Jilid 13 (Tamat)
WAJAH kedua orang perwira itu terasa panas dan kalau bukan di waktu malam ketika mereka menangkap gadis itu, tentu akan tampak muka mereka berubah ke merahan.
"Hemm, terhadap seorang wanita yang jahat dan kejam me lebihi iblis betina, tidak perlu me makai peraturan orang gagah! Yang jahat harus dibasmi, dengan cara apapun juga." kata Su Lok Bu untuk menyembunyikan rasa tidak enak mendengar teguran yang mengandung ejekan itu. Memang, sebagai seorang pendekar murid Siauw-lim-pa i, amat me ma lukan kalau mengalahkan musuh dengan cara keroyokan. Akan tetapi musuhnya ini bukan sekedar pi-bu (mengadu kepandaian silat) atau sekadar menguji, akan tetapi sebagai usaha untuk me nyingkirkan seorang yang jahat dan amat kejam sekali..
"Huh, kalian ini dulu men jadi anjing-anjing penjilat pembesar Pui dan putera-nya yang jahat, masih dapat mengatakan orang jahat seperti iblis! Tak tahu malu!" kata pula Cui Hong marah.
"Tidak perlu banyak cerewet! Rasakan pembalasan orang- orang yang engkau siksa dengan kejam. Engkau me mang bukan manusia lagi! Hayo!" Su Lok Bu dan Cia Kok Han lalu me mbawa gadis itu dan setengah menyeretnya menuju ke gedung tempat tinggal Pui Ki Cong. Kini mereka telah menyeret Cui Hong me masuki ruangan re mang-re mang di mana t iga orang tengkorak hidup itu sudah me nanti di atas kursi roda masing-masing, seperti setan-setan yang keluar dari neraka untuk me mba las dendam kepada Kim Cui Hong.
Cui Hong didorong masuk dan karena kedua kakinya terbelenggu, ia pun terpelanting roboh dalam keadaan terlentang, akan tetapi dengan kedua kakinya yang telah terbebas dari totokan ia dapat mengangkat rubuhnya dan duduk me nghadapi t iga orang di atas kursi roda itu. Matanya mencorong dan terbayang kengerian melihat tiga orang yang wajahnya seperti setan itu me mandang kepadanya. Ia merasa ngeri melihat yang duduk di tengah kedua matanya telah berlubang dan tidak ada biji matanya lagi. Ia teringat bahwa orang itu adalah Pui Ki Cong. Yang duduk di sebelah kir i Ki Cong, mata kirinya juga buta dan itu tentulah Lauw Ti yang me mandang kepadanya dengan mata kanannya yang berputar-putar aneh, bukan mata orang yang waras otaknya. Yang duduk di sebelah kanan itu tentu Koo Cai Sun yang biarpun kedua matanya tidak buta, namun mukanya juga hancur dan kehilangan hidung, bibir dan telinga, seperti tengkorak hidup! melihat tiga orang itu, diam-dia m Cui Hong bergidik dan baru ia me lihat sendiri dan merasa betapa pembalasan sakit hatinya dulu itu me mang tera mat kejam. Dalam keadaan dendam sakit hati, ia seolah bukan manusia lagi, menyiksa tiga orang sampai sede mikian rupa sehingga kalau ia me mbunuh mere ka bertiga, kiranya tidak sekejam penyiksaan yang dilakukannya itu. Mulailah timbul perasaan penyesalan dalam hatinya yang sekarang dua orang perwira itu menyerahkannya kepada tiga orang manusia yang sudah berubah mukanya seperti iblis Itu. Tahulah ia bahwa nyawanya tidak mungkin tertolong lagi. Mereka mungkin akan me mba las dan menyiksaku seperti aku menyiksa mereka, pikir Cui Hong. Biarlah kalau demikian, me mang sudah sepantasnya dan ia akan me mbunuh diri begitu mendapat kese mpatan! Ia merasa heran mengapa tiga orang itu masih mau hidup dalam keadaan seperti itu!
Di antara tiga orang itu, hanya Koo Cai Sun yang kedua matanya masih utuh dan masih awas. Dia menga mati pe muda tampan yang terbelenggu kaki tangannya itu dan menegur. "Su-ciangkun dan Cia-ciangkun, mana Kim Cui Hong yang engkau janjikan akan dibawa ke sini itu? Ini seorang pe muda, bukan Nona Kim Cui Hong!"
"Ya, ini seorang pe muda, bukan iblis betina!" kata Lauw Ti yang me mandang dengan sebelah matanya yang berputar- putar.
"Hemm, benarkah itu, Ji-wi Ciangkun (Kedua Perwira)?" tanya Pui Ki Cong yang telah buta kedua matanya.
"Harap kalian pandang baik-baik! Ia adalah Kim Cui Hong yang menya mar sebagai seorang pe muda!" kata Su Lok Bu.
"Mana kami bisa keliru?" kata Cia Kok Han. "Penyamarannya me mang bagus, akan tetapi ia betul seorang gadis, yaitu Kim Cui Hong!" Cui Hong yang sudah bangkit duduk itu tiba-tiba menggunakan lututnya untuk meloncat sehingga ia dapat bangkit berdiri. Dengan sikap angkuh dan suara tegas ia berkata. "Pui Ki Cong, Lauw Ti, dan Koo Cai Sun, aku benar Kim Cui Hong. Aku telah ditangkap secara curang dan sudah berada dalam kekuasaan kalian bertiga. Mau bunuh, lakukanlah! Aku t idak takut mati!"
Mendengar suara ini, Pui Ki Cong berkata. "Benar, ia adalah Kim Cui Hong. Su-ciangkun dan Cia-ciangkun, tinggalkan ia di sini dan ji- wi (kalian berdua) datang lagi besok untuk menerima apa yang aku janjikan."
Su Lok Bu dan Cia Kok Han mengangguk dan mereka lalu pergi. Mereka merasa yakin bahwa gadis itu sudah tidak berdaya. Tak mungkin dapat melepaskan diri dari belenggu kaki tangannya. Biarpun tiga orang itu sudah tidak me miliki tenaga, namun mereka me mpunyai belasan orang pelayan yang juga menjadi pengawal dengan kepandaian yang cukup.
Agaknya Pui Ki Cong me nyadari akan kele mahan dia dan dua orang bekas pembantunya yang kini senasib dengannya, menjad i manusia yang jasmaninya seperti setan. Maka setelah dua perwira itu keluar, dia berseru me manggil dua orang kepala pelayan yang juga kepala pengawalnya.
"Bong Can dan Bong Lim, ke sinilah kalian!"
Pintu sebelah dalam ruangan itu terbuka cepat, menunjukkan bahwa dua orang itu sejak tadi memang siap menanti panggilan di belakang pintu. Mereka adalah dua orang kakak beradik, Bong Can berusia tiga puluh lima tahun dan Bong Lim berusia tiga puluh tahun. Kakak beradikini keduanya bertubuh tinggi besar dan sikap mereka gagah, wajah mereka juga cukup menarik. Hanya bedanya kalau Bong Can berkulit hitam, Bong Kun berkulit agak putih. Mereka adalah murid-murid Kun-lun-pai dan termasu k orang- orang gagah berjiwa pendekar. Tadinya mereka datang ke kota raja dari daerah selatan untuk me mbantu Kerajaan Beng dari ancaman orang Man-cu yang se makin berkembang. Ketika mendengar akan adanya pe mberontakan rakyat dipimpin oleh Li Cu Seng karena Kaisar dikuasai para Thaikam sehingga pemerintah tidak bijaksana dan para pembesar sebagian besar lalim dan korupsi, kedua orang murid Kun-lun- pai ini merasa ragu untuk me mbantu pe merintah. Maka ketika Pui Ki Cong mengundang mereka untuk menjadi pengawal pribadi dewi-kz, mereka menerima pekerjaan ini. Pertama, karena menjadi pengawal pribadi mer upakan pekerjaan wajar dan baik asalkan tidak mengha mbakan diri kepada pe mbesar atau hartawan yang menyuruh mereka melakukan kejahatan. Ke dua, mereka merasa iba sekali melihat keadaan Pui Ki Cong dan dua orang temannya yang harus mereka jaga. Tentu saja mereka ingin mengetahui mengapa tiga orang itu menjadi seperti itu dan Pui Ki Cong menceritakan bahwa mereka bertiga dianiaya oleh seorang iblis betina berna ma Kim Cui Hong. Dan dengan alasan takut kepada iblis betina itu kalau- kalau datang mengganggu lagi, ma ka dia minta kepada dua orang bersaudara itu menjadi pengawal pribadi yang me lindungi keselamatan mereka bertiga. Pui Ki Cong tentu saja merasa ma lu menceritakan sebab dari kemarahan Si Iblis Betina itu. Demikianlah, kedua saudara Bong ini menjadi pengawal pribadi Pui Ki Cong dan sudah berada hampir satu setengah tahun di gedung itu. Mereka merasa iba karena Pui Ki Cong berada di gedung hanya bertiga dengan dua orang senasib itu, tidak didekati keluarga karena keluarga tiga orang itu agaknya tidak ada yang mau mende kati mereka. Kedua orang bersaudara Bong menjad i kepala pengawal atau boleh juga disebut kepala pelayan di gedung itu, mengepalai delapan orang pelayan la in yang juga menjadi pengawal.
Ketika dua orang perwira, Su Lok Bu dan Cia Kok Han menghadap tiga orang majikan mereka me mbawa seorang teman, Bong Can dan Bong Lim sudah siap s iaga kalau-kalau tenaga mereka diperlukan, maka mereka sudah bersiap di belakang pintu. Begitu dipanggil, keduanya la lu me masu ki ruangan itu. Melihat keadaan ruangan agak gelap, tanpa diperintah Bong Can dan Bong Lim, segera mengha mpiri la mpu-la mpu la in dan akan menyalakan nya.
"Bong Lim, jangan nyalakan lampu itu, biar begini saja!" seru Pui Ki Cong karena biarpun dia tidak dapat me lihat, pendengarannya menjadi tajam dan dia dapat mendengar ketika Bong Lim me nghampir i meja la mpu. Bahkan langkah kaki Bong Lim juga dia dapat me mbedakan dari langkah kaki Bong Can atau orang lain.
"Mengapa, Pui Kong-cu?" Koo Cai Sun berkata, "Mengapa harus merasa ma lu kalau ia melihat keadaan kita bertiga? Biarlah ia me lihat betapa kejamnya Iblis Betina ini yang telah me mbuat kita bertiga seperti ini! Bong Lim, nyalakan saja semua la mpu itu!"
Akan tetapi karena dia bekerja kepada Pui Ki Cong, Bong Lim tidak me naati perintah Koo Cai Sun, sebaliknya dia bertanya kepada Pui Ki Cong. "Bagaimana, Pui Kongcu? Dinyalakan atau tidak lampu-la mpu ini?"
Pui Ki Cong me nghela napas panjang dan mengangguk. "Benar juga pendapatmu, Koo-twako. Nyalakanlah semua la mpu itu, Bong Lim."
Bong Lim la lu menyalakan tiga la mpu yang lain sehingga kini ruangan itu menjadi terang sekali. Kini Cui Hong berdiri terbelalak me man dang bergantian kepada tiga orang itu karena setelah kini cuaca a mat terang, ia me lihat betapa wajah mereka benar-benar mengerikan sekali! Aih, bagaimana mungkin ia dulu dapat sekejam itu? Teringatlah ia kepada Tan Siong. Murid Kun-lun-pai, pendekar yang budiman dan perkasa itu pernah menasehatinya bahwa me mbiarkan dendam di hati sa ma dengan meracun i diri sendiri. Ternyata kini ia melihat sendiri betapa racun dendam dalam batinnya itu telah me mbuat ia ma mpu melakukan kekeja man yang tidak manus iawi lagi! la merasa menyesal, sungguh menyesal! "Bong Can Twako dan Bong Lim, periksa apakah kaki tangan gadis itu sudah diikat kuat sehingga ia tidak mungkin me lepaskan diri lagi?" tanya Pui Ki Cong kepada dua orang pengawalnya. Kakak beradik Bong itu saling pandang.
"Gadis yang ma na, Kongcu?" tanya Bong Lim.
"Bodoh! Tentu saja gadis yang berpakaian pria ini!" bentak Lauw Ti kepada Bong Lim. Dua orang kakak beradik ini dia m- diam tidak suka kepada Lauw Ti yang bersikap kasar kepada mereka, seolah-olah dia itu yang berkuasa dan menjadi maj ikan mere ka.
"Ah, jadi inikah yang berna ma Kim Cui Hong dan disebut Iblis Betina yang telah bertindak kejam sekali terhadap Kongcu bertiga?" Bong Can berkata dan bersa ma adiknya dia mengha mpiri Cui Hong. Setelah melihat dari dekat baru mereka yakin bahwa "pemuda tampan" itu me mang benar seorang wanita yang menyamar dan dia m-dia m kedua orang murid Kun-lun-pai ini merasa heran bagaima na ada gadis secantik itu sudah sede mikian jahat dan kejamnya. Setelah me mer iksa belenggu pada kaki tangan Cui Hong, Bong Lim berkata.
"Ikatannya cukup kuat dan ia tidak akan ma mpu me mbebaskan diri, Kongcu."
"Hemm, bagus! Kalau begitu, ikat tubuhnya di tihang sudut ruangan itu!" perintah Pui Ki Cong.
Dua orang pengawal itu la lu me megang lengan Cui Hong bagian siku dari kanan kir i, kemudian mereka mengang kat tubuh gadis itu, dibawanya ke tihang tembok di sudut ruangan dan meng ikat kaki tangannya pada tihang itu. Semua ini, dari cara mengang kat tubuh gadis, itu sa mpai ke sudut dan meng ikat kaki tangan yang sudah terbelenggu kepada tihang, dilakukan dengan cara yang tidak melanggar kesusilaan sehingga dia m-dia m Cui Hong mencatat bahwa dua orang pembantu Pui Ki Cong ini adalah orang-orang yang baik, tidak jahat atau kurang ajar seperti kebanyakan pengawal atau tukang pukul, bertolak belakang dengan watak dua orang bekas tukang pukul Pui Ko Cong yang kini juga duduk di kursi roda seperti tengkorak hidup.
"Ia sudah terikat pada tihang, Kongcu." kata Bong Can. "Dorong aku ke depannya!" kata Pui Ki Cong. Bong Lim lalu
mendorong kursi roda yang diduduki Ki Cong dan mendorongnya sehingga laki-laki buta itu kini duduk di kursi roda, di depan Cui Hong yang tak ma mpu bergerak karena kini kaki tangan yang terikat pada tihang. Koo Cai Sun dan Lauw Ti juga menggerakkan roda kursi masing-mas ing mengikuti Pui Ki Cong mendekati Cui Hong yang terikat pada tihang. Gadis itu me mandang kepada mereka dan kembali ia merasa ngeri me lihat keadaan mereka.
"Can-twako dan Bong Lim, kalian harus menjaga dekat karena gadis ini lihai sekali." kata Pui Ki Cong yang masih merasa jerih, apalagi karena dia tidak dapat melihat bagaimana keadaan Cui Hong pada saat itu. Berbeda dengan Koo Cai Sun dan Lauw Ti yang me lihat bahwa gadis yang ditakuti itu benar-benar tidak berdaya.
"Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti! Sekarang aku menyadari bahwa pembalasan sakit hatiku kepada kalian me mang a mat kejam. Karena itu, bunuhlah aku untuk menebus kekeja manku. Aku tidak takut mati, bahkan rela menebus kekeja man ku terhadap kalian itu dengan nyawaku." kata Kim Cui Hong sengaja menutup kedua matanya agar tidak melihat muka yang mengerikan itu. Muka tanpa hidung, tanpa bibir, tanpa telinga. Muka yang bagian hidungnya berlubang besar, giginya tampak berderet-deret karena tidak ada bibirnya lagi, sepasang daun telinga yang buntung, kaki tangan yang bengkok! Apalagi Pui Ki Cong yang kedua matanya juga hanya berbentuk dua buah lubang. Presis tengkorak hidup, hanya tengkorakini berkulit dan bera mbut. "Bunuh mati begitu saja? Huh, enaknya!" kata Lauw Ti dengan suaranya yang pelo. "Aku akan memba las siksaan-mu, aku akan menghina mu dan me mbuatmu menderita sehingga engkau akan merasa menyesal hidup sebagai manusia!" Suaranya semakin kacau dan matanya yang tinggal satu itu mencorong seperti mata iblis karena dia dibakar kemarahan dan kebencian. "Sekarang, lebih dulu aku akan menelanjangimu!" Setelah berkata demikian, Lauw Ti me loncat keluar dari kursinya, berdiri dengan kaki kirinya saja karena kaki kanannya lumpuh, berloncatan mendekati Cui Hong yang merasa ngeri. Tangan kiri Lauw Ti buntung sebatas pergelangan, maka dia menggunakan tangan kanannya, meraih baju Cui Hong dan menariknya sekuat tenaga karena tenaga saktinya juga sudah tak dapat dikeluarkan lagi. "Bretttt....!" baju itu robek terlepas dari tubuh atas Cui Hong, akan tetapi gadis itu tidak menjadi telanjang karena di bawah baju pria itu ia masih mengenakan baju wanita. Pakaian rangkap ini yang menyempurnakan penyamarannya karena tubuhnya tampak lebih besar. Mata yang tinggal sebelah itu terbelalak dan Lauw Ti se makin marah melihat betapa tubuh Cui Hong masih tertutup baju wanita yang rapi, maka dia sudah menjulurkan tangan kanan hendak mereng gut lagi baju wanita itu dari dada Cui Hong.
"Tahan, Lauw Ti!" teriak Pui Ki Cong. Melihat Lauw Ti tidak menaati perintah Pui Ki Cong dan hendak tetap merenggut baju Cui Hong, Bong Can lalu menangkap tangan Lauw Ti dan mendorongnya duduk ke mbali ke atas kursi roda.
"berani kau. ?" Lauw Ti me mbentak.
"Pui Kongcu melarangmu dan engkau harus menaatinya!" kata Bong Can singkat.
Mendengar suara Bong Can yang tegas ini, Lauw Ti t idak berani rewel lagi, akan tetapi dia bersungut-sungut dan matanya yang tinggal sebelah me mandang ke arah Cui Hong dengan penuh kebencian, seolah dia hendak menyiksa dan me mbunuh wanita itu dengan pandangi matanya.
"Hemm, engkau me larang aku menyiksanya? Lalu apa yang hendak kaulakukan kepada musuh besar kita ini, Pui Kong- cu?" tanyanya dengan suara mengandungi penasaran dan kemarahan.
"Hemm, kukira tidak perlu menyiksa dan menghinanya lagi. Kesalahan kita se mbilan tahun la lu tidak kita ulangi lagi sekarang. Lebih baik dia dibunuh saja dan impas sudah semua perhitungan!" kata Pui Ki Cong.
Terharu rasa hati Cui Hong mendengar ucapan Pui Ki Cong ini. Mungkin putera pembesar itu mata keranjang dani suka me mper ma inkan wanita, akan tetapi ucapannya itu sedikitnya menunjukkan bahwa dia menyadari akan kesalahan dirinya sembilan tahun yang lalu.
"Ah, kalau aku tidak setuju ia disiksa dan tidak setuju ia dibunuh. Lebih baikia dibiarkan hidup saja!" kata Koo Cai Sun.
"Hee?? Apa maksudmu, Cai Sun? Membiarkan musuh kita yang telah merusak kehidupan kita ini hidup? Maksudmu me lepaskannya, begitu?" Lauw Ti me mbentak marah.
"Koo Cai Sun, bagaimana mungkin engkau me mpunyai pendirian seperti itu? Selama dua tahun ini kita hidup tidak mati pun bukan, mengandung dendam segunung tingginya dan selaut dalamnya, dan sekarang setelah ia kita tangkap, engkau bilang kita sebaiknya melepaskannya begitu saja?" tanya pula Pui Ki Cong yang merasa terheran-heran. "Apakah engkau... menaruh iba kepada orang yang telah me mbuat mukamu menjadi seburuk setan begini?"
"Heh-heh, bukan begitu, Pui Kongcu. Aku tadi mendengar suara Kim Cui Hong ini demikian penuh penyesalan setelah ia me lihat betapa mengerikan keadaan kita akibat penyiksaannya yang kejam dan buas seperti iblis. Nah, kalau ia mati berarti ia akan berhenti menderita batin teringat akan kekejamannya yang tak mengenal batas. Kalau ia disiksa seperti yang dikehendaki Lauw Ti, ia pun akan merasa sudah terbayar perbuatannya yang di luar prikemanus iaan itu. Maka, kita bebaskan ia dan biarkan ia hidup agar sela ma hidupnya ia akan selalu me mbayangkan wajah kita dan disiksa oleh penyesalan yang akan me mbuat batinnya menderita selamanya!"
Mendengar ini, Cui Hong me meja mkan kedua matanya dan berkata lirih. "Kalian bunuh saja aku... bunuh saja aku..." suara tergetar karena ia benar-benar merasa menyesal. Ia me mbayangkan pula apa yang terjadi dengan keluarga tiga orang itu, betapa mereka itu, anak isteri mereka, ikut pula mender ita karena keadaan suami mereka. Dan semua ini terjadi karena ia terlalu menurut i nafsu mendenda m yang me mbuat ia sekejam iblis!
"Tan-twako..." hatinya mengeluh, teringat akan Tan Siong yang dulu pernah me mper ingatkan dan menasehatinya bahwa dendam itu akan me mbakar dirinya sendiri, akan mengakibatkan penderitaan dalam batinnya sendiri karena nafsu dendam mendorong orang untuk melakukan kekejaman agar me muas kan denda mnya.
Dan kini, hanya penyesalan mendalam yang ia rasakan, me lihat wajah tiga orang seperti itu.
Mendengar ucapan Koo Cai Sun yang disusul keluhan Kim Cui Hong yang minta dibunuh, Pui Kongcu men gangguk- angguk. "Hemm, ada benarnya juga pendapatmu, Koo Cai Sun. Akan tetapi, biarlah hal ini kupikirkan dulu sampai besok. Akan kua mbil keputusan besok."
"Can-ko (Kakak Can) dan Lim-te (Adik Lim), kalian berdua jagalah tawanan ini, jangan sampai ia terlepas. Kami hendak mengaso dulu dan besok akan kua mbil keputusan apa yang akan kulakukan dengan Kim Cui Hong." "Baik, Kongcu. Jangan khawatir, kami akan menjaganya." kata dua orang kakak beradik Bong itu. Tiga orang itu lalu me mutar roda kursi mereka dengan tangan dan kursi-kursi itu mengge linding me masuki bagian dalam gedung melalui pintu sebelah dalam yang dibuka pelayan dan kursi roda Pui Kl Cong lalu didorong o leh seorang pelayan. Mereka menuju ke ka mar masing-masing untuk beristirahat karena pertemuan dengan wanita yang me mbuat mereka kini me njadi seperti hantu itu sungguh mendatangkan ketegangan luar biasa dalam hati mereka sehingga me mbuat tubuh mere ka yang kini a mat le mah itu menjadi le mas.
Bong Can dan Bong Lim kini duduk di atas dua buah bangku, agak jauh dari Cui Hong akan tetapi waspada menga mati gerak-gerik wanita itu. Dia m-dia m dua orang murid Kun-lun-pai ini merasa iba kepada gadis itu. Akan tetapi mereka sudah mendengar bahwa wanita cantik ini yang telah menyiksa Pui Ki Cong dan dua orang bekas pengawalnya sehingga mereka pun mendapatkan kesan buruk atas diri Cui Hong. Mereka berdua menganggap Cui Hong seorang wanita yang teramat kejam, karena Pui Ki Cong tidak pernah me mber itahu kepadanya mengapa Cui Hong bertindak sekejam itu kepada mereka bertiga. Kini mereka melihat betapa Cui Hong me meja mkan mata, tubuhnya lunglai dan jelas gadis itu mengendurkan se mua urat syarafnya, bernapas dengan panjang dan teratur.
Mereka berdua merasa kagum juga. Mereka mengenal cara mengatur pernapasan yang dilakukan gadis itu untuk mengumpulkan hawa murni dan dalam keadaan seperti itu, selain dapat menghimpun kemba li tenaganya, gadis itu pun dapat beristirahat menghilang kan se mua kelelahan. Biarpun dalam keadaan terbelenggu kaki tangannya dan terikat pada ti-hang, namun ternyata Cui Hong tetap tenang bahkan dapat me lakukan siu-lian (sa madhi) dan mengatur pernapasan dengan santai dan baik. O0dwoO
Su Lok Bu dan Cia Kok Han duduk di ruangan depan rumah penginapan para pendekar yang mendukung Kerajaan Beng untuk meng hadapi pe mberontak, berhadapan dengan Tung Ok. Pagi itu dua orang perwira ini sudah mengadakan pembicaraan dengan Tung Ok dan mere ka meray akan keberhasilan mereka menangkap Cui Hong yang dianggap wanita iblis jahat. Kalau Su Lok Bu dan Cia Kok Han merasa gembira karena mereka telah menolong tiga orang yang mender ita hebat itu dan menangkap seorang wanita iblis yang amat kejam dan berbahaya bagi masyarakat, Tung Ok gembira karena janji yang diberikan Pui Ki Cong untuk menghad iahkan setengah dari kekayaannya kepada orang yang dapat menangkap Kim Cui Hong, dan yang berhasil menang kap gadis perkasa itu adalah dia, dibantu delapan orang anak buahnya!
Sambil minum arak dan men ikmat i makanan kecil, dua orang perwira itu menceritakan kepada Tung Ok akan kekeja man yang dilakukan Kim Cui Hong kepada Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti yang kini menjadi tengkorak- tengkorak hidup dan selalu mengurung diri dalam gedung yang disediakan untuk mereka oleh keluarga Pui Ki Cong. Bahkan sela ma di kota raja, Tung Ok sendiri belum pernah me lihat mereka.
"Ha-ha-ha-ha, aku akan me miliki sebuah gedung yang lengkap dan mewah, dan akan mengumpulkan sedikitnya lima orang isteri! Tinggal menanti imbalan jasa berupa pangkat yang tinggi dan lengkaplah sudah apa yang kucitakan, ha-ha- ha!"
Su Lok Bu dan Cia Kok Han saling lirik dan mereka mengerutkan alisnya. Timbul perasaan tidak puas dalam hati mereka. Mereka adalah murid Siauw-lim-pai dan murid Bu- tong-pai yang merasa diri mereka pendekar, dan sekarang mereka terpaksa bekerja sa ma dengan orang seperti Tung Ok yang jelas melihat sikap dan mendengar ucapannya adalah seorang datuk sesat yang hanya me mentingkan harta dan pangkat, sama sekali bukan ingin me mbe la negara sebagai seorang pahlawan.
Su Lok Bu dan Cia Kok Han me ma ng bukan golongan pendekar yang bijaksana, na mun mereka bukan orang jahat dan perguruan mereka mengajarkan watak pendekar yang menentang kejahatan dan berjiwa pahlawan pe mbela negara dan bangsa. Mereka maklum bahwa sebagai manusia, mereka harus me merangi nafsu mereka sendiri. Mereka maklum bahwa yang me mbuat man usia lupa diri, bahkan me mbuat seorang yang tadinya berwatak pendekar dapat menjadi le mah dan jatuh ke dalam kesesatan, adalah nafsu sendiri, nafsu yang selalu mengejar kesenangan dan yang paling kuat adalah kesenangan yang didapatkan melalui tiga hal. Pertama adalah kedudukan atau kekuasaan, ke dua adalah harta benda, dan ke tiga adalah wanita. Tiga hal inilah yang meruntuh kan hati seorang laki-laki kalau dia t idak me miliki batin yang kuat. Dan kini mere ka melihat Tung Ok adalah orang yang seperti itu, yakni hanya mementingkan tiga hal itu. Mereka merasa kecewa sekali dan dia m-dia m merasa muak bahwa mereka harus bekerja sa ma dengan orang seperti itu dalam perjuangan me mbela Kerajaan Beng.
Enam orang berjalan mengha mpiri ruangan depan itu. Tung Ok yang berwatak angkuh me mandang acuh tak acuh ketika mengena l bahwa yang datang adalah Liong-san Ngo- eng dan seorang laki-la ki muda. Tung Ok me mang me mandang rendah para pendekar, apalagi yang masih muda. Dia tidak melihat mereka lagi dan melanjutkan minum araknya.
Akan tetapi Su Lok Bu dan Cia Kok Han segera tersenyum ketika melihat Liong-san Ngo-eng yang menjadi sahabat mereka. Lima pendekar Liong-san itu adalah murid-murid Liong-san-pai yang gagah. Mereka seringkali bekerja sama dengan Su Lok Bu dan Cia Kok Han, bahkan ketika hendak menang kap Li Cu Seng mereka juga bekerja sama.
"Ah, Ngo-wi Eng-hiong (Lima Pendekar), silakan duduk dan mari minum bersama kami!" kata Su Lok Bu ramah.
"Terima kasih, Su-ciangkun!" kata Thio Ki, orang pertama dan tertua dari Liong-san Ngo-eng. "Ka mi hanya ingin mengundang Ji-wi ciangkun (Perwira berdua) me mbicarakan urusan penting."
Tiba-tiba Cia Kok Han menyentuh lengan Su Lok Bu dan dia me mandang kepada laki-laki muda yang gagah perkasa itu. Su Lok Bu juga me mandang dan mereka berdua segera mengenalnya. Tan Siong! Pe muda berusia sekitar tiga puluh dua tahun itu adalah Tan Siong, pemuda yang pernah me mbe la Kim Cui Hong dan me miliki ilmu silat Kun-lun-pai yang lihai.
"Saudara ini.... siapakah?" tanya Su Lok Bu kepada Thio Ki. "Ini Saudara Tan Siong, seorang sukarelawan baru yag
sudah diterima Jenderal Ciong. Kami berlima sudah la ma mengenal dia sebagai seorang pendekar Kun-lun-pai yang budiman dan bijaksana. Justru kami ingin bicara dengan ji-wi bersama Tan-enghiong (Pendekar Tan)."
Su Lok Bu dan Cia Kok Han saling pandang dan melihat sikap mereka itu, Tan Siong lalu berkata dengan suara lembut. "Paman berdua tentu masih ingat kepada saya. Saya ingin me mbicarakan sesuatu yang penting kepada ji-wi."
Su Lok Bu la lu berkata kepada Tung Ok. "Lo-cian-pwe, maafkan kami. Kami me mpunyai urusan penting dengan Saudara-saudara ini. Terpaksa kami me ninggalkan Lo-cian- pwe minu m seorang diri." Dengan sikap angkuh kakek itu berkata. "Pergilah, aku pun tidak ingin diganggu orang-orang muda!" Dan dia kembali minum arak dari cawannya. Su Lok Bu dan Cia Kok Han lalu meng ikut i Liong-san Ngo- eng dan Tan Siong me masu ki ta man di sebelah kiri gedung itu. Di ta man yang cukup luas ini terdapat sebuah beranda di mana terdapat bangku-bangku untuk beristirahat. Delapan orang itu lalu duduk di atas bangku mengelilingi sebuah meja. Mereka tidak khawatir akan ada orang lain mendengarkan percakapan mereka karena dari beranda yang terbuka itu mereka dapat melihat ke sekeliling sehingga tidak mungkin ada orang mendekati beranda itu tanpa mereka ketahui. Setelah delapan orang itu menga mbil te mpat duduk, Su Lok Bu yang sejak tadi menahan rasa penasarannya, berkata kepada Tan Siong.
"Engkau Tan Siong murid Kun-lun-pai yang dulu me mbantu Iblis Betina Kim Cui Hong itu, bukan? Hemm, biarpun sekarang kita sa ma-sa ma hendak me mbela kerajaan dan menjad i pe mbantu Jenderal Ciong, namun kami kira tidak ada urusan apa pun di antara kita." Suaranya agak kasar karena dia me mang merasa penasaran kepada Tan Siong yang dianggap sesat karena dulu me mbantu gadis jahat dan kejam itu.
"Maaf, Paman Su Lok Bu dan Paman Cia Kok Han. Saya kira dahulu itu kita saling bertentangan hanya karena salah pengertian saja. Bagaimanapun juga, ji-wi (kalian berdua) adalah murid Siauw-lim-pai dan murid Bu-tong-pai dan saya sendiri adalah murid Kun-lun-pai. Saya merasa yakin bahwa perguruan kita bertiga selalu mengajarkan kepada kita untuk bertindak sebagai pendekar yang me mbe la kebenaran dan keadilan. Maka, bentrokan antara kita dahulu itu tentu karena salah paha m."
"Hemm, bagaimana mungkin salah paha m? Engkau dahulu me mbe la Kim Cui Hong, iblis betina yang a mat kejam dan jahat!" bentak Cia Kok Han dengan penasaran. "Apalagi yang hendak dibicarakan?" "Paman, saya ingin me mbicarakan dengan ji-wi tentang Nona Kim Cui Hong yang ji-wi tawan." kata Tan Siong.
Su Lok Bu mengerutkan alisnya dan me mandang marah. "Engkau mau apa sekarang? Masih hendak me mbela perempuan kejam itu? Tan Siong, kalau benar-benar engkau seorang pendekar Kun-lun-pai, apakah engkau tidak melihat kenyataan ataukah karena engkau tergila-gila akan kecantikan Kim Cui Hong maka engkau hendak me mbelanya mati- matian? Engkau tidak tahu kekeja man apa yang telah dilakukan iblis betina itu terhadap Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti? Tiga orang itu ia siksa sehingga kini mereka itu hidup bukan mati pun t idak. Mereka men jadi seperti tengkorak-tengkorak hidup dan tidak berani me mper lihatkan diri kepada orang lain yang tentu akan merasa ngeri dan jijik. Kami me mang telah menang kap Iblis Betina yang amat kejam itu dan kami menyerahkannya kepada mereka bertiga. Kalau engkau kini masih hendak me mbelanya, berarti engkau juga seorang pendekar yang menyeleweng dan sesat!"
Melihat Su Lok Bu menjadi marah, Thio Ki, orang pertama dari Liong-san Ngo-eng la lu berkata menyabarkan. "Su- ciangkun, harap tenang dan suka bersabar. Kami berlima mengenal betul j i-wi ciang- kun (perwira berdua) yang berjiwa pahlawan dan pendekar, dan kami juga sudah la ma mengenal Tan-enghiong sebagai seorang pendekar gagah perkasa dan budiman. Ji-wi ciangkun adalah murid-murid Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai sedangkan Tan-enghiong adalah murid Kun- lun-pai. Tiga perguruan dan aliran silat yang terkenal me miliki murid-murid pendekar. Kami tidak me mbela Tan-enghiong, hanya ingin me mbikin terang persoalan di antara kalian. Karena Itu kami mohon sukalah ji-wi ciang- kun mendengarkan dulu penjelasan yang akan diberikan Tan-enghiong,"
Cia Kok Han kini bicara. "Baiklah! Penjelasan apa lagi yang hendak diberikan kepada kami? Bicaralah" Dia me mandang kepada Tan Siong dengan sinar mata tajam penuh se lidik. Su Lok Bu juga mengangguk, tanda menyetujui ucapan rekannya.
"Paman Su Lok Bu dan Pa man Cia Kok Han, harap maafkan saya. Sama sekali saya tidak ingin me mbela Kim Cui Hong secara me mbuta. Dahulu saya sudah mencoba untuk mencegah dan menegurnya, namun sia-sia. Sekarang saya ingin bertanya, apakah ji-wi (kalian berdua) mengetahui mengapa Kim Cui Hong bertindak sede mikian kejamnya terhadap tiga orang itu?"
Dua orang perwira itu saling pandang lalu me nggeleng kepala. "Pui Ki Cong hanya me mberitahu kepada kami bahwa Kim Cui Hong adalah musuh besarnya."
"Baiklah, sekarang saya hendak menceritakan mengapa Kim Cui Hong bertindak sede mikian kejamnya terhadap mereka. Se mbilan tahun yang la lu, Kim Cui Hong adalah seorang gadis re maja berusia enam belas tahun, puteri dari guru silat Kim Siok di dusun Ang-ke-bun. Kim Siok adalah seorang murid Siauw-lim-pai juga, seperti Paman Su Lok Bu."
Su Lok Bu merasa tidak enak mendengar bahwa Iblis Betina itu puteri orang murid Siauw-lim-pai, berarti saudara seperguruan dengannya. "Ah, aku tidak mengenalnya sama sekali. Kalau dia benar murid Siauw-lim-pai, mengapa dia me mbiarkan puterinya menjadi jahat seperti itu?"
"Maaf, Paman Su Lok Bu, agaknya Paman belum mengenal benar orang-orang maca m apa Pui Ki Cong dan dua orang bekas tukang pukulnya itu, dan perbuatan apa yang mereka lakukan terhadap Kim Cui Hong."
"Ka mi berdua sudah mendengar bahwa mereka pernah berbuat jahat terhadap Kim Cui Hong. Akan tetapi apa yang dilakukan oleh gadis itu untuk me mba las dendam sungguh di luar prike manusiaan. la me mbuat tiga orang itu menjadi manus ia- manusia cacat dan tidak berguna, hidup tidak mati pun bukan. Tan Siong, kalau engkau seorang murid Kun-lun- pai yang berjiwa pendekar, apakah engkau menganggap tindakan Kim Cui Hong itu benar? Ia menjadi begitu kejam seperti iblis, apakah pantas orang seperti itu dibela?" kata Cia Kok Han.
"Itu masih belum seberapa! Ia bahkan kini menjad i seorang pemberontak dan antek pemberontak Li Cu Seng! Dosanya benar-benar tak terampunkan!" ta mbah Su Lok Bu.
"Harap Pa man berdua bersabar dan me ndengarkan cerita saya. Sembilan tahun yang lalu, ketika Kim Cui Hong berusia enam belas tahun, ia menar ik perhatian Pui Ki Cong yang kemudian me minangnya. Akan tetapi pinangan itu ditolak oleh Paman Kim Siok, ayah Cui Hong karena pertama, dia tidak suka puterinya dijadikan selir. Kedua, karena pada waktu itu Cui Hong sudah ditunangkan dengan seorang suhengnya bernama Can Lu San, murid Ayahnya sendiri. Penolakan ini me mbuat Pui Ki Cong dan Ayahnya marah, dan menggunakan kekerasan. Akan tetapi para tukang pukul mereka dikalahkan oleh Kim Cui Hong, Can Lu San dan Kim Siok. Keluarga yang maklum bahwa urusan akan menjadi besar itu lalu me larikan diri dari dusun Ang-ke-bun. Ketika mere ka tiba di kaki Pegunungan Tai- hang-san, mereka dapat dikejar oleh Thian- cin Bu-tek Sa m-eng (Tiga Pendekar Tanpa Tanding dari Thian- cin) yang dibayar keluarga Pui Ki Cong untuk menang kap Cui Hong. Dalam perkelahian itu, Kim Siok dan Can Lu San tertawan. Kim Cui Hong ditangkap dan diserahkan kepada Pui Ki Cong. Paman tahu apa yang terjadi? Apa yang dialami oleh Cui Hong, gadis remaja berusia enam belas tahun yang tidak berdosa itu? la diperkosa oleh Pui Ki Cong di depan Ayah dan tunangannya sebelum mereka berdua mati dibunuh! Bukan hanya oleh Pui Ki Cong. Setelah puteri jaksa ini me mper kosa dan menghinanya sampai bosan, lalu Cui Hong diserahkan kepada Thian-cin Bu-tek Sa m-eng yang terdiri dari Gan Tek Un, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti. Tiga orang yang mengaku pendekar ini pun secara buas melebihi iblis sendiri bergantian me mper kosa Cui Hong sekehendak dan sepuas hati mereka. Setelah mereka se mua merasa bosan, mereka me mbawa tubuh Cui Hong yang sudah seperti mayat hidup itu ke tengah hutan dan meningga lkannya di hutan begitu saja! Nah, ji-wi (Anda berdua) dapat membayangkan apakah ada siksaan bagi seorang wanita yang lebih menger ikan daripada apa yang dilakukan e mpat orang itu?"
Wajah Su Lok Bu dan Cia Kok Han berubah pucat. Mereka terbelalak saling pandang dan merasa benar-benar terkejut dan ngeri. Tak pernah mereka me mbayangkan bahwa Pui Ki Cong dan anak buahnya itu melakukan kebiadaban sehebat itu! Saking terkejut, bingung dan menyesal mereka tidak dapat mengeluarkan kata apa pun.
"Paman berdua, dalam keadaan ha mpir mati lahir batinnya itu, muncul Toat-beng Hek- mo dan orang tua yang sakti itu meno long Kini Cui Hong dan menga mbilnya sebagai murid. Setelah belajar selama tujuh tahun, Cui Hong lalu pergi dan me lakukan balas dendam kepada empat orang yang telah menghancurkan hidupnya itu. Nah, sekarang Paman berdua dapat menilai apakah balas dendam yang dilakukan Cui Hong itu lebih kejam daripada apa yang la derita dari empat orang itu?"
Su Lok Bu menghela napas panjang. "Hemm, sama sekali tidak pernah kusangka mereka me lakukan perbuatan biadab sekejam itu. Akan tetapi, engkau tentu hanya mendengar cerita itu dari Kim Cui Hong. Bagaimana kami dapat yakin bahwa cerita itu t idak bohong?"
"Sa ma sekali tidak bohong, Paman Su, karena saya mendengar cerita itu sejelasnya dari seorang di antara e mpat orang yang telah melakukan kebiadaban itu. Seorang diantara Thian-cin Bu-tek Sa m-eng itu adalah Gan Tek Un, Pa man saya sendiri. Dialah yang bercerita kepada saya sebelum dia men inggal dunia."
"Sungguh biadab! Mereka me mang pantas dihukum, akan tetapi mengapa Cui Hong tidak me mbunuh saja mereka me lainkan menyiksa mereka? Bukankah itu merupakan perbuatan yang kejam sekali?" kata Cia Kok Han.
"Cui Hong tidak me mbunuh mereka karena ia sudah berjanji kepada gurunya bahwa dalam me mba las dendam ia tidak boleh me mbunuh. Ia menaati pesan gurunya itu. Adapun tentang kekejaman itu, kita dapat me maklumi, Paman. Dendam sakit hati yang sedemikian hebat itu me mbuat ia menjad i mata gelap dan ingin me mbalas penderitaan yang ia rasakan selama hidupnya! Bahkan sampai sekarang Cui Hong masih menderita akibat kebiadaban mereka. Gadis itu tidak berani menikah karena merasa dirinya kotor. Pamanku sendiri, Gan Tek Un menghibur diri menjad i pendeta karena menyesali perbuatannya terhadap Cui Hong. Akhirnya, ketika Cui Hong datang, dia me mbunuh diri sebagai penebus dosanya terhadap Cui Hong. Sikap Pamanku ini masih baik karena dia mau bertanggung jawab dan menyesali perbuatannya. Akan tetapi, Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Lauw Ti tidak menyesali kebiadaban mereka, bahkan berusaha untuk menang kap Cui Hong. Kini, Pa man berdua menyerahkan Cui Hong kepada mereka. Dapat Paman bayangkan kekeja man yang lebih biadab lagi tentu akan mereka lakukan terhadap Cui Hong!"
Dua orang perwira itu terbelalak!
"Celaka, kalau begitu kita harus menolongnya!" kata Su Lok Bu.
"Nanti dulu!" kata Cia Kok Han. "Dalam urusan ini me mang kita harus men cegah Pui Ki Cong dan dua orang anak buahnya menyiksa Kim Cui Hong. Akan tetapi ada satu hai yang menyakit kan hatiku. Mengapa gadis itu menjad i antek atau pembela pe mberontak Li Cu Seng?"
Tan Siong me ngerutkan alisnya. "Untuk pertanyaan itu, Paman Cia, terus terang saja saya tidak dapat menjawabnya karena saya sendiri pun tidak atau beium mengerti. Bagaimana kalau sekarang kita tanyakan sendiri kepada Cui Hong untuk me mastikan apakah Pa man berdua tidak salah tangkap?"
"Ji-wi Ciang-kun (Saudara Perwira Berdua), inilah saatnya kita semua mengetahui hal sebenarnya tentang Kim Cui Hong. Kalau benar-benar kita keliru me musuhinya dan ji-wi salah tangkap, sungguh kami berlima juga merasa bersalah karena kami pernah pula me mbantu ji-wi me musuhinya. Mari kita mene muinya dan mencegah tiga orang itu menyiksanya."
Dua orang perwira yang sudah mulai merasa menyesal dan meragu akan urusan yang menyangkut Kim Cui Hong, menurut saja dan mereka semua, yaitu Liong-san Ngo-eng, Su Lok Bu, Cia Kok Han, dan Tan Siong pergi menuju ke gedung tempat tinggal Pui Ki Cong.
Ketika delapan orang itu tiba di gedung itu, para pelayan yang sudah mengenal Su Lok Bu dan Cia Kok Han karena dua orang perwira itu pernah datang mengantarkan gadis tawanan, tidak mencegah mereka sungguhpun mereka terkejut dan juga takut sekali.
Mendengar suara orang-orang datang di gedung itu, Bong Can dan Bong Lim yang ditugasi menjaga Kim Cui Hong yang kini telah dipindahkan di atas sebuah dipan dan terikat kaki tangannya, segera meninggalkan ruangan itu dan keluar. Mereka melihat delapan orang perwira dan sudah mengenai Su Lok Bu dan Cia Kok Han yang tadi datang mengantarkan gadis tawanan itu. Ketika mereka me lihat Tan Siong di antara delapan orang itu, Bong Can dan Bong Lim terkejut dan girang.
"Tan-suheng...!" kata mereka sambil maju meng ha mpir i. Biarpun Bong Can tiga tahun lebih tua daripada Tan Siong, namun dalam perguruan Kun-lun-pai Tan Siong merupakan suheng (Kakak Seperguruan) karena tingkatnya lebih tinggi. Dua orang kakak beradik ini a mat mengagu mi Tan Siong yang telah mengharu mkan na ma Kun-lun-pai dengan sepak terjangnya sebagai seorang pendekar budiman yang gagah perkasa.
"Eh? Kalian berdua berada di sini, Sute? Apakah kalian bekerja kepada Pui Ki Cong itu?" tanya Tan Siong dengan a lis berkerut, heran dan tidak senang.
Wajah kakak beradik Bong itu berubah merah. Mereka me mang akhir-akhir ini merasa curiga kepada majikan mereka, terutama melihat sikap Lauw Ti dan kecurigaan mereka se ma kin hebat ketika mereka me lihat Kim Cui Hong menjad i tawanan di situ. Mereka melihat sikap yang gagah perkasa dari gadis itu, sebaliknya mereka melihat sikap yang keras dan penuh kebencian dari t iga orang penghuni gedung.
"Mengapa, Suheng?" Bong Lim bertanya. "Salahkah kami kalau bekerja di sini, sebagai pengawal Pui Kongcu yang cacat dan le mah itu?"
"Hemm, mereka itu orang-orang jahat, Sute." Tan Siong lalu mencer itakan se mua perbuatan mereka terhadap Kim Cui Hong. Mendengar ini, Bong Can dan Bong Lim merasa menyesal sekali.
"Ah, kami pun sudah curiga ketika melihat gadis tawanan itu. Kalau begitu, mar i kita te mui Nona Kim." kata Bong Can.
Bong Can dan Eong Lim menjadi penunjuk jalan, mereka langsung menuju ke ruangan di mana Kim Cui Hong ditahan. Mereka berdelapan melihat gadis itu dibelenggu di atas sebuah dipan. Kaki tangannya terikat dan bajunya terkoyak, hanya mengenakan pakaian dalam. Akan tetapi gadis itu tampak tenang dan me lihat keadaannya, agaknya dia tidak diganggu, mungkin hanya dicaci-maki saja. Akan tetapi me lihat kedatangan orang-orang itu, Cui Hong terbelalak, apalagi ketika melihat munculnya Tan Siong bersa ma mereka. Ia sama sekali tidak mengerti mengapa pe muda itu datang bersama orang-orang yang berpakaian perwira itu. Bahkan Tan Siong juga mengenakan pakaian perwira! "Hong-mo i....!!" kata Tan Siong dan suaranya mengandung kekhawatiran.
"Siong-ko, mengapa engkau datang bersama mereka yang me musuhi aku?" Cui Hong bertanya ketika ia mengena i tujuh orang itu sebagai perwira-perwira yang pernah menyerang Li Cu Seng yang dibantunya karena ia melihat saudara sepupunya, Kim Lan Hwa, terancam bahaya. "Jangan engkau menca mpuri urusanku, Siong-ko, agar engkau tidak dianggap jahat. Biarkan mereka me mbunuhku, aku t idak takut mati!"
"Hong-mo i " Tan Siong berkata terharu.
"Nona Kim Cui Hong, kami sudah mendengar akan riwayatmu. Akan tetapi sebelum kami me mutus kan apakah engkau ini kawan ataukah lawan, katakan kepada kami mengapa engkau me mbela Pe mberontak Li Cu Seng. Apakah engkau menjadi anggauta pe mberontak, anak buah Li Cu Seng?" tanya Su Lok Bu dan tujuh orang perwira itu menatap wajah Kim Cui Hong dengan tajam penuh selidik.
"Hemm, siapa me mbantu Li Cu Seng? Aku tidak peduli akan semua perebutan kekuasaan antara sesama bangsa ini!" jawab Kim Cui Hong.
"Akan tetapi, Nona Kim Cui Hong, mengapa ketika pasukan menyerang Li Cu Seng, engkau me mbantunya?" tanya pula Cia Kok Han, penasaran.
"Bukan Li Cu Seng yang kubantu, melainkan Enci Kim Lan Hwa. Selir Panglima Bu Sam Kwi itu adalah Kakak sepupuku. Ia terancam, tentu saja aku me mbantunya. Sekarang terserah, kalian sudah menyerahkan aku kepada iblis-iblis itu. Aku tidak minta dikasihani!"
Tiba-tiba terdengar suara bergedebugan di luar ruangan itu, disusul jeritan-jeritan kesakitan. Delapan orang itu terkejut dan mereka cepat berlari keluar dari ruangan itu. Suara gaduh itu datang dari ruangan dalam. Ketika tiba di luar ruangan mereka melihat beberapa orang pelayan berlarian keluar ketakutan dan terdengar suara cambuk meledak-ledak, disusul suara tawa bergelak. Mereka cepat menuju ke ruangan itu dan mereka melihat pe mandangan yang mengerikan.
Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun terkapar di atas lantai. Kursi- kursi roda mereka berantakan dan tubuh kedua orang itu hancur tersayat-sayat. Muka mereka hancur, bahkan perut Koo Cai Sun yang gendut itu terkoyak sehingga isi perutnya berhamburan. Darah me mbanjir mengerikan.
Lauw Ti berdiri dengan senjata cambuknya di tangan. Senjata cambuk ini berwarna hitam, ujungnya dipasangi kaitan baja dan cambuk ini yang menghancurkan tubuh kedua orang itu. Lauw Ti mas ih terus menghanta mkan ca mbuknya pada dua tubuh rekannya yang sudah hancur itu, sambil tertawa bergelak dan dia berloncatan dengan sebelah kakinya, lengan kirinya yang buntung bergerak-gerak seperti menari dan yang kanan mengayunkan dan me mukulkan ca mbuknya sekuat tenaga sehingga terdengar bunyi meledak-ledak dan ta mpak daging dan darah muncrat berha mburan!
"Ha-ha-ha, siapa berani melarangku? Ha-ha-ha, aku akan me mper kosa Kim Cui Hong sepuasku, baru akan kusayat-sayat dagingnya sedikit de mi sedikit sampai ia lebih cacat daripada aku. Kalian menghalangiku, harus ma mpus!" Lauw Ti tertawa- tawa dan memaki- maki. Kemudian dia melompat-lo mpat dengan sebelah kaki men uju ke ruangan di mana Kim Cui Hong terikat di atas dipan. Dia seolah tidak melihat adanya sepuluh orang yang muncul itu dan me lewati mereka begitu saja. Sepuluh orang itu melihat betapa mata Lauw Ti berputaran, dan segala gerak-geriknya jelas menunjukkan bahwa dia benar-benar menjadi iblis, bukan saja wajahnya me lainkan juga p ikirannya. Tidak waras dan telah kemasukan iblis.
Sepuluh orang itu meng ikut inya, hendak melihat apa yang akan dilakukan Lauw Ti yang kumat gilanya itu. Keadaannya benar-benar menyeramkan. Muka yang menyeramkan itu, juga kedua tangan dan pakaiannya bagian depan, berlepotan darah!
"Ha-ha-ha, sekarang engkau akan membayar lunas semua perbuatanmu, Kim Cui Hong!" Dia melepaskan ca mbuknya lalu menubruk maju, tangan kanannya me mbentu k cakar hendak menceng keram dan merengg ut pakaian Cui Hong.
"Piak! Desss....!" Su Lok Bu yang tak dapat menahan kesabarannya lagi sudah bergerak maju, menangkis tangan Lauw Ti yang hendak men cengkera m gadis itu, lalu mendorong sehingga tubuh Lauw Ti jatuh terjengkang. Lauw Ti menggereng seperti binatang buas. Matanya terbelalak dan liar, lalu dia menga mbil ca mbuknya dan me lo mpat bangun, kemudian dengan kaki sebelah berloncat-loncatan dia menga muk, menyerang ke arah sepuluh orang itu. Akan tetapi sepuluh orang Itu adalah ahli-ahli silat yang tangguh, maka dengan mudah mereka meng hindarkan diri dengan elakan. Lauw Ti lalu me mba lik dan cambuknya menyambar ke arah kepala Kim Cui Hong!
Bong Lim yang merasa bertanggung jawab sebagai pengawal Pui Ki Cong dan maj ikannya itu terbunuh tanpa dia ketahui, marah sekali kepada Lauw Ti yang menjadi pembunuhnya. Maka melihat Lauw TI hendak me mbunuh Kim Cui Hong, dia bergerak ke depan dan pedangnya telah mene mbus dada Lauw Ti.
Lauw Ti mengeluarkan jerit menyeramkan dan roboh terguling, tewas seketika. Agaknya nyawanya keluar bersama teriakannya tadi. Tan Siong lalu mengha mpiri dipan dan me mbebaskan Kim Cui Hong dari ikatan kaki tangannya.
"Cu-wi Ciang-kun (Para Perwira Se-kalian), saya minta persetujuan cu-wi (kaiian semua) untuk mengajak pergi Nona Kim Cui Hong keluar kota raja. Kepada Liong-san Ngo-eng saya minta tolong agar menyampa ikan hormat dan maafku kepada Ciong Goanswe karena saya terpaksa meninggalkan benteng." Baik Liong-san Ngo-eng, kakak beradik Bong, dan dua orang perwira Su Lok Bu dan Cia Kok Han, mengangguk dan tidak ada yang merasa keberatan. Mereka semua kini yakin bahwa tiga orang itu me mang benar merupakan orang-orang berwatak jahat sekali dan Kim Cui Hong menjadi korban kebiadaban mereka.
"Hong-mo i, mari kita pergi!" kata Tan Siong sa mbil me mbuka jubahnya dan me mberikannya kepada Cui Hong untuk dipakai.
Cui Hong mengang kat kedua tangan, dirangkapkan di depan dada me mberi hormat kepada sembilan orang itu dan berkata, "Terima kasih atas kepercayaan dan kebaikan budi Cu-wi (Anda Sekalian) kepada saya."
Tan Siong dan Kim Cui Hong la lu keluar dari gedung itu. Sembilan orang gagah itu lalu berunding apa yang akan mereka lakukan selanjutnya. Su Lok Bu yang dianggap sebagai yang tertua berkata, "Biarlah mayat-mayat ini diurus oleh para pelayan di sini. Aku akan me laporkan kepada pejabat yang berwenang mengurusnya. Urusan mengenai Kim Cui Hong kita rahasiakan saja karena kita pun ikut merasa ma lu bahwa kita pernah me musuhi ia yang sesungguhnya tidak jahat dan kita bahkan me mbantu orang-orang maca m Pui Ki Cong dan anak buahnya yang amat kejam itu. Adapun Saudara Bong Can dan Bong Lim, kalau kalian hendak berbakti kepada kerajaan, mari kuhadapkan Ciong Goan-swe yang pasti dengan senang hati mere ka akan mener ima kalian sebagai perwira. Juga tentang mundurnya Tan Siong akan kulaporkan kepadanya."
Kakak beradik Bong itu setuju dan sembilan orang itu lalu keluar dari gedung te mpat tinggal mend iang Pui Ki Cong. Jenderal Ciong mener ima dua saudara Bong sebagai perwira dan sembilan orang ini menjad i rekan-rekan yang sepaham dan akrab. Akan tetapi tak lama kemudian, mereka merasa kecewa sekali setelah melihat keadaan pemerintahan Kerajaan Beng yang semakin rusak dan le mah. Kaisar Beng yang terakhir itu, yaitu Kaisar Cung Ceng, adalah seorang laki-la ki yang lemah dan menjad i boneka dalam tangan para Thaikam (Laki- laki Kebiri atau Sida-sida) yang menguasai pe mer intahan bersama para pejabat tertinggi. Boleh dibilang se mua pejabat pemerintah, dari yang paling tinggi kedudukannya sampai yang paling rendah, dari yang bertugas di pusat sa mpai yang bertugas di daerah-daerah paling terpencil, se mua melakukan korupsi besar-besaran dan menindas rakyat, berlumba mengumpulkan uang haram untuk me me nuhi gudang uang mereka sendiri mas ing-masing. Mereka berlumba untuk bermewah- mewahan, bersenang-senang, menari-nari di atas penderitaan rakyat jelata. Hal-hai seperti ini diketahui oleh para pendekar sehingga mereka yang tadinya penuh semangat me mbela pe merintah Kerajaan Beng untuk menghadap i pemberontakan, mulai ragu dan penasaran. Sesungguhnya, keadaan brengsek dari Kaisar dan para pejabat itulah yang akhirnya akan menghancurkan Kerajaan Beng. Pemer intahan di negara manapun juga, pasti menjadi le mah dan akan runtuh kalau tidak mendapat dukungan dari rakyatnya. Cara tunggal untuk mendapatkan dukungan rakyat sepenuhnya, bukan dukungan karena anca man atau suapan, hanyalah meng kikis habis korupsi, menindak dan menghukum petugas pemerintahan yang melakukan korupsi, menyejahterakan rakyat dan para pejabatnya me mberi tauladan yang baik dengan bekerja keras dan bersih dari tindakan man ipulasi dan korupsi. Kalau begini keadaannya, rakyat pasti juga akan bekerja keras, bersemangat me mbangun negara, yakin bahwa cucuran keringatnya akan me mbawa hasil bagi keluarga seluruh rakyat. Bukan bersemangat karena takut dihukum, karena hendak menjilat mengharapkan jasa dan sejuta keadaan timpang dan kepalsuan lagi.
Li Cu Seng adalah seorang pemimpin rakyat yang gagah dan jujur. Dia me mimpin rakyat dengan penuh semangat, semata-mata didasari keprihatinan me lihat nasib rakyat yang semakin menderita di bawah pe merintahan Kaisar Cung Ceng, yaitu kaisar terakhir Dinasti Beng.
Karena itu, dia didukung banyak rakyat dan dengan cepat dia menguasai daerah-daerah. Setelah dia berhasil menyelundup ke dalam kota raja dan melihat keadaan kota raja, mendengar dari para mata-mata bahwa pertahanan pemerintahan kerajaan di kota raja amat lemah, juga tidak ada bantuan dari Jenderal Bu Sam Kwi, panglima besar yang berjaga dan bertugas di utara, Li Cu Seng mengerahkan barisannya dan terus menyerbu sa mpai akhirnya me masu ki kota raja Peking!
Pasukan yang tadinya setia kepada Kaisar Cung Ceng, akhir-akhir ini berkurang kesetiaannya setelah melihat dengan jelas betapa yang berkuasa di istana sesungguhnya adalah para Thaikam yang korup dan sewenang-wenang mengumpulkan harta kekayaan untuk diri mereka sendiri. Maka, ketika pasukan rakyat pimpinan Li Cu Seng datang menyerbu, perlawanan pasukan kerajaan tidak sepenuh hati. Sebagian besar dari mere ka bahkan melarikan diri mencari selamat keluar kota raja. Memang ada yang berjiwa patriot, me mpertahankan kota raja sampai tit ik darah penghabisan. Di antara mereka terdapat pula Su Lok Bu, Cia Kok Han, kelima Liong-san Ngo-eng, dua saudara Bong Can dan Bong Lim. Bersama seju mlah pendekar patriot, terutama para murid perguruan silat yang besar, mereka me mpertahankan kota raja sampai akhirnya mereka gugur sebagai pahlawan- pahlawan yang gagah perkasa.
Memang benarkah pendapat para bijaksana bahwa terdapat tiga hal yang bisa meruntuh kan seorang laki-laki yang bagaimana gagah perkasa dan cerdik pandai sekalipun. Tiga hal itu adalah pertama kekuasaan, kedua harta-benda, dan ketiga wanita. Tiga hal ini dapat me mbuat hati seorang laki- laki yang tadinya sekuat baja menjad i cair dan le mah, me mbuat dia menjadi mabok. Mabok kuasa, mabok harta, dan mabo k wanita me mbuat seorang laki-laki dapat melakukan hal-hal yang tadinya merupa kan pantangan baginya.
Satu di antara kele mahan-kele mahan pria itu hinggap pula dalam hati Li Cu Seng. Dia tergila-gila kepada Kim Lan Hwa yang me mang cantik jelita wajahnya, indah menggairahkan tubuhnya, lemah le mbut tutur sapanya, dan pandai membawa diri. Seorang wanita muda, berusia dua puluh lima tahun dan sedang masak-masaknya, dengan seribu satu macam daya tarik yang me mpesona. Setelah me mbantu wanita ini me larikan diri dari kota raja, Li Cu Seng tidak mengir imkan wanita itu kepada suaminya, yaitu Panglima Bu Sa m Kwi yang berada di utara menjaga tapal batas membendung gerakan bangsa Mancu yang mulai berkembang dan kuat. Akan tetapi dia sengaja me mbujuk Kim Lan Hwa agar mau menjadi isterinya!
Ketika barisan rakyat yang dipimpin Li Cu Seng berhasil menyerbu kota raja, Kaisar Cung Ceng yang putus asa dan baru menyadari kesalahannya bahwa selama ini dia hanya menurut i se mua kehendak para Thaikam dan hanya bersenang-senang tanpa me mpedulikan urusan pe merintahan, lalu me lakukan bunuh diri dengan cara me nggantung diri sampai mati!
Li Cu Seng menguasai kota raja dan dia pun lupa diri, hanya sibuk ingin me mbahagiakan Kim Lan Hwa yang tidak dapat menolak untuk menjadi isterinya. Para panglima dan perwira pengikutnya, merasa kecewa melihat betapa Li Cu Seng bersenang-senang saja dengan Kim Lan Hwa dan tidak menge mba likan selir Panglima Bu Sam Kwi kepada sua minya. Para pengikut itu condong kagum kepada Bu Sam Kwi yang tidak mau dipanggil Kaisar untuk me mpertahankan kota raja. Bahkan sebagian besar dari mereka menghendaki agar kelak Bu Sam Kwi yang me mimpin rakyat menjadi Kaisar baru. Bukan Li Cu Seng yang tidak berpendidikan tinggi dan bukan seorang ahli pe merintahan. Apalagi kini melihat Li Cu Seng bahkan tergila-gila kepada selir Bu Sam Kwi dan menga mbilnya sebagai isteri, berarti mera mpas selir orang. Dia m-dia m mereka merasa penasaran.
Li Cu Seng yang tadinya hanya seorang sederhana, kini tiba-tiba berada dalam keadaan yang serba gemerlapan, mewah, di puncak kekuasaan, dibuai kecantikan yang me mabo kkan dari Kini Lan Hwa, benar-benar menjadi lupa diri. Dia tidak ma mpu me mbangun sebuah pemer intahan baru dan tidak mendapat banyak dukungan dari para ahli dan cendekiawan.
Sementara itu, tadinya Panglima Besar Bu Sam Kwi dengan sengaja membiarkan kota raja diancam pe mberontakan Li Cu Seng. Sudah la ma Jenderal Bu Sam Kwi merasa tidak senang dengan Kaisar Cun Ceng yang lemah. Sudah beberapa kali dia me mper ingatkan dan menasihati Kaisar, dan akibatnya malah dia diperintahkan untuk me mimpin pasukan men jaga di timur laut untuk menahan serbuan bangsa Mancu. Dia seolah diasingkan oleh kaisar. Dia m-dia m dia merasa sakit hati dan dia pun bersimpati dengan gerakan Li Cu Seng yang me mimpin barisan rakyat. Dia bahkan me mpunyai maksud untuk bekerja sama dengan Li Cu Seng me mbangun kemba li pemerintahan yang baik dan me mbas mi se mua bentuk kemunafikan dan korupsi.
Akan tetapi, ketika Bu Sam Kwi mendengar bahwa selirnya tersayang, Kim Lan Hwa direbut Li Cu Seng dan diperisteri, dia menjad i marah bukan main. Sebetulnya hal ini hanyalah persoalan pribadi yang kecil, me mperebutkan seorang wanita cantik sehingga tidak diketahui orang lain. Sebagai seorang panglima besar, Bu Sam Kwi sendiri juga merahasiakan perasaan cemburu dan marah karena selirnya direbut ini. Bahkan para perwira pembantunya juga tidak tahu bahwa sikap Bu Sam Kwi yang berbalik me mbenci dan me musuhi Li Cu Seng sesungguhnya terutama sekali disebabkan karena selirnya direbut. Dia melakukan pendekatan dan persekutuan dengan musuh besar bangsanya, yaitu dengan bangsa Mancu. Diajaknya bangsa Mancu bergabung untuk menyerbu dan merebut kota raja Peking dari tangan pe mberontak Li Cu Seng!
Li Cu Seng belum se mpat me mbentuk sebuah pemerintahan yang kuat ketika pasukan Jenderal Bu Sam Kwi yang bergabung dengan pasukan bangsa Mancu datang menyerbu. Biarpun para pengikut Li Cu Seng melakukan perlawanan mati- matian, akhirnya mereka terpaksa melarikan diri ke barat setelah mera mpok kota raja habis-habisan.
Peristiwa jatuhnya Kerajaan Beng yang disusul dengan kalahnya pasukan Li Cu Seng ini terjadi dalam tahun 16 yang merupakan berakhirnya Kerajaan Beng-tiauw d i tangan Kaisar Cung Ceng yang lemah dan menjadi hamba nafsu kesenangannya sendiri sehingga kekuasaan terjatuh kepada para pejabat korup dan kepentingan rakyat terabaikan.
Jenderal Bu Sam Kwi yang juga me ment ingkan diri sendiri, ketika melihat bahwa selirnya tercinta, Kim Lan Hwa, ikut dibawa lari Li Cu Seng, segera mengerahkan pasukannya untuk melakukan pengejaran ke barat. Dia sama sekali tidak me mpedulikan lagi kota raja Peking yang sudah didudukinya dengan bantuan bangsa Mancu. Tentu saja kesempatan baik ini dimanfaatkan bangsa Mancu yang cepat menguasai kota raja Peking dan menyusun kekuatan di situ. Peking menjadi benteng pertama yang amat kuat bagi bangsa Mancu dan dari sanalah kemudian mereka me mperluas sayap mereka sehingga dapat menjajah seluruh daratan Cina.
Sementara itu, Li Cu Seng dan sisa pasukannya, melarikan diri ke barat, dikejar-kejar pasukan Bu Sam Kwi. Jenderal Bu ini bersikeras untuk mera mpas kembali selirnya dari tangan Li Cu Seng. Para pengikut Li Cu Seng mulai merasa kecewa sekali akan sikap Li Cu Seng yang ternyata hanya pandai me mimpin pemberontakan namun tidak pandai me mpertahankan kota raja. Bahkan agaknya yang dipentingkan adalah menyelamatkan Kim Lan Hwa yang cantik agar jangan sampai dira mpas kembali oleh Jenderal Bu Sam Kwi. Banyak perajurit mulai meningga lkannya ketika melihat bahwa mereka hanya diajak melarikan diri dan dikejar-kejar sehingga seringkali kehabisan dan kekurangan ransum.
Mulailah mereka me nyalahkan Kim Lan Hwa dan menuntut agar Kim Lan Hwa dikembalikan kepada Jenderal Bu Sam Kwi, atau dibunuh saja karena wanita itu agaknya yang menjadi gara-gara sehingga mereka dapat terpukul dan terusir dari kota raja.
Akhirnya, karena Li Cu Seng t idak ma u me menuhi kehendak para perwira dan perajurit, dia malah mati dikeroyok para perajuritnya sendiri dan Kim Lan Hwa juga tewas me mbunuh diri. Maka habislah sudah pasukan Li Cu Seng yang tadinya merupakan pasukan rakyat terkuat yang mampu menggulingkan Kaisar Cung Ceng. Sebagian dari mereka menakluk kepada Bu Sam Kwi dan me mper kuat pasukan pimpinan Jenderal Bu ini.
Akan tetapi, baru Jenderal Bu Sam Kwi menyadari kesalahannya ketika dia disambut dengan serbuan oleh pasukan bangsa Mancu ketika hendak kembali ke kota raja Peking setelah mendapatkan Li Cu Seng dan Kim Lan Hwa tewas. Pasukan Jenderal Bu Sam Kwi yang sudah kelelahan itu tidak kuat me lawan pasukan Mancu dan terpaksa Jenderal Bu Sam Kwi me mbawa pasukannya melarikan diri jauh ke barat, sampai di daerah Se-cuan di mana dia menyusun kekuatan dan mendir ikan pe merintah darurat. Di Se-cuan Jenderal Bu Sam Kwi menjad i seorang raja kecil yang berdaulatan dan bahkan sa mpai ha mpir t iga puluh tahun dia me mpertahankan kerajaan kecil ini dan selalu menentang pemer intahan Kerajaan Ceng (Mancu) sampai t iba saat ke matiannya.
0odwo0 Gadis itu berwajah pucat, rambutnya terurai awut-awutan, pakaiannya kotor dan kusut, tubuhnya le mah lunglai. Sudah berhari-hari ia tidak makan tidak minum, sudah lima hari ia berjalan seperti orang kehilangan se mangat. Kim Cui Hong kini bagaikan seorang mayat berjalan, tanpa tujuan, tanpa harapan, masa depannya gelap pekat, tidak ada sinar sedikit pun. Berbulan-bulan ia melarikan diri dari Tan Siong. Ketika dia diajak Tan Siong keluar dari kota raja, ia bagaikan seorang yang tidak sadar, ia hanya menurut saja, sampai mereka tiba jauh dari kota raja. Akan tetapi, kemudian ia menyadari keadaannya, la teringat akan semua pengalamannya, terutama sekali terbayang di depan matanya keadaan tiga orang korban penganiayaannya itu, tiga orang manusia yang menger ikan, la menyesali dirinya dan baru ia me nyadari betapa kejamnya ketika ia me mbalas denda m. Perbuatannya itu bukan lagi merupa kan kekejaman biasa, melainkan kekeja man iblis. Pantaslah kalau ia dianggap iblis betina! la jahat sekali, ia kejam, melebihi kekeja man empat orang yang dulu me mper kosa dan menganiayanya. Ia merasa malu sekali me lakukan perjalanan bersama Tan Siong, walaupun pria itu tidak pernah menyinggung masalah itu. Dan ia melihat betapa Tan Siong bersikap penuh kasih, penuh sikap menghibur dan berusaha membahag iakannya. Sikap Tan Siong ini semakin menghancurkan hatinya. Ia merasa tidak layak menerima perlakuan sedemikian baiknya, la tidak pantas dihormati, tidak pantas dicinta, apalagi oleh seorang pria seperti Tan Siong, seorang pendekar yang gagah perkasa dan budiman. Tidak, kedekatan mereka hanya akan mengotori nama baik Tan Siong. Karena itulah ma ka ketika pada suatu malam mereka bermalam dalam sebuah rumah penginapan dan seperti biasa Tan Siong menyewa dua buah ka mar, dia m-dia m ia me larikan diri!
Cui Hong ma klum bahwa tentu Tan Siong melakukan pengejaran dan pencarian, maka ia melarikan diri dan menge mbara tanpa tujuan sampai sekitar sepuluh bulan la manya sejakia pergi meningga lkan Tan Siong. Karena selama beberapa bulan itu terjadi perang, pertama perang antara barisan pemberontak Li Cu Seng melawan barisan Kerajaan Beng, kemudian dilanjutkan perang antara barisan Li Cu Seng melawan barisan Jenderal Bu Sam Kwi yang bergabung dengan pasukan orang Mancu sehingga keadaan, menjad i gempar, ma ka Tan Siong mengalami kesulitan untuk dapat mene mukan wanita yang amat dicintanya itu.
Hari itu, Cui Hong berjalan mendaki bukit gersang itu. la hanya menurut saja ke mana kedua kakinya me mbawanya, la sudah merasa lelah dan tidak ada gairah hidup lagi. la melihat puncak bukit itu seolah menggapainya. Ia ingin ke sana dan tidak ingin ke mba li lagi.
"Hong-mo i!"
Cui Hong tersentak kaget sampai terhuyung karena kakinya tiba-tiba menggigil dan tubuhnya yang sudah lemah lunglai itu seperti terdorong angin. Suara itu!
"Hong-mo i.... tungguuuu. !!"
Tan Siong! Itu suara Tan Siong! Jantung Cui Hong berdegup keras seolah hendak me loncat keluar dari rongga dadanya. Ia mendengar langkah kaki berlari di belakangnya. Ia menco ba untuk lari, akan tetapi terkulai jatuh dan ia tentu akan terbanting ke atas tanah kalau saja tidak ada dua buah lengan yang menangkap dan merang kulnya.
"Hong-mo i!" Cui Hong pingsan dalam rangkulan Tan Siong!
Cui Hong merasa seolah ia melayang-layang diantara awan putih. Senang sekali melayang-layang seperti itu, seorang diri, bebas dari segala sesuatu.
"Hong-mo i.... ah, Hong-mo i !"
Suara ini seolah menyeretnya kembali ke bawah, la me mbuka mata dan melihat Tan Siong berlutut di dekatnya dan laki- laki itu me nangis! Menangis sesenggukan sa mbil menyebut-nyebut namanya. Cui Hong merasa betapa mulutnya dan mukanya basah, terkena air yang sejuk. Ia sadar kembali dan teringat akan keadaannya, la tersusul oleh Tan Siong dan tadi ia tentu roboh pingsan. Kini ia rebah telentang di bawah pohon. Mukanya tentu dibasahi Tan Siong dan laki- laki itu tentu telah merawatnya, mungkin menyalurkan tenaga saktinya untuk me mbantunya me mper kuat tubuhnya yang le mah.
"Hong-mo i.... Ya Tuhan, sukur engkau dapat sadar kembali! Hong-moi, aih, Hong-mo i, mengapa keadaanmu sampai seperti ini? Mengapa engkau menyiksa diri sa mpai begini? Hong-mo i, sela ma berbulan-bulan ini t iada hentinya aku mencarimu dan sukur saat ini Thian (Tuhan) men untunku ke sini sehingga dapat mene mukanmu."
"Siong-ko...." Cui Hong berbisik la lu bangkit duduk. Cepat Tan Siong me mbantunya. Mereka saling berpandangan. Cui Hong melihat betapa Tan Siong berwajah kurus dan pucat. Duga pakaiannya kusut tak terawat. Mukanya ditu mbuhi ku mis dan jenggot yang awut-awutan pula.
"Siong-ko.... mengapa engkau mengejar dan mencariku. ?
Mengapa, Siong-ko. ?"
"Engkau bertanya mengapa, Hong-mo i? Karena engkau adalah satu-satunya orang yang kupunyai, satu-satunya orang yang kucinta, satu-satunya harapanku dan kebahagiaanku. Aku cinta pada mu, Hong-moi, aku tidak mungkin dapat hidup tanpa engkau. l"
Cui Hong menatap wajah Tan Siong. Matanya yang sembab dan menjadi sipit me mbengkak karena kebanyakan tangis itu dilebar-lebarkan karena hampir ia tidak dapat percaya akan kata-kata yang keluar dari mulut pria satu-satunya di dunia ini yang dikaguminya dan dihormatinya.
"Tapi.... aku.... bukan perawan lagi.... aku... aku telah ternoda..., kehormatanku telah diinjak-injak empat orang. " "Hong-mo i, sudahlah jangan bicara lagi tentang hal itu. Aku cinta padamu, Hong-mo i, aku menc inta pribadimu, lahir dan batinmu. Aku bukan sekedar mencinta keperawananmu atau kecantikan mu. Tidak peduli engkau perawan atau bukan, hal itu tidak penting bagiku. Apalagi aku tahu betul bahwa apa yang terjadi padamu itu bukan atas kehendakmu. Apakah engkau tidak percaya kepadaku, Hong-mo i?"
Pandang mata Cui Hong mulai ada sinar, walaupun masih redup. "Akan tetapi aku... aku seorang yang penuh dosa, penuh kekeja man... aku kejam dan buas seperti iblis!" Ia teringat akan penyiksaan-penyiksaan terhadap musuh- musuhnya, terbayang akan keadaan tubuh dan wajah tiga orang yang telah disiksanya. Ia tahu bahwa Tan Siong sama sekali tidak menyetujui dan menyukai batas dendam seperti itu.
"Sudahlah, Hong-mo i. Yang lewat biarlah lewat. Engkau me lakukan se mua Itu karena ketika itu engkau dibikin buta oleh denda m. Yang terpenting adalah sekarang ini. Aku yakin bahwa sekarang engkau telah insaf, telah sadar dan menyesali perbuatanmu. Penyesalan menuntun kepada pertaubatan dan orang yang menyesal dan bertaubat pasti akan dia mpuni oleh Tuhan. Sekarang aku mengulangi pernyataanku tempo hari. Aku cinta pada mu, Hong- moi. Sudikah engkau me nerimanya dan mau kah engkau me lanjutkan sisa hidup ini di sa mpingku? Aku hanya seorang laki-laki yang bodoh dan miskin."
"Toako (Kanda), benarkah semua kata katamu Itu? Benarkah engkau masih menc intaku dan engkau tidak akan me mandang rendah kepadaku?"
"Me mandang rendah? Sa ma sekali tidak, Moi- moi. Aku menc inta mu, aku meng hormatimu, aku memuja mu, engkau... kalau engkau sudi menerimanya, engkau adalah calon isteriku, teman hidupku..."
"Tan-toako... (Kanda Tan)...." Cul Hong menang is akan tetapi la tidak menolak ketika Tan Slong merang kul pundaknya. "Aku... aku tadinya seperti tenggelam ke dalam kegelapan... aku bingung, putus asa.... tidak tahu ke mana harus pergi, tak tahu apa yang harus kuperbuat selanjutnya, aku sebatang kara dan... setelah tugas balas dendamku habis, kukira... habis pula kehidupanku. Akan tetapi engkau... engkau me mbawa pelita dan aku... aku hanya pasrah, aku hanya ikut, ke manapun engkau me mbawaku.... aku... aku... ahhh. "
Tan Siong merang kulnya dan dalam dekapannya itu tercurah semua kasih sayangnya kepada wanita itu. Sejenak mereka berangkulan dan bertangisan, tangis haru dan bahagia.
Setelah tangis itu mereda, Tan Siong berbisik di dekat telinga calon isterinya. "Kita akan meng hadapi tantangan hidup bersa ma Moi- mo i. Kita kubur se mua masa lalu karena yang penting adalah sekarang ini. Kita akan pergi jauh men inggalkan semua kenangan la ma, me mulai hidup baru, jauh di dusun yang bersih, dengan penduduk dusun di pegunungan yang sunyi, di antara rakyat yang bodoh dan lugu, di mana tidak ada terjadi kejahatan, pertentangan dan kebencian. Sekali lagi, jawablah, setelah engkau sudi menerima cintaku, maukah engkau menjadi isteriku, Kim Cui Hong?"
Cui Hong mengang kat mukanya me mandang. Muka mereka yang basah air mata saling berdekatan dan Cui Hong lalu menunduk dengan muka merah, menye mbunyikan mukanya di dada Tan Siong dan jawabannya lir ih sekali.
"Sejak engkau mengaku cinta, aku sudah ser ingkali me mbayangkan dan mengharapkan hal ini terjadi, Toako. tak
kusangka sekarang menjad i kenyataan ya, aku bersedia menjad i isterimu yang bodoh"
Kedua orang muda itu tenggelam ke dalam kemesraan dua hati yang saling mene mukan dan hanya mereka berdualah yang ma mpu mengga mbarkan bagaimana kebahagiaan yang dirasakan pada saat seindah itu.
Tak la ma kemudian, keduanya saling bergandeng tangan men inggalkan bukit itu, menuruni lereng dengan wajah yang cerah penuh sinar bahagia, penuh harapan dan penuh cinta kasih menyongsong kehidupan baru.
Hidup adalah SEKARANG, bukan kemar in dan bukan esok. Hidup adalah saat demi saat, saat ini, sekarang, detik demi detik. Mengenang masa lalu hanya menimbulkan duka, kebencian, kekecewaan. Membayangkan masa depan hanya men imbulkan rasa kekhawatiran atau khayalan-khayalan muluk yang akhirnya mendatangkan kecewa kalau tidak terlaksana. Yang penting adalah SEKARANG, saat ini, detik demi detik. Saat ini selalu waspada, saat ini selalu sadar, penuh kewaspadaan dan perhatian terhadap segala sesuatu yang berada di luar dan di dalam diri kita, saat ini bersin, saat ini benar dan saat ini bahagia. Perlu apa menyesali dan menang isi masa lalu? Perlu apa pula meng harapkan masa depan? Hanya lamunan dan khayalan kosong belaka, bukan kenyataan. Apa yang belum terjadi, kita serahkan dengan sepenuh kepercayaan, sepenuh kepasrahan, kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Apa pun yang datang terjadi pada kita, kita terima dengan penuh kewaspadaan, tanpa penilaian untung rugi. Semua kejadian pasti ada sebabnya dan semua sebab berada di tangan kita sendiri. Tuhan itu Maha Adil, kalau tangan kita menana m yang buruk, pasti kita akan me metik buahnya yang buruk pula. Yang terjadi adalah kenyataan, dan sudah dikehendaki Tuhan, ma ka apa pun penilaian kita, manis atau pahit, menyenangkan atau menyusahkan, kenyataan yang sudah dikehendaki Tuhan itu sudah pasti benar dan adil karena Tuhan Maha Benar dan Maha Adil!
Sampa i di sini pengarang menyudahi kisah ini, kisah pembalasan dendam sakit hati seorang wanita, dengan harapan semoga para pe mbaca dapat men ikmatinya dan menarik pelajaran bahwa dendam men imbulkan kebencian dan kemudian melahir kan perbuatan yang amat kejam. Sekian dan sampa i jumpa dalam kisah-kisah la in
Lereng Lawu, akhir 1991
Tamat