Jilid 6 : Masa Lalu (Bagian Pertama)
DOKUMENTASI KAGA KYOICHIRO
Tanggal 14 Mei. Aku mengunjungi SMP tempat Nonoguchi pernah mengajar hingga bulan Maret lalu. Aku tiba di sana tepat saat jam pulang sekolah, para siswa dan siswi berhamburan keluar dari gerbang menuju rumah masing-masing. Sementara itu, aku melihat beberapa siswa yang sepertinya anggota klub atletik sedang meratakan permukaan lapangan sekolah menggunakan garu.
Aku melaporkan diri pada wanita yang bertugas sebagai staf penerima tamu dan mengutarakan keinginanku menemui salah seorang guru yang dekat dengan Nonoguchi. Staf itu melapor ke atasannya, kemudian segera menghubungi ruang guru. Rumitnya prosedur ini sempat membuatku kesal, tapi kurasa memang seperti itulah situasi sekolah. Setelah menunggu hampir selama dua puluh menit, aku diantarkan ke ruang tamu.
Aku disambut oleh Kepala Sekolah, pria berperawakan kecil bernama Eto, dan guru pria bernama Fujiwara yang mengajar bahasa Jepang. Aku menduga kehadiran Kepala Sekolah adalah demi mencegah jangan sampai Fujiwara-sensei mengatakan hal-hal yang tidak perlu.
Pertama-tama, aku bertanya apakah mereka mengetahui kasus pembunuhan yang menimpa Hidaka Kunihiko. Ternyata mereka tahu, mulai dari soal Nonoguchi Osamu yang pernah menjadi penulis bayangan, juga serangkaian perselisihan yang diduga memicu terjadinya pembunuhan tersebut. Sepertinya mereka ingin sekali mendengar informasi lebih jauh dariku.
Ketika kutanyakan apakah mereka masih ingat bagaimana sampai tahu bahwa Nonoguchi adalah penulis bayangan, dengan agak segan Fujiwara-sensei menceritakannya sebagai berikut:
”Saya tahu dia menulis novel, bahkan saya juga pernah membaca karyanya yang dimuat di majalah cerita anak-anak. Tapi benar-benar sulit dibayangkan bahwa dia juga bekerja sebagai penulis bayangan. Apalagi untuk penulis terkenal.”
”?Anda pernah melihatnya sendiri saat dia sedang menulis?”
”Tidak. Yang dilakukannya di sekolah hanya mengajar. Dia baru menulis setelah pulang ke rumah atau di hari libur.”
” Apakah sebagai guru pekerjaan Nonoguchi tergolong ringan sehingga masih sempat menulis?”
”Tidak. Pekerjaannya tidak bisa dibilang ringan. Tapi dia memang selalu pulang cepat, terutama sekitar musim gugur tahun lalu. Dia juga selalu berhasil menghindari aktivitas sekolah seperti festival atau semacamnya. Semua orang selalu memberinya toleransi karena dia dikenal memiliki kesehatan fisik yang rapuh, walau saat itu kami tidak tahu banyak tentang penyakitnya. Makanya kami sangat terkejut karena ternyata dia melakukan itu supaya punya waktu untuk menulis novel untuk Hidaka Kunihiko.” "Anda tadi bilang dia selalu pulang ke rumah lebih cepat sejak musim gugur tahun lalu. Apakah ada sernacam catatan yang bisa memastikannya?”
”Bagaimana, ya... Karena di sini tidak ada kartu tabel waktu. Tapi saya yakin itu dimulai sejak musim gugur lalu karena dia tidak pernah hadir dalam pertemuan khusus guru bahasa Jepang yang diadakan setiap dua minggu sekali.”
”Apakah sebelumnya dia tidak pernah seperti itu?”
”Dia memang bukan tipe orang yang bersemangat dalam pekerjaan, tapi sebelumnya dia selalu hadir.”
Lalu aku mencoba menanyakan tentang kepribadian Nonoguchi Osamu.
”Dia itu pendiam. Kami tidak bisa menebak apa yang ada dalam benaknya. Dia juga sering termangu-mangu sambil melihat ke luar jendela. Kalau sekarang diingat-ingat, pasti saat itu dia sangat tertekan. Pada dasarnya dia bukan orang jahat, dan saya bisa mengerti mengapa dia melakukan perbuatan itu setelah diperlakukan sedemikian rupa. Saya sempat membeli beberapa novel karya Hidaka Kunihiko karena menyukainya, tapi saat membayangkan penulis aslinya adalah Nonoguchi-san, rasanya ada emosi yang berbeda dalam buku itu.”
Aku mengucapkan terima kasih lalu meninggalkan sekolah itu.
Dalam perjalanan pulang, aku melihat toko alat tulis yang cukup besar. Aku masuk ke toko itu dan memperlihatkan foto Nonoguchi Osamu pada staf wanita di meja kasir. Aku bertanya apakah tamu ini pernah datang sekitar setahun yang lalu. Staf itu menjawab rasanya dia pernah melihat tamu itu, tapi dia tidak bisa mengingatnya dengan jelas. Tanggal 15 Mei. Aku pergi menemui Hidaka Rie. Sejak seminggu lalu dia telah pindah ke apartemen di Yokohama. Suaranya terdengar lelah ketika kuhubungi. Tindakannya untuk pindah rumah supaya tidak disangkutpautkan lagi dengan kasus itu bisa dibilang normal. Dia bersedia menerimaku karena aku adalah detektif, bukan orang-orang dari media massa.
Rencananya kami akan bertemu di kafe di pusat perbelanjaan yang tidak jauh dari apartemennya. Dia tidak ingin bertemu di apartemen karena khawatir diketahui media.
Kafe itu terletak di sebelah butik yang sedang mengadakan obral besar. Selain karena orang luar tidak bisa melihat wajah pengunjung, posisi mejanya yang tidak beraturan memudahkan bagi mereka yang tidak ingin pembicaraannya didengar orang lain. Kami duduk berhadapan di meja paling dalam.
Aku menanyakan bagaimana kabarnya selama ini. Hidaka Rie tersenyum kecut mendengarnya.
”Masih seperti biasa, walau tidak bisa dibilang ceria. Semoga saja lingkungan sekitar bisa memberi saya ketenangan.”
”Bisa dipahami. Apalagi ini menyangkut kasus kriminal.” Aku mencoba menghiburnya, tapi sepertinya tidak berhasil. Dia malah menggeleng dan berkata dengan nada kesal, "Padahal dalam kasus ini kami ada di pihak korban, tapi bagaimana caranya meyakinkan masyarakat? Mereka malah menganggap kasus ini sama dengan skandal artis terkenal, dan kamilah si tokoh antagonis.”
Hal itu memang tidak bisa dimungkiri. Mulai dari acara TV sampai majalah mingguan, alih-alih membahas tentang tewasnya Hidaka, mereka lebih banyak membahas bagaimana dia telah mencuri karya sahabatnya sendiri. Andai sampai terungkap bahwa ulah Hidaka ada kaitannya dengan perselingkuhan istrinya yang pertama, dijamin para reporter dunia hiburan akan melonjak kegirangan.
”Lebih baik Anda tidak usah pedulikan orang-orang media itu.”
”Tentu saja. Kalau tidak, bisa-bisa saraf saya ambruk. Sayangnya gangguan itu bukan hanya dari pihak media.”
”Apa yang terjadi?”
”Macam-macam. Saya diserbu oleh telepon dan surat-surat yang berisi penghinaan. Bagaimana mereka sampai tahu alamat rumah orangtua saya? Pasti pihak media yang memberitahu bahwa saya sudah tidak tinggal di rumah suami saya.”
Itu mungkin saja terjadi.
"Anda sudah melaporkannya pada polisi?”
”Sudah. Tapi masalah seperti ini tidak bisa dipecahkan hanya dengan melapor ke polisi, bukan?”
Yang dikatakannya benar. Tapi aku tidak bisa mengiyakannya terang-terangan.
”Apa saja isi surat dan telepon sebanyak itu?”
”Pokoknya bermacam-macam. Ada yang minta supaya saya mengembalikan royalti novel, ada yang merasa dikhianati, ada juga yang mengirim surat beserta kardus berisi karya-karya suami saya. Banyak juga surat yang menyuruh saya mengembalikan penghargaan yang pernah diterimanya.”
”Begitu rupanya.” Aku menduga kecil kemungkinan orangorang yang mengganggu ketenangan Hidaka Rie itu adalah penggemar Hidaka Kunihiko atau pencinta sastra pada umumnya. Bukan. Bahkan bisa jadi sebelumnya mereka tidak pernah mendengar nama Hidaka Kunihiko. Orang-orang seperti itu-- mendapatkan kepuasan dengan mengganggu kenyamanan orang lain dan selalu menanti kesempatan untuk melakukan itu entah dari mana. Tidak masalah siapa korbannya.
Hidaka Rie mengangguk setuju setelah mendengarkan pendapatku. ”Ironisnya, justru buku-buku suami saya laris terjual. Mungkin orang-orang itu memang punya hobi mengusik kehidupan pribadi orang lain.”
”Memang ada bermacam-macam manusia di dunia ini.”
Aku tahu tentang larisnya buku-buku karya Hidaka Kunihiko. Namun yang beredar saat ini hanya persediaan yang masih ada, karena belum ada tanda-tanda pihak penerbit akan mencetak ulang. Aku lantas teringat pada editor yang menentang teori penulis bayangan. Mungkin untuk sementara waktu mereka akan mengamati situasi dulu.
”Oh, ya. Pihak kerabat Nonoguchi-san juga menghubungi saya,” kata Hidaka Rie seakan-akan itu bukan hal besar.
Aku terkejut. "Kerabat Nonoguchi? Apa kata mereka?”
”Mereka ingin saya mengembalikan keuntungan dari hasil penjualan karya. Setidaknya mereka berhak mendapat royalti dari juduljudul yang ditulis ulang dari karya Nonoguchi-san. Mereka diwakili oleh seseorang yang mengaku sebagai paman Nonoguchi-san.”
Mengapa sampai ada sosok "paman” yang muncul? Padahal Nonoguchi tidak punya saudara dan kedua orangtuanya pun sudah tiada. Perihal pengembalian keuntungan itu juga mengejutkan. Ada-ada saja yang dipikirkan manusia, pikirku.
”Lalu apa jawaban Anda?”
”Saya bilang akan menjawabnya setelah berkonsultasi dengan pengacara.”
”Bagus sekali.” "Jujur saja, saya benar-benar bingung. Saya belum pernah mendengar ada kerabat pelaku kejahatan yang menginginkan uang dari keluarga korban.”
”Kasus ini memang spesial. Sebenarnya saya tidak bisa bicara banyak karena saya tidak tahu tentang hukum kasuskasus seperti ini, tapi saya rasa Anda tidak perlu membayar mereka.”
”Ya, saya juga berpikir demikian. Tapi masalahnya bukan uang. Yang saya sesalkan adalah mengapa banyak orang yang berkomentar suami saya terbunuh karena ulahnya sendiri. Orang yang mengaku sebagai paman Nonoguchi-san juga sedikit pun tidak menunjukkan penyesalan.”
Hidaka Rie menggigit bibir, memberiku kesempatan mengintip bagaimana perasaannya saat ini. Melihatnya cenderung marah alih-alih sedih, aku pun merasa lega. Situasi akan jadi sulit kalau dia sampai menangis di kafe ini.
”Kaga-san memang sudah menceritakan sebelumnya, tapi sampai sekarang saya sulit percaya bahwa suami saya mencuri karya orang lain. Matanya selalu bersinar-sinar setiap kali mernbicarakan karya baru, karena saking senangnya dia bisa menulis cerita sesuai dengan apa yang ada di benaknya.”
Aku mengangguk mendengar penekanan dalam ucapannya karena aku sungguh-sungguh memahami perasaannya. Namun, kali ini aku tidak bisa menyatakan persetujuan. Hidaka Rie sendiri tidak lagi berkeras mempertahankan pendapatnya. Kini dia bertanya apa keperluan kunjunganku kali ini.
Aku mengeluarkan kertas-kertas dokumen dari saku kemejaku, kemudian meletakkannya di meja.
”Bersediakah Anda membacanya?”
”Apa ini?” ”Catatan yang ditulis Nonoguchi Osamu.”
Hidaka Rie terang-terangan menunjukkan rasa tidak nyaman. ”Saya tidak akan membacanya. Paling isinya hanya tentang perlakuan kejam suami saya padanya selama ini. Semua sudah ada di surat kabar.”
”Yang Anda baca itu adalah pengakuan Nonoguchi Osamu yang ditulisnya setelah ditahan, berbeda dengan yang saya bawa ini. Tidak lama setelah pembunuhan itu terjadi, dia sengaja menulis catatan yang berbeda untuk mengelabui polisi. Ini adalah fotokopinya.”
Tampaknya Hidaka Rie mulai memahami penjelasanku, namun ekspresi muak di wajahnya tidak berubah. "Begitu? Tapi apa gunanya Anda menyuruh saya membaca tulisan yang berbeda dengan fakta yang ada?”
”Bagaimana jika Anda baca lebih dulu? Tulisannya tidak terlalu panjang, saya yakin Anda bisa segera menyelesaikannya.”
Di sini?”
”Kalau Anda tidak keberatan.”
Tidak salah lagi. Wanita ini pasti menganggapku aneh. Namun, dia meraih dokumen itu tanpa berkata apa-apa.
Sekitar lima belas menit kemudian, dia mengangkat kepalanya. ”Sudah selesai. Tapi apa sebenarnya ini?”
”Nonoguchi sudah mengaku bahwa ada beberapa bagian dalam catatan itu yang dipalsukan, salah satunya percakapannya dengan Tuan Hidaka Kunihiko. Menurutnya yang terjadi justru perdebatan sengit di antara mereka, bukan obrolan santai seperti yang ditulisnya di situ.”
”Sepertinya begitu.”
” Kemudian mari kita kembali saat Anda mengantar Nonoguchi keluar dari rumah. Dia menulis Anda mengantarnya sampai keluar gerbang, padahal sebenarnya hanya sampai pintu depan.”
”Itu betul.”
”Bagaimana dengan yang lainnya? Seingat Anda, apakah ada bagian lain dari tulisan ini yang jelas-jelas bertentangan dengan fakta?”
”Bagian lain, ya...” Dengan ragu-ragu Hidaka Rie kembali membaca dokumen itu. Kemudian dia menggeleng tidak yakin. Saya rasa tidak ada.”
”Kalau begitu apakah ada ucapan atau sikap Nonoguchi di hari kejadian yang tidak tertulis di situ? Hal-hal kecil pun tidak masalah, misalnya tiba-tiba dia ingin pergi ke toilet atau lainnya.”
”Saya tidak begitu ingat, tapi rasanya hari itu dia tidak ke toilet.”
”Bagaimana dengan telepon? Apakah dia sempat meminjam telepon?”
"Entahlah... karena pesawat telepon itu ada di ruang kerja suami saya.”
Ternyata Hidaka Rie tidak begitu ingat apa saja yang terjadi pada hari itu. Mungkin itu wajar karena kedatangan Nonoguchi Osamu tidak menjadikan hari itu spesial.
Saat aku mengira dia sudah menyerah, tiba-tiba Hidaka Rie mengangkat wajah. "Ah, ada satu hal.”
”?Apa itu?”
”?Mungkin ini sama sekali tidak ada hubungannya.”
”Tidak masalah.”
”Sebelum pulang, Nonoguchi-san memberikan sebotol sampanye sebagai oleh-oleh. Dia tidak menyinggungnya di dokumen ini.”
”Sampanye? Anda yakin dia membawanya pada hari itu?”
”Tidak salah lagi.”
”Bagaimana dia menyerahkannya pada Anda?”
”Saat Fujio Miyako-san datang, dia meninggalkan ruang kerja suami saya. Dia bilang lupa menyerahkan botol itu saking asyiknya mengobrol dengan suami saya. Setelah itu barulah dia ingat dia sudah membeli sampanye yang dimasukkannya ke kantong kertas. Sambil menyerahkan kantong itu, dia berpesan supaya saya tidak usah sungkan-sungkan meminumnya saat malamnya menginap di hotel.”
”?Anda apakan botol sampanye itu?”
"Saya simpan di kulkas hotel malam harinya. Saya ingat pihak hotel menelepon setelah peristiwa pembunuhan itu dan saya minta supaya botol itu dibuang saja.”
” Jadi Anda tidak sempat meminumnya.”
”Benar. Saya sengaja mendinginkannya dulu supaya bisa dinikmati berdua setelah suarni saya menyelesaikan pekerjaannya dan menyusul ke hotel.”
”Ternyata ada kejadian seperti itu, ya. Apakah selain sampanye Nonoguchi juga pernah membawa oleh-oleh sake?”
?Mungkin sebelumnya pernah, tapi sepanjang pengetahuan saya, malam itu pertama kalinya dia membawa sampanye. Nonoguchi-san sendiri bukan peminum sake.”
”Saya mengerti.” Tidak heran jika Hidaka Rie sampai tidak tahu, karena di dalam dokumen itu awalnya Nonoguchi menulis bahwa dia datang ke rumah Hidaka dengan membawa minuman Scotch.
Aku kembali menanyakan apakah ada hal-hal lain yang tidak disebutkan dalam dokumen itu. Walaupun sudah berpikir keras, Hidaka Rie sama sekali tidak bisa mengingatnya. Dia malah balik bertanya mengapa baru sekarang aku menanyakannya.
”Banyak prosedur rumit yang perlu ditempuh untuk menyelesaikan sebuah kasus, salah satunya proses verifikasi.”
Mendengar penjelasanku, sepertinya istri korban tidak lagi menaruh curiga.
Setelah berpisah dengan Hidaka Rie, aku langsung menelepon hotel yang pada malam kejadian rencananya akan ditempati oleh pasangan Hidaka dan menanyakan tentang sampanye. Meskipun sempat ada sedikit masalah, akhirnya aku berhasil berbicara dengan staf pria yang masih mengingat kejadian itu.
”Mereknya Dom Perignon Zero. Botol itu disimpan begitu saja di kulkas. Karena harganya mahal dan segelnya belum dibuka, saya berinisiatif menghubungi pemiliknya. Karena dia minta supaya botol itu dibuang saja, jadi kami melakukan sesuai keinginannya,” Staf itu menjelaskan dengan sopan.
Aku bertanya apa yang terjadi pada botol sampanye itu. Staf itu terdiam sejenak, lalu mengaku bahwa dia membawa botol itu pulang ke rumah. Aku kembali bertanya apakah dia meminumnya. Dia menjawab bahwa dia meminumnya sekitar dua minggu lalu. Botol yang sudah kosong itu lalu dibuangnya.
”Apakah ada masalah dengan botol itu?” Staf itu bertanya dengan nada khawatir.
”Oh, tidak. Sama sekali tidak ada masalah. Oh, ya. Apakah rasanya enak?”
”Ya, enak sekali.” Setelah mendengar jawaban gembira dari staf itu, aku menutup telepon. Sesampainya di rumah, aku menonton video rekaman saat Nonoguchi Osamu menyelinap ke halaman rumah Hidaka. Aku secara khusus meminta pada Bagian Identifikasi untuk membuatkan rekamannya.
Setelah berkali-kali menonton ulang, usahaku belum juga membuahkan hasil. Yang terpampang di depan mataku hanya adegan-adegan membosankan.
Tanggal 16 Mei. Jam baru saja menunjukkan pukul 13.00 lebih sedikit saat aku mengunjungi Kantor Real Estat Yokota Cabang Ikebukuro. Kantor itu terbilang kecil karena hanya ada dua meja besi di belakang meja penerima tamu yang dibatasi kaca.
Aku masuk ke ruangan dan mendapati Fujio Miyako sedang bekerja sendirian. Mungkin pegawai lainnya sedang keluar. Akhirnya kami berbicara di meja penerima tamu. Jika ada orang luar yang melihat, mungkin mereka akan menyangka aku adalah laki-laki aneh yang sedang mencari apartemen murah.
Setelah berbasa-basi singkat, aku langsung menuju titik persoalan. "Anda sudah tahu tentang pengakuan Nonoguchi Osamu?”
Fujio Miyako mengangguk. Wajahnya terlihat gugup. "Ya, saya membacanya di surat kabar.”
”Bagaimana pendapat Anda?”
”Pendapat saya.... Tentu saja saya terkejut. Katanya dialah penulis asli novel Daerah Bebas Perburuan.”
”?Menurut dokumen pengakuan Nonoguchi, dalam diskusinya dengan Anda ada beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan oleh Tuan Hidaka. Bagaimana pendapat Anda setelah mengetahui bahwa itu karena dia bukan pengarang aslinya?” "Sejujurnya, saya juga tidak begitu paham. Tapi memang setiap kali berbicara dengannya, saya mendapat kesan dia selalu mencoba menghindari topik itu.”
”Dengan kata lain, Anda tidak merasa ada sesuatu yang aneh dengan pernyataan bahwa Tuan Hidaka-lah penulis novel Daerah Bebas Perburuan?”
”Saya rasa tidak. Tapi saya tidak yakin seratus persen. Mungkin karena sulit membayangkan bahwa Hidaka-san bukan si penulis asli.”
Yang dikatakannya masuk akal.
”Saat Anda mengetahui Nonoguchi Osamu-lah penulis asli novel itu, apakah ada sesuatu yang terbukti selama ini cocok dengan dugaan Anda? Atau justru sebaliknya?”
”Saya tidak yakin bisa menjawabnya dengan tegas. Apalagi orang bernama Nonoguchi itu ternyata dulu juga teman sekelas Hidaka-san dan kakak saya, wajar saja ada kemungkinan dialah penulisnya. Sebenarnya jika sejak awal diberitahu bahwa Nonoguchi yang menulis novel itu, mungkin saya hanya akan berpikir 'Oh, begitu.'. Pada dasarnya saya juga tidak begitu tahu banyak tentang Hidaka-san.”
”?Mungkin juga demikian.”
”Tapi,” Fujio Miyako melanjutkan berbicara saat aku sedang berpikir bahwa mungkin tidak ada lagi informasi yang bisa diberikannya. "Bila benar Hidaka-san bukan penulisnya, saya pikir penting supaya novel itu diperbaiki dengan mengubah salah satu tokohnya yang diciptakan berdasarkan sosok Hidakasan sendiri. Dengan begitu kakak saya tidak perlu lagi dijadikan model.”
”Bisa Anda jelaskan lebih detail?” ”Anda sudah membaca Daerah Bebas Perburuan, Detektif?”
”Belum, tapi saya tahu garis besar ceritanya. Detektif lain yang sudah membacanya membuatkan ringkasannya.”
”Di novel itu ada adegan saat tokoh utama masih duduk di bangku SMP. Selain suka memaksa teman-temannya supaya mematuhinya dengan cara kekerasan, dia juga digambarkan suka menganiaya orang-orang yang tidak disukainya. Zaman sekarang istilahnya perundungan. Korban terparahnya justru teman sekelasnya sendiri, Hamaoka. Saya yakin tokoh Hamaoka itu terinspirasi dari Hidaka-san.”
Aku ingat ada adegan perundungan disinggung dalam ringkasan novel itu, walaupun memang nama-nama yang terlibat tidak ditulis lengkap. "Kenapa Anda yakin dia adalah Tuan Hidaka?”
”Karena secara keseluruhan, novel itu ditulis berdasarkan sudut pandang Hamaoka. Lagi pula menurut saya cerita itu lebih cocok disebut dokumenter alih-alih novel. Saya percaya Hamaoka adalah Hidaka-san.”
”Saya mengerti.”
Fujio Miyako tampak agak segan sebelum melanjutkan. ”Selain itu,” katanya. "Alasan Hidaka-san menulis novel itu adalah karena dia pernah mengalami hal serupa dengan Hamaoka.”
Tanpa sadar aku balas menatap wajahnya. "Apa maksud Anda?”
”Di novel itu Hamaoka digambarkan sangat membenci si tokoh utama yang melakukan penindasan. Pembaca bisa merasakan kebencian itu di seluruh bagian novel. Walaupun tidak diceritakan, jelas bahwa kebencian itu berawal saat Hamaoka mulai menyelidiki kematian seseorang yang dulu pernah menyiksa dirinya. Hamacka adalah perwujudan si penulis. Dengan kata lain, saya menganggap tujuan Hidaka-san menulis novel itu adalah untuk membalas dendam pada kakak saya.”
Aku menatap wajah Fujio Miyako lekat-lekat. Selama ini aku belum pernah membayangkan ada seseorang yang menulis novel untuk tujuan balas dendam. Salah, lebih tepatnya kami dari tim penyidik memang selama ini tidak begitu fokus menyelidiki novel Daerah Bebas Perburuan. ”Tapi bukan seperti itu yang ditulis Nonoguchi dalam pengakuannya.”
”?Memang. Tapi seperti tadi saya jelaskan, entah itu Hidakasan atau Nonoguchi yang bertindak sebagai penulis sekaligus model tokoh dalam cerita, bagi saya sama saja. Hanya saja karena sejak dulu saya selalu menganggap tokoh Hamaoka adalah Hidaka-san, aneh rasanya saat dihadapkan pada fakta dia adalah orang yang berbeda. Lihat saja saat sebuah novel diadaptasi menjadi drama TV. Pasti ada saja yang merasa tidak puas jika artis pemeran tokoh tertentu tidak sesuai dengan bayangan yang muncul di benaknya setelah membaca versi novel. Kurang lebih seperti itu.”
"Jika benar modelnya adalah Tuan Hidaka, apa menurut Anda sifatnya cocok dengan karakter Hamaoka dalam novel? Tidak masalah jika pendapat Anda terkesan subjektif.”
”Menurut saya cocok, tapi mungkin itu akibat prasangka. Ya, tadi saya sudah bilang saya tidak begitu mengenal Hidakasan.” Cara bicara Fujio Miyako terdengar hati-hati dan menghindari penegasan.
Terakhir, aku bertanya apa yang akan dilakukannya setelah tahu bahwa lawannya dalam kasus novel Daerah Bebas Perburuan beralih dari Hidaka Kunihiko ke Nonoguchi Osamu.
”Saya akan menunggu hasil sidang Nonoguchi. Setelah itu baru saya akan memutuskan,” jawabnya tenang. Atasanku tidak begitu senang saat mengetahui aku masih saja menyelidiki kasus pembunuhan Hidaka Kunihiko. Sikapnya tidak mengherankan: si pelaku sudah mengaku, bahkan pengakuan itu dituangkan dalam bentuk tertulis. Untuk apa aku masih mengendus-endus ke sana kemari?
”Percuma saja. Lagi pula semuanya sudah jelas,” atasanku berkomentar kesal.
Tidak bisa dimungkiri bahwa tidak ada satu pun hal yang bisa dijadikan alat untuk menyangkal hasil penyelidikan sejauh ini. Pertama, sekian banyak bukti penting yang berkaitan dengan kasus itu berhasil kudapatkan dengan tanganku sendiri.
Aku bahkan mempertimbangkan untuk menghentikan penyelidikan. Semua trik rancangan Nonoguchi sudah kupecahkan, begitu pula perselisihannya dengan Hidaka. Sebenarnya aku mulai merasa aku sedang menyombongkan hasil kerjaku sendiri.
Sesuatu yang masih meninggalkan keraguan dalam benakku adalah saat aku bertanya pada Nonoguchi yang saat itu ada di ruang perawatan. Saat tanpa sengaja tatapanku jatuh ke jemarinya, mendadak muncul ide. Tapi aku malah mengabaikannya karena apa yang kubayangkan itu terlalu ganjil dan tidak realistis. Kendati demikian, aku tidak bisa mengabaikannya untuk waktu yang lama karena sesuatu yang ganjil itu tidak bisa lepas dari benakku. Sebenarnya setelah Nonoguchi ditahan, aku sempat gelisah dan bertanya-tanya apakah jalan yang kutempuh sudah benar. Kini semuanya semakin jelas.
Mungkin apa yang ada dalam bayanganku itu hanya ilusi yang muncul dari kurangnya pengalamanku—baik sebagai polisi maupun sebagai manusia—dan bisa jadi memang demikian. Tapi setidaknya aku tak ingin menghentikan kasus ini begitu saja tanpa meyakinkan diriku sendiri.
Kuputuskan untuk sekali lagi membaca dokumen pengakuan Nonoguchi Osamu dengan lebih teliti. Saat membacanya, muncul beberapa pertanyaan yang selama ini tidak kusadari.
Berikut beberapa hal yang membuatku tidak puas.
Satu: Hidaka Kunihiko menyimpan bukti percobaan pembunuhan yang dilakukan Nonoguchi supaya laki-laki itu bersedia menjadi penulis bayangan. Padahal jika Nonoguchi mau mengabaikan semuanya dan melapor ke polisi, Hidaka pun akan kena getahnya. Satu kesalahan ceroboh, dan tamatlah karier Hidaka sebagai penulis. Apakah Hidaka tidak takut akan kemungkinan itu? Mungkin alasan Nonoguchi tidak menyerahkan diri adalah karena dia tidak ingin melibatkan Hidaka Hatsumi, tapi Hidaka sendiri tidak bisa membuktikan bahwa perselingkuhan itu telah terjadi.
Dua: Mengapa Nonoguchi tidak mengundurkan diri setelah kematian Hidaka Hatsumi? Dalam pengakuannya, dia menulis bahwa dia sudah lelah melakukan perang psikologis melawan Hidaka. Wajar sekali jika dia tidak memedulikan lagi semuanya dan memutuskan menyerahkan diri ke polisi.
Tiga: Mungkinkah kaset video dan pisau itu bisa dijadikan barang bukti percobaan pembunuhan? Yang ada dalam video itu hanya adegan saat Nonoguchi menyelinap ke rumah keluarga Hidaka, ditambah lagi tidak ada bekas darah pada pisau. Selain itu di luar pertemuan antara si pelaku dan korban, hanya Hidaka Hatsumi sebagai rekan satu komplotan Nonoguchi yang hadir di sana. Mungkin jika kelak dia sampai diminta menjadi saksi, kecil kemungkinan Nonoguchi akan dianggap tidak bersalah.
Empat: Nonoguchi menulis bahwa kolaborasinya dengan Hidaka Kunihiko "berjalan harmonis”. Mungkinkah itu terjadi mengingat situasi yang terjadi sebelumnya di antara mereka?
Aku mencoba mengonfirmasi keempat hal itu pada Nonoguchi yang langsung memberikan jawaban untuk semuanya. Berikut pernyataannya:
”?Mungkin kau menganggapnya aneh, tapi memang begitulah kenyataannya. Kalau sekarang ditanya kenapa aku melakukan ini atau kenapa tidak melakukan itu, aku hanya bisa menjawab aku sendiri tidak mengerti. Kondisi mentalku saat itu memang tidak seperti biasanya.”
Aku tidak bisa berbuat apa-apa mendengar jawabannya. Andai saja keempat hal itu adalah sesuatu yang bersifat nyata, masih ada kemungkinan untuk membantahnya. Namun sayangnya, keempat pertanyaan itu lebih mengarah pada sisi psikologis.
Tapi hal yang paling mengusikku justru bukan keempat pertanyaan tersebut, melainkan satu kata: karakter. Karena aku jauh lebih mengenal Nonoguchi Osamu dibandingkan atasan dan rekan-rekanku, maka berdasarkan pengetahuan itu aku merasa isi dokumen pengakuan yang ditulisnya tidak sesuai dengan karakternya.
Sedikit demi sedikit aku mulai memfokuskan diri pada hipotesis ganjil yang muncul dengan tiba-tiba. Jika hipotesis itu terbukti benar, keempat pertanyaan tersebut akan terjawab semua.
Tentu saja ada alasan khusus mengapa aku menemui Hidaka Rie. Andai analisisku (yang untuk saat ini lebih banyak berupa dugaan) benar, aku yakin semua yang telah ditulis Nonoguchi Osamu sebenarnya memiliki makna lain. Sayangnya selain cerita tentang botol sampanye, aku tidak berhasil mendapatkan informasi yang lebih jelas darinya. Untuk sementara waktu belum bisa diketahui apakah cerita itu dapat mendukung analisisku. Bagaimana jika Nonoguchi melewatkan fakta itu secara tidak sengaja hingga tidak muncul dalam tulisannya? Atau ada alasan lain? Pasti ada alasan mengapa Nonoguchi yang tidak biasanya membawa oleh-oleh, khusus hari itu sampai membawakan sebotol minuman beralkohol. Kira-kira ada maksud apa di balik tindakannya itu? Sampai sekarang aku belum mendapatkan petunjuk. Kendati demikian, fakta itu tetap kusimpan baik-baik dalam sudut benakku karena mungkin kelak akan berguna.
Mungkin ada baiknya jika aku kembali meneliti hubungan yang terjalin antara Nonoguchi Osamu dengan Hidaka Kunihiko. Bila jalur yang kami tempuh terbukti salah, kami harus kembali ke titik awal.
Jawaban yang benar kuperoleh lewat pertemuanku dengan Fujio Miyako. Rupanya kami harus kembali ke masa-masa saat Nonoguchi dan Hidaka masih duduk di bangku SMP untuk mengetahui bagaimana hubungan mereka. Dan novel Daerah Bebas Perburuan yang ditulis berdasarkan latar waktu itu adalah teks panduan yang sempurna.
Begitu pertemuanku dengan Fujio Miyako berakhir, aku segera ke toko buku untuk membeli novel itu dan mulai membacanya dalam perjalanan pulang dengan kereta. Karena sebelurnnya sudah membaca ringkasan ceritanya, aku bisa mernbacanya lebih cepat daripada biasanya. Tentu saja aku sama sekali tidak mengerti unsur sastra yang ada di dalamnya. Seperti sudah dijelaskan oleh Fujio Miyako, novel ini digambarkan dari sudut pandang Hamaoka. Cerita dimulai saat suatu pagi Hamaoka yang hanya pegawai kantor sederhana membaca berita tentang seniman hanga yang ditemukan tewas ditikam. Hamaoka lantas teringat bahwa seniman yang bernama Nishi Kazuya itu adalah salah seorang pelaku perundungan padanya semasa SMP. Dari sini kenangan tentang perundungan yang diterimanya dulu muncul kembali.
Hamaoka yang baru saja duduk di bangku kelas tiga SMP beberapa kali mengalami perundungan yang mengancam nyawanya. Mulai dari dirinya disuruh mencopot seragam dan tubuhnya hanya dibalut kain transparan sementara dia ditinggalkan di sudut gedung olahraga, sampai tiba-tiba dirinya disiram zat hidroklorin saat sedang lewat di bawah jendela. Tentu saja pukulan dan tendangan sudah menjadi makanannya sehari-hari, ditambah kata-kata kasar dan penghinaan yang terus berlanjut. Penggambarannya sangat detail dan realistis. Pantas saja Fujio Miyako menganggap buku ini lebih cocok disebut dokumentar daripada novel.
Tidak jelas alasan apa yang melatarbelakangi penindasan yang dialami Hamaoka. Menurutnya, semua dimulai sejak ”hari di mana segel yang selama ini membelenggu para iblis tiba-tiba terlepas”. Bisa dibilang serupa dengan kasus perundungan yang terjadi pada masa kini. Walaupun Harmmaoka tidak mau menyerah, dirinya semakin dikuasai oleh rasa takut dan putus asa.
?Yang membuatnya takut bukanlah kekerasan, melainkan energi orang-orang yang membenci dirinya. Selama ini dia sulit membayangkan niat jahat seperti itu ternyata memang ada di dunia ini.” Demikianlah inti cerita Daerah Bebas Perburuan. Penulis menggambarkan perasaan korban dengan lugas. Aku sendiri pernah menangani kasus perundungan saat masih mengajar, tapi hanya bisa terkejut saat mengetahui betapa absurdnya perlakuan yang dialami pihak korban.
Kasus perundungan ini berhenti saat Nishi Kazuya yang adalah salah seorang pelopornya pindah sekolah. Tapi tidak ada seorang pun yang mengetahui soal kepindahannya. Gosip yang beredar adalah Nishi Kazuya dikirim ke panti rehabilitasi karena melakukan tindak kekerasan pada siswi sekolah lain, namun Hamaoka dan yang lain tidak tahu apakah itu benar atau tidak.
Kilas balik Hamaoka berakhir sampai di situ. Akan tetapi, dia memutuskan untuk menyelidiki peristiwa yang menimpa Nishi Kazuya karena merasa ada kesimpangsiuran. Mungkin faktor kesimpangsiuran itu memang menambah nilai novel itu sebagai karya sastra, tapi menurutku pribadi tidak ada kaitannya dengan kasus pembunuhan Hidaka.
Selanjutnya novel itu mengisahkan tentang penyelidikan yang dilakukan Hamaoka, diselingi adegan kilas balik. Yang pertama kali diklarifikasi adalah alasan menghilangnya Nishi Kazuya. Ternyata siswi yang dianiaya olehnya berasal dari SMP Kristen. Nishi Kazuya menyuruh rekan-rekannya menangkap siswi itu yang kemudian disiksanya di depan semua orang. Penyiksaan itu direkam menggunakan kamera video delapan mili yang rencananya film yang belum dicetak itu akan dijual Nishi Kazuya pada rekan-rekan satu gengnya. Alasan mengapa insiden itu tidak muncul di surat kabar tidak lain karena orangtua siswi yang menjadi korban memiliki koneksi ke pihakpihak berpengaruh. Paruh awal novel dihabiskan untuk menggambarkan kekejian Nishi Kazuya. Bagian itu diakhiri dengan tewasnya dia akibat tikaman pisau seorang pelacur saat dalam perjalanan menuju tempat pameran perdananya. Banyak yang sudah mengetahui bahwa adegan pembunuhan ini diangkat dari kisah nyata.
Masuk akal jika Fujio Miyako menganggap Harmaoka adalah perwujudan si penulis. Jika ini novel biasa, metode penulis yang merangkap narator mungkin malah akan terlihat absurd. Tapi karena sebagian besar cerita dalam novel ini diangkat dari kisah nyata, menurutku metode seperti itu memang lebih cocok.
Analisis Fujio Miyako bahwa novel itu ditulis sebagai perwujudan balas dendam masa lalu tidak sepenuhnya salah. Seperti yang dikatakannya, cara penulis menggambarkan Nishi Kazuya jelas-jelas tidak mencerminkan kecintaannya terhadap karakter tersebut. Dari penggambaran Nishi Kazuya sebagai "manusia tamak yang berangan-angan menjadi seniman”, terlihat jelas karakter itu dibuat sedemikian rupa sehingga dia tampil sebagai manusia picik yang hanya mengejar ketenaran dan uang. Saking memuakkannya karakter itu, tidak aneh jika ada kesan dia terlahir dari hasrat balas dendam si pengarang, dalam kasus ini Hamaoka. Mungkin inilah faktor yang membuat Fujio Miyako berkeras bahwa nama baik kakaknya telah tercemar.
Masih ada satu hal lagi yang membuatku sulit percaya bahwa Hamaoka muda adalah perwujudan si penulis—atau dalam hal ini Nonoguchi Osamu— yaitu tidak munculnya tokoh yang mewakili Hidaka Kunihiko. Tentu saja ini juga berlaku bila si penulis adalah Hidaka Kunihiko: tidak adanya tokoh yang mewakili Nonoguchi Osamu.
Dalam novel yang ditulis berdasarkan kisah nyata, sudah lumrah bila ada bagian yang berbeda dengan fakta, termasuk dihilangkannya beberapa karakter. Tapi bukan itu masalahnya. Anggaplah bahwa novel ini memang menceritakan tentang perundungan yang dialami Nonoguchi Osamu semasa SMP. Lantas apa yang dilakukan Hidaka? Hanya berdiam diri?
Alasan aku mempertanyakan hal itu karena seringnya Nonoguchi menyatakan bahwa Hidaka Kunihiko adalah sahabat baiknya. Untuk menghadapi kasus perundungan di sekolah, senjata paling ampuh adalah persahabatan, karena kasih sayang orangtua dan bimbingan guru sering terbukti tidak efektif. Walaupun begitu, aku hanya bisa menduga bahwa ”sahabat baik? Hamaoka dalam novel ini hanya menjadi penonton saat sahabatnya dianiaya.
Manusia seperti itu tidak pantas disebut sahabat baik.
Pertentangan serupa juga kutemukan dalam dokumen pengakuan Nonoguchi.
Sahabat baik tidak akan merebut istri sahabatnya, lalu bersekongkol dengan si istri untuk membunuh sahabatnya. Sahabat baik tidak akan mengancam sahabatnya dan memaksanya untuk menjadi penulis bayangan.
Tapi mengapa Nonoguchi Osamu berkeras menyebut Hidaka Nonoguchi sebagai "sahabat baik”?
Semuanya bisa dijelaskan dengan hal ganjil yang kini ada dalam benakku.
Keganjilan yang berkelebat saat aku mengamati jari tengah Nonoguchi yang mengalami kapalan karena terlalu sering menulis menggunakan pena.