Jilid 24
"Hemmm. engkau tidak tahu mereka itu orang-orang macam apa, Han Beng! Mereka itu jahat sekali. Untuk keperluan agama mereka yang sesat, mereka itu tidak segan- segan untuk membunuhi muda-mudi, dan melakukan segala macam bentuk percabulan. Mengerikan sekali! Dan mungkin saja kini tokoh-tokoh sesat sudah mulai membantu mereka, maka kita harus berhati-hati. kalau perlu, bukan saja aku akan menyelidiki tentang kematian orang tuaku, akan tetapi juga aku siap untuk menghancurkan dan membasmi mereka!"
"Akan tetapi kita tidak boleh lengah dan memandang rendah kekuatan lawan, Giok Cu. Sebaiknya sebelum kita berkunjung ke sana, lebih dulu kita menyampaikan surat kepada Souw Ciangkun seperti yang dipesankan Liu Taijin."
Giok Cu mengangguk setuju. Sebelum berpisah dengan Liu Taijin, pembesar itu menitipkan surat untuk pasukan keamanan di luar kota Ceng-touw dan minta kepada mereka untuk membicarakan Thian-te-kauw dengan Souw Ciangkun.
Souw Ciangkun adalah seorang panglima yang usianya sudah lima puluh tahun dan sikapnya berwibawa. Dia termasuk seorang panglima yang setia dan jujur, yang membenci penyelewengan dan dia amat kagum kepada Liu Taijin. Maka, ketika dia mendengar bahwa dua orang muda yang berkunjung ke bentengnya itu adalah utusan Liu Taijin, tergopoh-gopoh dia menyambut dan mempersilakan mereka duduk di ruangan dalam.
Dia merasa agak heran juga meliha betapa utusan pejabat tinggi yang dihormatinya itu adalah seorang pemudi dan seorang gadis muda, akan tetap setelah membaca surat Liu Taijin, dia memandang kagum kepada mereka. "Aih kiranya Tai-hiap adalah Huang-ho Sin liong, dan Nona adalah seorang pendekar wanita yang berilmu tinggi! Menurut surat dari Liu Taijin, Ji-wi akan membantu dalam penyelidikan terhadap Thian-te-kauw. Memang perkumpulan itu amat mencurigakan, dan makin lama semakin kuat saja. Akan tetapi karena mereka tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum, kami pun tidak dapat bertindak apa-apa. Kalau menurut Ji-wi, perkumpulan itu melakukan kejahatan apakah?"
Giok Cu diam-diam merasa heran. Panglima ini nampaknya gagah dan baik, akan tetapi mengapa begitu lengah? Bagaimana mungkin sebagai seorang panglima pasukan keamanan, sampai tidak dapat tahu apa yang dilakukan oleh perkumpulan seperti Thian-te-kauw itu?
"Maaf, Ciangkun. Tentu Ciangkun lebih mengetahui daripada kami dan kami bahkan memerlukan keterangan yang sejelasnya dari Ciangkun untuk bekal penyelidikan kami." katanya dengan lembut, dan Han Beng mendengarkan dengan perasaan heran. Akan tetapi dia dapat menduga bahwa tentu gadis yang cerdik itu berpura-pura saja dan ingin memancing keterangan dari perwira tinggi itu.! Dia tahu bahwa gadis itu tentu saja mengenal Thian-te-kauw lebih baik, karena pernah hidup di antara mereka bahkan sebagai murid Ban-tok Mo-li, seorang di antara para pimpinan mereka.
Perwira tinggi itu tersenyum dan dia menarik napas panjang, bersandar di kursinya dan memandang kepada dua orang muda itu. "Kalau menurut penyelidikan kami, biarpun Thian-te-kauw makin kuat dan makin banyak anggautanya, namun perkumpulan itu belum pernah melakukan pelanggaran. Mereka rnemiliki sebuah kuil yang bahkan menolong banyak orang. Dan mereka mengajarkan persaudaraan antara sesama manusia, bahkan mengajarkan cinta kasih antara manusia. Mereka terbagi menjadi dua bagian. Bagian perkumpulan disebut Thian-te-pang dan diketuai seorang wanita bijaksana yang disebut Phang Toa-nio (Nyonya Phang), seorang yang amat pandai dan ramah."
Giok Cu mencatat di dalam hatinya". Kiranya bekas gurunya itu, Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu, telah menjadi ketua Thian-te-pang dan kini dipuji-puji oleh panglima pasukan keamanan!
"Menarik sekali!" serunya untuk menutupi perasaan herannya.
Souw Ciangkun tersenyum. "Memang para anggauta Thian- te-pang itu dilatih ilmu silat, akan tetapi apa anehnya itu? Ketuanya, Phang Toanio adalah seorang ahli silat yang amat pandai, dan kegiatan berlatih silat itu pun tidak melanggar hukum dan baik-baik saja. Kemudian, ada bagian lain yang hanya mengurus soal keagamaan saja, yaitu Thian-te-kauw dan Kauwcu nya (Kepala Agamanya) adalah Losuhu (Bapak Pendeta) Lui Seng Cu "
Giok Cu menahan ketawanya. Tahulah ia bahwa bekas subonya telah bersekutu dengan Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu untuk bersama-sama memimpin perkumpulan agama sesat itu dengan membagi tugas sebagai pangcu (ketua perkumpulan) dan kauwcu (kepala agama).
"Ciangkun, kami mendengar bahwa perkumpulan itu mempunyai banyak pemimpin yang berilmu tinggi. Benarkah itu?" Han Beng bertanya untuk menambah umpan agar perwira itu bercerita lebih banyak lagi. Mendengar nada cerita perwira itu memuji-muji para pimpinan perkumpulan itu, dia pun berhati-hati dan tidak mengemukakan pendapatnya, apalagi dia memang tidak begitu mengenal perkumpulan itu, maka dia menyerahkan saja pembicaraan tadi sebagian besar kepada Giok Cu yang tentu saja lebil mengenalnya, bahkan mengenal dengan baik sekali.
"Memang benar, mereka memiliki banyak anggauta pimpinan yang lihai ilmu silatnya dan luas pandangannya! akan tetapi semua itu tidak ada artinya kalau dibandingkan dengan bimbingan khusus yang diberikan oleh Kwi-ong." "Kwi-ong (Raja Iblis) ?" Giok dia bertanya, benar-
benar heran karena sebelum pernah ia mendengar tentang pimpinan langsung dari Kwi-ong itu.
Perwira tinggi itu tertawa. "Memang bagi orang lain tentu terdengar mengejutkan. Akan tetapi sesungguhnya, sebutan Kwi-ong itu hanya untuk merendahkan diri saja. Sebenarnya Thian-te Kwi-ong adalah seorang dewa yang ditugaskan turun ke dunia untuk mengajarkan persaudaraan dan cinta kasih!"
Ini merupakan hal yang baru bagi Giok Cu, apalagi Han Beng. "Siapakah Itu Kwi Ong, Ciangkun, dan kalau dia bawa, bagaimana dia dapat membimbing langsung?" tanya pula Giok Cu.
"Mungkin kalian sudah mendengar bahwa Thian-te-kauw memuja Thian-te Kwi-ong yang dibuatkan patungnya. Dan sekarang, kadang-kadang patung itu hidup! Dan menurut pengakuan Thian-te Kwi-ong sendiri, agar tidak mengejutkan semua orang, kadang-kadang beliau menjelma sebagai seorang pemuda tampan yang menjadi penasehat. Dan tentu saja ilmu kepandaiannya tak dapat diukur, ia maklum dia bukan manusia." Perwira tinggi itu menerangkan dengan suara yang serius. Pada saat itu, cuping hidung Giok Cu bergerak- gerak. Ia mencium suatu. Keharuman yang aneh bagi orang lain, akan tetapi yang pernah diciumnya dahulu ketika ia masih menjadi murid Ban-tok Mo-li dan sejak subonya itu menjadi sekutu Lui Seng Cu. Bau harum dupa yang khas dipergunakan untuk upacara sembahyang kepada Thian-te Kwi-ong. Bagaimana kini bau dupa itu dapat tercium di dalam benteng? Biarpun hanya lembut, namun cukup dapat ditangkap oleh penciuman Giok Cu yang tajam dan ia pun dapat menduga bahwa bau dupa itu datang dari balik sebuah pintu kamar yang tertutup. Bahkan penglihatannya yang tajam dapat melihat membocornya asap tipis keluar dari celah-celah daun pintu kamar itu. Giok Cu menjadi curiga. Ada yang tidak beres dalam kamar itu, pikirnya. Dan mungkin perwira tinggi ini tidak mengetahuinya. Tiba-tiba saja tubuhnya berkelebat dan ia sudah meloncat jauh ke depan daun pintu kamar yang tertutup, mengejutkan Han Beng dan Souw Ciangkun. Giok Cu mendorong pintu itu terbuka dan ia terbelalak. Han Beng juga melompat mendekatinya. Mereka berdua melihat keadaan dalam kamar itu yang aneh. Ada sebuah meja sembahyang yang besar di dalam kamar itu, dengan patung kecil yang dikenal oleh Giok Cu sebagai patung Thian-te Kwi-ong! Dan di atas meja itu, selain lilin bernyala dan dupa mengepul, sebagai pengganti hidangan sembahyang, nampak seorang gadis bertelanjang bulat rebah telentang! Rambutnya yang panjang hitam itu terurai, tubuhnya sama sekali telanjang bulat. Dan di kanan kiri meja itu berdiri masing-masing tiga orang gadis yang lain yang hanya mengenakan jubah sutera tipis yang tembus pandang dan di bawah jubah itu tidak terdapat pakaian lain! Enam orang gadis itu nampak terkejut bukan main.
"Heiiiii! Kalian tidak boleh mengganggu mereka!" Terdengar seruan Souw Ciangkun dan perwira tinggi ini sudah berada dekat Giok Cu dan Han Beng, wajahnya merah sekali, dan matanya nampak gelisah dan marah.
"Souw Ciangkun, apa artinya ini?' Giok Cu membentak dengan alis berkerut. Teringat ia akan pengorbanan perawan dalam sembahyangan patung Thian-te Kwi-ong. Apakah gadis yang telanjang bulat itu pun calon korban yang akan dibunuh di atas meja sembahyang sebagai korban terhadap Thian-te Kwi-ong? Kalau begitu ia memandang kepada perwira itu dengan mata terbelalak.
"Tutupkan daun pintunya dan jangan ganggu mereka, Li- hiap. Aku akan memberi penjelasan." kata perwira itu akan tetapi suaranya gemetar dan kini wajahnya berubah pucat walaupun sinar matanya masih mengandung kemarahan. Akan tetapi tiba-tiba terjadi hal yang dianggap aneh oleh Giok Cu. Gadis remaja yang telanjang bulat dan tadi rebah telentang di atas meja sembahyang itu kini bangun dan cepat- cepat menyambar pakaian dan menutupi tubuhnya. Seolah- olah ia dalam keadaan sadar sama sekali, tidak terbius atau pingsan seperti biasa para korban upacara keji itu! Dan enam orang gadis lainnya juga kini dengan terburu-buru mengenakan pakaian mereka, pakaian sopan dan jubah mereka bergambar lingkaran Im-yang merah putih. Seorang di antara mereka, yaitu gadis yang tadi bertelanjang bulat dan ini sudah mengenakan pakaian dan menyanggul rambutnya, memberi hormat kepada perwira tinggi itu.
"Agaknya ada gangguan, Souw Ciangkun. Sebaiknya kalau upacara kita ditunda sampai lain kali saja. Kami akan kembali lagi kalau saatnya yang baik tiba seperti dikehendaki oleh Kwi- ong. Mereka bertujuh lalu memberi hormat kepada Souw Ciangkun, tanpa melirik ke arah Giok Cu dan Han Beng, kemudian mereka membawa peralatan sembahyang mereka dan keluar beriringan dari ruangan itu seperti kelompok anggauta perkumpulan agama yang tertib dan sopan. Para penjaga di luar pun tidak berani bersikap kurang ajar kepada tujuh gadis ini yang dianggap orang-orang yang saleh dari perkumpulan agama yang terpandang di kota itu.
"Ciangkun, sekarang kami minta penjelasan!" Giok Cu berkata setelah tujuh orang gadis itu pergi. "Kiranya Ciangkun juga seorang anggauta Thian te Kwi-ong? Dan tadi gadis itu hendak dijadikan korban, dibunuh di meja semba yang, bukan?"
"Ah, tidak! Tidak! Engkau tidak mengerti, Nona, Tidak kusangkal bahwa aku memang merupakan seorang anggauta baru yang akan dilantik hari ini sebagai anggauta yang sah. Apa salahnya kala aku menjadi anggauta sebuah perkumpulan agama yang mengajarkan persaudara dan cinta kasih? Aku tidak melangg tugas dan hukum!" "Hemmm, dan pengesahan itu dengar mengorbankan seorang gadis perawan, membunuhnya di atas meja sembahyang tadi, bukan?" Giok Cu mengejek, dan dara perkasa ini teringat akan pesan Liu Taijin bahwa Thian-te- kauw kini mulai menanamkan pengaruhnya pada para pejabat. Perwira tinggi ini agaknya sudah mulai terpengaruh pula!
"Tidak, sama sekali tidak! Dahulu menurut penjelasan para pimpinan Thiar> ii-kauw, memang ada kebiasaan kuno seperti itu, mengorbankan seorang perawan dalam upacara pengangkatan anggauta baru. Akan tetapi sekarang, setelah Kwi-ong berkenan memimpin sendiri, kebiasaan diubah. Yang dikorbankan hanya kegadisannya, bukan nyawanya!"
"Ihhhhh !" Giok Cu mengerutkan alisnya dan
memandang jijik. "Jadi engkau akan memperkosa gadis tadi sebagai upacaranya?"
Wajah perwira tinggi itu berubah merah. "Engkau salah mengerti, Lihiap.bukan memperkosa, melainkan ia dengan suka rela menyerahkan diri. Itulah inti persaudaraan dan cinta kasih! Kami melakukannya dengan dasar cinta kasih. "
"Omong kosong! Upacara cabul! Jahat, keji sekali! Ciangkun, kiranya apa yang dikatakan Liu Taijin benar. Thian- te-kauw sudah menanamkan cakarnya kepada para pejabat termasuk engkau! Kami harus melaporkan hal ini kepada Liu Taijin!" kata Giok Cu marah. Tiba-tiba terjadi perubahan sikap perwira tinggi itu. Dia menengadah lalu tertawa bergelak-gelak seperti orang gila! "Ha-ha-ha-ha-ha!" Siapa berani menentang Thian-te Kwi-ong berarti mampus! Yang mentaatinya akan hidup bahagia dan panjang usia, akan tetapi yang menentang akan mati! Ha-ha-ha! Thian-te Kwi-ong tak terkalahkan, ha-ha- ha-ha-ha!" Dia mengeluarkan peluit dan terdengar suara nyaring ketika dia meniupnya dan terdengar derap kaki banyak orang. Tempat itu telah terkepung oleh ratusan orang perajurit! "Ha-ha-ha-ha, kalian takkan dapat lolos lagi. Hayo kalian semua maju, tangkap dan bunuh dua orang mata-mata musuh ini!"
Mendengar perintah atasan mereka, puluhan orang perajurit memasuki ruangan dengan senjata di tangan. Melihat ini, tahulah Han Beng dan Giok Cu bahwa keselamatan mereka terancam. Mereka tentu saja mampu membela diri, akan tetapi bagaimana mungkin menang melawan ribuan perajurit yang berada di dalam benteng itu? Mereka tidak akan mampu lolos dan akhirnya mereka akan tewas tercincang!
Akan tetapi, Giok Cu adalah seorang gadis yang cerdik sekali. Melihat para perajurit itu siap mengeroyok, secepat kilat ia menotok tengkuk Souw Ciangkun, membuat perwira tinggi itu tak mampu menggerakkan kaki tangan yang mendadak menjadi lumpuh. Sambil menodongkan pedang yang sudah dicabutnya ke leher perwira tinggi itu, ia berteriak.
"Mundur semua! Kalau ada yang berani menyerang, kubunuh Souw Ciangkun!
Ancamannya ini berhasil. Para perajurit itu mundur dan bingung, tidak tahu apa yang harus mereka perbuat. Souw Ciangkun yang sudah tidak mampu menggerakkan kaki tangannya itu masih tertawa bergelak.
"Ha-ha-ha-ha! Kalian maju, tangkap dan bunuh mereka berdua! Aku tidak bisa mati, ha-ha-ha, Thian-te Kwi-ong akan melindungiku, usiaku akan mencapai seratus tahun. Ha-ha-ha- ha, siapa menentang Thian-te Kwi-ong akan mati konyol!"
Ketika perajurit itu sedang ragu dan bingung, dan anjuran perwira yang tertawa-tawa itu membuat mereka bergerak lagi untuk mengeroyok, tiba-tiba terdengar bentakan nyaring, "Kalian semua mundur!" Ketika para perajurit mengenal orang yang memberi aba- aba itu, mereka mundur dan muncullah seorang perwira tinggi lain yang usianya sebaya dengan Sou Ciangkun, tubuhnya tinggi kurus dan sinar matanya tajam. Dia maju menghadap Han Beng dan Giok Cu yang memandang dengan waspada dan siap siag Giok Cu masih menodongkan pedangnya di leher Souw Ciangkun.
"Nona, harap lepaskan dia. Agaknya telah terjadi sesuatu dengan dia dan pikirannya tidak wajar lagi." kata perwira itu dengan tegas.
Giok Cu melepaskan Souw Ciangkun yang roboh dengan lemas karena kedua kakinya masih lumpuh oleh totokan Giok Cu. Akan tetapi, biarpun sudah terguling roboh, Souw Ciangkun masih tertawa-tawa dan berteriak-teriak memuji-muji Thian-te Kwi-ong!
Perwira itu mengangguk kepada Han Beng dan Giok Cu. "Aku adalah Panglima Yap, komandan ke dua di benteng ini." Kemudian dia menghadapi para perajurit yang masih berkerumun di situ dan di luar pintu pun penuh perajurit yang ingin tahu apa yang telah terjadi.
"Komandan Souw sedang sakit, biar aku yang mengurus dia. Kalian semua tinggalkan tempat ini dan atur penjagaan yang ketat, jangan perbolehkan siapa juga memasuki benteng!" Perintahnya tegas dan semua perajurit mundur. Setelah Souw Ciangkun seperti orang gila Itu, tertawa-tawa dan berteriak-teriak memang Yap Ciangkun yang merupakan komandan yang paling tinggi kedudukannya.
"Sudah beberapa lamanya aku memperhatikan keadaan Souw Ciangkun. Aku sudah menaruh kecurigaan ketika para gadis dari Thian-te-kauw itu dibiarkan masuk benteng. Ketika Ji-wi memperkenalkan diri sebagai utusan Liu Taijin yang hendak menghadap Souw Ciangkun, diam-diam aku memperhatikan. Ternyata terjadi seperti apa yang kami khawatirkan. Souw Ciangkun agaknya sudah terjebak oleh perkumpulan agama yang penuh rahasia itu."
"Ha-ha-ha, kalian akan mampus semua kalau menentang Thian-te Kwi-ong. ha-ha-ha!"
"Lihiap dan Tai-hiap, dapatkah dia dibiarkan pingsan tanpa menderita?" Yap Ciangkun bertanya. "Karena dia atasanku, bagaimanapun aku tidak berani bertindak kasar terhadap dirinya."
Han Beng mengangguk dan sekali di menepuk tengkuk Souw Ciangkun, komandan yang seperti gila itu terkulai pingsan. Yap Ciangkun memanggil empat orang perajurit pengawal dan memerintahkan mereka untuk mengangkat tubuh Souw Ciangkun.
"Biarkan dia di dalam kamar dan jaga baik-baik. Dia menjadi tahanan sementara'" perintahnya.
Setelah Souw Ciangkun diangkut pergi, Yap Ciangkun lalu mempersilakan Han Beng dan Giok Cu duduk. Mereka duduk berhadapan, lalu dengan singkat Yap Ciangkun menceritakan tentang Thian-te-pang. "Mereka memang tidak melakukan sesuatu yang mencurigakan. Hubungan mereka dengan para pejabat sangat baik sekali, bahkan ada kalanya mereka membantu petugas menenteramkan keadaan dan membasmi para penjahat yang berani mengganggu ketenteraman sekitar daerah Ceng-touw. Karena Souw Ciangkun juga berhubungan baik dengan para pimpinan mereka, maka aku sebagai wakilnya tidak dapat berbuat sesuatu. Sampai akhirnya aku mendengar dari para penyelidikku bahwa seringkali ada anggauta Thian-te-kauw wanita dibiarkan bermalam di kamar Souw Ciangkun! Mulailah aku curiga sampai terjadi peristiwa hari ini. Ji-wi adalah utusan Liu Taijin. Tugas apakah yang Ji- wi bawa?" "Kami dipesan oleh Liu Taijin untuk menghubungi Souw Ciangkun yang menjadi kepala pasukan keamanan di sini, untuk bekerja sama menyelidiki keadaan Thian-te-kauw. Liu Taijin telah mendengar berita bahwa Thian-te-kauw mulai mempengaruhi para pejabat, dan kami memang akan melakukan penyelidikan ke sarang mereka."
"Tugas itu berbahaya sekali! Aku mendengar bahwa pimpinan mereka mempunyai banyak orang yang berilmu tinggi, apalagi seorang pemuda yang menjadi pemimpin umumnya. Kabarnya dia bukan manusia melainkan penjelmaan dari Thian-te Kwi-ong yang mereka puja."
"Kami dapat menjaga diri, Ciangkun. Kami mempunyai urusan pribadi dengan seorang pimpinan mereka. Urusan mengenai diri Souw Ciangkun, kami serahkan kepada Ciangkun, karena itu bukan tugas kami untuk mengurusnya. Kelak kami akan melaporkan kepada Liu Taijin seperti yang kami janjikan. Nah, kami akan segera pergi, Ciangkun," kata Giok Cu. Perwira itu bangkit dan mengantar mereka sampai ke pintu gerbang benteng. Setelah mereka pergi Yap Ciangkun segera membuat persiapan sendiri dan dia pun mengirim laporan kepada atasannya mengenai persoalan Souw Ciangkun. Dia tidak tahu bahwa Souw Ciangkun telah berada di bawah pengaruh sihir dari Lui Seng Cu, kauw-cu dari Thian- te-kauw. Karena pengaruh sihir itulah maka dia seperti orang nekat dan gila, membela Thian-te Kwi-ong mati-matian biarpun dia mengalami guncangan hebat ketika rahasianya terbuka dan ketahui oleh dua orang pendekar utusan Liu Taijin tadi.
ooOOoo
"Braaakkkkk !" Meja marmar bundar itu hancur
berkeping-keping ketika Can Hong San memukulkan tangannya yang terbuka saking marahnya mendengar laporan tujuh orang gadis muda cantik itu. Baru saja tujuh orang gadis itu menghadap Kauwcu Lui Seng Cu melaporkan kegagalan mereka ketika hendak melakukan upacara sembahyang pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta yang sah dari Thian te-kauw. Lu Seng Cu marah, dan dia pun membawa tujuh orang gadis itu menghadap "pemimpin umum" yang mereka sebut Can Kongcu, dan yang dikenal sebagai penjelmaan Thian-te Kwi-ong sendiri, juga yang mengaku sebagai putera mendiang Cui-beng Sai-kong. Can Hong San di lapori karena dialah yang mengatur agar Souw Ciangkun ditarik menjadi anggauta Kalau mereka sudah dapat mengait komandan pasukan keamanan menjadi anggauta yang setia, maka keamanan dan kekuasaan mereka pun akan terjamii sepenuhnya! Setelah tujuh orang gadis itu membuat laporannya di depan Can Hong San, pemuda itu demikian kecewa da n marahnya sehingga dia memukul hancur meja marmar di depannya. Tujuh orang gadis itu berlutut dengan tubuh menggigil ketakutan. Bahkan Lui Seng sendiri juga agak pucat menghadapi kemarahan pemuda yang dia tahu selain amat lihai, juga amat kejam itu.
"Siapakah kedua orang tamu Souw Ciangkun yang menggagalkan upacara itu?" bentaknya marah.
Di antara tujuh orang gadis itu, hanya gadis yang tadinya akan dijadikan "korban" yang paling berani menjawab. Hal ini tidaklah aneh karena ia merupakan seorang di antara gadis- gadis anggauta Thian-te-kauw yang paling disayang oleh Can Kongcu, yang setiap saat boleh dengan sesuka hatinya memilih para gadis anggauta Thian-te-kauw untuk Melayaninya.
"Kami masih berada di dalam kamar tu ketika Souw Ciangkun menjamu kedua orang tamunya, Kongcu. Kami tidak dapat mendengar banyak, akan tetapi kami mendengar dari percakapan mereka bahwa mereka adalah utusan seorang pejabat tinggi dari Lok-yang, dan kami mendengar Souw Ciangkun menyebut seorang diantara mereka sebagai Huang- ho Sin-liong. " "Ah, dia lagi!!" Can Hong San berseru dan sekali ini dia benar-benar kaget bukan main. Tentu saja dia mengenal siapa itu Huang-ho Sin-liong. Sudah dua kali dia dipencundangi oleh pendekar itu. Pertama kali ketika dia hendak memperkosa Sim Lan Ci, dan kedua kalinya ketika pendekar itu menolong Bu Giok Cu yang hampir ditawannya dengan bantuan para sekutunya, yaitu mendiang Gan Lok dan lain-lain. Dan sekarang kembali pendekar itu yang menggagalkan upacara pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta Thian-te- kauw!
"Apakah Kongcu sudah mengenal Huang-ho Sin-liong?" tanya Lui Seng Cu Ketua Thian-te-kauw.
"Tentu saja aku mengenal dia. Kalian gadis-gadis sial ini boleh mundur. Eh nanti dulu, coba ceritakan siapa wanita yang datang bersama Huang-ho Sin-hona itu!"
"Maaf, Kongcu, kami tidak mengenal namanya "
"Bodoh! Ceritakan bagaimana rupanya! usianya, pakaiannya! Engkau biasanya cerdik, Lee Cia, hayo ceritakan bagaimana keadaan gadis itu!" katanya kepada gadis yang tadi akan dikorbankan dalam upacara pengangkatan Souw Ciangkun sebagai anggauta.
Lee Cia, gadis yang berkulit putih mulus itu, mengingat- ingat, "la seorang gadis yang usianya tentu sudah dua puluh tahun lebih, wajahnya cantik jelita, bentuk wajahnya bulat telur dengan dagu runcing keras, bibirnya merah basah tanpa gincu, bedaknya tipis, bajunya Indah dan bersih, berwarna merah muda dan punggungnya terdapat sebatang pedang. Ia nampak galak dan keras sekali "
"Ahhhhh Si Keparat! Ia tentu Bu Giok Cu.
.................!" Kini Thian-te Kauw-cu Lui Seng Cu yang memandang dengan mata terbelalak kepada pemuda itu. "Bu Giok Cu
..................?
Apakah Kongcu juga mengenalnya?"
"Tentu saja aku mengenalnya! Kauw-cu, cepat kumpulkan semua pimpinan ke sini, dan kalian gadis-gadis sial boleh pergi. Malam nanti engkau datang ke kamarku, aku mau bicara, Lee Cia!!" kata Hong San. Lee Cia tersipu dengan muka merah, akan tetapi ia tersenyum dan matanya berseri karena hatinya merasa girang sekali. Hampir setiap orang gadis anggauta Thian-te-kauw yang menerima pelajaran sesat menjadi hamba nafsu dan mereka itu mengharap-harap menerima panggilan dari Can Kongcu untuk melayaninya!
Lui Seng Cu tergopoh keluar dan memanggil semua pimpinan perkumpulan itu. Berbondong mereka datang memasuki kamar di mana Can Hong San menanti dengan tidak sabar. Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu yang menjadi pang-cu masuk dengan sikap tenang. Di antara para pembantu Hong San, wanita inilah yang tidak begitu menjilat dan takut, karena selain ia menjadi pangcu, juga ia adalah seorang wanita yang biar tua boleh menganggap Hong San sebagai kekasihnya juga muridnya dalam urusan pelampiasan naf¬su, dalam bidang mana ia tentu saja sudah berpengalaman sekali dibandingkan Hong San yang masih muda itu. Selain Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu dan Hok-houw Toa-to Lui Seng Cu sebagai pang-cu dan kauw-cu juga hadir di siti Siangkoan Tek putera Siangkoan Bok majikan Pulau Hiu, Ji Ban To murid dari Ouw Kok Sian majikan Pegunungan Liong-San, juga dua orang murid Lui Seng Cu sendiri, yaitu Siok Boan dan Poa Kian So. Empat orang pemuda ini dengan senang hati menjadi pembantu Can Hong San yang sakti. Siangkoan Bok dan Ouw Kok Sian sendiri hanya menjadi sahabat saja dari orang-orang Thian-te-kauw, tidak ikut membantu karena mereka merupakan datuk-datuk dari daerah mereka sendiri. Setelah enam orang pembantunya hadir, Hong San menyambut mereka dengan ucapan yang nadanya mengandung Kekhawatirannya. "Kita kedatangan musuh besar yang harus kita hadapi dengan berhati-hati! Mereka adalah Huang-ho Sin-Liong dan Bu Giok Cu!"
"Ihhhhh! Giok Cu ?" Ban-tok Mo-li berseru kaget
sekali. Ia tadi hanya pendengar dari Lui Seng Cu bahwa Can Kongcu mengundang semua pembantu untuk berkumpul dan membicarakan urusan penting. Lui Seng Cu tidak sempat bercerita tentang Giok Cu, maka kini mendengar nama bekas muridnya itu, ia tentu saja terkejut dan heran.
Mendengar nada suara pangcu itu Hong San memandang kepadanya. "Engkau sudah mengenalnya, Pangcu?" Di depan orang banyak, kedua orang ini bersikap resmi, saling menyebut pangcu kongcu, tidak seperti kalau mereka halnya berdua, maka sebutan mereka berubah menjadi "sayang", "manis" dan berbagai sebutan mesra lagi.
"Mengenalnya?" Ban-tok Mo-li tersenyum lebar dan ia memang masih nampak cantik walaupun usianya sudah lima puluh tujuh tahun, dengan gigi yang masih rapi dan kulit muka putih yang belur kisut, atau kalaupun agak kisut maka keriput ini tertutup bedak dan gincu tebal! "Heh-heh, tentu saja mengenalnya karena ia adalah muridku sendiri bahkan seperti anak angkat karena sejak berusia sepuluh tahun ia berada di sini sampai beberapa tahun yang lalu.
"Muridmu?" Hong San terbelalak, sudah mengukur ilmu kepandaian pangcu ini. Walaupun lihai namun belum mampu menandinginya, sedangkan tingkat kepandaian Bu Giok Cu hebat, seimbang dengan tingkatnya sendiri! 'Tapi ilmu
silatnya amat hebat! Jauh melebihi kemampuanmu, Pangcu!"
Berkerut alis Ban-tok Mo-li. Tentu saja tidak enak perasaan hatinya kalau di Ucapan orang banyak dikatakan bahwa kepandaiannya jauh di bawah tingkat kepandaian muridnya sendiri!
"Hemmm, mungkin selama kurang lebih enam tahun ini ia belajar lagi, makin giat berlatih sedangkan aku semakin malas saja." katanya acuh. "Di manakah mereka berdua itu sekarang, kongcu? Kita harus menghancurkan mereka agar tidak selalu menjadi gangguan kelak!"
Hong San lalu menceritakan tentang laporan tujuh orang gadis itu, betapa upacara peresmian Souw Ciangkun menjadi anggauta Thian-te-kauw telah gagal karena munculnya dua orang pendekar muda itu. "Mereka pasti akan mencari kita di sini, dan karena itu kalian kukumpulkan agar kita dapat melakukan rencana dan persiapan menyambut musuh berbahaya itu."
Mereka lalu berunding dan mengatur siasat. Hong San perintahkan kepada para pembantunya itu untuk mempersiapkan diri, memberitahu kepada para tokoh sesat yang sudah bersahabat dengan mereka, bahkan banyak tokoh sesat yang menjadi pemuja Thian-te Kwi-ong.
Dugaan Can Hong San memang tepat Han Beng dan Giok Cu pada suatu pagi dua hari kemudian, muncul di kuil Thia te- kauw! Mereka berdua bukan orang-orang ceroboh atau bodoh. Mereka sudah menduga bahwa pihak Thian-te-kauw tentu sudah membuat persiapan untuk menyambut mereka, karena tujuh orang gadis yang mereka jumpai di dalam benteng dan sedang melakukan upacara sembahyang untuk meresmikan pengangkatan anggauta Thian-te-kauw baru, yaitu Sou- Ciangkun, tentu tidak tinggal diam dan sudah membuat laporan kepada pimpinan mereka. Namun, mereka berdua adalah orang-orang gagah yang sama sekali tidak menjadi gentar. Pula, mereka tidak akan mencampuri urusan Thian te- kauw, melainkan untuk bertemu dengan Thian-te Pang-cu untuk urusan pribadi. Pagi itu kuil masih sepi pengunjung. Bahkan ketika Han Beng dan Giok Cu melewati pintu gerbang pertama yang paling luar, tidak nampak seorang pun anggauta Thian-te- kauw! Sunyi seolah-olah tempat itu sudah ditinggalkan orang. Sunyi dan lengang, akan tetapi pintu-pintu gerbang menuju ke kuil itu terbuka lebar.
Perasaan tegang memang ada, namun dua orang muda yang gagah perkasa itu melangkahi ambang pintu gerbang pertama dan tibalah mereka di pekarangan paling depan, dan seratus meter di depan terdapat sebuah pintu gerbang ke dua. Juga pintu gerbang ini terbuka lebar walaupun di situ tidak nampak ada penjaga. Han Beng dan Giok Cu juga memasuki pintu gerbang ini dan mereka tiba di pekarangan kuil. kesibukan kuil belum nampak, dan ketika mereka melangkah maju menghampiri pintu depan kuil yang terbuka lebar, mereka mendengar suara gaduh di belakang mereka Ketika keduanya menengok, ternyata pintu gerbang pertama dan ke dua yang tadi mereka lewati tertutup dari luar!
Mereka saling pandang, maklum bahwa mereka telah masuk perangkap musuh Ketika mereka memandang lagi muncullah banyak kepala di balik tembok yang mengelilingi tempat itu, dan ketika mereka membalik, ternyata di depan kuil telah muncul sedikitnya lima puluh orang anggauta Thian-te- kauw pria dan wanita yang kesemuanya memegang golok atau pedang, dengan gambar tanda Im-yang putih dan merah di dada. Mereka itu berdiri berjajar tak bergerak, hanya memandang kepada Han Beng dan Giok Cu dengan mata mengancam.
Melihat ini, Giok Cu tersenyum mengejek. Ia sudah berjanji kepada Han Beng untuk menghadapi Ban-tok Mo-li seorang dan tidak akan mencari keributan dengan Thian-te-kauw. Maka, melihat betapa para anggauta Thian-te-kauw semua mengepung tempat itu dengan sikap bermusuh, ia lalu mengerahkan khi-kang dan terdengarlah suaranya melengking nyaring dan menggetarkan seluruh tempat itu. "Ban-tok M li Kami datang untuk bertemu dan bicara dengan engkau, untuk urusan pribadi yang tidak ada sangkut pautnya dengan Thian-te-kauw! Kami tidak mempunyai urusan dengan Thian-te-kauw. Keluarlah dan temui kami!" .
Para anggauta Thian-te-kauw terkejut sekali dan banyak di antara mereka yang terhuyung karena tidak tahan menerima getaran suara yang mengandung tenaga khi-kang amat kuatnya itu. Kini, mereka yang berdiri tepat di depan pintu kuil, terkuak dan terbuka. Muncullah Ban-tok Mo-li dan Lui Seng Cu. Ban-tok Mo-li nampak cantik dan anggun, dengan pakaian kebesaran seorang pang-cu, tersenyum dan memegang kipasnya, melangkah perlahan menghampiri Giok Cu dan Han Beng. Di sampingnya berjalan Lui Seng Cu, dan orang ini nampak lucu karena mengenakan jubah pendeta yang longgar, pakaian kauw-cu, akan tetapi di punggungnya nampak gagang goloknya, dan tangannya memegang sebuah kebutan pendeta. Dia pun melangkah dengan sikap angkuh dan tenang. Di belakang mereka berjalan belasan orang yang nampaknya bengis dan kuat dan di antara mereka nampak pula empat orang pemuda yang dikenal baik ole Giok Cu karena mereka itu bukan lai adalah Siangkoan Tek, Ji Ban To, Sio Boan dan Poa Kian So. Tidak nampak pemuda yang mereka dengar sebagai pemimpin umum, yang dikabarkan sebagai penjelmaan Thian-te Kwi-ong itu.
Dengan gaya memandang rendah Ban-tok Mo-li menatap wajah Giok Cu penuh selidik, lalu ia tersenyum ramah. "Aih kiranya muridku Giok Cu yang datang Giok Cu, apakah engkau merindukan Subomu dan sengaja datang untuk menengok? Subomu sudah menjadi Pang- cu sekarang dan engkau akan kuberi kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu, Giok Cu."
"Ban-tok Mo-li!" Giok Cu membentak. "Tidak perlu banyak bujuk rayu. Sejak engkau dan Lui Seng Cu ingin membunuhku beberapa tahun yang lalu, aku tidak Menganggap engkau sebagai guruku lagi!" Ban-tok Mo-li mengerutkan alisnya. "Muridku yang murtad, memang sejak kecil engkau selalu membangkang dan murtad. Kalau engkau sudah tidak menganggap aku sebagai gurumu, lalu mau apa engkau datang ke sini?"
"Ban-tok Mo-li, aku sengaja mencarimu untuk menuntut pertanggungan jawabmu atas kematian Ayah Ibuku. Mengakulah, apa yang telah kaulakukan kepada Ayah Ibuku di perahu dahulu itu?"
Ban-tok Mo-li Phang Bi Cu mengerutkan alisnya dan mengamati wajah bekas murid itu. "Giok Cu, apa maksudmu bertanya seperti itu? Engkau melihat sendiri ketika kita naik ke perahu Ayah Ibumu. Mereka luka-luka, kemudian mereka tewas keracunan "
"Mereka tewas keracunan secara mendadak, ketika engkau berada di dekat mereka!" kata Giok Cu memancing.
Ban-tok Mo-li tersenyum, sikapnya tenang saja karena ia percaya akan kekuatan pihaknya. "Giok Cu, apakah engkau sudah menjadi gila? Engkau melihat sendiri bahwa aku tidak menyerang mereka. Mereka itu sudah keracunan ketika kita naik ke perahu mereka dan menurut pengakuan mereka, baru saja Liu Bhok Ki mengobati mereka, maka jelas bahwa Liu Bhok Ki yang meracuni mereka. Engkau tahu sendiri, bukan?"
"Bohong! Bohong dan fitnah ya kaukatakan itu, Ban-tok Mo- li!" Han Beng berseru marah.
Ban-tok Mo-li memandang kepada pemuda itu dan sinar matanya mencorong marah.
"Siapakah engkau? Hemmm, agaknya engkau yang dijuluki Huang-ho Sin liong itu. Benarkah?" "Benar. Namaku Si Han Beng engkau bicara bohong tadi, Ban-tok li. Suhu Liu Bhok Ki tidak akan meracuni orang! Dia seorang pendekar besar, selamanya tidak menggunakan racun. Rajawali Sakti Liu Bhok Ki hanya mengandalkan kaki tangan dan sabuknya sama sekali tidak pernah menggunakan racun!"
"Huh, jadi engkau ini hanya murid Liu Bhok Ki saja? Tapi
........ aku pernah melihatmu. Benar ............ ! Engkau
bukankah engkau anak yang dulu bersama Giok Cu telah menemukan anak naga dan menghisap darah anak naga itu?"
"Benar, Ban-tok Mo-li. Dan kuharap engkau cukup gagah untuk mengakui perbuatanmu dan mempertanggungjawabkan darinya, tidak melakukan fitnah kepada orang lain yang sama sekali tidak bersalah."
"Bu Giok Cu, engkau yang kudidik lama bertahun-tahun sebagai murid terkasih, engkau datang menuduhku dan engkau malah percaya kepada keterangan pemuda ini?" Ban- tok Mo-li berseru penasaran kepada Giok Cu.
"Aku telah mendengar sendiri keterangan Lo-cian-pwe Liu Bhok Ki dan aku percaya kepadanya! Dan aku memang lebih percaya bahwa engkau yang telah membunuh Ayah bundaku dengan racun, Ban-tok Mo-li. Pertama, karena engkaulah orang yang sudah biasa menggunakan racun, sesuai dengan julukanmu. Ke dua biarpun aku pernah menjadi muridmu, aku sudah mengenal watakmu yang jahat dan kejam, bahkan pernah aku nyaris tewas di tanganmu dan tangan pendeta palsu Lui Seng Cu ini. Ban-tok Mo-Ii apakah engkau demikian pengecut dan penakut untuk mengakui bahwa yang membunuh Ayah Ibuku adalah engkau?"
Wajah wanita itu berubah merah karena marah dimaki sebagai pengecut dan penakut oleh bekas muridnya sendiri. Bagi orang golongan sesat, membunuh bukan merupakan perbuatan yang mealukan atau dianggap buruk, bahkan dianggap sebagai perbuatan yang membanggakan hati! Maka, ia pun sama seka tidak merasa malu, bahkan dengan sikap bangga ia mengakui perbuatannya.
"Bocah sombong Bu Giok Cu! Kalau benar demikian, habis engkau mau apa? Memang, aku telah membunuh Ayah Ibumu karena pada waktu itu aku menganggap mereka sebagai penghalang bagiku untuk mengambil engkau sebagai murid. Dan aku merasa menyesal mengapa engkau tidak kubunuh sekalian pada waktu itu sehingga sekarang engkau tidak hanya mendatangkan kepusingan saja."
Biarpun ia sudah menduga sebelumnya, tetap saja wajah Giok Cu berubah bucat seketika, kemudian menjadi merah sekali ketika ia mendengar pengakuan dari Ban-tok Mo-li itu. Dengan sinar mata mencorong seperti berapi, tubuh tegak lurus dan tangan kiri bertolak pinggang, telunjuk kanannya menuding ke arah muka Ban-tok Mo-li, Giok Cu berkata dengan suara yang nyaring dan penuh kemarahan.
"Ban-tok Mo-li! Bagus engkau telah mengakui perbuatanmu yang keji! Sekarang bersiaplah engkau! Aku datang untuk menagih hutang, membalas atas kematian Ayah Ibuku!" Giok Cu melangkah maju menghadapi wanita yang pernah menjadi gurunya itu.
"Bu Giok Cu, dengan sedikit isyaratku saja, engkau akan dikepung puluhan orang anak buahku dan engkau akan mati konyol, biarpun engkau dibantu oleh Huang-ho Sin-liong. Akan tetapi, kami dari Thian-te-pang adalah orang-orang gagah! Kalau memang engkau menantangku, beranikah engkau bertanding dengan aku di lian-bu-thia (ruangan berlatih silat) dan tidak di depan kuil ini agar tidak mengganggu mereka yang akan sembahyang dan mencemarkan pekarangan kuil yang suci?"
Giok Cu tersenyum mengejek. Ia dan Han Beng sudah berani datang ke tempat itu, ke sarang musuh, tentu saja mereka tidak takut, apalagi ditantang untuk bertanding di ruangan bermain silat. "Di mana pun dan kapan pun tantanganmu akan kuhadapi!"
Akan tetapi Han Beng cepat berkat "Ban-tok Mo-li, kedatangan kami ini tidak ada hubungannya dengan Thia te- pang atau Thian-te-kauw. Dan aku pun tidak akan mencampuri pertandingan, dengan Giok Cu. Akan tetapi, kalau sampai terjadi kecurangan, kalau engkau mengeroyok Giok Cu, terpaksa aku akan ikut campur dan mencegah kecurangan itu! Kami tidak ingin bermusuhan dengan Thian-te-kauw!"
Ban-tok Mo-li tertawa genit. "Hik-hik, aku akan bertanding melawan bekas muridku, perlu apa aku harus dibantu orang lain? Bahkan kalau perlu engkau boleh membantu Giok Cu, aku tidak takut menghadapi pengeroyokan kalian dua orang muda yang sombong ini!"
"Ban-tok Mo-li, tidak perlu banyak cerewet. Mari kita segera bertanding sampai seorang di antara kita roboh!"
Giok Cu membentak. Sambil tertawa Ban-tok Mo-li lalu masuk ke dalam, diikuti oleh Giok Cu dan Han Beng, juga diikuti Lui Seng Cu dan para pimpinan Perkumpulan itu. Giok Cu tentu saja masih hafal akan keadaan di rumah itu. Kiranya kuil itu dibangun di bagian depan dan menembus ke pinggir rumah bekas gurunya, dan lian-bu-thia yang dulu tidak begitu besar, kini telah dirombak dan menjadi sebuah ruangan yang luas, yang cukup untuk berlatih seratus orang! Ruangan ini tertutup dan tidak mempunyai jendela, hanya ada sebuah pintu di depan, pintu besi yang kokoh. Dengan langkah tenang dan gagah, Giok Cu mengkuti Ban-tok Mo-li memasuki ruangan itu bersama Han Beng, diiringkan oleh para tokoh Thian-te-pang.
Setelah tiba di dalam ruangan langsung saja Giok Cu berdiri di tengah-tengah dengan sikap menantang. "Mari kita selesaikan urusan antara kita. Aku sudah siap, Ban-tok Mo-li!" katanya sambil memandang kepada wanita itu. Han Beng berdiri di sudut dengan sikap tenang, namun waspada karena dia tetap merasa curiga bahwa orang-orang sesat itu dapat benar-benar bersikap gagah dan dapat dipercaya. Dia tidak khawatir sama sekali kalau memang terjadi pertandingan yang jujur, karena dia percaya sepenuhnya akan kelihaian Giok Cu. Yang dikhawatirkan adalah kalau orang-orang sesat itu menggunakan pengeroyokan atau jalan lain yang curang. Maka, biarpun dia nampak tenang saja berdiri sambil bersilang lengan di dada dia tetap waspada menjaga segala kemungkinan yang dapat terjadi.
Ban-tok Mo-li masih belum banyak. benar akan pemberitahuan Can Kongcu bahwa bekas muridnya itu kini memiliki kepandaian yang amat tinggi, jauh lebih lihai dibandingkan kepandaiannya sendiri! Ia tidak percaya! Dan ia pun tidak takut, karena di situ terdapat Lui Seng Cu dan para tokoh lain, bahkan di situ terdapat pula Can Kongcu yang masih belum muncul, akan tetapi yang ia tahu tentu sedang melakukan pengintaian.
Dengan langkah gemulai Ban-tok. Mo-li Phang Bi Cu menghampiri Giok Cu di tengah ruangan itu sambil mencabut pedang dengan tangan kanan, sedangkan tangan kirinya tetap memegang kipasnya. Begitu pedang tercabut, nampak anar merah. Itulah Ang-tok Po-kiam (Pedang Pusaka Racun Merah) yang ampuh sekali karena selain terbuat dari baja pilihan, juga pedang itu sudah direndam racun merah bertahun-tahun sehingga lawan yang terkena sekali goresan saja sudah terancam maut!
Namun Giok Cu sama sekali tidak merasa jerih. Ia sudah mengenal habis-habis semua senjata dan kepandaian bekas gurunya. Ia tahu benar keadaan pedang pusaka yang berwarna merah itu,bahkan ia pun mengenal kipas di tang kiri lawan itu. Kipas itu nampaknya tidak berbahaya, namun ia tahu bah kipas itu lebih berbahaya daripada p dang karena kipas itu mengandung jarum-jarum halus beracun yang dapat menyambar dari dalam gagang kipas yang suda dipasangi alat. Juga selain kedua ujung gagang kipas yang runcing mengandun racun pula, juga kebutan kipas itu mendatangkan bau harum yang juga dapa membuat kepala menjadi pening. Ia mengenal pula bekas gurunya sebagai manusia beracun sehingga pukulan tangannya, cakaran kukunya, bahkan ludahnya mengandung racun yang dapat mematikan lawan!
"Bu Giok Cu, sudah begitu bosan hidupkah engkau maka begini tergesa-gesa minta mati?" tegur Ban-tok Mo-li dengan senyum mengejek.
"Ban-tok Mo-li, dua belas tahun yang lalu engkau telah membunuh Ayah dan Ibuku yang sama sekali tidak bersalah kepadamu. Sekarang aku, Bu Giok Cu anak mereka, menuntut balas atas kematian mereka yang penasaran itu. Ban-ok Mo-li bersiaplah engkau untuk menghadap Ayah Ibuku dan mempertanggung-jawabkan perbuatanmu yang jahat dan kejam!"
"Hi-hi-hik, engkau ini bekas muridku berani membuka mulut besar? Nah, kau makanlah pedangku!" Berkata demikian, wanita itu sudah menusukkan pedangnya, tanpa memberi kesempatan pada bekas muridnya untuk mencabut senjatanya. Memang wanita ini licik sekali dan sama sekali tidak merasa malu untuk melakukan kecurangan. Sinar merah berkelebat menyambar ketika pedang Itu menusuk ke arah dada Giok Cu. Gadis ini cepat meloncat ke belakang dan ketika tangan kanannya bergerak, ia sudah mencabut pedang pusaka Seng-kang-kiam pemberian Hek Bin Hwesio. Melihat pedang yang tumpul itu, dan buruk, Ban-tok Mo-li terkekeh geli.
"Hi-hi-heh-heh, Giok Cu. Pedang apa yang kaukeluarkan itu? Untuk memotong sayur pun belum tentu dapat, begitu tumpul dan buruk! Dan engkau hendak melawan Ang-tok Po- kiam dan kipas dengan pedang tumpul itu? Ha-ha!" "Tak perlu banyak cerewet. Lihat pedang!" Giok Cu membentak dan sudah menyerang dengan pedangnya. Terdengar suara berdesing dari didahului angin menyambar keras, pedang itu sudah menyambar pula ke arah leher lawan. Ban tok Mo-li yang masih tersenyum itu terkejut, senyumnya berubah dan ia cepat menggerakkan pedangnya menangkis sambil mengerahkan tenaga saktinya, dengan maksud begitu kedua pedang bertemu, ia akan membarerengi dengan serangan kipasnya.
"Tranggggg !" Nampak bunga api berpijar dan Ban-
tok Mo-li terhuyung dan hampir saja pedangnya terlepas dari tangannya! Tentu saja hal ini sama sekali tidak pernah disangkanya sehingga rencana serangannya gagal sama sekali, bahkan hampir saja ia terpelanting! Dengan muka pucat, ia memungut pedang dari samping dan menyerang dengan dahsyat, penuh rasa penasaran dan kemarahan. Melihat ini, Giok Cu mengelak. Akan tetapi, kipas itu menyambar, mengebut kearah mukanya. Giok Cu menahan napas agar tidak perlu menyedot bau harum beracun dari kipas itu, dan ketika ujung gagang kipas menyambar sebagai lanjutan penyerangan dengan totokan, kembali ia mengelak ke belakang. Pada saat itu, nampak sinar lembut hitam menyambar dari gagang kipas. Hal ini pun sudah diduga oleh Giok Cu maka gadis ini dengan mudah memutar pedang memukul runtuh semua jarum halus beracun.
"Huhhh, engkau memang hanya pandai menggunakan racun dengan curang! Tak tahu malu!" bentak Giok Cu dan kini ia pun menyerang dengan pedangnya. Ia sama sekali tidak sudi menggunakan ilmu yang pernah dipelajarinya dari Ban- tok Mo-li, melainkan menggunakan ilmu yang pernah dipelajarinya dari Hek-bin Hwesio. Dan tentu saja keadaan Giok Cu lebih untung. Semua serangan lawan sudah dikenalnya dengan baik, dan ia tahu bagaimana cara menghindarkan semua serangan itu. Sebaliknya, Ban-tok Mo-li bingung menghadapi permainan pedang Giok Cu yang sama sekali tidak dikenalnya. Juga wanita sesat ini kalah jauh dalam kekuatan tenaga sakti, bahkan pedangnya yang biasanya amat diandalkan itu sekali ini kehilangan keampuhannya menghadapi pedang tumpul Seng kang-kiam!
Setelah lewat tiga puluh jurus, Ban tok Mo-li tak mampu membalas serangan lagi. la terdesak dan terhimpit hanya mampu memutar pedang melindungi tubuhnya dan main mundur terus. Melihat ini, tentu saja Lui Seng Cu tidak mau membiarkan saja pangcu itu terancam bahaya.
"Bu Giok Cu, lepaskan pedangmu. Tiba-tiba dia membentak. Sejak tadi kauwcu ini memang sudah berkemak kemik membaca mantra dan mengerahkan kekuatan sihirnya, dan tiba-tiba ki dia melalui bentakannya hendak mengua sai Giok Cu dengan ilmu sihirnya.
Giok Cu merasa betapa jantungny tergetar dan hanpir ia melepaskan pedang. Akan tetapi gadis ini pernah digembleng oleh Hek Bin Hwesio, dan ia sudah dilatih hebat sehingga kini me¬miliki kekuatan batin yang mampu menolak pengaruh sihir.
"Lui Seng Cu pendeta palsu!" Ia pun membentak dan pedangnya semakin mendesak Ban-tok Mo-li, sedikit pun ia tidak terpengaruh oleh kekuatan sihir yang melepaskan Thian- te Kauw-cu (Kepala Agama Thian-te-kauw) itu. Melihat itu Lui Seng Cu terkejut dan dia pun meloncat ke depan sambil mencabut golok besarnya.
"Heiiiii, tidak boleh curang main keroyokan!" bentak Han Beng sambil meloncat maju dan ketika tangan kanannya mendorong ke arah Lui Seng Cu, Kauwcu ini hampir terjengkang oleh sambaran angin dahsyat.
Pada saat itu terdengar ledakan disusul asap tebal dan muncullah seorang sosok tubuh yang menyeramkan. Arca Thian-te Kwi-ong agaknya telah hidup! Orang yang muka dan pakaiannya mirip patung Thian-te Kwi-ong yang disembah- sembah itu telah muncul di situ, membawa sebatang pedang kuno yang panjang dan berat. Semua orang terkejut tak terkecuali Han Beng dan Giok yang segera berlompatan ke belakang dan mereka kini berdiri berdamping untuk saling melindungi. Mata mereka terbelalak memandang ke arah setan itu yang berdiri tegak. Semua pengurus dan anggauta Thian-te-kauw segera memberi hormat.
"Si Han Beng dan Bu Giok Cu! Menyerahlah kalian karena kalian sudah dikepung!" kata "Raja Setan" itu. "Kalau kalian menakluk, akan kami beri kedudukan yang baik, kalau kalian melawa kalian akan mati konyol!"
Dan tiba-tiba saja, pintu ruangan itu ditutup dan banyak asap berembus dari luar, memasuki lian-bu-thia itu.
"Han Beng, awas asap beracun! Kita harus menerjang keluar!" teriak Giok Cu. Han Beng terkejut dan dia pun menahan napas. Akan tetapi, Ban-tok Mo-li sudah tertawa bergelak dan bersama Lui Sen Cu dan para tokoh sesat mereka menghadang dan mengeroyok dua orang pendekar muda itu sehingga mereka tidak dapat keluar. Apalagi pintu besi itu sudah ditutup dari luar, sementara itu asap beracun yang mengandung bius itu semakin tebal. Ternyata bahwa Ban-tok mo-li sudah memberi obat penawar kepada rekan- rekannya sehingga mereka itu menyedot asap tanpa pengaruh apa-apa. sebaliknya, Han Beng dan Giok Cu tidak berani bernapas. Mereka menahan napas, akan tetapi tentu saja mereka tidak mungkin dapat bertahan terlalu lama, apalagi mereka dikeroyok banyak lawan. Akhirnya, tanpa tersentuh senjata lawan, Han Beng dan Giok Cu roboh terpelanting dan pingsan!
Ketika Han Beng dan Giok Cu siuman kembali, mereka mendapatkan diri mereka sudah duduk di atas kursi dan masing-masing terbelenggu kaki tangan mereka, terikat pada kursi sehingga tidak mampu berkutik. Mereka masih berada di lian-bu-thia tadi, akan tetapi kini tidak ada lagi asap harum yang mengandung bius. Di depan mereka, dalam jarak sepuluh meter, nampak belasan orang itu duduk pula berjajar di atas kursi. Yang paling depan adalah seorang pemuda yang tampan dan yang selalu tersenyum-senyum, didampingi oleh Kauwcu Lui Seng Cu di sebelah kirinya Pangcu Ban-tok Mo-li di sebelah kananya. Para pengurus lainnya dan para tokoh sesat duduk di belakang tiga orang ini. Sikap mereka seperti suatu paruturan pengadilan yang hendak menghakimi Han Beng dan Giok Cu sebagai pesakitan!
Ketika Han Beng dan Giok Cu memandang kepada pemuda itu, mereka terbelalak.
"Engkau !" Giok Cu dan Han Beng berseru, hampir
berbareng saking herannya bertemu dengan musuh lama itu situ.
"Jangan kurang ajar!" bentak Ban tok Mo-li kepada dua orang tawanan itu "Kalian berhadapan dengan Can Kong penjelmaan dari Thian-te Kwi-ong. Bersikaplah hormat!"
Akan tetapi Giok Cu tersenyum mengejek. "Penjelmaan Thian-te Kwi-ong Hemmm, memang dia iblis cilik! Hong San, ular kepala dua yang pernah membantu gerombolan pemberontak yang gagal! Dan sekarang menyelundup ke dalam Thian-te Kwi-ong! Bagus-bagus!"
Hong San tidak marah, bahkan tertawa bergelak. "Bu Giok Cu, engkau makin cantik saja, ha-ha-ha. Dan engkau masih tetap bernyali besar tabah dan penuh semangat, pantang mundur walaupun sudah menjadi tawanan. Sungguh sikap seorang calon isteri ketua yang besar! Bu Giok Cu, ketahuilah bahwa aku ini telah menjadi pemimpin besar dari Thian-te- pang yang memiliki kekuasaan besar. Kami bukanlah perkumpulan orang jahat, melainkan perkumpulan yang gagah dan membela kepentingan umum. Aku tahu bahwa engkau dan juga Huang-ho Sin-liong Si Han Beng adalah pendekar- pendekar yang gagah perkasa. Oleh karena itu, biarpun kalian telah beberapa kali melakukan perbuatan yang menentangku, namun aku masih suka mengampuni kalian, kalau kalian suka membantu perjuangan kami. Kelak, kalau kita lberhasil, kalian tentu akan mendapatkan bagian dan memperoleh kedudukan tinggi. Nah, Bu Giok Cu, kalian sudah tak berdaya. Kalau engkau suka menjadi isteriku yang terhormat, dan Si Han Beng suka menjadi pembantuku "
"Tutup mulutmu yang kotor!" bentak Bu Giok Cu. "Aku lebih suka mati daripada menjadi isteri seorang keji dan jahat macam engkau!"
"Can Hong San," kata Han Beng d ngan suara tenang namun tegas. "Kalau engkau memang seorang laki-laki yang jantan, bebaskan kami dan mari kita mengadu kepandaian untuk menentukan siapa yang lebih kuat di antara kita. Sebaliknya, kalau engkau hanya seorang iblis yang licik dan curang, setidaknya engkau tentu mengenal malu untuk mencurangi seorang wanita. Bebaskan Bu Giok Cu dan kau siksa dan bunuh saja aku. Giok Cu tidak bersalah apa-apa kepadamu!"
"Tidak! Can Hong San manusia terkutuk! Si Han Beng hanya ikut dengan aku ke sini. Akulah yang memiliki urusan pribadi dengan Si Iblis Betina Ban-Tok Mo-li. Ia telah membunuh Ayah Ibuku dan aku akan mencabut nyawanya untuk melenyapkan penasaran Ayah dan Ibuku! Bebaskan Han Beng, aku yang bertangung jawab! Kalau engkau memang jantan, biarkan aku bertanding mengadu nyawa dengan Ban-tok Mo-li, kemudian engkau boleh menandingiku dan mengeroyok aku kalau engkau berani!"
Dimaki dan dicela seperti itu, Hong ban hanya tersenyum mengejek. "Ha-ha-ha, enak saja kalian bicara. Kalian adalah tawanan kami, kalian tidak berdaya dan kamilah yang menentukan syarat, bukan kalian." Hong San tertawa-tawa mengamati pedang tumpul buruk milik Bu Giok Cu yang dirampasnya. Pedang itu butut dan tumpul, sama sekali tidak menarik, namun dia tahu bahwa itu adalah sebatang pedang pusaka yang ampuh. Memang, Seng-kang-kiam (Pedang Baja Bintang) milik Bu Giok Cu itu adalah sebatang pedang yang langka, pemberian dari Hek Bin Hwesio.
"Hemmm, agaknya kalian saling mencinta. Kalian saling berebut untuk mengorbankan diri asal yang lain dibebaskan. Mengagumkan sekali. Cinta kasih seperti itu jarang ditemui di jaman ini ha-ha-ha!" Kembali Hong San tertawa. Dia sengaja bersikap demikian karena di ingin sekali mengambil hati dua ora muda yang dia tahu amat lihai itu. Mereka berdua itu jauh lebih lihai dibandingkan semua pembantunya. Kalau saja Si Han Beng dan Bu Giok Cu mau membantu dia, tentu kedudukannya akan menjadi semakin kuat dan dia tidak akan takut menghadapi siapapun juga.
Mendengar ucapan itu, wajah Bu Giok cu menjadi kemerahan. Juga Han Beng merasa betapa jantungnya berdebar keras. Betapa tepatnya ucapan Hong yang tentu saja hanya merupakan ejekan itu. Dia memang mencinta Giok Cu dan akan rela mengorbankan nyawanya untuk keselamatan gadis itu. Akan tetapi dia juga marah sekali karena tahu bahwa ucapan itu tentu saja merupakan hal yang amat memalukan Giok Cu, bahkan juga menghina.
"Maaf, Can Kongcu. Gadis itu pernah menjadi sahabatku, oleh karena itu, kalau Pangcu memperbolehkan, serahkan saja kepadaku. Aku cinta padanya dan aku akan membujuknya agar ia suka bekerjasama dengan kita." kata Ji Ban To, pemuda kurus kering bermuka pucat, murid Ouw Kok Sian yang dahulu pernah menggoda Giok Cu itu.
"Berikan saja kepadaku, Can Kong-cu. Aku sanggup menundukkan Giok Cu!" seru Siok Boan pemuda yang gendut dan mukanya seperti kanak-kanak itu. Dia murid dari Lui Seng Cu yang menjadi Kauw-cu dari Thian-te-kauw. "Kepadaku saja, Can Kongcu! Aku dapat membikin ia jinak!" teriak pula Poa Kian So, sute dari Siok Boan, yang berhidung pesek dan bertubuh pendek. Memang dua orang murid dari Lui Seng Cu ini pernah tergila-gila kepada Giok Cu ketika gadis ini masih menjadi murid han-tok Mo-li, seperti juga Ji Ban To.
"Aih, sungguh kalian bertiga tidak tahu diri!" kata Siangkoan Tek, pemuda putera Siangkoan Bok yang juga menjadi pembantu utama di dalam perkumpulan Thian-te-pang itu. "Akulah yang pantas menjadi suami Bu Giok Cu. Can Kongcu berikan saja ia kepadaku!"
Melihat betapa empat orang pera pembantunya itu memperebutkan Giok Cu, Hong San tertawa. "Ha-ha-ha, engkau mendengar sendiri, Giok Cu dan Han Beng. Hanya ada dua pilihan bagi kalian. Pertama, kalian menakluk kepa kami dan berjanji menjadi pembantu kami yang setia, berjuang bersama kami dan mendapatkan kedudukan yang terhormat dan mulia. Dan ke dua, kalau kalian menolak, terpaksa aku membiarkan empat orang pemuda yang sudah tergila-gila kepada Giok Cu ini untuk memilikinya, mempermainkannya sepuas ha nya mereka di depan matamu, Han Beng. Mereka akan memperkosanya sampai gadis yang kaucinta ini mati di depan matamu, kemudian barulah kami akan menyiksamu sampai mati. Nah, kalian pilih yang mana?"
"Aku pilih mati daripada harus takluk padamu!" bentak Giok Cu dan tiba-tiba gadis itu mengerahkan tenaga dan bersama kursinya sudah meloncat ke depan. Ji Ban To yang ingin berjasa tertubruk untuk menangkapnya, akan tetapi gadis itu bersama kursinya menerjang ke arahnya dengan kekuatan hebat.
"Bresssss !" Ji Ban To mengaduh dan tubuhnya
terjengkang, bergulingan di terjang gadis yang masih terbelenggu kaki tangannya pada kursi itu! "Itu pula jawabanku, keparat!" Han Beng berseru dan dia pun meniru perbuatan Giok Cu. Tubuhnya yang masih terbelenggu pada kursinya itu menerjang ke depan, ke arah Can Hong San. Akan tetapi pemuda sakti ini dengan mudah mengelak sambil menggerakkan kaki menendang sehingga tubuh Han Beng yang tidak mampu menggerakkan kaki tangan Itu terpental ke samping oleh tendangan itu. Siangkoan Tek yang mencabut pedang menubruk ke arah Han Beng dan menyerang dengan bacokan ke arah perut pemuda yang terbelenggu itu. Han Beng melihat kesempatan baik sekali. Diam-diam dia mengerahkan sin-kang sepenuhnya untuk melindungi kakinya dan ketika pedang menyambar, dia malah menyambut dengan kaki yang terbelenggu, pedang itu membabat belenggu ke kakinya. Pedang itu berkelebat.
"Brettttt!" Kain celana dan belenggu itu terbabat putus, dan kulit kaki kanan Han Beng tergores sedikit karena sudah dilindungi kekebalan. Kedua kakinya bebas! Han Beng meloncat dan sekali kaki kirinya menendang, tubuh Siangkoan Tek terlempar sampai lima meter jauhnya dan terbanting keras. Padahal Siangkoan Tek memiliki tingkat kepandai yang cukup tinggi. Namun tendangan tadi merupakan tendangan yang khas dari ilmu silat Hui-tiauw Sin-kun sehingga Siangkoan Tek yang sudah memandang rendah lawan yang terbelenggu itu terkena tendangan. Untung yang tertendang pahanya sehingga dia tidak sampai terluka parah, hanya nyeri dan terkejut saja.
Dua orang tawanan itu mengamuk. Han Beng yang sudah bebas kedua kakinya, walaupun kedua tangan masih terbelenggu dan kursi itu masih melekat dipunggung, mengamuk dengan tendangannya dangan kedua kakinya. Giok Cu juga mengamuk. Gadis ini masih terbelenggu kaki tangannya pada kursi, akan tetapi kursi itu menerjang ke sana- sini dengan ganasnya!
Betapapun juga, dua orang tawanan ia tidak dapat bergerak leluasa dan di situ terdapat banyak orang lihai. Kalau Hong San dan para pembantunya menghendaki, tentu tidak terlalu sukar bagi mereka untuk menghentikan amukan duia orang itu dengan serangan yang mematikan.
"Jangan bunuh mereka!" beberapa kali Hong San berseru. 'Tangkap dan lumpuhkan saja. Aku masih belum selesai dengan mereka!" Dalam seruannya ini terkandung kemarahannya. Dia akan menyikat dua orang musuh itu sepuas hatinya sebelum membunuhnya.
Hong San dan para pembantunya kini mengepung dua orang tawanan yang mengamuk itu dan kini baik Han Beng maupun Giok Cu menjadi bulan-bulanan kemarahan mereka. Mereka itu memukul, menendang dan dua orang itu terbanting-banting dan terguling-guling bersama kursi mereka. Dalam keadaan terbelenggu pada kursi itu, tentu saja gerakan mereka tidak leluasa sama sekali. Namun mereka adalah dua orang muda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, memiliki tenaga dalam yang kuat sekali sehingga biarpun kaki tangan mereka terbelenggu, namun luncuran tubuh mereka dengan kursi itu masih berbahaya bagi lawan.