Pembunuhan Zodiak Tokyo Jilid 5 : Sulap Dalam Kabut Waktu (Tamat)

ADEGAN 1 PEMBUNUH SILUMAN

Pagi-pagi sekali hari Jumat tanggal 13, aku turun dari kereta di Stasiun Tsunashima. Segalanya terasa hening di tengah kabut pagi, meskipun pada malam hari daerah yang sama begitu riuh dan terang dengan semua papan tanda neon hotel-hotel cinta. Aku tidak tidur nyenyak malam sebelumnya. Semakin aku memikirkan Takeo, semakin bingung aku dibuatnya. Sangat sedikit yang diungkap Kiyoshi, dan aku masih membentur tembok. Aku kini sadar bahwa tak satu pun pemikiranku yang bisa melampaui level sedang. Aku sarapan di sebuah kedai kopi dan bersiap-siap menghadapi hari yang menjelang. Ini akan menjadi hari tak terlupakan.

Namun, ketika aku sampai di kantor Kiyoshi, dia masih tidur. Jadi, aku mencuci cangkir-cangkir kopi yang tergeletak di bak cuci dan menyiapkan tempat untuk dua tamu yang akan datang. Kemudian aku menyalakan stereo dengan suara pelan dan berbaring di sofa. Aku terkantuk-kantuk. Akhirnya Kiyoshi muncul dari kamar tidurnya, menguap dan meregangkan kepala. Dia sudah berpakaian rapi dan bercukur, bahkan dia terlihat sangat necis.

“Tidurmu nyenyak?” aku bertanya.

“Begitulah,” jawabnya. "Kau datang pagi sekali. Pasti kau tidak bisa tidur tadi malam, betul?”

"Karena ini hari bersejarah.”

“Bersejarah? Kenapa?”

"Yah, ini hari saat misteri besar akhirnya terungkap. Kaulah yang akan menyampaikan kebenaran itu, jadi kau pasti sama bergairahnya seperti aku.”

"Menyampaikan kebenaran kepada si gorila, Takegoshi Jr.? Aku tidak akan terlalu menikmatinya. Saat bersejarah telah datang dan pergi. Tapi aku bersedia menjelaskan kasus ini kepadamu.”

"Meskipun demikian, pertemuan hari ini bersifat resmi, bukan hanya untuk kepentinganku.”

"Membereskan kekacauan secara resmi, begitu?” sambar Kiyoshi.

”Terserahlah. Hari ini hanya ada beberapa pendengar, tetapi mereka akan segera menyebarluaskan kisah ini.”

"Oh, yah, sangat menggetarkan,” Kiyoshi mendengus. “Sebaiknya aku menggosok gigi."

Dia sama sekali tidak tampak bersemangat atau gugup—kalaupun ada eskpresi, dia hanya kelihatan enggan.

"Kiyoshi, hari ini kau pahlawan!” Aku berkata untuk mendukungnya ketika dia muncul kembali.

"Aku tidak tertarik menjadi pahlawan atau diperlakukan seperti pahlawan. Aku memecahkan misteri, itu saja. Aku tidak ingin dihias! Menjemukan sekali! Lukisan yang bagus tidak perlu dibingkai, kau tahu... Membayangkan aku akan membantu polisi preman itu membuatku muak. Kalau aku tidak peduli pada ayahnya, aku tidak akan memberitahukan apa pun padanya. Dasar manusia, huh!"  Mrs. Iida menelepon beberapa saat setelah tengah hari. Dia mengatakan bahwa dia dan kakaknya akan tiba dalam waktu sekitar satu jam. Sementara kami menunggu, Kiyoshi menggambar sejumlah diagram di buku catatan.

Akhirnya terdengar ketukan di pintu.

"Halo, silakan masuk,” undang Kiyoshi. Dia tampak terkejut ketika Mrs. Iida masuk dengan orang lain, bukan kakaknya. "Oh, di mana Fumihiko? Dia tidak datang?”

"Dia tidak bisa datang hari ini, jadi suami saya yang menemani. Ini Mr. Jida.”

Iida membungkuk dua kali kepada kami. Dia pria berpenampilan sederhana yang lebih menyerupai manajer toko kimono ketimbang detektif.

"Dia juga bekerja di departemen kepolisian, jadi seharusnya tidak ada masalah,” lanjut Mrs. Iida. "Saya juga ingin minta maaf atas kekasaran kakak saya ketika bertemu Anda, Mr. Mitarai. Saya sangat menyesalinya.”

"Yah, saya juga menyesal dia tidak bisa datang,” balas Kiyoshi, berusaha mengekang kesinisannya. "Saya ingin tahu, apakah dia juga akan mangkir seandainya saya gagal memecahkan kasus ini. Yah, kita harus maklum kalau seorang pria dengan jabatan setinggi dia pasti selalu sibuk. Mr. Ishioka, kau tidak membuatkan kopi untuk kita?”

Aku bergegas ke dapur.

Ketika semua orang sudah duduk nyaman dan aku sudah menyajikan kopi, Kiyoshi melanjutkan dan berdiri di depan sebuah papan tulis kecil.

"Saya meminta Anda datang hari ini,” dia memulai, "karena saya ingin menjelaskan Pembunuhan Zodiak Tokyo. Tetapi sebelumnya, apakah Anda membawa catatan ayah Anda?... Bagus sekali. Boleh saya memintanya?”

Warisan Bunjiro Takegoshi sangat penting bagi Kiyoshi. Polisi itu menderita seumur hidupnya, dan Kiyoshi telah bekerja keras untuk memperoleh kembali kehormatannya. Ketika Kiyoshi menerima catatan itu dari Mrs. Iida, aku menyadari bahwa pembuluh darah di punggung tangannya bermunculan.

"Tidak sulit memberitahukan nama pembunuhnya kepada Anda. Dia kini memakai nama Taeko Sudo, dan dia menjual dompet kecil di butiknya di dekat Kuil Seiryoji di Sagano, Kyoto. Nama tokonya Megumi. Tidak ada toko lain di Sagano yang bernama Megumi, jadi Anda akan cukup mudah menemukannya. Bolehkah saya mengakhiri pertemuan ini sekarang? Anda akan mengetahui seluruh cerita saat Anda menanyakan detail-detailnya kepada wanita itu — kecuali Anda menginginkan saya untuk melanjutkan? Lanjut? Baiklah, kalau begitu saya akan melanjutkan. Ini akan menjadi kisah yang panjang..."

Penjelasan Kiyoshi begitu cemerlang, begitu masuk akal, dan disampaikan dengan sangat baik, sehingga aku berharap ada seribu orang di kantor kecil itu, mendengarkan kisahnya.

"Kasus ini benar-benar sangat sederhana. Taeko Sudo membunuh semua anggota keluarga Umezawa sendirian. Lalu, kita mungkin bertanya, mengapa kejahatan sesederhana itu tak bisa terpecahkan selama empat puluh tahun? Karena Taeko Sudo, si pembunuh berantai, membuat dirinya tak terlihat. Seperti dugaan awal Mr. Ishioka, ini adalah, sebenar-benarnya, tipuan sulap. Tetapi bukan sulap yang ditampilkan oleh Heikichi Umezawa, seperti yang dia bayangkan: pesulapnya adalah Taeko. Keberhasilan rencananya didukung oleh latar belakang astrologi Umezawa. Jadi mungkin kita harus menyebutnya sulap astrologi. Tapi saya akan sampai ke sana nanti.

"Pertama-tama, mari kita membahas teka-teki kematian Umezawa di dalam studionya yang terkunci. Seperti Anda ingat, semua jendela dilengkapi jeruji besi, tidak ada jalan keluar rahasia, dan pintunya diamankan dengan palang geser serta kunci berbentuk kantong. Tambahan lagi, karena salju lebat hari itu, orang yang mengunjungi studio tidak mungkin datang atau pergi tanpa meninggalkan jejak sepatu.

"Heikichi minum beberapa butir obat tidur sebelum dia dibunuh. Janggutnya dipotong pendek, tetapi tidak ada gunting atau pisau cukur di lokasi kejadian. Terdapat dua baris jejak yang tertinggal di salju. Satu dibuat oleh sepatu pria, satu lagi oleh sepatu wanita. Tampaknya si pria meninggalkan studio setelah si wanita. Hujan salju berhenti pukul 23.30, sehingga perkiraan waktu kematian Heikichi adalah antara sebelas malam dan jam satu pagi. Seorang model diyakini berpose untuk Heikichi malam itu, tetapi dia tidak pernah ditemukan.

"Jadi, berapa banyak skenario yang dapat terpikirkan oleh kita? Saya punya enam skenario: 1. Pembunuhan terjadi tepat setelah pukul sebelas malam dan pembunuhnya langsung pergi. Salju menutupi jejak sepatunya. Kedua baris jejak sepatu itu dibuat oleh dua orang lain, 2. Heikichi dibunuh oleh modelnya, 3. Orang yang mengenakan sepatu pria membunuh Heikichi, 4. Kedua orang itu bekerja sama: 5. Model dengan sengaja membuat dua jenis jejak sepatu yang berbeda, 6. Orang yang mengenakan sepatu pria mencoba mengelabui kita dengan menambahkan jejak sepatu wanita.

”Nah, sebagian orang berspekulasi bahwa tempat tidur Heikichi ditarik ke langit-langit dan kemudian dijatuhkan. Namun, menurut saya, itu mustahil dilakukan, jadi kita juga akan menyingkirkan teori tersebut.

"Urusan jejak sepatu ini sangat menarik. Tapi tak peduli selogis apa pun kita memikirkannya, petunjuk itu tidak membawa kita ke mana-mana. Itu salah satu alasan mengapa kasus tersebut tak pernah terpecahkan selama ini. Namun, tidak mencari jawaban sebenarnya merupakan kunci utama dalam misteri ini. Anda lihat, jeda antara notlah yang menyusun musiknya!”

Setelah pernyataan dramatis itu, Kiyoshi berhenti sebentar untuk menghirup kopi.

"Sekarang, mari kita pelajari lagi keenam skenario ini. Saya akui, skenario pertama mengandung beberapa hal yang masuk akal. Tetapi jika ada dua orang yang menyaksikan pembunuhan itu setelah si pembunuh pergi, nyatanya mereka tidak pernah muncul. Mengapa? Jika mereka ingin merahasiakan alasan mereka mengunjungi studio Heikichi, mereka bisa saja mengirim surat tanpa nama ke polisi. Dan jika dinyatakan sebagai tersangka pembunuhan, mereka pasti ingin membuktikan bahwa mereka tidak bersalah. Tetapi nyatanya tidak ada yang muncul.

"Skenario kedua tidak mungkin dijalankan. Berdasarkan durasi hujan salju, orang yang mengenakan sepatu pria dan orang yang mengenakan sepatu wanita pasti bertemu di studio. Jika model itu membunuh Hetikichi, orang yang bersepatu pria pasti menyaksikannya. Tetapi tidak ada indikasi bahwa kejadiannya seperti itu.

“Skenario ketiga sama mustahilnya. Jika orang bersepatu pria membunuh korban, maka orang bersepatu wanita pasti menyaksikannya. Sekali lagi, tidak ada indikasi bahwa kejadiannya seperti itu.

"Skenario keempat lebih masuk akal, tetapi mungkinkah Heikichi meminum obat tidur di hadapan dua orang  tamu? Tentu saja, dia mungkin diancam dan dipaksa meminumnya. Dan apakah kedua pembunuh itu juga membunuh Kazue dan melakukan pembunuhan Azoth? Tidak ada bukti bahwa kasus-kasus tersebut melibatkan dua pembunuh. Amat sulit bagi dua orang untuk menyimpan rahasia maut. Dan jika ada dua pembunuh, maka mereka tidak memerlukan Mr. Takegoshi untuk membuang mayat-mayat itu. Semua ini menandakan bahwa pembunuhan tersebut dilakukan oleh satu orang —orang dengan pikiran tenang dan hati dingin.

“Skenario kelima kelihatannya juga mustahil. Model memasuki studio setelah pukul dua siang pada tanggal 25. Pada saat itu, tidak ada yang menduga salju akan turun, jadi dia tidak akan terpikir untuk membawa sepatu pria guna menutupi jejaknya nanti. Dia pasti akan menggunakan sepatu Heikichi. Terdapat dua pasang sepatu di studio sebelum dan sesudah pembunuhan. Namun jejak sepatu menunjukkan bahwa si model tidak kembali dengan sepatu Heikichi setelah dia pergi. Yang mungkin terjadi adalah si model berjalan ke luar studio dengan mengenakan sepatunya sendiri, kemudian berjalan kembali dengan berjinjit dalam langkah-langkah panjang seperti laki-laki: lalu dia memakai sepatu Heikichi dan menginjak jejak jari kakinya. Tetapi jika demikian, dia tidak akan bisa mengembalikan sepatu ke studio. Dan mengapa dia membiarkan jejak sepatu perjalanan pertamanya, padahal dia bisa saja menutupi semua jejak sepatunya? Mungkin tujuannya adalah membuat bingung penyelidik, mengarahkan mereka untuk berpikir bahwa ada beberapa pembunuh yang menarik tempat tidur ke langit-langit — atau bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh pria.

"Skenario keenam jika dilihat sekilas tampaknya merupakan skenario yang paling mungkin. Seorang pria  datang ke studio sendirian setelah salju mulai turun. Dia membawa sepasang sepatu wanita bersamanya, dan membuat jejak dengan sepatu itu sembari meninggalkan jejak sepatunya sendiri. Tetapi jika demikian, polisi akan menduga bahwa jejak sepatu wanita itu milik si model, dan menyimpulkan bahwa pembunuhnya tetap saja pria. Apalagi Heikichi tidak punya teman pria yang akrab, dan sangat kecil kemungkinannya dia mau minum obat tidur dan pergi tidur di hadapan seorang pria. Dengan demikian, skenario ini juga menemui jalan buntu.

“Tetapi karena tidak ada jalan lain, kita mesti mempertimbangkan keenam skenario ini. Seperti saya katakan tadi, kita bisa dengan yakin mencoret yang pertama dan yang keempat. Keduanya sangat tidak mungkin. Yang kedua dan ketiga juga tidak meyakinkan. Jadi, yang tersisa tinggal skenario kelima dan keenam. Seorang pria yang membuat jejak sepatu wanita memang terdengar sulit dipercaya. Jadi, saya akan menyatakan bahwa yang tersisa hanyalah skenario lima.

"Mari kita pelajari lagi dengan saksama: si model dengan sengaja membuat dua jenis jejak sepatu yang berbeda. Fakta bahwa si pembunuh tidak akan dapat mengembalikan sepatu Heikichi ke studio, dan fakta bahwa jejak sepatu wanita tetap dibiarkan, menjadi penting dalam misteri ini. Tetapi tersisa satu pertanyaan. Apakah orang yang memakai sepatu Heikichi adalah si model? Andai jawabannya adalah ya, dan andai dialah yang membunuh Heikichi, mungkinkah dia muncul untuk mengakui sesuatu? Tentu saja tidak!

"Kalau begitu, siapakah model ini? Dia pasti cukup dekat dengan Heikichi, sampai bisa mengembalikan sepatunya ke studio. Kita bisa memusatkan perhatian hanya pada satu orang: Taeko Sudo.

"Begini, Taeko telah lama merencanakan pembunuhan  ini. Dia bertekad menjebak Masako dan putri-putrinya. Dia telah memutuskan bahwa tanggal 25 malam adalah saat yang tepat untuk membunuh Heikichi. Dia sudah memecahkan kaca atap studio dan kaca itu telah diganti. Tetapi keadaan tidak berjalan sesuai rencana, karena salju mulai turun saat dia sedang berpose untuk Heikichi. Ketika salju semakin menumpuk, dia pasti bertambah kalut. Tetapi dia cukup pintar untuk memikirkan rencana baru. Membuat jejak sepatu pria akan membuat polisi mengira pembunuhnya pria. Dia pasti juga telah membuat rencana mendetail untuk membunuh Kazue, jadi pembunuhan tersebut akan tampak berkesinambungan jika diperkirakan pembunuhan Heikichi juga dilakukan oleh pria. Dia pasti sudah memikirkan senjata pembunuh yang akan digunakan—misalnya wajan—jadi meskipun salju hadir sebagai halangan tak terduga, dia tidak akan perlu mengubah rencana dasarnya.

“Setelah memukuli Heikichi sampai mati, Taeko menaburkan debu di kepala Heikichi untuk memberi kesan bahwa dia jatuh dari tempat tidur dan kepalanya membentur lantai. Setelah itu dia memotong janggut Heikichi dengan gunting. Nah, mengapa dia melakukannya? Mungkin untuk mengecoh polisi, karena Heikichi dan adiknya sangat mirip. Namun sebenarnya dia membuat kerumitan yang tidak perlu. Ini pembunuhan pertamanya dan dia pasti dalam keadaan panik—metode yang dia gunakan agak amatiran. Dia tidak perlu meninggalkan dua pasang jejak sepatu: jejak sepatu pria saja sudah cukup. Dengan begitu, penyidik akan menghabiskan waktu mereka untuk mencari pembunuh laki-laki—dan tidak membuang waktu dengan berusaha menemukan si model. Selain itu, jika polisi menduga bahwa tamu Heikichi adalah laki-laki, mereka mungkin akan mengalihkan perhatian pada kemungkinan, betapapun kecilnya, kepada  kelompok wanita Umezawa yang memanjat atap begitu tamu pria telah pergi. Namun, karena Taeko meninggalkan jejak sepatu wanita, saya bisa mengesampingkan kecurigaan yang melibatkan para wanita Umezawa.

"Tetapi bagaimana Taeko mengembalikan sepatu Heikichi jika studio terkunci dari dalam? Pada kenyataannya, mengunci studio dari luar tidaklah sulit. Anda mungkin ingat bahwa jejak sepatu berakhir di dekat jendela di atas bak cuci. Dia berdiri di sana, melempar seutas benang atau tali ke dalam, dan mengaitkan palang geser serta kunci berbentuk kantong ke tempatnya.

"Dan begitulah pembunuhan Heikichi Umezawa dilakukan.” Kiyoshi berhenti sebentar untuk menyeruput kopinya lagi, dan kami semua melakukan hal yang sama.

"Sekarang mari kita beranjak ke pembunuhan Kazue. Maafkan saya, tapi membicarakan semua detail agak melelahkan, jadi izinkan saya memaparkan kesimpulannya dulu. Bunjiro Takegoshi memasuki rumah Kazue sekitar pukul 19.30 dan pergi sekitar pukul 20.50. Perkiraan waktu kematian Kazue adalah antara pukul tujuh dan sembilan malam. Bagaimana ini bisa terjadi? Sekali lagi jawabannya cukup sederhana: Kazue sudah mati ketika Mr. Takegoshi memasuki rumahnya. Seandainya dia membuka pintu geser ke ruang sebelah, dia akan melihat mayat telanjangnya tergeletak di lantai. Wanita yang merayunya bukan Kazue, melainkan Taeko. Rencana Taeko adalah menjebak Takegoshi dan memerasnya agar mau membuang mayat gadis-gadis Umezawa. Setelah bercinta dengannya, Taeko mengambil air mani Takegoshi dari vaginanya sendiri, dan menaruhnya di vagina Kazue. Itu menjelaskan perbedaan antara pengakuan Takegoshi dengan penyidikan yang menyimpulkan bahwa hubungan seks terjadi setelah korban mati.”

"Tapi," aku menyela, "jika Taeko ingin membuat semua pembunuhan terkesan dilakukan oleh satu pelaku laki-laki, untuk apa dia repot-repot merampok rumah Kazue?”

"Dia ingin membuat kasus ini terkesan tidak berhubungan dengan pembunuhan Heikichi,” jawab Kiyoshi. "Dia ingin meninggalkan kesan bahwa yang terjadi adalah perampokan disertai penyerangan seksual. Kalau tidak begitu, polisi bisa-bisa menggeledah seluruh rumah dengan teliti dan menemukan mayat enam orang gadis di gudang. Namun Taeko lagi-lagi membuat kesalahan amatir: dia meninggalkan Kazue terbungkus rapi dalam kimononya, terlepas dari semua yang mungkin telah menimpanya. Itu membuat saya heran. Terlebih lagi, rencana inti Taeko adalah menjebak Masako untuk pembunuhan Azoth. Dengan menciptakan kesan bahwa Kazue dibunuh oleh pria akan secara efektif membersihkan Masako dari tuduhan membunuh keenam gadis Umezawa.

“Tetapi risiko menyimpan mayat keenam gadis di rumah Kazue tetap tinggi. Oleh karena itu, Taeko harus memaksa Mr. Takegoshi untuk membuang mayat-mayat itu secepatnya. Dia beruntung, karena penyelidikan polisi pedesaan pada masa itu sangat lambat dan tidak canggih. Zaman sekarang, tipuannya tidak akan berhasil, penyidikan kejahatan jauh lebih canggih dan terperinci. Hal yang sama dapat dikatakan tentang surat kabar. Cetakan foto Kazue begitu buruk, sehingga Mr. Takegoshi tidak dapat memastikan apakah benar dia wanita yang telah berhubungan seks dengannya.

"Selanjutnya, darah Kazue dibersihkan dari vas yang digunakan sebagai senjata pembunuh. Taeko kemudian menaruh vas di tempat yang pasti dilihat Mr. Takegoshi dan akan terpatri dalam ingatannya, sehingga dia akan  berpikir bahwa pembunuhan terjadi setelah kedatangannya. Mengetahui bahwa vas itu merupakan senjata pembunuh juga akan meningkatkan rasa takutnya.

"Kazue dibunuh saat menghadap cermin. Dia tidak berusaha lari dan dia tidak berusaha melawan, menunjukkan bahwa korban mengenal si pembunuh. Setelah menghantam Kazue hingga tewas, Taeko dengan hati-hati juga menghapus darah dari cermin, dan memindahkan mayat Kazue ke ruangan sebelah. Alasan Taeko membunuh Kazue di rumahnya tidak jelas, tetapi wanita yang sedang becermin biasanya tidak waspada. Entah Taeko merencanakannya seperti itu, atau sesuatu terjadi antara dia dengan Kazue dan memicu kekerasan yang dia lakukan. Saya laki-laki, jadi saya hanya bisa membayangkan apa yang ada di benak Taeko pada saat itu. Salah satu motifnya mungkin dendam yang membuncah kepada Kazue, tetapi kita akan membahas motifnya belakangan.

"Mengenai pembunuhan gadis-gadis Umezawa, menurut saya Taeko membunuh mereka ketika mereka semua berkumpul di rumah Kazue. Tempat itu terpencil dan situasinya mendukung: dia bisa meracuni mereka sekaligus, menyimpan mayat mereka, dan memotong mereka. Dalam gambar yang lebih besar, pembunuhan Kazue hanyalah batu loncatan untuk pembunuhan Azoth.”

Kiyoshi berhenti lagi, dan kembali menyeruput kopi.

“Sekarang, pembunuhan Azoth. Pembunuhan berantai ini telah menghebohkan dan memukau rakyat Jepang, seolah-olah pembunuhan tersebut adalah pertunjukan sulap yang hebat. Ketika mendengar kasus ini untuk pertama kali, saya mungkin telah merasa bahwa kuncinya adalah sulap, tetapi saya tidak sepenuhnya memahami apa yang terjadi, sehingga saya terus mencari pusat dari misteri ini. Tetapi kemarin saya kebetulan teringat sebuah tipuan sulap. Sebagai hasilnya, saya dengan cepat memecahkan kasus ini, dan dua jam kemudian saya bisa bertemu si pelaku.

"Tipuan itu sendiri sangat sederhana, sehingga tidak seorang pun berpikir bahwa tipuan tersebut digunakan dalam kasus ini. Tetapi banyak polisi akan mengingatnya, saya yakin. Ini teknik pemalsuan dengan uang kertas sepuluh ribu yen yang banyak digunakan di wilayah Kansai beberapa tahun lalu. Saya ingat program berita televisi yang saya tonton di sebuah restoran melaporkannya seperti ini: 'Selembar uang kertas sepuluh ribu yen ditemukan hari ini dengan bagian hilang yang ditutupi selotip buram. Uang tersebut digunting dan direkatkan, dan panjang uang tidak sepanjang uang kertas sepuluh ribu yen biasa. Nomor seri pada sisi kanan dan kirinya juga tidak sama. Penyelidik mencurigai pemalsuan. Ini kasus pemalsuan pertama yang menggunakan teknik ini yang ditemukan di Tokyo. Mungkin untuk mencegah agar orang tidak meniru teknik pemalsuan tersebut, isi berita tidak menjelaskan lebih lanjut. Nyatanya, anakanak muda di meja sebelah segera saja mulai membahas bagaimana mereka bisa menghasilkan uang dengan memotong uang kertas! Karena Anda mungkin tidak tahu pasti bagaimana pemalsuan dilakukan, izinkan saya memperlihatkannya.”

"Ini uang kertas dua puluhan. Sepuluhan juga bisa, tapi risiko ketahuan terlalu tinggi karena ukuran dari bagian yang hilang. Cara paling aman adalah dengan menggunakan uang kertas tiga puluhan, tetapi itu bisa mengurangi margin keuntungan! Dua puluh sudah tepat. Sekarang pada setiap lembar uang kita menggambar garis, seperti ini. Dimulai dengan lembar pertama, jarak garis dari tepi kiri bertambah sedikit demi sedikit. Pada saat kita sampai di lembar terakhir, garis itu nyaris mencapai tepi kanan. Selanjutnya dengan gunting kita memotong setiap lembar di sepanjang garis yang kita buat. Kita sekarang memiliki dua puluh lembar uang kertas yang dipotong menjadi empat puluh bagian.

"Agar operasi pemalsuan ini dipahami dengan jelas, saya akan melabeli setiap potongan dengan cara seperti ini, KR menandakan tepi kiri uang dan KN menandakan tepi kanan: seperti ini, 1KR, 1KN, 2KR, 2KN, dan seterusnya... Saat inilah sulap —atau pemalsuan, tergantung sudut pandang Anda — dimulai.

"Kedua puluh uang kertas telah dipotong sesuai pola ini— dengan, seperti saya katakan tadi, sisi kiri uang bertambah lebar dan bertambah lebar sampai, akhirnya, mencakup hampir seluruh lembaran dan hanya tersisa potongan yang sangat tipis pada sisi kanan. Dari uang kertas #1, kita menyingkirkan 1KN, sisi kanan uang yang hanya terpotong sedikit. Kemudian kita ambil potongan tipis dari sisi kiri, 1KR, dan menyambungnya —menggunakan selotip buram —dengan 2KN, sisi kanan uang kertas #2... Kita ambil sisi kiri uang kertas #2, yang dilabeli 2KR, dan menyambungnya ke 3KN, sisi kanan uang kertas #3... dan seterusnya, dan seterusnya. Akhirnya kita menyambung 19 KR dengan 20 KN, dan menyimpan 20 KR sebagai sepotong kecil uang kertas, sama seperti 1KN. Seperti Anda lihat, kita sekarang mempunyai apa yang tampak seperti 21 lembar uang kertas sepuluh ribu yen! Uang kertas pertama dan terakhir akan terlihat kasar, tetapi jika kasir tidak memeriksanya dengan hatihati, kita pasti lolos. Kita telah menciptakan satu uang kertas baru dengan bantuan gunting dan selotip: harus selotip buram untuk menyamarkan hasil karya kita.

"Teknik pemalsuan ini memberi saya kunci untuk membongkar misteri tersebut. Saya menyadari bahwa si pembunuh menerapkan teknik yang sama terhadap mayat-mayat tersebut. Kita yakin ada enam korban dalam  pembunuhan Azoth, dan kita tidak pernah meragukannya. Tetapi kelihatannya saja ada enam mayat. Pada kenyataannya, hanya ada lima mayat!"  

ADEGAN 2 TITIK HILANG

Aku mengembuskan seruan terkejut.

Jadi, semua itu hanya ilusi! Azoth tidak pernah ada. Dia bagaikan khayalan.

Aku terlalu pusing untuk berpikir. Aku nyaris tak dapat duduk tenang. Sekujur tubuhku merinding.

Mrs. Jida dan suami detektifnya juga terlihat sangat terkejut. Kami bertiga menatap Kiyoshi lekat-lekat, tak sabar ingin mendengar kelanjutan penjelasannya.

"Nah, tentu saja potongan-potongan tubuh tidak dapat disatukan dengan selotip buram,” lanjut Kiyoshi dengan nada tak peduli. “Oleh karena itu, Taeko membutuhkan sesuatu yang bisa berfungsi seperti lem. Konsep tentang Azoth sendiri sudah begitu ganjil, sehingga pikiran untuk menggabungkan dan menyesuaikan potongan-potongan tubuh dari beberapa gadis tidak pernah melintas di benak seorang pun. Semua orang menduga bahwa kepala yang hilang telah digunakan untuk Azoth, sang wanita sempurna dengan kecantikan tak tertandingi. Gambaran senyum misteriusnya telah memikat orang selama empat puluh tahun, seolah-olah karya seni pelukis Renaisans tersebut adalah tipuan. Dalam kasus ini, si pembunuh menggunakan perspektif untuk menggambar rancangan  sempurna pembunuhan tersebut. Tetapi Azoth hanya ada pada titik hilang. Tidak ada yang pernah mempertimbangkan kemungkinan bahwa gadis yang kepalanya hilang mungkin masih hidup. Benar sekali—Azoth tidak pernah diciptakan, bahkan dalam benak si pembunuh, lebih tepatnya lagi, dia tidak pernah direncanakan tercipta.

"Nah, saya yakin Anda dapat mengurai sendiri sisa misteri ini. Terima kasih sudah mendengarkan penjelasan saya."

Untuk sesaat, kami bertiga hanya duduk terpaku.

Kemudian aku berseru, “Tunggu! Kau tidak boleh berhenti sekarang!”

Aku punya lebih banyak pertanyaan daripada yang bisa aku atasi. Kiyoshi, yang berpura-pura bosan, hanya meringis. Dia berlama-lama menyeruput kopinya.

Aku masih benar-benar bingung. Rasanya seperti sedang berdiri di dalam hutan, dikelilingi ratusan pohon berbentuk tanda tanya. Emosiku menimbulkan badai yang mengguncang pohon-pohon itu. Pertanyaan pun meluncur bertubi-tubi.

"Tetapi siapa pelakunya? Mengapa beberapa mayat dikubur dalam-dalam sementara yang lain begitu dangkal? Apakah penempatan mayat-mayat tersebut benar-benar memiliki kaitan dengan astrologi? Bagaimana pengaturan lokasinya? Apa arti penting garis 138”48 Bujur Timur? Apakah urutan penemuan mayat memiliki maksud tertentu? Di mana wanita itu menyembunyikan diri? Apa sebenarnya peran catatan Heikich1?...”

"Wah, Mr. Ishioka, saya tidak menyangka Anda begitu tertarik pada detail semacam itu!” ujar Kiyoshi sambil tersenyum. “Biasanya Anda tidak mendengarkan kalau saya mengatakan sesuatu yang penting. Saat ini mungkin  kelihatannya saya menyanjung si pembunuh— dan sebenarnya memang begiu. Taeko Sudo melaksanakan pembunuhan tersebut dengan sangat cerdas, dia berhak mendapat pujian dari kita. Seandainya saya pembunuh, saya pasti akan melakukannya dengan cara yang sama. Sayang sekali kita tidak bisa mendengar penjelasan ini langsung dari mulutnya. Tetapi apakah Anda benar-benar ingin saya melanjutkannya?”

Mr. Iida dan aku mengangguk, sementara Mrs. Iida membelalakkan mata, mendorong Kiyoshi untuk melanjutkan.

Kiyoshi membuka-buka catatan yang telah dia gambari sebelumnya.

“Baiklah, teman-teman, ini ilustrasi keenam tubuh sesuai urutan mereka ditemukan, dimulai dengan tubuh yang diidentifikasi sebagai Tomoko di sebelah kiri. Anda bisa melihat saya menyertakan data pribadi mereka, dan juga menuliskan bagian mana yang hilang dari tubuh mereka. Namun, jika hanya melihat gambar ini, tidak mudah untuk memahami bagaimana tipuan tersebut bekerja—yang tentu saja merupakan inti permasalahan ini!

"Tetapi jika kita menyusun keenam tubuh ini dalam urutan berbeda, Anda dapat melihat bagaimana sebuah pola yang berbeda akan muncul.” Kiyoshi beranjak ke papan tulis, dan sambil berbicara dia menggambar kembali keenam tubuh tersebut.

"Pertama, di sebelah kiri, kita taruh Tokiko, si Aries, yang kepalanya hilang: kemudian, Yukiko, si Cancer, yang dadanya hilang: selanjutnya yang ketiga, Reiko, si Virgo, yang perutnya hilang...”

"Sekarang coba lihat lagi ilustrasi pertama saya yang memperlihatkan urutan ditemukannya mayat. Pada saat mereka ditemukan, seperti yang mungkin Anda ingat, mayat keempat, kelima, dan keenam semua berada dalam kondisi membusuk tingkat tinggi. Wajah mereka pasti tidak dapat dikenali. Namun mayat yang ditemukan pertama, kedua, dan ketiga masih cukup segar untuk dikenali. Camkan juga bahwa catatan Umezawa digunakan sebagai panduan.

"Selanjutnya, saya akan menuliskan nama pada setiap potongan tubuh yang ditemukan —untuk menunjukkan pemilik potongan tubuh tersebut...”

“Seperti dapat Anda lihat di sini, dengan pengecualian kasus pertama, setiap 'tubuh' sebenarnya terdiri atas potongan tubuh dua wanita yang berbeda. Dalam setiap kasus, kombinasi potongan-potongan tubuh ini diidentifikasi—atau keliru diidentifikasi— sebagai satu orang.

“Sekarang saya akan menunjukkan kepada Anda bahwa pada dasarnya teknik yang digunakan sama dengan teknik pemalsuan uang kertas sepuluh ribu yen...

"Si pembunuh memotong kelima mayat seperti ini. Kemudian bagian bawah masing-masing mayat dikubur bersama dengan bagian atas mayat di sampingnya. Sebagai hasil akhir, Anda mendapatkan ilusi enam buah mayat.

"Membayangkan kengerian prosesnya dan kerja keras yang dibutuhkan, Anda mungkin terkejut saat mendengar bahwa perbuatan ini dilakukan oleh seorang wanita. Yah, sampai sekarang, tidak ada yang meragukan bahwa si pembunuh harus memotong enam mayat sebanyak sepuluh kali—dua kali untuk empat mayat dan sekali untuk dua mayat. Pada kenyataannya, kerja keras yang harus dia lakukan hanya setengahnya, karena si pembunuh hanya memotong lima mayat menjadi sepuluh bagian. Kemudian dia harus menyatukan potongan-potongan tersebut dengan cara yang tadi saya jelaskan, kemudian membuangnya. Tentu saja, mengganti pakaian mereka mungkin sedikit menyulitkan, tetapi si pembunuh jelas sudah siap menyelesaikan tugas tersebut.

"Sekarang, bagaimana dengan lokasi tempat mereka dibuang? Yah, sudah jelas, jika keenam kelompok potongan tubuh tersebut dibuang di satu lokasi, metode si pembunuh pasti akan segera dikenali para penyidik begitu mayat-mayat itu ditemukan. Guna menghindari risiko tersebut, si pembunuh memilih enam lokasi berbeda. Ya, benar sekali, dia yang memilih lokasi, bukan Heikichi! Dialah yang menulis catatan Heikichi. Aku tidak yakin dia memercayai penafsiran astrologis yang dia sebutkan dalam catatan tersebut, karena, seperti dapat Anda lihat, bagian atas dan bawah dari setiap wanita pada kenyataannya dikubur secara terpisah di bagian barat dan timur Jepang. Tetapi permainan yang dia rancang memang sangat bagus.

"Saat ini seharusnya sudah dapat dipahami, bahwa Taeko Sudo merupakan salah satu dari keenam wanita tersebut. Dan sekarang saya bisa mengungkapkan jati dirinya. Polisi diarahkan untuk menyimpulkan bahwa wanita itu juga mati bersama yang lain dan bahwa mayat tanpa kepala itu adalah dia. Ya, satu kepala yang tidak pernah ditemukan adalah milik... Tokiko. Jadi, sudah pasti dia pembunuhnya.”

Keheningan seketika menyergap. Selama beberapa saat kami semua tak mampu bersuara.

"Kalau begitu,” aku berkata, "kau bermaksud mengatakan bahwa Taeko Sudo adalah, sebenarnya,...”

"Tokiko Umezawa.”

Sekali lagi suasana menjadi sunyi senyap sementara kami berusaha mencerna penjelasan ini.

Kiyoshi membiarkan kami cukup lama, dan kemudian dia berkata dengan sangat santai, "Nah, teman-teman, apakah ada pertanyaan?”

Mr. dan Mrs. Iida jelas tidak memikirkan kasus itu sekeras aku: mereka juga tidak mengenal Kiyoshi sebaik aku. Jadi, aku berinisiatif memimpin sekelompok kecil pendengar yang kebingungan ini.

"Pertama-tama, mengenai kedalaman penguburan...,” aku memulai. “Mayat-mayat yang diyakini sebagai Yukiko, Nobuyo, dan Reiko ditemukan jauh lebih lama dibandingkan tiga mayat pertama, karena mereka dikubur lebih dalam. Jadi, itu disengaja?”

"Ya, tentu saja,” sahut Kiyoshi. "Memang itu tujuan dari penguburan yang dalam: agar tidak mudah ditemukan. Di sini kita bisa melihat kecerdasan Tokiko. Dia mengatur agar ketiga mayat pertama ditemukan pada musim semi: musim panas sudah di depan mata, sehingga mayat-mayat tersebut akan dikremasi tak lama setelah ditemukan. Jadi, ketika ketiga mayat lainnya ditemukan, polisi sudah tidak memiliki ketiga mayat pertama untuk diperbandingkan. Jika keenam mayat tersebut ditemukan sekaligus, polisi mungkin akan membandingkan permukaan semua potongan dan menemukan kombinasi yang tepat—meskipun faktor pakaian mungkin akan memengaruhi penilaian mereka. Tidak perlu dijelaskan bahwa tipuan ini tidak akan berhasil di negara yang memiliki tradisi mengubur mayat dan bukan membakarnya.

"Tokiko memilih agar mayat Tomoko ditemukan pertama kali, karena itu memang benar-benar Tomoko, meskipun tanpa tungkai dan telapak kaki. Mayat itu akan langsung dikenali sebagai Tomoko. Itu sebabnya mayatnya digeletakkan di atas tanah—untuk mempermudah penemuan. Sebaliknya, mayat yang diidentifikasi sebagai Tokiko sebenarnya adalah Yukiko—tanpa kepala. Tokiko  tahu bahwa mayat tanpa kepala akan menjadi sasaran penyelidikan yang teliti, jadi dia mengatur agar mayat itu ditemukan belakangan —tetapi bukan yang terakhir. Jika Tomoko ditemukan pertama kali, Akiko dan Tokiko kemungkinan akan ditemukan sesudahnya, disusul oleh Yukiko, Nobuyo, dan Reiko. Itulah urutan yang diinginkan, karena pada saat ketiga mayat terakhir ditemukan, bagian tubuh yang terpotong pasti telah membusuk dan sedikit banyak telah berubah menjadi tengkorak.

“Pemotongan tubuh dan urutan penemuan akan berfungsi dengan sangat efektif karena bagian atas atau bagian bawah tubuh setiap korban sudah akan dikremasi sebelum sisa tubuhnya ditemukan. Dan para penyelidik tidak akan menyadari bahwa kombinasi bagian atas dan bagian bawah tubuh mayat salah, bahkan seandainya ketiga mayat yang pertama ditemukan disatukan dalam satu tempat.

"Mayat Yukiko—yang keliru diidentifikasi sebagai Tokiko—tidak dikubur dalam-dalam. Tetapi potongan tubuh yang diidentifikasi sebagai Yukiko dikubur sangat dalam. Begitulah cara penipuan tersebut dilaksanakan.

"Bagaimana Tokiko memastikan bahwa mayat Yukiko akan keliru diidentifikasi sebagai mayatnya?” aku bertanya lagi.

"Kaki Yukiko telah berubah bentuk setelah bertahuntahun menari balet, itu salah satu petunjuk untuk identifikasi, tetapi tidak cukup meyakinkan. Maka Tokiko dengan cerdas menyiapkan bukti palsu. Dalam catatan Heikichi, dia menyebutkan bahwa dia memiliki tanda lahir: padahal Yukiko-lah yang memiliki tanda lahir pada bagian kanan perutnya. Tokiko sengaja membuat tanda serupa pada tubuhnya, dan kemungkinan dia menunjukkannya pada ibunya, sehingga di kemudian hari ibunya dapat mengidentifikasi dia. Mayat Yukiko tidak dikubur  terlalu dalam, sehingga akan ditemukan pada saat tanda lahir dan kuku jari kaki yang berubah masih dapat dikenali: dan, sudah tentu, Tae keliru mengidentifikasi mayat tersebut sebagai putrinya.

"Ancaman datang dari ibu Yukiko, Masako, yang sudah sewajarnya mengetahui tentang tanda lahir Yukiko. Oleh karena itu, sangat penting untuk mencegah Masako mendapat kesempatan mengidentifikasi mayat dengan tanda lahir maupun mayat yang dikubur dengan kepala Yukiko—yang sebenarnya adalah Reiko. Masako pasti akan segera menyadari penipuan tersebut. Jadi, mayat Yukiko harus dikubur dalam-dalam.

"Pada saat Yukiko, Nobuyo, dan Reiko ditemukan dalam keadaan membusuk, Masako telah ditahan sebagai tersangka. Di penjara, dia pasti sudah kehilangan akal sehat. Polisi tidak akan menanggapi ocehannya dengan serius. Mereka tidak akan mengizinkan Masako melihat mayat yang ditemukan dengan kepala Yukiko untuk mengidentifikasinya, apalagi dalam keadaan sudah membusuk. Dan tubuh Yukiko yang sebenarnya telah dikremasi sebagai Tokiko tanpa pernah diperlihatkan kepada Masako.

"Tetapi Ayako Umezawa lebih berpotensi menimbulkan masalah. Reiko dan Nobuyo adalah dua putri terkasihnya, dan Tokiko tahu Ayako akan melakukan segala cara untuk mengidentifikasi mereka, dia akan meneliti mayat mereka dengan saksama, tak peduli seburuk apa pun kondisi mereka. Dan jika ada yang terlihat tidak wajar, dia tidak akan ragu mengatakannya. Selain itu, dia juga dikeluarkan dari daftar tersangka, sehingga polisi mungkin akan memercayai perkataannya —atau setidaknya mau mendengarkannya. Oleh karena itu, potongan tubuh yang akan diidentifikasi sebagai kedua putri Ayako dikubur paling dalam.

"Saya bisa memastikan bahwa hambatan terbesar yang dihadapi Tokiko dalam melaksanakan rencananya bukanlah penyelidikan polisi, melainkan para ibu korban, karena intuisi seorang ibu bisa sangat kuat.

"Yang juga penting adalah bahwa mayat pertama— yang kehilangan kakinya— ditemukan tak lama setelah gadis-gadis itu menghilang, sehingga polisi bisa mulai menghubungkan pembunuhan tersebut dengan rencana Heikichi menciptakan Azoth. Jika semua mayat dikubur dalam-dalam, maka semuanya akan membusuk, dan merusak potongan-potongan bukti penting —tanda lahir dan jari kaki penari balet yang tidak normal. Selain itu, bisabisa tidak semua mayat ditemukan: Tokiko baru bisa merasa aman jika keenam tempat penguburan telah ditemukan.”

"Tetapi bukankah pemeriksaan golongan darah bisa mengungkapkan sesuatu yang tidak normal?”

"Kelima wanita tersebut golongan darahnya A. Benarbenar kebetulan yang menguntungkan, terutama karena mereka semua memiliki lambang astrologi berbeda! Kenyataan tersebut telah memberi ide kepada Tokiko. Tetapi Anda benar, Mr. Ishioka—situasinya akan berbeda saat ini. Seandainya pemeriksaan golongan darah dilakukan sekarang, sudah tentu akan ditemukan sesuatu. Saya yakin Mr. Iida tahu benar bahwa uji ABO konvensional memiliki sejumlah penggolongan klasik —seperti pengelompokan MN, O, dan Rh. Itu berarti saat ini darah dapat digolongkan menjadi seribu jenis berbeda. Ditambah lagi, kedokteran forensik kini mampu meneliti kromosom dan jaringan tulang korban serta banyak hal lain untuk keperluan identifikasi. Informasi dapat diperoleh dari darah, air liur, air mani, kulit, tulang, dan sebagainya. Bahkan mayat yang telah terbakar atau membusuk pun dapat memberikan bukti kromosom. Pembunuhan Azoth  pada tahun 1936 berhasil dilaksanakan: tetapi tidak mungkin berhasil pada zaman sekarang. Dalam hal ini, ilmu pengetahuan membantu membasmi kejahatan dalam masyarakat kita, karena ada begitu banyak cara untuk menangkap penjahat.”

"Tetapi bagaimana dengan kantor polisi di desa-desa terpencil?” tanyaku. "Apakah mereka memiliki kemampuan untuk mengadakan semua pemeriksaan tersebut?”

"Yah, Jepang adalah negara yang relatif kecil, dengan sistem transportasi yang hebat. Dari lokasi mana pun, dalam waktu kurang dari tiga jam, bukti dapat dikirim ke pusat-pusat di mana metode kedokteran forensik canggih dapat diterapkan. Namun, sejauh yang saya tahu, penggolongan MN dan O baru ditemukan bertahun-tahun setelah perang berakhir. Apakah Anda tahu soal ini, Mr. Iida?”

” Anda benar,” sahut Mr. Iida. "Pada tahun 1936, hanya ada penggolongan ABO.”

Kiyoshi mengangguk. "Ada pertanyaan lagi?”

"Ya," aku langsung menyambar. "Aku sekarang mengerti bagaimana dan mengapa rencana Tokiko bisa berjalan. Tak heran kau menjerit di Kyoto ketika kebenaran itu tiba-tiba menyergapmu! Tetapi dari mana kau tahu kalau Taeko Sudo—atau Tokiko—berada di Kyoto?”

"Oh, itu mudah! Coba pikirkan motifnya, Mr. Ishioka.”

"Tetapi aku masih tidak paham tentang hal itu. Mengapa dia melakukannya?”

"Nah, kau punya salinan Pembunuhan Zodiak Tokyo. Bisakah kau membuka halaman yang memperlihatkan silsilah keluarga?... Ya, itu dia. Sekarang coba pikirkan kondisi keluarga Umezawa. Tokiko adalah anak tunggal Tae, istri pertama Heikichi. Di antara seluruh keluarga,  hanya Tae yang tidak memiliki latar belakang keluarga kaya, dan hanya Tae yang tidak hidup nyaman.

"Saya membayangkannya seperti ini: Heikichi, yang bisa dibilang penakluk wanita, mendepak Tae seperti halnya seorang anak membuang mainannya setelah dia merasa bosan. Dia menceraikan Tae dan menikahi Masako. Ketika Masako dan ketiga putrinya pindah ke rumah Umezawa, hidup Tokiko berubah, dan jelas bukan ke arah yang lebih baik. Seorang anak amat sensitif mengenai hal semacam itu. Belakangan, keponakan Heikichi, Reiko dan Nobuyo, juga bergabung dengan mereka. Yukiko dan Tokiko memiliki hubungan darah, tetapi hanya melalui Heikichi, yang telah mengkhianati ibu Tokiko. Tokiko pasti merasa muak dan terasing. Saya membayangkan kesepian dan kebenciannya semakin hari semakin bertumpuk, dan akhirnya berubah menjadi amukan kejam yang melibas anggota keluarga lainnya. Saya tidak menanyakan hal itu kepadanya kemarin, karena kami memang tidak punya waktu. Mungkin akan butuh waktu lama baginya untuk menjelaskan. Kita anggap saja dia melakukan kejahatan bersejarah yang mengerikan itu demi kepentingannya sendiri serta kepentingan ibunya.

“Tae telah diterpa begitu banyak masalah sejak usaha orangtuanya bangkrut. Nasib buruknya seakan-akan berakhir ketika dia menikah dengan Heikichi Umezawa, seorang lelaki kaya: tetapi lelaki itu berselingkuh dan menceraikannya. Wanita zaman sekarang amat kuat dan cerdas—mereka akan melakukan apa pun untuk mempertahankan pernikahan mereka, guna menghindari kesulitan keuangan maupun cercaan sosial—tetapi Tae adalah wanita yang sangat tradisional, sederhana, dan patuh. Dia tidak pernah mengeluh: mungkin dia tidak tahu apa lagi yang bisa dia lakukan. Tokiko selalu melihat ibunya dalam keadaan kesepian dan miskin dan menderita, sementara para wanita Umezawa menikmati gaya hidup mereka yang mewah. Dengan membunuh mereka semua, dia membalas dendam untuk ibunya, sekaligus memperbaiki kondisi keuangan ibunya.

"Saya menduga jika kejahatan Tokiko didorong rasa cinta dan simpatinya terhadap Tae, maka hanya ada satu tempat yang akan dia datangi: Sagano, di Kyoto. Tae selalu bermimpi untuk membuka butik di sana, karena hanya di tempat itulah dia memiliki kenangan indah. Tetapi Tae meninggal di Hoya tanpa pernah mewujudkan impiannya. Saya merasa Tokiko pasti ingin membuat mimpi ibunya menjadi kenyataan.

“Saya langsung pergi ke Sagano dan mendatangi kantor polisi. Saya bertanya apakah di sekitar situ ada toko yang menjual dompet atau pundi-pundi kecil dan nama tokonya mengandung sesuatu yang berbunyi seperti Tae, wajar jika saya mengira dia akan menamai tokonya seperti nama ibunya. Mereka mengatakan ada sebuah toko tas bernama Megumi. Saya mendatangi toko itu untuk menyelidiki, dan, terbukti, empat puluh tiga tahun setelah pembunuhan, Tokiko ada di sana. Dia telah mengubah namanya menjadi Taeko Sudo.”

"Dan apakah Anda yakin bahwa Tokiko adalah model yang bersama Heikichi pada tanggal 25 Februari?”

"Ya, saya yakin sekali.”

“Bagaimana dengan misteri studio yang terkunci?”

“Ah, itu mudah. Anda pasti ingat pada malam pembunuhan, salju mulai turun ketika Tokiko sedang berpose untuk ayahnya. Salju itu memberinya ide untuk membuat jejak sepatu yang mengelabui. Heikichi dekat dengan Tokiko dan tidak merasa enggan minum obat tidur di depan putrinya. Mungkin Tokiko berpura-pura akan pergi. Ketika Heikichi membalikkan badan, dia memukul  kepala Heikichi dengan sebuah benda datar hingga tewas. Dia memotong janggut Heikichi dan memindahkan tempat tidur serta mayatnya. Dia meletakkan salah satu kaki Heikichi di bawah tempat tidur, agar terlihat seolaholah lelaki itu sebelumnya ditarik ke langit-langit dengan menggunakan tali. Tokiko kemudian keluar dari pintu, mengenakan sepatunya sendiri, dan menenteng sepatu Heikichi. Dia pergi ke jendela, yang sebelumnya telah dia buka, dan dengan seutas benang atau kawat mengait palang geser itu hingga terkunci di tempatnya. Dia tidak begitu berhasil dengan kunci berbentuk kantong— dia tidak dapat menguncinya dari luar.

“Kemudian dia melangkah, masih mengenakan sepatunya sendiri, ke jalan. Selanjutnya, kali ini dengan berjinjit, dia berjalan dalam langkah-langkah lebar kembali ke pintu studio. Dia mengenakan sepatu ayahnya, dan, dengan hati-hati melangkah di atas jejak jari kakinya, dan bergerak ke jalan lagi.

"Dia pasti menghabiskan malam di luar, dia bisa saja kembali ke rumah ibunya, tetapi sudah terlalu larut untuk mengejar kereta api atau bus. Naik taksi tidak masuk hitungan, karena pengemudi taksi akan mengingatnya. Dia pasti berjalan ke suatu tempat dan bersembunyi pada malam dingin dan bersalju itu. Dia mungkin membuang senjatanya di suatu tempat.

“Keesokan paginya dia kembali ke rumah Umezawa. Dia pasti membawa sepatu ayahnya di dalam tas. Dia memasak sarapan untuk ayahnya seperti biasa, membawa makanan itu ke studio, lalu menjerit dan berlari meminta bantuan. Dia mungkin melempar sepatu ayahnya ke ruang depan melalui jendela. Wanita-wanita Umezawa berhamburan ke studio, dan bersama-sama mereka berhasil mendobrak pintunya. Mereka mungkin tidak memperhatikan sepatu yang dilempar. Di tengah suasana kacau,  saya rasa Tokiko membetulkan kunci berbentuk kantong sembari membersihkan kotoran di sekitar pintu.”

“Begitu rupanya,” aku berujar. “Jadi, ketika dia diinterogasi polisi, dia mengatakan pintu tersebut dikunci.”

“Benar.”

"Dan ibunya berbohong untuk dia?”

“Tepat. Dia mengatakan Tokiko bermalam di rumahnya.”

"Kemudian Tokiko membunuh Kazue dan menjebak Mr. Takegoshi?”

“Ya, itu bagian yang paling memuakkan dalam kisah ini. Tidak seperti keluarga Umezawa, Mr. Takegoshi tidak punya alasan untuk menderita. Saat ini mungkin sudah terlambat, tetapi kita akhirnya tahu apa yang terjadi dan bisa memanjatkan doa untuknya. Mr. Ishioka, bisa tolong ambilkan wadah minyak tanah di kamar sebelah?”

Aku bangkit dan menemukan tangki yang biasa kami gunakan untuk menyalakan pemanas saat musim dingin. Ketika aku kembali, Kiyoshi sedang berdiri di samping bak cuci. Dia menjatuhkan catatan Takegoshi ke dalam bak dan menyiramnya dengan minyak tanah.

"Saya minta semuanya mendekat ke sini,” katanya. "Anda punya korek api atau pemantik, Mrs. Iida?... Ah, bagus. Boleh saya pakai?”

Aku menawarkan untuk menggunakan milikku.

"Terima kasih, Mr. Ishioka, tetapi kurasa sebaiknya kita menggunakan korek api Mrs. Iida.” Dia mengambil sekotak korek api dari Mrs. Iida, menyalakan satu, dan melemparnya ke dalam bak cuci. Catatan itu langsung membara.

Kami berempat berdiri mengelilingi bak cuci, seolaholah kami sedang menikmati api unggun. Kiyoshi menyodok catatan yang terbakar itu dengan sebatang tongkat dan abu hitam beterbangan ke udara.

"Semua telah berakhir,” ujar Mrs. Iida dengan suara sangat pelan.

ADEGAN 3 STRUKTUR DASAR

Setelah Mr. dan Mrs. Iida pergi, Kiyoshi segera kembali ke rutinitas normalnya. Aku pulang ke apartemenku dengan semangat masih meluap-luap. Bahkan menurutku kasus ini belum ditutup —tidak akan ditutup sampai aku melihat keberhasilan Kiyoshi diakui secara luas. Aku berniat melakukan hal itu.

Dan aku masih belum dapat memahami keseluruhan cerita. Benakku dipenuhi pertanyaan.

Bagaimana Tokiko bisa mendapatkan zat beracun?

Di mana dan bagaimana Tokiko bersembunyi selama lebih dari empat puluh tahun terakhir sebagai Taeko Sudo?

Bagaimana dia berani mengambil risiko menjadi model telanjang untuk ayahnya?

Apakah Tae terlibat dalam rencana ini sejak awal?

Bagaimana Shusai Yoshida bisa tahu kalau Heikichi kidal?

Aku memutuskan bahwa pertanyaan terakhir dapat kujawab sendiri. Aku menelepon Yoshida dan bertanya kepadanya. Jawabannya sangat sederhana: Tamio Yasukawa yang memberitahu dia!  Aku membuka surat kabar keesokan paginya, dengan antusias mengharapkan liputan berita besar bahwa Pembunuhan Zodiak Tokyo akhirnya dapat dipecahkan oleh detektif ulung Kiyoshi Mitarai. Tetapi tidak ada apaapa.

Namun aku menemukan sepotong berita mengejutkan: seorang wanita di Kyoto bernama Taeko Sudo melakukan bunuh diri. Dia ditemukan dalam keadaan tak bernyawa pada malam Jumat tanggal 13 di ruang belakang tokonya di Sagano. Mungkin polisi mendatangi tempat itu setelah lida meneruskan laporan ke kantornya. Taeko tewas akibat keracunan arsenik. Dia meninggalkan catatan bunuh diri singkat serta sejumlah uang dan permintaan maaf yang ditujukan kepada dua pegawai wanitanya. Hubungannya dengan Pembunuhan Zodiak sedikit disinggung, tetapi tidak dijelaskan.

Aku menyambar surat kabar tersebut dan bergegas menemui Kiyoshi. Kepalaku disesaki lebih banyak pertanyaan lagi:

Apakah Taeko selama ini menyimpan sebagian arsenik yang dia gunakan untuk membunuh para wanita Umezawa?

Dia pasti menjalani hidup yang amat sepi selama lebih dari empat puluh tahun. Apakah selama ini dia sudah berniat melakukan bunuh diri?

Tetapi jika dia telah menunggu selama ini, mengapa dia harus mati tanpa mengatakan yang sebenarnya kepada publik?

Rupanya surat kabar yang diantarkan kepadaku merupakan edisi awal, karena di stasiun kereta api kios koran dipenuhi tumpukan tinggi surat kabar yang meraungkan tajuk utama: PEMBUNUHAN ZODIAK TERBONGKAR dan PEMBUNUHNYA SEORANG WANITA! Aku membeli beberapa eksemplar sebelum terjual habis.

Artikel-artikel yang dimuat sangat tidak memuaskan.

Selain penjelasan singkat mengenai kasus tersebut, mereka hanya menyebutkan bahwa kasus ini berhasil dipecahkan berkat upaya para penyidik kepolisian yang tak kenal lelah. Sama sekali tidak ada keterangan mengenai bagaimana si pelaku memotong-motong kelima mayat agar terlihat seperti enam mayat. Dan tidak disebut-sebut tentang pria yang menjadi tokoh utama dalam pemecahan kasus ini.

Ketika aku tiba di kantor Kiyoshi, dia masih tidur di kamarnya. Aku mendekatinya, menarik selimutnya sampai lepas, dan mengumumkan, "Taeko Sudo sudah mati.”

Matanya serta-merta terbuka lebar.

Kiyoshi terduduk diam selama beberapa saat. Aku menunggunya mengatakan sesuatu.

Akhirnya dia berkata, "Kazumi, apakah kau tidak keberatan menyeduh kopi?”

Sembari meminum kopinya, Kiyoshi membaca surat kabar dengan saksama, lalu meletakkannya di atas meja.

”'Upaya tak kenal lelah membawa polisi meraih keberhasilan' Kaubaca itu?” katanya sambil terkekeh geli. "Apa yang akan dipelajari Takegoshi Jr. seandainya dia melanjutkan penyelidikannya selama seratus tahun? Yah, dia akan menghabiskan banyak uang untuk membeli sepatu dan membuat perusahaan sepatu senang, aku rasa!”

Suasana hati Kiyoshi tampaknya sedang santai, jadi aku memutuskan untuk mengajukan berbagai pertanyaan yang masih kumiliki mengenai kasus ini.

"Tokiko baru berusia dua puluh dua tahun ketika melakukan pembunuhan tersebut. Bagaimana caranya dia bisa mendapatkan zat-zat beracun yang dia pergunakan?” aku bertanya.

“Aku tidak tahu,” jawab Kiyoshi.

"Tetapi kau punya waktu untuk berbicara dengannya ketika di Arashiyama, bukan?”

"Ya, tapi tidak banyak yang kami bicarakan.”

"Kenapa tidak? Dia orang yang selama ini kita cari.”

"Nah, Kazumi, aku tidak ingin terlibat secara emosional dengan si pelaku. Yang jelas, pendekatanku berbeda dengan seorang detektif. Ketika bertemu dengannya, aku tidak merasa telah mengerahkan kerja keras untuk menemukan dia. Aku tidak peduli apa yang harus dilakukan untuk sampai di sana. Aku tidak peduli tentang detail.”

Aku pikir dia berbohong. Kiyoshi senang bertingkah seperti genius dan tidak mau mengakui kesulitannya ketika berbicara denganku.

"Aku yakin kau tahu bagaimana dia mendapatkan racun itu. Kumohon katakan padaku!”

"Bicaramu mulai mirip polisi! Segala hal itu, seperti tujuh—ataukah enam—zat yang berbeda dan masalah garis bujur-garis lintang itu sekadar hiasan. Dia sangat cerdas, sampai-sampai perhatian kita teralihkan oleh dekorasi pada pilar yang seperti sungguhan. Tetapi yang paling penting adalah melihat struktur dasar. Tak peduli sebaik apa kau mempelajari dekorasi tersebut, kau harus bisa memahami struktur bangunannya. Bagaimana dia bisa memperoleh zat-zat tersebut sama sekali bukan misteri. Dia membutuhkannya, jadi dia mencari cara untuk mendapatkannya. Apa gunanya membahas semua itu sekarang?”

"Oke, aku paham maksudmu. Tetapi ada pertanyaan lain. Mungkinkah Tae dan Tokiko merencanakan pembunuhan itu bersama-sama? Atau mungkin Tae yang merencanakan dan Tokiko yang melaksanakannya?”

"Aku pikir tidak.”

"Menurutmu Tokiko melakukan semuanya sendiri?”

"Ya."

"Aku rasa itu mungkin, tetapi bagaimana kau bisa begitu yakin?”

"Hanya firasatku saja.”

"Kau tak boleh melakukan ini padaku, Kiyoshi! Tolong beritahu aku, kenapa kau meyakini hal itu.”

"Aku tidak benar-benar dapat menjelaskannya secara logis. Tetapi jika kejahatan itu direncanakan Tae, aku pikir Tokiko tidak akan mungkin menetap di sekitar Sagano. Nyatanya, dia pindah ke sana, dan menunggu untuk ditemukan sewaktu-waktu. Bahkan dia akhirnya bunuh diri di sana. Dan seandainya Tokiko serta Tae merencanakannya bersama-sama, kau tentunya memperkirakan bahwa mereka membagi uang yang diwarisi Tae dari kematian Heikichi. Tetapi, sejauh yang kita tahu, tidak ada transaksi uang semacam itu. Dan jika Tae terlibat dalam rencana tersebut, bukankah seharusnya dia segera pindah ke Sagano dan mewujudkan impiannya? Tetapi meskipun saat itu dia punya uang, kelihatannya dia tidak melakukan apa pun untuk memperbaiki kondisi kehidupannya. Itu pasti membuat Tokiko sangat kecewa. Jadi, dia sendiri yang pindah ke Sagano—seperti kuceritakan padamu—untuk mewujudkan impian ibunya. Dan mungkin itu sebabnya dia menetap di sana, tanpa mengindahkan risiko ditemukan seseorang.”

"Aku mengerti...”

“Di sisi lain, Tokiko bisa saja meninggalkan Sagano untuk alasan yang sama. Tetapi karena sekarang dia telah tiada, kita tidak akan pernah tahu.”

"Kita melewatkan kesempatan seumur hidup!”

"Tidak, itu tidak benar. Kita hanya merelakannya.”

"Apakah menurutmu Tokiko mungkin mengirim surat terakhir untukmu?” aku bertanya penuh harap.

“Dia tidak akan bisa. Aku tidak memberitahukan alamatku atau memperkenalkan diriku secara lengkap. Selain itu, aku tidak ingin merusak saat bersejarah dengan namaku yang konyol.”

Aku membiarkan komentar itu berlalu tanpa tersenyum sedikit pun. "Tetapi apakah Taeko, atau Tokiko, memberitahukan ke mana dia pergi setelah pembunuhan itu?”

”Manchuria.”

”Manchuria?... Begitu. Seperti halnya penjahat Inggris melarikan diri ke A.S.”

“Dia bercerita padaku tentang saat dia kembali ke Jepang dan menumpang kereta api. Dia bilang setelah terbiasa melihat daratan luas benua Asia, semuanya tampak begitu dekat, sehingga seolah-olah gunung-gunung berlompatan masuk ke dalam kereta. Menurutku itu sangat puitis. Kau setuju, bukan?”

"Yaah..."

"Ah, masa lalu yang indah! Saat ini, kebanyakan orang Jepang bahkan tidak pernah berusaha melihat cakrawala.”

"Jepang cukup kecil, demikian pula pandangan kita. Tetapi coba lihat apa yang telah dia raih! Rencana hebat itu dilaksanakan oleh seorang wanita, yang baru berusia dua puluh dua tahun pada saat itu!”

Kiyoshi menatap ke arah langit-langit. "Ya, dia memang hebat. Dia telah mengecoh seluruh negeri selama empat puluh tahun. Aku belum pernah bertemu wanita seperti dia. Aku angkat topi untuknya.”

"Aku juga, tetapi bagaimana kau bisa menebak tipuannya? Aku tahu uang kertas yang diselotip itu memberimu petunjuk, tetapi kau pasti punya petunjuk lain. Di awal penyelidikanmu, aku membeberkan semua yang aku tahu tentang kasus ini, tetapi penjelasan itu tidak cukup, benar begitu?”

"Kau benar. Kau menceritakan kasus ini dari dugaan yang tidak benar: bahwa Azoth telah diciptakan. Saat mempertimbangkan semua fakta, aku tidak dapat menemukan seorang pun yang memiliki cukup waktu atau ruang untuk melakukan itu. Tetapi benar-tidaknya Azoth diciptakan tidaklah penting. Kunci utama adalah catatan Heikichi. Banyak penjelasan dalam catatan tersebut yang menurutku tidak masuk akal, sehingga membuatku curiga.”

“Misalnya?”

“Banyak sekali kejanggalannya... Pertama-tama, ada satu hal yang secara mendasar salah. Dalam catatan, 'Heikichi' mengatakan catatan tersebut tidak untuk dipublikasikan dan harus disimpan bersama Azoth di pusat Jepang. Pada sisi lain, dia mengatakan bahwa jika Azoth menghasilkan uang, uang itu harus diberikan kepada Tae. Ini membuktikan bahwa dia benar-benar ingin seseorang membaca catatan tersebut.

"Kedua, si pembunuh seharusnya membawa catatan itu bersamanya, tetapi dia tidak melakukannya. Tanpa catatan, bagaimana dia bisa menunjukkan arah kepada Takegoshi? Jika Heikichi benar-benar menulis catatan tersebut, si pembunuh akan harus menyalinnya atau menghafalnya. Intinya, untuk menutupi kejahatannya, si pembunuh tidak mungkin meninggalkan catatan itu. Si pembunuh jelas meninggalkan catatan agar publik dapat melihatnya.

“Ketiga, si penulis mengatakan sesuatu tentang Azoth yang menghasilkan kekayaan. Menurutku itu sangat aneh. Azoth akan diciptakan untuk menyelamatkan Kekaisaran Jepang, bukan untuk menguntungkan individu tertentu. Dan kemudian si penulis menyebut tentang uang yang akan jatuh kepada Tae. Seharusnya aku lebih cepat menyadari hal itu.

"Masih ada kejanggalan lainnya. Heikichi perokok berat, tetapi dalam catatan dikatakan dia tidak suka pergi ke kelab malam karena dia tidak suka udara berasap. Tokiko sedang menulis tentang dirinya sendiri di bagian itu!

"Apa lagi?... Oh ya, tentang musik. Penulis mengatakan dia suka Isle of Capri dan Orchids in the Moonlight. Itu lagu-lagu yang populer pada tahun 1934 dan 1935. Aku dulu mengoleksi musik dari periode tersebut, jadi aku sangat paham. Lagu populer lainnya adalah Yira, Yira, oleh Carlos Gardel—yah, itu tidak benar-benar penting. Tahun 1935 adalah tahun sebelum kematian Heikichi. Pada saat itu, dia sudah mengunci diri di dalam studionya, dan kita tahu dia tidak punya radio maupun gramofon. Jadi, dia tidak mungkin mendengarkan lagu-lagu terbaru dan tidak akan pernah menyanyikannya. Tetapi lagu-lagu itu pasti sangat akrab di telinga Tokiko, karena Masako senang bermain musik di rumah utama.”

Semua yang dikatakan Kiyoshi masuk akal. Mengapa aku tidak pernah memikirkannya sama sekali?

"Jadi, mengapa dia bunuh diri tanpa memberitahu siapa pun tentang kejahatannya?” aku bertanya lagi. "Apa tujuannya?”

"Tujuannya? Kau ingin aku menjawab apa? Apa yang kita lihat di surat kabar? Hanya penyamarataan dan prasangka! Ketika seorang murid yang rajin bunuh diri, mereka selalu mengatakan bahwa persaingan yang terlalu keras dalam ujian masuk telah membunuh anak itu. Omong kosong besar! Orang tidak pernah memikirkan kemungkinan tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kebanyakan orang menjalani kehidupan yang begitu membosankan, sehingga mereka berusaha membenarkan diri sendiri dengan menempatkan semua orang lain dalam kategori-kategori kecil yang rapi. Kita tidak akan pernah  tahu, mungkin dia melewati malam-malam tanpa tidur, dengan pikiran berputar-putar tanpa henti... Bagaimana dia bisa menjelaskan mengapa dia bunuh diri? Dan kenapa dia harus menjelaskannya? Dia memilih kematian, itu saja. Kaubilang kau ingin tahu alasan dia melakukan bunuh diri, tetapi saat ini kau pasti sudah tahu jawabannya, bukan?”

Masih kebingungan, aku tidak mengatakan apa-apa lagi.

ADEGAN 4 KETUKAN DI PINTU

Kiyoshi tidak mengungkapkan lagi pikirannya tentang peristiwa bunuh diri Taeko. Agaknya dia yakin hal itu bukan disebabkan oleh terbongkarnya kejahatan yang dilakukan wanita itu, melainkan oleh hal lain. Setiap kali aku mencoba mengetahui apa yang ada dalam pikirannya, dia langsung mengelak.

"Pikirkan dadu yang dia berikan kepadaku, kau pasti akan tahu” adalah jawaban yang bersedia dia berikan kepadaku, disertai senyuman lebar.

Bicara tentang dadu, aku jadi tersadar bahwa menyelidiki Pembunuhan Zodiak rasanya seperti memainkan permainan monopoli. Aku akan melempar dadu dan berhenti pada "Misteri Tempat Tidur Heikichi” atau “Garis 138048 Bujur Timur” atau "Angka 4, 6, dan 3,” dan seterusnya. Gambaran Kiyoshi dan aku yang sedang bermain menyerupai karakter komik abad ke-19 Yajirobei dan Kitahachi dalam kisah petualangan dan kecelakaan Jippensha Ikku bertajuk Tokaidochu Hizakurige. Tetapi melihat perkembangan yang terjadi, permainanku telah berakhir ketika aku kehilangan semua modalku di Meijji-Mura. Benar-benar bodoh, sungguh!

Tetapi aku mendapatkan banyak kenangan indah dari  petualangan tersebut. Orang-orang yang kutemui semuanya menarik dan baik hati, kecuali Takegoshi Jr. Mungkin kedengarannya aneh, tetapi orang yang paling membuatku terkesan adalah si pelaku sendiri, Taeko Sudo.

Kabar bahwa Pembunuhan Zodiak telah terpecahkan menimbulkan kegairahan luar biasa. Surat kabar dan majalah berlomba-lomba mengupas kisah tersebut selama kurang-lebih satu minggu. Program televisi habis-habisan membahasnya, setiap stasiun TV berusaha mengungguli yang lain. Takegoshi Jr. dan adik iparnya Iida yang pendiam diwawancara, meskipun media tidak terlalu terkesan pada penampilan maupun tingkah laku si gorila.

Buku-buku mengenai kasus tersebut juga kembali membanjiri pasar. Penulis yang dulu mengedepankan teori mereka mengenai kanibalisme atau penculikan oleh alien kini muncul kembali dari antah-berantah dengan bukubuku baru mengenai kasus ini.

Tida mendapatkan promosi karena kontribusinya dalam memecahkan kasus Zodiak, tetapi Kiyoshi tidak mendapatkan apa pun, selain ucapan terima kasih yang singkat dari Mrs. Jida. Namanya tidak disebutkan di mana pun. Sahabatku tersayang, orang yang telah memecahkan kasus tersebut, benar-benar tidak dianggap. Aku merasa ini sangat tidak adil. Tetapi setidaknya ada satu orang yang mendapat keuntungan: mendiang Bunjiro Takegoshi. Catatannya tidak pernah diperlihatkan kepada publik, dan aku merasa senang karenanya: Kiyoshi juga merasakan hal yang sama. Tetapi tetap saja aku belum benar-benar puas.

"Apakah kau sama sekali tidak frustrasi?” aku bertanya pada Kiyoshi.

"Kenapa frustrasi?”

"Karena tidak dihargai sebagai orang yang membongkar misteri ini. Kau yang melakukan semuanya, dan kau  benar-benar diabaikan. Seharusnya kau bisa muncul di TV, seharusnya kau sudah terkenal. Kau bisa menghasilkan banyak uang. Aku tahu kau bukan orang semacam itu, tetapi ketenaran bisa membuat bisnis berjalan lebih baik. Aku pikir bisnismu bukan pengecualian. Kau bisa pindah ke tempat yang lebih baik, membeli sofa yang lebih bagus, membuat hidupmu lebih nyaman...

"Ya, mungkin. Tetapi setelah itu setiap hari aku akan diserbu oleh sekelompok orang bodoh yang penasaran,” tukas Kiyoshi. “Kantorku akan begitu penuh sampai-sampai aku harus meneriakkan namamu untuk menemukanmu di antara kerumunan orang di ruang tungguku. Kau mungkin tidak menyadarinya, tetapi aku menyukai gaya hidupku yang sekarang. Aku tidak ingin diganggu orang. Lihat apa yang kulakukan sekarang. Aku bisa tidur selarut mungkin. Aku bisa bersantai dengan piamaku kapan pun aku mau. Aku bisa menghabiskan waktu untuk mempelajari apa pun yang kuminati. Aku hanya menerima klien yang aku sukai, aku tidak perlu berkompromi. Bagiku semua hal itu sangat berharga. Aku tidak mengubah apa pun. Dan aku bisa mengatasi rasa kesepian yang mungkin kurasakan karena kau ada di sini!”

Kata-kata hangat Kiyoshi sama sekali tak terduga, dan membuatku sangat bahagia. Kini saatnya mengungkapkan rencanaku kepadanya. Aku berusaha mengatakannya seserius mungkin, tetapi aku tak bisa menahan senyum. “Apa pendapatmu kalau aku bilang aku ingin menulis novel yang diangkat dari kasus ini?”

Kiyoshi terkesiap, seakan-akan dia tertangkap basah dengan tangan di dalam stoples kue. "Lelucon yang buruk, Mr. Ishioka!”

"Aku tidak tahu apakah ada penerbit yang akan menyukainya, tetapi aku rasa tidak ada ruginya mencoba.”

"Aku bisa menanggung hampir segala hal, temanku,”

kata Kiyoshi pelan, "tapi tolong, jangan ribut-ribut. Jangan ada buku!”

"Tapi kenapa?”

"Aku baru menjelaskannya kepadamu. Aku juga punya alasan lain.”

"Oh, benarkah? Tolong beritahu aku alasan apa itu.”

"Aku tidak mau.”

Melihat tanggapan yang diberikan, Emoto akan menjadi pembaca pertama buku ini, dan Kiyoshi akan menjadi yang terakhir. Tetapi dari pekerjaanku sebagai ilustrator, aku memiliki hubungan baik dengan beberapa penerbit. Tekadku sudah bulat untuk mewujudkan ide ini.

"Kau tak pernah bisa membayangkan betapa gugupnya aku saat orang menanyakan namaku,” Kiyoshi menggumam lemah, membenamkan diri ke sofa. "Apakah aku akan ada di dalam bukumu?”

"Tentu saja! Kau akan menjadi fokus utama kisah ini —pria dengan karakter kuat dan tidak lazim."

"Kalau begitu, bisakah kau memberiku nama yang lebih baik? Sesuatu yang terdengar seperti nama bintang film.”

"Tidak masalah,” aku menjawab sambil tertawa. “Tentu saja kau berhak muncul tanpa nama asli.”

"Permainan sulap... seorang astrolog...”

Tetapi kasus ini belum benar-benar berakhir untuk kami berdua.

Pada suatu sore yang cerah di bulan Oktober, enam bulan setelah semua kegaduhan itu, kami mendengar ketukan yang sangat pelan di pintu.

"Ya," jawab Kiyoshi, tetapi si tamu tidak bergerak untuk membuka pintu. Mungkin seorang wanita yang raguragu, pikirku. Terdengar ketukan lagi.

"Silakan masuk!” Kiyoshi menjawab lantang.

Pintu perlahan-lahan terbuka dan muncullah sosok seorang pria bertubuh tinggi besar. Tebak siapa orang itu... si gorila!

"Oh, ya ampun! Andakah itu, Mr. Takegoshi?” Kiyoshi menyapa sembari melompat dari bangkunya, diiringi senyuman. “Mr. Ishioka, tolong buatkan teh.”

"Oh, tidak usah, terima kasih. Jangan repot-repot. Saya tidak akan lama,” tukas Takegoshi Jr. seraya mengeluarkan selembar amplop besar dari tasnya dan mengulurkannya kepada Kiyoshi. "Saya hanya mampir untuk memberikan ini kepada Anda,” dia melanjutkan dengan ragu-ragu. “Saya minta maaf baru memberikannya kepada Anda setelah sekian lama... Dan kami mohon pengertian Anda karena tidak memberikan yang asli... tetapi ini barang bukti yang sangat penting... dan butuh waktu lama untuk mencari tahu kepada siapa surat ini ditujukan..."

Aku tidak mengerti apa yang dia bicarakan.

“Ini untuk Anda, Mr. Mitarai” dia berkata dan berbalik untuk pergi.

"Terima kasih. Tetapi Anda mau ke mana? Banyak sekali yang harus kita bicarakan. Sudah lama kita tidak berjumpa,” kata Kiyoshi tanpa bisa menyembunyikan sarkasmenya.

Takegoshi Jr. tidak menanggapi. Dia sudah melewati pintu dan menutupnya. Tetapi kemudian dia berhenti dan perlahan-lahan membuka kembali pintu itu.

“Sebagai laki-laki, saya harus mengatakan ini,” dia menggumam seraya menatap ke arah kaki kami. “Terima kasih banyak atas bantuan Anda. Saya juga ingin berterima kasih atas nama ayah saya. Dia pasti bahagia di surga... Dan saya minta maaf karena telah bersikap kasar kepada Anda saat terakhir kita bertemu. Yah... selamat tinggal... dan terima kasih.”

Dia cepat-cepat menutup pintu, tetapi dengan sopan. Dia sama sekali tidak menatap mata kami.

"Hmm, mungkin sebenarnya dia bukan orang jahat!” kata Kiyoshi sambil menyeringai.

"Tidak. Aku rasa dia belajar sesuatu darimu.”

"Hmm, kau mungkin benar. Setidaknya dia belajar cara mengetuk pintu!”

Tepat seperti yang kuharapkan, amplop tersebut berisi surat dari Taeko untuk Kiyoshi. Aku ingin mengakhiri kisah ini dengan mencantumkan seluruh isi surat tersebut, karena isinya melengkapi penjelasan mengenai Pembunuhan Zodiak Tokyo yang luar biasa ini.

EPILOG : SUARA AZOTH

Kepada tuan yang saya temui di Arashiyama,

Saya sudah menunggu Anda untuk waktu lama. Mungkin kedengarannya aneh, tetapi itu benar adanya. Saya dilanda kegelisahan luar biasa, yang mungkin wajar terjadi, mengingat apa yang telah saya lakukan. Setiap malam sejak saya memutuskan untuk menetap di Kyoto, tempat kesukaan ibu saya, saya dihantui mimpi buruk yang sama, dengan cerita yang berlangsung tanpa henti: seorang pria menakutkan mendekati saya, membentak saya dengan suara lantang, mencengkeram lengan saya, dan menyeret saya ke penjara. Mimpi itu sangat mengerikan dan membuat saya gemetar ketakutan. Tetapi, anehnya, saya selalu ingin berjumpa dengan pria itu.

Akhirnya dia muncul di dunia nyata, dan berdiri di hadapan saya. Pria itu adalah Anda. Anda masih muda dan sopan, dan Anda tidak pernah meminta saya menceritakan detail-detail mengerikan dari kejahatan saya. Saya menghargai pengertian Anda. Saya ingin berterima kasih kepada Anda, jadi saya menulis surat ini untuk Anda.

Saya tidak pernah melakukan perbuatan baik selama hidup saya. Berkat kebijaksanaan Anda, kisah kejahatan saya bisa tetap tersembunyi selamanya. Tetapi sekarang saya ingin menjelaskan perbuatan saya secara terperinci, dan mengakui dosa saya.

Hari-hari saya bersama keluarga Umezawa, bertahun-tahun yang lalu, amatlah sulit. Masako, ibu tiri saya, dan putri-putrinya sangat kejam kepada saya. Meskipun saya membunuh gadis-gadis itu dan menjebak Masako, saya tidak pernah menyesali perbuatan saya. Ketika saya tinggal bersama mereka,  sepertinya keadaan tidak mungkin lebih buruk lagi. Mungkin itu sebabnya saya masih bisa hidup hingga hari ini.

Ayah saya, Heikichi Umezawa, mendepak ibu saya, Tae, sewaktu saya baru berusia satu bulan. Tae ingin mendapat hak asuh atas saya dan memohon Gengan sangat kepada Heikichi agar mengizinkan saya tinggal bersamanya. Tetapi ayah saya menolak, dengan alasan fisik Tae terlalu lemah. Jika benar demikian, mengapa dia tega membiarkan wanita malang itu hidup sendirian?

Tak lama setelah Tae meninggalkan rumah Umezawa, Heikichi menikahi Masako. Wanita itu iblis. Mungkin tidak adil berbicara buruk tentang orang yang sudah mati, tetapi Masako memperlakukan saya dengan penuh kedengkian. Dia tidak pernah membelikan apa pun untuk saya dan tidak pernah memberi saya uang saku. Semua pakaian, mainan, dan buku saya adalah lungsuran dari Tomoko atau Akiko. Yukiko dan saya bersekolah di sekolah dasar yang sama. Saya satu tingkat di atas dia, tetapi berada di sekolah yang sama dengan dia membuat saya merasa dinomorduakan. Saya harus memakai sweter yang sudah rusak dimakan rayap dan blus serta rok kumal, sementara dia selalu berpakaian rapi Gengan baju-baju baru. Untuk melupakan kepedihan yang saya rasakan, saya belajar mati-matian. Saya mulai mendapat nilai lebih tinggi daripada Yukiko. Akibatnya Masako dan Yukiko mengerahkan segala cara yang bisa mereka pikirkan untuk mengganggu saya ketika saya sedang belajar.

Kalau Masako tidak menyukai saya, mengapa dia menahan saya di rumahnya? Mungkin dia takut dicap buruk oleh para tetangga, atau mungkin dia  senang memanfaatkan saya sebagai pelayannya. Seluypuh pekerjaan rumah tangga menjadi tugas saya sejak saya masih kecil. Saya bertanya apakah saya bisa pergi dan tinggal dengan ibu saya, tetapi Masako tidak mengizinkan. Baik tetangga maupun teman sekolah tidak mengetahui apa yang terjadi di dalam rumah tangga Umezawa, mereka menyembunyikan kenyataan dengan begitu rapi.

Setiap kali saya bersiap-siap mengunjungi ibu saya, Masako dan putri-putrinya akan melakukan berbagai kejailan untuk menghalangi saya. Tetapi hal itu tidak pernah mencegah saya untuk tetap pergi. Alasan utamanya bukan karena saya sangat ingin bertemu ibu saya, tetapi karena saya diamGiam mendapatkan pekerjaan. Saya harus membantu mencari nafkah untuk ibu saya dan saya sendiri. Dia tidak mungkin membiayai hidupnya dari hanya berjualan rokok.

Ibu saya, yang sangat memahami kondisi saya, membantu merahasiakan pekerjaan saya. Kadang-kadang para wanita Umezawa bertanya padanya apakah saya benar-benar mengunjunginya di Hoya. Dia selalu mengelakkan pertanyaan mereka. Pada masa itu, wanita tidak bisa mendapatkan pekerjaan, bahkan di kelab malam, tanpa referensi. Saya beruntung, saya bertemu seorang tuan yang baik hati. Dengan bantuannya, saya mulai bekerja sekali seminggu di rumah sakit universitas. Saya tidak dapat menyebutkan nama pria itu maupun nama rumah sakitnya, karena saya tidak ingin dia atau keluarganya mendapat masalah.

Saya belajar banyak dari pekerjaan tersebut, tetapi pada saat bersamaan saya menjadi seorang nihilis. Di rumah sakit itulah saya mendapat kesempatan untuk melihat pelaksanaan autopsi. Pandangan saya tentang hidup berubah drastis. Kematian menjadi sangat dekat dengan saya. Saya terkejut menyadari bahwa orang-orang yang berprofesi di dunia medis memiliki kekuasaan untuk mengendalikan hidup orang lain. Pada akhirnya, saya tertarik pada gagasan untuk melakukan bunuh diri. Saya tidak tahu apakah gadis-gadis muda merasakan hal yang sama saat ini, tetapi pada masa itu banyak gadis yang tertarik dengan gagasan untuk bunuh diri sebelum mereka kehilangan keperawanan mereka.

Pada suatu hari, saya mendapat kesempatan untuk mendatangi departemen farmasi. Seorang rekan menunjukkan sebotol arsenik kepada saya, dan pada saat itulah saya memutuskan untuk melakukan bunuh diri. Beberapa waktu kemudian, saya menyelinap ke tempat penyimpanan obat, mencuri sesendok penuh racun dan menaruhnya di sebuah botol kosmetik kosong. Saya pergi menemui ibu saya untuk mengucapkan kata perpisahan. Ketika saya memandang ke dalam kedainya dari jalan, dia sedang duduk di samping kompor arang seperti biasa. Dia tersenyum dan mengangkat sebuah kantong kertas. Dia sudah menunggu kedatangan saya, jadi dia membeli wafel untuk kami berdua. Saat kami menyantap wafel, saya menatap matanya, mempertanyakan arti kehidupan. Saya tidak bisa menemukan keindahan dalam hidup saya, tetapi saya menyadari bahwa keadaan ibu saya malah lebih buruk lagi. Saya tahu saya harus melakukan sesuatu untuk membahagiakannya sebelum saya mati.

Ibu saya selalu terlihat begitu sedih dan kesepian: dia bagaikan kaleng kosong yang diremukkan seseorang dan dilempar ke tanah kosong. Setiap kali saya melihatnya, dia sedang duduk di posisi yang sama di tempat yang sama. Kesadaran bahwa hidupnya tidak akan pernah berubah begitu menyakitkan bagi saya. Wanita-wanita Umezawa menikmati hidup bergelimang kemewahan. Setiap kali mendengar mereka mengobrol, tertawa, atau bermain musik, kemarahan dan kebencian saya kepada mereka semakin menumpuk. Saya bisa merasakan darah saya mendidih, hati saya dipenuhi dendam.

Suatu hari, Kazue berkunjung ke rumah Umezawa. Dia adalah ratu protes: dia akan menunjuk sesuatu yang tidak dia sukai dan mengomel tentang hal itu seharian. Pada kesempatan tersebut, dia mengeluh bahwa kursi yang dia duduki tidak seimbang. Masako berkata, "Nih, taruh kain rombeng ini di bawah kaki kursi supaya seimbang." Dia melempar sebuah pundi-pundi milik ibu saya kepada Kazue. Itu bagian dari koleksinya. Saya tidak tahu bagaimana benda itu bisa berada di tangan Masako—mungkin terjatuh dari koper ibu saya ketika dia pindah dari rumah itu. Yang jelas, kejadian tersebut membuat saya marah besar—kesabaran saya sudah habis. Saat itu juga saya memutuskan bahwa saya akan membalas dendam pada mereka untuk ibu saya, bahkan jika itu berarti saya harus membunuh mereka semua. Saya mulai mencurahkan seluruh energi saya untuk merencanakan aksi balas dendam—ya, saya mulai merencanakan pembunuhan Azoth.

Saya berkali-kali menyelinap ke departemen farmasi di rumah sakit, mencuri arsenik sedikit demi sedikit. Lalu, pada akhir tahun 1935, saya berhenti bekerja tanpa pemberitahuan apa pun. Mereka tidak akan bisa menghubungi saya, karena saya memberikan nama dan alamat palsu saat melamar untuk pekerjaan tersebut.

Saya selalu berpendapat bahwa wajah saya cukup cantik, tetapi saya tidak pernah merasa puas dengan payudara, pinggul, dan kaki saya. Mungkin itu sebabnya gagasan tentang Azoth melintas di benak saya. Anda boleh menertawakan saya, tetapi begitulah sifat wanita.

Saya tahu saya harus mencari seseorang yang dapat membuang mayat gadis-gadis itu setelah saya membunuh mereka. Saya terus berpikir dan berpikir, mencari orang yang tepat untuk melakukannya. Dan kemudian saya teringat Mr. Takegoshi, si detektif, yang sering lewat di depan rumah Kazue. Saya benar-benar menyesali perbuatan saya kepadanya. Saya berharap saya dapat menjelaskan situasi yang sebenarnya dan meminta maaf kepadanya. Tetapi pada saat itu saya tidak mampu melakukannya, karena saya lebih baik bunuh diri daripada dipenjara.

Ayah saya bukanlah target utama: dia hanya egois dan kekanakan. Saya membunuhnya dengan kotak dari kayu yang sangat keras, yang saya bawa dari tempat kerja. Saya mengisinya dengan campuran semen dan jerami, yang setahu saya merupakan cara yang digunakan tukang untuk membuat dinding padat. Saya memasang pegangan pada kotak itu dengan paku, tetapi kotaknya terlalu berat. Ketika saya memukulkannya ke kepala ayah saya, pegangannya patah. Itu adalah saat paling buruk yang pernah saya alami. Meskipun ayah saya egois, tetapi dia tidak pernah jahat kepada saya. Satu minggu sebelum pembunuhannya, saya mengatakan kepadanya bahwa saya bersedia menjadi model telanjang untuknya dan saya tidak  akan memberitahu siapa pun. Dia tampak begitu gembira dan bergairah untuk berbagi rahasia itu dengan saya. Secara emosional dia seperti anak kecil,

Pada hari pembunuhannya, saya berpose untuknya seperti biasa, menunggu kesempatan untuk membunuhnya. Kemudian tiba-tiba salju turun, dan dalam waktu singkat salju sudah menumpuk. Saya menyadari bahwa rencana saya mungkin tidak efektif lagi. Saya pikir Tuhan mungkin menyuruh saya berhenti. Saya tidak dapat memutuskan apa yang harus saya lakukan. "Malam ini bukan waktu yang tepat: sebaiknya besok," saya terus mengatakan itu dalam hati, sementara ayah saya meminum pil tidurnya. Namun situasi tidak memungkinkan saya menunda pembunuhan. Lukisan ayah saya hampir selesai, dan dia akan menambahkan wajah saya ke kanvas keesokan harinya. Jika itu terjadi, maka semua orang yang melihat lukisan tersebut akan mengetahui identitas modelnya.

Saya menghantam kepalanya dengan kotak itu. Polisi menyimpulkan bahwa dia tewas seketika, tetapi itu tidak sepenuhnya benar. Saya tidak berhasil membunuhnya dengan sekali pukulan. Dia ambruk dan sangat kesakitan. Saya akhirnya harus mencekiknya. Saya tutupi hidung dan mulutnya dengan beberapa lembar kertas washi buatan tangan yang basah. Belakangan, saya tidak mengerti mengapa polisi tidak pernah menemukan penyebab kematiannya yang sebenarnya.

Begitu dia mati, saya mulai memotong janggutnya dengan gunting. Setelah itu, saya bermaksud mencukur wajahnya hingga bersih, yang saya pikir bisa membuat para penyelidik kebingungan. Tetapi  darah mulai mengalir keluar dari hidung dan mulutnya. Saya menjadi ketakutan dan terpaksa berhenti. Saya berusaha berhati-hati jangan sampai menjatuhkan potongan janggutnya di lantai, tetapi tidak berhasil.

Kemudian saya ke luar. Setelah menaruh dompet Gi bawah lis atap, yang tidak terkena salju, saya melempar tali yang sudah saya siapkan ke palang geser dari jendela dan berhasil mengaitnya, lalu menariknya untuk mengunci pintu. Setelah itu saya melangkah ke jalan, sambil membawa sepatu Heikichi. Jejak sepatu saya tampak jelas di salju, saya bermaksud membuat rangkaian jejak sepatu keGua di atas jejak pertama dengan menggunakan sepatu Heikichi. Berjalan jinjit dengan hati-hati di atas jejak yang saya buat, saya kembali ke studio. Saya bisa melihat lekukan di tengah jejak sepatu saya yang asli. Saya harus mencari cara untuk menutupinya. Saya mengenakan sepatu ayah saya dan berusaha semampunya untuk berjalan dengan normal dal atas jejak pertama. Ketika sampai kembali di jalan, saya berganti sepatu lagi dan menyimpan sepatu ayah saya di dalam tas. Seandainya salju tidak turun selebat itu, dan tidak turun lagi keesckan paginya, seluruh tipuan tersebut mungkin tidak akan berhasil.

Saya bersembunyi dalam hutan di Komazawa malam itu. Ada tempat yang saya kenal dengan baik di Gekat sungai kecil: sebidang tanah rendah yang Gikelilingi tumbuhan merambat berduri. Durinya menusuk-nusuk menyakitkan, tetapi itu tempat persembunyian yang sempurna. Seandainya rencana saya gagal, saya sudah memutuskan untuk bunuh diri di tempat itu. Saya sudah menyiapkan sebuah  lubang dan menutupinya dengan tumpukan ranting dan rumput. Di lubang itulah saya mengubur kotak, gunting, dan potongan rambut dari janggut Heikichi. Saya menunggu pagi menjelang dengan duduk Gi tengah-tengah semak. Kalau saya berjalan-jalan, mungkin akan ada seseorang yang melihat, dan itu kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Beberapa mobil melintas sepanjang malam itu, tetapi saya beruntung karena tidak ada yang memergoki saya.

Malam begitu dingin hingga rasanya saya akan mati. Ketika duduk di sana, saya dicekam penyesalan dan ketidakpastian. Apakah sebaiknya saya pulang saat salju masih turun? Saya memutuskan untuk tidak melakukannya—saya harus menghindari risiko terlihat oleh siapa pun. Saya sudah mengatakan pada Masako bahwa saya akan bermalam di Hoya. Kalau waktu itu saya pulang ke rumah, pasti akan tampak mencurigakan jika ada yang mendengarnya. Kalau saya tidak pulang dan kalau Masako bertanya pada Tae apakah saya bersamanya, saya tahu ibu saya pasti akan berbohong untuk saya. Jadi saya tetap bertahan di tempat itu, menggigil kedinginan.

Catatan Heikichi adalah buatan saya. Saya meninggalkannya di studio setelah membunuh Heikichi, tetapi saya tidak yakin apakah rencana saya akan berhasil. Saya menjadi sangat gelisah, dan mulai berpikir seharusnya saya tidak melakukan hal itu. Seharusnya saya memilih cara yang sederhana saja dan hanya menggunakan racun untuk membunuh semua orang. Saya tidak keberatan jika tertangkap, tapi saya tidak ingin Tae menderita karena saya— dia akan dikenal sebagai ibu seorang pembunuh berantai. Saya harus melaksanakan kejahatan ini  dengan diam-diam, sehingga ibu saya terlindungi. Dan saya menyukai gagasan membiarkan Masako menderita selama sisa hidupnya.

Saya berusaha mengenyahkan pikiran negatif. Saya merasa yakin tidak akan ada yang berpikir bahwa catatan Heikichi yang ditulis tangan itu palsu, karena dia tidak pernah menulis surat maupun kartu pos kepada siapa pun sejak usianya dua puluh tahun. Saya pernah melihat tulisan tangan Heikichi dalam buku gambarnya dari masa ketika dia di Eropa. Tulisannya sangat mirip dengan tulisan saya. Menurut saya lucu bahwa tulisan tangan ayah dan putrinya bisa begitu mirip. Untuk semakin menyamarkan tulisan saya, saya menggunakan pensil gambar supaya huruf-hurufnya sedikit kabur.

Ketika menulis catatan itu, saya berpikir tentang Heikichi. Memang aneh, tetapi saya hanya bisa mengingat hal-hal baik tentang dia. Dia begitu baik kepada saya... Saya pikir saya bisa gila karena merasa bersalah. Heikichi banyak bercerita tentang dirinya kepada saya, karena dia percaya pada saya. Dia hanya punya sedikit teman—mungkin teman yang dia miliki hanya Miss Tomita dan saya. Itu sebabnya saya bisa mencurahkan perasaan ke dalam catatannya. Dan kemudian, dari semua hal yang bisa saya lakukan... saya malah membunuhnya!

Malam begitu panjang saat musim dingin. Di tempat persembunyian, saya merasa pagi tak akan pernah tiba. Ketika langit timur mulai memancarkan cahaya, saya menjadi takut kalau-kalau salah satu wanita Umezawa menemukan mayat Heikichi sebelum saya kembali. Saya harus mengembalikan sepatunya,  Masako dan putri-putrinya mungkin tahu bahwa Heikichi menyimpan dua pasang sepatu di studionya. Ingin rasanya saya kembali saat itu juga. Tetapi jika saya tiba di rumah terlalu pagi, Masako akan curiga, karena saya seharusnya bermalam di Hoya. Dan jika saya langsung ke studio untuk mengembalikan sepatunya, jejak sepatu saya akan tercetak di salju.

Harus membawa pulang sepatu Heikichi bukanlah bagian dari rencana awal saya. Itu perkembangan tak terduga yang membuat saya sangat gelisah. Bukankah akan lebih baik jika saya menguburnya atau membuangnya saja? Sepatu itu basah terkena salju. Jika polisi membandingkan sepatu itu dengan jejak di salju, mereka pasti akan mengetahui tipuannya. Untuk sesaat saya merasa bimbang, tetapi akhirnya saya memutuskan untuk mengembalikan sepatu itu ke studio. Sekali lagi saya sangat beruntung: polisi tidak pernah mempertimbangkan kemungkinan bahwa jejak sepatu pria di salju dibuat dengan sepatu Heikichi sendiri. Bahkan mereka mungkin tidak pernah berusaha membandingkan sepatu Heikichi dengan jejak sepatu tersebut. Dan salju turun lagi pagi itu, sehingga mengamati jejak sepatu dengan saksama pun akan sulit.

Namun interogasi polisi bisa dibilang brutal. Saya sudah mempersiapkan diri, tentu saja, tetapi gadis-gadis lainnya histeris, yang membuat saya merasa senang. Saya terserang flu karena bermalam di hutan, dan tubuh saya menggigil. Tetapi para penyelidik pasti berpikir bahwa itu reaksi wajar dari seorang wanita muda yang baru saja menemukan mayat ayahnya.

Ibu saya ditanyai tentang alibi saya. Dia yakin  saya masih bekerja di rumah sakit, jadi dia berkeras bahwa saya bersamanya sepanjang malam. Tujuannya adalah melindungi saya dari para wanita Umezawa. Ibu saya memang berhati emas.

Sekarang saya akan menjelaskan pembunuhan Kazue. Saya membunuhnya tak lama setelah itu, karena saya tidak ingin dia punya waktu untuk berbagi cerita dengan Masako. Sebelumnya saya sudah pernah mengunjunginya sendirian untuk memeriksa rumahnya. Saya merasakan ketakutan dan kegelisahan luar biasa ketika membunuh Heikichi, tetapi membunuh Kazue bagaikan berjalan di atas tali yang terentang tegang. Saya membunuh Kazue, lalu menunggu Mr. Takegoshi pulang dari kantor. Saya khawatir dia mungkin tidak muncul atau mengambil rute yang berbeda malam itu.

Tadinya saya ingin mengenakan jenis kimono yang biasa dikenakan Kazue, tetapi saya tidak sanggup membelinya. Jadi, begitu dia mati, saya harus melepas kimononya dan memakaikannya di tubuh saya. Ketika menunggu Mr. Takegoshi di jalan, saya menemukan noda darah pada kerah kimono. Jadi saya mencari tempat gelap untuk menunggu pria itu. Untunglah dia muncul. Saya menggiringnya ke rumah Kazue. Saya bisa mencium bau darah yang tajam, tetapi dia kelihatannya tidak menyadarinya. Saya memintanya untuk tidak menyalakan lampu. Dia pikir saya malu, padahal itu cara saya untuk menyembunyikan noda darah.

Ketika penyelidik menyatakan Kazue tewas antara pukul tujuh dan sembilan malam, Mr. Takegoshi pasti ketakutan—tetapi itu keberuntungan bagi saya. Yang benar saya membunuhnya tepat setelah pukul tujuh malam.

Ketika menghadiri pemakaman Kazue, saya belum selesai merapikan kembali rumahnya. Saya sudah mencuci noda darah dari sarung bantal dan menjemurnya di dalam rumah. Saya ingin membuatnya terlihat seperti pekerjaan rumah tangga yang tak sempat diselesaikan—itu akan menjadi alasan bagus bagi semua wanita Umezawa untuk mampir ke rumah Kazue dalam perjalanan pulang dari Gunung Yahiko.

Pada saat itu, saya sudah terbiasa dengan pembunuhan. Saya bahkan menikmatinya, seakan-akan saya sedang memainkan semacam permainan. Saya tidak pernah suka menghabiskan waktu bersama wanita-wanita Umezawa, tetapi pergi ke Gunung Yahiko bersama mereka merupakan bagian dari rencana saya, dan saya sudah menunggu-nunggu kesempatan tersebut. Untunglah polisi belum mempublikasikan catatan Heikichi, jadi tidak ada yang tahu tentang kisah Azoth. Kali ini semua berjalan lancar. Ketika saya mengusulkan perjalanan itu, Masako langsung setuju, dan kemudian, dalam kunjungan kami ke sumber air panas, gadis-gadis ingin tinggal lebih lama—yang tadinya akan saya usulkan seandainya mereka tidak menyinggungnya. Seperti saya perkirakan, Masako meninggalkan kami dan pergi ke Aizu-wakamatsu untuk mengunjungi orangtuanya. Saya tahu dia tidak akan menemui siapa pun saat berada di sana, karena dia tahu semua orang pasti penasaran dengan keluarga Umezawa. Satu-satunya masalah adalah Masako meminta saya dan keponakannya, Reiko dan Nobuyo, untuk kembali ke Tokyo secara terpisah. Tetapi dalam rencana saya, kami berenam harus bepergian bersama-sama. Kami akhirnya menumpang kereta yang  sama, tetapi Tomoko, Akiko, dan Yukiko duduk bersama, terpisah dari Nobuyo, Reiko, dan saya. Tidak ada yang melihat kami berenam bersama-sama.

Saya mengusulkan agar kami semua pergi ke rumah Kazue untuk membereskan rumahnya, tetapi Tomoko dan Akiko mengatakan saya bisa melakukannya sendirian. Bagaimana mereka bisa mengatakan hal seperti itu kepada saya? Kazue adalah saudara kandung mereka, bukan saya. Mereka bukan hanya egois, tetapi juga berwatak jelek. Kami tinggal di rumah yang sama dan mengikuti pelajaran balet yang sama, tetapi mereka penari yang buruk. Di antara mereka semua, Tomoko dan Yukiko yang paling payah. Ketika saya menari dengan baik, mereka akan keluar dari ruang latihan. Ketika waktu menari saya habis, mereka semua akan masuk kembali dan mulai menari, tertawa-tawa dan sibuk mengobrol.

Untuk membujuk mereka agar mau pergi ke rumah Kazue, saya bersikap seakan-akan saya amat membutuhkan mereka. "Aku mohon temani aku. Aku takut pergi ke rumah itu sendirian," saya merengek. "Kallan tidak perlu melakukan apa pun. Aku sudah membeli buah, aku akan membuatkan jus buah segar yang enak untuk kalian."

Kami tiba di rumah Kazue tak lama setelah pukul empat sore tanggal 31 Maret. Saya langsung pergi ke dapur, memeras buah, dan mencampur racun ke dalam jus. Saya bergerak cepat supaya mereka sudah mati sebelum hari gelap. Jika mereka masih hidup dan hari sudah gelap, mereka akan menyalakan lampu, dan para tetangga akan tahu bahwa ada orang di rumah. Mereka berlima meminum jus beracun itu, dan langsung tewas.

Sebelumnya saya berniat minum penawar racun terlebih dahulu, untuk berjaga-jaga seandainya mereka menyuruh saya mencicipi jus itu, tetapi saya tidak punya kesempatan untuk melakukannya. Lagi pula, skenario terburuk yang saya khawatirkan tidak terjadi, karena gadis-gadis itu sama sekali tidak berniat masuk ke dapur untuk membantu saya atau mengawasi apa yang saya lakukan.

Saya menyimpan mayat-mayat mereka di kamar mandi. Sebenarnya meninggalkan mayat mereka di sana tidak bisa dibilang aman, tetapi kamar mandi adalah satu-satunya tempat yang menurut saya aman. Dan saya tidak mungkin menyimpan lima mayat di tempat lain lalu membawanya kembali ke rumah Kazue keesokan harinya. Jika polisi menemukan mayat-mayat itu, saya akan melupakan rencana saya dan bunuh diri dengan menenggak arsenik, polisi akan berpikir bahwa si pembunuh berusaha menciptakan Azoth dari enam mayat. Jika identitas si pembunuh tetap misterius, ibu saya tidak akan pernah dilibatkan. Untunglah tidak ada yang menemukan mayat di kamar mandi.

Saya kembali ke rumah Umezawa sendirian. Saya menaruh seutas tali dan sebotol racun di kamar Masako. Lalu saya menghabiskan malam di kamar saya sendirian. Keesokan harinya saya kembali ke rumah Kazue. Otot-otot tubuh mereka sudah mulai mengera3. Di bawah sinar bulan yang menerobos masuk dari jendela kamar mandi, saya mulai menggergaji dan mengiris mayat mereka. Gagasan Azoth saya sangat diuntungkan oleh kenyataan bahwa semua wanita Umezawa, termasuk saya, memiliki golongan darah A. Saya mengetahuinya ketika pada suatu saat kami mendonorkan darah. Setelah itu  saya membungkus potongan-potongan tubuh mereka dengan kertas minyak, mengangkutnya ke gudang di kebun, dan menutupinya dengan kain. Saya sudah membersihkan debu dan jerami di dalam gudang pada hari pemakaman Kazue, supaya mayat mereka tidak mudah dilacak kembali ke rumahnya.

Yang menjadi masalah adalah tas bepergian gadis-gadis itu. Bagaimana saya harus menyingkirkannya? Tas mereka tidak besar, tapi semuanya ada enam buah. Saya tidak mungkin meminta Mr. Takegoshi membawa semua tas itu. Saya mengisi tas dengan batu dan membuangnya ke Sungai Tama. Saya juga melempar gergaji dan pisau ke dalam sungai.

Saya sudah menyiapkan surat kaleng untuk Mr. Takegoshi. Saya membunuh gadis-gadis itu pada tanggal 31 Maret dan mengirim surat pada tanggal 1 April. Pada hari yang sama, saya memotong-motong mayat mereka. Semua harus dilakukan secepat mungkin, karena pembusukan mulai terjadi. Selain itu Mr. Takegoshi juga butuh waktu untuk menyelesaikan tugasnya.

Saya tidak punya tanda lahir, Yukiko yang punya. Dalam catatan Heikichi, saya menggambarkan tanda lahir Yukiko seolah-olah itu tanda lahir saya. Untuk melengkapi kisah tersebut, saya memukul bagian samping perut saya dengan tongkat besi hingga memar, dan saya mengatakan kepada ibu saya bahwa saya punya tanda lahir. Dia begitu terkejut, bahkan berusaha menggosoknya agar hilang! Jadi, ketika melihat tanda lahir sungguhan pada tubuh Yukiko, dia mengidentifikasi mayat itu sebagai saya.

Setelah semua pembunuhan itu, saya mengubah model rambut dan gaya berpakaian, lalu tinggal di  hotel-hotel murah di Kawasaki dan Asakusa, bekerja di tempat mana pun yang mau menerima saya. Hati saya pilu membayangkan ibu saya yang pasti merasa sangat sedih dan kesepian.

Saya bisa saja terus hidup seperti itu dengan uang tabungan saya, tetapi tidak ada jaminan bahwa saya tidak akan terlacak dan tertangkap. Saya pikir jalan terbaik adalah meninggalkan Jepang selama beberapa waktu, lalu kembali lagi nanti. Dari semua koloni Jepang, menurut saya Manchuria adalah tempat yang paling tepat untuk bersembunyi. Berat bagi saya untuk berpisah dari ibu saya, tetapi seandainya saya tetap di Jepang pun, saya tidak akan bisa menemuinya untuk sementara waktu. Dan jika dia tahu apa yang telah saya lakukan, saya yakin dia tidak akan bisa merahasiakannya. Jadi, demi kebaikannya dan kebaikan saya sendiri, saya memutuskan untuk pergi.

Ketika bekerja di hotel, saya bertemu seorang wanita yang akan bergabung dengan unit pemukiman di Manchuria bersama saudara-saudara laki-lakinya. Saya memohon kepadanya agar membolehkan saya menemaninya. Menurut kabar, Manchuria adalah tempat yang makmur dan nyaman untuk ditinggali, dan banyak orang Jepang pindah ke sana untuk menggarap tanahnya. Saya menjadi bagian dari para pemimpi itu, belakangan saya mendapati impian kami jauh dari sempurna. Di Manchuria kami memang tidak kekurangan tanah, tetapi kami harus menghadapi iklim yang sangat keras. Suhu bisa turun sampai minus 40'C.

Setelah beberapa waktu, saya berhenti bekerja di tanah pertanian dan mendapat pekerjaan di kota. Amat sangat sulit bagi seorang wanita lajang untuk mencari nafkah di sana. Saya tak dapat menjelaskan apa yang terjadi pada saya. Saya hanya bisa mengatakan bahwa saya paham mengapa ibu saya tidak mau pergi ke Manchuria. Ketika didera penderitaan, saya selalu berpikir bahwa itu hukuman dari Tuhan.

Ketika perang berakhir, saya kembali ke Jepang. Untuk sementara saya tinggal di Kyushu. Pembunuhan Umezawa masih terkenal, dan saya mengetahui bahwa ibu saya mewarisi banyak uang dari properti Heikichi. Saya sangat bahagia mendengar kabar itu, karena sekarang dia bisa mewujudkan mimpinya untuk membuka butik sendiri di Kyoto. Saya tidak bisa menahan diri untuk pergi mengunjunginya. Jadi, pada tahun 1963 saya pergi ke Sagano. Saya menjelajahi daerah itu dengan saksama, tetapi tidak menemukan apa pun—tidak ada ibu saya dan tidak ada butik. Saya tak bisa menggambarkan betapa kecewanya saya. Tidak ada lagi yang bisa saya lakukan di Kyoto, jadi saya pergi ke Tokyo.

Tokyo sudah benar-benar berubah. Jalan-jalan dipadati mobil dan banyak jalan raya dibangun. Di mana-mana terpampang papan tanda dan spanduk yang mengumumkan kedatangan pesta Olimpiade. Saya pergi ke Meguro, tempat rumah Umezawa berada. Di sela-sela pepohonan, saya bisa melihat sebuah gedung apartemen baru di atas properti Umezawa. Kemudian saya pergi ke Komazawa untuk melihat sungai kecil dan pepohonan kesukaan saya serta tempat saya mengubur senjata pembunuh. Saya dengar di tempat itu sekarang berdiri sebuah padang golf. Ketika tiba di sana, saya terkejut. Hutan dan sungai telah lenyap tak berbekas. Hanya  ada sebentang tanah terbuka yang luas, dengan jenis tanah merah khas wilayah Kanto. Buldoser dan truk mondar-mandir, lubang-lubang sedang digali, dan tanah diangkut pergi. Terlihat sejumlah pipa semen besar yang akan digunakan untuk saluran pembuangan. Mungkin sungai itu dulu terletak di sana. Para pekerja bangunan memberitahu saya bahwa mereka sedang membangun arena olahraga dan taman untuk Olimpiade. Saat itu adalah hari yang terik di musim panas, dan saya berkeringat di bawah payung saya. Segalanya begitu berbeda. Saya tak bisa memercayai bahwa ini tempat saya menghabiskan malam dengan menggigil di tengah salju. Bahkan sinar matahari pun tampak berbeda. Keheningan yang melingkupi saya pada musim dingin itu telah hilang.

Kemudian saya pergi ke Hoya untuk menemui ibu saya. Saya yakin dia pasti ada di sana. Dia seharusnya berusia tujuh puluh lima tahun pada waktu itu. Ketika memperoleh warisan uang, usianya sudah lebih dari enam puluh tahun. Saya telah mengabaikan kenyataan tersebut. Bagaimana mungkin dia bisa memulai usaha baru sendirian pada usia setua itu? Saya mengutuk kebodohan saya. Dalam perjalanan ke kedai rokok, lutut saya gemetar. Ketika berbelok di sudut jalan, saya berharap akan melihatnya sedang duduk di jendela kedai seperti dulu... tetapi dia tidak ada di sana. Kedainya masih ada, tetapi dia tidak ada. Semua toko di jalan itu kini memiliki jendela dan pintu aluminium modern, membuat kedai rokok tua dan kusam milik ibu saya terlihat sangat menyedihkan. Tidak ada yang mengurus kedai itu. Saya menggeser jendela hingga terbuka dan memanggil-manggil untuk melihat apakah ada orang di sana. Seorang wanita separuh baya muncul, dan saya mengatakan bahwa saya kerabat Tae dari Manchuria. Wanita itu mempersilakan saya masuk ke dalam rumah, lalu pergi.

Ibu saya berbaring di tempat tidur di dalam ruang tamu. Dia tampak seperti orang yang sedang sekarat. Saya duduk di sampingnya. Matanya begitu lemah, dia tidak mengenali saya.

"Terima kasih, Nyonya," dia berkata. "Kau selalu baik hati."

Saya tidak dapat menghentikan air mata yang mengalir di pipi. Betapa bodohnya saya! Saya sadar bahwa pembalasan dendam saya terhadap keluarga Umezawa tidak membawa kebaikan apa pun. Saya sama sekali tidak berhasil membuat ibu saya bahagia, saya juga tidak bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik. Saya benar-benar telah keliru.

Saya tinggal untuk merawatnya, menunggu dengan sabar, berharap dia akan mengenali saya. Beberapa hari kemudian, dia tiba-tiba memanggil nama saya. "Oh, kau Tokiko... Tokiko!" dia berseru kegirangan. Dia sepertinya tidak mampu memahami situasi, atau memperkirakan sudah berapa lama berlalu sejak kami terakhir kali bertemu. Itu tidak masalah bagi saya. Saya tidak ingin dia tahu lebih banyak, selain kenyataan bahwa saya telah kembali.

Pertandingan Olimpiade Tokyo akan diselenggarakan tahun berikutnya. Saya membeli televisi berwarna, berharap bisa membuatnya senang, tetapi Gia nyaris tak bisa berpikir jernih, kehidupannya menyusut. Rumahnya menjadi tempat persinggahan para tetangga. Pada masa itu, hanya sedikit orang yang mampu membeli televisi berwarna. Pada hari  Upacara Pembukaan, rumahnya dipenuhi orang-orang dari lingkungan itu yang dengan penuh semangat menyaksikan pertunjukan hebat di TV: pesawat-pesawat berakrobat menyusun lima lingkaran asap yang saling berkait. Pertandingan Olimpiade menggambarkan era baru bagi Jepang. Tetapi bagi saya, semua itu hanya berarti bahwa ibu saya telah melengkapi lingkaran hidupnya sendiri, seperti asap dari pesawat, dia pergi dengan damai, dikelilingi para tetangganya.

Saya merasa saya punya banyak kewajiban kepada ibu saya, dan salah satunya adalah membuka butik di Sagano. Mewujudkan mimpi Tae adalah satu-satunya alasan yang tersisa bagi saya untuk tetap hidup. Saya tidak menyesali pembunuhan itu. Jika saya pernah berpikir bahwa suatu hari saya akan merasa menyesal, maka saya tidak mungkin melakukannya. Saya yakin Anda bisa memahaminya.

Mengelola butik dengan dibantu dua pegawai membuat saya bahagia, tetapi kelihatannya ini terlalu bagus untuk saya. Jadi saya memutuskan untuk bertaruh dengan diri saya sendiri. Karena Anda seorang astrolog, Anda pasti akan mengerti. Saya lahir di Tokyo pada pukul 09.41 pagi, tanggal 21 Maret 1913. Di rumah pertama, saya memiliki Pluto, lambang kematian dan reinkarnasi. Ketertarikan saya terhadap hal-hal aneh pasti berasal dari pengaruh planet ini. Selain itu, saya punya Venus, Jupiter, dan Bulan yang membentuk segitiga dalam horoskop saya. Saya terlahir beruntung. Mungkin rencana saya dapat berjalan dengan baik karena keberuntungan saya. Namun rumah kelima—yang berarti keluarga dan hubungan cinta—menyusut. Pada saat bersamaan, rumah kesebelas—yang mengendalikan pertemanan dan hasrat—juga menyusut. Pada kenyataannya, saya tidak punya teman, tidak punya kekasih, dan tidak punya anak.

Saya tidak tertarik untuk memiliki tanah atau uang atau status. Satu-satunya keinginan saya adalah menemukan seorang pria yang akan menghabiskan hidupnya bersama saya. Saya memutuskan jika saya bisa menemukan pria itu, saya akan mengabdikan jiwa dan raga saya kepadanya selamanya. Saya menetap di Sagano, bertaruh bahwa dia akan datang... menunggunya. Dia akan memecahkan misteri ini, dan dia akan menemukan saya. Memang aneh, tetapi meskipun saya tahu saya tidak dianugerahi cinta maupun asmara, saya yakin nasib baik saya akan berubah setelah usia separuh baya. Saya l1lahir di bawah bintang keberuntungan, jadi jika saya tetap di sana, sesuatu yang indah akan terjadi pada saya. Siapa pun pria itu, saya tahu dia orang yang cerdas, dan dia layak dicintai. Saya tidak akan peduli dari keluarga seperti apa dia berasal. Saya akan mencintainya. Saya pikir itu akan menjadi takdir saya. Itu taruhan saya.

Tetapi sekarang saya pikir saya hanya bersikap tolol. Waktu berlalu, dan saya bertambah tua. Seandainya seorang pria benar-benar menemukan saya, saya sudah terlalu tua untuk percintaan. Rencana pembunuhan saya begitu sempurna sehingga saya tak bisa memuaskan hasrat saya. Saya kalah taruhan. Itu adalah hukuman yang sesungguhnya bagi wanita seperti saya.

Saya tidak merasa sakit hati kepada Anda. Ketika bertemu Anda, saya pikir hasil taruhan saya ternyata tidak terlalu buruk. Hanya saja lemparan dadu telah memunculkan angka nol. Saya telah memutuskan untuk mengakhiri hidup saya ketika saya kalah taruhan. Saya memiliki pertanda baik di rumah kedelapan, yang mengendalikan kematian dan warisan. Saya tidak akan perlu bersusah payah untuk meninggal dengan tenang.

Saya mendoakan kesehatan dan masa depan cerah bagi Anda.

Selamat tinggal.

Tokiko Umezawa Tamat 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar