Pemberontakan Taipeng Jilid 04

Jilid 04

Sikapnya memang gagah seperti seorang pendekar tulen. Biarpun orang ini sombong, namun sesungguhnya harus diakui bahwa dia memiliki ilmu silat yang tinggi dan namanya sudah terkenal di sebelah barat kota raja sebagai seorang jagoan yang sukar dicari tandingannya. Entah sudah berapa banyak ahli silat yang jatuh di tangannya. Dia memiliki ilmu silat Kong-thong-pai dan Go-bi-pai, juga dia ahli gulat Mongol sehingga ilmu silatnya yang merupakan campuran tiga aliran ini membuat dia lihai bukan main. Kedua lengannya terkenal amat kuat sehingga dia dijuluki lengan Besi atau Tangan besi.

Kabarnya kedua lengan itu dapat bertahan menghadapi segala jenis senjata! Karena tertarik oleh nama besarnya, Lee Song Kim mengundangnya dan tidaklah sukar mengundang orang ini, apalagi kalau dalam undangan itu terdapat kiriman hadiah berupa perak! Begitu memasuki gedung Lee Kongcu, pada hari kemarin, kemudian mendapatkan perhatian dan pelayanan istimewa, dikelilingi gadis-gadis cantik, tanpa dimintapun segera hati orang ini condong untuk membantu dan bermuka-muka kepada Lee Kongcu yang dianggapnya sebagai seorang hartawan yang dermawan.

Sambutan tepuk tangan membuat Tiat-pi Kim-wan merasa bangga. Hidungnya yang pesek itu berkembang kempis, merekah dan setelah memberi hormat, diapun membuat lompatan berputar ke tengah lapangan, memasang kuda-kuda, kembali bersoja ke empat penjuru.

#Maafkan ilmu silatku yang buruk!# katanya merendah, padahal ucapan merendah ini hanya menonjolkan ketinggian hatinya. Dan diapun mulai bersilat! Si Lutung Emas ini maklum bahwa mereka yang hadir menyaksikan demonstrasinya adalah ahli-ahli silat dari empat penjuru, mereka adalah tokoh-tokoh dunia persilatan yang lihai, maka tentu saja diapun tidak mau memperlihatkan kelemahannya.

Begitu menggerakkan ilmu silat simpanannya yang biasanya hanya dia keluarkan kalau dia terpaksa sekali, kalau dia terdesak atau menghadapi lawan tangguh. Dan memang hebat sekali gerakan-gerakan ilmu silat ini. Pantas dia dijuluki lutung, kiranya bukan hanya karena hidungnya yang pesek dan mukanya yang hitam, melainkan karena kini gerakan silatnya mengingatkan orang akan gerak-gerik seekor lutung. Mirip Kauw-kun (Silat Monyet) dari aliran Siauw-lim-pai dan aliran lain yang memperkembangkan silat macam ini, akan tetapi juga amat jauh bedanya. Ilmu silat ini hanya dalam hal gaya dan kecekatannya saja mirip lutung, namun di dalamnya menyembunyikan pukulan dan cengkeraman dahsyat, bahkan beberapa kali nampak tubuh itu bergulingan di atas lantai sambil tangannya mencengkeram ke bawah lalu disambitkan ke atas.

Kalau yang dicengkeram itu pasir atau batu lalu disambitkan sambil melompat ke atas, tentu saja amat berbahaya bagi musuh yang dapat terkena pasir matanya atau tersambit batu kepalanya. Dan kedua lengan itu kalau saling beradu, yang agaknya memang disengaja, mengeluarkan bunyi seperti dua potong besi diadu! Kalau semua orang mengagumi ilmu silat aneh ini yang merupakan gabungan dari silat Kong- thong-pai, Go-bi-pai dan gulat Mongol, sebaliknya dengan sepasang mata hampir terpejam, Lee Song Kim berusaha menangkap gerakan-gerakan yang dianggap paling ampuh! Dan diam-diam diapun sudah mencatat gerakan bergulingan sambil mencengkeram tanah dan menyambit tadi, juga gerakan tangan kiri memukul tangan kanan mencengkeram yang ternyata kedua serangan ini hanya gertak belaka.

Karena yang menjadi inti serangan sesungguhnya adalah sebuah tendangan pendek yang dilakukan tiba-tiba ke arah bawah pusar! Sungguh hebat sekali jurus ini, tidak tersangka datangnya dan amat berbahaya karena sekali mengenai sasaran, lawan dapat roboh tewas seketika, atau setidaknya tentu terluka parah dan tidak akan mampu bangkit kembali karena tertendang bagian yang paling berbahaya dari lawan kalau itu seorang pria! Kalau lawan seorang wanita, tendangan itu dapat lebih ke atas mengenai perut dan dapat merusak isi perut! Setelah Lutung Emas Tangan Besi ini selesai memperlihatkan kebolehannya, beberapa orang tamu bertepuk tangan memuji, termasuk tuan rumah dan para pembantunya. Biarpun dia telah mencatat beberapa gerakan yang dianggap penting dan menguntungkan, namun Song Kim masih belum merasa puas.

#Hebat sekali ilmu silatmu, Tiat-pi Kim-wan! Tak percuma anda memiliki nama besar di sepanjang perbatasan Ta-tung! Ah, mau aku bertaruh bahwa tentu sukar sekali mengalahkan anda. Kalau di antara sudara yang hadir di sini mampu menandingi dan mengalahkan ilmu silatmu, aku akan memberi hadiah seratus tael perak!# Melihat kegembiraan tuan rumah, beberapa orang tamu saling pandang.

Seratus tail perak bukanlah jumlah yang sedikit! Dalam waktu tiga bulan belum tentu mereka dapat memperoleh hasil sebesar itu. Mereka itu sebagian besar adalah ahli-ahli silat yang tentu saja suka sekali berpibu (mengadu ilmu silat). Tanpa diberi hadiah saja mereka sudah tertarik, apalagi dengan hadiah besar itu.

#Ha-ha-ha, hargaku lumayan tingginya, Lee Kongcu. Akan tetapi bagaimana kalau yang melawanku kalah? mau diapakan yang seratus tael itu?# Song Kim tersenyum.

#Tentu saja untuk pemenangnya!# Mendengar ini, si Lutung Emas Tangan Besi menjadi girang. Dia bersoja ke empat penjuru.

#Adakah di antara cuwi yang demikian baik hati untuk memberi kesempatan padaku memperoleh hadiah seratus tael perak? Kalau ada tiga orang yang maju dan aku menang tiga kali,berarti tiga ratus! Lumayan juga!# Demikian sombongnya sikap si Lutung Emas ini sehingga dia seolah-olah membayangkan bahwa dia pasti menang menghadapi lawan yang manapun juga dan kalau ada yang maju, dia yakin akan menang dan mendapatkan hadiah itu. Uang sebanyak itu dan sikap si Lutung Emas yang tinggi hati menarik banyak orang. Gatal-gatal hati dan tangan mereka untuk menandinginya. Seorang tinggi besar yang mukanya merah seperti orang mabok bangkit dan melompat ke tengah lapangan, lalu menghadap Song Kim sambil memberi hormat,

#Lee Kongcu, aku bukan seorang yang kaya dan uang seratus tael bukan sedikit bagiku. Akan tetapi kalau aku maju ini bukan demi uang itu sendiri, melainkan ingin merasakan sampai di mana kebenaran nama julukan Tangan Besi dari Si Lutung Emas!# Melihat orang ini maju, hati Song Kim gembira sekali. Orang ini berjuluk Seng jiu Sin-touw (Malaikat Copet), seorang yang biarpun tubuhnya tinggi besar, memiliki kecepatan gerakan yang luar biasa. Dia ahli dalam hal ginkang (ilmu meringankan tubuh) dan kecepatan tangannya membuat dia dijuluki Malaikat Copet. Memang dia merupakan raja copet dan maling di daerah barat,

Namun dia seringkali mengagulkan dirinya sebagai penjahat budiman, yang katanya mencuri untuk dibagi-bagikan kepada orang miskin. Memang menggelikan sekali.

Menolong orang miskin termasuk perbuatan baik, akan tetapi untuk dapat berbuat baik itu lebih dulu dia harus berbuat buruk, yaitu mencopet dan mencuri!

Mungkinlah ini? Akan tetapi tidak ada yang sempat bertanya karena takut akan kelihaian si raja copet ini! Song Kim sudah banyak mendengar tentang tamunya yang seorang ini. Kabarnya, si raja copet ini memiliki ilmu silat yang bersumber kepada silat dari India, dan dia memperoleh ginkangnya dari seorang pertapa Himalaya yang mengajarkan tentang yoga kepadanya. Maka, gembiralah ia melihat majunya orang ini karena menurut taksiranya, tingkat Si Raja Copet ini tentu seimbang dengan tingkat Si Lutung Emas.

#Ji-wi, keluarkanlah ilmu simpanan masing-masing agar pibu ini menjadi tontonan yang patut ditonton oleh para locianpwe yang hadir, dan dengan hati rela dan gembira aku akan menghadiahkan seratus tael perak itu kepada sang pemenang,# kata Song Kim, sikapnya seolah-olah seorang pecandu ilmu silat, walaupun sesungguhnya semua yang dilakukannya ini hanya mempunyai satu saja pamrih, yaitu ingin dia mengumpulkan ilmu-ilmu selihai dan sebanyak mungkin untuk bekal dan syarat baginya mengumumkan dirinya sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap (pendekar Silat Nomor Satu di kolong Langit)! Kini dua orang yang sama-sama jangkung itu sudah saling berhadapan. Si Lutung Emas diam-diam marah dan penasaran medengar ucapan Malaikat Copet. Dia belum pernah berkenalan dengan orang ini, apalagi mengenal ilmu silatnya, maka biarpun dia mendongkol, Si Lutung Emas bersikap hati-hati sekali.

#Siapakah orang gagah yang ingin pibu denganku?#tanyanya, sikapnya cukup sopan walaupun nada suaranya memandang rendah.

#Aku mengenalmu sebagai Tiat-pi Kim-wan, biarlah engkau mengenalku sebagai Seng- jiu Sin-touw saja. Kita hanya mengadu silat, bukan mengadu orang dan pribadinya,# jawab Si Malaikat Copet. Mendengar bahwa lawannya adalah seorang Sin-touw atau Malaikat Copet, Si Lutung Emas tersenyum dan sengaja melucu agar tidak sampai kehilangan pendukung. Dia lalu sibuk memeriksa kantung-kantung jubahnya, mengeluarkan uang dan segala barang yang dianggap berharga, lalu menyerahkan kepada Song Kim sebagai tuan rumah.

#Tolong kongcu simpan dulu semua milikku yang tak berharga ini, khawatir kalau- kalau nanti tahu-tahu lenyap dari kantungku setelah pibu. Bukankah kalau demikian, biar menang seratus tael, tetap saja kehilangan barang-barangku?# Tentu saja semua penonton tersenyum, ada pula yang tertawa geli mendengar ini dan mereka semua memandang kepada Malaikat Copet sambil tertawa. Si Malaikat Copet yang warna mukanya sudah merah itu kini warna itu menjadi kehitaman, tanda bahwa dia merasa marah dan malu. Song Kim tidak memberi komentar karena tidak mau berat sebelah, tidak pula tertawa, hanya menaruh barang-barang itu di atas meja di depannya.

#Lutung Emas, sambutlah seranganku!# bentak si Malaikat Copet dan diapun sudah menerjang. Gerakannya cepat bukan main, kedua tangan yang bergerak itu sukar diikuti pandang mata, tahu-tahu tangan kiri sudah menampar ke arah pelipis sedangkan tangan kanan menyelonong ke arah lambung lawan dengan totokan keras!

#Wah, cepatnya......!# teriak Si Lutung Emas dan diapun segera meloncat ke belakang dengan gaya seekor kera yang cekatan. Biarpun serangan kedua tangan yang cepat itu luput, tak urung Si Lutung Emas merasa betapa ada angin pukulan yang dingin lewat leher dan membuat bajunya di bagian perut berkibar. Maklumlah dia bahwa lawannya, selain memiliki kecepatan yang mengejutkan juga memiliki tenaga sinkang yang tak boleh dipandang ringan. Dan dugaannya memang tepat. Baru saja dia meloncat ke belakang untuk menghindarkan serangan pertama, lawan sudah menerjang lagi dan tahu-tahu kedua tangan yang cepat sekali seolah-olah dua ekor ular yang ganas itu telah menghujankan serangan bertubi-tubi, setiap pukulan, tamparan atau cengkeraman mengandung tenaga yang amat kuat.

Seng jiu Sin-touw mengeluarkan seruan kaget dan cepat dia melindungi tubuhnya dari serangan dengan jalan mengelak ke sana-sini, kadang-kadang menangkis!

Perkelahian itu berjalan dengan cepat sekali, akan tetapi karena penontonnya adalah ahli-ahli silat jagoan, mereka semua dapat mengikuti perkelahian itu dan merasa kagum. Sin-touw memang cepat bukan main, akan tetapi pertahanan Kim-wan (Lutung Emas) juga rapat sekali sehingga semua serangan dapat digagalkan. Tiba- tiba Si Lutung Emas yang menghadapi tendangan lawan, tiba-tiba terjengkang seolah-olah terkena tendangan, padahal dia sengaja melempar diri ke belakang untuk menghindar. tubuhnya terjengkang akan tetapi bigitu tiba di tanah, tubuh itu bergulingan dan ketika dia mengeluarkan teriakan nyaring, ada dua benda kecil menyambar ke arah mata Sin-touw!

#Heiiittt!!# Sin-touw berteriak dan cepat merendahkan tubuhnya. Kiranya karena lantai itu bersih, Lutung Emas tidak dapat mencengkeram pasir atau tanah atau kerikil, maka sebagai gantinya, dia telah merenggut lepas dua buah kancing bajunya dan dua buah benda kecil ini meluncur menuju ke mata lawan. Pada saat itu lawan merendahkan tubuh untuk mengelak, tubuhnya sendiri yang tadinya berada di atas lantai, tiba-tiba menerjang ke atas dan kedua tangannya yang kuat itu sudah menyambar, didahului oleh sebuah tendangan kakinya yang panjang! Si Malaikat Copet mengelak dari serangan kedua tangan, maka ketika kaki itu menendang, dia tidak sempat lagi mengelak lalu menangkis sambil mengerahkan tenaganya.

#Dukkk!# Hebat tendangan itu, akan tetapi tangkisan itupun mengandung tenaga yang kuat dan akibat benturan kedua tenaga itu, dua orang jagoan terdorong mundur sampai tiga langkah! Kini Lutung Emas sudah marah sekali. Sejak tadi dia didesak dan sekali membalas, kakinya tertangkis sampai rasanya nyeri. sambil mengeluarkan suara menggereng dengan amat cepatnya. Song Kim menanti-nanti sampai Lutung Emas mengeluarkan jurusnya yang ampuh tadi, yang dianggapnya sebagai jurus terbaik.

Akhirnya, apa yang diduganya terbukti. Kiranya memang jurus itu dipergunakan Lutung Emas untuk berusaha mengalahkan lawannya. Tangan kiri Si Lutung Emas menyambar dengan pukulan dahsyat dibarengi tangan kanan mencengkeram ke depan. Dua serangan ini memang hebat sekali nampaknya dan pasti dapat mengelabui lawan yang menyangka bahwa dua tangan itu merupakan inti serangan, atau setidaknya satu di antaranya. Maka lawan tentu akan mengerahkan tenaga dan perhatian menghadapi dua serangan ini. Demikian pula dilakukan oleh Malaikat Copet.

Pukulan ke arah kepalanya dengan tangan kiri lawan itu dielakkan dengan miringkan kepala, dan cengkeraman tangan kanan lawan di sambutnya dengan tangkisan tangan kiri. Pada saat itulah tendangan pendek kaki Lutung Emas menyambar! Bukan main kagetnya Malaikat Copet.

Dia maklum bahwa untuk mengelak atau menangkis tendangan itu tidak keburu lagi, maka tangan kanannyapun memukul ke arah leher lawan untuk mengadu nyawa sedangkan kedua kakinya agak ditekuk untuk memberi kekuatan tambahan pada perut ke bawah yang sudah diisi tenaga sinkang untuk melindunginya. Si Lutung Emas tidak ingin membunuh lawan. Biarpun tubuh di bawah pusar itu sudah dilindungi sinkang, kalau terkena tendangannya pasti akan pecah dan lawan akan tewas. Dia tidak mau melakukan hal ini dan mengarahkan tendangannya ke lutut kiri lawan.

Akan tetapi dia terkejut melihat betapa lawan menjadi nekat dan memukul dengan tangan miring ke arah lehernya. Pukulan yang mengadu nyawa ini sungguh tak pernah disangkanya, dan datangnya demikian cepatnya! Maka, satu-satunya jalan hanya melempar tubuh ke samping untuk mengelak.

Dia tidak mugkin melempar tubuh ke belakang karena dalam posisi menendang sehingga kalau hal itu dilakukan, dia akan terbanting dan terjengkang! Tepat pada saat ujung sepatu Lutung Emas mengenai lutut kaki Malaikat Copet, pukulan tangan miring itu mengenai pundak Lutung Emas. Akibatnya, Malaikat Copet terjungkal karena lututnya terkena tendangan, akan tetapi sebaliknya lawannya juga terpelanting oleh pukulannya pada pundak. Diam-diam Song Kim yang melihat jelas gerakan mereka itu menjadi girang dan kagum. sekaligus dia telah menemukan dua gerakan yang sama-sama hebat! Cepat dia bangkit dan membantu keduanya untuk bangun. Kedua orang itu meringis kesakitan karena seperti sambungan lutut Malaikat Copet yang terlepas, ternyata sambungan tulang pundak Lutung Emas juga terlepas.

#Ji-wi sama-sama tangguh dan lihai, tidak ada yang kalah atau menang, biarlah hadiah dibagi berdua, baru adil.# Semua orang menyatakan setuju dan kedua orang itupun kembali ke kursinya, membawa lima puluh tail perak. Si Malaikat Copet terpincang-pincang ketika menghampiri kursinya, sedangkan Si Lutung Emas juga miring-miring jalannya seperti layang-layang yang berat sebelah. Dengan sikapnya yang ramah dan sopan, sedikitpun tidak memperlihatkan pamrih aslinya, melainkan memberi kesan bahwa dia memang seorang penggemar silat seratus persen. Lee Song Kim berhasil membujuk para tamunya seorang demi seorang untuk mendemonstrasikan ilmu-ilmu simpanan masing-masing.

Para tamu itu, di bawah pengaruh arak yang baik, berusaha menonjolkan kepandaian silat masing-masing. Akan tetapi sudah tujuh orang yang maju mendemonstrasikan ilmu silatnya, Lee Song Kim diam-diam kecewa karena mereka ini tidak memiliki jurus-jurus ampuh seperti dua orang tamu terdahulu. Karena itu, dia tidak memberi komentar apa-apa dan tidak memancing adanya pibu. Kini hanya tinggal lima orang yang belum mendemonstrasikan ilmu silatnya. mereka itu adalah Kam- kauwsu dari Thian-cin, Tan-siucai tokoh Pek-hwa-pai, Kwa Ciok Le jagoan Kun-lun- pai. Thian Khi Hwesio sendiri, dan seorang wanita berusia kurang lebih empat puluh tahun yang mukanya buruk dan di punggungnya terdapat sebatang pedang. Kini Lee Song Kim menunjuk kepada wanita itu dan memperkenalkan.

#Sekarang kami mohon kepada saudari Sin-kiam Mo-li untuk memberi petunjuk kepada kami akan kehebatan ilmu pedangnya. Silakan, lihiap.# Wanita itu bangkit berdiri, melangkah dengan tenang ke tengah ruangan dan menjura kepada Lee Kongcu, kemudian kepada semua orang yang memandang dengan hati tertarik.

Beberapa orang di antara mereka termasuk Thian Khi Hwesio terkejut mendengar disebutnya nama Sin-kiam Mo-li (Iblis Betina Pedang Sakti) itu karena nama itu adalah nama seorang tokoh sesat yang terkenal kejam dan sakti, yang membuat nama besar di dunia selatan! Tak disangkanya bahwa tokoh sesat yang ditakuti itu ternyata hanya seorang wanita berusia empat puluh tahun dan kini bahkan hadir sebagai tamu Lee Kongcu!

#Lee Kongcu, ketahuilah bahwa aku tidak pernah memamerkan kepandaian, dan pedangku ini hanya dicabut kalau berhadapan dengan lawan. Entah sekarang ada yang mau menjadi lawanku atau tidak, terserah kepada yang hadir. Kalau tidak ada, sebaiknya aku pergi sekarang. Kalau ada, silakan maju, karena bagaimanapun juga, aku sudah menerima kebaikan kongcu dan ingin sedikit menghibur dengan pertunjukan pibu. Akan tetapi, pedang tidak bermata, kalau sampai kesalahan tangan membunuh atau melukai lawan, harap jangan menjadi kecil hati.# Setelah mengeluarkan ucapan itu, Sin-kiam Mo-li berdiri tegak, siap menanti munculnya seorang lawan! Empat orang tamu lain yang belum memperlihatkan ilmunya tidak ada yang mau menanggapi tantangan wanita itu.

Bukan takut, melainkan mereka sebagai jagoan-jagoan besar selain merasa tidak mau melayani iblis betina yang haus darah itu. Semua orang maklum bahwa ahli silat yang sudah tinggi ilmunya dapat menguasai senjata masing-masing. Biarpun senjata tidak bermata, namun si pemegang senjata bermata,bahkan awas sekali sehingga sulitlah dikatakan #kesalahan tangan# karena dalam keadaan bagaimanapun juga, seorang ahli silat tinggi dapat menguasai semua anggauta badannya. Lee Song Kim maklum bahwa di antara empat orang itu tentu tidak ada yang mau maju.

Dia sendiri ingin maju menghadapi Sin-kiam Mo-li, akan tetapi dia merasa belum waktunya bagi dia untuk memperlihatkan siapa dirinya sebenarnya. Kelak kalau sudah tiba saatnya, sekali memperlihatkan diri, dunia harus mengakuinya sebagai Thian-he Te-it Bu-hiap!

Maka diapun memberi isyarat kepada Theng Ci, pembantunya, untuk melayani wanita itu. Memang hanya Theng Ci yang dianggapnya tangguh dan dapat dipercaya akan mampu menandingi Sin-kiam Mo-li. Dua orang muridnya yang duduk di belakangnya, belum tentu akan mampu menandingi wanita berpedang sakti itu. Theng Ci dapat menangkap isyarat atasannya. Selama ini, sudah hampir satu tahun ia bersama anak buahnya tinggal di perkampungan yang dibangun Lee Song Kim, menjadi pembantunya yang dipercaya. Di antara murid-murid dan anak buahnya, banyak yang bertugas menghibur dan melayani Lee Kongcu, tentu saja mereka yang muda-muda dan cantik- cantik saja yang dipilih Song Kim. Kini Theng Ci bangkit dari tempat duduknya dan Song Kim juga bangkit, memperkenalkan.

#Karena tidak ada yang menyambut uluran tangan Sin-kiam Mo-li, untuk memeriahkan pesta ini, baiklah aku meyuruh pembantuku ini untuk mewakili aku, bermain-main sebentar dengan Mo-li agar mata kami semua terbuka menyaksikan ilmu pedang yang hebat dari Sin-kiam Mo-li.#

Semua tamu bertepuk tangan gembira menyambut majunya Theng Ci karena mereka semua yang sudah mendengar nama besar Sin-kiam Mo-li ingin sekali melihat kehebatan ilmu pedang iblis betina itu. namun diam-diam mereka merasa khawatir. Bagaimana sih tuan rumah ini? Menyuruh seorang wanita yang nampak lemah itu untuk menghadapi Sin-kiam Mo-li? Padahal, bukankah tadi Sin-kiam Mo-li mengeluarkan ancaman bahaya pedangnya tak bermata, mungkin melukai bahkan membunuh lawan? Juga ada yang merasa heran, termasuk Thian Khi Hwesio. Tentu tuan rumah she Lee itu sudah maklum akan kelihaian Sin-kiam Mo-li, akan tetapi kenapa berani mengajukan wanita pembantunya itu? Jelaslah bahwa Lee Kongcu sudah tahu pula bahwa pembantunya akan mampu menandingi si Iblis Betina,

Kalau tidak demikian takkan disuruhnya maju. Dan kalau pembantunya saja berani menandingi Sin-kiam Mo-li, mudah diduga bahwa tentu majikan atau ketuanya lebih lihai lagi! Hati Thian Khi Hwesio semakin tertarik. Perkumpulannya juga sedang berurusan dengan seorang she Lee yang membunuh tokoh Kun-lun-pai dan yang mengaku murid Siauw-lim-pai dan kini ada seorang she Lee yang begini aneh, penuh rahasia dan agaknya lihai sekali. Siapa tahu di antara keduanya itu masih ada hubungan! Sementara itu, Theng Ci sudah berhadapan dengan Sin-kiam Mo-li dan ketua Ang-hong-pai (Perkumpulan Tawon Merah) ini sudah pula mencabut pedangnya karena tadi ia mendengar bahwa Si Pedang Sakti ini hendak mempergunakan pedangnya. Sambil menyembunyikan pedang di bawah lengan, iapun maju dan memberi hormat kepada Sin-kiam Mo-li. #Mentaati perintah Lee Kongcu, aku yang ingin melayanimu bermain pedang sebentar, Sin-kiam Mo-li.# Sin-kiam Mo-li memandang tajam kepada wanita calon lawannya itu dan diam-diam ia terkejut. Wanita ini sudah tua, hal itu dapat dilihat dari sikap dan pandang matanya, jauh lebih tua darinya, akan tetapi wajah dan bentuk badan wanita ini bahkan nampak lebih muda darinya! Hal ini saja sudah membuatnya terheran dan dapat menduga bahwa yang dihadapi tentulah seorang wanita yang tak boleh dipandang ringan. Pada saat itu, tiba-tiba seorang di antara para tamu mengenal Theng Ci dan diapun berseru,

#Ah, bukankah ia ketua Ang-hong-pai di luar kota Nan-ping yang amat terkenal dengan tawon-tawon merah beracun? Mendengar ini, semua orang terkejut, termasuk Sin-kiam Mo-li. Ia belum pernah mengenal perkumpulan itu, akan tetapi sudah mendengar namanya dan seperti semua orang yang hadir, ia terkejut karena tidak mengerti bahwa ketua perkumpulan yang ditakuti banyak orang itu kini menjadi pembantu dan wakil pemuda hartawan yang aneh dan penuh rahasia itu!

#Ah, kiranya aku berhadapan dengan Ang-hong-pai-cu (ketua Ang-hong-pai) yang terkenal itu? Sungguh mengherankan, ketua perkumpulan yang ternama kini menjadi pembantu dan wakil Lee Kongcu yang hanya kaya raya dan penggemar ilmu silat.# Mendengar ini, wajah Theng Ci berubah merah. Ucapan itu sama saja dengan meremehkannya, dan mengingatkan ia betapa perkumpulannya telah ditaklukkan oleh Lee Kongcu. Ia tidak mampu menjawab dan melihat ini, Lee Song Kim tertawa.

#Moli, kiranya bukan hanya pedangmu yang tajam, mulutmu lebih tajam lagi. Karena tidak ada yang berani menemanimu bermain pedang, aku lalu minta bantuan Ang-hong Pai-cu yang menjadi sahabat baikku, kenapa engkau memandang rendah kepadanya?

Lebih baik engkau perlihatkan kepandaianmu dan mengalahkannya!#

#Baik, jangan dikira bahwa aku takut menghadapi siapapun juga. Nah, pai-cu, majulah!# Berkata demikian, Sin-kiam Mo-li menggerakkan tubuhnya ke depan dan nampak sinar berkelebat ketika ia mencabut pedangnya yang mengeluarkan sinar putih berkilauan.

#Aku di pihak tuan rumah, engkau tamu, sudah sepatutnya kalau tamu yang bergerak lebih dulu,# kata Theng Ci. Mendengar ini, tiba-tiba Sin-kiam Mo-li mengeluarkan teriakan panjang dan pedangnya sudah membentuk sinar berkelebat menusuk ke arah dada ketua Ang-hong-pai itu. Serangannya cepat sekali dan juga menagandung tenaga kuat sehingga mengeluarkan suara berdesing. Theng Ci tidak memandang rendah lawannya dan ia sudah siap siaga, maka begitu lawan menyerang, iapun menangkis dengan pedangnya sambil mengerahkan sinkang.

#Cringgg! Trangggg......!# Dua kali pedang Sin-kiam Mo- li menyerang dan dua kali Theng Ci menangkis. Pertemuan antara kedua pedang itu selain menimbulkan suara nyaring, juga bunga api berpijar dan keduanya cepat menarik pedang masing- masing untuk memeriksa apakah pedang mereka rusak. ternyata tidak dan kini Theng Ci balas menyerang dan karena keduanya sama-sama tidak berani memandang ringan lawan, mereka telah mengeluarkan jurus-jurus serangan simpanan yang ampuh. Kalau orang-orang lain menonton perkelahian pedang itu dengan hati tegang dan penuh kekhawatiran bahwa seorang di antara dua wanita itu akan roboh mandi darah, sebaliknya Lee Song Kim merasa girang bukan main.

Dia sudah hafal ilmu pedang Theng Ci, tahu bagian-bagian mana yang lemah dan kuat, maka melalui gerakan Theng Ci, dia dapat pula menilai gerakan lawan, mencatat gerakan-gerakan pedang dari Sin-kiam Mo-li yang dianggap lihai dan patut dipelajari. Dan memang ilmu pedang Sin-kiam Mo-li amat lihai, sehingga pantas kalau ia diberi julukan Iblis betina berpedang Sakti! Biarpun Theng Ci juga seorang ahli pedang yang amat lihai, namun setelah berkelahi selama lima puluh jurus, mulailah Theng Ci terdesak hebat! Dan kini watak kejam Sin-kiam Mo- li sehingga ia dijuluki Iblis Betina. Biarpun perkelahian itu hanya merupakan pibu belaka, tanpa didasari benci atau permusuhan pribadi, setelah melihat lawannya terdesak hebat, iblis betina itu sama sekali tidak memberi kelonggaran, Bahkan menghujankan serangan-serangan mautnya dengan jurus-jurus yang paling lihai. Tentu saja Theng Ci menjadi kewalahan, selalu menangkis sambil mundur dan berusaha mengelak ke kanan kiri. Yang aneh adalah Song Kim. Orang ini melihat pembantu dan wakilnya terdesak dan terancam bahaya, dia malah kegirangan karena melihat iblis betina itu mengeluarkan jurus-jurus rahasia! Seolah-olah dia tidak perduli sama sekali melihat nyawa pembantunya terancam bahaya maut. Sesungguhnya tidak demikian. Song Kim memang kegirangan karena dapat melihat jurus-jurus pilihan dari ilmu pedang Sin-kiam Mo-li, dan kalau tidak mengkhawatirkan keadaan Theng Ci, bukan karena dia acuh, melainkan karena dia percaya penuh akan kemampuan pembantunya. Dia percaya bahwa Theng Ci mampu menjaga diri walaupun nampaknya sudah demikian kerepotan.

#Mampuslah!# Tiba-tiba Sin-kiam Mo-li membentak, tubuhnya membuat gerakan memutar setengah lingkaran, pedangnya meluncur ke belakang tubuhnya, akan tetapi secara aneh pedang itu membalik dan menyambar ke arah leher Theng Ci dengan kecepatan kilat! Ketua Ang-hong-pai ini terkejut setengah mati, tidak pernah menduga akan datangnya serangan aneh yang tak disangka-sangkanya itu. Tidak ada waktu lagi baginya untuk menangkis dan jalan satu-satunya untuk menghindarkan diri dari sambaran maut itu hanyalah membuang tubuhnya ke belakang,

Bahkan terus melempar diri rebah terlentang ke atas tanah untuk kemudian berjungkir balik! Akan tetapi, terdengar suara ketawa mengejek dari mulut Sin- kiam Mo-li yang sudah memperhitungkan hal ini, maka begitu melihat lawan melempar tubuh ke belakang, pedangnya dengan membuat gulungan sinar telah mengejar dan menusuk ke arah leher dari tubuh lawan yang sudah rebah terlentang itu sebelum tubuh itu sempat meloncat lagi. Semua orang yang melihat peristiwa ini menahan napas karena agaknya tidak ada jalan untuk menyelamatkan diri bagi ketua Ang hong-pai itu. Hanya Lee Song Kim saja yang masih melihat dengan senyum di bibirnya. Dia melihat betapa pembantunya itu sejak tadi telah siap dengan jarum merahnya, senjata rahasia halus yang amat berbahaya itu!

Theng Ci yang melihat sambaran pedang, hanya mampu memutar leher ke kiri dan tangan kirinya bergerak ke depan. Sinar merah halus menyambut ke arah muka lawan. Sin-kiam Mo-li terkejut dan cepat ia menarik kepala ke belakang dan pada saat pedangnya yang dielakkan lawan itu menusuk pundak sebagai gantinya leher, ia sendiri merasa pahanya nyeri dan pedih sekali karena ketika ia menarik kepala ke belakang tadi, pedang di tangan Theng Ci menusuk pahanya! Dalam waktu yang hampir berbareng, dua orang wanita itu sama-sama menderita luka. Theng Ci terluka pundaknya dan Sin-kiam Mo-li terluka pahanya. Dengan marah sekali Sin- kiam Mo-li sudah meloncat maju lagi begitu melihat lawannya bangkit berdiri dan siap untuk menyerang. Akan tetapi pada saat itu Song Kim sudah berdiri menghadang dan menghalang di antara mereka.

#Cukup sudah, kedua pihak sama terluka, tidak ada yang kalah atau menang.#

#Wuuuttt...... tappp!# Tiba-tiba saja gerakan tusukan pedang itu terhenti karena pedang itu sudah dijepit oleh jari-j ari tangan kanan Lee Kongcu!

#Sin-kiam Mo-li, engkau sungguh lancang dan pedangmu ini berbahaya kalau tidak dipatahkan!# Berkata demikian, Lee Song Kim menyalurkan tenaga sinkang pada jari-jari tangan kanan yang menagkap pedang dan sekali jari tangannya menekuk, terdengar suara keras dan pedang itupun patah menjadi tiga potong! Yang dua potong jatuh ke atas lantai mengeluarkan bunyi berdenting, bagian ketiga masih tertinggal di gagang yang masih dipegang oleh tangan kanan Sin-kiam Mo-li.

Wanita itu memandang dengan mata terbelalak dan muka pucat sekali. Tak disangkanya bahwa orang yang dikenalnya sebagai Lee Kongcu ini ternyata memiliki ilmu kepandaian yang demikian hebatnya, jauh lebih hebat dibandingkan tingkat ilmu silatnya sendiri. Cara Lee Kongcu menangkap dan mematahkan pedangnya itu merupakan ilmu yang tinggi, mungkin tak dapat dilakukan oleh mendiang gurunya sendiri sekalipun! Maka, iapun tahu diri dan

#Saya telah menerima pelajaran!# Dan terpincang-pincang ia kembali ke kursinya dan mengambil obat luka untuk mengobati luka di pahanya. Theng Ci juga kembali ke kursinya dan mengobati luka di pundaknya, sedangkan Lee Song Kim tersenyum dan duduk lagi, tak mau menyinggung peristiwa tadi melainkan memandang empat orang tamu lainnya yang belum sempat memperlihatkan ilmu kepandaian mereka. Sambil tersenyum Lee Song Kim berkata kepada mereka.

#semua tamu yang gagah perkasa telah memperlihatkan ilmu kepandaian mereka masing-masing yang hebat sehingga menambah meriahnya suasana pertemuan ini. Hanya su-wi yang terhormat, Kam-kauwsu, Tan-siucai, Kwa-enghiong dan Thian Khi Losuhu yang belum sempat memperlihatkan kelihaiannya. Maka, kami mohon dengan hormat dan sangat, sudilah kiranya Kam-kauwsu dari Thian-cin dan Tan-siucai tokoh Pek-hwa-pai yang keduanya sudah amat terkenal namanya, menghangatkan suasana dengan mendemonstrasikan ilmu silat mereka.# Kam-kauwsu, guru silat dari Thian-cin itu adalah seorang yang cerdik.

Tadi dia melihat betapa lihainya tuan rumah yang penuh rahasia itu. Baru tingkat kepandaian Theng Ci, wanita yang menjadi pembantu Lee Kongcu itu saja sudah amat lihai dan agaknya tingkatnya sendiri tidak akan melebihi banyak. Maka, kalau sampai dia memancing bentrokan atau pibu dengan pihak tuan rumah, mungkin diapun akan mendapatkan malu. Juga dia tidak ingin mengadu ilmu dengan Tan-siucai. Dia dapat melihat betapa mereka yang ilmu silatnya biasa saja, tadi tidak dipedulikan oleh tuan rumah dan hanya mendemonstrasikan saja ilmu silatnya. Yang diadu dalam pibu hanyalah mereka yang ilmu kepandaiannya tinggi. Maka, begitu mendengar permintaan tuan rumah, dia mendahului Tan-siucai dan meloncat ke tengah ruangan itu, memberi hormat kepada Lee Kongcu dan para tamu sambil tersenyum lebar.

#Saya hanyalah seorang guru silat yang mengandalkan hidupnya dari penghasilan mengajarkan ilmu silat sekedarnya, ada apakah yang boleh diperlihatkan? Akan tetapi kalau untuk menghormati Lee Kongcu yang telah begitu baik hati untuk mengundang saya, maka biarlah saya ikut pula meramaikan pesta ini dengan permainan silat sedapat saya, harap cu-wi jangan mentertawakan.#

Tanpa menanti tanggapan, cepat guru silat Kam ini sudah memainkan ilmu silatnya. Dia sengaja mengeluarkan tenaga sehingga tulang-tulangnya mengeluarkan bunyi berkerotokan, gerakannya mantap dan penuh tenaga, pukulan dan tendangannya juga mengandung tenaga besar sehingga menimbulkan angin. Akan tetapi, Lee Song Kim yang menonton penuh perhatian, menjadi kecewa. kiranya nama besar guru silat dari Thian-cin ini hanya nama kosong belaka, seperti juga ilmu silatnya itu hanya indah dan gagah ditonton saja, akan tetapi sebetulnya tidak ada isinya yang menarik sama sekali. Gerakan silat biasa yang dapat dipelajari setiap orang. Tidak ada apa-apanya yang patut untuk dicatat dan dipetik.

Dalam waktu belasan jurus saja Theng Ci akan mampu merobohkan orang ini, pikirnya. Karena itu, diapun tidak merasa tertarik. Guru silat itu kelihatan bersemangat benar untuk memamerkan ilmu silatnya, mengerahkan tenaganya dan kecepatannya. Namun, tidak ada sejuruspun yang dianggap baik oleh Lee Song Kim, maka diapun diam saja dan tidak bernafsu untuk mengadu tamu ini dalam pibu untuk mengorek rahasia ilmu silatnya. inilah yang dikehendaki Kam-kauwsu yang cerdik dan selmatlah dia dari kekalahan dalam pibu. Setelah dia selesai dalam bersilat, para tamu, demi kesopanan, bertepuk tangan memuji, bahkan Song Kim juga ikut bertepuk tangan memuji. Kam-kauwsu menjura sambil merendahkan diri, lalu mundur dan duduk kembali di kursinya, di dalam hatinya merasa girang bahwa siasatnya berhasil.

#Sekarang kami mohon Tan-siucai untuk memperlihatkan kepandaiannya. Kami mendengar bahwa Tan-siucai memiliki pedang yang luar biasa, dengan sebatang pedang pusaka yang tipis dan lemas. Kami ingin mengagumi ilmu pedang itu.# Tan- siucai sejak melihat Lee Song Kim tadi mematahkan pedang di tangan Sin-kiam Mo- li, sudah merasa curiga akan iktikad tuan rumah. Maka, dia sudah merasa enggan untuk ikut memamerkan kepandaian. ketika tuan rumah minta kepadanya untuk memperlihatkan kepandaian, dia bangkit dan menjura kepada Lee Song Kim.

#Harap Lee Kongcu suka memaafkan, akan tetapi hari ini saya tidak mempunyai semangat untuk bermain silat memperlihatkan kebodohan sendiri di depan para locianpwe. Biarlah saya menjadi penonton saja.# #Ah, mana bisa begitu. Tan-siucai? Jauh-jauh kami sengaja mendatangkan tokoh- tokoh persilatan di dunia kang-ouw, selain untuk menghormati mereka, juga untuk menikmati pertunjukan ilmu-ilmu yang tinggi. Kalau anda menolak untuk ikut menggembirakan suasana dengan mendemonstrasikan ilmu silat anda yang terkenal tinggi, sungguh hal itu amat mengecewakan hati kami dan para indangan yang terhormat!# Kini Lee Song Kim juga bangkit berdiri dan menghampiri jago silat yang berpakaian seperti seorang sasterawan itu. Mereka berhadapan dan sejenak mereka saling pandang dengan sinar mata tajam. Tan-siucai kembali menjura,

#Terpaksa saya mengecewakan tuan rumah. Akan tetapi, saya memnuhi undangan tanpa mengetahui bahwa kami diundang untuk diadu seperti ayam-ayam aduan. Terpaksa saya mengecewakan dan biarlah budi kebaikan Lee Kongcu kelak dapat saya balas dengan undangan kehormatan pula. Sekarang, perkenankan saya mohon diri. #

Akan tetapi Lee Kongcu menghadang di depannya.

#Nanti dulu, Tan-siucai. Aku tidak minta kau balas untuk beberapa cawan arakku dan beberapa mangkok sayuran hidanganku. Akan tetapi aku tidak dapat menerima kalau orang memandang rendah kepadaku, biarpun hal itu dilakukan oleh seorang ternama seperti engkau.# Mendengar kata-kata keras dan sikap yang berubah kasar ini, Tan-siucai memandang wajah tuan rumah dengan alis mata berkerut.

#Lee Kongcu, apakah maksud ucapan kongcu ini? Sungguh saya tidak mengerti,# katanya, suaranya kinipun tegas.

#Sebagai tuan rumah yang menghormati tamu-tamunya, akupun ingin agar para tamuku menghormatiku. permintaanku kepada tamu yang hadir untuk sekedar memperlihatkan ilmu kepandaiannya merupakan penghormatan pula dan sudah sepatutnya kalau para tamu memenuhi permintaan itu. Kalau engkau menolak, berarti engkau tidak memperdulikan penghormatanku dan memandang rendah kepadaku. Memandang rendah berarti penghinaan dan aku tidak dapat menerimanya!# Mendengar ucapan keras dan sikap menantang ini, panaslah rasa hati Tan-siucai. Dia adalah seorang pendekar dari utara, seorang yang biarpun selalu mengalah dan rendah hati, namun jiwa kependekarannya bangkit kalau dia berhadapan dengan sikap sewenang-wenang.

Melihat sikap tuan rumah itu, kecurigaannya terhadap Lee Kongcu yang berkesan buruk itu menjadi semakin tebal dan diapun memandang dengan wajah merah dan sinar mata tajam.

#Aku tidak mengenal Lee Kongcu dan aku datang ke sini adalah atas undanganmu sendiri. Aku hadir di sini sebagai tamu, bukan sebagai orang yang harus menjalankan semua perintahmu, kalau sikapku ini dianggap memandang rendah dan engkau tidak dapat menerimanya, lalu apa yang selanjutnya akan terjadi?# Biarpun halus, ucapan ini merupakan tantangan atau menerima tantangan yang dilontarkan Lee Song Kim tadi.

#Bagus! Kalau Tan-siucai merasa pintar sendiri dan benar sendiri, aku orang she Lee menantangmu untuk pibu agar disaksikan oleh para locianpwe yang hadir, asal saja Tan-siucai tidak mempergunakan lidahnya yang tajam melebihi pedangnya untuk mengelak karena takut menerima tantanganku!# kalimat terakhir itu dikeluarkan oleh Lee Song Kim sebagai penutup semua jalan keluar karena tentu saja pihak lawan tidak berani menolak. Menolak berarti mengaku takut! Tan-siucai mengerti bahwa dalam keanehan sikapnya, Lee Kongcu merupakan lawan tangguh yang berbahaya dan dia belum tahu sebetulnya yang berada di balik sikap menantang ini karena bagaimanapun juga, belum pernah dia merasa bermusuhan dengan orang ini.

#Bagaimana pibu ini akan dilaksanakan?# tanyanya, siap siaga karena dia maklum bahwa tak mungkin mundur dari tantangan tuan rumah. Sementaa itu, para tamu memandang penuh perhatian dan diam-diam Kam-kauwsu merasa girang bahwa dengan kecerdikannya, dia tadi mampu lolos. Kwa Ciok Le yang sudah merasa tidak suka kepada tuan rumah, dan Thian Khi Hwesio yang merasa curiga, kini diam-diam memandang penuh perhatian.

#Tan-siucai terkenal dengan pedang tipisnya, ingin sekali aku membuktikan apakah pedang tipisnya itu sama tajamnya dengan lidahnya,# kata Lee Song Kim yang sengaja memanaskan hati orang

#Srattt......!# Nampak sinar berkilat dan tahu-tahu Tan-siucai telah memegang sebatang pedang tipis yang berkilauan saking tajamnya. pedang itu diambilnya dari pinggang karena pedang itu tadi dipakai sebagai sabuk. Gerakannya sedemikian cepatnya sehingga seperti orang bermain sulap saja.

#Lee Kongcu, engkau sudah menantangku dan tidak baik kalau aku menolaknya. Nah, keluarkanlah senjatamu.# Lee Song Kim tersenyum. dari anak buahnya yang melakukan penyelidikan, dia sudah banyak mendengar tentang jagoan ini dan biarpun belum pernah melihat sendiri kelihaiannya, namun dia merasa yakin bahwa dengan tangan kosong dia masih sanggup mengatasinya.

#Aku tetap menghormati tamu, Tan-siucai. Engkau gerakkanlah pedangmu, aku akan menghadapimu dengan tangan kosong saja.#

Ucapan ini mengejutkan yang hadir, bahkan Thian Khi-Hwesio juga terkejut. Dia sudah mendengar tentang Siucai ini dan maklum betapa lihai dan berbahayanya pedang tipis itu. Dia sendiri sebagai wakil ketua Siauw-lim-pai, agaknya masih belum begitu sembrono untuk menghadapi Tan-siucai dengan tangan kosong melawan pedang tipis itu. Kalau tuan rumah ini bersikap sedemikian angkuhnya, tentu benar-benar telah memiliki tingkat ilmu silat yang amat tinggi! Maka dengan jantung berdebar, seperti yang lain, pendeta tua ini menonton dengan perhatian sepenuhnya. Maksud Lee Song Kim menghadapi lawan dengan tangan kosong bukan sekedar kesombongan belaka, melainkan mengandung maksud tertentu.

Dia mendengar akan kehebatan ilmu pedang orang ini maka dengan tangan kosong, dia mampu mengelak terus mengandalkan ginkangnya sambil memperhatikan gerakan lawan dan mencatat jurus-jurus terampuh untuk dipelajari dan dikuasainya. Song Kim memang sejak kecil memiliki ingatan yang kuat sekali sehingga sekali melihat dan mencatat di dalam benaknya, takkan terlupakan lagi olehnya. Sementara itu, Tan-siucai merasa penasaran bukan main, diam-diam juga girang. Orang she Lee ini berbahaya dan sombong. Kini dia ditantang untuk maju menggunakan pedangnya melawan Lee Kongcu yang bertangan kosong. kebetulan sekali, pikirnya. Banyak yang menyaksikan dan kalau sampai pedangnya melukai atau membunuh tuan rumah sekalipun, orang-orang kang-ouw tidak akan menyalahkannya.

#Baik, kau sambutlah pedangku, Lee Kongcu!# Hebat bukan main memang gerakan pedang sasterawan itu, jauh lebih hebat dari pedang wanita yang berjuluk Iblis Betina Pedang Sakti tadi. Pedangnya yang tipis itu meluncur dan berubah menjadi sinar kebiruan menyambar-nyambar dan menciptakan gulungan sinar yang panjang.

Namun, Lee Song Kim berdiri dengan tenang saja dan baru tubuhnya bergerak mengelak kalau ada sinar mencuat dari gulungan sinar itu yang menunjukkan bahwa ada serangan mengarah dirinya. Dengan tepat dan mudah dia mengelak. Akan tetapi gerakan pedang di tangan Tan-siucai itu hebat bukan main. Begitu pedang luput mengenai sasaran, pedang itu membalik dan telah melakukan serangan susulan, dan terus susul menyusul seperti seekor burung walet yang sedang berpesta pora menyambari nyamuk-nyamuk dengan terbang hilir mudik dengan kecepatan yang membuat pedang itu mengeluarkan sinar menyilaukan mata. Dalam waktu beberapa detik saja, pedang itu telah hilir mudik mengirim serangan tidak kurang dari tiga belas kali! Namun, semua orang kini dibuat kagum oleh Lee Kongcu.

Dia bergerak seenaknya, namun tubuhnya sedemikian ringannya sehingga ke manapun sinar pedang menyambar, tubuhnya selalu sekelebatan lebih cepat mengelak,

seolah-olah sebelum pedang tiba, angin pedang itu sudah membuat tubuh Lee Kongcu berpindah tempat. Hal ini membuat Tan-siucai menjadi penasaran, akan tetapi berbareng dia maklum pula bahwa lawannya benar-benar amat lihai dan memiliki ginkang yang luar biasa. Maka, diapun lupa diri dan segera mengeluarkan jurus- jurus simpanannya yang paling ampuh. Justeru inilah yang dikehendaki Lee Song Kim. Dia mengerahkan ginkangnya dan tubuhnya bagaikan terbang saja menyelinap di antara gulungan sinar pedang, sambil meneliti bagian-bagian ilmu pedang milik lawan yang dianggapnya menarik dan patut untuk dipelajarinya. Sementara itu, Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio sudah saling berbisik-bisik. #Lo-suhu, tuan rumah ini sungguh aneh mencurigakan. jelas, ilmunya tinggi sekali dan apa maksudnya dia mengumpulkan kita di sini?#

#Pinceng (aku) juga belum mengerti benar, akan tetapi pinceng sedang mengingat- ingat, barangkali dia ada hubungannya dengan urusan besar. #

#Pembunuhan atas diri tiong Gi Tojin dan Tiong Sin tojin, dua orang tokoh Kun- lun-pai itu?# Kwa Ciok Le melanjutkan.

#Sayapun sudah mendengar akan hal itu dan sebagai murid Kun-lun-pai saya pun berkewajiban untuk mengadakan penyelidikan. Orang she Lee ini memang mencurigakan. ketika saya diundang oleh anak buahnya, saya tidak mau sehingga terjadi percekcokan, akan tetapi wanita pakaian merah yang bernama Theng Ci itu mengeluarkan ilmu siluman. ratusan ekor lebah beracun mengeroyokku dan selagi saya sibuk menyelamatkan diri, saya dirobohkannya dengan obat bius yang dikebutkan dengan saputangan merah. Nah, dalam keadaan pingsan saya digotong dan tahu-tahu tadi saya siuman dan dibawa ke tempat ini.#

#Hemmm, sungguh mencurigakan. Pembunuh para tokoh Kun-lun-pai itu juga mengaku she Lee, akan tetapi dia mengaku murid Siauw-lim-pai.#

#Tapi, harap losuhu perhatikan. Ilmu silatnya demikian tinggi, dan saya melihat gerakan-gerakan yang aneh, bahkan kadang-kadang ada dasar gerakan Kun-lun- pai......# Hwesio tua itu memandang penuh perhatian. Tiba-tiba dia mengepal tinju karena pada sat itu, Lee Song Kim yang agaknya sudah merasa cukup mempermainkan lawan, menggerakkan tangan mencengkeram ke arah pergelangan tangan lawan yang memegang pedang. Tan-siucai dapat mengelak dengan menarik tangannya, dengan gerakan mencengkeram yang dilakukan Song Kim itu memang mirip dengan Ilmu Silat Naga dari aliran Siauw-lim-pai, bahkan kedudukan kakinya juga sama.

#Omitohud...... engkau benar, sicu. Apakah dia juga telah mempelajari ilmu silat Siauw-lim-pai?# Pada saat itu, Lee Song Kim membalas serangan-serangan lawan, dan begitu dia mengeluarkan kepandaiannya, Tan-siucai yang memegang pedang menjadi kewalahan! Ketika Tan-siucai masih berusaha menyerang lawan dengan tusukan pedangnya ke arah dada, Lee Song Kim membuat gerakan miring dan dari samping dia memukul siku kanan lawan.

#Plakk!# Lengan kanan itu tiba-tiba menjadi lumpuh dan di lain saat pedang tipis itu telah berpindah tangan! Song kim tidak berhenti sampai di situ saja, dia lalu menggerakkan pedang itu dengan satu di antara jurus-jurus penyerangan yang tadi dimainkan oleh Tan-sicai.

Jurus serangan ini mirip sekali, dan bahkan lebih dahsyat karena didorong oleh tenaga sinkang yang jauh lebih kuat. Melihat ini, Tan-siucai terbelalak, mencoba untuk mengelak dengan menjatuhkan diri ke belakang. namun, sinar pedang itu mengejarnya terus dan tahu- tahu ujung pedang tipis telah menusuk dadanya dari samping. tanpa mengeluarkan teriakan Tan-siucai roboh dan tewas seketika karena pedang itu menembus jantungnya. Semua orang terbelalak, tak mengira bahwa seorang yang lihai seperti Tan-siucai dapat tewas semudah itu di tangan tuan rumah dan tidak mengira bahwa tuan rumah akan sekejam itu membunuh tamunya sendiri. Lee Song Kim yang menganggap Tan-siucai kelak akan dapat menjadi penghalang bagi cita- citanya, sudah membunuhnya dengan tangan dingin dan kini dia berdiri di tengah ruangan itu, memandang kepada semua tamunya.

#Tan-siucai tewas karena ulahnya sendiri. Cu-wi (anda sekalian) tadi melihat betapa dengan sungguh-sungguh dia berusaha membunuhku!# pada saat itu, Theng Ci menghampirinya dan dengan berbisik-bisik wanita ini menceritakan kepadanya apa yang didengarnya dari percakapan antara Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio!

#Mereka berdua tadi membicarakan kongcu dan menyangka kongcu pembunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai. mereka mempunyai niat buruk terhadap kongcu.# Mendengar ini, Lee Song Kim diam-diam terkejut, akan tetapi dia mengangguk sambil tersenyum dan memerintahkan anak buahnya untuk menyingkirkan mayat Tan-siucai dan membersihkan lantai yang penuh darah. Kemudian dia melangkah maju setelah mengikatkan pedang pada pinggangnya seperti yang dilakukan Tan-siucai tadi, menghampiri tempat di mana Thian Khi Hwesio duduk bersama Kwa Ciok Le. Lee Song Kim menjura kepada dua orang itu dan suaranya lantang terdengar oleh semua orang ketika dia berkata,

#Nah, sekarang tinggal ji-wi (anda berdua) yang belum memperlihatkan kelihaian. Harap Huang-ho Sin-to si pembasmi bajak Huang-ho dan Thian Khi Hwesio yang menjadi wakil ketua Siauw-lim-pai kini maju dan memperlihatkan kelihaian masing- masing. Ji-wi dapat bersilat sendiri-sendiri atau bersama-sama, terserah. Dan kami harap ji- wi tidak memandang rendah dan menolak permintaan tuan rumah seperti yang dilakukan oleh mendiang Tan-siucai tadi.#

Sikapnya hormat, kata-katanya halus dihias senyum, namun di dalam ucapannya itu terkandung ancaman bahwa kalau kedua orang itu menolak seperti Tan-siucai, merekapun agaknya akan mengalami nasib seperti sasterawan berpedang itu. Suasana menjadi tegang dan para ahli silat yang hadir kini memandang dengan sinar mata penuh kekhawatiran. lenyaplah perasaan gembira seperti yang mereka rasakan dalam pesta tadi. Tak mereka sangka bahwa pesta pertemuan itu akan menjadi seperti ini. makin aneh saja kelakuan tuan rumah, dan makin penuh rahaia. mereka tidak mengerti mengapa Lee Kongcu bersikap seperti itu, bahkan sampai membunuh seorang di antara tamu-tamunya hanya karena tidak mau memenuhi permintaan tuan rumah, yaitu mendemonstrasikan ilmu silat!

Di samping perasaan heran ini, juga terdapat perasaan kagum dan takut karena baru sekarang mereka maklum bahwa Lee Kongcu ini sesungguhnya adalah seorang ahli silat yang amat pandai. Pantas saja, Theng Ci ketua Ang-hong-pai yang demikian lihainya itu, mau menjadi pembantunya! Kwa Ciok Le dan Thian Khi Hwesio saling pandang. Tadi mereka telah bercakap-cakap dan mengambil keputusan untuk membuka rahasia Lee Kongcu ini, dan kalau perlu mereka akan maju bersama untuk menentangnya. Apalagi setelah melihat betapa Lee Kongcu membunuh Tan-siucai dengan cara demikian kejam, sengaja membunuhnya karena tadi Tan-siucai sudah kalah, keduanya mengambil keputusan untuk bangkit menentang orang she Lee ini.

#Lee Kongcu,# kata Kwa Ciok Le dengan suara lantang, #katakanlah terus terang, apakah engkau orang she Lee yang telah membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai, yaitu Tiong Gi Tojin dan Tiong Sin Tojin?#

#Dan juga orang she Lee yang setelah membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai, lalu mengaku sebagai murid Siauw- lim-pai?# Thian Khi Hwesio menyambung sambil memandang tajam. Mendengar ini, para tamu lainnya terkejut dan maklum bahwa mereka menghadapi urusan besar yang gawat. Akan tetapi Lee Song Kim bersikap tenang, bahkan dia menganggap sudah tiba waktunya untuk memperkenalkan diri. Dia membutuhkan pembantu-pembantu untuk memperluaskan namanya ke seluruh pelosok agar semua orang tahu bahwa kini muncul seorang jagoan yang pantas diberi gelar Thian-he Te-it Bu-hiap! Dan maksudnya mengumpulkan semua jagoan ini bukan sekedar mencuri jurus-jurus terampuh mereka, melainkan juga untuk mulai memperkenalkan diri dan kelihaiannya.

#Thian Khi Hwesio, Huang-ho Sin-to dan para orang gagah yang berada di sini! Aku tidak perlu mengaku atau menyangkal atas semua tuduhan itu. Yang penting, aku memeberitahukan bahwa siapapun orangnya yang berani menentang Thian-he Te-it Bu- hiap, maka dia akan tewas!#

#Hemm, dan siapakah Thian-he Te-it Bu-hiap itu?# tanya Kwa Ciok Le walaupun terkejut akan kesombongan orang itu dan dapat menduga bahwa tentu orang itu yang mengaku sebagai Orang Gagah Nomor Satu di Dunia.

#Siapa lagi kalau bukan aku?# Lee Song Kim berkata tanpa ragu-ragu atau malu- malu lagi, sambil hendak berkeruyuk.

#Akulah. Lee Kongcu, yang merupakan satu-satunya orang yang patut berjuluk Thian-he Te-it Bu-hiap!#

#Omitohud......!# Thian Khi Hwesio berseru, kaget dan heran melihat kesombongan orang itu. #Dan siapa kiranya yang mengaku dan mengesahkan Lee Kongcu sebagai Pendekar Silat Nomor satu di Dunia ini?# Lee Song Kim mengeluarkan sebuah benda dari balik jubahnya dan semua orang melihat bahwa benda itu adalah sebatang pedang terbuat dari batu kemala yang berbentuk naga.

#Giok-liong-kiam. !#

Hampir semua orang berseru kaget. Biarpun di antara mereka belum ada yang melihat bentuk pedang pusaka itu, namun mereka sudah mendengar tentang Giok- liong-kiam (Pedang Naga Kemala), yang pernah menggemparkan dunia persilatan karena dijadikan perebutan di antara para orang gagah. Pedang yang lenyap dari gudang pusaka istana itu pernah diperebutkan dan hampir semua orang kang-ouw tahu belaka tentang pedang itu, tahu pula bagaimana bentuk dan macamnya, walaupun hanya sedikit saja tokoh yang pernah menyaksikannya. Begitu Lee Song Kim mengeluarkan pedang itu dan mengangkatnya tinggi-tinggi, semua orangpun mengenalnya. Lee Song Kim tersenyum melihat betapa semua orang memandang kepada pedang pusaka itu dengan muka pucat dan mata terbelalak.

#Benar, ini adalah Giok-liong-kiam, lambang dari kegagahan! Dan siapa yang menjadi pemilik Giok-liong-kiam, dialah yang patut menjadi Thian-he Te-it Bu- hiap! Aku sudah menguasai hampir seluruh ilmu silat dari semua aliran, dan aku pula yang menguasai Giok-liong-kiam, maka akulah yang berhak menjadi jagoan nomor satu di dunia ini. Kalau ada yang menyangkal, boleh maju untuk membuktikan sendiri!#

#Omitohud......! Bukankah Giok-liong-kiam tadinya dikuasai oleh Ong Siu Coan, pemimpin pasukan Tai Peng yang kini menjadi kaisar dari Kerajaan Sorga yang dibentuknya? Karena Giok-liong-kiam maka banyak orang gagah yang membantu pasukannya sampai dia menjadi kaisar di nan-king. Bagaimana kini bisa berada di tanganmu, Lee Kongcu?#

#Ha-ha, Ong Siu Coan itu hanya macan kertas! Mengandalkan balatentara yang besar jumlahnya dan bantuan para ahli silat! Licik namanya! Akan tetapi aku hanya mengandalkan tenaga sendiri. Kini Giok-liong-kiam berada padaku, maka akulah yang pantas menjadi jagoan nomor satu".

#Dan engkau membunuh dua orang tokoh Kun-lun-pai menggunakan nama Siauw-lim-pai untuk mengadu domba!# bentak Kwa Ciok Le marah.

#Omitohud...... pinceng teringat akan pencurian-pencurian kitab ilmu silat dari partai-partai besar yang dilakukan oleh Hai-tok sampai datuk sesat itu tewas ketika hendak mencuri kitab di Siauw-lim-si. Agaknya engkau pula yang berada di balik semua itu, Lee Kongcu!# Lee Song Kim tersenyum, merasa tak perlu menyangkal.

#Hai-tok pernah mengajarkan ilmu silat padaku. Akan tetapi sekarang, biar Empat Racun Dunia bangkit lagi mengeroyok aku, aku tidak akan undur selangkahpun.

Akulah Thian-he Te-it Bu-hiap, ha-ha!#

#Keparat, engkau membunuh tokoh-tokoh Kun-lun-pai yang tidak berdosa, aku sebagai murid Kun-lun-pai harus membalaskan dendam ini!# bentak Kwa Ciok Le sambil mencabut sebatang goloknya yang mengeluarkan sinar kehijauan saking tajamnya. Tanpa banyak cakap lagi dia menerjang dengan goloknya, dan golok itu berubah menjadi sinar bergulung-gulung diikuti suara mencicit ketika menyambar- nyambar. Namun Lee Song Kim dapat mengelak dengan amat mudahnya karena dia sudah mengenal ilmu golok dari Kun-lun-pai itu. Bahkan dia mengelak dengan gaya ilmu silat Kun-lun-pai pula, seperti yang pernah dipelajarinya melalui kitab yang dicuri oleh mendiang Hai-tok. Melihat ini Kwa Ciok Le menjadi semakin marah dan goloknya menyambar-nyambar ganas.

#Omitohud, orang she Lee ini jahat, terpaksa pinceng turun tangan untuk membasminya!# Dan hwesio tua dari Siauw-lim-pai itupun menerjang maju membantu Kwa Ciok Le. Dia hanya mempergunakan kedua lengan jubahnya yang lebar untuk menyerang. namun karena memang tingkat kepandaian Thian Khi Hwesio jauh lebih tinggi daripada tingkat orang she Kwa itu, biarpun hanya dua ujung lengan jubah, ternyata senjata istimewa ini jauh lebih berbahaya dibandingkan golok di tangan Si Golok Sakti dari Huang-ho itu. Lee Song Kim tentu saja maklum akan kelihaian wakil ketua Siauw-lim-pai, maka diapun cepat mengeluarkan ilmu kepandaiannya dan bergerak cepat untuk menghindarkan diri dari sambaran golok dan ujung lengan jubah. Melihat betapa pemimpinnya dikeroyok dua orang lihai, Theng Ci memberi isyarat kepada anak buahnya, juga dua orang murid kepala dari Lee Song Kim telah bangkit dan mereka berloncatan ke tengah ruangan itu dalam sikap mengepung.

#Mundur semua!# Lee Song Kim berseru sambil mengelak ke sana-sini. #Biarlah aku menghadapi pengeroyokan dua orang ini agar terbuka mata semua orang melhat kelihaianku!#

Mendengar ini, Theng Ci memberi isyarat agar semua anak buah mundur, akan tetapi tetap siaga dan mengepung ruangan itu dengan senjata di tangan. Kini Song Kim yang menghadapi pengeroyokan dua orang lawan tangguh itu sudah neyimpan kembali Giok-liong-kiam dan sebagai gantinya dia melolos pedang tipis yang tadi dirampasnya dari tangan Tan-siucai, Orang ini memang lihai sekali, mampu memainkan segala macam senjata, apalagi pedang yang memang menjadi keahliannya. Segera tubuhnya lenyap terbungkus gulungan sinar pedangnya sehingga golok di tangan Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le dan kedua ujung lengan jubah Thian Khi Hwesio tidak mampu menembus gulungan sinar pedang itu,

Bahkan sebaliknya kini Song Kim mulai membalas dan setiap kali ada sinar panjang mencuat keluar dari gulungan sinar, maka seorang di antara dua lawannya harus cepat-cepat mengelak atau menangkis karena sinar itu merupakan serangan maut yang amat dahsyat. Kini semua tamu yang lain menonton dengan hati penuh rasa kagum terhadap Lee Kongcu. Tak mereka sangka bahwa tuan rumah itu ternyata adalah seorang ahli silat yang amat tiggi ilmunya dan yang berambisi untuk menjadi Thian-he Te-it Bu-hiap, bahkan yang telah menguasai Giok-liong-kiam!

Kini orang yang lihai itu bahkan berani menghadapi pengeroyokan dua orang tokoh Kun-lun-pai dan Siauw-lim-pai yang amat lihai itu, menolak bantuan dari anak buahnya.

Lee Song Kim bukanlah seorang bodoh yang tinggi hati dan sombong. Sama sekali bukan. Dia adalah seorang yang amat cerdik dan segala tindakannya tidak ngawur, melainkan dilakukan setelah diperhitungkannya masak-masak terlebih dahulu. Kalu dia berani menghadapi pengeroyokan dua orang lawan itu dan menolak bantuan anak buahnya, hal itu memang disengaja karena dia tahu benar bahwa dia mampu mengalahkan dua orang lawannya. Dan dia melakukan ini untuk mendatangkan kesan yang mendalam kepada orang-orang kang-ouw yang hadir di situ. Andaikata dia tidak yakin benar akan mampu mengalahkan dua orang lawannya, tentu dia mengandalkan anak buahnya untuk mengeroyok. Kini gulungan sinar pedang di tagan Lee Kongcu makin panjang dan melebar, sedangkan sinar golok Kwa Ciok Le menjadi semakin sempit,

Tanda bahwa pembasmi bajak dari Huang-ho ini sudah terdesak. Bahkan kakek Thian Khi Hwesio juga terdesak hebat oleh sinar pedang bergulung-gulung yang amat dahsyat itu. Thian Khi Hwesio adalah wakil ketua Siauw- lim-pai, ilmu silatnya memang tinggi, akan tetapi dia tidak memiliki kesaktian seperti misalnya Siauw- bin-hud datuk Siauw-lim-pai itu. Memang, pemilihan ketua Siauw-lim-pai bukan berdasarkan ketinggian ilmu silatnya, melainkan kedalaman pengetahuannya tentang Agama Buddha karena Siauw-lim-pai bukanlah perkumpulan silat, melainkan perkumpulan agama. Karena itu, tidaklah mengherankan kalau terdapat murid-murid Siauw-lim-pai yang bukan hwesio dapat memiliki imu silat yang lebih lihai dibandingkan dengan para hwesio Siauw-lim-pai sendiri. Dan biarpun Thian Khi Hwesio sudah termasuk tokoh yang lihai dari Siauw-lim-pai,

Namun usianya yang tua juga cara berlatihnya yang kadang-kadang hanya kalau ada waktu senggang saja sebagai selingan ketekunannya memperdalam pelajaran agama, membuat dia kehabisan tenaga setelah terjun ke dalam perkelahian melawan orang yang amat lihai seperti Lee Kongcu itu. Kini Lee Song Kim menghadapi lawan dengan sungguh-sungguh, bukan seperti tadi sambil mempelajari ilmu silat lawan. Kini dia menghadapi dua orang pengeroyoknya dengan niat merobohkan mereka. Akan tetapi dasar dia memandang rendah lawan dan hendak memamerkan kelihaiannya, ketika dia merobohkan Kwa Ciok Le, dia sengaja menggunakan jurus pedang dari Kun-lun-pai! Pedang itu membabat pinggang dan ketika golok Kwa Ciok Le menangkis, tangkisan itu membuat pedang menusuk ke atas dan leher Huang-ho Sin- to tembus oleh pedang tipis yang runcing tajam itu.

Tubuh Huang-ho Sin-to Kwa Ciok Le terbanting roboh terjengkang dan berkelojotan karena lehernya hampir putus tertusuk pedang. Sebuah tendangan yang menyentuh dada membuat tubuh itu tidak berkutik lagi! Kini Thian Khi Hwesio harus menghadapi lawan lihai itu seorang diri saja! Hwesio ini melihat robohnya Kwa Ciok Le, mengeluarkan seruan keras dan memperhebat serangan kedua ujung lengan jubahnya. Namun, dua kali nampak sinar berkelebat dan dua ujung lengan jubah itupun terbabat putus! Thian Khi Hwesio terkejut bukan main. Tak disangkanya lawan memiliki sinkang sehebat itu, mampu membabat putus ujung lengan jubahnya yang telah disaluri hawa sinkangnya. Namun, dia tidak menjadi gentar dan menubruk maju dengan kedua tangan membentuk cakar garuda.

Hebat bukan main serangan kakek ini karena dua tangannya itu tidak boleh dipandang rendah, mampu mencengkeram batu karang sampai hancur, apalagi tubuh atau kepala lawan! Namun, Lee Song Kim sudah mengenal ilmu ini dan cepat tubuhnya mengelak ke samping, kemudian dengan kedudukan tubuh miring itu dia masih dapat mengirim tusukan yang menyerang dari samping, melalui pundaknya yang direndahkan dan pedang itu memasuki dada lawan melalui celah-celah iga kirinya, menembus jantung.

(Lanjut ke Jilid 05)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar