Tangan Geledek Jilid 26

Jilid 26

“BETUL seperti apa yang paman Wan Sin Hong katakan, siauwtit datang untuk membalas dendam dan me ngakhiri kejahatan manusia-manus ia iblis Liok Kong Ji dan Liok Cui Kong. Kemudian Bi Li menyusul bersama gurunya, Ang-jiu toanio. Sayang sekali mere ka berdua telah tewas pula di tangan ayah dan anak iblis itu !” kata Tiang Bu gemas.

“Memang Liok Kong Ji sudah terlampau banyak melakukan perbuatan jahat, keganasannya melebihi iblis dan ia telah banyak mengorbankan nyawa orang-orang gagah. Bahkan Pek-thouw-tiauw-ong bersama isterinya dan puterinya juga tewas semua di pulau ini,” kala Sin Hong sambil menarik napas panjang. "Cetakanya, dia menyuruh anak angkatnya yang sama jahatnya dengan ayahnya itu untuk mengacau di Kim-bun-to sehingga  ayah  ibumu juga te was olehnya !!”

“Mendengar ini, kekagetan Tiang Bu seperti orang disambar petir. Ia hanya dapat memandang dengan mata terbelalak dan mulut te rnganga, kemudian kedua tangannya be rge rak memukul ke arah batu karang. “Brakkk….. !” Batu karang yang besar itu hancur lebur di bagian yang terpukul, debu mengebul dan Tiang Bu muntahkan darah ! Ternyata dendam dan sakit hati ditambah kedukaan yang hebat tadi telah menindih jantungnya, membuat dadanya seperti hampir meledak. 

Tahu bahwa sinkangnya yang sudah kuat sekali itu dapat membahayakan nyawanya sendiri, pemuda ini melampiaskan amarah dan nafsunya kepada batu karang, kemudian pukulan itu melepaskan sebagian besar tekanan pada dadanya, membuat ia muntah darah, akan tetapi nyawanya tertolong.

Sin Hong mengangguk-angguk dan membiarkan Tiang Bu menjatuhkan diri berlutut sambil menangisi kematian ayah bundanya yang biarpun hanya  ayah  bunda  angkat,  namun ia cinta seperti orang tua sendiri.

“Baik sekali kau dapat menghilangkan kemarahan yang menindih hatimu, Tiang Bu. Seorang laki-laki gagah tidak saja harus berani menghadapi lawan tangguh, juga harus kuat menahan pukulan batin, harus tahan menderita.

Segala apa di dunia ini memang nampak bersifat dua macam yang bertentangan, sesuai dengan hukum Im Yang (positive/ negative). Hanya orang budiman yang sudah mencapai keselarasan batin yang penglihatannya tidak me mbedakan unsur dua berte ntangan itu. Semua diterima sama saja, penuh keyakinan bahwa segala sesuatu yang menimpa diri memang sudah semestinya de mikian. Suka dan duka merupakan bumbu-bumbu hidup, kalau kita tidak tahu merasakan duka, bagaimana kenikmatan suka dapat terasa? Sekarang tenangkanlah semangatmu dan coba kauceritakan bagaimana pengalamanmu di pulau ini.”

Mendengar wejangan Sin Hong yang amat dikaguminya itu, Tiang Bu menjadi lebih tenang. Ia lalu menceritakan semua pengalamannya sejak mendarat sampai tadi bertemu daegan Wan Sin Hong, Wan Sun, dan tosu yang bukan lain adalah Bu Kek Siansu ketua Bu-tong-pai. Merdengar akan kamatian Cui Kong, Wan Sin Hong menarik napas panjang. “Memang sama saja. Baik atau jahat akhirnya akan mati juga. Akan tetapi kalau sudah tahu ada baik dan buruk dalam perbuatan dan langkah hidup, me ngapa menjauhkan kebaikan mengejar keburukan? Cui Kong sudah meninggal dunia tinggal Liok Kong Ji. Kaukira di mana dia bersembunyi, Tiang Bu?”

“Siauwtit tak dapat menduganya. Wan-pek-pek. Orang itu memang amat licin dan penuh siasat. Aku malah khawatirkan dia sudah berhasil menyelamatkan diri,

minggat dari pulau ini."

Sin Hong menggeleng kepala. “Tak mungkin. Kami sudah mengatur dan pulau ini sudah kami kurung dengan mengawasan teliti. Huang-ho Sian.jin dan kedua orang puterinya sudah selalu mengelilingi pulau dengan perahu- perahu mereka. Tak mungkin Liok Kong Ji dapat lolos  kali ini. Hanya aku belum menyapaikan terima kasihku kepadamu bahwa kau telah berhasil merampas Leng-ji dari tangan Liok Kong Ji yang jahat.”

Tiang Bu merasa lega. "Syukurlati anak pek-pek sudah selamat. Sekarang dimana adik Leng Leng itu ?"

Sin Hong lalu menceritakan keadaannya. Sampai penat mengelilingi Pulau Pek houw-to belum juga mereka mendapatkan je jak Liok Kong Ji. Kemudian dua rombongan mereka sudah bertemu dan be rkumpul kembali tanpa hasil. Hanya mereka menjadi amat kegirangan terutama sekali Wan Sin Hong dan isterinya ketika melihat Leng Leng sudah berada di situ dibawa oleh Pak Lian dan Ang Lian.

Leng Le ng segera didekap oleh ibunya, dan Wan Sin Hong dengan wajah berseri berkata kepada Pek Lian. "Pek Lian dan Ang Lian, kalian telah berjasa besar mengembalikan anakku. Tak tahu apa  yang harus  kulakukan  untuk membalas budi kalian." Ang Lian yang kenes itu tertawa jenaka. “Hadiah untuk enci Pek Lian hanya satu macam, asal Wan taihiap suka menjodohkannya dengan Tiang Bu, cukuplah …..”

"Ang Lian. tutup mulutmu !" Pek Lian membentak marah, akan tetapi mukanya menjadi merah "Wan-taihiap, harap jangan percaya mulut adikku yang lancang itu. Sebetulnya, kami enci adik mana becus merampas adik Leng dari tangan Liok Kong Ji yang lihai ? Kami berdua hanya mengantarkannya saja ke sini, yang merampasnya dari tangan musuh adalah .......... Tiang Bu.  Kami  berdua berjumpa dengan dia dan dialah yang menyuruh kami membawa adik Leng ke sini sedangkan dia sendiri masih melanjutkan usahanya mencari jejak musuh-musuh kita."

"Bersama seorang gadis cantik sekali akan tetapi lengannva buntung !" Ang Lian menyambung.

"Bi Li.......... !” Wan Sun berseru kaget mendengar ini”. “Betul, nona itu adalah adik saudara Wan Sun ini," kata

pula Ang Lian.

Mendengar ini, Wan Sin Hong segera mengajak Wan Sun dan Bu Kek Siansu untuk menyusul ke daerah batu karang itu. Kawan-kawan yang lain disuruh menanti dan secara bergiliran meronda dengan perahu agar Liok Kong Ji tidak dapat malarikan diri minggst dari pulau.

Demikianlah, setelah akhirnya rombongan tiga orang ini bertemu dengan Tiang Bu, ternyata Bi Li telah tawas dan potongan baju dikubur oleh Tiang Bu. Semua orang menjadi terharu sekali dan diam-diam tahu bahwa Tiang Bu benar- benar amat mecinta Bi Li. Wan Sin Hong merasa menyesal bukan main. Jodoh yang setimpal sekali, pikirnya. Tiang Bu dan Bi Li keduanya keturunan orang-orang jahat akan tetapi menjadi baik dalam asuhan orang-orang baik. Sayang Bi Li meninggal dalam keadaan begini menyedihkan ......

"Kalau begitu penjahat Liok Kong Ji tentu masih menyembunyikan diri." kata Bu Kek Siansu yang semenjak dahulu telah menjadi musuh Liok Kong Ji. "Lebih baik sekarang kita mengerahkan tenaga untuk mencarinya. Kali ini jangan sampai iblis itu bisa meloloskan diri dari tangan kita.”

"Benar apa yang totiang katakan,” kata Sin Hong. “Tiang Bu, apakah kau hendak mencari jejak Liok Kong Ji bersama kami?”

“Biarlah, pek-pek, siauwtit mencari sendiri. Ingin siauwtit berhadapan muka satu lawan satu dengan dia!" jawab Tiang Bu gemas.

Sin Hong maklum akan perasaan hati pe muda yang mengejar-ngejar ayah sendiri ini dan maklum pula bahwa di antara semua yang berada di situ,  kiranya hati  Tiang Bu yang paling panas. Pula, ia percaya bahwa kepandaian Tiang Bu lebih dari cukup untuk melawan Liok Kong Ji.

"Baiklah kalau  begitu.  Cuma  pesanku,  malam  nanti kalau belum juga Liok Kong Ji kita temukan, kau pergilah ke pantai se latan di mana kami semua berkumpul. Kau tentu sudah ingin bertemu dengan yang lain-lain, terutamna sekali adikmu Lee Goat yang sudah amat rinda kepadamu."

Tiang Bu mengangguk-angguk terharu sekali dan ia memandang kepada Wan Sun.

"Adikku yang baik. Aku benar-benar me rasa berbahagia sekali ketika mendengar bahwa Lee Goat menjadi iste rimu. Dia itu adikku, kau juga adikku, be nar-benar perjodohan yang amat menggirangkan hatiku."

Wan Sun hanya bisa memegang pundak Tiang Bu dan memandang tajam. Di dalam lubuk hatinya, Wan Sun menangis sedih. Alangkah akan baiknya kalau Bi Li tidak meninggal dunia dan menjadi jodoh Tiang Bu.

Mereka lalu berpisah dan tiga orang itu meninggalkan Tiang Bu yang masih merasa enggan meninggalkan makam kekasihnya. -oo(mch)oo-

Liok Kong Ji pandai sekali menyembunyikan diri.

Memang sebelum ia dise rbu oleh musuh-musuhnya, Liok Kong Ji sudah mengadakan penyelidikan di Pulau Pek-houw- to dan sudah membuat persiapan terlebih dulu. Ia sudah membuat tempat rahasia yang sukar dilihat dari luar dan di dalam tempat persembunyian ini dia sudah menyediakan bahan makan yang cukup banyak. Orang seperti dia yang banyak musuhnya tentu saja sudah membuat persiapan kalau kalau ia terpaksa be rsembunyi seperti sekarang ini.

Tempat persembunyiannya itu, jangankan orang luar bahkan se lir-selirnya sendiri sekalipun tidak ada yang tahu. Oleh karena itu tak seorangpun di antara selir-selir dan pelayannya dapat memberi tahu ke mana ia bersembunyi.

Usaha Wan Sin Hong dan kawan-kawannya juga usaha Tiang Bu, belum juga berhasil. Tiing Bu sudah datang ke tempat berkumpulnya Wan Sin Hong dan rombongannya. Perte muan yang amat menggembirakan, juga amat mengharukan, terutama sekali pertemuan antara Tiang Bu dan Coa Lee Goat,

Berada di antara orang-orang gagah ini, Tiang Bu teringat akan semua pengalamannya ketika ia masih kecil dan di lubuk hatinya ia merasa kecewa sekali mengapa dia putera Liok Kong Ji yang terkenal jahat dan dimusuhi orang-orang gagah ini. Aku harus dapat membasmi Liok Kong Ji dengan kedua tanganku sendiri pikirnya, agar aku dapat mencuci noda yang didatangkan  oleh  orang yang mengaku ayahku itu. Juga pertemuannya dengan pasangan-pasangan seperti Wan Sin Hong dan Siok Li Hwa, Wan Sun dan Coa Lee Goat, membuat ia makin teringat kepada Bi Li dan memhuat ia berduka.

Sudah dua hari dua malam mereka berada di pulau itu dan setiap hari mencari jejak Liok Kong Ji, namun belum juga orang yang licin itu dapat mereka temukan. “Lebih baik kita pusatkan penjagaan pada pantai saja," Wan Sin Hong menyatakan pendapatnya. "Dan jangan kita mencari-cari lagi. Dengan sembunyi kita mengintai dan meronda di sepanjang pantai agar Liok Kong Ji mengira bahwa kita sudah pergi dari sini. Hanya dengan siasat ini kiranya ia akan keluar dari tempat sembunyinya"

Semua orang menganggap pendapat ini baik sekali, maka tadak lagi diadakan usaha mencari ke dalam pulau, melainkan penjagaan pantai diperkuat.

Hal ini tidak memuaskan hati Tiang Bu dan diam diam ia menemui Wan Sin Hong katanya,

“Wan pek-pek, memang siasat pek-pek baik sekali. Akan te tapi, ijinkanlah siauwte se orang diri mencarinya dengan diam diam menanti sampai ia muncul untuk membekuknya. Mencari beramai-ramai memang amat berisik dan membuat ular itu tidak mau keluar dari sarangnya, akan tetapi kalau seorang saja yang mencari, kiraku tidak akan mengagetkan dia."

Sin Hong tahu bahwa dengan kepandaiannya yang tinggi, Tiang Bu tentu saja merupakan penge cualian. Dengan kepandaiannya itu tentu saja Tiang Bu dapat mencari tanpa terlihat oleh musuh. Maka ia menyatakan persetujuannya dan pergilah Tiang Bu dari pantai, kembali ke pedalaman pulau untuk mencari lagi.

Hal ini terdengar oleh Ciu Lee Tai dan membuat si dogol ini penasaran. “Mengapa dia diperbolehkan dan aku tidak?" katanya pe nasaran. “Biarpun boleh jadi Tiang Bu lihai, akan te tapi bukankah dia itu pute ra sajati dari Liok Kong Ji? jangan- jangan me nyuruh dia mencari sama halnya dengan menyuruh dia memberi peringatan kepada Kong Ji ayahnya lebih berhati-hati dan jangan ke luar dari tempat persembunyiannya.”

Ucapan ini ia keluarkan di depan Ang Lian, karena sering kali dua orang muda ini bercakap, atau lebih tepat lagi. sering kali Lee Tai mencari kes empatan untuk mendekati Ang Lian pada waktu gadis ini berada seorang diri di tepi pantai.

“Huh. omongan apa ini?” bentak Ang Lian cemberut marah. "Se kali lagi kau bicara seperti itu, aku selamanya tidak mau mendengar omonganmu yang busuk lagi. Dia adalah calon cihuku (kakak iparku), kau tahu? Dan kau berani menghinanya ?”

“Eh.......... , oh.......... begitukah.......... ? Jadi enci

Pek Lian.........” sungguh mengge likan sikap Lee Tai ini. Belum apa apa ia sudah menyebut enci kepada Pek Lian, biarpun usianya lebih tua dari pada Pek Lian yang baru berusia dua puluh satu tahun.

"Tutup mulut, jangan kaubicarakan hal ini kepada orang lain. Pendeknya  kau  tidak berhak memburukkan nama Tiang Bu. Dia itu seorang yang tinggi ilmunya, bahkan menurut Wan-bengcu, di  dunia persilatan sekarang ini jarang ada orang yang dapat manandinginya. Kau ini siapa sih? Janjimu untuk menewaskan manusia iblis Liok Kong Ji juga hanya omong kosong belaka,  syaratku itu masih berlaku, kau tahu? Kalau tak dapat mengalahkan Liok Kong Ji. jangan harap aku akan memperdulikanmu lagi !" Setelah berkata demikian dengan cemberut Ang Lian membalikkan tubuh dan meninggalkan Ciu Lee Tai seorang diri di atas batu-batu di pantai itu.

"Adik Ang Lian “

Akan tetapi Ang Lian menengokpun tidak, terus pergi ke pondok di mana ia bermalam dengan Pe k Lian. Rombongan ini memang membuat pondok-pondok darurat untuk melewatkan waktu malam.

"Bait," kata Le e Tai yang menjadi panas hatinya. "kaukira aku tidak dapat berusaha seperti Tiang Bu? Kaukira  aku tidak bisa pergi sendiri mencari Liok Kong Ji dan menantangnya bertanding sampai selaksa jurus Ang Lian.......... Ang Lian.......... kau belum kenal adanya Kang- thouw-ciang Ciu Lee Tai!" Pemuda ini bicara seorang diri sambil menepuk-nepuk dada dan goloknya. Kemudian ia berlari ke pedalaman pulau untuk me ncari Liok Kong Ji.

Ciu Lee Tai memang peenuda yang berhati keras dan bernyali besar. Dia keturunan orang gagah. Ayahnya Ciu Beng, adalah seorang piauwsu (pengawal barang) yang gagah dan terkenal di dae rah Shan-tung. Juga ayahnya berwatak keras dan tak mau kalah, namun jujur den memiliki jiwa ksatria. Oleh karena wataknya yang keras, adil dan jujur inilah maka mereka banyak dimusuhi oleh penjahat- penjahat di dunia  liok-lim. Biasanya, sebagian  besar piauwsu mempergunakan cara-cara halus menghadapi para perampok, yaitu dengan jalan memberi "uang jalan" atau juga disebut uang sewa jalan, pendeknya semacam care menyuap agar perampo k-perampok itu tidak mengganggu barang yang dikawalnya. Akan tetapi Ciu Beng tidak sudi melakukan cara ini. Dia mengawal mengandalkan kegagahannya, mengandalkan tajamnya golok.

"Seorang piauwsu adalah seorang pengawal dan tugas seorang piauwsu adalah mengawal dan melindungi barang kiriman dengan taruhan nyawa. Ada perampok menghadang harus dibasmi, selain demi melindungi barang juga demi mengamankan kehidupan rakyat jelata. Ini baru gagah namanya!” Demikian Ciu Be ng sering menyatakan pendapatnya.

Wutaknya yang keras dan tidak mau berkompromi dengan para penjahat itu akhirnya mendatangkan

malapetaka bagi rumah tangganya. Sekawanan perampok yang menaruh dendam, menyerbu rumahnya, membakar rumah itu dan di dalam pertempuran hebat Ciu Beng dan isterinya tewas terbunuh oleh orang-orang jahat, meninggalkan anak tunggal mereka yaitu Ciu Lee Tai yang baru berusia sepuluh tahun. Ciu Lee Tai mewarisi watak ayahnya. Se jak kecil ia sudah gemar akan ilmu silat dan sudah mewarisi dasar-dasar ilmu silat ayahnya. Setelah ia menjadi  yatim piatu dan  harta benda ayahnya habis terbakar, ia lalu menjadi seoring bocah gelandangan, tiada sanak kadang tiada penolong. Namun sejak berusia sepuluh tahun, ia sudah memperlihatkan

keteguhan hati sebagai seorang calon pendekar. Ia tidak sudi melakukan perbuatan jahat seperti mencuri dan lain-lain, tidak sudi pula mangemis makanan biarpun perutnya sudah kelaparan. Sebaliknya ia bekerja apa saja yang orang mau mempergunakan tenaganya. 

Berkat kejujuran dan kerajinannya, ia dapat membawa diri, dapat memelihara diri sendiri sampai dewasa. Juga ia tidak melupaka kegemarannya akan ilmu silat. Terus ia melatih diri dan setiap kali ia mendengar akan adanya seorang guru silat yang pandai, biarpun tempatnya jauh, ia rela kehilangan pekerjaannya, meninggalkan tempatnya dan pe rgi ke kota tempat tinggal guru silat itu. Ia rela menjadi bujang atau penyapu lantai di rumah guru silat itu hanya untuk menerima pelajaran ilmu silat dengan cuma-cuma.

Memang bagi orang bersemangat dan bers ungguh- sungguh, terbentang jalan luas menuju ke pantai cita cita. Biarpun dengan susah payah, akhirnya Ciu Lee Tai berhasil juga memiliki ilmu silat yang lumayan, bahkan ia telah mempelajari ilmu golok yang dulu menjadi andalan ayahnya. Para orang gagah di dunia kang-ouw amat suka kepadanya karena selain jujur dan ringan tangan, juga Lee Tai amat rajin. Biarpun dalam urusan lain ia nampak dogol , namun dalam mempelajari ilmu silat ia termasuk golongan pandai dan cerdik, cepat me ngerti. Ini pula yang menyebabkan Wan Sin Hong sampai menurunkan beberapa macam  ilmu pukulan kepadanya.

Sifat baik lain yang ada pada diri Lee Tai ada hubungannya dengan kematian ayah bundanya. Pemuda ini amat benci kepada perampok dan setiap kali ia mendengar ada perampok, ia lalu me rcari dan tidak mau berhenti sebelum dapat membasmi perampok-perampok itu sampai ke akar-akarnya. Tadinya ia membabi-buta, akan tetapi pengalamannya dan pergaulannya dengan orang-orang gagah di dunia kang-ouw membuka matanya sehingga dia dapat mambedakan antara perampok-perampok yang memang benar jahat dan perampok-perampok yang

sebetulnya menjadi pembela-pembela rakyat, karena yang dirampok oleh mereka itu hanya pembesar-pembesar korup dan bangsawan se rta hartawan keji, kemudian hasil rampokan diberikan kepada rakyat miskin. Seperti halnya Huang-ho Sian-jin, kakek yang menjadi datuk bajak ini mendapat penghargaan tinggi di mata Lee Tai. Apa lagi karena Huang ho Sian-jin adalah ayah dari Ang Lian.

Di Shantung, nama Cui Lee Tai sudah terkenal dari kegagahan serta ke jujuran dikagumi orang, biarpun di samping kekaguman ini juga orang selalu tertawa kalau bicara tentang dia karena ia dianggap lucu.

Demikianlah riwayat singkat dari Ciu Lee Tai yang sekarang pergi seorang diri ke dalam hutan di Pulau Pek- houw-to untuk mencari Liok Kong Ji. Hatinya masih panas karena ucapan-ucapan Ang Lian, gadis yang membetot hatinya itu. Karena panas ia menjadi marah dan dengan nekat ia berjalan terus memasuki hutan sambil berteriak- teriak !

"Liok Kong Ji, keluarlah kalau kau jantan. Mari bertanding selaksa jurus dengan tuanmu Kang-thouw-ciang Ciu Lee Tai !”

Sampai serak tenggorokannya dan sampai lelah kakinya, belum juga Liok Kong Ji muncul atau menjawab. Akhirnya ia menjadi marah kepada Tiang Bu ketika ia teringat akan

kata-kata Ang Lian yang memuji-muji dia membela Tiang Bu sebaliknya mencelanya. Ia berteriak lagi, kini mencela nama Tiang Bu. "Tiang Bu, kau orang apa? Hanya anak bangsat Liok Kong Ji. Mana bisa lebih lihai dari aku? Anak srigala tak mungkin menjadi domba. Bapaknya jahat anaknya tentu jahat pula!"

Makin diingat hatinya makin panas. Tiang Bu anak penjahat Liok Kong Ji bagaimana bisa diterima menjadi calon jodoh Pek Lian dan bahkan Ang Lian agaknya suka kepada Tiang Bu? Sedangkan dia keturunun orang gagah, selalu dicela oleh Ang Lian ! Padahal apakah Tiang Bu itu? Mukanya tidak tampan, pendiam tak pandai bicara, agak angkuh.

“Hei. Tiang Bu! Kalau kau betul gagah dan mau membela ayahmu, kau juga majulah bersama  Liok Kong  Ji. Kaukira aku orang she Ciu takut dikeroyok dua??” ia berteriak-teriak seperti orang kemasukan setan untuk mengumbar kemarahan dan kemendongkolan hatinya. 

Setelah keluar dari hutan itu, ia tiba lagi di pantai laut, di bagian yang penuh batu-batu karang tinggi dan aneh-aneh bentuknya. Ia lelah sekali dan mengaso,  duduk di  atas sebuah batu yang licin. Hatinya masih mengkal, akan tetapi juga agak bingung. Ia me rasa amat lapar dan panas, untuk kembali di tempat rombongannya, ia tidak tahu jalan lagi.

"Celaka." katanya keras-keras. "Gara Kong Ji dan Tiang Bu ayah anak keparat aku harus bersengsara !" Karena marah dan kesal tanpa disadarinya ia mendorong- dorong batu karang di sebelah kanannya sambil memaki-maki nama Kong-Ji.

Tiba-tiba ia berteriak kaget karena batu karang besar itu tiba-tiba berbunyi dan sebuah pintu terbuka pada batu karang itu! Ternyata bahwa ia telah mendorong dan menyentuh alat rahasia tempat persembunyian Liok Kong Ji.

Sebelum hilang kagetnya, tahu-tahu ia telah berhadapan dengan seorang laki-laki tinggi kurus setengah tua yang bermata tajam bukan main. Ciu Lee Tai sampai hampir terjengkang saking kagetnya.

“Kau ……. kau setankah .......... ?” tanyanya saking gugup melihat tahu-tahu ada orang di depannya..

Liok Kong Ji tertawa. Ia tadi telah mendengar makian- makian orang ini dan ia yang cerdik dapat menduga bahwa ia berhadapan dengan seorang anggauta rombongan Wan Sin Hong, seorang muda yang dogol.

"Aku lebih tinggi dari pada setan, akulah penunggu pulau ini. Kau siapakah dan apa

maksud kedatanganmu ?”

Lee Tai kaget bukan main, ia setengah percaya setengah tidak. Pe nunggu pulau berarti sebangsa dewa atau iblis, bagaimana bisa  muncul di tengah hari? Kalau mantissa biasa, mengapa tiba-tiba keluar dari dalam batu karang?

"Aku aku Ciu

Lee Tai, hendak mencari Liok Kong Ji untuk menangkapnya,” katanya gagah.

Liok Kong Ji tertawa

geli. "Kan ..... ? Hendak menangkap Liok Kong Ji? Apa kau sudah tahu bahwa Liok Kong Ji itu kepandaiannya tinggi sekali. lebih tinggi dari pada kepandaian gurumu?"

Lee Tai menepuk dadanya "Aku tidak takut !  Tak mungkin orang semacam dia lebih lihai dari guruku padahal guruku yang terakhir adalah Wan bengcu." "Ha ha ha, orang dogol. Aku sendiri belum tentu dapat nienangkan Liok Kong Ji. Hendak kulihat sampai di mana sih tingtat kepandaianmu maka kau berani me nyombong berteiak menangkap Liok Kong Ji ?" Tiba-tiba tangannya bergerak menampar ke depan.

Ciu Lee Tai cepat menangkis sambil mengerahkan tenaganya untuk memamerkan Kong thouw ciang (Kepalan Baja). Akan tetapi ia menangkis angin  dan tahu-tahu kakinya kedua-duanya terangkat membuat ia terengkang ke belakang dan bergulingan. Kepalanya sebelah kiri benjol sebesar telur ayam karena menumbuk batu.

Ia melompat berdiri sambil memandang denganmata “Eh, kau pakai ilmu siluman !"

Kong Ji tersenyum mengeiek, penuh hinaan dan juga geli. "Biagaimana kau bilang aku pakai ilmu siluman ?"

"Kalau memang berkepandaian, adu tebalnya kulit kerasnya tulang, jangan main je gal-jegalan se cara curang!” Tanpa menanti jawaban, Lee Tai menyerang lagi, kini ia memukul dengan tangan kanannya yang keras ke arah dada Kong Ji.

“Blekkk !"

Lee Tai merasakan kepalanya puyeng saking sakitnya kepalan  tangan  kanannya  yang berte mu dengan  dada  Kong Ji.  Mulutnya  yang hendak menjerit kesakitan  ia tahan- tahan, sampai ia menggigit bibirnya, pringisan seperti orang sakit mules. Tulang-tulang lengan kanannya seperti ditusuki jarum!

"Kau ...... kau bukan manusia "

Kong Ji tersenyum. "Bocah  bodoh,  baru sekarang kau mau mengaku. Memang aku bukan  manusia  biasa, melainkan pertapa yang sudah ratusan tahun be rada di sini. Kepandaian seperti kau miliki itu mana bisa untuk melawan Liok  Kong Ji?" Akan tetapi Lee Tai berpikir lagi. Mungkinkah ia

berjumps dengan setan? Ah, jangan-jangan ia ditipu, jangan- jangan orang in menggunakan akal untuk menerima pukulannya tadi.

"Barangkali kau memakai baju besi di balik bajumu itu !”

Liok Kong Ji sudah mempunyai siasat untuk menggunakan si dogol ini, maka ia berlaku sabar sekali,

tidak seperti biasanya. Kalau dalam keadaan biasa, ia tidak terjepit seperti sekarang, te ntu dengan satu pukulan saja akan menghabiskan nyawa orang ini. Ia membuka bajunya, memperlihatkan dadanya yang tidak terlindung apa-apa.

"Kau masih penasaran?" tanyanya.

Lee Tai betul-betul meras a heran. Memang ia masih penasaran karena biasanya, tangannya ampuh sekali.

"Kalau kau masih penasaran, boleh kau memukul atau menendangku tiga kali lagi tampa aku mengelak atau menengkis."

Lee Tai membelalakkan matanya. "Betul betul kau tidak akan mengelak ? Bagaimana kalau aku  me mukul atau mene ndang bagian tubuhmu yang berbahaya?"

Kong Ji memang sedang berusaha menundukkan orang ini untuk dipakai pembantu menyembunyikan diri, maka ia mengangguk. "Boleh kaupukul atau tendang di mana saja. aku takkan mengelak atau menangkis. Kalau aku mengaduh sedikit saja, anggap aku kalah"

"Orang tua, kau sendiri yang menantang, Jangan bilang aku Ciu Lee Tai seorang pemuda curang. Awas, aku akan menyerang bagian tubuhmu yang lemah, apa kau berani?"

"Serang saja, serang sampai tiga kali !" kata Kong Ji tersenyum.

Lee Tai lalu me ngerahkan tenaganya dan mengirim pukulan dua kali dengan ke dua kepalan tangannya. Tangan kanannya menghantam leher sedangkan tangan kirinya menjotos lambung. Pukulan -pukulun ini hebat sekali, apa lagi pukulan tangan kirinya yang menjotos lambung karena tangan kirinya masih belum terluka, tidak seperti tangan kanannya yang sudah merah membiru akibat pukulannya pertama tadi.

"Bukk! Plak!" Berturut turut kedua kepalan tangannya mengenai sasaran dengan jitu.

Akan tetapi, seperti juga tadi, Kong Ji tidak bergeming, sebaliknya Lee Tai tak dapat menahan lagi, mengaduh-aduh dan kedua tangannya digoyang-goyangkan ke kanan kiri karena terasa sakit-sakit, linu dan panas sekali.

“Masih boleh satu kali lagi, orang muda,” kata Kong Ji. Karena penasaran dan rasa sakit, Lee Tai menjadi marah.

Kakinya menendang, tadinya hendak menendang ke arah

anggauta yang paling lemah akan tetapi karena memang pada dasarnya Lee Tai bukan manusia curang ia merasa malu sendiri kalau mempergunaka kesempatan untuk membinasakan orang yang tidak berdosa, masa kakinya menyeleweng dan menendang perut.

"Blekk !”

Akibatnya hebat sekali, Lee Tai meras a kakinya sepe rti menendang bola  baja sampai-sampai  ia merasa tulang tulang kakinya merasa remuk. Sambil pringisan kesakitan ia berjingkrak-jingkrak, berloncatan dengan kaki kirinya dan mengaduh-aduh, akhirnya ia menjatuhkan diri berlutut di depan Kong Ji. Pemuda dogol ini sekarang menjadi takluk benar-benar.

"Selama hidup baru kali ini bertemu manusia sakti seperti locianpwe yang mulia Mohon diberi petunjuk agar teecu me mpunyai kepandaian seperti lo cianpwe dan dapat mengalahkan  Liok Kong Ji"

"Ha, agaknya kau amat membenci orang she Liok itu. Ada permusuhun apakah antara kau dengan dia?" tanya Kong Ji. “Sebetulnya teecu tidak mempunyai urusan pribadi dengan dia, hanya kekasih teecu mengajukan syarat bahwa dia mau menerima pinangan teeecu kalau teecu dapat mengalahkan Liok Kong Ji " Lee Tai yang jujur kini sudah menaruh kepercayaan seribu prosen kepada "manusia sakti" ini, maka dengan jujur iapun mengutarakan isi hatinya.

Kong Ji mengangguk angguk. "Aku suka kepadamu dan aku mau memberi pelajaran ilmu silat dan memberi sebuah kitab yang kalau kau sudah pelajari, seribu orang Liok Kong Ji kiranya takkan mampu melawanmu."

Lee Tai girang sekali dan buru-buru ia mengangguk anggukkan kepalanya menghaturkan terima kasih.

"Teeeu bersumpah akan mentaati perintah locianpwe."

Kong Ji adalah seoring yang mempunyai tipu muslihat licik sekali.  Satu kali bertemu ia sudah dapat  mengenal watak Lee Tai, dan ia tahu bahwa betapapun dogolnya pemuda ini, namun kejujuran Lee Tai adalah aseli dan tentu pemuda ini menolak perintahnya untuk melakukan sesuatu yang berlawanan dengan suara hatinya sendiri. Oleh karena itu ia mengambil jalan lain dan berkata,

"Permintaanku hanya satu, yaitu kau jangan bilang kepada siapapun juga tentang diriku di sini. Aku sudah puluhan tahun tidak bertemu dengan manusia, dan dengan kau aku suka memperlihatkan diri oleh karena kita berjodoh dengan aku. Maukah kau bersumpah takkan mengatakan kepada siapapun juga bahwa aku berada di sini dan takkan membuka mulut tentang pertemuan ini?”

“Teecu bersumpah takkan bicara pada siapapun juga tentang lo-cianpwe."

"Bagus, aku percaya kepadamu, karena kalau kau melanggar tentu aku akan datang mengambil nyawamu. Sekarang te ntang hal lain. Tadi aku mendengar kau menyebut-nye but nama Tiang Bu, apa kau tidak tahu bahwa Tiang Bu itu adalah anak Liok Kong Ji dan bahwa sekarang Tiang Bu membantu ayahnya itu untuk bersembunyi ?”

Mata Lee Tai terbelalak kaget. “Betulkah itu, locianpwe"

"Aku selamanya tidak pernah membohong. Aku melihat sendiri be tapa Tiang Bu bercakap-cakap dengan Liok Kong Ji dan sambil menangis di depan ayahnya, pemuda itu menyembunyikan Liok Kong Ji di suatu tempat yang tak mungkin didapatkan oleh orang lain. Kau tak perlu sibuk, lebih baik kauberitahukan hal ini ke pada Wan Sin Hong dan

yang lain-lain agar Tiang Bu itu ditangkap dan dipaksa

mengaku di mana adanya Liok Kong Ji. Tentu dia bisa memberi tahu.”

"Tentu saja ! Tentu tee cu akan memberitahukan kepada Wan bengcu dan yang lain-lain. Memang teecu sudah bercuriga. Mana ada srigala ”

"Sst, cukup. Tak perlu memaki di depanku. Akan tetapi, kare na kau sudah bersumpah takkan menyebut-nyebut namaku, kaupun harus menceritakan bahwa kau melihat dengan matamu sendirl pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji. Jangan kau menyebut-nyebut tentang aku.”

“Tentu teeeu mengerti, dan teee u akan melaksanakan semua perintah lo cianpwe. Hanya teecu mohon pelajaran Ilmu silat untuk melawan Liok Kong Ji.”

Kong Ji mengeluarkan sejilid kitab kuno dari saku bajunya.

“Kitab ini adalah pelajaran Ilmu Pedang Swat-lian-kiam- coan-si, kalau kau me mpelajarinya, ilmu pedang ini dapat membuat kau menjadi seorang sakti. Akan tetapi jangan sampai kitab ini terlihat oleh orang lain, apa lagi oleh Tiang Bu sebelum pemuda itu tertangkap. Dia amat jahat dan tentu kitab ini akan dia rampas!”

Bukan main girangnya hati Ciu Lee Tai. Ia percaya seratus prosen bahwa dengan kitab itu tentu ia akan dapat menjadi seorangsakti, dapat melawan Liok Kong Ji sehingga ia dapat diterima dengan senyum manis ole h Ang Lian.

Sekali saja ia membuka kitab itu, ia me ngerti bahwa itu

memang sebuah kitab ilmu silat yang hebat sekali. Memang, dalam hal-hal lain Lee Tai boleh jadi dogol dan bodoh, akan tetapi dalam ilmu silat otaknya memang ence r dia dapat membedakan ilmu silat yang baik. Dengan girang Lee Tai menghatutkan terima kasih. Lalu timbul kekhawatirannya kalau-kalau orang sakti ini bertemu dengan Liok Kong Ji dan menggunakan kepandaian me mbunuh musuh besar itu, mendahuluinya. Moka ia cepat berkata,

“Locianpwe, harap lo cianpwe jangan mengganggu Liok Kong Ji dulu, biar teecu mempelajari ilmu pedang ini dan teecu sendiri yang akan me mbekuknya !”

Dapat dibayangkan betapa geli hati Liok Kong Ji setelah mempermainkan Lee Tai mendengar ucapan ini. Akan tetapi iapun tidak berani  muncul  terlalu lama.  Saking gelinya  ia tak dapat menahan gelak tawanya dan tiba-tiba ia berkelebat le nyap dari depan Lee Tai yang tentu saja menjadi makin kagum dan heran. Ah, benar-benar dia seorang dewa, pikirnya, dan cepat-cepat menyembunyikan kitab itu ke dalam bajunya.

Lee Tai yang tadinya kegirangan itu medadak menjadi kaget dan gelisah ketika  ia  te ringat  bahwa  ia berada  di tengah pulau dan t idak tahu ke  mana  jalan  untuk kembali ke tempat rombongannya ! Ia sudah menjadi bingung dan tidak tahu lagi mana selatan mana utara, mana barat mana timur. Akhirnya ia mendapatkan akal juga. Rombongan itu berada di pantai pulau, kalau aku terus mengikuti sepanjang pantai masa tidak akan mendapatkan mereka ?

BerpikIr demikian, pemuda ini lalu cepat-cepat berjalan ke kanan, terus saja berjalan ke depan tidak membelok ke mana-mana lagi. Tentu saja akhirnya ia sampai juga ke partai. Girang hatinya melihat air laut membiru terbentang di depannya. Ia lalu berjalan megikuti pantai dengan laut di sebelah kirinya. Untuk menghilangkan kssalnya, ia kadang- kadang membuka lembaran kitab itu dan mulai mempelajari isinya. Jelek- jelek Lee Tai juga pandai membaca karena dahulu ia telah belajar pula membaca. Sayang

ke pandaiannya dalm hal membaca ini kurang sempurna sehingga sering kali ia harus mengasah otak untuk memecahkan arti sebuah huruf yang kelihatan asing baginya.

Selagi ia enak berjalan, tiba tiba ia mendengar suara wanita tertawa. ia cepat me nengok ke kiri dan Ang Lian

dan Pek Lian mendayung perahu tak jauh dari pantai, melihat kepadanya dan tertawa-tawa.

"Hee, Ciu twako ! Kau sedang mencari Liok Kong Ji atau sedang berjalan-jalan makan angin laut ?" te gur Pek Lian.

Lee Tai cepat me nyimpan kitabnya dan kelihatan senang bukan main, me lambai-lambaikan kedua tangannya kepada dua orang gadis itu.

"Enci Pek Lian dan adik Ang Lian       Kebetulan sekali

berjumpa dengan kalian di sini ! Aku sedang bingung bagaimana bisa kembali ke tempat romboogan kita. Enci Pek Lian, kaubawalah aku pulang ”

Pek Liao tersenyum, tidak menjawab, Ang Lian cembe rut dan bertanya.

"Apakah sudah bertemu dengan Liok Kong Ji ?"

Lee Tai menggeleng kepala. "Belum, akan tetapi aku mendengar hal penting sekali, tentang dia dan Tiang Bu!”

Mendengar orang bicara tentang Tiang Bu, Pek Lian cepat mendayung perahu ke  te pi  dan  meloncat ke  darat,  diikuti oleh Ang Lian yang menyeret perahu ke pinggir.

"Mendengar hal penting apa? Lekas ce ritakan. Ciu- twako." Pak Lien mendesak karena ia sudah ingin sekali mendengar tentang Tiang Bu yang pergi seorang diri mencari Liok Kong Ji. “ Apa dia sudah berhasil merobohkan Liok Kong Ji ?”

Muka Lee Tai menjadi pucat dan ia nampak bingung. Ia tadi ketika melihat Ang Lian me njadi begitu girang sampai ia lupa akan pesan "dewa" itu. Sekarang ditanya oleh Pak Lian, ia tidak dapat segera menjawab. Bagaimana ia bisa menerangkan tanpa menyebut orang sakti itu? Untuk

be rbohong bahwa dia melihat sendiri pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji, ia tak sanggup. Selamanya Lee Tai memang tidak biasa membohong.

“Aku mendengar dari orang lain.” katanva jujur. Akhirnya ia mengambil keputusan  untuk mengaku saja mendengar dari orang lain tanpa menyinggung orang sakti itu. “Aku mendengar bahwa Tiang Bu sudah mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji. Tiang Bu agaknya ingat ke pada ayahnja yang sejati dan menghianati kita, ia bantu menyembunyikan  Liok Kong Ji!"

"Tak mungkin.......... !" Pe k Lien membentak keras sampai Lee Tai me njadi kaget.

Ang Lian meloncat maju menghadapi Lee Tai. Sepasang mata gadis ini yang bening dan tajam menatap wajah Lee Tai penuh selidik dan pertanyaan, membuat hati pemuda itu

be rdebar-debar keras.

"Kau bicara se mbarangan apa lagi? Mana bisa Tiang Bu menyembunyikan iblis itu? Tiang Bu mencari-e ari untuk membunuhnya.

"Apa anehnya?” jawab Lee Tai. "Hal itu sudah sewajarnya.

Bukankah Liok Kong Ji itu ayahnya ?”

"Apa kau melihat sendiri hal itu?” desak Ang Lian.

Lee Tai menjadi bingung. “Tidak, aku aku mendengar dari orang lain."

"Bodoh, mau percaya saja. Siapa orang yang bilang kepadamu ?" Lee Tai makin bingung. Biarpun ia agak dogol, akan tetapi pemuda ini berhati keras dalam hal kejujuran dan kesetiaan. Biarpun terhadap Ang Lian ia mau dan rela melakukan apa saja, bahkan kalau perlu mengorbankan nyawanya, akan tetapi dalam hal melanggar janji apa lagi sumpah, ia pantang !

"Aku mendengar dari orang lain dan.......... dan aku tidak bisa mengatakan siapa orang itu Aku tidak

mengenalnya."

“Kau.......... kau bohong!” Pak Lian membentak marah.

Lee Tai boleh jadi dogol den agak bodoh, akan tetapi ia tidak mau dihina. “Selamanya aku tidak membohong! Lebih baik aku mati dari pada membohong!" jawabnya tegas.

Diam diam ada sinar girang dan kagum berpancar keluar dari mata Ang Lian, dan gadis ini berkata agak hal us, "Boleh jadi kau tidak membohong, akan tetapi sudah pasti orang itu membohongimu. Mengapa  kau  tidak mau Mengapa  kau tidak mau bilang siapa dia? Di dalam pulau ini mana ada orang lain ?"

"Adik Ang Lian, aku.......... aku tidak bisa mengatakan siapa dia."

"Hemmm, kau agaknya me lindungi dia,” Ang Lian berkata marah.  "Hayo enci,  kita  pergi, jangan  perdulikan si  tolol  ini." ia melompat  ke  dalam perahu, juga Pek Lian naik ke dalam pe rahu dan mereka mendayung pe rahu itu ke tengah.

"Tunggu dulu ! Aku ikut pulang !"

"Orang sedogol kau lrbih baik jalan kaki,” Ang Lian be rkata dan mendayung perahu makin ce pat.

"Ang Lian …… aku tidak tahu ke mana aku harus pe rgi untuk pulang ke tempat rombongan kita!” Lee Tai mengeluh. Ang Lian dan Pe k Lian tidak menjawab.

Lee Tai makin bingung. akan tetapi akhirnya timbul juga ingatannya bahwa tentu dua orang gadis itupun hendak pulang. Melihat pe rahu mereka itu me nuju ke kanan, iapun melanjutkan perjalanannya karena yakin bahwa tantu di jurusan itu letaknya tempat rombongan  mereka. Dalam hal ini memang ia berpikir tepat. Ternyata tempat berkumpulnya rombongan itu hanya lima belas li lebih dari tempat pertemuannya dengan dua orang gadis itu.

-oo(mch)oo-

Dari manakah dua orang gadis itu? Mereka ini bertugas untuk membawa perahu mengelilingi Pulau Pek-houw-to untuk menjaga dan mengawasi kalau-kalau Liok Kong Ji berusaha minggat dari pulau itu.

Dua orang gadis inipun seperti Lee Tai menyimpan sebuah rahasia. Rahasia hati masing-masing. Diam-diam mereka sering kali bercakap-cakap te ntang Tiang Bu dan Lee Tai. Setelah melthat watak dan gerak gerik Lee Tai, biarpun pemuda tampan itu bodoh namun amut jujur dan bernyali besar. Hal ini membuat Ang-Lian yang centi l dan lincah itu tertarik  hatinya  dan  ia  mengaku te rus  terang kepada encinya. Sebaliknya, biarpun di hadapan orang lain tak pernah membuka mulut, terhadap adiknya, Pek Lian juga berte rus terang bahwa ia jatuh hati kepada Tiang Bu yang gagah perkasa.

Tentu saja berita yang di!erima oleh mereka dari Lee Tai itu amat menggelisahkan hati  mereka. Pek Lian gelisah sekali karena kalau hal itu be tul-betul, Tiang Bu tentu akan dimusuhi oleh Wan Sin Hong dan tokoh-tokoh lain sebagai seorang pengkhianat. Sebaliknya Ang Lian menjadi gelisah karena Lee Tai membawa berita buruk ini.

Setelah tiba di tempat rombongan, Pek Lian dan Ang Lian menemui ayah mereka dan kepada kakek ini mereka bercerita tenting berita buruk yang mereka dengar dari  Le e Tai. Huang-ho San jin terkejut dan kakek ini mengangguk- angeuk. "Sungguh berita ini agak tak masuk di akal, akan tetapi Lee Tai itu boleh dipercaya omongannya. Baiknya bukan dia sendiri yang melihat pertemuan antara Tiang Bu dan Liok Kong Ji, sehingga masih banyak se kali kemungkinan ia mendengar berita bohong. Anehnya, siapakah orang di dalam pulau yang menyampaikan berita itu kepadanya ?"

"Mungkin seorang pelayan Liok Kong Ji yang masih berkeliaran dan belum tertangkap," kata Pek Lian.

"Akan tetapi, semua selir dan pelayan sudah kita suruh keluar dari pulau ini dan kita membiarkan mereka membawa harta benda Liok Kong Ji. Andaikata ada seorang pelayan yang masih berkeliaran, me ngapa kita tak pernah melihatnya ? Padahal kita sudah mencari Liok Kong Ji di seluruh pulau," kata Ang Lian.

Huang-ho Sian jin menepuk nepuk jidatnya. "Betul juga !

Orang macam Liok Kong Ji mana kuat hidup menderta, seorang diri bersembunyi dari kejaran kita. Tentu ia sudah berhasil membawa seorang pelayan untuk melayaninya di dalam tempat persembunyian itu. Bagus sekali ! Kalau begitu, Lee Tai tentu dapat membawa kita ke tempat

pe rsembunyian Liok Kong Ji.”

"Akan tetapi, ayah. Agaknya si dogol i tu tidak mau memberi tahu tentang orang yang menyampaikan berita itu kepadanya, lebih baik menanti sampai dia sendiri menyampaikan berita itu kepada Wan-bengcu. Nanti kita baru menyampaikan pandangan ayah ini."

Huang-ho Sian-jin me ngangguk-angguk. Kakek ini bermata awas dan sebagai seorang ayah yang sudah usia lanjut dan banyak pengalamannya, tentu saja ia dapat mengetahui hati anak-anaknya. Tanpa diberi tahu oleh siapapun juga, ia tahu babwa Pek Lian jatuh hati  kepada Tiang Bu dan bahwa Ang Lian juga tertarik pada Lee Tai. Ia mengerti pula akan maksud ucapan Ang Lian tadi, yaitu agar supaya Ang Lian tidak dianggap mendahului Lee Tai dan melaporkan halnya kepada Wan Sin Hong. Terhadap kedua orang pemuda pilihan dua orang puterinya itu, memang Huan ho Sian-jin sudah penuju sekali, tinggal menanti perantara.

Dengan bersungut sungut karena tidak dibawa oleh Pek Lian dan Ang Lian, Lee Tai tiba di tempat berkumpulnya rombongan itu. Kedatangannya disambut oleh senyuman Wan Sin Hong yang bertanya,

"Bagaimana hasil penyelidikanmu, Lee Tai ?” Merah muka Lee Tai.

"Wan bengcu, biarpun teecu belum bertemu muka dengan Liok Kong Ji, namun teecu membawa berita yang amat penting sekali.”

Pek Lian, dan Ang Lian saling lirik dan Huang-ho Sian-jin menatap wajah pemuda pilihan Ang Lian ini dengan penuh perhatian untuk melihat apakah pemuda ini membohong atau tidak. Akan tetapi wajah yang tampan itu polos saja, sama sekali tidak membayangkan kebohonpan. Juga ketika berkata demikian Lee Tai melirik kepada Pek Lian dan Ang Lian. Ia girang juga bahwa ternyata dua orang gadis itu tidak mengadu sesustu di depan Wan Sin Hong.

“Be rita penting apa? Coba ceritakan. Apakah kau melihat jejak Liok Kong Ji ?”

"Tidak, Wan bengcu. Hanya aku mendengar dari orang yang tak kukenal bahwa Tian Bu telah mengadakan pertemuan dengan Liok Kong Ji. dan Tiang Bu telah membantu ayahnya bersembunyi. Kalau hendak mengetahui di mana adanya Liok Kong Ji, mudah saja,  tanya  kepada Tiang Bu dan dia tentu akan dapat memberi tahu, kalau dia tidak melindungi ayabnya !’

Wajah Sin Hong berubah. Berita ini hebat. Saketika itu juga ia meragukan kebenaran berita ini. "Aku mendengar dari orang lain yang tidak klukenal dan tidak dapat kuce ritakan kepada siapupun juga, Wan.bungcu," jawab Lee Tai terus terang sambil menundukkan mukanya.

“Lee Tai, kau jangan berlaku sembrono, dan pikirlah baik-baik. Beritamu ini merupakan dakwaan yang amat berat bagi Tiang Bu. Kalau kau melihat Tiang Bu benar mengadakan sekongkol dengan Kong Ji, meli hat dengan mata sendiri, tentu aku percaya dan  akan  kutanyai  Tiang Bu. Akan tetapi mendengar dari orang lain, ini masih meragukan. Apa lagi kau tidak mau menceritakan siapa adanya orang pembawa barita buruk itu. Kalau beritamu itu tidak betul, bukankah berarti k menanam permusuhan

de ngan Tiang Bu ?”

Lee Tai diam saja. Terbayang wajah orang sakti itu yang melihat sikap dan kesaktiannya tak mungkin membohong. De ngan berani maka ia lalu berkata:. "Berita itu tidak bohong. biarpun teecu tidak melihat dengan mata sendiri namun teecu menanggung kebenarannya !”

Semua orang melengak, juga Wan Sin Hong. Pendekar ini sudah mengenal watak Lee Tai yang jujur sekali dan tidak pernah membohong, dan melihat sikap pemuda ini, be nar- benar mencurigakan.

"Lee Tai, kau kelihatan sudah amat percaya kepada orang itu dan kau melindungi dia, kau tidak mau menceritakan dia itu siapa, sedikitnya kau bisa  mengatakan  mengapa  kau tidak berani mengaku siapa dia.”

"Hal itupun menyesal sekali teecu tidak dapat menceritakan. Yang terpenting adalah tentang Liok Kong Ji. Setelah kita mengetahui bahwa Tiang Bu mengerti tempat sembunyi me ngapa kita tidak bertanya kepadanya ?”

Sin Hong diam saja, menjadi bingung. Isterinya Siok Li Hwa yang amat cerdik berkata, "Lee Tai tentu telah berj anji kapada orang itu untuk merahasiakan keadaannya. Kalau tidak demikian, tidak nanti Lee Tai bersikap seperti ini. Hemm, menarik sekali orang ini "

Mendengar ini, Lee  Tai makin menundukkan mukanya dan menjawab, “Tepat sekali apa yang dikatakan oleh toanio. Dan bagi Lee Tai, memegang janji lebih berharga dari pada nyawa !”

Huangho Sian-jin beasts keras, "Pertemuan Ciu sicu dengan orang yang membawa berita itu sungguh baik sekali. Menurut dugaanku, orang itu tentulah seorang pe layan dari Liok Kong Ji. Buktinya, ketika kita mengusir semua pelayan, di pulau sudah tidak ada siapa-s iapa lagi dan ketika kita mencari-cari Liok Kong Ji, juga tidak melihat seorangpun manusia di pulau.  Sekarang muncul  orang ini, tentu dia itu pe layan yang dibawa bersembunyi oleh Liok Kong Ji dan sengaja menjual obrolan kosong. Kalau sekarang Ciu-sicu mau membawa kita menemui orang itu dan menangkapnya, tentu kita dapat menemukau Liok Kong Ji !"

“Tidak........... tidak .......... !" Lee Tai capat menjawab. "Tak mungkin dia itu pelayan Liok Kong Ji, tak mungkin ! Dan lebih baik aku dipulkul dari pada harus membuka rahasia orang itu.” Sete lah berkata demikian, pemuda ini pe rgi dari situ, me nuju ke tempat sunyi di tepi pantai dan duduk di atas batu karang.

Peng Soan tojin, tosu gemuk dari Te ng san pai adalah seorang yang suka akan kejujuran. Ia dapat memaklumi isi hati Lee Tai, maka ia berkata,

"Betapapun juga, kira harus menghargai kejujuran Ciu- sicu. Kalau dia bermaksud jelek dengan sikapnya merahasiakan orang itu, tentu dia sama sekali tidak akan bercerita dan kita pun tidak akau tahu akan peeremuannya dengan orang itu. Juga kecurigaannya terhadap Tiang Bu, beralasan. Kita semua sudah me ngenal Tiang Bu sebagai seorang pemuda gagah perkasa dan budiman. Bukan tak masuk pada akal apabila dalam pertemuannya dengan Liok Kong Ji hati pemuda itu menjadi lemah dan teringat akan hubungan antara anak dan ayah."

Semua orang berdiam lagi, kata-kata inipun amat beralasan. Akhirnya Wan Sin Hong berkata tenang?,

"Sukar sekali mengadakan dugaan-dugaan dari sebuah berita yang tidak dilihat sendiri ole h Lee Tai. Karena untuk memaksa Lee Tai juga tidak mungkin, lebih baik kita menanti kembalinya Tiang Bu dan aku sendiri yang akan bertanya kepadanya tentang berita ini."

Menjelang se nja, Tiang Bu datang. Semua orang keluar dari tempat istirahat masing-masing dan menyambutnya. Wajah pemuda ini tampak keruh dan muram. Ini tidak mengherankan karena ia masih se lalu mengabungi kematian Bi Li dan lebih sedih lagi hatinya karena penyelidikannya sehari penuh itupun tidak membawa hasil. Karena

kesedihan hatinya inilah maka ia tidak pandang mata penuh

perhatian dari semua orang yang menyambut kedatangannya.

"Tiang Bu, bagaimana hasil penyelidikanmu ? Dapatkah kau menemukan jejak Liok Kong Ji ?” tanya Sin Hong.

Tiang Bu menggeleng kepala dengan lemah. "Belum berhasil, pek-pek. Akan tetapi aku akan berusaha terus, biar untuk itu aku harus  tinggal selama  hidup di  pulau.  Aku tidak akan berhenti mencari sebelum dapat menemukan

iblis itu "

Tiang Bu masih belum intaf berapa semua mata memandang ke arahnya dengan penuh selidik dan penuh perhatian.

“Tiang Bu, kau tentu tahu bahwa aku menganggap kau bukan orang lain. Ibumu kuanggap sebagai saudara sendiri, juga ayah angkatmu selalu menjadi saudara-saudaraku yang terkasih. Kau seperti keponakan atau anakku sendiri." Baru sekarang Tiang  Bu merasa  bahwa  tentu ada sesuatu. Ia me ndengar suara yang terdengar demikian sungguh-sungguh dan aneh. Ketika mengangkat muka, baru ia melihat betapa semua orang memandangnya dengan sinar mata penuh selidik.

“Oleh karena itu, kuharap kau suka berterus-terang dan jangan menyembunyikan sesuatu dari aku. Apakah benar kau tidak bertemu dengan Liok Kong Ji dan tidak tahu tempat sembunyinya ?”

Tiang Bu yang tadinya duduk di atas batu karang, sekarang bangkit berdiri memandang kepada Wan Sin Hong dengan mata penuh pertanyaan.

“Wan pek-pek, apa artinya pert anyaan  itu? Kalau siauwtit be rtemu dengan iblis itu, tentu dia atau siauwtit yang menggeletak tanpa nyawa lagi. Apakah pek pek mencurigai sesuatu kepadaku? Ada apakah?”

"Tiang Bu, sebetulnya, kami di sini mendengar berita bahwa kau telah berjumpa dengan Liok Kong Ji "

Hening sejenak. Semua mata memandang Tiang Bu yang menjadi pucat mukanya. Kemudian dengan nada suara penasaran Tiang Bu bertanya.

“Dan Wan-pek pek percaya akan berita itu ?” "Belum, karenanya aku sengaja bertanya kepadamu

sendiri !”

"Kalau aku berjumpa dengan iblis itu mengapa aku diam saja? Ataukah orang mengira aku bersekongkol dengan dia sengaja menyembunyikan dia? Pek-pek, siapakah orangnya yang menyampaikan berita itu?”

"Tak perlu kami terangkan, Tiang Bu. Kami tidak menduga sesuatu, hanya minta penjelasan darimu apakah betul kau bertemu dengan  dia  atau tidak,”  kata Sin Hong te gas. “Tidak, Wan-pek-pek. Aku heran......” Tiang Bu memandang ke sekeliling, menatap wajah tiap orang yang hadir di situ untuk se jenak, “mengapa orang menuduhku demikian mengapa!"

Wan Sin Hong hanya menarik napas panjang, Juga yang lain-lain tidak mengeluarkan suara. Pek Lian menahan matanya yang menjadi panas  hendak menitikkan air mata. Ia merasa amat kasihan meli hat pemuda gagah yang telah merebut hatinya itu.

"Wan-pek-pek, jawablah. Mengapa orang tidak menaruh kepercayaan kepadaku? Mengapa orang menuduh aku mengadakan  pertemuan  dengan  Liok Kong Ji?"

Sampai lama Sin Hong diam saja, akhirnya ia berkata dengan perlahan. “Agaknya ……. karena kau putera Liok Kong Ji itulah. Umum menganggap sepantasnya kalau sekiranya kau membantu ayah kandungmu sendiri untuk menyelamatkan diri."

Wajah Tiang Bu pucat sekali. Ia berdiri bengong sampai lama, kemudian ia menundukkan mukanya menyembunyikan dua titik air mata yang melompat ke luar. Kemudian ia mengangguk-angguk.

“Memang....... memang aku anak Liok. Kong Ji ..........

memang aku anak seorang jahat seperti iblis. Ayahnya jahat tentu anaknya jahat pula, seperti.......... Bi Li. Dia puteri Kwan Kok Sun yang jahat, maka ia tewas akupun

anak orang jahat, patut saja tidak dipercaya aku telah

kotor dan cemar karena menjadi anaknya tidak seperti

kalian .......... !” Ia mengangkat mukanya dan menatap wajah orang-orang itu dengan mata berkilat. "Kalian anak orang baik-baik, keturunan orang-orang gagah, tentu saja patut dianggap orang gagah! Tak patut orang macam aku dekat dengan dekat dengan kalian, tak patut mendapat kepercayaan kalian! Betapapun juga kita sama  lihat saja siapa yang akan mampu membasmi Liok Kong Ji. Biar aku tinggal dalam kerendahanku !” Setelah berkata demikian, ia melompat bangun dan berlari pergi.

"Tiang Bu ..... ! Jangan salah paham !" teriak Sin

Hong, akan tetapi Tiang Bu tidak perduli lagi dan berlari terus.

Diam-diam Pek Lian juga berlari mengejar sambil menangis. Hati Pek Lian seperti diiris-iris melihat keadaan orang yang dikasihinya itu.

Huang- ho Sian- jin te rdengar batuk-batuk. “Hemm, semua ini gara-gara Ciu Lee Tai. Pemuda dogol itu terlalu pe rcaya orang lain !”

Mendengar ucapan ayahnya ini, Ang Lian bangkit berdiri dan be rjalan pergi tanpa pamit.  Hatinya te rtusuk dan ia marah se kali kepada Lee Tai  yang menjadi gara-gara  semua ke ributan itu. Selain marah, juga ia penasaran mengapa ayahnya mencela Lee Tai.

-oo(mch)oo-

“Coa-taihiap, percayalah bahwa aku tidak menganggap kau se bagai orang jahat. Akulah yang tidak percaya sedikitpun juga bahwa Coa Tiang Bu yang kutahu se orang jantan sejati melakukan pengkhianatan. Harap saja kau suka me maafkan mereka itu karena sesungguhnya merekapun tidak percaya begitu saja akan berita yang terdengar oleh mereka." Kata-kata ini adalah ucapan hiburan yang dikeluarkan oleh Pek Lian kepada Tiang Bu.

Tiang Bu duduk di atas batu karang. Kedua tangannya menutupi mukanya dan ia diam tidak bergerak seperti patung. Pek Lian berdiri d depannya dan gadis ini dengan suara gemetar menyampaikan isi hatinya, dalam usahanya menghibur hati pemuda yang sedang dirundung duka nestapa itu. Melihat betapa pemuda itu berdiam saja dan tak berge rak seperti patung. Pek Lian menjadi makin kasihan dan juga khawatir. Ia takut kalau-kalau saking sedihnya, pe muda ini mengambil keputusan pende k dan nekat. membunuh diri atau bagaimana ! Hatinya se perti diremas-re mas dan tanpa disadari tangannya bergerak dan jarinya menyentuh pundak Tiang Bu dengan halus.

"Coa taihiap.......... harap kan jangan terlalu berduka.......... orang lain di dunia ini boleh membencimu, akan tetapi aku tidak ! Sampai mati aku takkan membencimu, takkan berubah pandanganku terhadapmu, kau seorang yang paling jantan di dunia ini. Taihiap..........

aku bersedia membantumu dalam segala hal..........

katakanlah, dapatkah aku membantumu...........

menghiburmu ?”

Tentu saja Tiang Bu yang sedang terbenam dalam kesedihan itu sejak tadi tahu akan  kedatangan  Pek Lian, akan tetapi ia tidak perduli, semua ucapan gadis itu tidak dapat mengobati luka di hatinya. Memang Tiang Bu berturut-turut menerima serangan hebat pada hatinya, pertama-tema karena Bi Li, kemudian sangkaan bahwa ia bersekongkol dengan ayahnya yang jahat. Setelah ia lari dari rombongan Wan Sin Hong ia tidak kuat berlari jauh, menjatuhkan diri di atas batu karang di tepi pantai dan menangis se perti anak kecil.

"Bi Li ...... ." bisiknya, "Bi Li.......... hanya kau seorang yang percaya ke padaku, kau se orang yang menjadi kawanku sejati...... sekarang kau pergi meninggalkan aku pula……”

Kemudian datang Pek Lian yang me nghiburnya, maka Tiang Bu hanya menutupi mukanya dan se mua ucapan Pek Lian tak dapat masuk perhatiannya. Akan tetapi, ucapan terakhir yang dikeluarkan dengan suara te rgetar den mesra, dibarengi sentuhan pada pundaknya, mendatangkan getaran aneh dalam tubuhnya. Seakan-akan Bi Li hidup dan muncul lagi, seakan akan Bi Li yang bicara ke padanya. Hampir dia tidak dapat percaya bahwa ada lain gadis yang bicara kepadanya dengan suara seperti Bi Li. Pe nuh kasib sayang !

Tak terasa ia mengangkat muka dan menurunkan kedua tangannya. Sinar mata itu seperti sinar mata Bi Li benar, penuh kemesraan dan penuh cinta! Mungkinkah ini?

"Pek Lian cici, mengapa…… mengapa kau sabaik ini terhadap aku? Mengapa ...... ? tanyanya lembut.

"Karena ..... bagiku engkaulah orang termulia di dunia ini, taihiap," jawab Pek Lian kedua pipinya  merah sekali akan tetapi suaranya mengandung ketetapan hatinya.

"Ye Tuhan .......... kau.......... kau suka kepadaku?”

Pek Lian mengangguk. "Kalau saja kau tidak memandang hina kepadaku ”

Tiba-tiba tubuh Tiang Bu bergerak dan tahu-tahu ia telah meloncat sejauh empat tombak lebih dari dekat Pe k Lian.

“Pek Lian cici...., jangan! Jangan kau menambah dosaku, jangan kau menambah beban hidupku ! Aku takkan mau mengganggu hati orang lain lagi. Aku setelah selesai

urusan di pulau ini ..... aku akan bertapa, menjadi seorang pertapa dan selama hidup takkan mencampuri urusan dunia lagi. Aku akan be rtapa untuk mencuci noda atas nama keluargaku, yang dikotori oleh manusia she Liok...! Maafkan aku. Pek Lian cici ..... maafkan!” Dengan suara berubah menjadi isak tertahan, tubuh Tiang Bu berkelebat lenyap

dari depan Pek Lian.

Gadis ini berdiri mematung, mukanya pucat sekali. Kemudian ia tersenyum pahit dan menghadap ke arah menghilangnya Tiang Bu, berkata keras.

“Tiang Bu, akupun bersumpah takkan menikah dengan orang lain dan mulai saat ini aku Pek Lian menjadi seorang pendeta !" ia mengeluarkan pedangnya dan membabat

habis rambut kepalanya yang hitam, halus dan panjang itu ! Setelah itu. Pek Lian lari ke pinggir pantai di mana ia menaruh perahunya dan meloncat ke dalam perahu, terus mendayungnya perahu itu pergi dari Pulau Pek-houw-to.

Ang Lian tampak berlari-lari di tepi pantai sambil bersungut-sungut. “Dasar tolol tetap tolol !” gerutunya berkali-kali. Tiba-tiba ia melihat perahu yang didayung pergi oleh Pek Lian,

"Pek cici, kau kemanakah ?" teriaknya heran melihat cicinya itu mendayung pergi menjauhi pulau.

Pek Lian menengok dan kagetlah Ang Lian melihat cecinya itu kepalanya telah hampir gundul. Hanya tinggal sedikit rambutnya, pendek saja.

“Ang- moi, aku hendak pergi dulu, sampaikan hormatku kepada ayah!"  hanya  demikian Pe k Lian berseru dan sebentar saja perahunya jauh meninggalkan pulau.

Tentu saja Ang Lian menjadi keheran-heran dan gelisah, Cepat ia be rlari memberitahukan hal ini kepada ayahnya.

Huang-ho Sian-jin mengerutkan kening. Menang semenjak kecil Pek Lian memiliki watak yang aneh. Baru pakaiannya saja selalu mengenakan pakaian pria, orangnya pendiam, hatinya sukar dijajaki. Tidak seperti Ang Lian yang genit, lincah dan jujur.

“Kalau dia hendak pergi dulu, biarlah. Tentang dia mamotong rambut, hemm, kita lihat saja nanti, tentu ada sebabnya.”

Ang Lian termenuug mendengar ucapan ayahnya ini.

Tentu ada hubungan dengan Tiang Bu pikirnya”. Mungkinkah cicinya menjadi korban asmara ? Ia teringat akan keadaan diri sendiri dengan Lee Tai. Tadi sebelum melihat perahu Pek Lian, ia baru saja meninggalkan Lee Tai dengan marah dan gemas. Ia sengaja mencari Lee Tai untuk menegurnya tentang gara-gara yang ditimbulkan si dogol itu tentang Tiang Bu. Ia mendapatkan Lee Tai berada di dekat pantai seorang diri, sedang berlatih silat dengan goloknya.

Akan tetapi gerakan goloknya itu lucu dan canggung, lebih menyerupai gerakan pedang, maka banyak gerakan menusuk dari pada membacok berlawanan dengan ilmu golok.

Melihat Ang Lian datang, si dogol gembira dan menghentikan permainan, berkata senyum lebar di bibir.

“Adik Ang Lian, kaulihat. Aku tekun berlatih silat untuk merobohkan si laknat Liok Kong Ji.”

Ang Lian menjebikan bibirnya yang merah.

"Lee Tai, belum juga kau memenuhi syarat-syaratku mengalahkan Liok Kong Ji, kau sudah mengecewakan hatiku."

“Aku mengecewakan kau? Lho, apa salahku. manis?" "Hussh, bicara jangan seperti orang gila ! Kau

mendatangkan keributan dengan berita bus ukmu tentang

Tiang Bu. Apa otakmu sudah miring? Lee Tai, aku sendiri tidak pernah akan dapat memaafkan kau kalau kau memfitnah Tiang Bu secara pengecut dan curang. Betulkah kau tidak bohong tentang Tiang Bu ?”

Muka Lee Tai menjadi sungguh-sungguh. “Biar aku mampus disambar geledek kalau aku membobong, Ang Lian. Berita itu memang betul, aku mendengar dengan kedua telingaku seadiri.”

“Tidak kaulihat dengan kedua mata sendiri?."

“Tidak, akan tetapi betul-betul kudengarkau dengan kedua telingaku ini," jawabnya sambil menjewer kedua telinganya.

“Siapa itu orangnya yang begitu kaupercaya?” Ang Lian memancing. Gadis itu berusaha supaya Lee Tai mengaku agar ia dapat memindahkan kesalahan pemuda ini kepada sumber berita. Akan tetapi Lee Tai tentu saja tidak mengerti akan usaha gadis yang hendak menolongnya ini.

"Hal ini.......... tak dapat kuceritakan, Ang-Lian “ Ang Lian menjadi marah dan membanting-banting kakinya. "Kepada akupun kau tidak mau mengalah ?”

Lee Tai  menarik napas panjang dan kelihatan sedi h sekali.

“Apa bole h buat, biarpun untuk kau aku sanggup terjun ke laut api, akan tetapi, aku telah bersumpah takkan membuka rahasia orang itu dan biar kaupukul mati padaku, aku tak dapat mengaku, Ang Lian.”

“Kau........... kau tolol !” Ang Lian marah-marah dan membalikkan tubuh te rus pergi berlari-lari. Hatinya mendongkol sekali biar pun pada dasar hatinya terdapat rasa kagum kepada pemuda yang setia ini. Kegelisahannya karena Lee Tai merupakan biang keladi gara-garanyalah yang membuat ia merasa gemas bahwa pemuda itu tetap tidak mau mengaku dari siapa ia mendengar berita buruk itu. Akhirnya seperti diceritakan di atas, dalam berlari-lari ini ia malihat Pek Lian yang mendayung perahu pergi dari Pulau Pek-houw-to.

Lee Tai juga berduka sekali. Orang-orang lain boleh marah kepadanya, akan te tapi kalau Ang Lian yang marah, ini hebat ! Saking se dih dan bingungnya, pemuda ini tidak mau pulang ke tempat rombongan, melainkan terus sampai malam tinggal di tepi pantai itu dan melatih ilmu pedang dari kitab Soat-lian-kiam-coan-si. Dengan tekun ia mempelajari isi kitab dan saban-saban bermain silat untuk mempraktekkan pelajaran itu.

Pemandangan malam itu indah sekali. Bulan yang besar, merah, dan bundar timbul dari permukaan air laut sebelah timur. Bukan main indah dan megahnya alam di waktu itu. Cahaya bulan merah di atas air benar-be nar mentakjubkan dan sukarlah dilukiskan betapa indahnya bulan timbul di permukaan air ini. Hanya parenung-perenung yang berperasaan halus kiranya akan dapat menangkap keindahan ini. Akan tetapi Lee Tai sama sekali tidak dapat merasakan keindahan alam itu. Menengok pun tidak. Ia hanya girang karena ada cahaya bulan sehingga ia dapat membaca huruf dalam kitab ilmu pedang itu.

Satelah meneliti bunyi huruf-huruf dalam kitab, ia lalu melakukan gerakannya, me mbaca lagi, bersilat lagi.

Demikian berulang-ulang ia melatih diri dengan amat tekunnya karena pe muda ini memang berhasrat bear untuk segera menguasai ilmu silat ini untuk merohohkan penjahat besar Liok Kong Ji! Demikian asyik ia berlatih sampai- sampai ia tidak sadar bahwa semenjak tadi ada sepasang mata tajam mengintai dan memperhatikan gerak geriknya dengan penuh perhatian.

Pengintai ini adalah Tiang Bu. Pemuda ini tanpa mengenal lelah mencari Liok Kong Ji untuk membalas dendamnya yang be rtumpuk-tumpuk. Bahkan ia mendapat dugaan bahwa fitnahan yang orang-orang jatuhkan kapadanya, bahwa dia bers ekongkol dengan Liok Kong Ji, tentulah juga hasil muslihat orang jahat yang amat licin itu. Entah bagaimana jalannya, te ntu Liok Kong Ji yang menjadi biang keladi sehingga dia difitnah dan dibenci orang. Ia dapat menduga pula bahwa hal ini direncanakan oleh Liok Kong Ji dengan maksud memecah belah fikak musuh. Tipu muslihat yang licin dan licik sekali.

Ketika melihat Ciu Lee Tai, ia hanya memandang sepintas lalu dengan acuh tak acuh. Pemuda itu tidak ada artinya baginya dan dalam keadaan sepert i itu, ia tidak ada nafsu untuk bertemu dengan anggauta rombongan. Akan tetapi selagi ia hendak pergi  mengambil  jalan lain pandang matanya tertarik sekali oleh gerakan golok dan kaki pemuda yang sedang berlatih silat ini. Gerakan-gerakan itu amat dikenalnya karena mengandung dasar ilmu silat Ome i-san ! Ia menunda maksudnya me ninggalkan Lee Tai, sebaliknya diam-diam ia menye linap dan menghampiri  lalu  mengintai dari balik batang pohon. Alangkah kagetnya ketika ia mendapat kenyataan bahwa betul-betul pemuda dogol itu sedang berlatih Ilmu Padang Soat Kiam hoat dari Omei-san ! Di samping kekagetannya, ia juga  merasa  heran  bukan main.

Akan tetapi semua perasaan ini berubah menjadi kemarahan ketika ia meli hat Lee Tai mengeluarkan sebuah kitab dan mambaca kitab ilmu silat i tu di bawah penerangan bulan. Sekilas pandang saja Tiang Bu mengenal kitab dari Omei-san itu. I a tidak dapat menduga dari mana Lee Tai mendapatkan kitab itu akan tetapi ia tidak perduli.  Siapa yang mempunyai kitab Omei-san, berarti  musuhnya dan kitab itu  harus  dirampasnya  kembali, sesuai dengan perintah suhu-suhunya ketika hendak menutup mata. Cepat ia melompat dan membentak,

"Dari mana kauperole h kitab itu ?”

Bukan alang kepalang kagetnya Lee Tai mendengar

be ntakan ini dan melihat orang tiba-tiba me lompat keluar. Akan tetapi ketika Lee Tai melihat bahwa yang muncul adalah Tiang Bu, ia teringat akan pesan orang sakti pemberi kitab bahwa ia harus be rhati-hati terhadap Tiang Bu karena pemuda itu suka merampas kitab orang lain. Maka ia cepat menjauh sambil menyimpan kitabnya,

“Kau anak iblis perduli apakah ?”

Tiang Bu marah sekali. “Berikan kitab itu !”

Lee Tai juga marah. Cocok benar kata-kata orang sakti itu, pikirnya. Begitu berjumpa Tiang Bu sudah hendak merampas kitab. Ia lihai, lebih baik aku mendahuluinya. Tanpa banyak cakap lagi Lee Tai membacokkan goloknya ke arah leher Tiang Bu. Ia bertenaga besar dan gerakan goloknya cepat. Serangannya itu bukan serangan ringan, dan amat berbahaya bagi lawannya. Akan tetapi ia menghadapi Tiang Bu dan lebih hebat lagi, Tiang Bu sedang marah. Sekali Tiang Bu mengulur tangan memapaki goloknya, golok itu sudah terpukul dari samping dan terpental lepas dari tangan Lee Tai !

Sebelum Lee Tai sempat menyembunyikan kitabnya.

Tiang Bu yang marah itu sudah  melompat  dan menerkamnya dengan tangan kiri menyampuk tangan kanan

Lee Tai sehingga kitab Soat lian-kiam-coan-s i terlempar, jari tangan kanannya menyambar dengan totokan istimewa ke arah pundak Lee Tai. Si dogol merintih lemah dan roboh dengan tubuh lemas tak berdaya, lumpuh dari  kepala sampai ke kaki.

Tiang Bu mengambil kitab itu dan mendapat kenyataan bahwa itulah kitab Soat-lian-kiam-coan-si, sebuah di antara kitab-kitab Ome i-san yang lenyap dicuri orang ketika Ome i- san diserbu beramai-ramai oleh orang-orang kang-ouw. Ia menyimpan kitab itu di dalam saku bajunya dan hendak meninggalkan Lee Tai. Akan tetapi ia teringat bahwa Lee Tai adalah anggauta rombongan. Akan tidak enak sekali terhadap Wan Sin Hong kalau ia morobohkan Lee Tai tanpa mengakui alasan-alasannya. Pula ke adaan pemuda ini mencurigakan sekali. Bagaimana kitab Omei-san itu bisa terjatuh ke dalam tangannya. Dan mengapa pemuda ini mengasingkan diri dari rombongan untuk mempelajari kitab secara diam-diam ?

Pikiran ini membuat ia tanpa ragu lagi menyambar tubuh Lee Tai yang sudah seperti kain lapuk lemasnya, mengempit tabuh itu dan membawanya lari ke tempat rombongan berkumpul.

Kedatangannya disambut oleh rombongan dengan penuh pertanyaan dalam pandang masa mereka. Ang Lian lari maju ketika melihat Lee Tai dikempit oleh Tiang Bu. Gadis ini merasa khawatir melihat keadaan Lee Tei yang sudah seperti orang tak bertulang itu. Ia me ngira bahwa Lee Tai sudah bertempur melawan Liok Kong Ji dan dikalahkan.

"Apa dia dilukai oleh Liok Kong Ji?” tanya Ang Lian. Melihat Ang Lian, Tiang Bu teringat kepada Pek Lian dan menjadi tidak enak sekali. Ia hanya menggeleng kepala dan hatinya agak lega ketika melihat ke kanan kiri, ia tidak melihat gadis berpakaian pria itu. Dengan langkah lebar ia menghampiri Wan Sin Hong yang berdiri tegak sambil memandangnya penuh perhatian. Di depan Wan Sin Hong, Tiang Bu melepaskan tubuh Lee Tai yang masih segar namun tak dapat bergerak itu.

“Dia kenapa, Tiang Bu?” tanya Sin Hong, matanya tajam memandang.

"Maaf, Wan pek-pek. Aku melibat dia berlatih ilmu Omei- san dan melihat pula dia

membawa-bawa kitab ini.” Tiang Bu mengeluarkan kitab Soan-lian-kiam-coan-si dari sakunya. “Ketika kitegur, dia menyerang. Terpaksa aku merobohkannya dan merampas kitabnya.

Tentu pek-pek tahu akan tugas siau-tit, siapa yang membawa kitab Omei- san dialah musuh, dan kitab Omei-san harus kurampas kembali.

Sekarang terserah kepada pek-pek.” Cepat Tiang Bu menggerakkan tangan dan dalam

sekejap mata Lee Tai terbebas dari totokan. Pemuda dogol ini merayap bangun dan me ngeluh perlahan.

Wan Sin Hong menerima kitab itu, me meriksanya dan keningnya berkerut. Tanpa diketahui oleh orang lain karena pendekar ini pandai sekali menekan peras aannya, di dalam hati ia terkejut bukan main. Bagaimana Lee Tai bisa mendapatkan kitab Omei-san? Dari siapakah mendapatkannya?

“Lee Tai! Sekarang kau harus bicara terus terang, sesuai de ngan kejujuranmu. Darimana kau mendapatkan kitab ini?" tegurnya, suaranya keren berpengaruh.

Lee Tai sudah merayap bangun dan berdiri dengan kepala menunduk,  sikapnya  mendatangkan  rasa  kasihan dalam hati Ang Lian. Mendengar bentakan Wan Sin Hong ini, ia menjawab lirih.

"Wan-bengcu, teecu mendapatkannya dari locianpwe itu…..”

“Locianpwe yang mana?” hati Sin Hong makin tidak enak karena ia sudah hampir dapat menduganya.

Kekhawatirannya terbukti ketika pemuda itu menjawab "Locianpwe yang teecu jumpai …..”

“Aha Kaumaksudkan orang yang berjumpa denganmu, yang bercerita sepadamu akan persekutuan Tiang Bu dengan Liok Kong Ji?”

Dengan muka merah Lee Tai mengangguk. Sekarang tahulab Tiang Bu bahwa yang membawa berita yang memfitnahnya itu bukan lain adalah Ciu Lee Tai inilah! Ia menggigit bibir menahan kegemasan hatinya. Ingin ia menampar muka pemuda dogol itu.

"Dan selain menceritakan berita itu iapun memberi hadiah kepadamu kitab ilmu pedang ini?" tanya pula Sin Hong mendesak.

"Dia berkasihan kepada teecu memberikan kitab Ilmu pedang agar teecu dapat mengal ahkan Liok Kong Ji. Teee u ingin sekali merobohkan Liok Kong Ji dengan kedua tangan teecu sendiri, Wan-bengcu." Lee Tai melirik ke arah Ang Lian yang memandang

dengan hati tidak karuan. Ada rasa mendongkol, ge mas, dan juga girang. Untuk ke sekian kalinya, pemuda dogol ini membuktikan kesetiaan dan cinta kasih kepadanya.

Mendengar ini, Wan Sin Hong membanting kakinya.

"Bodoh betul! Kalau begitu, orang itu adalah Liok Kong Ji !!" Lee Tai terkejut sekali seperti disambar petir. “Tidak mungkin…...” batahnya perlahan. "Bukankah dia itu le bih tua sedikit dari pada aku, bertubuh kurus tinggi, pakaiannya mewah, jenggotnya sedikit dan meruncing, matanya mengandung sinar aneh?"

Makin pucat muka Lee Tai mendengar ini dan ia hanya bisa mengangguk-angguk, bingung dan takut.

"Betul Liok Kong Ji orang itu" Sin Hong berseru "Lee Tai, kau telah tertipu ole h Liok Kong Ji yang menyebar berita

pe rpecahan melalui kau dan telah menyuapmu dengan kitab ilmu pedang. Lee Tai, sekarang kau harus memberi tahu di mana tempat sembunyinya penjahat itu”

(Bersambung Jilid ke  XXVII )
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar