Catatan Pembunuhan sang Novelis Jilid 3

Jilid 3 : penyelesaian catatan Nonoguchi Osamu

Tulisan berikut kubuat dengan seizin Detektif Kaga. Aku mengajukan permohonan itu karena tulisan ini harus rampung sebelum aku meninggalkan ruangan ini. Meskipun mengabulkannya, aku yakin dia sama sekali tidak mengerti untuk apa aku menulis dalam situasi seperti sekarang. Mungkin dia tidak memahami naluri seorang penulis yang sekali mulai menulis, dia akan terus menyelesaikannya—sekalipun itu tulisan palsu.

Aku yakin bahwa pengalamanku selama satu jam ini cukup untuk dijadikan tulisan tersendiri. Bagaimanapun, penulis selalu ingin mendokumentasikan pengalaman yang paling berkesan baginya, tidak peduli walau tulisan itu dapat menghancurkan dirinya sendiri.

Detektif Kaga datang ke apartemenku pada 4 April, pukul 11.00. Begitu bel berbunyi, aku langsung dilanda firasat yang ternyata menjadi nyata saat mengetahui dialah yang datang.  Aku menyambutnya sambil berusaha menyembunyikan kegugupan.

”Maaf atas kunjungan mendadak ini. Ada sesuatu yang ingin saya sampaikan.” Seperti biasa, nada bicaranya selalu tenang.

”Ada apa? Masuklah.”

” Permisi...”

Aku menyuruhnya duduk di sofa sementara aku akan membuatkan teh. Dia berkata supaya aku tidak perlu repotrepot.

”Nah, apa yang ingin kaubicarakan?” aku bertanya sambil menyajikan cawan teh di hadapannya. Saat itu juga aku sadar tanganku gemetaran. Aku mengangkat wajah dan mendapati Detektif Kaga juga sedang mengamati tanganku. Ditatapnya wajahku lurus-lurus tanpa menyentuh minumannya.

”Mungkin kabar yang akan saya sampaikan ini tidak akan menyenangkan.”

”Apa maksudmu?” Aku berusaha menenangkan diri, padahal saat itu aku merasa pusing dan jantungku berdetak lebih cepat.

”Sensei, izinkan saya menggeledah apartemen ini.” Ekspresi wajahnya terlihat tidak begitu nyaman.

Semula wajahku terlihat seperti orang bodoh, sebelum akhirnya dihiasi seulas senyum. Aku tidak tahu apakah senyumku terlihat meyakinkan. Bisa jadi yang dilihat Kaga-kun hanya wajah yang menyeringai.

”Apa maksudmu? Tidak ada apa-apa di apartemen ini.”

”Sernoga saja begitu... Sebenarnya saya berpikir akan menemukan sesuatu di tempat ini.”

”Tunggu sebentar. Jangan-jangan kau menganggap aku yang membunuh Hidaka dan sekarang ingin menggeledah apartemenku untuk mencari bukti?”

Detektif Kaga mengangguk kecil. "Itu benar.”

”Mengejutkan sekali.” Aku menggelengkan kepala dan mencoba menghela napas. Mati-matian aku mencoba berakting. ”Sungguh hal yang sulit dibayangkan. Kusangka kau akan berkata ini hanya lelucon... tapi sepertinya bukan?”

”Benar, Sensei. Sayang sekali, tapi saya memang mengatakan hal yang sesungguhnya. Sebenarnya saya menyesal karena harus melakukan ini pada Sensei yang telah banyak membantu saya dulu, namun tugas kami para polisi adalah menemukan kebenaran.”

”Tentu saja aku paham tentang pekerjaanmu. Saat merasa ragu, sudah kewajibanmu untuk mencurigai sahabatmu sendiri, bahkan keluarga. Walau begitu, kuakui aku sangat terkejut dan bingung. Kenapa begitu tiba-tiba?”

”Saya membawa surat perintah.”

”Surat perintah penggeledahan? Sudah kuduga. Tapi sebelum memperlihatkannya, maukah kau menceritakan alasannya? Misalnya...”

?Mengapa saya bisa mencurigai Sensei?”

”'Ya, itu dia. Atau memang sudah jadi cara kalian, para polisi, untuk mengacak-acak rumah orang tanpa memberi penjelasan?”

?Hal seperti itu bisa saja terjadi. Tapi,” katanya sambil mengalihkan pandangan dan mengambil cawan yang tadi belum disentuhnya. Setelah minum seteguk, dia kembali menatapku. ”Saya memang berniat menjelaskannya pada Anda.”

”Aku sangat menghargainya. Walau aku tidak yakin bisa memahami penjelasanmu.”  Tanpa menanggapi komentarku, Kaga-kun mengeluarkan buku catatan dari saku kemejanya. ”Hal yang paling penting dalam kasus ini,” katanya, "adalah waktu kematian Hidaka-san. Kami memang sudah memperkirakan kematian itu terjadi antara pukul 17.00 sampai pukul 19.00, tapi menurut dokter yang mengadakan autopsi, kecil kemungkinan dia tewas setelah pukul 18.00. Dalam menentukan perkiraan waktu kematian, metode yang memiliki tingkat ketepatan paling tinggi adalah dengan meneliti pencernaan korban, dan dalam kasus ini proses pencernaan itu tidak sampai memakan waktu dua jam. Namun, ada seseorang yang bersaksi bahwa Hidaka-san masih hidup di atas pukul 18.00.”

”Maksudmu aku? Tapi itu memang benar. Memang kemungkinannya kecil, tapi menurutku wajar kalau ada selisih dua puluh hingga tiga puluh menit.”

”Tentu saja itu mungkin terjadi. Tapi yang menarik perhatian kami adalah panggilan telepon yang menjadi dasar kesaksian itu. Kita tidak tahu apakah benar orang yang menelepon itu adalah Hidaka-san sendiri.”

"Jelas itu suara Hidaka.”

”Tapi Anda tidak bisa membuktikannya. Tidak ada orang lain yang menjawab telepon itu.”

”Itu bukan sesuatu yang aneh. Kau hanya bisa memercayai ucapanku.”

”Sebenarnya saya ingin memercayainya, tapi tidak demikian dengan hakim.”

”Ya, memang hanya aku yang menerima telepon itu, tapi sebenarnya aku lupa saat itu ada orang lain di sebelahku. Apa Oshima-kun sudah menceritakannya?” ”Sudah. Oshima-san memberi kesaksian bahwa saat itu Anda sedang bicara di telepon.”

”?Apa dia mendengar percakapanku di telepon?”

”Dia mendengarkannya. Dia juga bilang Nonoguchi-sensei sudah punya janji dengan seseorang dan belakangan baru tahu orang itu adalah Hidaka-san.”

”Pantas saja. Tapi kau pasti menganggap itu belum cukup dijadikan bukti. Aku yakin kau pasti ingin mengatakan sebenarnya yang menelepon itu adalah orang lain, hanya saja aku mengakuinya sebagai Hidaka.”

Alis Detektif Kaga berkerut. Dia menggigit bibir lalu berkata, ”Tidak ada alasan untuk menyingkirkan kemungkinan itu.”

"Dan kau pasti tetap tidak akan melakukannya sekalipun kuminta,” aku mencoba bergurau. ”Tapi itu tidak masuk akal. Mungkin memang ada perbedaan perkiraan waktu kematian dengan hasil autopsi, tapi perbedaan itu tidak akan terlalu besar. Lalu mengapa sejak awal kau sudah menuduhku berbohong? Apakah ada alasan lain?”

Kaga-kun menatapku dengan tajam dan berkata, ”Ya, ada.”

”Tolong jelaskan.”

?Rokok.”

”Rokok?”

”Sensei sendiri yang bilang Hidaka-san adalah perokok berat. Bahkan ruang kerjanya selalu seperti sedang mengalami pengasapan untuk mengusir serangga karena dia merokok sambil bekerja.”

”Ya, aku memang bilang begitu... Kenapa?” Aku bisa merasakan firasat buruk menjalar di dadaku bagaikan asap hitam.

”Tapi di hari itu hanya ada sebatang rokok di asbak,” kata Kaga-kun.  ?Eh...?”

”?Hanya ada sisa sebatang puntung rokok yang sudah dimatikan di dalam asbak. Seharusnya dia merokok lebih banyak karena langsung bekerja setelah Fujio Miyako meninggalkan rumahnya pada pukul 17.00 lebih. Tapi karena hanya ada sisa sebatang, dia pasti mengisapnya saat sedang mengobrol dengan Anda, bukan saat bekerja. Saya mengetahuinya dari naskah Anda.”

Aku terdiam, tidak mampu membalas. Aku ingat waktu itu Detektif Kaga menyinggung soal jumlah rokok yang biasa diisap Hidaka. Mungkinkah sejak saat itu dia mulai mencurigaiku?

”Dengan kata lain,” dia melanjutkan, "hanya sebatang rokok yang diisap Hidaka-san sejak dia sendirian di ruang kerja sampai saat terbunuh. Saya sudah menanyakan soal ini pada Nyonya Rie, dan menurutnya setidaknya almarhum bisa menghabiskan dua sampai tiga batang rokok dalam setengah jam saat sedang bekerja. Semakin lama bekerja, semakin banyak pula jumlah batang rokok yang diisap. Tapi kenyataannya, dia sama sekali tidak mengisap sebatang rokok pun. Bagaimana Anda menjelaskannya?”

Aku mulai mengumpati diriku sendiri dalam hati. Karena bukan seorang perokok, aku sama sekali tidak memperhatikan hal itu dan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar.

”Bagaimana kalau persediaan rokoknya habis?” aku bertanya. ?Mungkin setelah itu dia berpikir untuk mengurangi jatah rokoknya.”

Sayangnya, hal seperti itu mustahil lolos dari pengamatan Detektif Kaga. "Siang hari itu Hidaka-san membeli empat kotak rokok. Di atas mejanya ada satu kotak yang berisi empat belas batang, tiga kotak sisanya disimpan di laci.” Nada suaranya tenang, namun setiap kalimat yang diucapkannya seakan memancarkan tenaga yang sedikit demi sedikit mulai memancarkan semangat yang membuatku terpojok. Aku lantas ingat bahwa dulu dia pernah menjadi instruktur kendo, dan punggungku seolah dialiri hawa dingin.

”?Hmm, jadi begitu menurutmu? Baik, mungkin fakta bahwa dia hanya mengisap sebatang rokok itu terlihat tidak wajar. Tapi kita hanya bisa menanyakan alasannya pada Hidaka sendiri. Bagaimana kalau ternyata tenggorokannya sakit? Mungkin itu alasannya.” Aku mati-matian mencoba membela diri.

”Jika benar, dia tidak akan merokok di depan Sensei. Pada akhirnya kami hanya bisa memilih analisis yang paling masuk akal.”

"Singkatnya, kau ingin menjelaskan bahwa dia terbunuh lebih awal.”

”Memang terhitung cukup cepat. Dia terbunuh tidak lama setelah Nyonya Rie meninggalkan rumah.”

”Kedengarannya seperti tuduhan.”

”Kembali ke masalah rokok. Bahkan saat sedang bersama Fujio Miyako, Hidaka-san sama sekali tidak menyentuh rokok dan saya tahu alasannya. Menurut Nyonya Rie, rupanya Fujio Miyako pernah keberatan dengan asap rokok yang memenuhi ruangan, akhirnya setelah berbicara baik-baik, Hidaka-san sendiri yang bilang dia tidak akan lagi merokok di hadapan wanita itu.”

”Hooo..”' Benar-benar pikiran taktis khas Hidaka.

Saya yakin Hidaka-san pasti harus menahan stres selama berbicara dengan Fujio Miyako. Tidak aneh begitu tamunya pulang, dia langsung mencari rokoknya seperti orang kelaparan. Hanya saja tidak ada puntung rokok yang ditemukan. Entah  karena dia tidak jadi mengisapnya, atau karena tidak bisa melakukannya. Saya cenderung memilih yang terakhir.”

”Karena menurutmu saat itu dia sudah terbunuh?”

”Benar.” Dia mengangguk.

”Tapi aku sudah lebih dulu meninggalkan rumah Hidaka.”

”Saya tahu Anda sudah keluar dari pintu depan, tapi bisa saja setelah itu Anda berjalan memutari taman menuju ke ruang kerja Hidaka-san.”

”Kau bicara seolah-olah melihatnya sendiri.”

”Bukankah Sensei juga mendeskripsikannya seperti itu? Anda berasumsi bahwa Fujio Miyako-lah pelakunya, bahwa dia hanya berpura-pura meninggalkan rumah Hidaka, padahal sebenarnya dia memutar ke arah ruang kerja. Seperti itulah deskripsi Anda.”

Aku menggeleng perlahan. "Wah, wah... Bahkan dalam mimpi pun aku tak menyangka kau bisa mengetahuinya. Padahal aku berniat membantumu.”

Detektif Kaga melihat isi buku catatannya dan berkata, ”Seperti inilah cara Sensei menggambarkan situasi saat Anda meninggalkan rumah Hidaka: Dia mengucapkan 'selamat jalan” dan terus memperhatikan sampai aku menghilang di belokan berikut. Yang dimaksud dengan 'dia? di sini adalah Nyonya Rie.”

”Memangnya ada yang aneh?”

”Di sini disebutkan Nyonya Rie mengantar Anda sampai keluar dari gerbang, maka saya bertanya padanya untuk memastikan. Seingat beliau, dia hanya mengantar Anda sampai pintu depan. Mengapa sampai ada perbedaan?”

”Kurasa terlalu berlebihan untuk disebut perbedaan. Palingpaling aku saja yang salah mengingat.” ”Benarkah? Tapi menurut saya tidak seperti itu. Sulit dibayangkan Anda sengaja menuliskan fakta yang salah. Sebenarnya semua ini hanyalah kamuflase bahwa sebenarnya Anda tidak pernah meninggalkan pintu gerbang rumah Hidaka, melainkan memutar ke arah taman.”

Tawaku pecah. "Bodoh. Imajinasimu saja yang berlebihan. Kau bisa menuduh seperti itu karena lebih dulu mengambil kesimpulan aku pelakunya.”

Saya,” ujar Detektif Kaga, "berusaha menilainya secara objektif.”

Sorot matanya seakan menghunjamku. Di lain pihak, aku malah memikirkan hal-hal yang tidak begitu penting, seperti kebiasaan Detektif Kaga yang selalu menyebut dirinya sendiri dengan kata ganti 'saya”. Aku berkata, "Baik. Aku paham. Untuk urusan analisis kau memang jagonya. Nah, bisa kauterangkan bagaimana skenario selanjutnya? Apa yang kemudian dilakukan oleh diriku yang waktu itu bersembunyi di bawah jendela? Menyelinap masuk dan tiba-tiba saja memukul Hidaka?”

”Apa itu benar?” Detektif Kaga menatapku.

”Yang bertanya itu aku!”

Dia menghela napas sekali lalu menggeleng pelan. "Saya tidak bisa berkata apa-apa sebelum pihak yang bersangkutan mengaku.”

”Oh, jadi kau ingin aku mengaku? Jika benar pelakunya itu aku, aku akan segera melakukannya. Masalahnya adalah aku bukan si pelaku. Mungkin ini akan membuatmu kecewa, tapi bagaimana kalau kita bahas kembali soal telepon? Hari itu memang Hidaka yang meneleponku. Andai itu bukan telepon darinya, berarti dari orang lain. Nah, berhubung kesaksianku sudah diberitakan oleh media massa, jika benar di jam itu ada  orang lain yang meneleponku, dia pasti sudah melapor pada polisi.” Aku lantas mengangkat telunjukku karena teringat akan sesuatu. ”Ah, ya. Atau kau berpikir aku punya rekan lain? Dan dialah yang meneleponku?”

Tapi alih-alih berkomentar, dia malah mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Tatapannya jatuh pada telepon nirkabel yang ada di meja makan. Diambilnya benda itu lalu dia kembali duduk. ”Sensei tidak memerlukan rekan. Yang dibutuhkan hanya bagaimana membuat telepon ini berdering.”

”Kau benar, tapi bagaimana caranya jika aku tidak menelepon?” Aku menepuk tanganku. "Ah, aku paham. Kau ingin mengatakan hari itu aku menyembunyikan telepon genggam? Kemudian aku tinggal mengalihkan perhatian Oshima-kun dan menelepon ke apartemen ini? Benar, kan?”

”Cara seperti itu memang bisa dipakai,” komentar Detektif Kaga.

”Tapi itu mustahil. Aku tidak punya telepon genggam dan juga tidak meminjam dari orang lain. Selain itu... Anggap saja memang trik itu yang dipakai, aku yakin kalian dengan mudah bisa menyelidikinya. NTT? pasti masih menyimpan rekamannya.”

”Sulit untuk menyelidiki dari mana asal panggilan telepon itu.”

”Ah, maksudmu melacak panggilan telepon?”

”Tapi,” lanjut Detektif Kaga, "kita masih bisa memeriksa ke mana panggilan telepon itu ditujukan. Artinya harus diselidiki ke mana Hidaka-san menelepon di hari kejadian itu.”

”Kau akan memeriksanya?”

”Sudah saya periksa.” Detektif Kaga mengangguk.
 Nippon Telegraph and Telephone Corporation. ”Hmm, lalu bagaimana hasilnya?”

”Bahwa pada pukul 18.30 tercatat ada panggilan telepon yang ditujukan ke apartemen ini.”

”Ya, memang benar. Teleponku memang berdering pada pukul itu.” Kendati demikian, aku dicekam ketakutan. Tidak salah lagi, Detektif Kaga masih menaruh curiga karena sadar trik yang kugunakan ada di catatan riwayat panggilan telepon.

Detektif Kaga berdiri untuk mengembalikan telepon ke tempatnya semua, namun kali ini dia tidak duduk kembali. "Pada hari itu, seharusnya Hidaka-san mengirimkan naskah yang sudah selesai lewat faks, tapi tidak ada mesin faks di ruang kerjanya. Pasti Sensei sudah tahu alasannya.”

Mana kutahu? Aku sudah berniat menjawab seperti itu, tapi akhirnya memilih diam.

Detektif Kaga berkata, ”Itu karena dia mengirimkannya langsung lewat komputer. Anda tahu, bukan?”

?Aku memang pernah dengar soal itu,” jawabku singkat.

”Cara itu memang sangat praktis karena kita tidak memerlukan sehelai kertas pun. Bahkan saya dengar Hidaka-san berpesan pada editornya bahwa dia telah menyiapkan surel yang akan digunakan selama berada di Kanada. Dengan begitu dia juga bisa menghemat biaya telepon.”

”Aku ini payah soal komputer, jadi tidak mengerti hal-hal teknis seperti itu. Lalu soal naskah itu akan dikirim lewat faks, aku mendengarnya langsung dari Hidaka.”

”Itu bukan hal sulit. Siapa saja bisa melakukannya. Apalagi fasilitas surel ini memang sangat praktis, kita bisa mengirimkan satu dokumen ke banyak orang sekaligus, juga bisa menyimpan alamat yang dituju. Selain itu...” Detektif Kaga berhenti bicara  sesaat dan menatapku. ”Juga bisa diatur supaya otomatis terkirim di waktu yang kita tentukan.”

Aku mengalihkan pandanganku, lalu menundukkan kepala. ?Maksudmu aku telah menggunakan alat itu?”

Detektif Kaga tidak menjawab. Pasti dia menganggap itu tidak perlu.

”Soal lampu itu juga membuat saya penasaran,” lanjutnya. ”Sensei bilang rumah Hidaka gelap gulita. Waktu itu saya tidak mengerti mengapa si pelaku tidak mematikan saja komputer yang sedang menyala supaya timbul kesan pemilik rumah sedang tidak ada. Tapi sekarang saya sudah tahu jawabannya. Mengapa? Karena komputer itu adalah alat terpenting untuk menciptakan trik dan alibi yang dibuat Sensei dengan terburuburu setelah membunuh Hidaka-san. Pada dasarnya, yang Anda lakukan adalah menyalakan komputer, mencari dokumen tulisan yang sesuai, kemudian mengatur supaya dokumen itu dikirim ke apartemen ini tepat pukul 18.30, baru setelah itu Anda mematikan seluruh lampu rumah. Semua tindakan yang Anda lakukan itu memang sangat penting karena pada kunjungan berikutnya, yaitu pada pukul 20.00, Anda harus bisa mengarang cerita untuk meyakinkan istri Hidaka yang sedang menginap di hotel bahwa rumah mereka dalam keadaan gelap gulita dan Anda menduga suaminya sedang pergi. Andai lampu rumah tidak dimatikan sebelum Anda menelepon ke hotel, Nyonya Rie akan curiga jika tahu Anda mengintip dari jendela rumah. Sejak awal sudah direncanakan supaya mayat Hidaka-san harus ditemukan oleh Anda dan Nyonya Rie.”

Setelah berbicara panjang lebar, Detektif Kaga terdiam, mungkin karena dia berharap aku akan membantah atau memberi penjelasan. Namun aku tetap memilih diam. ”Sensei, Anda tahu komputer itu memiliki monitor CRT?” Detektif Kaga kembali berbicara. ” Cahaya monitornya memang cukup terang, tapi kita tetap harus menyalakan komputer itu. Bisa saja hanya monitor itu yang dimatikan, tapi itu tindakan yang berbahaya. Bagaimana kalau Nyonya Rie yang bersama Anda saat mayat ditemukan sadar bahwa tidak ada apa-apa di monitor komputer, padahal komputer itu dalam keadaan menyala? Itu akan menjadi petunjuk bagi polisi untuk memecahkan trik tersebut.”

Aku hendak menelan ludah, tapi gagal karena mulutku kering. Tatapan tajam Kaga membuatku ketakutan setengah mati. Dia berhasil menebak apa yang ada di benakku saat itu dengan sempurna.

”Anda meninggalkan rumah Hidaka pada pukul 17.30. Di tengah perjalanan pulang, Anda segera menghubungi Oshimasan dan bertanya apakah dia bisa segera datang untuk mengambil naskah. Sebenarnya hari itu Oshima-san berharap supaya naskah itu dikirim lewat faksimili, tapi Anda terus mendesak. Untungnya jarak dari Penerbit Dojisha ke rumah Anda hanya selisih satu stasiun dan bisa ditempuh dalam tiga puluh menit.” Kemudian Detektif Kaga menambahkan, "Hal ini tidak ada dalam tulisan Anda. Anda malah memberi kesan kedatangan Oshima-san sudah direncanakan sebelumnya.”

Aku ingin membantah bahwa itu bukan kesengajaan, tapi aku malah mengembuskan napas panjang.

”Tidak perlu dijelaskan lagi mengapa kau menelepon Oshimasan. Kau ingin dia menjadi saksi alibi. Tepat pukul 18.30, komputer Hidaka-san menelepon ke apartemen ini seperti yang sudah diatur sebelumnya. Tapi karena tombol mesin faks belum dinyalakan, kau mengambil telepon nirkabel dan panggilan tele pon itu dialihkan ke sana. Suara yang terdengar dari telepon sebenarnya hanya sinyal untuk mesin faks. Di situlah kau menarnpilkan akting luar biasa. Sambil mendengarkan suara sinyal yang tidak ada artinya, kau pun mulai berlagak seolah sedang berbicara dengan seseorang. Bisa dibayangkan betapa hebatnya penampilan itu, sampai-sampai Oshima-san pun tertipu. Sebagai penutup pertunjukan, kau memutuskan menutup telepon hingga komputer Hidaka-san mengalami eror. Misi pun tercapai. Dari sini tidak sulit menduga apa yang kaulakukan selanjutnya. Sesuai rencana, kau ingin mayat Hidaka-san ditemukan saat kau sedang bersama Nyonya Rie. Lalu sambil menunggu kedatangan polisi, kau berhasil mengalihkan perhatian dia dan menghapus semua catatan komunikasi di komputer Hidaka-san.”

Aku tidak tertarik untuk mencari tahu sejak kapan Detektif Kaga berhenti memanggilku ”Sensei” dan beralih menggunakan kata ganti ”kau”. Ya, tapi kata yang terakhir memang lebih cocok dalam situasi ini.

”Benar-benar trik yang menakjubkan. Sulit dibayangkan ide itu bisa muncul dalam waktu supersingkat. Tapi, ada satu kesalahan.”

Kesalahan? aku bertanya-tanya dalam hati.

”Soal telepon yang ada di rumah Hidaka. Bila dia memang menelepon ke apartemen ini, cukup dengan menekan tombol redial, pasti akan tersambung ke sini.”

Ah! aku berseru dalam hati.

”Tapi telepon itu tidak tersambung ke sini, melainkan ke Vancouver. Nyonya Rie menjelaskan bahwa Hidaka-san memang menelepon ke sana pada pukul 06.00 pagi di hari kejadian. Dan kami juga sudah mengecek nomor yang ada di redial itu. Tentu saja hal ini bisa dibantah. Bisa jadi setelah menelepon ke sini, Hidaka-san memang berniat menelepon ke Kanada dan sudah menekan nomor yang dituju, tapi dia membatalkannya sebelum tersambung. Tapi kami juga mempertimbangkan perbedaan zona waktu, seseorang yang sengaja bangun pagi untuk menelepon lupa bahwa orang yang ingin diteleponnya masih berada di zona waktu malam hari sehingga dia batal menelepon.”

Kemudian, Detektif Kaga berkata, ”Sekian.”

Waktu berlalu dalam senyap. Mungkin Detektif Kaga sedang menanti reaksiku, namun kini tidak ada satu pun kata yang muncul dalam benakku.

”?Apa kau tidak ingin membantah?” Tanpa disangka-sangka dia bertanya.

Akhirnya aku mengangkat wajah dan pandanganku bertemu dengan Detektif Kaga. Sorot matanya tajam, namun tidak mengandung tipu muslihat. Aku sedikit lega karena itu bukan tatapan seorang detektif yang ditujukan pada tersangka.

”Kau tidak menyinggung soal naskah,” komentarku. ”Novel Gerbang Es yang disimpan Hidaka dalam komputer itu adalah cerita bersambung. Anggaplah analisismu barusan memang benar, kapan dia menulis naskah itu?”

Detektif Kaga mengatupkan bibir dan memandang ke langitlangit apartemen. Dia bukannya tidak mengetahui jawabannya, melainkan sedang berpikir bagaimana menyampaikan jawaban itu.

Akhirnya dia membuka mulut, "Ada dua analisis yang bisa saya pikirkan. Pertama, memang hanya itulah jumlah naskah yang sudah selesai ditulis Hidaka-san. Kau yang mengetahui hal itu memanfaatkannya untuk membangun alibi.”

”Lalu yang satu lagi?”  ”Yang satu lagi adalah...” Sambil berkata dernikian, dia kembali menatapku. ”Di naskah itu ada beberapa bagian yang sebenarnya adalah tulisanmu. Hari itu kau membawa disket berisi naskah ke rumah Hidaka-san lalu buru-buru memasukkannya ke komputer.”

”Analisis yang berani.” Aku nyaris saja tertawa, tapi pipiku sudah telanjur kaku.

”Saya sudah meminta Yamabe-san dari Penerbit Domeisha untuk membaca naskah itu. Dia berpendapat naskah ini jelasjelas ditulis oleh orang lain, gaya penulisannya agak berbeda dengan Hidaka-san dan terlalu banyak perbedaan dalam format paragraf.”

”Berarti, kau...” Suaraku berubah serak. Aku lantas berdeham. ”Maksudmu aku menyiapkan naskah itu karena memang sejak awal sudah berniat membunuh Hidaka?”

”Tidak, saya rasa bukan begitu. Jika memang direncanakan, seharusnya kau akan membuat gaya tulisan dan format yang lebih mirip. Bagimu itu bukan hal sulit. Dilihat dari pemilihan alat pemberat kertas sebagai senjata, juga betapa tergesagesanya kau menghubungi Oshima-san sebagai saksi alibi, jelas ini adalah kejahatan yang dilakukan secara spontan.”

”Lalu, untuk apa aku menyiapkan naskah itu?”

”Di situlah masalahnya. Mengapa kau memiliki naskah Gerbang Es? Tidak, lebih tepatnya, kenapa kau menulisnya? Itu membuat saya sangat penasaran dan menduga di situlah tersembunyi motif pembunuhan Hidaka-san.”

Kupejamkan kedua mataku, mencoba mengusir kepanikan yang muncul.

"Semua ucapan tadi hanya dugaanmu, bukan? Kau sama sekali tidak memiliki bukti.” ”Benar. Karena itulah saya berniat mengadakan penggeledahan. Sampai di sini kau paham benda apa yang sedang kami cari, bukan?”

Melihatku diam saja, dia berkata, ”Disket. Disket yang berisi naskah itu. Mungkin naskah itu disimpan di hard disk perangkat word processor. Jika benda itu memang disiapkan sebagai bagian dari rencana, pasti kau sudah langsung menghancurkannya supaya tidak saya tidak curiga. Tapi saya yakin kau pasti menyembunyikannya di suatu tempat.”

Aku membuka kelopak mataku. Sorot mata Kaga-kun tertuju padaku. Entah mengapa, sorot mata itu bagaikan meditasi sesaat yang membuat perasaanku menjadi tenang. "Artinya kau akan menangkapku setelah berhasil menemukan benda itu?”

”Sayang sekali, tapi memang demikian prosedurnya.”

”Sebelum itu,” tanyaku, "apakah memungkinkan jika aku menyerahkan diri lebih dulu ke polisi?”

Mata Detektif Kaga terbelalak lebar saking terkejut. Setelah itu dia hanya menggeleng sekali. "Dalam kondisi sekarang, itu tidak dianggap sebagai menyerahkan diri. Tapi berkeras menyangkal juga bukan langkah bijaksana.”

” Jadi begitu.” Aku melemaskan bahu. Rasanya seperti setengah bagian diriku dilanda keputusasaan, sedangkan bagian lainnya merasa lega. Kini aku tidak perlu lagi berakting. ”Sejak kapan kau mencurigaiku?” aku bertanya pada Detektif Kaga.

”Sejak malam kejadian,” jawabnya.

?Malam kejadian? Apa aku membuat kesalahan lagi?”

”Ya.” Dia mengangguk. "Saat Sensei menanyakan waktu perkiraan kematian.”

”?Apa yang aneh dengan pertanyaan itu?”  ”Tentu saja aneh. Karni sudah tahu Sensei berbicara dengan Hidaka-san pukul 18.00 lebih: juga bahwa peristiwa itu sudah terjadi pada pukul 20.00. Tapi mengapa Sensei sengaja menanyakannya pada para detektif?”

”Ah...?

"Lalu pada hari berikutnya, yaitu saat kita sedang makan bersama di restoran, Sensei kembali mengajukan pertanyaan serupa. Saat itulah saya yakin Sensei bukan ingin mengetahui kapan pembunuhan itu terjadi, melainkan karena ingin tahu apakah polisi sudah memperkirakan waktu kematian korban.”

"Jadi karena itu...”

Benar yang dikatakannya. Aku tidak bisa menahan diri untuk mengetahui apakah trik yang kusiapkan berjalan mulus.

Luar biasa,” aku berkomentar. "Mungkin kau memang detektif yang luar biasa.”

”Terima kasih banyak.” Dia menundukkan kepala, lalu melanjutkan. "Bisakah Anda bersiap-siap? Sebelumnya saya mohon maaf, tapi saya harus mengawasi Anda karena tersangka tidak boleh dibiarkan seorang diri.”

Aku mengerti maksudnya.

”Tenang, aku tidak akan bunuh diri.” Aku tertawa. Anehnya, tawaku terdengar wajar. 

"Baiklah, mohon bantuannya.” Detektif Kaga kembali memperlihatkan senyumnya yang biasa. 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar