Pahlawan Harapan Jilid 11

Jilid 11

Mendengar ini hatinya Louw Eng menjadi lega, baru saja ia ingin membuka mulut, anaknya yang berada di sampingnya sudah mendahuluinya: "Aku mempunyai daya untuk menolong orang naik ke atas!"

"Apa dayamu?" tanya Wan Thian Hong dengan girang. "Kalian semua harus berjanji dahului"

"Hal apa?" tanya dua saudara Wan berbareng

"Kalau sampai sudah dipadu dan terbukti ayahku tidak berdosa dan bersalah, kalian harus menghaturkan maafmu sebesar-besarnya kepada beliau terkecuali itu lidah kalian harus dipotong."

"Baik," jawab mereka serempak.

"Nah, bebaskan dahulu kami ayah beranak dari belengguan ini!"

"Untuk melepaskan kau tidak sukar, tapi kau harus mengatakan dahulu dengan cara apa kau dapat menolong orang?" tanya Wan Djin Liong.

"Akan kusuruh garuda raksasa itu turun ke bawah dan mengangkat orang!" Mendengar ini sekalian orang menjadi sadar dan girang.

"Baiklah!" kata Wan Djin Liong, "kalian kami bebaskan sekedar untuk mencari saksi untuk membuktikan kejahatan yang diperbuat. Sesudah bukti nyata sampai kau tidak dapat mungkir lagi terimalah tusukan sebilah pedang ini."

"Baik." kata Louw Eng, "dengan ini kita putuskan, barang siapa tidak menepatkan janjinya akan menerima kematian dengan tak selamat."

"Ya. sekarang juga kalian kan kulepas," kata Wan Djin Liong sambil maju kehadapan sang tawanan untuk melepaskan belengguan.

Waktu lengannya menyentuh tubuh Louw Eng kena memegang pedang pusaka Hong tiba tiba lengannya ditarik kembali sambil berpikir:

"Pedang ini apa harus kuambil atau tidak?"

Dengan sekilas saja Louw Eng sudih mengetahui apa yang dipikir pemuda itu, dengan cepat ia berkata;

"Kalian merindukan pedangku ini siang dan malam, ambil saja jangan malu malu lagi "

Belum Wan Djin Liong berkata sang adik sudah mendahuluinya:

"Kau bawa saja pedang itu, sekalian dengan pedang naga yang sudah kummpas ini! Kami akan merampas pedang pedang itu lagi pada kelak hari kemudian, dengan cara ini kurasa kau cukup senang bukan?"

"Betul," jawab Wan Djin Liong, dengan cepat tambang yang membelenggu Louw Eng dan Tjen Tjen sudah dilepas

"Marilah kita menolong orang!" katanya sambil menjagai Louw Eng dari sisi. takut kalau kalau jahanam ini ingkar pada janji. Dengan cepat Louw Eag bangun dari tempat duduknya sambil menggeliat untuk menghilangkan pegalnya di pinggang, ia berpaling kepada puterinya sambil berkata. "Tjen djie, lekas kita berlalu untuk mencari burung itu."

Kedua ayah beranak itu perlahan lahan menuju ke luar goa. Baru saja mereka menindak beberapa langkah tiba tiba telinganya mendengar suara batuk batuk kecil yang menggema di goa kolong ini, sehingga suara itu seolah olah dari banyak orang saja. Semua orang menjadi kaget sekali, karena tidak diketahui siapa yang datang. Mendengar suara ini hati Louw Eng menjadi berpikir: "Sekeliling dari gunung ini sudah dikuasai orang-orangku* Tapi suara ini sama sekali tidak kukenal, mungkinkah orang lain bisa datang ke sini?" Walaupun ia berpikir begitu, akan kakinya tetap melangkah maju ke depan baru saja ia menikung sebanyak dua kali, di depannya berdiri seorang tua.

Melihat orang ini, dengan segera tubuhnya membungkuk memberi hormat. Orang tua itu bertubuh cebol, dengan muka yang kemerah merahan serta berbaju penuh tambalan. Orang ini tak lain lagi dari pada orang tua penangkap burung yang diketemukan Tjiu Piau dan Gwat Hee!

Louw Eng mengenal orang ini dan mengenal pula akan karakter orang. Hati kecilnya berteriak "celaka." karena ia tahu orang tua ini pasti akan menjadi seterunya yang ampuh. Kakinya maju lagi beberapa tindak sambil membungkukkan terus akan badannya: "Yauw Locianpwee, terimalah hormat dari Boan-pwee." Sesudah itu ia menyuruh anaknya. "Lekas kau berlutut di depan Yauw Kong kong!"

Orang tua itu tidak menghiraukannya sebaliknya ia membentak dengan suara keras sekali. "Binatang, bukan lekas lekas kau enyah dari sini! Orang lain baik hati melepaskan kamu, untuk apa berlama-lama di sini?"

Louw Eng sadar orang tua ini sudah lama berada di dalam goa ini dan sudah mengetahui apa yang sudah terjadi di situ. Lekas-lekas ia berkata. "Ya, ya," sambil menuntun puterinya.

"Bagaimana dengan hal menolong orang?" tegur orang tua itu.

"Jangan kuatir pasti kulakukan!" Orang tua itu menggoyangkan lengannya memberikan mereka berlalu.

Tjiu Piau dan Gwat Hee melihat orang tua ini menjadi girang sekali mereka berbareng maju ke depan untuk menghaturkan hormatnya, tapi sebelum maksud mereka sampai sudah didahului oleh dua saudara Wan mereka berlutut sambil mengucapkan perkataan "Suhu". Hal ini di luar perkiraan Tjiu Piau dan Gwat Hee, kiranya Wan Dji Liong dan Wan Thian Hong adalah murid dari orang tua ini. Dengan ini dua saudara Wan mendapat pengecualian dari orang tua yang tidak mau bermurid itu "muda tidak berpengalaman Kalian harus tahu, tujuh puluh dua puncak Oey San ini sudah dikuasai oleh komplotan Louw Eng!"

Keenam anak muda ini menjadi terkejut, sebab hal ini tidak dipikir sama sekali oleh mereka.

Wan Thian Hong segera berkata: "Binatang itu kenapa bisa mengundang demikian banyak orang?"

"Hai! Dasar bocah yang kurang pikir! Kau harus tahu mereka semuanya adalah undangan kamu sendiri!"

"Bilamana aku mengundang mereka?" tanya Wan Djin Liong dengan heran.

"Mungkin kau sudah lupa?---tadi aku mendengar percakapan mereka, pada malaman Tjap Go Me, ada tamu malam masuk ke dalam istana mengantarkan surat undangan,orang itu kalau bukan kamu siapa lagi orangnya? Aku baru ingin bertanya, kenapa kalian berlaku gegabah sekali." Wan Djin Liong dan adiknya baru sadar dan mengerti atas hal ini.

"Suhu semua ini adalah salahku. Dengan akal ini Louw Eng dapat dipancing untuk datang ke sini, agar kami dengan leluasa untuk membereskan utang piutang selama delapan belas tahun yang lalu dengan sepuas puasnya! Tapi tidak sampai terpikir ia bisa mengundang demikian banyak orang."

"Inilah tanda dari kehijauan kalian! Pikir saja surat undanganmu itu bukan main mengagetkan sri baginda, tak heran raja itu mengirimkan pahlawan pahlawannya untuk membasmi rapat rahasia dari kawanan orang-orang gagah yang seperti kalian sebutkan di dalam surat undangan itu!"

"Tak kukira raja itu demikian tololnya mau mempercayai kata kataku, sehingga mentah mentah kena ku jebak!" kata Wan Djin Liong.

"Yang nyata kita yang terjebak. Ah, semua karena gara- garaku yang tidak baik!" jawab Wan Thian Hong. "Suhu sukur kau datang membantu, dari itu tak perlu takut lagi dengan jumlah mereka yang besar itu;"

"Kalian tidak takut dengan jumlah musuh yang demikian besar?" tanya orang tua itu sambil menggoyang - goyangkan kepala. "Kalian harus tahu orang-orang macam apa yang diundang mereka? Aku sudah menyelidiki keadaan mereka, bahwa Hek Liong Lo Kuaypun turut datang ke sini. Binatang tua ini biar kuhadapi sendiri, sedangkan Sisanya boleh kalian hadapi!" Pemuda dan pemudi ini baru mengetahui dan menyadari bahwa urusan di depan mata mereka ini bukan main beratnya, mereka saling berpandangan satu dengan lain tanpa berkata kata.

Akhirnya sesudah diam seketika Wan Thian Hong berkata dengan nada yang mantap. "Suhu kau juga agak bersalah ! Kau tahu keadaan di luar demikian tidak menguntungkrn kita, kenapa Louw Eng kau lepaskan, coba kalau tidak binatang itu dapat kita dijadikan jaminan!"

"Hai ini tidak dapat kita lakukan, kalian sudah melulusi ia berlalu dari itu ia berhak untuk berlalu, kita tidak boleh salah janji karena sebagai pantangan, dari itu apa yang sudah dikatakan harus dilaksanakan."

Ditatapnya keenam muda mudi dengan tajam, "Ah. laki laki jangan takut mati. dan itu apa pula yang harus ditakuti. Berdayalah untuk menerjang dari kepungan ini. Tapi sebelum dilakukan kalian harus melakukan dua hal, kesatu biar bagaimana kalian harus dapat menolong dahulu kepada Tju Hong. kedua, jangan takut dengan jumlah yang besar, musuh berjumlah besar banyak pula keuntungannya bagi kita. Pokoknya asal kita bisa membeber kejahatan Louw Eng yang memalukan pada delapan belas tahun berselang, kurasa orang orang Bu lim yang datang ini tidak sedikit dari jantan sejati. dan tak mau membantu manusia yang demikian, sehingga Louw Eng akan diasingkan oleh mereka dalam pergaulan selanjutnya" Kata kata orang tua yang belakangan ini memang adalah hal yang sangat ditakuti dan dirahasiakan sekali oleh sang jahanam.

Sesudah mendengar wejangan dari orang tua itu, sekalian anak muda ini menjadi terang otaknya dan bersemangat sekali. Baru saja mereka ingin mengeluarkan pendapatnya, tiba-tiba dari luar goa terdengar suara saling bentak yang seru sekali. Terkecuali itu terdengar pula suara suara jeritan yang menyedihkan dengan tegas sekal*.

Kesemua orang merasa heran, mereka berpikir. "Siapakah yang datang untuk bertarung di atas puncak ini?" Tiba tiba Ong Gwat Hee memikir sesuatu, ia mengeluarkan jeritan kaget. "Suhu, suhu!" teriaknya sambil lari ke luar, mendengar ini Tjiu Piaupun menjadi ingat kepada suhunya yang berada di luar. Dalam beberapa hari yang lalu Ong Gwat Hee dan Tjiu Piau mendaki Oey San, sedang Hoa San Kie Sau melindunginya dari belakang, tapi sebegitu lama mereka tidak mengalami rintangan sehingga sang suhu agak terlupakan. Kini diketahuinya tujuh puluh dua puncak Oey San berada di dalam kekuasaan musuh, mendengar suara pertarungan sengit, mereda memastikan kalau bukan suhunya siapa lagi yang tengah bertarung!

Memang! Yang menerjang ke Oey San ini Hoa San Kie Sau adanya Sang guru menjadi hilang sabar dan merasa kuatir atas diri muridnya yang tidak turun turun sejak mendaki gunung, dari itu menyusul untuk mengetahui apa yang terjadi atas diri mereka! Alangkah kagetnya waktu diketahuinya bahwa tujuh puluh dua purcak gunung ini sudah diduduki jago jago dan pengawal pemerintah Tjeng. walaupun ia menghindarkan diri dari musuh-musuh itu, tapi untuk sampai ke atas puncak yang dituju harus mengambil jalan yang sudah dikuasai musuh, dengan cara paksa ia menerjang lapisan musuh musuh itu.

Gwat Hee yang sudah berada di atas puncak Thian Tou melihat dengan tegas guru sedang bertarung sengit melawan dua pengawal istana terkecuali itu di samping tubuhnya menggeletak seorang pengawal lainnya dan terdapat pula Louw Eng dan Tjen Tjen yang tengan menyaksikan pertarungan itu. Tak lama kemudian Tjiu Piau dan Yauw Lo tjian pwee serta lain-lain, sudah sampai semuanya mereka tidak bergerak hanya mengawasi saja keadaan perkelahian itu.

Dua pengawal itu satu bertubuh besar satu bertubuh kurus dan kecil, tapi gesit dan lincah sekali, setiap gerak serangnya mengandung tenaga yang berat dan keras.

Dalam waktu sementara Hoa San Kie Sau belum bisa mengambil kemenangan sehingga suasana pertarungan kira kira berjalan seimbang. Kedua pengawal itu tidak henti hentinya menghujani lawannya dengan tipu silat Siau Lim Sie sebaliknya Kie Sau pun melayaninya dengan pukulan Siau Lim Sie juga Gerak dan jurusnya bersamaan, tapi dikeluarkannya secara berlainan, kedua pengawal itu menyerang dengan cepat dan gesit, sebaliknya Kie Sau mengerjakan lengannya dengan lambat dan ayal ayalan.

Pengawal yang bertubuh besar kini berada di sebelah kanan, kepalan kanannya berkelebat menyerang dan ditariknya dengan cepat, sebaliknya lengan kirinya yang benar-benar mengirimkan Serangan Keras ke bahu lawan, serangan ini adalah jurus 'Tjiu Kun Tjiat Tjian (Menarik kepalan melepas tabasan ) dilakukannya dengan cepat dan lincah sekali: Hoa San Kie Sau mengeluarkan jurus Sian Hong Tiau Yang ( cendrawasih tunggal menghadap sang surya) lengan kanannya terjulur ke luar dari bawah ke atas. tiba - tiba sampai di tengah perjalanan diubahnya secara mendadak, tangan yang seharusnya naik ke atas ditekuknya ke bawah menggencet lengan kiri dari pengawal bertubuh besar itu. Seiring dengan itu tubuhnya berputar mengeluarkan jurus Djie Liong Tan Sam (Djte Liong memikul baju) lengannya dikembangkan, tepat sekali menangkis serangan pengawal bertubuh kurus, begitu kedua lengan ini beradu terdengar suara 'plak' sekali seolah olah bunyi besi beradu, suara ini keras sekali. Pengawal kurus itu agaknya mempunyai ilmu yang tinggi pula, sehingga gempuran yang keras dari lawannya masih dapat di tahan dengan baik.

Sesaat sesudah waktu berlalu, Yauw Lo tjian pwee yang menyaksikan jalannya pertandingan sudah dapat mengetahui bahwa dua pengawal itu bukan menjadi tandingan dari Hoa San Kie Sau. Dua pengawal itu menggunakan ilmu dari Siau Lim Sie,sebaliknya ilmu dari Hoa San Kie Sau dicangkok dan diambil dari sari sari Siau Lim Sie yang baiknya saja, ditambah dengan ilmu ciptaannya sehingga gerakan-gerakan dari serangannya dapat dimainkan dengan seenaknya saja. Lihat saja tadi dengan mudahnya pukulan lawan yang demikian keras dapat dielakkan dan dipecahkannya dengan mudah sekali.Hal yang lebih perlu diketahui bahwa Yauw Lo cianpwee sudah melihat dalam bentrokan lengan tadi pengawal kurus itu kakinya sudah tergetar sedikit. Untuk mata orang yang tidak berkepandaian tinggi seperti dia sukar untuk mengetahui, Sebaliknya untuk Kie Sau sudah mengetahui, dua pengawal ini menggunakan seluruh tenaganya di kedua lengannya dan bagian atas tubuh saja, sedang di bagian bawah atau kakinya kurang berapa teguh.

Dari itu Kie Sau tidak mau membuang waktu terlalu lama, kaki kanannya segera terangkat naik melepaskan jurus Hoay Sim Tui (cendangan perusak hati) dengan cepat seperti kilat, sehingga dalam sekilas saja tidak kelihatan dengan tegas oleh lawan. Tapi pengawal kurus itu segera berseru: "bagus" kedua lengannya segera berubah dan mengeluarkan jurus Tiat Kun Siang Tjiang (kepalan besi saling beradu) sepasang kenalan itu mula mula ditarik, sampai ke pinggangnya dan dihajarkan ke depan secara ganas, gaya tekanan dan tenaganya besar sekali, baru saja pukulan ini menerjang sampai di tengah dadanya sendiri tiba tjba dihentikan dan dihadapkannya satu sama lain. dua kepalan yang lebih keras dari batu menuju dengan keras untuk mengapit kaki Kie Sau y«ing menendang. Genjatan ini kalau berhasil pasti dapat menghancurkan kaki lawan menjadi berkeping keping. Tapi Kie Sau bukan jago dari kelas ringan karena sebelum serangannya dilancarkan sudah mempunyai persiapan untuk menjaga. Demi dilihatnya lawan merangkapkan kedua lengannya, tiba tiba kakinya yang mengarah dada lawan berubah tujuan menjadi ke atas dan melewatkan kepala musuh.

Kecepatannya ditambah entah berapa kali lipat dan semula sehingga pengawal kurus itu tidak dapat melihat dengan tegas, ia hanya merasakan sebuah benda hitam lewat dengan cepatnya di depan matanya, terkecuali itu di samping kedua kepalannya terdapat tenaga gencetan yang luar biasa besarnya, membuat dirinya tidak sempat lagi menarik kedua lengannya itu, sehingga satu bentrokan keras antara lengannya sendiri tidak dapat dihindarkan!

Hasil dari bentrokan itu membuat lengannya menjadi kaku tidak sakit dan tidak gatal.

Kiranya walaupun Kie Sau menggerakkan kedua lengannya dengan ayal-ayalan tapi kalau mau dikerahkannya dengan cepat, kecepatannya ini sukar dilukiskan dengan kata-kata. Dalam jurusnya tadi begitu kakinya melewati kepala sang lawan kedua lengannya dikerahkan dengan cepat sekali menggencet kepada tangan lawan, sehingga tenaga pukulannya ini dengan ganas menghimpit kedua pukulan lawan dengan ganasnya, sehingga tenaga pengawal yang sudah keras itu ditambah lagi dengan tenaganya.

Kedua lengan pengawal yang sedang di kerjakan dengan keras itu dengan tiba tiba kehilangan sasaran, sehingga lengan itu saling adu dengan keras sekali secara dahsyat.

Jurus dari Kie Sau ini adalah salah satu ilmu ciptaannya sendiri dari Bukit Berantai yang bernama Siaog Gak Heng Peng (dua gunung raksasa gugur melinting) begitu kedua telapak tangannya dirapatkan membawa tenaga seperti dua gunung besar saling bentur dari itu mana dapat dielakkan oleh pengawal bertubuh kurus itu.

Pengawai kuius itu dengan cepat mencelat ke belakang sambil mengawasi lengannya dengan senyum getir. Kiranya lengannya yang amat disayang itu telah menjadi 'bonyok' serta patah patah tulang jarinya dan terkulai seperti pepohonan yang sudah layu.

Tadi ia belum merasakan sakit kini sakitnya itu sudah menyerang sampai di ulu hatinya belum senyuman getirnya hilang ia sudah mengeluarkan suatu rintihan yang mengesankan sekali. Hoa San Kie Sau tidak menghiraukannya, karena di sampingnya masih terdapat pengawal yang bertubuh besar.

Waktu ia menyerang pengawal kurus tadi lengannya tak henti hentinya mengeluarkan jurus jurus pelindung diri, sehingga sang lawan tidak dapat mendekatinya.

Kini pertandingan satu lawan satu, pengawal itu asalnya seorang jago yang lihai juga, terbukti kini dengan serangan yang berubah rubah dikeluarkan, kalau tadi ia mengeluarkan ilmu dari Siau Lim Sie, kini jurus pukulannva itu berubah menjadi tipu pukulan dari Bu Tong Pat Kwa Kun.

Gerak serangannya ini dilengkapi dengan tenaga dalam yang kuat pula, kini ia menarik serangannya dengan ilmu Bo Kun Kuan Hong (berpeluk: tangan menikmati pemandangan) Sedangkan matanya mengawasi lawan dengan tajam.

Kiranya pengawal ini memang mempunyai kepandaian yang harus disebut tinggi, dari itu ia tidak mau mengalah sama sekali kepada lawan, untuk mengambil kemenangan dikeluarkannya ilmu yang menjadi andalannya yakni Bo Tong Pat Kwa Kun, terkecuali dari itu sekalian ingin dipamerkan kepada lawan bahwa ia pun dapat menggunakan ilmu puKulan dari beberapa golongan, kedua ingin mengadu kekuatan sejati guna menentukan siapa yang terlebih lihai.

Hoa San Kie Sau mengeluarkan senyum, lengan kanannya mengeluarkan serangan menuju bahu kanan lawan, pengawal itu mengegoskan serangan ini sambil mengirimkan kaki kanannya ke lambung Kie Sau.

Kakinya ini terangkat tidak terlalu cepat tapi mengandung tenaga hidup, sesampai di tengah jalan dapat dikekanankan atau ke kirikan, dapat diteruskan dapat pula di tarik, pokoknya melihat reaksi dari lawan di mana ada lowongan segera dapat bergerak dengan cepat menyerang tempat berbahaya dari musuh.

Kie Sau tidak mau meladeni serangan kaki lawan ini dipindahkan kedua kakinya dengan lincah memutar tubuh lawan dari sebelah kanan sehingga dapat menghindarkan serangan musuh dengan gaya kilat sedangkan lengannya dikirimkan menyerang musuh dari belakang.

Pengawal itu walaupun bertubuh besar tapi sangat gesit sekali, dengan cepat dan mantap tubuhnya berputar ke arah belakang sambil mengirimkan kaki kanannya untuk menghindarkan lengan Kie Siu. sedangkan lengan kanannya menotok jalan darah Pek Leng Hait lawan, gaya serangannya ini sungguh ganas dan keras.

Serangan ini menempatkan dirinya berada di atas angin, pukulan pukulan dahsyat selanjutnya dapat dikirimkan dengan enaknya. Ia menduga Kie Sau pasti mundur menarik kaki ke belakang, serangannya yang bernama Tiat Lan Kon Siong (kerangkeng besi mengekang gajah ) Go Houw Kim Yong (harimau lapar menerkam kambing) dan lain lain segera akan dilancarkan.

Inilah ilmu pukulan dari Pat Kwa Kun yang lihay sekali, kalau musuh tidak menarik mundur kakinya, terang terang kakinya sudah terkekang, dan mati, sedangkan bagian atas menerima serangan,alamat kalah sudah pasti diderita.

Biar serangan ini demikian lihaynya, tapi Kie Sau mengerti lawan ini tidak memadai dengan ilmunya, ia tetap diam tidak bergerak seperti sebuah gunung yang angker, sedangkan lengan kanannya berbalik menindih lengan kiri musuh sedangkan lengan kirinya melindungi mukanya dan bentrok dengan lengan kanan lawan, sehingga serangan lawan itu dapat dipatahkan.

Dua pasang tangan saling tindih menindih dan menempel, tubuh mereka tidak bergerak gerak, masing masing mengempos tenaga dalamnya untuk merobohkan musuh. Tapi keadaan ini berjalan tidak lama, sebab pengawal yang bertubuh besar ini tidak kuat pula melawan tenaga lawan yang lebih besar dan ampuh dari tenaga dalamnya sendiri, sehingga tak heran mukanya menjadi merah sedangkan urat uratnya keluar membiru memenuhi keningnya, tiba-tiba kedua lututnya tertekuk, tapi lengannya masih tetap menpertahankan tenaga musuh dengan mati matian.

Sebaliknya Kie Siu masih tetap saja dalam keadaan tenang, seolah olah baru mengeluarkan separuh tenaganya, musuh itu terus ditindihnya dengan tenaga yang kian lama kian ditambah,

Pengawal yang bertubuh besar ini kini tidak tinggi besar lagi karena kakinya yang sudah ditekuk membuatnya menjadi pendek, berikutnya kedua lengannya sudah tertekan sampai di pundaknya kemudian punggungnya menjadi bungkuk dan merapat dengan pinggangnya, akhirnya kepalanya juga tertekuk masuk ke dalam bahunya sehingga menjadikan ia seperti kura kura yang besar.

Sampai detik demikian lengannya masih mempertahankan tekanan lawan dengan mati matian, sebab ia tahu kalau tangannya di lepaskan jiwanya segara berada dalam bahaya serangan musuh.

Kie Sau berlaku bengis menghadapi pengawal penjajah ini dengan keras ditekannya lagi lawan itu dan ditendangnya dengan mendadak, hanya dengan satu tendangan ini tubuh yang demikian besar ini terpental seperti bola, langsung masuk ke dalam jurang. Pengawal ini berdaya sekuat tenaga untuk menjambret rumput rumput yang berada di tebing untuk menyelamatkan jiwanya, sayang tubuhnya terlampau berat sehingga rumput rumput itu tidak kuasa untuk menyelamatkan jiwanya, tubuhnya langsung tergelincir ke bawah untuk menghadap pada malaikat Jibril di akhirat.

Seiring dengan jatuhnya pengawal itu terdengar orang memuji ';Bagus", siapakah orangnya yang mengeluarkan seruan itu, Louw Eng adanya! Hal ini sungguh di luar perkiraan orang.

Sebab apakah ia mengeluarkan pujian itu? Hal ini memang gawat untuk dikatakan. Pertama ia mendaki Oey San dengan harapan untuk mendirikan jasa, tapi di luar perkiraannya pula bahwa raja mengutus juga tiga orang Kim Ie Thay Wi (bayangkari) dengan alasan untuk membantunya, padahal di samping itu untuk menilik pula gerak geriknya, ketiga pengawal istana ini adalah tiga diantara delapan pengawal kelas satu dari sri baginda yang beradat angkuh dan tak mau mengalah kepadanya, sehingga terhadap dirinya tidak menunjukkan rasa hormat bahkan terhadap jago jago undangan Louw Eng tidak memandang barang sedikit.

Mereka selalu menganggap dirinya yang terpandai, tidak tahunya adalah kodok dalam tempurung yang tidak mengetahui tingginya langit dan tebalnya bumi, Waktu Louw Eng ingin masuk ke dalam goa merekapun ingin ikut serta, tapi dengan susah payah dapat juga dicegahnya.

Dari sebab ini Louw Eng mengandung dendam kepada tiga pengawal, walaupun ia gemas dan benci tak berdaya untuk melampiaskan kemendongkolannya, kini di lihatnya Kie Sau menghancurkan dan melukakan mereka, hatinyi merasakan sukur sekali dari itu suara pujiannya tidak tertahan lagi ke luar dari mulutnya.

Habis mengatakan pujiannya itu terlihat ia diam terpekur, karena hatinya tengah berpikir untuk melakukan sesuatu yang jahat pula. yakni sekuat tenaga ingin mencelakakan seseorang, siapakah yang akan di celakakannya, orang itu bukan lain dari pada Tju Hong yang berada di dalam jurang.

Sebab apa ia berpikir demikian? Tak lain ingin menghilangkan suatu saksi yang mengetahui betul atas perbuatannya selama delapan belas tahun di Oey San ini. Hal ini sebenarnya sudah dipikirkannya sedari ia berada di dalam goa. kalau orang ini tidak mati hatinya mana bisa menjadi tenang?. Sesudah pikirannya tetap dihadapinya Hoa San Kie Sau sambil berkata. "Pukulan bukit berantai yang benar benar lihay sekali, ingin hatiku menerima beberapa jurus pengajaran darimu, kini untuk sementara kita berpisah !"

Sehabis bicara ia bersiul panjang, sesaat kemudian ke luarlah orang orangnya untuk mengangkut tubuhnya pengawal yang luka dan segera ingin berlalu. Wan Thian Hong segera mencelat ke depan: "Hei! Bagaimana dengan hal menolong orang?"

'"Thai Tiang Hu (jantan) sekali bicara tetap tak berubah! Esok siang kita berjumpa pula," Selesai berkata tubuhnya berputar sambil memesan puterinya: "Tjen djie, malam ini kau harus memberi makan sekenyang kenyangnya kepada garudamu itu untuk menolong orang di hari esok!"

Kawanan Kie Sau mengetahui musuh berjumlah besar, dari itu dibiarkannya Louw Eng berlalu.

Malam itu mereka merencanakan daya untuk menerjang ke luar dari kepungan musuh dan menyaksikan apa betul Louw Eng akan menolong Tju Hong ke luar dari dasar jurang yang curam itu. Dengan aman sang malam berlalu dan haripun ganti menjadi pagi.

Suasana puncak puncak Oey San tetap tenang tapi di balik itu apa yang akan terjadi di sini pasti berlainan sekali dengan ketenangannya itu.

Sehingga keindahannya yang menawan hati ini tidak dapat dinikmati oleh Kie Sau dan lain lain.

Pemuda pemuda yang gemar akan keindahan dan tampak bermain-main kini terbenam dalam suasana gawat sambil berpikir mencari daya untuk turun dari gunung yang penuh bahaya ini.

Hanya Louw Lo cianpwee saja seorang yang masih sempat jalan ke sana sini sambil melihat-lihat keindahan alam ini. Sedangkan mulutnya tidak henti-hentinya memuji muji keangkeran dan keindahan Oey San dengan penuh kegirangan.

Haripun sudah berlalu lagi menjadi siang, ke delapan orang ini berkumpul di atas puncak Thian Tou menantikan kedatangan Louw Eng.

Tepat waktu matahari berada di atas dari balik batu-batu cadas yang berada di gunung ini berkelebat sesosok tubuh orang dengan gesitnya, pendatang ini adalah Tjen Tjen adanya. Tubuhnya yang gesit dan lincah ini tidak menerbitkan suara sedikit juga, menunjukkan bahwa ia ini adalah Seorang anak yang berbakat.

Sesampainya di atas puncak ia menghaturkan selamatnya kepada sekalian orang. Tak lama kemudian dari belakangnya menyusul ayahnya, mereka datang hanya berdua saja.

"Urusan hari ini tak perlu diceritakan lagi panjang- panjang benar di dalam jurang ini terdapat orang, sesudah orang ini tertolong baru kita bicara," kata Louw Eng dengan tenang.

"Tjen djie selesaikanlah pekerjaan kamu sekarang juga!" Tjen Tjen menunjukkan paras yang puas sekali.

Anak ini adalah pintar dan cekatan, pada umumnya orang yang pandai paling anti mengalah kepada lain orang. Demikian pula dengan Tjen Tjen berketika di hadapan banyak orang yang berilmu tinggi untuk memamerkan keahliannya hal inilah yang membuat hatinya menjadi girang.

Tampak ia jalan perlahan lahan seperti pengantin baru menuju ke puncak, tangan kanannya dimasukkan ke dalam mulutnya untuk mengeluarkan suara siulan yang keras dan kencang, belum suara ini habis dibawa gelombang udara seekor garuda yang besar sudah terbang mendatang menuju kepadanya.

Di bawah sinar matahari yang demikian terang burung ini dapat dilihat dengan tegas bulunya yang hitam mengkilap dengan kukunya yang putih tajam menambah keangkeran tubuhnya yang besar tegap.

Garuda ini seolah olah ingin hinggap dibahu majikannya, tapi Tjen Tjen tidak mengijinkan, lengannya dikebaskan sambil mengeluarkan titahnya: "Hayo terbang berputar lagi untuk kulihat!"

Burung itu sangat dengar kata dan cerdik dengan segera ia berputar di atas kepala sekalian orang sambil melayang- layang menantikan titah selanjutnya dari sang majikan.

Tju Sie Hong melihat benar benar garuda ini akan menolong ayahnya, segera menjalankan rencana yang sudah dirundingkan semalam yakni ia harus turun dulu ke dalam jurang untuk menjadi penunjuk jalan bagi garuda ini. di samping ini dapat dengan baik baik menempatkan tubuh ayahnya pada burung itu Louw Eng sangat tertegun melihat kepandaian Tju Ste Hong turun ke dalam jurang itu, ia berpikir: "Tak heran binatang Tju Hong itu tidak mampus, pasti mengandalkan ilmu yarg serupa ini!"

Garuda itu dipanggil Tjen Tjen turun, dan dipesannya bagaimana harus menolong orang.

Garuda itu sangat pintar sekali, mendengar sepatah perkataan orang segera manggut sekali.

Sehabis memesan Tjen Tjen menggoyangkan tangannya sambil berkata: "Lekas pergi dan lekas kembali!" Garuda itu dengan cepat membentangkan sayapnya turun ke dalam jurang, dalam waktu yang cepat sekali sudah hilang masuk ke dalam jurang. Sekalian orang menantikan di atas puncak sambil duduk.

Tak lama kemudian, dari dasar jurang terdengar suara Garuda yang keras diiringi suara kelapakannya dari sayapnya yang besar.. Sekalian orang gagah yang berada di puncak Thian Tou mengarahkan pandangannya ke dalam jurang yang dalam. Dari dasar lembab yang demikian hitam, terlihat warna putih yang membumbung naik ke atas. Sebenarnya garuda itu berwarna hiram, tapi mengkilap, tambahan kena sinar matahari sehingga dari jauh kelihatannya menjadi putih. Titik putih ini semakin lama semakin besar dan semakin tegas terlihat. Sayapnya yang sebentar terbentang dan sebentar rapat itu mempunyai tenaga yang maha dahsyat, tak heran dapat membawa orang dengan kukunya.

Begitu ia meninggi lagi terlihat dengan tegas orang yang dibawa itu, orang itu berada dalam para para yang terbuat dari pada tambang, sedangkan bagian atas dari tambang tercengkeram kuku garuda dengan kokohnya.

Sekalian orang gagah memasang matanya mengawasi Tju Hong.

Tampak wajahnya yang seperti lilin kuning, rambut kumis dan jenggotnya berwarna putih terurai panjang tidak terurus. Sedangkan bajunya yang dibuat oleh anaknya pada tahun tahun belakangan sudah pecah pecah juga, kakinya bersepatu kulit rusa. Lengannya memegang terus senjatanya yang tinggal separuh.

Semua orang merasakan sesak dada melihat keadaannya yang menyedihkan ini. Wan Thian Hong dan Gwat Hee tak kuasa untuk menahan air matanya. Garuda sudah sampai di puncak, dengan jarak beberapa tumbak dengan sekalian orang banyak.

Ong Djie Hai tidak tahan sabar lagi, di empos semangatnya sambil memanggil "Tju Siok siok, Tit djie Org Djie Hai, Tju Piau, Tit lie Ong Gwan Hee memberikan hormat atas kedatanganmu. Tju Siok siok, kami berada di sini!" Tju Hong memalingkan kepalanya ke arah suara.

Tapi wajahnya yang pucat kuning itu membayangkan semangat yang kurang ingatan, sedangkan kedua mata tak dapat dibukanya. Agaknya ia tidak mengetahui keadaan sekeliling dan apa yang terjadi di situ.

Wan Thian Hong dan Wan Djin Liong memanggil: "Tju Siok siok. Tju Siok-siok!" Tapi Tju Hong tetap

menujukkan paras seperti tadi. agaknya ia bingung sedangkan kedua alisnya dikernyutkan seperti tengah memusatkan pikiran untuk mengingat sesuatu.

Garuda itu sudah sampai di puncak dan siap untuk hinggap, tiba tiba Louw Eng berseru. "Tjen djie " Saat itu Tjen Tjen tengah bergirang melihat burungnya dapat menolong orang mendengar seruan ayahnya ini segera ia menjawab '"Oh aku dapat mengurusnya dan berlaku hati hati."

"Tjen djie suruhlah burungmu itu terbang sejauh tiga tumbak lagi!"

Sekalian orang gagah menjudi heran mendengar titahnya ini, mata mereka segera berputar mengawasi, tampak sang jahanam ini dengan paras tenang dan dingin mengeluarkan senyuman iblisnya. Sebaliknya sang puteri tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan titah ayahnya, ia menurut saja kata kata itu. "Garuda terbang lagi sejauh tiga tumbak."

"Suruh ia berhenti di tengah udara!" "Tia tia apa maksudmu ini!"

"Turut saja perintahku!" bentak Louw Eng. Garuda itu disuruh berhenti oleh Tjen Tjen di tengah udara, sedangkan di bawah kukunya adalah Tju Hong, jarak burung dengan orang orang banyak ini kurang lebih tiga empat tumbak jauhnya.

"Tia tia, sebenarnya apa yang hendak kau perbuat?"

"Kau jangan banyak bicara lagi! Bukankah kita akan mendengarkan perkataan saksi Biarlah ia berdiam di sana agar lebih mudah untuknya bicara! Hee . . . hee . . he.." Agaknya jahanam ini mendapat kegirangan yang sesungguhnya dari hati iblisnya, sehingga wajahnya benar benar diliputi kegirangan yang meluap luap.

Inilah adat dari sang jahanam, kalau bisa ingin mematikan orang dengan cara yang bukan bukan, sesudah ia Tertawa cukup kenyang segera berpaling kepada puterinya:

"Tjen djie! Marilah kita berlalu!' tubuhnya berputar dan berlalu.

Tjen Tjen menjadi bingung, ia berkata dengan keras: 'Tia-tia bukankah kita akan membicarakan urusan itu dengan mereka secara jujur ?"

Sedangkan tubuhnya mencelat ke depan menarik baju ayahnya.

Louw Eng mengebaskan bajunya sambil membentak: "Hei budak bodoh kau tahu apa, lekas turut padaku!"

Karena sedetik inilah dua saudara Wan sudah berhasil menghadang perjalanannya, dengan mati gusar mereka menegur: "Louw Eng, jangan mimpi untuk berlalu! Lekas orang itu kau turunkan!"

Louw Eng sudah mempunyai maksud tertentu tanpa gugup barang sedikit segera tertawa mengejek: "Hei bukan kecil jangan kau kira selalu bisa beruntung dengan kepandaianmu yang sekelumit itu. Aku sudah menyediakan dua orang untuk melayani kalian dengan baik!" selesai bicara ia menepak tangan dua Kali. Saat inilah terdengar suara orang mencelat naik ke atas puncak, Wan Tnian Hong dan kakaknya segera memalingkan kepalanya, tampaklah oleh mereka kawan lama dari sang jahanam sudah berada di situ, yakni Tong Leng Ho Siang dengan Pek San Hek Pau berdiri di kiri kanan.

Tong Leng segera membuka mulutnya: "Aa.. Aa bocah jangan berkelahi, kami pasti tidak dapat melawan" katanya sambil mengejek.

Mendengar kata kata ini dua saudara Wan menjadi gusar sekali, mereka harus bersabar karena harus menolong orang terlebih dahulu. Mereka tidak dapat berbuat apa apa, matanya mendelong memandang gurunya meminta petunjuk petunjuk.

Yauw Lo tjian pwee memandang ketempat jauh sambil bicara : "Louw Eng! Janganlah ingkar pada janji! Sekali ini saja kuminta Kau tepati janjimu ini, sebagai pengecualian dari adatmu yang biasa mendusta dan berbuat bohong!

Lekaslah titahkan burung itu menurunkan orang, apa artinya menggantung orang di udara secara demikian? Kalau kau gemas memain, aku siap untuk menemani sampai kau puas, mau tidak?'"

"Youw Tjian Su adatku sudah demikian, sediKit juga tidak dapat diubah dan tidak ada pengecualian untuk siapapun!" jawab Louw Eng dengan sombong, sehingga orang berilmu tinggi seperti orang tua ini tidak diindahkan sama sekali Bahkan nama orang tua ini disebut secara langsung, membuatnya sekalian yang mendengar menjadi kaget dan heran.

Orang tua itu bangkit dari duduknya, matanya mendelik: "Binatang, jangan mengandalkan banyaknya orang segera berani berbuat kurang ajar! Hei Si Busuk Hek Liong itu bersembunyi di mana? lekas suruh dia keluar!" tampak lengannya melepaskan sehelai daun menyerang Louw Eng. sehingga sang jahanam ini tak dapat lagi mengegos "plak" mukanya seperti kena digampar orang dengan keras!

Pada saat inilah terdengar suara seperti kaleng rombeng memecah udara. "Yauw-heng sekali ini ilmu kau banyak maju, sehingga tak cuma cuma kau hidup di dunia ini!"

Orang banyak tidak mengetahui suara ini dari mana arahnya datang, suara ini demikian halusnya, seolah olah ke luar dari dalam tanah. Tapi Yauw Tjian Su mengetahui dari mana datangnya suara itu.

"Binatang busuk! Masih belum ke luar, apa menantikan diundang dulu?" lengannya segera menerbangkan butiran batu-batu kecil menghantam sebuah batu besar yang berada di bawah puncak.

Batu batu kecil itu sesudah mengenai batu besar sedikit juga tidak mengeluarkan suara, agaknya masuk ke dalamnya.

"Aduh! Lo Yauw agaknya jiwaku kau inginkan juga! batu ini demikian ganasnya, aku tak dapat menerimanya dan terimalah kembali!"

Batu yang sudah masuk ke dalam batu besar itu tiba-tiba ke luar mencelat ke luar dengan keras menghantam dada Yauw Tjian Su.

Batu ini tidak dihiraukannya, begitu kena dadanya sebera berbalik lagi sebanyak dua meter baru jatuh di tanah.

Hal ini membuat Louw Eng menjadi kaget sekali, sedangkan Djie Hai melihatnya menjadi kagum. Semua orang sudah mengetahui di balik batu itu sembunyi Hek Liong Lo Kuay. Tapi ia belum mau menunjukkan dirinya, hanya terdengar suaranya "Hei Lo Su Tau (kayu tua) kau jangan tergesa-gesa, mari kuperkenalkan dahulu dengan kawan kawanku!" segera terdengar suara siulannya yang panjang, menggema di segenap penjuru gunung dan lembah.

Tak lama kemudian di.,segenap puncak-puncak gunung- yang sebanyak tujuh puluh dua itu terlihat ada orang berdiri dengan gagahnya.

Sedangkan di hadapan Thian Tou Hong yakni Lian Huan Hong terlibat tiga bayangan manusia, mereka menggapai- gapaikan tangannya sambil menunjuk-nunjuk, agaknya sangat nganggur sekali.

Melihat gerak gerik dari tangan mereka, seolah olah tengah mentertawakan orang-orang yang berada di puncak Thian Tou Hong itu sudah berada di dalam perangkap mereka.

Puncak puncak yang berada di sebelah bawah Thian Tou Hong seolah olah tunduk pada puncak yang tertinggi ini di hari-hari biasa, tapi kalau sekarang kira alihkan pandangan mata dari puncak yang tinggi ke bawah, puncak yang biasanya seperti berlutut itu kini bangun menentang mengubah bentuknya seperti iblis yang siap akan menelan.

Berantai sepanjang bukit dan puncak penuh dengan orang orangnya jahanam Louw Eng. Ong Djie Hai berempat belum pernah menyaksikan situasi yang demikian menegangkan urat syaraf, demikian juga dengan kedua saudara Wan walaupun mempunyai kepandaian tinggi serta ketabahan yang luar biasa tak urung merasakan cemas juga.

Hanya Yauw Tjian Su dan Ho San Kie Sau yang masih dapat berpikir secara tenang. Lemah dan kuat dari keadaan masing masing pihak sudah nyata kelihatan. Louw Eng tidak henti-hentinya mengeluarkan suara "ha .... ha ha"

kegirangan. Dengan wajah ramai dihias kepuasan napsu iblisnya dipandang Tju Hong yang masih berada di udara sambil tertawa mengejek tidak henti-hentinya. Tju Hong yang masih berada di tengah udara, masih tetap hilang daya ingatnya, dengan wajah yang harus dikasihani ia terdiam dengan tak mengetahui apa yang sudah terjadi di sekelilingnya. Matanya masih tetap tidak dapat dibuka, karena terlampau lama diam di dasar jurang yang sangat gelap. Agaknya sang mata itu tidak tahan menerima sorotan matahari yang demikian terang, dalam kesilauannya itu, ia tak dapat melibat sesuatu. Sedangkan pikirannya masih tetap mengambang tak keruan, inilah akibat goncangan otak yang diderita delapan belas tahun sewaktu jatuh dari atas jurang. Ia mengingat sesuatu, tapi tidak ada jalan untuk mengusutnya tak heran selalu kandas akan daya mengingatnya yang lemah ini. Hari ini ia merasakan tubuhnya seperti melayang di udara, perasaan ini agaknya merangsang daya ingatnya sewaktu jatuh dari jurang dengan tubuh melayang pula. Tapisebabapa ia jatuh, tidak dapat diingatnya. Dalam saat ini ia mendengar suara tertawa Louw Eng yang keras, walaupun ia tak dapat melihat orangnya tapi suara ini cukup dikenalnya. Suara siapakah? Perasaannya tertusuk dan tergoncang sampai ke alam pikirannya,karena ini tubuhnya merasa tidak keruan demi didengarnya suara tawa yang sangat menusuk ini, dalam jiwa raganya merasakan sesuatu pikiran dongkol dan geram yang sangat. Tiba tiba dalam jiwa kecilnya ia mengingat suara ini. Tanpa terasa lagi ia membuka mulutnya sesaat mungkin; "Louw Eng! Hai! Louw Eng Ha ha ha. .." entah kehapa ia tertawa menggila, sedangkan ingatannya masih tetap kabur, tapi agakny. sudah dapat juga mengingat sesuatu dengan samar-samar.

Suara jeritannya ini bagai palu yang besar menimpa kecongkakan sang jahanam, tanpa kuasa lagi Louw Eng melompat kaget Orang yang dikira sudah menjadi tulang belulang selama delapan belas tahun, kini mengeluarkan suara, tak ubahnya suara ini sebagai suara malaikat elmaut untuk pendengarannya. Mukanya. segera berubah kaku. tanpa berkata kata, perlahan lahan terlihat tangannya bergerak menerbangkan sebuah pisau kecil yang putih dan mengkilap seperti perak menghajar burung garuda yang berada di atas kepalanya Tju Hong.

Tangannya yang ganas ini dikerjakan dengan cepat dan di luar pikiran orang. Terdengar suara Tjen Tjen yang menjerit melengking: "Tia! ! ! Kau membunuh burung ku ! !

!"

Sedangcan OngDjie Hai menjerit pula "Tju Siok siok ! ! " Mereka tahu sekali burung itu mati Tju Siok sioknya pasti akan jatuh ke dalam jurang lagi. Sedangkan garuda itu berada tiga empat tumbak dari tepi puncak, dengan sendirinya mereka tidak dapat menolongnya. Tapi dalam keadaan segenting itu terlihatlah sehelai daun kering menyampok jatuh senjata perak itu, sedangkan piau yang dilepas kemudian di jatuhkan pula oleh rumput kering dan sekuntum bunga. Kiranya tak perlu diterangkan lagi, kesemua ini adalah kerjaan dari orang tua she Yauw itu.

"Hei Louw Eng! Kelakuanmu sungguh gila, terang terang di dalam banyak mata yang menyaksikan kau masih berani menurunkan tangan jahat untuk mencelakakan orang?" tegur Yauw Tjian Su dengan bengis. Kata-kata orang tua ini membuat Louw Eng mencelat ke tempat beradanya Hek Liong Lo Kuay:

" Hee . . . he . . .he yang kau maksud dengan mencelakakan orang? Aku menerima firman dari Sri Baginda untuk menumpas kaum pemberontak. Dari itu apa yang ku lakukan sekali kali tidak melanggar wet negara.

Biar bagaimana Tjen Tjen adalah seorang gadis yang baik, hatinya tidak seperti ayahnya yang demikian busuk. Dengan menangis ia berkata: "Tia tia, perbolenkanlan aku menolong orang itu, kemudian baru Kita bicara."

"Kalau begitu kau memaksa aku untuk membunuh burungmu itu, bukan?" tanya Louw Eng dengan gusar.

"Tia-tia, itupun bukan, yang kumaksud tolonglah orang itu."

Saat ini tiba-tiba Tju Hong mengeluarkan lagi suaranya, tapi berlainan sekali dengan yang semula. Ia berteriak:

"Apakah Sie tee Louw Eng berada di situ? Sie tee, Sie tee aku yang jadi kakak berada di sini!"-Kiranya daya ingatnya yang kena tusukan membuat pikirannya agak baikan. Tapi tak dapat ia mengingat sesuatu dengan serempak, melainkan satu demi satu. Saat ini ia ingat bahwa Louw Eng adalah saudara angkatnya yang keempat. Tabiat dari Tju Hong sangat mementingkan kebajikan, dari itu antara perhubungan saudara ini sangat keras dipegangnya, tapi baru ia mengingat ini seduit kembali pikirannya menjadi keruh dia tak dapat mengingat kembali. Suaranya sekali ini membuat orang orang yang berada di situ menjadi heran, karena suaranya ini mengandung nada yang mesra sekali. Sidangkan Lou Eng sendiri turut merasa aneh juga.

Tiba tiba orang mendengar suara Tju Sie Hong yang baru kembali dari dasar jurang: "Tia tia, apakah kau dapat mengingatnya kejadian yang lalu? Lekaslah kau . ceriterakan kejadian delapan belas tahun berselang di Oey San ini? Tia tia apakah kau ingat tidak?"

"Kau siapa?" tanya Tju Hong.

"Tia aku adalah Sie Hong puteramu sendiri Yang kau tinggalkan sejak kecil dan baru bicara."

"Oh!" kata-katanya terdiam, agaknya jalan pikirannya kembali hilang dan ngawur lagi.

Louw Eng adalah manusia licik dan jahat. Melihat wajah dari Tju Hong yang kurang ingatan ini, segera pikirannya kembali bekerja untuk mengacaukan pikiran orang, ia ingin menangkap ikan di air Keruh, agar dosanya yang sudah diperbuat dapat dicuci bersih! Kemudian ia berpikir untuk mencelakakan Tju Hong masih belum terlambat. Sesudah berdehem membersihkan riak yang menyumbat kerongkongannya segera ia berkata:

"Tju Sah ko aku Louw Eng, kau jangan kuatir," sambil bicara sambil ditatapnya wajah Tji Hong dengan penuh perhatian tampak olehnya wajah orang yang masih belum sadar betul daya ingatnya. Ia menjadi girang. "Sah ko apakah kau masih ingat sewaktu kita mengangkat saudara dengan Wan TieNo dipuncak Thian Tou ini?" Tampak sudut bibir Tju Hong agak tergerak, tapi kata katanya tak kunjung ke luar.

"Apakah kau ingat siapa yang memberi lihat dua bilah pedang mustika dikala itu? Ingat bagaimana senjatamu diputuskan, dengan pedang pusaka itu, sehingga kau jatuh ke dalam jurang? Sahko kau ingatlah bak baik siapa yang mencelakakan kau itu?" Kata katanya ini semata mata mengalutkan dan mengeruhkan daya ingat orang saja. sehingga ia berharap menarik keuntungan dari kata katanya.

Tju Hong yang masih dalam keadaan lupa ingat kena terganggu jalan pikirannya. Daya ingat Tju Hong kena dipengaruhi kata kata dari Louw Eng, sehingga otaknya berbayang seperti di depan mata keadaan waktu mereka mengangkat saudara, di mana Wan Tie No memperlihatkan dua bilah pedang mustika, la ingat bahwa tambang dan kaitannya itu kena dipapas pedang mustika, sedangkan pedang itu adalah kepunyaan Wan Tie No bukankah kalau begitu jiwanya ini dicelakakan Wan Tie No. Dengan gugup ia berkata-kata sendiri : 'Ya - - ya Wan Tie No? Wan Tie No? untuknya kata kata ini belum terang benar, tapi untuk Louw Eng mengena sekali di dalam hatinya. Tiba tiba ia berkata dengan santer: "Memang Wan Tie No! Dengarlah ramai ramai!"

Dengan perasaan bangga Louw Eng menghadap kepada dua saudara Wan sambil berkata: "Bagaimana? Nyatanya kata kata yang diucapkan kalian di dalam goa itu tidak cocok dengan kenyataan ! Nah, jalankanlah sumpahmu yang kau pernah kau ucapkan!" Ong Djie Hai dan lain lain memandang kepada dua saudara Wan, mereka percaya perkataannya, apa mereka mendebat perkataan dari Louw Eng ini, sehingga mereka menjadi gelisah tampak oleh mereka Wan Thian Hong tersenyum dingin kearah Louw Eng, dengan tenang ia berkata.

"Waktu di dalam goa kau pernah mengatakan bahwa pedang itu adalah kepunyaan kau sendiri yang didapat dari luar tembok besar, betul tidak? Tapi sekarang kau mengatakan apa kepada Tju Siok siok? Kau mengatakan bahwa pedang itu kepunyaan ayahku. dari kata kata ini sudah terang bahwa pedang itu bukan kepunyaanmu, enak saja menggoyangkan lidah membuat ceritera burung, sehingga kau terkecoh sendiri Dari itu perkataanmu yang di dalam goakah atau seKarang yang dapat dipercaya?"

Louw Eng tidak akan mengira bahwa pemudi ini otaknya masih berjalan dengan terang sehingga masih ingat apa yang telah dikatakannya di dalam goa. Ia diam termangu tidak bisa mendebat.

"Tak perlu gelisah kau boleh memikirnya secara tenang untuk mendapatkan jawaban. Pokoknya lepaskan dahulu Tju Siok siok. Baru kau membahasakan diri sebagai saudara dengan mesra bukan? Nah, kau pikir apakah sudah menjadi adat sang adik membiarkan kakaknya terkatung di udara?

Lekas turunkan! Atar kita dapat membicarakan Kejadian tahun yang lalu secara terang." Dari malu Low Eng menjadi gusar, dengan geram ia berkata: "Baik, baik, kita bicara perlahan lahan, Tjen djie lekas kamu turun gunung!" Katanya ditutup dengan mencelatnya tiga batang piau dari tangannya, sebuah menuju dada Tju Hong, sebuah lagi ke tambang yang menahan Tju Hong dan ketiga menuju kepada garuda itu tak perlu di katakan lagi Yauw Tjian Su yang diam di samping segera merintangi jalannya piau itu, Tapi sungsuh di Juar dugaan, tiba tiba datang tiga butir biji Siong yang merintangi jalannya senjata yang dilepas orang tua she Yauw, Senjata ini tak perlu diragukan lagi Hek Liong Lo Kuaylah yang melepasnya.

Dengan gugup Kie Sau melepaskan tiga buah anak caturnya, untuk menjatuhkan senjata rahasia Louw Eng Empat orang berilmu tinggi ini dalam sekejap saja sudah saling melepaskan senjata rahasianya, walau pun tidak berbareng, tapi seolah olah dalam waktu yang sama, sehingga membuat yang melihatnya menjadi berkunang kunang. Diantara empat orang Yauw Tjian Su dan Hek Long Lo Kuay kepandaiannya berimbang, Louw Eng dan Kie Sau dapat dikatakan sekilas pula. Senjata ranasia Louw Eng berjalan paling dahulu, tapi kena dirintangi senjata- Yauw Tjian Su. Hek Liong Lo Kuay melepas senjatanya agak terlambat setindak, sedangkan Kie Sau walau pun lebih lambat ia sudah mempunyai persiapan. Sehingga jangka waktunya tidak berapa berselisih. Dalam waktu sekejap saja dua belas senjata rahasia saling bentur di tengah udara, benda benda itu kecil adanya tapi suara benturannya itu cukup keras dan membuat orang terkejut. Kemudian hancur dan berpencar ke empat penjuru: Pecahan pecahan ini masih tetap bertenaga, hampir hampir mengenai mata sang garuda. Tjeu Tjen berseru kaget: "Garuda lekas kau berlalu!" Kegaduhan dan jeritan Tjen Tjen ini membuat garuda terkejut sekonyong konyong, sayapnya bergelepakan terbang sedangkan kukunya yang mencengkeram tambang penyangga terlepas sehingga Tju Hong jatuh menuju ke dalam jurang dengan cepatnya.

Orang orang tidak berdaya untuk menolong sebab jaraknya tidak mungkin kena dijangkau oleh lengan. Pokoknya biar bagaimana tingginya kepandaiannya seseorang tetap tidak bisa menolongnya! Apakah harus dibiarkan dan dilihati saja? Sebelum orang banyak berdaya untuk memikirkanya, tiba tiba dari batang Siong yang terdapat di tepi jarang berkelebat sinar emas mengait datang! Sekembalinya Sie Hong dari dasar jarang, dilihatnya sang ayah masih tetap bergelantungan di udara, hal ini sangat mencemaskan dirinya, dari itu ia menyiapkan diri di samping jurang untuk memberikan pertolongan andaikata terjadi hal yang tidak diinginkan. Dugaannya benar sekali tambangnya terbang mengait waktu melihat tubuh ayahnya jatuh kebawah, malang baginya tambang itu tidak cukup panjang, tanpa banyak pikir dan tak perlu mengadakan percobaan lagi tambang berikut tubuhnya sekalian menyambar dengan cara ini ia berhasil mengait tambang yang berada pada punggung ayahnya.

Perbuatannya ini membuat tubuhnya hilang pegangan, untung baginya sebelum tubuhnya jatuh hancur, terlebih dahulu terdengar seruan panjang berbareng dengan berkelebatnya seseorang yang seperti seekor walet menyambar lengan kirinya dengan erat. Penolong itu demikian lincah dan indah gerak geriknya. Terlihat waktu ia terbang mencelat ikat pinggangnya yang berwarna merah dan lain lain mengeluarkan sinar yang beraneka ragam dengan indahnya, tak ubahnya seperti dewi turun dari kahyangan. Siapakah orang ini, tak lain dari Wan Thian Hong adanya.

Bukankah dengan demikian Wan Thian Hong pun kehilangan pegangan, ya memang demikian. Tapi tak perlu dikuatirkan sebelum itu sang kakak sudah turun dan berada di batang Siong, dengan cepat ikat pinggang sang adik itu kena ditangkapnya. Dalam waktu yang demikian cepat perasaan sekalian orang yang putus harapan hilang sebagian,

"Djie Liong, tunggulah, aku membantu!" seru Yauw Tjian Su sambil mencelat kesisi tubuh sang murid. Kie Sau dan lain-lain sudah sedia kalau kalau musuh - musuhnya menurunkan tangan jahat.

Dengan sebuah lengan Yauw Tjian Su menarik ikat pinggang Wan Tnian Hong sambil berkara:

"Naiklah!" begitu lengannya mengedut, Wan Thian Hong, Tju Sie Hong, Tju Hong kena diangkat seperti ikan di atas tali joran. Sedangkan lengannya dengan cepat mengempit tubuh Tju Hong dan berbalik mencelat ke atass puncak dengan selamat. Begitu Tju Hong menginjak bumi, jalan pikirannya banyak majuan, tapi matanya itu tetap tak dapat terbuka, sambil memutar badan ia membentak: "Hei, Louw Eng jangan kau lari!" Tapi orang yang dibentak itu sudah menggunakan kekalutan orang menghilang diri tanpa berbekas.

Begitu akalnya gagal, Louw Eng takut kebusukannya terbongkar di hadapannya sekalian orang, untuk menghindarkan ini terpaksa ia berlalu sambil berpikir: "Pokoknya orang orang di atas puncak ini sudah berada di dalam tanganku, untuk apa gelisah dan terburu-buru." Anak-anak muda sibuk mengelilingi Tju Hong dan tak sempat pula untuk mengejarnya. Saat ini Tju Hong menunjukkan paras yang gusar,, lengannya mennyabetkan tambangnya pergi datang seraya menjerit jerit "Louw Eng! Jangan kau lari jawablah pertanyaanku, kenapa kaitan emas ku kau putuskan? Kenapa tambangku di putuskan? Kenapa kau diam saja, hendak mungkirkah? Toa ko Djie ko.Sah ko kalian di mana? Lekaslah tangkap bangsat itu, dengari apa yang hendak dikatakan!" Mendengar ini semua orang menjadi girang, mereka tahu bahwa kesadarannya agak maju Dari kata katanya itu ia masih belum mengetahui bahwa Ong Tie Gwan. Tjiu Tjian Kin, Wan Tie No dan isteri sudah meninggal, bahkan tidak mengetahui pula bahwa waktu sudah berlalu delapan belas tahun lamanya. Dari kata katanya ini membuktikan bahwa kejahatan Louw Eng terbongkar sampai ke akar akarnya dan tak perlu diragukan lagi. Ia masih tetap memaki maki Louw Eng dengan geramnya, sedangkan lengannya menabrak sana menubruk sini dengan terhuyung huyung seolah olah ingin menangkap orang Tju Sie Hong mencelat untuk memayangnya sambil berseru seru.

"Tia tia Istirahatlah!" Sebaliknya daripada mendengar Tju Hong mendorong tubuh anaknya, sehingga yang tersebut belakangan dibuatnya tunggang langgang. Memang sudah menjadi kebiasaan orang yang lupa ingatan mempunyai tenaga lebih besar dari tenaga aslinya. Ong Djie Hai, Tjiu Piau Ong Gwat Hee dengan cepat maju menahan tubuh sang paman. Demi didengarnya suara angin dari banyak orang Tju Hong menggerakkan kaki tangannya, sehingga tambangnya berputar putar tanpa arah tujuan menyerang sekalian anak muda. Untunglah matanya tidak melihat orang, tambahan anak anak muda itu sangat lincah dan gesit, mengegos ke sana-ke mari menyusup kesamping tubuhnya Tjiu Piau berada di samping kirinya sedangkan Gwat Hee berada di sebelah kanannya, dengan serentak mereka maju merangkul sambil berseru:

"Tju Siok siok istirahatlah!" Tju Hong tidak tahu apa yang harus diperbuat, kakinya secara tiba tiba ditekuk mengeluarkan jurus Po In Kia Djit (mengusik awan memandang matahari) tangannya serentak bergerak kekanan kiri, tenaganya bukan main besarnya, sampai muda-mudi ini kena ditolaknya sejauh dua tumbak lebih, hal ini terjadi karena mereka tidak berani melayani secara sungguh - sungguh takut melukakan sang paman.

Ong Djie Hai berpikir: "Kalau begini, harus berlaku kurang ajar juga! Untuk menotok jalan darahnya." Baru saja ia akan tuiun tangan. Tju Hong sudah mengetahuinya, segera ke luar bentakannya: "Hei budak! kau ingin melukakan diriku?" Tambangnya mengiringi berputar menderu-deru, Djie Hay secepat kilat menghindarkan diri dan serangan itu. Biar bagaimana gesitnya ia mengelak tak urung bahu kirinya kena kepukul lengan sang Siok-siok yang demikian cepat datangnya. Ia merasakan pukulan Siok sioknya ini bukan main kerasnya, untuk menyambut serangan ini secara otomatis ilmu Im Yang Kangnya berputar ke sebelah kiri tubuhnya. Sehingga pukulan itu seperti membentur kapas layaknya. Sedangkan tubuh di sebelah bawah dari penyerang menjadi gempur dan ambruk seperti pohon kering tertiup angin! Sekali jatuh ini agak berat, Tju Hong jatuh pingsan tak sadarkan diri.

Ong Djie Hay yang siap menyanggahnya sudah tak sempat untuk memberi pertolongan lagi. Tapi sungguh mengherankan adanya, sekali jatuh ini membuat wajahnya menjadi kelihatannya senang dan normal seperti biasa, ramai ramai orang memayangnya, sedangkan jalan napasnya sama sekali tak terganggu seperti orang pingsan, melainkan seperti orang tidur nyenyak!

"Suhu. lekaslah kau obati Tju Siok-siok!" pinta Wan Djin Liong pada gurunya.

"Baik, baik akan kucoba." jawabnya singkat.

Tangannya orang tua ini segera jalan memijit seluruh tubuh si sakit, kemudian di ulang sekali lagi dari mula sampai akhir. Akhirnya ia mengernyitkan keningnya dan berkata: "Aku adalah orang tua yang tidak berguna."

Mendengar katanya ini Tju Sie Hong menjadi kaget, belum sempat ia bertanya orang tua ini sudah melanjutkan lagi kata katanya: "Aku dapat menyembuhkan segala penyakit tapi untuk menyembuhkan orang yang sakit syaraf sama sekali tidak mampu. Sudah kuperiksa jalan darahnya, semua baik dan tak perlu diobati. Hanya penyakit kurang ingatannya saja yang perlu diobati, tapi mengenai sakit itu sudah kukatakan seperti tadi, yakni aku tidak mampu mengobati."

"Suhu kau mengenal banyak orang, dapatkah kau cari salah satu dari mereka untuk mengobatinya?" tanya Wan Thian Hong.

"Sembarangan tabib biasa mana bisa mengobatinya, tapi ada seorang yang bisa menyembuhkannya."

"Siapa?" tanya Thian Hong.

"Pang Kim Hong!" serunya, "tapi entah di mana sekarang ia berada aku tak tahu."

"Kulihat mata dari Tju Sah-tee masih takut sinar matahari, dari itu kita pindahkan saja ke dalam goa agar ia dapat beristirahat secara tenang dan sekalian mendamaikan bagaimana caranya untuk ke luar dari kepungan musuh.

Yauw Tjian pwee bagaimana pendapatmu?"

"Suatu pendapat yang baik sekali, kenapa tidak dari siang-siang kau katakan!" Tubuh Tju Hong segera diangkat menuju ke goa.

sedang yang lain lain mengikuti dari belakang.

Pada saat ini orang banyak ini baru tahu bahwa keadaan suasana di Oey San sudah berubah puncak puncak gunung yang merantai demikian banyaknva sudah hilang dalam tutupan kabut yang membanjir entah sedari kapan. Puncak Lian Hoa yang berhadapan dengan Thian Tou Hong seolah olah merapung dalam lautan awan yang demikian indahnya. "Laut Kabut." dari Oey San yang sangat kenamaan. Hoa San Kie Sau yang sudah sering menyaksikan segala pemandangan gunung yang luar biasa, tak luput dari rasa kagumnya. lebih-lebih sekalian pemuda semua terpaku mendelong keheranan. Dalam keadaan liputan kabut dan awan ini terlihat seorang muda yang tidak turut masuk ke dalam goa Pemuda ini adalah Ong Djie Hay. Kenapa ia berdiam seorang diri? Kiranya waktu ia mendengar penyakit Tju Hong hanya dipat disembuhkan Pang Kim Hong, hatinya tergerak ia tahu di mana adanya orang berilmu itu. karena ilmu Im Yang Kang yang diperolehnya adalah Pang Kim Hang sendiri yang memberikannya. Tapi biar bagaimana ia tak berani membuka mulut untuk mengatakan kediamannya, sebab ia mempunyai dua macam perjanjian dengan orang berilmu itu yang tidak boleh dibuka di muka umum.

Suasana perkelahian dan haus darah hilang di bawah selimut awan. Keadaan ini membangkitkan ingatan Djie Hiy pada sepuluh hari yang lalu. Saat itu ia berpisah dengan adiknya, dengan terpaksa ia mendaki Oey San seorang diri, untuk melewatkan waktu tidak henti hentinya ia melatih diri. Pada suatu hari ia melatih diri di Kiu Lioug Po (air terjun Kiu Liong) dengan ilmu Kong Sim Tjiang, sebenarnya ilmu ini harus dilatih berdua sayang kini adiknya tidak ada terpaksa ia berlatih seorang diri dengan memegang peranan dua orang.. Sewaktu-waktu ia menyerang dengan keras, kemudian melatih memancing musuh.. Dua gerakan ini satu bertenaga satu tidak, satu keras satu lemah ttau sebaliknya Ilmu ini sudah biasa dipelajarinya sedari Kecil, dari itu walaupun sangat sukar dapat dimainkannya secara mahir.

Tengah asyiknya ia berlatih, tiba tiba dari jeram yang berdekatan itu memercik tetesan air itu lalu menuju ke dadanya. Sebuah lengannya tengah mempergunakan Kong Sim Tjiang yang bertenaga, sebuah lengan lainnya melindungi dada dan mendorong ke depan menyambut tetesan air. Air itu dapat dibuatnya muncerat ke empat penjuru tapi lengannya sendiri sudah menjadi merah. Saat ini ia sudah letih dan segera menghentikan latihannya.

Hari kedua Djie Hay datang lagi di tempat yang sama untuk berlatih, kejadian seperti kemarin kembali terulang. Saat itu air mercik menghantam dadanya lagi. serangan itu tidak disambut dengan tenaga. tapi dengan pukulan kolongnya sehingga air itu dapat dielakkan ke samping. Ia berpikir jeram air ini mempunyai keanehan alam yang gaib dan sembarang waktu bisa memercikkan air. Siapa tahu secara tiba tiba sekali teidengar suara orang memuji: "Bagus, bagus!" Ia terkejut dan mengamat-amati sekeliling dengan heran. Hatinya berpikir: "Suara ini agaknya dari dalam jeram itu, mungkinkah di dalamnya ada jejadian air?"

"Kakinya mundur beberapa langkah tanpa terasa, tiba tiba dari jeram itu ke luar nenek berbaju hitam yang bertambajan. Diawasinya orang itu, hal yang lebih mengherankan lagi bahwa nenek itu walaupun ke luar dari dalam air tapi bajunya sedikit juga tidak basah. Orangkah atau jejadian, pikirnya.

Nenek nenek itu menghampiri Djie Hay sambil mengawasi dengan matanya yang sayu. mulutnya berkemak kemik: "Pukullah bahu kiriku barang sekali!"

"Lo poao (sebutan untuk nenek nenek secara hormat) aku tidak berani " kata Djie Hai sambil memberikan hormatnya. "Kalau aku mempunyai kesalahan yang tidak di sengaja harap kuminta dimaafkan."

"Kalau kau tidak mau memukulku, aku akan memukulmu! Dapatkah kau menahan pukulanku? Pukullah lekas!" kata nenek nenek itu dengan gusar.

Oag Djie Hay tak dapat berbuat apa apa, perlahan lahan lengannya terangkat mengirimkan pukulannya perlahan.

Pukulan itu terang terang mengenai sasarannya tapi heran sekali seperti mengenai tempat kosong! Untunglah ia tidak mempergunakan tenaga dengan keras kalau tidak pasti terjungkal sendiri. Nenek itu menahan dirinya yang terhuyung mengeluarkan sinar girang. Tidak salah mataku masih tajam bahwa kau adalah anak yang beibakat baik. Hay tju (anak) angkatlah. aku menjadi gurumu, nanti akan ku turunkan ilmu Im Yang Kang yang terkenal di dunia ini kepadamu!"

Djie Hay menjadi bingung, hatinya berpikir: "Mungkinkah nenek ini ahli waris dari Pang Kim Hong. kalaupun ia sudah tua masih dapat memunahkan ilmuku secara mudah, sungguh lihay sekali. Lagi pula ia dapat ke luar dari dalam jeram air tanpa menderita basah barang sedikit, pasti ia mempergunakan cara Im Yang Kang untuk memisahkan air. im Yang Kang sangat terkenal dan jarang yang bisa, kini kudapat dengan cara yang mudah pasti tidak akan kulewatkan kesempatan ini dengan begitu saja." Selesai berpikir segera ia berkata. "Mohon tanya, apa hubungannya antara Popo dengan pencipta Im Yang Kang. yakni Pang Kim Pang Lo-tjian pwee?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar