Ilmu Pedang Pengejar Roh Jilid 01

Jilid 01

Dijalanan yang bersih terdapat sebuah rumah sederhana dengan wajah-wajah yang sederhana....

Ini adalah Long Dong (nama tempat) sebuah desa yang sederhana yang hanya ditinggali oleh 30-40 keluarga.

Matahari di bulan sembilan menyinari dijalanan yang tidak rata. Empat orang anak remaja sedang pulang dari sekolah.

Salah satu diantara mereka ada yang bertubuh agak tinggi dan wajahnya agak merah, dia

berhenti melangkah dan berkata, “Hari ini kita pulang lebih awal, bagaimana kalau kita bermain dulu?”

Dua anak remaja lainnya berkata, “Baiklah   ”

Anak remaja yang berwajah merah itu melihat temannya yang satu lagi dan bertanya, “Shen Zhong-yuan, mengapa kau diam saja?”

Anak remaja yang bernama Shen Zhong-yuan itu berbadan kurus dan pendek, seperti yang baru berusia 8-9 tahun.

Dia paling kecil diantara mereka berempat. Dengan serius dia berkata, “Guru mengatakan bahwa hari ini kita pulang lebih awal karena harus membantu orang tua panen padi, masa kita bermain di sini. ”

Salah satu dari mereka berkata, “Memanen padi adalah pekerjaan pegawai, kita tidak perlu membantu.”

Kata Shen Zhong-yuan, “Dirumah kami tidak ada pegawai.” “Mengapa di rumahmu tidak ada pegawai?”

Anak remaja yang berwajah agak merah itu walaupun hanya berusia 11-12 tahun tapi dia seperti orang yang dewasa, dia menjawab, “Feng Qi, apakah kau tidak tahu, dirumahnya hanya ada ibunya, dia tidak mempunyai banyak uang.”

Kata Feng Qi, “Aku tidak percaya, katanya ayahnya berdagang diluar kota, mengapa ayahnya tidak mengirim uang untuk dia dan ibunya?” “Apakah kau tidak tahu dia tidak mempunyai ayah?”

“Tao San, kau jangan ngomong sembarangan!” Feng Qi sengaja berkata agak keras.

“Mengapa dia tidak mempunyai ayah? Bila dia tidak mempunyai ayah, dia datang dari mana? Apakah dia adalah anak haram?”

Dengan tertawa Feng Qi melihat Shen Zhong-yuan.

Shen Zhong-yuan marah dan berteriak, “Kaulah yang anak haram!”

Feng Qi juga marah dan berkata, “Sembarangan bicara, semua orang tahu kalau aku mempunyai ayah, sedangkan kau, siapa ayahmu? Dimana dia berada? Katakan, anak haram!”

Shen Zhong-yuan marah dan berteriak, “Kentut kau!”

Kata Feng Qi dengan tertawa, “Kalau aku kentut, coba katakan siapa nama ayahmu? Dimana dia? Dan apa pekerjaannya? Betul kan, kau tidak bisa menjawab?”

Dengan tertawa Feng Qi menjawab, “Aku beritahu kepadamu, ayahku mengatakan semenjak ibumu datang ke desa ini, dia sudah melahirkanmu tapi tidak mempunyai suami. Kau adalah anak haram, apakah kau tidak mau mengakuinya?”

Dengan wajah merah, Shen Zhong-yuan tidak menjawab dan dia langsung pergi. Kata Tao San, “Jangan pergi dulu, aku akan memberitahumu cara yang baik.” Shen Zhong-yuan berhenti melangkah, tapi dia tidak membalikkan badan.

Tao San tertawa dan berkata, “Katanya ibumu sangat akrab dengan Paman Chu, dia seorang adalah pegawai disawah, mengapa kau tidak menganggapnya sebagai ayahmu?”

Hati Shen Zhong-yuan tergerak dan berpikir, “Betul, Paman Chu memang akrab dengan ibuku dan juga sangat baik kepadaku, kalau saja. ”

Dia sedang berpikir, Feng Qi berkata lagi, “Kalau ibumu tidak suka karena dia pincang, itu tidak apa-apa, dirumahku masih banyak pegawai, mereka semua berbadan sehat. Asalkan ibumu mau, tidak perlu khawatir  ” Kata-kata ini belum habis, Shen Zhong-yuan sudah membalikkan badan dan maju beberapa langkah. Dia sudah mengayunkan kepalan tangannya ke wajah Feng Qi.

“Kau berani memukulku!”

Feng Qi sangat marah, sepasang tangannya mengepal dan mulai memukul, tapi dengan mudah Shen Zhong-yuan menghindar. Dia memukul lagi pipi Feng Qi.

Tapi tiba-tiba di telinganya terdengar suara yang berbisik, “Nak, kau belajar ilmu silat bukan untuk berkelahi, nanti akan diketahui orang ”

Ini adalah pesan ibunya, dia harus mendengarkannya. Sebenarnya dia tidak takut menghadapi tiga orang itu, tapi dia malah membalikkan badan dan berlari.

Tapi terlambat, anak remaja yang bernama Tao San sudah maju, dia memeluk dari belakang dan berkata, “Kita adalah teman, kita hanya bercanda, mengapa harus berkelahi seperti ini?”

Dia seperti ingin melerai tapi malah memeluk Shen Zhong-yuan dengan sekuat tenaga. Tubuhnya yang lebih tinggi satu kepala dari Shen Zhong-yuan. Begitu memeluk, Shen Zhong-yuan merasa seperi dijepit oleh besi, ilmu silat yang dia pelajari dari ibunya menjadi tidak bisa dikeluarkan. Mereka berdua segera datang untuk memukul Shen Zhong-yuan.

Hanya dalam sekejap Shen Zhong-yuan sudah dipukul puluhan kali, membuatnya merasa pusing dan kesakitan.

Tao San melihat teman-temannya sudah cukup memukul Shen Zhong-yuan, dia berkata, “Aku sudah katakan kepada kalian jangan berkelahi, mengapa kalian tidak mau mendengar?”

Karena hati dia senang, jepitan tangannya agak longgar. Shen Zhong-yuan yang berada dalam pelukannya segera melepaskan diri.

Tiba-tiba Tao San merasa kaki dipegang, kemudian diseret kebelakang hingga terjatuh. Rasa sakit membuatnya berteriak.

Shen Zhong-yuan langsung berlari ke depan Feng Qi, dengan kepalan tangan, kaki dan telapak dia mulai menyerang mereka.

Awalnya Feng Qi dan teman-teman masih mengira mereka akan menang karena jumlah mereka lebih banyak dan mereka melayani serangan Shen Zhong-yuan, tapi terakhir mereka malah kewalahan melayani serangan Shen Zhong-yuan, lalu mereka pun kabur.

Walaupun Shen Zhong-yuan menang, tapi dia sangat marah karena Feng Qi telah menghina ibunya. Dia tetap mengejar Feng Qi dari belakang, dia mengait kakinya.

Feng Qi terjatuh, Shen Zhong-yuan menaiki badannya dan masih terus memukul. Sambil berkata, “Kau yang anak haram, hasil hubungan gelap ibumu dengan pegawaimu!”

Walaupun Feng Qi terus dipukul, tapi dia juga tidak mau kalah begitu saja dalam hati dia berpikir, “Nanti aku akan memberitahu hal ini kepada ayahku.”

Waktu itu juga dari arah desa datang seekor anjing besar, bulunya berkilauan.

Begitu Feng Qi melihat anjing itu, dengan gembira dia berkata, “Kepala Hijau, gigit dia!”

Ternyata anjing ini adalah anjing peliharaan Feng Qi. Begitu mendengar perintah majikannya, dia segera datang dan menyerang Shen Zhong-yuan.

Shen Zhong-yuan kaget dengan wajah pucat dia segera lari, tapi anjing itu malah mengejarnya lebih cepat lagi.

Lari kedua kakinya lebih lambat dari binatang berkaki empat. Kelihatannya dia sudah hampir terkejar.

Pikir Shen Zhong-yuan, “Kalau aku sampai tergigit, aku harus mengadu kepada siapa?”

Tiba-tiba mendengar suara anjing menggonggong kesakitan. Shen Zhong-yuan kaget dan membalikkan badan untuk melihat keadaan anjing itu.

Karena kaget dia membalikkan badan lagi dan melarikan diri, tapi Feng Qi memerintah, “Kepala Hijau, gigit dia!”

Waktu itu dari tempat jauh ada sesuatu benda melayang menghampiri. Benda itu mengenai kepala anjing dan membuat anjing itu melengking kesakitan. Tapi dia tetap tidak pergi.

Shen Zhong-yuan melihat benda yang melayang itu adalah gumpalan tanah. Dia segera meniru mengambil gumpalan tanah dan melempari anjing itu. Karena terkena lemparan, anjing itu ketakutan dan kabur. Walaupun tuannya berteriak- teriak, tapi anjing itu tetap berlari pulang dengan cepat.

Shen Zhong-yuan masih kaget dan terduduk ditanah. Jantungnya berdebar-debar dan nafasnya pun terengah-engah.

Tiba-tiba dari arah sawah terdengar ada sesuatu bunyi. Segera Shen Zhong-yuan berdiri dan membalikkan badan untuk melihat.

Ternyata ada seorang laki-laki yang berusia kira-kira 30 tahunan. Tubuhnya tinggi, beralis tebal dan matanya pun besar, tapi jalannya sedikit pincang.

Dia adalah Paman Chu.

Shen Zhong-yuan segera merasa hatinya tenang. Dia menarik nafas panjang, air mata pun mengalir, dia berkata, “Paman Chu ”

Orang itu tak lain adalah Chu Zheng. Dia datang dengan langkah gagah. Dia juga meraba kepala Shen Zhong-yuan dan berkata, “Anak Yuan, apakah kau terkejut? Sudah tidak apa-apa.”

Shen Zhong-yuan berkata, “Paman Chu, apakah tadi kau yang melempar gumpalan tanah untuk mengusir anjing itu? Hanya sayang Paman tidak berhasil membunuh anjing itu, kalau tidak. ”

Chu Zheng menarik nafas dan bertanya, “Anak Yuan kenapa kau berkelahi dengan mereka?”

“Kata mereka.... aku adalah anak haram. Paman, beritahu kepadaku, apakah aku adalah ”

“Bukan, kau bukan anak haram, kau anak baik.”

“Kalau begitu, ayahku berada dimana?”

Chu Zheng tertawa kecut dan menggelengkan kepalanya tapi dia tidak menjawab.

“Paman Chu, beritahu kepadaku, ayahku berada dimana? Dia belum pernah datang menengokku, apakah ayahku sudah meninggal?”

Chu Zheng menarik nafas dan menjawab, “Boleh dikatakan seperti itu ” Shen Zhong-yuan kaget dan bertanya, “Apa artinya ini? Apakah ”

“Hal ini tidak perlu dibahas lagi, kita pulang sekarang.”

"Tidak, aku harus membahasnya dan mengetahui semuanya!” Shen Zhong-yuan mengangkat kepala, dengan penuh air mata dia berkata, “Paman Chu, karena hal ini mereka bukan hanya sekali dua kali menghinaku, mereka selalu mengatakan bahwa aku adalah anak haram ”

Shen Zhong-yuan menangis, Chu Zheng mengerutkan dahi dan tampak bengong, dia tidak tahu

harus menjawab apa kepada Shen Zhong-yuan.

Shen Zhong-yuan tiba-tiba berkata, “Paman Chu, kalau...Paman....jadi ayahku bagaimana?”

Chu Zheng kaget dan berkata, “Mana boleh seperti itu?”

Tanya Shen Zhong-yuan, “Mengapa tidak boleh? Aku tahu Paman sayang kepadaku, juga.... sayang kepada ibuku. Aku juga tahu ibuku.... juga sayang kepadamu ”

Hati Chu bergetar, “Anak ini belum cukup besar. Banyak hal yang tidak pantas dia ketahui, tapi dia sudah mulai mencari tahu, kelak. ”

Shen Zhong-yuan berkata lagi, “Paman Chu, katakanlah apa yang kau inginkan? Aku mohon ”

Chu Zheng terdiam lama, lalu dia pun berkata, “Nak, kau masih kecil, banyak hal yang tidak boleh kau ketahui. Semua bukan seperti yang kau duga, begitu mudah, hanya aku takut. ”

"Paman takut apa? Asalkan aku mau, aku akan bertanya kepada ibuku.”

"Bukan, Nak....” Kata-katanya belum habis, dia sudah menarik tangan Shen Zhong- yuan dan berkata, “Nak, ada yang datang. Kita masuk kesawah untuk bersembunyi.”

Shen Zhong-yuan juga mendengar ada suara kuda berlari. Dia mengira Feng Qi sudah memberitahukan hal ini ayahnya dan ayahnya datang untuk menghajarnya. Dengan cepat ikut Chu Zheng masuk kesawah.

Hanya sebentar beberapa kuda sudah lewat membuat jalan itu penuh dengan debu yang beterbangan. Rumah Shen Zhong-yuan sangat sederhana tapi terlihat sangat rapi. Walaupun dia adalah anak yatim, tapi kehidupannya tidak miskin.

Begitu Shen Zhong-yuan pulang, di atas meja dapur dia melihat ada ayam, bebek dan daging. Ibunya sedang memasak.

Dia heran dan bertanya, “Ibu, hari ini bukan Imlek, mengapa ibu memasak sayur begitu banyak?”

Ibunya tertawa dan menjawab, “Ibu sudah memasak semua ini, makanlah, jangan banyak tanya lagi.”

Kata Shen Zhong-yuan, “Ibu, aku sudah besar, banyak hal yang tidak kumengerti yang ingin kutanyakan.”

Ibunya tertawa, suaranya sangat enak didengar. Kedua pipi memerah seperti bunga yang baru mekar....

Shen Zhong-yuan sering merasa rendah diri karena dia tidak mempunyai ayah, tapi dia bangga kepada ibunya.

Ibunya sangat cantik, tidak seperti ibu teman-temannya, terlihat jelek dan wajahnya penuh dengan keriput....

Ibunya berkata lagi, “Apakah kau tahu, pengurus wisma akan datang, ibu membuat bermacam-macam sayur untuk dihidangkan. Pajak tahun ini akan dibebaskan, apalagi dia membawa orang untuk membantu kita memanen padi. Nak, apakah perhitungan seperti ini sangat tepat?”

Kata Shen Zhong-yuan, “Ibu saja yang menghitung.”

Biarpun Shen Zhong-yuan merasa dia sudah besar, tapi dia tetap seorang anak. Dia masih tidak bisa membedakan yang mana benar dan mana yang salah.

Dia teringat dalam satu tahun pengurus Wisma Bai-ma pasti akan datang beberapa kali. Setiap kali datang ibunya harus melayani mereka dengan baik. Tapi setiap kali sayur, daging dan lain-lain pasti akan mereka bawa pulang dan masih meninggalkan uang untuk mereka, masih ada kain dan lainnya.

Tapi setiap kali setelah pengurus wisma itu pulang, ibunya pasti akan diam selama 3-4 hari, dia malas bicara.... Karena itu Shen Zhong-yuan tidak suka bila pengurus wisma itu datang, tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.

Makan malam biasanya diselenggarakan dirumahnya, di dapur sudah dipasang sebuah meja besar. Pengurus wisma dan orang yang dia bawa, tampak sedang makan, minum dan bercanda hingga larut malam, setelah itu mereka baru berhenti. Mereka mabuk sampai tidur berserakan.

Shen Zhong-yuan dan ibunya makan di dapur.

Shen Zhong-yuan paling menyukai masakan ibunya, walaupun kali ini dimeja makan banyak daging dan ibunya yang memasakkan semua itu tapi dia tidak berselera untuk memakannya. Dia hanya makan sebentar kemudian tidak melanjutkan.

Walaupun orang-orang itu sudah pergi, dia masih tidak tahu bagaimana cara menyampaikan hal yang dia sudah rundingkan dengan Paman Chu kepada ibunya.

Ibunya menyuruh dia untuk tidur lebih awal. Dia mengira ibu merasa lelah, terpaksa dia kembali kekamarnya.

Di tempat tidur, dia hanya bolak balik karena tidak bisa tidur. Beberapa kali dia ingin menyampaikan kata-kata yang tersimpan didalam hati kepada ibunya, tapi dia mencoba untuk menahannya, dia memutuskan besok baru....

Dari dalam kamar tidurnya, dia mendengar ada yang membuka pintu kamar ibunya.

Shen Zhong-yuan tertawa. Sebenarnya ibu menyuruhnya tidur lebih awal, seharus dia sudah harus tahu hal ini.

Pasti Paman Chu yang datang....

Ini bukan hanya asal bicara, dia bukan hanya sekali dua kali mendengarnya, malam- malam seperti ini,

Paman Chu dan ibunya sedang melakukan apa? Dia tidak tahu kapan Paman Chu pergi dari rumahnya. Dia hanya tahu pada keesokan harinya, ibunya pasti akan terbangun pagi-pagi dan hatinya merasa riang.

Shen Zhong-yuan tertawa sendiri dan berpikir, “Paman Chu pasti ingin cepat-cepat memberitahu ibu tentang kejadian tadi, semoga mereka ” Dia ingin tidur tapi tidak bisa. Karena ingin tahu, secara sembunyi-sembunyi dia bangun dan keluar dari kamarnya.

Dari jendela kamar ibunya dia mendengar ada suara laki-laki yang bernafas kasar dan suara ibunya yang seperti merasa senang....

Malam itu, yang masuk ke kamar ibunya bukan Chu Zheng melainkan pengurus wisma Bai-ma, Zheng Yu.

Begitu Zheng Yu masuk ke dalam kamar, dia sudah tidak sabar harus menutup pintu. Dengan erat dia memeluk Lu Xiu Yan dan berkata, “Sayang, aku sangat rindu kepadamu.”

Dia sudah mencium Lu Xiu Yan dimana-mana.

Lu Xiu Yan berkata, “Anakku, anakku belum tidur. ”

Dia belum selesai bicara, mulutnya sudah ditutup oleh bibir laki-laki itu. Bau arak, atau lebih tepatnya bau laki-laki itulah yang membuat hatinya bergetar.

Hatinya kacau, dia juga membalas mencium laki-laki itu. Bau kedua tubuh yang berlawan jenis....

Tangan yang kasar meraba dari punggung ke dada dan berhenti di payudara ibunya yang kencang. Nafas laki-laki itu menjadi kencang. Dia menggendong Lu Xiu Yan ke tempat tidur.

Xiu Yan sedikit memberontak dan berkata, “Kakak, pintu belum ditutup ”

Sesudah meletakkan Xiu Yan di tempat tidur, dengan langkah terpaksa dia menutupkan pintu. Kemudian sambil berjalan dia membuka baju, tidak menunggu Xiu Yan membuka baju dalamnya, dia sudah menindihnya dengan gerakan yang kasar.

Hanya sebentar terdengar suara terengah-engah dan suara rintihan menjadi satu....

Zheng Yu sudah lelah dan kehabisan tenaga.

Hanya sebentar di kepala Xiu Yan terbersit pikiran aneh, “Dia tidak seperti Zheng. Dia lembut, perhatian dan tidak pernah ”

Tapi pikiran ini hanya lewat sekilas di otaknya, Xiu Yan tetap dengan lembut tidur dalam pelukan Zheng Yu. Zheng Yu tertawa dengan puas dan dengan erat memeluk Xiu Yan.

Zheng Yu sudah puas, dia ingin tidur, tapi ada suara manja berkata, “Kakak, bagaimana dengan pekerjaanmu di wisma?”

Tanya Zheng Yu, “Untuk apa kau menanyakan hal ini? Bila ada pertanyaan besok baru.... bertanya  ”

Kata-kata dia belum selesai, dia sudah tertidur pulas. Tapi Xiu Yan menggelitiknya membuat Zheng Yu terbangun lagi.

"Adik, kenapa kau? Aku sudah merasa lelah.”

“Tidak kau harus menjawabnya, karena besok pagi kau sudah harus pergi. Sekarang harus berbicara dengan jelas!”

"Ada apa? Aku harus mengatakan apa?”

"Aku bertanya, bagaimana dengan masalah di wisma itu?” "Hai, tidak perlu tergesa-gesa, tunggu ”

Xiu Yan marah dan berkata, “Sudah lama aku dan putraku kau sembunyikan ditempat yang terpencil ini, tapi kau sendiri menjadi pengurus Wisma Bai-ma, apakah kau tega melakukannya kepada kami? Mungkin kau belum melupakan Da Ni Zi, kau ingin berkumpul

lagi dengannya.”

"Jangan berkata seperti itu, dia sudah tua. Mana mungkin aku....” Sambil berkata, Zheng Yu semakin erat memeluk Xiu Yan.

Tapi Xiu Yan berontak dan berkata, “Aku juga sudah tua, mungkin kau ingin mencari yang lain lagi.  ”

Kata-katanya belum selesai sudah disambung oleh Zheng Yu, dia berkata, “Mana mungkin aku meninggalkanmu dan mencari yang lain. ”

"Mungkin pada saat kau tidak menginginkanku, kau juga berkata seperti itu kepada dia?”

Zheng Yu tertawa dan berkata, “Sayang, apakah kau tidak bisa melihat, kakakmu ini sudah tua. Siapa yang masih mau melirik padaku?” Kata Xiu Yan, “Siapa yang bisa lepas dari Su Gu Duan Hun San Mu (bubuk pelemas tulang memutus roh), terakhir tetap jatuh di tanganmu bukan?”

Zheng Yu tertawa dan berkata, “Adik, kau masih mengingat hal dulu?”

"Ingat atau tidak ingat pun percuma? Waktu itu kau mengatakan kepadaku bahwa kakak seperguruanku adalah perempuan yang silau dengan kekayaan. Dia menyukai yang dipertuan Wisma Bai-ma, ternyata ini adalah rencana kalian, kalau tidak. ”

"Siapa yang mengatakan ini adalah rencana kami?”

"Apakah bukan seperti itu? Kau tidak perlu tahu aku tahu dari mana, jujur saja, ya atau tidak?”

"Ini. ”

"Kakak, tolong dengarkan nasihatku, hentikanlah rencanamu hingga disini, anak Yuan sudah semakin besar, kalau memang benar hubunganmu dengan kakak seperguruan belum putus, lebih kau juga membawanya kita cari sebuah tempat, walaupun aku menjadi istri muda, ini tidak menjadi masalah. Hal ini kita lakukan supaya anak Yuan tidak dihina terus, dia selalu dipanggil dengan sebutan anak ha ”

Zheng Yu terpaku, kemudian dengan wajah yang menyeramkan dia berkata, “Adik Yan, ada apa denganmu?”

Dengan dingin Xiu Yan tertawa dan menjawab, “Kau menanyakan aku kenapa, tolong pikirkan juga nasibku, aku hanya sendiri membesarkan anak seorang diri, bertahun- tahun aku melewatinya dengan susah. Hidupku tidak seperti orang juga tidak seperti setan, ini semua sangat sulit!”

“Mengapa? Apakah ada yang mengganjal hatimu?”

“Benar, aku merasa tidak enak hati, suamiku setiap hari menemani orang lain, aku sendiri hanya menjaga rumah yang kosong.”

“Adik, kau salah, aku ”

“Aku sudah salah apa? Kau menginginkan warisan Bai-ma, kau benar-benar tidak tahu malu! Kalau kau memang mampu kau harus berjuang sendiri, jangan hanya mengincar harta benda milik orang lain, itu bukan sifat seorang laki-laki sejati.” Xiu Yan berkata lagi, “Kakak, aku sudah terbiasa hidup susah, walaupun aku tidak memiliki harta yang berharga, asal bisa selalu berada disisimu, aku sudah merasa ” Dia seperti seekor kambing begitu jinak di dalam pelukan Zheng Yu. Dengan terharu Zheng Yu memeluknya, dengan lembut dia meraba....

Tapi yang terbayang oleh Zheng Yu saat ini adalah Wisma Bai-ma yang mewah dan Nyonya Wisma Bai-ma yang genit dan juga cantik.

Tidak! Dia tidak akan melepaskan apa yang sudah didapatnya atau yang akan didapatnya!

Dengan perlahan Zheng Yu menarik tangannya yang memeluk Xiu Yan, kata-kata yang ada di dalam hatinya dia ucapkan di depan Xiu Yan, “Tidak, Adik, aku tidak bisa ”

Xiu Yan melotot, matanya membesar, dia bertanya, “Mengapa, apakah ada yang tidak bisa kau tinggalkan?”

“Selama puluhan tahun aku bekerja disana, tidak bisa kulepaskan begitu saja, Wisma Bai-ma, aku harus mendapatkan wisma itu berikut dengan harta bendanya, karena itu terpaksa kau ”

Suara Xiu Yan sangat keras, seperti yang berteriak, tapi kata-katanya belum selesai, Zheng Yu sudah menutupi mulutnya dengan tangannya dan dia marah, “Kau ini kenapa?”

“Tidak apa-apa,” kata Xiu Yan, “Kau jangan lupa, aku juga seorang perempuan, dosamu sudah cukup banyak!”

“Diam!” Zheng Yu membentak, “Jangan sembarangan bicara!”

Xiu Yan duduk, kemarahan selama puluhan tahun yang terpendam di hatinya, akhirnya meledak juga, dia berkata, “Apakah aku sudah salah bicara? Baiklah, hari ini kita perjelas semuanya, waktu itu kau dengan cara licik sudah menipuku, menipuku agar mau mengikutimu, kau kira kau sudah berhasil membodohiku, aku hanya bisa pasrah, asal kau baik kepadaku, aku akan menerima semuanya dengan senang hati, tapi kau malah menipuku lagi, kakak seperguruan pun kau tipu juga, Tuan Wisma Bai-ma pun sama, jangan kau kira tidak ada yang tahu kelakuanmu itu ”

Terdengar suara tamparan, suara Xiu Yan langsung berhenti, kemudian dia membentak, “Kau, kau berani memukulku!” Zheng Yu duduk, walaupun di kamar itu tidak dipasang lampu, tapi kemarahannya terasa, karena tidak berapa lama kemudian dia berkata, “Apakah kau mengira aku tidak berani memukulmu?”

Xiu Yan hanya bengong, tak lama dia berkata lagi, “Baiklah marga Zheng, mulai hari ini kita putus hubungan, kita tempuh jalan masing-masing.”

Xiu Yan ingin turun dari tempat tidur dan dia harus melewati tubuh Zheng Yu, segera Zheng Yu membentak, “kau berani melakukannya? Tidak akan semudah itu!”

“Kau menginginkan apa?”

“Kau hidup sebagai marga Zheng, mati pun harus menjadi setan bermarga Zheng, jangan harap....” Xiu Yan juga marah, dia menampar Zheng Yu, dia hanya ingin menampar tidak berniat untuk membunuh.

Tapi Zheng Yu sudah menangkap tangannya kemudian menotok nadinya, satu tangannya mencekik leher Xiu Yan, hanya dalam waktu yang singkat terdengar tenggorokan Xiu Yan berbunyi, tak lama nafasnya pun berhenti.

Shen Zhong-yuan mendengar semuanya dari luar jendela. Ada suara laki-laki dan perempuan yang sedang tertawa, dia mengira laki-laki itu adalah Paman Chu, dia merasa kaget sekaligus senang.

Dalam hati dia berpikir, “Aku tidak perlu banyak bertanya lagi.” Sambil tertawa dia kembali ke kamarnya.

Di tempat tidur hatinya masih merasa gembira dan berpikir, “Kelak aku tidak akan ditertawakan oleh mereka karena tidak mempunyai ayah.”

Tapi tidak lama kemudian dia mendengar ada suara orang beradu mulut, semakin lama semakin keras, anehnya suara laki-laki itu bukan suara Paman Chu, tapi seperti suara....

Dia merasa terkejut karena jelas ibunya sedang bertengkar mulut dengan pengurus Wisma Bai-ma, dengan cepat dia mengenakan baju dan keluar kehalaman.

Suara di dalam kamar itu bukan lagi suara orang yang bertengkar mulut, dia mendengar ada suara.... Tidak diragukan lagi, dengan langkah besar-besar dia berjalan, tapi baru saja berjalan dua langkah, bajunya sudah ditarik dan diangkat oleh sepasang tangan yang kuat, begitu dia membalikkan kepalanya untuk melihat ternyata orang itu adalah Chu Zheng.

Dia ingin berteriak, tapi mulutnya sudah dibekap oleh Chu Zheng, dan berkata, “Anak Yuan, jangan bersuara, cepat ikut pergi denganku!”

Shen Zhong-yuan masih merasa mengkhawatirkan ibunya yang berada di dalam kamar, tapi karena bajunya sudah ditarik oleh Chu Zheng terpaksa dia mengikutinya. Walaupun Chu Zheng pincang, tapi larinya sangat cepat seperti angin.

Hanya dalam waktu singkat mereka sudah berada diluar kota, Chu Zheng baru berhenti berlari.

Shen Zhong-yuan dengan terengah-engah bertanya, “Paman Chu, sepertinya ibuku bertengkar mulut dengan pengurus wisma yang jahat itu, mengapa kau tidak mengijinkanku membantu ibu?”

Chu Zheng tidak menjawab.

Kedua matanya terus menatap Paman Chu, dia melihat Paman Chu sedang meneteskan air mata.

Dengan aneh Shen Zhong-yuan bertanya, “Paman Chu, ada apa? Mengapa kau menangis?”

Chu Zheng menghela nafas sebelum menjawab, “Anak Yuan, bukan paman tidak mau membantu, tapi.... aku tidak bisa, apalagi.... sudah terlambat. ”

"Apa maksud Paman dengan terlambat?”

“Aku tidak menyangka orang yang bermarga Zheng itu begitu kejam, dia tiba-tiba membunuh ibumu, ibumu sudah meninggal. ”

“Tidak! Tidak akan, ibu tidak akan....” Tapi Shen Zhong-yuan tahu selama ini Paman Chu tidak pernah membohonginya, dia menangis dengan histeris.

Chu Zheng memeluknya dan berkata, “Anak Yuan, apakah selama ini Paman pernah membohongimu?”

Shen Zhong-yuan tidak menjawab, dia hanya menggelengkan kepalanya. “Paman sangat sayang kepadamu dan juga ibumu.” Shen Zhong-yuan mengangguk.

Kata Chu Zheng lagi, “Bukan Paman tidak mau menolong ibumu, juga bukan tidak mau membalaskan dendam ibumu bila Paman tidak pincang, kita berdua pun belum tentu

bisa melawan dia. Apalagi hatinya seperti ular, tidak disangka dia berani membunuh ibumu ”

Shen Zhong-yuan tahu ibunya mati terbunuh, dia memberontak dalam pelukan Chu Zheng dan berteriak, “Aku akan membunuhnya! Aku ingin membalaskan dendam ibuku!”

Chu Zheng terus memeluknya dengan erat dan berkata, “Anak Yuan, bila kau ingin membalaskan dendam ibumu, kau harus ikut dengan Paman pergi dari sini, mencari suatu tempat untuk melatih ilmu

silat. Nak, membalaskan dendam ibumu sepuluh tahun lagi pun belum terlambat.”

Shen Zhong-yuan terpaku kemudian berkata, “Mengapa harus pergi dari sini? Ini adalah tempat kita, mengapa kita tidak bisa tinggal disini lagi?”

“Kita tidak bisa tinggal disini lagi, orang itu sangat kejam, dia bisa membunuh...." Chu Zheng menunjuk ke rumah Shen Zhong-yuan dan berkata, “Anak Yuan, lihatlah!”

Terlihat ada kebakaran di desa itu, yang terbakar adalah rumahnya! Shen Zhong-yuan sangat sedih dan marah, membuat matanya terlihat seperti kobaran api.

Shen Zhong-yuan menarik tangan Chu Zheng dan berkata, “Paman, ayo kita pergi dari sini!”

Chu Zheng tidak banyak bicara, segera dia membawa Shen Zhong-yuan pergi. Dua sosok orang, yang satu tinggi dan yang satu kecil sudah menghilang di dalam kegelapan.

- ooo OOO ooo -

Kemarin cuaca masih cerah, semalam angin utara sudah berhembus, hari ini udara begitu berkabut dan dingin.

Setelah sarapan, angin kencang mulai berhenti berhembus, salju pun mulai turun, membuat udara terasa basah dan dingin. Ketua Wisma Bai-ma adalah orang yang terkenal didunia persilatan, dengan julukan sebagai Dewa Pedang dan bernama Lu Yi-feng.

Saat ini dia sedang berada diperpustakaan, sambil membaca dengan nikmat dia minum teh, dia sedang membaca pelajaran silat yang tercatat dilembaran bukunya.

Dia berusia kurang lebih 60 tahun, tubuhnya gagah da berwajah tampan, jenggotnya panjang terurai di dada, walaupun rambutnya sedikit mulai memutih, tapi dia masih terlihat gagah, kedua matanya masih tampak bersemangat.

Dari halaman terdengar langkah kaki yang tergesa-gesa, pengurus Zheng Yu datang dan berkata dengan wajah tegang, “Tuan Besar, keadaan tidak baik, Tuan Muda dia. ”

Hati Lu Yi-feng bergetar tegang dan berkata, “Tenang dulu, apa yang terjadi? Ada apa dengan anak Rui?”

Zheng Yu menenangkan dirinya dan berkata, “Telah terjadi sesuatu dengan Tuan Muda Rui, dan Tuan Muda Gao terluka parah, mereka ”

Belum habis kata-kata Zheng Yu, Lu Yi-feng sudah jatuh pingsan.

“Guru! Sadarlah, Guru!” Dalam keadaan pingsan dia merasa ada kehangatan masuk ke dalam tubuhnya.

Dia tersadar, begitu membuka mata dia segera bertanya, “Anak Rui berada dimana?”

Dia baru tahu disekelilingnya, kecuali Zheng Yu masih ada istrinya, Shu Yu-zhu dan putrinya Lu Yue-juan, ada yang sedang mengirimkan tenaga dalam kedalam tubuhnya, dia adalah murid ketiganya yang bernama Li Hao.

Kata Zheng Yu, “Tuan Besar, Tuan Muda Rui berada di ruang tamu, begitu juga dengan Tuan Muda Gao  ”

Belum habis mendengarkan jawaban Zheng Yu, Lu Yi-feng sudah berdiri, tapi karena masih merasa pusing, hampir saja dia jatuh. Untung Shu Yu-zhu dan Lu Yue-juan, segera memapahnya.

Kata Shu Yu-zhu, “Suamiku, jangan terburu-buru, tenangkan dirimu dulu baru kita pergi ke ruang tamu.”

Sambil memapah ayahnya Lu Yue-juan menangis. Lu Yi-feng berkata, “Cepat bawa aku ke ruang tamu!”

Ada pepatah yang mengatakan: hal yang paling menyedihkan adalah kehilangan anak pada masa tua. Apalagi anak itu adalah anak terakhirnya....

Lu Yi-feng adalah orang kaya di Long Xi, pada saat muda dia sangat menyukai ilmu silat dan dia pun banyak berteman dengan orang-orang dunia persilatan, kemudian dia pun menjadi murid Biksu Yi Qing, melihat Lu Yi-feng pada dasarnya adalah orang yang pintar dan juga lincah, maka Biksu Yi Qing mengajarkan ilmu Zhui Hun Duo Ming-jian Fa (Jurus Pedang Pengejar Roh Mengambil Nyawa) kepada Lu Yi-feng.

Setelah Lu Yi-feng lulus dari belajar ilmu silat, ayahnya sudah meninggal kemudian dia pun menjual harta warisan dari ayahnya dan dia membuka kantor Biao (pengiriman barang) yang bernama Wei Yuan.

Selama puluhan tahun dia berkelana di dunia persilatan dengan ilmu pedang yang hebat yang dimilikinya, kemudian dia pun mendapat julukan Bai-ma Shen Jian (Dewa Pedang Berkuda Putih).

Dia pun mendapatkan harta yang berlimpah dari hasil kerjanya dan menjadi orang terkaya di Long Xi.

Tapi kehidupannya berjalan dengan penuh cobaan-cobaan, selama beberapa tahun berturut-turut putra sulungnya yang bernama Lu Chen dan putra keduanya yang bernama Lu Qi meninggal, istrinya tidak kuat menanggung kesedihan ini, akhirnya dia pun mengikuti jejak putranya, meninggalkan dia....

Setelah berumur 50 tahun, Lu Yi-feng mengambil keputusan akan meninggalkan dunia persilatan yang penuh gejolak, dia menghabiskan banyak uang untuk membuat Wisma Bai-ma, dia ingin melewatkan masa tuanya di wisma itu hingga dia meninggal.

Tapi putra ketiganya yang mendapat julukan Fei Yun Jian (Pedang Awan Terbang) yang bernama Lu Rui tidak mengijinkan ayahnya menutup kantor Biao Wei Yuan, Lu Yi- feng pun tahu sifat anaknya yang masih muda dan tidak akur dengan ibu tirinya, dengan terpaksa dia mengijinkan Lu Rui meneruskan usahanya mengurus kantor Biao.

Dia ditemani murid tertua Lu Yi-feng yang bernama Gao Xiang.

Gao Xiang mendapat julukan si Kepala Besi. Murid kedua Lu Yi-feng bernama Chen Kuai mendapat julukan si Pena Besi Pengait Perak juga membantu Lu Rui. Selama beberapa tahun ini usaha mereka lancar-lancar saja, tidak disangka hari ini telah terjadi suatu musibah.

Di ruang tamu ada dua tandu, Chen Kuai tampak berada disisi tandu itu, melihat gurunya datang, dia segera berlutut dan memanggil-manggil, “Guru ”

Kemudian dia pun menangis sejadi-jadinya.

Lu Yi-feng mengangkatnya supaya berdiri dan berkata, anak Kuai, jangan menangis lagi, ceritakan apa yang sudah terjadi?”

Dia melihat Fei Yun Jian Lu Rui sudah penuh dengan luka, wajahnya sangat pucat, membuktikan bahwa dia sudah meninggal.

Di dada Gao Xiang masih tertancap sebuah belati, karena luka tusukan itu sangat dalam, darah yang keluar menjadi banyak dan sekarang darah sudah membeku, bila belati itu dicabut, maka nafasnya pun akan putus.

Gao Xiang masih dalam keadaan sadar, begitu melihat gurunya datang, tubuhnya bergerak.

Lu Yi-feng melihatnya dia segera mendekat dan berkata, “Anak Xiang, bagaimana keadaaanmu?”

Dia mengirimkan tenaga dalam ke tubuh Gao Xiang, terdengar Gao Xiang yang berusaha menjawab dengan terpatah-patah, “Guru, muridmu ini tidak berguna, sebelum mati masih bisa bertemu dengan guru, aku merasa sangat gembira  Yin-shan Wu-mo,

Lima Setan dari Yin Shan (gunung Yin) merampokku.... dia mengambil uang, juga membunuh.... masih mengatakan.... akan mencari Guru ingin membalaskan dendam Tian Sheng....Guru. ”

Kata-katanya belum selesai, tapi nafasnya sudah tidak ada.

Lu Yi-feng meneteskan air mata, dia menghela nafas panjang, kemudian dia mencabut belati yang menancap di dada Gao Xiang.

Di pisau itu terukir gambar kepala serigala yang buas, ini adalah tanda dari Yin-shan Wu-mo.

Kemudian dia pun melihat tubuh putranya, dia merasa aneh dan bertanya kepada Chen Kuai, "anak Kuai, bukalah baju kakak seperguruanmu, aku ingin melihat lukanya?” Begitu baju Lu Rui dibuka, semua yang berada disana sangat terkejut, karena di punggung Lu Rui ada bekas telapak tangan yang berwarna hijau kehitaman dan tampak membengkak, bekas telapak enam jari masih bisa terlihat, dari sini bisa terlihat bahwa Xuan-yin-zhang (nama ilmu) yang melukainya.

Lu Yi-feng juga kaget, dalam hati dia berpikir, “Kapan Guo Shi Luo berlatih ilmu Xuan- yin-zhang yang begitu lihai?”

Ternyata Yin Shang Wu Mo dulu dijuluki Yin Shan Liu Mo (Enam Setan dari Yin Shan) tapi mereka menamakan si Dewa Kematian Enam Jari, Guo Shi Luo. Dewa Serigala, Cou Qing-yun. Naga Beracun, Jie Tian Sheng. Yu Wen-bing, si Wajah Hijau. Yu Wen Huan, Siluman Rubah Hitam. Yin Shao-lin, mereka adalah murid-murid Yin Shan Lao Guai (Orang Tua Aneh dari Yin Shan) Mu Rong Kai, murid yang tertuanya adalah Guo Shi Luo. Karena tangan kanannya memiliki enam jari, dia dijuluki dengan Dewa Kematian Enam Jari.

Enam belas tahun yang lalu, sewaktu Lu Yi-feng membawa putra sulungnya, Lu Chen dan beberapa orang Biao ke An Xi (nama tempat), pada saat itu mereka bertemu dengan rombongan Guo Shi Lao yang sedang merampok seorang pedagang.

Segera mereka membantu, hanya beberapa jurus bertarung si Naga Beracun, Jie Tian Sheng sudah mati di bawah Zhui Hun Duo Ming-jian. Guo Shi Luo tahu mereka tidak bisa mengalahkan lawannya, akhirnya mereka segera kabur.

Zheng Yu yang menjadi pengurus Wisma Bai Long ini adalah salah satu diantara para pedagang itu. Dia sebatang kara, istri dan anaknya sudah meninggal, berdagang pun selalu rugi besar.

Lu Yi-feng merasa kasihan, ditambah lagi dia mengenali banyak buku-buku filsafat kehidupan, oleh karena itu dia menerima Zheng Yu bekerja di kantor Biao.

Begitu Zheng Yu bekerja ke kantor Biao, dia melihat Nyonya Lu berbadan lemah dan sering sakit. Dia meminta orang kantor Biao agar menjodohkan adik sepupunya agar menjadi istri muda Lu Yi-feng. Dia adalah Nyonya Lu yang sekarang yaitu Shu Yu-zhu.

Kemudian Shu melahirkan seorang putri. Lu Yi-feng mempunyai tiga orang putra, sekarang dia mendapatkan seorang putri, hal ini benar-benar membuatnya bahagia. Begitu istrinya meninggal otomatis Shu Yu-zhu menjadi istri yang sah.

Semenjak Tian Sheng mati, Yin Shan Liu Mo menghilang dari dunia persilatan. Kedua putra Lu Yi-feng mati secara berturut-turut. Lu Yi-feng menyangka bahwa itu adalah perbuatan Guo Shi Luo.

Selama lima tahun terakhir ini, Yin-shan Wu-mo mulai muncul lagi, Lu Yi-feng masih tidak menganggap berat kemunculan mereka.

Lu Yi-feng sangat mengetahui bagaimana kemampuan ilmu silat Yin-shan Wu-mo, si Enam Jari, Guo Shi Luo pun dia tahu sampai dimana kemampuannya.

Dia juga pernah melihat kemampuan si Pisau Terbang, Zhou Qing-yun. Setelah beberapa kali dipikir bolak balik, sekarang dia sadar bahwa Yin-shan Wu-mo mulai membalas dendam kepadanya.

Sesudah mengurusi penguburan putra dan muridnya, mungkin karena terlalu sedih dan lelah, dia merasa hatinya risau dan juga tidak tenang.

Tadinya dia ingin menyebarkan undangan untuk para pendekar, mengajak teman- temannya di dunia persilatan untuk membalas dendam kepada Yin-shan Wu-mo.

Tapi dia teringat lagi bahwa dia sudah tidak kuat untuk berkelana di dunia persilatan, apalagi Yin-shan Wu-mo sudah mengisyaratkan akan mencari ketempat tinggalnya.

Dia percaya dengan mengandalkan ilmu Zhui Hun Duo Ming-jian, musuhnya masih belum bisa menandingi dirinya.

Walaupun dia ingin segera membalas dendam tapi dia terpaksa harus mengunci diri di kamar rahasia untuk berlatih ilmu silat, dia berharap bisa mengembalikan ilmu yang sudah lama tidak dilatihnya dan staminanya....

Dia sudah menyuruh Zheng Yu untuk menjual kantor Biao Wei Yuan dengan harga murah.

Hari itu di ruang rahasia, dia memasang puluhan lilin dengan huruf satu (garis horisontal). Dia ingin berlatih Yi Zhi Shen Gong yang dia pelajari dari biksu Shao-lin (Ilmu Satu Jari Dewa).

Tiba-tiba ada yang membuka pintu, ternyata Shu Yu-zhu masuk membawa makanan untuknya.

Segera dia berhenti dan berkata, “Istriku, kenapa kau mengantarkan nasi? Bukankah aku sudah memberitahu kepadamu, jika malam begini aku berlatih ilmu silat, aku tidak terbiasa makan nasi.” Shu Yu-zhu sudah berumur 30 tahun lebih, dia masih cantik. Tapi dia tetap bersemangat, walaupun tubuhnya kecil tapi montok. Dia sangat lembut dan dewasa, dia juga begitu menyilaukan....

Sesudah mendengar kata-kata suaminya, dia tertawa dan berkata, “Beberapa hari ini suamiku tentu merasa lelah, aku membuatkan beberapa macam sayur untuk teman minum arak, apalagi disini sangat sepi. Kita masih bisa mengobrol.”

Dia menyusun sayuran di atas meja juga menuangkan arak untuk suaminya. Suami yang sudah tua, istri masih muda ada perbedaan keinginan yang tidak sama.

Lu Yi-feng tahu apa yang dimaksud dengan istrinya, dia tertawa dan bertanya, “Istriku, bagaimana keadaan anak Juan beberapa hari ini?”

Shu Yu-zhu menggelengkan kepala dan berkata, “Kau tahu anak Rui dan anak Juan walaupun mereka tidak lahir dari rahim yang sama, tapi mereka tumbuh bersama. Mereka juga sangat akrab. Beberapa hari ini dia merasa sangat sedih. Untung anak Kuai sudah pulang, mereka bisa saling berbagi. Pikirannya pun menjadi agak tenang.”

Shu Yu-zhu menarik nafas dan berkata, “Mungkin ini adalah jodoh, anak Hao adalah orang yang baik juga tampan, dia lebih baik dari anak Kuai tapi anak Juan tidak menyukai anak Hao.”

Ternyata Li Hao adalah keponakan Shu Yu-zhu. Dia sangat tampam, dia menjadi murid Lu Yi-feng sudah sepuluh tahun lebih.

Ilmu silatnya lumayan kuat, Lu Yi-feng ingin menjodohkan putrinya dengan dia, tapi Lu Yue-juan lebih menyukai Chen Kuai.

Lu Yi-feng sangat sayang kepada putrinya, dia tidak melarangnya. Dengan segala cara Shu Yu-zhu mencoba melarangnya tapi tetap tidak berhasil.

Lu Yi-feng tertawa dan berkata, “Perjodohan anak, kita tidak perlu khawatir ” Tiba-tiba

dia berdiri dan membentak, “Siapa itu? Cepat masuk!”

Dia tidak mengijinkan orang masuk ke kamar rahasianya, sekali pun itu muridnya. Begitu suara bentakannya berhenti, pintu kamar terbuka.

Tampak seorang seperti setan masuk dan orang itu membalikkan badannya untuk menutup pintu. Ternyata wajahnya ditutup ketika dia sudah membalikkan badan.

Lu Yi-feng merasa aneh dan membentak, “Siapa kau!” Orang yang wajahnya ditutup itu tertawa dan berkata, “Aku bermarga Guo, aku datang untuk menagih hutang sepuluh tahun lalu. Kau sudah membunuh Jie Tian Sheng.”

Lu Yi-feng tertawa dan berkata, “Kalau begitu kau adalah si Dewa Kematian Enam Jari. Hanya saja Tuan terlalu berani, apakah karena kalian berjumlah beberapa orang maka berani mengacaukan Wisma Bai-ma. Suruh yang lain masuk, aku akan bereskan semuanya!”

Begitu dia selesai bicara, dia merasa badan kenal dengan orang itu.

Orang yang wajahnya tertutup itu berkata, “Pak Tua, aku sendiri sudah cukup untuk menghadapimu, tidak perlu banyak bicara, keluarkanlah pedangmu!”

Dia mengeluarkan golok yang berada dibelakang dan mulai digerakkannya. Cahaya golok berkilauan, angin yang dikeluarkan pun kencang.

Lu Yi-feng sudah tahu bahwa ilmu silat orang itu sangat tinggi, tapi karena dia seorang diri, Lu Yi-feng sama sekali tidak menaruh di hati semua perkataannya.

Dengan dingin dia berkata, “Terhadap kalian yang tarafnya hanya seperti tikus, tidak perlu memakai pedang, hanya dengan tangan kosong pun sudah cukup!”

Begitu habis bicara, dia mengeluarkan jurusnya dan menyerang ke arah dada depan orang itu.

Ilmu silat Lu Yi-feng sangat tinggi, kecuali Zhui Hun-jian yang terkenal di dunia persilatan, Da Li Jin Gang Zhang (Tenaga Telapak Emas dan Baja) juga terkenal didunia persilatan.

Kedua telapak tangannya segera mendorong. Telapak belum sampai di dada orang itu, angin sudah sampai terlebih dulu.

Orang yang wajahnya ditutup itu tahu bagaimana lihainya ilmu silat ini, tanpa sadar dia mundur selangkah. Dengan cepat dia mengeluarkan ilmunya menahan serangan musuh.

Lu Yi-feng melihat ilmu goloknya begitu lancar dan bagus, dia memuji, “Ilmu golok yang bagus!”

Tapi dia tetap dengan sekuat tenaga menyerang. Satu jurusnya ternyata dilawan dengan dua kali jurus golok. Walaupun orang yang wajahnya ditutup itu memiliki pisau di tangannya, tapi dia tetap takut dengan wibawa lawannya. Dia hanya mengayunkan pisau ke kiri dan ke kanan, maju dan mundur.

Dalam waktu singkat mereka sudah bertarung sebanyak 20 jurus lebih.

Tiba-tiba Lu Yi-feng sengaja memberi peluang supaya diserang. Peluang ini terlihat lawannya, dengan goloknya menggambar lingkaran yang berkilauan, golok itu sudah membacok kepinggang Lu Yi-feng.

Segera tangan kiri Lu Yi-feng mengunci golok lawan, tangan kanan sudah memukul wajah lawan.

Jurus ini adalah jurus paling ganas dibanding ilmu silat Lu Yi-feng lainnya. Tenaga yang dikeluarkan sangat dahsyat, tapi juga harus memboroskan tenaga yang banyak.

Dia baru saja ingin menahan serangan pisau, tiba-tiba merasa ada urat nadinya yang bergetar. Kemudian dia merasa tenaga dalamnya menghilang.

Walaupun tangan kanannya sudah dikeluarkan tapi tenaganya sama sekali tidak ada. Hatinya mencelos, dia mengira mungkin beberapa hari ini hatinya merasa sedih karena itu tubuhnya tidak bertenaga.

Dengan cepat dia mundur dua langkah, tapi dia sudah tidak berani memakai tenaga dalam lagi.

Si wajah yang ditutup itu sepertinya tahu keadaan Lu Yi-feng. Dia tertawa dingin dan langsung maju dua langkah.

Golok seperti ilusi cahaya, tenaganya seperti guntur menyerang Lu Yi-feng dari tiga arah, cepat dan tepat.

Lu Yi-feng bukan orang sembarangan, saat dia terkejut, dia langsung mengubah jurusnya. Dia tahu tidak bisa dengan tangan kosong merebut senjata lawan. Dengan gerakan silat yang bahunya hampir mengenai tanah, dia menghindari serangan lawan.

Kemudian dengan cepat dia sampai di tempat penyimpanan senjata dan mengambil sebilah pedang panjang. Dia menghindar kemudian berguling sambil mengambil senjata kemudian meloncat.

Beberapa gerakannya adalah gerakan cepat, membuat orang tidak menyangkanya sama sekali. Si wajah yang ditutup itu merasa kaget, tapi dia juga memuji, “Sangat baik!”

Begitu tangan Lu Yi-feng sudah memegang pedang, dengan dingin dia berkata, “Teman, ilmu golokmu sangat bagus, mati di bawah ilmu silat Zhui Hun Duo Ming Dao pun tidak membuatku malu.”

Dia mulai menyerang.

Si wajah yang tertutup itu sepertinya sudah mulai goyah, dia menghindar ke Shu Yu- zhu yang sedang berdiri dengan bengong.

Lu Yi-feng takut istri tercintanya diserang oleh musuh, dia membentak, “Penjahat, berani kau!”

Bayangan pedang seperti gunung, pedang berkilauan mencegah maksud musuhnya.

Si wajah tertutup tidak bisa mendekati Shu Yu-zhu. Dia berusaha keluar dari serangan musuh. Dua buah senjata beradu, golok yang dipegang olehnya dibabat hingga putus.

Si wajah tertutup terkejut dan senjata yang tersisa separuh dianggapnya sebagai senjata

rahasia dan dilemparkan ke arah Lu Yi-feng.

Kemudian dari pinggangnya dia mengeluarkan sempoa besi, seperti petir menyambar kepada dua nadi Lu Yi-feng.

Begitu melihat sempoa besi itu, Lu Yi-feng merasa kaget. Dia tahu sempoa itu milik pengurus Wisma Bai-ma yaitu Zheng Yu!

Sepuluh tahun lebih dia tahu bahwa pengurus wisma yang tidak bisa ilmu silat ini menggunakan sempoa besi ini.

Walaupun dia merasa aneh, tapi dia tidak banyak menaruh curiga. Dia hanya mengira Zheng Yu menyukai sempoa besi ini.

Sekarang setelah melihat sempoa besi ini, segera dia tahu dan dengan kaget berkata, “Ternyata kau!”

Hati Lu Yi-feng terkejut, tapi tangannya sedikit pun tidak menjadi lamban. Dengan pedang yang panjang, dia bisa menyapu biji sempoa ini. Dia tetap menyerang seperti tadi. Tapi sayang pada saat itu pun, Lu Yi-feng mulai merasakan ada hawa dingin menyerang punggungnya.

Dia terkejut dan membalikkan badan untuk melihat, ternyata yang menyerangnya tak lain adalah istri tercintanya. Ini benar-benar membuatnya kaget bukan kepalang.

Dia berteriak, “Kau ”

Dengan dingin Shu Yu-zhu berkata, “Hei marga Lu, di arak yang kau minum tadi sudah kuberi Shu Gu San. Walaupun tenaga dalammu kuat, aku ingin tahu kau bisa bertahan sampai berapa lama, mengaku kalahlah!”

Begitu Lu Yi-feng mendengar semuanya, dia baru sadar kenapa dari tadi tenaga dalamnya tidak seperti dulu, ternyata dia sudah terkena rencana jahat, bukan hari ini saja, mungkin sudah berlangsung selama beberapa tahun....

Dia melihat kesekelilingnya, keadaan tidak mengijinkan dia untuk terus bertarung. Dia bergerak cepat dan sudah siap melarikan lari, dia bersiul panjang.

Tapi suara siulannya belum habis, sepasang tangan Shu Yu-zhu sudah menyerang.

Lu Yi-feng sama sekali tidak menyangka ternyata istrinya yang lembut dan baik itu adalah pesilat tangguh Xuan-yin-zhang.

Tangan yang lembut seperti tidak bertulang, sekarang berubah seperti tangan hantu, angin yang dikeluarkan dari telapak terasa sangat dingin.

Lu Yi-feng terkejut, tapi dengan ilmu Zhui Hun Dao Ming Dao yang dimilikinya dia tidak takut bila Shu Yu-zhu dan Zheng Yu bergabung.

Tapi apakah dia tega membunuh istri tercintanya?

Karena itu Lu Yi-feng hanya mengayunkan pedang menahan telapak angin itu dan terpaksa mundur terus.

Tiba-tiba dia mendengar Zheng Yu berkata dengan sadis, “Marga Lu, kau sudah puluhan tahun mengambil istriku, sekarang bila kau mati jangan menyalahkanku!”

Suaranya belum selesai, biji sempoa besi sudah dilepaskan sebanyak puluhan butir membuat ruangan itu seperti hujan sempoa dan kain kuning. Lu Yi-feng mendengar semuanya, dia menjadi bengong. Dalam hati dia berpikir, “Apakah semua ini benar?”

Dengan cepat dia menahan benda-benda itu. Tapi dua butir biji sempoa berhasil mengenai pundaknya, rasa sakit yang menyerangnya membuat pedang yang dipegangnya terjatuh, dalam kesempatan ini, Shu Yu-zhu mulai menyerang, tangan kanannya sudah mengenai dada Lu Yi-feng, dia berteriak kemudian jatuh terlentang.

Zheng Yu takut Lu Yi-feng belum mati juga takut orang-orang yang berada di Wisma Bai-ma akan berdatangan, dalam keadaan yang sangat menggemparkan itu, Zheng Yu menancapkan golok yang tersisa setengah itu ke perut Lu Yi-feng, dia menarik Shu Yu- zhi pergi dari sana.

Malam itu, Lu Yue-juan sedang duduk di dalam kamarnya sambil berpikir dan berkhayal. Dia seperti ibunya, sangat cantik.

Sejak kecil sudah terlihat kecantikannya dan kulitnya seputih giok. Setelah dewasa dia tampak lebih menarik lagi, pantas saja bila Lu Yi-feng menganggapnya seperti sebuah mutiara dalam genggamannya.

Dia lahir di keluarga yang kaya raya, dia bisa saja bertingkah sombong dan memerintah para pelayannya, tapi dia tidak seperti itu.

Sejak kecil, begitu tangan kecilnya memegang pedang, dia sudah tidak ingin melepaskannya lagi.

Dia tidak menyukai pekerjaan perempuan, dia sepertinya sudah berjodoh dengan pedang dan golok.

Lu Yi-feng melihat putrinya begitu menyukai ilmu silat, hatinya merasa sangat senang. Bila ada waktu senggang dia sering mengajarkan ilmu silat kepada putrinya.

Setelah sepuluh tahun lebih berlalu, ilmu silat Lu Yue-juan tidak kalah dengan kakak dan kakak seperguruannya.

Sejak kecil Lu Yue-juan senang tertawa, hanya karena hal kecil saja dia bisa tertawa hingga tidak bisa berhenti. Banyak pemuda yang menyenangi gadis ini.

Lu Rui senang bermain dengannya tapi semenjak Lu Chen dan Lu Qi meninggal lalu Lu Yi-feng mundur dari dunia persilatan, dia susah mendengar tawanya lagi. Waktu itu Lu Yue-juan mulai beranjak dewasa dan dia mulai akrab dengan kakak seperguruannya yaitu Chen Kuai.

Begitu diketahui oleh Shu Yu-zhu, dia segera mengatur agar Chen Kuai dipindahkan ke kantor Biao Lan Zhou dan Lu Yue-juan semakin sedih kemudian dia menjadi pendiam.

Walaupun sepupunya yang bernama Li Hao sering menghiburnya, tapi dia merasa Li Hao hanya berpura-pura dan mempunyai maksud tertentu. Maka dia pun menjauhi Li Hao.

Selama beberapa hari ini keadaan di Wisma Bai-ma sangat kacau, begitu selesai menguburkan Lu Rui dan Gao Xiang, Lu Yi-feng merasa sangat sedih, kerjanya hanya berlatih ilmu silat di kamar belakang.

Melihat Shu Yu-zhu sepertinya juga banyak hal yang dia pikirkan.

Pagi hari dia ditemani oleh Chen Kuai berlatih ilmu silat, tapi pada malam hari dia hanya seorang diri di kamar, dia merasa sedih dan kesepian.

Malam ini pembantunya merasa lelah dan sudah pergi tidur.

Hati Lu Yue-juan merasa sangat galau dia pun sulit tidur, tiba-tiba dia mendengar ada suara siulan yang panjang, Lu Yue-juan tahu bahwa itu adalah suara siulan ayahnya, hatinya langsung tergerak, dia ingat kakak seperguruan tertuanya pernah berkata bahwa Yin-shan Wu-mo akan segera datang untuk membalas dendam, segera dia mengambil pedang dan dengan cepat keluar dari jendela kamarnya, hanya dalam waktu singkat dia sudah berada di atap rumah.

Ilmu meringankan tubuh Lu Yue-juan sangat tinggi, dia bergerak seperti seekor burung, tak lama dia pun sampai dibelakang rumah, hanya dalam waktu singkat juga dia sudah berada di depan orang itu, dia membentak, “Penjahat, kau mau melarikan diri kemana? Cepat berhenti! Kalau tidak aku akan menyerangmu dengan pedang!”

Ternyata pada waktu dia kecil, karena dia sering memegang pedang kecil, maka setelah dewasa, Lu Yi-feng membuatkan dua belas buah pedang pendek untuknya sebagai senjata rahasia.

Selama beberapa tahun ini, dia semakin mahir menggunakan senjata rahasia ini. Ada seratus dinding sasaran, maka ada seratus kali tepat mengenai sasaran. Orang itu sepertinya takut dengan senjata rahasia pedang milik Lu Yue-juan, dia meninggalkan orang yang berada dalam gendongannya, dengan cepat dia melarikan diri masuk ke dalam hutan.

Lu Yue-juan mendekat untuk melihat orang yang ditinggalkan tadi, dia terkejut bukan kepalang, ternyata orang itu adalah ibunya, sepertinya karena terkejut dia pun pingsan, tapi tubuh ibunya tidak terluka sama sekali, dia memapah ibunya, memijit agar sadar dan juga memanggilnya.

Shu Yu-zhu mulai sadar, melihat ada putrinya dia terpaku, kemudian dia berkata, “Anak, cepat. tolong ayahmu.”

Lu Yue-juan terkejut dan berkata, “Ibu, ada apa dengan ayah?”

Shu Yu-zhu menarik nafas dan menjawab, “Yin-shan Wu-mo datang untuk membalas dendam, ayahmu, dia.... dia terluka berat.... cepatlah ”

Li Hao dan Chen Kuai membawa senjata datang dari arah belakang, ada beberapa orang yang membawa obor.

Lu Yue-juan berteriak kepada Li Hao, “Kakak seperguruan, cepat papah ibu pulang!” Sebelum kata-katanya habis dia sudah meloncat dan berlari, bayangannya pun sudah tidak terlihat.

Chen Kuai yang berada di pinggir memujinya, “Tidak disangka dalam beberapa tahun ini, ilmu meringankan tubuhnya maju dengan pesat!”

Dalam waktu singkat Lu Yue-juan sudah berada dikamar rahasia ayahnya, di bawah cahaya lilin dia melihat tubuh Lu Yi-feng penuh dengan darah.

Lu Yue-juan kaget dan berteriak, dia melihat setengah golok tertancap di perut ayahnya, dia tahu bahwa tenaga dalam ayahnya sangat kuat, walaupun dia terluka parah, tapi lukanya tidak akan membahayakan jiwanya, tapi begitu dia meraba tubuh ayahnya terasa dingin seperti es, segera dia menempelkan kedua telapak tangannya ke punggung Lu Yi-feng.

Walaupun tenaga dalamnya biasa-biasa saja, tapi Lu Yi-feng sudah mulai bisa bernafas, luka dari perutnya mengalir darah dan tidak bisa berhenti.

Tiba-tiba di luar ada suara langkah kaki yang tidak teratur. Yang pertama masuk adalah beberapa pegawai, melihat keadaan seperti itu wajah mereka langsung bengong, kemudian Li Hao memapah Shu Yu-zhu masuk bersama- sama dengan Chen Kuai, yang terakhir masuk adalah pengurus Wisma Bai-ma, Zheng Yu, dia datang seakan-akan baru bangun dari tidur.

Waktu itu Lu Yi-feng terbangun dari pingsannya dengan perlahan dia membuka mata, melihat Lu Yue-juan berada disisinya, dengan terengah-engah dia ingin mengatakan sesuatu, tapi setelah melihat ada Zheng Yu dan Shu Yu-zhu disana, dia merasa sangat marah, tapi hatinya berpikir, “Putriku dan semua murid tidak memiliki persiapan sama sekali, bila aku mengatakannya sekarang, mereka berdua akan membunuh ”

Dia hanya berkata, “Putriku....” Segera dia berpura-pura tidak kuat dan memejamkan matanya.

Lu Yue-juan tahu bahwa ayahnya ingin mengatakan sesuatu, sambil menangis dia memanggil, “Ayah.”

Dia mendekatkan telinganya ke mulut Lu Yi-feng, dengan suara kecil Lu Yi-feng berkata, “Putriku, pergilah ke Tian Shui Yu-quan-guan (nama tempat) untuk mencari paman gurumu, untuk membalaskan dendam ayah, ibumu dan ” tiba-tiba tubuh Lu Yi-

feng gemetar, kemudian tenggorokannya pun berbunyi, kepalanya terkulai, dia sudah menghembuskan nafas terakhirnya.

Lu Yue-juan sangat kaget dan dia berteriak, “Ayah!”

Dia melihat ibunya sedang mengosokkan tangannya kedada ayahnya, dia tidak menaruh curiga, begitu memegang nadi ayahnya, dia tahu bahwa ayahnya sudah meninggal, dia pun menangis sejadi-jadinya.

Shu Yu-zhu memeluk Lu Yue-juan, dia pun ikut menangis, dia berkata, “Anak, jangan menangis lagi.”

Li Hao pun ikut menasihati, “Adik, guru sudah meninggal dengan tenang, kau harus menjaga kesehatanmu.”

Disana ada dua orang yang dengan dingin melihat semua itu.

Yang satu adalah si Penghitung Besi, Zheng Yu dan yang satu lagi adalah si Pena Besi Pengait Perak, Chen kuai. Awalnya rencana Zheng Yu adalah berpura-pura menculik Shu Yu-zhu dan memancing orang-orang yang berada di wisma itu keluar, supaya nyawa Lu Yi-feng tidak ada yang menolong kemudian dia akan mati dengan sendirinya.

Dia melihat Lu Yue-juan terkena akal muslihatnya, segera dia meletakkan Shu Yu-zhu dan melarikan diri, kemudian dia kembali lagi ke wisma, begitu dia sampai di kamar rahasia itu, tidak disangka Lu Yi-feng belum mati, dia terpaku karena melihat Lu Yi-feng sepertinya ingin mengatakan sesuatu, Shu Yu-zhu juga tampak bengong, dengan isyarat matanya Zheng Yu menyuruh Shu Yu-zhu mendekati Lu Yi-feng, begitu Shu Yu- zhu menempelkan telapak tangannya ke dada Lu Yi-feng, dia tahu bahwa Lu Yi-feng sudah tidak mungkin hidup lagi, baru dia merasa tenang.

Di matanya terlihat ada tawa licik. Tapi Pena Besi Pengait Perak, Chen kuai mempunyai pikiran yang lain.

Dia tahu ilmu silat Yin-shan Wu-mo memang sangat tinggi dan kejam tapi mereka bukan lawan gurunya.

Sekarang gurunya terluka begitu berat, dia juga mendengar ada suara orang yang bertarung. Keadaan ini benar-benar membuat orang tidak mengerti.

Dia melihat gurunya berbicara dengan adik seperguruannya, dia juga melihat istri gurunya tampak bengong kemudian tergesa-gesa mendekati gurunya dan meraba dada gurunya dengan tangannya.

Dia sudah curiga. Begitu tangan Shu Yu-zhu dilepaskan dari dada Lu Yi-feng, telapak Shu Yu-zhu terlihat ada warna kehijauan seperti besi. Hati Chen Kuai bergetar, dia sepertinya tahu sesuatu.

Tapi dalam keadaan seperti itu, dia tahu bahwa dia bukan lawan mereka. Dia harus bisa menahan diri kalau tidak, perbuatannya akan merusak semua rencana.

Matahari baru saja terbit, Lu Yue-juan membawa bungkusan, dia pamit kepada ibunya. Dia mendorong pintu kamar ibunya, melihat pengurus Zheng Yu sedang duduk di kursi sambil menikmati teh.

Tempat ini adalah tempat duduk ayahnya.

Lu Yue-juan merasa sangat benci dan marah, dia memelototi Zheng Yu tapi tidak berbicara apa-apa.

Lu Yue-juan tidak meladeni dia, dia hanya berpamitan kepada ibunya. Zheng Yu melihat dia masuk, dengan tergesa-gesa dia berkata, “Nona.... kau ini

adalah ”

Lu Yue-juan berkata kepada ibunya, “Bu, sebelum ayah meninggal dia berpesan kepadaku agar aku pergi ke Yu-quan-guan (nama kuil) dan meminta Paman Guru Yuan Chen.... memimpin upacara pemakaman ayah, aku ”

Dia tidak memberitahu apa pesan yang sudah disampaikan oleh ayahnya kepada ibunya. Dia sendiri juga merasa heran. Dia menutup-nutupi bila ayahnya mengundang paman guru untuk membalas dendam.

Lu Yue-juan berkata lagi, “Aku datang kesini untuk pamitan, sekarang aku akan pergi.” Lu Yue-juan merasa hatinya sangat sakit, dia menangis.

Shu Yu-zhu kaget, tapi dengan lembut memegang pundak Lu Yue-juan dan berkata, “Anak Juan, bila ayahmu sudah berpesan seperti itu, suruh saja anak Kuai yang pergi, tidak perlu kau pergi sendiri.”

Kata Lu Yue-juan, “Pesan terakhir ayah menginginkan agar putrinya harus menuruti kemauannya, kali ini aku harus pergi.”

Kata Shu Yu-zhu, “Baiklah kalau begitu, biarlah sepupumu menemanimu pergi.”

Tadinya Lu Yue-juan setuju, tapi tiba-tiba dia berubah pikiran dan berkata, “Aku bukan anak kecil lagi! Perjalanan juga tidak begitu jauh, tidak perlu ditemani.” Dia berpesan lagi, “Sebelum aku pulang, ayah tidak boleh dimasukkan ke dalam peti mati.”

Setelah habis bicara dia melotot ke arah Zheng Yu. Kemudian dia membalikkan badan dan pergi.

Begitu Lu Yue-juan pergi, Zheng Yu dan Shu Yu-zhu merasa sangat malu, hingga terdengar suara derap kuda berlari Shu Yu-zhu baru tersadar dan menyesal mengapa dia tidak mengantarkan putrinya sampai diluar pintu.

Zheng Yu berkata, “Anak ini memiliki sifat semaunya, kelak bagaimana kau bisa menjelaskan semua ini kepadanya?”

Shu Yu-zhu juga marah dan berkata, “Kau yang tidak tahu malu. Kau ingin mendapatkan harta benda orang lain, kau mendorong istrimu sendiri menjadi istri Lu Yi- feng. Dulu walaupun kita hidup susah, tapi putri kita tidak seperti ini.”

Wajah Zheng Yu memerah dia berkata, “Aku juga tidak menyangka ” Kata Shu Yu-zhu, “Kalau saja kita lebih awal membunuh Lu Yi-feng, saat putri masih kecil keadaan itu malah lebih baik. Ini semua kesalahanmu, kau memang tidak berguna!”

Zheng Yu diam karena dia tidak bisa membantah.

Kemudian dia berkata, “Kemarin anak Yuan mendengar pesan terakhir si Setan Tua itu, kemungkinan dia bukan hanya mengundang Biksu Yuan Chen memimpin upacara pemakaman.”

Shu Yu-zhu terpaku, “Berarti. ”

Kata Zheng Yu, “Aku terus memperhatikan mulut Lu Yi-feng, walaupun dia tidak mengucapkan nama kita, tapi bila dia menyuruh anak Yuan mengundang Yuan Chen untuk memeriksa jenasah Lu Yi-feng, orang ini sangat berpengalaman, sepertinya ini akan beresiko tinggi.”

Shu Yu-zhu sangat kaget, karena Lu Yi-feng mati dibawah Xuan-yin-zhang nya. Yang memiliki kekuatan Xuan-yin-zhang seperti dia hanya Dewa Kematian Enam Jari, Guo Shi Luo. Tapi dia tidak bisa memalsukan bekas telapak dengan enam jari. Apakah semua ini bisa menipu mata Biksu Yuan Chen yang tajam?

Shu Yu-zhu bertanya, “Harus bagaimana kita sekarang?”

Dengan tenang Zheng Yu berkata, “Suruh anak Hao memberitahu kepada Guo Shi Luo, supaya menghalangi kepergian anak Juan, supaya dia tidak bisa pergi ke Yu-quan- guan. Beberapa hari ini jika dia tidak pulang, kita harus cepat-cepat mengebumikan si Setan Tua itu, bila nanti Yuan Chen datang, baru kita ”
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar