Jilid 18
Hong San tertawa mengejek. "Wah, kiranya kalian adalah pemberontak-pemberontak?"
"Kalian memang benar! Para pembesar lalim yang melaksanakan pengumpulan tenaga pekerja terusan, memang patut dibasmi!" tiba-tiba Giok Cu berkata dan hal ini diam-diam mengejutkan hati Hong San. Kiranya gadis perkasa ini pun setuju dengan para pemberontak itu! Dia sendiri sebetulnya tidak perduli akan pemberontakan terhadap pemerintah. Dia hanya akan bertindak demi keuntungan diri sendiri. Dan apa untungnya menentang pemerintah? Akan tetapi karena dia melihat betapa gadis itu membenarkan mereka yang menentang pemerintah, dia pun pura-pura setuju.
"Memang, para pembesar itu menjemukan sekali, korup dan tukang menerima sogokan, mereka menindas rakyat untuk menggendutkan perut sendiri!"mengangguk-angguk, walaupun dalam hatinya berbisik bahwa apa salahnya dengan perbuatan seperti itu? Semua orang di dunia ini mencari kesenangan bagi diri sendiri!
Mendengar ucapan dua orang muda yang tadi mereka saksikan sendiri keIihaiannya, orang-orang yang menamai dirinya pejuang rakyat itu merasa gembira sekali. Mereka lalu mengundang Giok Cu dan Hong San untuk berkunjung ke tempat tinggal pimpinan mereka untuk berkenalan.
"Beng-cu (Pimpinan Rakyat) akan merasa gembira sekali kalau dapat bertemu dan berkenalan dengan Ji-wi yang gagah perkasa, yang tadi telah membantu kami."
Sebetulnya Hong San tidak tertarik akan tetapi karena Giok Cu ingin sekali tahu lebih banyak tentang orang-orang yang dianggapnya gagah perkasa dan berjiwa patriot, pembela rakyat tertidas itu, ia menerima undangan mereka dan dengan sendirinya Hong San menerimanya. Pemuda ini tidak ingin segera berpisah dari gadis yang membuatnya tergila-gila itu. Maka, pergilah mereka berdua bersama tiga orang pimpinan itu, menyusup-nyusup ke dalam hutan dan akhirnya mereka tiba di dekat sebuah bangunan darurat yang berdiri di tengah- tengah hutan, di tempat yang amat liar dan tak pernah didatangi, orang dari luar.
Bangunan darurat itu terjaga kuat dan di belakang bangunan itu terdapat sebuah dataran luas dimana terdapat banyak sekali pria yang sedang berlatih silat. Kiranya tempat ini menjadi sarang para pemberontak yang menamakan diri mereka pejuang rakyat itu. Dan memang harus diakui bahwa banyak pula penduduk dusun, terutama mereka yang masih muda, yang melarikan diri karena tidak mau dijadikan pekerja paksa, di tampung oleh gerombolan ini dan menjadi anggauta "pejuang". Dipandang sepintas lalu, memang mereka pantas dinamakan pejuang yang hendak membela rakyat dari penindasan para pembesar yang menyalahgunakan perintah dari istana dalam hal pembuatan terusan itu. Giok Cu sendiri tertarik dan merasa kaget kepada mereka, maka ia mau diajak kesitu untuk bertemu dan berkenalan dengan orang yang menjadi beng-cu (pemimpin rakyat), yaitu yang memimpin gerakan membela rakyat tertindas itu.
Di dekat bangunan besar terdapat pula banyak pondok yang didirikan oleh para anggauta pemberontak, bahkan terdapat pula banyak wanita dan kakan-kanak, yaitu keluarga dari mereka yang terpaksa melarikan diri, yang dikejar-kejar petugas untuk menjadi pekerja paksa. Melihat ini, Giok Cu merasa makin suka kepada mereka. Ia teringat akan keadaan dirinya sendiri. Orang tuanya juga terpaksa melarikan diri dusun mereka. Mendiang ayahnya, Hok Gi, adalah seorang pejabat lurah Kiong-cung, di tepi Huang-ho. Karena ayahnya itu dipaksa oleh pembesar atasan untuk mengumpulkan semua pemuda dusun itu agar menjadi pekerja paksa, ayahnya merasa tidak sanggup dan diam-diam melarikan diri karena dia tahu akan kegagalan atau ketidaksanggupan itu tentu akan berakibat hukuman berat baginya. Dalam pelarian ini, ayahnya dan ibunya tewas oleh. Liu Bhok Ki! Sampai
sekarang, ia belum berhasil menemukan Liu Bhok Ki yang membunuh ayah dan ibunya! Karena persamaan nasib itulah maka diam-diam Giok Cu merasa suka kepada para pemberontak ini.
Mereka memasuki rumah dan setelah tiga orang pimpinan para penyerang kereta Liu Tai-jin tadi melaporkan ke dalam, Giok Cu dan Hong San dipersilakan masuk ke dalam ruangan belakang, sebuah ruangan yang luas dan di situ ketulan sedang diadakan pertemuan tara para pimpinan pejuang dan berapa orang suku bangsa Hui. Di atas meja panjang sederhana terdapat hidangan sederhana dan arak, dan ada sembilan orang duduk mengepung meja panjang, saling berhadapan dan suasananya cukup gembira dan bersemangat.
Ketika dua orang muda itu memasuki ruangan, sembilan orang yang sudah menerima laporan itu segera bangkit berdiri dengan sikap hormat. Seorang diantara mereka, seorang laki- laki yang usianya kurang lebih enam puluh empat tahun, segera berkata dengan suara nyaring.
"Selamat datang, dua orang Saudara Muda yang lihai. Kami girang sekali mendengar bahwa Ji-wi (Anda Berdua) telah membantu anak buah kami. Silakan Ji-wi mengambil tempat duduk!"
Giok Cu dan Hong San mengangguk dan mengucapkan terima kasih, lalu mereka mengambil tempat duduk yang masih kosong, menghadapi kakek yang bicara tadi. Setelah mereka duduk, sembilan orang itu pun duduk dan kakek tinggi kurus yang wajahnya menyeramkan itu segera menuangkan arak kedalam dua cawan bersih dan memberikannya kepada dua orang tamu muda itu. "Saudara sekalian, mari kita memgucapkan selamat datang kepada orang pendekar muda ini! Ji-wi, silakan minum dan menerima ucapan selamat datang dari kami!" Berkata demikian, dia berdiri mengangkat cawan arak, diturut oleh delapan orang lain dan terpaksa Liok Cu dan Hong San juga mengangkat cawan arak mereka dan meminumnya.
Giok Cu dan Hong San juga mem¬perkenalkan diri dan Kim-bwe-eng Gan Lok berkata sambil tersenyum. "Kunjung Ji- wi sungguh menambah kegembiraan kami. Kami mendengar bahwa Ji-wi memiliki ilmu kepandaian tinggi sekali dan
.agaknya Ji-wi juga membenci para pembesar yang menindas rakyat jelata. Kami akan menerima dengan penuh kegembiraan kalau Ji-wi suka bekerja sama dengan kami."
Giok Cu mengerutkan alisnya. "Hem, untuk bekerja sama, aku harus lebih dahulu mengetahui benar apa maksud tujuan kalian, dan bagaimana pula kekuatan kalian yang berani menentang para pembesar, berarti akan berhadapan dengan pasukan pemerintah." Mendengar itu Hong San kagum dan mengangguk-angguk. Gadis yang diam-diam dipujanya itu ternyata juga amat cerdik.
Kim-bwe-eng Gan Lok tertawa bergerlak sehingga wajahnya yang menyeramkan itu sejenak nampak lucu. "Ha- ha-ha , Nona tidak perlu khawatir. Biarpun kami hanya kelihatan sebagai pelarian di hutan begini, namun sesungguhnya kedudukan kami kuat sekali. Di mana-mana kami mempunyai teman dan kalau dikumpulkan seluruhnya, anak buah kami mendekati lima ratus orang! Kami sudah berhasil merampas atau mencuri barang-barang berharga dari para pembesar korup, kami kumpulkan dan jumlahnya cu¬kup besar untuk membiayai ribuan orang pasukan yang akan kami bentuk. Selain itu, ada pula para saudara suku bangsa Hui yang mendukung gerakan perjuangan kami. Mereka sanggup mengerahkan sedikitnya dua ribu orang, dan juga mereka bersedia untuk menyumbangkan banyak emas yang mereka miliki!" Mendengar ini, diam-diam Hong San terkejut dan kagum. Demikian banyaknya harta terkumpul dan dia mulai tertarik. Ada harganya juga untuk dapat menjadi pimpinan dari gerakan menguntungkan ini.
"Kalian memperkuat diri dan hendak membentuk pasukan, bahkan dibantu oleh orang-orang suku bangsa Hui, apa maksudnya? Apakah hendak memberontak terhadap pemerintah, mengadakan perang melawan pemerintah?"
Menghadapi pertanyaan yang langsung dan berterang itu, Kim-bwe-eng Gan Lok nampak tertegun. Akan tetapi Kim- kauw pang Pouw In Tiong tertawa.
"Ha-ha-ha, Nona yang baik! Kalau bukan kami para pendekar yang turun tangan membela rakyat, siapa lagi yang akan peduli? Kalau pemerintah sudah mulai menindas rakyat jelata, jalan apalagi yang dapat kami tempuh selain memberontak? Kalau perlu, pemerintah ini digulingkan, diganti pemerintah baru yang tentu akan membahagiakan rakyat
"Hemmm, dan kalian yang akan jadi penguasa baru?" Giok Cu mendesak dengan alis berkerut.
"Kalau perlu! Ya, kalau perlu, kami para pendekar yang akan memimpin
pemerintahan yang bersih dan mendatangkan kemakmuran bagi rakyat jelata!" Akhirnya Kim-bwe-eng Gan Lok dapat bicara dengan suara lantang.
Giok Cu kini diam saja akan tetapi di alam hatinya timbul keraguan. Ia memang condong untuk menentang para penguasa setempat yang lalim, yang menyalahgunakan kekuasaan, memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa membangun waduk dan terusan. Akan tetapi hal itu bukan berarti harus memberontak dan mengobarkan perang terhadap pemerintah. Perang berarti kesengsaraan baru bagi rakyat yang mungkin jauh lebih parah daripada kerja paksa itu sendiri. Ia ragu dan sangsi. Kesempatan itu dipergunakan oleh Hong San untuk bicara. Suaranya lembut dan halus, namun lantang sehingga terdengar jelas oleh semua orang yang berada di ruangan itu, bahkan para petugas jaga di luar ruangan itu pun ikut mendengarkan.
"Aku dapat menghargai usaha kailan ntuk membebaskan rakyat dari penindasan. Akan tetapi, untuk dapat melawan pasukan pemerintah, selain harus me¬miliki modal emas yang banyak untuk persiapan melatih pasukan, dan memiliki jumlah pasukan yang kuat, juga harus pula memiliki pimpinan yang cakap, Tidak tahu, syarat apa yang menentukan orang diangkat menjadi pimpinan dari gerakan yang mulia ini?" Berkata demikian, dengan sinar mata tajam menyelidik, Hong San memandang bergantian kepada beng-cu dan wakilnya itu. orang pimpinan itu saling pandang, terdengar suara Kim-bwe- eng Gan tertawa disambung suaranya yang Lantang.
"Ha-ha-ha, pertanyaanmu sungguh lucu, orang muda yang gagah perkasa. Syarat apa yang menentukan orang diangkat menjadi pimpinan dalam perjuangan membela rakyat ini? Tentu saja dia harus cerdik, bijaksana, gagah perkasa memiliki pengalaman yang matang dan luas!"
"Hanya itu saja, Paman Gan Lok? engkau melupakan syarat yang terutama dan mutlak penting!"
Ketua persekutuan pemberontak Itu mengerutkan alisnya. Pemuda itu boleh jadi lihai ilmu silatnya, akan tetapi sikapnya tidak menyenangkan, tidak mau Menghormati tuan rumah dengan sebutan Beng-cu". "Hemmm, orang muda, apa maksudmu dengan syarat yang terutama itu?”
"Untuk memimpin rakyat dalam masa damai, memang dibutuhkan pemimpin yang sudah berusia lanjut karena orang tua lebih teliti, sabar dan tekun. Akan tetapi, memimpin rakyat dalam masa perang, dibutuhkan seorang pemimpin yang masih muda, penuh semangat yang Menggebu, barulah diharapkan perjuangan akan berhasil baik!"
"Orang muda she Gan, kata-katamu sayang sekali kurang tepat!" bantah Kim-bwe-eng Gan Lok yang mulai merasa panas perutnya. "Dalam perjuangan, semangat besar saja tidak ada gunanya tanpa diimbangi kepandaian yang tinggi. Seorang pemimpin muda, biarpun semangatnya menggebu, jelas kepandaiannya belum matang dan pengalamannya belum luas sehingga perjuangan itu akan gagal."
"Keliru sama sekali pendapat Paman Gan itu!" Hong San membantah suaranya juga nyaring walaupun wajahnya masih berseri Jenaka. "Biarpun berpengalaman, mana mungkin seorang yang sudah tua dapat menjadi seorang yang gagah perkasa dan kuat? Semangatnya juga pasti sudah layu dan apa yang dapat diharapkan dari pimpinan yang tua loyo? Tentang kepandaian, belum tentu yang muda kalah oleh yang tua. Hal ini perlu dibuktikan. Aku yang masih muda ini, belum tentu kalah melawan orang-orang tua seperti kedua Paman yang menjadi ketua dan wakil ketua di sini!”
Mendengar ucapan yang mengandung tantangan ini, Kim- kauw-pang (Tongkat Monyet Emas) Pouw ln Tiong yang wataknya angkuh itu menjadi marah dan tidak dapat menahan kesabarannya lagi. Dia sudah bangkit berdiri dan tubuh yang gendut pendek itu sama sekali tidak mengesankan ketika dia marah. Namun suaranya menggeledek karena dalam kemarahannya dia telah mengerahkan Khikang dari perutnya, dan matanya melotot mengeluarkan sinar berapi.
"Bocah she Can! Sungguh engkau sombong dan suka berlagak. Biarpun belum tentu aku Kim-kauw-pang Pouw In Tiong dapat mengalahkanmu, akan tetapi jangan dikira aku takut. Mari, coba bukti-bahwa omonganmu tadi bukan bual belaka!" Berkata demikian, Si Pendek gendut ini sudah melompat ke tengah dengan sambil memutar tongkatnya. Tongkatnya itu setinggi tubuhnya dan berlapis emas sehingga ketika diputar berubah menjadi payung emas yang lebar.
Giok Cu mengerutkan alisnya. Sebetulnya ia tidak setuju dengan sikap yang diperlihatkan Hong San tadi. Mereka datang sebagai tamu yang dihormati, akan tetapi pemuda bercaping lebar itu malah mengeluarkan kata-kata yang mengandung celaan dan tantangan dengan sikap memandang rendah terhadap tuan rumah. Akan tetapi karena ia pun tidak mempunyai hubungan apa pun dengan Hong San, ia merasa bahwa segala tingkah laku pemuda itu tidak ada sangkut pautnya dengan dirinya. Ia lupa bahwa datang dan bergerak di samping Hong San sehingga pihak tuan rumah menganggapnya sebagai sekutu atau kawan baik pemuda itu. Giok Cu diam dan ingin menyaksikan bagaimana perkembangan selanjutnya setelah Hong San ditantang mengadu ilmu oleh Kim-kauw pang Pouw In Tiong. Ia pun ingin melihat bagaimana lihainya Hong San dan bagaimana wakil ketua para pemberontak akan mempertahankan kehormatan dirinya sebagai seorang tokoh yang dipilih sebagai wakil ketua, la tidak akan mencampuri urusan mereka.
Ditantang oleh wakil ketua itu, Hong San tersenyum. Memang inilah yang kehendakinya. Begitu tadi mendapat keterangan akan kekayaan yang dimiliki gerombolan pemberontak ini, hatinya sudah merasa amat tertarik, apalagi terdapat kemungkinan kemenangan besar dimana para pemimpin mendapat kesempatan untuk merebut tahta kerajaan. Betapa muluknya! Inilah yang dicarinya kekayaan besar dan kedudukan tinggi, dua hal yang dahulu juga dikejar- kejar mendiang ayahnya. Dia tahu bahwa ayahnya tidak pernah berhasil karena ayahnya mencarinya melalui jalan yang biasa dilalui golongan sesat. Dia sendiri harus mengubah siasat itu. Dia tidak ingin sekedar menjadi pimpinan golongan hitam yang selalu dimusuhi pemerintah. Kalau saja dia mendapatkan kedudukan tinggi dalam pemerintahan! Maka, melihat kemungkinan, betapapun kecilnya bsgi gerakan ini untuk merampas kedudukan dan kelak menjadi pemimpin- pemimpin yang menguasai pemerintahan, ia tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu. Dengan sikap tenang sekali, senyum tak pernah meninggalkan bibirnya, bangkit dan menoleh ke arah Giok Cu, seolah hendak minta persetujuannya atau hendak melihat bagaimana sikap gadis yang amat menarik hatinya itu. Akan tetapi, Giok Cu bersikap acuh saja, maka dia pun lalu melangkah dan menghsmpiri orang yang menantangnya.
Hong San melihat betapa banyak anak buah gerombolan pemberontak itu, juga orang-orang Hui yang puluhan orang banyaknya berada di luar, demikian ia pula Yalami Cin kepala suku Hui yang hadir di situ, kini menaruh perhatian. Mereka menonton dengan sikap tegang dan tertarik. Dia pun tersenyum, Inilah kesempatan baik baginya untuk memperlihatkan kepandaian dan menciptakan kesan yang baik, kalau dia ingin berhasil mendapatkan kedudukan seperti yang dikehendakinya.
"Paman Pouw In Tiong, sama sekali aku bukan sombong atau berlagak. Aku berbicara sejujurnya saja karena aku merasa kagum kepada semua saudara, yang telah berani melawan pemerintah yang menindas rakyat. Justeru karena aku kagum dan suka, maka aku ingin melihat pasukan pejuang yang kokoh kuat, dipimpin oleh orang-orang yang tepat, bukan oleh orang-orang tua yang sepantasnya hanya menjadi penasehat dibelakang saja. Kalau Paman masih penasaran dan hendak membuktikan kebenaran omonganku, silakan!" berkata demikian Hong San sudah mengeluarkan pedang dan sulingnya. Dengan lagak seorang pendekar yang gagah perkasa, dia pun memasang kuda-kuda, menyilangkan pedang dan suling di depan dada, tersenyum dan nampak tenang dan memandang rendah sekali.
Makin panas rasa hati Pouw In Tiong. adalah seorang pendekar yang terkenal kelihaiannya, nama julukannya sudah dikenal di dunia persilatan, terutama di sepanjang lembah Huang-ho sebelah selatan. Jarang ada ahli silat yang akan mampu menandingi tongkatnya yang berlapis emas itu. Selama bertahun-tahun ini, hanya Kim-bwe-eng Gan Lok saja yang mampu menandingi dan mengalahkannya ketika kelompok pejuang itu mengadakan pemilihan ketua. Akhirnya, Gan Lok yang terpandai dipilih menjadi ketua dan dia menjadi orang nomor dua, di samping masih ada belasan orang pembantu yang kesemuanya tidak ada yang dapat mengungguli ilmu kcpandainnya. Dia dihormati oleh ratusan orang anak buah persekutuan mereka, bahkan dihormati Yalami Cin, ke suku Hui yang mempunyai anak buah ribuan orang. Dan sekarang, seorang pemuda ingusan yang memiliki sedikit ilmu silat saja berani menghina dan menantangnya, mengatakan bahwa dia Gan Lok tidak tepat menjadi pemimpin para pejuang!
"Bocah she Can! Kalian datang sama Nona ini sebagai tamu dan kami hormati. Akan tetapi sekarang engkau menantang kami. Aku peringatkan bahwa kalau aku sudah menggerakkan Kim-kauw pang ini untuk menyerang orang andai kata orang itu tidak mati pun, sedikitnya tentu akan patah tulang dan terluka. Aku tidak ingin dikatakan sebagai orang yang mencelakai tamunya!"
Mendengar ucapan wakil ketua dari persekutuan pejuang itu, Giok Cu merasa tidak enak juga. Maka cepat ia berka "Hendaknya semua orang mengetahui bahwa kedatanganku bersama Saudara Can hanya kebetulan saja. Di antara kami tidak ada hubungan persahabat kami pun merupakan orang- orang yang baru saja bertemu dan berkenalan, oleh karena itu, apa yang dia lakukan bukanlah tanggung jawabku. Harap aku tidak di ikut-ikutkan!" lalu cepat ia menambahkan, "Aku pun bukan seorang tamu yang suka menghina tuan rumah yang telah Menerimaku dengan baik. Pernyataanku ini sejujurnya, bukan berarti aku takut menghadapi apa dan siapa pun."
Wajah Hong San menjadi agak kemerahan mendengar ucapan gadis itu. Akan tetapi, karena memang kenyataannya demikian, dia pun hanya tersenyum, lalu berkata halus, "Nona Bu memang tidak ada sangkutannya dengan keinginanku menguji kepandaian para pimpinan pejuang. Paman Pouw, jangan khawatir, tidak akan ada yang menuduhmu tuan rumah yang mencelakai tamunya, karena tongkatmu itu sama sekali tidak akan mampu melukai aku, apalagi Menjatuhkan aku. Majulah dan buktikan sendiri!"
Biarpun ucapan ini nadanya halus, namun tetap saja masih mengandung ejekan yang memandang rendah. "Bagus, Can Hong San, lihat tongkatku!" bentak Pouw In Tiong yang memang wataknya angkuh dan keras. Tongkat yang diputar- putar seperti payung itu kini menjadi sinar bergulung-gulung dan tiba-tiba mencuat ke arah Hong San dengan kecepatan kilat dan terdengar suara mengaung tanda bahwa tongkat itu memang berat dan berbahaya sekali.
Biarpun sikapnya memandang rendah kepada lawan, namun Hong San yang cerdik sekali itu sama sekali tidak memandang rendah, bahkan dia bersikap hati-hati dan tenang. Sikapnya memandang rendah tadi hanya merupakan pancingan agar dapat memperoleh jalan memperlihatkan kepandaiannya dan menundukkan para pimpinan persekutuan itu.
"Tranggggg. !" Bunga api berpijar ketika ujung tongkat
bertemu pedang. Dalam pertempuran tenaga ini, Hong San sengaja hendak mengukur sampai dimana kekuatan lawan, maka dia hanya mengerahkan tiga perempat tenaganya saja. Dan akibat benturan tenaga melalui senjata mereka, keduanya terhuyung kebelakang. Melihat kenyataan ini, Pouw In Tiong terkejut sekali. Dia telah menyerahkan semua tenaganya, namun ketika pemuda itu menangkis, dia sampai terhuyung dan telapak tangannya terasa panas. Walupun pemuda itu juga terhuyung, namun hal ini sudah membuktikan bahwa pemuda itu memang memiliki tenaga yang sama kuatnya dengan dia. dilain pihak, Hong San tersenyum dan merasa girang. Dia tahu bahwa tenaganya lebih kuat. Kembali Pouw In Tiong menyerang, sekali ini menggerakkan tongkatnya dengan cepat dan dia memainkan ilmu tongkat Kim-kauw-pang-hoat yang kabarnya merupakan ilmu tongkat yang hebat, warisan dari ilmu tongkat yang dimainkan oleh Sun Go Kong Si Raja Monyet! Di dalam cerita dongeng See-yu terdapat seorang tokoh monyet dewa bernama Go Kong yang amat sakti. Sun Go Kong ini memiliiki tongkat emas yang disebut Kim-kauw-pang. Benar atau tidak ilmu tongkat yang dimainkan Pouw In long itu warisan dari Sun Go Kong, tidak ada yang tahu karena Sun Go Kong pun hanya merupakan seorang tokoh dalam dongeng saja, dongeng tentang perjalanan seorang pendeta Buddha melakukan perjalanan dari Tiongkok ke India dan di sepanjang perjalanan bertemu dengan siluman-siluman yang mengganggunya. Dongeng tentang konflik antara kebaikan dan kejahatan, tentang setan-setan dan dewa-dewa.
Namun, diam-diam Hong San harus mengakui bahwa memang tongkat ditangan Si Gendut Pendek itu berbahaya sekali. Ilmu tongkat yang dimainkann amat tangguh, mempunyai gerakan yang kuat dan cepat. Bagaimanapun juga, karena tingkat kepandaiannya lebih tinggi dengan mudahnya dia mampu menghindarkan semua serangan tongkat, bahkan melakukan pembalasan dengan pedang diseling oleh totokan-totokan suling di tangan kiri.
Yang merasa terkejut sekali adalah Kim-kauw-pang Pouw In Tiong. Setelah bertanding selama dua puluh lima jurus belum juga dia mampu mengalahkan lawannya. Apalagi kini dia merasakan betapa setiap kali tongkatnya bertemu pedang, tangannya tergetar semakin keras beberapa kali hampir saja ujung sulingberhasil menotok jalan darahnya sehingga dia terpaksa melempar tubuh kebelakang untuk menyelamatkan diri. Nafasnya sudah mulai memburu. Maklum, usianya yang sudah enam puluh empat tahun itu tentu saja tidak dapat disamakan dengan daya tahannya dua tiga puluh thun yang lampau. Sedangkan lawannya Ialah seorang yang masih muda belia, maka jelaslah kalau mengandalkan daya tahan dan pernapasan, dia akan kalah!
"Singggggg ......... brettt. !" Kim-kauw-Pang Pouw In
Tiong terkejut bukan main dan dia terhuyung. Ujung bajunya terpotong oleh sambaran pedang! Dalam keadaan terhuyung, dia masih dapat mengerakkan tongkatnya menyerang dengan sambaran ke arah kepala lawan, serangan yang juga dimaksudkan agar lawan tidak dapat mendesak dia yang sedang terhuyung. Akan tetapi, Hong San sudah menyelipkan suling di ikat pinggangnya dan dengan tangan kirinya, dia menyambut tongkat yang gerakannya tidak begitu kuat lagi. Dia berhasil menarik menangkap ujung tongkat, ditariknya dengan pengerahan tenaga sehingga pemilik tongkat itu ikut tertarik. Kalau Hong San menghendaki, dalam keadaan seperti itu, sekali menggerakkan pedangnya tentu dia akan dapat merobohkan lawan bahkan membunuhnya seketika, tetapi dia terlalu cerdik untuk berbuat seceroboh itu. Pedangnya tidak digerakkan, akan tetapi kakinya yang bergerak menyambar ke depan dalam sebuah tendangan yang terarah.
"Desssss!!" Tubuh wakil ketua terlempar dan tongkatnya berpindah tangan.
Kim-kauw-pang Pouw In Tiong meringis dan merangkak, berusaha utuk bangun. Melihat ini, Kim-bwe-eng Lok menjadi marah sekali. Melihat wakilnya dirobohkan tamu, tanpa alasan dia merasa terhina dan dia pun sudah bangkit berdiri.
"Orang muda she Can, engkau sungguh keterlaluan. Karena tamu sudah melakukan pelanggaran, aku sebagai tuan rumah terpaksa harus memberi hajaran!" Dia sudah melolos senjatanya yang ampuh, yaitu sebatang golok yang gagangnya dipasangi rantai besi yang panjangnya ada dua meter, rantai yang tadinya melilit pinggangnya. Juga dia memasang¬kan sabuk tempat penyimpanan belasan batang pisaunya. Ketua ini dijuluki Kim bwe-eng (Garuda Ekor Emas) karena dia pandai mempergunakan senjata rahasia pisau terbang yang bentuknya seperti 4 ekor burung dan berwarna merah. Pisau-pisau itu disimpan di sabuk dan dapat pergunakan setiap saat dan kabarnya, ketua ini memiliki kepandaian yang didisebut Pek-pouw-coan-yang (dalam jarak seratus kaki mengenai sasaran), bahkan ada yang bilang bahwa sambitan pisau terbang dari ketua ini tidak pernah tidak mengenai sasaran!
Dengan sikap tenang, Hong San sudah siap menghadapi lawan ke dua yang dia tahu tentu lebih kuat itu. Akan tetapi, sebelum Kim-bwe-eng Gan Lok menghampiri lawan yang berdiri di tengah ruangan, tiba-tiba muncul tiga orang diambang pintu dan seorang di antara mereka berseru, "Tidak perlu Gan Pan (Ketua Gan) sendiri yang turun tangan. Biarkan kami memberi hajaran kepada bocah sombong yang masih berhutang pukulan kepada kami!"
"Baik, Kim-bwe Sam-houw, kalau kalian hendak mewakili aku menghajar bocah kurang ajar ini, silakan!" kata Sang Ketua yang duduk kembali.
Hong San menengok dan melihat tiga orang berpakaian kuning yang pernah ditemuinya di rumah makan Ho-tin, tersenyum. "Wah, kiranya tiga ekor lalat dari rumah makan telah terbang pula sini?"
Mendengar ini, terdengar suara ledakan-ledakan cambuk dan tiga orang telah mencabut senjata cambuk mereka dan mereka kini menghadapi Hong San. Mereka adalah Kim-bwe Sam-houw Siong-an, tiga orang jagoan yang biasa menjadi anak buah sewaan dari Can Taijin. Seorang di antara mereka, yang termuda dan bernama Loa Pin berusia tiga puluh lima tahun, sudah membentak marah.
"Orang muda yang sombong! Di rumah makan engkau telah menghina kami dan sekarang engkau berani membuat kacau sini? Engkau sungguh sudah bosan hidup!" katanya dengan suara lantang. Hemmm, perlu dibuktikan dulu siapa yang sombong dan siapa yang menghina orang. Di rumah makan, kalian sudah memperlihatkan tingkah sombong dan kurang ajar terhadap Nona Bu yang duduk di sana itu! Dan sekarang mendengar nama julukanmu, kembali kalian bersikap sombong terhadap Ketua Gan. Kalian berani menggunakan julukan Kim-bwe- houw (Harimau Ekor Emas). Nah, siapa yang sombong sekarang? Akan tetapi tidak mengapalah. Kalau kalian hendak bertiga mengeroyok aku, aku pun tidak gentar sama sekali!"
Semua orang terkejut, kecuali Giok Cu tentu saja. Semua orang tahu siapa adanya Kim-bwe Sam-houw dari Siong-ini. Mereka adalah tiga jagoan yang lihai, yang menjadi orang- orang kepercayaan Cang Tai-jin kepala daerah Siog-an. Tiga orang jagoan inilah yang menjadi utusan Cang Tai-jin kalau mengadakan hubungan dengan persekutuan mereka. Kim- bwe Sam-houw diutus oleh Cang Tai-jin untuk mencari keterangan kesitu ketika tadi mendengar bahwa usaha mereka untuk merampok Liu Taijin itu mengalami kegagalan. Diam- diam Cang Tai-jin mengadakan hubungan kerjasama dengan gerombolan pemberontak, biarpun pembesar itu sama sekali bukan seorang yang berjiwa patriot atau menderita karena melihat kehidupan rakyat yang sengsara tertindas oleh pemerintah yang mengerahkan tenaga rakyat untuk menjadi pekerja pembuat Terusan Besar. Sama sekali tidak, bahkan sebaliknya malah. Dia yang mendapat tugas untuk mengumpulkan tenaga, bahkan memeras rakyat. Biaya yang datang dari kotaraja masuk ke dalam gudang uangnya sendiri, sedangkan dengan kekuasanya, dia memaksa rakyat untuk menjadi pekerja paksa tanpa dibayar! Tidak, kala dia bersekutu dengan perkumpulan yang menamakan diri pejuang yang disebut Pauw-beng-pang (Perkumpulan Penjaga rakyat) itu, adalah karena dia melihat keuntungan-keuntungan di sana. Dia pun diam-diam menjadi sekutu perkumpulan itu. Kalau perkumpulan itu berhasil kelak sehingga dapat merebut kekuasaan, dia tentu akan kebagian kedudukan tinggi sebagai sekutu! Andaikata gagal pun, dia sudah mendapat keuntungan karena lain kedudukannya sekarang tidak akan diganggu, juga dia masih memperoleh bagian kalau terjadi perampokan harta para pembesar dan hartawan seperti mereka rencanakan bersama tadi. Dia menyogok Liu Taijin dengan maksud agar mendapatkan laporan baik ke atasan di kota raja, dan diam- diam dia menghubungi Pouw-beng-pang agar harta itu dirampok dan tentu dia pun akan memperoleh bagian.
Diam-diam Giok Cu mengerutkan alisnya dan merasa heran melihat munculnya tiga orang dari Siong-an ini. Dari sikap mereka ketika berada di rumah makan, yaitu selagi mereka marah-marah dan hendak menyerang Hong San, mereka seperti mati kutu dan tidak berani ribut-ribut karena ruangan restoran akan dipergunakan oleh Cang Tai-jin, ia sudah menduga bahwa tiga orang jagoan takut atau setidaknya segan kepada pembesar-pembesar itu. Akan tetapi bagaimana sekarang tahu-tahu mereka memiliki hubungan baik dengan para pemberontak yang memusuhi para pembesar? Apakah tiga orang jagoan memang merupakan mata-mata pihak pemberontak untuk menyelidiki keadaan para pembesar di kota-kota? Akan tetapi ia pun diam saja dan hanya menonton. Kini ia pun sudah dapat melihat betapa lihainya Can Hong San dan diam-diam, merasa kagum. Pemuda itu selain me miliki kepandaian tinggi, juga amat tabah dan berani. Di dalam sarang gerombolan yang demikian kuatnya, di mana tidak saja terdapat banyak orang pandai, akan tetapi juga memiliki anak buah yang amat banyak. Kalau mereka itu mengerahkan orang-orangnya melakukan pengeroyokan, sungguh amat berbahaya bagi keselamatan Hong San. Akan tetapi, Hong San kelihatan tenang saja, bahkan gembira seolah-olah dia sudah merasa yakin akan hasil baik akibat ulahnya itu. Kini pemuda itu berhadapan dengan Kim-bwe Sam-houw, dan Giok Cu diam-diam ingin sekali melihat bagaimana kelanjutan ulah pemuda itu. Sekali ini, setelah tadi menyaksikan kelihaian Hong San, diam-diam ia memperhitungkan bahwa walaupun tiga orang itu juga merupakan lawan berat, namun jelas bahwa pemuda itu akan mampu membela diri dengan baik dan bukan tidak mungkin akan dapat mengalahkan tiga orang lainnya itu pula. ooOOoo
Semua orang merasa terkejut dan juga penasaran mendengar pemuda itu menantang Kim-bwe Sam-houw untuk maju mengeroyoknya, walaupun mereka itu banyak yang merasa kagum kepada Hong San. Semua orang tahu bahwa tingkat kepandaian Kim-bwe Sam-houw itu masing-masing tidak jauh bedanya dengan tingkat kepandaian wakil ketua yang tadi kalah. Kalau mereka maju bersama, arti merupakan lawan yang tiga lebih berat daripada Kim-kauw-pang Pouw In Tiong!
Kim-bwe Sam-houw juga merupa orang-orang yang angkuh dan tinggi hati terlalu menghargai diri sendiri terlampau tinggi hati sehingga biasanya mereka memandang rendah kepada orang lain. Karena merasa diri sudah jarang ada yang dapat melawan itu, mereka pun ham pir tidak pernah maju bersama. Seorang saja dari mereka sudah jarang menemukan tanding. Akan tetapi, tadi ketika mereka datang, mereka sempat melihat betapa wakil ketua Pouw-beng-pang kalah oleh pemuda itu. Maka, tentu mereka pun merasa gentar kalau harus maju seorang demi seorang. Kini, mendengar pemuda itu menantang mereka untuk maju bersama mengeroyok tentu saja mereka menjadi girang. Mereka tidak perlu merasa kehilangan muka sekarang kalau maju bersama, karena mereka ditantang!
"Bagus! Orang muda yang sombong memang agaknya sudah nasibmu untuk mampus di tangan kami. Kami menerima tantanganmu untuk maju bersama'" Sambil berkata demikian, Thio Kwan, orang tertua dari mereka sudah menggerakkan cambuknya ke atas kepala, diikuti pula oleh dua orang temannya.
"Tar-tarrr-tarrrrr. !" Suara cambuk meledak-ledak di
udara dan nampak asap mengepul! Tiga orang yang berpakaian serba kuning itu sudah berpencar mengepung Hong San dari tiga penjuru, cambuk mereka meledak-ledak di atas, seperti tiga ekor singa yang siap menubruk domba yang berada di dalam kepungan mereka. Agaknya mereka seperti mengambil ancang-ancang untuk berlumba, siapa yang lebih dulu merobohkan lawan.
Hong San bersikap tenang namun penuh kewaspadaan. Dia berdiri tegak, sama sekali tidak tegang dan bahkan melemaskan seluruh tubuhnya, namun setiap lembar syarafnya siap menghadapi serangan dari mana pun datangnya. Pedang di tangan kanan dan suling di tangan kiri seolah-olah tak terasa lagi oleh kedua tangannya, seolah-olah kedua senjata itu telah menjadi bagian dari tangan. Tenaga sakti berputar-putar dalam pusarnya, siap dikirim ke mana saja bagian tubuh membutuhkan.
Tiba-tiba ada sinar emas menyambar dari arah kiri, menyambar bagaikan kilat dari angkasa, mengarah kepala Hong San. Pemuda yang sudah siap siaga memiringkan tubuhnya dan cambuknya menyambar tanpa suara itu memecut lewat. Akan tetapi segera disusul menyambarnya cambuk dari kanan dan dari depan. Namun, dengan gerakan yang amat gesit, Hong San dapat mengelak dari sambaran dua batang cambuk itu. Sebelum dia sempat berbuat sesuatu untuk membalas, cambuk pertama sudah menyambar lagi dan kini, tiga batang cambuk itu sambung-menyambung, menyerang bertubi-tubi tanpa memberi kesempatan kepada Hong San untuk membalas sama sekali! Hong San mempergunakan kesigapannya, dengan dasar gin- kang (ilmu meringankan tubuh) yang tinggi, tubuhnya lenyap menjadi bayangan yang berkelebatan di antara tiga gulungan sinar cambuk. Diam-diam dia terkejut juga. Kiranya setelah bekerja sama, tiga batang cambuk ini amat berbahaya, kalau dilanjutkan begini, dia selalu akan diserang dan tidak ada kesempatan lagi untuk membalas. Namun, Hong San adalah seorang yang amat cerdik. Sebentar saja dia sudah mendapat akal bagaimana agar dia dapat terlepas dari kepungan sinar cambuk itu. Dia melihat bahwa cambuk-cambuk itu hanya menyerang secara bergiliran dan dia tahu mengapa demikian. Kalau tiga batang cambuk yang panjang itu menyerang secara berbarengan ada bahayanya ujung cambuk-cambuk itu akan saling bertemu, bahkan saling belit sehingga akan merugikan mereka sendiri. Jelaslah bahwa kalau yang satu menyerang, yang dua lainnya hanya bersiap untuk menyusulkan serangan berikutnya andaikata serangan pertama itu dapat dielakkan oleh lawan. Dan ke mana pun Hong San mengelak, selalu dalam pengawasan dua orang yang lain agar dapat menyusulkan serangan berikutnya yang tepat.
Mula-mula Hong San mencoba untuk menggunakan pedangnya menangkis serangan dengan maksud membabat putus cambuk lawan. Akan tetapi, usahanya bukan saja gagal karena cambuk itu terbuat dari bahan yang kuat dan lembek tidak mungkin dibabat putus, bahkan hampir saja pedangnya terampas karena ujung cambuk, bagaikan ekor ular, telah membelit pedang itu dan baru setelah sulingnya digerakkan menghantam kearah cambuk, pedangnya dapat terbebas. Melihat betapa jalan satu-satunya hanyalah bahwa dia harus balas menyerang seketika, Hong San lalu mengubah siasatnya.
Begitu ada cambuk dari depan menyambar, Hong San bukan hanya mengelak melainkan meloncat dengan kecepatan kilat, tubuhnya mencelat ke atas dengan gerak tipu jurus ilmu silat Koai liong-kun (Silat Naga Siluman), tubuh yang mencelat ke atas itu tahu-tahu membalik dan menyerang kearah Loa Pin yang berdiri di sebelah kirinya. Loa Pin terkejut karena pada saat itu, yang mendapat giliran menyerang sesudah Thio wan adalah Cio Ban Hok yang berada di kanan. Disangkanya bahwa tadi pemuda itu meloncat ke atas untuk mengelak, akan tetapi siapa kira tiba-tiba suah menyerang kepadanya. Pada saat itu , cambuk di tangan Cio Ban Hok memang sudah meledak dan menyerang, akan tetapi ujung cambuk itu dapat tertangkis pedang Hong San, sedangkan sulingnya tetap menyerang dengan hebatnya ke arah kepala Loa Pin. Loa Pin tidak sempat menggerakkan senjatanya yang panjang, maka dia cepat pelempar tubuhnya ke samping untuk Menghindarkan serangan suling.
"Plakkkkk!" tetap saja suling itu sempat menghantam pangkal lengan kirinya dan dia pun roboh terbanting, lalu bergulingan dan ketika dia meloncat bangkit, dia merasa lengan kirinya nyeri bukan main dan sukar digerakkan!
Hong San juga sudah turun, dan pada saat itu, kembali cambuk dari Thio Kwan sudah menyambar ke arah kepalanya dengan amat cepat dan kuatnya. Seperti siasat yang berhasil tadi, Hong San menggunakan suling di tangan kirinya untuk menangkis, akan tetapi pada saat sulingnya dilibat ujung cambuk, sudah membalik dan secepat kilat menyerang Cio Ban Hok dengan pedangnya. Pedang menyambar ke arah leher dengan tusukan yang dahsyat. Cio Ban Hok kejut, dia yang sedang menanti saat untuk menyambung serangan Thio Kwan tiba-tiba berhadapan dengan tusukan pedang yang mengarah tenggorokannya. Cepat dia menggeser tubuh ke samping dan pergelangan tangannya sudah siap menggerakkan cambuk. Sementara dia belum mampu menyerang karena lawan terlampau dekat. Saat itu, kaki Hong San menendang ke arah perutnya Cio Ban Hok berusaha mengelak lagi, namun tetap saja pahanya terkena tendangan yang cukup keras.
"Bukkk!" Tubuhnya terpelanting dia cepat bergulingan agar tidak disusul serangan lawan yang amat tangguh itu setelah bergulingan lima meter lebih, baru dia meloncat bangun dengan muka berubah merah. Akan tetapi, dia dan juga Loa Pin sudah bersiap-siap lagi dan atas isyarat Thio Kwan, mereka mundur agak jauh, tetap mengepung dan tiba-tiba cambuk mereka meledak-ledak dan kini mereka menyerang berbareng kearah Hong San yang berada di tengah-tengah.
Hong San memutar pedangnya melindungi tubuhnya. Beberapa kali tiga batang cambuk yang menjadi keras oleh saluran tenaga sakti itu bertemu pedang dan membalik. Namun dengan menyerangan jarak jauh seperti ini, Hong San kembali menjadi tertekan karena dia tidak mempunyai kesempatan sama sekali untuk membalas serangan lawan. Pedang dan sulingnya tidak dapat mencapai tubuh lawan, sebaliknya tiga orang pengeroyoknya dapat menghujankan serangan dengan cambuk mereka yang panjang.
Kim-bwe Sam-houw juga merasa pe¬nasaran bukan main. Tadi, dua orang diantara mereka telah merasakan hajaran dan masih terasa nyeri oleh Cio Ban Hok dan Loa Pin, dan sampai sekarang, cambuk mereka belum juga mampu mengenai tubuh lawan. Apalagi melukainya, merobek baju pun tidak pernah dapat. Bahkan setelah mengurung dengan jarak jauh seperti itu, mereka tetap saja belum berhasil karena semua serangan ujung cambuk itu membalik begitu bertemu dengan pedang dan suling. Melihat ini tentu saja mereka bertiga menjadi makin marah dan penasaran.
Sejak tadi Giok Cu mengikuti jalannya pertandingan dan diam-diam ia merasa semakin kagum kepada Hong San. Pemuda itu memang hebat, pikirnya. Melihat cara pemuda itu mempergunakan sepasang senjatanya, dan caranya menghadapi pengeroyokan tadi sehingga berhasil mempergunakan siasat dan menghajar dua orang pengeroyok, menunjukkan bahwa pemuda itu selain memiliki ilmu silat yang tinggi, juga memiliki kecerdikan. Seorang lawan yang tangguh. Akan tetapi, penglihatannya yang tajam juga menemukan gaya silat golongan hitam dalam gerak silat Hong San, maka ia pun bersikap waspada, la baru saja mengenal Hong San, dan ia belum yakin benar bahwa pemuda itu seorang pemuda yang berjiwa pendekar, la menonton pertandingan itu juga untuk mengukur sampai di mana kepandaian Hong San dan ia mendapat kenyataan bahwa ia sendiri pun tidak akan mudah begitu saja dapat mengalahkan pemuda yang bercaping lebar itu. Yang mengagumkan, dia bertanding dengan caping bergantung di punggung dan biarpun beberapa kali caping yang melindungi punggung itu tersentuh ujung cambuk, namun tidak rusak. Tahulah ia bahwa caping itu pun bukan caping biasa, nielainkan merupakan perisai yang cukup kokoh!
Kembali Thio Kwan memberi isyarat kepada dua orang temannya dan mereka agaknya hendak mengubah siasat penyerangan. Kini mereka, dalam jarak masih tetap agak jauh, mulai berlari mengitari Hong San. Pemuda ini maklum bahwa kalau dia ikut berputar-putar, maka dia akan menderita kerugian. Kalau dia harus mengikuti dan mengimbangi mereka, dia akan dapat diserang kepeningan. Maka, melihat mereka itu lari-lari dan mengitari dirinya, dia berdiri tegak dengan kokoh, tidak bergerak, hanya kedua matanya dan dua telinganya saja dicurahkan utuk menghadapi segala kemungkinan.
Tiba-tiba tiga orang itu berhenti lari dan sekali tangan mereka bergerak tiga batang cambuk itu telah meluncur ke arah Hong San dan sekali ini sama sekali tidak mengeluarkan suara ledakan! Bagaikan tiga ekor ular panjang tiga batang cambuk itu menyambar. Hong San terkejut. Jelas bahwa cambuk-cambuk itu tidak menyerang dengan kekerasan dan kalau dia berani menangkis tentu pedang dan sulingnya dapat rampas dengan belitan yang sukar dilepaskan lagi. Dan cambuk itu datang dari tiga jurusan, dari atas, tengah bawah, sama sekali tidak memberi jalan keluar baginya. Melihat betapa tiga batang cambuk itu semua menyambar lembut ke arah pinggangnya, tahulah dia bahwa tiga orang pengeroyoknya itu hendak menangkapnya dengan libatan cambuk mereka pada pinggangnya, dan tentu ia ingin membelenggu pula kedua lengannya. Kalau dia mencoba mengelak, tentu satu di antara mereka tetap akan berhasil melibat pinggangnya dan yang lain mungkin melibat lengan- lengannya. Dia dapat akal. Diangkatnya kedua lengan pada saat ujung tiga batang cambuk itu menyambar dekat. Benar saja, ujung tiga batang sabuk itu menyambar pinggangnya, bagaikan tiga ekor ular yang panjang! Hong San yang amat cerdik itu memperlihatkan wajah terkejut. Tiga orang pengeroyoknya lalu cepat menarik cambuk masing-masing sehingga ujung cambuk-cambuk itu seperti diikat dengan kuat di pinggang Hong San.
Melihat pemuda itu memperlihatkan wajah kaget dan cemas, Thio Kwan pemimpin Kim-bwe Sam-houw yang merasa bahwa sekali ini mereka telah berhasil menguasai lawan, tertawa. "Ha ha ha, ah sombong. Engkau telah berada dalam kekuasaan kami! Engkau tak dapat melepaskan diri dan kalau kami menghendaki, cambuk kami akan dapat menyayat pinggangmu sampai putus!"
Hong San juga dapat memperhitutungkan bahwa ucapan itu bukan gertakan kosong belaka. Kalau mereka bertiga itu melepas lilitan cambuk sambil menarik dengan tenaga sin- kang yang dipadukan maka ujung cambuk-cambuk itu akan merupakan pedang tajam yang menyayat pinggangnya dan belum tentu dia akan mampu mempertahankan diri. Dia akan tewas, atau setidaknya, tentu akan menderita luka parah andaikata sin-kang kekebalannya mampu melindungi pinggangnya. Akan tetapi, siasatnya telah matang dan dia pun tertawa pula.
"Ha-ha-ha, kalian kira aku tidak akan mampu melepaskan diri?" Berkata demikian merupakan akal agar tiga orang mencurahkan perhatian dan mengerahkan segala daya untuk mencegah dia me lepaskan diri, dan belum akan timbul niat untuk membunuhnya dengan menyayat pinggangnya! Sekali kedua kakinya mengerahkan tenaga, tubuhnya lalu meloncat ke atas. Loncatan itu tentu akan dapat membawa tubuhnya tinggi sekali kalau saja tiga orang pengeroyoknya tidak cepat menarik cambuk mereka sehingga loncatan itu tertahan di udara dan saat inilah yang ditunggu oleh Hong San. Dia sudah menyimpan sulingnya dan me'ngambil capingnya yang tadinya tergantung di punggung. Kini, tangan kirinya meluncurkan caping itu ke bawah, caping itu berpusing cepat sekali dan meluncur ke arah Thio Kwan yang berada di depan Hong San. Benda berpusing itu mengeluarkan suara mendengung nyaring, menyambar ke arah leher Thio Kwan. Tentu saja dia terkejut bukan main dan ketika dia merendahkan dirinya, benda berpusing itu melewati atas kepalanya dan melayang ke arah orang kedua, yaitu Cio Ban Hok! Dia pun merendahkan tubuh dan benda itu terus melayang kearah Loa Pin yang juga dapat mengelak, akan tetapi benda itu terus melayang berputar-putar sambil berpusing cepat.
Pada saat itu, Hong San sudah menggerakkan pedangnya, mengerahkan tenaganya membabat ke arah tiga batang cambuk yang membelit pinggangnya selagi tubuhnya mulai turun ke bawah.
"Brettttt. !" Tiga batang cambuk itu putus! Karena tadi
cambuk-cambuk itu meregang, dan pemegangnya sedang terkejut dan menaruh perhatian terhadap caping terbang yang berputaran menyerang mereka, maka Hong San dapat membikin putus cambuk-cambuk itu dengan babatan pedang.
Setelah pedang itu membabat putus cambuk, barulah Kim- bwe Sam-houw terkejut dan sadar bahwa mereka telah lengah. Sementara itu, caping yang mulai lemah terbangnya itu ditangkap kembali oleh tangan Hong San dan telah ddikalungkan lagi talinya di lehernya. Kim bwe Sam-houw marah bukan main mereka kembali menyerang, akan tetapi karena cambuk mereka sudah buntung setengahnya lebih, cambuk itu tinggal pendek saja dan terpaksa mereka menyerang dari jarak dekat. Ini tentu saja menyenangkan hati Hong San, karena setelah senjata mereka itu menjadi pendek, dia mendapatkan banyak kesempatan untuk membalas dengan pedang dan sulingnya.
Giok Cu memandang kagum. Pemuda itu memang hebat dan cerdik bukan main. Ia maklum bahwa setelah cambuk- cambuk itu menjadi pendek, tiga orang berpakaian kuning itu bukanlah tandingan yang terlalu berat lagi bagi Hong San. pendapat ini ternyata benar karena tak lama kemudian, tiga orang pengeroyok itu telah berpelantingan. Seorang terkena totokan suling pada dadanya, seorang tergores pedang pada pahanya dan seorang lagi terkena tendangan pada perutnya. Mereka tidak terluka parah, namun jelas bahwa mereka sudah kalah. Dengan muka pucat Kim-bwe Sam-houw terpaksa mundur.
Kini terpaksa ketua Pouw-beng-pang sendiri, yaitu Kim- bwe-eng Gan Lok bangkit dan maju menghadapi Hong San. Diam-diam ketua ini maklum bahwa Hong San memang
seorang pemuda yang lihai. Melihat cara pemuda ini mengalah wakil ketuanya, juga mengalahkan Kim bwe Sam-houw, dia tahu bahwa tingkat kepandaian pemuda ini memang tinggi dan bukan tak boleh jadi dia sendiri tidak akan mampu mengalahkannya. Tingkat kepandaiannya sendiri hanya sedikit di atas tingkat Kim-kauw-pang Pouw Tiong, dan kalau dia harus menghadapi pengeroyokan Kim-bwe Sam-houw, tidak akan sanggup menang! Akan tetapi dia adalah seorang ketua, maka tidak boleh dia memperlihatkan rasa takut. Juga memalukan sekali kalau dia hanya mengerahkan anak buah untuk mengeroyok pemuda ini. Di samping itu, pada waktu itu dia membutuhkan banyak orang-orang pandai untuk membantu gerakannya, dan pemuda ini adalah seorang pandai sekali. Setelah berhadapan dengan Hong San, dia lalu berkata dengan suara yang nyaring berwibawa, akan tetapi tidak mengandung kemarahan seperti tadi.
"Can Hong San, kami semua melihat bahwa engkau memang seorang pemuda yang memiliki ilmu kepandaian tinggi, akan tetapi, apa sesungguhnya yang menjadi dasar sikapmu hendak mengalahkan kami? Apakah engkau bermaksud untuk merampas kedudukan kami sebagai pimpinan para pejuang melalui perkumpulan Pouw-beng- pang?"
Can Hong San amat cerdik. Melihat sikap ketua ini, dia berhati-hati. Kalau ketua itu marah-marah dan menantangnya, hal itu bahkan dianggap tidak berbahaya. Kini, sikap pang-cu itu lembut namun pertanyaannya menyudutkannya.
"Pang-cu, seperti kukatakan tadi, aku amat setuju dengan gerakan Pouw-beng-pang dan bahkan aku bersedia untuk membantu. Dan kukatakan tadi bahwa yang menjadi pemimpin sebaiknya orang yang usianya masih muda agar bersemangat, tentu saja orang muda yang memiki ilmu kepandaian tinggi dan tidak kalah oleh yang tua. Bukan maksudku menentang Pouw-beng-pang."
Mendengar ini, legalah hati ketua itu. kalau pemuda yang berbahaya itu memperlihatkan sikap menentang, tentu dia akan terpaksa mengerahkan para pembantu dan anak buahnya untuk mengeroyok dan membunuhnya! Akan tetap ternyata pemuda itu tidak bermaksud demikian, dan kalau dapat ditarik sebagai pembantu, hal itu amat menguntungkan.
"Saudara Muda Can Hong San, jangan dikira bahwa menjadi seorang ketua itu mudah, asal memiliki kepandai tinggi dan keberanian besar seperti yang kau maksudkan. Tanpa perjuangan semua anggauta yang akan dipimpin, bagaimana mungkin orang menjadi ketua. Kalau engkau suka membantu kami, tentu engkau akan mendapatkan kedudukan yang sesuai dengan kepandaianmu dan mungkin dapat menjadi pembantu utama. Kami membutuhkan orang-orang yang berkepandaian tinggi, terutama orang muda seperti engkau. Akan tetapi, kalau engkau ingin menjadi ketua, engkau harus mendapat persetujuan dari seluruh anggauta yang diwakili oleh mereka yang kini hadir di sini, terutama sekali Saudara Yamali Cin karena suku bangsa Hui merupakan peserta pejuang yang paling kuat dan paling besar jumlahnya."
Mendengar ucapan itu, Hong San lalu memandang kepada mereka semua yang hadir di situ. Tentu saja Kim-bwe im-houw dan Kim-kauw-pang Pouw In Tiong yang telah dikalahkan itu memandang kepadanya dengan sinar mata penuh rasa tidak suka. Akan tetapi yang lain pun biarpun ada yang memandang kepadanya dengan kagum, tidak memperlihatkan sikap tunduk. Jelaslah kalau dia merebut kedudukan ketua, biarpun dia akan mampu mengalahkan para pimpinan, dia akan menghadapi mereka semua sebagai musuh dan kalau mereka itu maju bersama menentangnya karena dia dianggap musuh, apalagi kalau mereka mengerahkan anak buah, tentu dia akan mati konyol.
"Can Pang-cu, siapakah yang ingin menjadi ketua Pouw- beng-pang? Aku baru saja datang dan belum mengenal lapangan, bagaimana mungkin aku menjadi ketua? Aku hanya merasa kagum dan suka akan perjuangan yang amat baik ini, dan kalau aku dapat diterima sebagai seorang pembantu, tentu aku akan mencurahkan semua kepandaian dan semangatku untuk memajukan perkumpulan Pouw-beng-pang dan akan membuat jasa sebanyaknya dan sebesarnya."
Mendengar ini, berubahlah sikap Ki bwe-eng Gan Lok, bahkan kini Kim kauw-pang Pouw In Tiong juga terenyum. Dia menghampiri Can Hong lalu berkata,"Kepandaian Saudara Hong San memang hebat sekali. Aku mengaku kalah, dan aku akan merasa beruntung sekali kalau dapat bekerjasama denganmu."
"Silakan duduk, Saudara Can, mari kita bicara sebagai rekan. Kuharap Nona Bu yang berkepandaian ting gi juga sependapat dengan Saudara Can dan sudi mencurahkan tenaga membantu perjuangan kami." kata ketua itu.
Bu Giok Cu merasa heran sekali me lihat betapa Hong San menyatakan ingin membantu kelompok pejuang yang bergabung dalam perkumpulan Pouw-beng pang itu. Akan tetapi hal itu bukan urusannya dan ia pun hanya secara kebetulan saja berada di situ bersama Hong San. Mendengar ucapan ketua Pouw-beng-Pang, ia pun menggeleng kepala sambil tersenyum. "Tentu saja aku sependapat kalau kalian atau siapa saja menentang para pejabat yang makan uang rakyat dan uang negara, pejabat yang menindas rakyat jelata, memaksa rakyat menjadi pekerja pembuatan terusan sebagai pekerja rodi tanpa dibayar. Akan tetapi aku sendiri tidak mau terikat, karena aku masih mempunyai tugas-tugas pribadi yang sangat penting dan yang harus kulaksanakan," katanya halus namun tegas, kemudian ia melirik ke arah Kim-bwe Sam-Houw karena mendengar mereka itu me¬ngeluarkan suara tawa.
"Ha-ha-ha, kenapa Nona tidak sekalian membantu Pouw- beng-pang? Dengan demikian, kami dapat mempererat persahabatan antara kami dengan Nona.
Bukankah kita sudah saling berkenalan di rumah makan Ho Tin, Nona?" Yang mengeluarkan kata-kata itu adalah Loa Pin, si Tinggi Kurus Hidung Besar, orang termuda dari Kim-bwe Sam-houw yang kenal mata keranjang.
"Benar sekali," sambung Thio Kwan "Setelah Can Tai-hiap (Pendekar Besar) menjadi pembantu Gan Pangcu, berarti dia juga sekutu kami, dan kami akan merasa gembira kalau dapat bersekutu dengan Nona Bu."
Giok Cu tersenyum mengejek. Orang-orang macam ini sungguh berbahaya untuk didekati. Belum apa-apa, setelah mereka dikalahkan Hong San, kini sikap mereka sudah berbalik sama sekali, dan dengan nada menjilat mereka menyebut Hong San sebagai tai-hiap! Dan dia dapat menangkap makna yang genit cabul dalam kata-kata Loa Pin tadi.
"Hemmm, sungguh aku masih merasa terheran-heran melihat kalian bertiga tiba-tiba saja dapat berada di sini menjadi sekutu Pouw-beng-pang. tidak melihat kalian sebagai orang-orang yang menentang kepala daerah Siong-an ketika berada di rumah makan!" Mendengar ini, ketua Pouw-beng segera menjelaskan. "Hendaknya Nona mengetahui bahwa Kim-bwe Sam-houw ini ialah orang-orang kepercayaan yang menjadi utusan dari Cang Tai-jin yang menjadi sekutu kami."
Mendengar ini, sepasang mata Giok Cu terbelalak, bahkan Hong San juga merasa heran. "Bagaimana ini?" Giok Cu berseru. "Kalian adalah pejuang pembela rakyat yang menentang pembesar yang menindas rakyat jelata dan kini kalian bersekutu dengan Cang Tai-jin, seorang pembesar yang korup dan penyogok atasan?"
Mendengar ini, Gan Lok tertawa, ha-ha-ha, inilah, Saudara Can Hong San, merupakan hal-hal yang perlu dimiliki seorang pemimpin di samping hanya berkepandaian silat saja. Nona Bu, harap jangan heran mendengar ini. Kita menentang pemerintah yang menindas rakyat, maka perlu sekali bagi kita untuk bersekutu dengan beberapa orang pejabat yang dapat menyetujui perjuangan kita, atas dasar keuntungan bersama. Cang Taijin merupakan seorang pejabat yang dapat kami percaya dan yang dapat diajak bekerjasama.”
Diam-diam Giok Cu terkejut. Ia pun seorang yang cerdik dan tanpa banyak bertanya lagi ia pun dapat menilai macam apa adanya orang-orang yang menyebut diri para pejuang ini. Mereka tidak segan bersekutu dengan seorang pembesar atas dasar keuntungan bersama! Jelas bahwa yang menjadi dasar "perjuangan" mereka itu bukan demi rakyat, melainkan demi keuntungan bersama itulah! la menoleh kepada Can Hong San, dan pemuda itu kebetulan sedang memandang kepadanya. Hong San lalu berkata kepadanya dengan suaranya yang lembut.
"Nona Bu, memang baik sekali kala kita berdua membantu rakyat jelata dan melaksanakan tugas sebagai pendekar- pendekar sejati!" Giok Cu tersenyum, senyuman setengah mengejek. "Membela rakyat atau mencari kedudukan dan keuntungan pribadi?"
Wajah Hong San berubah agak kemerahan mendengar ejekan ini. Kalau saja dia tidak tergila-gila kepada gadis ini, tentu saja dia akan marah sekali. Akan tetapi dia memang seorang pemuda yang aneh dan cerdik, biarpun hatinya panas, dia mampu menahannya dan tetap tersenyum.
"Kedua-duanya, Nona Bu. Membela rakyat memang penting, akan tetapi mencari kemajuan pribadi juga penting."
Giok Cu bangkit berdiri. "Hemmm, bagiku, kedua kepentingan itu tidak mungkin dapat sejalan. Kalau sejalan, tentu perjuangan itu akan diselewengkan dan tersesat. Sudahlah, bukan urusanku, akan tetapi aku harus pergi sekarang. Gan Pangcu dan Saudara sekalian, selamat tinggal, aku harus pergi sekarang!" Berkata demikian, Giok Cu lalu meninggalkan ruangan itu tanpa banyak cakap lagi. Para pemimpin Pouw-beng-pang hanya memandang dengan heran. Tadinya mereka mengira bahwa nona itu adalah rekan atau teman baik Hong San, tidak tahunya agaknya di antara mereka tidak ada hubungan sama sekali.
“Can-taihiap, kenapa engkau tidak menahannya? Apakah ia bukan sahabat baikmu?" tanya Gan Lok yang kini juga menyebut tai-hiap kepada Hong San karena selain dia tahu bahwa pemuda itu pandai sekali dan berjiwa pendekar, juga untuk menyenangkan hati pemuda yang hendak diikatnya menjadi sekutu yang amat tangguh itu.
"Kami baru saja berkenalan," jawab Hong San sejujurnya dan dia mengerutkan alisnya dengan kecewa. Dia tidak rela membiarkan gadis itu pergi menin galkannya begitu saja. "Aih, kalau begitu, berbahaya se kali. Jangan-jangan ia akan menjadi mata-mata pemerintah dan membuka rahasia kita," kata pula ketua itu.
Hong San bangkit berdiri, "Mari kalian membantuku. Kita harus susul tangkap Bu Giok Cu itu kalau ia tidak mau membantu gerakan kita'"
Tanpa menanti jawaban, Hong San segera melangkah keluar setelah mengeluarkan ucapan yang bernada memerintah itu. Dan seperti dengan sendirinya, sembilan orang pimpinan persekutuan itu ditambah tiga orang Kim-bwe kam-houw sudah bangkit dan mengikutinya. Di sini saja sudah nampak pengaruh dan wibawa Can Hong San yang memiliki suatu sikap aneh dan tegas di samping kelembutannya.
ooOOoo
Si Han Beng menahan langkahnya ketika mendengar derap kaki kuda dari depan itu. Ternyata penunggang kuda itu orang di antara belasan orang perajurit pengawal yang tadi mati- matian membela Liu Tai-jin, dan dia datang berkuda sambil menuntun seekor kuda lain. begitu melihat Han Beng yang berdiri di tepi jalan setapak itu, dia menahan kudanya dan cepat meloncat turun, lalu memberi hormat kepada Han Beng.
"Tai-hiap, saya diutus oleh Liu Tai-Jin untuk mengundang Tai-hiap agar menghadap beliau karena beliau ingin bicara denganmu. Silakan, Tai-hiap, saya sudah membawa seekor kuda untukmu."
Han Beng mengerutkan alisnya, tadi memang menolong pembesar yang sedang dikepung dan diserang para penjahat atau perampok itu, akan tetapi dia sesungguhnya tidak ingin berkenalan dengan pembesar itu.