Mestika Golok Naga Jilid 09

JILID IX

Tiong Li maklum bahwa biarpun adu kepandaian seperti ini nampaknya tidak apa-apa karena tangan merekapun tidak saling menyentuh, akan tetapi sesungguhnya amatlah berbahaya. Kalau seorang di antara mereka sampai tidak kuat menahan dan tenaga yang lain terlanjur mendesak, maka yang tidak kuat itu dapat menderita luka parah!

Karena itu, diapun hanya bertahan saja dan tidak mau mendesak maju. Karena itu, Sin Gi Tosu merasa seolah- olah kedua telapak tangannya menolak sebuah bukit karang yang amat kokoh kuat. Betapapun dia mengerahkan tenaga, dia tidak mampu mendorong mundur kedua tangan pemuda itu. Sampai beberapa lamanya keduanya hanya saling bertahan dan perlahan- lahan muka Sin Gi Tosu menjadi kemerahan dan berkeringat. Dia merasa penasaran sekali. Dia yang sudah berlatih selama puluhan tahun, harus mengaku kalah terhadap seorang pemuda yang pantas menjadi cucunya? Dia lalu mengeluarkan suara bentakan panjang dan kedua tangannya mendorong sepenuh tenaga.

Tiong Li yang hanya bertahan, terdorong ke belakang, akan tetapi kedudukan kuda-kuda kakinya masih tetap tidak bergeming. Sebaliknya, Sin Gi Toso kehabisan tenaga dan dia terhuyung kedepa n, terengah-engah. Dia tidak sampai terluka karena Tiong Li tidak mendorongkan tenaganya, hanya terguncang karena tenaganya yang bertemu tenaga yang lebih kuat itu membalik. Cepat Sin Gi Tosu duduk bersila dan mengatu pernapasan untuk menjaga agar di dalam tubuhnya tidak sampai terluka. Kemudiian dia bangkit berdiri dan wajahnya penuh kagum.

"Siancai.....! Dalam hal tenaga sin-kang, engkaupun telah mewarisi tenaga yang luar biasa sekali, Tan-sicu Pinto mengaku kalah." Tiba-tiba Im Seng Cu tertawa. "Ha ha, engkau yang begini muda sudah berhasil menundukkan kami tiga orang tua, Tan-sicu. Akan tetapi andaikata kami belum menyadari kekeliruan kami dan kami bertiga maju bersama, engkau tentu akan kalah dan mungkin engkau dapat tewas di tangan kami. Kami bersalah, dan kami mengaku kalah, selamat tinggal, sic u. Teruskanlah perjuanganmu demi membebaska n tanah air dan bangsa dari penjajah," Setelah berkata demikian, tiga orang tosu itu lalu melompat pergi tanpa menengok lagi dan mereka langsung saja pulang ke utara, dan tidak singgah lagi di ruman kediaman Perdana Menteri Jin Kui. Peristiwa itu diintai oleh mata-mata Jin Kui yang segera melapor! kepada Perdana Menteri itu sehi ngga dia menjadi semakin marah dan mendendam kepada Tio ng Li.

Sementara itu, Tiong   Li   dan   Siang   Hwi   juga meni nggalkan tempat itu untuk melanjutkan usaha mereka mencari Ban-tok Sian-li .

0odwo0

Di lereng bukit Thai-mu-san terdapat sebuah perkampungan yang merupakan pusat dari perkumpulan Pek-eng-pang (Perkumpulan Garuda Putih). Perkumpulan ini merupakan perkumpulan yang cukup besar, dengan anggauta lebih dari dua ratus orang. Mereka itu selain merupakan perguruan silat, juga membuka perusahaan piau-kiok (pengawalan kiriman barang) yang terkenal ditakuti para penjahat sehi ngga banyak langganan mereka yang mengirim barang melalui piauw-kiok ini . Hanya dengan bendera yang bergambar garuda putih di atas gerobak barang, para perampok tidak berani mengganggu. Perusahaan piau-kiok mereka berada di kota Nan-king, tak jauh dari bukit itu, juga di Nan-king ini mereka membuka perguruan silat yang memungut bayaran. Dari hasil perguruan dan piauw- kiok, keadaan perkumpulan ini cukup makmur.

Pek-eng-pang dipimpin oleh ketuanya yang bernama Thio Cin Kang, seorang pendekar yang gagah perkasa. Ketua ini berusia kurang lebih empatpuluh tahun, bertubuh tinggi tegap dan wajahnya gagah sekali. Wajah yang jantan dan sikapnya berwibawa namun lembut. Selain itu, ilmu kepandaian Thio Cin Kang ini juga tinggi. Dia pernah menjadi murid Kun-lun-pai, akan tetapi juga pernah mempelajari ilmu silat berbagai aliran sehi ngga dia mahir banyak macam ilmu silat sehi ngga menjadi seorang ahli silat yang tangguh. Akan tetapi biarpun dia lihai dan tubuhnya tinggi besar wajahnya jantan gagah, Thio Cin Kang ini memiliki perangai yang lembut dan bijaksana. Tidak mengherankan kalau semua anak buahnya tunduk kepadanya dan amat taat.

Akan tetapi, biarpun hidupnya serba kecukupan dengan hasil usahanya, namun kehidupan rumah tangga ketua ini sungguh menyedihkan. Setelah menikah selama belasan tahun, isterinya tidak mempunyai keturunan dan baru beberapa bulan yang lalu, isterinya yang akhirnya mengandung itu keguguran yang berakibat matinya isteri itu! Dia kehilangan isterinya dan masih juga belum mempunyai keturunan. Peristiwa ini memukul hebat batin Thio Cin Kang sehi ngga dia menjadi kurus dan muram.

Setelah lewat setengah tahun kematian isterinya, para pembantunya dengan halus mencoba membujuk nya agar dia menikah lagi untuk menyambung keturunan, akan tetapi dia selalu menolak dan mengatakan tidak mungki n dia dapat hidup berbahagia dengan seorang wanita lain karena tentu tidak akan cocok wataknya. Dan semenjak itu dia menaruh dendam kepada para perampok.

Kematian isterinya itu dianggapnya akibat dari ulah para perampok. Sebetulnya, ketika sedang mengan dung, isterinya mengadakan perjalanan pulang ke dusun untuk menengok orang tuanya. Karena perjalanan itu tidak terlalu jauh, dan dia mempunyai banyak kesibukan, Thio Cin Kang tidak mengantarkan, hanya menyuruh pembantu-pembantunya mengawal kepergian isterinya. Dan ditengah perjalanan, rombongan itu dihadang perampok!

Agaknya gerombolan perampok yang baru datang dari lain daerah sehingga belum mengenal Pek-eng-piauw- kiok. Para perampok itu menyerang dan sempat membakar kereta sehingga isteri Thio Cin kang buru- buru turun dari kereta dan berlindung. Akhirnya gerombolan perampok dapat dipukul dan melarikan diri. Akan tetapi isteri Thio Cin Kang mengalami kekagetan dan inilah yang dianggap oleh Thio Cin Kang menjadi penyebab keguguran Isteri nya. Dan sejak itu, serlngkall dia pergi seorang diri untuk menghajar gerombolan perampok!

Thio Cin Kang Juga simpati kepada perjuangan. Dia menganjurkan agar anak buahnya membantu kalau melihat para pejuang bertempur melawan pasukan Kin yang melanggar perbatasan. Walaupun tidak langsung aktip dalam perjuangan, akan tetapi Thio Cin Kang mendukung perjuangan itu dan siap membantu sewaktu- waktu. Oleh karena itu namanya juga dihormati di kalangan para pejuang dan karena dia tidak aktip, pemerintah tidak memusuhi nya sebagal pemberontak.

Pada suatu pagi. seperti biasa Thio Cin Kang yang belum pulih dari kesedihannya ditinggal mati isterinya dengan pedang di punggung, berkeliaran menuruni bukit Thian-mu-san. Tiba-tiba dia mendengar suara ribut dan melihat bahwa terjadi pertempuran di sebuah hutan. Ketika dia lari mendekati, dia melihat seorang wanita cantik sedang dikeroyok oleh duapuluh lebih orang yang tinggi besar dan nampak garang.

Melihat sikap mereka, piauw-su (pengawal barang) yang sudah berpengalaman itu maklum bahwa dia berhadapan dengan gerombolan perampok yang sedang mengganggu seorang wanita. Wanita itu cantik bukan main, jelita dan juga lihai ilmu silatnya. Dengan sebatang golok di tangan, wanita Itu mengamuk dan sudah merobohkan beberapa orang. Akan tetapi pengeroyoknya yang banyak itu mengepungnya dengan ketat.

Melihat ini, tanpa banyak cakap lagi Thlo Cin Kang membentak, nyaring "Perampok-perampok laknat!" Seolah olah dia melihat isterinya sendiri dikeroyok dan terancam oleh para perampok maka setelah mencabut pedangnya dia lalu mengamuk! Dia tidak memperkenalkan diri karena dia memang ingin membasmi para perampok itu.

Wanita itu bukan lai n adalah Ban-tok Sian-li Souw Hian Li. Sebagai wanita sakti yang angkuh, ia merasa tidak senang meli hat ada orang membantunya, apa lagi yang mengamuk demikian hebatnya sehingga sebentar saja telah merobohkan lima orang. Iapun tidak mau kalah dan menggerakkan Mestika Golok Naga dengan hebat sehingga kedua orang itu seperti berlumba saja merobohkan kawanan perampok yang mengeroyok mereka. Dan dalam waktu yang tidak terlalu lama, semua perampok yang berjumlah tigapuluh orang itu telah roboh semua, malang melintang dan mandi darah !. Ban tok Sian-li telah menyimpan kembali goloknya, demikian pula Thio Cin Kang telah menyimpan pedangnya. Mereka berdiri saling pandang Thio Cin Kang tidak menyembunyikan kekagumannya, bukan hanya kagum akan kecantlk jelitaan wanita itu, melai nkan lebih-lebih lagi akan kegagahannya. Juga Ban tok Sian Li melihat seorang pria yang jantan dan gagah, namun sinar matanya lembut. Biarpun demikian, ia mengerutkan alisnya dan merasa tidak senang.

"Kenapa engkau membantuku?" tanyanya tidak ramah.

Thio Cin Kang cepat menghampiri dan mengangkat kedua tangan depan dada. "Harap suka memaafkan aku, nona. Meli hat seorang wanita di kepung dan di keroyok penjahat-penjahat laknat ini, terpaksa aku turun tangan membantu, sungguhpun sekarang aku menyadari bahwa tanpa dibantu sekalipun engkau akan dapat membasmi mereka." Ucapan ketua itu lembut dan ramah.

"Aku tidak membutuhkan bantuanmu!"

"Aku tahu, nona. Akan tetapi baru sekarang aku tahu. Tadi aku khawatir kalau-kalau nona terancam bahaya maka aku membantu. Harap sekali lagi suka memaafkan aku."

Sikap orang itu sungguh menyenangkan hati dan karena hatinya merasa senang itulah Ban-tok Sian-Li menjadi semakin marah ia marah kepada diri sendiri yang merasa tertarik dan suka disertai kegum kepada pria asing Itu!

"Enak saja engkau minta maaf. Engkau sengaja memamerkan kepandaianmu kepadaku! Engkau memandang rendah kepadaku. Nah aku ingin tahu sampai di mana tingginya kepandaianmu!" Setelah berkata demikian, wanita itu tanpa banyak cakap lagi lalu menyerang dengan tamparan tangan kanannya.

Thio Cin Kang terkejut dan cepat mengelak. Akan tetapi luputnya tamparan itu membuat Ban-tok Sian-li Semakin penasaran dan menganggap orang itu menantangnya, maka ia terus bergerak menyerang secara bertubi-tubi! Terpaksa Thio Cin Kang tidak hanya mengelak, melai nkan harus menangkis karena Serangan-serangan itu semakin lama semakin dahsyat!.

Mulai timbul kegembiraan di hati Thio Cin Kang. Sebagai seorang ahli silat tingkat tinggi, diapun memiliki penyakit yang sama, yaitu suka bertanding silat, apa lagi dia tertarik sekali kepada wanita ini dan ingin menguji sampai di mana kelihaiannya. Dia menganggap wanita ini seperti orang-orang kang-ouw lai nnya, hendak mengujinya. Maka, mulailah dia balas menyerang dengan tidak kalah dahsyatnya! Akan tetapi tentu saja hanya untuk menguji, bukan untuk mencelakai wanita yang begitu bertemu telah membuat dia tertarik! sekali itu. Belum pernah selama hidupnya dia bertemu dengan wanita yang demikian cantik jelita dan sekaligus demikian tinggi ilmu silatnya.

Kalau Thio Cin Kang hanya hendak mengaji kepandaian wanita itu, sebaliknya Ban-tok Sian-li yang merasa ditantang, menyerang dengan sungguh-sungguh dan ia mulai jengkel setelah lewat lima puluh jurus ia belum juga mampu mengalahkannya dengan Ilmu silat, akan tetapi setelah ternyata pria itu cukup tangguh sehingga agaknya kalau hanya mengandalkan ilmu silat ia tidak akan mampu mengalahkannya, mulailah ia mengerahkan tenaganya sehingga kedua tangannya mengandung hawa beracun yang amat jahat !. Thio Cin Kang terkejut bukan main ketika menangkis tangan wanita itu, merasa kulit lengannya panas dan perih, kemudian ketika tangan wanita itu berhasil menggores kulit lengannya, terasa gatal dan panas seperti dibakar !. Dia terkejut dan gerakan refleksnya membuat dia mengeluarkan ilmu tendangannya yang amat hebat, yaitu i Imu tendangan Thai-lek-tui (Tendangan Kilat) sehi ngga Ban-tok Sian-li tidak dapat mengelak dan pahanya tertendang. Untung baginya Thio Cin Kang membatasi tenaganya sehingga ia hanya terhuyung saja.

"Ah, maafkan aku, nona ... ! " kata-nya.

"Aku belum kalah !" bentak Ban-tok Sian-li dengan marah sekail dan ia sudah mendesak maju lagi dan tangan kirinya menghantam ke dada. Thio Cin Kang mengelak, akan tetapi tiba-tiba ia merasa dadanya nyeri sekali dan dia terpelanting jatuh, dadanya telah terluka ketika bajunya ditembusi jarum Ban-tok Sian-li! Sambil mendekap dadanya dia mencoba bangkit dan memandang kepada Ban-tok Sian-li.

"Engkau.....engkau hebat sekali, nona. Aku mengaku kalah!" katanya dengan kagum, sedikitpun tidak merasa menyesal telah dilukai sedemikian rupa oleh wanita itu.

"Hemm, engkau telah terluka oleh Ban-tok-ciam dan dalam waktu duapuluh empat jam engkau akan mati. Tidak ada obat di dunia ini dapat menyelamatkan mu "

Akan tetapi gertakan ini tidak membuat pria itu ketakutan, bahkan dia tersenyum sambil menyeringai menahan sakit. "Kalau begitu, selamat tinggal dunia yang penuh kesedihan dan kepalsuan ini. Selamat tinggal duka dan sengsara ! " Ban-tok Sian-li terbelalak heran Belum pernah ia melihat orang bersikap seperti ini menghadapi siksaan dan kematian yang mengerikan.

"Engkau tidak takut dan tidak sedih menghadapi kematian?"

"Kenapa mesti takut dan sedih? Kematian merupakan kebebasan dari alam kesengsaraan bagiku. Aku bahkan berterima kasih kepadamu, nona. Engkau membebaskan aku dari duka. Mati di tanganmu tidak mendatangkan penasaran, bagiku. Engkau begini cantik, engkau begini lihai ."

"Engkau akan mati dan anak isterimu akan menangisimu. Mereka akan berkabung dan bersedih. Apa engkau tidak kasihan kepada anak isterimu?"

Thio Cin Kang kembali tersenyum dan Ban-tok Sian-li merasa aneh. Orang ini mengobral senyum dalam menghadapi maut! "Tidak ada seorangpun yang akan menangisi kematianku, nona. Aku tidak mempunyai anak dan isteriku telah meninggal dunia setengah tahun yang lalu. Aku hanya mohon kepadamu, kalau nona sudi memenuhi permohonan terakhir dariku "

Ban-tok Sian-li mengerutkan alisnya, ia merasa heran kepada diri sendiri kenapa tidak ditinggalkan saja sejak tadi orang itu, seperti biasa kalau ia membunuh orang, melainkan dilayani nya bicara panjang lebar, bahkan ki ni orang itu mengajukan permohonan dan ia masih melayaninya!

"Permohonan apakah itu?"

"Di lereng bukit ini terdapat sebuah perkumpulan Pek- eng-pang. Akulah ketua perkumpulan itu dan tolonglah...

beri tahu kepada mereka bahwa aku mati di sini agar mereka dapat mengetahui dan menguburkan. Sudikah engkau., nona yang baik?"

Ban-tok Sian-li makin kaget. la sudah mendengar akan nama besar Pek-eng pang sebagai perkumpulan gagah perkasa yang suka membantu para pejuang, la makin gemas karena pria itu tidak   memakinya,   tidak mencaci nya, bahkan menyebutnya nona yang baik! .

"Aku bukan nona yang baik! Aku kejam, aku telah meracunimu, aku telah membunuhmu. Lupakah engkau akan kenyataan ini?"

"Sudah kukatakan, aku tidak mendendam. Aku bahkan berterima kasih kepadamu, nona. Maukah. maukah

engkau memenuhi permohonanku tadi?"

Orang aneh! Orang gagah!   Orang jantan yang  berani  mati. Orang sengsara  yang hidup sebatang   kara tanpa isteri tanpa anak, tidak    ada  yang menyedihi

kematiannya.

Tiba-tiba  Ban-tok Sian-li berlutut di dekat orang itu  dan mendorongnya.

"Rebahlah telentang!" perintahnya .

"Eh, ada apa.....? Engkau engkau mau apa ? "

"Cerewet! Diamlah dan telentanglah!" Kembali ia memerintah. Thio Cin Kang menjatuhkan diri telentang. Jari-jari yang mungil itu dengan cekatan lalu membuka kanci ng baju itu sehingga nampak dada yang bidang dan tegap itu telanjang.

Ban-tok Sian-li lalu menotok dengan telunjuknya ke arah sekeliling luka di dada untuk menghentikan jalan darahnya, kemudian tanpa ragu lagi ia lalu menempelkan bibirnya pada dada yang terluka, menghisap keluar Jarum yang mengeram ke dalam dagi ng.

Thio Cin Kang memejamkan matanya. Bukan karena nyerinya. Nyerinya dapat dia pertahankan, bahkan lebih dari itupun dia dapat menahannya. Akan tetapi, muka yang halus itu, rambut yang harum itu, dan terutama bibir hangat yang menempel dan menghisap di dadanya itu. Tidak kuat dia membuka matanya karena itu semua. Dia merasa seperti dalam mimpi indah. Wanita itu menghisap luka nya! Luka beracun di dadanya yang telanjang. Benar-benarkah hal seperti ini dapat terjadi? Hisapan itu berhenti dan bau harum itu menjauh. Dia membuka matanya. Wanita itu memandang kepadanya .

"Jarum itu sudah keluar, akan tetapi tanpa obat pemunah darik u, engkau tetap saja akan mati."

"Kuserahkan   nyawaku   di   tanganmu,   nona      eh,

nyonya... maafkan aku..." Wanita yang usia nya tentu sudah lebih, dari pada tampaknya itu tentu saja sudah bersuami. Betapa bodohnya membayangkan yang bukan-bukan. Tidak tahu malu!

"Plaakkk _!" Tiba-tiba pipinya ditampar !   Dia terkejut dan terbelalak! Baru saja menyedot racun dari luka dil dadanya dan kini sudah menghadiahi sebuah tamparan keras! Betapa anehnya wanita ini .

"Ehh, kenapa. ?" tanyanya gagap . "Aku belum pernah menika h dan engkau berani menyebutku nyonya?"

"Aih, maafkan aku, nona. Eh, aku ..... aku sungguh tidak tahu, dan agak nya sekarang aku dapat menduga siapa adanya nona. Bukankah nona yang berjuluk Ban- tok Sian-li ?"

"Hemm, engkau sudah mengenal namaku. Baik sekali, engkau akan mati dengan mengenal siapa pembunuhmu. Aku memang Ban-tok Sian-li Souw Hian Li, majikan dari Lembah Maut....." Tiba-tiba suaranya melemah karena ketika menyebutkan tempat itu, ia teringat betap tempat itu telah terbasmi habis.

"Aku akan mati dengan mata terpejam, nona."

"Tidak, engkau tidak akan mati Kau kira pe rcuma saja aku menyedot keluar jarum tadi?" la mengeluarkan bubuk obat penawar racun itu dan membubuhkan obat itu kepada luka di dada, menekan-nekannya, kemudian ia mengeluarkan sebotol kecil arak dan menyuruh minum arak bercampur obat. Setelah diobati dan minum arak obat, Thio Cin Kang tidak merasa sakit lagi pada dadanya.Dia mengancingkan lagi bajunya, kemudian ikut pula berdiri seperti Ban-tok Sian-li.

"Nona Souw, aku Thio Cin Kang menghaturkan banyak terima kasih kepadamu yang sudah mengampuni aku dan menyelamatkan aku dari maut. Telah lama aku mendengar nama besar nona sebagai seorang yang membantu perjuangan dan aku kagum sekali kepadamu, nona."

"Hemm, tadi engkau berterima kasih karena aku hendak membunuhmu, sekarang berterima kasih karena aku menyelamatkanmu. Sebenarnya, apa yang kau- kehendaki? Engkau tadi ingin mati, sekarang ingin hid up

! "

Thio Cin Kang menarik napas panjang. "Nona Souw, setengah tahun yang lalu, isteriku keguguran dan meni nggal dunia. Aku sudah menjadi putus asa, tidak mempunyai isteri tidak mempunyai anak, dan biarpun semua orang membujukku untuk menikah lagi, aku tidak menemukan orang yang cocok. Aku bosan hidup dan ingin mati saja. Akan tetapi setelah bertemu denganmu, nona. Aku kagum bukan main! Aku rela mati di tanganmu, dan sungguh amat berbahagia bahwa nona tidak membunuhku bahkan menyelamatkan aku. Nona memberi harapan baru bagiku. Kalau saja nona sudi memberi kesempatan kepadaku untuk membantumu, membantu apa saja, aku rela mengorbankan nyawaku untuk membantu dan membelamu, nona Souw."

Souw Hian Li menjadi merah sekali wajahnya, la bukan anak kecil, ia tahu apa yang tersembunyi di balik dada yang bidang itu, yang terkandung di dalam hati pria ini. Akan tetapi ia pura-pura tidak mengerti dan bertanya, "Thio-pangcu, mengapa engkau begitu mati-matian percaya kepadaku dan menyerahkan nyawamu kepadaku? Mengapa pula engkau rela berkorban untuk membantuku, rela berkorban nyawa sekalipun untuk membelaku? Mengapa? Aku suka akan sikap yang terus terang, tidak bersembunyi-sembunyi dan bertele-tele!"

Thio Cin Kang menelan ludahnya untuk memberanikan dirinya. "Mungki n mendengar ucapanku, nona akan menjadi begitu marah dan turun tangan membunuhku. Kalau begitu halnya, aku siap menerima kematian di tanganmu. Terus terang saja, nona. Begitu bertemu denganmu, melihatmu dan melihat sikapmu; mendengar suaramu, aku langsung jatuh cinta kepadamu, nona Souw. Kalau ada wanita di dunia ini yang kuingin mengambil sebagai isteriku, engkaulah wanita itu dan tidak ada lai n wanita lagi ! "

Mendengar pengakuan yang demikian jujur dan gagahnya, Souw Hia n Li tercengang dan tertegun, walaupun ia sudah menduganya bahwa pria itu jatuh cinta kepada nya, la menanyai hatinya sendiri dan harus diakuinya bahwa pria ini lain dari pada pria lain. Begitu jantan, begitu gagah, begitu jujur. Kelembutan hatinya sebagai wanita tersentuh sebagaimana yang belum pernah dirasakan sebelumnya dan ia menundukkan mukanya yang kemerahan dengan sikap tersipu malu, seperti seorang gadis belasan tahun menerima pernyataan cinta seorang perjaka!.

Thio Cin Kang juga bukan seorang pria muda. Usianya sudah empatpuluh tahun dan sungguhpun dia bukan tergolong pria yang mata keranjang, namun dia sudah dapat membaca isi hati wanita yang berdiri di depannya dengan muka ditundukkan dan tersipu itu.

"Li-moi         !" Dia berbisik.

Souw Hian Li terkejut. Panggilan itu begitu terasa asing baginya, asi ng akan tetapi begitu merdu dan manis, la mengangkat muka memandang. Dua pasang mata bertemu, bertaut sampai lama, kemudian Hian Li menunduk lagi.

"Pang-cu, jangan begitu tergesa     "

"Kenapa, Li-moi? Bukankah engkau menghendaki keterus-terangan? Da n aku Sudah membukakan pintu hatiku, mengeluarkan semua rahasia hatiku kepadamu. Aku jatuh cinta kepadamu, Li-moi, dan kalau engkau sudi, aku ingin sekali hid up bersamamu, sebagai suami isteri, membentuk kehidupan baru yang penuh damai dan ketenteraman. Sudikah engkau, Ll-moi?"

"Nanti dulu, Thio-pangcu "

"Mohon jangan sebut aku pang-cu Li-moi. Terdengarnya begitu asing. Mau kah engkau menyebut toako kepadaku?"

"Baiklah, Thio-twako. Akan tetapi kukatakan bahwa engkau tidak perlu tergesa-gesa.. Kalau memang kita berjodoh, tidak akan ada yang menghalanginya. Aku hidup seorang diri dan engkau    juga seorang diri, jadi apa halangannya? Engkau cinta padaku dan aku aku

kagum dan suka kepadamu. Akan tetapi kita baru saja bertemu dan aku masih mempunyai tugas yang harus kuselesaikan."

"Tugas apakah itu, Li moi ? Aku akan membantumu!" "Tugas membunuh Perdana Menteri Jin Kui!"

Thio Cin Kang terkejut dan terbelalak memandang kepada wanita itu. "Engkau bersungguh-sungguhkah, Li- moi? Membunuh Perdana Menteri Ji n Kui?"

"Ya! Mengapa?.Engkau takut?"

"Tidak seujung rambutpun aku takut dalam membantu dan membelamu, Li moi. Aku hanya terkejut karena tugas itu sungguh sama sekali tidak ringan dan amat sukar. Perdana Menteri Jin Kui yang jahat dan licik itu terli ndung oleh jagoan-jagoan yang tinggi ilmunya. Akan tetapi lebih dulu aku ingin tahu, mengapa engkau hendak membunuhnya?"

"Mengapa? Dia menyuruh pasukan dan para jagoannya untuk membasmi tempat tinggal kami. Lembah Maut di Sungai Yang-ce. Karena dia anak buahku banyak yang tewas dan tempat tinggalku dirampok dan dibakar. Aku harus membunuh anjing penjilat dan pengkhianat itu!"

"Hampir semua pejuang mempunyai keingi nan yang sama. Akan tetapi betapa sukarnya. Biarpun demikian, aku akan membantumu, Li-moi. Biar untuk itu kukorbankan nyawaku, aku siap membantumu. Akan tetapi agar usaha kita tidak mengalami kegagalan seperti yang pernah dilakukan para pejuang, kita harus mempergunakan siasat dan mengatur yang matang. Marilah, Li-mol. Marilah engkau singgah di tempat kami agar kita dapat membicarakan rencana siasat itu lebih matang lagi."

"Baik, twako. Dengan bantuanmu, kuharap akan dapat membalas dendamku kepada pengkhianat itu!"

"Ada Satu hal lagi yang ingin kutanyakan kepadamu, Li-moi. Aku akan selalu merasa penasaran sebelum mendapat keteranganmu."

"Hal apakah itu? Tanyakanlah, akan kujawab." "Tentang senjatamu itu. Kalau aku tidak salah sangka,

bukankah itu yang disebut Mestika Golok Naga, golok

milik istana yang telah dicuri orang? Bagaimana dapat berada padamu? Aku tidak percaya bahwa engkau. "

"Kenapa berhenti bicara? Katakan saja bahwa engkau menduga aku pencuri golok pusaka itu, bukan? Engkau keliru, Bukan aku pencuri golok pusaka itu. Pencurinya adalah seorang kaki tangan Panglima Wu C hu dari Kerajaan Kin bernama Hak Bu Cu dan aku telah menewaskannya Golok ini telah diserahkan kepada Panglima Wu Chu dan .......dan akhirnya Jatuh ke tanganku." Tentu saja Ban-tok Sian-Li Souw Hia n Li tidak mau menceritakan cara ia merampas golok itu dari tangan Tan Tiong LI, dengan cara licik, yaitu melukai puteri Sung Hiang Bwee kemudian menukar keselamatan gadis itu dengan golok pusaka.

"Golok pusaka itu harus dikembalika n kepada Kaisar, Li-moi."

"Kelak kalau sudah tercapai maksudku membunuh Perdana Menteri Jin Kui "

"Benar Juga, aku sudah menemukan cara yang baik, siasat yang tepat untuk dapat berhadapan dengan Jin Kui dan membunuhnya. Yaitu dengan golok ini. Kita mohon menghadap Perdana Menteri Jin Kui. Kalau kita memakai alasan! untuk mengembalikan Mestika Golok Naga, kurasa dia akan mau menerima kita."

"Bagus ! itu siasat yang baik sekali, Thio-twakol" seru Souw Hian Li dengan girang.

"Mari kita bicarakan di rumah.!"

Keduanya lalu berjalan pergi meninggalkan tigapuluh orang perampok itu saling tolong dan menuju ke lereng bukit Thia n-mu-san, jalan berdampingan dan bukan hanya Thio Cin Kang saja yang merasa berbahagia dapat mengajak wanita itu pulang ke rumahnya, juga Souw Hian Li merasakan suatu perasaan yang belum pernah ia alami sebelumnya.

Cinta asmara memang aneh dapat membuat seseorang merasa bahagia seperti hid up di sorga, akan tetapi di lain saat dapat membuat orang itu berbalik merasa sengsara seperti hidup di neraka! Cinta asmara mengandung nafsu berahi, ingin memiliki dan dimiliki, ingin menyayang dan disayang , ingin menguasai dan dikuasai, ingin selalu berdekatan, bahkan bersatu dalam dua badan satu hati. Akan tetapi satu saja di antara keinginan-keingi nan itu tidak terpenuhi, datanglah sengsara dan kasih sayang dapat saja berubah sama sekali bentuknya menjadi dendam dan benci.

Karena Ingi n memiliki dan dimiliki, menguasai dan dikuasai, maka timbullah cemburu. Cinta asamara adalah semacam kesayangan seperti sayangnya seseorang kepada sebuah benda yang Indah dan I-ngln dimilikinya sendiri, tidak boleh disentuh orang lai n. Dan cinta asmara mendatangkan duka kalau tiba saatnya dipisahkan dari yang dicinta.

Namun, tanpa adanya cinta asmara, hidup akan terasa hambar. Perasaan ini. sudah merupakan naluri kemanusiaan, di ikut-sertakan semenjak lahir karena cinta asmara merupakan sarana perkem-bang-biakan manusia. Tanpa cinta asmara yang mengandung nafsu berahi, bagaimana manusia dapat berkembang biak, beranak-cucu? Tiada habis-habisnya para cendekiawan, para filsuf dan pengarang, membicarakan dan menulis tentang cinta asmara, dan kita tidak juga bosan mendengar atau membacanya. Mengapa demikian? Karena cinta asmara merupakan bagian dari pada hidup kita.

Ban-tok Sian-li Souw Hian Li telah banyak bertemu pria yang tergila-gila kepadanya. Akan tetapi belum pernah ia merasa tertarik kepada, seorangpun pria itu. Dan sekarang, tiba-tiba saja ia tertarik kepada seorang duda. Inilah yang dinamakan jodoh dan memang terdapat sesuatu yang aneh dalam soal perjodohan ini. Seolah ada Tangan Ajaib yang mengaturnya.. Karena itu, sejak jaman dahulu orang mengatakan bahwa kalau sudah jodoh, akhirnya tentu akan bertemu juga. Kalau sudah jodoh,maka orang itu akan dilihatnya sebagai orang yang sebaik-baiknya, setampan-tampannya, pendeknya serba baik menarik. Daya tarik ini mungkin timbul dari persamaan selera, persamaan watak dan sebagainya yang agar memudahkan disebut saja sudah jodohnya .

0odwo0

Tiong Li dan Siang Hwi kembali ke kota raja. Mereka mencari-cari jejak Ban-tok Sian-li akan tetapi sia-sia saja karena wanita yang mereka cari itu sama sekali tidak meni nggalkan jejak, seperti hilang begitu saja.

Akhirnya mereka mengaso di dalam taman rakyat. Siang itu orang-orang masih sibuk bekerja sehi ngga taman itu tidak ramai dan mereka dapat duduk bercakap- cakap dengan santai di sebuah bangku panjang.

Tiba-tiba seorang mengemis menghampiri mereka dan menyodorkan sebuah mangkok butut. Siang Hwi mengambil uang sekeping dan memasukkannya ke dalam mangkok. Akan tetapi, meli hat pengemis itu Tio ng Li berseru girang.

"Eh, bukankah engkau Gan-twako?"

Wajah yang terlindung capi ng lebar butut itu tersenyum dan sepasang mata itu bersinar-si nar. Kiranya yang bersembunyi di balik baju butut dan kulit muka kotor itu adalah seorang pemuda tampan dan gagah yang bukan lai n adalah Gan Kok Bu, putera ketua Hek tung Kai-pang.

"Ah, kiranya engkau,Gan-twako?" Siang Hwi kini juga mengenalnya.

"Kau sudah mengenalnya?" tanya Tio ng Li kepada Siang Hwi. "Dan kau juga sudah mengenalnya?" balas tanya Siang Hwi dengan heran..

"Dia putera Gan-pangcu dari Hek-tung Kai-pang dan dia sudah pernah membantuku," jawab Tio ng Li.

"Aku juga tahu bahwa dia putera Gan-pangcu dan dia juga pernah membantu kami, ketika aku dan subo terkepung pasukan. Dia yang menyembunyika n kami," kata Siang Hwi.

"Sudahlah, ji-wi (kalia n berdua) tidak perlu menyebut lagi hal itu. Di antara kita sudah tentu harus ada saling bantu dan saling kerja sama," kata Gan Kok Bu sambil tersenyum.

"Bagaimana kabarnya dengan Hek-tung Kai-pang ketika diadakan penggeledahan, Gan-twako?" tanya Tiong Li.

"Ah, karena pemberitahuanmu, maka. kami telah bersiap-siap dan ketika di adakan penggeledahan, mereka tidak menemukan apapun. Kami bebas dari kecurigaan dan sampai kini masih dapat berkeliaran tanpa dicurigai." Kok Bu memandang kepada Siang Hwi, gadis yang di--cintanya dan pernah dia menyatakan cintanya kepada gadis itu. "Dan di mana adanya gurumu, nona? Kenapa tidak bersamamu?"

"Kami memang sedang mencarinya," Jawab Siang Hwi.

"Ah, kebetulan sekali, Gan-twako. Engkau tentu akan dapat membantu kami Kalau bibi Souw Hia n Li, guru Hwi-moi berada di kota raja, tentu engkau dan kawan- kawanmu mengetahui nya. Kami ingin sekail mencarinya"

''Ah, Itu perkara mudah. Mari lah, ji-wi singgah di tempat kami dan menanti satu dua hari tentu kami akan mendapatkan berita tentang Ban-tok Sian-li " ajaknya gembira.

Karena ingin sekali segera dapat menemukan Ban-tok Sian-li yang merampas Mestika Golok Naga, Tiong Li menerima tawaran itu dan dia mengajak Siang Hwi untuk pergi ke tempat tinggal Gan Kok Bu. Semenjak peristiwa dahulu ketika ayahnya menyatakan tidak senang dia bergaul dengan murid Ban-tok Sian-li dan ayahnya bahkan mengkhia nati guru dan murid itu, Gan Kok Bu tidak lagi mau tinggal bersama ayahnya. Dia tinggal sendiri bersama beberapa orang pembantu pengurus Hek-tung Kai-pang di rumah yang terpisah dan ke rumah itulah dia membawa Tiong Li dan Siang Hwi.

Melihat hubungan yang akrab dari Tiong Li dan Siang Hwi sebagai dua orang sahabat baik, hati Kok Bu sudah merasa tidak enak. Sejak dulu dia menci nta Siang Hwi, dan kini setelah mereka bertemu kembali, perasaan cinta dan kagumnya semakin berkobar. Setelah dia memerintahkan para pengurus untuk menyampaikan perintahnya kepada para anggauta Hek-tung Kai-pang untuk menyelidiki di mana adanya Ban-tok Sian-li, dia lalu menemani kedua orang tamunya itu dengan ramah.

Ketika pada suatu sore dia mendapat kesempatan berbicara berdua saja dengan Tio ng Li, dia mengaku terus terang tentang perasaannya terhadap Siang Hwi.

"Tan-taihiap, engkau tidak tahu betapa bahagianya aku dapat bertemu dengan kalian berdua, terutama sekali dengan nona Siang Hwi. Aku sangat merindukannya dan sudah lama aku mencari-cari akan tetapi tanpa hasil, Pertemuanku dengannya adalah ketika ia dan gurunya tinggal bersembunyi untuk beberapa hari lamanya di rumah kami." "Aku senang sekali engkau berbahagia bertemu dengan kami," kata Tiong Li dengan suara dan sikap wajar saja.

Heni ng sejenak.. Kemudian Kok Bu memberanika n hatinya dan berkata, "Tan taihiap, maukah engkau menolongku?"

"Tentu saja, twako. Menolong apa?"

"Engkau bersahabat baik dengannya, tentu dapat menyampaika n dengan mudah. Tolong kaukatakan kepadanya bawa aku ..... perasaan hatiku kepada nya masih tetap seperti dulu, bahkan ki ni lebih yakin lagi dan bahwa aku tetap masih menunggu jawabannya."

Sekali ini Tiong Li terkejut bukan main, akan tetapi semua perasaan itu ditahannya di dalam hati. "Kenapa tidak engkau sampaikan saja sendiri, twako?"

"Aku.... aku merasa sungkan dan takut ditolak. Ketahuilah, taihiap. Da hulu aku sudah pernah menyatakan ci ntaku kepadanya, dan sampai kini belum mendapatkan jawabannya. Oleh karena itu, kalau mau menolongku, menyampaikan perasaanku itu dan menanti jawabannya, aku akan merasa berterima kasih sekali ."

Tiong Li merasa jantungnya berdebar penuh ketegangan. Dia tahu bahwa perasaan cemburu menusuk-nusuk perasaannya. Akan tetapi wajahnya tidak memperlihatkan sesuatu dan suaranya masih terdengar biasa ketika dia bertanya.

"Engkau ci nta padanya, twako.. Dan bagaimana dengan ia? Apakah ia juga menci ntamu?"

"Ahh, melihat sikap, pandang matanya dan suaranya, aku hampir yakin bahwa iapun mencintaku, taihiap. Akan tetapi ia belum menyatakan itu dengan kata-kata. dan inilah yang kuharapkan! sekarang akan ia lakukan kalau engkau! mau menolongku menyampaikan pesanku kepadanya. Maukah engkau, taihiap? " Sambil berkata demikian Gan Kok-Bu bangkit berdiri dan merangkapkan kedua tangan depan dada lalu memberi hormat berkali- kali.

Bukan main panasnya rasa hati Tio ng Li. Cemburu memang menjadi permainan ci nta asmara. Dan nafsu cemburu ini amatlah berbahaya, dapat menggelapkan pertimbangan, mendatangkan dendam amarah dan kebencian. Akan tetapi Tio ng Li dapat menekan perasaannya yang terbakar dan diapun bangkit berdiri " Akan kulaksanakan permintaanmu itu! Gan-twako. Jangan khawatir, akan kusampaika n pesanmu itu kepadanya."

"Ah, terima kasih! Terima kasi h taihiap dan aku menanti jawabannya dengan hati tidak sabar lagi. Maafkan! sekarang kutinggalkan taihiap agar dapat segera menemui nya." Gan Kok Bu dengan hati girang dan harapan setinggi gunung lalu meninggalkan Tio ng Li seorang diri.

Setelah ditinggalkan tuan rumah, Tiong Li duduk kembali seperti patung dan sampai lama dia diam saja tidak bergerak, walaupun di dalam dadanya terjadi pergolakan hebat. Siang Hwi saling cinta dengan Kok Bu

? Benarkah Siang Hwi juga menci nta pemuda itu ? Mengapa tidak? Gan Kok Bu seorang pemuda yang tampan dan gagah perkasa, putera ketua Hek-tung Kai- pang. Seorang pemuda yang berbudi baik dan perkasa, sudah sepantasnya kalau mendapatkan ci nta seorang gadis seperti Slang Hwi. Akan tetapi kalau Siang Hwi menci nta Kok Bu, kenapa gadis itu masih mau menerima cintanya ? Apakah gadis itu seorang yang tidak memiliki kesetiaan? Hati Tiong Li menjadi panas sekali. Dia merasa telah didahului oleh Kok Bu. Sebelum dia mengaku ci ntanya kepada Siang Hwi, Kok Bu telah lebih dulu dari padanya. Dan bagaimana dengan Siang Hwi? Dia harus menanyainya. Gadis itu harus mengambil keputusan, tidak boleh mempermainkan hati pria!.

Kebetulan sekali pada saat itu Siang Hwi muncul dari dalam rumah. Agaknya ia memang mencari Tiong Li yang duduk di luar rumah bersama Kok Bu tadi .

"Aih, kiranya engkau berada di sini, koko!" kata Siang Hwi. dengan suara manja. Suara yang biasanya menggetarkan hati Tiong Li karena kemanjaannya itu kini bahkan memanaskan hatinya, seperti suara yang dibuat- buat dan palsu!

Melihat pemuda itu tidak menjawabnya, bahkan tidak menengoknya melainkan menunduk dengan wajah murung, tentu saja Siang Hwi menjadi heran dan khawatir.

"Koko, engkau kenapakah?" tanyanya sambil memegang pundak pemuda itu.

Tiong Li melepaskan pundaknya dengan gerakan agak kasar, lalu bangkit! dan berkata, "Duduklah, aku hendak menyampaika n pesan untukmu!"

Siang Hwi duduk dan memandang khawatir sekaI i. "Koko, kenapa engkau bersikap begini? Pesan apakah itu dan dari siapa? "

"Dari Gan Kok Bu! Nah, engkau ingin mendengar pesannya, bukan ? "

Siang Hwi bingung dan khawatir sekali meli hat sikap yang kaku dari Tiong Li itu, ia tidak dapat menjawab hanya mengangguk. "Nah, dengarlah baik baik. Gan Kok Bu minta agar aku menyampaika n kepadamu bahwa perasaan cintanya kepadamu masih seperti dulu, dan bahwa dia masih mengharapkan jawaban darimu sekarang juga. Nah, kausampaikan jawaban itu melalui aku!"

Siang Hwi terbelalak dan tiba-tiba ia mengerti! Kok Bu menyatakan ci ntanya melalui Tio ng Li dan kekasihnya itu terbakar oleh api cemburu. Hampir ia tertawa geli, akan tetapi ia menelan tawanya, la tidak mau menyi nggung perasaan kekasihnya, ia terlalu hormat dan cinta kepada Tiong Li, tidak mau ia menyakiti hatinya.

"Ah, begitukah? Betapa berani nya!" ia lalu memegang tangan Tiong Li dan ditariknya pemuda itu bangkit berdiri "Hayo kita cari dia. Aku ingin menyampaikan sendiri jawabanku dan engkau harus hadir!" Dengan erat ia memegang tangan Tiong L i dan menariknya lari mencari Kok Bu.

Mereka mendapatkan Kok Bu sedang berada di ruangan dalam, bercakap-cakap dengan tiga orang pengurus Hek-tung Kai-pang. Akan tetapi Siang Hwi tidak perduli dan terus menarik tangan Tiong Li memasuki ruangan itu. Tentu saja.Kok Bu memandang dengan mata terbelalak meli hat gadis itu masuk sambil menggandeng tangan Tiong L i yang di tarik-tariknya dengan paksa!

"'Gan-twako, aku sudah menerima pesanmu lewat Li- koko. Dan dengarlah baik-baik jawabanku. Beberapa waktu yang lalu engkau pernah menyatakan ci ntamu kepadaku dan aku sama sekali tidak menanggapi, tidak menjawab karena pada waktu itu aku tidak ingin bicara soal cinta. Hatiku masih kosong dari cinta maka aku tidak dapat menjawab atau memberi keputusan kepadamu. Kemudian aku bertemu Li-koko dan aku menemukan cinta. Dia inilah ci ntaku, dan kami sudah bertunangan, kami kelak akan menjadi suami isteri, akan menikah. Dan engkau malah mengangkat calon suamiku sebagai comblang untuk menyampaikan cintamu ke padaku! Nah, itulah jawabanku, Gan twakol"

Pucat wajah Kok Bu. Pucat lalu merah sekali. Ingi n rasanya dia masuk ke dalam bumi karena merasa malu dan terpukul . "Ahhh.....ohhh..... Tan-taihap,ap kenapa

engkau tidak memberitahukan hal Itu kepadaku? Mengapa engkau diam saja sehingga membiarkan aku melakukan hal yang memalukan itu?" Suara Kok Bu mengandung penyesalan dan kedukaan. "Tan-tai hiap, Nona The, kalian maafkanlah aku yang tak tahu diri dan tidak tahu malu ini." Pemuda itu menundukkan mukanya dan sepasang kekasih itu memandang dengan penuh perasaan iba .

"Tidak ada yang perlu dimaafkan, Gan-twako. Tentu saja engkau berhak menyatakan perasaanmu kepada siapapun juga, " kata Tio ng Li.

"Aih, kau maafkanlah aku, Gan-twako. Aku       aku

telah membikin engkau merasa, tidak enak Aku terburu nafsu karena meli hat Li-koko dibakar api cemburu dan kelihatan bersikap kaku ke padaku. Maafkan aku, tidak ada maksud di hatiku untuk menyi nggung perasaanmu."

Gan Kok Bu tersenyum. Wajahnya masih agak pucat akan tetapi senyumnya wajar. Dia memang seorang gagah perkasa yang dapat menguasai hatinya dan dapat menerima kenyataan.

"Sungguh aneh kalian ini. Orang-orang gagah yang aneh. Kalian terganggu oleh kelancanganku, malah kalian yang menyatakah maaf. Aku sama sekali tidak tersinggung, bahkan merasa girang. Kalian memang sepantasnya menjadi jodoh masing-masing. Biarlah sekarang juga aku mengucap kan kiong-hi (selamat) !" Dia lalu mengangkat kedua tangan kedepan dada dan mengucapkan selamat. Tiga orang pengurus Hek-tung Kai-pang yang sejak tadi hanya melongo kini juga ik ut- ikutan memberi selamat.

Tentu saja Tiong Li dan Siang Hwi menjadi tersipu. Tiong Li memandang ke pada Gan Kok Bu dengan kagum. "Gan-twa ko, engkau seorang sahabat yang baik, engkau seorang gagah tulen!"

"Mari, marilah kalian duduk. Hal ini perlu dirayakan dengan pesta kecil!", kata Kok Bu gembira dan dia lalu memanggil pembantu untuk menghidangkan arak dan makanan. Mereka berenam lalu makan minum dengan gembira dan agaknya Kok Bu sudah melupakan sama sekali malapetaka batin yang menimpa dirinya. Tentu tidak ada yang tahu betapa malam itu dia menangis seorang diri di dalam kamarnya!

0odwo0

Perdana Menteri Ji n Kui mengundang semua pembantunya, yaitu Ciang Sun Hok yang menjadi jagoan lihai bekas jagoan istana, Ma Kiu it panglima pengawalnya, Kui To Cin-jin si muka tikus bekas guru mendiang Jin Kiat dan dua sutenya yang diperbantukan, yaitu Ouw Yang Kian dan Oyw Yang Sian kemudian Tang Boa Lu si Muka Tengkorak. Enam orang ini berkumpul diruangan dalam di mana Jin Kui duduk sambil memegangi selembar surat dengan muka merah.

"Aku menerima surat ini. bagaimana pendapat kalian? Dengar, kubacakan suratnya: Kami hendak menghaturkan! Mestika Golok ,Naga kepada Perdana Menteri Jin Kui, harap datang ke Bukit Menjangan di luar kota. Kalau Perdana Menteri Jin Kui tidak datang sendiri,! jangan harap akan dapat menemukan kembali Mestika Golok Naga ! Nah, surat ini tidak ditandatangani, ini jelas merupakan tantangan kepadaku untuk datang ke Bukit Menjangan. Bagaimana pendapat kailan?"

"Hati-hati,. taijin. Ini bisa saja merupakan panci ngan agar paduka datang ke tempat Itu. Merupakan jebakan kata Kui To Cin-rjin yang dibenarkan oleh lima orang rekannya yang lain.

"Kita semua sudah mengetahui bahwa Mestika Golok Naga sudah dirampas oleh Tan Tiong Li dari tangan Panglima Wu Chu. Kenapa sampai sekarang belum di kembalikan kepada Kaisar ? Apakah Tan Tiong L i yang mengirim surat ini dan apa maksudnya berbuat demikian?"

"Mungkin untuk menjebak pasukan, taijin," kata Kui To Ciri-Jin.

"Lalu bagaimana pendapat kalian terhadap surat ini?

Apa yang harus kita lakukan?"

"Saya usulkan agar mengirim seorang yang menyamar sebagai paduka ke Bukit Menjangan, dan kami berenam akan mengawalnya! Kalau dia benar- benar muncul membawa Mestika Golok Naga, kami akan merampasnya," kata Tang Boa Lu.

"Bagaimana kalau mereka itu membawa pasukan pemberontak yang besar jumlahnya?" kata Ma Kiu it. "Sebaiknya kita kerahkan pasukan menuju ke Bukit Menjangan dan membasmi mereka!"

"Usul Ma-ciangkun tidak tepat," kata Ciang Sun Hok. "Kalau kita mengerahkan pasukan, tentu mereka itu sama sekali malah tidak mau datang. Taijin, Saya lebih condong menerima usul Tang ciangkun. Kita mengirim seorang yang menyamar sebagai paduka, menunggang kereta dan kami berenam yang mengawal, lalu kita lihat apa yang akan terjadi di sana. Andaikata merupakan jebakan kami berenam tentu akan dapat mengatasinya dan paduka yang berada di rumah tentu tidak akan terancam apa-apa."

Perdana Menteri Jin Kui mengangguk-angguk. "Kami dapat menyetujui usul itu."

"Tai-jin, dalam surat itu, kapankah ditentukap agar paduka datang ke Bukit Menjangan?" tanya Ma Kiu it.

"Tidak disebutkan, jadi sewaktu-waktu."

"Kalau begitu, sebaiknya kalau yang menyamar paduka itu datang di waktu matahari telah condong ke barat. Kalau cuaca sudah mulai gelap, maka dengan mudah kita mengirim pasukan khusus ke tempat itu secara diam-diam dan mengepung tempat itu. De ngan demikian kalau mereka menggunakan jebakan dan mengerahkan pasukan, kita dapat menghancurkannya."

Demikianlah, mereka berundi ng dan akhirnya diputuskan agar seseorang menyamar sebagai Perdana Menteri Jin Kui dan setelah lewat tengahari kereta itu diberangkatkan ke Bukit Menjangan, dikawal oleh enam orang jagoan itu dan di belakangnya ada pasukan yang diam-diam menuju ke Bukit Menjangan dari jurusan lain agar tidak diketahui oleh para pemberontak.Setelah semua siasat diatur, mereka bubaran dan siasat itu akan dilaksanakan keesokan harinya. Mereka memi lih setelah hari menjelang malam agar penyamaran orang pengganti Perdana Menteri Jin Kui tidak ketahuan dan agar pasukan yang diam-diam mendatangi Bukit Menjangan dari lain jurusan tidak terlihat pula.

Pada hari itu, lewat tengahari, sebuah kereta milik Perdana Menteri Jin Kui keluar dari pintu gerbang sebelah barat. Karena kareta itu dikawal oleh enam orang panglima, maka dapat melewati pintu gerbang tanpa diperiksa lagi, bahkan para penjaga mengambil sikap menghormat. Kereta lalu dibalapkan menuju ke barat, ke Bukit Menjangan yang kelihatan dari pintu gerbang itu menjulang tinggi.

Karena bentuk puncaknya seperti, kepala menjangan, maka bukit Itu disebut Bukit Menjangan. Daerah itu sunyi dan tandus, merupakan bukit kapur yang penuh dengan batu karang, karena itu sunyi tidak pernah di datangi manusia. Setelah kereta keluar dari pintu gerbang, dari pintu gerbang selatan keluar pula sepasukan tentara terdiri dari seratus orang, melakukan perjalanan cepat namun bersembunyi-sembunyi menuju ke Bukit Menjangan dari arah lain.

Begitu kereta dari pintu gerbang, sepasang kakek dan nenek terbungkuk-bungkuk memasuki pintu gerbang itu. Si nenek menggendong buntalan butut dan kakek itu memegang sebatang tongkat. Tak seorangpun mengetahui bahwa nenek yang bungkuk itu bukan lain adalah Ban tok Sian-li yang cantik jelita dan kakek bertongkat itu adalah Thio Cin Kang yang gagah perkasa, ketua Pek-enq pang! Dan dari pintu-pintu gerbang lainnya masuk pula duapuluh orang anak buah Pek-eng-pang yang menyamar sebagai kuli atau pedagang.

Setelah hari menjadi gelap, nampak bayangan yang gerakannya cepat bagaikan seekor burung terbang melompati pagar tembok rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui yang terjaga ketat. Bayangan itu bukan lain adalah Ban-tok Sian-li yang ki ni berpakaian serba hitam dan dipunggung nya terdapat Mestika Golok Naga.

Ternyata surat yang dikirim oleh Thio Cin Kang kepada Perdana Menteri Jin Kui itu hanya sebuah pancingan saja. Sudah diperhitungkan oleh ketua Pek- eng-pang itu bahwa Perdana Menteri Jin Kui tidak mungkiri mau memenuhi permintaan dalam surat dan tentu akan mengirim semua jagoannya pergi ke Bukit Menjangan. Dan inilah yang dimaksudkan dengan pengiriman surat itu. Memanci ng agar para jagoan meni nggalkan gedung tempat tinggal Perdana Menteri itu. Dan dalam keadaan gedung ditinggalkan para jagoan itulah Ban tok Sian li menyerbu!.

Kini Souw Hian Li dan Thio Cin Kang melaksanakan siasat mereka selanjutnya. Setelah berhasil memasuki pagar tembok gedung itu, Ban tok Sian-li Souw Hian Li lalu melompat naik ke atas genteng dan mendekam di atas gedung itu untuk mengamati ke dalam. Pada saat itulah Thio Cin Kang memimpin anak buahnya untuk menyerbu, melompati pagar tempok dan menyerang para penjaga. Segera tanda bahaya dipukul oleh para penjaga dan semua penjaga berkumpul untuk melawan sekitar duapuluh orang yang menyerbu gedung Perdana Menteri Jin Kui, yang semuanya berkedok hitam.

Tentu saja keributan ini terdengar pula oleh Jin Kui. Dia terkejut sekali karena pada saat itu semua jagoannya telah pergi menyerbu ke Bukit Menjangan. Karena khawatir akan keselamatan dirinya, dia tergopoh-gopoh hendak pergi memasuki ruangan rahasia yang mempunyai terowongan menembus ke bawah tanah sebagai tempat bersembunyi . Akan tetapi ketika dia tergopoh-gopoh menuju ke ruangan itu, gerakannya ini terlihat oleh Ban-tok Sian-li Souw Hia n Li yang segera melayang turun dan tahu-tahu telah tiba di depan Perdana Menteri itu.

Sang perdana menteri terkejut ketika melihat seorang wanita cantik jelita berpakaian Serba hitam telah berdiri di depannya.

"Siapa kau....?" bentaknya untuk menutupi kekagetan dan rasa takutnya.

"Aku Ban-tok Sian-Li majikan lembah Maut yang kau suruh serbu dan basmi. Dan inilah Mestika Golok Naga yang kau kehendaki!" Souw Hian Li mencabut golok yang mengkilap itu dengan Sikap mengancam.

Tentu saja Perdana Menteri Jin Kui menjadi ketakutan dan diapun berteriak-teriak minta tolong sambil melarikan diri. Akan tetapi, Ban-tok Sian-li mengejarnya dan dari belakang menyerangnya dengan dua batang jarum Ban tok-ciam. la sengaja melakukan ini karena ia ingin agar pengkhianat itu mati dalam keadaan tersiksa dan sengsara. Jin Kui menjerit dan roboh terpelanting ketika dua batang jarum memasuki punggungnya.

Ban-tok Sian-li menghampiri nya dan berkata kepada Perdana Menteri yang mengeluh kesakitan Itu. "i nilah pembalasan mendiang Panglima Gak; Hui dan ribuan pejuang lain yang sudah kau basmi dan bunuh. Rasakan

!" setelah ber kata demikian Ban-tok Sian-li lalu melompat naik. ke atas atap dan melalui taman keluar dari pagar tembok, la meli hat betapa duapuluh orang yang dipimpin Thio Cin Kang masih bertempur melawan pasukan, la lalu melompati mendekati Thio Cin Kang yang mengamuk. Setelah melihat Souw Hia n Li datang dengan selamat.

Thio Cin Kang bertanya. "Bagaimana?" "Beres ! " jawab Souw Hia n Li .

Mendengar ini, Thio Cin Kang lalu meneriakkan perintah mundur kepada anak buahnya. Mereka semua menggunakan topeng hitam sehi ngga tidak akan dikenal. Para pasukan itu hanya mengenai seorang wanita cantik di antara orang-orang berkedok sehi ngga tentu akan disangka bahwa Ban-tok Sian-li memimpin anak buahnya, sisa anak buah dari Lembah Maut untuk melakukan penyerbuan itu. Pasukan penjaga segera melakukan pengejaran dan gegerlah kota raja karena kejar kejaran itu.

Pada saat itu muncullah Tiong Li, Siang Hwi dan Kok Bu. Seperti kita ketahui, Tio ng Li dan Siang Hwi sedang berada di rumah Gan Kok Bu, menanti berita penyelidikan para anak buah Pek-eng-pang yang mencari Ban-tok Sian-li Dan malam itu mereka mendapat kabar bahwa Ban-tok Sian-li terli hat menyerbu, rumah gedung Perdana Menteri Jin Kui. Mereka terkejut dan cepat keluar dari rumah. Ketika Ban-tok Sian-li dan orang-orang berkedok itu dikejar-kejar pasukan, mereka bertiga segera muncul dan Kok Bu memapaki Ban-tok Sian-li.

"Sian-li, ke sinilah...." Ban-tok Sian-li mengenal pemuda putera ketua Hek-tung Kai-pang ini maka ia segera mengajak Thio Cin Kang dan anak buahnya mengikuti.. Apa lagi melihat pula muridnya dan Tan Tio ng Li berada di dekat tokoh pengemis itu. Mereka semua diajak berlari oleh Gan Kok Bu keluar masuk lorong dan akhirnya memasuki rumahnya .

"Cepat kalian semua membuang kedok hitam dan berpakaian seperti anggauta Hek-tung Kai-pang!" kata Gan Kok Bu yang cepat menyediakan pakaian pengemis bermacam-macam dan memberikan sebuah tongkat hitam kepada mereka semua. Adapun Ban-tok Sian li dan Thio Cin Kang kembali sudah menyamar sebagai kakek dan nenek tua. Benar saja, tak lama kemudian para pengejar sampai pula di rumah itu. Akan tetapi mereka mengenal Gan Kok Bu dan melihat para nggauta Hek tung Kai-pang, mereka tidak menjadi curiga bahkan pesan kepada Gan Kok Bu untuk membantu mereka mencari para pelarian yang tadi menyerbu rumah Perdana Menteri Jin Kui.

" Apa yang telah terjadi?" tanya Gan Kok Bu kepada para perwira yang memimpin pasukan itu.

"Segerombolan pemberontak telah menyerbu rumah Perdana Menteri Jin Kui," kata seorang perwira.

"Lalu. apa yang mereka lakukan? Mudah-mudahan Yang Mulia Perdana Menteri selamat." kata pula Gan Kok Bu.

"Yang Mulia Perdana Menteri selamat, hanya terluka dan pingsan, mungkin karena terkejut," kata perwira itu yang lalu melanjutkan pengejaran mereka .

Setelah pasukan pergi, Souw Hian Li memperkenalkan Thio Cin Kang kepada Gan Kok Bu yang segera berseru. "Ah, kiranya Pek-eng Pang-cu yang mengatur semua ini lalu, apakah engkau berhasil membunuh Perdana Menteri yang jahat itu, Sian-li?" "Aku telah sengaja melukai nya untuk menyiksanya. Dia pasti akan mampus karena sudah terkena Ban-tok- ciam dariku!"

"Ah, kalian belum berkenalan?" kata Gan Kok Bu yang teringat bahwa Tiong Li dan Siang Hwi berada di situ dan tidak diperkenalkan oleh Ban-tok Sian-li. "Thio-pangcu, saudara ini adalah Tan Tiong Li Tai hiap, dan nona ini adalah nona The Siang Hwi, murid Ban-tok Sian-li.

Mereka saling memberi hormat dan Thio Cin Kang mengangguk-angguk. "Aku sekarang teri ngat akan gambar Tan-tai-hiap yang terpampang di mana-mana tempo hari. Akan tetapi sekarang tidak lagi."

"Semua Itu gara-gara kelicikan Perdana Menteri Ji n Kui yang melakukan fitnah sehingga aku dituduh menculik Puteri Sung Hia ng Bwee," kata Tiong Li .

"Pada hal, Tan-taihiap yang menolong puteri itu dari tangan penculik nya," kata Gan Kok Bu yang sudah mendengar akan peristiwa itu.

Thio Cin Kang menghela napas panjang. "Perdana Menteri Jin Kui memang Jahat sekali. Entah berapa banyak pahlawan sejati, patriot-patriot yang cinta negara dan bangsa, sesudah Panglima Gak Hui, yang tewas karena ulahnya. Mudah-mudahan dia sekarang tidak akan lolos dari kematia nnya ."

"Tidak mungki n ia lolos dari maut!" kata Ban-tok Sian- li. "Di dunia ini tidak ada orang lain yang akan mampu menyembuhkannya."

Melihat suasana yang akrab dan baik di antara mereka itu, bahkan subo-nya tidak memperli hatkan sikap bermusuhan dan nampak akrab sekali dengan ketua Pek-eng-pang, Siang Hwi lalu menggunakan kesempatan itu untuk membujuk subonya. "Subo, kami berdua telah mencari subo kemana-mana tanpa hasil. Sekarang, kebetulan kita dapat bertemu disini. Harap subo suka mengembalikan Mestika Golok Naga kepada Li-koko yang akan mengembalikan kepada Sri baginda Kaisar. Li-koko yang berhak mengembalikan golok pusaka itu, subo, karena dia yang telah merampasnya dari pencurinya, yaitu Panglima Wu Chu Kerajaan Kin."

"Aku hanya ingin agar golok pusaka itu dikembalika n kepada pemiliknya, yaitu Sribaginda Kaisar. Aku tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa. Kalau Sian-li ingin mengembalikannya sendiri kepada Kaisar, sama saja dan si lakan," kata Tiong Li dengan suara sungguh- sungguh.

"Golok itu sejak dahulu menjadi rebutan. Kini setelah berada di tangan ku, siapa yang menghendakinya boleh merampas dari tanganku," kata Ban-tok Sian-li dengan sikap menantang.

Melihat keadaan yang menegangkah dan bertentangan ini, Thio Cin Kang segera menengahi dan suaranya terdengar berwibawa namun lembut ketika dia berkata kepada Ban-tok Sian-li. "Li-moi, kalau memang benar Tan-taihiap yang telah mendapatkan kembali golok pusaka itu, kuharap engkau suka memberikan saja kepada Tan-taihiap. Di antara kita sendiri tidak perlu terjadi perebutan siapa yang akan mengembalikan testika Golok Naga kepada Kaisar."

Ban-tok Sian-li mengerutkan alisnya dan memandang kepada Thio Cin Kang, "Golok pusaka itu tidak pantas berada di tangan Kaisar yang demikian lemahnya. Kaisar tidak memusuhi penjajah Kin, bahkan telah mengejar- ngejar kaum pejuang dan membunuh banyak pahlawan yang sebetulnya setia kepadanya. Golok pusaka itu lebih tepat berada di tangan para pejuang dan akan kuserahkan kepada pimpinan pejuang Gak Liu, putera mendiang Panglima Gak Hui."

0ooo-dw-ooo0
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar