Sakit Hati Seorang Wanita Jilid 12

Jilid 12

PADA saat yang amat gawat itu, tiba-tiba terdengar sorak- sorai dan muncullah puluhan orang berpakaian pengemis yang me mbawa tongkat hita m menyerbu ke tempat perte mpuran. Mereka itu adalah para anggauta Hek-tung Kai-pang dan mereka segera menyerang para peraju-rit kerajaan dengan permainan tongkat mereka yang lihai! Jumlah para anggauta Hek-tung Kai-pang itu tidak kurang dari empat puluh orang dan mereka itu rata-rata memiliki ilmu tongkat yang lihai, yang merupakan ilmu istime wa dari Hek-tung Kai-pang. Kini keadaannya menjadi terbalik. Para perajurit terdesak hebat, banyak di antara mereka yang sudah roboh.

Cui Hong menga muk. Dengan bantuan banyak anggauta Hek-tung Kai-pang, ia mendesak Su Lok Bu dan Cia Kok Han dengan ranting di tangannya. Pada saat yang tepat ia berhasil menendang roboh Su Lok Bu dan tangan kirinya mena mpar dan mengenai pundak Cia Kok Han sehingga dua orang ini terpelanting. Akan tetapi mereka dapat me lo mpat bangkit dan bersama Lio ng-san Ngo-eng, mereka tanpa ma lu-malu lagi me larikan diri karena makium bahwa kalau mereka nekat me lawan, akhirnya mereka tentu akan tewas. Sisa para perajurit yang belum roboh juga melarikan diri.

Li Cu Seng lalu meneria ki para anggauta Hek-tung Kai-pang untuk me mbubarkan diri. "Tidak perlu lagi kalian se mua kembali ke kotaraja, cukup beberapa orang saja dengan menya mar sebaiknya dan kalian bersiaplah karena penyerbuan akan segera dilakukan. Nona Kim, terpaksa engkau harus ikut dulu dengan kami karena kami tidak me mpunyai waktu mengantar Nona ke San-hai-koan."

"Hong-mo i (Adik Hong), naiklah dan te mani aku!" kata Kim Lan Hwa kepada Cui Hong. Gadis itu pun tidak menolak dan tanpa banyak cakap ia me masuki kereta dan duduk di samping selir panglima besar itu. Karena keadaan mendesak, yaitu para perwira kerajaan tadi tentu akan cepat datang lagi me mbawa pasukan besar, maka Cui Hong juga tidak ada waktu lagi untuk bercakap-cakap. Kereta segera dilarikan oleh Li Cu Seng. Gu Kam dan Giam Tit men unggangi kuda mereka dan mereka me mbalap menuju daerah barat yang sudah dikuasai pasukan rakyat pimpinan Li Cu Seng. Setelah kereta berjaian dan mereka duduk bersanding di dalam kereta, barulah Kim Cui Hong yang tangannya dipegang oleh Kim Lan Hwa yang ge metaran itu berkata.

"Enci Lan, apakah artinya semua ini? Engkau adalah isteri seorang panglima besar, mengapa engkau ma lah bersa ma tiga orang yang dikeroyok para perajurit itu? Mengapa pasukan kerajaan malah mengganggumu? Dan siapakah tiga orang itu?"

"Panjang ceritanya, Hong-moi. Ketahuilah bahwa sua miku, Panglima Bu, kini berada di San-hai-koan me mimpin pasukan menjaga tapal batas di timur-laut itu. Se mua anggauta keluarganya telah diboyong pula ke sana. Hanya aku seorang diri yang tinggal di gedungnya di kota raja."

"Akan tetapi mengapa, Lan-ci (Kakak Lan)? Mengapa engkau tidak ikut puia di boyong ke sana?"

Kim Lan meng heia napas panjang. "Ahh, semenjak aku dia mbil menjad i selir Panglima Besar Bu Sam Kwi, hidupku amat pahit, Hong-moi." katanya dengan nada sedih.

Cui Hong mengerutkan aiisnya dan me mandang wajah yang cantikitu dengan heran. Seingatnya, ketika   terjadi ma lapetaka men impa dirinya, yaitu ketika ia berusia sekitar enam belas tahun, kurang lebih se mbilan tahun yang la iu, saudara sepupunya ini menjadi seorang penyanyi yang amat terkenal. Hidupnya serba kecukupan, mewah, dan dikagumi banyak orang. Ketika itu, ia tidak mendengar berita apa pun tentang Kim Lan Hwa, apalagi setalah peristiwa menyedihkan men impa dirinya, ia lalu menghilang dari dunia ramai, menjadi murid Toat-beng Hek- mo sela ma tujuh tahun. Setelah tamat belajar dan terjun ke dunia ramai lagi, ia pernah mendengar bahwa Kim Lan Hwa telah menjadi selir Panglima Besar Bu Sam Kwi dan tentu saja ia menganggap saudara misannya itu hidup daiam kemuliaan. Tentu saja ia merasa heran mendengar ucapan wanita itu bahwa setelah menjadi panglima besar, hidupnya a mat pahit! "Tapi, aku mendengar bahwa engkau menjad i selir yang paling disayang oleh Panglima Besar Bu Sam Kwi! Bagaimana engkau dapat mengatakan bahwa engkau hidup pahit, berarti tidak berbahagia?"

"Justru kenyataan itulah yang menyebabkan hidupku terasa sakit, Hong-mo i. Memang, Panglima Bu a mat sayang kepadaku, akan tetapi hal itu justru me mbuat seluruh keluarga Pangiima Bu, terutama isteri dan para selirnya, merasa iri dan tidak suka kepadaku, bahkan mereka dia m-dia m a mat me mbenciku! Aku hidup seperti dikelilingi musuh-musuh, Hong-moi. Bagaimana aku dapat hidup senang? Padahal, sebelum aku menjad i selir Panglima Bu, dan hidup sebagai seorang penyanyi, semua orang sayang dan memujiku. Ah, ketika itu aku hidup berbahagia, akan tetapi setelah menjadi selir Panglima Bu, aku hidup sengsara walaupun berada dalam gedung besar dan serba mewah dan kecukupan." Wanita itu lalu me nangis perlahan.

"Akan tetapi, Lan-ci, mengapa engkau perdulikan mereka semua itu? Yang terpenting suamimu.   Kalau   engkau menc intanya dan dicinta olehnya, hal-hal lain dan sikap orang- orang lain tidak perlu diperdulikan."

Kim Lan Hwa menyusut air matanya dan menghentikan tangisnya. "Engkau tidak tahu, Hong-moi. Justru itu yang pertama-tama me mbuat aku tidak berbahagia. Aku sama sekali tidak menc inta laki- laki yang menjad i suamiku. Ketika Panglima Besar Bu menga mbil aku sebagai selir, siapa yang berani meng halanginya? Aku pun tentu saja tidak berani meno lak. Aku hanya mengharapkan agar dapat hidup berbahagia di sa mpingnya karena aku mendengar bahwa Panglima Bu adalah seorang yang baik dan adil. Akan tetapi kenyataannya, aku tidak dapat mencintanya. Hal itu mestinya masih dapat kupertahankan karena dia me mang a mat baik dan sayang kepadaku, akan tetapi setelah semua anggauta keluarga me mbenciku, aku merasa seolah hidup dalam neraka. Bahkan, ketika Panglima Bu mengir im pasukan menje mput keluarganya, isteri dan para selirnya meninggalkan aku dengan alasan agar aku me njaga gedung keluarga kami."

Kim Cui Hong mengangguk-angguk. Kini ia baru mengerti an dapat membayangkan betapa tidak enaknya hidup seperti saudara sepupunya itu. Menjadi isteri seorang laki-laki yang tidak dicintainya, malah dibenci oleh se mua keluarga yang merasa iri. Tentu setiap saat bertemu dengan pandang mata me mbenci dan muiut ce mberut, suara-suara yang mence moohkan dan me manaskan hati!

"Ke mudian apa yang terjadi maka engkau dapat berada di tempat pertempuran tadi, Enci Lan?"

"Pagi tadi datang tiga orang berpakaian petani yang mengaku perwira-perwira utusan Panglima Bu yang menyamar untuk mengunjungi aku. Akan tetapi kemudian ternyata mereka itu adalah para   pemimpin   laskar   rakyat   yang me mberontak."

"Ah...l" Kim Cui Hong terkejut. "Laskar rakyat yang dipimpin Li Cu Seng yang terkenal itu?"

Kim Lan Hwa men gangguk dan menunjuk ke arah punggung kusir kereta. "Dialah Li Cu Seng sendiri! Dan dua orang pengawal itu para pembantunya!"

"Ahh...!" Cui flong terkejut dan tubuhnya menegang, siap menghadap i musuh.

Tanpa menoleh, Li Cu Seng yang sejak tadi mendengarkan, berkata, "Nona, jangan kaget dan khawatir. Kami adalah sahabat dan pelindung rakyat. Musuh kami hanyalah pemerintah Kerajaan Beng yang dipimpin pe mbesar-pe mbesar korup dan lalim. Kami berjuang de mi kepentingan rakyat!"

"Dia benar, Hong-moi. Engkau sendiri tentu sudah mendengar betapa laskar rakyat yang me mbebaskan banyak propinsi di daerah barat dan utara itu selalu disa mbut dengan gembira oleh rakyat yang mendukung mere ka. Bahkan aku mendengar bahwa ketika Kaisar minta bantuan kepada Panglima Bu untuk me ngirim pasukan me mpertahankan kota raja, Panglima Bu menolak. Agaknya Panglima Bu sendiri me lihat kelalima n Kaisar yang dipengaruhi dan dikuasai para Thaika m. Karena itulah, maka kami saling berjanji. Aku me mbantu Li Bengcu (Pemimpin Rakyat Lu) dan dua orang pembantunya keluar dari kota raja, dan dia akan me mbantu aku, mengantarkan aku pergi ke San-hai-koan menyusul Panglima Bu. Kami berhasil keluar dari pintu gerbang, akan tetapi setelah tiba di sini mereka tadi menghadang dan hendak menang kap kami. Lalu engkau muncul dan juga para pengemis tadi datang me mbantu sehingga musuh dapat diusir pergi."

"Mereka bukan penge mis-penge mis biasa, Nona Kim. Mereka adalah anggauta-anggauta Hek-tung Kai-pang yang gagah perkasa dan me mbantu perjuangan kami." Kata Li Cu Seng.

"Hong-mo i, engkau sudah mendengar se mua r iwayat dan pengalaman ku. Sekarang ceritakanlah padaku, kemana saja selama ini engkau menghilang ? Aku mendengar akan se mua sepak terjangmu, ketika engkau menghukum Pui Kongcu (Tuan Muda Pui) putera Jaksa Pui yang korup dan sewenang- wenang itu, juga para jagoannya. Mereka me mang manusia- manus ia iblis yang jahat dan pantas menerima huku man yang berat. Aku kagum sekali kepada mu yang telah memba las kematian ayahmu. Akan tetapi lalu ke mana engkau pergi? Dan bagaimana engkau bisa menjad i demikian lihai?"

Kim Cui Hong menghela napas panjang. Sungguh pahit mengenang se mua pengalamannya itu. "Enci Kim Lan Hwa, banyak hal kualami dan agaknya hidupku yang lalu juga tidak lebih daripada keadaanmu. Setelah ayah dan suheng terbunuh orang-orang jahat, aku hampir putus asa. Akan tetapi aku lalu ditolong dan dia mbil murid suhu Toat-beng Hek- mo dan dige mbleng sela ma tujuh tahun."

"Hebat! Kiranya Nona murid Lo-cian-pwe (Orang Tua Gagah) Toat-beng Hek-mo (Iblis Hitam Pencabut Nyawa) yang amat sakti?" tiba-tiba Li Cu Eng bertanya. "Nona, di mana suhumu itu sekarang dan bagaimana keadaan beliau?"

"Suhu telah meninggal dunia, tahun yang la lu karena sakit tua."

"Adik Cui Hong, lalu bagaimana engkau tadi tiba-tiba dapat muncul dan me mbantu kami?"

"Enci Lan Hwa, selelah aku berhasil me mba las rendam atas kematian Ayahku dan Suhengku, aku lalu merantau." Cui Hong sengaja tidak menceritakan tentang malapetaka yang men impa dirinya, diperkosa dan diperhina Pui Ki Cong dan tiga orang jagoannya. Dalam perantauan itu aku mendengar tentang keadaan pemerintahan Kerajaan Beng yang mulai kacau, tentang para pejabat yang korup dan lalim, tentang penderitaan rakyat jelata, dan tentang pemberontakan yang dilakukan rakyat yang dipimpin orang-orang gagah. Juga aku mendengar tentang laskar rakyat yang dipimpin oleh. Li

Bengcu ini. Aku masih bingung mendengar se mua itu. Lalu aku teringat kepada mu, Lan-ci. Aku ingin me ngunjungimu karena engkau adalah selir Panglima Besar Bu Sam Kwi yang tentu mengetahui benar keadaan negara yang kacau itu. Dan setibanya di sana tadi aku melihat engkau berada di dalam kereta ditodong seorang perwira, maka aku segera turun tangan."

Li Cu Seng berkata. "Kedatangan Nona tepat sekali dan kami berterima kasih atas bantuanmu. Sekarang engkau sudah mendengar sendiri, Nona. Pemerintah Kerajaan Beng telah menjadi rusak dan busuk karena Kaisar telah berada dalam cengkera man para Thaikam. Para pejabat tinggi sebagian besar korup dan lalim sehingga rakyat merasa tidak puas dan terjadi pemberontakan di mana- mana. Nona sendiri, menurut apa yang kudengar tadi, menjadi korban kejahatan putera seorang jaksa tinggi yang sewenang-wenang. Sekarang terdapat lebih banyak lagi pembesar yang bahkan lebih jahat daripada mereka yang dulu Nona musuhi. Maka, sekarang terserah kepadamu, Nona Kim Cui Hong, kalau engkau mau me mbantu perjuangan kami, kami akan menerima dengan senang hati."

"Hal itu akan kupikirkan dulu, Beng-cu. Akan tetapi sekarang, ke mana engkau hendak membawa Enci Kim Lan Hwa?" tanya Cui Hong.

"Tentu saja ke Shensi di mana mar kas besar kami berada. Sekarang tidak ada waktu lagi untuk mengantarnya ke San- hai-koan karena kami harus me mpersiapkan penyerbuan ke kota raja. Setelah kami menyelidiki dan mendapat kenyataan bahwa Panglima Besar Bu Sam Kwi tidak meng irim pasukan untuk melindungi kota raja, maka kami harus cepat menyerbu dan menguasainya. "

"Akan tetapi, bukankah engkau berjanji kepada Enci Lan untuk mengantarnya ke San-hai-koan?" tanya Cui Hong.

"Benar, akan tetapi maaf, hal itu tidak dapat kami lakukan sekarang. Sebaiknya, demi keselamatannya sendiri, Nona Kim ikut bersa maku dan untuk se mentara tinggal di sana."

Cui Hong meno leh kepada saudara sepupunya. "Bagaimana, Enci Lan. Apakah engkau mau tinggal bersa ma Li Bengcu untuk se mentara, ataukah engkau ingin menyusul keluarga suamimu ke San-hai-koan sekarang? Kalau engkau ingin kesana sekarang, aku dapat mengantar dan mengawalmu!"

"Terima kasih, Hong-moi. Engkau me mang baik sekali. Akan tetapi kupikir aku tidak akan menyusul ke San-hai-koan sekarang. Pertan, perjalanan itu amat jauh, dan kedua, amat berbahaya kalau hanya engkau seorang diri yang mengawalku, dan pula... aku akan merasa aman kalau berada dalam perlindungan Li Bengcu. Biarlah untuk se mentara aku ikut ke Shen-si." Kim Lan menger ling ke arah pendekar itu. Ia me mang sejak berte mu merasa kagum kepada Li Cu Seng. Laki- laki itu de mikian gagah, tegas, dan tenang penuh wibawa. "Baiklah, kalau begitu, sela mat jalan, Enci Lan. Aku ingin melanjutkan perjalananku merantau."

"Akan tetapi.... Hong-mo i, apakah engkau tidak ikut bersamaku? Aku masih kangen dan ingin banyak bercakap- cakap dengan mu."

"Maaf, Enci Lan. Engkau sudah a man terlindung, aku t idak meng khawatirkan keadaan dirimu lagi. Aku akan melihat-lihat keadaan kota raja."

"Li- hiap (Pendekar Wanita), berbahaya sekali kalau engkau me masu ki kota raja. Tentu para perajurit tadi akan mengenalmu dan engkau akan ditangkap dan dianggap pemberontak karena engkau tadi me mbantu kami." kata Li Cu Seng, dan dia menghentikan dua ekor kuda yang menarik kereta. "Karena itu, marilah engkau ikut dengan kami dan kita bersama menghadap i pasukan Kerajaan Beng yang sudah mulai runtuh itu."

Cui Hong tersenyum dan me nggeleng kepalanya. "Terima kasih, Bengcu. Terus terang saja, aku mas ih bingung me mikirkan tentang per musuhan antara Kerajaan Beng dan para pemberontak yang menamakan dirinya pejuang. Memang, aku merasakan adanya pembesar-pembesar yang menyeleweng dari kebenaran, mengandalkan kekuasaan bertindak sewenang-wenang dan jahat, akan tetapi permusuhanku dengan mereka hanya merupakan urusan pribadi, bukan urusan negara. Ketika aku melakukan perjalanan, aku bertemu dengan para pendekar yang bertekad me mbe la Kerajaan Beng sebagai warga negara yang setia. Akan tetapi aku bertemu pula dengan para pendekar yang mendukung laskar rakyat yang Bengcu pimpin dan mengatakan bahwa laskar rakyat itu pejuang-pejuang pembela rakyat, sebaliknya yang me mbela kerajaan mengatakan bahwa laskar rakyat itu pemberontak- pemberontak dan pengacau keamanan. Aku sendiri menilai bahwa kedua golongan itu ada benarnya dan ada pula kelirunya. Karena itu, tadinya aku ingin bertemu Enci Kim Lan Hwa dan bertanya kepada suaminya karena aku mendengar bahwa Panglima Besar Bu Sam Kwi seorang yang adil dan bijaksana. Akan tetapi sayang, aku tidak dapat bertemu dengannya. Sampai sekarang pun aku   belum   dapat menga mbil keputusan harus berada di pihak yang mana, Beng cu."

"Akan tetapi, Kim- lihiap. Tadi engkau sudah me mbantu kami me lawan para perajurit kerajaan, itu berarti bahwa engkau sudah berpihak   kepada kami para pejuang dan me musuhi pe merintah Kerajaan Beng!"

"Tidak, Bengcu. Kalau tadi aku turun tangan, aku hanya ingin me mbela Enci Kim Lan Hwa dan aku me mbantu Bengcu bertiga atas permintaan Enci Lan. Kuanggap mereka itu hanya segerombolan orang yang hendak mengganggu Enci Kim Lan Hwa, maka aku menentang mereka. Bukan berarti aku menentang Kerajaan Beng. Seperti dulu, kalau aku menentang pembesar pe merintah yang jahat, bukan berarti aku menentang pe merintah, me lainkan menentang orangnya yang kebetulan menjad i pejabat. Aku menentang kejahatannya, Bengcu, bukan kedudukannya."

Li Cu Seng meng hela napas panjang dan berkata. "Kim Lihiap, aku tidak dapat menyalahkan mu. Aku menghargai pendirianmu karena aku pun dapat merasakan apa yang menjad i gejolak hatimu. Banyak pendekar yang juga b imbang seperti perasaanmu. Aku dulu juga seorang pendekar yang hanya menjunjung tinggi dan me mpertahankan kebenaran dan keadilan perorangan. Akan tetapi sekali ini menyangkut nasib jutaan orang rakyat kecil, Lihiap. Maka aku me milih berjuang menumbangkan kekuasaan la ma yang sudah busuk dan korup ini dan menggantikan dengan kekuasaan baru yang adil bersih."

"Terima kasin atas pengertianmu, Bengcu. Nah, selamat tinggal. Enci Lan, selamat jalan, semoga engkau mene mukan kebahagiaan." Setelah berkata de mikian, Kim Cui Hiong me lo mpat dan berlari cepat men inggalkan te mpat itu.

Apa yang dikatakan pemimpin pe mberontak Li Cu Seng tentang akibat pemunculan Kim Cui Hong me mbantunya ternyata benar. Su Lok Bu dan Cia Kok Han, dua orang jagoan murid Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai yahg menjadi perwira dalam pasukan Jendeial Ciong Kak, terkejut mengenali Kim Cui Hong. Mereka berdua bersama Liong-san Ngo-eng terpaksa me larikan diri dan me ninggalkan banyak perajurit yang tewas atau terluka parah, cepat kembali ke kota raja dan segera me laporkan kepada Jenderal Ciong. Mendengar bahwa Pimpinan Pemberontak Li Cu Seng sendiri berani me masu ki kota raja dan Mini me larikan diri bersama Kim Lan Hwa, selir Panglima Besar Bu Sam Kwi yang terkenal, jenderal itu lalu menyuruh dua ratus orang perajurit melakukan pengejaran dengan tujuh orang perwira itu menjad i penunjuk jalan. Akan tetapi, pengejaran ini gagal karena Li Cu Seng sudah menghilang ke daerah yang sudah dikuasai pe mberontak dan pasukan itu terpaksa ke mbali karena di sana terdapat puluhan, bahkan ratusan ribu perajurit dan Laskar Rakyat yang siap menghadap i mereka.

Jenderal Ciong tentu saja merasa penasaran sekali. Kehormatannya sebagai panglima yang mengatur pertahanan kota raja terpukul. Li Cu Seng, pe mimpin pe mberontak itu sendiri sampai dapat memasu ki kota raja dan dia tidak dapat menang kapnya! Lebih dari itu, malah pemimpin pemberontak itu melarikan diri bersama selir Panglima Besar Bu Sam Kwi! Ini saja me mbuktikan bahwa Panglima Bu Sam Kwi tidak me mpunyai iktikad baik terhadap Kerajaan Beng. Agaknya panglima penja pertahanan di garis depan mencegah mlrnknya tentara Mancu itu tidak perduli bahwa kota raja terancam para pemberontak! Jenderal Ciong lalu menghadap Kaisar dan seperti biasa, para pimpinan Thaikam menyertai Kaisar dalam pertemuan itu. Mereka ini jelas menga mbil alih kekuasaan Kaisar dan segala keputusan seolah keluar dari mereka. Kaisar sendiri seolah tidak tahu. bahwa dia berada dalam cengkera man kekuasaan para Thaikim, bahkan Kaisar menganggap bahwa para Thaikam itu merupa kan pembantu- pembantunya yang paling setia dan paling dapat dipercaya!

Setelah Jenderal Ciong melaporkan akan anca man bahaya dani pasukan besar pe mberontak, Kepala Thaikam Sue yang dimintai pendapat Kaisar, berkata dengan sikap congkak.

"Ciong Goan-swe mengapa melaporkan hal sekecil itu seolah-olah perkara besar sehingga mendatangkan kegelisahan dalam hati Sri baginda Kaisar? Apa sih artinya pemberontakan se maca m itu? Se mua pe mberontakan dapat dihancurkan sela ma ini!"

"Akan tetapi, Sri baginda Yang Mulia, sekali ini anca man datang dari Laskar Rakyat yang dipimpin Pemberontak Li Cu Seng. Anak buah mereka itu ratusan ribu orang banyaknya!" bantah Jenderal Ciong.

"Maksud Ciong Goan-swe, ratusan ribu orang petani dan jembe l-je mbel yang kurang makan sehingga bertubuh kurus dan le mah! Mengapa harus khawatir? Bukankah kita me mpunyai balatentara yang cukup banyak dan kuat, juga kami me ndengar banyak pendekar yang siap me mpertahankan kerajaan dan kota raja?" bantah Thaikam Sue.

"Ciong Goan-swe." kini Kaisar berkata. "Kami percaya akan kema mpuan  Goan-swe  me mimpin  pasukan.  Kami me mer intahkan Goan-swe untuk menghancurkan para pemberontakitu!" Kaisar lalu me mberi tanda bahwa persidangan ditutup. Jenderal Ciong terpaksa kembali ke benteng dengan wajah mura m. Celaka, pikirnya. Air bah sudah merenda m tubuh sa mpai me ndekati leher, masih saja Kaisar tidak menyadari bahaya menganca m. Se mua ini gara- gara para Thaikam tolol yang berlagak pintar itu! Tidak ada lain ja lan bagi Jenderal Ciong sebagai seorang panglima yang gagah kecuali akan me mpertahankan kota raja mati- matian dan sampa i tit ik darah terakhir!

0odwo0

Su Lok Bu dan Cia Kok Han, pendekar Siauw-lim-pai dan Bu-tong-pai yang kini me njadi perwira pe mbantu Jenderal Ciong untuk me mbela Kerajaan Beng dari anca man pemberontak, juga merasa kecewa sekali. Akan tetapi kekecewaan mereka terutama sekali disebabkan mere ka tidak berhasil menangkap atau me mbunuh Kim Cui Hong. Dua orang ini menganggap Kim Cui Hong sebagai seorang wanita iblis yang teramat kejam dan jahat. Memang mereka telah mengetahui bahwa Pui Ki Cong, kepada siapa mereka tadinya mengha mba kan diri, telah melakukan kejahatan terhadap Kim Cui Hong, telah me mperkosa-nya. Juga jagoan-jagoan pembesar Pui, ter masuk Koo Cai Sun dan Lauw Ti. Akan tetapi, pembalasan Kim Cui Hong terhadap mereka bertjga me la mpaui batas perikemanusiaan, maka, setelah Kim Cui Hong dapat terbebas dari tangkapan mereka, bahkan mereka terpaksa melarikan diri karena munculnya banyak pengemis bertongkat hitam yang lihai, dua orang perwira itu lalu mengunjungi sebuah rumah besar yang terpencil di sudut kota.

Rumah itu besar dan kuno, tampak seram dan sunyi. Akan tetapi begitu Su Lok Bu dan Cia Kok Han memasu ki halaman gedung, dari tempat persembunyian muncul e mpat orang berpakaian seperti biasa dipakai para penjaga atau tukang pukul jagoan. Akan tetapi sikap garang mereka menghilang ketika dalam kere mangan senja itu mereka mengenal dua orang perwira yang datang. "Laporkan kepada Tuan Muda Pui Ki Cong bahwa kami berdua hendak Bertemu dan menya mpaikan berita penting sekali." kata Su Lok Bu.

Kepala jaga mengangguk dan dua orang perwira itu menunggu di pendapa ketika kepala jaga melapor ke dalam. Sebetulnya, Su Lok Bu dan   Cia   Kok Han sudah   tidak me mbantu Pui Kongcu (Tuan Muda Pui) lagi, aKan tetapi me lihat keadaan bangsawan itu yang a mat menderita, terkadang mereka datang menjenguk, bahkan mereka mencarikan tabib yang terkenal pandai untuk merawat dan mengobati tubuh Pui Kongcu yang cacat. Mungkin karena merasa senasib, atau mengingat bahwa nasib dua orang anak buahnya yang juga dibuat cacat oleh Cui Hong itu setia kepadanya, Pui Kongcu bahkan menyuruh orang me mbawa Koo Cai Sun dan Lauw Ti ke gedung itu dan t inggal bersamanya. Mereka mendapat perawatan tabib yang pandai. Biarpun menjad i manusia caca, namun karena Pui Kongcu kaya raya, maka mere ka dapat terawat baik.

Tak la ma kemudian kepala jaga keluar dan me mpersilakan Su Lok Bu dan Can Kok Han masuk ruangan dalam. Cuaca sudah mula i gelaf dan la mpu-la mpu penerangan mulai dinyalakan sehingga ruangan dalam itu pun terang sekali karena ada lima buah la mpu besar meneranginya. Kalau saja dua orang perwira ini belum pernah melihat tiga orang yang berada di ruangan icu, tentu mereka akan bergidik dan merasa ngeri. Memang keadaan ruangan itu dan keadaan mereka menyeramkan sekali.

Ruangan yang luas itu sudah menyeramkan. Penerangan lima buah la mpu besar itu me mbuat semua yang berada di situ tampa k jelas. Dinding-dindingnya terhias lukisan dan tulisan indah. Pot-pot bunga setiap sudut menyegarkan, akan tetapi sutera-sutera putih yang bergantungan sebagai tirai jendela dan pintu, mendatangkan kesan menyeramkan, seperti ruangan berkabung karena ada kematian. Dan di tengah ruangan itu terdapat sebuah meja yang bundar dan lebar. Di belakang meja tampak tiga orang yang keadaannya amat mengerikan. Mereka se mua duduk di atas kursi roda. Mereka adalah Tuan Muda Pui Ki Cong, putera Kepala Jaksa Pui yang telah pensiun setelah dipenjara sela ma satu tahun, dan sekarang bekas jaksa itu yang masih kaya raya menjadi tuan tanah yang memiliki banyak rumah yang dia sewakan. Orang ke dua adalah Koo Cai Sun, dan yang ke tiga Lauw Ti. Dua orang ini dahulu merupa kan dua orang di antara Thian-cin Bu-tek Sa m-eng (Tiga Orang Pendekar Tanpa Tanding dari Thian-cin), bertiga dengan mendiang Gan Tek Un yang me mbunuh diri.

Pui Ki Cong sekarang berusia tiga puluh sembilan tahun, akan tetapi karena mukanya rusak, sukar ditaksir berapa usianya. Muka pemuda bangsawan yang dulunya tampan berkulit putih itu kini menyera mkan, seperti muka setan menakutkan. Seluruh tubuhnya ada bilur-bilur menghita m, bekas luka-luka sayatan yang diakibatkan cambukan ranting oleh Cui Hong. Kulit mukanya juga penuh luka-luka sayatan yang sudah sembuh tapi men inggalkan garis-garis menghita m. Sepasang matanya buta dan kosong karena kedua biji matanya sudah copot, bukit hidungnya hilang sehingga tampak berlubang, bibirnya juga hilang sehingga ta mpak deretan gigi saja, bahkan kedua daun telinganya juga hilang. Sungguh tidak mirip manus ia lagi dan kalau orang bertemu dengannya di jalan, orang itu tentu akan lari ketakutan! Semua ini masih dita mbah lagi dengan kelumpuhan kedua kakinya karena tulang-tulang kakinya hancur. Tadinya, tulang lengan dari siku ke bawah juga re muk, akan tetapi berkat kepandaian tabib, kini dia sudah dapat menggerakkan lagi kedua lengan dan tangannya, walaupun gerakannya kaku. Keadaannya sedemikian me nakutkan dan menjijikkan sehingga isteri-isterinya sendiri dan anak-anaknya pun merasa takut dan jijik mende katinya. Maka dia hidup terasing di dalam gedung pemberian orang tuanya itu, hanya dikelilingi pelayan- pelayan karena kegiatan apa pun yang dia lakukan, harus dibantu pelayan.

Koo Cai Sun berusia e mpat puluh e mpat tahun, akan tetapi juga tak seorang pun yang mengenalnya sembilan tahun yang lalu akan dapat mengetahui bahwa si muka setan ini adalah Koo Cai Sun! Keadaannya hampir sama dengan keadaan Pui Ki Cong. Kedua telinganya hilang, bukit hidungnya re muk dan kini hidungnya berlubang melompong, mulutnya juga tanpa bibir sehingga tampak giginya yang besar-besar dan ompong sebagian. Kedua lengan tangannya juga bentuknya bengko- bengkok akan tetapi sudah dapat digerakkan dan biarpun kedua kakinya tidak lumpuh, namun kedua ujung kaki, jari-jari kakinya habis terbakar sehingga terpaksa dia pun me ma kai bantuan kursi roda!

Orang ke tiga, Louw Ti berusia sebaya dengan Koo Cai Sun, sekitar e mpat puluh e mpat tahun. Juga mukanya cacat, mata kirinya buta karena biji mata itu pecah, dan matanya yang tinggal sebelah kanan Itu mempunyai sinar, yang aneh, sinar mata seorang yang miring otaknya! Dia menyeringai dan terkadang dia terkekeh, aneh dan mengerikan. Kedua tangannya juga cacat dan bahkan tangan kirinya buntung sebatas pergelangan. Kedua kakinya juga dahulu menga la mi patah-patah tulang akan tetapi kini telah dapat disembuhkan tabib walaupun yang kanan setengah lumpuh sehingga kalau berjalan dia harus beiipncat-loncatan dengan kaki kiri. Maka dia menggunakan kursi roda untuk dapat berjalan. Biarpun penderitaan jasman i Louw Ti tidak sehebat Pui Ki Cong dan Koo Cai Sun, namun penderitaan batinnya lebih hebat sehingga pikirannya terganggu dan menjadi setengah gila.

Demikianlah, ketika Su Lok Bu dan Cia Kok Han duduk berhadapan dengan tiga orang itu, diam-dia m mereka bergidik ngeri. Sungguh terlalu kejam pe mba lasan dendam yang dilakukan Kim Cui Hong kepada tiga orang ini. Orang ke empat, Gan Tek Un, telah bertaubat dan menjadi pendeta, akan tetapi dia pun kini me mbunuh diri sebagal penebusan dosanya terhadap gadis itu! Biasanya, dua orang itu kalau datang, ke gedung ini, hanya untuk bertemu dengan Pui Ki Cong, bekas majikan mereka. Baru sekarang mere ka datang dan melihat tiga orang Itu bersama, dan mereka yang dulunya pendekar kang-ouw dan sekarang menjad i perwira, yang sudah banyak menyaksikan kekerasan dan akibat kekerasan, mereka ngeri me lihat tiga orang bekas a mukan Kim Cui Hong itu!

"Su-ciangkun (perwira Su) dan Cla-ciangkun (Perwira Cia), kalian berdua sudah menjadi perwira dan mas ih suka mengunjungi aku. Terima kasih atas kebaikan kalian. Sekarang kalian hendak bertemu denganku, me mbawa berita penting apakah?" tanya Pui Ki Cong dengan suara yang pelo sekali karena dia bicara tanpa menggunakan bibir! Ngeri me lihat orang ini Dicara, seperti melihat setan tengkorak bicara. Apalagi wajah tidak berbiji lagi, dita mbah a mat kurus.

Persis tengkorak hidup

"Pui Kongcu, kami hanya akan me mber itahukan bahwa kami me lihat Nona Kim Cui Hong!"

Mendengar ini, tiga orang yang seperti mayat hidup itu seolah tersentak kaget. Wajah Pui Ki Cong berubah merah sekali, mata Koo Cai Sun yang mencorong, liar dan menyorotkan kebencian jtu seolah bersinar mengeluarkan api. Louw Ti tiba-tiba tertawa ha-ha-he-heh dan dia mengacungkan tangan kanan yang terkepal seperti hentak me mukul dan lengan kir inya yang buntung sebatas pergelangan itu pun diacung-acungkan.

"Kubunuh dia! Mana dia Si Kim Cui Hong laknat, kubunuh dia. !" katanya.

"Louw Ti, dia mlah!" kata Pui Ki Cong, lalu dia bertanya kepada Su Lok Bu. "Su-ciangkun, di mana pere mpuan iblis itu sekarang?" "Ia me mbantu pemimpin pemberontak Li Cu Seng ketika kami hendak menang kap pe mberontakitu di luar kota raja. Sayang kami tidak dapat menang kapnya karena gero mbolan pengemis tongkat hita m yang a mat banyak jumlahnya me mbantunya."

"Ahh! Iblis betina itu ternyata membantu pe mberontak? Dasar perempuan jahat! Su-ciangkun dan Cia-ciangkun, tolong kumpulkan dan Siapkan para pendekar yang tangguh untuk menang kapnya. Kalau kalian dapat menangkapnya, aku akan me mber i hadiah yang a mat banyak, yang akan dapat me mbuat kalian kaya raya! Biar separuh kekayaanku akan kuhadiahkan asalkan kalian dapat menangkap iblis betina itu dan menyeretnya ke sini!"

"Pui Kongcu, kami berdua tidak begitu me mikirkan tentang hadiah. Kami akan me ngumpulkan orang-orang sakti yang berada di kota raja untuk me mbantu kami menyelidiki dan menang kap kalau Kim Cui Hong muncul, bukan karena hadiah itu, melainkan karena kami menganggap ia seorang wanita yang amat kejam, jahat, dan berbahaya." kata Cia Kok Han. Dua orang perwira itu lalu berpamit dan keluar dari gedung yang menyeramkan itu.

Su Lok Bu dan Cia Kokz Han lalu cepat menghubungi para pendekar yang berdatangan ke kota raja memen uhi undangan Jenderal Ciong untuk me mbela pertahanan kota raja dari serbuan pemberontak. Pada waktu itu, me mang terjadi perpecahan di dunia persilatan. Ada yang merasa bahwa mereka harus me mbela Kerajaan Beng sebagai patriot, seperti Su Lok Bu, Cia Kok Han, Liong-san Ngo-heng, dan lain-la in. Ada pula sebagian tokoh kang-ouw yang berpihak kepada Li Cu Seng, dan ada pula, terutama para pendekar di utara, yang mendukung Panglima Besar Bu Sam Kwi. Di antara pendekar yang me mbe la Kerajaan Beng terdapat seorang datuk dunia persilatan dari timur. Dia adalah seorang laki- laki berusia sekitar enam puluh lima tahun, bertubuh tinggi besar, rambut, kumis dan jenggotnya sudah putih semua. Namanya tidak begitu di kenal di kota raja, akan tetapi di sepanjang pantai Laut Timur, dia terkenal dengan julukan Tung Ok (Racun Timur). Ilmu silatnya tinggi dan dia pun pandai ilmu sihir sehingga ditakuti banyak orang. Ketika Jenderal Ciong mengundang para orang gagah untuk membantu pertahanan kota raja, Tung Ok yang kebetulan berkunjung ke kota raja tertarik. Diam-dia m dia tertarik menyaksikan kemewahan di kota raja dan dia Ingin mendapatkan kedudukan sehingga dapat menjadi seorang pembesar tinggi dan hidup dalam gedung seperti istana mewan. mendapat kehormatan dan kemuliaan yang tidak pernah dia rasakan! Ketika ia mendaftarkan dirinya dan dicoba kepandaiannya, segera dia dihadapkan Jenderal Ciong karena memang ilmu silatnya luar biasa.

Su Lok Bu dan Cia Kok Han me nghubungi Tung Ok yang tinggal dalam sebuah gedung besar yang diperuntukkan tempat tinggal para pendekar. Sebagai seorang datuk, Tung Ok mendapatkan sebuah kamar terbesar dan pelayanan istimewa. Su Lok Bu dan Cia Kok Han sudah tahu akan kelihaian datuk ini, maka mereka men ghubunginya, bukan hanya untuk menghadapi Kim Cui Hong apabila gadis itu muncul, melainkan terutama menghadap i para mata- mata Li Cu Seng yang berkeliaran di kota raja.

Setelah mencer itakan tentang Li Cu Seng yang menyelundup ke kota raja dan berhasil me mbawa lari Kim Lan Hwa, selir Panglima Besar Bu Sam Kwi, dan tentang Kim Cui hong yang diceritakan sebagai iblis betina yang jahat dan kejam, Tung Ok tertawa.

"Ha-ha-ha, mengapa baru sekarang kalian datang kepadaku? Kalau ketika itu aku berada dengan kalian, sudah pasti pemberontak Li Cu Seng dan kaki tangannya, juga iblis betina Kim Cui Hong Itu, dapat kutangkap hidup atau mati." "Maafkan kalau kami pada waktu itu tidak sempat menghubungi Lo-cian-pwe (Orang Tua Gagah), akan tetapi mulai sekarang, kami mengharapkan bantuan Lo-cian-pwe. Kalau kami dan para pembantu kami me lihat ada mata-mata pemberontak berkeliaran di kota raja, terutama sekali mereka yang melindungi Li Cu Seng ketika hendak kami tangkap, dan lebih lagi iblis betina Kim Cui Hong itu, tentu kami akan minta bantuan Lo-cian-pwe. Mereka itu rata-rata memiliki ilmu silat yang tangguh sekali. Kalau Lo-cian-pwe dapat menangkap mereka, hidup atau mati, tentu jasa Lo-cian-pwe amat besar dan selain akan dilaporkan kepada Jenderal Ciong dan dicatat, juga Pui Kongcu telah menjanjikan hadiah yang amat besar dan me mbuat Lo-clan-pwe kaya raya."

"Ha-ha-ha, beres, beres! Kalau mereka muncul, serahkan saja kepadaku, beres!" kata Racun Timur sambil tertawa senang me mbayangkan hadiah-hadiah yang akan diterimanya.

Demikianlah, mulai hari itu, atas perintah Jenderal Ciong, para perwira termasuk Sn Lok Bu dan Cia Kok Han menyebar banyak perajurit penyelidik agar tidak lagi merela kecolongan seperti yang sudah-sudah, ketika banyak anggota perkumpulan pengemis Tongkat Hitam berkeliaran di kota raja sebagai mata- mata Pe mberontak Li Cu Seng tanpa mereka ketahui.

0odwo0

Seorang pemuda ta mpan me masuki pintu gerbang kota raja Peking pada pagi hari Itu, berbaur dengan mereka yang keluar masuk pintu gerbang. Para petugas penjaga pintu menga mati setiap orang yang lewat dengan penuh perhatian. Akan tetapi tidak ada di antara mereka yang mencurigai pemuda tampan berpakaian seperti seorang satrawan itu.

Dengan langkah santai pe muda itu berjalan-jalan di sepanjang jalan besar dalam kota saja seolah hanya melihat- lihat dengan sikap acuh tak acuh. Akan tetapi sesungguhnya dia me mperhatikan segala yang dilihatnya, terutama ketika dia berjalan di luar benteng dan melihat banyaknya perajurit dalam pasukan-pasukan kecil berkeliaran di kota dalam keadaan siap.

Setelah berjalan-jalan berputar-putar kota raja sejak pagi me masu ki kota sampai siang hari, agaknya dia merasa lelah dan lapar. Dia lalu me masuki sebuah rumah makan besar "Lok Thian" yang letaknya di sudut kota. Biarpun tidak berapa ramai dikunjungi orang, na mun ru mah makan ini cukup besar dan seperti kebiasaan pada waktu itu, rumah makan Lok Thian ini juga merupakan bagian dari rumah penginapan yang berada di belakang rumah makan itu.

Seorang pelayan tua segera menyambut ketika pe mula itu me masu ki rumah ma kan. "Selamat siang, Kongcu (Tuan Muda)." Dia lalu Mempersilakan pe muda itu duduk di meja kosong yang berada di sudut. Dengan sikapnya yang tenang pemuda ta mpan itu me mesan ma kanan dengan minuman air teh. Tak lama kemudian dia sudah makan. Buntalan pakaian yang tadi dibawanya dia letakkan di atas meja.

Setelah selesai makan dia men ggapai pelayan dan bertanya, "Paman, apakah di rumah penginapannya masih ada kamar kosong?"

"Ah, Kongcu hendak berma la m? Masih ada, Kongcu, dan kamar rumah penginapan kami terkenal bersih. Mari saya. antar."

Setelah me mbayar harga makanan, pemuda itu lalu diantar ke ru mah penginapan di belakang rumah ma kan itu. Seorang pelayan bagian rumah penginapan menya mbut dan menerima tamu itu dari tangan pelayan rumah makan. Pemuda itu diantar pelayan mendapatkan sebuah kamar yang bersih di bagian depan rumah penginapan, di atas loteng. Dari kamar tidurnya yang berada di depan tamu itu dapat melihat orang- orang yang berlalu lalang di atas jalan raya depan rumah makan. Memang dia sengaja me milih ka mar di bagian depan. Setelah ditinggalkan pelayan, dia me masuki kamar, menutup daun pintu, lalu duduk di dekat jendela luar dan me mandang ke arah orang-orang yang berlalu lalang di jalan depan rumah makan itu. Pe muda ta mpan itu me la mun.

Pemuda itu adalah Kim Cui Hong.

Ketika me mperkena lkan na manya kepada pelayan rumah penginapan untuk dicatat dalam daftar tamu, dia me mberi nama Ok Cin. Dulu ketika ia menuntut balas kepada musuh- musuh besarnya, ia pernah menggunakan na ma samaran Ok Cin Hwa. Sekarang, menyamar sebagai seorang pemuda, ia me ma kai na ma itu, hanya dikurangi huruf Hwa sehingga pantas untuk na ma pria. Ok Cin, Tuan Muda Ok Cin!

Kim Cui Hong ter menung. Hatinya merasa bingung juga menghadap i keadaan negara pada saat itu. Dahulu, ayahnya, yaitu mendiang Kim Siok, guru silat di dusun Ang-ke-bun, seorang yang berjiwa pendekar, selalu me mberi nasihat kepadanya agar dia me miliki tiga kebaktian. Berbakti kepada Thian (Tuhan) yang Maha Kuasa dengan cara hidup bersih, baik dan benar. Berbakti kepada orang tua dengan cara menghormat i dan menc inta serta merawat mereka, dan berbakti kepada negara, yaitu Kerajaan Beng! Kebaktian pertama sudah ia laksanakan, yaitu ia selalu berusaha agar perbuatannya selalu berada di pihak yang benar dan baik, tidak pernah melakukan kejahatan menuruti nafsu sendiri. Kemudian kebaktian kepada orang tua, tidak dapat ia laksanakan sepenuhnya karena ibunya telah meninggal dunia sejakia berusia lima tahun dan ayahnya tewas di tangan para penjahat yang telah ia balas se mua. Kini t inggal kebaktian frnkhir yaitu   kepada   Kerajaan   Beng!   Hal   inilah   yang me mbingungkannya. Ketika dulu ayahnya mengajak ia dan mend iang suhengnya yang menjadi tunangannya melarikan diri men inggalkan Ang-ke-bun, sebelum disusul para jagoan yang dikirim Pui Kongcu, ayahnya pernah menyatakan ketidak-senangan hatinya terhadap Kerajaan Beng karena kele mahan Kaisar yang menjadi boneka di tangan para pembesar lalim. Bahkan ayahnya berkata bahwa kalau mereka terus dikejar-kejar, lebih baik mereka bergabung dengan rakyat yang me mberontak terhadap kelalima n Kaisar.

Inilah yang me mbingungkan hatinya. Ia melihat ada tiga kekuasaan besar kini sedang bersaing dan siap untuk berperang me mperebutkan kekuasaan. Pertama, kekuasaan pemerintahan Kerajaan Beng di mana kaisarnya dikuasai oleh para Thaikam   sehingga   para   pejabat   sebagian   besar me lakukan penyelewengan, tersesat dan korup. Kekuasaan kedua adalah Laskar Rakyat yang dipimpin Li Cu Seng, yang merupakan golongan pe mberontak yang paling besar dan terkuat. Adapun kekuasaan ke tiga dipegang oleh Panglima Besar Bu Sam Kwi yang mengepala i bala tentara yang besar jumlahnya dan kini berada di San-hai-koan. Ia harus berpihak mana kalau terjadi perang? Cui Hong termang u-mangu. la tahu bahwa tiga kekuasaan itu terdiri dari bangsa sendiri! Masing-masing tentu me mpunyai alasan sendiri dan mereka diri sendiri atau pihak sendiri benar. Kaisar merasa benar karena dia adalah kaisar, keturunan dari pendiri Dinasti Beng dan menganggap mereka yang menentangnya sebagai pemberontak. Pihak Li Cu Seng menganggap dirinya benar karena merasa sebagai pembela rakyat yang tertindas dan menganggap kaisar dan para pejabat lalim dan tidak bijaksana. Adapun balatentara yang dipimpin Bu Sam Kwi merupakan pihak ke tiga dan ia tidak tahu pasti panglima besar itu akan berpihak siapa, setia kepada Kaisar atau me mbantu para pe mberontak yang merasa berjuang de mi rakyat.

Cui Hong merasa bingung. Andaikata yang bertikai hanya dua pihak, yang pihak Kerajaan Beng menghadapi orang asing, Mongol atau Mancu, ia tidak akan ragu lagi. Pasti ia akan me mbe la Kerajaan Beng me lawan musuh. Akan tetapi sekarang, tiga kekuasaan itu adalah bangsa sendiri yang terpecah-pecah! Kalau terjadi perang antara kerajaan me lawan pejuang rakyat, akibatnya sama saja. Rakyat yang mender ita. Kalau kota raja dihancurkan pihak pejuang yang me mberontak, penduduk kota raja tentu mengalami kehancuran dan penderitaan. Sebaliknya kalau pihak pejuang pemberontak kalah, tentu laskar yang terdiri dari rakyat itu banyak yang tewas!

Ia lalu me mbayangkan kakak sepupunya, Kim Lan Hwa. Ia merasa kasihan kepada saudara sepupunya itu. Lan Hwa sebetulnya dapat hidup berbahagia sebagai selir Panglima Besar Bu Sam Kwi yang amat mengasihinya. Hal ini diakuinya sendiri oleh Lan Hwa, biarpun Lan Hwa pada dasarnya tidak me mpunyai perasaan cinta kepada Panglima Besar Bu. Bagaimanapun juga, ia dapat hidup mulia dan terhormat sebagai selir terkasih panglima itu. Akan tetapi sungguh sayang, kasih sayang panglima itu menimbulkan rasa iri dan cemburu da lam hati para isteri Panglima Bu sehingga akhirnya Lan Hwa dibenci oleh mereka se mua. Kini Kim Lan Hwa bersama Li Cu Seng, pemimpin pe mberontak! Apa yang akan terjadi dengan diri kakak sepupunya itu? Ia tentu sudah dianggap sebagai pe mberontak karena melarikan diri bersama Li Cu Seng. Dan bagaimana tanggapan Panglima Besar Bu Sam Kwi kalau dia mengetahui bahwa selir terkasihnya itu kini pergi bersa ma Li Cu Seng?

Akhirnya Cui Hong menga mbil keputusan untuk t idak me libatkan diri dalam per musuhan dan perang saudara. Lebih bebas hidup sebagai pendekar yang tidak me mihak karena ketiga kekuasaan itu masih sebangsa sesaudara. Ia hanya akan melanjutkan pendiriannya sejak dulu, yaitu me mihak orang-orang yang tertindas, menegakkan kebenaran dan keadilan, dan menentang orang-orang yang bertindak sewenang-wenang dan jahat, tidak perduli dari golongan mana orang itu! Setelah menga mbil keputusan ini, Cui Hong lalu mandi, bertukar pakaian, makan ma la m, dan tidur. Ia akan pergi me ninggalkan kota raja pada besok pagi, sebelum terlambat, karena kalau sudah terjadi perang tentu akan su lit baginya untuk keluar dari kota raja. Apalagi kalau ada orang yang mengenalnya sebagai wanita yang kemarin me mbantu pemimpin pemberontak Li Cu Seng, tentu ia akan dikejar- kejar.

Menjelang tengah malam Cui Hong tersentak bangun dari tidurnya. Ia mendengar suara r ibut-ribut di luar kamarnya. Cepat ia meniup padam la mpu kecil di atas mejanya dan me mbuka jendela, melihat keluar, ke arah jalan raya. Akan tetapi sudah sunyi di jalan itu, tidak ta mpak orang berlalu lalang. Akan tetapi suara itu terdengar di dalam rumah makan yang berada di depan rumah penginapan dan yang me mbuat ia terkejut dan heran adalah ketika mendengar suara senjata tajam beradu dan bentakan-bentakan marah diseling teriakan- teriakan kesakitan. Ada orang-orang berkelahi, pikirnya.

Maklum bahwa ada peristiwa penting mungkin keadaannya gawat, dia cepat membereskan pakaian penyamarannya sebagai seorang laki- laki, menggendong buntalan pakaiannya, lalu keluar dari kamarnya, terus menuju ke pintu besar bagian luar rumah penginapan setelah menuruni loteng. Pintu besar itu tertutup dan anehnya, ia tidak melihat seorang pun di rumah penginapan itu, tidak ada tamu, tidak tampak pula pelayan. Ia membuka daun p intu yang mene mbus ke ruangan rumah ma kan dan di bawah penerangan yang cukup ia me lihat perkelahian hebat. Ia melihat lima orang berpakaian pelayan dan lima orang la in berpakaian pedagang sedang mati- matian me lawan pengeroyokan puluhan orang perajurit! Ia merasa heran sekali. Lima orang pelayan itu, termasuk pelayan rumah makan dan pelayan rumah penginapan yang me layaninya tadi, ternyata kini me lawan dengan menggunakan pedang dan gerakan mereka cukup lihai! Ia berdiri bingung karena tidak tahu mengapa rumah makan itu diserbu perajurit. Ia tidak tahu urusannya dan tidak tahu pula siapa yang bersalah sehingga ia t idak ingin menca mpuri. Akan tetapi belum la ma ia berdiri di luar pintu belakang rumah ma kan itu, di bawah penerangan sebuah la mpu gantung, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring.

"Nah, itu dia Si Iblis Betina!" Lima orang berloncatan mengepung Cui Hong dan dua orang di antaranya adalah Perwira Su Lok Bu dan Cia Kok Han! Cui Hong terkejut mengetahui bahwa rahasianya telah diketahui musuh dan keadaannya berbahaya sekali. Namun sedikit pun la tidak merasa gentar. Ketika Su Lok Bu yang berada paling dekat dengannya sudah menyerang dengan sepasang pedangnya, Cui Hong melompat ke kir i di mana terdapat ruangan yang lebih luas. Lima orang itu mengejar dan mengepu ngnya. Akan tetapi Cui Hong sudah cepat menyambar sebuah sapu bergagang panjang, mematahkan sapunya tinggal gagangnya saja yang terbuat dari kayu dan menggunakan gagang sapu sebagai senjata. Su Lok Bu menyerang dengan sepasang pedangnya, disusul Cia Kok Han yang menggerakkan golok besarnya menyerang pula, dibantu tiga orang perajurit yang masing-masing bersenjatakan golok. Namun Cui Hong tidak menjad i gentar. Ia mainkan senjata gagang sapu itu, diputar cepat dengan pengerahan tenaga sakti, tubuhnya berkelebatan cepat sekali. Terdengar suara berdentangan dan lima orang pengeroyokitu begitu tertangkis senjata mereka, merasa terkejut karena tangan mereka tergetar hebat. Lebih lagi tiga orang perajurit itu. Begitu terkena tangkisan, mereka terhuyung ke belakang.

Akan tetapi ketika para pelayan rumah penginapan Lok Thian bersa ma ta munya sudah roboh se mua, terluka dan tertawan, kini para perajurit ikut mengeroyok sehingga Cui Hong dikeroyok lebih dari dua puluh orang! Namun, sungguh hebat sepak terjang Cui Hong. Senjatanya yang amat sederhana itu menyambar-nya mbar dahsyat, berubah menjadi gulungan sinar yang a mat dahsyat sehingga sebentar saja, gulungan sinar tongkatnya itu telah berhasil merobohkan enam orang pengeroyok! Hal ini tidak mengherankan karena ia bersilat dengan ilmu silat aneh Toat-beng Koai-tung (Tongkat Aneh Pencabut Nyawa), yaitu ilmu andalan yang diwarisinya dari mendiang Toat-beng Hek- mo (Iblis Hitam Pencabut Nyawa).

Kebetulan Cui Hong me mbuat para pengeroyok menjadi jerih dan kepungan, menjadi agak longgar. Hanya Su Lok Bu dan Cia Kok Han yang masih mengeroyoknya dari jarak dekat, namun hujan serangan dua orang itu selalu terpental ke mba li ketika berte mu dengan gulungan sinar tongkat gagang sapu!

Tiba-tiba terdengar suara tawa bergelak dan muncullah seorang kakek tinggi beijar yang me megang sebatang cambuk hitu m, diikuti oleh delapan orang perajurit. Dia adalah Tung Kok yang telah dimintai bantuan. Tung Kok cepat datang ke rumah makan Lok Thian, diikuti delapan orang perajurit yang telah dia didik untuk men jadi pengawal dan pe mbantunya. Mendengar suara tawa ini, Su Lok Bu dan Cia Kok Han cepat mundur dan me mberi isarat kepada para perajurit untuk mundur me mbuat kepungan luas agar kakek andalan mereka itu dengan leluasa dapat menangkap Kim Cui Hong. Gadis itu kini berdiri berhadapan dengan Tung Ok, menata,1 tajam wajah kakek yang rambut dan jenggot kumisnya sudah putih semua itu. "He-he-he, Su-ciangkun, mana iblis betina cantik yang kau maksudkan itu? Di sini hanya ada seorang pemuda tampan!" kata Tung Ok.

"Lo-cian-pwe, pemuda itulah penyamaran Si Iblis Betina Kim Cui Hong yang kejam dan jahat, dan kini menjadi mata- mata pemberontak!" kata Su Lok Bu.

"Hati-hati, Lo-cian-pwe, ia lihai bukan main. Jangan sampai ia lolos!" kata pula Cia Kok Han.

"Heh-heh-heh, lolos dari tanganku? Tidak mungkin! Nona, engkau tentu, cantik sekali. Dalam pakaian pria pun engkau tampak ta mpan luar biasa. Nama mu Kim Cui Hong? Nama yang indah, sesuai orangnya. Nah, Kim Cui Hong, aku adalah Tung Ok Si Racun Timur dan se mua orang di dunia kang-ouw tunduk kepadaku. Maka, dengarlah, Kim Cui Hong, engkau harus tunduk pula padaku! Menyerah dan berlututlah!"

Cui Hong   merasa betapa ada   kekuatan aneh seolah me ma kfcanya agar ia menjatuhkan diri berlutut kepada kakek yang bernama Racun Timur itu. la sudah merasa betapa kedua kakinya gemetar. Tiba-tiba ia teringat akan nasehat gurunya, mendiang Toat-beng Hek- mo yang mengajarkan kepadanya bagaimana untuk menolak pengaruh sihir. Ia teringat bahwa ini tentulah kekuatan sihir yang dipergunakan kakek ra mbut putih itu kepadanya. Cepat ia lalu mengerahkan tenaga batinnya ia membiarkan tenaga sakti dari tan-tiat dibawah pusar bergulung ke atas dan me mperkuat perasaan hati dan pikirannya.

“Kakek siluman! Siapa mau menyerah kepadamu!" bentaknya.

Tung Ok menjad i marah sekali karena merasa malu. Di depan dua orang perwira dan puluhan perajurit itu dia dibuat ma lu karena sihirnya tidak dapat mempengaruhi gadis yang menya mar sebagai pria itu.

"Tidak bisa   menangkap   hidup-hidup,   aku   akan menang kapmu dalam keadaan mati!" bentaknya dan cepat kakek itu bergerak ke depan dan tongkat   hitamnya menya mbar dahsyat sekali.

Cui Hong mengenal serangan yang sangat bahaya itu, maka ia cepat nenggunakan kecepatan gerakan dan keringanan tubuhnya untuk menge lak ke kir i.

"Tar-tar-tarrr...!" Cambuk itu me ledak-ledak  dan menya mbar-nyambar ke arah kepala, disusul serangan ke arah pinggang, lalu ke arah kaki secara bertubi. Hebat sekali serangan cambuk itu. Akan tetapi Cui Hong me miliki ginkang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi sehingga tubuhnya berkelebatan sedikit, terhindar dari sambaran cambuk. Ketika cambuk menyambar lagi ke arah lehernya, ia melompat ke kanan, me mbalik dan menghanta m ca mbuk itu dengan tongkat gagang sapu.

"Wuuuttt... takkk!" Tung Ok berseru kaget dan melangkah mundur. Dia terkejut sekali karena tangkisan gagang sapu itu ma mpu menggetarkan tangannya yang memegang gagang cambuk! Sulit dipercaya seorang wanita muda me miliki tenaga sin-kang yang nma mpu meng imbangi tenaganya! Dia menyerang se makin hebat, me ma inkan ilmu ca mbuknya yang ia sendiri menganggap tidak ada lawan yang ma mpu menand inginya. Akan tetapi Cui Hong tidak mau kalah. Ia me ma inkan ilmu tongkat warisan gurunya, yaitu Toat-beng Koai-tung dan terjadilah perkelahian yang a mat seru. Gulungan sinar cambuk dan tongkat menyambar-nya mbar dan terkadang tampak cambuk dan tongkat seolah berubah menjad i banyak. Mereka yang menonton perkelahian itu menjad i kagum dan juga gentar untuk maju me mbantu. Tung Ok sendiri harus me ngakui bahwa baru sekali ini dia bertemu seorang wanita muda yang sanggup melawannya tanpa terdesak walaupun dia sudah mengerahkan tenaga dan menge luarkan jurus-jurus simpanannya. Bahkan tadi ilmu sihirnya juga tidak ma mpu me mpengaruhi Cui Hong. Baru sekarang dia tahu mengapa dua orang tangguh seperti Su Lok Bu murid Siauw-Iim-pai dan Cia Kok Han murid Bu-tong-pai me muji- muji gadis ini dan merasa jerih kepadanya. Sebutan Iblis Betina bukan sebutan kosong.

Setelah perkelahian satu lawan satu itu berlangsung cukup la ma, sekitar lima-pu luh jurus dan dia belum juga ma mpu menang kap wanita itu, hidup atau mati seperti yang dikatakannya, Tung Ok menjadi penasaran. Dari perkelahian itu dia tahu bahwa dia pun tidak akan kalah oleh Kim Cui Hong, akan tetapi untuk dapat merobohkan wanita itu pun bukan hal mudah baginya. Kalau dibiarkan terlalu lama, pandangan orang terhadapnya akan menurun. Maka dia me mber i isarat kepada delapan orang perajurit yang menjadi pembantu dan pengawalnya. Delapan orang yang sejak tadi sudah siap siaga mengepung dalam lingkaran para perajurit itu, tiba-tiba bergerak mengelilingi Cui Hong dan Tung Ok yang masih bertanding seru. Mereka me lolos benda lunak hitam dari ikat pinggang mereka. Benda itu ternyata adalah semaca m jala ikan yang terbuat dari tali hitam yang halus. Tiba-tiba mere ka menggerakkan tangan secara bergantian dan jala berkembang menyambar ke arah Cui Hong. Wanita ini menang kis dengan tongkatnya sambil men gerahkan tenaga, namun ternyata tongkat yang mampu merusak senjata tajam lawan itu, tidak ma mpu me mbikin putus tali-tali jala yang terbuat dari bahan yang khas dan aneh, yang tidak akan putus walaupun dibacok senjata tajam sekalipun! Cui Hong terkejut dan mengelak. Ia berhasil menge lak dari sa mbaran jala-jala itu sa mpai lima….

Ada halaman hilang

mereka pun tidak ingin mengetahui dan ia merasa yakin bahwa wanita itu tentu dibunuh oleh Perwira Su dan Perwira Cia.

Ruangan tertutup yang luas itu tidak terang ketika Su Lok Bu dan Cia Kok an masu k pada hari kemar in dulu. Kalau pada waktu pertama kali mereka berdua datang mene mui tiga orang tengkorak hidup, yaitu Pui Ki Cong, Koo Cai Sun, dan Louw Ti, dalam ruangan itu dipasang lima buah la mpu besar sehingga keadaan dalam ruangan itu terang benderang seperti siang, kini yang dipasang hanya dua buah la mpu sehingga remang-re mang menyera mkan! Agaknya tiga orang itu me mang tidak ingin pekerjaan mere ka tampak jelas oleh orang yang selalu mereka tunggu-tunggu untuk dihadapkan mereka, maka mereka, atau lebih tepat Pui Ki Cong sebagai tuan rumah, menyuruh para pelayan menyalakan dua buah la mpu saja. Baru saja Pui Ki Cong menerima kabar dari Su Lok Bu bahwa musuh besarnya, Kim Cui Hong, tteah dapat ditangkap hidup-hidup dan hendak diserahkan kepadanya! Dengan girang sekali dia lalu mengajak Koo Cai Sun dan Lauw Ti untuk menanti di dalam ruangan itu, sengaja me mbuat cuaca di situ tidak terang sekali agar keburukan rupa mereka tidak tampak nyata. Kemulian dengan perasaan hati berdebar- debar penuh ketegangan, penuh dendam kebencian, mereka duduk di atas kursi roda masing-mas ing dan menunggu. Akhirnya seorang pelayan me mbuka pintu ruangan itu dari depan dan Su Lok Bu masu k mendorong Kim Cui Hong yang kaki tangannya terbelenggu kuat. Gadis itu masih mengenakan pakaian pria, wajahnya agak pucat akan tetapi sepasang matanya mencorong dalam kere mangan cuaca dalam ruangan itu. Setelah tidak berdaya dalam libatan dan bungkusan delapan helai jaring yang kokoh kuat, Cui Hong sama sekali tidak berdaya ketika ia ditotok oleh Su Lok Bu, tidak ma mpu men gelak atau menangkis. Dalam keadaan tak ma mpu bergerak karena tertotok dengan mudah Su Lok Bu dan Cia Kok San me lepaskannya dari dalam libatan jaa-jala dan me mbelenggu kedua pasang kaki tangannya.

"Hemm, beginikah sikap dua orang laki-laki yang mengaku gagah perkasa ini? katanya dahulu adalah pende kar Sauw-lim dan Bu-tong? Curang, main keroyokan dan tidak adil! " Cui Hong mengejek, sama sekali tidak me mperliatkan rasa takut.

odwo oo 0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar