Si Rajawali Sakti Jilid 07

Jilid 07

"Nona eh, karena kita masih saudara misan, sebaiknya aku menyebutmu

piauw-moi (adik misan perempuan), bagaimana pendapatmu, Lan-moi (Adik Lan)?"

Hui Lan tersenyum. Kakak misannya ini selain gagah sekali juga ternyata bersikap sopan dan ramah. 'Tentu saja aku setuju, Ki-ko (Kakak Ki)."

"Nah, Lan-moi, perkenalkan, mereka ini adalah tiga orang guruku. Ini Suhu Kanglam Sinkiam Kwan In Su, yang ini Suhu Im Yang Tosu, dan yang itu adalah Suhu Hongsan Siansu Kwee Cin Lok."

Hui Lan segera memberi hormat kepada mereka bertiga yang mereka balas sambil tersenyum kagum. Gadis itu bukan hanya cantik, akan tetapi juga gagah. Dari gerak- geriknya yang lembut namun mengandung tenaga dan sinar matanya yang tajam itu saja dapat diketahui bahwa ia bukan seorang gadis sembarangan.

Jenderal Chou tertawa senang setelah membaca surat dari Ong Su. Surat itu menyatakan bahwa Ong Su menawarkan puterinya yang telah selesai belajar ilmu silat untuk membantu Jenderal Chou mencapai cita-cita luhur mereka sebagai penerus bangsa Chou!

"Bagus, bagus!" Dia tertawa dan berseru gembira sehingga yang selain menghentikan percakapan dan memandang jenderal itu. "Ong Hui Lan, menurut ayahmu engkau telah memiliki ilmu silat yang tinggi! Siapa yang melatihmu dan berapa lama engkau mempelajari ilmu silat?'

"Guru saya adalah Tiong Gi Cinjin, Paman dan saya belajar selama sepuluh tahun." jawab Hui Lan.

Tiong Gi Cinjin yang berjuluk Tung-kiam-Ong (Raja Pedang Timur)?" Hongsan Siansu Kwee Cin L ok berseru. "Ah, kalau begitu Nona Ong tentu memiliki ilmu pedang yang hebat sekali!!"

Juga Kanglam Sinkiam Kwan In Su dan Im Yang Tosu sudah mendengar akan nama besar Raja Pedang Timur itu, maka mereka juga memuji. Mendengar ini, tentu saja Jenderal Chou menjadi semakin gembira.

"Ah, ingin sekali aku melihatnya!! Kian Ki, engkau uji ilmu pedang misanmu ini!"

Kian Ki tersenyum senang. Pemuda ini setelah menerima gemblengan mendiang Thian Beng Siansu, bahkan menerima pengoperan tenaga sakti dari Thian Beng Siansu dan tiga orang gurunya, menjadi lihai bukan main. Bukan hanya lihai ilmu silatnya, akan tetapi juga memiliki tenaga sinkang yang amat kuat. Wataknya yang pada dasarnya memang tinggi hati itu menjadi bertambah sombong. Akan tetapi di depan gadis ini dia tidak bermaksud menyombongkan kepandaiannya melainkan ingin memamerkannya. Sambil tersenyum dia menghampiri gadis itu. "Lan-moi, mari kita memenuhi keinginan ayahku, kau perlihatkan ilmu pedangmu yang tentu hebat sekali mengingat bahwa gurumu adalah Raja Pedang."

Sebetulnya Hui Lan tidak ingin memamerkan Ilmu pedangnya. Kalau saja ayahnya tidak menyuruh ia membantu pangeran itu, dan kalau pangeran yang menjadi pamannya itu tidak menyatakan ingin melihat ilmu pedangnya, tentu ia tidak mau diajak menguji kepandaian oleh Kian Ki.

Terpaksa la bangkit berdiri, lalu menjura kepada Jenderal Chou dan berkata, "Kemampuan saya masih terbatas dan dangkal, harap Paman tidak mentertawakan saya." Kemudian kepada Kian Ki ia berkata, "Ki-ko, harap jangan terlalu mendesakku."

Kian Ki tersenyum dan mundur ke tengah ruangan yang lebih lebar. "Lan moi, jangan terlalu merendahkan diri. Siapa tahu, aku malah yang akan terdesak olehmu.

Bagaimanapun juga, kita hanya main-main, bukan?" Pemuda itu lalu mencabut pedangnya dan tampak sinar hitam berkelebat. Kiranya pedangnya berwarna hitam legam. Itu adalah sebatang pedang pusaka yang bernama Hek-kang-kiam (Pedang Baja Hitam),! sebatang pedang pemberian kepala suku Khitan kepada Pangeran Chou yang kemudian diberikan kepada Kian Ki.

Ong Hui Lan juga mencabut pedangnya dan tampak sinar hijau berkelebat. Ceng- hwa-kiam (Pedang Bunga Hijau) itu adalah pemberian Si Raja Pedang Tiong Ci Cinjin kepada muridnya ini.

"Wah, itu pasti Ceng-hwa-kiam!" seru Hongsan Siansu kagum. "Po-kiam (pedang pusaka) yang hebat. Kian Ki, hati-hati, jangan adukan pedang terlampau kuat, khawatir akan merusak kedua pedang pusaka itu!"

"Lan-moi, silakan!" kata Kian Ki sambil memasang kuda-kuda yang kokoh, kedua kaki ditekuk, tubuh miring menghadapi gadis itu, tangan kiri digenggam dengan jari telunjuk dan tengah menuding ke depan, diletakkan tangan itu di depan dada, sedangkan tangan kanan mengangkat pedang ke atas, pedang hitamnya menunjuk ke bawah melalui atas kepala, dan matanya bersinar-sinar, mulutnya tersenyum sehingga dia tampak gagah sekali.

"Silakan, Ki-ko. Engkau yang manguji, bukan?" kata Hui Lan yang juga sudah memasang kuda-kuda dengan tijbuh tegak, kaki kanan diangkat sebatas betis, tangan kiri menunjuk ke atas dan pedangnya menunjuk ke depan, menghadapi pemuda itu.

"Akan tetapi aku laki-laki, Lan-moi, tidak pantas kalau aku menyerang dulu. Mulai dan seranglah!" tantang Kian Ki.

"Baik. maafkan aku. Ki-ko!" kata Hul Lan dan ia pun bergerak dengan cepat sekali, mulai memainkan pedangnya untuk menyerang. Pedangnya berkelebatan membentuk gulungan sinar hijau ketika ia menyerang secara susul menyusul dan bersambung-sambung, membuktikan bahwa ilmu pedangnya memang Istimewa dan berbahaya sekali. "Bagus!" seru Kian Ki memuji. Bukan pujian kosong karena dia memang kagum sekali. Ilmu pedang gadis itu memang hebat. Terpaksa dia menggerakkan tubuhnya mengelak akan tetapi karena pedang hijau itu menyerang secara sambung menyambung, tak mungkin dia mengelaki terus karena elakannya akan membuat serangan itu tidak pernah putus. Dia lalu menangkis, akan tetapi karena maklum akan kekuatan sendiri, dia membatasi tenaganya.

"Cringgg !” Bunga api berpijar dan Hui Lan terkejut ketika merasa betapa

tangannya tergetar hebat sehingga serangannya terhenti.

"Lihat seranganku, Lan-moi" Kian Ki Balas menyerang dan mereka lalu serang menyerang dengan hebat. Mula-mula pertandingan pedang itu masih dapat diikuti pandang mata dan tampak betapa keduanya memainkan pedang masing-masing dengan mahir sekali sehingga Jenderal Chou berkali-kali bertepuk tangan dan berseru memuji. Juga tiga orang tokoh kangouw itu memuji ilmu pedang Hui Lan. Si Pedang Sakti dari Kanglam sendiri, Kwan In Su, diam-diam harus mengakui bahwa dia sendiri belum tentu akan mampu menandingi ilmu pedang gadis itu!

Gerakan keduanya makin lama semakin cepat sehingga lewat lima puluh jurus, bayangan mereka tidak tampak! tertutup oleh dua gulungan sinar pedang hijau dan hitam. Tampak indah sekali dan pasti akan menegangkan bagi mereka yang ilmu silatnya masih belum cukupi tinggi yang tidak dapat mengikuti gerakan mereka secara jelas dan mengira bahwa dua orang itu bertanding mati-matian. Akan tetapi tiga orang tokoh kangouw dan juga Jenderal Chou yang menyaksikan pertandingan itu melihat betapa walaupun ilmu pedang gadis itu memang hebat, namun kalau Kian Ki menghendaki dan menggunakan tenaga sakti sepenuhnya, tentu dia dapat mengalahkan Hui Lan. Mereka yang tahu akan kehebatan sinkang pemuda itu maklum bahwa dia memang mengalah terhadap Hui Lan. Hal ini membuat Jenderal Chou merasa girang dan timbul niat dalam hatinya untuk menjodohkan puteranya dengan gadis itu! Selain gadis itu cantik, juga putera bangsawan Chou yang setia, memiliki mantu seperti itu amat menguntungkan. Hui Lan dapat menjadi seorang pembantu yang boleh diandalkan!

"Sudah cukup, berhentilah!" Jenderal Chou berseru dan dua gulungan sinar pedang itu pun menghilang, dua orang muda itu sudah melompat ke belakang.

Kian Ki menyimpan pedangnya dan berkata kepada Hui Lan sambil tersenyum. "Hebat, Lan-moi! Kiam-hoatmu sungguh hebat, aku kagum sekali!"

Hui Lan juga sudah menyimpan pedangnya dan ia menjawab sejujurnya. "Ki-ko, terima kasih, engkau hanya mengalah. Dibandingkan kepandaianmu apa yang kupelajari beium seberapa."

Jenderal Chou memuji gadis itu lalu menyuruh Kian Ki mengajak Hui Lan kedalam untuk diperkenalkan dengan Nyonya Chou dan beberapa orang selir jenderal itu.

Mulai saat itu, Hui Lan diterima sebagai anggauta keluarga dan juga pembantu yang memperkuat kedudukan Jenderal Chou, pangeran yang bercita-cita untuk merebut tahta kerajaan dan membangun kembali Kerajaan Chou itu. Keluarga Chou merasa senang melihat Hui Lan yang pandai membawa diri, tahu sopan santun dan terpelajar itu. Ketika] Chou Klan Ki menyatakan persetujuannya sepenuhnya akan niat ayahnya menjodohkan dia dengan Hui Lan karena ia memang telah tertarik dan jatuh cinta kepada gadis itu, seluruh keluarga menjadi semakin senang. Segera Jenderal Chou menyuruh isterinya untuk menyampaikan niat keluarga itu kepada Hui Lan.

Baru dua pekan berada di gedung Jenderal Chou, pada suatu sore, Nyonya Chou memasuki kamar Hui Lan. Dengan hati-hati ia lalu menyampaikan keinginan hati keluarganya untuk menjodohkan Kian Ki dengan Hui Lan dan minta tanggapan gadis itu tentang niat keluarganya.

Hui Lan yang duduk berhadapan dengan Nyonya Chou terkejut mendengar ini. Ia menundukkan mukanya yang berubah kemerahan. Ia sendiri merasa kagum terhadap kakak misannya itu, seorang pemuda yang memiliki ilmu silat yang tinggi, juga seorang pemuda yang telah menguasai ilmu bun (sastra). Akan tetapi tentu saja ia sama sekali tidak mengira bahwa keluarga Chou berniat untuk menjodohkan Chou Kian Ki dengan dirinya. Sebagai seorang gadis yang berbakti kepada orang tuanya, ditanya tentang tanggapannya terhadap niat itu, ia menjawab kepada Nyonya Chou sambil menundukkan muka.

"Bibi, tentang perjodohan, tentu saja saya serahkan sepenuhnya kepada orang tua saya. Harap Bibi dan Paman membicarakan urusan itu kepada orang tua saya. Saya hanya menaati keputusan mereka."

Jenderal Chou segera mengirim utusan ke Nan-king membawa suratnya kepada Ong Su untuk mengajukan pinangan secara kekeluargaan. Keluarga Ong tentu saja merasa senang dan bangga sekali langsung menyatakan persetujuan mereka Demikianlah, biarpun belum diresmikan dan belum diadakan pertemuan antara kedua pihak, setelah menerima persetujuan Ong Su, Hui Lan telah menjadi calon jodoh Chou Kian Ki! Akan tetapi karena belum dilakukan pinangan secara resmi, Kian Ki dan Hui Lan bersikap biasa seperti saudara misan, walaupun mereka tahu bahwa mereka adalah calon jodoh masing-masing.

ooOOoo

Kaisar Sung Thai Cu, pendiri Kerajaan Sung dan sebagai kaisar pertama ternyata merupakan seorang pemimpin sejati. Bekas panglima yang dulu bernama Panglima Chou Kuang Yin ini benar-benar memiliki sikap bijaksana dan melaksanakan politik yang lunak dan mengusahakan perdamaian. Dia sungguh berbeda dari para pimpinan sebelumnya.

Sepanjang Jaman Lima Dinasti (907 -960) selama setengah abad negara menjadi ajang perebutan kekuasaan. Sampai lima kali terjadi penggantian kerajaan yang masing-masing hanya bertahan beberapa tahun saja. Hal ini adalah karena para pemimpin yang tadinya berjuang menumbangkan kekuasaan Kerajaan atau Kaisar yang dianggap tidak bijaksana dan lalim, semula memang mengajak rakyat jelata untuk berjuang menumbangkan Kaisar yang lalim. Setelah perjuangan berhasil baik walaupun mengorbankan banyak sekali nyawa rakyat dan menimbulkan banyak kejahatan, si pemimpin mendirikan kerajaan baru dan menjadi-Kaisar, maka sejarah pun berulang. Orapg yang tadinya menjadi pemimpin yang gagah, yang berjuang atas nama rakyat, setelah berhasil dan menjadi Kaisar, menjadi, lupa diri! Kekuasaan dan harta benda membuatnya lupa akan dasar perjuangan mereka semula. Mereka menjadi mabuk kekuasaan sehingga bertindak sewenang-wenang karena merasa paling berkuasa, mabuk kesenangan duniawi, menumpuk harta kekayaan. Orang- orang yang dekat dengan Kaisar yang baru sanak keluarganya dan sahabat-sahabat yang kesemuannya merupakan penjilat-penjilat, diberi kekuasaan. Maka berpesta poralah mereka itu, sekelompok orang yang berkuasa, menjilat atasan dan menekan bawahan. Maka, dalam beberapa tahun saja terjadi lagi pemberontakan untuk menggulingkan kekuasaan kaisar yang lalim itu.

Akan tetapi setelah Jenderal Chou Kuang Yin mendirikan Kerajaan Sung dan dia menjadi kaisar pertama berjuluk Sung Thai Cu (960-976), terjadi perubahan besar. Kaisar Sung Thai Cu sama sekali tidak mabuk kekuasaan, tidak menjadi congkak dan angkuh, tidak haus akan kesenangan dunia, tidak melakukan penindasan dan tidak memperkaya diri sendiri atau keluarganya. Dia bertindak adil, bahkan murah hati terhadap mereka yang tadinya menentang berdirinya Kerajaan Sung.

Sikap inilah yang membuat sebagian besar rakyat mendukungnya. Karena kalornya bersih, maka dengan sendirinya para pembantunya juga bertangan bersih karena takut kepada Kaisar yang pasti akan menghukum pembantunya yang bertangan kotor. Sebaliknya kalau Kaisarnya bertangan kotor, dengan sendirinya para pembantunya juga bertangan kotor dan atasan tidak akan berani menegur bawahan karena sama-sama kotor. Jelaslah bahwa pemerintahan yang. bersih hapus dimulai dari atas! Bawahan tidak membutuhkan pelajaran saja dalam hal kebersihan, melainkan terutama sekali membutuhkan tauladan! Dahulu, para kaisar sebelum Sung Thai Cu, para atasan itu amat tidak bijaksana bahkan licik. Mereka menuntut agar bawahan mereka bersih padahal mereka sendiri kotor sekali. Mana mungkin berhasil ajakan berbersih-bersih?

Kaisar Sung Thai Cu memberi tauladan yang amat baik. Sebagian besar para menteri dan panglimanya mencontoh! sikapnya. Karena itulah maka Kerajaan Sung tidak seperti kerajaan-kerajaan sebelumnya, yang berganti-ganti karena! selalu timbul pemberontakan. Menurut sejarah, Kerajaan Sung dapat bertahan sampai tiga ratus tahun lebih!

Namun, seperti biasa dikatakan orang, tiada gading yang tak retak, atau lebih tepat lagi, tidak ada manusia dan hasil usahanya yang sempurna. Demikian pula dalam pemerintahan Kaisar Sung Thai Cu. Memang sebagaian besar para menteri dan pembantunya terdiri dari orang-orang yang setia dan jujur, tidak suka melakukan tindakan korupsi. Akan tetapi, ada saja kecualinya. Yaitu mereka yang merasa tidak puas dengan keadaannya, mereka yang dikuasai nafsunya menghendaki yang lebih. Biarpun mereka ini tidak berani terang-terangan melakukakn korupsi dan pelanggaran, namun diam-diam mereka mencari kesempatan. Orang-orang seperti inilah yang berhasil digaet oleh Pangeran Chou Ban Heng untuk mendukung ambisinya. Selain mereka yang ingin mencari keuntungan yang dijanjikan oleh Jenderal Chou itu, juga terdapat mereka yang sehaluan dengan Jenderal Chou, yaitu mereka yang diam-diam masih setia kepada Kerajaan Chou yang telah jatuh. Bagi mereka, usaha membangun kembali Kerajaan Chou merupakan kewajiban yang harus mereka perjuangkan. Mereka sama sekali tidak menganggap bahwa usaha membangun Kerajaan Chou dan menumbangkan Kerajaan Sung itu sebagai pemberontakan. Sama sekali mereka bukan memberontak, melainkan mengambil kembali kekuasaan yang sudah dirampas oleh Jenderal Chou Kuang Yin yang mereka-anggap pemberontak.

Jenderal Chou tidak mau bertindak gegabah. Dia sudah cukup sabar menyusun kekuatan, kini bukan merupakan pemberontakan dari luar menggunakan pasukan, melainkan pemberontakan dari dalam! Pada suatu malam Jenderal Chou mengadakan pertemuan dengan para pendukungnya. Dia tidak bodoh, tidak maui menggunakan gedungnya sebagai pusat berkumpulnya kelompok yang sehaluan itu. Dia memilih sebuah rumah peristirahatan milik seorang panglima di luar kota untuk berkumpul mengadakan pertemuan. Sebagai Penasehat Angkatan Perang, tentu saja dia berhubungan dekat dengan para panglima, maka kalau dia berkunjung ke rumah peristirahatan Panglima Coa, hal itu tentu saja wajar dan tidak menimbulkan kecurigaan.

Malam itu yang berkumpul di rumah peristirahatan yang terjaga ketat olehi anak buah Panglima Coa, ada belasan orang. Jenderal Chou sendiri, diikuti Chou Kian Ki dan Ong Hui Lan, tiga orang guru Kian Ki yaitu Kanglam Sin-kiam Kwan In Su yang berusia enam puluh tahun, I m Yang Tosu juga berusia! enam puluh tahun, dan Hongsan Siansu Kwee Cin Lok berusia enam puluh tahun lebih. Hadir pula Panglima Coa sendiri sebagai tuan rumah, beberapa orang pembesar sipil dan militer. Mereka berkumpul di sebuah ruangan yang cukup luas dan tertutup, pada luar ruangan itu terjaga ketat sehingga tidak akan ada orang luar melihat atau mendengarkan rapat pertemuan Itu.

Pertama-tama Perwira Cu melaporkan kepada Jenderal Chou. Perwira Cu ini bertugas sebagai pemimpin para mata-mata atau penyelidik yang disebar di seluruh kota raja.

"Seorang anak buah melaporkan bahwa beberapa hari yang lalu muncul seorang tokoh kangouw wanita yang terkenal sekali karena kelihaiannya. Ia berjuluk Ang- hwa Niocu dan menurut keterangan mereka yang mengetahui, Ang-hwa Niocu ini seorang petualang besar yang datang dari utara. Kabarnya ia keturunan puteri Kolekok yang sakti dan yang dulu pernah menggegerkan kerajaan Chou yang berjuluk Hwa Hwa Moli."

"Ah, aku dulu pernah bertemu dengan Hwa Hwa Mo-li. Akan tetapi ia telah tewas dalam perang. Jadi yang kau ceritakan itu puterinya?" kata Hongsan Siansu.

"Benar, Siansu. Ia seorang gadis, usianya sekitar dua puluh lima tahun dan cantik sekali, juga ilmu silatnya tinggi. Menurut para penyelidik, sekarang ini ia datang di kota raja bersama seorang pemuda yang tampaknya menjadi sahabat baiknya.

Pemuda itu pun merupakan seorang yang lihai, murid Siauwlimpai bernama Liu Cin berjuluk Siauwlim Eng-hiong, agaknya menjadi sahabat baik Ang-hwa Niocu." "Siapa nama aseli Ang-hwa Niocu itu?" tanya Jenderal Chou karena dia merasa tertarik.

"Ampun, Goan-swe (Jenderal), para penyelidik belum dapat mengetahui namanya karena ia selalu menggunakan nama julukannya."

"Panglima Cu, cepat engkau pergi, cari tahu namanya dan sedapat mungkin, bujuk ia agar mau memenuhi undanganku ke sini. Juga murid Siauwlimpai itu."

"Baik, Goanswe." Perwira Cu memberi hormat dan meninggalkan gedung Itu. Pertemuan rapat itu dilanjutkan dan Jenderal Chou berkata dengan suaranya yang lantang dan tegas.

"Saudara sekalian! Kita sudah sepakat bahwa kita tidak mungkin tinggal diam saja melihat betapa Panglima Chou Kuang Yin merebut tahta kerajaan, mendirikan Kerajaan Sung yang baru dan dia mengangkat diri sendiri menjadi Kaisar Sung Thai Cu. Pengkhianatan ini harus dihukum. Akan tetapi kita pun menyadari bahwa belum tiba waktunya bagi kita untuk merebut tahta kerajaan dan membangun kembali Kerajaan Chou dengan menggunakan kekerasan atau pemberontakan. Untuk itu, kekuatan kita belum cukup besar, tidak akan mampu mengalahkan pasukan Sung.

Karena itu, satu-satunya cara terbaik hanyalah melakukan penggerogotan kekuatan lawan dari dalam. Kita memperkuat diri dari dalam dengan jalan mengusahakan agar rekan-rekan kita bisa mendapatkan kedudukan yang terpenting dalam pemerintahan Kerajaan Sung. Kita tarik mereka yang merasa tidak puas dengan Kerajaan Sung untuk menjadi sekutu kita, sedangkan kita usahakan agar para pejabat yang setia kepada Kaisar Sung Thai Cu disingkirkan. Dengan demikian, perlahan-lahan kita membuat kedudukan Kaisar Sun menjadi lemah dan kita sendiri semakin kuat. Kita juga undang semua tokoh d dunia kangouw untuk memperkuat kedu dukan kita. Kita sokong mereka yang membuat kekacauan di daerah-daerah agar rakyak menderita, karena kahau rakyat menderita maka akan timbul perasaan tidak suka kepada pemerintah Kerajaan Sung. Setelah keadaan Kerajaan ini mulai lemah, dan kita semakin kuat, maka akan tiba saatnya kita mengerahkan kekuatan dan mengambil alih kekuasaan. Sekarang aku minta tanggapan dan pendapat kalian."

Rata-rata mereka semua menyatakan setuju dengan rencana itu. Seorang diantara mereka, panglima sebuah pasukan keamanan, berkata.

"Maaf, Chou Coanswe. Kalau kita membiarkan terjadinya kerusuhan dan kekacauan, tentu saya sebagai panglima pasukan keamanan akan dipersalahkan karena menjaga keamanan adalah tugas saya. Bahkan Goanswe sebagai Penasehat Angkatan Perang tentu juga akan mendapat teguran dari Sribaginda Kaisar."

"Ah, Lai Ciangkun, kita harus cerdik. Kita yang membuat kerusuhan itu dengan mengerahkan orang-orang kangouw sehingga kerusuhan yang terjadi tentu di daerah yang berada di luar jangkauan kita secara cepat. Dan kekacauan itu berpindah-pindah sehingga tidak mungkin menyalahkan fcita. Kita juga mengadakan aksi pembersihan, akan tetapi yang kita bersihkan adalah mereka yang menentang kita dan yang setia kepada Kaisar Sung. Orang-orang rimba persilatan yang mendukung Kaisar Sung harus kita tentang dan kalau perlu dibinasakan dengan dalih bahwa merekalah yang menimbulkan pengacauan dan kerusuhan itu. Adapun

orang-orang kangouw yang setia kepada Kerajaan Chou dan mendukung kita harus kita rangkul dan kita ajak bekerja sama."

"Saya mengerti, Chou Coanswe. Akan tetapi kalau mereka itu menanyakan imbalannya?" tanya pula Panglima Lai.

"Harta dan kedudukan! Itulah imbalannya. Jangan mereka khawatir, kalau perjuangan kita berhasil, mereka pasti akan kami beri kedudukan dan harta kekayaan yang ditimbun oieh Kerajaan Sung aka dibagi rata!" Jenderal Chou berhenti sebentar lalu memandang kepada semua orang dan bertanya. "Bagaimana, apakah masih ada yang ada menanggapi dan bertanya? Silakan, jangan ragu karena rapat ini memang diadakan untuk kita perbincangkan bersama perjuangan kita ini."

Semua orang terdiam, agaknya tidak ada yang hendak bertanya lagi. Akan tetapi tiba-tiba terdengar suara yang halus merdu.

"Maaf, Paman. Saya ingin mengeluarkan pendapat saya setelah mendengar semua pembicaraan tadi." Yang bicara adalah Ong Hui Lan dan semua orang menoleh dan memandang kepadanya.

"Bagus, Hui Lan! Memang sebaiknya setiap orang mengeluarkan pendapat masing- masing karena itulah gunanya diadakan rapat seperti ini. Katakanlah, apa pendapatmu?"

"Paman, saya sungguh tidak setuju dengan rencana yang Paman bicarakan tadi. Suhu selalu mengajarkan kepada saya bahwa dalam segala urusan, kita tidak boleh bertindak curang! Kalau kita berhadapan dengan musuh dan melawannya, kita harus melawan secara gagah. Kalah menang bukanlah masalah, akan tetapi yang penting, kita harus bertindak benar dan gagah, tidak menggunakan cara yang licik dan curang. Maka, terus terang saja, Paman, cara-cara yang tadi direncanakan itu sama sekali tidak sejalan dengan semua yang telah saya pelajari!"

Tentu saja semua orang yang berada di situ terkejut bukan main mendengar ucapan gadis itu. "Nona Ong !" seru Hongsan Siansu dengan suara menegur. "Ini bukan

urusanmu, engkau tidak boleh mencampuri "

"Siapa yang mencampuri? Kalau aku tidak boleh bicara, lalu mengapa aku diajak ikut berunding di sini?" bantah Ong Hui Lan dengan suara yang masih lembut, walaupun sepasang alisnya berkerut.

"Lan-moi, ingat bahwa ayahmu menyuruh engkau membantu perjuangan. ayahku." kata Chou Kian Ki mengingatkan.

"Memang benar dan aku pun siap membantu. Ki-ko, akan tetapi kalau harus melakukan kecurangan, terpaksa aku tidak dapat membantu."

"Eh-eh........ tenang dulu, agaknya ada.kesalah-pahaman di sini " kata Jenderal

Chou sambil mengangkat tangan menghentikan perdebatan itu. Kemudian dia berkata kepada Hui Lan dengan sikap manis budi dan suaranya lembut. "Hui Lan, anak baik, agaknya engkau belum mengenal seluk-beluknya perjuangan. Engkau tahu bahwa kita semua sedang berjuang untuk membangun kembali Kerajaan Chou yang telah dijatuhkan oleh Sung Thai Cu yang dulu juga seorang panglima Chou bernama Chou Kiang Yin, bukan?"

“Saya tahu, Paman."

"Sepuluh tahun Kerajaan Chou kita dijatuhkan dan sekarang kita berusaha untuk merebut kembali dan membangun Kerajaan Chou. Nah, dalam semua pertentangan seperti ini, sudah biasa kalau orang mempergunakan siasat! Siasat untuk mencapai kemenangan, Hui Lan.Yang kau sebutkan sebagai kecurangan itu sesungguhnya hanyalah siasat belaka dan itu sama sekali tidak salah."

Hui Lan menggeleng-gelengkan kepalanya. "Paman, dalam siasat seperti itu akan jatuh korban orang-orang yang tidak bersalah dan itu bertentangan dengan pendirian saya. Saya hanya membantu tindakan yang benar dan adil, dan tidak mungkin saya mencampuri apalagi membantu tindakan yang tidak adil dan tidak benar karena dengan demikian saya akan menjadi penjahat. Maafkan, Paman, baiknya saya tidak mencampuri perundingan ini." Gadis itu lalu keluar di ruangan persidangan dan kembali ke kota raja, langsung ke gedung Pangeran Chou!

Suasana menjadi sunyi sekali setetah Hui Lan pergi. Akhirnya Jenderal Chou menghela napas panjang dan bergumam seperti bicara pada diri sendiri. "Ahhh, anak yang masih hijau dan tidak tahu tentang perjuangan " Dia lalu menyuruh

para petugas untuk menjaga di luar ruangan itu agar jangan ada yang mendengarkan, terutama Hui Lan. Setelah pintu ditutup dan ruangan itu dijaga ketat di bagian luarnya, Jenderal Chou berkata

.

"Ahhh, tidak kusangka gadis yang sudah kuanggap anak sendiri, yang telah menjadi calon mantuku, kini malah menjadi penghalang besar. Apa yang harus kita lakukan?"

"Goan-swe, dalam perjuangan, setiap penghalang, dari manapun datangnya dan siapapun orangnya, harus dienyahkan! kata Hong-san Siansu sambil mengerutkan alisnya. Dia merasa khawatir sekali bahwa gadis itulah yang kelak akan menggagalkan semua siasat yang telah mereka rencanakan.

"Tidak! Aku tidak setuju!" Tiba-tiba Chou Kian Ki berkata tegas. "Ia adalah calon isteriku, bagaimana mungkin ia harus dienyahkan?"

"Kalau hal itu tidak dapat dilakukan karena Chou Kongcu mencinta calon isterinya, harus dicari jalan lain yang akan dapat memaksa Nona Ong mau membantu kita dan tidak akan menjadi penghalang," kata pula Hongsan Siansu dengan sabar. "Saya akan mencari jalan terbaik dan berilah saya waktu selama beberapa hari untuk merenungkan dan mencari jalan terbaik, Goanswe."

"Baiklah, Suhu. Kita akhiri persidangan ini sekarang dan harus secepatnya Suhu memberi tahu kalau sudah menemukan cara yang terbaik untuk mengatasi gangguan ini." kata Jenderal Chou. Pertemuan itu dibubarkan dan Jenderal Chou memesan kepada puteranya agar tidak menyinggung soal perjuangan itu kepada Hui Lan. Juga kepada semua keluarga dia perintahkan agar bersikap biasa dan ramah kepada gadis calon mantunya itu

Hui Lan yang tadinya setelah persidangan itu dan meninggalkan pulang gedung Pangeran Chou merasa risau tidak enak hati, perlahan-lahan pulih kembali perasaannya setelah sikap semua keluarga itu kepadanya tidak berubah dan tetap baik. Diam-diam ia pun menyadari bahwa siasat atau akal itu memang masuk akal kalau dipergunakan mereka yang berjuang, akan tetapi tetap saja berlawanan dengan suara hatinya. Biarlah kalau mereka mau melakukan siasat itu, ia tidak akan turut campur!

ooOOoo

Dua hari kemudian, Panglima Cu kepala pasukan keamanan kota raja itu datang menghadap Jenderal Chou Ban Heng mengantar Ang-hwa Niocu dan Liu Cin yang berhasil dia ajak ke gedung Jendera! Chou. Mula-mula Liu Cin tidak tertuju karena gurunya berpesan kepadanya agar dia tidak mencampuri urusan pemerintahan dan tidak melibatkan diri dengan urusan para bangsawan dan pejabat tinggi, melainkan hanya bertindak sebagai seorang pendekar yang menentang si jahat membela yang benar, menegakkan kebenaran dan keadilan. Akan tetapi dengan pandainya Ang- hwa Niocu Lai Cu Yin membujuk dan merayunya. Karena diam-diam Liu Cin yang masih lugu dan percaya sepenuhnya kepada wanita itu telah tertarik oleh gadis cantik dan lihai yang dianggapnya juga seorang pendekar wanita itu, akhirnya dia mau ikut juga.

Jenderal Chou dan puteranya, Chou Kian Ki, didampingi pula oleh Hongsan Siansu,menyambut mereka di ruangan tamu. Dengan wajah berseri bangga, Panglima Cu yang berusia sekitar empat puluh tahun itu, setelah memberi hormat dan mereka semua duduk, berkata.

"Goanswe, inilah pendekar wanita Ang Hwa Niocu dan pendekar Siauwlimpai Liu Cin, telah bersedia memenuhi undangan Goanswe."

Jenderal Chou mengangguk lalu memberi isarat agar Panglima Cu meninggalkan dua orang tamu itu bersama dia, puteranya, dan gurunya. Panglima iti memberi hormat dan mengundurkan diri.

Sementara itu, kalau Liu Cin duduk dengan tenang menghadapi Jenderal Chou Ang Hwa Niocu dengan wajah berseri memandang ke sekeliling, melihat prabot an dan hiasan kamar tamu yang mewah itu. Kemudian dia memandang pihak tuan rumah satu demi satu, akan tetapi yang terakhir pandang matanya bertemu dan bertaut dengan pandang mata Chou Kian Ki, dan bibirnya tersenyum manis sekali penuh daya pikat!

"Selamat datang, Lihiap (Pendekar Wanita) dan Enghiong (Pendekar). Perkenalkan, kami adalah Jenderal Chou Ban Heng, Penasehat Angkatan Perang Kera jaan Sung, dahulu kami adalah pangeran Kerajaan Chou. Dan ini adalah putera kami bernama Chou Kian Ki." Dia menunjuk puteranya. "Siapakah she (marga) dan nama Jiwi (Kalian berdua) yang terhormat?" "Saya bernama Lai Cu Yin, Jenderal." jawab Cu Yin sambil memberi hormat.

"Saya bernama Liu Cin, Taijin (sebutan Pembesar)." kata murid Siauwlimpai itu, sederhana.

"Kami mendengar bahwa Lai Lihiap berjuluk Ang Hwa Niocu, dan Liu Enghiong berjuluk Siauwlim Enghiong. Benarkah?"

"Aih, itu hanya julukan orang-orang saja, Goanswe."

"Jangan merendahkan diri, Lihiap. Kalau kami tidak salah dengar Lihiap adalah puteri mendiang Hwa Hwa Moli yang namanya amat terkenal dahulu. Pasti Lihiap memiliki ilmu silat yang lihai sekali, dan Liu Enghiong sebagai murid Siauwlimpai juga merupakan jaminan akan kehebatan ilmu silatnya."

"Taijin, cukuplah puji-pujian itu. Saya hanya ingin sekali mendengar, apa maksud Taijin mengundang kami datang menghadap ke sini?" tanya Liu Cin yang tidak senang mendengar puji-pujian yang dianggapnya berlebihan itu. Lai Cu Yin yang sebaliknya senang sekali dipuji-puji seorang pejabat tinggi dengan wajah berseri melirik tajam kepada Liu Cin untuk menegurnya,. akan tetapi Liu Cin pura-pura tidak melihatnya.

"Ah, agaknya engkau seorang pendekar yang terbuka dan jujur tanpa basa-basi, Liu Enghiong. Kami suka watak jantan seperti itu. Baik, Liu Enghiong dan Lai Lihiap.

Terus terang saja, kami mempunyai hubungan luas dengan para pendekar. Kami senang berhubungan dan bersahabat dengan para pendekar yang kami tahu selalu membela kebenaran dan keadilan demi rakyat jelata. Oya, perkenalkan, beliau ini adalah guru dan penasehat kami yang berjuluk Hongsan Siansu." Jenderal Chou berkata sambil memperkenalkan kakek itu.

Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin berseru kaget. "Ah, sudah lama saya mendengar nama besar Siansu. Bukankah Siansu adalah ketua dari Hongsan-pang?"

Kakek itu mengangguk membenarkan. "Dan saya juga pernah mengagumi kehebatan mendiang ibumu, Hwa Hwa Moh."

"Akan tetapi apakah yang Taijin inginkan dari kami berdua?" Liu Cin bertanya lagi. "Apa yang kami inginkan? Kami menganjak kalian berdua untuk bekerja sama." "Mengerjakan apakah, Taijin?"

"Apalagi kalau bukan menentang yang korup dan jahat, yang menyengsarakan rakyat? Kami mengajak kalian berdua untuk melakukan pekerjaan besar guna menentang yang jahat dan membela rakyat, menegakkan kebenaran dan keadilan." kata Jenderal Chou.

"Aih, cita-cita Coanswe itu mulia sekali dan tentu saja kami suka sekali membantu, asal saja kami mendapat imbalan yang memuaskan karena kami berdua adalah orang-orang yatim piatu, perantau yang tidak mempunyai apa-apa." kata Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin. Liu Cin terkejut dan mukanya berubah merah mendengar ucapan gadis itu yang dianggapnya memalukan. Akan tetapi karena ucapan itu sudah dikeluarkan, ia tidak mau menyangkal dan berkata dengan tak sabar lagi.

"Harap Taijn jelaskan, pekerjaan apa yang Taijin maksudkan, sehingga Taiji mengajak kami untuk melakukannya."

"Begini, Liu Enghiong. Sebagai seorang pejabat tinggi kami melihat betapa banyaknya terdapat pembesar pembesar yang sewenang-wenang terhadap rakyat dan yang melakukan korupsi berlumba mengumpulkan kekayaan untuk dirinya sendiri. Nah, kami ingin mengajak para pendekar seperti kalian berdua untuk menentang dan memberantas mereka."

"Akan tetapi, Taijin sebagai seorang pejabat tinggi bukankah dapat bertindak untuk menghukum atau memecat mereka? Mengapa membutuhkan orang-orang biasa seperti kami?" Biarpun tidak sangat cerdik, bahkan lugu dan sederhana, namun Liu Cin selalu ingin bertindak sesuai dengan apa yang dia pelajari dari gurunya. Apa yang dikemukakan Jenderal Chou itu adalah urusan pemerintah, dan gurunya melarang dia terlibat dalam urusan pemerintah.

"Ah, tidak semudah itu,Enghiong! Mereka itu pun memperkuat diri dengan memelihara jagoan-jagoan. Kalau kami bertindak menurut jalur hukum pemerintah, mereka pasti mampu membela diri secara hukum pula. Banyak pula di antara mereka yang dekat hubungannya dengan Sribaginda Kaisar dan kalau mereka mengandalkan pengaruh Sribaginda, tentu kami tidak dapat berkutik. Karena Itulah kami hendak melawan mereka dengan cara kami sendiri. Nah, bagaimana pendapat Ji-wi? Kalau Ji-wi menerima penawaran kami, Ji-wi boleh tinggal di gedung kami ini dan segala keperluan Ji-wi kami cukupi, juga kalau Jiwi memerlukan uang "

"Cukup, Taijin. Saya belum dapat memberi keputusan apakah saya dapat menerima ajakan itu. Setidaknya saya harus mempelajari dulu dan melihat perkembangannya selama beberapa hari ini. Setelah saya selidiki dan ternyata apa yang Taijin tawarkan itu cocok, tentu saja akan menerimanya. Sekarang saya mohon pamit, saya akan kembali ke rumah penginapan."

"Eeit, nanti dulu, Cin-ko. Aku belu menyatakan pendapatku kepada Chou Goanswe." kata Cu Yin

.

"Ha-ha, benar sekali. Bagaimana kalau menurut pendapatmu, Lihiap? Apak engkau menerima tawaranku?" tanya Jenderal Chou.

"Goanswe. harap jangan sebut saya Lihiap, Sebut saja namaku, Cu Yin." kata gadis itu sambil tersenyum manis. Sejak tadi ia bermain-mata dengan Chou Kian Ki, dan baru sekarang Jendera Chou melihat betapa manisnya gadis itu kalau tersenyum dan memandang dengan sinar mata demikian jeli dan memikat.

"Ha-ha, baiklah, Cu Yin. Nah, katakan, bagaimana tanggapanmu atas tawaran kami?" "Saya setuju sekali dan siap menerima tawaran itu dengan senang, Goanswe." kata Lai Cu Yin, kemudian ia berkata kepada Liu Cin, "Cin-ko, mengapa engkau harus berpikir-pikir lagi? Tawaran ini sungguh baik sekali dan kita terima saja!"

"Tidak, Yin-moi, aku tidak tergesa-gesa. Aku harus mempertimbangkan dulu baik- baik."

"Baiklah, Liu Enghiong. Engkau boleh mempertimbangkannya dulu selama bebepa hari sebelum mengambil keputusan. Akan tetapi engkau tidak perlu kembali ke rumah penginapan. Engkau dan Nona Cu Yin boleh tinggal di sini. Dengan tinggal di sini tentu engkau akan lebih mudah untuk menyelidiki apa yang kami tawarkan tadi, bukan?"

"Benar sekali itu, Cin-ko! Kita tinggal vaja di sini dan engkau boleh melihat dulu perkembangannya selama beberapa hari. Akan tetapi aku sudah menerimanya dan siap membantu Jenderal Chou!" kata Cu Yin dengan gembira. Tentu saja Cu Yin menerima uluran tangan Jenderal Chou untuk menjadi pembantunya itu bukan tertarik oleh janji pemberian harta dan kedudukan. Sama sekali ia tidak menginginkan harta yang dapat ia ambil kapan saja dari siapa saja yang memilikinya, la menerima ajakan itu, pertama karena begitu bertemu Chou Kian Kl timbul gairahnya dan ia melihat pula betapa di situ terdapat banyak perajurit pengawal yang tadi dilihatnya dan mereka itu masih muda-muda dan gagah!

Mendengar gadis itu sudah menerimanya, Liu Cin menjadi serba salah. Kalau memang tujuan Jenderal Chou itu baik yaitu menentang para pembesar yang korup, jahat dan lalim, tentu saja pekerjaan itu tidak berlawanan dengar sikapnya. Dia minta waktu hanya untuk menyelidiki agar hatinya merasa yakin bahwa tindakannya benar. Dan kini jenderai Chou menawarkan agar dia untuk sementara tinggal di situ selama belum mengambil keputusan dan hal ini di dukung oleh Lai Cu Yin!

"Akan tetapi pakaian kita masih sana " Dia berkata ragu.

"Aah, itu masalah kecil sekali, Liu Enghiong!" kata Jenderal Chou. "Sekara juga aku akan menyuruh seorang perajurit mengambil barang-barang kalian yang berada di sana!" Tanpa memberi kesempatan kepada Liu Cin untuk membantah, jenderal itu sudah memanggil pengawal dan memerintahkannya mengambil barang-barang milik Lai Cu Yin dan Liu Cin.

Setelah petugas itu pergi, Hongsan Siansu yang sejak tadi diam saja, berkata. "Goanswe, gadis dan pemuda ini terkenal sebagai pendekar-pendekar yang lihai. Biasanya, kalau Goanswe menerima seorang pembantu, kita perlu mengetahui lebih dulu sampai di mana kelihaiannya. Maka, bagaimana kalau saya lebih dulu menguji kepandaian mereka?"

"Su-kong (Kakek Guru) benar, Ayah!" kata Chou Kian Ki. "Biar aku yang menguji kelihaian Nona Lai Cu Yin!"

Jenderal Chou mengangguk senang. "Baik sekali kalau begitu," Dia lalu memandang kepada Cu Yin dan Liu Cin. "Bagaimana, apakah kalian bersedia untuk diuji ilmu kepandaian silat kalian?" Sebelum Liu Cin sempat menjawab, Cu Yin sudah bangkit dan menghampiri Chou Kian Ki, memberi hormat dan berkata, "Saya akan senang sekali menerima pelajaran dan petunjuk dari Chou Kong-cu!" Berkata demikian, gadis itu mengerling tajam dan tersenyum manis sekali.

Sejak tadi, Kian Ki telah menangkap kerling dan main mata dari Lai Cu Yin. Dia sendiri adalah seorang pemuda tampan gagah yang sudah berpengalaman bergaul dengan wanita. Tentu saja melihat gerak gerik Cu Yin, pemuda ini maklum bahwa gadis itu dapat dijadikan penghibur dengan mudah. Bukan berarti bahwa dia jatuh cinta kepada Lai Cu Yin karena cintanya hanya kepada Ong Hui Lan. Akan tetapi dia juga tertarik dan bangkit gairahnya melihat sikap Cu Yin yang memikat dan memang gadis Korea ini memiliki kecantikan yang Khas dan menggairahkan hatinya. Maka ketika Hongsan Siansu mengajukan usul untuk menguji ilmu silat dua orang tamu itu, dia segera mengajukan dirinya untuk menguji kepandaian Cu Yin.

Kini, melihat Cu Yin sudah menghampirinya dan siap untuk diuji olehnya, Kian Ki tersenyum senang. Ingin juga dia melihat sampai di mana ilmu silat gadis yang genit menggemaskan yang rambutnya dihias tiga tangkai bunga merah dan menurut penyelidikan Panglima Cu katanya memiliki ilmu silat yang lihai ini. Dia segera bangkit berdiri dan membalas penghormatan Cu Yin lalu berkata.

"Nona Lai Cu Yin, mengingat akan namamu yang besar, sepatutnya engkaulah yang mengalah dan jangan terlalu keras menekanku." Dia lalu menunjuk ke tengah ruangan tamu itu yang memang cukup luas untuk dipergunakan berlatih silat berpasangan. Sambil tersenyum Kian Ki dan Cu Yin lalu melangkah ke tengah ruangan itu dan keduanya diam-diam merasa gembira karena masing-masing memandang rendah lawannya. Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin menduga bahwa sehebat- hebatnya, seorang putera bangsawan tinggi yang dulunya seorang Pangeran Kerajaan Chou, tentu tingkat kepandaian silat pemuda itu biasa-biasa saja. Ilmu silat harus dipelajari dengan tekun, penuh kesungguhan dan harus tahan menderita.

Seorang pemuda bangsawan yang biasanya hidup serba mewah dan enak, mana mungkin dapat menekuni iimu itu sampai tingkat tinggi? Sebaliknya, Kian Ki yang percaya kepada kemampuannya sendiri, juga memandang rendah lawan. Seorang gadis yang demikian cantik, sampai di mana sih kekuatannya?

Setelah mereka saling berhadapan di tengah ruangan itu, keduanya saling pandang dan masing-masing merasa kagum sehingga seperti orang lupa apa yang akan dilakukan, mereka hanya berdiri saling pandang dan tersenyum. Setelah agak lama, Jenderal Chou berseru.

"Mengapa kalian tidak segera mulai? Mau menunggu apa lagi?"

"Oya Nona Lai, engkau hendak pi-bu (adu ilmu silat) dengan tangan kosong

atau dengan senjata?"

"Apakah Kongcu menghendaki aku terluka berdarah?" tanya Lai Cu Yin dengan sikap manja.

"Tentu saja tidak!" "Kalau begitu, mari kita main-main sebentar dengan silat tangan kosong saja." Setelah berkata demikian, Cu Yin memasang kuda-kuda dengan manisnya. Kedua tumit kakinya diangkat, tubuhnya tegak akan tetapi lutut ditekuk, kaki kiri sedikit ke depan, kedua lengan dikembangkan seperti seekor burung hendak terbang. Dengan kuda-kuda seperti ini, keindahan tubuhnya tampak nyata, dengan pinggul menonjol dan dada membusung, seperti menantang!

Kian Ki memandang dengan mata bersinar dan wajah berseri. Kuda-kuda itu amat manis, juga gagah dan dia tidak mengenal kuda-kuda dari aliran silat darimana itu. Hal ini tidaklah aneh karena memang ilmu silat yang dikuasai Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin itu ia dapatkan dari mendiang ibunya sendiri dan ilmu silatnya bercampur dengan ilmu bela diri tradisi Korea.

"Chou Kongcu, aku sudah siap, mulailah!" tantang Cu Yin.

Dengan gerakan sembarangan saja tanpa pengerahan tenaga sepenuhnya Kian Ki mulai menyerang dengan kedua tangannya hendak menangkap kedua pundak gadis itu sambil berseru, "Sambut seranganku, Nona!"

Akan tetapi dengan gerakan lincah sekali Cu Yin mundur ke belakang dan sedetik kemudian kakinya sudah mencuat menendang ke arah lutut kiri pemuda itu.

"Ciaaat !" bentaknya. Tendangan secepat kilat dan Kian Ki merasa betapa ada

hawa menyambar kuat ke arah kakinya. Dia mulai merasa kagum kar ena gerakan mengelak sambil langsung membalas serangan itu menunjukkan bahwa gadis itu bukan ahli silat sembarangan saja. Dan tendangannya begitu cepat dan kuat. Akan tetapi dia pun girang karena gadis itu tidak menendang bagian tubuhnya yang lemah, melainkan menendang ke arah lututnya yang tentu saja tidak mendatangkan bahaya. Dia cepat melompat ke kanan sehingga tendangan itu luput. Akan tetapi dengan cepat Cu Yi mengejar dan kini tangan kanannya mencengkeram ke arah dada lawan.

Karena ingin menguji kekuatan gadis itu, Kian Ki tidak mengelak, melainkan menangkis sambil mengerahkan separuh tenaganya. Separuh tenaga saja sudah amat kuat dan cukup dapat menjatuhkan lawan tangguh.

"Wuuuttttt........ dukkk. !!" Bukan main kagetnya hati Cu Yin ketika lengannya

ditangkis dan bertemu dengan lengan dengan tangan pemuda itu. Ia merasa betapa lengan bertemu dengan lengan yang lembut lunak, akan tetapi yang membuat seluruh tubuhnya tergetar hebat sehingga ia terpaksa harus melangkah mundur!

Tahulah gadis ini bahwa ia berhadapan dengan seorang pemuda yang memiliki tenaga sakti luar biasa kuatnya. Kalau saja tahu bahwa tenaga Kian Ki baru setengahnya saja dikerahkan! Cu Yin menjadi semakin kagum dan makin bernafsunya untuk menjadikan putera pangeran Ini sebagai kekasihnya! Akan tetapi masih harus menguji lagi, maka sambil mengeluarkan seruan melengking ia menyerang lagi, kini serangannya bertubi-tubi dan hebat sekali, terkadang amat dahsyat sehingga Kian Ki sendiri menjadi terkejut! Dia merasa kagum juga girang.

Gadis ini hebat! Dapat merasakan bahwa ilmu kepandaian gadis ini bahkan lebih tinggi daripada tingkat yang dimiliki Ong Hui Lan, tunangannya! Dalam hatinya Kian Ki membayangkan, alangkah senangnya kalau dia dapat mengambil gadis ini menjadi selirnya, atau isterinya yang kedua. Dia mencinta Ong Hui Lan, akan tetapi dia tertarik dan suka kepada Lai Cu Yin yang dapat menjadi penghibur dan juga pembantu yang boleh diandalkan!

Pertandingan itu berlangsung seru dan bukan hanya Kian K i yang kagum, melainkan juga Jenderal Chou dan Hongsan Siansu merasa kagum karena mereka dapat melihat bahwa Ang Hwa Niocu benar-benar tangguh sekali. Bahkan para jagoan pembantu Jenderal Chou seperti Kwan In Su yang berjuluk Kanglam Sin-kiam atau Im Yang Tosu sekalipun kiranya tidak akan mampu mengalahkan gadis itu. Barangkali hanya Hongsan Siansu yang mampu mengimbangi dan tentu saja hanya Chou Kian Ki yang mampu mengalahkannya! Juga Liu Cin yang menonton pertandingan itu, diam-diam merasa kagum dan terkejut. Baru sekarang dia melihat bahwa ilmu silat yang dimainkan Lai Cu Yin amat hebat. Gerakannya aneh, perubahannya tak terduga dan kecepatannya luar biasa. Dia dapat mengira bahwa dia sendiri tentu akan repot untuk dapat mengalahkan gadis itu. Akan tetapi pemuda putera jenderal bekas pangeran itu pun dahsyat sekali sehingga semua serangan Cu Yin yang demikian cepat dan bertubi-tubi selalu dapat dihindarkan. Bahkan setiap kali pemuda itu menangkis dia dapat melihat betapa tubuh gadis itu terpental ke belakang. Hal ini membuktikan bahwa pemuda itu memiliki tenaga sakti yang lebih kuat daripada lawannya.

Pertandingan itu berlangsung sampai lebih dari tiga puluh jurus dan karena gerakan mereka cepat sekali maka tampaknya seru dan seimbang. Akan tetapi kedua orang yang bertanding itu tahu benar bahwa Kian Ki sengaja mengalah dan agaknya tidak ingin mengalahkan dan membuat malu gadis yang dikaguminya itu. Dia hanya sedikit demi sedikit menambah tenaganya setiap kali menangkis sehingga makin lama Cu Yin merasa betapa setiap kali lengan mereka bertemu, ia terpental semakin kuat dan tubuhnya terguncang hebat. Hal ini membuat gadis itu merasa kagum dan semakin besar keinginannya untuk menjadikan pemuda bangsawan ini sebagai kekasih barunya. Kini perasaan sukanya kepada Liu Cin menipis. Murid Siauwlim-pai itu selalu menghindarkan diri dan tidak mau melayani keinginannya. Setelah kini bertemu dengan seorang pemuda yang lebih hebat, rasa sukanya kepada Liu Cin segera berubah dan dasar kebenciannya terhadap laki-laki muncul. Kini ia berubah benci kepada pemuda Siauwlimpai itu!

Untuk terakhir kali Cu Yin ingin menguji tenaga sakti Kian Ki. Ketika kembali ia terdorong mundur, ia cepat menekuk kedua lututnya sehingga tubuhnya setengah berjongkok lalu ia mendorongkan kedua tangan dengan telapak tangan terbuka menghadap lawan sambil mengerahkan seluruh tenaga sakti yang dimilikinya. Angin yang Kuat menyambar ke arah Kian Ki. Pemuda ini maklum akan datangnya serangan pukulan jarak jauh itu, maka dia pun menyambut dengan dorongan tangan kirinya.

"Wuuuttttt desssss!!" Tubuh Cu Yin terhuyung ke belakang dan agaknya

akan jatuh terjengkang kalau saja Liu Cin tidak cepat melompat dan menah punggungnya dengan tangan. Akan tetapi gadis itu tidak terluka sama sekali karena lawannya tadi menggunakan tenaga lemas yang amat kuat sehingga ia rasa seperti terdorong sesuatu yang mantul kuat sehingga ia terpental. Sambil tersenyum Cu Yin lalu melompat kedepan lagi menghadapi Kian Ki, mengangkat kedua tangan depan dada sambil membungkuk hormat.

"Aih, baru sekarang saya bertemu dengan seorang lawan yang amat kua dan lihai! Saya mengaku kalahdan merasa kagum sekali, Chou Kongcu!"

"Wah, Nona Lai Cu Yin terlalu memuji. Engkau sendiri juga seorang gadis yang amat lihai!" Dia lalu memandang ayahnya. "Ayah, Nona Lai ini akan me jadi pembantu kita yang amat boleh andalkan!"

"Ih, Chou Kongcu jangan memujik membikin malu saja. Saya bahkan ingin sekali mendapat bimbingan darimu dalam hal ilmu silat, Kongcu!" kata Cu Yin sambil tersenyum dan mengerling tajam. Melihat sikap Cu Yin yang sejak tadi memperlihatkan kegenitan terhadap Chou Kian Ki, diam-diam Liu Cin merasa heran sekali. Bagaimana Cu Yin dapat bersikap seperti itu? Mengapa tiba-tiba sikapnya berubah demikian genitnya dan secara terang-terangan memperlihatkan sikap memikat hati pemuda bangsawan itu melalui gerak-geriknya, ucapannya, senyum dan lirikan matanya? Padahal biasanya kelihatan demikian sopan! Apakah kesopanan yang lalu itu hanya pura-pura. Lalu dia teringat betapa pada malam hari dahulu itu, Cu Yin merayunya dan dia menolaknya. Apakah karena itu kini gadis itu lalu berpaling kepada Chou Kian Ki? Dia sama sekali tidak merasa cemburu, melainkan heran dan mulailah dia merasa curiga akan sikap gadis itu yang demikian cepat berubah. Dia hanya pernah merasa kagum dan suka kepada gadis yang tadinya tampak bersikap seperti seorang pendekar wanita. Akan tetapi kini begitu genit dan tidak wajar!

Terdengar "Jenderal Chou bertepuk tangan gembira. "Bagus, kami sungguh beruntung mendapatkan bantuan seorang gadis gagah perkasa seperti Nona Lai Cu Yin! Sekarang giliran pendekar Siau limpai Liu Cin, harap suka memperlihatkan kelihaianmu!"

Liu Cin bangkit dan menjura kepad tuan rumah. "Maafkan, Chou Taijin, karena saya belum mengambil keputusan apakah saya akan menerima penawaran Taijin, maka saya tidak ingin diuji. Kita tunggu sampai saya mengambil keputusan, barulah sudah selayaknya kalau saya diuji. Untuk sementara ini, saya hendak berpikir-pikir dulu dan melihat perkembangannya."

Hong-san Siansu hendak menegur atau membantah, akan tetapi Jenderal Chou mengangkat tangan menahannya, lalu berkata dengan ramah kepada Liu Cin.

"Baiklah, Liu Enghiong "

"Goanswe, mengapa Goanswe masih bersikap sungkan dan menyebut Cin-ko dengan sebutan Enghiong? Dari pada menggunakan sebutan Enghiong yang kaku, bukanlah lebih baik kalau Goanswe 'menyebut Cin-ko dengan namanya saja? ftagaimana pendapatmu, Cin-ko?"

Tentu saja Liu Cin tidak dapat membantah. "Kukira sebaiknya begitu." katanya lirih. "Ha-ha-ha! Baiklah, Cu Yin. Mulai sekarang aku akan menyebut dia Liu Cin. Akan tetapi sebaliknya, aku merasa tidak enak kalau kalian juga menggunakan sebutan Taijin (Pembesar) kepadaku, mengapa tidak menyebut Paman saja?" kata Jenderal Chou sambil tertawa gembira. Dia merasa senang sekali bisa mendapatkan dua orang tenaga bantuan yang dapat diandalkan, terutama karena Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin yang ternyata umat lihai itu sudah menyatakan suka dan siap untuk membantu.

"Terima kasih, Paman!" kata Cu Yin gembira sekali. "Terima kasih," kata pula Liu Cin, tanpa menyebut paman.

"Mari kita perkenalkan dengan rekan-rekan kalian!" Jenderal Chou yang sedang bergembira itu berkata dan memanggil pengawal dan diperintahkan, mengundang Kang-lam Sin-kiam Kwan In Su, Im Yang Tosu, dan tidak ketinggal Ong Hui Lan untuk datang ke ruanga itu.

Setelah mereka bertiga memasuki ruangan. Jenderal Chou lalu memperkenalkan mereka satu kepada yang lain. Begitu memasuki ruangan itu, Hui lan melihat betapa seorang gadis yang rambuatnya dihias tiga tangkai bunga merah duduk dekat Chou Kian Ki. Memang tadi sengaja Cu Yin memilih tempat duduk dekat pemuda itu dan mereka bicara bisik-bisik dengan sikap akrab. Diam-diam Hui Lan merasa sebal sekali. Tidak ia tidak merasa cemburu karena sesungguhnya, belum tumbuh perasaan cinta dalam hatinya terhadap Chou Kian Ki, baru perasaan kagum saja. Ia belum mengenal betul watak pemuda itu. Akan tetapi, atas kehendak orang tuanya, ia telah menjadi calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki dan sekarang ia me lihat calon suaminya itu bergaul demikian akrab dengan seorang gadis asing, apalagi yang baru saja dikenalnya karena Jenderal Chou memperkenalkannya sebagai seorang pembantu yang baru datang. Ia melihat bahwa gadis itu sikapnya amat genit, matanya tajam mengerling penuh daya pikat kepada Kian Ki dan senyumnya yang manis itu jelas dibuat-buat! Ketika ia diperkenalkan kepada Liu Cin yang disebut sebagai Siuwlim Enghiong oleh Jenderal Chou dan dikatakan sebagai sahabat baik Cu Yin, in pun menganggap pemuda yang kelihatan pendiam ini tentu juga bukan orang baik-baik karena dia adalah sahabat baik gadis yang genit itu. Maka, setelah diperkenalkan, Hui Lan pamit kepada Jenderal Chou dan kembali memasuki bagian dalam gedung, kembali ke kamarnya. Jenderal Chou yang diam-diam masih merasa dongkol dan tidak senang terhadap sikap Hui Lan yang terang-terangan dengan tegas menolak untuk membantu pelaksanaan rencananya, tidak mencegahnya. Dia dan Chou Kian Ki sedang menanti siasat yang sedang dipikirkan Hongsan Siansu untuk menalukkan gadis yang telah dipilih menjadi calon mantunya itu.

Sementara itu, ketika Jenderal Chou memperkenalkan Ong Hui Lan sebagai calon mantunya, calon isteri Chou Kian Ki, diam-diam ia semakin dirangsang untuk mengambil Kian Ki sebagai kekasihnya. Pemuda itu harus menjadi miliknya lebih dulu untuk sementara, sebelum menikah dengan Hui Lan. la sendiri sama sekali tidak ingin menjadi isteri Kian Ki. Ia sudah mengambil keputusan untuk tidak menikah dengan laki-laki manapun karena ia masih mempunyai keyakinan bahwa tidak ada lak laki yang setia dan baik di dunia ini. harus membantu dan mendukung pelaksanaan dendam sakit hati mendiang ibunya terhadap kaum pria! Kalau ia selalu ingin memikat laki-laki, hal itu buka berarti ia suka kepada mereka. Tidak kebenciannya tetap ada di dasar hatinya Ia hanya ingin memuaskan rangsanga nafsunya sendiri dan untuk itu ia membutuhkan laki-laki. Akan tetapi ia tidak ingin terikat oleh seorang laki-laki saja!

Demikianlah, mulai hari itu, Liu Cu Yin menjadi tamu di gedung Jenderal Chou. Mereka masing-masing mendapatkan sebuah kamar tamu yang cukup mewah.

ooOOoo

.

Sejak pertama bertemu Jenderal Chou dan para pembantunya, Liu Cin sudah melihat tanda-tanda bahwa Cu Yin agaknya tergila-gila kepada Chou Kian Ki. Hal ini dikuatkan pula pada malam harinya. Ketika tanpa sengaja malam itu dia keluar dari kamar dan melewati kamar Cu Yin, dia melihat bayangan seorang laki-laki menyelinap masuk ke dalam kamar itu! Dia cepat bersembunyi di balik pintu ruangan, kwawatir kalau-kalau bayangan itu seorang penjahat. Akan tetapi dia mendengar suara percakapan lirih di kamar Cu Yin dan tak lama kemudian, pintu kamar itu terbuka dan Cu Yin keluar dari kamar itu bersama Chou Kian Ki dengan bergandengan tangan begitu mesra. Mereka berdua lalu pergi ke bagian dalam gedung, entah kemana!

Jantung dalam dada Liu Cin berdebaar tegang. Biarpun dia seorang pemuda yang lugu dan belum berpengalaman, namun melihat keadaan mereka berdua tadi, dia dapat memastikan bahwa tentu Cu Yun bermain cinta dengan Chou Kian Ki. Dia merasa heran. Memang tidak aneh kalau seorang pemuda bertemu seorang gadis lalu mereka saling jatuh cinta. Akari tetapi masa baru saja bertemu lalu bermesraan seperti itu? Padahal biasanya Cu Yin kelihatan begitu sopan! Teringatilah dia akan sikap Cu Yin pada malam tempo hari itu, di mana Cu Yin mendekatinya dan begitu bernafsu sengaja dia bermesraan, namun dia tolak. Mulailah Liu Cin melihat keaselian watak Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Dan teringatlah dia kembali betapa pada keesokan harinya setelah dia menolak Cu Yin yang merangkulnya dan menyatakan cinta, ketika mereka berada di rumah makan, mereka mendengar orang-orang bercerita bahwa semalam ada dua orang pemuda yang mereka sebut Ang Kongcu dari Si Ahok mati dibunuh siluman rase yang kabarnya berujud seorang wanita cantik! Kini dia baru teringat betapa Cu Yin yang semalam murung karena dia tolak ajakannya bermesraan pada pagi harinya tampak cerah dan gembira, tidak murung lagi.

"Aihhh..........," Dia berkata dalam hatinya. "Jangan-jangan ah, apakah Lai Cu

Yin itu yang dikabarkan menjadi siluman rase dan membunuh dua orang pemuda itu ?" Dia bergidik. Pada jaman itu hampir semua orang percaya akan cerita

tentang siluman-siluman berubah menjadi manusia dan mencari korban antara manusia. Dia pun percaya dan ia merasa ngeri! Dia sama sekali tidak merasa cemburu melihat Cu Yin bermesraan dengan Chou Kian Ki, bahkan dia merasa muak dan lenyaplah semua perasaan kagum dan sukanya terhadap gadis itu. Bahkan dia pun mulai merasa tidak cocok untuk bekerja membantu Jenderal Chou yang katanya akan menentang para pejabat tinggi yang korup dan lalim. Bagaimana mungkin dia cocok bekerja sama dengan jenderal itu, melihat puteranya saja berwatak mata keranjang seperti itu? Mana ada orang baik-baik mengajak seorang tamu wanita yang baru saja dikenalnya untuk bermain gila? Dia merasa muak dan segera melangkah menuju ke taman bunga yang berada di belakang gedung.

Liu Cin melihat sebuah bangunan kecil, sebuah beranda beratap tak berdinding, di tengah taman. Beranda itu mungil dan dicat merah, terdapat beberapa buah bangku panjang di situ. Agaknya menjadi tempat peristirahatan setelah orang lelah berjalan- jalan di taman, yang luas itu. Di depan bangunan itu terdapat sebuah kolam yang cukup besar, di mana terdapat teratai yang berkembang merah dan putih, dan banyak ikan emas berenang di antara bunga-bunga itu. Tempat itu diterangi dua lampu gantung berwarna sehingga tempat itu tmpak indah dan nyeni (artistik). Akan tetapi Liu Cin tidak ingin dilihat orang, lalu dia memilih duduk di atas sebuah batu di belakang bangunan itu, terhalang semak-semak berbunga. Dia duduk melamun, memikirkan dan mengenangkan semua yang dia alami sejak meninggalkan Gurunya, bertemu dengan Cu Yin dan melakukan perjalanan bersama sampai di tempat itu.

Kurang lebih sejam lamanya dia duduk termenung di tempat itu. Tiba-tiba dia mendengar suara isak tertahan. Tangis seorang wanita! Dia tertarik sekali dan karena suara tangis tertahan itu datangnya dari arah bangunan kecil, dia mengintai dari balik semak-semak. Dilihatnya seorang wanita memasuki beranda itu lalu menjatuhkan diri duduk di atas bangku sambil menangis. Jelas bahwa gadis itu menahan tangisnya, menutupi mukanya dengan tangan yang memegang saputangan untuk menahan isak yang keluar dari mulutnya.

Liu Cin mengenal gadis itu sebagai Ong Hui Lan yang siang tadi diperkenalkan kepadanya sebagai calon isteri atau tunangan Chou Kian Ki. Apa yang terjadi? Mengapa gadis itu menangis? Tentu saja Liu Cin tidak berani bertanya. Mendekat pun dia tidak berani karena hal itu akan dianggap sebagai tindakan yang kurang ajar. Dia hanya seorang tamu tentu tidak pantas menemui gadis anggauta keluarga seorang diri di dalam taman, pada waktu malam pula! Bahkan dia tidak berani muncul dari tempat dia duduk dan tersembunyi, khawatir kalau gerakannya ketahuan oleh gadis itu. Di membayangkan gadis itu yang siang tadi pernah dijumpainya. Namanya Ong Hu Lan, gadis berusia sekitar sembilan belas tahun.

Orangnya pendiam dan tampak, lembut. Mukanya bulat, matanya tajam namun lembut sinarnya, tubuhnya ramping dan pakaiannya sederhana dibandingkan pakaian Lai Cu Yin. Seorang gadis yang cantik dan anggun, sikapnya berwibawa. Akan tetapi gadis itu kini kehilangan sifatnya yang gagah ketika duduk menangis lirih seorang diri di atas bangku itu.

Tiba-tiba Liu Cin yang sedang memandang gadis itu terkejut. Dia melihat sinar kecil hitam meluncur ke arah gadis Itu. Tanpa disadarinya dia berseru.

"Awas, Nona !"

Ong Hui Lan terkejut, mengangkat mukanya dan melihat sinar hitam meluncur itu sudah dekat sekali di depan tenggorokannya. Ia cepat membuang diri ke kiri.

"Ceppp! Ahhh !" Gadis itu mengeluh karena biarpuh ia sudah mengelak sehingga

tenggorokannya terhindar dari sambaran maut itu, pundak kanannya yang terkena benda itu. Akan tetapi ternyata benda itu hanya sebuah ranting kayu sebesar telunjuk, biarpun menancap di pundak, tidak mendatangkan luka yang berbahaya. Hui Lan cepat mencabutnya. Darah mengucur dan terasa perih. Akan tetapi pada saat itu, beberapa sinar datang menyerangnya dengan gencar. Hui Lan sudah siap dan ia mengelak sambil menggerakkan kedua tangan memukul ke arah senjata- senjata gelap itu.

Liu Cin menjadi marah sekali melihat gadis itu diserang orang secara menggelap. Dia mengambil dua buah batu dan ia me lompat keluar semak-semak lalu melontar kan dua buah batu sebesar kepalan tangannya itu arah semak-semak dari mana senjata- senjata gelap itu datang. Tampak sesosok bayangan orang berkelebat dan lari dari belakang semak itu. Liu Cin tidak dapat melihat dengan jelas karena di bagian itu memang gelap. Dia hendak mengejar akan tetapi tiba-tiba Hui Lan sudah melompat di dekatnya dan langsung menyerangnya kalang kabut.

Tentu saja Liu Cin menjadi kaget sekali. Dia cepat mengelak dan menangkis karena Hui Lan menyerangnya bertubi-tubi dengan pukulan dan tendangan kilat.

"Nona, engkau salah paham!" Liu Cin berseru berkali-kali akan tetapi Hui Lan térus saja menyerang. Terpaksa Liu Cin balas menyerang karena kalau hanya bertahan saja, dia tentu akan terkena pukulan. Gadis itu ternyata lihai bukan main, memiliki pukulan yang cepat dan kuat sehingga dia pasti akan kalah kalau dia tidak membalas. Terjadilah pertandingan yang seru. Melihat gadis itu seperti kesetanan dan marah sekali. Liu Cin maklum bahwa tentu ada sesuatu yang membuat gadis itu demikian marah kepadanya. Dia cepat melompat ke belakang.

"Tahan dulu, Nona! Kenapa Nona menyerangku tanpa alasan?" tanyanya tegas.

"Hemmm, manusia tak tahu diri! Engkau bersekongkol hendak membunuhku! dan masih bertanya mengapa aku menyerangmu?"

"Nanti dulu, Nona Jangan terburu nafsu sehingga engkau nanti akan menyesal sendiri dengan tindakanmu yang gegabah. Aku bukan musuh. Aku tadi juga sudah berada di sini ketika engkau datang dan menangis. Karena aku seorang tamu, maka aku tidak berani muncul keluar, takut kalau disangka yang bukan-bukan. Aku hanya mencari hawa segar di sini. Kemudian, aku melihat engkau diserang senjata gelap aku membantumu, melempari penyerangmu itu dengan batu sehingga dia melarikan diri. Akan tetapi tahu-tahu Nona malah menyerangku. apakah ini adil?"

Mendengar ini, Hui Lan menjadi agak lunak, akan tetapi ia berkata dengan Bicara yang masih terdengar marah. "Hem, Bngkau adalah sahabat baik perempuan genit cabul itu, mana mungkin engkau seorang baik-baik?"

Liu Cin merasa panas hatinya, mukanya menjadi merah dan dia pun berkata dengan tegas.

"Nona, jangan menuduh orang sembarangan saja tanpa mengetahui keadaan sebenarnya! Aku Liu Cin adalah murid Siauwlimpai dan tidak mungkin aku menjadi seorang sesat. Lebih baik mati daripada hidup menjadi seorang jahat. Aku bukan sahabat baik Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin! Memang benar aku datang ke sini bersamanya, akan tetapi hanya kebetulan saja aku melakukan perjalanan bersamanya ketika kami bertemu di jalan dan menolongnya ketika ia dikeroyok orang. Aku tidak mengenal betul siapa ia dan orang macam apa. Akan tetapi di sepanjang jalan ia bersikap baik. Tidak tahunya "

Kini Ong Hui Lan memandang dengan sinar mata tajam, mulai menilai pemuda di depannya itu.

"Tidak tahunya apa tanyanya.

"Nona, kalau boleh aku bertanya, apakah Nona juga melihat apa yang terjadi antara Ang Hwa Niocu itu dengan tunanganmu?"

Hui Lan terkejut. "Ah, engkau melihat mereka?" tanyanya.

Liu Cin mengepal tinju. "Aku melihat dan merasa muak sekali! Dulu memang mereka yang mengeroyoknya mengatakan bahwa dia adalah seorang wanita sesat akan tetapi aku tidak percaya bahkan membelanya. Sekarang baru aku tahu bahwa ia benar-benar seorang wanita sesat yang tidak tahu malu! Mulai detik ini aku tidak sudi lagi disebut sahabatnya!"

"Liu Cin, kau mencintanya?"

"Tidak, aku tidak pernah mencintanya Ia boleh bermain gila dengan laki-laki manapun, aku tidak peduli. Akan tetapi kesesatannya itu mencemari pula namaku karena kebetulan aku datang bersamanya. Buktinya engkau sendiri juga mengira aku orang yang sesat, Nona." "Sekarang tidak lagi, setelah engkau menceritakan keadaanmu. Aku percaya padamu."

"Nona, karena itukah engkau tadi menangis? Ah, betapa kejamnya calon suamimu bermain gila dengan wanita lain di depanmu, di dalam satu rumah! Aku akan menegur perempuan itu, kalau perlu akan kuhajar ia!"

"Tidak, aku tidak bersedih karena Chou Kian Ki bermain gila dengan perempuan itu. Aku juga tidak pernah mencintanya!"

"Ah, kalau begitu, maafkan pertanyaanku. Mengapa Nona bisa menjadi tunangannya?"

Entah mengapa, tiba-tiba saja Hui lan percaya kepada pemuda yang lugu dan sederhana ini. "Aku dijodohkan oleh ayahku dan sebagai anak yang berbakti, aku tidak dapat menolak. Karena itulah, melihat dia kini bermain gila dengan Lai Cu Yin itu, hatiku menjadi sedih sekali, bukan sedih karena cemburu, melainkan sedih karena aku dijodohkan dengan jahanam macam itu!"

"Calon suamimu memang tidak benar, akan tetapi dia seorang laki-laki. Yang menyebalkan adalah Ang Hwa Niocu! Aku akan menegurnya besok! Aku malu dfl anggap sahabat seorang perempuan cabul macam itu!"

"Akan tetapi, bagaimana engkau dapat membuat ribut di sini? Bukankah engkau telah menjadi pembantu Jendetai Chou Ban Heng? "Tidak, aku belum menyanggupi! Aku minta waktu untuk mempelajarinya lebih dulu. Yang sudah menyanggupi adalah! Ang Hwa Niocu. Aku ingin melihat dulu pekerjaan macam apa yang harus kulakukan di sini."

"Engkau sebagai seorang murid Siauw limpai pasti akan mundur kalau mengetahui apa yang akan mereka lakukan. Aku sendiri juga menentang mereka dan tidak sudi, membantu, walaupun atas kehendak orang tua aku dijodohkan dengan putera Jenderal Chou!"

"Ah, sudah kuduga ada yang tidak beres! Hui Lan eh, Nona, apakah

sesungguhnya yang terjadi?"

"Liu Cin, engkau boleh panggil aku Hui Lan saja. Kurasa kita berdua sepaham. Jenderal Chao Ban Heng merencanakan pemberontakan untuk menjatuhkan Kerajaan Sung yang baru dan membangun kembali Kerajaan Chou, tentu saja kalau berhasil, Jenderal Chou yang menjadi kaisarnya. Mereka hendak mengusahakan agar para pejabat tinggi yang setia kepada Kaisar Sung Thai Cu dienyahkan, dibunuh atau difitnah agar dipecat dan kedudukannya diganti oleh orang yang mendukung Jenderal Chou."

"Wah, gawat sekali kalau begitu! Aku pasti tidak sudi membantu pekerjaan yang jahat itu. Membunuh para pejabat yang setia kepada Pemerintah? Dan pejabat yang benar-benar setia justeru mereka yang baik dan tidak korup."

"Jenderal Chou tentu akan mencap mereka yang setia itu sebagai pembesar- pembesar korup yang lalim sehingga para pendekar mau membasmi mereka. Aku tidak setuju dan menentang mereka dan saat ini aku tahu bahwa diam-diam Jenderal Chou dan puteranya marah kepadaku."

"Hemmm, apakah karena itu maka tadi engkau diserang dan hendak di bunuh?"

"Kukira tidak, Liu Cin. Kalau mereka hendak membunuhku, tentu akan mudah saja dilakukan Chou Kian Ki. Kau tahu dia itu memiliki ilmu kepandaian yang amat lihai, jauh lebih lihai dari semua jagoan yang mendukung Jenderal Chou. Pasti bukan dia yang tadi menyerangku dengan senjata gelap. Entah siapa, namun yang jelas, orang itu ahli menggunakan senjata gelap yang disambitkan sehingga hanya menggunakan ranting kecil dia dapat melukai aku dan nyaris membunuhku."

"Ahhh ! Siapa lagi kalau bukan ia? tiba-tiba Liu Cin berseru.

"Ia-siapa, Liu Cin?"

"Siapa lagi kalau bukan Ang Hwa Niocu! Kau tahu, tiga tangkai bunga merah yang menghias rambut Lai Cu Yin itu dapat ia pergunakan sebagai senjata rahasia yang ampuh. Kalau ia mampu menyambitkan setangkai kembang sebagai senjata gelap, tentu ia pandai menggunakan sepotong ranting kayu sebagai senjata rahasia. Ya, pasti ia orangnya yang menyerangmu tadi!" kata Liu Cin gemas.

"Akan tetapi kalau benar ia, mengapa ia harus menyerangku? Antara ia dan aku tidak ada permusuhan apapun, mengenal juga tidak!" "Hemmm, sekarang aku semakin mengenal siapa perempuan itu. Pasti ia seorang perempuan sesat yang kejam sekali! Ia menyerangmu tentu dengan niat untuk merampas calon suamimu. Engkau merupakan penghalang baginya, maka ia berusaha membunuhmu! Aku akan menegur dan menghajarnya!" Liu Cin kini menjadi marah sekali. Akan tetapi Hui Lan cepat mencegah.

"Jangan bertindak gegahah, Liu Cin. Engkau akan celaka kalau bermusuhan dengan mereka. Terima kasih atas pembelaanmu kepadaku, akan tetapi jangan sekali-kali engkau menuduh perempuan itu. Apa buktinya? Engkau malah dituduh melempar fitnah dan kalau Chou Kian Ki membelanya, nyawamu terancam bahaya maut. Aku nasehatkan, sebaiknya engkau besok pagi-pagi mencari alasan untuk pergi dari tempat ini dan jangan kembali lagi!"

"Dan engkau sendiri, Hui Lan? Eng kau tidak suka membantu mereka, bahkan menentang. Engkau tidak suka pula menjadi isteri Chou Kian Ki apa lagi melihat ulahnya bersama Lai Cu Yin walaupun demi baktimu kepada orang tua engkau terpaksa harus menerimanya. Ah, engkau seolah hidup di dalam gua penuh harimau yang akan menerkammu. Mengapa engkau tidak pergi saja?"

Dengan wajah sedih Hui Lan meng gelengkan kepalanya. "Bagaimana aku dapat membantah kehendak ayahku? Selama ini aku belum pernah membalas jasa kebaikan orang tuaku. Aku tidak ingin menjadi seorang anak ,yang put-hauw (durhaka, tidak berbakti)." Ia menunduk, menyembunyikan matanya yang panas dan basah lagi, lalu ia berkata, "Pergilah, Liu Cin, kembalilah ke kamarmu dan besok pagi- pagi berpamitlah baik-baik dan tinggalkan tempat ini. Adapun aku biarlah aku

menerima nasibku jadi isterinya akan tetapi, aku bersumpah akan tetap

menentang semua petbuatan jahat dari mereka semua ”

Liu Cin merasa iba sekali. Akan tetapi apa yang dapat dia lakukan? Tidak mungkin dia mencampuri urusan orang lain, apalagi urusan perjodohan. Bagaimanapun juga, Hui Lan sudah mengambil icputusan menerima nasib menjadi isteri Chou Kian Ki, demi baktinya kepada orang tuanya! Timbul rasa iba dan di luar kesadarannya, pemuda itu mengalami cinta pertama yang membuat dia terharu dan juga sedih.

"Kasihan engkau, Hui Lan. Kalau engkau mau pergi dari sini, aku akan membantumu dan melindungimu dengan taruhan nyawaku sekalipun " Dia melangkah pergi

meninggalkan ucapan lirih itu.

Hui Lan tertegun mendengar ucapan itu, dan air matanya menetes turun, pandang matanya kabur tertutup air mata ketika ia memandang pemuda tinggi tegap berbaju kuning itu yang berjalan perlahan meninggalkan taman.

ooOOoo

Pada keesokan harinya, Liu Cin tidak mendapatkan halangan ketika dia berpamit kepada Jenderal Chou dengan alasan bahwa dia ingin berjalan-jalan di sekitar kota raja dan besok pagi akan kembali ke gedung itu. Dia membawa buntalan pakaiannya. Sementara itu, Hongsan Siansu sudah menemukan cara terbaik untuk menundukkan Ong Hui Lan agar gadis itu membantu rencana mereka. Kalau saja Chou Kian Ki tidak benar-benar jatuh cinta kepada Hui Lan, tentu Jenderal Chou dapat begitu saja mengusir gadis meninggalkan rumahnya. Akan tetaj Kian Ki menentang niat ini. Dia berkeras ingin memperisteri Hui Lan yang dicintanya. Biarpun dia telah mendapat t Lai Cu Yin yang dapat menjadi kekasih yang mengasyikkan, namun cintanya tetap ada pada Hui Lan dan dia hanya Ingin menjadikan Cu Yin sebagai hiburan saja, sedangkan dia ingin membentuk keluarga dengan Hui Lan. Dia ingin Hui lan menjadi ibu anak-anaknya. Karena itu, maka Hongsan Siansu mencari siasat yang dianggapnya paling baik. Malam itu, siasat ini dilaksanakan. Dengan tidak adanya Liu Cin di situ, hal ini bahkan memudahkan terlaksananya siasat itu.

Malam itu, dengan cara yang berani sekali, bahkan terang-terangan, Ang Hwa Niocu Lai Cu Yin berada dalam kamar Chou Kian Ki. Mereka minum arak sambil makan kue dan terjadilah percakapan yang tentu akan menarik sekali bagi orang lain kalau mendengarnya.

"Menurutmu, bagaimana dengan gagasan siasat itu, Yin-moi?" tanya Chou Kian Ki sambil minum araknya dari cawan perak.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar