4 Ways to Get a Wife Bab 11 : Yang Lebih Berharga dari.....

Bab 11 : Yang Lebih Berharga dari Cahaya Bintang 360 Tahun yang Lalu

Matahari musim panas yang ikut memanaskan jalanan aspal itu belum tenggelam dan masih berkuasa memancarkan sinarnya. Namun, bayangan malam jelas akan segera mengambil alih dan menutupi bumi. Ketika mobil Geon Hyeong tiba di rumah itu, Jung Won sudah menyambutnya di depan pintu sambil tersenyum lebar. Adik-adiknya pun sudah siap berangkat dan menunggu kedatangannya sejak tadi.

“Memangnya kita mau ke mana?”

“Rahasia.”

Jung Won menggelengkan kepalanya dengan wajah ceria dan mengulurkan telapak tangannya pada Geon Hyeong. Kemudian, ia berkata dengan sabar pada Gcon Hycong yang wajahnya scolah berkata “kau mau apa?”

“Kuncinya.”

“Apa?”

“Berikan kunci mobilnya padaku.”

Jung Won kembali berkata dengan tegas pada Geon Hyeong yang sepertinya tidak mengerti maksud perkataannya itu.

“Untuk apa?”

“Untuk apa? Tentu saja untuk menyetir pergi ke tempat itu.”

“Dengan mobilku?”

“Aku tidak punya mobil.”

Jung Won mengangguk seolah berkata tentu saja', sementara wajah lclaki yang melirik ke arah mobilnya itu terlihat khawatir dan ketakutan. Salah satu barang kesayangan Geon Hyeong adalah mobilnya, apalagi mobilnya yang jenis itu. Tetapi sekarang wanita inn malah mau meminjam mobilnya?

“Tidak boleh.”

“Kenapa?” “Mana mungkin aku memercayakan mobil ini pada warta. Lagi pula, kau tahu tidak kalau mobil ini sangat sensitif?”

“Tidak. Mau sesensitif apa pun, toh itu hanya sebuah mobil kan?”

Meskipun Geon Hyeong sempat mengungkit masalah diskriminasi pria dan wanita, Jung Won tetap bersabar dan tidak menarik tangannya dari hadapan Geon Hyeong. Sementara, Hee Won, Sung Won, dan So Hee yang kepanasan dan sudah duduk di bangku belakang mobil sambil menunggu hidupnya AC mobil itu hanya menyaksikan “pertarungan” kedua orang itu dengan wajah tertarik.

“Pokoknya tidak boleh.”

“Kau kan sudah janji akan mengabulkan permintaanku. Ini adalah permintaanku.”

Jung Won tersenyum kecil seolah menyuruh Geon Hyeong untuk menuruti ucapannya. Geon Hyeong kembali melirik mobil kesayangannya dan menggelengkan kepalanya.

“Bagaimana kalau aku saja yang menyetir? Atau lebih baik aku panggil sopir.”

“Sudah kubilang, ini permintaanku.”

Geon Hyeong kembali ragu menghadapi permintaan wanita yang tatapannya terlihat senang itu. Permintaan dan janji wanita ini. Melihat tatapannya itu, sepertinya akan berbahaya jika za menolak permintaan wanita ini. Namun, ia juga tidak bisa langsung memercayakan mobil ini dan menyerahkan kunci mobilnya pada warta ini. Berbeda dengan Geon Hyeong yang terlihat bingung dan cemas, Jung Won justru tetap terlihat santai dan tenang. Kenapa bisa jadi seperti ini?

Meskipun Geon Hyeong telah bersikeras menolak dan protes padanya, pada akhirnya Jung Won duduk juga di kursi kemudi mobil itu. Tanpa memedulikan wajah Geon Hyeong yang sangat khawatir dan cemas, Jung Won segera menginjak pedal gas dan menjalankan mobil itu. Wanita itu ternyata termasuk pengemudi yang cukup andal. Meskipun jantungnya kadang berdebar-debar setiap wanita itu menginjak pedal rem, ternyata wanita itu mengemudikan mobilnya dengan cukup nyaman. Namun, scandainya Gcon Hycong punya pilihan lain, tentu saja ia tidak akan membiarkan wanita itu mengemudikan mobilnya.

“Kapan kau belajar menyetir mobil?”

“Sudah sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu.”

Jung Won menyahut sambil mengingat-ingat. Begitu ia masuk ke universitas, ia buru-buru membuat SIM supaya bisa bekerja sampingan sebagai pengantar bunga. Meskipun ia hanya berlatih selama beberapa hari, untungnya ia berhasil mendapat SIM dengan mudah.

“Katanya kau tidak punya mobil?”

“Tapi kemampuan menyetir ini perlu untuk kerja sampinganku.”

“Kerja sampingan? Kerja apa?”

Gcon Hycong kembali membuka-buka dokumen mengenai Jung Won di dalam otaknya. Sepertinya ia pernah membaca mengenai SIM. Tetapi sepertinya tidak ada pekerjaan sampingannya yang membutuhkan mobil.

“Menjadi pengantar bunga. Susah mengantar dengan motor karena ukuran bunganya kadang besar dan mudah rusak terkena angin.”

“Unik sekali pekerjaanmu.”

“Aku kan harus mencari uang untuk hidup.”

“Tadinya ia mau menjadi sopir, tapi akhirnya berhasil kularang. Karena itu berbahaya untuk perempuan.”

Sung Won yang duduk di kursi belakang dan sejak tadi terlihat sangat tertarik pada mobil itu tiba-tiba menyeletuk sambil menjulurkan badannya ke kursi depan.

“Bagus sekali. Yang benar saja, masa kau mau jadi sopir?”

“Sekarang ini banyak wanita yang bekerja menjadi sopir.”

“Meskipun begitu, pokoknya kau tidak boleh.”

Gcon Hycong buru-buru menyahut sambil menggelengkan kepalanya dengan wajah terkejut. Di dunia yang semakin bahaya ini, ia ingin jadi sopir? Geon Hyeong heran sekali mengapa wanita ini sepertinya tidak mengenal takut. Tanpa memedulikan wajah Geon Hyeong dan Sung Won yang terlihat cemas, Jung Won tetap melajukan mobil itu dengan kecepatan yang stabil. Setelah melewati beberapa tempat peristirahatan, akhirnya mobil itu melaju keluar dari kota Seoul.

“Sebenarnya kita mau ke mana sih? Kalau di sana tidak ada yang bisa dilihat, lebih baik kita ke tempat lain saja.”

“Lihat saja nanti, silakan berharap sepuasmu. Banyak sekali yang bisa dilihat di tempat itu.”

Jung Won menyahut dengan percaya diri yang diikuti dengan suara tawa terkikik dari kursi belakang.

Berharap... Geon Hycong bahkan tidak ingat kapan terakhir kali ia berharap akan sesuatu. Namun, meskipun ia sendiri tidak menyadarinya, kini ia merasa lebih tenang. Senyuman wanita itu entah mengapa sepertinya telah memengaruhinya. Matahari mulai terbenam dan langit di ufuk barat perlahan seolah meredup dan gelap. Hanya lampu-lampu mobil yang terlihat seperti berbaris menyinari dunia malam itu.

Setelah melewati jalan berbukit itu, akhirnya mercka tiba di suatu tempat yang persis seperti kata Jung Won tadi memiliki banyak hal yang bisa dilihat. Seolah sudah familier dengan tempat itu, adik-adik Jung Won langsung berlari meninggalkan mereka dan masuk ke sebuah observatorium. Geon Hyeong berjalan pelan, menyamakan langkahnya dengan Jung Won dan memandang ke sekelilingnya. Mungkin karena saat itu hari biasa, suasana di sekitar observatorium itu terlihat cukup sepi. Bulan sabit dan bintang-bintang yang mulai mengisi langit malam membuat langit terlihat jauh berbeda dari langit yang mereka lewati selama tiga jam yang lalu.

“Mirip seperti lukisan Gogh, kan?”

“Starry Night?”

“Kupikir kau hanya bisa mencari uang saja, ternyata kau tahu juga hal-hal seperti itu.”

Jung Won yang merasa senang hanya karena ia dan Geon Hyeong memikirkan hal yang sama, mengangguk dengan puas. “Itu kan lukisan mahal. Setidaknya aku harus tahu barang berharga seperti itu.”

“Memangnya ada sesuatu yang tidak berharga di dunia ini?”

Mendengar gurauan Geon Hyeong yang cukup serius itu, Jung Won meliriknya lembut. Tatapannya seindah sinar bintang malam itu.

“Setiap aku datang ke tempat ini, aku selalu teringat langit malam yang dulu kulihat bersama ayah di teras rumah di kampung.”

“Kapan itu?”

“Sebelum kecelakaan itu terjadi, mungkin ketika umurku sekitar 12 tahun. The Big Dipper, lalu Ursa Mgjor... aku selalu mencari kedua rasi bintang itu di langit.”

Mata Jung Won yang saat itu kembali mengingat masa kecilnya yang ia rindukan terlihat bersimar-sinar. Mata Gcon Hycong yang menatap Jung Won pun ikut bersinar cerah. Langit di atas puncak gunung itu penuh kerlipan cahaya bintang, sementara desa di kaki gunung itu pun terlihat berkerlip oleh cahaya lampunya. Terlihat pula cahaya bintang di mata kedua orang yang saling berpandangan itu.

Di dalam observatorium yang cukup sepi itu ternyata terdapat beberapa program dan pertunjukan yang cukup menarik. Begitu melewati lobi yang cukup luas dengan lantai marmer buatan, orang- orang lain berjalan menuju ke sebuah ruangan observasi untuk mendengarkan penjelasan mengenai rasi bintang yang baru saja akan dimulai. Hee Won, Sung Won, dan So Hee sudah datang lebih dulu ke tempat itu dan duduk tenang di kursi mereka masing-masing. Ketika program ini dimulai, pasti pintu itu akan ditutup dan ruangan ini akan gelap gulita.

“Kau tidak mau masuk?”

“Tidak,” Gcon Hycong menyahut cepat mendengar ajakan Jung Won.

Lalu untuk apa orang ini datang ke tempat ini, pikir Jung Won.

“Ternyata kau memang benar-benar tidak suka tempat yang gelap ya. Kau punya fobia?” “Bukannya aku tidak suka tempat yang gelap, tapi aku tidak suka tempat tertutup seperti itu.”

Mendengar pengakuan itu, Jung Won menatap Geon Hyeong dengan heran.

“Fobia dengan tempat tertutup?”

“Mungkin.”

Geon Hyeong mengiyakan dengan santai. Lelaki yang terlihat menyeramkan seperti setan di malam hari itu ternyata malah takut dengan ruang gelap dan tertutup. Tidak, lebih tepatnya, lelaki bernama Kim Geon Hyeong ini terlihat seperti orang yang sama sekali tidak takut pada apa pun di dunia ini. Ia bahkan katanya juga tidak terlalu menyuka hft.

“Apa kau pernah terkurung di dalam lift?”

“Aku pernah terkurung di ruang bawah tanah,” Geon Hyeong menanggapi gurauan Jung Won dengan serius dan tenang.

“Asal jangan kurung dia di dalam ruang bawah tanah.

Jung Won kembali teringat akan isi E-mail Jason waktu itu. Namun, Jung Won tidak berani bertanya mengapa dan bagaimana ia bisa terkurung di ruang bawah tanah. Lelaki itu pun terdiam dan tidak melanjutkan ucapannya.

Ingatan masa kecilnya saat dikurung di dalam ruang bawah tanah benar-benar menyeramkan. Ibunya yang tidak ingin anak di luar nikah dari suaminya itu dilihat oleh orang lain akhirnya memutuskan untuk mengurung Geon Hyeong di dalam ruang bawah tanah. Lalu, setelah pesta itu selesai, mereka semua lupa akan Geon Hyeong. Kalau saja Jae Hyun tidak ingat padanya, bisa saja ia mati di ruang bawah tanah yang tidak memiliki cahaya sama sekali itu. Meskipun sulit baginya untuk mengakui hal ini, mungkin alasannya masih bisa bersabar pada Jac Hyun adalah karena kejadian saat itu.

Setelah kejadian itu, Geon Hyeong sama sekali tidak tahan berada di ruangan yang sempit dan gelap gulita. Ingatannya saat itu seolah menyerang dan membunuhnya perlahan-lahan. Namun, sekarang kejadian itu benar-benar terasa seperti kenangan buruknya di masa lalu.

“Itu cerita lama.”

“Benar, itu hanya cerita lama.”

Geon Hyeong menggumam santai pada Jung Won, seolah tidak ada apa-apa, sementara Jung Won menyahut sambil menggenggam tangan Geon Hyeong.

Geon Hyeong dapat merasakan wajahnya memerah dan suhu badannya seolah memngkat beberapa derajat di ruangan gclap itu, namun Jung Won tetap tidak melepaskan tangannya.

“Kau kan sudah jauh-jauh datang ke tempat ini, jadi kau juga harus melihat im. Apalagi hari ini cuacanya bagus sekali untuk melihat bintang. Nanti kita lihat sama-sama di ruang observatorium itu dengan adik-adikku.”

Jung Won mengajak Geon Hyeong yang tidak menyukai tempat tertutup dan gelap ke atap observatorium itu, tempat mercka bisa melihat bintang-bintang itu dengan mata telanjang. Jung Won mengajak Geon Hyeong yang kelihatannya tidak terlalu tertarik dengan bintang untuk duduk di sebuah kursi nyaman yang disediakan bagi para pengunjung. Begitu Gcon Hyeong mendekat dan duduk di sebelahnya, Jung Won dapat merasakan suhu tubuh lelaki itu di tubuhnya padahal kursi itu tidak terlalu sempit. Berbeda dengan Jung Won yang tiba-tiba saja merasa canggung, Geon Hyeong justru terlihat tenang dan menyandarkan tubuhnya dengan santai di sandaran kursi itu.

Kang Jung Won, bodoh. Padahal lelaki ini kan tidak berbuat apa-apa dan hanya duduk di sebelahmu.

Padahal, biasanya ia juga sering duduk sebangku dengan orang asing, ia pun sudah pernah makan dan tinggal bersama lelaki ini. Kenapa tiba- tiba aku merasa gugup berada di dekat lelaki ini?

“Di antara bintang-bintang itu, katanya ada satu cahaya bintang yang butuh waktu 360 tahun untuk sampai ke bumi. Jauh sekali kan?” Geon Hycong yang duduk dengan hati-hati di sebelah Jung Won tidak berkata apa-apa dan hanya mengangkat bahunya mendengar penjelasan Jung Won. Ia lebih merasa kagum lagi karena bisa melihat cahaya bintang yang butuh waktu 360 tahun untuk sampai ke bumi bersama wanita ini.

Sulit dipercaya rasanya ia dan wanita ini duduk bersebelahan dan mendongakkan kepala melihat bintang.

Waktu berlalu dengan sunyi malam itu. Angin berembus lembut dan cahaya bintang itu tetap berkerlip dengan indah. Geon Hyeong yang duduk bersandar di kursi tanpa memikirkan apa pun sambil menikmati bintang, angin, dan udara segar malam tiba-tiba dikejutkan oleh suara teriakan Jung Won.

“Ada apa?”

“Tadi ada bintang jatuh, tapi aku tidak sempat membuat permohonan. Kau tidak lihat?”

“Lihat.”

Geon Hycong menyahut Jung Won yang terlihat menyesal itu dengan santai. Perwohonan pada bintang jatuh? Jadi, wanita itu masih pervaya dengan mitos semacam itu? Jung Won yang kini menatap langit dengan penuh sesal itu sepertinya benar-benar percaya dengan mitos semacam itu.

“Sudah membuat permohonan?”

“Tidak. Rahasia. Kalau kau mengatakannya, permohonanmu itu tidak akan terwujud.”

Jung Won bergumam pelan sambil menggelengkan kepala menyahut pertanyaan Geon Hyeong. Namun, melihat wajah Jung Won yang sangat serius, Geon Hyeong benar-benar merasa seolah permohonannya terkabul.

“Memangnya apa permohonanmu?”

Tanpa memedulikan peringatan Jung Won tadi, Geon Hyeong kembali bertanya pada Jung Won. Apa permohonan wanita yang mimpinya adalah menjadi ahli perkebunan itu? “Banyak. Semoga Sung Won bisa menonton langsung acara pertandingan Chicago Bulls favoritnya, semoga Hec Won bisa tumbuh menjadi gadis yang anggun dan tidak membuat masalah lagi. Lalu, semoga So Hee bisa cepat masuk sekolah dan menjadi ranking 1 di kelasnya. Anak itu benar-benar banyak maunya. Oh ya, semoga pekerjaan pamanku juga selalu lancar dan sukses.”

“Lalu, kau?”

“Ya?”

“Kau juga harus membuat permohonan kan? Menanam padi dan berkebun.”

Geon Hyeong tidak suka melihat Jung Won yang sibuk membuat permohonan untuk adik-adiknya, bahkan sampai pamannya, namun melupakan permohonan untuk dirinya sendiri. Meskipun wanita ini senang berbuat baik untuk orang lain dan mengurusi orang lain, tetap saja ia harus bisa mengurusi dirinya sendiri.

“Aku bisa melakukan itu dengan usahaku sendiri.”

Tentu saja. Sejak awal Gcon Hycong bertemu dengannya, wanita ini bukanlah tipe orang yang terbiasa dengan uluran tangan dan bantuan orang lain. Jelas ia juga tidak akan memohon bantuan pada bintang- bintang di langit yang entah apa namanya itu.

“Permohonanmu apa? Kau tadi memohon apa?”

“Sesuatu yang tidak bisa kuselesaikan dengan usahaku sendiri. Itu baru namanya permohonan, kan?”

“Permohonan macam apa itu? Memangnya ada sesuatu yang tidak bisa kauusahakan?”

Jung Won bertanya dengan penuh ingin tahu mendengar jawaban Geon Hyeong yang tidak terduga itu. Selama ini, Geon Hyeong selalu terlihat bisa melakukan apa pun yang ia inginkan.

“Tadinya tidak ada, tapi sekarang ada.”

“Apa itu?”

“Katanya permohonannya tidak akan terkabul kalau kuberitahukan ke orang lain.” Geon Hyeong membalikkan kata-kata Jung Won yang dibalas dengan anggukan serius wanita itu.

“Oh, iya. Aku lupa. Hm, kalau begitu, kudoakan supaya permohonanmu itu terkabul.”

“Benarkah?”

“Benar?”

“Oke.”

Setelah memastikan kembali jawaban Jung Won, Geon Hyeong scgera mendekatinya. Seketika itu juga, ia menempelkan bibirnya pada bibir Jung Won. Sambil memegang wajah Jung Won dengan kedua tangannya, Geon Hyeong membuka bibirnya dengan lembut dan menciumnya dalam-dalam. Sementara, Jung Won merasa hatinya berhasil direbut oleh lelaki im.

Jantungnya berdegup keras dan pembuluh darahnya terasa hampir meledak. Ketika ia merasa hampir mati karena tidak bisa bernapas, Geon Hyeong perlahan melepaskan tangannya yang memegang wajah Jung Won erat. Jung Won mengembuskan napasnya yang tertahan itu sekaligus.

“Itu permohonanku.”

“Yang benar saja.”

“Benar.”

Setelah Geon Hyeong melepaskan bibirnya, Jung Won bergumam pelan masih dengan napas yang terengah-engah.

Ciuman kali ini pun benar-benar tidak terduga sebelumnya, namun Jung Won pun tidak bisa marah pada Geon Hyeong. Ia terlalu sibuk menenangkan jantungnya yang berdegup keras akibat sentuhan bibir Geon Hyeong dan tangannya yang sampai saat ini masih memegang tangan Jung Won. Rasanya ia bisa mendengar suara degup jantungnya sendiri saking kerasnya.

“Aku tidak akan meminta maaf.”

“Aku tahu. Sejak awal juga kau tidak meminta maaf padaku.”

Geon Hyeong berkata dengan tidak peduli, sementara Jung Won yang takut wajahnya yang memerah dan jantungnya yang masih berdetak cepat itu ketahuan oleh Geon Hycong, berusaha menyahut dengan santai sambil mengingat kejadian ciuman saat itu. Ciuman pertamanya dengan Geon Hyeong di Hwaniwon.

Kali ini pun persis seperti waktu itu. Ciuman yang tiba-tiba dan dalam seperti kali ini. Meskipun saat itu tidak selembut kali ini.

“Boleh juga.”

“Tidak perlu dibahas.”

Jung Won terkejut dan menggelengkan kepalanya, sementara Geon Hyeong tertawa pelan melihatnya. Tatapannya terlihat lembut dan senyum tersungging di wajahnya. Melihat sosoknya yang terasa asing itu, Jung Won rasanya tidak bisa bernapas dan jantungnya kembali berdebar-debar.

“Aku suka dengan yang waktu itu dan sckarang ini.”

“Sudah kubilang, jangan dibahas.”

Geon Hyeong kembali tertawa pada Jung Won yang terlihat panik.

“Kenapa kau tertawa terus?”

“Tidak apa-apa.”

Sebenarnya Geon Hyeong sangat senang melihat hanya ada dirinya di mata Jung Won. Ia sama sekali tidak ingin memikirkan dan tidak ingin mengetahui mengapa dirinya merasa senang karena seolah bisa memiliki wanita ini.

Ia merasa puas karena yang ada di hadapan wanita ini saat ini adalah dirinya sendiri, bukan orang lain. Itu saja. Malam itu, atap observatorium itu terasa lebih dekat dengan langit berbintang malam

&

Ciuman hari itu membuat Jung Won bingung seharian. Rasa bersalah yang besar. Rasa senang dan berdebar-debar luar biasa.

Malam itu, berkali-kali Jung Won mengganti posisi tidurnya dan berkali-kali menyuruh dirinya untuk tidur. Namun, suara degup jantungnya terlalu keras dan mengganggu otaknya sehingga ta benar- benar tidak bisa tidur. Bisa-bisanya ia menaruh hati pada lelaki yang mencintai wanita lain, 1a benar-benar sudah gila. Semoga saja mereka hanya terbawa suasana malam dengan langit berbintang saat itu. Namun, mengapa jantungku berdetak keras seperti ini? Bahkan aku tidak bisa mengendalikan jantungku sendiri.

Sementara itu, Geon Hyeong juga sepertinya tidak berniat mengembalikan hatinya. Malam akhir pekan itu, Jung Won langsung sibuk mencuci beras putih dan meletakkan panci di atas kompor gasnya begitu menerima telepon dari Gcon Hycong. Meskipun ia harus repot mengatur besarnya api kompor itu, Geon Hyeong suka sekali dengan nasi yang dimasak seperti ini.

Melihat Geon Hyeong yang setelah sekian lama datang kembali ke rumah itu, mulai dari Duldul sampai Romeo yang biasanya angkuh pun ikut bermanja-manja pada Geon Hyeong. Mungkin sebentar lagi Romeo akan menangkap tikus hidup dan memberikannya pada Geon Hyeong. Semoga saja lelaki itu tidak terkejut melihat tanda cinta dari Romeo.

“Kotak-kotak apa itu? Orang-orang itu tidak membereskannya?”

Setelah selesai makan malam, Geon Hyeong memperhatikan ruang tamu yang sudah dibereskan dengan bersih lalu menunjuk ke kardus yang masih menumpuk di ujung ruangan itu. Ia padahal sudah memerintahkan orang untuk merapikan dan membersihkan seluruh ruangan di rumah ini. Geon Hyeong paling tidak tahan melihat ada barang yang tidak diletakkan di tempatnya semula.

“Itu barang-barang yang katanya mereka bingung harus diletakkan di mana.”

“Buang saja.”

Geon Hyeong berkata singkat dengan enteng sambil melirik sekilas ke arah kotak-kotak itu.

Di matanya, kotak-kotak itu hanya terlihat sebagai sampah-sampah yang sudah lama.

“Itu bukan sampah, itu semua berisi kenangan, kau tahu tidak.” “Eonri, kalau semua kotak itu adalah kenangan, bingkai ini kita letakkan di sana saja ya. Memangnya ini cocok dengan rumah 1ni?”

Hee Won bertanya dengan sebal sambil mengangkat bingkai foto dari plastik yang sudah pudar berisi foto Jung Won.

“Jangan. Itu dulu ibuku yang membuatnya.”

“Kalau begitu, setidaknya gantilah bingkainya.”

Mendengar saran Hee Won, Sung Won dan So Hee ikut menganggukkan kepalanya. Sementara, Geon Hyeong menatap Jung Won dengan tidak sabar.

Baiklah, kalau hanya diganti bingkainya saja. Mau tidak mau Jung Won mengangguk pelan dan Geon Hyeong segera menerima bingkai foto tua itu dari tangan Hee Won. Jung Won sewaktu masih anak-anak itu sedang tersenyum sambil melihat ke arah kamera. Sepertinya wanita ini memang sudah murah senyum sejak masih kecil.

“Fotonya tidak boleh diganti dengan yang lain? Ini kan terlalu kampungan.”

“Kenapa, cantik kok.”

Geon Hyeong tidak bisa mengalihkan tatapannya dari sosok di dalam foto itu dan bergumam pelan. Sinar mata anak kecil yang terlihat ceria itu sedang menatap ke arahnya. Terdengar suara adik-adik Jung Won yang seolah ingin muntah mendengar gumaman Gcon Hycong, namun lelaki itu benar-benar jatuh hati dengan sosok di dalam foto itu.

“Ajossi tidak pernah lihat foto perempuan cantik, ya? Lihat ini. Jelas-jelas aku lebih cantik sejak masih kecil pun.”

“Aku juga.”

Hee Won dan Sung Won berkata dengan bangga sambil mengangguk puas melihat foto masa kecil mereka masing-masing. Benar juga. Sewaktu masih kecil, Hee Won dan Sung Won memang anak-anak yang sangat cantik dan lucu, dan kali ini pun Gcon Hycong mau tidak mau harus mengakuinya. Dari fotonya saja sudah terlihat jelas kalau kedua anak itu adalah kakak beradik, sementara Jung Won terlihat sedikit berbeda. Hidung, mata, dan bibirnya memang mirip. Namun wajahnya terlihat berbeda. “Kau ini mirip siapa sebenarnya?”

“Kami juga penasaran dengan hal itu.”

Ucapan Geon Hyeong yang sebenarnya hanya gurauan itu disambut dengan tawa simpati dari adik-adik Jung Won.

“Kau int, benar-benar. Kalau kau bersikap seperti itu terus, aku tidak akan membuatkan kopi untukmu. Kalian juga, tidak ada cemilan untuk kalian.”

“Aku tidak bilang kau tidak cantik.”

“Tapi Eonri benar-benar berubah sekarang.”

“Begitu rupanya.”

Geon Hyeong kembali menganggukkan kepalanya mendengar ucapan Hee Won yang tidak jelas maksudnya, apakah pujian atau makian. Meskipun Jung Won sudah mengancam mereka, mereka tetap memandang foto masa kecil Jung Won dan tidak henti-henti membahasnya.

“Sudahlah, hentikan. Kau mau kubuatkan kopi sekarang?”

“Iya.”

Ketika Jung Won hendak berjalan menuju dapur, Geon Hyeong berdiri dan mengikutinya. Ia rindu dengan wangi kopi yang memenuhi dapur kecil itu. Ia rindu dengan sosok belakang Jung Won yang cantik saat berbalik membelakanginya untuk membuat sesuatu untuknya. Tiba-tiba terdengar suara Hee Won berseru pada Jung Won.

“Tapi, Borni, ajossi ini siapa?”

“Siapa?”

Jung Won menghentikan langkahnya dan memandang foto yang diulurkan oleh Hee Won. Geon Hyeong pun ikut melihat foto itu dari belakang pundak Jung Won. Sebenarnya, awalnya ia tidak terlalu tertarik dengan foto itu. Hanya sekadar rasa ingin tahu. Namun seketika itu juga, ia langsung terdiam kaku. Geon Hycong memiringkan kepalanya melihat foto itu dan matanya terlihat menyala geram, sementara Jung Won tidak menyadari reaksi Geon Hyeong karena sibuk memperhatikan foto itu.

“Siapa ya? Tampan sekali.” “Apa orang yang diam-diam dikencani oleh ibu?”

“Jangan bicara sembarangan kau. Geon Hycong 5512”

Jung Won yang menegur ucapan asal Sung Won itu baru menyadari ada yang sesuatu yang tidak beres ketika melihat wajah Geon Hyeong mendadak serius. Tatapannya mendadak dingin dan tubuhnya yang tadi terlihat rileks kini terlihat tegang.

“Kau kenapa?”

“Tidak. Aku harus pergi sekarang.”

“Kopinya?”

“Tidak usah.”

Geon Hyeong menolak kopi kesukaannya itu dan segera menyambar jaketnya. Seketika itu ia kembali berubah menjadi Kim Gcon Hyeong yang mengatakan hal-hal yang ingin ia ucapkan saja dan pergi begitu saja. Ada apa sebenarnya? Kenapa ia tiba-tiba marah seperti itu? Atau jangan-jangan telepon genggamnya berbunyi tanpa sepengetahuanku? Jung Won mengerutkan dahinya melihat sosok belakang Geon Hyeong yang mengabaikan Duldul yang menggoyangkan ckor menyambutnya dan langsung menaiki mobilnya dengan tergesa-gesa.

&

Geon Hyeong segera menuju ke daerah Seongbuk. Mengapa wajah ayahnya muncul di album keluarga Jung Won? Lalu, rasanya ia familier dengan wajah ibu Jung Won yang tersenyum sambil mengandung Jung Won di dalam perutnya itu. Tidak, lebih tepatnya lagi, meskipun ia tidak ingat dengan wajah itu, ia masih ingat pernah melihat foto ayahnya dengan pose serupa dengan foto itu.

Kejadian yang sudah sangat lama. Mungkin saja orang yang ada di dalam foto itu berbeda dengan orang dalam foto yang ia maksud itu. Pasti. Tctapi, kenapa ayahnya ada bersama wanita itu?

Geon Hyeong menggelengkan kepalanya membayangkan berbagai kemungkinan yang terlintas di otaknya. Tangannya yang memegang kemudi dengan erat rasanya perlahan berubah pucat. Rumah keluarga besar Goryo Grup terletak di dacrah Namsan. Pintu gerbangnya terbuat dari kayu kokoh dengan dinding berwarna kuning yang mengelilingi area rumah tersebut. Agak jauh dari pintu gerbang itu, tampak rumah megah dan indah bergaya hano& dengan atap birunya. Namun saat ini, segala kemegahan dan keindahan itu sama sekali tidak terlihat di mata Geon Hyeong.

“Ada apa kau datang ke sini, aku tidak memanggilmu.”

“Seharusnya kau datang bersama Jung Won.”

“Kau benar-benar akan menikahinya?”

Melihat kunjungan Geon Hyeong yang tidak terduga itu, pasangan suami istri Kim dan Nyonya Oh mengajukan bertubi-tubi pertanyaan padanya, namun Gcon Hycong saat ini tidak punya waktu untuk menyahut satu per satu pertanyaan itu.

“Aku datang karena foto itu.”

“Foto?”

“Pasti kalian mengingatnya meskipun itu adalah foto lama. Dulu kau pernah menyuruhku mencari wanita itu.”

Mendengar penjelasan singkat Geon Hyeong, pasangan suami istri Kim seketika paham dengan foto apa yang dimaksud oleh Geon Hycong. Sementara, Nyonya Oh menatap mereka dengan wajah ingin tahu. Sepertinya ada sesuatu yang tidak ia ketahui di antara ketiga orang ini.

“Karena apa? Apa kau sudah menemukannya?”

“Ada sesuatu yang ingin kupastikan dulu.”

“Kalau kau bisa berkata seperti itu, artinya kau sudah menemukannya. Siapa?”

Presiden Kim semakin mendesak Geon Hyeong ketika mendengar jawabannya yang datar itu.

“Ia datang sendiri padamu?”

“Tidak. Sepertinya aku yang menemukannya.”

Tatapan mata Geon Hyeong yang terlihat sangat serius tiba-tiba tampak goyah. Presiden Kim dan istrinya berpandangan melihat sikap Gcon Hyeong yang tidak biasanya itu. Anak ini selama ini tidak pernah memperlihatkan emosinya di depan keluarganya. Apa yang membuat cucu mereka itu sampai tampak panik seperti ini? Tiba-tiba saja rasa ingin tahu dan rasa tidak sabar menyelimuti pasangan itu. Presiden Kim memberi isyarat dengan matanya kepada istrinya, dan Nyonya Hwang bergegas berdiri untuk mengambil foto itu.

“Ayah, ada apa ini? Wanita siapa?”

“Kau tidak perlu tahu dulu. Pergilah. Nanti akan kujelaskan.”

“Tidak. Aku juga harus tahu mengenai hal ini.”

Nyonya Oh tetap bersikeras meskipun sudah diperintahkan oleh bapak mertuanya. Ada apa sebenarnya? Mengapa Geon Hyeong sampai terlihat panik seperti itu? Tidak salah lagi, ini pasti masalah besar.

“Siapa? Memangnya siapa orangnya? Wajahmu sampai seperti itu.”

“Masih belum pasti.”

“Kalau kita melakukan tes genetik, hasilnya akan segera ketahuan. Apa ia keluarga kita atau bukan.”

“Aku tidak ingin berbuat seperti itu.”

Mendengar kata “tes genetik” dan “keluarga kita?, barulah Nyonya Oh memahami situasi itu dan wajah Geon Hyeong terlihat semakin tegang.

Jangan-jangan...

Presiden Kim yang tanggap dengan situasi itu hendak berkata sesuatu, namun seluruh perhatian Geon Hyeong tertuju pada foto yang dibawa masuk oleh neneknya. Geon Hyeong hanya menahan napas menyadari bahwa wanita dalam foto itu sama dengan foto ibu Jung Won yang tadi ia lihat di rumah Jung Won.

“Benarkah?”

“Aku masih tidak yakin.”

Geon Hyeong berusaha keras menyembunyikan kekecewaannya dan menyahut dengan nada datar. Kata-kata yang tertulis dalam foto itu. Foto berlatarkan Hwaniwon. Lalu tes genetik. Nyonya Oh baru saja hendak mengambil foto itu dari tangan Gcon Hycong, namun Geon Hycong memperingatkannya dengan tegas.

“Ini bukan urusan Ibu.”

“Benar. Kau diam saja dulu.”

“Tapi kenapa kau sampai bersikap seperti ini?”

Nyonya Hwang berkata lembut pada menantunya, sementara Presiden Kim kembali mendesak Geon Hyeong. Semua orang di ruangan itu tahu kalau jawaban Geon Hyeong yang mengatakan bahwa Ya tidak tahw' adalah bohong.

“Apa maksudmu?”

“Pasti ada alasannya mengapa kau sampai tiba-tiba bersikap seperti ini. Foto ini sudah tersimpan di ruang baca itu lebih dari 10 tahun.”

Presiden Kim bertanya sambil memperhatikan Gecon Hycong dengan saksama. Cucunya yang satu itu selalu mengendalikan emosinya sejak ia berumur 23 tahun. Namun, sejak 10 tahun yang lalu itu, baru kal im ia melihat wajah cucunya itu penuh dengan ketakutan dan kekhawatiran.

“Apa anak itu?”

“Anak itu?”

Suara tajam Nyonya Oh yang sejak tadi ja tahan keluar begitu saja, namun tidak scorang pun di ruangan itu yang menyadari ucapannya. Presiden Kim tetap memandang Geon Hyeong lurus-lurus. Sementara, Nyonya Hwang tidak bisa berkata apa-apa untuk menghibur menantunya itu.

“Panggil anak itu ke sini.”

“Jung Won tidak tahu tentang hal ini.”

Mendengar perintah tegas Presiden Kim yang seolah membaca pikiran Geon Hyeong, Geon Hyeong hanya menggeleng pelan. Tidak, bukan Jung Won yang menjadi masalah saat ini. Saat ini, dirinya benar- benar tidak siap untuk menerima hal ini. Melihat tatapan cucunya yang terlihat cemas, mau tidak mau Presiden Kim pun menghela napas panjang.

“Jadi, kau benar-benar serius dengan anak itu?” “Mengapa kau pikir aku tidak serius?”

“Ada sesuatu yang mencurigakan. Aku rasa anak itu bukanlah orang yang mau berpacaran denganmu begitu saja karena uang 50 juta won.”

Ternyata kakeknya itu memang orang yang menyeramkan. Geon Hyeong hanya tertawa pelan menanggapi serangan kakeknya yang santai dan tajam itu.

Ketika Presiden Kim pertama kali bertemu Jung Won, menurutnya tidak ada masalah dengan anak itu. Yang menjadi masalah adalah Kim Gcon Hyeong, cucunya yang keras kepala itu. Wanita yang dibawa oleh Geon Hyeong saat itu adalah wanita dengan pola pikir yang jauh berbeda dengan Geon Hyeong, berbeda dengan mereka semua. Oleh karena itu, dalam hati sebenarnya ia merasa puas. Namun, sekarang ternyata wanita itu adalah bagian dari keluarga ini? Presiden Kim pun sama cemas dan paniknya dengan Geon Hyeong.

“Kan pikir aku tidak tahu?”

“Tidak. Aku masih tidak ingin meremehkan kemampuan Kakek.”

Di situasi yang sulit seperti ini pun, cucunya itu masih berani mengatakan “masih” dengan cueknya dan seolah menantang Presiden Kim.

“Kalaupun kau memang serius dengan anak itu, apa boleh buat. Sepertinya anak itu ternyata adalah bagian dari keluarga kita.”

“Kakek.”

Presiden Kim tetap tidak menghentikan ucapannya meskipun Geon Hyeong telah memperingatkannya.

Keluarga kita? Ia sama sekali tidak ingin membuat Jung Won menjadi bagian dari keluarganya dengan cara seperti ini.

“Pihak keluarga Shin Hee mengajukan lamaran pernikahan secara resmi. Tadinya aku ingin menolaknya, namun kalau situasinya seperti ini, sepertinya harus kupikirkan lagi.”

“Tidak ada yang perlu diubah.”

Geon Hyeong bergumam pelan, namun ucapannya sendiri terdengar tidak bermakna di telinganya sendiri. Saat ini, kondisinya tidak memungkinkan untuk berdebat dengan kakeknya. “Ayah!”

“Aku mengerti perasaanmu. Maaf. Bukannya aku bermaksud memaki-maki orang yang sudah tidak ada, namun untuk saat ini, aku pun tidak suka dengan sikap anakku sendiri.”

Presiden Kim pura-pura tidak mengerti Nyonya Oh yang protes padanya dan meminta maaf atas nama anaknya.

Anak laki-laki tunggalnya itu memang benar-benar senang bermain perempuan. Ia juga baik kepada semua orang. Bagi wanita-wanita lain, kecuali menantunya yang terpaksa menikah dengannya karcna politik, anak lelakinya itu termasuk lelaki yang baik. Itu sebabnya sekarang Presiden Kim menyesali kesalahannya. Ia merasa sangat bersalah pada anak laki-lakinya, pada menantunya, dan juga pada Jae Hyun.

“Karena sudah seperti ini, sebaiknya kau menikah dengan Shin Hecc. Meskipun hubunganmu agak retak dengannya, keluarganya akan membawa pengaruh baik bagi Goryo Grup.”

“Tidak. Aku tidak bisa melakukan itu,” Geon Hyeong berkata dengan nada datar, dingin, dan tegas sambil menggelengkan kepalanya.

Pernikahan? Lalu, wanita itu adalah adiknya? Seketika itulah Geon Hyeong sadar dengan perasaannya sendiri. Perasaan mengapa dirinya tidak bisa menikah dengan Shin Hee, dan perasaannya pada Jung Won.

Sebelum Geon Hyeong sempat menerima kenyataan mengerikan yang membuatnya hampir gila itu, suasana rumahnya sudah benar- benar kacau. Kakek dan neneknya kini lebih memperhatikan Jung Won yang bisa saja menjadi “anak di luar nikah” dari anak lelaki mereka yang telah meninggal, namun Nyonya Oh terlihat berbeda. Wanita itu sama sekali tidak siap menerima bukti perselingkuhan suaminya. Dengan mengetahui adanya Geon Hyeong saja, harga dirinya sudah benar- benar hancur.

“Ini semua ulahmu kan? Kau sengaja melakukan ini kan?”

Begitu pasangan suami istri Kim meninggalkan ruangan itu, Nyonya Oh langsung berteriak dan mulai menyalahkan Geon Hyeong. Amarah dan cmosinya yang ia tahan selama ini diluapkan pada Gcon Hycong begitu saja.

“Berani-beraninya kau melakukan hal ini padaku. Kau mau membuatku menderita dengan cara seperti 1ni?”

“Masih banyak cara lain untuk membuat Ibu menderita.”

Geon Hyeong mengumpulkan sisa-sisa tenaganya dan menahan diri untuk tidak mengeluarkan kata-kata kasar dari mulutnya. Mengendalikan emosi dan amarahnya itu sudah cukup sulit baginya. Namun, Nyonya Oh yang tidak memedulikan kondisi Geon Hycong saat itu berjalan menghampirinya seolah hendak memakannya.

“Kau pikir ini adalah sesuatu yang paling buruk yang bisa menimpaku, kan? Berani-beraninya kau berkata seperti itu setelah melihat foto itu.”

“Ibu.”

Tiba-tiba, Jae Hyun yang telah tiba di rumah dan mendengar semua cerita itu, muncul dan hendak melerai kedua orang itu. Namun, Nyonya Oh yang sudah terlanjur emosi sama sekali tidak menggubris perkataan anaknya itu.

“Makanya, sejak awal kau mengatakan akan menikah dengan wanita itu. Karena sudah jelas bahwa tidak mungkin kau bisa menikahinya. Mana ada orang yang menikah dengan adiknya sendiri.”

“Ia bukan adikku!”

Geon Hyeong menggertakkan giginya dan berteriak dengan kesal. Entah siapa yang lebih terkejut mendengar teriakan Geon Hyeong. Dirinya sendiri yang berteriak atau Nyonya Oh yang berhadapan dengan Geon Hyeong yang sudah tidak bisa berpikir secara rasional itu.

“Kau, jangan-jangan... Jadi, kau benar-benar....”

“Kita harus melakukan tes genetik dulu untuk memastikan hal ini.”

Gcon Hycong memotong perkataan Nyonya Oh. Ia tidak ingin mendengar kepastian mengenai perasaannya melalui wanita itu. Lagi pula, sebelum ada hasil yang benar-benar terpercaya, ia tidak ingin menilai segala sesuatunya dengan terburu-buru. Sebelum itu, ia tidak ingin mengakui apa pun mengenai masalah ini. Jung Won adalah adiknya. Mustahil menyuruh Geon Hyeong untuk percaya dengan hal- hal yang tidak masuk akal seperti itu. Tidak, ia tidak akan mengakui hal itu begitu saja.

“Lalu, bagaimana rencanamu? Aku tidak pernah berniat menerima anak itu kecuali sebagai menantu.”

“Apa pun itu, aku tidak akan melukai perasaan Jung Won. Aku harap Ibu juga seperti itu. Jangan ganggu Jung...”

“Biar aku yang mengurus Jung Won,” Jae Hyun berkata memotong ucapan Gcon Hycong.

“Apa?”

“Kenapa kau yang mengurus Jung Won? Meskipun tidak mungkin, bisa saja za adalah anggota keluarga kita. Biar aku yang menanganinya.”

Sebelum Nyonya Oh sempat menanggapi saran Jac Hyun yang mendadak itu, Geon Ilyeong segera berkata pada Jae Hyun dengan jauh lebih tegas daripada beberapa menit sebelumnya.

“Silakan saja, sebagai kakaknya. Karena aku ingin berada di sisinya sebagai suaminya.”

“Jae Hyun!”

Wajah Geon Hyeong semakin tegang mendengar jawaban Jae Hyun yang terlihat tenang itu. Sementara, Nyonya Oh menegur anaknya itu dengan tajam.

“Bukankah Ibu menginginkannya sebagai menantu? Makanya Ibu sampai berbuat seperti ini kan?”

“Jangan bicara yang bukan-bukan, kau ini.”

“Itu kan yang Ibu inginkan sampai sekarang. Pernikahan dengan Jung Won, biar aku yang akan melakukannya.”

Berbeda dengan Nyonya Oh yang hampir gila menatap anaknya, Jae Hyun terlihat sangat serius dengan ucapannya itu.

“Bicara apa kau? Kalau 1a adalah adikku, berarti ia adalah adikmu juga. Kau masih belum mengerti juga?”

“Aku mengerti. Makanya aku berbuat seperti ini. Oh ya, hyung pasti tidak mengerti, kan? Tapi Ibu mengerti maksudku, kan?” Jac Hyun tersenyum menyesal pada Gcon Hycong dan menatap ibunya dengan dingin.

“Kau, apa maksud...”

“Ibu tahu, kan, kalau aku bukan anak kandung ayah. Ayah Geon Hyeong itu bukan ayahku.”

Ruangan itu sempat sunyi sesaat mendengar pengakuan Jae Hyun, sampai teriakan Nyonya Oh kembali memecah keheningan itu.

“Kau... Bagaimana kau...”

Nyonya Oh terhuyung karena tidak bisa menguasai dirinya dan akhirnya terduduk di kursi, sementara Geon Hyeong hanya menghela napas pelan.

Jae Hyun yang terlihat sakit hati melihat reaksi Geon Hyeong, untuk pertama kalinya ia bertatapan dengan mata Gcon Hycong yang terlihat panik.

Sial. Geon Hyeong tidak menyangka kalau Jae Hyun bisa mengetahui hal ini. Kepalanya kini mulai terasa sakit. Masa-masa sulit yang dulu menghantuinya kimi datang dan mengganggunya kembali.

“Rupanya Hyurg juga sudah tahu.”

“Kapan kau tahu tentang hal ini?”

Tanpa menggubris ucapan Jae Hyun, Geon Hyeong balik bertanya pelan. Gcon Hyeong sudah mengetahui tentang hal im sejak lama, namun ia pun tidak memiliki kewajiban untuk memberitahukan tentang hal ini. Ta sudah cukup terbebani dengan status “anak yang lahir di luar nikah” yang ia bawa sejak lahir. Oleh karena itu, ta tidak sempat mengurusi masalah ini. Ia hanya ingin cepat besar dan hidup mandiri, lepas dari tempatnya berada sekarang ini. Sampai ia mendengar percakapan hari itu.

Percakapan antara Nyonya Oh dan Direktur Oh yang saat itu mengira Gcon Hycong tidak ada di rumah sebelum ia berangkat sekolah ke luar negeri. Ia masih mengingat dengan jelas isi percakapan yang ia dengar dari celah pintu yang sedikit terbuka saat itu.

| “Geon Hyeong akan belajar ke luar negeri.” “Baguslah. Meskipun ia anak yang lahir di Iuar nikah, tetap saja tidak enak Jika dipandang orang. Kalan anak itu man belajar ke luar negeri, izinkan saja. Kemungkinan terjadinya kuelakaan lebih besar di Amerika daripada di Korea. Seperti ibu anak itu maksudku.”

“Padahal seharusnya kita tidak menyebabkan wanita itu meninggal,”

Orang bodoh pun pasti menyadari bahwa Fbu anak itu' yang dimaksud oleh Direktur Oh dan 'wanita' yang dimaksud oleh Nyonya Oh adalah orang yang sama. Juga kenyataan bahwa wanita yang mereka maksud itu adalah ibu kandung Geon Hyeong.

“Aku tahu. Tapi, kalau saja ia tidak berniat datang ke Korea, mungkin ia tidak akan terkena kecelakaan dan meninggal seperti itu.”

“Aku tidak peduli dengan yang lainnya, yang pasti aku akan membuat Goryo Grup ini jatuh ke tangan Jae Hyun.”

Tekad Nyonya Oh begitu kuat. Ancaman Direktur Oh pun terlibat pervaya diri. Percakapan mereka membuat Geon Hyeong yang selama ini menutup dirinya karena kesalahan ibunya itu berubah menjadi orang lain. Kesalahan orangtuanya itu kini bukanlah beban lagi baginya.

“Jangan khawatir. Berhati-hatilah agar jangan sampai ketahuan oleh suamimu.”

“Oppa!”

Dari akhir percakapan itu pun Gcon Hycong tahu bahwa ada sesuatu yang mencurigakan. Lalu, kecurigaannya itu baru ia ketahui ketika surat wasiat ayahnya diumumkan. Ia sudah menduga ayahnya akan berbuat seperti itu. Saat itulah ia tahu. Itulah alasan ibu Jae Hyun membenci dirinya selama ini. Bukan rasa benci, melainkan rasa iri, dengki, dan takut jika rahasianya terbongkar.

“Kapan kau tahu mengenai hal ini?”

Suara bergetar Nyonya Oh yang bertanya kepada anak laki-lakinya itu menyadarkan Gcon Hycong dari lamunannya. Geon Hycong tidak menyangka kalau Jae Hyun juga tahu mengenai hal ini. Namun, ia tetap memperhatikan Jae Hyun dengan tenang meskipun dirinya juga terkejut mendengarnya.

“Sepuluh tahun yang lalu.” “Sepuluh tahun yang lalu?”

Kalau sepuluh tahun yang lalu, berarti ia dan Jac Hyun sama-sama mengetahui kebenaran ini di waktu yang bersamaan. Jae Hyun pasti sama terkejutnya dengan dirinya. Lalu, di saat Geon Hyeong merasa geram, anak itu pasti merasa frustrasi. Ternyata hidup dengan rahasia bukanlah sesuatu yang mudah.

“Hyung dan aku benar-benar berbeda. Aku awalnya tidak percaya kalau hyung adalah anggota keluarga kita.”

Sewaktu masih kecil, Jae Hyun menyangka kalau semua orang tertipu oleh Geon Hyeong. Jae Hyun lalu merasa bahwa ia harus menghibur dan menjaga ibunya yang sangat menderita. Tanpa harus diberitahu, ia bisa merasakan jika hubungan ayah dan ibunya tidak begitu baik. Ia tidak menyangka kalau ternyata za memiliki kakak. Saat itu, meskipun Jae Hyun masih sangat muda, tanpa harus diberitahu pun, ia tahu apa artinya kemunculan kakaknya yang tiba-tiba itu.

“Saat itu, aku merasa kalau hyung dan aku tidak mungkin memiliki hubungan saudara kandung, dan ternyata dugaanku benar. Namun, ada sesuatu yang aneh. Karena setelah dipikir-pikir, kakek bukanlah orang yang mudah menerima hal-hal seperti ini.”

Jae Hyun mengetahui bahwa dirinyalah yang tidak memiliki hubungan darah, dan bukan Gecon Hycong, saat di ucapara pemakaman ayahnya. Ketika semua orang menyuruh Geon Hyeong untuk memberi hormat sebanyak dua kali karena 1a adalah keluarga duka, saat itulah Jae Hyun menyadarinya. Geon Hyeong mirip dengan foto ayahnya di dalam pigura. Tidak, selain foto ayahnya itu, semua anggota keluarganya terlihat mirip dengan Geon Hyeong. Semua keluarganya, kecuali dirinya, memiliki wajah yang serupa.

“Itu sebabnya, sepertinya hubungan darah memang tidak bisa dibohongi.”

“Tatap mulutmu.”

Geon Hyeong membentak Jae Hyun dengan kasar seolah siap membunuhnya. Mendengar hal itu, Jae Hyun yang selama ini terlihat berani kal ini terlihat takut di hadapannya. “Hyung”

“Kalau kau sampai mengatakan hal ini pada orang lain, aku akan menguburmu hidup-hidup. Jaga ucapanmu.”

“Mengubur... ku?”

“Kau pikir aku tidak sanggup?” Geon Hyeong menjawab dengan tegas dan dingin. Geon IHyeong terlihat benar-benar serius dengan ucapannya itu.

“Bukankah kau harusnya menguburku kalau aku tidak mengatakan hal ini? Bukankah karena ini kau terus membenciku?”

“Tidak. Kalau saja kau tidak tertarik pada Jung Won, aku tidak akan peduli padamu. Kalau aku ingin menahan perasaanmu itu pada Jung Won, kau juga harus menjadi adikku. Orang yang belajar tinggi-tinggi scpcrti kau tidak akan berbuat bodoh dan menghasut wanita yang sekarang menjadi kekasihku itu kan?”

“Menjadi adikmu?”

“Ya, adikku. Oleh karena itu, kau tutup mulutmu itu. Ibu juga.”

Nyonya Oh dan Jac Hyun terkejut mendengar Geon Hycong menggunakan kata “ibu” di tengah situasi yang kacau ini. Selama ini, Geon Hyeong sama sekali tidak pernah memanggilnya dengan sebutan ibu.

“Mulai sekarang, kalian diam saja dan jangan berbuat apa-apa. Aku tidak akan membiarkan kalian jika kalian melakukan hal-hal yang tidak berguna.”

“Apa?”

“Mau ke mana kau?”

“Ke tempat kekasihku.”

Geon Hyeong mengatakan “kekasihku' dengan tegas dan jelas sambil menatap Jae Hyun. Jae Hyun pun menyadari bahwa Geon Hyeong sungguh-sungguh dengan ucapannya saat melarang siapa pun mendekati wanitanya itu. Namun di dunia ini, mau sebesar apa pun kita mencintai seseorang, ada hal-hal yang di luar kuasa kita. Jae Hyun menghela napas panjang dan menatap ibunya yang terduduk lemas di kursi ruangan itu. Mulai sekarang, mereka pun rasanya membutuhkan waktu untuk membereskan masalah mereka berdua. Jac Hyun kini benar-benar penasaran dengan ayah kandungnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar