4 Ways to Get a Wife Bab 06 : Teman Serumah yang Rewel

Bab 06 : Teman Serumah yang Rewel

Akhir pekan seminggu kemudian, Geon Hyeong muncul di rumah Jung Won sambil membawa sebuah tas koper besar yang membuat Hee Won dan Sung Won terkejut melihatnya. Adik perempuannya tetap terlihat cantik, sementara adik laki-lakinya terlihat agak bodoh. Lalu, anak kecil perempuan yang katanya adalah adik sepupunya itu terlihat sangat lincah dan beram. Geon Hycong sama sekali tidak mengucapkan salam kepada tiga pasang mata yang menatapnya dan langsung memperhatikan ke sekeliling rumah berlangit-langit rendah itu sambil mengerutkan dahinya. Ruang tamunya sangat kecil dengan scbuah sofa untuk tiga orang berwarna biru kusam dan sebuah mgja yang dilapisi taplak biru muda bergaris-garis terletak di dalamnya. Salah satu ujung ruang tamu itu langsung tersambung dengan dapur.

Di bagian dalam ruang tamu, di samping pintu geser tempat masuknya sinar matahari, tampak berjejer beberapa pot bunga yang membuat ruangan itu semakin terlihat berantakan. Di sisi dinding yang lan, tergantung sebuah foto keluarga yang sudah lama dan beberapa pigura yang berisi lukisan-lukisan yang terlihat jauh lebih kuno. Lalu, di bawahnya ada sebuah akuarium bulat yang membuat ruang tamu itu terlihat semakin sempit.

“Tidak, tidak.”

Chi-chi yang mulai berteriak nyaring melihat kedatangan orang yang tidak dikenalnya itu langsung memelankan suaranya begitu bertatapan dengan Geon Hyeong dan segera mengalihkan tatapannya. Sementara, Goliath awalnya mengendus-endus kaki Geon Hyeong yang terlihat tidak nyaman. Kemudian, ia menggulung ekornya di kaki Geon Hyeong dan mulai bermanja-manja dengannya.

“Sempit sekali ternyata.”

“Jangan banyak protes. Kau sendiri yang mau tinggal di sini.”

Jung Won menyahut gerutuan pelan Geon Hyeong dengan ketus dan dingin.

“Ajossi kenapa datang ke sini?” “Eonni-mu belum memberitahumu?”

Hce Won yang telah menenangkan dirinya saat itu, kembali menjerit pelan mendengar kata “cons? keluar dari mulut lelaki itu. Seolah-olah kata “eozn? di rumah itu melambangkan suatu hukum dan kekuatan tertentu.

“Tidak, sudah kukatakan aku tidak mau. Pokoknya aku tidak mau. Eonni, aku jelas-jelas sudah berkata padanya kalau aku tidak mau.”

Hee Won yang merasa bersalah sibuk beralasan kepada kakaknya dengan gemetar dan wajah ketakutan. Ia sama sckah tidak mengerti kenapa laki-laki itu ada di rumahnya saat ini.

“Aku tahu. Dia bukan datang ke sini karena kau.”

Sebenarnya, Jung Won ingin segera menjelaskan situasi ini kepada adik-adiknya, tetapi ia tahu bahwa membuat adik-adiknya memahami situasi ini bukanlah hal yang mudah. Ia sendiri pun terus-menerus memikirkan apakah keputusannya ini benar atau tidak semalam suntuk. Sekarang ini pun, rasanya ia ingin sekali melupakan perjanjiannya dengan lelaki ini. Namun, ia tahu bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa saat ini dan harus menerima situasi ini.

“Aku serius.”

“Iya, aku juga tahu.”

Meskipun Jung Won menganggukkan kepalanya seribu kali dan mengatakan bahwa dirinya tahu, sepertinya Hee Won masih tidak memahami ucapannya itu.

“Maaf, aku belum memberitahu mereka kalau kau akan datang.”

Jung Won menghela napas dan meminta maaf dengan suara pelan kepada Geon Hyeong yang hanya diam menyaksikan adik-adik Jung Won panik.

“Rumahmu memang selalu ramai seperti ini?”

“Kadang-kadang.”

Geon Hyeong yang sudah beberapa lama tiba di rumah itu namun sama sekali belum memperkenalkan dirinya, menggelengkan kepalanya dengan tidak sabar. Sung Won yang kelakuannya kadang-kadang sama tidak sopannya, menyadari bahwa lelaki yang datang ke rumahnya itu adalah orang yang memasang iklan di koran saat itu. Orang yang membuat keluarganya kacau. Lalu, mengapa #una-nya malah membawa orang yang dulu katanya sangat berbahaya itu ke dalam rumah ini? Sebagai lelaki tertua di rumah ini, Sung Won ingin menjaga keluarga ini jauh dari bahaya seperti ini.

“Apa kau tertarik dengan #ura-ku yang nomor dua?”

“Tidak.”

Mendengar jawaban Geon Hyeong yang tegas itu, Hee Won dan Sung Won langsung berpandangan dan mengangguk dengan wajah lega. Kini, mereka merasa lebih tenang. Hanya saja rasa curiga mereka semakin bertambah. Kalan begitu, kenapa laki-laki ini ada di rumah ini?

“Jadi sekarang ini Ajossi akhirnya sudah benar-benar hancur?”

“Akhirnya?”

Adik laki-laki Jung Won itu bertanya dengan wajah serius kepada Gcon Hycong yang masih tetap berdiri dengan wajah tidak nyaman.

Akhirnya. Seolah menyatakan hasil yang ditunggu-tunggu karena penyebab tertentu.

Akbirnya han... cur?

“Karena conni pernah berkata kalau orang seperti Ajossi imi pasti gagal kalau berbisnis.”

So Hee yang pemberani menyahut pertanyaan Sung Won dan menjelaskan apa '“penyebab' yang dimaksud dengan jujur. Geon Hyeong mengangkat alisnya sejenak lalu memandang ke arah Jung Won yang pura-pura tidak mendengar percakapan mereka.

“Jadi, ia sudah mengutukku supaya aku hancur. Tidak, aku tidak hancur. Hanya bermasalah sedikit saat ini.”

“Masalah apa?”

Hee Won bertanya dengan rasa ingin tahu. Hee Won yang pintar itu pun sama sekah tidak mengerti mengapa seorang pewaris Goryo Grup datang ke rumah sempit ini di tengah malam seperti ini. Kemudian, ketiga bersaudara itu memasang ekspresi yang mencurigakan sambil saing berpandangan dan berdecak heran scolah mereka berhasil menemukan alasannya.

“Apa jangan-jangan conni yang memungutmu?”

“Apa?”

Geon Hyeong kembali bertanya pada Hee Won yang menggerutu dengan wajah tidak sabar. Memungut? Siapa? Aku?

“Soalnya, orang-orang biasanya membuang sesuatu yang sudah tidak mereka suka kepada conni. Anjing, kucing, burung kakatua, kura- kura. Bahkan sampai bunga yang hampir layu sekalipun.”

“Kalau si Duldul, dia adalah anjing terlantar yang dibeli oleh corni dengan harga mahal saat musim panas waktu itu. Kalau Romeo dan Goliath, mereka hanya kucing liar biasa.”

“Kalau Dodo, za dititipkan oleh anak kecil sebelah rumah selama satu bulan. Lalu, kalau Chi-chi, dia dibuang oleh seseorang yang waktu itu pindah rumah.”

Sung Won melanjutkan ucapan Hee Won sambil menunjuk ke arah kura-kura di dalam akuarium dan burung kakatua di dalam sangkar besi. Geon Hyeong mengikuti arah tangan Sung Won dan memandang kedua binatang tersebut. Ternyata, wanita ini memang memiliki hati yang lemah dan mudah mendengarkan omongan orang daripada yang ja kira.

“Tidak, tidak.”

Burung kakatua bernama Chi-chi itu memandang Geon Hyeong dengan sebal dan mulai mengeluarkan suara-suara aneh. Jangan-jangan dia ini bukan burung kakatua, tetapi burung beo? Mau apa pun itu, yang pasti Geon Hyeong sangat tidak suka burung yang berisik dan selalu mengepakkan sayapnya itu.

“Chi-chi, aku juga tidak suka. Masa #una sampai harus “memungut' orang juga sekarang. Mana tidak ada kamar kosong lagi.”

“Nuna, tolong dong, jangan sembarangan memungut sesuatu. Lagi pula ajossi ini kan terlalu besar.” Jung Won memelototi adik-adiknya yang tidak sopan dan terus mengeluh karena kedatangan Gcon Hycong membuat rumah mereka penuh.

“Memungut? Siapa yang menyuruhmu menggunakan kata itu untuk manusia?”

“Aku juga dipungut. Ayah ibuku kan membuangku dan meninggalkanku di sini.”

“Kang So Hee, tidak ada yang membuangmu dan tidak ada yang memungutmu. Mercka pastt punya alasan sendiri. Kan sudah kujelaskan padamu.”

“Eonni pikir aku ini bodoh seperti Eonni? Bagaimana orang dewasa bisa bertahan hidup kalau pikirannya sepolos itu.”

Anak kecil berumur 6 tahun itu menasihati Jung Won dengan wajah tidak sabar. Kalau dipikir-pikir, sepertinya satu-satunya orang bodoh di rumah ini adalah Kang Jung Won.

“Setidaknya kau masih saudara kami. Kalau gjossi itu, dia kan bukan saudara dan uangnya juga banyak. Kenapa Horni tetap memungutnya?”

“Tidak ada yang memungut orang. Kau akan terus berkata seperti itu?”

“Bukankah memang seperti itu?”

“Tidak.”

Geon Hyeong yang sejak tadi memperhatikan perdebatan mereka akhirnya menjawab pertanyaan itu mendahului Jung Won. Seketika itu juga, keheningan menyelimuti ramah itu dan tiga pasang mata tertuju padanya.

“Benar juga, sepertinya orang ini terlalu besar untuk dipungut oleh eonni. Lalu, kenapa kau datang ke sini?” Hee Won yang terkejut dengan lelaki yang tiba-tiba seolah menguasai ruangan itu bertanya padanya.

Gcon Hyeong hanya terdiam memandang Jung Won menanggapi pertanyaan Hee Won. Seolah jawabannya ada pada wanita itu.

Baiklah. Wanita ini katanya tidak suka berbohong, kan? Meskipun Geon Hyeong mengetahui ada peraturan keluarga di rumah itu, setiap hal yang menyusahkannya seolah ia lemparkan pada Jung Won. Jung Won yang geram melihat sikapnya itu berusaha untuk tetap sabar. Kalau seperti ini terus, Jung Won rasanya hampir gila.

“Untuk menginap.”

“Menginap? Kenapa harus di rumah ini?”

Pertanyaan itulah yang juga ingin ditanyakan oleh Jung Won. Dari sekian banyak tempat menginap di negara ini, kenapa ia harus datang dan menginap di ramah ini? Tatapan mata Jung Won mengarah pada Geon Hyeong. Kali im adalah gilirannya menjawab pertanyaan ini. Namun, lelaki ini bukanlah orang yang akan menceritakan kejadian sebenarnya dengan jujur, sopan, dan halus.

“Tidak mungkin. Ajossi, apa ada sesuatu yang kau inginkan dari rumah kami?”

“Atau, apa ada yang mengancam Ajossi?”

“Sudahlah, jangan banyak tanya lagi.”

Tidak akan terlontar jawaban yang kira-kira cocok untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dari mulut laki-laki itu. Apalagi, rasa ingin tahu Hce Won dan Sung Won tidak akan ada habisnya. Kalau dibiarkan seperti ini terus, mungkin mereka akan terus memaksa dan merengek untuk mengetahu rahasia kedatangan Geon Hyeong itu semalam suntuk.

“Rumahnya sedang diperbaiki. Dan kita kan sedang membutuhkan uang, makanya ia menginap di sini. Ada yang keberatan?”

“Bukannya keberatan, hanya saja sangat mencurigakan.”

“Tidak ada yang mencurigakan. Kan ada peraturan yang mengatakan bahwa kita harus menolong orang yang sedang kesusahan...”

“Peraturan nomor 15, jika ada orang yang kesulitan dan membutuhkan bantuan, maka kita tidak boleh mengabaikannya dan harus menolong sepenuh hati.”

“Benar, itu maksudku.”

Mungkin Jung Won bisa beralasan pada adik-adiknya menggunakan peraturan keluarganya, namun Geon Hyeong rasanya harus kembali berpikir dua kali untuk tinggal di rumah yang kecil dan dekil seperti ini. Kalau tahu seperti ini, lebih baik ia mencari rumah baru dan mengajak Jung Won tinggal bersama di sana. Entah mengapa, cara itu sama sekali tidak terpikirkan kemarin.

“Kau tinggal di kamar Sung Won saja.”

Jung Won yang tampak puas karena telah berhasil membujuk adik- adiknya itu membukakan pintu kamar Sung Won untuk Geon Hyeong. Kamar yang hanya berisi satu buah meja itu saja bahkan terlihat sempit untuk ditiduri Sung Won seorang diri. Kalau ditambah dengan Geon Hycong, pasti langsung penuh sesak.

“Yang benar saja, kau menyuruh dua orang untuk tidur di kamar ini?”

“Jangan banyak protes. Sekali lagi kukatakan, kau sendiri yang menginginkan hal ini.”

Setelah menyelesaikan ucapannya, Jung Won mendorong Geon Hyeong yang terdiam kaku masuk ke kamar dan menutup pintunya

&

Geon Hyeong mengamati kamar Sung Won dengan wajah datar. Kamar itu memang sama seperti ukuran kamarnya sewaktu kecil dulu.

keras-keras.

Namun, kamar im jelas bukan kamar yang cukup besar bagi Geon Hyeong saat ini. Kepalanya seolah akan menyentuh langit-langit kamar itu dan tidak ada tempat tidur di dalamnya. Hanya lantai kosong. Geon Hyeong pun mulai bertanya-tanya apakah ia benar-benar harus tinggal bersama wanita itu seperti ini. Namun, dirinya sendiri yang memulai masalah ini dan ia pun tidak memiliki pilihan apa-apa. Ia sudah bertekad untuk menuruti pendapat ibu tirinya sampai saat rapat komite pemegang saham nanti.

“Ajossi, awas ya kalau sampai berani berbuat macam-macam pada nuna-ku.”

“Sudah kukatakan, aku tidak tertarik pada Hee Won.” Sung Won berkata padanya sambil memperhatikan Gcon Hycong yang dengan santainya mengeluarkan  baju-bajunya dan menggantungnya di tempat gantungan baju, seolah itu adalah kamarnya sendiri.

“Aku tahu. Maksudku adalah Nzna Jung Won.”

Adik laki-laki Jung Won itu menggelengkan kepalanya dengan gaya seperti orang dewasa. Sebagai satu-satunya laki-laki di rumah itu, Sung Won ingin memperingatkan orang yang tampak berbahaya bagi kedua "una-nya itu. Ternyata benar juga, satu-satunya orang yang bodoh dan polos di rumah ini adalah Kang Jung Won.

“Ngyna-ku itu, meskipun dari luar 1a terlihat bodoh, tapi sebenarnya ia baik hati.”

“Dan menurutmu aku ini orang jahat?”

Geon Hyeong bertanya dengan nada ingin tahu. Sebenarnya, apa yang telah dilakukan wanita itu untuk “mencuci otak” adik-adiknya sampai mereka semua berpikir seperti itu tentangnya?

“Entahlah, tapi Ajossi tidak cocok dengan muna-ku. Ajossi juga berpikir seperti itu, kan?”

“Tidak, menurutku tidak seperti itu.”

“Apa? Jadi, Ajossi benar-benar tertarik pada nuna-ku?”

Sung Won melonjak terkejut seolah tidak percaya. Ekspresinya seolah mengatakan kalau ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

“Belum. Tapi, nasib manusia siapa yang tahu. Memangnya di peraturan keluarga kalian tidak ada isi seperti itu?”

“Itu... sepertinya tidak ada.”

“Nuna-mu itu bukan orang bodoh. Karena itu, diamlah dan cepat tidur.”

Meskipun mendapat jawaban ketus seperti itu, Sung Won sepertinya masih tidak ingin segera tidur. Ia masih tetap tidak bisa memercayai Geon Hyeong. Ia tetap berusaha menilai Geon Hyeong.

“Sepertinya “Yossi belum tahu, tapi kadang-kadang nura-ku itu suka bersikap seperti orang bodoh.”

“Aku tahu. Tapi tetap saja dia bukanlah orang yang bodoh.” Adik laki-laki Jung Won itu mendekat dan memperingatkannya sambil berbisik pelan pada Geon Hycong. Sementara, Gcon Hycong hanya mengabaikannya sambil mengeluarkan laptop dan meletakkannya di atas meja kecil di kamar itu. Banyak hal yang harus ia lakukan. Ia tidak punya waktu meladeni anak laki-laki yang memberinya pertanyaan bertubi-tubi, yang entah karena ia memang mengkhawatirkan kakaknya atau hanya karena penasaran saja.

“Tapi kenapa Ajossi pergi dari rumah yang bagus dan malah tinggal di rumah seperti ini?”

“Itu masalah orang dewasa.”

“Apa Ajossi mau tidur bersama 11na-ku?”

Mendengar pertanyaan yang kali ini cukup lancang, barulah Geon Hycong menolehkan kepalanya. Anak in memangnya tahu apa yang dimaksud dengan “tidur bersama? Meskipun anak ini cukup pandai memilih kata untuk menggantikan kata “seks” yang jauh lebih vulgar, Geon Hyeong sama sekali tidak ingin kalau kehidupan pribadinya sampai harus mendapat campur tangan anak kecil seperti ini. Lagi pula, ia juga tidak ingin menimbulkan masalah atau salah paham lagi.

“Maaf saja, tapi #una-mu itu bukan seleraku.”

“Iya sih, aku juga berpikir seperti itu. Kalau jossi tetap mempertahankan selera itu, aku juga tidak akan protes lagi.”

“Sepertinya kau tidak suka sekali padaku.”

“Aku suka mobil Ajossi. Tapi aku sama sekali tidak percaya dengan iklan di koran yang tidak masuk akal itu.”

Kedua muna-nya itu mungkin tidak sadar Sung Won masih mempunyai pikiran lain yang lebih waras selain basket dan sport car. Namun, Sung Won selalu berusaha untuk tidak melupakan perannya sebagai penjaga kakak pertamanya yang sangat serius, kakak keduanya yang suka bertindak asal-asalan, dan si kecil So Hce. Apalagi, dia adalah anak lelaki yang paling tua di keluarganya.

“Salah satu dari kedua #xna-mu itu mengirimkan lamaran ke iklan di koran itu.” “Itu yang membuatku khawatir. Wanita itu kadang-kadang terlalu polos.”

“Aku setuju dengan hal itu.”

Akhirnya, mereka seolah menemukan kesamaan sebagai sesama lelaki dari pembicaraan malam itu. Setelah beberapa saat, barulah Sung Won agak menjauh dari Geon Hyeong dan kembali ke posisinya.

“Aku tidak mendengkur. Tenang saja.”

“Mungkin aku yang mendengkur. Jadi, kau yang harus bersabar.”

Sung Won yang menyadari bahwa percakapan mereka telah selesai, menarik selimutnya sambil tetap bergumam, sementara Geon Hyeong tidak bisa mengalihkan tatapan matanya dari laptopnya.

“Berarti aku harus tidur lebih dulu daripada “jossi. Selamat tidur.”

Ternyata anak kecil ini pun bukan anak yang bodoh.

Malam di rumah yang tadi sangat berisik itu berlalu dengan tenang. Sesekali terdengar suara ketukan keyboard dan suara napas anak lelaki yang tertidur pulas. Atau suara seseorang di luar pintu dan suara anjing

yang menggonggong.

Geon Hyeong pada dasarnya memang tidak bisa tertidur sampai pulas. Apalagi di tengah lingkungan yang asing dan tidak nyaman seperti ini. Belum lagi, anak lelaki di sebelahnya yang menendangnya semalaman. Akibatnya, Geon Hyeong bangun lebih awal dari biasanya dan langsung membuka laptopnya untuk memberi instruksi melalui laptopnya.

Sambil mendengar suara-suara yang asing di sekitarnya, Geon Hyeong memberi instruksi dengan kasar dan kesal sampai lawan bicaranya di laptop sepertinya ingin memutuskan pembicaraan tersebut. Suara gemerincing, suara tawa anak kecil yang menyerit-jerit, dan suara tawa lee Won yang terbahak-bahak seolah menyatu dan membuat Geon Hyeong yang kurang tidur itu merasa kesal. Tidak lama kemudian, Sung Won pun terbangun dan tersenyum padanya sambil mengucek matanya. Lalu, scolah merasa terancam melihat Gcon Hyeong yang tampak lebih dingin daripada kemarin, ia segera keluar dari kamar diam-diam. Geon Hyeong akhirnya menutup laptop, menyimpan portable hard disk-nya dan menekan-nekan kedua matanya yang sangat kelelahan. Hari ini sepertinya akan lebih panjang daripada kemarin.

“Kau bisa tidur semalam?”

“Tidak.”

Begitu Gcon Hyeong keluar kamar, Jung Won menyapanya sambil mengenakan celemek dan memakai sarung tangan plastik bening. Geon Hyeong menyahutnya dengan ketus dan mulai berjalan mencari kamar mandi di rumah yang kecil ini.

“Tidak bisa sekarang. Tadi Sung Won sudah masuk duluan.”

“Lalu, aku bagaimana?”

“Ya kau harus menunggu.”

Jung Won menyahut dengan tatapan “itu saja masa kau tidak tahu”. Gcon Hycong memejamkan matanya dengan frustrasi. Tidak percaya dengan kenyataan bahwa ia harus menunggu orang lain jika ingin menggunakan kamar mandi di saat yang mendesak seperti ini.

“Sepertinya kau tidak tahan ya? Tapi Sung Won biasanya baru keluar setelah selesai membaca satu buku di dalam sana.”

Hee Won tersenyum ceria padanya, namun Geon Hyeong sama sekali tidak ingin tersenyum saat ini. Membaca satu buku di kamar mandi?

“Sung Won, cepat baca bukunya dan keluar dalam sepuluh menit ya!”

“Tiga menit!”

“Tiga menit!”

Gcon Hyecong semakin pucat mendengar kata “sepuluh menit? yang dilontarkan Jung Won sehingga buru-buru meralat ucapannya. Namun, dari dalam kamar mandi itu tidak terdengar suara apa pun. Kalau sudah seperti ini, keinginan Geon Hyeong untuk ke kamar mandi sepertinya semakin tidak tertahankan. “Kalau memang tidak tahan, mau kuberi pispot?”

“Pispot?”

Melihat wajah Geon Hyeong yang terlihat tidak tahan lagi, akhirnya Jung Won memberi saran padanya yang membuat mata Geon Hyeong mendelik mendengar kata yang asing itu.

“Semacam toilet kecil.”

“Tidak usah. Tapi di rumah ini ada benda seperti itu?”

Geon Hyeong menggertakkan giginya dan menggelengkan kepalanya. Pispot? Semacam toilet kec? Ta tidak bisa membayangkan seperti apa bentuknya.

“Tidak.”

Jung Won tersenyum lega karena Geon Hyeong menolak benda tersebut, namun Geon Hycong sama sekali tidak ingin membalas senyumannya itu. Suasana pagi di rumah itu benar-benar kacau. Harus berebutan memakai kamar mandi yang hanya ada satu sangatlah tidak nyaman. Langit-langit rendah yang seolah akan membentur kepala itu juga membuat Geon Hyecong merasa tidak tenang. Ia pun tidak suka ada orang lain yang berada di dalam ruang geraknya. Ia tidak percaya bahwa dirinya sendiri yang mengatakan akan tinggal di rumah ini. Jelas, ia sudah gila saat itu.

Selama ini, jarang ada sesuatu yang bisa membuat Geon Hyeong bingung dan panik.

Ia pun jarang sekah harus beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Namun, rumah Jung Won yang kecil ini cukup membuatnya panik. Pot tanaman hijau terletak di mana-mana dan tiba-tiba saja ada orang atau binatang peliharan yang muncul dari ujung ruangan. Bagaimanapun, Geon Hyeong sepertinya membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan tempat im. Rasanya ia harus segera keluar dari tempat yang kacau itu agar otaknya tetap bisa berpikir jernih.

Geon Hyeong buru-buru menyiapkan diri untuk pergi ke kantor dan baru saja hendak keluar rumah ketika tiba-tiba Jung Won memanggilnya. “Sarapan pagi dulu.”

“Aku tidak bisa makan yang lain selain kopi di pagi hari.”

“Kopi itu bukan sarapan pagi.”

Jung Won menggelengkan kepalanya dengan tegas. Geon Hyeong yang tadi kalang kabut di depan kamar mandi kini telah memakai setelan baju kantor yang rapi. Ternyata rajin juga dia. Kapan ia sempat mengganti bajunya? pikir Jung Won heran.

“Cepat sarapan dulu, nanti kubuatkan kopi.”

“Aku tidak ada waktu.”

“Hei.”

Jung Won memperingatkan Geon Hyeong yang benar-benar tidak sabar ingin keluar rumah itu dengan lembut dan tegas.

“Kau ini kenapa sih?”

“Rumah ini memiliki peraturan. Seperti halnya aku mematuhi peraturanmu saat berada di depan keluargamu, aku harap kau juga berbuat seperti itu di ramah ini. Kita ini kan sudah dewasa, harus bisa menjadi contoh teladan.”

Jung Won berkata dengan tegas dan ucapannya itu sepertinya tidak bisa dibantah lagi.

Jung Won segera mendesak Geon Hyeong yang terlihat ragu-ragu dengan tatapan tidak sabar. Gcon Hycong menghela napas dan mau tidak mau ia berjalan menuruti perintah Jung Won.

Geon Hyeong biasanya jarang sekali mau menuruti perintah orang lain, namun di rumah itu, Jung Won yang berkuasa. Apalagi saat jam makan. Benar juga, karena tempat ini adalah daerah kekuasaannya.

Seperti yang telah ia duga, dapur yang menjadi tempat mereka sarapan pagi itu pun terlihat sangat kacau. Geon Hyeong pun tanpa sadar menyusun botol-botol bumbu, sendok, dan sumpit yang terletak begitu saja di atas meja dengan rapi. Geon Hyeong bahkan baru merasa puas jika melihat handuk di kamar mandi tersusun rapi sesuai warnanya. Oleh karena itu, meja makan yang berisi piring dan gelas dengan ukuran yang berbeda-beda itu benar-benar membuatnya risih. Namun, tempat ini pun adalah dapur wanita itu dan Gcon Hycong tidak punya pilihan lain selain bersabar. Bisa-bisanya aku memiliki ide untuk tinggal di tempat ini, pikir Geon Hyeong. Mau separah apa pun skandal yang menimpanya, sepertinya lebih baik ia tetap tinggal di hotel.

“Kang So Hee, kau menyisihkan bayammu lagi ya?”

“Bayam itu kan rumput yang biasa dimakan Chi-chi. Tidak bisa dimakan oleh manusia.”

So Hee sama sekali tidak menyentuh bayamnya, sementara Jung Won tidak suka melihat orang yang memiliki kebiasaan memilh-milih makanan.

“Bayam juga baik untuk manusia. Apalagi bagi anak yang sedang dalam masa pertumbuhan sepertimu.”

“Ini tidak adil.”

Karena diawasi oleh Jung Won, So Hee mau tidak mau mulai memakan bayamnya. Jung Won yang terus mengawasi So Hee sampai ia benar-benar menelan bayamnya lalu menoleh kepada Geon Hyeong yang duduk di scbelah Sung Won. Geon Hycong hanya memakan nasi, sup, dan kimchi. Sama sekali tidak menyentuh lauk yang lain.

“Geon Hyeong ssi, cobalah tumis jamur ini.”

“Jamur itu bakteri. Bukan makanan manusia.”

“Jamur itu bakteri yang bisa dimakan. Apalagi untuk kau yang sepertinya punya penyakit darah tinggi.”

Jung Won menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawaban Geon Hyeong.

Ternyata ada dua anak kecil di rumah ini, batinnya.

“Tekanan darahku rendah.”

“Meskipun begitu, kau tetap harus makan juga. Kita ini adalah orang dewasa yang harus bisa menjadi contoh teladan.”

So Hee dan Sung Won menatap Geon Hyeong dengan tajam, sementara Hee Won menatapnya dengan wajah serius.

Sial. Geon Hyeong akhirnya terpaksa melahap tumis jamur itu. Tadi malam, Geon Hyeong tidak bisa tidur karena ditendang-tendang oleh anak kecil yang tidur bersamanya di kamar sempit dan pagi harinya ia harus heboh berebutan kamar mandi. Tidak hanya itu, di pagi yang sama, 1a pun harus memakan tumis jamur dengan terpaksa. Kemudian, satu hal yang membuatnya semakin geram adalah bahwa sampai detik ini, ia bahkan belum berada di rumah itu selama lebih dari 24 jam.

&

Annyeonghaseyo. Namaku Kang Jung Won.

Aku harap kan masih ingat denganku. (mudah-mudahan T T)

Aku ingin menanyakan sesuatu tentang Kim Geon Hyeong melalui E-mail ini,

Kalau aku bertanya langsung padanya, sepertinya ia tidak akan menjawab dan hanya akan berkata ketus padaku. Oleh karena itu, aku ingin bertanya padamu sebagai temannya. Temanmu itu, kenapa sifatnya sangat buruk sekali sih? Padahal penampilannya terlihat baik-baik saja. - -

Ah, bukan itu yang ingin kutanyakan padamu. Aku ingin bertanya, makanan apa yang disukainya? Selama ini ia masih makan nasi, kan? “1 Bisakah kau memberitabuku kira-kira apa makanan yang ia suka? Meskipun kelihatannya ia tidak menyukai rumah kami, tapi aku juga tetap harus memberinya makan, kan? Dua bari yang lalu, kami bertengkar pagi-pasi karena ia tidak mau makan jamur. Oleh karena itu, pagi ini aku mencincang jamur untuk dicampur dengan telur, tapi ternyata ia tetap tidak mau makan. Entah mengapa ia sangat memilih-milih makanan seperti itu.

Kalau ada makanan yang membuatnya alergi atau makanan yang tidak boleh ia makan, tolong beritahu padaku juga. Bukan makanan yang tidak ia suka, melainkan makanan yang berbahaya baginya. Aku juga tidak ingin ia mati saat tinggal di rumah kami. (Meskipun sebelumnya aku sempat ingin membunuhnya.)

Selain itu, tolong beritahu juga kalau ada bal penting lainnya yang barus kuketahui. Dan ba-hal yang barus diwaspadai selama tinggal bersamanya. Lalu, satu hal yang benar-benar ingin aku mohon... Tidak bisakah kalau kau membawa Kim Geon Hyeong pergi dari sini? Sepertinya ia tidak bisa bertahan lebih dari tiga hari di rumah ini. Mungkin karena itulah kau juga sengaja mengirim Kim Geon Hyeong ke rutmah kari dan sengaja pura-pura tidak tahu mengenai hal ini.

Udara semakin panas saat ini. Kepalaku juga rasanya semakin panas. Akhir kata, semoga kau membalas E-mailku dan terima kasih.

Jason membaca isi E-mail yang ia terima pagi itu dan tersenyum menahan tawa. Renovasi vila itu rencananya akan dilakukan selama satu bulan, tetapi kal ini sepertinya akan memakan waktu lebih lama. Vila itu benar-benar akan diubah menjadi rumah yang cocok untuk pasangan pengantin baru. Siapa tahu, rumah itu memang akan segera bertemu dengan pemilik sesungguhnya nanti.

“Kau kelihatannya senang sekali.”

Jason berkata dengan santai sambil menatap wajah temannya yang sedang mengernyitkan dahinya. Mungkin karena terpaksa makan jamur pagi tadi. Namun, Jason hanya mendapat tatapan dingin yang seolah hendak menghabisinya sebagai jawabannya.

Aku tahu kalau kau cukup menderita saat ini. Tapi, memilih-milih makanan itu tidak baik, Teman.

“Bagaimana kalau sekalian saja berpacaran sungguhan dengan Jung Won?”

“Leluconmu semakin hari semakin parah.”

“Aku tidak bercanda. Kalau dengan Jung Won, aku setuju.”

Jason menyahut dengan tidak peduli meskipun Geon Hyeong kembali memperingatkannya dengan tatapan tajamnya. Memwangnya baru sekali ini aku melihat tatapan itu, batin Jason.

“Sudahlah, jangan berbicara yang aneh-aneh. Kau cepat selesaikan renovasi itu saja.”

“Aku sedang mengurusnya secepat mungkin.”

Namun, wajah Jason menunjukkan kalau ia tidak menangani masalah itu dengan terburu-buru. Wajahnya terlihat santai dan puas. Geon Hyeong kembali mengerutkan dahinya menatap temannya itu. Jung Won yang tclah selesai menyiapkan menu masakan untuk minggu depan dan memesan lauk tambahan ke tempat langganan mereka, memanfaatkan sejenak waktu luangnya untuk pergi ke Hwaniwon dan duduk di kursi taman itu. Angin musim semi yang lembut mulai berubah menjadi hawa panas yang menandai datangnya musim panas. Entah mengapa, lingkungan kampus dan Hwaniwon terasa lebih sepi dan sunyi hari ini. Biasanya, Jung Won sering membantu para mahasiswa S1 di rumah kaca. Ia membantu menghilangkan kutu dari tanaman mawar atau memisah-misahkan byi bunga apel yang masih kecil-kecil dan menempel. Namun, sekarang ini sepertinya ia terlalu lelah untuk melakukan hal-hal itu. Sejak ada kasus iklan koran itu, hidup Jung Won rasanya jauh lebih menderita dan sulit.

Tinggal bersama lelaki yang membayarkan utangnya di bank bukanlah hal yang mudah. Meskipun hanya beberapa hari, namun lelaki itu bukanlah seseorang yang bisa menerima suasana rumah yang berisik atau sedikit kacau.

Awalnya, Jung Won pikir ia hanya perlu menyiapkan masakan satu atau dua kali sehari untuk orang itu. Namun, tinggal bersama orang lain yang bukan keluarga, ditambah dengan sifatnya yang sangat pemilih dan cerewet itu benar-benar membutuhkan kesabaran ekstra.

Hai.

Tentu saja aku masih ingat denganmu. Laki-laki biasanya sulit melupakan orang yang sweet' sepertimu.

Aku juga tidak mengerti mengapa sifat Geon Hyeong seperti itu. Meskipun begitu, kadang-kadang ia bisa bersikap manis juga.

Meskipun dari luar tidak terlihat seperti itu, Geon Hyeong itu termasuk orang yang sensitif. Misalnya saja, di kamar mandinya barus tergantung handuk dengan warna yang sama, baru ia bisa merasa nyaman. Oleh karena itu, ia selalu ingin semuanya tampak rapi.

Untuk makanan, sepertinya tidak ada makanan tertentu yang tidak ia suka. Jadi, bagus sekali kalau kau menyuruhnya makan jamur. Tapi ia mempunyai alergi dengan kacang-kacangan. la juga punya alergi dengan beras yang kulitnya belum dikupas... apa ya namanya. Oh ya. Beras perang'!. Ia juga alergi pada beras itu.

Nah, yang paling penting. Geon Hyeong tidak suka berada di dalam kamar yang gelap. Makanya, biasanya ia selalu tidur dengan lampu yang menyala. Ia juga tidak terlalu suka berada di dalam lift. Katanya sempit dan membuat dadanya sesak.

Jung Won ssi, tolong jaga Geon Hyeong baik-baik. Kalaupun rasanya kau ingin membunuhnya, tolong bersabarlah. Kalau ia tidak mendengarkan perkataanmu, kau boleh menendangnya. Asal jangan kurung dia di dalam ruang bawah tanah meskipun kau sedang marah.

With love, Your Jason

Ps. Aku tidak bisa mengajak Geon Hyeong tinggal di rumahku. Aku capek mengurusi tamu yang cerewet sepertinya. Maafkan aku, Jung Won ssi.

Dari penampilannya ia tidak terlihat sensitif? Halus sekali ucapan temannya ini. Bagi Jung Won, dari penampilannya saja jelas terlihat kalau Geon Hyeong adalah orang yang sangat sensitif.

Jung Won menghela napas panjang mengingat E-mail balasan dari Jason. Ia mengerti mengapa Jason menolak Geon Hyeong. Ia pun sebenarnya tidak ingin menjadikan lelaki yang menyusahkan dan rewel itu sebagai teman serumahnya.

Teman serumahnya itu benar-benar bersikap seperti bos di rumah Jung Won. Baru dua hari ia tinggal di rumah itu, Hee Won sudah berkali-kalh menanyakan pada Jung Won kapan lelaki itu akan pergi dari rumah mereka. So Hee yang suka berlari-larian di dalam rumah itu pun sampai berjalan sambil berjingkatjingkat karena gjossi yang menyeramkan. Apalagi Sung Won yang berada sekamar dengannya, --Note 14Beras perang (bahasa Melayu—brown rice dalam bahasa Inggris) adalah jenis beras yang kulitnya tidak terkupas sempurna.--

kelihatannya ia benar-benar tersiksa. Mau bagaimana lagi? Bahkan temannya sendiri saja tidak menyukainya.

“Kau sedang memikirkan apa?”

Jung Won yang sedang memikirkan bagaimana caranya agar ia dan adik-adiknya bisa bertahan menghadapi Geon Hyeong, terkejut mendengar suara berat yang terdengar dari atas kepalanya. Kim Jae Hyun sonsaengnim tahu-tahu sudah berdiri di dekatnya dan menatapnya.

“Ah, tidak. Hanya sedikit urusan rumah.”

Mendengar jawaban Jung Won, Jac Hyun menganggukkan kepalanya dan duduk di sebelah Jung Won. Melihat keringat yang membasahi kening putihnya, sepertinya ia baru keluar dari ramah kaca.

Ya Tuhan, Kim Jae Hyun sonsaengnim duduk di sebelahku. Jantung Jung Won mulai berdebar-debar.

“Kau mau?”

Jae Hyun menyodorkan minuman yang 1a pegang. Sepertinya ia salah paham melihat Jung Won yang terus memandanginya dan mengira itu karena minuman yang ia pegang.

Aigu. Memalukan sekali aku ini. Jung Won panik, takut kalau-kalau air luarnya menetes di depan pangerannya itu.

“Tidak. Sepertinya Sonsaengnim sangat kehausan.”

“Tadi aku sudah minum satu botol. Tadi ada mahasiswa memberikan minuman ini padaku. Karena tidak enak kalau kutolak, jadi aku terima saja.”

Begitu Jae Hyun kembali menyodorkan minuman itu, Jung Won menerima botol orange jusce itu dengan sopan.

“Hari ini katanya ada tanaman baru di kebun buah, kau tidak ke sana? Kau suka dengan hal-hal seperti itu kan?”

“Oh, hari ini rupanya.”

Begitu Jae Hyun memberitahu hal itu pada Jung Won, mata Jung Won langsung terbelalak lebar.

Belakangan ini, ia terlalu banyak pikiran sehingga melupakan hal-hal penting seperti itu. Wangi bunga yang terbawa angin sejenak memenuhi Hwamwon lalu menghilang. Sinar matahari petang itu pun perlahan menghilang.

“Mau pergi ke sana denganku?”

“Ah, tidak bisa. Sore ini aku ada urusan.”

Jung Won berkata dengan wajah menyesal dan Jae Hyun tersenyum kecil memakluminya. Bagi Jung Won yang sangat menyukai bahkan setiap helai rumput di kampus ini, Jae Hyun tahu bahwa Jung Won benar-benar menyesal karena harus melewatkan kesempatan melihat tanaman baru yang masih kecil itu.

“Kalau begitu, sampai jumpa lagi.”

“Iya, Sonsaengnim.”

Jung Won membungkukkan badannya memberi hormat dengan semangat ketika Jac Hyun berjalan melewatinya. Tiba-tiba, Jac Hyun menghentikan langkahnya dan menoleh padanya sambil mengernyitkan dahinya. Apa aku sudah melakukan hal yang aneh, pikir Jung Won. Jae Hyun lalu maju selangkah mendekati Jung Won yang panik.

“Sebenarnya aku punya permintaan padamu...”

“Iya, katakan saja. Aku pasti membantumu.”

“Tolong jangan panggil aku Yonsaengnim”. Itu membuatku merasa seperti bapak guru tua yang berambut putih.”

“Lalu?”

“Kim Jae Hyun. Kau tidak tahu namaku?”

Mana mungkin Jung Won tidak tahu. Bagaimana mungkin ia melupakan nama yang sibuk dibicarakan secara bisik-bisik oleh orang di sebelahnya ketika pangerannya itu pertama kali memasuki rumah kaca? Jae Hyun pun tersenyum kecil seolah mengetahui jawabannya dan berjalan meringgalkan Jung Won dengan santai. Jung Won berusaha menyembunyikan perasaan gembiranya yang meluap-luap dan menempelkan minuman dingin berharga pemberian pangerannya itu ke pipinya yang memanas. Jung Won bisa merasakan tangan pangerannya dari botol minuman itu. Jung Won yang melewatkan kesempatan melihat tanaman-tanaman muda, membeli sebuah lampu meja dengan penutup berwarna hijau. Meskipun ia tidak tahu bagaimana selera lelaki itu, setidaknya lampu ini bisa mengatasi masalahnya yang tidak bisa tidur dalam gelap. Mengingat sifat lelaki itu yang tidak suka berada di dekat orang lain dan berada di kamar yang gelap gulita, paling tidak lampu ini bisa mengatasi salah satu masalahnya. Bagi Jung Won, itu adalah tugas tuan rumah untuk membuat tamunya merasa nyaman. Oh iya, berarti ia pun harus menyiapkan masakan dua kali demi orang itu.

Meskipun ia sangat membenci orang itu, bukankah ia juga tidak bisa membiarkannya makan makanan yang membawa alergi dan membiarkannya mati di rumahnya? Pokoknya, orang itu benar-benar scolah menjadi bos di rumah itu.

Jam pulang kantor Geon IIyeong pun selalu larut malam. Melihat Geon Hyeong yang selalu sampai di rumah sekitar pukul 12 malam, Jung Won baru sadar bahwa mencari uang ternyata bukan sesuatu yang mudah bagi siapa pun.

“Kau sudah makan?”

“Makan seadanya saja.”

Geon Hyeong agak terkejut melihat Jung Won yang masih menunggunya sampai lewat tengah malam. Namun, yang lebih mengejutkan lagi, Geon Hyeong menyadari bahwa dirinya tidak keberatan dan risih melewati gang yang gelap menuju rumah itu, membuka pintu depannya, dan melihat lampu ruangan yang masih menyala terang ketika ia pulang. Ditambah lagi dengan Jung Won yang masih menunggunya dengan tatapan cemas.

“Kenapa cuma makan seadanya? Mau kubuatkan sesuatu?”

“Ti... Boleh juga.”

Awalnya ia ingin menyahut “udak usah” tetapi tiba-tiba perutnya terasa sangat lapar. Setelah dipikir-pikir, tadi ia hanya makan sandwich sebelum memimpin rapat dan ternyata belum makan malam apa pun. Rasanya ia harus makan sesuatu sekarang supaya bisa tidur nyenyak malam ini. Sctelah mencuci tangannya, Gcon Hycong segera duduk di meja kecil di dapur.

“Kenapa kau tidak tidur dan malah menungguku? Lain kali tidur saja, tidak apa-apa. Aku kan punya kunci rumah ini juga.”

“Tm, aku sudah terbiasa seperti ini. Kalau ada anggota keluargaku yang belum pulang, rasanya aku tidak bisa tidur.”

Jung Won berdiri membelakangi Geon Hyeong sambil menyiapkan sesuatu. Ketika Geon Hycong berpikir bahwa ternyata lumayan juga tinggal di rumah ini, telepon genggamnya berdering pelan dan ia mengerutkan keningnya. 'Tidak banyak orang yang berani menghubunginya di larut malam seperti ini dan di antara orang-orang tersebut, semuanya adalah orang yang tidak disukai oleh Gcon Hycong.

“Kau bercanda? Tidak ada transfer informasi teknologi. Kalau kau tidak bisa menangani negosiasi ini, ajukan surat pengunduran diri. Aku akan mengirim orang lain ke sana.”

Aura dingin scolah kcluar bersamaan dengan setiap ucapannya. Benar-benar percakapan yang singkat dan dingin.

Astaga. Kalau ia biasa menyerang orang lain sedingin itu melalui telepon, berarti ia termasuk vukup sabar juga tinggal di rumah ini.

Orang lain yang mendengar ucapannya itu rasanya ikut gemetar ketakutan. Sebagai rasa simpati Jung Won pada lawan bicara di telepon itu, Jung Won tidak berani membalikkan badannya. Pasti tadi matanya mengeluarkan tatapan sedingin es dan setajam sinar laser.

“Mulai besok aku akan menyiapkan makanan khusus untukmu.”

Berusaha mencairkan suasana dapur yang kaku setelah Geon Hyeong menutup teleponnya, Jung Won berkata dengan santai sambil mengeluarkan telur dari kulkas.

“Jadi, aku boleh minum kopi saja pagi-pagi?”

“Kopi itu bukan makanan. Aku akan menyiapkan nasi putih untukmu, bukan nasi dengan kacang-kacangan!5.” --Note 15Mulagrain rice--

Gcon Hycong yang baru mengerti maksud ucapan Jung Won itu menatap sosok belakang wanita itu dengan tatapan kosong.

Geon Hyeong memang tidak suka makan nasi lain selain nasi putih. Ia tidak suka rasa kasar yang ada di mulutnya. Dari mana wanita ini tahu selera makannya? Lalu, kenapa ia sampai mau bersusah payah seperti itu?

“Katanya kau juga punya alergi dengan beras perang? Kami semua memang terbiasa makan nasi dengan gandum dan kacang seperti ini, tapi mau bagaimana lagi.”

“Kau tahu dari mana?”

Tatapan mata Geon Hyeong kembali dingin dan tajam, namun Jung Won yang sibuk menghidangkan omelet keju panas di piring tidak sempat memperhatikan ekspresinya itu. Untung saja.

“Aku bertanya pada Jason lewat E-mail.”

“Kenapa kau tidak bertanya langsung padaku?”

“Kalau aku tanya kau, memangnya kau mau menjawab?”

Jung Won mendengus pelan scolah berkata aku sudah tahu sifatmu sekarang” sambil mematikan kompornya.

“Kenapa kau berbuat seperti itu? Apa sekarang perasaanmu padaku berubah?”

“Perasaan apa?”

Belum sempat hawa panas omelet yang baru saja dipindahkan dari penggorengan itu terasa di wajahnya, Jung Won sudah merasakan nada dingin dari ucapan Geon Hyeong di balik punggungnya. Jung Won terdiam dan membalikkan badannya. Seperti yang ia duga, Geon Hyeong tengah menatapnya dengan tatapan sedingin es.

Mau protes apa lagi sih orang ini? Lelaki ini kesal karena aku tidak bertanya langsung padanya dan malah berkomunikasi dengan temannya? Jung Won yang tadinya berpikir seperti itu merasa dirinya sangat polos ketika mendengar jawaban Geon Hyeong selanjutnya.

“Aku tanya, apakah sekarang kau ingin menggodaku lalu menjadi nyonya besar di Goryo Grup?”

Orang ini benar-benar. Padahal lelaki itu yang memaksa untuk tinggal di rumah im sejak awal dan sekarang ia malah berkata seperti itu, seolah-olah lupa dengan apa yang telah ia lakukan demi tinggal di ramah ini. Lelaki itu yang awalnya meminta tolong dan memohon-mohon pada Jung Won. Dia juga yang memaksa tinggal di rumah Jung Won.

“Sekarang ini yang benar-benar kuinginkan adalah kau cepat angkat kaki dari rumah ini. Lalu, tidak bertemu denganmu lagi setelah itu.”

Jung Won heran mendengar kesalahpahaman Geon Hyeong yang tidak masuk akal itu dan membalasnya dengan ketus dan tajam. Apa sebaiknya aku tidak usah memasak untuk orang ini? Jung Won tiba-tiba merasa tidak rela memberikan telur dadarnya yang telah matang dengan sempurna itu. Apa seharusnya aku menambahkan satu sendok garam ekstra di telur ini? Ab, tidak. Memangnya salah apa makanan-makanan ini? Selama ini Jung Won selalu percaya bahwa ia akan terkena hukuman jika bermain- main dengan makanan. Jung Won menatap omelet yang terlihat sangat lezat itu dan mengerutkan dahinya. Geon Hyeong menatap Jung Won yang seperti itu dengan sungguh-sungguh.

“Itu saja?”

“Tidak.”

Jung Won semakin lama semakin kesal menanggapi Geon Hyeong yang masih tctap curiga.

“Aku sebenarnya hanya tidak ingin pelit dalam hal makanan meskipun aku kesal dengan seseorang. Oleh karena itu, kalau kau mau makan omelet ini atau kalau kau masih ingin tinggal di rumah ini, sebaiknya kau tutup mulut dan dengarkan perkataanku.”

Jung Won berkacak pinggang dan mendongakkan dagunya setelah meletakkan piring omelet itu di meja.

Jung Won tidak mau lagi mengampuni lelaki yang kemampuan imajinasinya payah dan memiliki rasa curiga berlebihan ini. Lagi pula, saat ini mereka berada di rumahnya sendiri.

“Adik-adikku harus makan nasi kacang-kacangan itu supaya mereka tidak memilih-milih makanan. Namun, karena kau bisa saja mati karena memakan nasi itu, makanya kubuatkan nasi yang lain untukmu. Aku juga sudah meletakkan lampu meja di kamar Sung Won. Kau tidak suka tidur di kamar yang gclap gulita, kan? Jadi, kau pakai saja lampu itu. Lalu, maaf sekali, tapi aku benar-benar tidak bisa menyiapkan handuk dengan warna yang senada di kamar mandi. Uangku tidak cukup banyak untuk membeli hal-hal yang tidak penting seperti itu. Yang penting handuk itu bisa mengelap dengan bersih bukan? Makanya, untuk hal itu, kau yang harus bersabar.”

“Baiklah.”

“Diam, aku belum selesat bicara.”

Jung Won melirik tajam seolah ia sangat tidak suka jika ada orang yang memotong ucapannya. Mendengar ancaman Jung Won yang menakutkan, Geon Hyeong langsung menutup mulutnya. Ia lalu mengalihkan pandangannya kc arah omelet yang dimasak dengan cepat itu. Omelet yang khusus disiapkan oleh Jung Won untuk dirinya. Sepertinya, wanita ini tidak hanya bertugas mengambilkan nasi saja di kantin kampus itu. Benar juga, Jung Won memang bertugas sebagai ahli nutrisi dan koki juga. Setelah dipikir-pikir, selama ini sepertinya belum pernah ada orang yang khusus memasak untuk dirinya, pikir Geon Hyeong.

Apa tidak apa-apa jika aku menerima maksud baik wanita ini begitu saja? Apa aku bisa memercayainya?

Di tengah rasa curiga dan bingung yang mengusik Geon Hyeong, Jung Won tetap melanjutkan ucapannya.

“Aku juga tidak bisa menyusun pot-pot tanaman itu sesuai ukurannya karena ada tanaman yang tidak terlalu butuh sinar matahari dan ada tanaman yang tidak boleh terhalang dari sinar matahari. Kau pun juga harus sabar soal itu. Lalu, kalau kau tidak senang melihat lemari pakaian Sung Won yang berantakan, kau bisa membicarakan hal ini dengannya langsung. Mungkin dia mau mendengarkanmu kalau kau menjelaskan tentang pentingnya mengatur baju dengan rapi padanya. Tapi aku tidak berani jamin. Kau mengerti sekarang?”

Jung Won hampir tidak menarik napas dan mengatakan semua itu dalam satu tarikan napas saja. Lalu, sebelum Geon Hyeong sempat menyahut ceramah wamta itu, Jung Won kembali melanjutkan ucapannya scolah ada suatu hal yang terlupakan.

“Oh, iya. Kau ingin tahu kenapa aku melakukan hal ini?”

Jung Won akhirnya mengungkit inti pembicaraan mereka yang sejak tadi ingin diketahui oleh Geon Hyeong. Geon Hyeong diam menunggu ucapan Jung Won selanjutnya.

Alasan apa yang akan dilontarkan wanita ini?

“Aku memang sangat, sangat membencimu, tapi mau bagaimana lagi. Toh sekarang kau sudah menjadi bagian dari keluarga ini.”

“Keluarga?”

Jawaban yang di Juar dugaan. Keluarga... kata yang asing.

Geon Hyeong yang tidak terlalu akrab dengan kata “keluarga”, mengangkat alisnya mendengar kata itu. Sementara, “keluarga” sepertinya memiliki makna yang sangat penting dan berharga bagi Jung Won. Saat itu, barulah Geon Hyeong sadar apa arti dirinya bagi wanita ini.

Jung Won sedang berusaha menerima diri Gcon Hycong saat ini. Seperti kucing liar yang ia pungut di jalan, pot-pot tanaman yang dititipkan seseorang, serta adik-adiknya yang lain yang saat ini tinggal bersamanya. Sepertinya, wanita itu menganggap kalau dirinya “memungut lelaki itu. Lalu, wanita im benar-benar tulus saat ini. Jung Won benar-benar tulus memasak khusus untuk Geon Hyeong dan membantu menerangi gelapnya malam demi lelaki itu. Tanpa ada maksud atau niat tersembunyi apa pun.

“Mau tinggal satu hari atau satu bulan, intinya kan kita tinggal bersama-sama. Memangnya 'keluarga' itu sesuatu yang aneh? Saling memahami, bersabar, dan menyesuaikan diri satu sama lain. Itulah keluarga. Oleh karena itu, kalau ada yang tidak kau sukai, kau harus bersabar.”

“Karena kita keluarga?”

Geon Hyeong memberikan jawaban yang ingin Jung Won dengar kepada wanita yang tengah menatap Geon Hyeong dengan tatapan kosong itu. Kemudian, Jung Won yang akhirnya mendapatkan jawaban yang ia mau, mengangguk pclan dengan wajah puas sambil memandang Gcon Hyeong dengan heran bercampur kagum. Ternyata lelaki ini masih bisa diberitahu juga, pikir Jung Won.

“Benar. Sepertinya sekarang kau mengerti maksudku. Sekarang jangan protes dengan apa yang telah kusiapkan dan silakan makan. Mengerti?”

“Apa kau sekarang juga menyingkirkan jamur dari makananku?”

“Ini rumah, bukan hotel. Kau harus mau makan apa saja yang disiapkan dan bertahan bagaimanapun caranya. Lelaki macam apa kau ini, rewel sekali?”

Geon Hyeong terdiam menatap Jung Won yang menggerutu kesal padanya selama beberapa saat. Jung Won yang dipandangi seperti itu sampai mengira ada sesuatu yang menempel di wajahnya.

“Kenapa? Kau tidak mengerti ucapanku? Atau apa ada sesuatu yang aneh di wajahku?”

“Tidak. Aku mengerti. Dan tidak ada yang aneh juga di wajahmu.”

Seolah tidak percaya meskipun Gcon Hycong berkata tidak ada apa pun di wajahnya, Jung Won tetap menyeka kedua pipinya. Melihatnya seperti itu, barulah Geon Hyeong menyadari kesalahannya sendiri untuk pertama kalinya.

Benar juga, harusnya aku memilih wanita yang tidak suka mengorel.

“Baiklah, aku mengaku bersalah.”

“Benar, kan? Meskipun begitu, berani mengakui kesalahan adalah sikap seorang yang dewasa. Bagus sekali.”

Tanpa mengetahui maksud hati Geon Hyeong, Jung Won tersenyum senang dan memuji Geon Hyeong atas sikapnya itu.

Geon Hyeong pun tiba-tiba merasa konyol dan tertawa mengingat kesalahannya yang sangat-sangat sempurna itu. Benar-benar seperti acara komedi. Jung Won memandang dalam-dalam Geon Hyeong yang tidak bisa menahan tawanya dan terkikik geli.

“Kau kenapa?”

“Padahal kau terlihat menyenangkan jika tertawa, kenapa selama ini tidak pernah tertawa?” Jung Won memperhatikan wajah Gcon Hycong dengan saksama scperti orang yang melihat pencmuan baru. Karena lelaki ini sclalu menunjukkan wajahnya yang datar, Jung Won baru menyadari bahwa ia memiliki kening dan proporsi wajah yang sempurna.

“Kau terlihat tampan kalau tertawa seperti itu. Kau tahu tidak?”

Mendengar jawaban Jung Won yang serius dan jujur itu, Geon Hyeong berdeham pelan dan memalingkan wajahnya. Semoga saja wanita itu tidak melihat kalau wajahnya sedikit memerah, batin Geon Hycong.

Selesai makan, Geon Hyeong bersikeras mengatakan ingin minum kopi sementara Jung Won menyuruhnya meminum apriwt tea saja sebagai gantinya. Kalau lelaki yang suka bersikap semaunya ini minum kopi di tengah malam seperti ini, pasti nanti dia tidak bisa tidur. Mau tidak mau, akhirnya Geon Hyeong terpaksa melahap u4pricot tea yang asam manis itu dengan sebal. Kalaupun ia berkata tidak suka minum minuman yang manis, pasti wanita ini tidak akan menggubrisnya.

“Kapan orangtuamu meninggal dunia?”

“Saat aku berumur 12 tahun sepertinya.”

Jung Won berusaha mengingat-ingat. Waktu memang membuat ingatan akan lukanya itu pudar. Telepon di tengah malam, ruang tunggu di rumah sakit, air mata nenek. Semua itu masih teringat jclas dalam benaknya seolah baru terjadi kemarin, namun hatinya sudah tidak merasa sakit dan sedih seperti saat itu.

“Dua belas tahun?”

“Ya. Benar-benar kenangan yang mengerikan. Kalau tidak ada nenek atau pamanku, mungkin aku tidak bisa bertahan melewati saat- saat itu.”

Jung Won bergumam pelan dengan suara yang tercekat mengingat neneknya. Nencknya selalu berusaha sebaik-baiknya demi cucu- cucunya. Seandainya neneknya bisa bertahan saat itu, mungkin mereka akan tinggal bersama dan Jung Won pasti akan merawat neneknya dengan baik. Ia selalu merasa sedih dan menyesal mengingat neneknya.

“Kapan nenekmu meninggal?” “Ketika aku berumur 20 tahun. Beliau pergi begitu saja setclah bersusah payah mengurus kami. Kau kapan datang kc Korca?”

“Dua belas tahun,” Geon Hyeong menjawab dengan singkat dan ketus.

“Pasti kau merasa senang.”

“Tidak juga. Karena tidak ada anggota keluarga yang senang menyambut seorang anak haram.”

Sepertinya memang tidak ada orang yang gembira menyambut kehadiran seorang anak yang lahir di luar nikah. Apalagi di antara orang-orang yang buta karena uang.

“Hm, ternyata kita sama-sama tidak terlalu bahagia saat berusia 12 tahun.”

“Benar juga.”

Meskipun kelihatannya masa kecil mereka sangat berbeda, ternyata ada juga kesamaannya. Jung Won pun harus menghadapi duma seorang diri saat itu dan begitu pula dengan Geon Hyeong. Mereka pun saling berpandangan dan tersenyum tipis menyadari kenyataan itu.


Malam di musim semi itu semakin larut. Wangi bunga mawar liar yang terbawa angin menyusup melalui jendela dapur dan masuk ke rumah itu. Suara katak yang sejak tadi terdengar nyaring kini telah menglulang dan duma rasanya jauh lebih sunyi dan tenang malam itu. Kini saatnya mereka beristirahat.

“Cepat tidur. Sudah malam.”

“Aku tidak mengantuk.”

Biasanya orang ini tidak akan melontarkan keluhan ringan seperti itu. Namun, entah apakah karena udara malam yang memengaruhinya, Geon Hyeong tanpa sadar bergumam seorang diri. Insomnia yang seolah sudah menjadi kebiasaan di tubuhnya itu membuat Geon Hycong tidak bisa tidur dengan mudah di mana pun.

“Hm”

Jung Won yang menatapnya dalam sambil memikirkan sesuatu, kemudian datang mendekatinya. Hanya wanita itu yang terlihat di mata Geon Hyeong saat itu dan napas wanita itu yang terasa di dadanya. Sebelum Gcon Hycong sempat bertanya “ada apa”, Jung Won berjnjit dan mengelus rambut Gcon Hycong. Kemudian, ia melingkarkan lengannya di tubuh lelaki yang besar itu dan menepuk- nepuk punggungnya. Geon Hyeong hanya berdiri dan terdiam kaku saat wanita bertubuh mungil itu memeluknya.

“Apa yang kau lakukan?”

“Sedang membaca mantra supaya kau bisa tidur. Sekarang kau pasti bisa tidur.”

“Kau pikir aku ini adikmu?”

“Ibuku dulu suka melakukan ini padaku. Dengan cara ini, pasti kau akan mengantuk. Pasti besok pagi kau akan berterima kasih pada ibuku.”

Sctelah selesai menjelaskan pada Gcon Hyeong, barulah wanita itu menjauh selangkah darinya dan tersenyum puas.

Melihat senyuman itu, Geon Hyeong tahu bahwa malam ini ia benar-benar akan tidur dengan nyenyak. Geon Hyeong dapat merasakan panas tubuhnya tersedot oleh wamta itu ketika ia melepaskan pelukannya. Sinar bulan yang dingin memasuki ruang tamu melalu kaca jendela dan angin malam yang dingin pun mulai menyusup diam-diam.

Gcon Hycong menyalakan lampu mejanya malam itu dan tertidur dengan sangat lelap sampai-sampai ia tidak mengetahui bahwa pagi telah tiba.

Ketika ia membuka matanya, sinar matahari yang terang menembus ke dalam kamarnya bersamaan dengan suara-suara burung yang berkicau riuh. Entah sudah berapa lama ia tidak tidur pulas seperti malam itu. Ia bahkan tidak ingat bagaimana ia tertidur semalam.

Kemudian, pagi harinya Jung Won benar-benar menyiapkan nasi putih khusus untuk dirinya di meja makan. Adik-adik Jung Won menatap nasi putih itu dengan iri, sementara salah satu kucing di rumah itu yang masuk ke dapur karena mencium wangi nasi itu—entah Goliath atax Romeo—menatap Geon Hyeong sejenak lalu mengelus- eluskan wajahnya di kaki Geon Hyeong. Burung kakatua di rumah itu pun berseru “halo kepadanya. Menjadi bagian dari keluarga ini benar- benar sesuatu yang cukup membingungkan bagi Geon Hycong. Kini, Kim Geon Hyeong dan Kang Jung Won benar-benar telah menjadi “teman serumah”.

Jilid 3 : ketika Dibutakan oleh Cinta

Belum tentu semua orang menganggap Julia Roberts itu seksi. Menurutku, bentuk bibirnya aneh.

Belum tentu semua orang menganggap Angelina Jolie itu menarik. Menurutku, tato di seluruh tubuhnya itu menyeramkan.

Tentu saja kita bisa mencari kelemahan orang lain sebanyak mung- kin, sebelum kita benar-benar dibutakan oleh cinta.

Tetapi setelah menemukan pasangan yang benar-benar cocok, Tuhan seolah membuat kedua orang itu buta.

Menguntungkan juga sih kadang-kadang. Cinta membuat segala sesuatu di depan kita tampak gelap, kecuali mata pasangan kita.

Aku sudah siap dibutakan oleh cinta seumur hidup, tapi harus kucari ke mana wanitaku itu? 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar