Peninggalan Pusaka Keramat Jilid 02

Jilid 02

Hati Sen Cing semakin penasaran, karena dia adalah seorang pendekar wanita yang ahli dalam am gi (senjata rahasia). Sebagai orang yang mempelajari ilmu yang satu ini, paling tidak mula-mula harus menguasai ilmu jalan darah di tubuh manusia. Pengetahuannya cukup dalam, karena sejak kecil dia memang sudah menekuni seluruh urat darah dalam tubuh seseorang. Tapi anehnya dia sendiri tidak berhasil menemukan jalan darah apa yang tertotok pada pasangan suami istri Lie Yuan. Diam-diam dia menyadari bahwa orang itu menggunakan cara menotok jalan darah dengan aliran tersendiri dan mungkin jarang berkecimpung di dunia kang ouw sehingga tidak ada orang yang mcngetahuinya.

Oleh karena itu, dengan wajah serius Sen Cing berkata, "Kuan loya, bukan kami yang menotok jalan darah mereka!"

Wajah Kuan Hong Siau semakin kelam. Dia menolehkan kepalanya.

"Sahabat keluarga Sang dari Si Cuan, harap masuk ke dalam kabin. Lohu ingin merundingkan sesuatu hal!" teriaknya.

Baru saja ucapannya selesai, dari luar geladak berjalan masuk seseorang bertubuh pendek. Langkahnya lambat sekali seperti orang yang kemalas-malasan. Tao Cu Hun ingat ketika mereka baru sampai di tempat ini, Kuan Hong Siau memperkenalkan orang ini kepada mereka. Tetapi saat itu dia tidak begitu memperhatikan. Memang rasanya dia ingat orang itu menyebut dirinya bermarga Sang. Tetapi karena penampilannya tidak menunjukkan keistimewaan apa-apa maka Tao Cu Hun juga tidak menaruh perhatian. Sekarang mendengar Kuan Hong Siau menyebut keluarga Sang dari Si Cuan, pasangan suami istri Tao Cu Hun jadi tertegun.

Karena keluarga Sang memiliki dua macam ilmu yang sangat terkenal di dunia bu lim. Salah satunya disebut Ruyung Sakti Laksana Angin, sedangkan yang satunya lagi justru tujuh puluh dua macam cara teraneh menotok jalan darah.

Terutama ketujuh puluh dua cara menotok jalan darah itu, jari tangan, tendangan kaki, tepukan bahkan serudukan kepala, semua dapat digunakan untuk menotok jalan darah seseorang.

Bahkan yang diincarnya justru jalan darah yang penting. Ilmu ini merupakan warisan dari leluhur mereka. Bahkan anak perempuan tidak diwarisi ilmu yang satu ini. Selamanya mereka hidup mengasingkan diri di Si Cuan. Jarang bergerak di dunia kang ouw. Maka orang yang pernah mendengar nama keluarga mereka memang banyak, tetapi sampai dimana sebenarnya kehebatan keluarga ini, jarang orang yang melihatnya sendiri.

Di dunia bu lim, orang hanya tahu bahwa orang yang usianya paling tua dan kedudukannya paling tinggi dalam keluarga Sang yaitu Kakek berambut putih Sai ., Hao. Menurut selentingan, usia kakek ini sudah di atas delapan puluh. Ilmunya tinggi sekali sehingga sulit dijelaskan dengan kata- kata. Anak cucu keluarga Sang sendiri sulit menemuinya. Sedangkan orang bernama Sang Cu Ce yang melangkah ke dalam kabin entah mempunyai kedudukan apa dalam keluarga Sang, tetapi kalau dilihat dari langkah kakinya yang mantap dan sinar matanya yang tajam, tampaknya orang ini juga bukan tokoh sembarangan.

Setelah masuk, Sang Cu Ce bertanya kepada Kuan Hong Sian, "Entah ada urusan apa Kuan loya memanggilku?" Sikap Kuan Hong Siau terhadap orang ini juga cukup sungkan.

"Sahabat Sang, pasangan suami istri Pat Kua Kim Gin Kiam tertotok jalan darahnya secara tiba-tiba. Lo hu tidak sanggup memberikan pertolongan, harap sahabat Sang bersedia membebaskan jalan darah mereka."

Sang Cu Ce berseru terkejut. Hatinya merasa bingung. Karena dia juga mengikuti rombongan itu datang ke kapal. Sejak tadi berjaga di luar agar Tao Heng Kan tidak dapat melarikan diri. Dia tidak tahu apa yang terjadi di dalam kabin perahu itu. Mendengar jalan darah pasangan suami istri Lie Yuan bisa tertotok di hadapan beberapa jago kenamaan, hatinya tersentak kaget. Kemudian dia berjongkok dan memperhatikan keadaan Lie Yuan. Tiba-tiba dia bangkit dan mundur dengan wajah menyiratkan perasaan terkejut. Rona wajahnya berubah hebat. Apalagi setelah melihat keadaan Lim Cing Ing yang wajahnya semakin pucat seperti selembar kertas. Berturut-turut kakinya melangkah mundur, dia hanya menggoyang-goyangkan tangannya tanpa sanggup mengucapkan sepatah kata pun.

Di antara orang-orang yang berkumpul, hanya Kuan Hong Siau yang mengetahui bahwa Sang Cu Ce mempunyai kedudukan yang tinggi dalam keluarga Sang. Kalau dihitung dari Kakek berambut putih Sang Hao, Keluarga Sang sudah berlangsung empat generasi, tetapi Sang Cu Ce ini justru keponakan dari Sang Hao sendiri. Dengan demikian dia juga merupakan angkatan tua dalam keluarga Sang, karena terhitung angkatan kedua. Saat ini melihat keadaan Sang Cu Ce yang ketakutan, hatinya jadi tersentak kaget.

"Sahabat Sang, bagaimana?" tanya Kuan Hong Siau.

Sang Cu Ce terus mengundurkan diri sampai depan kabin perahu.

"Siaute tidak sanggup, harap Kuan loya maafkan!" Tiba-tiba dia menghentakkan kakinya dan melesat keluar dari kabin itu. Usia Lie Cun Ju masih belia, dia belum mengerti mara bahaya, sepasang pedang emas dan perak segera dilintangkan ke depan untuk menghadang kepergian Sang Cu Ce.

Lie Cun Ju berdiri di depan Sang Cu Ce sambil bertanya, "Sahabat Sang, siapa yang membokong kedua orang tuaku? Harap jelaskan!"

Sang Cu Ce tidak menyahut sepatah kata pun. Deru angin menyambar, dia menghantamkan sebuah pukulan. Meskipun kekuatan Lie Cun Ju belum seberapa tinggi, tapi otaknya cerdas. Apalagi dia sudah mewarisi ilmu pedang Pat Kua Kiam dari orang tuanya. Dia sudah menyadari kekuatan yang terpancar dari pukulan lawannya, pedang di tangan kirinya segera diturunkan, pedang di tangan kanan digetarkan kemudian secara tiba-tiba, dijulurkan ke arah telapak tangan Sang Cu Ce.

Pada dasarnya Sang Cu Ce tidak mempunyai minat berkelahi. Sekonyong-konyong dia memutar tangannya. Dia menghindar dari serangan pedang Lie Cun Ju. Tubuhnya bergerak dan meiesat lewat samping pemuda itu, sekaligus sikutnya menyenggol salah satu jalan darah di bawah ketiak Lie Cun Ju.

Lie Cun Ju terkesiap, dia bermaksud menarik pedang di tangannya untuk menahan serangan Sang Cu Ce, tapi sudah terlambat. Bawah ketiaknya terasa kesemutan. Dorongan Sang Cu Ce membuatnya terhuyung mundur sampai kira-kira delapan langkah. Pemuda itu berdiri tegak dan mendongakkan wajahnya. Dia melihat bayangan tubuh Sang Cu Ce sudah berkelebat dan meloncat ke atas dermaga. Dalam sekejap mata, orang Sang Cu Ce sudah meiesat hilang dalam kegelapan malam.

Perasaan Kuan Hong Siau semakin tertekan. Kakek itu yakin Sang Cu Ce sudah berhasil melihat jalan darah pasangan suami istri Lie Yuan tertotok oleh seorang tokoh luar biasa. Sedangkan jalan darah yang tertotok itu rahasia sekali. Tetapi Kuan Hong Siau tidak dapat menduga siapa tokoh yang dimaksud sehingga Sang Cu Ce begitu ketakutan, lalu hanya melihat totokannya saja. Bahkan Sang Cu Ce yang terkenal dengan tujuh puluh dua cara menotok jalan darah itu sampai melarikan diri.

Sementara itu, hati Tao Cu Hun, Sen Cing, dan Tao Ling diselimuti kegelisahan yang dalam. Tiba-tiba mereka teringat bayangan tinggi kurus yang dilihatnya lewat kertas jendela. Tapi mereka juga tidak tahu asal usul orang itu.

Kuan Hong Siau tertegun sejenak.

"Cun Ju, orang tuamu hanya tertotok jalan darahnya. Lebih baik suruh dulu beberapa orang untuk mengangkat mereka ke perahu kalian kemudian berusaha menemukan seseorang yang memiliki kepandaian tinggi. Melihat dari pergaulan orang tuamu di dunia kang ouw, pasti ada tokoh yang datang memberikan pertolongan apabila men-dengar berita ini. Sekarang musuh besarmu ada di depan mata. Kau tidak perlu lagi menyebarkan lencana pat kua tadi. Balaslah dendam kematian kokomu sekarang juga!" kata Kuan Hong Siau menasehati.

Sejak tadi Lie Cun Ju memang menatap Tao Heng Kan dengan sorot kebencian yang dalam. Ucapan Kuan Hong Siau seperti memberi semangat kepadanya. Dia melangkah ke depan. Dengan jurus Tumbuh Silih Berganti, dia melancarkan sebuah serangan sambil membentak, "Manusia she Tao, serahkan nyawamu!"

Tao Heng Kan tetap tidak bergerak. Tao Ling bermaksud mendorong abangnya kuat-kuat agar terpental keluar dari kabin dan jatuh ke dalam sungai. Tetapi belum lagi dia mengambil tindakan, tiba-tiba telinganya mendengar suara yang menggelegar. Kaki orang-orang yang ada di atas perahu itu limbung seketika seperti mendadak ada gempa yang melanda. Serangan Lie Cun Ju juga tidak mengenai sasaran karena tubuhnya yang terhuyung-huyung. Orang-orang masih belum mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi. Mereka hanya merasakan humi berguncang dengan hebat. Mereka tidak dapat berdiri dengan kokoh. Karena guncangan itu air sungai mulai meluap masuk. Dalam sekejap mata, perahu yang besar itu tiba-tiba terbelah jadi dua bagian.

Tempat berlabuh perahu itu memang tidak jauh dari air terjun. Ombak di daerah itu lebih besar dibandingkan tempat lainnya. Begitu perahu itu terbelah menjadi dua bagian, sebentar saja sudah digulung arus yang deras dan tenggelam dengan perlahan-lahan.

Tao Ling merasa tubuhnya dihempas air, sekejap saja dia sudah dipermainkan omhak sehingga tinibul tenggelam. Dia ingin membuka mulutnya untuk berteriak meminta pertolongan, tetapi air sungai langsung masuk dan terpaksa dia menelan beberapa teguk air itu. Nafasnya seperti tertutup.

Dengan susah payah dia menenangkan dirinya kemudian menggerakkan kaki tangannya agar dia dapat mengapung di permukaan air.

Udara tiba-tiba menjadi gelap. Seperti akan terjadi hujan badai. Dari tadi Tao Ling tidak memperhatikannya. Sebetulnya ketika meninggalkan gedung Kuan Hong Siau, cuaca sudah mulai berubah. Mendung tebal menyelimuti seluruh daerah itu. Angin bertiup dengan kencang, ombak di sungai menggelora, satu menghempas yang lain dengan begitu besarnya sehingga sangat mengejutkan.

Berkali-kali Tao Ling menyembulkan kepalanya, namun setiap kali dia dihantam oleh ombak yang besar sehingga kepalanya terasa pusing. Permukaan sungai juga gelap gulita. Entah kemana perginya rembulan yang bersinar penuh tadi. Tao Ling sendiri tidak tahu di mana dirinya berada. Dia membiarkan arus sungai membawa dirinya. Setelah timbul tenggelam beberapa kali, akhirnya dia berhasil meraih sekeping papan.

Akhirnya sepanjang malam Tao Ling terombang ambing oleh ombak. Dia melihat matahari mulai menampakkan diri di ufuk timur. Tetapi tiba-tiba turun hujan yang lebat. Begitu derasnya sehingga permukaan sungai mirip dengan panci berisi air mendidih. Kabut yang tebal melayang-layang. Matahari yang baru muncul sedikit segera tertutup kembali oleh awan yang tebal. Gadis itu semakin tidak jelas di mana dia berada. Sepanjang malam, dia dilanda perasaan lapar dan kedinginan. Letihnya tidak dapat dikatakan lagi. Dia hanya dapat pasrah terhadap nasib, tidak sanggup menemukan akal yang baik untuk menyelamatkan diri.

Lambat laun, hujan mulai reda. Tiba-tiba saja Tao Ling merasa gerakan air tidak sederas sebelumnya lagi. Dia sadar dirinya terbawa arus sepanjang malam. Paling tidak dia sudah hanyut sejauh dua-tiga ratus li. Saat ini air sungai tidak sederas tadi, mungkin dia sudah sampai ke bagian hulu sungai. Dia berusaha menyembulkan kepalanya. Tampak pemandangan di hadapannya tidak jelas. Tidak lama kemudian, gerakan tubuhnya semakin lambat. Dia merasa kakinya menyentuh sesuatu.

Hatinya tercekat, namun sesaat kemudian Tao Ling hampir menertawakan dirinya sendiri. Ternyata kakinya telah menginjak dasar sungai yang dangkal. Dia berdiri tegak. Batas permukaan air hanya sampai di dadanya. Dengan menyeret kakinya, gadis itu melangkah ke tepian sungai. Hujan masih turun rintik-rintik. Dia memperhatikan keadaan di sekelilingnya bagai terdampar di sebuah perbukitan yang kosong. Tidak ada rumah penduduk sebuah pun. Malah berkesan sedikit menyeramkan. Tapi Tao Ling bukan gadis penakut. Dia merambat ke atas tepian sungai dan menguatkan dirinya untuk melangkah ke depan sejauh kira-kira lima depa. Tao Ling sampai ke dalam sebuah hutan. Pohon-pohon yang tinggi dan lebat melindungi dirinya dari tetesan air hujan. Tidak berapa lama kemudian, dia melihat ada dua gubuk yang agak reot di hadapannya. Melihat gubuk itu, hati Tao Ling merasa gembira. Meski atap rumah gubuk itu sudah terkuak di sana-sini sehingga air hujan menembus celah itu dan jatuh menetes ke dalam, namun bagi Tao Ling saat itu bagaikan menemukan sebuah istana yang mewah.

Tao Ling masuk ke dalam pondok dan merebahkan tubuh di atas balai-balai tanpa memperdulikan keadaan tubuhnya yang basah kuyup. Tao Ling berbaring di atas balai-balai itu, dan telinganya masih mendengar suara rintik hujan yang semakin reda. Akhirnya dia pun tertidur dengan pulas.

Ketika terbangun dari tidur, Tao Ling melihat sinar mentari yang redup. Ternyata hari sudah menjelang siang. Tapi karena baru turun hujan deras, matahari masih menyembunyikan sebagian dirinya. Gadis itu mengeringkan pakaiannya dengan berjemur di bawah matahari. Setelah itu dia berjalan ke depan untuk melihat-lihat. Tao Ling tahu bahwa dia berada di daerah yang sangat luas.

Tetapi dia tidak melihat hal-hal tertentu, sehingga tidak dapat menentukan di mana dia berada. Entah utara, selatan, timur atau barat? Di sekelilingnva hanya terlihat pepohonan yang lebat. Sepert: berada di tengah hutan tak berpenghuni.

Diam-diam Tao Ling berpikir dalam hati. — Apabila aku membuat sebuah rakit dari batang pohon, mungkin aku bisa meninggalkan tempat ini --

Tetapi yang paling penting bagi Tao Ling sekarang adalah mencari makanan untuk mengisi perut. Baru berjalan beberapa langkah, tiba-tiba dia melihat seseorang keluar dari hutan. Kedua orang itu saling menatap dan keduanya menjadi tertegun. Ternyata orang yang berjalan keluar dari hutan itu, bukan orang lain, melainkan Lie Cun Ju. putra pasangan suami istri Lie Yuan. Sebelah tangannya menggenggam pedang emas. sedangkan tangan yang satunya menggenggam pedang perak. Tidak terlihat sarung pedang menyelip di antara punggungnva. Tampaknva dia juga terhanyut oleh derasnya air sungai dan terdampar di tempat itu juga.

Sebetulnya tidak ada permusuhan antara keluarga Lie dengan keluarga Tao. Secara tidak terduga-duga mereka bertemu di tengah perjalanan sehingga terjadi perkenalan. Kesan yang didapat dari Li Po serta Lie Cun Ju dua bersaudara itu tidak jelek bagi Tao Ling. Tetapi sekarang kedua keluarga itu telah terjadi permusuhan yang dalam. Tao Ling juga tidak bermaksud menemui pemuda itu dalam keadaan seperti ini.

Setelah tertegun sejenak, Tao Ling cepat-cepat memalingkan vvajahnya dan menyimpang ke arah yang lain. Lie Cun Ju juga termangu-mangu heberapa saat, kemudian dia membalikkan tubuhnya berjalan ke arah yang Iain pula. Tapi seberapa besarnya tempat mereka terdampar itu? Setelah berputar-putar sekian lama, akhirnya mereka berpapasan lagi.

Tao Ling mengeluarkan suara dengusan dari hidung. Lie Cun Ju juga sedih mengingat kematian kokonya. Tapi walaupun usianya masih muda, Lie Cun Ju adalah seorang pemuda yang dapat membedakan baik dan buruk. Dia tidak menimpakan kesalahan kepada orang lain yang tidak bersangkutan, walaupun orang yang membunuh abangnya itu Tao Heng Kan, abang dari gadis di hadapannya itu.

"Tao kouwnio . . ." Lie Cun Ju menyapa Tao Ling.

Tao Ling tidak menyah ut sepatah kata pun. Lie Cun Ju menarik nafas panjang. "Tao kouwnio, di antara keluarga kita bisa terjadi peristiwa sedemikian rupa, aku benar-benar tidak menduganya!" sapanya lagi.

"Kenyataan memang sudah terjadi, apalagi yang dapat dikatakan?" sahut Tao Ling.

"Tao kouwnio, ada suatu masalah yang terus mengganjal di dalam hati ini, bolehkah aku menanyakannya?" kata Lie Cun Ju kembali.

"Mengenai apa?" Gadis itu balik bertanya sambil mengibaskan rambutnya yang masih basah.

"Tao kouwnio, tahukah kau apa sebabnya abangmu menurunkan tangan keji kepada Li Po kokoku?"

Sejak kejadian itu, Tao Ling juga dilanda kebingungan oleh pertanyaan yang sama. Sekarang dia mendengar nada suara Lie Cun Ju yang seakan tidak mengandung permusuhan dengannya. Dia pun menarik nafas panjang.

"Aku juga tidak tahu. Kokoku itu selamanya jujur dan baik hati. Tidak pernah aku melihat dia melukai seekor kucing pun."

"Apakah akhir-akhir ini, kokomu bergaul dengan orang yang jahat?"

Tao Ling menggelengkan kepalanya.

"Tidak mungkin." Tao Ling menggelengkan kepala. Lie Cun Ju juga menarik nafas panjang.

"Peristiwa ini bukan main anehnya. Tadi malam, ketika perahu terbelah menjadi dua bagian, tanpa disengaja aku melihat seseorang bertubuh tinggi dan kurus. Seperti bayangan sebatang pohon dan membopong kokomu pergi. Orang itu meloncat ke atas permukaan air lalu melesat dengan mengapung di atasnya." Tao Ling terkejut setengah mati. Karena bayangan orang yang disebut oleh Lie Cun Ju itu, dia pun pernah melihatnya. Tarnpak Lie Cun Ju menggeleng-gelengkan kepalanya dengan bingung.

"Tadinya aku mengira pandangan mataku kurang beres. Coba kau bayangkan! Setidaknva tokoh-tokoh di dunia bu lim ini sudah mempunyai pengetahuan yang lumayan. Orang tua kita sering menceritakan setiap tokoh bu lim yang namanya terkenal, sanggup rnelayang di atas permukaan air. Ilmu gin kangnya (Meringankan tubuh) sudah mencapai taraf tertinggi. Di dalam dunia ini ada berapa orung yang sanggup melakukan hal yang sama? Saat itu, aku panik sekali karena ingin menolong kedua orang tuaku, tidak disangka mereka tidak berhasil tertolong, malah aku yanj; dihempas ombak besar."

Perasaan anti pati di dalam hati Tao Ling terhadap Lie Cun Ju sudah semakin berkurang.

"Bagaimana dengan orang tuaku, apakah kau melihat mereka?" tanya Tao Ling.

Lie Cun Ju menggelengkan kepalanya, "Cuaca malam itu gelap sekali. Aku tidak bisa melihat apa-apa. Tao kouwnio, apabila kita bekerja sama membuat rakit dari batang-batang pohon, rasanya tidak sulit bagi kita untuk meninggalkun tempat ini." Sembari berkata, Lie Cun Ju mengulurkan pedang peraknya ke hadapan Tao Ling.

"Pedang perak itu pusaka warisan keluarga, apakah kau rela meminjamkannya kepadaku?" ujar Tao Ling dengan tersenyum.

"Mengapa Tao kouwnio mengucapkan kata-kata seperti itu?"Lie Cun Ju tertawa getir.

Tao Ling juga tidak sungkan lagi menerima pedang perak yang disodorkan Lie Cun Ju. Pedang itu tajam sekali. Sebentar saja mereka sudah berhasil menebang beberapa hatang pohon siong. Hari mulai gelap. Tao Ling merasa perutnya sakit karena menahan lapar.

"Kau tidak lapar? Bagaimana kalau kita mencari makanan di sekitar tempat ini?" tanyanya kepada Lie Cun Ju.

"Baiklah!" Kedua orang itu segera masuk ke dalam hutan, dan memutar satu kali. Tempat itu tampaknya tidak seberapa luas. Tetapi setelah kedua orang itu mengitarinya, mereka merasakan sesuatu yang aneh.

Ternyata setelah berjalan kesana kemari, mereka tetap kembali ke tempat semula. Tampaknya mereka tidak berhasil menyusup ke tengah hutan. Padahal arah yang dituju mereka itu menuju ke tengah hutan, namun entah mengapa tahu-tahu mereka kemhali lagi ke tempat semula.

Tidak lama kemudian, rembulan sudah menggantung di atas cakrawala. Mereka belum juga menemukan binatang buruan. Akhirnya Tao Ling memetik beberapa buah untuk mengisi perut.

"Apakah kau merasakan bahwa sejak tadi kita tidak bisa menemhus ke dalam hutan?" tanya Tao Ling keheranan.

"Memang aneh! Mari kita coba lagi!" sahut Lie Cun Ju.

Saat ini. perasaan anti pati Tao Ling terhadap Lie Cun Ju sudah sirna sama sekali. Dengan menggenggam pedang masing-masing mereka ber-jalan ke tengah hutan. Tetapi baru setengah perjalanan, mereka sudah kemhali lagi ke tempat semula.

Saat ini, kedua orang itu baru yakin, bahwa hutan itu mengandung keanehan. Tao Ling mempunyai watak serba ingin tahu, berkali-kali dia menyerukan kata aneh.

"Mungkin di dalam tempat ini terdapat hutan rahasia yang menghadang langkah kita sehingga tidak bisa terus ke dalam. Tao kouwnio, sebaiknya kita rampungkan rakit ini kemudian berusaha menemukan orang tua kita," ucap Lie Cun Ju kepada Tao Ling.

Hubungan kedua remaja itu sudah semakin akrab. Rasanya agakjanggal kalau mengingat koko Tao Ling yang membunuh koko Lie Cun Ju. Bahkan orang tua mereka juga sudah saling memalingkan muka. Tetapi mereka berdua masih muda, jiwa mereka masih polos. Walaupun ketika baru hertemu, hati mereka merasa tidak enak juga, tetapi perjuangan di tempat terpencil selama sehari penuh membuat huhungan mereka jadi dekat kemhali. Bahkan Lie Cun Ju mengatakan 'orang tua kita' di hadapan Tao Ling.

Mereka segera merampungkan rakit tadi. Meskipun hati Tao Ling agak panik ingin mengetahui nasib orang tuanya setelah perahu yang mereka miliki terbelah menjadi dua bagian lalu tenggelam, tetapi dia lebih tidak puas dengan jawaban Lie Cun Ju mengenai tempat itu.

"Aku tidak percaya ada hutan rahasia yang menghadang di depan kita. Pasti ada yang aneh pada tempat itu," kata- katanya demikian tegas.

Mata Tao Ling mengedar ke sekeliling tempat itu dengan penasaran. Gadis itu melihat ada sebatang pohon yang tingginya niencapai kira-kira lima depa. Tampak pohon itu menjulang tinggi bagaikan tangga panjang. Wajah Tao Ling langsung berseri-seri.

"Sudah ada! Kita naik ke atas pohon itu agar kita bisa melihat ke bagian tengah hutan agar kita tahu keanehan apa yang terdapat di sana. Bagaimana menurut pendapatmu?"

Dalam hati Lie Cun Ju, Tao Ling adalah seorang gadis yang periang dan lincah. Walaupun di antara kedua keluarga niereka berlangsung pertikaian yang cukup dalam, tapi dalam hati kecilnya mengakui hahwa kesan gadis ini sangat baik baginva. Mendengar perkataan Tao Ling, dia segera mendongakkan kepalanya melihat ke arah pohon yang ditunjuk Tao Ling.

"Baik!"

Tanpa disadari, sepasang remaja itu bergandengan tangan dan berlari menuju pohon itu. Setelah sampai di bawah pohon. Tao Ling baru merasa bahwa kemesraan mereka sudah melampaui batas. (Perlu diketahui bahwa pada jaman itu laki-laki dan perempuan tidak boleh saling bersentuhan. walaupun hanya pegangan tangan saja, kecuali abang adik atau suami istri). Wajah Tao Ling merah padam, cepat-cepat dia melepaskan tangannya dari pegangan Lie Cun Ju.

Sepasang kaki gadis itu menghentak kemudian tuhuhnya pun mencelat ke atas. Tangannya terulur untuk meraih sebatang cabang pohon. Lie Cun Ju memandangi gerakan tubuh Tao Ling sampai terkesima beberapa saat. Setelah gadis itu sudah berhasil mcncapai ke atas pohon tiba-tiba mengeluarkan seruan terkejut. Lie Cun Ju lersentak sadar dari lamunan. Cepat dia mendongakkan wajahnya dan melihat ke atas. Tampak Tao Ling berdiri di atas sebatang ranting pohon. Sedangkan ranting itu agak lemas sehingga tubuh gadis itu berayun-ayun seakan setiap waktu.bisa terjatuh ke bawah.

"Tao kouwnio, kau tidak apa-apa?" tanyanya setengah berteriak.

"Cepatlah kau naik kemari! Cepat!" sahut Tao Ling.

Lie Cun Ju tidak tahu apa yang terjadi. Cepat-cepat dia melesat naik ke atas dan menerobos gerombolan daun yang lebat. Dia sempat mendengar gerakan tubuh Tao Ling. Ketika dia sudah mencapai ketinggian tiga depa lebih, dia mendongakkan kepalanya lagi. Tetapi dia tidak berhasil melihat gadis itu lagi.

Rupanya pohon yang mereka panjat itu sebatang pohon Liong Pek yang usianya mungkin sudah ratusan tahun. Daunnya lebat sekali. Sewak-tu pemuda itu ada di bawah pohon, dia bisa melihat pakaian Tao Ling yang berkibar-kibar sehingga tahu dimana gadis itu berada. Tetapi setelah dia naik ke atas, pandangan matanya terhalang oleh dedaunan yang rimbun sehingga tidak dapat melihat gadis itu lagi. Mendengar seruan Tao Ling seperti melihat sesuatu yang mengejutkan, dia menggerakkan tubuhnya untuk mencelat lebih tinggi lagi ke atas.

"Tao kouwnio, aku datang!" seru Lie Cun Ju

Lie Cun Ju melesat lagi stiengah depa. Rasanya jarak dirinya dengan puncak pohon tinggai sedikit lagi. Baru saja dia menarik nafas dalam-dalam untuk mencelat naik lagi, tiba-tiba bagian tengkuknya terasa geli, seperti ada orang meniup bagian belakang tengkuknya itu.

"Tao kouwnio, kau memang nakal!" kata pemuda itu sambil tertawa geli.

"Apanya yang nakal? Cepat kau lihat, pemandangan ini pasti belum pernah kau saksikan seumur hidup!" Suara Tao Ling berkumandang dari atas.

Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar suara Tao Ling berkumandang dari atas. Tadinya rlia mengira gadis itu yang meniup tengkuknya sehingga terasa hangat dan geli. Oleh karena itu, dia mengatakan 'Tao kouwnio, kau memang nakal!' Tetapi dari nada Tao Ling saat ini, paling tidak gadis itu masih satu depa di atasnya. Walaupun ilmu silat Lie Cun Ju belum sampai taraf yang tinggi, tapi dia mengetahui dengan pasti bahwa seseorang yang jaraknya satu depaan tidak mungkin rnenghembuskan angin ke tengkuknya apalagi terasa hangat seakan ditiup dari dekat.

Tentu saja, kesadarannya tergugah. Ada orang lain di atas pohon ini keculai mereka berdua. Dan orang itulah yang mempermainkannya!

Berpikir sampai di sini, perasaan Lie Cun Ju jadi terkesiap. Cepat-cepat dia menolehkan kepalanya dan bermaksud membentak: 'Siapa?', tapi seluruh tubuhnya langsung bergetar, hampir saja pegangannya pada ranting pohon terlepas.

Rupanya tadi dia hanya memusatkan pikiran-nya untuk naik ke atas pohon, dia mengira di bagian belakangnya masih ada ranting pohon dengan dedaunan yang lebat. Kini tiba-tiba dia menolehkan kepalanya dan ternyata bagian belakangnya merupakan udara yang melompong dan tidak ada tempat persembunyian sama sekali. Lalu dari mana datangnya udara atau dengus nafas yang dirasakannya tadi?

Hati Lie Cun Ju dilanda kebingungan dan merinding. Cepat- cepat dia memanjat ke atas pohon dan tidak berani berdiam di tempat semula lama-lama. Sesampainya di puncak pohon, dia melihat wajah Tao Ling menyiratkan perasaan terkejut, matanya menatap ke depan seperti terkesima oleh suatu pemandangan. Cepat-cepat dia mengalihkan perhatiannya mengikuti arah mata Tao Ling. Dia langsung terpana.

Di bagian tengah hutan itu, ada sebidang tanah berbentuk bundar. Di bawah cahaya rembulan, di permukaan tanah itu timbul cahaya yang mengapung dan terang sekali. Cahaya itu begitu menyilaukan mata seperti lampu yang besar sekali menyorot dari atasnya. Bagi orang-orang sekarang mungkin merasa diri sendiri berada di alam dewa-dewi. Karena di alam manusia tidak mungkin ada cahaya sebesar itu. Juga tidak mungkin berkelip-kelip seperti penuh bertaburan bintang.

Lie Cun Ju mernandang dengan terkesima, tanpa sadar dia bertanya.

"Tao kouwnio, apa itu?"

Tao Ling menggelengkan kepalanya.

"Aku juga tidak tahu, mungkinkah sebuah danau kecil?" "Kalau benar danau, paling tidak airnya akan hergerak sedikit-sedikit, tetapi cahaya itu pasif, tidak bergerak sedikitpun."

"Mudah, untuk mengetahui benar tidaknya, biar aku coba sebentar!"

Pedang Lie Cun Ju dipindahkan ke tangan kiri, tangan kanan menyusup ke balik pakaian serta mengeluarkan tiga batang senjata rahasia. Baru saja dia ingin melemparkan tiga batang piau tadi ke berkas cahaya yang terlihat, Lie Cun Ju teringat hawa hangat yang terasa di tengkuknya.

"Tao kouwnio, tunggu sebentar. Aku rasa di pulau ini tinggal seorang tokoh sakti yang mengasingkan diri. Jangan sampai membuatnya marah, agar ada keuntungannya bagi kita!" katanya mengingatkan.

"Masa nyalimu begitu kecil?" Tao Ling menoleh sambil tersenyum.

Wajah Lie Cun Ju merah padam. Mana ada anak muda yang sudi dikatakan pengecut di depan seorang gadis cantik? Tetapi watak Lie Cun Ju selalu waspada.

"Tao kouwnio tadi ketika aku memanjat sampai pertengahan pohon ini, tiba-tiba aku merasa tengkukku ditiup oleh seseorang. Karena itu, aku teringat kembali dan mengingatkanmu."

"Tidak usah takut! Ada apa-apa, biar aku yang bertanggung jawab!" Kedua jari telunjuk dan jari tengahnya mengibas, terdengar suara Serrr! Beberapa batang senjata rahasia itu meluncur ke arah berkas cahaya yang terlihat. Tetapi ketika senjata rahasia itu hampir mencapai sasarannya, tiba-tiba seperti ada kekuatan yang tidak herwujud mengalahkan luncuran senjata rahasia itu sehingga bergerak ke samping lalu jatuh di atas tanah. Saat itu rembulan sedang bersinar penuh. Mereka dapat melihat jelas senjata rahasia itu mengilaukan sinar dan ter jatuh di atas tanah. Tao Ling jadi tertegun beberapa saat.

"Aneh! Senjata rahasiaku tadi, paling tidak dapat meluncur sejauh dua-tiga depa dan menancap ke dalam pohon sedalam setengah cun. Menga-pa tiba-tiba kekuatannya melemah malah terjatuh ke samping!"

Melihat kenyataan itu, Lie Cun Ju semakin yakin dengan dugaannya.

"Tao kouwnio, yang paling penting bagi kita adalah meninggalkan tempat ini. Tidak perlu perdulikan masalah lainnya!"

"Tidak bisa! Eh, bagaimana dengan ilmu gin kangmu?" Wajah Lie Cun Ju menyiratkan rona merah.

"Tenaga dalamku belum seberapa tinggi, sehingga ilmu gin kang juga biasa-biasa saja!"

"Coba kau lihat, bundaran cahaya itu, paling-paling berjarak sepuluh depaan dari tempat ini. Kita turun sedikit ke bawah lalu menggunakan bantuan ranting pohon mengayun ke tempat itu. Coba kau lihat apakah kita hisa mencapai bundaran cahaya tersebut?" ujar Tao Ling sambil menunjuk ke bawah.

"Rasanya aku tidak sanggup!" Lie Cun Ju menggelengkan kepala.

"Kalau begitu kau tunggu di sini, biar aku yang meloncat turun dan melihat apa sebenarnya bundaran cahaya itu. Nanti aku kembali lagi!"

Lie Cun Ju terkejut sekali mendengar Tao Ling ingin meloncat ke bundaran cahaya itu. Saat ini dia sudah mulai menaruh perhatian yang cukup besar pada Tao Ling. Bukan karena dia tidak yakin dengan ilmu gin kang gadis itu, melainkan dia khawatir di balik bundaran cahaya itu ada sesuatu yang membahayakan, Hatinya ingin mencegah, tetapi ketika dia melirik Tao Ling sekaligus melihat kepastian di wajah gadis itu, percuma melarangnya.

"Tao kouwnio, kalau kau hendak meloncat ke bundaran cahaya itu, biarlah aku menemanimu!" ucap Lie Cun Ju.

Hati Tao Ling tergerak, dia segera menolehkan wajahnya. Sepasang mata gadis itu menyiratkan sinar yang aneh. Tao Ling menatap Lie Cu Ju sambil mengerling beberapa kali.

"Tadi kau sendiri menyatakan bahwa ilmu gin kangmu belum sanggup meloncat ke bawah, mengapa sekarang tiba- tiba kau bersedia menemani aku?" tanya Tao Ling heran.

Lie Cun Ju masih muda belia dan tidak ada pengalaman menghadapi anak gadis. Sesaat dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. Sekali lagi Tao Ling melirik kepadanya sambil tersenyurh manis.

"Tentu kau khawatir aku turun sendiri kesana maka kau bertekad menemaniku bukan?" tanya Tao Ling kembali.

Dengan susah payah Lie Cun Ju menganggukkan kepalanya. Tao Ling menarik nafas panjang.

"Lie .. . toako, ada sesuatu yang sejak tadi ingin kubicarakan denganmu."

"Silakan kouwnio katakan saja!" sahut Lie Cun Ju cepat. "Keluarga kita bertemu secara tidak terduga-duga di tengah

perjalanan. Dengan demikian kita jadi saling mengenal. Siapa

yang menyangka dalam waktu beberapa hari bisa terjadi peruhahan seperti ini. Lie toako, apakah kau membenci kokoku?"

"Iya!" sahut Lie Cun Ju tegas.

Wajah Tao Ling menyiratkan penderitaan yang dalam. "Lalu, apakah hatimu juga membenci aku?"

"Tao kouwnio, mengapa aku harus membencimu?"

"Lie toako, bolehkah kau juga jangan membenci koko?" Tao Ling adalah seorang gadis yang dari luar terlihat lembut, namun hatinya keras sekali. Dia megucapkan kata-kata tadi setelah direnungkannya baik-baik.

Di benak Lie Cun Ju terlihat bayangan kokonya ketika mati terhunuh di hawah pedang hek pek kiam Tao Ileng Kan. Dia menggeretakkan giginya erat-erat.

"Tidak bisa!" teriaknya lantang.

"Lie toako, kalau kau begitu membenci koko, mengapa kau tidak memperdulikan bahaya dan bersedia menemani aku turun kesana?" tanya Tao Ling.

"Tao kouwnio, kita tidak perlu memikirkan orang lain. Kita pikirkan saja diri kita sendiri, bukankah begitu lebih baik?"

Tao Ling tertawa getir, mungkin memang beginilah cara yang terbaik. Dia menyelipkan pedang perak yang dipinjamkan Lie Cun Ju di pinggangnya. Kemudian dia melorot turun kurang lebih satu setengah depa, dengan jurus Elang Men- darat Di Atas Pasir dia menggelantung pada sebatang ranting pohon kemudian mengayunkan tubuhnya ke depan.

Begitu melihat Tao Ling sudah melayang turun dengan bantuan ranting pohon, Lie Cun Ju segera menyedot hawa murni dari dalam perutnya kemudian mengikuti gerak gadis itu. Mereka meluncur ke bavvah. Telinga mereka mendengar suara deruan angin. Tubuh mereka meluncur semakin cepat. Bundaran cahaya itu semakin lama semakin dekat jaraknya. Tiba-tiba serangkum kekuatan yang besar muncul dari permukaan cahaya dan menahan gerakan tubuh mereka.

Kedua tubuh remaja itu ditahan oleh segulung kekuatan yang terpancar dari bundaran cahaya. Mereka terkejut setengah mati. Belum sempat mereka memikirkan cara untuk mengatasi kejadian itu, tiba-tiba tubuh mereka pontang- panting dan dipentalkan oleh serangkum angin kencang dan terhempas ke tanah.

Ketika pandangan mata mereka normal kembali, tiba-tiba mereka merasa berada di dalam kegelapan. Bundaran cahaya yang besar itu hilang begitu saja. Anehnya tubuh mereka tidak terluka sedikitpun meski terhempas dari tempat yang cukup tinggi.

Tao Ling dan Lie Cun Ju langsung melonjak bangun. Si gadis memandang si pemuda, si pemuda pun demikian pula. Akan tetapi, sepatah kata pun tidak terucapkan. Tao Ling memperhatikan keadaan sekitarnya. Dia tersentak ketika menyadari dirinya dengan Lie Cun Ju berada di sebuah tanah kosong yang dikelilingi berbagai batu dengan bentuk-bentuk aneh.

Batu-batu aneh itu tingginya mencapai satu depa lebih. Ujungnya runcing-runcing. Untung saja ketika mereka jatuh, tidak menyentuh ujung batu-batu aneh itu.

"Lie toako, apakah kau merasa takut?" tanya Tao Ling sambil tertegun.

"Dalam keadaan seperti ini, apa lagi yang harus ditakutkan? Aku hanya merasa keadaan ini semakin lama semakin aneh!" jawab Lie Cun Ju sambil menggelengkan kepala.

"Justru karena keadaannya semakin aneh, kita harus menerobos ke dalam untuk melihat kebenarannya. Tadi kau tidak mempunyai gagasan. Akan tetapi ketika kita ditahan oleh bundaran cahaya tadi, aku masih sempat menenangkan pikiran. Dan ketika berusaha bangkit, aku merasa bahwa bundaran cahaya itu seperti selembar jala yang entah terbuat dari bahan apa."

Pat Kua Kim Gin Kiam adalah sepasang suami stri yang senang menjelajah ke mana-mana. Karena itu banyak orang yang mengenal mereka. Sedangkan sejak kecil Li Po maupun Lie Cun Ju sudah sering diajak berkeliling dunia. Banyak keanehan yang sudah pernah disaksikan oieh pemuda itu. Karenanya, dia tidak begitu yakin ketika Tao Ling mengatakan bundaran cahaya itu merupakan selembar jala yang besar.

"Tao kouwnio, mungkin kau salah lihat!" ucap Li Cun Ju. "Mana mungkin aku salah lihat? Kalau kau tidak percaya,

ayo kita cari!"

"Tao kouwnio, kekuatan yang tadi menahan kita pasti dipancarkan oleh seorang tokoh berilmu tinggi. Kalau orang itu merasa tidak senang kita mendekatinya, untuk apa kita mencari-cari?"

"Aku justru merasa kesal. Seandainya orang itu mengeluarkan suara dan melarang kita masuk ke dalam, aku juga tidak akan memaksakan kehendak. Tetapi dia tidak mengucapkan sepatah kata pun. Malah sengaja mempermainkan kita. Pokoknya aku ingin menyelidiki tempat ini!"

Lie Cun Ju tidak berhasil membujuk Tao Ling. Akhirnya mereka menentukan arah yang akan ditempuh. Menurut ingatan mereka, tempat mereka dihempaskan tidak seberapa jauh dengan cahaya yang terlihat tadi. Seharusnya sekarang mereka sudah berada di tempat itu. Akan tetapi keadaan gelap gulita. Sambii rpikir mereka me-ngitari tempat itu. Di sekitar mereka hanya tampak bebatuan yang aneh. Persis seperti monster-monster dalani legenda purba kala.

Di bawah cahaya rembulan, bebatuan aneh itu tampak seperti dalam keadaan hidup. Ujungnya yang runcing laksana cakar besar yang siap menerkam musuhnya setiap waktu. Hampir setengah kentungan lamanya mereka mengitari tempat itu. Akan tetapi tetap saja tidak berhasil me- ninggalkan tanah yang dikelilingi dengan bebatuan aneh. Tiba- tiba Lie Cun Ju seperti teringat sesuatu, dia menarik tangan Tao Ling. "Tao kouwnio, kita jangan mengitari lagi, makin berkali-kali mengitari makin gawat!"

"Ada apa sebenarnya?" Tao Ling terkejut setengah mati. "Tidak perlu dikatakan lagi! Bebatuan ini rupanya

nierupakan sebuah barisan yang aneh dan rumit. Tadi kita tidak berhasil masuk ke tempat ini. Sekarang kita malah tidak bisa keluar lagi. Tam-paknya semua ini karena barisan aneh yang kukatakan itu."

Hati Tao Ling semakin berdebar-debar.

"Seandainya kita tetap terkurung di sini, apa yang harus kita lakukan?" tanya Tao Ling dengan panik.

Lie Cun Ju tidak langsung memberikan jawaban. Dia pernah mempelajari Pat Kua Kiam Hoat yang mengandung unsur barisan Pat Kua. Setidaknya dia juga pernah diberi pengertian mengenai barisan-barisan lainnya. Akan tetapi meskipun telah memperhatikan sekian lama, belum juga mengetahui bebatuan itu diatur dengan barisan apa.

"Tao kouwnio, bila kau bersedia menuruti perkataanku, aku yakin kita bisa keluar dari barisan ini," ujar Lie Cun Ju.

"Coba katakan!"

"Kita menundukkan kepala dan mengakui kesalahan kita. Kemudian memohon pemilik tempat ini memberikan petunjuk untuk keluar dari sini," kata Lie Cun Ju.

Tao Ling terdiam mendengar perkataan Lie Cun Ju. Adatnya keras. Menyuruh dia meminta maaf tanpa alasan tertentu. Lebih sulit daripada menceburkan diri ke lautan api. Lie Cun Ju meiihat gadis itu diam saja. Dia langsung mengerti pikiran gadis itu.

"Tao kouwnio, masih ada cara lainnya. Kau tidak perlu bersuara, biar aku saja yang berbicara!" Dalam hati Tao Ling masih merasa keberatan. Akan tetapi gadis itu sadar mereka terperangkap dalam masalah yang janggal. Seandainya tidak menuruti perkataan Lie Cun Ju, kemungkinan mereka benar-benar tidak bisa keluar dari tempat itu untuk selamanya. Akhirnya dia mengangguk-kan kepalanya.

Lie Cun Ju menyedot hawa murni dari dalam perutnya dan berteriak dengan suara lantang. "Boanpwe berdua tertimpa musibah karena perahu kami hancur di sungai lalu terhanyut sampai ke tempat ini. Karena perasaan ingin tahu, boanpwe berdua telah mengganggu ketenangan locianpwe. Harap locianpwe tunjukkan jalan keluar, kami akan meninggalkan tempat ini selekasnya!"

Setelah berteriak dua kali, tetap tidak terdengar sahutan sedikit pun. Tao Ling mulai tidak sabar.

"Tao kouwnio, coba lihat, apa itu?" seru Lie Cun Ju dengan terkejut.

Tao Ling mengikuti arah telunjuk Lie Cun Ju. Dia melihat ada tiga puluhan titik sinar. Titik itu seperti kunang-kunang yang timbul tenggelam di antara bebatuan aneh di seberang sana. Benda-benda itu lambat sekali gerakannya. Akan tetapi menimbulkan suara dengungan.

Tadinya Tao Ling dan Lie Cun Ju mengira yang terlihat itu sejenis serangga yang langka dan hanya terdapat di sekitar daerah itu. Tetapi ketika sinar itu semakin mendekat, mereka dapat melihat dengan jelas. Tanpa ditahan lagi, perasaan mereka terkejut setengah mati.

Ternyata benda-benda yang melayang-layang itu bukan jenis serangga, tetapi puluhan butir mutiara yang berkilauan dan melayang-layang di permukaan tanah.

Ibu Tao Ling, Sam Jiu Kuan Im Sen Cing adaiah seorang pendekar wanita yang ahli dalam senjata rahasia. Tao Ling sendiri juga sudah mewarisi ilmu itu meskipun belum semahir ibunya. Akan tetapi dia terbengong-bengong melihat mutiara berkilauan yang mengapung-apung di udara itu. Sepatah kata pun tidak sanggup diucap-kan oleh hibirnya.

Ahli senjata rahasia mana pun di dunia ini, sangat mementingkan unsur kecepatan, kuat, dan tepat. Tentu saja bagi orang yang tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat tinggi, dia dapat menggerakkan senjata rahasia dengan lambat tanpa mengurangi kekuatan maupun ketepatannya. Bahkan ada beberapa yang sanggup menyambit dan menarik kembali senjata rahasianya sesuka hati. Tapi hal ini hanya dapat dilakukan orang tertentu, yakni yang iwekangnya sudah mencapai taraf sempurna.

Berpuluh-puluh butir mutiara itu meluncur dari kejauhan dan mengayun-ayun seperti mengambang di atas permukaan air. Ketika sampai di depan mata mereka, keadaannya masih tetap sama. Sungguh tak dapat dibayangkan sampai dimana taraf tenaga dalam yang dimiliki orang yang melontarkannya!

Ketika Tao Ling masih termangu-mangu, puluhan hutir mutiara itu mulai tampak berubah. Terdengar suara desiran. Puluhan butir mutiara itu berputaran sehingga membentuk cahaya yang indah. Kemudian melesat secepat kilat lewat di samping kedua remaja itu, lalu menghilang begitu saja.

"Tao kouwnio, pasti cianpwe itu sedang menunjukkan jalan keluar bagi kita. Cepat kita ikuti untaian mutiara tadi!" ujar Lie Cun Ju.

Tadinya Tao Ling masih tidak yakin di tempat itu ada seorang tokoh berilmu tinggi. Tetapi setelah melihat ilmu yang dilancarkan melalui mutiara itu, akhirnya gadis itu pun percaya juga. Dia tidak berani menetap di sana lama-lama. Dengan mengikuti sisa berkas kilauan mutiara tadi, mereka melesat pergi. Tampak sebuah batu besar yang berbentuk aneh menghadang depan mereka. Namun mereka masih mengikuti lintasan kilauan cahaya tadi. Keduanya memutar ke sebelah kanan dan menerobos bebatuan yang bercelah. Tiba-tiba pandangan mata menjadi terang. Mereka sudah sampai di tepian sungai.

Lie Cun Ju dan Tao Ling dilanda perasaan tercekam. Cepat- cepat kedua remaja itu berlari menuju rakit yang telah mereka buat dari batang pohon. Ketika Tao Ling berlari sejauh beberapa langkah, dia melihat ada sedikit titik kilauan di atas tanah. Hatinya menjadi penasaran. Dengan cepat dia berlari kembali lalu memungut benda itu. Dia tidak sempat memperhatikan dengan seksama. Namun dia yakin yang dipungutnya itu untaian mutiara yang melayang-layang tadi. Dimasukkan-nya benda itu ke dalam saku celana kemudian berlari menyusul Lie Cun Ju yang sudah berada di atas rakit.

Dua remaja itu menggunakan ranting pohon untuk mengayuh rakit. Tidak ada lain yang terpikir kecuali meninggalkan tempat itu sejauh-jauhnya. Ketika menjelang pagi, mereka melihat sebuah perahu besar sedang melaju di tengah sungai yang luas.

Lie Cun Ju dan Tao Ling merasa lapar setengah mati. Belum lagi rasa lelah karena mendayung rakit sepanjang malam. Tanpa memperdulikan siapa pemilik perahu itu, mereka berteriak keras-keras meminta pertolongan. Tidak lama kemudian ada orang yang melemparkan seutas tali kepada mereka dan secara bergantian mereka pun naik ke atas perahu.

"Cun ke (Tukang perahu), terima kasih atas pertolongannya. Kalau boleh kami masih ingin merepotkan sedikit yaitu meminta sedikit makanan. Kami merasa berterima kasih sekali!"

Lie Cun Ju mengira tukang perahu itu pasti senang mendengar kata-katanya yang sopan. Tidak disangka-sangka orang itu malah bertanya dengan suara yang dingin, "Siapa kalian?" Mendengar pertanyaan itu, Tao Ling dan Lie Cun Ju segera mendongakkan wajah dan menatap dengan seksama. Tampak orang itu masih menggenggam seuatas tali yang digunakannya untuk menolong mereka. Orang itu bukan tukang perahu seperti yang dtduga Tao Ling maupun Lie Cun Ju, melainkan seorang manusia aneh. Tubuhnya tinggi kurus, pakaiannya serba hitam. Wajahnya mengenakan sebuah topeng berwarna merah darah. Penampilannya sungguh menyeramkan. Seandainya mereka tidak mendengar orang itu berbicara, mungkin mereka mengira telah bertemu dengan setan sungai.

"Siapa Anda sendiri?" Tao Ling balik bertanya.

"Kalian berdua membawa pedang ernas dan perak, tentunya putra putri dari Pat Kua Kim Gin Kiam bukan?" ujar orang aneh itu sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Begitu bertemu muka, orang itu sudah bisa menebak asal usulnya, bahkan menyebut gelar ayahnya, Lie Cun Ju terkejut sekali. Tetapi reaksinya sungguh cepat, dia menjawab.

"Pat Kua Kim Gin Kiam memang orang tuaku. Akan tetapi yang ini putri dari Pat Sian Kiam Tao Cu Hun, Tao tayhiap. Entah apa gelar Anda?"

Orang itu hanya tertawa terkekeh-kekeh. Kemudian dia membalikkan tubuhnya dan mengeluarkan suara siulan yang aneh dua kali. Sejenak kemudian terdengar balasan suara siulan yang sama dari dalam kabin perahu. Namun suara siulan balasan itu sebanyak tujuh kali.

"Liong wi silakan rnasuk ke dalam kabin!" kata orang itu Tao ling melirik ke arah Lie Cun Ju. Kebetulan pemuda itu

pun sedang menoleh kepadanya. Mereka sama-sama merasa bimbang karena tidak tahu tokoh mana atau siapa yang berada di dalam perahu itu. Tetapi mereka berada di tengah sungai, sedangkan rakit mereka telah terapung jauh. Kecuali masuk ke dalam kabin, memang tidak ada car a lainnya yang dapat ditempuh.

Mereka saling melirik lagi sekilas, seakan mengisyaratkan agar meningkatkan kewaspadaan. Tangan mereka masing- masing meraba pedang di pinggang. Agar dapat berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan. Kemudian kedua remaja itu mengikuti orang tadi masuk ke dalam kabin.

Mereka melihat depan kabin yang terselubung sebuah tirai tebal. Dengan berdampingan, Tao Ling dan Lie Cun Ju masuk ke dalam kabin. Tetapi baru saja mereka melangkah masuk, ada serangkum angin yang kuat menerpa ke arah mereka.

Keduanya rnerupakan putra putri dari tokoh yang terkenal. Mereka langsung sadar bahwa saat itu mereka telah dibokong oleh seseorang. Keduanya segera menghentikan langkah kaki mereka dan serentak menghunus pedang pusaka. Cahaya emas dan perak memijar, Lie Cun Ju mengerahkan jurus Matahari menggeser arah dan Tao Ling menggunakan jurus Merited mempertahankan negara, keduanya segera melancarkan serangan ke depan.

Kedua jurus yang dimainkan mereka merupakan jurus yang hebat dari Pat Kua Kiam Hoat dan Pat Sian Kiam Hoat. Di dalam hati mereka yakin jurus ini dapat menahan serangan orang yang membokong tadi. Baru saja pedang mereka gerakkan ke depan, dan belum sempat melakukan perubahan apa pun. Tahu-tahu pedang di tangan mereka tiba-tiba berubah menjadi berat dan tidak dapat digerakkan sama sekali.

Baik Tao Ling maupun Lie Cun Ju tersentak kaget hatinya. Saat itu mereka baru memperhatikan keadaan di dalam kabin. Rupanya tadi keduanya tiba-tiba dibokong oleh seseorang. Sehingga belum sempat memperhatikan keadaan di dalamnya.

Saat itu mereka baru melihat kabin perahu itu luas sekali. Di bagian tengah-tengah terdapat tiga buah kursi. Bagian kiri duduk orang yang menolong mereka tadi. Sedangkan di sebelah kanan seorang perempuan. Perempuan itu juga mengenakan pakaian serba hitam serta sebuah topeng bervvarna merah muda sebagai penutup wajah. Kursi yang di tengah kosong.

Tampak di sisi kiri kanan ketiga kursi itu berbaris helasan orang seperti elang yang membentangkan sayapnya. Sebeiah dalam orang yang paling tinggi dan terus menurun ke ujung orang yang paling pendek. Semuanya mengenakan pakaian hitam dan mengenakan topeng yang sama.

Di hadapan Lie Cun Ju dan Tao Ling berdiri seorang laki-laki bertuhuh pendek dan gemuk. Bagian wajahnya juga ditutupi topeng merah. Kedua lengannya terjulur ke depan. Ternyata dia mencapit bagian tengah pedang emas dan perak dengan kedua jari tangannya.

Lie Cun Ju dan Tao Ling sadar, ilmu kepandaian mereka masih cetek. Tetapi setidaknya mereka yakin ilmu yang diwariskan oleh orang tua mereka bukan ilmu sembarangan. Saat ini ternyata belum sejurus pun ilmu mereka dikerahkan, tahu-tahu pedang mereka sudah tercapit oleh laki-laki bertubuh gemuk pendek itu. Hal itu tidak terbayangkan oleh mereka sebelumnya.

Hati Lie.Cun Ju dan Tao Ling menjadi panik. Dua remaja itu saling melirik seakan mengambil sebuah keputusan. Lebih baik berusaha menarik kembali pedang, urusan lainnya belakangan. Tetapi orang bertubuh pendek gemuk itu masih tetap mencapit tubuh pedang mereka. Meskipun Tao Ling dan Lie Cun Ju sudah mengerahkan seluruh kekuatan yang dimiliki, pedang itu tidak bergerak sedikit pun. Maju tidak bisa, ditarik pun tidak bisa.

Tiba-tiba Lie Cun Ju dan Tao I Jug merasa ada serangkum tenaga yang menerpa ke arah mereka dari bagian tubuh pedang. Tangan mereka merasa kesemutan dan tidak dapat ditahan lagi kelima jari tangan pun merenggang. Pedang emas dan perak terjatuh di atas lantai perahu.

Setelah pedang pusaka terlepas dari tangan, hati Tao Ling dan Lie Cun Ju semakin tercekat. Serentak mereka melangkah mundur ke pintu kabin. Tapi orang-orang yang berdiri di kiri kanan ketiga kursi langsung bergerak menghadang di pintu.

Mereka sadar, laki-laki bertubuh gemuk pendek itu saja tidak mungkin terhadapi, belum lagi orang lainnva. Maka pcrcuma saja memberikan perlawanan. Karena itu mereka membatalkan niat semula dan berdiri tegak menunggu perkembangan berikutnya.

"Mengapa Anda sembarangan merebut pedang pusaka dari tangan kami?" tegur Lie Cun Ju.

Orang bertubuh gernuk pendek itu tertawa terkekeh-kekeh. Suara tawanya aneh sehingga menimbulkan kesan menyeramkan dan membuat bulu kuduk TaoLing maupun Lie Cun Ju jadi merinding. Orang itu membalikkan tubuh dan berjalan ke tengah kabin. Dia duduk di kursi tengah yang kosong itu. Topeng di wajahnya bergerak-gerak ketika dia menoleh ke kiri dan kanan.

"Kedatangan kita kembali kesini, boleh dikatakan tidak diketahui seorang pun. Tetapi sekarang malah dipergoki kedua anak muda ini. Kita harus menggunakan cara membunuh agar ini mulut mereka bungkam. Kalau tidak pasti akan terjadi kerugian yang besar di pihak kita," ujar orang bertubuh pendek gemuk itu.

"Apa yang dikatakan toako memang benar!" sahut orang yang duduk di sampingnya, sambil menganggukkan kepala.

Pembicaraan mereka seperti diucapkan sepatah demi sepatah. Tetapi bagi pendengaran Tao Ling dan Lie Cun Ju, justru menimbulkan kesan menakutkan. Ada satu hal lagi yang membuat pikiran mereka resah, yaitu mereka belum pernah mendengar orang menceritakan tokoh-tokoh seperti orang- orang di hadapan mereka. Tampang dan penampilan mereka begitu misterius.

Tampak laki-laki bertubuh gemuk pendek itu mendongakkan wajahnya. Matanya menyorotkan sinar yang tajam menatap Lie Cun Ju serta Tao Ling lekat-lekat. Pandangan matanya membuat hulu kuduk Tao Ling meremang kembali. Diam-diam Tao Ling mengulurkan tangannya dan meraih semua senjata rahasianya yang ada untuk berjaga-jaga terhadap segala kemungkinan.

"Sebetulnya, kami tidak ingin turun tangan mencelakai siapa pun. Akan tetapi gerak gerik kami ini tidak ingin diketahui oleh orang lain. Sedangkan tanpa disengaja kalian sudah naik ke atas perahu kami. Biar bagaimana pun jejak kami sudah bocor. Terpaksa kami memilih jalan memhunuh agar mulut kalian hungkam. Seandainya kalian masih mempunyai pesan yang ingin disampaikan kepada sanak saudara, silakan katakan saja. Kami pasti akan menyampaikannya!" ujar lelaki bertubuh pendek gemuk itu.

"Kami . . ." ujar Lie Cun Ju terputus.

Orang bertubuh gemuk pendek itu menjulurkan tangannya menahan perkataan Lie Cun Ju.

"Tidak perlu mengatakan apa-apa. Seandainya kau ingin mengatakan bahwa kalian berjanji tidak akan mengatakan kepada siapa pun apa yang kalian lihat, kami tetap tidak percaya. Seandainya masih ada pesan yang hendak kalian sampaikan, cepat utarakan!"

Lie Cun Ju merasa ada serangkum hawa dingin menyelimuti perasaannya.

"Entah kalian ini sahabat dari mana?" tanyanya berusaha mengulur waktu.

"Seandainya kami mengatakan, kalian pun pasti tidak mengetahuinya. Seandainya kalian ingin kematian kalian diketahui oleh orang tua kalian, aku bisa menyampaikannya," kata laki-laki aneh bertubuh gemuk pendek itu.

Lie Cun Ju melirik Tao Ling sekilas. Dia melihat wajah gadis itu berubah hebat, seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. Diam-diam dia juga berpikir dalam hati, betapa tragis apabila mati tanpa sebab musabab yang pasti. Tapi bila mendengar ucapan orang yang sombong itu, tampaknya mereka juga tidak memandang sebelah mata terhadap orang tua mereka. Daripada mati penasaran, mengapa tidak mengadakan perlawanan?"

Watak Lie Cun Ju sehari-harinya sangat lem-but. Bahkan terkadang lebih lembut dari anak gadis. Tetapi dalam keadaan terdesak, dia bisa mengambil keputusan secara dewasa. Saat itu dia berdiri berdampingan dengan Tao Ling. Tiba-tiba dia mendorong tubuh gadis itu dan berteriak dengan suara keras, "Tao kouwnio, cepat lari!"

Tangannya mendorong Tao Ling, setelah itu dia mencabut pedang emasnya. Kemudian menggunakan jurus Tanah merekah melancarkan sebuah serangan kepada si laki-laki bertubuh gemuk pendek.

Sedangkan tangan Tao Ling sejak tadi sudah menggenggam senjata rahasia. Dia memang sudah bersiap diri melontarkannya. Dia melihat Lie Cun Ju sudah bertekad mengadu nyawa. Dalam keadaan genting Lie Cun Ju masih memikirkan keselamatan dirinya. Gadis itu malah tidak sanggup lari. Setelah tubuhnya terdorong oleh tangan Lie Cun Ju setengah langkah, jari tangannya langsung mengibas. Seluruh senjata rahasia yang ada padanya dilontarkan ke depan. Sasarannya ketiga orang yang duduk di atas kursi.

Kedua orang itu hampir serentak melancarkan serangan. Lie Cun Ju menghantamkan sebuah pukulan. Meskipun tenaganya tidak seberapa kuat, tapi kecepatannya boleh juga. Serangannya terlebih dahulu sampai daripada senjata rahasia yang dilontarkan Tao Ling. Orang bertubuh gemuk pendek itu masih duduk dengan tenang. Ketika serangan Lie Cun Ju sudah hampir mengenainya, dia baru menggeser tubuhnya sedikit. Kemudian menghantamkan sebuah pukulan pula ke depan. Lie Cun Ju merasa ada serangkum angin kencang yang menerpa dadanya. Tubuhnya limbung kemudian terpental ke belakang. Kepalanya terasa berdenyut-denyut dan pandangan matanya berkunang-kunang. Dadanya terasa sakit. Dia membuka mulutnya lehar-lebar dan tanpa dapat ditahan lagi segumpal darah segar mengucur keluar dari tenggorokannya.

Tepat di saat tubuh Lie Cun Ju terpental, perempuan yang duduk di sisi kanan orang bertubuh gemuk pendek berdiri dari kursinya. Dia maju selangkah dan menjulurkan lengan bajunya. Seluruh senjata rahasia yang dilontarkan Tao Ling langsung menyusup ke dalam lengan baju yang longgar tanpa tersisa satu pun.

Tao Ling tertegun sesaat, lalu menatap Lie Cun Ju terkulai di atas lantai perahu. VVajah gadis itu pucat pasi. Dengan tergesa-gesa dia menghambur mendekatinya. Dia berjongkok di depan pemuda itu.

"Lie toako, bagaimana keadaanmu?" tanya Tao Ling gugup. "Tao kouwnio, mungkin kita harus mati di atas perahu ini!"

jawab Lie Cun Ju sambil menarik napas panjang.

Sembari berkata Lie Cun Ju mengulurkan tangannya dan menggenggam telapak tangan Tao Ling erat-erat. Tangan itu bergetar, sedangkan matanya menyorotkan sinar yang lembut kepada gadis itu. Sinar mata demikian bukan sinar mata yang seharusnya tidak disorotkan orang yang men-jelang kematian.

Tao Ling merasa jantungnya berdegup-degup. Keadaan mereka memang terlalu membahayakan. Tetapi kalau toh harus mati, Tao Ling merasa tidak perlu takut lagi. Seakan di dalani kabin perahu itu hanya terdapat mereka berdua. Gadis itu malah tersenyum manis. "Lie toako, di antara kedua keluarga kita terselip permusuhan yang demikian dalam. Tidak di-sangka kita malah bisa menemui kematian bersama," katanya.

Lie Cun Ju juga memaksakan seulas senyuman. Darah masih menetes di ujung bibirnya.

"Tao kouwnio . . . meski . . . pun ada . . . per . . . musuhan

... di an ... tara keluarga ki . . . ta, tapi hubungan . . . ki . . . ta baik . . . sekali, bukan?"

Tentu saja Tao Ling mengerti maksud yang terkandung di balik ucapan pemuda itu. Wajahnya merah padam.

"Benar!" Tao Ling menganggukkan kepala.

"Tao kouvvnio . . . suruhlah . . . mereka . . . turun . .

.tangan . . .sekarang juga."

Tao Ling menggunakan ujung lengan bajunya mengusap darah yang merembes dari sudut bibir pemuda itu.

"Baik," sahutnya lembut. Dia mendongakkan wajahnya. Dia ingin memuaskan hatinya memaki-maki ketiga orang itu sebelum kematian menjemput. Tiba-tiba dia melihat mimik wajah ketiga orang kapal menyiratkan kejanggalan. Kata-kata yang sudah tersedia di ujung lidah akhirnva ditelan kembali.

Tampak ketiga orang itu sudah berdiri dari kursi masing- masing dan saling berkerumun. Di atas telapak tangan perenipuan tadi ada benda yang berkilauan. Ternyata mutiara yang dipungut Tao Ling di tepi sungai tadi malum. Mimik wajah ketiga orang itu seakan tertegun memandangi mutiara. Tao Ling meniperhatikan sejenak kemudian membentak dengan suara keras.

"Sam moay, urusan sudah menjadi sedemikian rupa. Kita harus segera mengambil keputusan!" Suara lelaki gemuk pendek dengan nada keras. "Toako, aku rasa kita harus mempertimbangkannya kembali," sahut lelaki tinggi kurus yang tadi menolong Tao Ling dan Lie Cun Ju dengan nada bimbang.

"Kalau kita masih ragu-ragu, kemungkinan kita bertiga akan menemui kematian yang mengerikan."

Mendengar ucapan laki-laki bertubuh gemuk pendek itu, seakan urusan yang sedang mereka hadapi gawat sekali. Tetapi Tao Ling justru tidak mengerti mengapa tiba-tiba mereka jadi sedemikian panik.

"Apa yang dikatakan toako memang benar!" sahut perempuan bertopeng merah muda. Baru saja kata 'benar!' selesai diucapkan oleh perempuan itu. Tiba-tiba terdengar suara trak! trak! sebanyak dua kali. Dia sudah menghunus dua batang golok pendek dari selipan ikat pinggangnya. Tubuh perempuan itu berkelebat seperti gulungan asap hitam. Tahu- tahu dia sudah melesat ke depan pintu kabin.

Tao Ling melihat perempuan itu mencabut sepasang goloknya, hatinya menjadi tercekat. Tapi keadaan perempuan itu tidak seperti akan menghadapi dirinya. Hatinya dilanda kehingungan. Tampak belasan orang yang tadinya berdiri di kanan kiri ketiga buah kursi itu tiba-tiba mengeluarkan suara raungan. Suara itu seperti hendak mengadakan pertarungan. Tetapi tubuh perempuan tadi berkelebat seperti terbang. Dalam sekejap mata terdengar suara jeritan mengerikan. Tiga orang pun rubuh di atas lantai perahu dengan dada terkoyak. Setelah berkelojotan beberapa kali, orang-orang itu pun menghembuskan nafas terakhir.

Tao Ling tidak mengerti mengapa mereka malah menyerang orang-orangnya sendiri. Tao Ling hanya melihat sisa belasan orang itu kembali mengeluarkan suara raungan keras. Laki-laki ber-tubuh gemuk pendek tadi tampak menggenggam sepasang pedang. Sekali dikelebatkan kembali pedang itu dua orang sekaligus rubuh bermandikan darah. Meskipun orang-orang itu juga memberikan perlawanan dengan sengit, tapi apa daya karena kepandaian mereka terpaut jauh. Laki-laki bertubuh gemuk pendek itu kembali menggerakkan pedangnya. Dua orang pun tertebas dan mati seketika.

Tampak sepasang telapak tangan laki-laki bertubuh tinggi kurus seperti beterbangan ke mana-mana. Seluruh ruangan kabin dipenuhi bayangan pukulan dan angin yang menderu- deru. Setiap kali terdengar suara Plak! Pasti ada satu orang yang menjadi korban. Dalam sekejap mata saja belasan orang tadi sudah terkapar di lantai perahu menjadi mayat.

Ketiga orang itu menghentikan gerakan tangannya. Laki- laki bertubuh tinggi kurus dan perempuan tadi menghambur ke bagian geladak perahu. Tidak lama kemudian, mereka sudah kembali lagi.

"Toako, perahu sedang mendekati tepian sungai. Di tempat itu banyak tukang perahu, tetapi semuanya sudah dibunuh oleh kami."

"Untung saja kita turun tangan dengan cepat. Tidak ada seorang pun yang sempat lolos. Urusan ini hanya diketahui oleh langit dan bumi, tidak ada orang lain lagi yang tahu kecuali kita bertiga!" kata lelaki pendek gemuk dengan napas lega.

"Toako, bagaimana dengan kedua orang ini?" ujar perempuan itu seraya menunjuk ke arah Tao Ling dan Lie Cun Ju.

Mendengar pertanyaan perempuan itu, Tao Ling segera menyadari bahwa yang akan melanda dirinya dan Lie Cun Ju. Tetapi dia seperti diselimuti awan tebal. Tidak rnengerti sama sekali terhadap rentetan kejadian yang mereka lakukan.

Isi perut Lie Cun Ju tergetar karena pukulan si laki-laki bertubuh gemuk pendek tadi sehingga terluka cukup parah. Meskipun tubuhnya sulit digerakkan tapi dia melihat dengan jelas perbuatan ketiga orang yang membunuh rekan- rekannya. Dia merasa cara ketiga orang itu sungguh keji. Seandainya tidak menyaksikan dengan mata kepala sendiri, mungkin dia masih tidak percaya di dunia ini ada orang sekejam itu.

Tapi mengapa ketiga orang itu tiba-tiba harus membunuh rekan-rekan atau mungkin anak buah mereka? Lie Cun Ju dan Tao Ling tidak mengerti. Tetapi diam-diam hati Tao Ling merasa perbuatan mereka ada hubungannya dengan mutiara yang dipungutnya lalu tanpa disengaja terlontar bersama senjata rahasia yang ada di saku pakaiannya.

"Tentu mereka tidak boleh dibiarkan hidup!" jawab laki-laki bertubuh gemuk pendek dengan nada tegas.

Pedang di tangannya digetarkan. Timbul bayangan bunga- bunga cahaya berkilauan. Hawa pedang dingin menusuk, terus diluncurkan ke bagian ubun-uhun kepala Lie Cun Ju.

Sejak perempuan tadi mengajukan pertanyaan kepada toakonya, Tao Ling sudah mengetahui bahwa mereka akan turun tangan. Seandainya gadis itu hanya seorang diri, dia pasti akan mengadakan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi saat itu Lie Cun Ju sudah terluka parah. Tao Ling juga tidak berniat meninggalkannya begitu saja. Akhirnya dia pasrah terhadap nasib. Dia memejamkan matanya untuk menunggu kematian.

Serangkum angin dingin menerpa bagian atas kepala Tao Ling. Tiba-tiba telinganya mendengar suara yang aneh dari lantai perahu tempat kakinya berpijak. Seperti ada benda keras yang membentur.

Seiring dengan suara benturan tadi, laki-laki bertubuh tinggi kurus dan perempuan tadi segera berteriak, "Toako, tunggu dulu!"

Pedang di tangan si laki-laki gemuk pendek sudah hampir menyentuh kepaia Tao Ling. Gadis itu sendiri sudah merasa adanya hawa dingin di kepalanya. Namun ketika mendengar suara teriakan kedua orang itu, pedangnya langsung ditarik kembali.

"Toako, apakah kau mendengar suara benturan tadi?" tanya perempuan itu kembali.

"Mungkinkah . . .?" gumam orang yang gemuk pendek itu. "Mengapa kalian berdua tidak keluar untuk melihatnya?"

kata perempuan itu.

"Sam moay, mengapa bukan kau saja yang keluar melihat?" bentak si tinggi kurus dengan nada agak marah.

Ketiga orang itu akhirnya malah saling mendorong satu dan yang lainnya. Kemudian untuk sesaat mereka terdiam.

"Tidak usah ribut-ribut, rejeki atau bencana, kita bertiga harus menghadapi bersama. Rasanya juga tidak mungkin begitu cepat datangnya," ujar si gemuk pendek.

"Mudah-mudahan bukan bencana! Ayo kita lihat!" sahut perempuan itu.

Ketiga orang itu keluar bersama-sama. Tao Ling sadar mereka semua memiliki ilmu kepandaian yang tinggi. Untuk memhunuh rekan-rekannya sendiri ataupun membunuh dirinya dan Lie Cun Ju, orang-orang itu bisa melakukannya dengan kepala dingin. Tao Ling takut sekali. Ketika ketiga orang itu sudah keluar dari kabin perahu, Tao Ling cepat- cepat menyeret tubuh Lie Cun Ju ke arah jendela. Dia melongokkan kepalanya keluar. Tampak hari sudah mulai terang, berarti dini hari sudah menjelang. Permukaan sungai tampak disorot oleh cahaya keemasan.

Kesempatan yang baik bagi Tao Ling, Hanya itu satu- satunya cara untuk melarikan diri. Dia juga tidak ingin berpikir panjang lagi. Tubuhnya bergerak dan bersiap untuk meloncat keluar sambil menyeret Lie Cun Ju. "Tao kouwnio, se ... pa ... sang . . . pedang ... i... tu ..." Suara Lie Cun Ju tersendat-sendat.

Tao Ling menolehkan kepalanya. Dia melepaskan Lie Cun Ju kemudian membalikkan tubuhnya untuk memungut Kim Gin Kiam. Matanya melirik ke arah mutiara yang berkilauan tadi. Rupanya masih menggeletak di atas kursi. Sekalian diraihnya benda itu. Dalam hati Tao Ling tahu bahwa mutiara itu ikut terlontar bersama senjata rahasianya tadi. Sedangkan ketiga orang itu tampaknya terkesima memandang benda itu. Mungkin asal usul mutiara itu tidak sembarangan. Karena itu dia merasa sayang meninggalkannya. Pekerjaan itu menyita lagi waktu beberapa detik.

"Pasti di perahu sebelah ada yang melemparkan sauh, kita sendiri yang terlalu curiga," ujar si gemuk pendek berkumandang dari iuar kabin.

Tao Ling sadar, bahwa sebentar lagi mereka akan masuk ke dalam kabin. Dengan tergesa-gesa dia melesat ke arah jendela. Tetapi karena hatinya panik, tingkahnya jadi gugup. Tanpa sadar kakinya menendang topeng di wajah salah satu mayat yang menggeletak. Dalam keadaan seperti itu Tao Ling masih sernpat menolehkan kepalanya untuk melihat apa yang ditendangnya. Setelah melihat, hatinya tercekat. Hampir saja dia menghentikan langkah kakinya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar