Jilid 04
Coa hujin (Nyonya Coa)......! Dan engkau kongcu (tuan muda)! Ah, kalian masih selamat
Syukur kepada Thian kalian masih selamat...
dan orang itupun mengusap air matanya yang mengalir turun
Paman, kenapa rumah ini sekarang kosong
Ceritakan semua akibat dari penyerbuan para penjahat itu! Cepat ceritakan!
Lan Ci tidak sabar lagi
Rumah itu nampak kosong dan sepi, bahkan perabot-perabot rumahpun banyak yang hilang
Baru beberapa hari saja ia tinggal di situ dan sekarang semua telah berubah
Hujin......suamimu telah.....gugur...
Aku sudah tahu
Ceritakan siapa lagi yang gugur dan bagaimana akhirnya dengan serbuan para penjahat itu?
Tigapuluh le bih anggota He k-houw-pang te was, te rmasuk.....kongcu Coa Siang Lee dan juga pangcu (ketua) Kam Seng Hin
Juga lo-cian-pwe Coa Song.....
Alh! Kong-kong juga....?
Lan Ci berseru kaget karena ia tidak melihat kakek itu ikut berkelahi melawan penjahat
Lo-cianpwe meninggal dunia karena duka.
Ah, dimana isteri pangcu dan puteranya?
Sungguh menyedihkan sekali, hujin
Isteri pangcu dilarikan penjahat...!
Dan bagaimana dengan Cin Cin?
Thian Ki yang sejak tadi mendengarkan dengan sedih, bertanya
Di mana Cin Cin?
Sebelum meninggal dunia, lo-cianpwe Coa Song memesan agar anak itu diajak ke dusun Hong-san, diserahkan kepada Huang-ho Sin liong Si Han Beng untuk dididik
Sekarang te lah berangkat dua hari yang lalu
Dan lo-cian-pwe Coa Song juga membubarkan Hek-houw-pang
Semua murid telah meninggalkan dusun ini karena takut kalau-kalau para penjahat yang lihai itu datang kembali
Perabot rumah ini banyak dijual untuk biaya pemakaman dan semua harta sesuai dengan pesan lo-cian-pwe Coa Song, telah dibagi-bagi di antara para anggota.
Ahhhh.....!
Lan Ci merasa jantungnya seperti ditusuk
Perih sekali rasanya dan sungguh aneh, ia te ringat pada pendekar tinggi besar yang te lah menolongnya dan baru sekarang ia te ringat bahwa ia belum mengenal penolongnya itu! Betapa sama benar penderitaan antara ia dan penolongnya itu
Penolongnya kehilangan isteri dan keluarganya, hanya tinggal hidup berdua dengan pute rinya, sedangkan ia juga kehilangan suami dan keluarga suaminya, dan iapun hidup berdua dengan Thian Ki
Thian Ki......!
Ia merangkul putranya, dan ia te ringat akan keadaan puteranya
Susah payah ia dan mendiang suaminya mendidik Thian Ki menjadi seorang anak yang tidak mengenal ilmu silat, tidak mengenal kekerasan
Akan te tapi te rnyata putera mereka itu menjadi Tok-tong, dan biarpun tidak disengaja, puteranya itu telah membunuh tiga orang jagoan lihai dengan tubuhnya yang beracun!
I bu, kenapa te rjadi hal ini
Kenapa ayah dan para anggota He k-houw-pang dibunuhi orang
Siapa pembunuh ayah
Dia jahat sekali dan sepatutnya dia dihukum!
Mendengar ucapan ini, Lan Ci mencium pipi pute ranya tanpa menjawab, bahkan ia menoleh kepada pelayan itu
Paman, di mana suamiku dimakamkan
Juga di mana kong-kong dimakamkan?
Me reka semua dimakamkan di tanah kuburan luar dusun ini, dan sudah diberi tanda papan nama di depan makam-makam yang banyak itu
Mudah untuk mencarinya
Mari kuantarkan...........
Tidak usah, paman
Katakan di sebelah mana tanah kuburan itu berada?
Pelayan itu menunjuk ke utara
Di sebelah utara dusun, dekat pintu gerbang utara.
Terima kasih, paman
Kami hendak bersembahyang di sana.
Lan Ci lalu bangkit dan bertanya lagi
Apakah pakaian kami di kamar sana itu masih ada paman?
Masih, nyonya
Kami tidak berani mengganggu dan semua masih lengkap.
Lan Ci memasuki kamar di rumah itu, kamar yang tadinya ia pakai dengan suaminya
Melihat pembaringan itu, kursi- kursi itu, air matanya bercucuran, rasanya suaminya masih berada di situ, rebah di pembaringan itu, duduk di kursi itu
Melihat ibunya menangis, Thian Ki yang baru berusia lima tahun itu agaknya mengerti dan dia mendekati ibunya, merangkul pinggang ibunya
I bu, ayah sudah tidak ada
Untuk apa ditangisi lagi?
Thian Ki.....!
Ibunya merangkul dan tangisnya semakin keras, akan tetapi tak lama kemudian ia mampu menekan perasaannya
Ia memilih pakaiannya lalu berganti pakaian, menggulung jubah milik penolongnya dan menjadikan satu dengan pakaiannya yang dibuntal kain kuning
Pakaian Thian Ki juga dibuntal menjadi buntalan lain untuk dibawa anak itu sendiri
Kemudian merekapun keluar dan menuju ke tanah kuburan
Dari pelayan itu, Lan Ci mendapatkan kelebihan sisa hio (dupa biting) untuk keperluan sembahyang
Tanah kuburan itu sunyi dan menyeramkan walaupun hari telah menjelang siang
Betapa tidak menyeramkan melihat tanah kuburan yang penuh dengan kuburan baru sebanyak itu
Biarpun Lan Ci seorang wanita yang gemblengan, bahkan ia pute ri seorang datuk sesat yang keras hati, namun sejak menjadi istri Siang Lee dan hidup sebagai petani yang te nang dan te nteram, perasaannya peka dan kini ia tidak dapat menahan air matanya yang te rus bercucuran
Melihat deretan makam yang amat banyak itu, hatinya terasa sedih bukan main
Akhirnya ia dapat menemukan makam suaminya yang mengapit makam kakek Coa Song, sedangkan di sebelah lain adalah makam Kam Seng Hin, ketua Hek-houw-pang
Melihat makam suaminya, Lan Ci membayangkan segala kebaikan suaminya dan kedua lututnya menjadi le mas
Ia menjatuhkan diri berlutut di depan makam itu, memeluk gundukan tanah sambil menangis menyedihkan sekali sampai sesenggukan
Katakata yang tidak je las keluar dari mulutnya, bercampur isak tangisnya
Thian Ki juga menjatuhkan diri berlutut di samping ibunya
Kadang dia menoleh memandang wajah ibunya yang ditutupi kedua tangan, lalu menoleh memandang gundukan tanah yang masih baru
Wajah ibunya yang basah air mata itu kini menjadi kotor terkena tanah, membuat wajah itu nampak menyedihkan sekali
Thian Ki mengerutkan alisnya dan tidak berani bicara
Dia dapat merasakan betapa sedihnya hati ibunya, dan dia merasa kasihan sekali kepada ibunya
Akan tetapi tetap saja dia berpendapat bahwa tidak ada gunanya menangisi kematian ayahnya
Ditangisi bagaimanapun ju ga, ayahnya tidak akan dapat bangun kembali
Setelah agak lama dia hanya membiarkan saja ibunya menangis dan berkeluh kesah, merintih-rintih dengan suara yang tidak jelas apa maknanya, akhirnya Thian Ki menyentuh le ngan ibunya
I bu, apakah lilin dan hio ini tidak dinyalakan dan dibakar?
Mendengar pertanyaan pute ranya itu, barulah Lan Ci sadar bahwa ia te rseret kedukaan dan iapun menoleh kepada pute ranya, menyusut air matanya dan mencoba untuk te rse nyum, senyum yang bahkan nampak amat mengharukan dan sedih
Kau nyalakan lilinnya dan pasang di depan makam ayahmu dan kakek buyutmu, Thian Ki
Ibu yang akan membakar hio-nya.
Ibu dan anak itu lalu bersembahyang di depan makam Coa Siang Lee dan makam kakek Coa Song, kemudian keduanya duduk di depan makam Coa Siang Lee sambil termenung
Hidup dikuasai pikiran dan suka-duka merupakan permainan pikiran
Jarang sekali pikiran dalam keadaan hening tidak te rpengaruh suka ataupun duka
Pikiran selalu mengejar kesukaan, menjauhi kedukaan
Namun, suka-duka merupakan dua permukaan dari mata uang yang sama, tak terpis ahkan
Dimana ada suka di sana pasti ada duka, seperti terang dan gelap, siang dan malam, merupakan pasangan yang membuat kehidupan pikiran menjadi lengkap
Pikiran seperti air samudra, tak pernah diam, selalu berubah
Oleh karena itu, tidak ada keadaan pikiran yang abadi
Sukapun hanya sementara, demikian pula duka, walaupun biasanya, duka le bih panjang usianya dibandingkan suka
Bahkan suka biasanya berekor duka, walaupun duka belum te ntu disambung suka
Apa yang hari ini mendatangkan kesukaan, besok sudah berubah mendatangkan kedukaan
Keadaannya tidaklah berubah
Keadaan apa adanya merupakan kenyataan yang tidak berubah
Yang berubah adalah keadaan pikiran kita sehingga karena dasar pemikirannya berubah, maka penilaiannya juga berubah-ubah
Yang hari ini menyenangkan pikiran, besok dapat berubah menjadi menyusahkan
Kalau nafsu yang memperdaya hati akal pikiran sudah mencengkeram kita, maka kita selalu tenggelam, baik dalam suka maupun dalam duka
Dikala suka, kita dapat menjadi mabok kesenangan dan lupa diri, sebaliknya, di waktu duka kitapun menjadi mabok kedukaan dan merana
Keduanya merupakan keadaan di mana kita dipermainkan ole h nafsu melalui hati akal pikiran kita
Bagaimana kita dapat mencari jalan keluar dari lingkaran setan ini
Bagaimana kita dapat te rbebas dari nafsu hati dan akal pikiran
Siapa yang bertanya ini
Siapa yang ingin bebas dari nafsu yang menguasai hati dan akal pikiran
Jelas bahwa yang bertanya adalah pikiran juga, pikiran yang sama yang bergelimang nafsu
Melihat bahwa nafsu mendatangkan ketidakbahagiaan, maka pikiran lalu ingin agar bebas dari nafsu
Bagaimana mungkin nafsu dapat bebas dari dirinya sendiri
Semua usaha yang dilakukan nafsu tentu mengandung pamrih menyenangkan diri sendiri, membebaskan diri dari susah
Dengan usaha ini, berarti kita terjatuh ke dalam lingkaran setan yang sama, atau bahkan lebih kuat! Kiranya tidak ada jalan lain bagi kita kecuali MENYERAH! Menyerah kepada Tuhan, kepada Sang Maha Pencipta, Maha kuasa dan Maha Kasih! Kita ini, berikut hati dan akal pikiran, berikut nafsu-nafsu kita, kita ini seluruhnya diciptakan oleh kekuasaan Tuhan! Maka, tidak ada yang lebih benar dari pada menyerahkan segala-galanya kepada yang mengadakan kita, yang menciptakan kita
Di waktu mengalami suka, kita selalu ingat dan bersyukur kepadaN ya sehingga tidak mabok
Di waktu mengalami duka, kita selalu ingat dan menyerah padaN ya sehingga tidak tenggelam
Hanya kekuasaan Tuhan sajalah yang mampu meluruskan yang bengkok dalam batin kita, membersihkan yang kotor
Setiap kehendak Tuhan jadilah! Bukan pikiran yang ingin menyerah karena kalau demikian te ntu ada pamrih yang te rsembunyi di balik penyerahan itu
Nafsu selalu berpamrih untuk memperole h keuntungan bagi diri sendiri
Tidak ada si aku atau pikiran yang ingin menyerah
Yang ada hanya penyerahan itu saja, titik
Seolah-olah mati di depan Tuhan
Nah kalau nafsu hati dan akal pikiran tidak bekerja lagi, maka segalanya terserah kepada Tuhan
Tuhan Maha Bijaksana, Tuhan Maha Kas ih, dan hanya kekuasaa Nya sajalah yang akan mampu mengadakan atau menjadikan yang tidak mungkin bagi pikiran
I bu, kita sekarang akan kemana?
tiba-tiba Thian Ki berkata, suaranya yang lirih memecah kesunyian dan menarik kembali semangat ibunya yang melayang-layang
Lan Ci memandang anaknya
Thian Ki mendekati ibunya dan menggunakan tangannya untuk membersihkan tanah dari wajah ibunya
Ke mana lagi kalau tidak pulang! Kita pulang ke Mo-kim-cung, Thian Ki!
Anak itu mengerutkan alisnya
Akan tetapi, rumah sudah tidak ada ayah.! Aku tidak suka kembali ke sana, akan selalu te ringat kepada ayah.
Lan Ci menarik napas panjang
Ia juga merasa ragu untuk tinggal di dusunnya itu, dekat dengan ibunya! Bersusah-payah ia menjaga agar anak tunggalnya tidak mengenal kekerasan, akan tetapi setelah ibunya tiba dan menjadi nikouw di kuil Thian-ho-tang, anaknya malah dijadikan Tok-tong oleh ibunya! Kalau ia mengajak Thian Ki kembali ke sana, tidak urung ibunya te ntu akan berusaha keras agar Thian Ki mempelajari ilmu-ilmu yang keji dan anaknya ini kelak akan menjadi seorang manusia racun yang amat berbahaya bagi kehidupan orang lain
Thian Ki, malapetaka yang menimpa kita ini mengingatkan aku bahwa mungkin sekali aku telah keliru mendidikmu
Sejak kecil, ayahmu dan aku yang pandai ilmu silat selalu berusaha agar engkau tidak mempelajari ilmu silat
Bahkan kami bertahun-tahun hidup bagai petani yang penuh damai
Siapa tahu, di sini kita bertemu malapetaka! Andaikata ayahmu dan aku lebih te rlatih, belum te ntu ayahmu te was
Dan engkau sendiri.....ah, engkau bahkan telah menewaskan tiga orang tokoh persilatan yang lihai.
I bu, sebetulnya apakah yang te lah te rjadi
Aku tidak bermaksud membunuh orang
Aku hanya ingin menolongmu, aku hanya menggigit, dan yang lain itu hanya mencengkeram aku, kenapa mereka semua roboh dan te was
Ibu pernah mengatakan kepadaku bahwa aku sakit, tubuhku beracun dan kalau aku mendekati wanita, ia akan mati
Apakah itu sebabnya maka tiga orang itu tewas, ibu
Dan kalau benar begitu, mengapa tubuhku beracun?
Lan Ci merangkul puteranya
Thian Ki, kelak engkau akan mengerti sendiri
Aku harus mencarikan obat untukmu, untuk melenyapkan racun itu dari tubuhmu.
I bu, di dunia ini te rdapat begitu banyak orang jahat
Mereka telah membunuh ayah, membunuh para paman He k-houw-pang, bahkan hampir membunuh ibu dan aku
Mereka tidak dapat membunuhku karena tubuhku beracun
Kalau ibu hendak melenyapkan racun dari tubuhku, bukankah kalau a da orang jahat, aku akan mudah mereka bunuh?
Ha, tepat sekali ucapanmu itu, Thian Ki!
Tibatiba Pangeran Cian Bu Ong muncul bersama pute rinya
Thian Ki......!
Kui Eng berseru gembira dan segera menghampiri Thian Ki dan memegang tangan anak itu
Melihat munculnya penolongnya, Lan Ci cepat memberi hormat
Mengapa tai-hiap mengatakan bahwa ucapan Thian Ki te pat
Tidak mungkin dia dibiarkan begitu saja, menjadi Tok-tong dan membahayakan nyawa setiap orang yang berdekatan dengannya
Bahkan sekarang juga, nyawa puterimu dapat terancam bahaya, tai-hiap.
Mendengar ucapan ibunya, Thian Ki terkejut dan cepat dia melepaskan tangannya yang saling gandeng dengan tangan Kui Eng
Akan te tapi Kui Eng memegang lagi tangan Thian Ki
Kui Eng, lepaskan tanganku
Tubuhku beracun dan engkau dapat celaka keracunan!
kata Thian Ki, kembali mele paskan tangannya
Aah, engkau te ntu tidak akan mencelakai aku, te ntu aku tidak akan keracunan
Aku tidak takut berdekatan denganmu, Thian Ki.
Pangeran Cian Bu Ong tersenyum, walaupun senyumnya masih nampak pahit karena hatinya masih tertekan kedukaan
Anakku benar, Lan Ci
Justru kekuatan dahsyat dalam diri Thian Ki harus dipelihara, dirawat dan dipupuk
Kalau dia dapat menguasainya, tentu dia tidak akan mencelakai orang tanpa disengaja
Aku ingin mengajarkan dia untuk menguasai kekuatan dahsyat itu dan mengajarkan semua ilmuku, bersama Kui Eng.
Lan Ci cepat memberi hormat
Harap Thai-hiap memaafkan saya
Sesungguhnya, sejak kecil Thian Ki tidak pernah kami ajari ilmu silat dan tidak memperkenalkan dia dengan kehidupan dunia persilatan.
Sungguh aneh sekali
Engkau dan suamimu memiliki ilmu silat yang cukup baik
Kenapa tidak diwaris kan kepada anak tunggal kalian?
Kami ingin agar anak kami hidup dalam keadaan aman te nteram dan penuh damai, jauh dari kekerasan dan permusuhan seperti yang dialami para ahli silat,
kata Lan Ci dengan tegas
Aih, nyonya muda
Alangkah lucunya omonganmu itu
Engkau tidak mengajarkan ilmu silat kepada pute ramu, ingin agar dia hidup dalam keadaan tenang tenteram
Akan tetapi apa yang telah terjadi
Masih kecil saja dia tertimpa malapetaka! Ayahnya tewas, ibunya hampir celaka, dan dia sendiri, kalau tidak memiliki kekuatan beracun itu tentu sudah tewas pula!
Kalau tidak ada tai-hiap yang menolong, memang kami ibu dan anak tentu telah tewas,
kata Lan Ci, ia bergidik membayangkan bahaya mengerikan yang mengancam dirinya ketika itu
Sim Lan Ci, engkau seorang ahli silat, kenapa pendirianmu seperti itu
Karena mungkin engkau dahulu hidup penuh kekerasan dan permusuhan, maka engkau hendak menjauhkan pute ramu dari ilmu silat
Ingatlah, seorang ahli silat setidaknya dapat membela diri, bahkan dapat mempergunakan ilmunya untuk membela yang le mah, untuk melakukan perbuatan baik sesuai dengan jiwa seorang pendekar dan pahlawan
Kalaupun dia tewas dalam pertempuran, maka dia mati seperti orang gagah
Sebaliknya, seorang le mah akan selalu ditindas dan ditekan tanpa mampu membela diri sehingga kalau sampai dia mati, maka dia akan mati konyol! Matinya seorang pendekar adalah matinya seekor harimau, sebaliknya matinya seorang yang le mah seperti matinya seekor babi
Aku ingin mengambil Thian Ki sebagai murid, kuharap engkau tidak menolak, kalau engkau tidak ingin anakmu kelak membunuh lebih banyak orang lagi tanpa sengaja.
Tapi...
tapi ...
saya akan mencarikan obat penawar racun dalam tubuhnya Lan Ci mencoba untuk membantah dengan lemah
Nyonya muda, dari gerakanmu dan pukulanmu, aku tahu bahwa engkau seorang ahli pukulan beracun
Aku te lah memeriksa keadaan pute ramu dan aku tahu bahwa tidak ada obat apapun di dunia ini yang akan mampu membersihkan racun dari tubuh pute ramu, kecuali kalau dia menularkan atau memindahkan racun itu kepada banyak wanita yang akan menjadi korban
Seluruh darahnya te lah mengandung racun, dari ujung rambut sampai ke jari kakinya
Satu-satunya cara untuk menghindarkan dia menjadi pembunuh besar kepada semua orang yang dekat dengannya, hanya dengan memberinya ilmu agar dia dapat menguasai kekuatan itu dan hanya menggunakan kekuatan itu kalau diperlukan saja.
Sejak tadi Thian Ki mendengarkan percakapan antara ibunya dan laki-laki gagah itu
Dia masih kecil, akan tetapi dia memang cerdas dan dapat mempertimbangkan apa yang dibicarakan tadi
I bu, aku tidak mau menjadi pembunuh
Aku harus dapat menguasai racun ini!
lalu dia maju dan menjatuhkan diri berlutut di depan Pangeran Cian Bu Ong sambil berkata,
Suhu, teecu (murid) akan mentaati semua perintah suhu!
Pangeran Cian Bu Ong tersenyum,
Bagus, Thian Ki
Mulai sekarang engkau menjadi muridku, menjadi suheng dari Kui Eng
Kalian berdua akan kugembleng menjadi orang-orang yang berguna kelak.
Lalu pangeran itu menoleh kepada Lan Ci
Kuharap sekali engkau sekarang tidak akan berkeberatan lagi, Lan Ci.
Sebetulnya, Lan Ci merasa berhutang budi kepada penolongnya itu, yang bukan saja telah menyelamatkannya dari bahaya maut, menyelamatkan kehormatannya, akan tetapi juga yang selalu bersikap ramah dan baik, bahkan akrab sekali dengan sebutan yang kadang-kadang menyebut namanya begitu saja
Diapun tahu bahwa penolongnya ini seorang sakti, dan bahwa pute ranya te ntu akan menjadi seorang yang berilmu tinggi kalau menjadi muridnya
Akan tetapi iapun tidak ingin berpis ah dari puteranya
Tentu saja saya merasa senang dan berte rima kasih kalau tai-hiap sudi mendidik Thian Ki
Akan tetapi dia anak tunggal saya, dan saya hanya mempunyai dia seorang
Bagaimana mungkin saya dapat berpisah darinya, Tai-hiap?
Kenapa harus berpisah
Sim Lan Ci, kau tidak perlu berpisah dengan anakmu
Engkau ikut bersama kami, bahkan engkau dapat ikut membantu aku dan mendidik anakmu.
Mendengar penawaran ini, di dalam hatinya Lan Ci merasa girang sekali
Kalau ia tidak berpisah dengan pute ranya, maka tidak ada hal lain lagi yang perlu dirisaukan
Hanya saja ia seorang wanita, bahkan janda pula
Dan penolongnya seorang pria, dan duda! Akan janggal sekali nampaknya kalau ia mengikuti penolongnya itu, walaupun penolongnya sudah menjadi guru pute ranya
Dan ia tidak ingin berpisah dari pute ranya
Tapi ...
tapi....
Ia meragu, menerima merasa sungkan dan malu, menolak juga tidak berani
I bu,
kata Thian Ki dengan suara Iantang
Kenapa ibu menolak
Suhu bermaksud baik sekali
Aku dapat mempelajari ilmu tanpa harus berpisah dari ibu.
Aih, engkau ini enak saja bicara
Kita hanya akan menjadi beban dan akan memberatkan gurumu saja!
kata Lan Ci sambil melirik pute ranya dengan sikap menegur
Sama sekali tidak, bibi dan Thian Ki, eh ..
suheng! Ayahku seorang yang kaya raya, kalau hanya ditambah dengan kalian berdua, sama sekali tidak berat!
Tiba-tiba Kui Eng berkata
Nah, s umoi Kui Eng sudah berkata begitu, ibu, walaupun aku tidak mengerti bagaimana suhu dapat menjadi seorang yang kaya raya
Padahal keluarga suhu telah dihancurkan orang, hartanya dirampok, tidak banyak bedanya dengan kita.
Suheng, engkau tahu apa
Ayahku adalah seorang pangeran, di mana-mana mempunyai rumah gedung!
kata pula Kui Eng
Hushh, Kui Eng
Jangan membual kau!
ayahnya menegur
Akan te tapi ucapan anak perempuan itu amat mengejutkan hati Lan Ci
Ia terbelalak melihat wajah penolongnya, raut wajah yang tampan gagah penuh wibawa, memang pantas menjadi wajah seorang pangeran!
Paduka.....paduka seorang pangeran
Bolehkah saya mengetahui siapa nama paduka?
Pangeran Cian Bun Ong menghela napas panjang
Mereka masih duduk di depan makam, di atas batu-batu yang banyak terdapat di tempat itu
Keadaan di keliling itu s unyi
Me mang sudah sepantasnya kalau kita saling mengenal lebih dekat lagi, karena puteramu telah menjadi muridku, akupun hanya tahu bahwa engkau bernama Sim Lan Ci, keluarga dari pimpinan He k-houw-pang
Akan te tapi melihat gerakan ilmu silatmu, jelas engkau bukan murid He k-houw-pang.
Yang keluarga Hek-houw-pang adalah mendiang suami saya
Dia adalah keturunan para pemimpin atau ketua He k-houw-pang, yaitu keluarga Coa.
Oh, begitukah
Pantas ilmu silatmu berbeda.
Pangeran itu lalu memandang kepada Thian Ki dan Kui Eng
Thian Ki, kauajak sumoimu pergi bermain-main ke ujung tanah kuburan di sana
Jangan te rlalu jauh
Aku ingin bicara dengan ibumu dan ana k-anak tidak boleh ikut mendengarkan.
Baik, suhu
Mari, sumoi!
kata Thian Ki sambil menggandeng tangan Kui Eng
Mereka pergi meninggalkan dua orang tua itu dan memetik bunga liar yang bertumbuhan di sudut tanah kuburan
Nah, sekarang le bih leluasa kita bicara
Tidak semua hal boleh didengar oleh anak-anak kita.
Lan Ci mengangguk, membenarkan
Ilmu silatmu selain berbeda, juga mengandung hawa pukulan beracun
Siapakah gurumu?
pangeran itu kembali bertanya
Demikian pandainya dia mengatur percakapan sehingga Lan Ci tidak sadar bahwa pertanyaan tentang nama pangeran itu sama sekali belum te rjawab, bahkan kini orang itu yang menguras keterangan darinya
Guru saya adalah ibu kandung saya sendiri.
Ia te rpaksa mengaku
Ah, kiranya begitu
Siapakah nama ibumu
Tentu ia seorang tokoh dunia persilatan yang amat te rkenal.
Sungguh tidak enak rasanya memperkenalkan ibunya, seorang datuk sesat yang namanya te rsohor
Akan tetapi ia tidak dapat mengelak lagi
Biarlah penolongnya ini tahu segala tentang dirinya, te ntang Thian Ki yang sudah menjadi muridnya
Dahulu ibu bernama Phang Bi Cu, berjuluk Ban-tok Mo-li akan tetapi sekarang telah menjadi seorang Ni-kouw.
Benar seperti dugaannya, penolongnya itu nampak te rkejut sekali
Nama ibunya te rlalu te rsohor untuk tidak dikenal orang
Ban-tok Moli
Ibumu Ban tok Mo-li
Aahh, sekarang aku mengerti mengapa anakmu menjadi Tok-tong Ibumu seorang wanita yang amat lihai dan nama besarnya sudah lama sekali kudengar!
Pangeran itu memandang kagum, lalu cepat menyambung dengan pertanyaan,
Dan ayahmu?
Ayah telah tiada sejak saya kecil sekali
Saya tidak ingat lagi
Paduka belum menceritakan siapa sebenarnya paduka.
Me mang aku seorang bekas pangeran
N amaku Cian Bu Ong Lan Ci melompat berdiri dan wajahnya berubah pucat, matanya te rbelalak memandang kepada laki-laki itu dan kedua tangannya dikepal
Paduka Pangeran Cian Bu Ong
Jadi.........paduka ini yang mengirim lima orang penjahat yang telah membasmi Hek-houw-pang dan membunuh suami saya?
Duduklah, nyonya, duduk dan te nanglah agar anak-anak kita tidak menjadi kaget
katanya dan sungguh aneh, suara le mbut dan berwibawa itu membuat Lan Ci menjadi tenang kembali dan iapun kini sudah duduk lagi, walaupun pandang matanya penuh selidik dan mengandung kemarahan
Siapakah yang melempar fitnah itu dan mengatakan bahwa aku yang membasmi He khouw-pang?
Bukan fitnah! Lima orang penjahat itu sendiri yang mengaku
Ketika mereka muncul di dusun Ta-bun-cung, mereka mencari ketua atau pimpinan He k-houw-pang untuk dipanggil menghadap Pangeran Cian Bu Ong
Padahal Pangeran Cian Bu Ong adalah seorang pemberontak yang menjadi buruan pemerintah, maka te ntu saja Hek-houw-pang tidak mau, bahkan hendak menangkap lima orang itu sehingga te rjadi pertempuran
Jadi paduka ini seorang pemberontak yang telah mengutus pembunuh-pembunuh itu untuk membasmi Hekhouw-pang?
Pangeran itu menghela napas panjang
Nanti dulu, nyonya
Beginilah nasib orang yang kalah
De ngarkan dulu keteranganku, baru nanti engkau boleh menilai
Tidak kusangkal bahwa aku te lah melakukan perlawanan terhadap pemerintah baru
Akan te tapi coba pertimbangkan, siapakah sesungguhnya yang memberontak
Aku adalah seorang pangeran dari Kerajaan Sui, saudara dari mendiang Kaisar Yang Ti
Pemberontakan yang dipimpin Li Si Bin dan ayahnya berhasil menjatuhkan Kerajaan Sui
Sebagai seorang pangeran, aku berjuang melawan pemberontak yang mendirikan krrajaan baru
Nah, siapakah yang pemberontak
Justeru aku menentang pemberontak! Dan kami kalah
Aku menjadi pelarian bersama keluargaku
Kalau orang sudah kalah, selalu menjadi bulan-bulanan fitnah, dijadikan keranjang sampah untuk menampung semua kekotoran dan kesalahan pihak lain
Tidaklah mengherankan kalau lima orang penjahat itu mempergunakan namaku, agar pasukan keamanan mencariku, bukan mereka
Engkau melihat sendiri bagaimana sikapku ketika menolongmu
Aku membunuh anak buah penjahat
Bahkan keluargaku juga te rbasmi oleh pasukan keamanan
Nyonya muda Lan Ci, apakah engkau sekarang masih tega untuk menuduh aku menjadi pembasmi keluarga Hek-houw-pang
Aku sudah cukup menderita, maka kalau engkau sekarang menuduhku jahat, maka penderitaanku le ngkaplah, bahkan berlebihan, kalau engkau menganggap a ku yang menyuruh bunuh suamimu, nah, di depan makam suamimu ini, engkau boleh membalas dendam, boleh membunuhku dan aku tidak akan melawan
Aku hanya titip puteriku, Kui Eng......
Luluh semua kekerasan di hati Lan Ci mendengar keterangan itu
Semua keterangan itu masuk akal
Pangeran ini bahkan seorang pahlawan yang gigih menentang pemberontak yang menjatuhkan Kerajaan Sui
Kalau kini dia dicap pemberontak, hal itu hanya karena Kerajaan Sui telah jatuh
Dengan demikian memang sukar mengatakan siapa yang memberontak kepada siapa! Apa lagi melihat wajah yang gagah itu menjadi muram oleh kedukaan, Lan Ci teringat akan nasibnya sendiri dan ia menunduk lalu berkata lirih,
Maafkan saya, pangeran
Saya percaya kepada paduka.
Wajah yang muram itu menjadi cerah kembali, dan senyum kegembiraan te rsembul di wajah Pangeran Cian Bu Ong
Syukurlah, Lan Ci
Syukurlah masih ada orang yang percaya kepadaku
Mari kita cepat pergi dari sini
Kalau sampai ketahuan pasukan keamanan, te ntu kita akan te rancam bahaya
Kita harus menyelamatkan Kui Eng dan Thian Ki.
Ke mana kita akan pergi, pangeran?
Di perbatasan utara, di sebuah lereng bukit ada sebuah dusun besar orang-orong suku bangsa Hui
Di sana aku mempunyai sebuah rumah
Dan di sana kita akan aman dari jangkauan pengejaran pasukan pemerintah Tang.
Mereka memanggil dua orang yang sedang bermain-main itu dan berangkatlah mereka meninggalkan tanah kuburan, menuju ke utara
Pangeran Cian Bu Ong menjadi penunjuk jalan dan dia mengambil jalan melalui bukit dan le mbah, melalui hutan-hutan yang sunyi
Dan di sepanjang perjalanan Sim Lan Ci menjadi semakin kagum dan te rtarik karena sikap pangeran itu sungguh le mbut, halus dan sopan
Iapun diam-diam menyerahkan nasibnya dan pute ranya ke tangan pria yang berwibawa itu
o-ooo0dw0ooo-o
Lepaskan aku......atau bunuh saja aku
Biarkan aku mati menyusul suamiku......!
Wanita itu meronta-ronta dalam pondongan Lie Koan Tek ketika pengaruh totokan membuatnya mampu bergerak kembali
Mereka tiba di dalam sebuah hutan
Lie Koan Tek melepaskan pondongannya dan wanita itu menjatuhkan diri berlutut sambil menangis
Wanita itu adalah Poa Liu Hwa, isteri Kam Seng Hin ketua He k-houw-pang
Ketika lima orang penjahat lihai menyerbu Hek-houw-pang, ia membantu suaminya
Melihat suaminya roboh dan te was, nyonya muda ini mengamuk dengan pedangnya, nekat menyerang penjahat lihai
Akan tetapi tiba-tiba ia te rkulai lemas, te rtotok dan dibawa lari oleh seorang di antara lima penjahat itu
Kini ia berada di tangan seorang penjahat lihai dan melawanpun tidak ada gunanya
Teringat akan kematian suaminya, te ringat pula akan nasib pute ranya yang entah bagaimana, Poa Liu Hwa hanya dapat menangis sedih
Tenanglah, nyonya, dan harap jangan salah sangka
Aku sengaja melarikanmu dengan dua maksud........
Huh, penjahat keji macam engkau, maksudmu te ntu keji dan jahat! Lebih baik bunuh saja aku!
Liu Hwa berseru marah
Diam dulu dan dengarkan keteranganku
Lie Koan Tek membentak marah
Agaknya
Liu Hwa dapat menangkap kekerasan dan ketegasan dalam suara itu dan iapun menurunkan kedua tangan yang tadi menutupi mukanya, memandang dengan mata basah, akan tetapi dengan sinar kebencian seolah hendak membakar
Melihat wanita itu sudah agak te nang dan mau menghentikan tangisnya, Lie Koan Tek menghela napas panjang
Tidak ada yang le bih menyakitkan hati dari pada tuduhan orang bahwa aku keji, jahat dan sudah menjadi seorang penjahat
Ketahuilah bahwa aku bernama Lie Koan Tek, aku seorang murid Siauw-lim-pai yang belum pernah melakukan kejahatan.
Liu Hwa te rkejut, juga heran
Tentu saja ia pernah mendengar nama Lie Koan Tek, murid Siauw-lim-pai yang gagah-perkasa, yang merupakan sis a para tokoh Siauw-lim-pai yang berhasil lolos ketika kuil Siauw-lim-si dibakar oleh pasukan pemerintah Kerajaan Sui, beberapa tahun yang lalu
Semua orang gagah di dunia persilatan memuji dan kagum kepada Lie Koan Tek dan lima orang saudaranya
Tapi........tapi kenapa engkau ikut menyerbu He k-houw-pang dan menawanku?
Dengar saja dulu baik-baik
Engkau mungkin tidak tahu
Aku adalah seorang yang dimusuhi Kerajaan Sui, dan karena aku selalu menentang kesewenang-wenangan para pembesar Sui, akhirnya aku te rkepung dan te rtawan, lalu dihukum penjara
Ketika kerajaan itu jatuh oleh pasukan Li Si Bin yang memberontak, aku masih di dalam penjara
Lalu aku dibebaskan oleh Pangeran Cian Bu Ong yang sebaliknya sebagai balasannya minta kepadaku untuk membantunya melawan pemberontak Li Si Bin yang sudah berhasil mendirikan Kerajaan Tang
Mula-mula aku menyetujuinya karena aku sendiri biarpun dimusuhi Kerajaan Sui juga menentang pemberontakan
Akan tetapi, ketika kami diperintah oleh Pangeran Cian Bu Ong menyerbu He k-houw pang yang membantu pemerintah pemberontak, aku melihat kegagahan orang-orang He k-houw-pang dan melihat kekejian para rekanku
Timbullah kesadaranku bahwa orangorang yang membantu Pangeran Cian Bu Ong adalah orang-orang jahat
Apalagi melihat suamimu ketua He k-houw-pang te rbunuh, dan engkau te rancam, aku lalu turun tangan melarikanmu, dengan hanya satu niat saja, yaitu menyelamatkanmu.
Aku tidak butuh kauselamatkan! Aku tidak takut mati, bahkan aku ingin mati bersama suamiku!
Liu Hwa berseru lalu iapun bangkit dan lari meninggalkan Koan Tek
Haiii, nyonya, engkau hendak pergi ke mana?
Koan Tek meloncat dan mengejar
Perduli apa denganmu?
Wanita itu membalik dan menegur, penuh kemarahan
Walaupun ia percaya akan keterangan Lie Koan Tek tadi, tetap saja kebenciannya tidak hilang karena ia menganggap bahwa pria ini menjadi satu di antara sebab tewasnya suaminya
Aku......aku memang tidak ada sangkutan denganmu, tapi.........amat berbahaya untuk melakukan perjalanan sendiri kembali ke dusunmu
Bagaimana kalau sampai engkau berte mu dengan anak buah Pangeran Cian Bu Ong?
Aku tidak takut
Aku akan melawan sampai napas terakhir!
nyonya muda itu menjawab tegas
Koan Tek kagum
Wanita ini memang gagah, pikirnya, walaupun ilmu silatnya tidak begitu tangguh
Engkau sudah nekat, nyonya
Engkau bukan lawan mereka
Sebaiknya engkau menanti satu dua hari sebelum kembali ke dusunmu.
Tidak! Aku harus pergi sekarang juga
Aku harus mencari anakku!
Anakmu
Ahh, jadi ada anakmu te rtinggal di dusun?
Kini hati Lie Koan Tek merasa khawatir bukan main
Kas ihan wanita ini
Suaminya te was dan ia masih meninggalkan anak di dusun yang dihancurkan anak buah Pangeran Cian Bu Ong itu
Kini Liu Hwa mengangguk dan hampir ia menangis lagi ketika te ringat akan pute ranya
Anak tunggalku, Kam Cin yang baru berusia lima tahun, entah bagaimana nasibnya
Aku harus mencarunya sekarang juga,
katanya dan iapun lari lagi
Sejenak Lie Koan Tek termangu
Hatinya makin iba terhadap wanita itu dan setelah menarik napas panjang dia pun lari membayangi
Pendekar perkasa ini merasa heran sekali kepada dirinya sendiri
Entah mengapa
Baru sekarang ini dia merasa tertarik dan kasihan sekali kepada seorang wanita.! Seorang janda yang mempunyai anak lagi! Sungguh aneh
Akan te tapi dia hanya mengikuti perasaan hatinya dan membayangi karena dia tahu bahwa wanita itu melakukan perjalanan yang penuh bahaya
Apa yang dikhawatirkan pendekar Siauw-lim-pai itu memang tidak berlebihan
Ketika para penjahat di sekitar dusun Ta-bun-cung mendengar bahwa He k-houw-pang te rbasmi, ketuanya tewas, bahkan kakek Coa juga tewas dan semua anggota Hekhouw-pang meninggalkan dusun karena perkumpulan orang gagah itu dibubarkan, mereka bagaikan gerombolan tikus yang ditinggalkan kucing-kucing penjaga! Mereka seperti berpestapora dan menjadi berani
Matahari telah naik tinggi ketika Liu Hwa tiba di bukit te rdekat dengan dusun Ta-bun-cung
Ia tahu bahwa di balik bukit itulah terletak dusunnya
Biarpun tubuhnya sudah le lah sekali, namun ia memaksa diri untuk berjalan terus
Kekhawatiran akan puteranya membuatnya dapat bertahan
Akan te tapi, ketika ia tiba di lereng bukit itu, di jalan tikungan yang tertutup te bing bukit, tiba-tiba ia di kejutkan oleh munculnya banyak orang yang segera mengepungnya
Tidak kurang lari duapuluh orang laki-laki yang sikapnya kasar, mengepung dan memandang kepadanya dengan mata seperti binatang buas yang kelaparan, mulut mereka menyeringai kurang ajar
Mereka semua memegang senjata golok, pedang atau ruyung dan sikap mereka buas
Aha, bukankah ini nyonya ketua Hek-houwpang yang terhormat?
Dan cantik manis
Lihat kedua pipinya segar kemerahan!
Ha-ha-ha, nyonya muda yang segar dan mole k! Di mana suamimu?
Hei, nyonya ketua
Dimana sekarang Hek-houwpang?
Melihat orang-orang itu mulai mendekat dan tangan mereka mulai jahil dan kurang ajar, ada yang hendak mengelus dagunya, ada yang hendak menyentuh tubuhnya, Liu Hwa menangkis sambil berkata keras membentak,
Heii! Kalian mau apa
Minggir atau terpaksa akan kubunuh kalian semua!
Ternyata suara nyonya muda ini masih cukup berwibawa sehingga beberapa orang yang kurang kuat nyalinya, melangkah mundur sambil menyeringai
Biar kuhadapi si manis ini!
tiba-tiba terdengar suara parau dan seorang yang bertubuh tinggi besar melangkah maju menghadapi Liu Hwa
Dia seorang laki-laki yang usianya kurang le bih empat puluh tahun, tubuhnya tinggi besar, suaranya parau dan ketika Liu Hwa mengangkat muka memandang, diam-diam nyonya ini merasa ngeri
Wajah laki-laki ini memang menyeramkan
Rambutnya awut-awutan, agaknya tidak pernah dicuci apalagi disisir, sehingga nampak kotor dan jorok sekali
Mukanya kasar, dengan bintik-bintik hitam dan nampak keras seperti kulit buaya, hidungnya besar dan mulutnya lebar
Yang lebih menyeramkan adalah matanya
Mata itu tinggal sebelah kanan saja karena yang kiri te rpejam dan agaknya tidak ada biji matanya lagi
Liu Hwa te ringat sekarang
Biarpun belum pernah melihat orangnya, namun pernah suaminya dan para anggota He k-houw-pang bercerita tentang seorang perampok ganas yang berjuluk It-gan Tiat-gu (Kerbau Besi Mata Satu)
Perampok ini pernah meraja-lela di luar daerah Ta-bun-cung, akan tetapi setelah Hek-houw-pang membuat gerakan pembersihan, dia tidak berani muncul
Agaknya sekarang dia mengumpulkan penjahat-penjahat lain untuk dipimpin menjadi gerombolan perampok
Ha-ha-ha, manis
Ketua He k-houw-pang sudah mampus, dan He k-houw-pang sendiri sudah bubar
Daripada menjadi seorang janda kembang yang te rlantar lebih baik engkau menjadi isteriku, he heh-heh!
Berkata demikian, dia menjuIurkan le ngan kanannya yang panjang dan besar, dan tangannya hendak merangkul leher Liu Hwa
Akan tetapi nyonya ini mengelak dan menepiskan tangan tangan mata satu itu dengan pengerahan tenaga
Plakk!
Tangan penjahat itu terpental
Aku tidak sudi! Lebih baik aku mati dari pada menjadi isterimu!
Mati
Ha-ha, sayang kalau orang semanis engkau mati
Engkau sudi atau tidak, mau atau tidak, harus menjadi isteri It-gan Tiat-gu, he h-hehheh!
Dan tiba-tiba si mata satu itu menubruk bagaikan seekor beruang menubruk kambing
Poa Liu Hwa mengelak dengan loncatan ke kiri, lalu kaki kanannya mencuat dalam sebuah te ndangan ke arah perut raksasa mata satu itu
Akan tetapi, Tiat-gu atau Si Kerbau Besi itu te rnyata cukup lihai
Tangannya bergerak menangkis te ndangan itu dan tangan kanan kembali mencengkeram ke arah pundak Liu Hwa
Liu Hwa te rpaksa meloncat lagi ke belakang dan diam-diam terkejut karena kakinya yang te rtangkis terasa nyeri, tanda bahwa raksasa mata satu itu memiliki tenaga seperti seekor kerbau! Ketika ia meloncat ke belakang dua orang anggota gerombolan menyergapnya
Liu Hwa membalik dan kaki tangannya bergerak, menendang dan menampar
Dua orang anggota gerombolan itu jatuh tersungkur
Akan te tapi lebih banyak orang lagi mengeroyoknya, semua dengan tangan kosong karena mereka ingin membantu pemimpin mereka menangkap calon korban ini, bukan hendak melukai atau membunuhnya
Tikus-tikus busuk!
tiba-tiba terdengar bentakan nyaring dan bagaikan seekor garuda menyambar dari angkasa, Lie Koan Tek sudah te rjun ke dalam perkelahian itu dan dia mengamuk
Sekali dia menerjang, dua orang perampok te rpelanting keras
Melihat ini, para perampok segera menggunakan senjata mereka untuk mengepung dan mengeroyok
Pendekar Siauw-lim-pai itupun melolos rantai bajanya yang dipakai sebagai ikat pinggang, dan diapun memutar rantai baja itu, mengamuk di antara pengeroyokan banyak orang
Melihat munculnya seorang pria yang gagah perkasa, It-gan Tiat-gu segera menubruk Liu Hwa dari belakang dan karena pada saat itu Liu Hwa sedang menghadapi pengeroyokan dua orang maka ia tidak mampu mengelak
Kedua lengan Kerbau Besi telah merangkulnya dan karena tenaga kepala perampok itu memang besar, Liu Hwa sama sekali tidak mampu berkutik
It-gan Tiat-gu sudah menotoknya dan memanggul tubuh Liu Hwa yang menjadi lemas, dan kepala perampok ini menyelinap pergi, menggunakan kesempatan selagi Lie Koan Tek sibuk menghadapi pengeroyok yang banyak jumlahnya
Karena sibuk menghadapi pengeroyokan kurang le bih duapuluh orang yang semuanya bersenjata tajam, Lie Koan Tek sendiri tentu s aja tidak sempat untuk memperhatikan Liu Hwa
Dia mengamuk dan memutar rantai bajanya, merobohkan bayak pengeroyok sehingga para perampok menjadi gentar
Sisanya yang belum roboh lalu melarikan diri cerai-berai ke segala jurusan
Baru setelah para perampo k pergi, Lie Koan Tek mendapat kenyataan bahwa Liu Hwa tidak berada di situ! Dia menjadi bingung
He ndak mengejar ke mana
Para perampok itu lari ke empat penjuru! Apakah Liu Hwa telah berhasil melarikan diri ketika dia datang menyerbu para penjahat itu
Mengingat akan kemungkinan ini, dia lalu cepat mendaki bukit dan pergi ke dusun Ta-bun-cung
Sebagai seorang di antara para penyerbu dusun itu malam tadi, tentu saja dia tidak berani memasuki dusun secara terang-terangan
Dia menanti sampai hari menjadi gelap, baru dia melakukan penyelidikan
Diam-diam dia merasa menyesal juga mendapat keterangan bahwa puluhan orang anggota Hek-houw-pang telah te was dalam perte mpuran ketika anak buah Pangeran Cian Bu Ong datang menyerbu
Biarpun dia tidak bersungguh-sungguh membantu pangeran itu, dia tetap merasa ikut berdosa
Dia tidak menyelidiki te rlalu banyak mengenai He k-houw-pang
Yang dicarinya hanya Liu Hwa
Kalau nyonya muda itu sudah kembali ke dusun, hatinya akan merasa lega dan diapun akan pergi tanpa mene muinya
Akan te tapi, betapa bingung hatinya ketika dia mendapat kenyataan bahwa Poa Liu Hwa tidak pernah pulang! Nyonya muda itu telah lenyap.! Masih baik kalau le nyapnya itu karena ia telah pergi dan tidak ingin kembali ke dusun, akan tetapi bagaimana kalau sampai ia tertawan penjahat
Lie Koan Tek cepat meninggalkan dusun itu dan kembali memasuki hutan di lereng bukit, di mana siang tadi dia membantu Liu Hwa yang dikepung penjahat
Akan tetapi hutan itu s unyi saja
Dia tidak tidur semalam suntuk melainkan menjelajahi bukit itu, namun tidak menemukan jejak, bahkan tidak berte mu dengan seorangpun manusia
Agaknya anggota gerombolan perampok yang dia robohkan dalam keadaan terluka atau tewas sudah diangkut pergi kawan-kawan mereka
Terpaksa pada keesokan harinya, dia menuruni bukit dan menuju ke dusun yang nampak paling dekat di kaki bukit
Dia menjelajahi dusun-dusun dan akhirnya, pada hari ke tiga ketika dia memasuki sebuah dusun, dia melihat lima orang se dang ribut dengan pemilik rumah yang cukup besar di dusun itu
Ia melihat lima orang itu memukuli tuan rumah, dan yang lain sedang mengangkut barangbarang berharga dari rumah itu
Seorang di antara mereka yang menjadi pemimpin mempunyai luka melintang di mukanya dan te ringatlah Lie Koan Tek bahwa orang itu pernah dilihatnya di antara para pengeroyoknya ketika ia menolong Liu Hwa malam itu
Cepat ia lari menghampiri dan tanpa banyak cakap lagi dia menerjang si codet yang sedang memukuli tuan rumah
Plakk!
Dipukul pundaknya, si codet te rpelanting
Tentu saja dia marah sekali dan mencabut golok, lalu meloncat bangun dan hendak menyerang pemukulnya
Akan te tapi, begitu dia mengenal Koan Tek, mukanya yang codet menjadi pucat
Dia mengenal pendekar ini yang membuat dia dan belasan orang kawannya lari tungganglanggang tiga hari yang lalu
Akan tetapi, dia tidak mungkin dapat lari lagi, maka te rpaksa dia memberanikan diri dan menyerang dengan bacokan goloknya ke arah kepala Koan Tek
Pendekar ini menggeser kaki sehingga tubuhnya miring dan ketika golok lawan meluncur le wat di samping tubuhnya, dia cepat menggerakkan tangan memukul pundak kanan lawan
Krekkkl
Tulang pundak itu hancur
Golok te rlepas dan si codet yang berteriak kesakitan hendak melarikan diri
Akan te tapi sebuah te ndangan membuat sambungan lutut kanannya te rlepas dan diapun roboh tak mampu bangkit lagi, hanya duduk dan mengaduh-a duh dengan muka pucat ketakutan
Lie Koan Tek tidak berhenti sampai disitu saja
Dia berkelebat ke sana-sini dan terdengar teriakante riakan ketika empat orang penjahat yang lain roboh terpukul olehnya
Ada yang remuk tulang le ngan atau kakinya, ada yang benjol-benjol kepalanya atau matang biru mukanya
Akan tetapi mereka semua tidak mampu melarikan diri lagi dan hanya mengaduh-aduh, ada pula yang pingsan
Lie Koan Tek tidak memperdulikan penduduk yang datang berlarian ke te mpat itu, juga tidak memperdulikan anggota perampok yang lain
Dia menyeret tubuh si codet dan membawanya lari keluar dari dusun
Si codet merintih-rintih ketakutan dan minta-minta ampun, Namun Koan Tek tidak perduli dan te rus menyeretnya keluar dusun sampai tiba di te mpat sepi, baru dia melepaskan cengkeramannya sehingga tubuh si codet terhempas ke atas tanah
Ampun......ampunkan hamba......,tai-hiap.......
kata si codet sambil berlutut menyembah- nyembah
Mudah saja mengampuni dan membunuhmu, akan te tapi cepat katakan di mana adanya nyonya yang kalian rampok tiga hari yang lalu itu
Katakan dengan sejujurnya kalau engkau tak ingin kusiksa sampai mati!
Ampun, tai-hiap
Bukan saya yang mengganggunya, akan te tapi nyonya itu dibawa pergi oleh toako........, ampunkan saya.......
Siapa itu toako?
It-gan Tiat-gu......
Di mana dia sekarang
Nyonya itu dibawa ke mana
Hayo katakan sejujurnya.
Mungkin ke sarangnya yang baru......Saya.....saya hanya menjadi pembantunya sementara saja, dan malam itu..
dia pergi melarikan nyonya itu......
Hemm, cepat antarkan aku ke sarangnya!
Jauh sekali, tai-hiap, perjalanan sehari penuh.....
Cerewet! Kau ingin mampus!
Koan Tek menendang dan tubuh orang itu te rle mpar sampai beberapa meter jauhnya
Dia mengerang dan merangkak bangun
Ampun, saya....
saya mau mengantarkan taihiap, tapi..........
saya takut, tentu dia akan marah kepada saya dan membunuh saya.
Huh, ada aku di sini, tidak perlu takut
Kalau engkau mengantar aku sampai berhasil menemukan nyonya itu, aku akan mencegah dia membunuhmu
Sebaliknya, kalau engkau tidak memenuhi permintaanku, engkau akan kusiksa sampai mati
Hayo cepat!
Si codet itu takut sekali dan diapun cepat bangkit lalu menjadi penunjuk jalan
Lie Koan Tek berjalan di belakangnya dan mendorong-dorongnya sehingga si codet, walaupun menderita nyeri di pundaknya, terpaksa berlari-lari
Untung bahwa karena gelisah memikirkan keselamatan Poa Liu Hwa, Koan Tek memaksa si codet berlari-lari sehingga dia tidak datang te rlambat
Karena kepala perampok yang berjuluk It-Gan Tiat-gu (Kerbau Besi Mata Satu) itu, setelah berhasil melarikan Liu Hwa dan meninggalkan Koan Tek dikeroyok anak buahnya, melakukan perjalanan yang santai menuju ke sarangnya, puncak sebuah bukit yang sunyi
Dia telah menotok wanita tawanannya itu hingga Liu Hwa tidak mampu meronta, tidak mampu pula berte riak
Dengan hati bangga dan girang, si mata satu itu memondong tubuh Liu Hwa, dibawa ke sarangnya dengan jalan kaki biasa saja tidak berlari-lari
Dia bangga karena telah berhasil menawan isteri ketua Hek-houw-pang dan akan memaksa wanita itu menjadi isterinya
Masih ada belasan orang anak buahnya di sarang itu
Mereka menyambut kedatangan It-gan Tiat-gu dengan gembira apa lagi ketika melihat bahwa wanita yang ditawan pemimpin mereka adalah isteri ketua Hek-houw-pang!
Siapkan pesta
Malam ini aku akan menikah dengan isteri ketua He k-houw-pang
Ha ha-ha!
Itgan Tiat-gu berkata lantang kepada anak buahnya dengan bangga, dan anak buahn ya yang belasan orang itupun tertawa gembira
Karena It-gan Tiat-gu hanya berjalan, sedangkan si codet yang didorong oleh Koan Tek itu berlarilari, maka tidak jauh selisih waktu antara kedatangan It-gan Tiat-gu dan mereka berdua di puncak bukit itu
Mereka tiba di puncak itu pada sore hari dan segera belas an orang anak buah Kerbau Besi Mata Satu yang tentu saja mengenal si codet sebagai rekan mereka
Melihat si codet datang sambil meringis kesakitan dan memegangi pundaknya, mereka segera merubungnya dan bertanya-tanya
Si codet maklum bahwa sedikit saja ia mengkhianati pendekar yang menawannya, pendekar itu tentu akan membunuhnya
Maka ketika kawan-kawannya membanjirinya dengan pertanyaan, dia menggerakkan tangan dengan tidak sabar
Sudahlah, jangan banyak bertanya dulu
Aku ingin menghadap toako, di mana dia
Aku akan melaporkan sesuatu yang amat penting.
Aihhh, toako sedang bersenang-senang dengan calon isterinya, jangan diganggu,!
kata seorang di antara mereka sambil menunjuk ke arah sebuah pondok tak jauh dari situ
Malam nanti kita pesta untuk pernikahan toako, ha-ha-ha!
kata yang lain
Mendengar ini, tanpa menanti lagi Lie Koan Tek meloncat ke depan pondok dan sekali tendang, daun pintu pondok itu roboh dan diapun menyerbu ke dalam
Apa yang dilihatnya di dalam kamar pondok itu membuat wajah Koan Tek jadi merah saking marahnya
Dia melihat Liu Hwa rebah telentang dalam kedaan te rtotok dan pakaiannya tidak karuan, karena It-gan Tiat-gu sedang te rkekehkekeh sambil mulai membukai pakaian wanita itu
Ehh?
It-gan Tiat-gu terkejut bukan main ketika tiba-tiba pintu pondok jebol
Dia meloncat sambil menyambar senjatanya, sebatang golok yang tadi ditaruh di atas meja
Dia terkejut ketika mengenal pria yang tadi mengamuk dan dikeroyok oleh anak buahnya
Jahanam busuk!
Koan Tek membentak dan biarpun lawan memegang golok dia tidak takut dan bahkan Koan Tek yang menyerang dengan dahsyatnya
Mata Satu menyambutnya dengan bacokan golok ke arah kepalanya
Koan Tek miringkan tubuh menghindar, dan tangannya terus melanjutkan serangannya dengan pukulan tangan te rbuka ke arah dada It-gan Tiat-gu
Kepala perampok itu mengelak dengan loncatan ke samping dan goloknya berkelebat, kini membabat ke arah pinggang tokoh Siauw-lim-pai itu
Koan Tek yang sudah marah bukan main melihat penjahat ini tadi nyaris memperkosa wanita yang selalu berada dalam ingatannya itu, menyambut serangan golok dengan te ndangan kaki dari samping
Trangggg....!
Golok terlepas dan membentur dinding
It-gan Tiat-gu terkejut bukan main dan merasa jerih, hendak melarikan diri
Akan tetapi Koan Tek mendahuluinya dengan tendangan yang mengenai belakang lututnya, kepala perampok itupun terpelanting
Sebelum dia sempat bangun, kaki Koan Tek menyusulkan tendangan yang diarahkan ke te ngkuknya
Krekkkk!
Patahlah tulang leher It-gan Tiat-gu dan diapun te was seketika
Pada saat itu, anak buah perampok sudah menyerbu dari luar pondok
Koan Tek cepat meloncat ke dekat pembaringan dan sekali tangannya bergerak, bebaslah totokan pada diri Liu Hwa
Sebelum wanita ini sempat berkata sesuatu, Koan Tek sudah meloncat keluar lagi dan mengamuklah dia dikeroyok belasan orang anak buah perampok itu
Dia melihat bahwa si codet yang tadi dipaksanya mengantar telah tewas, te ntu dibunuh oleh rekan-rekannya sendiri setelah dia lari menjebol daun pintu tadi
Lie Koan Tek mengamuk dan biarpun ia bertangan kosong, belas an orang anak buah perampok itu bukan tandingannya
Mereka kocarkacir dan le bih-lebih ketika Liu Hwa muncul dari dalam pondok memegang sebatang golok milik Itgan Tiat-gu
Kini pakaian Liu Hwa telah rapi kembali dan dengan golok di tangan, wanita ini mengamuk membantu Koan Tek
Tentu saja para perampok menjadi gentar dan merekapun lari cerai-berai meninggalkan yang terluka
Mereka saling pandang, berhadapan dalam jarak tiga meter
Lalu tiba-tiba Liu Hwa melepaskan goloknya, lari menghampiri Koan Tek dan menjatuhkan diri sambil menangis
Koan Tek cepat menyambutnya, memegang kedua pundaknya dan menariknya berdiri, melarangnya berlutut
Liu Hwa kini menangis di atas dada pendekar Siauw-lim-pai itu
Hampir saja kepala perampok mata satu itu memperkosanya
Ia sudah tidak berdaya sama sekali
Dalam saat te rakhir, muncul pula pendekar Siauw-lim-pai ini menyelamatkannya
Ia begitu bersyukur, te rharu dan juga bersedih karena ia te ringat lagi akan keadaannya yang kehilangan seluruh keluarganya, maka ia lupa diri dan menangis di atas dada yang bidang itu
Koan Tek juga seperti lupa, dengan sendirinya mendekap dan mengelus rambutnya dengan perasaan penuh kasih sayang! Setelah menumpahkan perasaan haru dan dukanya, Liu Hwa sadar akan dirinya dan iapun melepaskan diri, melangkah dua tindak ke belakang dan mukanya berubah merah sekali
Ahhh.......apa yang kulakukan......aih, tai-hiap, maafkan aku........aku te lah membuat bajumu basah.....
katanya memandang kepada baju pendekar itu yang basah di bagian dada oleh air matanya
Koan Tek te rsenyum
Tidak apa, engkau memang perlu dapat menangis sepuas hatimu, nyonya
Nah, marilah kita melanjutkan perjalanan
Kuantar engkau sampai ke dusunmu.
Liu Hwa mengangguk dan merekapun kini meninggalkan bukit itu, menuju dusun Ta-buncung
Malam telah tiba ketika mereka tiba di luar dusun, dan di luar pintu gerbang yang nampak sunyi, Koan Tek berhenti
Nyonya, pergilah engkau ke dalam
Aku le bih baik menanti saja di sini
Mereka tentu mengenaliku sebagai seorang di antara para penyerbu, dan mereka akan menyerangku.
Tidak, tai-hiap
Mari masuk saja, biar aku yang akan memberi penjelasan kepada mereka nanti,
kata Liu Hwa, akan tetapi Koan Tek merasa tidak enak
Memang kalau dia ingat akan peristiwa yang te rjadi di dusun itu, betapa dia membantu para penjahat untuk membasmi Hek-houw-pang, dia merasa menyesal bukan main dan merasa malu kepada dirinya sendiri
Aku menanti saja di sini
Kalau engkau perlu berte mu dengan aku besok, aku akan berada di sini.
Terpaksa Liu Hwa meninggalkan pendekar Siauw-lim-pai itu dan memasuki dusun Ta-buncung yang nampak sunyi
Akan te tapi begitu ada orang melihatnya, orang itu segera berseru akan munculnya nyonya ketua He k-houw-pang dan semua orangpun berlarian keluar menyambut
Dan hujan tangispun te rjadi
Liu Hwa menangis lagi mendengar betapa banyaknya korban jatuh
Bahkan Coa Siang Lee yang menjadi tamu, juga yang menjadi ahliwaris keluarga Coa yang selalu menjadi ketua perkumpulan itu, ikut tewas
De mikian pula Coa Song, kakek yang dihormatinya itu
Malam hari itu juga, Liu Hwa membawa perle ngkapan sembahyang dan ia bersembahyang di depan makam suaminya
Ia tdak mau dite mani orang lain, bahkan ia menyuruh semua orang yang mengantarnya untuk meninggalkannya agar ia dapat meratapi nasibnya di depan kuburan suaminya
Ia hanya mempunyai satu saja hiburan, yaitu bahwa pute ranya, Cin Cin, selamat dan kini menurut pesan terakhir kakek Coa Song, Cin Cin diantar oleh Lai Kun, sute suaminya, untuk menjadi murid pendekar sakti Si Han Beng yang berjuluk Huang-ho Sin-liong (Naga Sakti Sungai Kuning)
la bersembahyang bukan saja di depan makam suaminya, juga ia bersembahyang di depan makam kakek Coa Song dan di depan makam Coa Siang Lee, bahkan ia menyembahyangi makam para murid atau anggota Hek-houw-pang yang te was dalam serbuan itu
Ketika ia menghampiri makam yang paling ujung sambil membawa hioswa (dupa biting) dan sekeranjang kembang, ia melihat sesosok tubuh kecil melingkar di depan makam itu
Ternyata ada seorang anak laki-laki yang usianya paling banyak enam tahun rebah miring dan melingkar di atas tanah, agaknya tertidur! Liu Hwa memandang ke arah makam itu
Sinar bulan cukup te rang dan tulisan huruf-huruf di atas kayu yang sementara dipasang sebagai nisan itu cukup besar
Ia membaca nama korban itu
Ah, kiranya itu makam The Ci Kok, seorang anggota He k-houw-pang tingkat atas
The Ci Kok bahkan menjadi suheng dari suaminya yang memiliki kepandaian seimbang dengan suaminya
Kalau Kam Seng Hin yang dipilih menjadi ketua adalah karena The Ci Kok ini orangnya pendiam dan agak bodoh
Kiranya dia juga tewas! Kini Liu Hwa dapat menduga siapa anak kecil itu dan hatinya seperti ditusuk
Anak itu te ntu The Siong Ki pute ra suheng suaminya itu
Iapun tahu bahwa ibu anak itu te lah tiada sejak anak itu masih kecil sekali
Berarti bahwa anak itu kini menjadi seorang anak yatim piatu
Siong Ki......Siong Ki.......! Bangunlah, jangan tidur di sini, nak!
katanya lembut sambil mengguncang pundak ana k itu
Akan te tapi, anak itu tidak terbangun
Betapa kuatpun dia mengguncang, te tap saja anak itu tidak te rjaga
la mulai curiga, lalu memeriksanya
Anak itu seperti dalam keadaan tidur, akan te tapi kini ia tahu bahwa anak itu sebenarnya jatuh pingsan! Makin te rtusuk rasa hati Liu Hwa
Diletakkannya bunga dan dupa di atas makam dan ia lalu mengangkat dan memangku anak itu, mengurut te ngkuk dan dadanya
Akhirnya, anak itu menggeliat lalu menggumam
Ayah......ayah.....jangan tinggalkan Siong Ki sendirian, ayah......! Jahanam, aku akan membunuh kalian semua.!
Anak itu meronta bangkit dan dengan kedua tangan te rkepal dia menyerang Liu Hwa! De ngan hati te rharu sekali Liu Hwa menangkap pukulan-pukulan itu dengan lembut sambil berkata,
Siong Ki, lihatlah siapa aku ini......
Tidak perduli engkau siapa, setan atau iblis
Aku tidak takut! Biar kau membunuhku, a ku tidak takut
Aku ingin mati dan bersama ayah dan ibuku!
Dan dia menyerang terus
Setelah Liu Hwa menangkap kedua lengannya dan merangkulnya, baru anak itu mengamati Liu Hwa dan diapun merangkul dan menangis,
Bibi.......ah
bibi.......! Aku.......aku ingin mati saja, bibi..!
Biarpun hatinya sendiri seperti diremas-remas, penuh kedukaan dan keharuan yang membuat ia ingin menjerit-jerit dan menangis seperti anak kecil, akan tetapi Liu Hwa menahan perasaannya, menggigit gigi sendiri dan merapatkan bibir dengan kuat-kuat sambil merangkul anak itu
Kemudian ia bicara
-ooo0dw0ooo-