Maling Budiman Berpedang Perak Jilid 6 (Tamat)

Jilid 06 (Tamat)

Lo Cin Ki dan ketiga anak muda itu mematuhi perintah ini, maka mereka lalu menggali dua lubang dan mengubur dua jenazah itu baik-baik.

Kemudian, setelah penguburan itu selesai, Cin Cin Tojin berkata kepada Tan Hong dan Siok Lan, "Tan Hong, dan kau Siok Lan, aku dan sute telah membuat persetujuan dan rasanya tidak ada salahnya apabila pinto memberitahu kalian di sini juga, oleh karena sifat orang-orang ksatria tak perlu malu-malu membicarakan urusan yang baik. Ketahuilah, kami berdua orang tua telah bermufakat untuk menyandingkan kalian sebagai suami isteri."

Baik Tan Hong maupun Siok Lan ketika mendengar pernyataan yang demikian terus terang dan tanpa tedeng aiing-aling ini keduanya menunduk, tanpa berani mengangkat muka, bahkan sedikitpun tak berani berkutik!

Untuk sesaat keadaan menjadi sunyi, dan tiba-tiba Cin Cin Tojin tertawa senang. "Tan Hong, bukankah kau seorang laki-laki? Jawablah, bagaimana pendirianmu?"

"Suhu yang mulia, teecu adalah seorang yang tidak mempunyai sanak famili yang patut ditaati dan dijunjung tinggi selain suhu seorang. Maka, mengenai diri teecu, mati atau hidup teecu serahkan seluruhnya kepada suhu." Suara Tan Hong terdengar mengharukan ketika ia mengucapkan kata-kata ini oleh karena pemuda itu teringat akan keadaan dirinya yang sebatang kara.

Cin Cin Tojin memandang ke arah muridnya dan melihat pakaian Tan Hong yang penuh tambalan serta keadaan tubuh pemuda itu yang kurus, ia merasa amat kasihan. "Tan Hong muridku, biarpun pinto maklum akan ketulusan dan kebaktian hatimu terhadap gurumu, akan tetapi pinto sekali-kali tidak akan memaksa atau memerintahkan sesuatu yang berlawanan dengan kehendak hatimu sendiri. Apalagi dalam soal perjodohan, karena bukan pinto yang akan menjalani, akan tetapi kau sendiri. Maka sebelum mendapat jawabanmu yang menyatakan setuju, pinto takkan merasa puas."

Tan Hong mengerti bahwa kata-kata suhunya ini bukan dimuksudkan untuk menggodanya, akan tetapi desakan ini berdasarkan rasa kasih sayang yang timbul dari keinginan hati orang tua itu untuk melihat ia berbahagia. Maka biarpun ia menjadi makin malu dan menundukkan mukanya makin dalam, ia menjawab juga, "Suhu, kalau suhu menghendaki ... baiklah, teecu setuju dan teecu merasa amat bangga oleh karena diri teecu yang tidak berharga ini mendapat perhatian dari susiok. Tak lain teecu hanya menghaturkan beribu terima kasih!"

Terdengar Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa puas dan senang, "Bagus, Tan Hong, demikian seharusnya sikap seorang ksatria, jujur dan terus terang, tak usah malu-malu lagi," kata Lo Cln Ki.

"Dalam hal perjodohan tak perlu memandang keadaan calon menantu, yakni maksudku keadaan kekayaannya. Yang terpenting adalah keadaan batinnya. Eh, Siok Lan bagaimana dengan kau? Setujukah kau? Seperti juga Cin Cin suheng, ayahmu inipun tidak mau mempergunakan hak sebagai seorang ayah untuk memaksa anaknya. JawabJah, setujukah kau?"

Siok Lan adaJah seorang wanita, maka daJam hal ini tentu saja amat berat baginya untuk menjawab. Biarpun di dalam hati ia merasa girang dan setuju, akan tetapi mulutnya tak sanggup menyatakannya. la hanya menunduk dengan muka merah dan menggunakan jari telunjuknya untuk menggurat-gurat tanah. Sampai lama keadaan menjadi sunyi oleh karena semua orang menanti jawaban Siok Lan yang tak kunjung keluar.

Tiba-tiba Ong Kai teringat akan godaan kedua orang muda itu dulu ketika terjadi peristiwa di rumah keluarga Lai, tertawa dan ingin membalas godaan mereka. "Suhu," katanya sambil tersenyum, "sudah tentu saja sumoi setuju sekali! Hal ini kiranya tak perlu dijelaskan lagi, bukankah begitu, sumoi?"

Siok Lan menggerakkan kepalanya dan memandang kepada Ong Kai dengan marah. Tapi Ong Kai tersenyum saja dan mengedip-ngedipkan mata seperti hendak menyatakan bahwa mereka telah "tahu sama tahu!" Melihat hal ini, Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin tertawa bergelak- gelak.

"Lanji, kalau kau tidak setuju dengan pendapat Ong Kai, katakanlah!" Akan tetapi ia diam saja tanpa berani berkutik. Tan Hong merasa kasihan sekali kepada "tunangannya" dan tiba-tiba ia teringat sesuatu, maka untuk membantu Siok Lan, ia lalu berkata kepada gadis itu dengan suara perlahan, "Sumoi, dulu kau berjanji akan menceritakan sesuatu mengenai keluarga Lai setelah kita berhasil menunaikan pembalasan dendam kita."

Siok Lan teringat dan wajahnya berseri. Ia tidak merasa malu lagi setelah mendengar Tan Hong bicara kepadanya. Ia lalu mengangkat muka memandang kepada ayahnya dan Ong Kai dan berkata, "Ayah, sebelum aku menyatakan pesan keluarga Lai, terlebih dulu hendak kuceritakan tentang sepak terjang gagah perkasa dari Ongsuheng yang menolong seorang gadis bernama Lai siocia!" Kemudian dengan singkat Siok Lan menceritakan peristiwa penculikan Lai Hwa Eng dan bagaimana dengan gagah Ong Kai menolong gadis itu.

"Dan sebelum kami bertiga meninggalkan rumah keluarga Lai, aku mendapat tugas untuk menjadi perantara dan menjodohkan Lai Hwa Eng dengan Ong suheng!"

Muka Ong Kai yang sudah hitam itu menjadi makin hitam ketika darah menyerbu naik ke mukanya. Ia pandang sumoinya dengan mata terbuka lebar, setengah tidak percaya dan setengah marah. Akan tetapi Siok Lan tidak memperdulikannya, lalu berkata selanjutnya, "Dan Lai Wangwe suami isteri minta supaya hal ini kumintakan perkenan dari ayah sebagai guru dan wali Ong suheng." Lo Cin Ki tertawa geli. "Aah, kalian anak-anak muda ini memang aneh! Bagaimana menurut pandanganmu, Lanji? Apakah Hwa Eng itu seorang gadis baik?"

"Baik sekali, ayah, lebih baik daripada anakmu sendiri. Kalau ayah tidak percaya, boleh ayah bertanya kepada Ong suheng!"

Siok Lan dan Tan Hong saling pandang dan keduanya tertawa girang oleh karena mendapat kesempatan untuk menggoda dan membalas Ong Kai. Sedangkan Cin Cin Tojin yang mendengar ini hanya tersenyum saja dengan girang. Ia senang dan ikut gembira melihat kebahagiaan anak-anak muda ini, kebahagiaa yang belum pernah ia alami semasa mudanya, "Eh, Ong Kai, jadi diam-diam kau telah membuat pilihan sendiri?" Lo Cin Ki bertanya kepada muridnya. "Kau telah mendengar sendiri uraian Siok Lan, bagaimana pikiranmu? Setujukah kau? Kalau setuju, sekarang juga aku akan ikut Siok Lan pergi ke rumah keluarga Lai untuk merundingkan urusan perjodohan ini."

Sekarang Ong Kai yang merasa malu sekali dan diam saja. Tubuhnya yang tinggi besar dan kuat itu hanya duduk tak bergerak bagaikan patung, hanya kedua matanya saja kadang-kadang melirik ke arah Siok Lan dan Tan Hong yang mentertawakannya!

Setelah lama Ong Kai tak dapat menjawab, tiba-tiba Siok Lan berkata, membalas godaan Ong Kai tadi. "Ayah, tak perlu banyak ditanya lagi, sudah tentu Ongsuheng setuju sekali bukankah begitu, Ong suheng? Ayoh, Ong suheng, kalau kau tidak setuju dengan keteranganku ini, coba kau sangkal dan nyatakanlah?" Seperti halnya Siok Lan tadi, kini Ong Kaipun sama sekali tidak berani menyangkal, oleh karena memang ia telah setuju sekali dengan nona Lai Hwa Eng yang mempunyai mata dan bibir seperti mendiang tunangannya dulu! "Baiklah kalau begitu dari sini aku dan Siok Lan akan langsung menuju ke rumah keluarga Lai dan membicarakan urusan ini," kata Lo Cin Ki dengan suara sungguh-sungguh karena ia tidak mau menggoda lebih jauh kepada muridnya.

"Nah, sekarang, anak-anak, pinto hendak bicarakan hal yang penting sekali."

“Ketahuilah, pada waktu ini, para pengacau bangsa Tartar yang mempergunakan kesempatan selagi keadaan negara sedang kacau dan sukar karena akibat bencana alam, mereka datang mengacau di perbatasan barat dan melakukan perampokan dan penculikan terhadap bangsa kita. Tentara kerajaan yang lemah tak dapat menghalau mereka, maka kini para enghiong dari seluruh negeri berhimpun dan bersatu disana, mengumpulkan tenaga untuk mengusir para pengacau itu. Kita pun tak boleh ketinggalan membela tanah air dan bangsa! Sudah menjadi tugas kewajiban kita untuk menyumbangkan tenaga untuk mengusir pengacau. Tan Hong dan Ong Kai, kalian berdua sekarang pergilah ke Seelok, di mana telah terjadi pertempuran antara pihak kita dan para pengacau yang banyak jumlahnya dan kuat. Pinto sendiri hendak mencari balabantuan di antara kawan-kawan di kalangan kangouw, sedangkan Lo sute bersama puterinya biar membereskan urusan dengan keluarga Lai terlebih dulu untuk selanjutnya menyusul ke Seelok. Nah, mari kita berpisah dari sini menjalankan tugas masing-masing dan selamat bekerja!"

Setelah berkata demikian, tosu yang gagah perkasa itu laiu meninggalkan tempat itu, dan Lo Cin Ki yang sebelumnya telah berunding dengan suhengnya, juga meninggaikan tempat itu bersama Siok Lan. Tan Hong dan Ong Kai, juga pergi dengan cepat menuju ke barat untuk memenuhi perintah Cin Cin Tojin. Di sepanjang jalan kedua pemuda ini nampak gembira dan wajah mereka berseriseri karena telah menerima warta bahagia dari kedua guru mereka itu. Kini setelah di situ tidak ada Siok Lan dan kedua orang tua itu, Tan Hong dan Ong Kai tanpa malu- malu lagi saling menyatakan kegirangan hati mereka dan tiada hentinya mereka membicarakan keadaan tunangan masing-masing dengan hati puas!

Memang betul apa yang dituturkan oleh Cin Cin Tojin. Bangsa Tartar yang selalu menggunakan segala kesempatan untuk memasuki tapai batas Tiongkok, merampok dan menculik orang-orang dari dusun-dusun pinggir tapal batas untuk dijadikan pekerja paksa, kini mulai mengacau lagi setelah mereka dipukui mundur pada beberapa tahun yang lalu. Mereka sengaja mempergunakan kesempatan pada waktu Tiongkok mengalami kesukaran dan kekalutan berhubung dengan datangnya bencana alam itu. Pada masa itu, Kaisar Tiongkok memang kurang memperhatikan keadaan negerinya, terutama sekali oleh karena datangnya bencana aiam itu yang melemahkan semangat rakyat, maka pertahanan menjadi lemah dan tentara kerajaan yang dikirim ke perbatasan barat itu tidakkuat menghadapi pengacau bangsa Tartar yang selain berjumlah besar, juga memiliki banyak sekali orang-orang kuat yang berkepandaian tinggi.

Biarpun para ksatria di masa itu tidak senang melihat kelaliman kaisar, akan tetapi kini melihat sepak terjang para pengacau yang merampok dan menculik bangsanya, maka timbullah semangat perlawanan dan kebencian mereka. Serentak dari segenap penjuru daratan Tiongkok, para enghiong ini menujli ke perbatasan barat dan membantu dengan sukarela kepada rakyat untuk mengusir pengacau- pengacau Tartar.

Pada, waktu itu, kaum pengacau yang membanjir dari utara dan barat, berpusat di sekitar Seeipk, sebuah dusun besar di dekat tapal batas Tiongkok. Di daerah inilah pertempuran-pertempuran besar terjadi dan setiap hari banyak pendekar-pendekar datang ke tempat ini untuk menyumbangkan tenaganya.

Ketika Tan Hong dan Ong Kai tiba di dusun ini, yang menjadi pemimpin para enghiong adalah Lee Kun, seorang pendekar yang tersohor gagah perkasa dari selatan. Lee Kun adalah seprang tokoh persilatan yang paham akan segala macam ilmu silat, terutama dalam ilmu silat Siauw lim pai dan Butongpai. Usianya empat puluh tahun lebih dan walaupun tubuhnya tak beberapa besar, namun alis matanya yang tebal dan hitam itu membuat mukanya tampak gagah dan menakutkan.

Lee Kun menyambut kedatangan Tan Hong dan Ong Kai dengan gembira, apalagi ketika ia mendengar bahwa keduanya adalah muridmurid Cin Cin Tojin dan Lio Cin Ki si Garuda Sakti yang telah terkenal itu. Ketika ia mendengar kenyataan bahwa Tan Hong adalah Gin kiam Gin to, ia membelalakkah matanya dengan kagum ia berkata, "Ah, Tan hiante, tak kusangka bahwa Gin-kiam Gi-to yang tersohor di kalangan kangouw itu, adalah seorang yang masih begini muda seperti engkau!"

Tan Hong menjawab dengan ucapan merendah, "Lee taihiap, aku yang muda dan bodoh tak pantas dikagumi."

Lee Kun tertawa dan merasa senang melihat kesopanan anak muda ini. Iapun kagum melihat sikap Ong Kai yang gagah seperti Thio Hwi (seorang tokoh besar dalam cerita sejarah Sam Kok).

"Dari mengapa kedua suhu kalian tidak tiatang?” tanyanya.

"Suhu sedang melanjutkan perjalanan mencari kawan- kawan pembantu yang hendak dibawa ke sini untuk membantu pula." jawab Ong Kai hingga Lee Kun menjadi makin girang.

“Ah, kalau semua orang seperti kedua suhumu dan kalian berdua saudara muda ini turut membantu, sebentar saja para pangacau itu tentu dapat terbasmi habis!" katanya sambil menghela napas.

"Sayang, sebagian besar para ksatria pada waktu ini hanya mengingat kepentingan sendiri saja dan sama sekali tidak mau memperdulikan keadaan negara dan rakyat. Sungguh sayang!"

Para pendekar, yang telah datang dan membantu di tempat itu berjumlah empat puluh orang lebih yang dipencarpencar ke tempat sepanjang batas negeri untuk memperkuat penjagaan tentara kerajaan dan membantu para perwira kerajaan. Tan Hong dan Ong Kai lalu mendapat tugas dari Lee Kun untuk membantu pertahanan di Pegunungan Kimkesan, karena di situ seringkali mendapat serbuan para pengacau yang dipimpin oleh orang-orang pandai. Lee Kun yang menduga akan ketinggian ilmu silat kedua pemuda ini, tak ragu-ragu lagi mengirim mereka ke tempat yang paling berbahaya, di mana kedudukan musuh paling kuat.

Kedatangan Tan Hong dan Ong Kai di Kimkesan mendapat sambutan riang gembira dari para petugas di situ, oleh karena mereka telah berkali-kali mendapat gangguan serangan para pengacau yang sangat kuat hingga menderita banyak kerugian. Dalam keadaan seperti itu, makin banyak datangnya balabantuan, makin menggirangkan mereka. Dan pada saat itu yang memimpin penjagaan di Kimkesan adalah seorang perwira bernama Bu Sam Kwi. Perwira ini masih muda dan lagaknya sombong sekali, oleh karena ia merasa bahwa dirinya sudah sangat pandai dan gagah perkasa. Memang ia memiliki ilmu silat cabang Kunlun yang cukup tinggi. Ia terkenal keras memegang peraturan hingga ditakuti oleh anak buahnya, sedangkan beberapa orang enghiong yang datang sebagai pembantu sukarela, tidak dapat bergaul dengannya.

Biarpun Bu Sam Kwi tidak beram menolak bantuan para enghiong ini dan tidak berani terang-terangan menceia atau memandahg rendah kepada mereka, namun sikapnya terhadap mereka acuh tak acuh.

Padahal lima orang enghiong yang dikirim Lee Kun untuk membantunya, bukanlah orang sembarangan, karena mereka ini adalah Biciu Ngoeng (Lima Pendekar dari Biciu) yang cukup terkenal. Baru setelah tempat penjagaan yang berada di bawah pengawasannya itu diserang berkali-kali oleh pengacau Tartar dan ia menderita banyak sekali kekalahan dan berkat bantuan kelima pendekar itu saja maka tempat penjagaan tak sampai jatuh di tangan musuh, ia muiai bersikap lebih ramah dan hormat.

Tah Hong dan Ong Kai disambut dengan hangat oleh Biciu Ngoeng dan setelah penyambutan resmi dilakukan oleh Bu Sam Kwi, kelima pendekar yang sudah ianjut usia itu lalu mengajak Tan Hong dah Ong Kai untuk bicara di tenda mereka. Biciu Ngoeng ini lalu menuturkan keadaan di situ dan memesan agar mereka berdua suka melakukan pekerjaan menurut pendapat dan kebijaksanaan sendiri saja, pleh karena kalau hanya menurut perintah Bu Sam Kwi yang sombong, tapi sebenarnya tidak pandai apa-apa itu, maka bantuan mereka akan sia-sia belaka.

"Telah berkali-kali kami berlima mehgusulkan supaya mengejar dan memukul pengacau di tempat pemberhentian mereka, karena kami menganggap menanti datangnya serbuan mereka bukanlah taktik yang sempurna. Kita menjadi lelah karena melakukan penjagaan saja tanpa mengetahui bila mereka akan datang menyerbu, sedangkan para pangacau itu dengan enaknya dapat mempermainkan kita. Kalau kita mengantuk karena terlalu lama menjaga, mereka tiba-tiba datang menyerbul"

Tan Hong dan Ong Kai tidak banyak mengerti tentang taktik peperangan akan tetapi mereka dapat juga memberikan pendapat pendekar tua itu.

“Bagaimana mereka itu bisa mengetahui keadaan kita?" tanya Ong Kai dan mereka berdua mendapat jawaban yang membuat keduanya tertegun karena heran.

"Ketahuilah, jiwi hiante, agaknya pihak pengacau mempunyai banyak kaki tangan yang terdiri dari bangsa kita sendiri di sini dan dimana-mana, bahkan setiap tempat penjagaan kami rasa terdapat pula mata-matanya!" Kata- kata ini diucapkan dalam bisikan.

"Bangsat benar!" Tan Hong memaki marah. "Kalau aku dapat menangkap pengkhianat macam itu, tentu takkan kuberi ampun! Dan sudah tahukah Lee enghiong akan hal ini?"

Kelima jago dari Biciu itu mengangguk, "Kami semua sudah tahu dan bahkan sudah banyak yang kami tangkap dan kami bunuh. Akan tetapi agaknya ada seorang pemimpinnya di daerah ini yang mengatur semua langkah- langkah mereka itu hingga pihak pengacau telah mengetahui semua rencana kita. Karena inilah, maka tiap Lee enghiong mengadakan sergapan, selalu sarang pengacau itu didapati kosong!"

Tan Hong dan Ong Kai merasa gemas sekali. Mereka berjanji di dalam hati untuk membasmi pengkhianat- pengkhianat ini!

Penuturan Biciu Ngo eng memang betul terjadi dan hal ini sebenarnya tidak aneh. Para perwira yang membantu dan mendatangi daerah barat di mana terjadi pergolakan ini, terdiri dari bermacam-macam orang. Ada piauwsu, guru silat, pendeta, perampok dan siapa saja yang memiiiki kepandaian dan kesanggupan bertempur. Dan hal inipun diketahui oleh pihak pengacau yang merasa betapa beratnya menghadapi sekalian orang-orang pintar ini, lebih berat daripada menghadapi tentara-tentara kerajaan yang banyak jumlahnya, akan tetapi yang tidak becus bertempur. Maka mereka lalu mencari akal. Diam-diam mereka mengutus kaki tangannya untuk menghubungi para pembantu sukarela ini dan memilih-milih mereka yang memang berbatin rendah. Dengan pengaruh emas mereka akhirnya dapat juga mempengaruhi beberapa tokoh liok-lim untuk diam-diam membantu pihak mereka dan menjalankan pekerjaan sebagai mata-mata dan penyelidik! Bahkan tidak kurang jumlahnya tentara kerajaan yang kena disuap hingga merekapun menjadi pengkhianat bangsa!

Bu Sam Kwi memandang rendah kepada Tan Hong dan Ong Kai dan iapun memperlakukan kedua anak muda ini dengan dingin saja, akan tetapi kedua pendekar ini yang sudah mendengar dari Biciu Ngo eng akan sikap perwira ini, tidak ambil pusing.

Malam harinya, kembali para pengacau datang menyerbu dari sebelah kiri di mana penjagaan tidak begitu kuat. Banyak tentara kerajaan kena disergap dan tewas. Kebetulan sekali Tan Hong dan Ong Kai yang meronda di bagian itu untuk melihat-lihat pertahanan sebagai pendatang-pendatang baru yang perlu mengetahui kedudukan pihaknya, berada di situ pada saat penyerbuan terjadi. Kedua anak muda ini lalu mencabut pedang mereka dan mengamuk hingga banyak sekali pengacau tewas di ujung pedang mereka. Pengacau-pengacau yang menyerbu menjadi kalangkabut dan mereka segera mundur kembali ke tempat gelap.

Para tentara kerajaan merasa bersyukur dan tiada habis- habisnya memuji kedua orang muda itu. Hal ini lalu terdengar oleh Bu Sam Kwi yang segera mengubah sikapnya dan menyatakan terima kasih kepada kedua pendekar itu. Tan Hong lalu berkata kepada Bu Sam Kwi, "Bu ciangkun, melihat datangnya serbuan malam tadi, maka akupun beranggapan bahwa sudah seharusnya kita mendahului dan mengejar serta memukul mereka di tempat mereka. Hal ini lebih baik daripada kita harus berjaga-jaga selalu tanpa mengetahui bila mereka akan bergerak menyerang kita. Pula, pertempuran di siang hari lebih menguntungkan kita, di mana kita dapat mengadu kepandaian secara terbuka. Kurasa kita takkan kalah oleh mereka yang hanya memiliki tenaga besar, akan tetapi kurang pandai memainkan senjata."

Bu Sam Kwi memperlihatkan muka tidak senang. "Tan enghiong, aku mendapat tugas dari kerajaan untuk menjaga tempat ini, bukan untuk menyerbu tempat mereka, dan aku tidak mau mengorbankan jiwa anak buahku. Bagaimanapun juga, aku merasa bahwa lebih baik kita berjaga daripada menyerbu tempat mereka yang belum kita ketahui betul. Bagaimana kalau mereka menjebak kita dan mengurung dengan barisan yang besar jumlahnya? Tidak, Tan enghiong, aku tidak sebodoh itu!"

Tan Hong merasa sebal dan gemas sekali, akan tetapi kareha yang memegang komando di situ adalah Bu Sam Kwi, ia tidak berani memaksa. Pada keesokan harinya, ia dan Ong Kai kembali ke Seelok untuk mengadakan perundingan dengan Lee Kun dan untuk mengusulkan agar supaya semua pendekar bergerak sendiri mengejar dan menyerbu para pengacau itu di luar tapal batas. Pada saat ia dan Ong Kai memasuki dusun Seelok, tiba- tiba Tan Hong memegang tangan Ong Kai dan menarik kawan ini bersembunyi di belakang pohon besar. Tan Hong menunjuk ke arah seorang tua yang mendatangi dari depan. Ong Kai memandang dan dadanya berdebar ketika ia mengenali orang itu dan yang tidak lain adalah Ang Houw, kepala rampok yang dulu pernah bentrok dengan mereka dan telah dikalahkan oleh Tan Hong.

"Apa maksudnya datang ke tempat ini?" bisik Tan Hong. "Mungkin jiwa patriotnya tergerak dan ia datang hendak

membantu," jawab Ong Kai.

Tan Hong menggeleng-gelengkan kepala. "Ah, aku tidak bisa mempercayai orang seperti dia itu." Diam-diam mereka lalu mengejar dan mengikuti kepala rampok itu. Ang Houw masuk ke dalam sebuah rumah penginapan dan Tan Hong lalu melompat ke atas genteng melakukan pengintaian. Dari celah-celah genteng ia melihat kepala rampok itu memasuki sebuah kamar, menurunkan buntalannya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil dari buntalan itu yang lalu dimasukkan ke dalam saku bajunya. Tan Hong makin curiga, ia segera melompat turun lagi dan diceritakannya kepada Ong Kai apa yang telah dilihatnya.

"Kita pura-pura tidak tahu saja," kata Ong Kai, "kurasa kotak itu mempunyai maksud kurang baik. Biarlah kita temui dia dengan biasa saja, akan tetapi diam-diam kita selidiki dan ikuti ke mana ia pergi." Tan Hong menyatakan persetujuannya dan mereka tidak jadi menjumpai Lee Kun, oleh karena ketika itu Ang Houw telah keluar dari kamarnya dan menggendong buntalannya lagi, lalu perampok itu berjalan cepat menuju ke ... Kimkesan!

Kemudian ternyata bahwa perampok itu juga diperbantukan ke Kimkesan oleh Lee Kun atas permintaan Ang Houw sendiri oleh karena ia mendengar bahwa di tempat itulah yang paling membutuhkan tenaga pembantu yang pandai dan kuat. Ketika Ang Houw telah menghadap Bu Sam Kwi dan memberikan surat Lee Kun kepada perwira itu, Tan Hong dan Ong Kai muncul menjumpainya. Ang Houw nampak terkejut dan pucat, tak disangkanya sama sekali akan bertemu dengan kedua anak muda itu di situ. Akan tetapi, dengan ramah tamah Tan Hong menjura dan berkata, "Ah, Ang loenghiong juga datang membantu? Bagus sekali, sekarang kita menjadi kawan seperjuangan."

Lega hati Ang Houw melihat sikap Tan Hong ini, maka iapun balas menjura dan berkata, "Aku girang melihat Tantaihiap juga berada di sini. Dengan adanya kau orang muda yang gagah ini, kita tak usah merasa takut terhadap serangan pengacau!"

Ketika Bu Sam Kwi mengajak Ang Houw memasuki kamarnya karena katanya hendak membicarakan sesuatu perintah yang penting mengenai pertahanan tempat itu, diam-diam Tan Hong mengintai dari belakang tenda. Ia membuat lubang kecil dan mengintai ke dalam. Hatinya berdebar ketika ia melihat betapa Ang Houw mengeluarkan kotak kecil itu dan menyerahkannya kepada Bu Sam Kwi dan ketika perwira itu membuka kotak tersebut, ternyata kotak itu penuh berisi batu-batu permata yang besar berikut sepucuk surat!

Malam itu, kembali para pengacau mengadakan serbuan yang dilakukan secara besar-besaran, agaknya hendak menebus kekalahannya malam tadi. Tan Hong lalu berbisik kepada Ong Kai, "Kau layanilah pengacau-pengacau itu dan ajak Ang Houw bertempur bersama. Aku tinggal di sini menyelidiki isi surat itu." Ong Kai mengangguk maklum dan ia lalu bersama Biciu Ngo eng mengajak Ang Houw untuk menolong bagian yang diserang oleh para pengacau. Ang Houw lalu ikut mereka mengusir pengacau yang datang menyerbu.

Tan Hong kembali mengintai di dalam tenda Bu Sam Kwi. Ia melihat betapa perwira muda itu enak-enak menghitung dan mengagumi permata yang diterimanya dari Ang Houw, sama sekali tidak memperdulikan adanya serbuan pengacau malam itu! Tan Hong lalu mengambil keputusan cepat. Ia cabut keluar pedang peraknya, lalu sekali ia menggerakkan tangan, tenda itu telah pecah dan robek hingga ia dapat melompat ke dalam. Bu Sam Kwi terkejut sekali dan melompat berdiri memandang. Ketika melihat Tan Hong masuk dengan pedang terhunus perwira inipun lalu mencabut pedangnya dan membentak, "Tan enghiong! Apa maksudmu memasuki tendaku tanpa dipanggil dan dengan cara sekasar ini?"

Tan Hong tersenyum. "Tidak apa-apa, hanya serahkanlah peti kecil dan surat dari Ang Houw tadi!"

"Kau hendak merampok?" bentak Bu Sam Kwi, akan tetapi dari mukanya yang pucat Tan Hong maklum bahwa tentu ada rahasia sesuatu dalam surat itu.

"Tidak, aku hanya hendak melihat surat tadi!"

Tiba-tiba tangan kiri Bu Sam Kwi menyambar sehelai surat yang tadi terletak di atas meja dan cepat ia menghampiri lilin hendak membakar surat itu. Akan tetapi sebuah tendangan dari Tan Hong membuat surat itu terlepas dan cepat sekali Tan Hong berhasil menyambar surat itu. Dengan tangan kiri Tan Hong membaca surat yang ternyata ditulis oleh Pangeran Liong Tek Ong dari kota raja! "Bangsat, serahkan surat itu kepadaku," Bu Sam Kwi membentak sambil menusuk dengan pedangnya. Akan tetapi, tanpa melepaskan matanya dari surat yang dipegang di tangan kiri, Tan Hong menggerakkan pedangnya menangkis keras hingga pedang Bu Sam Kwi hampir terlepas dari pegangan! Sementara itu, ketika membaca surat tersebut, makin lama wajah Tan Hong makin merah dan sepasang matanya memancarkan sinar kilat. Setelah selesai, pada saat ia melipat surat itu dan memasukkannya ke dalam saku bajunya, kembali Bu Sam Kwi menyerang. Kini Tan Hong tidak memberi kesempatan kepadanya, dan terus memaki, "Bangsat pengkhianat!"

Pemuda ini lalu menangkis sekerasnya hingga pedang perwira itu terlempar menancap tenda dan sebelum ia dapat melarikan diri, pedang perak di tangan Tan Hong telah menembusi punggungnya! Bu Sam Kwi roboh dan tewas. Tan Hong lalu menuju ke tempat pertempuran untuk mencari Ang Houw, akan tetapi Ang Houw telah lari dari situ, bahkan Ong Kai sendiri yang tadi melihat Ang Houw bertempur bersama-sama, tidak tahu ke mana larinya kepala rampok itu. Ketika semua orang kembali setelah berhasil memukul mundur para pengacau, mereka terkejut sekali melihat bahwa Bu Sam Kwi telah mati di dalam tendanya dengan sebuah luka tikaman pedang yang menembusi dadanya!

Ributlah keadaan di situ dan semua orang yang menduga-duga siapa yang berani membunuh perwira ini. Oleh kareha Ang Houw yang baru datang tidak narnpak di situ, maka semua orang menduga bahwa tentu orang itulah yang membunuh Bu Sam Kwi. Yang tahu akan duduknya hal itu sebenarnya hanyalah Tan Hong dan Ong Kai. Ketika Tan Hong memperlihatkan surat yang dirampasnya dari tangan Bu Sam Kwi itu kepada Ong Kai, pemuda muka hitam inipun merasa marah sekali.

"Sayang aku tidak tahu sebelumnya, kalau aku tahu, tentu aku akan menikam dada Ang Houw si pengkhianat tua itu!" katanya menyesal.

Hal adanya surat ini dirahasiakan benar oleh kedua anak muda itu, bahkah Biciu Ngo eng pun tidak mereka beritahu. Pada keesokan harinya, Tan Hong dan Ong Kai menuju ke Seelok dan menjumpai Lee Kun. Tan Hong mengusulkan agar supaya semua enghiong dikerahkan untuk memukul para pengacau di tempat persembunyian mereka, dan kemudian ia memperiihatkan surat rahasia yang dirampasnya.

Setelah membaca surat itu dan mengembalikannya kepada Tan Hong, wajah Lee Kun menjadi pucat. "Pantas saja pengacau-pengacau ini sukar dikalahkan, rupanya mereka telah berhasil menyuap banyak pengkhianat, bahkan telah mengadakan kontak dengan pangeran yang hendak memberontak di kota raja! Baiklah, sekarang kita kerahkan tenaga untuk memukul mereka itu sebelum mereka sempat bersiap-siap!"

Lee Kun lalu mengirim kawan-kawan untuk memanggil enghiong yang disebar di berbagai tempat dan pada hari itu juga, empat puluh orang lebih pendekar tinggi berkumpul di SeeIok. Kemudian, setelah mengadakan perundingan, mereka memutuskan bahwa besok pagi-pagi mereka akan menyerbu dan naik ke bukit sebelah luar tapal batas untuk mencari dan mengusir barisan Tartar. Oleh karena komandan daerah itu telah tewas dan kini kedudukannya masih kosong, maka tidak ada orang dari tentara kerajaan yang berani menghalangi maksud para enghiong ini, bahkan di antara para perwira bawahan banyak yang mengatakan hendak membantu hingga kepergian para enghiong itu diikuti oleh ratusan orang tentara kerajaan!

Operasi pembersihan yang diiakukan oleh Lee Kun dan kawan-kawannya berhasli baik. Tempat persembunyian pertama telah dapat dihancurkan dan para pengacau banyak yang ditewaskan, selebihnya melarikan diri, terus dikejar oleh Lee Kun dan kawan-kawannya.

Akan tetapi pada hari ke dua, dari atas puncak bukit turunlah barisan pengacau yang besar jumlahnya dan barisan ini dikepalai oleh belasan perwira bangsa Tartar yang berpakaian indah dan garang sekali nampaknya. Dan yang mengherankan para enghiong ialah bahwa di antara belasan perwira Tartar ini kelihatan pula dua orang hwesio gemuk bangsa Han (Tionghoa) yang memegang senjata toya panjang yang berat!

Pertempuran hebat terjadi tanpa banyak tanya jawab lagi, dan para perwira bangsa Tartar itu benar-benar tangguh dan hebat ilmu silatnya terutarna kedua orang hweisio yang bernama Kang Sian Hosiang dain Kang Ban Hosiang itu benar-benar berilmu tinggi sekali hingga Lee Kun, Tan Hong dan Ong Kai yang mengeroyok mereka ini terdesak hebat dan tak sanggup melawan karena ilmu silat kedua orang kepala gundul yang membela pengacau itu benar-benar berada setingkat lebih tinggi daripada kepandaian mereka. Kali ini oleh karena pihak pengacau lebih besar jumlahnya dan mempunyai banyak orang pandai, maka pihak para ksatria itu terpukul hebat dan banyak diantara tentara dan enghiong gugur dalam pertempuran itu. Akan tetapi, oleh karena orang-orang itu memang pantang mundur, mereka masih tetap mengadakan perlawanan yang menimbulkan kerugian bukan sedikit di pihak pengacau. Tan Hong yang tak pernah menjauhi Ong Kai, mengamuk hebat bersama si muka hitam itu dan mereka berdua kini menahan serangan Kang Sian Hosiang dengan mati-matian! Biarpun telah dikeroyok dua oleh kedua pemuda itu, namun Kang Sian Hosiang masih dapat mendesak dengan toyanya yang diputar bagaikan mengamuknya seekor naga hitam yang ganas dan liar.

Sementara itu dengan bantuan dua orang dari kelima Biciu Ngoeng, Lee Kun mengeroyok Kang Ban Hosiang, tapi ketiga orang pendekar inipun terdesak hebat oleh toya Kang Ban Hosiang! Sungguh keadaan para patriot itu terancam bahaya maut pada saat itu dan agaknya tak lama lagi mereka akan tersapu bersih semua!

Akan tetapi, pada saat itu, dari bawah bukit mendatangi belasan orang di bawah pimpinan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki. Di antara belasan orang ini nampak juga Siok Lan yang berlari dengan gagah sekali. Oleh karena rata-rata belasan orang ini berkepandaian tinggi maka mereka dapat maju cepat sekali mendaki bukit menuju ke arah suara teriakan-teriakan pertempuran yang sedang berlangsung.

Datangnya bala bantuan ini mendatangkan semangat baru bagi para enghiong yang sudah amat terdesak dan ketika belasan orang pembantu ini menyerbu, para pengacau terdesak mundur dan banyak yang roboh bergelimpangan di bawah amukan para enghiong itu. Siok Lan juga mengamuk dan matanya mencari-cari Tan Hong dan Ong Kai. Alangkah terkejutnya dan khawatirnya ketika ia melihat betapa kedua pemuda itu terdesak hebat sekali oleh seorang hwesio gemuk yang memainkan toyanya dengan hebat sekali.

Akan tetapi, pada saat itu Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki juga telah melihat bahwa pimpinan rombongan pengacau yang paling tinggi kepandaiannya ialah kedua orang hwesio itu, maka kedua orang pendekar tua ini lalu melayang maju dan menggantikan Tan Hong dan yang lain-lain menghadapi kedua orang hwesio bersenjata toya itu. Tan Hong, Ong Kai, Lee Kun dan yang lain-lain lalu melayani perwira-perwira Tartar lain yang segera terpukul mundur dan banyak yang tewas.

Gin Cin Tojin menghadapi Kang Sian Hosiang dan menangkis serangan toya, dengan kebutan ujung lengan bajunya sambil berkata, "Sahabat, bukankah kau juga orang Han, mengapa kau membela penjahat-penjahat yang merusak negara dan menggangu bangsa? Apakah kau tidak memiliki jiwa ksatria sedikit juga?"

Akan tetapi Kang Sian Hosiang membentak marah, "Tosu siluman jangan banyak cakap. Rasakan pukuian toyaku yang akan menghancurkan kepalamu!" Dan ia terus maju dengan hebat sekali, akan tetapi dengan tenang Cin Cin Tojin dapat menghadapinya dan balas menyerang tak kalah hebatnya.

Lo Cin Ki melawan Kang Ban Hosiang dan mereka berdua juga bertempur dengan sama kuatnya. Pendekar tua Garuda Sakti itu memutar-mutar pedangnya dan memainkan ilmu pedang Boksan Kiamhoat yang asli hingga tubuhnya lenyap dalam sinar pedang hingga Kang Ban Hosiang merasa terkejut sekali.

Sementara itu, perlahan-lahan pihak pengacau telah berkurang kekuatannya, bahkan telah banyak yang melarikan diri mundur ke belakang gunung, dikejar-kejar oleh barisan kerajaan. Akhirnya yang bertempur di situ, hanyalah kedua hwesio melawan kedua jago tua dan para pendekar yang lain hanya menonton saja, karena mereka merasa bahwa kepandaian mereka terlampau rendah untuk ikut mengeroyok.

Tiba-tiba terdengar pekik kesakitan ketika Cin Cin Tojin berhasli menotok dada kiri lawannya dengan ujung lengan bajunya. Toya Kang Sian Hosiang terlepas dan tubuh hwesio gemuk itu terhuyung mundur sedangkan wajahnya pucat sekali. Hwesio yang telah kena pukulan penuh tenaga iweekang ini mendapat luka hebat di dalam dadanya dan tanpa memperdulikan saudaranya, ia lalu melarikan diri! Cin Cin Tojin menghela napas dan merasa menyesal bahwa ia terpaksa harus melukai orang.

Ketika melihat betapa kakaknya dapat dikalahkan, Kang Ban Hosiang menjadi khawatir dan bingung hingga gerakan toyanya menjadi lambat. Kesempatan ini digunakan oleh Lo Cin Ki untuk mendesak dengan pedangnya dan akhirnya ia berhasil membacok paha lawannya hingga Kang Ban Hosiang roboh mandi darah. Sebelum orang lain dapat mencegahnya, hwesio yang telah putus harapan dan malu kalau sampai tertawan sebagai pengkhianat bangsa, lalu menggerakkan toyanya sendiri memukul kepala, hingga kepalanya yang gundul itu pecah dan jiwanya melayang!

Tan Hong memandang kepada Siok Lan dengan girang dan wajahnya berseri. Juga para pendekar merasa gembira mendapat bantuan yang tak diduga-duga ini, karena tadinya mereka telah merasa bahwa akhirnya mereka semua akan gugur. Mereka menyambut kedua pendekar tua itu dengan muka gembira dan mengucapkan terima kasih serta menyatakan kekaguman mereka.

Akan tetapi pada saat itu dari atas gunung datang pula serombongan perwira dan di depan sekali nampak seorang pendeta Lama yang berkepala gundul lari bagaikan terbang cepatnya. Ketika pendeta Lama ini berada di depan para patriot, mereka melihat bahwa Lama ini bertubuh tinggi sekali dan bermata biru, sedangkan jubahnya yang lebar itu berwarna kuning. Pendeta Lama ini memegang sebuah tongkat panjang yang ujungnya dipasangi kaitan besi yang berkilau karena tajamnya. Lama ini berdiri sambil bertolak pinggang dan menantang, “Hai, orang-orang Han. Majukan jago-jagomu untuk melawanku kalau memang kalian orang- orang ksatria!"

Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maju berbareng dan menjura, "Tidak tahu siapakah losuhu yang mulia?"

Lama memandang dengan tajam kepada dua orang pendekar tua ini, lalu ia tertawa, "Ha, ha, ha, pantas saja kawan-kawanku lari kocar kacir! Rupanya ada kalian dua tua bangka! Ayoh, kalian maju dan menerima kematian dari tangan Pek Lek Hoatsu!"

Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki terkejut mendengar nama ini dan mereka maklum bahwa mereka berhadapan dengan seorang pendeta berilmu tinggi. Akan tetapi oleh karena pada saat itu mereka merupakan wakil dari rakyat yang mengusir kaum pengacau sedangkan pendeta Lama itu adalah pelindung para pengacau sendiri, mereka tidak merasa takut-takut. Lo Cin Ki lalu menggunakan pedangnya menyerang, akan tetapi ketika Pek Lek Hoatsu menangkis dengan toyanya yang panjang. Lo Cin Ki berseru kaget dan melompat mundur dan ketika ia melihat telapak tangannya yang terasa perih, ternyata bahwa telapak tangannya telah lecet dan mengeluarkan darah! Alangkah hebat ilmu Iweekang pendeta Lama itu! “

Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki maklum bahwa mereka berdua bukan lawan pendeta Lama itu, akan tetapi mereka tidak mau memperlihatkan kelemahan, maka segera mereka maju berbareng.

"Ha, ha, ha! Bukankah kalian ini dua orang tua bangka dari Boksanpai? Ketahuilah, ketika dulu guru kalian melawanku, dia masih belum dapat mengalahkan aku, apalagi kalian ini yang hanya berkepandaian rendah." Akan tetapi kedua pendekar tua itu tidak memperdulikan ocehannya dan terus menyerang dengan hebat. Namun, begitu Pek Lek Hoatsu memutar senjatanya yang mengeluarkan cahaya berkilauan, keduanya terpaksa bertempur sambil mundur! Permainan tongkat Pek Lek Hoatsu benar-benar luar biasa dan tenaganyapun besar sekali.

Pada saat itu, entah dari mana datangnya, tahu-tahu di situ telah berdiri dua orang kakek yang aneh dan ketika Tan Hong dan Ong Kai memandang, mereka merasa girang sekali oleh karena segera mengenali bahwa mereka ini adalah Raja Pengemis Lui Song dan Kim Liong Hoatsu si kakek rambut putih!

Pada saat itu si Raja Pengemis menggunakan jari telunjuknya menuding kearah Kim Liong Hoatsu sambil tertawa berkakakan, "Eh, eh, lagi-lagi kau datang juga hendak membawa pahala! Agaknya dalam segala hal, kecuali dalam permainan catur, kau tidak mau kalah dariku, kakek ubanan!"

Juga Kim Liong Hoatsu tertawa. "Jembel tua! Jangan banyak bicara, perlihatkan kepandaianmu!"

Si Raja Pengemis lalu melangkah maju ke arah mereka yang sedang bertempur dan berseru keras kepada kedua jago tua yang mengeroyok pendeta Lama itu, "Kalian orang-orang Bok san pai mundurlah!"

Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki yang telah amat terdesak itu segera melompat ke belakang dan ketika Pek Lek Hoatsu melihat siapa orangnya yang menghadang di depannya, wajahnya berubah pucat. Akan tetapi ia membesarkan suaranya untuk menutupi rasa takutnya ketika ia berkata, "Ah! Si Raja Pengemis juga datang ke sini, apakah kau hendak mengemis?" Lui Song si Raja Pengemis itu tertawa geli. "Benar, aku hendak mengemis, akan tetapi yang kuminta adalah jiwamu yang kotor!"

Tanpa berkata-kata lagi Pek Lek Hoatsu lalu mengayun tongkatnya menghantam kepala Raja Pengemis itu yang segera mengelak dengan mudah dan cepat. Sambil mengelak, jembel tua itu memaki-maki dan memperolok- olok, hingga Pek Lek Hoatsu menjadi makin marah dan gemas. Serangannya makin cepat dan bertubi-tubi hingga tongkat di tangannya seakan-akan berubah menjadi puluhan bahyaknya yang kesemuanya menyambar sambil membawa maut! Akan tetapi, Raja Pengemis itu benar- benar lihai. Tubuhnya berkelebat ke sana ke mari di antara sambaran tongkat dan jangankan tubuhnya terkena toya, bahkan ujung bajunya saja tak pernah kena sambaran senjata itu! Semua orang yang menonton menjadi pening melihat demonstrasi kepandaian yang tinggi ini, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki memandang dengan penuh perhatian dan kagum. Kepandaian Pek Lek Hoatsu agaknya setingkat dengan kepandaian mendiang guru mereka yang menciptakan Boksan Kiamhwat, akan tetapi kepandaian kakek jembel ini lebih hebat lagi!

Tiba-tiba terdengar Kim Liong Hoatsu mencela, "Eh, jembel tua, apakah kau mau borong sendiri saja?"

Si Raja Pengemis tertawa geli dan ketika ia berseru, "Ini, kau kuberi bagian." Tiba-tiba sekali renggut saja ia berhasil membuat tongkat Pek Lek Hoatsu terlempar ke arah Kim Liong Hoatsu dengan luncuran cepat sekali. Kim Liong Hoatsu menggunakan jari tangannya menyabet ke arah batang tongkat yang menyambar dan "krak!" tongkat panjang itu patah menjadi dua!

Lagi-lagi si Raja Pengemis tertawa dan berkata, "Mari, kau kuberi giliran!" dan tahu-tahu ia telah berhasil menangkap kaki Pek Lek Hoatsu yang langsung dilemparkan ke arah Kim Liong Hoatsu dengan keras!

Kim Liong Hoatsu mengulurkan tangannya dan sebelum Pek Lek Hoatsu dapat mengelak, kakek ubanan ini telah dapat menangkap lehernya dan cepat melemparkan tubuh itu kembali ke arah si Raja Pengemis dibarengi bentakan, "Untuk apa benda kotor ini? Terimalah kembali!"

Ketika tubuh Pek Lek Hoatsu masih melayang di udara menuju kepada Raja Pengemis, kakek ini lalu, menggunakan tangan kanannya untuk mendorong ke udara, dah aneh! Sebelum tubuh Pek Lek Hoatsu sampai di tangannya, tubuh itu telah kena dorong oleh tenaga hebat yang keluar dari tangan kakek jembel itu dan terpental kembali ke arah si kakek ubanan! Inilah tenaga khikang yang sudah mencapai tingkat tinggi hingga tenaga dorongan yang keluar dari situ cukup hebat untuk mementalkan kembali tubuh Pek Lek Hoatsu yang begitu besar dan berat.

Kim Liong Hoatsu tidak mau mengalah. Iapun menggunakan khikang untuk mendorong tubuh yang masih berada di atas itu hingga tubuh Pek Lek Hoatsu yang sial dan bernasib malang itu seakan-akan menjadi sebuah bola yang dipermainkan ke sana ke mari oleh kedua orang kakek tadi! Dan ketika keduanya mengakhiri permainan ini, ternyata tubuh Pek Lek Hoatsu telah tak bernyawa lagi!

"Nah, nah, kau telah membunuhnya!" kata Lui Song si Raja Pengemis kepada Kim Liong Hoatsu.

"Bukan aku, kaulah yang membunuhnya!" jawab kakek ubanan itu.

“Tidak, aku tidak membunuhnya, kaulah yang melakukannya!" jawab Raja Pengemis pula.

"Bukan, kau!" "Kau!"

"Biarlah kita putuskan hal ini di atas papan catur nanti!" kata Kim Liong Hoatsu akhirnya.

"Baik!" Si Raja Pengemis menerima tantangan ini.

Setelah bersitegang yang akhirnya diputuskan untuk mengambil kemenangan di atas papan catur, kedua orang kakek itu menggerakkan tubuh dan lenyap dari situ, dan tak seorangpun tahu ke mana perginya, seperti juga tak seorangpun melihat dari mana tadi mereka muncul!

Semua perwira pengacau telah melarikan diri ketika Pek Lek Hoatsu masih dipakai main bola tadi, dan kini keadaan di situ sunyi. Cin Cin Tojin menggeleng-gelengkan kepala dan menghela napas, "Dewasa ini yang memiliki kepandaian setinggi kepandaian mereka, kurasa hanya dua orang itu saja."

Tan Hong dan Ong Kai merasa agak kecewa mengapa kedua orang kakek yang telah mereka kenal itu sama sekali tidak memperdulikan mereka! Semua orang tiada habisnya memuji dan mengagumi kedua kakek luar biasa yang berilmu tinggi itu.

Setelah banyak perwira para pengacau kena ditewaskan, apalagi setelah Pek Lek Hoatsu yang menjadi orang kuat pengacau Tartar itu tewas pula, maka gerombolan Tartar itu mengundurkan diri dan tidak berani mengganggu daerah perbatasan lagi sebelum tenaga mereka pulih kembali. Para enghiong pun lalu kembali ke tempat masing-masing, melakukan pekerjaan mereka seperti biasa. Tidak sedikitpun tanda jasa atau terima kasih yang mereka terima dari kaisar, bahkan di dalam laporan-laporan nama mereka tak pernah disebut-sebut! Rumah Lo Cin Ki terhias indah dan suasana gembira sekali. Banyak sekali tamu-tamu dari seluruh daerah memeriakan datang menghadiri pesta perayaan yang diadakan oleh jago tua si Garuda Sakti itu untuk merayakan perkawinan anaknya dan muridnya, yakni Siok Lan dan Tan Hong, sedangkan Ong Kai menikah dengan Lai Hwa Eng.

Pada malam harinya, masih banyak tamu yang datang berkunjung dan pihak tuan rumah menyambut para tamu dengan ramah tamah dan suasana makin gembira setelah para tamu diberi hidangan arak wangi dan masakan lezat.

Pada saat orang-orang bergembira ria, tiba-tiba dari luar muncul seorang tosu berbaju putih rambut dan jenggotnya yang putih berkilau itu mendatangkan sikap menghormat daripada sekalian yang hadir.

Lo Cin Ki dan Cin Cin Tojin yang juga hadir di situ, segera maju menyambut dengan menjura dalam sekali, oleh karena dengan kaget dan heran kedua jago tua ini mengenal kakek ini yang tak lain ialah Kim Liong Hoatsu, kakek iuar biasa yang dulu pernah muncul di puncak pegunungan di tapal batas sebelah barat dan yang bersama si Raja Pengemis telah menewaskan Pek Lek Hoatsu! Di belakang Kim Liong Hoatsu kelihatan seorang tua lain yang berjalan di belakang tosu itu dengan sikap takut-takut dan orang tua ini adalah Ang Houw, bekas kepala rampok!

Melihat Ang Houw, Tan Hong dan Ong Kai terkejut, dan Ong Kai segera menyambut tosu itu sambil berlutut dan memanggii, "Suhu."

Kim Liong Hoatsu agaknya terkejut mendengar sebutan ini, akan tetapi ketika memandang muka Ong Kai yang hitam, ia teringat bahwa pemuda ini adalah ahli main catur yang dulu pernah memberi petunjuk padanya. Ia tersenyum dan berkata, "Bangunlah kau muka hitam. Dan di mana adanya Tan Hong yang berjuluk Gin-kiam Gi-to? Panggil ia keluar, pinto hendak bertemu dengannya!" Tosu ini hanya membalas penghormatan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki dengan anggukan kepala sederhana saja.

Tan Hong yang mendengar bahwa tosu itu mencari dia, segera maju dan berlutut pula, "Locianpwe, teecu Tan Hong berada di sini."

Kim Liong Hoatsu segera memandang dan ia tercengang ketika melihat bahwa si Maling Budiman adalah pemuda yang dulu membantu Raja Pengemis dalam permainan catur.

"Eh, eh, jadi kaukah Gin kiam Gito yang telah berlaku sewenang-wenang itu? Bangunlah berdiri, pinto hendak bicara sedikit!"

Tan Hong bangun berdiri di depan tosu itu dengan menundukkan kepala sebagai penghormatan.

"Gin kiam Gito, benarkah bahwa kau telah berlaku sewenang-wenang, mengkhianati kaum liok-lim dan melukai cucu muridku si Ang Houw ini? Jawablah yang betul, karena aku sangat benci kepada semua kebohongan!"

Tan Hong terkejut dan maklum bahwa ini tentu gara- gara Ang Houw yang tak disangkanya masih cucu murid tosu luar biasa ini sendiri dan ia teringat bahwa dulu Ang Houw akan mengancam hendak melaporkannya kepada pangcu atau ketua dari kalangan liok-lim, yakni Kim Liong Hoatsu! Akan tetapi, sedikitpun pemuda ini tidak memperlihatkan sikap takut-takut.

"Locianpwe, memang teecu pernah mengalahkan saudara Ang Houw ini dalam sebuah pertempuran. Ketika itu para piauwsu minta pertolongan kepada teecu bertiga dan oleh karena teecu yang tadinya hendak mendamaikan urusan itu mendengar pula bahwa anak buah saudara Ang Houw ini mengganggu rakyat jelata, maka teecu berusaha memperingatkannya, akan tetapi hal ini ditolak oleh saudara Ang Houw sehingga kami lalu bertempur. Inilah hal yang sebenarnya terjadi, locianpwe!"

"Kau pandai sekali memutarbalikkan duduknya perkara!" Tiba-tiba Ang Houw membentak dengan galaknya. "Aku bersumpah tak pernah mengganggu rakyat dusun!"

"Tak perlu kita ribut mulut saudara Ang Houw, biarlah locianpwe yang memutuskan. Aku percaya penuh akan kebijaksanaannya." jawab Tan Hong dengan suara tenang.

Sementara itu, semua tamu dan juga Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki, tidak berani mencampuri urusan ini, karena mereka takut kepada kakek yang luar biasa ini.

"Hm, hm, anak muda. Agaknya karena telah memiliki sedikit kepandaian dan mempunyai julukan yang dianggap orang budiman, kau lalu menjadi sombong dan hendak memperlihatkan kepandaianmu di kalangan liok-lim, begitukah?" Suara Kim Liong Hoatsu terdengar mengandung teguran dan ancaman yang menakutkan.

Tiba-tiba Ong Kai maju berlutut, "Suhu, hal ini sama sekali keliru! Tansuheng ini benar-benar pembela keadilan dan perikebajikan dan teecu yang pada waktu itu juga ikut bertempur melawan kawan-kawan Ong taiong ini, berani bersumpah sebagai saksi bahwa Tan suheng sama sekali tidak mengandung maksud untuk menyombong. Semua kesalahan datang dari pihak Ong taiong ini!"

Kata-kata ini diucapkan oleh Ong Kai dengan lantang dan berani dan Kim Liong Hoatsu menganggukkan kepala, "Hm, kau memiliki pribudi dan secara setia kawan, muka hitam, akan tetapi kau masih terlalu muda untuk dapat mengetahui isi hati seseorang!"

Pada saat yang menegangkan itu, tiba-tiba terdengar suara, "Eh, eh, kakek ubanan, kalau menjadi hakim harus yang adil!"

Belum habis gema suara ini, tahu-tahu orangnya telah nampak di hadapan Kim Liong Hoatsu. Orang ini tak lain adalah Lui Song si Raja Pengemis!

Kim Liong Hoatsu tersenyum dingin ketika ia berkata, "Hah! Jembel tua. Lagi-lagi kau datang menggangguku, akan tetapi kali ini aku minta kepadamu dengan baik supaya kau ke pinggir dan jangan mencampuri urusan orang!"

Lui Song maklum bahwa kali ini tosu itu benar-benar marah dan mungkin kalau ia berkeras akan terjadi hal yang tak menyenangkan, akan tetapi ia harus berdiri di pihak yang benar.

"Kim Liong Hoatsu! Kau terkenal sebagai Pangcu dari golongan liok-lim, mengapa kau tidak tahu akan sepak terjang Gin-kiam Gi-to? Aha! Oleh karena orang she Ang yang berwajah pucat ketakutan ini menjadi cucu muridmu, kau telah menjadi berat sebelah!"

"Lui Song! Sekali lagi kuminta kepadamu supaya minggir dan jangan ikut campur. Tunggulah sampai aku memberi hukuman yang setimpal kepada yang bersalah, baru nanti aku akan melayanimu bermain catur lagi!"

"Ha, ha, kakek ubanan! Kalau sekali kau turun tangan, apakah ada obatnya lagi? Kalau kau turunkan tangan yang betul, itu tidak apa dan aku pengemis jembel tidak berkeberatan, akan tetapi kalau kau sampai salah tangan, tidak saja aku yang ikut gemas, bahkan kau sendiri akan menyesal!"

"Jembel tua! Sekali lagi dan untuk penghabisan kali, minggirlah!" ucapan Kim Liong Hoatsu mengandung ancaman hebat

"Tidak, kalau pendirianmu masih seperti tadi!" jawab Lui Song dengan kata-kata yang sama kerasnya!

Suasana menjadi tegang dan sunyi. Tak seorangpun berani bergerak atau bernapas keras-keras, bahkan Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki menjadi pucat. Kedua nona pengantin yang berada di dalam kamar tidak berani keluar oleh karena masih mengenakan pakaian pengantin!

Tiba-tiba kesunyian itu dipecahkan oleh suara Ong Kai yang menubruk dan memeluk kaki Kim Liong Hoatsu. "Suhu, suhu! Mohon bersabar dulu dan janganlah urusan kecil ini menjadi perkara besar! Agaknya suhu sendiri tidak pernah menyangka orang macam apakah Ang Houw ini! Dia adalah seoring pengkhianat yang telah bersekutu dengan para pangacau Tartar!"

"Apa katamu?" Kim Liong Hoatsu menggerakkan kakinya dan tubuh Ong Kai terlempar jauh sampai bergulingan! Akan tetapi oleh karena kakek itu tidak menendang untuk menyerang, hanya karena kaget dan gemas, maka Ong Kai tidak menderita luka dan segera bangkit kembali. Ong Kai lalu menghampiri Tan Hong dan ketika melihat betapa pemuda ini berlutut dan tak bergerak, ia lalu merogoh saku baju Tan Hong dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.

Melihat kotak kecil ini, wajah Ang Houw menjadi pucat seperti mayat dan kedua kakinya menggigil. "Suhu, tak perlu teecu banyak bicara karena mungkin suhu takkan percaya. Silakan suhu membaca surat di dalam kotak ini dan suhu akan mengetahui semuanya. Bu Sam Kwi si pengkhianat telah mampus dalam tangan Tansuheng dan bahkan peti inipun dirampas oleh suheng .dari tangan Bu Sam Kwi yang menerimanya dari pengkhianat she Ang ini!"

"Sucouw, jangan percaya obrolannya!" Dengan suara gemetar Ang Houw berkata, akan tetapi sucouwnya melotot kepadanya hingga ia tidak berani berkutik lagi.

"Ha, ha, ha! Bagus, bagus! Anak-anak muda lebih berjasa daripada kita tua bangka yang tak tahu diri!" Si Raja Pengemis menyindir kepada Kim Liong Hoatsu. Sementara itu, si kakek ubanan telah membuka peti kecil itu dan mengeluarkan sepucuk surat. Ketika ia membaca isi surat, wajahnya yang merah itu menjadi pucat dan kedua tangannya gemetar, tanda bahwa hatinya terpukul hebat. Surat itu berbunyi seperti berikut Bu Sam Kwi Ciangkun, Surat ini berikut barang-barang hadiah, kupercayakan kepada seorang pembantuku yang setia bernama Ang Houw, dan apabila bukan dia yang membawa dan mengantarkan padamu, kau bunuh saja pembawa itu!”

“Sebagaimana yang telah kita bicarakan dulu, aku telah bersiap sedia menerima kedatangan kawan-kawan Tartar untuk merobohkan kedudukan kaisar.”

“Harap kau suka membuka jalan agar memudahkan barisan Tartar menerobos tapal batas dan bawalah Ang Houw ini untuk berunding. Aku sudah menyediakan tentara di daerah Tiangan untuk menggabungkan diri dengan tentara Tartar.” “Sekian dan sedikit hadiah ini harap diterima dengan baik sebagai tanda penghargaanku atas bantuanmu. Hadiah besar menyusul kelak.”

“Tertanda, Pangeran Liong Tek Ong.”

Terlepaslah kotak berisi permata dan surat itu dari tangan Kim Liong Hoatsu setelah ia membaca habis isi surat itu. Ang Houw cepat membungkuk untuk menyambar surat itu, akan tetapi tiba-tiba kaki kiri Kim Liong Hoatsu bergerak menendang dan tubuh Ang Houw terpental jauh sekali sampai menghantam dinding dan tubuhnya roboh dengan kepala pecah! Demikian hebat kemarahan dan tendangan Kim Liong Hoatsu ini hingga semua orang menjadi terkejut dan ngeri, "Nah, nah, kau mengumbar nafsumu lagi!" kata Raja Pengemis.

"Bangsat pengkhianat, bagiannya ialah mati seribu kali dalam sehari!" kata Kim Liong Hoatsu dengan marah sekali, kemudian ia menoleh kepada Tan Hong dan bertanya dengan suara keras, "Eh, Maling Budiman, mengapa tidak dari tadi kau keluarkan bukti-bukti keji ini agar aku tidak sampai salah duga kepadamu?"

Dengan suara tenang dan penuh hormat, Tan Hong berkata, "Maaf, locianpwe, oleh karena locianpwe sedang mengadili sesuatu perkara yang timbul antara teecu dan saudara Ang itu dan yang berlainan sifatnya dengan yang tersebut dalam surat, maka teecu tidak berani mencampuri dengan bukti-bukti lain."

Jawaban ini membuat muka Kim Liong Hoatsu menjadi merah kembali, tanda bahwa marahnya telah lenyap, akan tetapi kini merahnya lebih hebat dari biasanya, tanda bahwa ia merasa malu kepada diri sendiri. Ia memandang kepada Raja Pengemis dan berkata, "Eh, jembel tua. Aku yang pikun memang telah salah ayoh lekas kau persalahkan aku!" Si Raja Pengemis tertawa, "Orang yang lekas marah akan tetapi lekas pula menyadari kesalahannya adalah orang bijaksana!" Kemudian kakek jembel ini menjura kepada tuan rumah dan berkata, "Garuda Sakti harap kau maafkan kami dua orang tua bangka yang tak tahu diri dan mengganggu pestamu"

Lo Cin Ki cepat menghampiri dengan muka tersenyum. "Tidak apa, kedatangan jiwi sungguh merupakan kehormatan luar biasa bagi kami sekeluarga. Silakan duduk dan minum arak pengantin. Ingat, arak pengantin mendatangkan rejeki baik, bukan?" Kedua kakek itu saling pandang dan ruang itu lalu penuh suara ketawa Raja Pengemis dan Kitin Liong Hoatsu.

Tan Hong dan Ong Kai cepat memerintahkan orang supaya menyingkirkan jenazah Ang Houw dan menyuruh supaya mayat itu dirawat sebagaimana mestinya. Kemudian keduanya melayani guru mereka dengan penuh penghormatan.

"Eh, muka hitam, ayoh kauambil papan catur dan lawanlah aku. Jangan kau hanya bisa memberi petunjuk kepada Kim Liong Hoatsu seperti dulu!" Raja Pengemis menantang, sebaliknya kakek ubananpun menantang main catur kepada Tan Hong!

Demikianlah, kedua kakek luar biasa itu segera tekun menghadapi papar catur. Lui Song si Raja Pengemis melawan Ong Kai dan Kim Liong Hoatsu melawan Tan Hong sampai semua tamu bubar kedua kakek ini masih berjuang mati-matian melawan kedua pengantin laki-laki! Cin Cin Tojin dan Lo Cin Ki hanya saling pandang tersenyum dan mengangkat pundak!

Ternyata kedua pemuda itu masih unggul dalam permainan catur hingga perlahan tapi tentu, mereka mendesak biji-biji catur kedua kakek itu hingga keduanya sampai mengeluarkan peluh karena terlalu memutar otak!

Tiba-tiba Raja Pengemis yang cerdik dan tidak mau dikalahkan itu, mendapat akal dan berkata, "Eh, tua bangka ubanan, kita ini benar-benar tak tahu diril Dari tadi telinga kiriku berkejutan tanda bahwa ada orang yang marah- marah dan memaki-makiku! Ah tak salah lagi, tentu pengantin perempuan yang memaki-makiku oleh karena aku menahan suaminya terus-terusan! Ah, sudahlah, aku tidak berani menanti lebih lama, khawatir kalau-kalau pengantin wanita keluar dan mengamuk!" Kakek ini lalu berdiri sambil tertawa.

Kim Liong Hoatsu yang juga telah terdesak dalam permainan itu tertawa pula. "Tua bangka jembel, semenjak tadi telingaku juga berbunyi saja, tentu calon isteri Maling Budiman ini juga memaki-maki dan marah padaku. Maaf, maaf!"

Kedua kakek itu lalu berdiri dan sekali melambaikan tangan, keduanya keluar dan lenyap di dalam gelap.

Tan Hong dan Ong Kai saling pandang dengan tersenyum, dan ketika mereka menengok ke arah meja di mana kotak tadi berada, benda itu telah lenyap dibawa oleh kedua kakek tadi!

Kedua pengantin pria ini lalu masuk ke kamar masing- masing di mana calon isteri mereka telah menanti dengan hati penuh kekhawatiran.

Dan pada beberapa hari di kota raja terjadi kegemparan oleh karena Pangeran Liong Tek Ong kedapatan mati tertusuk pedang dadanya dan di bawah pedang itu tertancap surat pengkhianatan yang ditulis oleh pangeran itu sendiri! Siapa yang melakukan hal ini, tak seorangpun tahu, sedangkan Tan Hong, Ong Kai dan keluarga mereka yang mendengar akan hal ini, hanya menarik napas dan kagum atas sepak terjang dua orang kakek yang luar biasa itu.

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar