Peninggalan Pusaka Keramat Jilid 05

Jilid 05

"Giok Hong, kau sudah meninggalkan lembah selama beberapa bulan. Bagaimana urusannya sudah beres?" tanya I Ki Hu

Gadis yang cantik itu memang putri tunggal I Ki Hu, I Giok Hong.

"Hampir beres. Kuncinya ada pada diri Tao kouwnio ini."

Tao Ling semakin bingung mendengar ucapannya. Entah 'urusan' apa yang mereka maksudkan. Dan mengapa jarak yang beribu-ribu li bisa mengaitkan dirinya?

Terdengar mulut I Ki Hu mengeluarkan seruan terkejut. "Ah! Tao kouwnio, benda itu tidak ada artinya bagimu, lebih baik keluarkan saja!" seru I Ki Hu.

"Apa yang locianpvve dan I kouwnio katakan. aku sama sekali tidak mengerti!" ucap Tao Ling dengan rasa bingung.

"Tao kouwnio, jangan pura-pura bodoh. Tempo hari aku mengira kau adalah Lie kouwnio, maka setelah menanyakan jejak tiga iblis dari keluarga Lung aku melepaskanmu begitu saja

Sekarang aku baru tahu rupanya kau she Tao. Aku ingin bertanya kepadamu, mengapa Pat Sian kiam Tao Cu Hun dan istrinya Sam jiu Kuan Im Sen Cing yang sudah enak-enakan tinggal di Kang lam malah meninggalkan tempat itu kemudian datang ke Si Cuan yang jaraknya demikian jauh?" tanya I Giok Hong sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"Memang selama beberapa tahun terakhir ini, ayah dan ibu menetap di Kang Lam, tetapi mereka tergolong orang-orang yang suka berpesiar. Apa anehnya datang ke Si Cuan?" ucap Tao Ling.

Apa yang dikatakan Tao Ling merupakan hal yang sebenarnya. Ayah dan ibunya sejak menikah sudah tinggal di wilayah Kang Lam. Tetapi mengapa mereka tiba-tiba meninggalkan tempat itu dan jauh-jauh datang ke Si Cuan. Bahkan perjalanan pun seakan dirahasiakan, Tao Ling memang tidak tahu apa-apa.

"Tia, anak sudah menyelidiki dengan jelas. Benda itu memang didapatkan oleh Tao Cu Hun. Asal kita mendesak budak ini, tidak perlu takut dia tidak menjawabnya dengan jujur!' ujar I Giok Hong sambii menolehkan kepalanya menghadap I Ki Hu.

"Kalau begitu, benda itu belum tentu ada padanya? Apakah kau sudah menyelidiki jejak pasangan suami istri Tao Cu Hun?" tanya I Ki Hu dengan sepasang alis menjungkit ke atas. "Pasangan suami istri Tao Cu Hun sempat menetap beberapa hari di kediaman Kuan Hong Siau. Tetapi putranya justru membunuh putra Pat Kua kiam Lie Yuan. Dengan demikian timbul perselisihan da lam kedua keluarga. Sedangkan entah bagaimana, tiba-tiba pasangan suami istri Lie Yuan tertotok jalan darahnya oleh seseorang. Sejak itu jejak Tao Cu Hun Suami istri dan putranya Tao Heng Kan menjadi tidak jelas," sahut I Giok Hong.

Masalah yang rumit ini diterangkan dengan santai oleh I Giok Hong. Tetapi I Ki Hu memang manusia jenius, ternyata dia bisa mengerti jalan cerita putrinya.

"Bagaimana dengan pasangan suami istri Lie Yuan?

Kemana mereka sekarang?"

"Tia, buat apa kau menanyakan orang itu? Meskipun Lie Yuan dan Tao Cu Hun sempat berkenalan di perjalanan dan kemudian terjadi perselisihan karena putra-putra mereka, tetapi rasanya Lie Yuan tidak mungkin mengetahui persoalan itu!" jawab I Giok Hong.

"Kau tidak usah perduli. Asal kau heritahukan dimana adanya pasangan suami istri Lie Yuan sekarang!"

Lie Cun Ju yang sejak tadi hanya mendengarkan pembicaraan di antara ayah dan putrinya itu segera mengetahui adanya niat kurang baik di hati I Ki Hu ketika dia menanyakan jejak kedua orang tuanya. Hatinya menjadi panik. Dia berharap I Giok Hong tidak tahu apa-apa. Akan tetapi ternyata I Giok Hong menjawab.

"Menurut kabar yang aku dapatkan, secara tiba-tiba pasangan suami istri Lie Yuan tertotok jalan darahnya oleh seseorang di atas perahu Tao Cu Hun. Bahkan Kuan Hong Siau dan salah seorang anggota keluarga Sang yang terkenal ahli ilmu totokan juga tidak sanggup membebaskan jalan darah mereka. Karena itu Kuan Hong Siu sendiri yang mengantarkan mereka ke Si Cuan untuk menemui dedengkot keluarga Sang, yakni si kakek berambut putih Sang Hao untuk memohon pertolongannya!"

"Oh? Ada kejadian seperti itu? Lalu apakah kau tahu siapa yang menotok jalan darah pasangan suami istri itu?" I Ki Hu bertanya dengan terkejut.

"Yang anehnya, di atas perahu Tao Cu Hun saat itu terdapat belasan tokoh-tokoh berilmu tinggi. Tetapi tidak ada seorang pun yang sempat melihat siapa yang melakukannya. Lagipula, ketika orang-orang itu berada di atas perahu, tiba- tiba perahu itu terbelah menjadi dua bagian seakan tiha-tiba ada yang membelahnya. Mengenai hal ini anak sendiri kurang yakin. Mungkin hanya desas desus yang dilebih-lebihkan oleh orang-orang dunia kang ouw," sahut I Giok Hong.

Apa yang dikatakan oleh I Giok Hong adalah kenyataan yang didengarnya dari mulut orang. Tetapi dia tidak percaya di dunia ini ada orang yang mempunyai kemampuan sehebat itu. Karenanya dia baru mengucapkan kata-kata tadi.

Tetapi setelah mendengar cerita putrinya, wajah I Ki Hu malah berseri-seri. Dia meremas-remas tangannya sendiri.

"Aneh sekali! Mungkinkah dia yang melakukannya?" katanya seakan bergumam seorang diri.

Lie Cun Ju, I Giok Hong bahkan Tao Ling menjadi bingung. "Tia, siapa dia yang kau maksudkan?" tanya I Giok Hong.

I Ki Hu tidak menjawab, dia tertawa terbahak-bahak. Sesaat kemudian dia baru berkata kembali. "Kebetulan sekali! Kebetulan sekali! Giok Hong, cepat kau berkemas, aku akan mengajakmu mengadakan perjalanan ke Si Cuan, biar kau juga mengenal ilmu warisan keluarga Sang!"

"Kesana untuk menemui pasangan suami istri Lie Yuan?" tanya I Giok Hong heran.

"Tidak salah," jawab I Ki Hu. "Lalu, hagaimana dengan kedua orang ini?" I Giok Hong menunjuk Tao Ling dan Lie Cun Ju.

I Ki Hu melirik mereka sekilas.

"Bukankah kau selalu menginginkan seseorang melayanimu? Dasar ilmu silat gadis ini boleh juga. Terimalah dia sebagai dayangmu! Mengenai bocah itu ..." Berkata sampai di sini, I Ki Hu mengernyitkan keningnya. "Biar dia Gin Hua kok (Lembah bunga perak), nama lembah tempat tinggal I Ki Hu saja. Setelah kita kembali baru diputuskan kembali."

Selesai berkata, terdengar I Ki Hu berteriak. "Lo Jit! Lo Jit!" Seorang kakek segera menyahut dan muncul di tempat itu.

Ternyata orang tua yang duduk sekereta dengan I Giok Hong tempo hari. I Ki Hu menunjuk kepada Lie Cun Ju.

"Bocah ini, harus kau perhatikan. Jangan sampai dia melarikan diri dari Gin Hua kok. Aku akan melakukan perjalanan jauh. Apabila ada orang yang menanyakan diriku, suruh dia tinggalkan pesan. Katakan bahwa sekembalinya nanti, aku akan menemuinya!"

'Lo Jit' menganggukkan kepala. Dia mengham-piri Lie Cun Ju. Saat itu hati Tao Ling dan Lie Cun Ju justru sedang dilanda hawa amarah. Mereka tidak sudi dipisahkan. Lagipula Tao Ling sen diri juga putri seorang tokoh yang mempunyai nama besar di dunia bu lim. Mana sudi dia diangkat sebagai dayang I Giok Hong? Dialah yang mula-mula memprotes.

"I locianpwe, bila Anda masih mempunyai urusan penting, kami berdua bisa meninggalkan tempat ini. Meskipun ilmu silat kami tidak seberapa, tapi juga tidak sudi menerima hinaan begitu saja!"

"Budak cilik! Kau tidak sudi menjadi dayang putriku?" I Ki Hu tertawa dingin.

Wajah Tao Ling merah padam saking marahnya. "Tentu saja aku tidak sudi!"

"Budak cilik, coba kau bandingkan sendiri, baik mutu orangnya, ilmu silatnya, pendidikannya, dan pengetahuannya. Apakah kau sanggup menandingi sepersepuluhnya saja? Sebagai dayangnya, berarti derajatmu terangkat, tahu?" ucap I Ki Hu dengan tertawa dingin.

Tao Ling melirik kepada I Giok Hong. Gadis itu berdiri di sudut seperti dewi khayangan. Seakan ingin Tao Ling meneliti di bagian apa dia sanggup menandinginya. Tetapi meskipun demikian, apakah berarti dia harus menerima penghinaannya begitu saja?

Tao Ling merenung sejenak, kemudian dia baru menyahut. "Apa yang dikatakan locianpwe memang benar. Tetapi

setiap manusia mempunyai pendirian masing-masing. Untuk

apa locianpwe memaksakan kehendak sedemikian rupa?" sahut Tao Ling seteiah merenung sejenak.

"Giok Hong, bagaimana menyelesaikannya, terserah kau sendiri!" kata I Ki Hu dengan wajah yang menyiratkan kemarahan.

"Kau tidak sudi menjadi dayangku?" tanya I Giok Hong sambil tertawa cekikikan.

Kebetulan Tao Ling sedang memandang ke arahnya. Dia melihat kecantikan gadis itu demikian sempurna. Tetapi di balik kecantikannya tersirat hawa pembunuhan yang tebal.

"Aku tidak sudi!" sahutnya tegas.

Hati Tao Ling bergidik. Akan tetapi pada dasarnya dia memang keras kepala.

I Giok Hong mendengus dingin. Tidak terlihat bagaimana dia bergerak. Tao Ling hanya sempat melihat kelebatan cahaya yang menyilaukan. Bahkan ingatan untuk menghindarkan diri pun belum sempat melintas di benaknya. Tahu-tahu dari bagian jidat kepala sanipai dada kirinya terasa sakit dan perih. Dia mengulurkan tangannya meraba jidatnya sendiri. Ternyata tangannya terdapat noda darah. Ketika dia menolehkan kepalanya, dia melihat tangan Giok Hong sudah menggenggam sebuah pecut. Tentu dalam keadaan tidak terduga-duga, Tao Ling telah dicambuknya satu kali.

Padahal Tao Ling sadar, bagaimana pun gadis itu putri tunggal Gin leng hiat ciang I Ki Hu. Ilmunya pasti tinggi sekali. Tetapi dia belum rnenyangka sampai sedemikian tingginya ilmu kepandaian I Giok Hong. Barusan dia dicambuk sekali oleh gadis itu, bahkan tidak sempat melihat gerakan tangannya. Hatinya semakin marah dan benci. Dia sengaja membusungkan dadanya dan berteriak, "Aku tetap tidak mau!"

Baru saja kata 'mau' terucap dari bibirnya, terdengar I Giok Hong kembali tertawa dingin. Cahaya perak berkilauan, pecut itu kembali melayang ke arahnya.

Tentu saja kali ini Tao Ling sudah bersiaga. Begitu melihat pecut itu menyambar ke arahnya, dia segera menggeser tubuhnya. Namun anehnya kemana pun dia menggeser, pecut di tangan I Giok Hong terus mengejarnya. Bagian kiri wajahnya sampai bagian kanan dadanya kembali kena cam- buk I Giok Hong.

Rasa perihnya bukan kepalang. Hati Tao Ling justru semakin marah dan benci.

"Cambuklah terus! Pokoknya aku tetap tidak sudi!" teriaknya.

Dari samping kiri, Lie Cun Ju melihat wajah kekasih hatinya telah terdapat dua jalur berdarah. Dia tidak tahu apakah gadis itu terluka atau tidak di bagian tubuh lainnya.

Hatinya terasa perih sekali. Cepat dia maju ke depan menghadang di depan Tao Ling. "I kouwnio, kalau kau masih ingin mencambuk terus, cambuk saja aku!"

I Giok Hong tertawa cekikikan dengan merdu. "Rupanya kau romantis juga!" ejeknya.

"Pokoknya selama aku masih hidup, aku tidak bisa melihat Tao kouwnio menderita!" ucap Lie Cun Ju.

"Bagus sekali!" Tubuhnya bergerak, Tar! Tar! Tar! Cahaya perak seperti ular sakti yang tertimpa cahaya kilat. Kelebatannya berturut-turut, dengan lima bagian tenaga dia mencambuk Lie Cun Ju!

Tadi ketika mencambuk Tao Ling, I Giok Hong hanya menggunakan tenaga yang ringan. Karena itu tidak menimbulkan suara apa-apa. Tetapi saat ini dia sudah menggunakan lima bagian tenaganya. Kekuatannya dapat dibayangkan. Ketika cambuk itu melayang datang, Tao Ling bermaksud mendorong tubuh Lie Cun Ju agar terhindar dari pecut itu, tetapi kecepatan tangan I Giok Hong sungguh mengagumkan. Belum sempat Tao Ling mengulurkan tangannya. Keempat kali cambukan itu sudah tepat mengenai sasarannya.

Setelah terluka parah, Leng Coa sian sing merawat Lie Cun Ju dengan hati-hati. la menggunakan ularnya yang kecil-kecil merayap di tubuh pemuda itu dan menggigit beberapa buah jalan darahnya. Tujuannya justru membiarkan hawa ular yang berkhasiat itu menyusup ke dalam jalan darah di tubuh Lie Cun Ju. Dengan demikian selembar jiwa pemuda itu baru bisa tertolong. Tetapi karena keadaan lukanya tempo hari terlalu parah, maka kekuatannya telah lenyap. Keadaannya tidak beda dengan seorang pelajar yang lemah. Begitu terkena sanibaran pecut di tangan I Giok Hong, dia merasa seluruh tubuhnya dilanda rasa perih yang tidak terkirakan. Tubuhnya limbung dan akhirnya dia pun jatuh di atas tanah. Namun tidak setitik pun dia mengeluarkan suara erangan. Baru saja Lie Cun Ju terjatuh, Tao Ling segera memburu ke depan. Tetapi pecut kembali bergerak sebanyak dua kali. Tubuh Lie Cun Ju tergulung pecut itu dan dibuat seperti bola yang menggelinding kesana kemari.

Hati Tao Ling pedih sekali melihat keadaan Lie Cun Ju. Matanya menyorotkan kemarahan yang berapi-api. Dengan marah dia berteriak, "I kouwnio, perbuatanmu ini mungkin bisa mengakibatkan kematian hagi kami. Tetapi ingat, manusia jahat sepertimu pasti akan mendapat akibatnya!"

Selesai berkata, terdengarlah suara Trang! Trang! sebanyak dua kali. Pedang emas dan perak sudah dihunus oleh Tao Ling. Tangan gadis itu menggenggam sepasang pedang emas dan perak. I Giok Hong seakan belum melihatnya. Tao Ling juga tidak perduli apakah dia hanya berpura-pura atau memang belum melihatnya. Dia segera menjalankan jurus Menteri mempertahankan negara sepasang kakinya menghentak, orang dan sepasang pedang langsung menerjang ke arah I Giok Hong.

Cahaya pedang bak pelangi. Melihat pedang itu sudah hampir mengenainya, I Giok Hung baru memutar tubuhnya sekaiigus menggerakkan per-gelangan tangannya, pecutnya melayang keatas.

Jurus Menteri mempertahankan negara yang dilancarkan oieh Tao Ling merupakan salah satu jurus Paf Sian kiam yang paling hebat dan mengandung kekejian. Lagipula sasarannya di titik pusat, yakni jidat, tenggorokan, jantung dan pusar manusia. Pedang itu mengeluarkan cahaya yang berkilauan. Tampaknya sekejap lagi akan menghunjam tubuh gadis itu.

Tetapi pecut di tangan I Giok Hong melayang datang menyambutnya. Sinar keperakan berkelebat. Dengan rapat pecut itu menyusup masuk ke da lam cahaya emas dan perak!

Tao Ling dapat merasakan keadaannya yang tidak menguntungkan. Tetapi dia sudah bertekad untuk mengadu nyawa. la tidak perduli lagi dengan keselamatan dirinya sendiri. Dengan mengerahkan tenaganya dia mendorong sepasang pedang itu ke depan. Tampaknya ia benar-benar ingin menusuk I Giok Hong sampai terluka, kalau bisa mati seketika. Tetapi belum sempat dia mendorong sepasanj; pedang itu, tahu-tahu pergelangan tangannya sudah tergulung hagian ujung pecut. Serangkum rasa sakit membuat pergelangan tangannya menjadi ngilu. Kelima jari tangan pun merenggang. Pedang emas pun terjatuh di atas tanah dengan menimbulkan suara Trang!

Tidak menunggu sampai dia menggerakkan pedang peraknya, kembali pergelangn tangan kirinya terasa nyeri. Pedang perak pun terlepas jatuh. I Giok Hong tertawa cekikikan. Tiba-tiba Tao Ling merasa bagian lehernya mengencang. Ternyata pecut itu sudah melilit di lehernya.

"Kalau aku menghentakkan sedikit saja pecut ini, nyawamu pasti sulit dipertahankan lagi, jawab! Apakah sekarang kau sudah bersedia menjadi dayangku?"

Kemarahan dalam hati Tao Ling telah meluap-luap. Baru saja dia bermaksud menjerit 'Tidak!', tiba-tiba dia mendengar 'Lo Jit' berkata.

"Tao kouwnio, ada pepatah yang bagus sekaii, 'seorang pendekar pandai melihat keadaan'. Seandainya kau menjawab tidak, bukan hanya kau seorang diri yang mengantarkan nyawa dengan sia-sia, bahkan nyawa Lie kongcu pun sulit dipertahankan. Seandainya kau bersedia menurut kepada siocia, yang kau dapatkan hanya keuntungan bukan kerugian. Untuk apa kau tetap kukuh pada pendirianmu?"

Tao Ling menolehkan kepalanya. Dia melihat sepasang 'Lo Jit' menyorotkan sinar kasih sayang dan saat itu sedang menatapnya lekat-lekat.

Meskipun Tao Ling tidak tahu siapa 'Lo Jit' itu sebenarnya, tetapi dia dapat membayangkan bahwa orang tua itu juga seorang tokoh dunia persilatan. Kalau tidak, mana mungkin I Giok Hong sudi memanggilnya paman? Lagipula ketika mereka masuk ke dalam Gin Hua kok, orang tua ini memang sudah menunjukkan sikap ingin menolongnya. Apabila dia menuruti nasehatnya, tentu untuk sementara dia bisa hidup terus. Tetapi bagaimana melampiaskan kekesalan batinya karena diperlakukan secara semena-mena oleh Giok Hong?

Sampai sekian lama dia tetap tidak menyahut 'Lo Jit' malah tertawa terbahak-bahak.

"Tao kouwnio, ada lagi sebuah pepatah yang bagus, 'Seorang manusia sejati ingin membalas dendam, sepuluh tahun pun tidak terlambat'. Padahal kalau kau mengingat lagi sejarah negara kita ini, berapa banyak menteri yang dikalahkan oleh musuh bahkan sempat menjadi tahanan perang dan dijadikan bulan-bulanan. Tetapi setelah berhasil meloloskan diri, mereka segera menyusun kekuatan, habkan ada yang sampai belasan tahun baru menyerang kembali dan menebus kekalahan tempo dulu. Toh akhirnya mereka berhasil juga. Kalau hatimu masih tidak hersedia, ingat akibatnya. Tetapi bila kau seorang yang cerdik dan dapat berpikir panjang, aku nasehati agar kau terima saja.

Tao Ling terkejut setengah mati. Diam-diam dia bepikir dalam hati. Mengapa kakek ini demikian berani mengeluarkan ucapan seperti ini di hadapan I Ki Hu dan putrinya? Apakah dia tidak merasa takut kepada mereka berdua?

Justru ketika hatinya masih mengkhawatirkan kakek tua itu, terdengar I Giok Hong tertawa terkekeh-kekeh.

"Apa yang dikatakan Lo Jit memang benar. Asal kau mempunyai kemampuan, sepuluh tahun kemudian ingin membalas dendam juga tetap kusambut dengan baik!"

Pada dasarnya Tao Ling memang seorang gadis yang cerdas. Mendengar ucapan I Giok Hong, dia segera sadar bahwa baik I Ki Hu ataupun putrinya merupakan orang-orang yang angkuh dan memandang hebat diri mereka sendiri. Mereka menganggap tidak ada orang lagi di dunia ini yang sanggup melawan mereka. Kata-kata atau nasehat 'Lo Jit' tadi, boleh dibilang meraba dengan tepat isi hati mereka. Bukan saja kedua orang itu tidak marah, malah senang mendengarnya.

Kalau begitu, Lo Jit juga orang yang pintar. Dia bisa mengikuti perkembangan yang ada di depan matanya. Setelah merenung sejenak, dia memaksa dirinya menahan kekesalan hatinya.

"Baik, aku bersedia!" katanya.

" Jadi dayang juga ada peraturannya. Sekarang kau panggil dulu ayahku satu kali, kemudian panggil aku satu kali juga!" ucap I Giok Hong sumbil tersenyum.

Dada Tao Ling hampir saja meledak mendapat hinaan sedemikian rupa dari I Giok Hong. Tetapi sinar matanya kembali bertemu pandang dengan 'Lo Jit', akhirnya dia menahan juga kemarahan hatinya.

"Siocia, Lo ya!" panggilnya.

"Coba kau menurut dari tadi, tentu tidak perlu merasakan sakitnya pecutku, bukan?" I Giok Hong tertawa terbahak- bahak.

***

Tao Ling tidak menyahut sepatah kata pun. Tangan 1 Giok Hong mengendur. Pecut yang melilit leher Tao Ling pun terlepas seketika. Tao Ling cepat-cepat menghambur kepada Lie Cun Ju. Dia melihat bagian tangan, lengan, wajah pemuda itu dipenuhi dengan jalur berdarah. Hatinya perih sekali. Lie Cun Ju berusaha memberontak untuk bangun.

"Tao kouwnio, aku hanya menyusahkanmu!" Meskipun ucapan Lie Cun Ju sangat sederhana, tetapi di dalamnya terkandung kasih sayang yang tidak terkirakan!

Hati Tao Ling semakin pilu mendengarnya. Tanpa dapat ditahan lagi air matanya mengalir dengan deras. Lie Cun Ju memandangnya dengan terpaku.

"Tidak usah bersedih terus. Asal kau menurut semua perkataanku baik-baik, sekembalinya dari Si Cuan, kalian toh masih dapat bertemu muka. Kau menjadi dayangku, dia menjadi penjaga keamanan di Gin hua kok ini. Bukankah merupakan hal yang menggembirakan?" kata gadis cantik Giok Hong itu.

Tao Ling hampir tidak dapat menahan kepiluan di hatinya.

Dia langsung berdiri.

"Cepat siapkan kereta kuda, kita harus berangkat sekarang juga! Tia, kau tidak membawa apa-apa?" Terdengar suara ucapan Giok Hong.

"Tentu ada yang harus kubawa." Tampak ba-yangan tubuhnya bagai gumpalan asap, dalam sekejap mata sudah berada pada jarak lima depaan. Sekali lagi tubuhnya berkelebat, tahu-tahu sudah menyusup ke dalam rumah. Kecepatan gerakan tubuhnya membuat mata Tao Ling membelalak dan mulut membuka.

Tidak berapa lama kemudian, I Ki Hu sudah keluar kembali. Tetapi kedua tangannya masih kosong, tidak terlihat dia membawa apa pun.

Sementara itu, I Giok Hong memerintahkan Tao Ling naik ke dalam kereta. Setelah masuk ke dalam, Tao Ling melirikkan matanya kepada Lie Cun Ju. Matanya menyorotkan keperihan hatinya berpisah dengan pemuda itu. Namun tali kendali kuda sudah dihentakkan. Keempat ekor kuda itu segera meringkik dan menggerakkan kakinya. Dalam sekejap mata kereta itu sudah meluncur keluar dari Gin Hua kok. Lie Cun Ju terkulai di atas rerumputan. Dia ingin berdiri dan berlari menuju mulut lembah untuk melihat Tao Ling sekali lagi. Tetapi baru saja dia berdiri, kakinya sudah terasa lemas dan jatuh kembali. Hatinya sedih sekali. Tan pa dapat ditahan lagi. Dia menarik nafas panjang. Tampak 'Lo Jit' membungkukkan tubuhnya dan memperhatikan 'keadaannya. Berkali-kali Lie Cun Ju menarik nafas panjang.

"Locianpwe, nasehatmu kepada Tao kouwnio memang tidak salah. Tetapi watak gadis yang satu ini, di luar lembut, dalamnya keras. Mana sudi dia mendapat tekanan dari orang atau mendengar perintah orang? Seandainya dia memendam kekesalannya dalam hati, maka darah di sekitar hatinya akan membeku serta menimbulkan luka dalam yang parah. Tetapi apabila dia membangkang, penderitaan apa lagi yang akan diterimanya bukankah sudah dapat dibayangkan?

Aih!" ucap Lie Cun Ju.

"Ci kongcu, Thian menggerakkan hati si raja iblis itu untuk meninggalkan Gin Hua kok, ternyata penderitaan dan hinaan yang kuterima selama beiasan tahun tidak sia-sia!" katanya dengan nada berbisik.

"Locianpwe, bagaimana kau memanggilku barusan?" tanya Lie Cun Ju bingung.

"Aku memanggil kau Ci kongcu!" Lo Jit tersenyum misterius.

"Locianpwe jangan bercanda, aku she Lie, bukan she Ci!" Selesai berkata, ia teringat I Ki Hu menanyakan apakah dia anak kandung Pat Kua kiam Lie Yuan, hatinya semakin tidak mengerti.

'Lo Jit' tidak menyahut. Tubuhnya berkelebat dan tahu-tahu sudah berada di mulut lembah. Dia melongokkan kepalanya keluar untuk melihat ke-adaan di kiri kanannya. Tampak debu beterbangan. Kereta kuda berwarna putih itu sudah berada di kejauhan dan tidak berapa lama kemudian tinggal tampak titik berwarna keperakan. Setelah yakin majikan dan nonanya sudah pergi, Lo Jit baru melesat kembali ke samping Lie Cun Ju.

"Ci kongcu, aku khawatir kau sendiri tidak tahu kejadian yang sebenarnya. Sekarang kau ikut aku dulu!" Dia memapah tubuh Lie Cun Ju lalu berjalan menuju sebelah kanan lembah.

Mereka sampai di depan sebuah pintu batu. Lo Jit mendorong batu besar itu kemudian terlihat sebuah celah yang cukup lebar. Lo Jit membungkukkan tubuhnya sedikit dan masuk ke dalam, Lie Cun Ju pun mengikutinya. Setelah berjalan heberapa depa, pandangan mata pun jadi leluasa. Ternyata di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang cukup luas. Sekali lagi Lo Jit melongok keluar. Lie Cun Ju tidak melihat adanya orang lain di lembah itu. Tetapi sikap Lo Jit masih demikian hati-hati. Diam-diam dia menyadari urusan ini pasti rahasia sekali.

Tadinya Lie Cun Ju berdiri dengan punggung bersandar di dinding batu. Lo Jit keluar melihat-lihat keadaan. Setelah kemhali lagi, dia berjalan menuju sebuah tempat tidur batu. Kemudian dia mengerahkan tenaganya untuk mengangkat batu itu. Ternyata batu yang berbentuk persegi dan setebal kasur tempat tidur itu terangkat olehnya.

Lie Cun Ju sama sekali tidak tahu apa yang dilakukannya. Setelah batu itu terangkat, Lie Cun Ju melihat tempat tidur itu sekarang terdapat lekukan di dalamnya, besarnya sama dengan batu tadi. Tetapi warna batu yang menjadi alas di dalamnya berwarna abu-abu pekat. Kefika perasaannya sedang bingung, Lo Jit sudah membimbingnya dan menyuruhnya tidur di atas lekukan batu itu. Baru saja Lie Cun Ju merebahkan dirinya, ia langsung berteriak sekeras- kerasnya kemudian bermaksud melonjak bangun.

Rupanya ketika Lie Cun Ju baru membaringkan tubuhnya di atas batu itu, ternyata dia merasa dirinya seakan dilemparkan ke dalam kolam berisi air es. Serangkum hawa dingin yang menggigilkan menyusup sampai ke dalam tulang sumsumnya. Apalagi bagian tubuh yang terkena pecutan I Giok Hong, perihnya tidak terkatakan. Pada dasarnya tubuh Lie Cun Ju memang sudah lemah sekali. Bahkan ketika berdiri saja harus menyandarkan punggungnya ke dinding batu. Tetapi rasa dingin yang menusuk dari alas batu yang ditidurinya ternyata sanggup membuat dia melonjak bangun!

Baru setengah dia melonjakkan tubuhnya, tangan si kakek tua sudah mendorongnya keras-keras. Tubuhnya terhempas kembali ke atas alas batu tersebut. Bahkan belum hilang rasa terkejut di hati Lie Cun Ju, kakek tua itu sudah mengulurkan tangannya kembali dan menotok dua buah jalan darahnya.

Tentu saja Lie Cun Ju tidak dapat bergerak lagi setelah jalan darahnya tertotok. Dia merasa segulung demi segulung hawa dingin menyusup ke dalam pori-pori di seluruh tubuhnya. Dalam waktu yang singkat, keempat anggota tubuhnya sudah mulai kaku. Meskipun Lie Cun Ju masih bisa bicara, tetapi rahang mulutnya sulit dibuka, lidahnya terasa kelu. Sampai beberapa lama, dia baru sanggup memaksakan diri berkata.

"Lo . . . cianpwe ... an ... ta ... ra ... kita . . . tidak ... a ...

da ... per . . . musuh ... an . . . apa . . . pun ... mengapa kau

..." Tubuhnya menggigil, dia tidak sanggup melanjutkan kata- katanya lagi.

"Ci kongcu, tahukah kau siapa aku?" kata orang itu serius.

Saking dinginnya, wajah Lie Cun Ju sudah berubah menjadi kehijauan. Dia tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun. Matanya memandang Lo Jit seakan menunggu kelanjutan kata-katanya.

"Kau sudah mengikuti pasangan suami istri Pat Kua kiam Lie Yuan sekian lama, tentunya pengetahuanmu tentang dunia kang ouw juga cukup luas. Pernahkah kau mendengar bahwa belasan tahun yang lalu di dunia kang ouw, khususnya golongan hi tain ada seorang perampok yang selalu malang melintang seorang diri. Julukannya Hantu tanpa bayangan. Senjatanya sebatang golok dan sepasang cambuk. Orang itu she Seebun bernama tunggal Jit?"

Mendengar kata-katanya, dalam hati Lie Cun Ju tertegun. Meskipun orang bernama Seebun Jit itu sudah belasan tahun tidak terdengar kabar beritanya, tetapi namanya rnasih tersohor di kalangan orang-orang bulim. Menurut berita yang pernah didengarnya, baik gwa kang maupun lwekang orang ini tinggi sekali. Meskipun orang dari golongan hitam, tetapi wataknya cukup baik. Jiwanya besar. Malah Seebun masih bersaudara dengan hwesio angkatan tertinggi dari Go Tai bun, yakni ciang bun jinnya Bu Kong taisu. Mungkinkah 'Lo Jit' yang ada di hadapannya ini tokoh yang bernama Seebun Jit?"

Karena pikirannya melayang-layang, tanpa di-sadari rasa nyerinya jauh berkurang. Bahkan tanpa disengaja dia bertanya.

"Apakah locianpwe ini Seebun Hiap to (Perampok budiman)?"

"Tidak salah. Tidak disangka usiamu yang demikian muda tetapi sudah pernah mendengar namaku."

"Seebun cianpwe, cepatlah kau bangunkan aku . . . dari tempat tidur batu ini!"

"Ci kongcu, ketika kau masih kecil, mungkin kau juga pernah tidur di atas tempat tidur batu ini, hanya saja kau sudah lupa!"

Hati Lie Cun Ju semakin curiga, dia berusaha memberontak, tetapi tubuhnya tidak bisa bergerak sama sekali.

"Seebun cianpwe, bagaimana mungkin aku pernah tidur di atas alas batu ini?" "Kalau dikisahkan, ceritanya cukup panjang. Kau harus sabar mendengarkannya.”

Seebun Jit menarik napas panjang, kemudian dia memulai ceritanya. "Ketika usiamu baru menginjak tujuh bulan, di keluargamu terjadi perubahan besar dan mengerikan. Ayah ibumu mati, kakak serta adikmu terbunuh. Keadaan waktu itu benar-benar ..."

L

ie Cun Ju seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya. Mendengar kata-kata Seebun Jit, wajahnya langsung berubah.

"Seebun cianpwe, mengapa kau bisa mengucapkan kata- kata seperti itu?"

"Kau kira Pat Kua kim gin kiam, pasangan suami istri Lie Yuan benar-benar orang tua kandungmu?"

Tanpa disadari, seluruh perhatian Lie Cun Ju tercurah pada cerita orang tua itu. Sejak dia mengerti urusan, dia tidak pernah curiga dengan riwayat hidupnya sendiri. Tetapi sekarang, bukan hanya Gin leng hiat ciang I Ki Hu yang curiga dia bukan anak kandung Pat Kua kim gin kiam Lie Yuan, bahkan Hantu tanpa bayangan Seebun Jit ini juga yakin dia bukan anak kandung pasangan suami istri itu. Masaiah sebesar ini, dulu belum pernah terbayangkan olehnya, bahkan bermimpi pun tidak. Oieh karena itu, untuk sesaat dia lupa dengan rasa nyeri yang melanda dirinya.

"Seebun cianpwe, laiu siapa orang tua kandungku sebenarnya? Mereka mati di tangan siapa?

Benarkah aku she Ci?" tanyanya beruntun. Mungkin karena lupa dengan rasa sakitnya, pertanyaan Lie Cun Ju juga dapat dicetuskan dengan lancar.

"Tidak salah, kau memang she Ci. Ayahmu adalah pemilik alas batu Ban nian si ping (Endapan es laksaan tahun) yang merupakan salah satu pusa-ka yang menjadi incaran tokoh- tokoh bu lim . . ." Mendengar sampai di sini, wajah Lie Cun Ju semakin menyiratkan rasa terkejutnya.

"Maksudmu, aku putra Tocu (pemilik pulau) Hek Cui To, Ci Cin Hu?"

"Tidak salah. Tadi aku justru khawatir si raja iblis itu mengenalimu!"

Sejak kecil sampai besar, entah berapa kali sudah Lie Cun Ju mendengar kisah dendam antara I Ki Hu dengan tocu Hek Cui to, Ci Cin Hu. Mula-muia I Ki Hu berhasil dikalahkan oleh Ci Cin Hu. Tetapi beberapa tahun kemudian, I Ki Hu datang kembali ke Hek Cui to mencari Ci Cin Hu. Dengan ilmu telapak darahnya yang menggetarkan dunia persilatan, I Ki Hu membasmi seluruh keluarga dan anggota Hek Cui to. Seluruh penghuni pulau itu habis dibunuh oleh I Ki Hu. Yang tersisa hanya seorang putranya yang usianya belum men-capai satu tahun.

Selama beberapa tahun ini, menurut kabar burung, I Ki Hu terus berusaha menemukan bayi yang tidak sempat dibunuhnya itu. Ketika Lie Cun Ju mendengar orang mengisahkan cerita itu, diam-diam dalam hati dia sering mendoakan keselamatan sang bayi laki-laki agar jangan sampai ditemukan oleh I Ki Hu. Tetapi mimpi pun dia tidak pernah membayangkan bahwa bayi kecil yang sempat menjadi perhatian kalangan orang-orang kang ouw itu adalah dirinya sendiri.

Sampai sekian lama dia termangu-mangu. Kemudian baru berkata.

"Apakah yang kau katakan itu benar adanya?" "Mana mungkin palsu?"

"Mengapa kau begitu yakin aku putra Ci Cin Hu?" tanya Lie Cun Ju iagi. "Padahal urusannya sudah berlalu begitu lama. Ketika pertama kali aku melihatmu, usiamu baru lima bulan. Tentu saja aku tidak dapat mengenalimu. Tetapi sekarang, wajahmu persis dengan ayahmu ketika muda. Tidak ada perbedaan sedikit pun. Mana mungkin aku tidak bisa mengenalimu?"

"Seebun cianpwe, benda ada yang snma, manusia hanyak yang mirip. Kaiau mengarnbil kepastian dari rupa yang sama saja, bagaimana bisa membuktikan bahwa aku benar-benar putra Tocu Hek Cui to, Ci Cin Hu? Apalagi ayah ibuku sangat baik terhadapku. Aku benar-benar tidak percaya kalau mereka bukan orang tua kandungku."

"Di balik semua ini pasti ada yang tidak kauketahui. Biar aku menjelaskannya dengan terperinci."

"Katakan saja!" Pada saat itu, seluruh tubuhnya masih terasa nyeri karena dinginnya alas batu yang bernama Ban nian si ping itu. Tetapi karena seluruh perhatiannya tercurah ke masalah lain, dia jadi tidak merasakannya.

"Pada waktu itu, I Ki Hu datang ke pulau Hek Cui to. Sebetulnya ayah dan ibumu tidak mungkin kalah dengan cara yang demikian mengenaskan. Tetapi mereka sedang berlatih semucam ilmu yang sakti. Hati si raja iblis I Ki Hu keji sekali. Begitu datang ke Hek Cui to, dia tidak muncul secara terang- terangan. Semalam penuh dia mencari kesempatan yang baik. Setelah mendapat kesempatan yang baik, dia langsung menerjang ke dalam gedung rumahmu. Kedua orang tuamu sedang bersemedi melatih ilmu, dia langsung membunuh. Mereka tanpa sempat memberikan perlawanan sedikit pun. Setelah berhasil, dia menghabisi seluruh anggota keluargamu dan penghuni pulau lainnya."

"Kalau aku memang putra Ci Cin Hu, mengapa aku bisa meloloskan diri dari pembantaian yang keji itu?" tanya Lie Cun Ju. "Sebulan sebelumnya, kau dibawa pergi oleh inang pengasuhmu meninggalkan Hek Cui to untuk mengunjungi nenekmu. Karena itu kau selamat dari pemhunuhan malam itu."

"Siapa pula nenekku itu?"

"Dia orang tua juga mempunyai nama besar di dunia kang ouw, julukannya Liong Po (Nenek naga) Chi Go Nio. Pada saat itu, dua bulan sebelumnya aku sempat berkunjung ke Hek Cui to. Kami pernah bertemu muka satu kali. Dua bulan kemudian, aku mempunyai sedikit urusan dengan ayahmu dan ingin menemuinya, Tetapi ketika aku baru tiba di tepi laut, aku langsung mendengar bencana yang menimpa keluarga besar Hek Cui to. Cepat-cepat aku menuju pulau itu untuk membuktikan kebenarannya. Ternyata rnemang benar. Ayahmu pernah menanam budi yang besar kepadaku, karena itu aku pun menguburkan semua mayat yang ada dalam pulau itu. Kemudian aku pun teringat kepadamu. Menurut berita yang kudapatkan. hanya kau seorang yang sempat meloloskan diri dari pembantaian ifu. Sedangkan aku tahu di man kau berada. Bergegas aku menyusul ke rumah nenekmu, Ciu Go Nio. Tetapi di tengah perjalanan, kembali aku mendengar berita bahwa scluruh anggota keluarga di rumah nenekmu itu juga habis terhunuh oleh I Ki Hu. Tetapi yang melegakan hatiku justru mendengar kabar bahwa iblis itu tidak herhasil menemukan bayi itu. Mengenai bagaimana kau bisa meloloskan diri untuk kedua kalinva, aku sama sekali tidak tahu."

Meskipun Seebun Jit menuturkan cerita itu dengan serius, tapi Lie Cun Ju tetap tidak percaya.

"Tocu Hek Cui to mempunyai tiga orang putri dan tiga orang putra termasuk dirimu. Yang anehnya setiap anak laki- laki maupun pereinpuan, di lengannya pasti ada andeng- andeng berwarna merah. Karena itu, ketika si raja iblis I Ki Hu meiihatmu, dia langsung mengoyak lengan bajumu," ujar Seebun Jit meneruskan ceritanya.

"Tetapi di lenganku tidak ada andeng-andeng merah sedikit pun."

"Pasti pasangan suami istri Lie Yuan teiah menghilangkan andeng-andeng di lenganrnu itu!1"' kata Seebun Jit.

"Seebun cianpwe, aku tetap tidak percaya dengan ceritamu!" ujar Lie Cun Ju sambil meng-gelengkan kepala.

Sekonyong-konyong terlihat perubahan di wajah Seebun Jit, kemudian dengan tergesa-gesa dia melesat keluar.

"Seebun ciangpwe, ada apa?" tanya Lie Cun Ju.

Tampak Seebun Jit berhenti sebentar di depan pintu batu. Kemudian dia melongokkan kepalanya keluar. Wajahnya menyiratkan perasaan terkejm. Terdengar dia seperti menggumam seorang diri.

"Aneh! Tadi terang-terangan aku mendengar suara seseorang, mengapa aku tidak melihat siapa-siapa?" gumam Seebun Jit.

"Seebun cianpwe, mungkinkah si raja iblis I Ki Hu tiba-tiba kembali lagi?" tanya Lie Cun Ju dengan tegang.

"Jangan khawatir, sebelum sampai di Si Cuan dan bertemu dengan pasangan suami istri Lie Yuan, dia tidak mungkin kembali kesini!" jawab Seebun sarnbil tertawa getir.

"Untuk apa I Ki Hu ingin bertemu dengan kedua orang tuaku?"

"Kau toh tidak percaya dengan kata-kataku. Tetapi si raja iblis I Ki Hu begitu melihatmu langsung mencurigai hahwa kaulah bayi yang dulu dicari-carinya. Tentu tujuannya untuk membasmi rumput sampai ke akar-akarnya. Tetapi dia tidak menemukan andeng-andeng merah di lenganmu. Karena itu dia helum yakin dengan dugaannya sendiri. Dia sengaja menahanmu di Gin Hua kok ini dan pergi ke Si Cuan mencari pasangan suami istri Lie Yuan untuk menanyakan riwayat hidupmu sampai sejelas-jelasnya. Kalau belum ada kepastian, mana mungkin dia sudi kembali lagi kemari?"

Lie Cun Ju terdiam heherapa saat. Diam-diam dia membayangkan kembali sikap orang tuanya sejak kecil sampai dewasa terhadapnya. Sesungguhnya tidak ada yang dapat dicurigai. Tidak terlihat sedikit pun titik terang yang menyatakan mereka bukan orang tua kandungnya. Bahkan sikap mereka lebih baik daripada kepada kokonya Li Po. Lagipula andeng-andeng merah yang dikatakan Seebun Jit sehagai tanda kelahiran khas keluarga Ci Cin Hu tidak terdapat pada dirinya. Bahkan sedikit luka bekas guratan pisau pun tidak ada. Seandainya benar pasangan suami istri Lie Yuan menghilangkan tanda itu, pasti sedikit banyaknya akan meninggalkan bekas luka.

Tetapi, meskipun demikian, Lie Cun Ju juga tidak bisa tidak percaya sama sekali dengan keterangan Seebun Jit. Pertama, dia tidak mem-punyai permusuhan pribadi dengan Seebun Jit, bahkan perlakuan orang tua itu sangat baik terhadapnya. Kedua, cara bicara orang tua itu juga penuh keyakinan dan tidak dibuat-buat.

Karena itu sampai cukup lama dia terdiam kemudian baru berkata lagi. "Seebun cianpwe, biar bagaimana, urusan ini menyangkut riwayat hidupku sendiri. Aku ingin menanyakannya kepada kedua orang tuaku agar persoalannya menjadi jelas. Harap kau bebaskan totokan di tubuhku. Aku ingin pergi ke Si Cuan untuk menemui ayah dan ibuku."

"Ci kongcu, ayahmu meninggal dengan cara yang mengenaskan. Meskipun aku ini orang golongan hitam, tapi hitung-hitung aku masih mempunyai hubungan saudara dengan ayahmu. Boleh dibilang seluruh bu lim tahu bahwa kematian ayahmu berlangsung di tangan I Ki Hu. Tetapi ternyata tidak ada seorang pun yang hcruni menampilkan diri menuntut keadilan. Hanya aku sendiri yang tiga kali berturut- turut mendatangi Cin Hua kok untuk membalaskan dendam bagi orang tua dan saudara-saudaramu. Tetapi sayangnya tiga kali berturut-turut pula aku mengalami kekalahan. Akhirnya aku berpura-pura takluk kepadanya dan menjadi pelayannya. Pokoknya selama gunung masih menghijau, hutan masih ada, jangan takut tidak ada kayu bakar. Selama belasan tahun ini aku menahan segala penderitaan dan hinaan. Sekarang aku sudah menemukanmu. Tetapi kau malah ingin pergi ke Si Cuan untuk menemui pasangan suami istri Lie Yuan. Bagaimana kalau di sana kau bertemu dengan si raja iblis I Ki Hu. Coba kau pikirkan sendiri! Apakah ilmu silatmu sekarang dapat menandingi kepandaian si raja iblis itu?"

Mendengar nada bicara Seebun Jit yang semakin lama semakin serius, hati Lie Cun Ju semakin bimbang.

"Lalu, entah berapa puluh tahun lagi ilmu silat-ku baru bisa menandingi kepandaian si raja iblis itu?"

"Urusan ini sulit dikatakan. Tetapi batu yang kau tiduri sekarang merupakan endapan es atau salju di gunung Thai san seiama ribuan lahun. Bagi orang yang meiatih ilmu silat, khasiatnya besar sekali. Asal kau bisa menahan penderitaan dan tidur di atasnya selama tujuh hari berturut-turut, ilmu silatmu akan pulih kembali. Bahkan tenaga dalammu akan berlipat ganda. Mengenai urusan kelak, terpaksa melihat peruntunganmu sendiri! Aku akan membebaskan totokan di jalan darahmu. Tetapi kau harus ingat, selama tujuh hari tujuh malam, biar ada rasa sakit yang bagaimana pun, kau tetap tidak boleh bangun dari alas batu itu. Bahkan duduk pun tidak boleh. Pokoknya kau harus berbaring terus. Kalau tidak, mungkin ilmu silatmu selamanya tidak pernah bisa pulih kembali!"

Sembari berkata, dia mengulurkan tangannya menepuk jalan darah di tubuh Lie Cun Ju. Pemuda itu tadi mendengarkan cerita Seebun Jit tentang rivvayat hidupnya yang misterius. Seluruh perhatiannya tercurah kesana. Dengan demikian penderitaannya tanpa sadar tidak terasa begitu parah. Tetapi sekarang tiba-tiba Seebun Jit membebaskan totokannya. Dia merasa segulung demi segulung hawa dingin menyusup ke seluruh tubuh-nya dan membuat rasa nyerinya semakin menjadi-jadi. Siksaan itu bukan main hebatnya. Tetapi dia terus mengingat ucapan Seebun Jit. Seandainya ucapan orang itu benar, maka dirinya tidak akan menjadi orang cacat lagi. Walaupun penderitaan ini sedemikian hebatnya, tapi dia tetap menggeretakkan giginya erat-erat dan menahannva

Sementara itu, Seebun Jit terus mondar - mandir di dalam ruangan hatu dengan wajah serius.

***

Kurang lebih setengah kentungan kemudian, kulit tubuh Lie Cun Ju sudah kebal. Tetapi rasa dingin hahkan menyusup ke dalam tulang belulangnya. Rasa nyerinya benar-benar rnemhuat dirinya hampir tidak tahan. Seandainya Ban nian si ping milik Tocu Hek Cui to ini tidak demikian terkenal dan menurut kahar bisa menambah kekuatan tenaga dalam di tubuh seseorang hahkan merupakan pusaka yang menjadi incaran tokoh-tokoh bu lim, Lie Cun Ju juga tidak akan percaya dengan kata-kata Seebun Jit.

Sembari menahan penderitaan yang hebat, Lie Cun Ju berusaha mengedarkan hawa murni dalam tubuhnya. Ketika dia menoleh kepada Seebun Jit, dia melihat orang tua itu herulang kali berdiri di depan pintu batu dan melongokkan kepalanya keluar. Telinganya seakan mendengarkan suara dengan seksama. Mimik wajahnya semakin lama semakin memperlihatkan rasa terkesiapnya. Seakan bukan satu-dua kali, dia menemukan ada gerak gerik di luar pintu batu itu.

Lie Cun Ju sadar ilmu silatnya saat ini bagai bumi dan langit dibandingkan dengan Seebun Jit. Seandainya ada gerak gerik apa-apa, dia pun tidak bisa mendengarnya. Hatinya berharap dapat melewati tujuh hari tujuh malam dengan tenang meskipun dia harus menanggung penderitaan yang hebat. Dengan demikian ilmunya bisa pulih kembali dan dirinya tidak sampai menjadi orang cacat.

Tetapi kenyataan memang sering bertentangan dengan harapan seseorang. Tiba-tiba saja dia melihat wajah Seebun Jit berubah kelam. Tubuhnya bergerak laksana terbang. Tangannya mengulur dan meraih sebuah buntalan yang tergantung di dinding batu. Kemudian terdengar suara Cring! Cring sebanyak dua kali. Dia berkelebat kembali ke depan pintu goa.

"Siapa yang berulang kali mengintai di dalam Gin Hua kok?" Harap lekas sebutkan nama!" Suara bentakannya itu bergelombang sampai ke tempat yang jauh. Tidak lama kemudian terdengar suara seorang perempuan berkumandang dari kejauhan.

"Apakah pemilik lembah Gin Hua kok, I Lo sian sing ada di tempat?"

Begitu mendengar suara itu, hati Lie Cun Ju langsung tercekat. Wajah Seebun Jit juga herubah hebat. Dia membalikkan tubuhnya.

"Ci kongcu, tidak perduli apa pun yang terjadi di luar, kau harus ingat. Jangan sekali-kali turun dari alas batu itu. Setelah keluar nanti, aku akan menutup pintu batu goa ini. Yang penting kau harus beristirahat!" neap Seebun Jit.

Sembari berbicara, dia melepaskan buntalan kain yang dipegangnya. Cahaya berkilauan memenuhi seluruh ruang batu itu. Dia mengeluarkan dua macam senjafa yang bentuknya aneh.

Nama Seebun Jit memang terkenal di kalangan dunia kang ouw. Salah satu senjatanya yang istimewa adalah sebuah pecut yang meniiliki lima cabang. Masing-masing cabang itu terkait gerigi besi berbentuk setengah lingkaran yang tajamnya bukan main. Seebun Jit mendapat julukan Hantu tanpa bayangan. Senjata andalannya sebilah golok dan sepasang cambuk. Cambuk itu memang terdiri dari dua utas. Tetapi rnenggunakannya tidak perlu dua tangan karena dapat dijadikan satu. Sedangkan goloknya juga aneh. Lebarnya tidak seperti golok biasa. Bentuknya juga tidak melengkung, bahkan lebih mirip batangan besi berbentuk persegi empat. Tetapi di kedua sisinya bergerigi juga.

Karena mengenali suara perempuan itu, Lie Cun Ju jadi mengkhawatirkan keselamatan Seebun Jit.

"Seebun cianpwe, kau harus berhati-hati!"

"Di dalam Gin Hua kok ini ada nama besar si raja iblis I Ki Hu, aku yakin tnereka juga tidak berani berbuat apa-apa!" ujar Seebun Jit.

Dia memasukkan sepasang cambuknya ke dalam selipan ikat pinggang. Setelah itu dia melesat keluar dari ruangan batu itu. Kemudian dia mendorong sebuah batu besar untuk menahan di depan pintu tadi. Setelah itu dengan perlahan- lahan dia menerobos taman bunga dan berjalan menuju mulut lembah.

"Gin Hua kok dengan kalian selamanya tidak ada hubungan apa-apa. Untuk apa kalian datang kemari?" tanya Seebun Jit dengan nada dingin.

Baru saja ucapan Seebun Jit selesai, tiba-tiba dari mulut lembah bekelebat beberapa bayangan. Ternyata di sana sudah bertumhah tiga orang. Tiga orang itu mengenakan topeng berwarna merah darah. Dari topeng itu menyembul sepasang mata, warnanya menyeramkan, sehingga membuat orang yang melihatnya timbul perasaan ngeri.

Orang yang di tengah bertubuh gemuk pendek, di sebelah kirinya seorang perempuan, hal ini terlihat dari bentuk tubuhnya. Sedangkan di bagian kanan berdiri seorang laki-laki bertubuh tinggi kurus. Ketiga orang ini memang iblis keluarga Lung dari Kui Cou. Yang gemuk sebagai saudara tertua, namanya Lung Goan Po. Orang yang bertubuh tinggi kurus saudara kedua, namanya Lung Sen. Sedangkan yang perempuan menduduki tangga terakhir, namanya Lung Ping!

Ketika masih berada di dalam goa batu, Lie Cun Ju dan Seebun Jit sudah mendengar suara perempuan itu. Karenanya mereka pun mengetahui bahwa yang datang adalah tiga iblis keluarga Lung. Lie Cun Ju pernah kena batunya ketika bertemu dengan mereka di tengah sungai. Karena itu dia mengenali suaranya. Sedangkan pengetahuan dan pengalaman Seebun Jit sangat luas, dia juga senang menjelajahi dunia. Ketika dunia bu lim belum mengenal nama tiga iblis dari keluarga Lung, dia sudah sempat bertemu dengan mereka beberapa kali.

"Rupanya kalian. Ada perlu apa kalian datang kemari?" tanya Seebun Jit dengan nada dingin.

Ketiga iblis dari keluarga Lung tidak menyahut. Mereka langsung melepaskan topeng penutup wajah mereka yang warnanya seperti berlumuran darah.

Perasaan Seebun Jit langsung tertegun. Tanpa dapat ditahan lagi, kakinya menyurut mundur tiga langkah. Sewaktu berkunjung ke Kui Cou tempo dulu, kakek itu sudah pernah mendengar orang mengatakan bahvva ketiga iblis keluarga Lung memang tiga bersaudara. Tadinya mereka prajurit suku Biao. Kemudian menurut berita yang tersebar di dunia kang ouw, tokoh utama dari golongan hitam Hek Leng sin kun berpesiar ke daerah Biao dan menetap di sana. Kemudian ketiga saudara ini diterimanya sebagai murid.

Tetapi selamanya ketiga iblis dari keluarga Lung ini tidak pernah mengungkit tentang gurunya kepada siapa pun juga. Apabila bergebrak dengan seseorang, selamanya musuh mereka tidak pernah dibiarkan hidup. Karena itu tidak ada orang yang tahu sampai dimana ketinggian ilmu mereka dan keistimewaan yang mereka miliki. Mereka juga selalu mengenakan topeng. Bahkan setiap tokoh hitam yang takluk kepada mereka, dijadikan anak buah dan diharuskan mengenakan topeng serupa. Ini merupakan peraturan bagi mereka. Apabila mereka sampai melepaskan kedok atau topeng yang menutupi wajah mereka, itu tandanya mereka mempunyai dendam sedalam lautan dan turun tangan mereka pun tidak tanggung-tanggung lagi.

Karena teringat selentingan di luaran bahwa ketiga orang ini merupakan murid Hek leng sin kun dan begitu bertemu mereka langsung melepaskan topengnya, Seebun Jit jadi tertegun. Tampak ketiga orang itu tidak berwajah buruk. Setidaknya semua panca inderanya komplit. Kalau ditilik dari usianya, ketiga orang itu paling sedikit sudah di atas empat puluhan tahun.

"Dari tempat yang jauh kalian berkunjung ke¬mari. Sebetulnya ada keperluan apa? Harap katakan terus terang saja!" tanya kakek Jit.

"Apakah Anda Seebun Jit yang pernah bertemu muka dengan kami di Kui Cou tempo dulu?" tanya Lung Goan Po sambil batuk-batuk kecil.

Mendengar nada mereka yang tidak begitu garang, perasaan Seebun Jit pun agak lega. Karena bagaimana pun, mereka terdiri dari tiga orang, sedangkan dia hanya sendirian, apakah dia sanggup mengalahkan mereka masih merupakan sebuah tanda tanya besar.

"Ingatan sam wi sungguh hebat. Cayhe memang Seebun Jit!" sahutnya.

Ketiga orang itu saling lirik sekilas. Kemudian topeng di tangan mereka dilempar ke atas tanah. Trang! Rupanya topeng itu terbuat dari emas murni yang kemudian dilumuri lagi dengan sejenis zat pewarna. Setelah melemparkan ketiga topeng itu di atas tanah, tiba- tiba mereka menjatuhkan diri berlutut di hadapan Seebun Jit

...

Tentu saja Seebun Jit terkejut setengah mati. Dia menduga mereka sedang menjalankan akal yang licik dan mencari kesempatan untuk mencelakainya. Karena itu dia segera menghentakkan kakinya mencelat ke belakang sejauh beberapa tindak untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Pecut bercabang limanya pun langsung dikeluarkan dari selipan ikat pinggang.

Tetapi saat itu juga Lung Goan Po mendongakkan wajahnya.

"Sahabat Seebun, jangan khawatir. Kecuali di hadapan guru kami yang berbudi, selamanya kami belum pernah menekuk lutut di hadapan siapa pun. Tetapi urusan ini gawat sekali, kami memohon bantuan sahabat Seebun. Kami sengaja datang kemari untuk memohon bantuanmu. Apahila sahabat Seebun bersedia mengabulkan, meskipun kami harus menjadi kerbau atau kuda di kehidupan mendatang, kami pun rela."

Seebun Jit mendengar nada bicara Lung Goan Po yang tulus, seakan tidak ada maksud jahat sedikit pun. Juga tidak tampak berpura-pura. Dia merasa aneh, meskipun kakek itu belum pernah bergebrak langsung dengan ketiga orang itu, tapi mereka cukup terkenal di dunia kang ouw. Apalagi di wilayah Hun Kui. Entah berapa banyak tokoh golongan hitam yang tidak berani menginjakkan kakinya ke wilayah itu, karena merupakan tempat tinggal ketiga iblis dari keluarga Lung ini. Sekarang mereka seakan menghadapi suatu masalah besar yang entah apa, malah berlutut di hadapannya.

"Sam wi harap berdiri! Ada apa-apa bisa kita rundingkan baik-baik!"

"Sebelum sahabat Seebun mengabulkan, untuk selamanya kami tidak akan bangun!" kata Lung Goan Po. Seebun Jit adalah tokoh yang sudah banyak makan asam garam. Dia bisa melihat apa yang terkandung di dalam hati seseorang hanya dari mimik wajahnya. Dia tahu ketiga orang ini ada sesuatu dan ingin memohon bantuannya, tetapi dia justru tidak habis pikir apa masalahnya?

"Terserah, katakan saja apa permohonan ka¬lian itu!"

Wajah ketiga orang itu langsung beseri-seri mendengar jawaban Seebun Jit.

"Sekarang Anda tinggal di Gin Hua kok ini, tentunya Anda mempunyai hubungan yang baik dengan I losian sing. Kami bertiga ingin bertemu dengannya, harap Anda sudi mengantar kami kepada orang tua itu!" kata Lung Goan Po kembali.

Tadinya Seebun Jit mengira ada urusan sebesar apa sehingga mereka perlu meminta bantuannya, ternyata mereka hanya ingin bertemu dengan si raja iblis I Ki Hu. Hampir saja dia tertawa geli.

"Kedatangan kalian sungguh tidak tepat. I Kokcu sedang keluar, tidak ada di dalam lembah!"

Tidak disangka-sangka wajah ketiga orang itu semakin bersseri-seri.

"Benar?"

"Tentu. Buat apa aku rnendustai kalian?”

"Dalam perjalanan menuju tempat ini, secara kebetulan kami bertemu dengan Leng Coa sian sing, dia mengatakan hahwa I kokcu menolong seorang laki-laki dan perempuan, apakah yang di-katakannya benar?"

"Tidak ..." Hampir saja Seebun Jit kelepasan bicara. Tetapi baru mengucap sepatah kata 'tidak', dia teringat sesuatu hal. Rupanya ketiga orang ini takut berselisihan dengan I Ki Hu, karena itu mereka menggunakan aka! licik untuk memancingnya. Mendengar I Ki Hu tidak ada di lembah, wajah mereka semakin berseri-seri. Lain secara tiba-tiba mereka menanyakan tentang Lie Cun Ju dan Tao Ling. Di balik semua itu pasti ada apa-apanya.

"Tidak tahu menahu mengenai urusan ini!" Seebun Jit memang manusia yang cerdas, meskipun dalam sedetik, dia mengalihkan jawabannya, namun tidak terlihat sedikit pun bahwa dia sedang berdusta.

Lung Goan Po menarik nafas panjang.

"Sahabat Seebun benar-benar tidak bersedia berterus terang kepada kami?"

"Aku tinggal di Gin Hua kok, ada kejadian apa pun di sini, aku pasti tahu. Tapi aku memang tidak mengenal laki-laki dan perempuan yang ditolong kokcu."

"Mungkinkah Leng Coa sian sing mendustai kami? Aih!

Sudahlah!" gumam Lung Goan Po.

Tiba-tiba ketiga orang itu melonjak bangun.Seebun Jit langsung menggetarkan pergelangan tangannya. Sepasang cambuk di tangannya mengeluarkan cahaya yang berkilauan. Diam-diam dia bersiap siaga terhadap segala kemungkinan.Tetapi tiba-tiba dia melihat wajah Lung Goan Po berubah pucat pasi.Sepasang lengannya gemetar!

"Toako! Kita toh masih bisa menemukan mereka!" teriak kedua saudara Lung Goan Po.

"Dunia begini luas. Kemana kita harus mencari mereka? Batas waktunya sudah sampai pula, untuk apa kita bercapai diri lagi?" ucap Lung Goan Po sambil menarik napas panjang.

Sembari berbicara, sepasang lengannya terus menggigil. Kemudian terdengar suara Krek! Krek! dua kali. Di kening laki- laki bertubuh gemuk pen-dek itu, tampak keringat dingin bercucuran. Seebun Jit adalah seorang tokoh bu lim yang banyak pengalaman. Melihat keadaan ini, dia tahu bahwa Lung Goan Po telah memutuskan seluruh urat nadi di kedua lengannya dengan paksa.

Hati Seebun Jit semakin curiga. Dari kata-kata Lung Goan Po barusan, dia bisa menduga bahwa ketiga iblis itu mendapat perintah dari seseorang untuk menemukan Lie Cun Ju dan Tao Ling. Bahkan diberikan batas waktu. Seandainya sampai batas waktunya mereka masih belum menemukan kedua orang itu, mereka harus memutuskan urat-urat di kedua lengan mereka sendiri!

Orang yang berani bermusuhan dengan tiga iblis dari keluarga Lung, di dalam dunia kang ouw boleh dibilang dapat terhitung dengan jari tangan. Seebun Jit sendiri juga mempunyai nama yang cukup terkenal di dunia kang ouw, tetapi dia pun tidak berani sembarangan mencari masalah dengan ketiga iblis ini. Kecuali Gin leng hiat ciang I Ki Hu atau tokoh yang sebanding dengannya, Seebun Jit benar-benar tidak habis pikir siapa yang berani mendesak ketiga iblis dari keluarga Lung itu?

Seebun Jit merenung sejenak.

"Sahabat Lung, tunggu sebentar. Seandainya tidak berhasil menemukan seorang laki-laki dan perempuan itu, mengapa Anda sampai harus memutuskan seluruh urat di kedua lenganmu sen¬diri?" tanya kakek itu.

"Sahabat Seebun toh tidak tahu dimana kedua orang itu berada, untuk apa bertanya? Kami memberitahukan pun tidak ada gunanya." Sembari berkata, dia menolehkan kepala kepada kedua saudaranya. Setelah itu berkata lagi. "Kalian berdua masih tidak cepat turun tangan! Apalagi yang kalian tunggu? Meskipun kehilangan dua buah le¬ngan, paling tidak masih ada selembar nyawa!" kata orang yang gemuk pendek sambil menahan sakit yang dideritanya.

Seandainya Seebun Jit seorang tokoh dari golongan lurus, tentu dia akan mendesak siapa orangnya yang memaksa mereka dan untuk apa mereka ingin menemukan Lie Cun Ju dan Tao Ling. Dia juga akan mencegah perbuatan mereka bertiga yang memutuskan urat nadi lengan sendiri. Tetapi pada dasarnya dia memang seorang tokoh dari golongan hitam. Dia sadar seorang diri melawan mereka bertiga, lebih banyak ruginya daripada untungnya. Lebih baik menunggu mereka me¬mutuskan dulu urat nadi lengan masing-masing, dia baru tentukan langkah selanjutnya. Karena itu, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Ternyata kedua adik Lung Goan Po juga mengikuti tindakan toako mereka memutuskan urat nadi di lengan masing-masing.

Tubuh mereka gemetar dengan hebat. Keringat dingin membasahi kening. Seebun Jit menunggu sampai pekerjaan mereka sudah selesai, baru tersenyum simpul.

"Entah siapa nama laki-laki dan perempuan yang kalian cari itu? Apabila kalian bisa menyebutkan namanya, mungkin aku bisa membantu!"

Wajah ketiga iblis dari keluarga Lung langsung berubah hebat.

"Rupanya kau memang tahu, mengapa kau tidak mengatakannya dari tadi?" teriak Lung Goan Po.

"Toako, jangan bersikap kasar! Sahabat Seebun, orang yang ingin kami cari bernama Tao Ling dan Lie Cun Ju!" Lung Ping menjawab sambil mengerlingkan matanya pada toakonya.

Seebun Jit melihat kening ketiga orang itu dibasahi oleh keringat dingin. Sepasang lengan mereka menjuntai ke bawah, belum lagi wajah mereka yang pucat pasi. Dapat dipastikan bahwa urat nadi di lengan ketiga orang itu sudah putus. Diam-diam hatinya merasa senang. Seebun Jit menggetarkan cambuknya dan tertawa terbahak-bahak,

"Rupanya mereka yang kalian cari! Meng¬apa kalian tidak katakan dari tadi?" "Rupanya Anda tahu dimana mereka sekarang berada?" tanya Lung Goan Po.

"Tentu saja tahu. Kalian tadi mengatakan kokcu menolong seorang laki-laki dan perempuan. Kedua orang itu bukan ditolong oleh kokcu, mereka bahkan datang sendiri."

"Dimana mereka sekarang?" tanya Lung Ping gugup.

Tentu Seebun Jit tidak mungkin mengatakan jejak Lie Cun Ju dan Tao Ling kepada ketiga iblis dari keluarga Lung itu. Karena dia tahu mereka terdiri dari orang-orang yang keji dan selalu turun tangan dengan telengas. Tentu mereka mengan- dung niat kurang haik.

Sekarang Seebun Jit melihat ketiga iblis itu karena sesuatu hal memutuskan urat nadi tangannya sendiri. Dengan kekuatannya sendiri, kakek itu juga sanggup mengalahkan mereka dalam beberapa jurus saja. Karena itu dia tidak merasa takut sedikit pun.

"Tao kouwnio pergi mengikuti kokcu. Sedangkan Lie Cun Ju masih ada di dalam lembah!" sahutnya tenang.

"Mengapa kau tidak mengatakannya sejak tadi?" Ketiga iblis itu bertanya sambil melangkahkan kakinya maju.

"Mengatakannya sejak tadi? Siapa yang tahu apa yang terkandung dalam hati kalian?" jawab kakek itu dengan nada mempermainkan.

"Baik. Kami akan mengadu jiwa denganmu!" ujar Lung Goan Po dengan nada marah.

Lung Goan Po yang pertama-tama bergerak. Tubuhnya membungkuk sedikit, dengan nekat dia menyerudukkan kepalanya ke arah Seebun Jit. Tenaganya begitu kuat sehingga mengejutkan!

Seebun Jit malah tertawa terbahak-bahak. "Manusia tanpa lengan! Masih berani sesumbar? Apakah setelah mati ingin menjadi setan gentayangan?"

Tubuh kakek Jit berkelebat, pecut di tangannya langsung melayang ke depan. Cahaya perak berkilauan. Dalam sekejap timbul bayangan cam¬buk yang tidak terhitung jumlahnya.

Pecutan Seebun Jit itu juga terhitung keji sekali. Walaupun tidak sampai mematikan, tetapi apahila Lung Goan Po sernpat tersambar pecutannya, paling tidak sebelah wajahnya langsung men¬jadi tidak karuan karena seluruh kulitnya terkelupas.

Lung Goan Po menggeserkan kepalanya sedikit, kedua lengannya masih menjuntai ke bawah. Tetapi sepasang cambuk di tangan Seebun Jit seperti seekor naga sakti. Cahaya terang memercik. Tampaknya sekejap lagi, Lung Goan Po pasti akan terkena sambaran pecut itu.

Tetapi tiba-tiba, sepasang lengan Lung Goan Po yang tadinya menjuntai ke bawah langsung meng-angkat ke atas. Tangan kirinya membentuk cakar mencengkeram ke arah cambuk Seebun Jit yang sedang menyambar ke arahnya. Dalam waktu yang bersamaan, tangan kanannya juga menjulur ke depan mengirimkan sebuah pukulan ke dada Seebun Jit.

Gerakan kedua tangan ini benar-benar di luar dugaan Seebun Jit. Hatinya terkesiap bukan kepalang. Karena tadi dia melihat dengan kepala sendiri keringat dingin menetes membasahi kening Lung Goan Po. Tangan mereka juga menimbulkan suara berderak-derak seperti tulang yang remuk, belum lagi tubuh mereka yang gemetar dan wajah mereka yang pucat pasi!

Ternyata, sepintar-pintarnya Seebun Jit, dia masih bisa dikelabui oleh Lung Goan Po.

Sebetulnya Seebun Jit bukan tokoh sembarangan, tetapi kali ini dia benar-benar bertemu dengan lawan yang seirn! ang. Ternyata nama besar ketiga iblis dari keluarga Lung bukan nama kosong. Kelicikan mereka tidak terduga oleh Seebun Jit.

Sementara Seebun Jit memang terkesiap bukan kepalang, namun di sisi lainnya untung dia mempunyai kekuatan tenaga dalam yang dilatih selama puluhan tahun. Dengan panik pergelangan tangan¬nya ditekan ke bawah. Yang digenggam olehnya masih sepasang cambuk bercabang lima. Begitu dihentikan, cambuk itu melontar ke atas. Ternyata dalam keadaan yang demikian terdesak, dia bisa menghindarkan serangan Lung Goan Po.

Tetapi biar bagaimana, penghindaran Seebun Jit itu boleh dikatakan dipaksakan sekali. Sedangkan dalam waktu yang bersamaan, Lung Sen dan Lung Ping berdua juga menerjang ke arahnya dari kiri kanan. Mereka menjulurkan lengan masing-masing dan mencengkeram ke depan. Ternyata mereka berdua juga berpura-pura, sama halnya dengan toako mereka. Sedangkan lengan mereka tidak cacat sedikit pun.

Pada dasarnya kepandaian Lung Sen dan Lung Ping memang tidak sembarangan. Apalagi Seebun Jit menghindarkan diri dengan terpaksa sekali. Empat buah lengan dari kedua orang itu meluncur dalam waktu yang bersamaan.

Plak! Plak! Plak! Plak! Empat kali pukulan sekaligus tepat mendarat di bagian kiri kanan punggung Seebun Jit.

Ilmu silat Seebun Jit sendiri memang tinggi sekali. Begitu saling menggebrak dengan lawannya, meskipun seorang diri melawan tiga musuh, tetap saja dia bisa mempertahankan ketenangannya. Hawa murni dalam tubuhnya memang sudah dihimpun sejak tadi. Dengan demikian seluruh tubuhnya seperti terlindung hawa murninya.

Tiga lblis dari Keluarga Lung, masing-masing anggotanya mempunyai kekuatan tenaga dalam yang sudah dilatih selama puluhan tahun. Begitu Seebun Jit terhantam empat buah pukulan dari Lung Sen dan Lung Ping, dirasakan bagian kanan kiri pinggangnya bagai ditimpa besi seberat ratusan kati. Telinganya sampai berdengung, matanya berkunang-kunang, tubuhnya bergetar, dan ham-pir saja tidak dapat mepertahankan keteguhan kakinya sehingga nyaris terjatuh!

Dalam keadaan panik, Seebun Jit merasa ping¬gangnya nyeri bukan main. Nadi di pergelangan tangannya juga sempat tersampok kekuatan dari cengkeraman Lung Goan Po. Sebelah tubuhnya terasa bagai kesemutan.

Di dalam hati ia baru sadar bahwa tiga iblis dari keluarga Lung sudah mempersiapkan akal licik sebelum datang ke tempat itu. Kata-kata mereka yang menyatakan ingin meminta bantuannya hanya omong kosong belaka. Tujuan mereka hanya ingin mengetahui apakah I Ki Hu ada di dalam lembah Gin hua kok. Dan apakah Tao ling dan Lie Cun Ju benar di sana atau tidak. Dirinya sendiri sudah malang melintang di dunia kang ouw selama puluhan tahun. Pengalamannya sudah banyak, pengetahuannya luas pula, tetapi dia masih sempat terkecoh oleh Tiga Iblis dari Keluarga Lung itu.

Seebun Jit merasa benci sekali mengingat dirinya yang dibodohi mereka. Diam-diam dia bertekad untuk menebus kekalahannya itu. Namun dia juga sadar bukan hal yang mudah baginya. Dia berusaha membesarkan hatinya. Tetapi rasa sakit di pinggangnya hampir tidak tertahankan. Kelima jari tangannya merenggang, cambuk di tangannya pun terlepas. Matanya dipejamkan dalam keadaan tubuhnya terhuyung mundur beberapa tindak.

Di sudut sebelah sana, Lung Sen dan Lung Ping mengeluarkan suara tawa yang aneh. Mereka lalu menerjang kembali dengan mengirimkan ten-dangan ke bagian dada Seebun Jit.

Sebelum tendangan mereka mengenai lawannya, terdengar Lung Goan Po berteriak dengan keras. "Orang ini sudah lama berkecimpung di dunia kang ouw, kalian harus hati-hati!"

Lung Goan Po menyadari bahwa Hantu Tanpa Bayangan Seebun Jit ini bukan lawan yang mudah dihadapi sehingga dia mengingatkan kedua saudaranya, namun sudah terlambat. Belum lagi tendangan keduanya berhasil mengenai sasarannya, tiba-tiba Seebun Jit sudah melangkah ke depan. Dengan mata mendelik, mulutnya menge¬luarkan suara bentakan kemudian tubuhnya melesat ke atas. Dalam waktu yang bersamaan, tangan kirinya mengibas. Tampak segurat cahaya seperti pelangi melintas, mengedari kaki Lung Sen dan Lung Ping yang sedang mengirimkan tendangan kepadanya. Darah segar memercik, sementara Seebun Jit tertawa terbahak-bahak. Dia menahan rasa sakit karena luka dalamnya, kemudian menyurut mundur setengah langkah.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar