Pusaka Gua Siluman Jilid 20

Jilid 20

"Kuharap kau sudah sehat, nona," kata Siok Bun halus,

"Terima kasih. Kau selalu baik sekali Siok-twako. Maaf kalau aku mengganggu. Aku sengaja memanggilmu untuk menanyakan sesuatu yang amat penting dan kuharap kau suka bersikap jujur dan suka membantuku."

Melihat kesungguhan sikap dan kata-kata nona itu, mau tidak mau Siok Bun berdebar hatinya dan merasa tidak enak hatinya. "Katakanlah, nona. Kiranya tak perlu lagi aku jelaskan karena kau tentu cukup tahu, bahwa aku selalu siap sedia membantumu." Lee Ing mengangguk.

"Aku hanya mengharapkan kejujuranmu, Siok-twako." Ia menarik napas panjang untuk melapangkan dadanya, kemudian sambil menekan perasaannya, gadis itu berkata lagi, "Siok-twako setelah aku jatuh sakit dan berada di tempat ini beberapa lama aku melihat betapa kau dan saudara-saudara Liem dan Oei melepas banyak sekali budi kepadaku. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa kalian bertiga adalah orang-orang yang budiman dan setia kepada kawan yang sedang menderita, Akan tetapi, di samping semua ini... entah kau sudah tahu entah belum, aku melihat sesuatu yang tidak enak timbul antara saudara Liem Han Sin dan saudara Oei Siok Ho. Kau tentu mengerti betapa aku dihadapkan persoalan yang amat sulit, kalian bertiga begitu baik kepadaku dan. dan... ah, bagaimana aku harus bicara? Pokoknya kau tentu sudah maklum bahwa perasaan kalian bertiga adalah sama dan..... dan kau tentu tahu pula, Siok-twako, bahwa sebagai seorang gadis, sukar bagiku untuk menyatakan perasaan dan. dan tak mungkin aku membalas ketiganya." Sampai di sini Lee Ing tak

dapat melanjutkan kata-katanya dan tak dapat ditahan pula air matanya mengalir turun yang cepat diusapnya.

Sejak Lee Ing membuka mulut bicara, Siok Bun hanya duduk bengong dengan muka sebentar pucat sebentar merah. Hebat gadis ini! Bicara begitu blak-blakan tentang perasaan tiga orang pemuda terhadap dirinya, begitu saja dengan jujur dan mengharukan. Sampai lama Siok Bun tak dapat menjawab, hanya memandang wajah yang patut dikasihani itu. Akhirnya, setelah berkali-kali menarik napas panjang untuk menenteramkan jantungnya yang terguncang, pemuda ini berkata, "Nona Souw, benar-benar aku kagum sekali akan sikap dan kejujuranmu. Semua yang kau katakan itu benar belaka, seujung rambutpun tidak meleset. Akan tetapi, apa yang harus kukatakan? Segala keputusan tergantung kepadamu sendiri, nona. Bagi aku pribadi, aku mohon maaf sebanyaknya akan sikapku yang lancang dahulu terhadapmu. Sekarang terbuka mataku bahwa aku tidak berharga sedikitpun. Kalau menurut pendapatku, ini pendapatku dan harap nona maafkan kalau keliru, kiranya adik Oei Siok Ho yang akan dapat membahagiakan nona "

Baru sampai di sini, Siok Bun berhenti dan kaget karena tiba-tiba Lee Ing tertawa. Suara ketawanya aneh dan mukanya menjadi makin pucat, seperti mayat tertawa. "Souw-ljhiap! Jangan tertawa seperti itu.!"

Siok Bun sampai membentak keras karena merasa ngeri. Kembali Lee Ing terkekeh dan sambil tertawa ia berkata, '’Dunia sudah miring, apa kalian bertiga yang sudah gila atau aku yang miring otakku..?"

Sampai tiga kali ia berkata seperti ini dan ia tertawa-tawa akan tetapi kedua matanya bercucuran air mata. Celaka, tentu dia yang miring otaknya, pikir Siok Bun teringat akan keadaan ayah gadis ini yang juga berotak miring.

"Nona Souw   "

"Cukup! Pergi kau, kalian bertiga palsu semua ....hi-hi-hi..!"

Siok Bun kaget dan cepat pergi dari situ, lalu berlari keluar untuk mencari Siok Ho dan Han Sin, untuk menyampaikan berita hebat ini, bahwa Lee Ing telah berubah ingatannya. Betulkah gadis itu berubah ingatannya? Tidak demikian. Memang, harus diakui bahwa semenjak ia menjadi murid di Gua Siluman, kadang-kadang ia mendapat rangsangan aneh dan suka berlaku luar biasa tidak memperdulikan keadaan di sekelilingnya, harus diakui bahwa hawa mujijat di gua itu sedikit banyak mempengaruhi. Akan tetapi pada saat itu ia tidak bingung karena miring otaknya, melainkan ia merasa bingung dan makin ruwet menghadapi persoalan asmara segi tiga itu.

Siapa orangnya yang takkan merasa repot pikirannya, gadis mana takkan merasa linglung kalau menghadapi sikap tiga orang pemuda pilihan itu? Siok Ho menyuruh ia memilih Han Sin, sebaliknya Han Sin memuji Siok Bun dan sekarang Siok Bun mengajukan Siok Ho! Benar-benar keadaan yang gila dan sukar diterima oleh seorang gadis seperti Lee Ing. la tertawa karena memang geli dan merasa lucu menghadapi persoalan itu, di samping perasaan kecewa, gemas, malu, dan marah campur aduk menjadi satu.

Dianggapnya mereka bertiga itu palsu belaka. Masing-masing dalam sikapnya, dalam gerak-gerik dan pandang matanya, tidak sukar diduga mencinta dirinya. Akan tetapi mengapa mulut mereka malah saling mengajukan saingan mereka?

Bagaimanakah sebetulnya perasaan mereka? Lee Ing menjadi bingung sekali. Secara terang-terangan Han Sin dan Siok Bun pernah menyatakan cinta kasih mereka kepadanya. Akan tetapi sekarang secara terang-terangan pula mereka seakan-akan mengundurkan diri dan mengajukan saingan mereka. Apa-apaan ¡m? Jangan-jangan mereka itu sudah tidak suka lagi kepadaku, pikir Lee Ing yang tiba-tiba menjadi sedih. Mendadak ia teringat akan sesuatu, wajahnya berseri dan ia berlari-lari memasuki kamarnya.

Sementara itu, dengan gelisah campur terharu, Siok Bun berlari-lari keluar. Dengan gagap ia bertanya kepada murid-murid Hoa-lian-pai di mana adanya Siok Ho yang dijawab oleh mereka bahwa pemuda itu berlari turun gunung. Siok Bun cepat menyuruh mereka mengawani Lee Ing yang ia katakan perlu dijaga karena sakitnya kambuh, kemudian cepat ia menyusul turun gunung mengejar Siok Ho.

Ketika melalui lereng, Siok Bun terkejut bukan main dan menghentikan larinya sambil melihat ke bawah. Apa yang dilihatnya? Mayat-mayat bergelimpangan tanpa kepala! Darah masih memancar keluar dari leher mayat-mayat itu, tanda bahwa pembunuhan keji ini belum lama terjadi. Sebagian besar adalah tubuh dari para anggauta Hoa-lian-pai, ada pula orang laki-laki yang agaknya keluarga para anggauta itu yang naik ke gunung untuk menyambut keluarga mereka, yakni para anak murid Hoa-lian-pai yang kini hendak pulang ke kampung masing-masing. Berita tentang bubarnya Hoa-lian- pai sudah tersiar luas.

Melihat keadaan mayat-mayat itu, hati Siok Bun tergerak. Satu-satunya manusia yang sekejam ini memenggal kepala orang dan membawa kepala itu pergi, di dunia ini kiranya hanya Toat-beng-pian Mo Hun.

"Tar! Tar! Tar!" Lecut cambuk ini seakan-akan menjawab dugaan pikirannya dan ia tidak ragu-ragu lagi ketika mendengar suara menyeramkan, suara ketawa Mo Hun! Cepat ia melompat dan mencabut senjatanya, terus lari ke arah suara itu di balik puncak kecil. Segera ia mendengar suara nyaring senjata tajam, maka ia mempercepat larinya.

Setelah tiba di tempat itu, dengan kaget ia melihat Mo Hun dan Ku! Ek sedang mendesak hebat Han Sin dan Siok Ho. Bagaimana dua orang pemuda itu tahu-tahu sudah bertempur dengan dua orang kaki tangan Auwyang Tek itu?

Tadi setelah pertemuannya dengan Siok Bun, Oei Siok Ho lari kencang menuruni puncak. Kalau Siok Bun menyaksikan tingkahnya, tentu akan mengira Siok Ho juga sudah gila. Pemuda ini berlari-lari sambil tertawa-tawa, kadang-kadang meloncat-loncat, kadang-kadang berhenti menari-nari mengelilingi sebatang pohon, lalu lari lagi dan tertawanya nyaring bergema di hutan itu.

Tiba-tiba ia mendengar orang memekik mengerikan di sebelah bawah, disusul bunyi cambuk menggeletar. Siok Ho seketika lenyap sikapnya yang aneh itu, dan cepat mencabut pedang lalu lari menuju ke suara itu. Apa yang dilihatnya? Cukup mengerikan dan cukup memanaskan hatinya sehingga seketika itu juga wajah pemuda ini merah saking marahnya.

Tepat pada saat ia tiba di situ, pian kelabang di tangan Toat-beng-pian Mo Hun menyambar putus kepala seorang laki-laki, sedang di tangan kiri iblis itu sudah terjambak rambut dua buah kepala wanita yang berlumuran darah. Mengerikan sekali penglihatan ini sehingga untuk beberapa lama Siok Ho tak dapat bergerak dari tempatnya. Kemudian dengan kemarahan yang meluap-luap ia meloncat dan memaki,

"Jahanam berhati iblis! Manusia macam kau harus dibasmi dari muka bumi!" Pedangnya berkelebat cepat. Pada saat itu juga terdengar bentakan lain dari lain jurusan.

"Mo Hun keparat! Mari kita adu jiwa!" Dan berbareng dengan bentakan ini, Han Sin melompat dan menyerang dengan pit dan kipasnya.

Mo Hun yang sekaligus diserang dari dua jurusan oleh dua orang pemuda yang gagah itu, masih terkekeh-kekeh akan tetapi terpaksa pula ia melompat mundur sambil menyambitkan dua buah kepala itu ke arah Siok Ho dan Han Sin. Dua orang pemuda ini merasa ngeri dan jijik sekali, cepat mereka mengelak dan kesempatan ini dipergunakan oleh Mo Hun untuk menyerang mereka dengan pian kelabang di tangannya yang masih berlumuran darah. "Dua kepala yang bagus! Dua otak yang segar! Heh-heh-heh!" katanya sambil menyerang terus dengan senjatanya yang memang hebat itu. Akan tetapi kini ia dikeroyok oleh dua orang pemuda jagoan. Biarpun kalau melawan seorang dengan seorang tentu ia akan menang, akan tetapi sekarang dikeroyok oleh dua orang pemuda yang marah dan benci sekali itu Mo Hun kewalahan juga. Beberapa kali ia sengaja membunyikan cambuknya sehingga terdengar suara nyaring "tar! tar!"

Kiranya suara ini adalah semacam isyarat minta tolong, karena tak lama kemudian muncullah Ma- ihouw Koai-tung Kui Ek! Tongkat kepala burung di tangannya menyambar hebat dan terpaksa Siok Ho melayaninya dan meninggalkan Han Sin seorang diri menghadapi Mo Hun.

Baik Siok Ho maupun Han Sin adalah orang-orang muda gemblengan yang berkepandaian tinggi, bersemangat besar dan sedikitpun tak kenal takut. Akan tetapi menghadapi dua orang lawan yang memang tingkat kepandaiannya lebih tinggi, lambat-laun mereka terdesak hebat. Namun, berkat kegigihan mereka tidak akan mudah bagi Mo Hun dan Kui Ek untuk cepat-cepat menjatuhkan mereka.

Baiknya Auwyang Tek dan kaki tangannya yang lain sudah lebih dulu meninggalkan Ta-pie-san. Auwyang Tek sengaja pergi untuk cepat-cepat mengumpulkan bantuan, terutama sekali memanggil Tok-ong Kai Song Cinjin. Pemuda ini girang sekali mendapat kenyataan bahwa Souw Teng Wi berada di situ, malah bersama puterinya dan di situ berkumpul orang-orang pandai yang membela Tiong-gi- pai. Kalau fihaknya mempunyai kekuatan besar, berarti sekaligus ia akan dapat menumpas semua musuh-musuh itu. Maka ia cepat pergi dan meninggalkan Mo Hun dan Kui Ek menjaga di situ untuk mengawasi gerak-gerik musuh.

Dalam tempat persembunyiannya, Mo Hun dan Kui Ek yang tidak berani bergerak sembarangan ini, dapat melihat betapa tokoh-tokoh besar yang tadinya berada di gunung itu telah turun gunung. Mereka juga telah menangkap seorang anggauta Hoa-lian-pai yang pulang ke kampung dan dari orang ini mereka mendengar keadaan di atas. Bahwa Souw Teng Wi telah tewas, bahwa nona Souw sedang menderita sakit hebat dan di atas puncak hanya dijaga oleh tiga orang pemuda, yaitu Liem Han Sin, Oei Siok Ho, dan Siok Bun.

Girang hati dua orang tokoh ini dan mereka mulai berani memperlihatkan diri. Tiga orang muda itu tidak mereka takuti, hanya mereka masih segan-segan untuk mengganggu Souw Lee Ing, biarpun gadis itu masih dalam keadaan sakit. Malah Mo Hun telah kumat pula gilanya dan ia mulai membunuhi anak buah Hoa-lian-pai dan keluarga mereka yang menjemput mereka yang hendak pulang ke kampung. Siapa kira baru saja membunuh beberapa orang muncul Han Sin dan Siok Ho yang menyerangnya. Akan tetapi, dibantu oleh Kui Ek, si pemakan otak itu dapat mendesak lawan dan ia terkekeh-kekeh girang sambil sengaja membunyikan piannya menjeletar-Jeletar untuk menipiskan semangat lawan.

Suara pian ini yang terdengar oleh Siok Bun dan begitu pemuda gagah ini sampai di situ, tanpa membuang waktu lagi ia lalu memutar senjatanya dan menyerbu membantu Han Sin dan Siok Ho. Kedatangan pemuda gagah ini menambah api semangat Han Sin dan Siok Ho yang cepat mengerahkan seluruh kepandaian untuk mendesak lawan.

Di lain fihak, Mo Hun dan Kui Ek menjadi kecut hatinya. Menjatuhkan dua orang pemuda perkasa itu saja sudah sukar, sekarang ditambah lagi dengan seorang pemuda putera Pek-kong-Sin-kauw Siok Beng Hui yang sudah mereka ketahui kelihaiannya. Biarpun mereka belum tentu kalah oleh keroyokan tiga orang lawan muda itu, akan tetapi mereka takut kalau-kalau Lee Ing muncul pula. Kui Ek mengeluarkan siulan rahasia dan di lain Saat dia dan Mo Hun sudah melancarkan serangan hebat sekali. Selagi tiga orang pemuda itu melompat mundur, dua orang kaki tangan Auwyang Tek itu cepat membalikkan tubuh dan melarikan diri.

"Kejar iblis-iblis itu!" Han Sin berseru keras dan marah.

"Jangan....!" kata Siok Bun. "Liem-heng, Oei-te dengarlah baik-baik. Baru saja aku bercakap-cakap

dengan nona Souw Lee Ing dan... dan..... dia   "

Han Sin memegang pundaknya dan mengguncang-guncangnya sambil berseru dengan wajah pucat, "Dia kenapa....? Hayo bilang dia kenapa?" Juga Siok Ho menjadi pucat akan tetapi ia masih lebih sabar dari pada Han Sin.

"Entahlah...... tadinya aku bercakap-cakap dengan dia lalu, lalu dia aneh sekali seperti tak beres

ingatannya.."

Han Sin tidak menanti sampai Siok Bun habis bercerita. Dengan keluhan "Ing-moi !" meloncatlah

ia dan berlari secepatnya mendaki puncak. Siok Ho dan Siok Bun cepat mengikutinya.

"Aneh, apakah dia mendadak menjadi gila?" di tengah jalan Siok Ho bertanya kepada Siok Bun.

"Entahlah, akan tetapi kata-kata dan sikapnya seperti... mengingatkan aku akan ayahnya, Souw- taihiap. " jawab Siok Bun terharu.

"Kasihan...." komentar Siok Ho dan kalau saja Siok Bun tidak begitu bingung memikirkan Lee Ing, tentu ia akan merasa aneh sekali mengapa Siok Ho menghadapi malapetaka yang menimpa gadis itu demikian ringan saja.

Tiga orang muda yang berlari cepat itu telah tiba di bangunan Hoa-Iian-pai dan alangkah kaget hati mereka ketika anak-anak murid Hoa-Iian-pai semua menangis dan nampak bingung!

"Ada apa......? Mana nona Souw     ?" tanya Han Sin seperti orang gila, mukanya pucat sekali dan

suaranya menggigil ketika bertanya. Murid-murid Hoa-Iian-pai yang tinggal belasan Orang itu sambil menangis dan tak dapat menjawab menudingkan telunjuknya ke arah kamar Lee Ing, lalu menangis lagi makin keras.

"Celaka.....!" Han Sin berseru sambil melompat, terus dibayangi oleh Siok Bun dan Oei Siok Ho. Karena menyangka ada kejadian hebat, tiga orang muda ini masing-masing mencabut senjatanya, Siap menghadapi segala kemungkinan.

Setelah tiba di depan kamar Lee Ing, mereka mendapatkan di dalam kamar itupun anak-anak murid Hoa-Iian-pai menangis dan menyebut-nyebut nama Lee Ing! Seketika lemas tubuh Han Sin. sepasang senjatanya segera ia simpan dan dengan kedua kaki gemetar ia memasuki kamar. Ia berdiri tegak mematung di ambang pintu, membuat Siok Ho dan Siok Bun cepat-cepat melongok dari sampingnya. Pada saat dua oranag muda ini melihat pemandangan di dalam kamar, Han Siri melompat maju, meraba tangan Lee Ing yang terlentang kaku di atas petrbaringan, mengguncang-guncang tangan itu samb i memanggil-manggil seperti gila,

"Ing-moi....! lng-moi....! lng-moi    !" Kemudian pemuda ini roboh tertentang, pingsan!

Siok Bun dan Siok Ho melompat ke depan menolong Han Sin, kemudian mereka mendekati tubuh Lee Ing. Tanpa ragu-ragu lagi Siok Ho memeriksa dada dan nadi Lee Ing. Kemudian dengan muka pucat ia menoleh kepada Siok Bun dan berkata lirih, "Dia sudah tidak ada lagi..I" Naik sedu-sedan di tenggorokan Siok Bun dan Siok Ho malah sudah tak dapat menahan lagi air matanya yang sudah bercucuran turun membasahi pipinya, malah dia terisak-isak menangis memeluki tubuh Lee Ing! Pemandangan yang amat mengharukan di dalam kamar itu. Empat orang anak murid Hoa lian-pai menangis. Siok Ho terisak-isak, Siok Bun berdiri seperti patung, dan Han Sin masih pingsan.

Memang peristiwa ini amat mengejutkan, dan amat tidak disangka-sangka. Dapat dibayangkan betapa hebat guncangan batin yang diderita tiga orang muda itu, melihat Lee Ing secara. tiba-tiba saja sudah terlentang di atas pembaringannya dalam keadaan tak bernyawa lagi! Lee Ing sudah mati tanpa sebab-sebab yang mereka ketahui.

"Bagaimana terjadinya hal ini? Siapa yang melihat lebih dulu?" Siok Ho yang dapat menguasai ketenangan lebih dulu dari pada kawan-kawannya, bertanya kepada murid-murid Hoa-lian-pai yang tadi menangisi Lee Ing. Sedangkan Siok Bun sibuk merawat dan mencoba membikin Han Sin yang masih pingsan itu siuman kembali.

Seorang anak murid Hoa-lian-pai yang setengah tua lalu bercerita. Tadinya ia mendengar nona Souw menangis di kamarnya. Ia tidak berani mengganggu dan masuk sendiri, maka dipanggilnya tiga orang kawannya, diajak menghibur hati nona yang mereka sangka menangis karena teringat akan ayahnya. Akan tetapi ketika mereka berempat memasuki kamar itu, mereka mendapatkan Lee Ing sudah terlentang tak bergerak di atas tempat tidur.

"Kami dapati dia sudah.... meninggal dunia dan hanya meninggalkan tulisan aneh di dinding itu..." katanya sebagai penutup penuturannya dan menuding ke dinding.

Siok Ho menoleh ke arah yang ditunjuk. Baru terlihat olehnya huruf-huruf kecil yang digurat di tembok dengan jari. Hanya Lee Ing yang dapat menulis macam ini, menggunakan Iweekang menggurat tembok dengan jari telunjuknya yang mungil. Huruf-huruf itu singkat saja bunyinya, begini:

BIARKAN PETI MATIKU TERBUKA SAMPAI TIGA HARI TIGA MALAM.

Siok Ho terheran, akan tetapi terharu sekali. Kata-kata dalam tulisan itu makin meyakinkan, seolah- olah hendak mengingatkan mereka semua bahwa gadis itu telah mati. Disentuhnya pundak Siok Bun dan pemuda inipun membaca tulisan itu.

"Nona Souw yang malang......." bisiknya terharu, "kasihan sekali         masih begitu muda."

Setelah nona yang diperebutkan itu meninggal dunia, ternyata bahwa di antara ketiga orang muda itu, Siok Ho yang paling tabah menghadapi malapetaka ini. Han Sin seperti orang linglung, hanya termenung dan air matanya bercucuran turun, tanpa dapat mengeluarkan kata-kata, hanya kadang- kadang menatap wajah gadis pujaannya itu yang seperti sedang tidur pulas saja nampaknya.

Atas pimpinan Siok Ho, para anak murid Hoa-lian-pai merawai jenazah itu, kemudian jenazah Lee Ing dimasukkan ke dalam sebuah peti. Tentu saja tiga orang muda itu mentaati pesan terakhir Hari Lee Ing, setelah jenazah dimasukkan peti, peti itu dibiarkan terbuka saja tidak ditutup. Meja sembahyang dipasang di depan peti dan sekali lagi Hoa lian-pai di puncak Bukit Ta-pie-san itu berkabung.

Han Sin seperti gila Tak pernah sedetikpun ia meninggalkan peti mati itu. Air matanya tentu menitik turun lagi tiap kali, ia memandang wajah Lee Ing di dalam peti mati. "Ing-moi.... kalau aku tidak takut disebut pengecut yang takut menderita, tentu aku akan mengikutimu mulai sekarang aku bersumpah takkan membela diri dengan senjata-senjataku, biar

aku cepat tewas dan berkumpul denganmu......... Ing-moi... kasihan sekali kau pergi seorang diri, bawalah kipas dan pitku ini, untuk bekal. untuk penambah senjatamu " Ucapan yang dikeluarkan

terputus-putus ini mengharukan hati Siok Bun dan Siok Ho.

Terdengar Siok Ho terisak-isak menangis sedangkan Siok Bun meramkan mata, tidak tahan menyaksikan Iceadaan Han Sin yang membelai-belai rambut jenazah Lee Ing sambil menangis.

"Tepat dugaanku " terdengar Siok Ho berkata, "di depan Lee Ing sudah kunyatakan bahwa hanya

saudara Han Sin yang patut menjadi sisihannya "

Mendengar ini, Siok Bun mengangguk-angguk. "Kalau kau berkata demikian, maka tentu saja hal itu betul." Kemudian Siok Bun menaruh tangannya di atas Han Sin sambit berkata,

"Liem-heng, harap kau tenangkan dan kuatkan hatimu. Mati hidup berada di tangan Thian, bagaimana kita manusia bisa menentangnya? Biarpun kematian nona Souw amat aneh, akan tetapi kurasa ia terlalu menyedihkan kematian ayahnya. Dia sudah bebas dari pada penderitaan, sudah jangan kau terlampau bersedih.."

"Tidak...!" Han Sin membantah, suaranya gemetar dan serak, "tak mungkin orang dengan hati seperti Ing-moi akan mati karena sedih. Aku tahu benar aku dapat merasainya, dia mati bukan

karena sedih, mungkin karena kecewa! Mungkin seorang di antara kita yang menimbulkannya !"

Setelah berkata demikian, ia memandang kepada Siok Ho, sinar matanya penuh kebencian!

Siok Ho terkejut menyaksikan pandang mata ini dan melamgkah mundur dua tindak. Melihat ini, Siok Bun berkata tak senang kepada Han Sin, "Saudaraku yang baik, pikiranmu menjadi gelap karena kedukaan hatimu. Harap saja kau dapat menjernihkan pikiran dan jangan menduga yang bukan- bukan."

Karena berada di depan jenazah Lee Ing, Siok Ho diam saja tidak mau melayani sikap Han Sin yang ketus dan penuh sangkaan buruk terhadap dirinya itu. Perkabungan dilangsungkan dalam suasana sunyi. Sekarang nampak jelas sekali siapa di antara tiga orang itu yang paling berat menderita setelah Lee Ing meninggal dunia. Bukan lain Han Sin adanya. Siok Bun memang berduka dan kasihan sekali kepada Lee Ing, namun ia dapat membatasi kedukaannya dan hanya di waktu siang saja ia ikut menjaga di dekat peti mati Lee Ing.

Siok Ho malah sering kali bersembunyi di dalam kamarnya dan agaknya pemuda ini menangisi kematian Lee Ing secara sembunyi karena kalau tidak berada di kamarnya, anggauta Hoa-lian-pai mendengar isak tangisnya. Dan di depan peti mati Lee Ing sepasang matanya kelihatan merah membendul.

Akan tetapi Han Sin tak pernah bergeser dari peti mati Lee Ing. Malah tak pernah duduk, selalu berdiri di dekat peti mati, bibirnya bergerak-gerak seorang diri dan air matanya entah sudah berapa banyak menetes turun mengenai muka mayat gadis itu.

Benar-benar keadaannya amat mengharukan sekali dan dua hari kemudian Han Sin sudah kelihatan kurus sedangkan mukanya demikian pucat menyaingi kepucatan muka mayat di depannya. Pada malam ke tiga, peti mati Lee Ing masih belum ditutup karena sesuai dengan pesan gadis itu, pada keesokan harinya baru tiga hari tiga malam dan baru boleh ditutup peti itu. Karena lelah menjaga terus-terusan, orang-orang sudah tidur semua. Tidak kelihatan Siok Bun maupun Siok Ho, juga para anak murid Hoa-lian-pai sudah pergi mengaso. Hanya Han Sin yang masih berdiri di dekat peti mati. Tubuhnya lesu, kakinya gemetaran, namun pemuda ini menguatkan diri, tidak mau pergi dari samping peti itu. Matanya sudah membendul dan membengkak, namun melihat wajah Lee Ing dan mengingat bahwa besok pagi peti itu akan ditutup sehingga ia takkan melihat lagi wajah itu selamanya, membuat air matanya mengucur turun membasahi pipi dan jidat mayat itu.

Karena matanya bengkak-bengkak dan air mata menutup pandangannya, Han Sin tidak melihat sama sekali betapa sudah beberapa lama pelupuk mata mayat itu bergerak-gerak, kemudian perlahan- lahan mata itu terbuka sedikit. Tidak terlihat olehnya betapa mata itu kemudian melirik ke kanan kiri dan mata itu meneteskan air mata ketika pipi dan jidat mayat itu disiram air mata Han Sin untuk ke sekian kalinya. Akan tetapi air mata itu bercampur dengan air mata Han Sin sehingga orang takkan menyangka bahwa mayat itu mengucurkan air mata dari matanya!

Pada saat itu terdengar tindakan kaki dan Siok Ho muncul di ambang pintu.

"Liem-twako..... kau... belum mau mengaso ...?" tanya Siok Ho, suaranya penuh welas asih, penuh kemenyesalan dan ia kasihan sekali kepada Han Sin. Baru kali ini selama hidupnya ia melihat cinta kasih yang demikian besar dan hebat seperti cinta kasih Han Sin terhadap Lee Ing.

Han Sin hanya menengok sebentar, lalu tundukkan mukanya tidak menjawab. Akan tetapi, melihat betapa dadanya yang bidang itu turun naik bergelombang, menandakan bahwa pemuda ini marah sekali melihat kehadiran Siok Ho di situ.

"Liem-twako.... aku.... aku menyesal sekali .... biarpun aku tidak sengaja, sama sekali tidak mempunyai keinginan melihat Lee Ing menderita... namun. sedikit banyak aku merasa bersalah

membuat Lee Ing kebingungan...... membuat ia kecewa   "

"Tutup mulut! Pergi kau dari sini dan jangan ganggu kami!" bentak Han Sin dengan kemarahan meluap-luap.

"Maafkan aku, Liem-twako....... kau selalu salah faham.   aku sebetulnya telah menyatakan di depan

Lee Ing bahwa kaulah jodohnya dan aku. "

"Diam! Setelah di waktu dia hidup kau membujuk-rayunya dengan kata-katamu yang manis palsu, apakah sekarang setelah dia mati kau masih hendak menggunakan kata-kata palsu dan halus untuk menipu kami? Bujuk rayumu membuat Lee Ing tergila-gila, membuat ia tidak dapat melihat bahwa kau adalah seorang pemuda palsu dan mata keranjang.... dan... dan. aahh, pergilah sebelum aku

tak dapat menahan sabar dan membunuhmu!"

"Liem Han Sin!" Siok Ho menjadi marah. "Kau ini siapakah begini keterlaluan, berani bersikap kasar kepadaku? Aku datang untuk menghiburmu, untuk menyatakan penyesalan, tidak tahunya kau hanya menghina dan memaki!"

"Habis kau mau apa? Lebih baik kau kubunuh atau aku terbunuh, sama baiknya agar Lee Ing tidak kesunyian!" Setelah berkata demikian, dengan tangan kosong Han Sin menerkam maju dengan penyerangan maut yang hebat sekali. Siok Ho cepat mengelak dan di dalam ruangan itu, di depan peti mati Lee Ing yang terbuka, tentu akan terjadi pertempuran mati-matian kalau pada saat itu Siok Bun tidak muncul.

Siok Bun cepat memegang lengan Han Sin dan menegur, "Liem-heng. kau selalu bersikap kasar terhadap Oei-te. Liem-heng, di depan peti mati nona Souw kau masih berani berlaku seperti ini? Benar-benar kau terlalu mendesak Oei-te yang tidak bersalah apa-apa." "Orang she Siok! Kau selalu membela keparat ini. Kalau kau tidak rela melihat aku menghajar keparat mata keranjang ini, kau sekalian majulah, jangan kira aku Han Sin takut mati! Untuk membela nama baik Lee Ing, jangankan harus mati, api neraka sekalipun akan kuterjang! Hayo. majulah kalian kalau laki-laki sejati!" Han Sin yang sudah nekat itu memasang kuda-kuda, siap mehempur dua orang bekas sahabat yang kini ia pandang sebagai biang keladi kematian Lee Ing.

Mendengar Siok Ho dimaki-maki, Siok Bun marah sekali. "Liem-heng, kau benar keterlaluan sekali. Kau kira aku tadi tidak mendengar kata-kata Oei-te yang begitu halus dan merendah? Kau selalu mau menang sendiri, seakan-akan di dunia ini hanya kau seorang laki-laki sejati!"

"Jangan banyak cerewet! Kalau mau membela dia, majulah sekalian!"

"Kau kira aku takut?" Siok Bun sudah melangkah maju, akan tetapi Siok Ho menarik lengannya dari belakang dan... Siok Ho menangis tersedu-sedu! "Jangan berkelahi.... jangan.... ahhh.... aku..." Pemuda ini tak dapat melanjutkan kata-katanya dan menangis tersedu-sedu sambil memegangi Siok Bun. Baik Siok Bun maupun Han Sin menjadi bengong memandang Siok Ho, karena kini tangisnya demikian aneh. Seperti tangis wanita!

"Apa     apa artinya ini..?" Han Sin membentak marah. Siok Ho mengangkat muka memandangnya.

"Orang she Liem! Kau benar-benar terlalu sekali. Kau iri hati dan cemburu secara luar biasa sehingga matamu seperti buta, tidak melihat bahwa kau tidak patut menuduhku membujuk Lee Ing. Buka matamu baik-baik dan lihat aku, masih beranikah kau menuduh aku sebagai pembujuk Lee Ing. ?"

Sekali renggut Siok Ho melepaskan pengikat kepalanya dan terurailah rambut yang panjang, halus dan bergelombang. Rambut wanita yang indah sekali.

Digosoknya alis matanya dan lenyaplah alis mata yang tadinya tebal gagah, berubah menjadi alis yang kecil hitam panjang, alis wanita yang indah bentuknya! Siok Ho lalu menghampiri peti mati, lalu mencium pipi Lee Ing sambil berbisik,

"Adik Lee Ing, kau ampuni aku.." Lalu ia menjatuhkan diri di lantai sambil menangis. Siok Ho, "pemuda" tampan, anak murid Kun-lun-pai yang gagah perkasa itu, kini duduk bersimpuh dan menangis seperti seorang gadis cengeng! Siok Bun yang semenjak tadi berdiri pucat dengan tubuh menggigil seperti orang terserang panas dingin demam malaria, kini maju dan dengan hati-hati sekali menyentuh pundaknya.

"Oei-te (adik laki-laki Oei) ... eh, moi-moi (adik perempuan)..kau....kau jangan menangis. Siok Ho tidak malu-malu lagi menangkap tangan di pundaknya itu dan menempelkan di pipinya pada tangan itu.

"Bun-ko.... kau.... kau selalu membelaku... kau... kau tadinya mencintaku sebagai Siok Ho pria, bukan?"

"Betul.." jawab Siok Bun dengan muka merah.

"Dan sekarang.......masih cintakah kau kepadaku. ?" Siok Bun mengangkatnya bangun dan

menariknya keluar dari ruangan itu.

"Lebih dari yang sudah-sudah, moi-moi..... cintaku lebih dari yang sudah-sudah. Mari kuajak kau turun gunung, menyusul ayah, ingin kuperkenalkan kau kepada ayah bundaku...." Sambil bergandengan dan berpelukan pasangan yang bahagia ini lalu pergi malam itu juga turun dari Ta-pie- san setelah mengucapkan kata-kata hiburan dan selamat tinggal kepada Han Sin.

Tak seorangpun di antara tiga orang-orang muda itu tadi melihat betapa "mayat" Lee Ing membuka mata dan menyaksikan adegan aneh dari Siok Ho yang pianhoa (malih rupa) dari pemuda menjadi gadis itu. Tak seorangpun melihat betapa Lee Ing yang baru saja "bangun" dari kematian, menyaksikan peristiwa itu menjadi sedemikian kaget sampai-sampai ia roboh pingsan lagi di dalam peti matinya!

Sepeninggal dua orang itu, Han Sin duduk melamun di dekat peti mati Lee Ing. Ia merasa malu sekali terhadap Siok Ho, malu kepada diri sendiri dan malu kepada Lee Ing. Ingin ia mati saja bersama gadis itu. Tiba-tiba ia mendengar suara anak-anak murid Hoa-lian-pai menjerit-jerit di pagi hari berikutnya dan tak lama kemudian masuklah beberapa orang di dalam ruangan itu.

Ketika dengan tenang Han Sin mengangkat muka, ternyata bahwa yang berada di depannya adalah... Tok-ong Kai Song Cinjin sendiri bersama Auwyang Tek, Kui Ek, dan Mo Hun! Di belakang mereka masih terdapat seregu pasukan terdiri dari tiga puluh orang.

"Aha, bocah she Souw juga sudah mampus, ya?" kata Kai Song Cinjin sambil menghampiri peti mati.

"Jangan ganggu dia!" seru Han Sin sambil menghadang di jalan. "Dia sudah mati, jangan diganggu. Aku akan menuruti segala kehendakmu asal dia jangan diganggu!" Menyaksikan pemuda nekat itu dalam keadaan amat mengharukan membela jenazah kekasihnya, Kai Song Cinjin melangkah mundur.

"Bunuh saja dia!" kata Mo Hun sambil tertawa ha-hah-he-heh.

"Jangan, suruh dia bawakan peti mati itu ke kota raja agar kita dapat membuktikan kematian puteri pemberontak she Souw dan sekalian menawan dia!" kala Auwyang Tek. Usul ini diterima baik oleh Tok-ong Kai Song Cinjin.

"Orang muda, kau mendengar sendiri. Kau mau memanggulkan peti itu ke kota raja?" "Apa saja akan kulakukan asal jangan ganggu dia!" kata Han Sin dengan sikap tegas.

Demikianlah, dengan tenaga terakhir, Han Sin memanggul peti mati berisi jenazah kekasihnya itu dan digiring oleh rombongan Tok-ong Kai Song Cinjin ke kota raja. Di sepanjang perjalanan ia diganggu dan dihina, akan tetapi dia diam saja. Pendeknya asal jangan jenazah Lee Ing yang diganggu, Han Sin dapat menerimanya. Pemuda ini hendak mempergunakan sisa hidupnya untuk melindungi mayat kekasihnya.

Memang di dunia ini banyak terjadi hal-hal aneh. Apa lagi hal-hal yang disebabkan oleh cinta kasih, memang aneh, kadang-kadang sukar dipercaya dan lucu. Ada pula yang amat mengharukan seperti cinta kasih yang terkandung dalam dada Han Sin terhadap Lee Ing. Dia terlampau gagah untuk membunuh diri, akan tetapi terlampau besar cintanya untuk meninggalkan jenazah kekasihnya begitu saja. Ia sudah mengambil keputUsan nekat. Selama jenazah gadis itu tidak diganggu, ia akan menyerah dan akan menanti dirinya dibunuh lawan agar ia dapat bersatu dengan Lee Ing di alam baka.

Akan tetapi kalau ada yang berani mengganggu jenazah itu, ia akan memberontak dan akan menggunakan nyawanya sebagai taruhan dalam membela dan melindungi jenazah itu! Apakah benar-benar Lee Ing sudah mati? Tadi kita melihat betapa "mayat" itu membuka matanya dan menitikkan air mata melihat keadaan Han Sin, kemudian "mayat" itu menyaksikan adegan aneh dari Siok Ho sampai-sampai ia kaget dan jatuh pingsan. Memang. Lee Ing sebetulnya belum mati!

Ketika gadis ini mengalami kebingungan pikiran, ia teringat akan nasib Li Lian gadis kekasih gurunya, Bu-Beng Sin-kun, gadis yang rangkanya ia temukan di dalam Gua Siluman. Li Lian juga menjadi korban cinta kasih tak sampai. Keadaannya hampir sama dengan Li Lian, malah lebih hebat lagi.

Kalau Li Lian hanya berdiri di antara dua orang pria, adalah dia berdiri di antara tiga orang pemuda pilihan! Teringat akan Li Lian mengingatkan ia kepada obat yang dibungkus kain merah, obat MATI DUA HARI buatan suhunya, buatan Bu-Beng Sin-Kun yang sedianya untuk diminum Li Lian guna membuktikan siapa di antara dua orang pria itu yang mencinta Li Lian. Sekarang obat itu berada di tangannya. Mengapa ia tidak mempergunakannya untuk membuktikan siapa sebetulnya di antara tiga orang pemuda itu yang betul-betul mencinta?

Keputusan nekat ini dilakukan oleh Lee Ing dan setelah minum racun hebat itu, Lee Ing berada dalam keadaan pingsan yang amat berat sehingga kalau diperiksa, ia seperti sudah mati saja. Dua hari dua malam ia berada dalam keadaan seperti mati. Pesan yang ditulisnya di atas tembok agar supaya peti matinya dibiarkan terbuka selama tiga hari tiga malam menjadi bukti, kuat sekali bahwa gadis ini sama sekali bukan sudah bosan hidup. Ia meninggalkan pesan itu karena ia benar-benar takut kalau- kalau orang terus saja menguburnya sehinga ia akan betul-betul mati kehabisan napas.

Kebetulan sekali ketika ia siuman kembali dari "kematiannya" itu, ia melihat bahwa di tengah malam itu hanya Han Sin seorang yang menjaganya dan melihat pemuda ini begitu menyedihkan keadaannya, tak terasa lagi ia menitikkan air mata dan merasa amat terharu. Kini tahulah ia bahwa orang yang benar-benar mencintanya adalah Liem Han Sin. Dan lebih kuat lagi keyakinannya ini ketika muncul Siok Ho. la girang, juga terharu. Memang, kalau di sana tidak ada bayangan Siok Ho yang tampan, ia tidak meragukan hatinya sendiri yang sudah jatuh cinta kepada Han Sin.

Akan tetapi, kebangkitannya dari "kematian sementara" itu masih melemaskan tubuhnya dan jiwanya juga masih tertekan oleh peristiwa-peristiwa yang ia alami. Oleh karena inilah ketika Siok Ho membuka rahasianya, ia menjadi begitu kaget, heran dan malu kepada diri sendiri sehingga kembali ia jatuh pingsan. Demikianlah, gadis perkasa ini sama sekali tidak tahu bahwa sampai saat itu, Han Sin tetap setia dan mencinta kepadanya sehingga pemuda ini rela menyerah kepada Auwyang Tek hanya untuk menjaga jangan sampai "mayatnya" diganggu.

Dengan tubuh lemas karena tiga hari tidak makan, ditambah pula oleh kedukaannya, pemuda yang keras hati ini memanggul peti mati itu hati-hati sekali, tidak memperdulikan ejekan-ejekan yang dikeluarkan oleh Auwyang Tek dan anak buahnya, la tidak mengharapkan pertolongan dari fihak siapapun juga, karena apa sih artinya tertolong? Paling-paling dia akan bisa hidup terus, hidup penuh kedukaan dan kesunyian tanpa Lee Ing.  .

MunculnyaAuwyangTek dan Tok-ong Kai Song Cinjin bukanlah hal yang kebetulan saja. Seperti sudah dituturkan di bagian depan, melihat bahwa keadaan musuh terlampau kuat, setelah membakar bangunan Hoa-lian-pai, Auwyang Tek lalu melarikan diri untuk mencari bala bantuan, la meninggalkan Mo Hun dan Kui Ek untuk mengamat-amati icmpai itu.

Kebetulan sekali bertemu di tengah jalan dengan Kai Song Cinjin yang ternyata telah tiba di kota raja dan menyusul rombongannya, ketika tokoh Tibet ini mendengar bahwa majikan mudanya menyerbu ke Hoa-lian-pai untuk merampas Souw Teng Wi. Dengan girang Auwyang Tek cepat-cepat membawa Tok-ong Kai Song Cinjin dan rombongan ke Ta-pie-san akan tetapi dengan kecewa mendengar bahwa Souw Teng Wi sudah meninggal dan sudah dikubur. Kekecewaannya terobat ketika ia mendengar bahwa puteri Souw Teng Wi masih berada di situ bersama tiga orang pemuda tokoh Hong-gi-pai. Demikianlah, ketika tiba di situ ternyata mereka mendapatkan Souw Lee Ing sudah "mati" dan Liem Han Sin menjaganya sehingga mudah saja Auwyang Tek menggiring Han Sin membawa jenazah puteri Souw Teng Wi ke kota raja.

Siok Bun dan Siok Ho meninggalkan Ta-pie-san dalam keadaan bahagia sekali. Sepasang merpati ini bergandengan tangan, kadang-kadang saling pandang dan merahlah muka Siok Ho yang kini sudah mengenakan pakaian wanita sehingga ia menjadi seorang wanita yang cantik jelita.

"Moi-moi, kau ini bisa saja menggoda orang-orang. Sungguh mati aku tidak mengira bahwa pemuda perkasa dari Kun-lun itu adalah seorang gadis jelita!"

Siok Ho menjebi. "Dasar kau yang bodoh. Perasaan dan hatimu lebih pintar rupanya maka kau bisa jatuh cinta. Mana ada laki-laki jatuh cinta kepada seorang pria?"

Siok Bun menampar kepala sendiri sampai topi baloknya terjatuh dan sambil tertawa-tawa ia memungutnya dan memakainya lagi. "Memang bodoh! Tapi aku benar-benar tidak mengerti mengapa kau bersikap seakan-akan kau mencinta Lee Ing?"

Siok Ho tersenyum manis dan kembali ia mencela. "(Lagi-lagi pertanyaan ini menyatakan bahwa kau tidaklah cerdas. Hati siapakah yang akan merasa aman melihat kau jatuh bangun terhadap Lee Ing? Bukan kusalahkan engkau karena gadis seperti dia siapakah takkan mencinta...?" Siok Ho menarik napas, kasihan ketika teringat kepada Lee Ing.

Siok Bun membelalakkan matanya karena heran, akan tetapi setelah mengerti akan maksud kata- kata itu ia menjadi begitu girang sehingga ia merangkul leher Siok Ho. "Jadi kau sengaja menyaingi aku agar supaya kau dapat menjauhkan aku dari Lee Ing? Kau cemburu dan takut aku direbut olehnya?"

"Hush, enak saja kau menyombongkan diri." Siok Ho merenggut dirinya dari pelukan Siok Bun. "Siapa sih perduli kau direbut oleh siapapun juga?"

Begitulah, sepasang, merpati itu bercakap-cakap dengan penuh kebahagiaan diseling sendau gurau. Saking bahagianya, pada saat itu mereka sampai lupa tentang Lee Ing yang sudah mati dan Han Sin yang mereka tinggalkan. Hati mereka penuh madu asmara, dunia ini milik mereka dan selain diri mereka berdua, di luar mereka segala apa tidak masuk hitungan lagi!

Dalam penuturannya kepada Siok Bun, gadis ini menceritakan bahwa dia berpakaian pria adalah atas pesan gurunya, Swan Thai Couwsu guru besar Kun-lun-pai. Swan Thai Couwsu yang sudah terluka oleh Tok-ong Kai Song Cinjin, tidak melihat orang lain lagi yang cukup berbakat untuk mewarisi kepandaiannya, maka ia menurunkan ilmu-ilmunya kepada gadis cilik itu. Sebelum meninggal dunia Swan Thai Couwsu memesan kepada muridnya ini agar supaya menyembunyikan keadaan sebenarnya dan berpakaian sebagai pria agar lebih mudah melakukan tugas, terutama membalaskan dendam kepada musuh-musuh besarnya, yaitu Kai Song Cinjin dan kawan-kawannya.

Selagi kedua orang muda ini berjalan lambat karena asyik bercakap-cakap, mereka melihat rombongan orang dari kaki bukit. Cepat mereka menjadi siap siaga lagi dan bersembunyi. Kaget hati mereka ketika melihat bahwa rombongan itu dipimpin oleh Kai Song Cinjin dan Auwyang Tek dan barisan ini mendaki ke arah bangunan Hoa-lian-pai. Siok Bun dan Siok Ho gelisah sekali, teringat akan keadaan Han Sin yang berada seorang diri di atas menjaga jenazah Lee Ing. Akan tetapi apa daya mereka. Mereka berdua, malah bertiga dengan Han Sin sekalipun, tidak ada artinya kalau melawan musuh yang amat tangguh ini. Dengan hati penuh kekhawatiran mereka bersembunyi terus, melihat gerak-gerik musuh.

Kegelisahan mereka terbukti ketika tak lama kemudian mereka melihat Han Sin memanggul peti mati Lee Ing dan digiring turun gunung! Siok Ho menggertak giginya saking marahnya melihat musuh-musuh besar ini mempermainkan Han Sin.

"Bedebah! Adik Lee Ing sudah mati masih hendak mereka tawan!" Menurut hatinya, ingin ia menyerbu. Akan tetapi Siok Bun melarangnya.

"Apa artinya bagi Han Sin kalau kita berdua mengurbankan nyawa dengan sia-sia belaka? Kita berdua takkan dapat melawan Tok-ong. Lebih baik kita cepat pergi mencari bantuan untuk menolongnya." Akhirnya, Siok Ho menurut bujukan kekasihnya ini karena memang harus ia akui bahwa kalau dia dan Siok Bun menerjang, hal itu sama saja dengan membunuh diri dan Han Sin tetap saja takkan tertolong. Memang jauh lebih baik berusaha mencarikan bala bantuan untuk menolong Han Sin selagi mereka masih hidup.

Demikianlah, dengan cepat keduanya meninggalkan tempat itu dan sekarang mereka tidak mau bersendau gurau lagi, tidak ada kesempatan untuk bermesra-mesraan karena mereka sedang melakukan tugas yang amat penting.

Sementara itu, terjadi hal yang amat hebat di perbatasan utara. Hal yang amat menggembirakan Siok Bun dan Siok Ho ketika mereka mendengarnya dari penduduk yang pergi mengungsi. Perang telah dimulai! Bala tentara Raja Muda Yung Lo telah mulai menyerbu ke selatan untuk memberi hajaran dan menumbangkan kekuasaan kaisar yang menjadi boneka para menteri durna!

Memang sudah amat lama Raja Muda Yung Lo merasa tidak senang ketika mengetahui betapa ayahnya, Thai Cu yang dahulunya terkenal sebagai pahlawan Ciu Goan Ciang, dapat dipengaruhi oleh para menteri durna sehingga rakyat menderita sekali di daerah selatan. Akan tetapi ia tidak berani berterang menentang hal ini selama ayahnya masih hidup.

Kemudian, setelah Ciu Goan Ciang meninggal dunia, yang diangkat sebagai kaisar menggantikan dia adalah Hui Ti atau Cian Wen Ti, yakni cucu dari Ciu Goan Ciang, putera dari anak sulungnya yang telah meninggal dunia lebih dulu. Hal ini adalah sesuai dengan bujukan para menteri durna yang hendak mempertahankan kedudukan dan kekuasaan mereka atas Kaisar Muda Hui Ti ini.

Mendengar akan hal ini, marahlah Raja Muda Yung Lo yang pada waktu itu memimpin pertahanan di utara, yaitu di Peking. Dia adalah putera ke empat dari kaisar, kalau dia masih hidup, mengapa pengganti kaisar adalah keponakannya? Dia lebih berhak dan tahu bahwa hal ini tentulah berkat usaha kaum ningrat dan durna di ibu kola selatan itu.

Serentak Yung Lo memimpin barisannya dan memberontak. Diserangnya daerah selatan dan terjadi perang saudara karena perebutan takhta. Raja Muda Yung Lo sudah lama memperkuat barisannya dan dia mendapat banyak bantuan dari rakyat dan orang-orang gagah yang sebagian besar merasa tidak senang melihat kekuasaan menteri-menteri durna Nan-king.

Penyerbuan dari utara ini mendapat bantuan besar sekali dengan adanya pemberontak pemberontak di selatan yang diatur oleh orang-orang kang-ouw, sebagian besar adalah para petani di bawah pimpinan bekas anggauta-anggauta Tiong-gi-pai atau orang orang gagah yang sudah dilindungi oleh Tiong gi-pai. Pasukan-pasukan dari utara itu maju pesat dan di mana-mana mereka mengalahkan barisan barisan Kerajaan Beng.

Pasukan-pasukan Beng memang tidak terlatih Setelah Ciu Goan Ciang berhasil memimpin rakyat mengusir penjajah Mongol dan menjadi kaisar, ia terjatuh ke dalam kekuasaan iiicnicu menteri- menteri durna yang pandai membujuk sehingga kaisar ini tidak begitu memikirkan keadaan tentaranya. Tentara-tentara yang tak pernah terlatih, bahkan kerjanya malah mengganggu rakyat dan korup, mana mempunyai kekuatan? Selain tidak terlatih, juga semangat berperang mereka kecil sehingga di mana-mana perlawanan mereka terhadap bala tentara Yung Lo selalu dipatahkan.

Dalam keadaan seribut itu, tentu saia Siok Bun dan Siok Ho tidak berhasil mencari bantuan untuk menolong Han Sin. Orang-orang gagah sibuk memimpin pasukan-pasukan sendiri untuk membantu pergerakan Raja Muda Yung Lo, mana ada kesempatan untuk mengurus persoalan satu orang saja? Pada saat seperti itu. urusan pribadi tidak masuk hitungan dan memang tidak mudah untuk menolong tawanan yang sudah dibawa ke kota raja dan pembawanya adalah Tok-ong Kai-Song Cinjin dan para pembantunya!

Siok Bun juga seorang pemuda keturunan pahlawan. Tentu saja lapun maklum bahwa dalam saat seperti itu, yang paling penting adalah membantu perjuangan, maka ia lalu mengajak Siok Ho untuk mencegat barisan yang dipimpin oleh ayahnya, kemudian mereka berdua menggabungkan diri dan merupakan tenaga-tenaga yang dahsyat dan mencelakakan musuh. Perang berjalan terus dan makin lama pasukan-pasukau Pangeran Yung Lo makin mendesak ke selatan sungguhpun mereka harus melalui kota-kota dan benteng-benteng yang terjaga kuat dan sukar dirobohkan.

Diam-diam Siok Bun dan Siok Ho sudah melepaskan harapan untuk dapat menolong Han Sinu. Akan tetapi, pada saat seperti itu, kematian seorang pendekar bukan apa apa, malah merupakan hal yang patut dibanggakan. Kebanggaan pahlawan-pahlawan rakyat yang benar-benar berjiwa pahlawan yang berjuang membela tanah air dan bangsa tanpa pamrih hanya ada dua macam, pertama mengakhiri perjuangan dengan kemenangan mutlak, ke dua gugur di medan perang dalam menghadapi ibu pertiwi.

Lee Ing tadinya tak bergerak, seperti mayat dalam peti matinya yang tidak tertutup, perlahan-lahan membuka matanya. Ia membuka kedua matanya perlahan, mengejap-ngejapkan mata karena silau terserang cahaya matahari. Untuk sejenak Lee Ing terheran dan bingung, tidak tahu di mana ia berada. Kemudian terasa olehnya bahwa ia berada di dalam peti dan peti itu dipondong orang! Ia sedang diangkat orang dalam peti mati!

Sekarang teringatlah ia! Teringat semuanya dan pertama-tama yang diingatnya adalah Han Sin. Di mana pemuda itu? Kemudian ia teringat akan peristiwa yang terjadi di depan matanya tentang Siok Ho yang malih rupa menjadi seorang gadis. Lee Ing menahan tangisnya, dengan hati-hati ia memasang telinga mendengarkan suara orang-orang yang ia tahu banyak berada di bawahnya. Orang-orang yang tertawa-tawa. Kemudian ia mendengar suara yang amat dikenalnya, suara Auwyang Tek! Suara itu tadinya tertawa mengejek lalu berkata,

"Orang she Liem! Banyak aku melihat pemuda jatuh cinta, akan tetapi baru sekarang ini aku melihat pemuda yang menjadi gila karena cintanya! Orang hanya bisa mencinta seorang gadis yang hidup, akan tetapi kau masih mencinta seorang gadis yang sudah mampus. Ha-ha-ha! Kau rela mengurbankan keselamatan, rela menyiksa diri, untuk sebuah mayat. Heran sekali!"

Berdebar jantung Lee Ing mendengar Ucapan ini. Tak salah lagi, tentu Han Sin telah menjadi seorang tawanan dan berada di antara mereka! Apakah Siok Bun dan Siok Ho juga tertawan? Kemudian ia mendengar suara Han Sin dan debar jantungnya makin menghebat ketika ia mendengar suara itu tepat di bawah petinya. Jadi Han Sin orangnya yang memondong peti matinya? Apa-apaankah ini?

"Auwyang Tek, aku telah menjadi tawananmu hanya untuk mencegah orang-orangmu mengganggu jenazah Ing moi. Setelah aku menjadi tawananmu, kau mau apakan padaku, terserah, mau bunuh boleh. Akan tetapi jangan sekali-kali kau menghina Ing-moi yang sudah tidak ada di dunia lagi!"

Ucapan ini terdengar tegas dan tabah, membuat Lee Ing tak dapat tertahan lagi mencucurkan air matanya. Ah, alangkah hebat cinta kasih pemuda ini kepadanya. Sampai ia mati sekalipun cinta kasih Han Sin tidak pernah berkurang, bahkan pemuda itu agaknya sudah bosan hidup maka menyerah saja kepada Auwvang lek!

"Ha-ha-ha, siapa sudi mengganggu mayat? Kalau dia masih hidup, mungkin ada harganya mengganggu gadis manis itu. Akan tetapi sekarang ia telah menjadi mayat dan aku membawanya hanya untuk memperlihatkan kepada pembesar-pembesar di kota raja bahwa Souw Teng Wi si pengkhianat dan puterinya sudah mampus. Adapun kau. ha-ha-ha, kau akan digantung di alun-alun

sebagai contoh bagi para pemberontak!"

"Aku tidak takut!" bentak Mau Sin dengan gagah.

Lee Ing menangis karena girang dan bangga. Benar-benar pemuda Ini patut menjadi pujaannya selama hidupnya. Han Sin... jangan takut, takkan ada orang dapat mengganggumu, pikir gadis ini sambil mengumpulkan tenaga.

la merasa betapa Han Sin terhuyung huyung jalannya dan hatinya kecut sekali. Maklumlah dia bahwa pemuda itu mungkin terluka atau setidaknya keadaannya Iemah sekali, la menjadi pucat ketika teringat bahwa boleh jadi sekali pemuda itu tidak makan tidak tidur selama tiga hari tiga malam ini! Dan dia sendiri juga masih lemah akibat "mati" selama tiga hari tiga malam itu.

Ia meraba pinggangnya dan untung, pedang Li-lian-kiam masih di situ. Rupa-rupanya pedang itu tidak membahayakan bagi Tok-ong maka tidak diambilnya. Memang, siapa sih yang mengira seorang "mayat" dapat mempergunakan pedang? Ketika Lee Ing meraba-raba, ia mendapatkan juga kipas dan pit, sepasang senjata Han Sin. la terheran dan tidak mengerti mengapa pemuda itu menaruh senjata-senjatanya di dalam peti mati.

Lee Ing tidak bertindak sembrono. Dengan pengerahan tenaga sinkang ia berhasil melubangi peti mati yang tidak berapa tebal itu lalu mengintai keluar. Dilihatnya Tok-ong Kai Song Cinjin berjalan di muka bersama Auwyang Tek, Kui Ek dan Mo Hun. Di belakang nampak sepasukan tentara mengiringkan, bersenjata lengkap. Dan Han Sin kelihaian pucat sekali, kakinya gemetaran dan jalannya terhuyung-huyung, memanggul peti mati sampai terbongkok bongkok karena lelah, akan tetapi dengan kedua lengan mengerahkan tenaga seadanya pemuda ini menjaga jangan sampai peti mati ini terguling!

"Sin-ko. " Lee Ing mengigit bibir melihat keadaan pemuda ini. Seluruh urat di tubuhnya menegang

dan ia bersiap-siap untuk menerjang ke luar. Pedang Li-lian-kiam sudah digenggamnya erat-erat di tangan kanan sedangkan tangan kiri memegang kipas dan pif, senjata Han Sin. la bermaksud melompat keluar dan menyerahkan senjata-senjata itu kepada Han Sin agar pemuda itu dapat menjaga diri semeniara ia mengamuk.

Akan tetapi Han Sin sudah terlampau lemah. Hanya dengan pengerahan tenaga terakhir dan semangatnya yang membaja ditambah cinta kasihnya yang amat besar terhadap Lee Ing membuat ia masih dapat mempertahankan diri agar peti mati itu jangan sampai terguling jatuh dari panggulannya. Akan tetapi jalannya makin terhuyung dan ia sudah membongkok-bongkok, ditertawai oleh Auw-yang Tek dan anak buahnya.

"Ha-ha-ha, Liem Han Sin. Mana kegagahan mu? Begini saja macamnya murid dari Im-yang Thian-cu? Ha-ha ha, apa tidak lebih baik kau mampus di sini saja dan kita membawa kepalamu dan kepala kekasihmu?"

"Tidak.    !" Han Sin berkata terengah-engah dan peluhnya memenuhi mukanya, la khawatir sekali

kalau ancaman itu dilaksanakan, dia tidak ingin melihat mayat Lee Ing dipenggal lehernya. "Kau boleh bunuh aku, boleh penggal kepalaku boleh hancurkan tubuhku, akan tetapi... kau sudah berjanji tak akan mengganggu tubuh Ing-moi    Auwyang Tek, berlakulah sebagai manusia untuk kali

ini saja dan biarkan aku lebih dulu mengubur jenazah Ing-moi sebagaimana layaknya "

Tok-ong Kai Sou Cinjin memberi tanda dengan matanya kepada Auwyang Tek, lalu kakek ini berkata, suaranya nyaring berpengaruh,

"Bocah she L iem, jangan kau mengoceh tentang perikemanusiaan. di antara dua fihak yang bermusuhan mana ada perikemanusiaan? Kecuali kalau kau suka berlutut dan mengangguk- anggukkan kepalamu di atas tanah tiga belas kali, mohon ampun atas dosa dosamu, baru kami akan pertimbangkan permintaanmu itu."

Auwyang Tek hanya tersenyum karena dengan isarat matanya tadi ia tahu bahwa suhunya melakukan hal itu hanya untuk merendahkan dan mempermainkan Han Sin. Pemuda ini pernah dengan lancang dan sombong menghadapi Kai Song Cinjin di atas luitai (panggung adu silat), biarpun kalah akan tetapi pemuda itu pada umumnya dianggap gagah perkasa dan tabah. Sekarang sebagai pembalasan atas kelancangannya itu, Kai Song Cinjin hendak menghinanya. Tentu saja kalau Han Sin sudah berlutut seperti yang dimintanya, permintaan pemuda itu takkan diluluskan.

Sementara itu, Lee Ing yang sudah bersiap melompat mendengar permintaan Kai Song Cinjin ini menggigil tubuhnya saking marah. Han Sin telah dihina secara luar biasa. Akan tetapi gadis ini menahan diri. Ini merupakan satu ujian pula bagi Han Sin. Ia sudah percaya penuh akan kegagahan pemuda itu, akan tetapi sekarang kegagahan itu diuji pada puncaknya. Kalau Han Sin sudi berlutut minta ampun, biarpun mintakan ampun untuknya, tetap saja Lee Ing akan merasa tak senang. Beginilah watak orang-orang gagah yang menjunjung kegagahan di tempat teratas. Ia bernapas lega ketika mendengar jawaban Han Sin yang ketus dan tegas.

"Kai Song Cinjin, kau seorang tokoh besar di dunia persilatan apakah tidak tahu harganya kehormatan bagi seorang gagah? Harganya hanya ditebus dengan nyawa! Kehormatanku tak boleh kau beli dengan apapun juga. Disuruh berlutut minta ampun? Lebih baik aku mati sekarang juga dan arwah Lee Ing tentu akan mengampunkan aku yang tidak dapat membela jenazahnya lebih lama lagi karena kau desak secara keterlaluan!"

Tiba-tiba peti mati itu bergerak dan terdengar suara yang membuat semua orang di situ, tidak terkecuali Han Sin, terkejut bukan kepalang seolah-olah suara dari angkasa raya, suara dewi kahyangan. "Bagus, Sin-ko. Mari kita lawan iblis-iblis ini!"

Sebelum semua orang sempat bergerak, Lee Ing. sudah melompat keluar dan memberikan kipas dan pit kepada Han Sin yang berdiri melongo. Akan

tetapi pemuda itu menjadi begitu girang dan tercengang sampai-sampai ia tak dapat segera bergerak kalau saja Lei Ing tidak cepat menaruh sepasang senjata ke dalam tangannya, lalu menepuk-nepuk pundak pemuda itu dengan amat mesra. "Terima kasih atas cintamu, Sin-ko..." katanya sambil tersenyum dan dengan mata berlinang. Bangkit semangat Han Sin. Ia seperti orang yang mendapatkan semangat dan kehidupan baru.

"Ing-moi... ya Thian Yang Maha Adil... terima kasih... kau masih hidup...!" katanya terengah-engah setengah menangis!

Sementara itu, Kai Song Cinjin merasa ditipu. "Kepung! Tangkap!" perintahnya dan ia sendiri lalu menyerang Lee Ing dengan pukulannya yang hebat, penuh hawa beracun.

Lee Ing melompat menjauhi, sengaja memancing Tok-ong supaya bertempur dengan dia, jauh dari Han Sin. Akan tetapi alangkah kagetnya ketika gadis itii dalam lompatannya tadi mendapat kenyataan bahwa kedua kakinya lemas dan tubuhnya lemah sekali. Celaka, pikirnya. Kenapa aku lupa bahwa aku baru saja bangun dari sakit, malah sudah tiga hari tiga malam tidak makan? Menghadapi musuh-musuh seperti Tok-ong dan kaki tangannya, memang kalau keadaannya biasa ia tidak gentar. Akan tetapi sekarang tubuhnya lemas tenaganya berkurang banyak, bahkan ketika ia melirik, keadaan Han Sin lebih menyedihkan lagi! Pemuda ini diserang-serentak oleh Kui Ek dan Mo Hun, malah Auwyang Tek juga turun tangan membantu.

Melawan satu di antara mereka saja bagi Han Sin sudah amat berat, apa lagi dikeroyok tiga. Dan sekarang tubuhnya sedang amat lemah saking lelahnya. Namun, berkat kegirangannya melihat Lee Ing hidup lagi, mendatangkan tenaga mijijat dalam diri Han Sin yang mengamuk bagaikan seekor naga kelaparan! Perintah Kai Song Cinjin tadi berbunyi "tangkap", hal ini berani bahwa kakek itu tidak menghendaki lawan dibunuh, maka Kui Ek dan Mo Hun juga membatasi penyerangannya dan berusaha menawan Han Sin hidup-hidup.

Juga Auwyang Tek setuju sekali dengan perintah ini, maka iapun tidak mau melepaskan pukulan- pukulan maut. Hal ini menguntungkan Han Sin yang melawan dengan nekat sehingga kipasnya sudah robek sana-sini bertemu dengan senjata lawan. Namun sedikitpun semangatnya tidak menjadi kendor dan kelelahan serta kelaparannya malah membuat ia merasa tubuhnya ringan dan gerakannya gesit sekali.

Dalam pertempuran itu, karena tiga orang lawannya amat kuat dan mendesaknya terus-menerus, Han Sin sama sekali tidak sempat untuk memperhatikan lain hal, malah untuk melirik ke arah Lee Ing saja ia tidak sempat. Maka ia baru tahu bahwa kekasihnya belum berhasil menangkan Tok-ong Ketika suara Lee Ing berkata nyaring. "Sin-ko, lawan terus! Biar kita mati bersama di tempat ini.!"

Bukan kepalang kagetnya hati Han Sin mendengar seruan ini. Cepat ia meloncat menjauhi tiga orang lawannya untuk menengok ke arah Lee Ing dan dapat dibayangkan betapa gelisah hatinya melihat Lee Ing sibuk bukan main menghadapi Tok-ong Kai Song Cinjin, sehingga gerakannya makin lemah dan hanya mampu mengelak saja dari pukulan-pukulan maut yang menyambar-nyambar laksana kilat dari kedua tangan Tok-ong.

"Tidak, Ing-moi! Kau larilah...! Setelah kau hidup kembali   !" Han Sin terpaksa menghentikan kata-

katanya karena tiga orang lawannya sudah datang lagi menyerang. Mo Hun menggerakkan tangan kiri mencengkeram pundaknya. Datangnya serangan ini demikian cepat sehingga tidak dapat dielakkan lagi Han Sin menangkis dengan kipasnya yang sudah risak. Kipas kena dicengkeram oleh Mo Hun menjadi hancur berkeping-keping.

"Kau tidak boleh mati lagi   ! Larilah dan kelak kita tentu bertemu lagi. Ing-moi!" Dalam suara Han

Sin ini terkandung permohonan yang amat sangat dan pada saal itu Han Sin roboh terkena tendangan Auwyang Tek yang tepat me-tigetiai pahanya. Melihat Ini, Lee Ing marah sekali. Ingin ia menyerang Auwyang Tek, akan tetapi Tok-ong menghalanginya. Gadis ini akhirnya harus mengakui kebenaran ucapan Han Sin tadi. Kalau dia nekat mengamuk, keadaan tubuhnya yang belum kuat benar itu tentu akan menggagalkan usahanya dan ia akan mati dengan sia-sia di situ. Han Sin tidak dibunuh, berarti masih ada harapan untuk menolongnya. Lebih baik dia pergi dan memperkuat tubuhnya agar kelak dapat menolong Han Sin.

"Sin-ko... aku pergi dulu... Sin-ko. !" teriaknya mengandung isak tangis. Alangkah buruk nasibnya.

Baru saja mendapatkan kenyataan siapa pemuda yang betul-betul mencintanya sekarang ia harus berpisah meninggalkan kekasihnya dalam keadaan demikian mengenaskan.

"Pergilah, Ing-moi.... selamat jalan. !"

Lee Ing tidak mau membuang waktu lagi. Pedang Li-lian-kiam ia putar cepat menghalangi Tok-ong yang hendak mendesaknya, kemudian ia melompat sambil mengerahkan ginkangnya. Beberapa buah jarum Toat-beng-ciam yang disambitkan oleh Tok-ong Kai Song Cinjin, tertangkis oleh sinar pedangnya dan tak seorangpun berani mencoba untuk menghalangi larinya gadis perkasa itu. Tok- ong seorang diri tak berdaya mengejar dan sebentar saja Lee Ing sudah hilang dari tempat itu.

"Tolol semua!" Tok-ong Kai Song Cinjih mengomel. "Gadis itu sudah lemah dan kepandaiannya tidak seperti dulu, mengapa tidak dikurung sampai tertangkap?" Terdengar suara ketawa nyaring dan Han Sin yang tertawa ini. Pemuda ini sudah berdiri lagi, terhuyung-huyung, akan tetapi mengangkat dadanya.

"Hayo, siapa mau bunuh aku? Ha-ha-ha, Ing-moi masih hidup dan kalian tidak sanggup menawannya. Ha-ha-ha, aku Liem Han Sin sudah merasa puas hidupku, dapat melihat Lee Ing selamat. Mau membunuh aku? Bunuhlah!"

Auwyang Tek marah bukan kepalang. Ia melangkah maju dan mengirim pukulan Hek-tok-ciang ke arah dada pemuda gagah itu.

"Plakk!" bukan Han Sin yang roboh melainkan Auwyang Tek yang terhuyung sambil berseru kaget. Kiranya gurunya, Tok-ong Kai Song Cinjin yang tadi menangkis pukulannya itu. la memandang heran dan gurunya memberi tanda dengan matanya supaya muridnya itu mendekat. SetelaH dekat ia berbisik,

"Jangan bunuh dia. Kita bisa gunakan dia untuk memancing gadis itu, atau setidaknya untuk perisai kelak. "

Auwyang Tek mengangguk-angguk dan Han Sin lalu didorong-dorong dan digusur-gusur pergi dari situ menuju ke kota raja. Di sepanjang ialan Han Sin tertawa dan kelihatan girang sekali. Betapakah tidak? Pemuda ini mencinta Lee Ing dengan sepenuh jiwanya, cinta murni yang membuat ia sudah merasa bahagia sekali kalau melihat gadis itu selamat. Tadinya Lee Ing disangkanya meninggal dunia, dan sekarang hidup lagi, malah bebas dari gangguan Auwyang Tek sekaki tangannya.

Tentu saja ia girang, lupa akan tubuhnya yang sakit-sakit dan pemuda gagah ini bernyanyi-nyanyi! Malah, ketika rombongan itu mengaso dan dia diberi makanan oleh penjaganya, tanpa malu dan tanpa ragu-ragu Han Sin makan dengan lahapnya dan semua orang melongo melihat pemuda ini makan banyak sekali! Kelihatan puas, girang dan sama sekali tidak memperdulikan nasibnya sendiri. Ia rela, serela-relanya berkorban apa saja, juga nyawanya, demi kebahagiaan Souw Lee Ing, dewi pujaan hatinya!

Setelah rombongan ini tiba di kota raja, baru mereka mendengar tentang penyerbuan-penyerbuan bala tentara dari utara di bawah pimpinan Pangeran Yung Lo yang memberontak. Perang telah dimulai, Takutlah hati para durna dan cepat-cepat secara sembunyi-sembunyi mereka ini diam-diam mengumpulkan semua harta benda yang berhasil mereka keduk dengan jalan korup, untuk disimpan atau dipindahkan ke tempat aman. Beginilah selalu watak orang-orang munafik dan kotor. Dalam keadaan negara sedang jaya, kerjanya hanya mengumpulkan harta dengan jalan korup dan haram.

Apa bila negara terancam bahaya, bukannya cepat menggulung lengan baju untuk ikut berjuang, kalau perlu menyumbangkan segala yang ada padanya, baik harta rnaupun nyawa, akan tetapi sebaliknya lalu cepat-cepat menyembunyikan hartanya dan bersiap-siap untuk "angkat kaki" dan melarikan diri ke tempat aman.

Di antara orang macam begini termasuk Auwyang-taijin. Sudah siang-siang Auwyang Peng, menteri durna ini, mengumpulkan harta bendanya dan diam diam menyuruh orang-orang kepercayaannya untuk menyelundupkan harta benda ini ke dusun kecil yang jauh dari kota, yaitu dusun Ki-chun di dekat pantai laut di Propinsi Cekiang. Di dusun ini yang menjadi tempat kelahiran seorang selirnya yang terkasih, Auwyang-taijin sudah membuat rumah gedung dan di situ pula ia kelak hendak beristirahat dan mengundurkan diri apa bila waktunya tiba.

Tentu saja yang ia maksudkan dengan "waktunya" adalah apa bila kerajaan lemah yang ia kuasai bersama kawan-kawannya itu sudah tak dapat dipertahankan lagi. Marah-marahlah Auwyang-taijin ketika ia mendengar laporan tentang gagalnya menangkap Souw Lee Ing yang tadinya sudah mati itu. Menurut penuturan rombongan puteranya, ternyata bahwa gadis itu masih merupakan sebuah ancaman baginya.

''Kita harus tahan pemuda yang menjadi sahabat baiknya itu dan kelak kalau peperangan sudah selesai, kita bisa pancing dia datang untuk ditawan."

Kata-kata Auwyang-taijin ini disetujui oleh semua orang, maka Tok-ong lalu memberi perintah agar Liem Han Sin segera dimasukkan dalam tahanan dan dijaga kuat-kuat, akan tetapi juga tidak boleh diganggu atau dibunuh.

Ternyata bahwa kebencian Auwyang-taijin terhadap Souw Teng Wi dan puterinya, menyelamatkan Han Sin dari bahaya maut. Kalau tidak ada Lee Ing, tentu orang-orang itu takkan mau banyak pusiug mengurus Han Sin, dibunuhnya dan habis perkara! Memang Auwyang-taijin seorang yang licin dan cerdik.

Melihat bala tentara utara terus mendesak maju ke selatan, ia cepat-cepat menghadap persidangan para penasihat kaisar muda di mana dia sendiri memegang peranan penting dan mengusulkan agar supaya orang-orang kuat seperti Tok-ong Kai Song Cinjin dan lain-lain yang berada di bawah perintahnya, mendapat tugas menjaga dan menjamin keamanan di kota raja. Panglima panglima lain yang dikirim ke utara untuk menyambut musuh, akan tetapi semua kaki tangannya tidak se- orangpun pergi kecuali mereka yang dianggap kurang penting.

Tentu saja dalam usulnya ini ia bersikap seolah-olah ia memperlihatkan bakti dan setianya kepada kerajaan sehingga ia sanggup mengerahkan semua kaki tangannya menjaga keselamatan ibu kota. Akan tetapi sebenarnya bukan demikian. Auwyang Peng tidak mau berpijah dari kaki tangannya dan mereka ini bukan bertugas melindungi kota raja, melainkan bertugas melindungi dia sekeluarga dan seharta-bendanya!

Demikianlah jadinya, karena pengaruhnya yang besar dan muslihatnya yang licin, kalau panglima lain berbondong-bondong dikirim ke garis depan untuk menghambat penyerbuan musuh, adalah Tok- ong Kai Song Cinjin, Toat beng-pian Mo Hun, Ma-thouw Koaituug Kui Ek. dan Yokuto selalu mendampingi pembesar durna ini dan menjadi pelindung-pelindungnya. Hanya Manimoko seorang yang oleh Auwyang-taijin "dikorbankan" dan dikirim ke garis depan. Ini adalah karena Manimoko paling rendah kepandaiannya dan terlalu jujur.

Sementara itu, terus-menerus harta kekayaan Auwyang-taijin mengalir secara sembunyi ke dusun Ki- chun di Cekiang tanpa diketahui orang lain. Tok ong Kai Song Ciujin sendiri yang mondar-mandir melakukan pengawalan agar pengiriman harta itu tidak diganggu orang.

Mari kita menengok keadaan di utara. Bala tentara, di bawah bimbingan Raja Muda Yung Lo memang hebat dan kuat. Hal ini bukan saja karena Raja Muda Yung Lo yang bijaksana itu mendapat simpati orang-orang cerdik pandai sehingga mendapat bantuan-bantuan mereka yang amat berharga. terutama sekali karena kelaliman pemerintahan durna di selatan telah membuat rakyat tidak puas dan penyerbuan dari utara ke selatan itu mendapat sambutan hangat dari rakyat yang suka membantunya.

Perjuangan di manapun juga pasti akan berhasil baik apa bila didukung sepenuhnya oleh rakyat jelata. Sebaliknya perjuangan yang bertujuan menentang dan menindas rakyat, betapapun kuat golongan yang mementingkan kesenangan diri sendiri ini, pada akhirnya pasti akan mengalami kehancuran, pasti akan ambruk. Hal ini sudah berkali-kali terjadi dan merupakan kenyataan sejarah yang sudah berulang.

Banyak sekali orang-orang pandai, ahli-ahli pi^ir.ahlj-ahli perang, pengaiur-pengatur siasat dan ahli- ahli silat, membantu pergerakan Raja Muda Yung Lo ini. Di antara mereka terdapat seorang tokoh besar yang kemudian menjadi amat terkenal dalam sejarah, yaitu Cheng Ho (The Ho) yang kelak memimpin armada besar mengarungi samudera luas mengadakan kontak dengan negara-negara di luar Tiongkok. Selain Cheng Ho yang amat bijaksana dan pandai, di antaranya Cu Kong Sui, yang tadinya merupakan kawan seperjuangan Ciu Goan Ciang dan Souw Teng Wi, kemudian "menyeberang" kepada Raja Muda Yung Lo karena melihat keadaan di selatan yang dikuasai oleh para menteri durna.

Di samping semua itu, tak boleh dilupakan Pek-kong Sin kauw Siok Beng Hui yang gagah perkasa dan setia. Semenjak perang dimulai, Siok Beng Hui selalu berada di garis depan dan dia merupakan seorang pemimpin barisan, yang amat diandalkan oleh Jenderal Cu Kong Sui sehingga pasukan di bawah pimpinan Siong Beng Hui ini menjadi pasukan penghubung yang selalu menjadi pembantu setiap kesatuan di front peperangan.

Karena pasukan ini yang sering kali langsung berhadapan dengan musuh, malah yang paling ditakuti dan diincar untuk dihancurkan oleh musuh, maka di sini pula dikumpulkan tenaga-tenaga sukarelawan terdiri dari orang-orang kang-ouw yang datang membantu pergerakan bala tentara dari Peking ini. Bekas anggauta-anggauta Tiong-gi-pai di Sini pula tempatnya, di bawah bimbingan Kim- sim-kang-jiu Kwee Cun Oan. Mereka ini semua suka berjuang di bawah komando Siok Beng Hui yang sudah mereka kenal baik.

Seperti telah dituturkan di bagian depan, putera tunggal Siok Hui, yaitu Siok Bun, setelah bertemu dengan kekasihnya dengan terbukanya rahasia Oei Siok Ho yang sebetulnya adalah seorang gadis jelita itu, lalu mengajak kekasihnya itu untuk cepat menuju ke utara. Siok Ho selain teringat kepada Han Sin. Berkali-kali gadis ini menangis dan berkata,

"Kasihan sekali saudara Han Sin. Entah bagaimana nasibnya terjatuh dalam tangan iblis-iblis itu....

kasihan jenazah adik Lee Ing. " Siok Bun menarik napas panjang. "Mereka itu orang-orang baik. Apa kau kira aku akan diam saja melihat jenazah Lee Ing dihina dan melihat sahabat seperti Han Sin itu ditawan musuh? Tidak, kalau saja aku tidak tahu betul bahwa tenagaku, tenaga kita berdua, dibutuhkan oleh perjuangan menumbangkan kekuasaan lalim di selatan, tentu aku akan berusaha menolongnya, biarpun untuk itu aku harus berkorban nyawa. Akan tetapi dalam keadaan seperti sekarang ini, lebih penting memikirkan perjuangan dari pada memikirkan perasaan pribadi."

"Kau betul. Memang aku tahu kau bijaksana dan seorang patriot sejati, seperti ayahmu, seperti ayah Lee Ing, seperti Han Sin. Akupun tidak mau ketinggalan, Bun-ko Mari kita percepat perjalanan agar kita dapat menggabung dengan kawan-kawan. Akan kubayangkan bahwa setiap orang musuh yang kurobohkan adalah kaki tangan Auwyang si jahanam!"

"Bagus, adikku sayang, bagus   " Siok Bun memegang pundak kekasihnya dengan mesra, "mari kita

ganyang habis kaki tangan, manusia busuk Auwyang, dan hal itupun dapat diartikan sebagai pembalasan terhadap sakit hati saudara Han Sin dan Lee Ing. Lee Ing sudah meninggal dunia, kiranya bagi Han Sin tidak berapa lagi selisihnya antara mati dan hidup, malah menurut perasaanku, dia lebih senang kalau bisa pergi bersama Lee Ing "

"Mengapa kau bisa bilang begitu?" tanya Siok Ho yang memandang heran.

"Mengapa tidak? Han Sin mencinta Lee Ing sepenuh jiwanya. Sekarang Lee Ing sudah tidak berada di dunia ini, apa artinya hidup bagi Han Sin?"

"Kasihan.... cinta kasihnya begitu murni " kata Siok Ho dan dalam elahan napasnya terkandung isak

terharu.

"Moi-moi," Siok Bun memegang lengan kekasihnya. "Aku dapat merasakan apa yang terkandung dalam hati Han Sin. Andaikata aku berada dalam keadaannya, andaikata kau yang menjadi Lee Ing...

kiraku. akupun akan menghadapi iblis-iblis itu dengan senyum di mulut, akan kuhadapi kematian

dengan hati terbuka. Tentu saja jauh lebih senang mati menyusulmu dari pada hidup berpisah darimu "

Siok Ho menjadi terharu dan untuk beberapa lama mereka saling pandang sambil berpegangan tangan, penuh cinta kasih yang mesra. Tiba-tiba keduanya melepaskan pegangan dan cepat menyelinap ke belakang pohon-pohon ketika dari jauh terdengar suara derap kaki banyak kuda.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar