghindar kar demikian cepatnya pedang tipis di tan Kui Lin berkelebat dan dua orang i pun roboh dengan leher tersayat sehin tewas seketika! Kui Lin ialu menga dan tiga belas orang yang berusaha m ngeroyoknya, satu demi satu dibabatn roboh! Mengerikan sekali melihat gadi ini mengamuk. Banjir darah terjadi pekarangan itu dan tidak ada seor pun anak buah gerombolan itu dapa menyelamatkan diri. Hanya Cui-beng Lc kui seorang diri saja yang dapat lol dari maut!

"Kui Lin J" Nyonya Song berse

dan ngeri melihat puterinya berdiri de ngan pedang di tangan sedangkan di s kelilingnya, belasan mayat berseraka mandi darah!

Han Lin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat keganasan gadis itu. Kini nnyak orang datang memasuki pekarangan sambil membawa obor. Mereka adalah para tetangga yang berdatangan karena tertarik oleh keributan di pekarangan rumah Nyonya Song. Semua orang merasa ngeri melihat mayat-mayat berserakan perti itu. Nyonya Song lalu minta tolong para tetangga untuk melaporkan kepada komandan pasukan keamanan di Cin-an tentang serbuan gerombolan penjahat yang telah dibasmi puterinya.

Tak lama kemudian pasukan keamanan datang dan sang komandan yang sudah mengenal baik Nyonya Song, segera mendengar laporan Nyonya Song. Dia lalu memerintahkan para perajurit anak buah pasukannya untuk menyingkirkan semua mayat para penjahat. Banyak pula tetangga yang ikut membersihkan pekarangan itu. Mereka jug» membantu menyediakan dua buah peti mati untuk dua orang pembantu Nyonya Song. Tiga orang anak buah gerombolan yang dirobohkan Han Lin menjadi tawanan pasukan keamanan. Nasib mereka masih' lebih daripada teman- teman. mereka yang tewas di tangan Kui Lin.

Sementara itu, Nyonya Song. Kui dan Han Lin berada di ruangan dai rumah itu. Ketika Nyonya Song me dengar pengakuan Kui Lin bahwa ket ia bertemu dengan Tiat-pi Sam-wan ia ditawan, ia juga ditolong oleh pem yang malam ini menolong mereka. N nya Song mengucapkan terima kasih d mengundang Han Lin masuk ke rum Han Lin dan Kui Lin duduk di ruanga dalam sedangkan Nyonya Song sibuk c bantu para tetangga mengurus jenaz dua orang pembantunya yang setia. ! orang pembantu itu sudah dianggapn sebagai keluarga sendiri. Merekalah ya menemaninya sejak suaminya meningg dan ketika Kui Lin merantau menjngga kan rumah, mereka pula yang meneman nya. Maka, tentu saja Nyonya S; merasa bersedih sekali dan ia mengur jenazah mereka seperti keluarga sendiri.

Ketika berada berdua saja itulah, H Lin tak dapat menahan diri lagi, m r gur Kui Lin. i "Kui Lin, kembali engkau melakukan kekejaman dengan membunuh lawan yang dah roboh. Mengapa sih hatimu dapat sekejam itu?"

"Apa? Kau bilang kejam? Kau kira mereka yang datang menyerbu kami itu orang- orang baik dan tidak kejam? Mereka mengirim surat ancaman untuk membunuh semua mahluk bernyawa yang berada di rumah ini! Kemudian mereka membunuh semua anjing, kucing dan ayam peliharaan ibu, bahkan membunuh pula dua orang pembantu ibu yang setial Dan kalau engkau tidak datang membantu, sudah pasti ibu dan aku juga mereka bunuh! Aku membela diri melawan kemudian membunuh, membasmi mereka iblis-iblis berupa manusia itu dan kau bilang aku kejam?"

"Akan tetapi, Kui Lin. Kalau engkau pun melakukan pembunyian dan pembantaian dengan kejam, lalu apa bedanya antara engkau dan Tiat-pi Sam-wan? Mereka jelas orang jahat dan kejam, lalu apakah engkau ingin menyamai mereka dan disebut kejam pula?"

"Delas berbeda antara aku dan me ka, Han Lin! Merekalah yang melaku perbuatan jahat, mula-mula mengganggi dan menangkap aku, kemudian malam iri mereka menyerbu hendak memburu.) kami semua. Akan tetapi aku tidak per nah mengganggu mereka, aku hanyi membela diri dan kalau aku membunur mereka, aku melakukannya seperti aki membunuh sekumpulan ular berbisa ya hanya membahayakan penghidupan orai' lain. Aku bukan penjahat seperti merek, dan aku tidak pernah mengganggu orane, lain!" bantah Kui Lin dengan marah dar penasaran. Han Lin juga merasa penasaran mt-i nahan diri dan tersenyum. "Aku tahu J Kui Lin.

Aku tidak pernah bilang engkau! jahat, namun hanya menegur karena engJ kau membunuh lawan yang sudah roboh1 tidak berdaya."

"Habis, aku harus bagaimana? Membiarkan mereka hidup agar mereka dapat terus melakukan kejahatan mereka mengganggu orang, merampok, dan menculik, melukai dan membunuh orang-orang tidak berdosa seperti dua orang pembantu kami? Begitu?"

"Kui Lin, tenanglah dan dengarkan kata-kataku. Kalau engkau terancam bahaya maut, engkau berhak membela diri dan seandainya dalam berkelahi membela diri itu engkau tidak dapat berbuat lain kecuali merobohkan penye-rangmu sehingga dia tewas, hal itu masih wajar. Akan tetapi engkau membunuhi orang-orang yang sudah tidak berdaya, inilah yang kuceia dan tidak semestinya dilakukan oleh seorang pendekar wanita."

"Hemm, habis apa yang harus kulakukan? Memaafkan kesalahan mereka, menolong dan mengobati mereka?" Gadis itu bertanya dengan suara mengejek, bibirnya yang mungil merah itu cemberut dan matanya yang indah itu mengerling tajam. Ia merasa penasaran sekali. Akan tetapi dalam keadaan marah dan cemberut itu ia tampak semakin manis.

"Memang sebaiknya begitu, Kui Lin. Memaafkan dan menolong mereka merupakan pekerjaan dan sikap terpuji."

"Aku tidak ingin dipuji! Apakah mar sia-manusia iblis macam mereka itu t j dak sepatutnya dihukum?"

"Memang sepatutnya mereka dihukumi "Nah, kau juga bilang mereka sepatut* nya dihukum, dan aku sudah menghukumnya! Apalagi yang salah?" Gadis itu mandang dengan penuh kemenangan menantang. "Lalu menurutmu, apa yar harus kulakukan lagi?"

Engkau bukan pelaksana hukum, Kui Lin. Setelah engkau membela diri dan merobohkan mereka, seharusnya kau serahkan kepada yang berwenang dan berwajib. Pemerintah yang berhak menghukum orang. Ada pengadilan sebagai alat negara yang akan mengadili, bukan engkau!"

"Si-taihiap (Pendekar besar Si) berkata benar, Kui Lin!" tiba-tiba Nyonya Song memasuki ruangan itu. Tadi ia mendengar ucapan terakhir Han Lin dan segera membenarkannya. Ia sendiri memang tahu bahwa puterinya memiliki watak yang galak, keras dan ganas dan hal ini merupakan warisan watak ayahnya. Song Kak dahulu juga merupakan seorang pendekar yang amat galak dan ganas terhadap para penjahat. Setiap bertemu penjahat dia tidak pernah mengenaal ampun dan tentu penjahat itu bunuhnya, sehingga selain namanya ar terkenal, juga dia amat dibenci

p. tokoh sesat dan akhirnya dia sendiri nu terbunuh dikeroyok banyak tokoh sesat. "Ain, Ibu ! Kenapa malah Ibu berpihak kepada Han Lin?"

"Tentu saja karena Si Taihiap "

"Maaf, Bibi, harap jangan menyebi saya dengan Taihiap." kata Han Lin san bil tersenyum ramah.

"Baiklah, Si Han Lin. Kui Lin, seper kukatakan tadi, aku tidak berpihak ke-pada Han Lin, melainkan karena Han Lin memang benar. Engkau bukan algojo, Kuj Lin. Lain kali, jangan menuruti kekerasan hati dan kebencianmu. Kalau engkau dapat mengalahkan penjahat, robohkan saja dan jangan bunuh, melainkan serahkan kepada yang berwajib, yang akan mengadili dan menghukumnya. Mengerti?'] Dengan alis berkerut, Song Kui LiC mengangguk. Gadis ini, betapapun liar dan galaknya, tetap saja ia amat berbakti dan taat kepada ibunya yang amat disayangnya.

Setelah dua jenazah pembantu itu makamka , Nyonya Song menerima kun-ungan Perwira Kwa Siong. Perwira Kwa ong ini adalah komandan pasukan keamanan kota Cin-an dan dia seorang uda karena isterinya telah meninggal dunia ketika di kota itu terjangkit wabah penyakit yang berbahaya. Perwira Kwa Siong mengenal baik Nyonya Janda Song yang tadinya menjadi sahabat baik isterinya. Setelah isterinya meninggal, Perwira Kwa banyak memberi bantuan kepada Nyonya Janda Song dan antara kedua orang ini terjalin persahabatan yang akrab. Sebetulnya, sudah beberapa kali Perwira Kwa melamar Nyonya Song untuk menjadi isterinya, namun janda itu masih selalu minta waktu untuk mempertimbangkan, walaupun sesungguhnya ia juga suka kepada perwira yang gagah dan baik budi itu. Yang membuat hati Nyonya Song merasa ragu adalah puterinya. Ia tidak ingin Kui Lin menjadi bersedih kalau ia menjadi isteri Perwira Kwa dan untuk mengatakannya kepada puterinya, ia merasa malui.

Mereka duduk menghadapi meja kan, berempat. Nyonya Song, Perw Kwa, Kui Lin, dan Han Lin. Setel makan, mereka membicara! :an tenta penyerbuan para penjahat malam kemari Kui Lin tidak asing dengan Perwira K yang telah dikenalnya sejak ia kecil.

"Terima kasih, Paman Kwa. Eng telah mengurus semua mayat penja itu, dan tidak menyalahkan aku ya telah membunuh mereka. Engkau tah Paman, Ibuku dan Si Han Lin ini m nyalahkan aku karena aku membun merekal" kata Kui Lin seolah minta ke pada perwira itu untuk mendukung da memihak padanya.

Perwira Kwa tersenyum. Tentu saj dia mengenal watak gadis itu dan Ny nya Song seringkah mengeluh kepadany tentang kekerasan watak puterinya itu.

"Kui Lin, aku ti'dak merasa heran akan kebencian dan keganasanmu terhadap para penjahat. Memang sudah menjadi kewajiban seorang pendekar untuk menentang kejahatan, membela kebenaran dan keadilan. ~ Akan tetapi, Kui Lin, i embunuhi mereka bukanlah menjadi gas kewajibanmu. Mereka itu penjahat n sudah sepantasnya dihukum, akan tetapi pemerintah telah mengadakan peraturan untuk menghukum para penjahat. Mereka harus diadili lebih dulu, baru ! engadilan yang memutuskan hukuman -pa yang pantas untuknya."

"Nah, betul kan omonganku? Engkau ukan algojo, Kui Lin!"

"Wah, Ibu dan Paman Kwa Siong selalu saling bantu. Sekarang juga berse- utu untuk melawanku!" Tiba-tiba, melihat wajah ibunya berubah kemerahan, Kui Lrn menyadari kesalahan ucapannya, menjadi gugup dan menyambung.

"Maaf, Ibu, maksudku, Paman Kwa selalu menyetujui pendapat Ibu dan sebaliknya Ibu juga mendukung pendapat Paman Kwa.

Kalian berdua tampaknya begitu begitu sepaham dan cocok eh, maaf "

Kui Lin menjadi bingung sendiri karena tambahan kata-katanya itu bahkan membuat Ibunya tampak canggung dan menundukkan mukanya.

Akan tetapi Perwira Kwa melihat kesempatan baik dalam suasana itu, m ka dia cepat berkata. "Begitukah pe dapatmu, Kui Lin? Aku dan ibumu ta pak cocok? Sekarang aku hendak membicarakan hal yang serius denganmu "

"Ciangkun (Perwira) !" Nyonya mencela.

"Tidak mengapa, Song Hujin (Nyony Song), seyogianya kalau urusan ini d' bicarakan sekarang sehingga terdap-kepastian. Begini, Kui Lin, setelah ki dua orang pembantu ibumu tewas berart ibumu hanya tinggal berdua denganm< dan kalau engkau pergi, ibumu han tinggal seorang diri. Sebetulnya, yang hendak kukatakan kepadamu in sudah terpendam selama dua tiga tahun.

"Maaf, Paman dan Bibi, sebaikny saya keluar dulu agar percakapan keluar ga ini dapat dilakukan dengan lelua Saya tidak mau mengganggu "

"Tidak Han Lin. Doduk sajalah, bah kan aku memerlukan seorang teman Anggap saja aku ini pamanmu dan" eng kau menemani aku yang akan bicar seju;urnya kepada Kui Lin dan ibunya.' kyta Perwira Kwa yang sudah diperkenalkan dan tahu siapa adanya pemuda ber-; akaian putih ini yang mendatangkan i ekaguman dalam hatinya. Han Lin ter-ksa duduk kembali walaupun dengan > ati yang merasa canggung karena dia sudah dapat menduga apa yang akan dipercakapkan oleh perwira yang gagah

tu.

"Nah, katakanlah, Paman Kwa Siong," ata Kui Lin dan gadis ini pun bukan eorang bodoh. Ia sudah tahu sejak lama bahwa terdapat hubungan yang lebih daripada hubungan biasa antara ibunya dan perwira ini, walaupun pada lahirnya mereka tampak hanya sebagai sahabat baik saja, tidak lebih.

"Begini, Kui Lin. Aku ini seorang duda yang kehilangan isteri yang me-inggal dunia tanpa mempunyai anak. Sedangkan ibumu juga sudah menjadi anda sejak muda sekali, mempunyai engkau sebagai anak tunggal dan engkau tentu mengetahui dan merasakan bahwa aku pun suka sekali padamu sejak kecil, sudah kuanggap sebagai anakku sendiri. Nah,' selama beberapa tahun ini sud seringkah aku mengajukan lamaran kepada ibumu agar ia suka hidup bersam ku, sebagai isteriku dan engkau menja anakku. Akan tetapi ibumu selalu mi waktu untuk mempertimbangkan lamaran ku itu. Aku tahu bahwa ia sulit meneri manya karena merasa tidak enak kepada mu, Kui Lin. Maka sekarang, aku mengambil keputusan untuk membicarakan hal ini denganmu. Apakah engkau keberatan dan menolak kalau ibumu menikah dengan aku dan engkau menjadi anakku?"

Kui Lin yang sudah menduga pertanyaan ini tidak menjadi terkejut, bahkan sambil cengar-cengir ia memandang ibunya Nyonya Song tentu saja menjadi malu dan salah tingkah, apalagi melihat pu-terinya cengar-cengir seperti menggodanya!

"Hush!" Akhirnya Nyonya Song membentak dengan muka berubah seperti udang direbus'dan matanya melotot kepada puterinya. "Kenapa cengar-cengir seperti monyet? Kalau engkau tidak setuju, katakan saja jangan cengar-cengir seperti itu!" Kini Kui Lin memandang ibunya, lalu memandang perwira itu, mukanya berseri dan ia berkata, "Paman Kwa dan Ibu, irusan perjodohan adalah urusan antara dua orang saja, orang lain tidak berhak mencampuri. Tentu saja keputusannya terserah kepada Ibu. Kalau Ibu suka untuk menjadi Nyonya Kwa dan menerima amaran Paman Kwa, tentu saja aku tidak akan menghalanginya. Bahkan kalau ada yang akan menghalanginya, orang itu akan kuhajar!"

"Akan tetapi, bukan itulah yang merisaukan hatiku, anakku, yang penting bagiku adalah kebahagiaanmu. Maka jawablah, apa engkau suka dan rela ibumu ini menikah lagi?"

"Ya, Kui Lin, katakanlah apakah engkau suka menjadi anakku?"

"Ibu, kalau yang menjadi suamimu dan ayahku Paman Kwa, ak^ s'-ka sekali. Aku juga ingin melihat engkau berbahagia, Ibu, dan aku tahu Paman Kwa seorang yang bijaksana. Aku senang dapat menjadi anaknya."

Mendengar ini, saking lega dan bahagia rasa hatinya, Nyonya Song menu mukanya dengan kedua tangan dan nangis.

Ibu !" Ia merangkul ibunya. "Kenapa mmenangis?" Suaranya mengandung k khawatiran.

"Biarkan ibumu menangis, Kui Lin. j menangis karena bahagia." kata Perwi Kwa Siong dengan wajah berseri gembir Kui Lin yang merangkul ibunya ikut pul menangis. Dua orang wanita itu sali berangkulan sambil menangis, akan teta tangis bahagia.

"Si Han Lin, aku minta dengan hor mat dan sangat agar engkau suka me jadi saksi pernikahan kami yang ak kami laksanakan secepatnya. Untuk s mentara tinggallah di rumahku samp pernikahan dilangsungkan." Perwira K minta kepada pemuda itu dengan sika sungguh-sungguh sehingga sukar bagi Ha Lin untuk menolaknya. Apalagi hal i menyangkut diri «Kui Lin, maka melihu gadis itu dia pun tentu saja tidak dapat menolak lagi. Apalagi menurut rencana mereka, pernikahan akan dilangsungkan secara sederhana minggu depan.

Permintaan Perwira Kwa agar Lin menjadi saksinya itu selain dia naruh kepercayaan besar kepada pem itu. juga untuk mengimbangi kead calon isterinya. Nyonya Song mempun seorang anak perempuan, maka dia me aku Han Lin sebagai keponakan yai dianggap sebagai anak sendiri, sehing^ dengan demikian keadaan mereka be imbang! Ketika hai ini dibicarakan ole Perwira Kwa, Han Lin memandang K Lin dan berkata. "Wah, kalau begitu aku mcmpuny seorang adik perempuan! Mulai sekara aku akan menyebutmu Lin-moi (Adik Li dan karena nama akhir kita sama, en kau menyebut aku Lin-ko (Kakak Lin)!"

"Ah, mana perlu harus begitu?" ban tah Kui Lin.

"Eh, Kui Lin, ucapan Han Lin benar kata Perwira Kwa. '"

"Ya, Kui Lin, engkau harus menyebu Han Lin sebagai kakakmu!" kata pul ibunya. "Nah, benar, bukan? Hayo, Adikku

kita latihan. Sebut aku Lin-ko. Hayolah, kalau tidak latihan dan kemudian ada Tang lain mendengar engkau menyebut namaku begitu saja, engkau akan dikatakan adik yang kurang ajar!" Han Lin i lenggoda.

Dengan mulut masih cemberut, Kui I i n terpa~ksa berkata. "Lin-ko    "

"Nah, sedap didengar, bukan Lin-moi?"

Mereka semua membuat persiapan perayaan pernikahan itu dengan gembira. Memang tidak besar-besaran, hanya mengundang sanak keluarga Perwira Kwa Siong dan beberapa orang teman pejabat di Cin-an saja. Semua orang memuji Perwira Kwa yang pandai memilih isteri baru, karena Nyonya Song memang terkenal ebagai seorang janda yang selain cantik dan lembut, juga terhormat dan Baik budi, suka menolong orang dengan pengobatan tanpa memungut bayaran tinggi, bahkan bagi yang tidak mampu, ia menolong dengan gratis.

Tiga hari setelah pernikahan dan Kui Lin bersama ibunya sudah pindah ke rumah Perwira Kwa, mengosongkan rul mah lama, Kui Lin mengatakan kepadl ibunya bahwa ia ingin memenuhi pesan dalam surat gurunya. Mereka lalu berunfl ding, dihadiri pula oleh Han Lin yanal seolah-olah kini benar-benar sudah dm anggap keluarga sendiri, sebagai kakakl dari Kui Lini

"Kui Lin, mengapa engkau tergesaJ gesa hendak pergi lagi?" kata ibunyaJ kini sebutannya bukan lagi Nyonya SongJ melainkan Nyonya Kwa.

"Ibu, aku harus menaati perintah Suhu J pula memang aku harus memanfaatkan! semua ilmu yang dengan susah payahi sudah kupelajari dan kulatih bertahun-" tahun. Apalagi sekarang hatiku dapat tenang meninggalkanmu karena di sini ada Paman eh, maaf, keliru lagi, adai Ayah yang melindungimu. Dengan adanya Ayah

dan ratusan orang perajurit dalam pasukannya, tidak ada orang akan berani mengganggumu."

"Anakku, bukan diriku yang Ibu khawatirkan, akah tetapi keselamatanmu! Siapa tahu apa yang akan terjadi di kota

raja!" kata Nyonya Kwa.

"Saya kira Paman Kwa tentu lebih mengetahui akan keadaan di kota raja. Lebih baik kalau Lin-moi mengetahui lebih banyak akan keadaan di kota raja sebelum pergi ke sana."

"Ayah, ceritakanlah apa yang terjadi di sana? Kalau Suhu menyuruh aku ke sana untuk mencegah terjadinya perang saudara, tentu sedang terjadi sesuatu di sana." Perwira Kwa Siong mengangguk-angguk. "Sesungguhnya, dilihat dari luar, tidak terjadi apa-apa di kota raja. Sri-baginda Kaisar memerintah dengan adil dan bijaksana. Akan tetapi sebenarnya, di sebelah dalam memang terdapat hal -ha!

-yang mengkhawatirkan. Seperti diketahui, setelah menggantikan Dinasti Chou menjadi Dinasti Sung, Kaisar Sung Thai Cu dengan bijaksana menerima bar nyak pejabat tinggi dan bangsawan bekas Kerajaan Chou menjadi pejabat. Kebijaksanaan ini mempunyai segi buruknya, yaitu memberi kesempatan kepada bekas kelompok Kerajaan Chou untuk bersatu dan membuat persekongkolan. Bukan tida mungkin di antara mereka itu banyak yang mempunyai ambisi untuk membangun kembali Kerajaan Chou dan menumbangkan Kerajaan Sung. Nah, agaknya keadaan ini yan membuat gurumu merasa khawatir dan mengutus engkau ke kota raja untuk membantu usaha para pendekar memadamkar kerusuhan atau pemberontakan sehingga tidak terjadi perang saudara."

"Akan tetapi bagaimana mungkin orang yang sudah diberi kedudukan masih ingin memberontak?" tanya Kui Lin penasaran.

"Hal itu tidak mengherankan, Kui Lin." kata Han Lin. "Demikianlah watak manusia yang lemah dan tidak dapat menguasai nafsu-nafsunya sendiri. Mereka itu selalu membayangkan dan menginginkan yang lebih daripada apa yang dimilikinya. Ini yang membuat mereka selalu tidak puas dan ambisi mereka untuk memperoleh yang lebih tidak pernah padam, dan keinginan memperoleh apa yang mereka dambakan itu seringkah menimbulkan cara-icara yang' tidak baik."

"Pendapat Han Lin ada benarnya," kata Perwira Kwa. "Akan tetapi ada pula orang yang masih setia kepada Kerajaan Chou, yang diam-diam mendendam kepada Kaisar Sung Thai Cu sebagai pendiri Dinasti Sung dan mereka setelah mendapatkan kedudukan tinggi, ingin sekali membangun kembali Kerajaan Chou. Mereka tentu terdiri dari para keluarga Kaisar Kerajaan Chou yang telah jatuh."

Si Han Lin menjadi tertarik sekali. "Paman, kalau menurut pendapat Paman, siapakah yang sekiranya mempunyai ambisi untuk membangun kembali Kerajaan Chou itu?"

Perwira Kwa menghela napas panjang. "Banyak sekali bekas orang Kerajaan Chou yang kini diberi kedudukan oleh Sribaginda Kaisar Sung Thai Cu. Hal ini' mungkin sekali karena Sribaginda mengingat bahwa beliau juga m?«ih seketurunan dengan keluarga Kerajaan Chou dan beliau dahulu bernama Chou Kuang Yin dan menjadi seorang panglima besar di Kerajaan Chou. Akan tetapi yang kini memiliki kedudukan paling tinggi dan juga merupakan kerabat terdekat dari mendiang Kai sar Chou Ong adalah Pangeran Chou Ba Heng yang dulu adalah keponakan men diang Kaisar Chou Ong dan kini diber kedudukan Penasehat Angkatan Peran oleh Sribaginda Kaisar.

Dialah yang ka barnya selain seorang ahli perang da ahli silat pandai, juga memiliki hubunga luas dengan para tokoh dunia kang-ouw. Maka, sudah sepatutnya kalau Chou Ban Heng yang kini berpangkat Jenderal itu diawasi gerak-geriknya.

Han Lin menjadi semakin tertarik. "Ah, kalau begitu mungkin sekali akan timbul pemberontakan dan perang saudara seperti yang dikhawatirkan gurumu, Lin-moi. Aku menjadi tertarik untuk melihat keadaan di sana."

"Bagus sekali!" Kui Lin bangkit berdiri dan melonjak kegirangan. "Mari kau temani aku, Han Lin! Kita pergi bersama!"

"Hushhh, Kui Lin. Kau menyebut apa kepada kakakmu?" bentak ibunya. "Oh, ya!" Kui Lin tertawa. "Maaf, Lin-ko, aku lupa."

"Han Lin, kami girang sekali men-

ngar engkau juga hendak pergi ke kota a. Kami titip anak kami, tolong jaga n lindungi ia yang belum banyak pe-alamannya dan terlalu keras kepala." ata Nyonya Kwa.

"Ahhh, ibu!" Kui Lin merajuk manja. "Han Lin, kalau ia menjadi liar dan idak menurut kata-katamu, kau boleh ewakili aku untuk menjewer telinga-ya!" kata pula Nyonya Kwa. Mereka lalu berkemas dan Perwira Kwa menitipkan sepucuk surat kepada Han Lin untuk diserahkan kepada Pange-ian Sung Thai Cung, yaitu adik kandung Kaisar Sung Thai Cu. Pangeran Sung Thai Cung ini dahulunya bernama Chou Kuang Tian dan kini dia dipercaya kakaknya nenjadi panglima besar angkatan perang Kerajaan Sung.

Usianya empat puluh lima tahun dan dia dahulu menjadi sahabat baik Perwira Kwa. Surat perkenalan itu akan membuat Han La. dan Kui Lin dapat diterima sebagai orang yang boleh

dipercaya.

Setelah berkemas, pemuda dan gadis itu pun meninggalkan kota Cin-an. Setibanya di luar kota, Han Lin bersui nyaring memanggil rajawali. Terdenga jawaban dari dalam hutan tak jauh dar situ dan tak lama kemudian rajawali it terbang datang. "Ain, senang sekali mempunyai rajawali seperti itu' Akan tetapi mengar. engkau tidak membiarkan dia berada gedung ayah bersama kita, Lin-ko?"

"Dia tidak akan betah tinggal di sana! Lin-moi, tidak suka menjadi tontonan. Dia mempunyai dunianya sendiri, yaitu di antara pohon-pohon besar dalam hutan." Rajawali itu kini meluncur turun dan hinggap di atas tanah dekat Han Lin. |

Kui Lin memandang dengan kagum. Tinggi burung itu hampir sama dengan tinggi badannya sendiri, sepasang sayap dan sepasang kakinya tampak demikian kokoh kuat.

;

"Lin-ko, aku ingin sekali menungganginya. Mari kita berdua menungganginya dan suruh dia membawa kita terbang ke kota raja!"

"Tidak bisa, Lin-moi. Selain kita berdua terlalu berat baginya, juga dia akan

I kusuruh pulang membawa suratku kepada I Suhu agar Suhu mengetahui ke mana [aku pergi dan apa yang akan kulakukan di kota raja."

"Aih, Lin-ko. Masa engkau begini peiit terhadap adik sendiri? Aku hanya ingin menungganginya, sebentar saja! Akan tetapi kalau sendirian, aku takut seperti dulu lagi. Dia pernah melemparkan aku dari atas. Bisa remuk badanku kalau dia lakukan itu lagi."

Han Lin tersenyum. "Salahmu sendiri, Lin-moi. Tiauw-ko (Kakak Rajawali) ini mempunyai perasaan peka. Kalau orang bersikap hormat dan manis kepadanya, dia pun akan bersikap manis pula. Kalau engkau bersikap keras, seperti dulu engkau memaksanya terbang dan mencabut sehelai bulunya, tentu saja dia marah."
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar