Ibu Hantu Jilid 2

Jilid 2

NAMUN Song Kie Pa tidak mau melepaskan anak muda she Ong itu terlolos dari jarum-jarumnya itu, dengan cepat dia telah menggerakkan tangannya lagi akan menyerang dengan jarum-jarumnya itu.

Ong Kim Hok jadi kelabakan sekali dia gugup bukan main. Kalau memang tubuhnya itu terserang oleh jarum-jarum Bwee-hoa-ciam yang halus dan mungkin mengandung racun itu, dirinya tentu akan terbinasa, arwahnya akan terbang kedunia Barat, akan pulang ke neraka untuk menjumpai Giam-lo-ong!

Maka dari itu dengan sekuat dirinya dia bergulingan dilantai panggung Lui-thay tersebut.

Jarum-jarum menyambar terus, sedangkan orang-orang dibawah panggung jadi sengit dan gusar kepada orang she Song itu, mereka memaki-maki Kie Pa.

Tetapi Kie Pa telah nekad dan kalap, dia sudah tidak memperdulikan segala makian-makian dari orang-orang dibawah panggung.

Malah Siang Kie Lan dan Siang Wang-gwee sendiri jadi mendongkol serta murka kepada orang she Song itu, mereka menguatirkan keselamatan Ong Kim Hok.

Siang Kie Lan sendiri sudah bangkit dagi duduknya, dia mau melompat naik ke atas panggung untuk memberikan pertolongan kepada Kim Hok.

Tetapi tangan Kie Lan telah dicekal oleh Siang Wang-gwee.

“Ayah...!” si gadis menoleh kepada ayahnya dan menatap Siang Wang-gwee dengan pandangan tidak mengerti. “Jiwa... jiwa orang she Ong itu sedang terancam bahaya kematian !”

Siang Wang-gwee mengangguk, dia dapat membawa sikap yang tenang walaupun dia bergusar sekali kepada Song Kie Pa yang selalu berbuat curang dilalam pertempuran Pie-bu itu!

“Duduklah dulu!” kata Siang Wang-gwee. Orang she Ong itu tidak celaka, dia pasti akan ada yang tolong! Jago-jago dibawah panggung Lui-thay tentu tidak akan memandangi saja kematian anak muda she Ong itu dengan berpeluk tangan!”

Si gadis she Siang itu duduk kembali, tetapi sikapnya gelisah sekali. Tampak dia masih menguatirkan sekali akan keselamatan jiwa Kim Hok.

Sedangkan Kim Hok jadi gelagapan menghindarkan dari serangan-serangan jarum-jarum halus yang dilontarkan oleh Song Kie Pa. Disamping repot bergulingan, Kim Hok juga jadi murka sekali. Sebetulnya anak muda she Ong ini ingin menerjang jarum-jarum halus itu, dan sedang menerjang begitu dia akan membarengi dengan menyerang orang she Song tersebut.

Tetapi akhirnya Ong Kim Hok tidak mengambil jalan nekad begitu, karena dia pikir untuk mengadu jiwa dengan orang she Song tersebut tak ada gunanya.

Song Kie Pa sendiri jadi semakin kalap melihat serangan jarum-jarumnya tidak mengenai sasarannya. Dia semakin menyerang dengan timpukan berangkai dari berbagai jurusan.

Ong Kim Hok jadi mencelos hatinya melihat jarum-jarum itu meluncur dari berbagai jurusan, kearah kaki, perut, dan dada serta kepalanya, sehingga sulit baginya untuk mengelakkan serangan jarum-jarum itu, sebah kalau memang dia bergulingan menghindarkan kearah lain, tentu jarum-jarum berikutnya akan menyusul ditimpukkan oleh orang she Song itu.

Kim Hok sampai mengeluarkan seruan tertahan.

Jiwa anak muda she Ong ini benar-benar terancam bahaya kematian, sekali saja dia kena terserang oleh salah satu jarum-jarum itu, pasti dia akan terbinasa.

Jago-jago dibawah panggung sampai melompat berdiri dari duduk mereka.

Ada beberapa jago yang ingin melompat keatas panggung untuk menolongi Kim Hok dan menghajar Song Kie Pa.

Tetapi, belum lagi salah seorang diantara mereka melompat, tampak sesosok bayangan telah melompat dengan cepat sekali, gesit luar biasa gerakannya.

Dibarengi dengan berkelebatnya sosok bayangan putih tersebut keatas Lui-thay, terdengar suara ‘tring-trang-tring’ berapa kali secara beruntun, tampak jarum-jarum yang disambitkan oleh Kie Pa kearah Ong Kim Hok runtuh sendirinya, dan diatas panggung tampak telah tambah satu orang lagi!

Song Kie Pa yang melihat Ong Kim Hok dapat meloloskan diri dari serangan jarum-jarumnya itu disebabkan tertolongnya oleh orang yang baru melompat naik keatas panggung, maka dia jadi murka sekali.

Dengan mementang mata lebar-lebar dia mengawasi kearah orang yang baru melompat naik itu.

Didepannya berdiri dengan tenang seorang Siu-chay, pelajar, yang mengenakan pakaian pelajar yang serba putih dan berusia masih muda sekali. Wajah Siu-chay ini, pelajar tersebut, sangat cakap sekali, mempunyai hidung yang bangir dan bibir yang tipis, dan bibirnya itu tampak selalu tersenyum manis.

Ong Kim Hok telab melompat berdiri, dia dapat bernapas dengan lega.

Jiwanya seperti juga baru terlolos dari lobang tanduk, lobang jarum, dan dia menghapus keringat yang membanjiri wajahnya.

Song Kie Pa telah meluap darahnya, dia murka sekali melihat mangsanya yang hampir dapat dibunuhnya telah tertolong oleh Siu-chay yang berpakaian serba putih ini.

“Maafkan! Maafkan!!” kata si Siu-chay sambil tersenyum. “Sebetulnya Hak- seng tidak ingin mencampuri urusan Pie-bu ini, namun karena tadi Hak-seng melihat bahwa pertempuran saudara-saudara sudah diluar garis Pie-bu dan bisa menyebabkan jatuhnya korban jiwa, mau tak mau Hak-seng jadi memberanikan diri untuk memisahkan kalian........!” lemah lembut sekali suara si Siu-chay ini, dia berkata dengan suara yang tenang dan sikap yang sangat wajar sekali. Song Kie Pa sedang gusar, apa lagi dia mendengar jago-jago dibawah panggung bertepuk tangan dan memaki-maki dirinya dengan cacian yang bisa membikin telinganya jadi copot terlepas saking merah matang.

Dengan mata yang memancar bengis dia mendelik kepada si Siu-chay.

“Siapa kau, Siu-chay bau?” bentaknya dengan suara yang bengis.” Mengapa kau begini tidak mengenal aturan? Didalam Pie-bu memang akan jatuh korban disalah satu pihak, mengapa kau seperti tidak mengenal aturan... mencampuri urusan kami?”

Si Siu-chay tertawa lagi, sabar dan tenang sekali, manis sekali senyumnya itu.

Juga pelajar berpakaian serba putih ini telah merangkapkan kedua tangannya menjura kepada Song Kie Pa.

“Memang....!” katanya sabar. “Hak-seng memang mengakui telah melanggar peraturan Pie-bu!” ksta si pelajar berbaju putih itu.” Tetapi bukankah tadi Hak-seng telah mengatakan bahwa Pie-bu kali ini, diantara saudara-saudara berdua, adalah diluar dari garis dari Pie-bu yang diadakan oleh Siang Wang-gwee? Maka dari itu, melihat akan ada korban jiwa diantara kalian, mau tak mau Hak-seng harus mencegahnya, biar bagaimana kita harus menghormati Siang Wang-gwee dari mengindahkannya. Kalau sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, bukankah Siang Wang-gwee akan jadi tidak enak hati?”

Pelajar itu membawa sikap yang sabar dan ramah sekali, malah dia membahasakan dirinya dengan sebutan Hak-sang, yang berarti aku si murid, suatu perkataan yang sangat merendahkan diri dan berlaku sopan sekali.

Tetapi Song Kie Pa adalah seorang bersifat kasar dan wataknya sangat keras.

Dia sedang mendongkol dan bergusar sekali, maka dari itu, mendengar perkataan si pelajar berbaju putih tersebut wajahnya jadi merah padam.

“Kalau memang kau merasa ingin memperoleh nama dan mau merasakan enaknya tangan serta jarum-jarumku ini, majulah! Biarlah kau menggantikan orang she Ong itu untuk bartempur dengan diriku. Hmmmm....... sebelum kau pergi menghadap Giam-lo-ong, sebutkanlah dulu namamu agar kau mampus dengan tak penasaran!!” kata Song Kie Pa dengan suara yang bengis sekali.

Kembali pelajar berbaju putih itu merangkapkan tangannya menjura kepada Song Kie Pa dengan ramah dan sabar.

“Sebetulnya nama Hak-seng tak perlu dikenal oleh orang, karena tak ada harganya, tetapi tak apalah, karena Heng-thay, saudara, ingin mengetahui juga nama Hak-seng, maka memang lebih baik Hak-seng menyebutkanya!” kata si pelajar dengan suara yang sabar. “Hak-seng she Lie dan bernama Cie Kiat!!”

“Hmmmm.... Lie Cie Kiat!!” kata Song Kie Pa begitu dia mendengar nama orang. “Nah jago-jago dibawah panggung telah mendengar namamu, sebentar lagi mereka hanya akan mengingat nama itu, karena kau akan ke neraka.....!” dan tahu- tahu membarengi dengan perkataannya begitu, tangan Song Kie Pa bergerak dengan cepat sekali, dia telah melontarkan beberapa batang jarum Bwee-hoa-ciam kearah si pelajar, yang ternyata Lie Cie Kiat. Orang dibawah panggung jadi mengeluarkan seruan tertahan, begitu juga Sing Kie Lan dan Siang Wang-gwee jadi mengeluarkan jeritan tertahan.

Orang she Song itu ternyata licik dan jahat sekali, dengan menyerang secara begitu, sama saja dengan dia menyerang secara membokong.

Lie Cie Kiat sendiri tenang sekali. Dia tidak terkejut melihat orang menyerang dirinya secara membokong begitu, karena sebelumnya dia memang telah menduga bahka Song Kie Pa akan melakukan hal tersebut.

Maka dari itu, dikala dia melihat beberapa batang jarum melayang menerjang, dia cepat-cepat mengibaskan lengan jubah pelajanya yang lebar itu, dan dengan mengeluarkan suara ‘breeeettt’ lengan jubah itu telah menggulung jarum-jarum yang menyerang dirinya.

Sikap Cie Kiat sangat tenang sekali, dia menggerakkan tangannya untuk menggulung jarum-jarum itu dengan lengan jubahnya juga tanpa tubuhnya bergerak sedikitpun.

Setelah jarum itu telah tergulung dilengan jubahnya, dengan perlahan-lahan dia menurunkan tangannya, sehingga jarum-jarum itu berjatuhan dilantai panggung dengan mengeluarkan suara ‘tak-tak-tak-tak’ yang nyaring sekali, karena jarum- jarum itu telah amblas kelantai panggung dan lenyap kebawah!

Wajah semua orang jadi berobah, dan mereka memandang seperti kesima. Begitu juga Song Kie Pa sendiri, wajahnya jadi pucat pasi. Seketika itu juga dia menyadari bahwa dia berhadapan dengan seorang yang berkepandaian tinggi sekali walaupun usia Cie Kiat baru belasan tahun!

Orang-orang dibawah panggung termasuk Siang Wang-gwee dan Siang Kie Lan semuanya tersadar untuk lantas bersorak. Mereka memuji keliehayan anak muda she Lie itu. Juga Ong Kim Hok memuji keliehayan dari anak muda she Lie tersebut, dia kagum sekali melihat kekosenan Cie Kiat.

Lagi pula Kim Hok merasa berterima kasih atas pertolongan Cie Kiat tadi terhadap dirinya.

Sedangkan Song Kie Pa juga jadi berdiri seperti kesima.

Matanya yang mendelik itu menatap kearah lantai Lui-thay yang telah berlobang kecil-kecil disebabkan diterobos oleh jarum-jarum Bwee-hoa-ciamnya yang telah dilemparkan Lie Cie Kiat kesitu.

Hanya yang membuat Song Kie Pa jadi terkejut adalah tenaga dalam dari anak muda she Lie itu.

Jarum Bwee-hoa-ciamnya yang halus seperti dua lembar rambut manusia itu ternyata telah dapat menembusi lantai Lui-thay yang keras sekali!

Sedangkan Cie Kiat telah tersenyum dengan ramah.

“Maaf. jarum-jarum itu beracun dan kalau sampai terpijak oleh kaki jarum-

jarum itu akan membahayakan, maka Hak-seng telan mambuangnya!” berkata si anak muda she Lie ini dengan sabar. “Dan perlu kuterangkan disini kepada Heng-thay, lain kali janganlah sembarangan menggunakan jarum beracunmu itu karena semua itu tidak akan membawa kebaikan bagi dirimu!!”

Mata Song Kie Pa mencilak bengis, dia tersadar dari terpakunya dengan murka. Kau.... kau...... kau pelajar setan!” katanya dengan gusar. Dia mau menerjang lagi. Tetapi Cie Kiat sangat sabar sekali, dia tersenyum melihat lagak orang.

Tahu-tahu kakinya itu terangkat, kemudian turun kembali perlahan-lahan, tetapi waktu mengenai lantai Lui-thay, Lui-thay tersebut jadi tergoncang perlahan, dan suatu pemandangan yang luar biasa tampak dihadapan orang banyak!!

Kenapa?

Ternyata jarum-jarum yang tadi digunakan oleh Song Kie Pa untuk manyerang Kim Hok yang banyak berserakan dilantai Lui-thay, telah berterbangan dan menancap ditiang penglarian dari Lui-thay tersebut.

Inilah benar-benar suatu kejadian yang jarang sekali terjadi dan menakjubkan sekali!

Semua orang yang melihat hal itu disamping kaget, juga sangat kagum sekali kepada ilmu tenaga dalam anak muda she Lie itu.

Semuanya bersorak dengan suara yang gegap riuh.

Song Kie Pa melihat hal itu juga jadi melongo dan hatinya tergoncang.

Siang Kie Lan dan Siang Wang-gwee gembira sekali, mereka sampai bersorak- sorak tanpa mereka sadari.

“Kau... kau gunakan ilmu siluman apa ini?” tanya Song Kie Pa dengan gusar sekali.

Cie Kiat tetap membawa lagaknya yang ramah dan sabar, dia tetap menghadapi orang she Song itu dengan tenang. Tadi dia memang sengaja memperlihatkan sedikit Lwee-kangnya, dan hal itu telah menggempur semangat dari orang she Song ini.

“Hak-seng tidak menggunakan ilmu siluman, kalau memang Heng-thay masih penasaran, boleh maju kita main-main bebarapa jurus dulu!” kata Cie Kiat.

Song Kie Pa memang telah tergoncang hatinya, dia jadi jeri menghadapi anak muda she Lie ini, tetapi untuk mundur terang sudah tak bisa, dia akan menderita malu dan mukanya mau ditaruh dimana?

Maka dari itu, dengan mengeluarkan suara bentakan yang keras, dia menerjang kearah Cie Kiat.

Semua orang yang melihat itu jadi menguatirkan keselamatan anak muda she Lie itu.

Jago-jago dibawah panggung menguatirkan keselamatan Cie Kiat karena dia mengetahui tadi orang she Song ini selalu berlaku licik dan curang sekali, sering main membokong dan menyerang secara menggelap. Tetapi Cie Kiat sendiri sangat tenang sekali.

Dia melihat Song Kie Pa menyerang dirinya dengan kedua tangan terpentang dari tangan seperti cakar garuda seakan juga ingin mencengkeram.

Maka dari itu, dengan tertawa manis dan bersikap sabar, Cie Kiat tidak menggeser kedua kakinya, hanya tangan kirinya yang terangkat, kemudian dia memiringkan tubuh kekanan sedikit, sehingga dengan mudah dia telah dapat mengelakkan serangan dari Kie Pa.

Tetapi Cie Kiat tidak berhenti sampai disitu saja, disaat Kie Pa sedang nyelonong disampingnya, dikala orang she Song itu sedang kehilangan keseimbangan badannya, maka Cie Kiat mengeluarkan tangan kanannya dan ‘plakkkk!’ punggung orang she Song itu telah kena dihajarnya sampai Kie Pa terjerunuk kedepan tanpa dapat mengendalikan keseimbangan badannya, lalu ambruk jatuh kebawah Lui-thay dengan muka yang terlebih dahulu mencium tanah, mukanya seketika itu juga jadi bengap dan dari hidungnya mancur darah merah yang segar!

Waktu orang she Song itu merangkak bangun dan mengangkat mukanya dengan pancaran matanya yang bengis mengandung hawa pembunuhan, maka tampak darah merah itu telah memenuhi mukanya!

Jago-jago dibawah panggung semuanya jadi kesima waktu melihat dengan mudah Cie Kiat dapat merubuhkan Kie Pa hanya dalam satu gebrakan saja!

Dan waktu mereka melihat keadaan Kie Pa, mereka tersadar dengan cepat.

Seketika itu juga mereka bersorak dengan suara yang riuh rendah, mereka memaki-maki dan mencaci orang she Song itu.

Begitu juga Kie Lan dan Siang Wang-gwee, jadi bersorak dengan penuh kegirangan. Malah Siang Kie Lan tidak bisa mengendalikan dirinya, saking gembiranya dia sampai bersorak bertepuk tangan dengan berjingkrak !

*

* *

CIE KIAT telah melangkah kedekat tepian Lui-thay itu, dia menjura memberi hormat kearah Song Kie Pa.

Maafkan! Dengan menyesal dan tanpa sengaja Hak-seng telah membikin Heng- thay jadi celaka!!” kata Cie Kiat sambil tersenyum. “Dan, kukira luka itu cukup menyakitkan bukan? Nah, lain kali kalau memang bisa Heng-thay jangan suka mencelakakan orang pula, karena dipersakiti oleh orang bukanlah enak !!”

Maka Kie Pa jadi merah padam, dia menganggap bahwa perkataan Cie Kiat itu sebagai penghinan baginya.

Dengan mengeluarkan suara bentakan yang mengguntur dia menjejakkan kakinya, tubuhnya melesat melompat keatas panggung Lui-thay.

“Akan akan kubunuh kau!!” bentaknya dengan suara yang menggeledek. ini. Tetapi Cie Kiat tetap tenang, dia bersikap sabar sekali kepada orang she Song

“Apakah Heng-thay masih penasaran dan mau merasakan perasaan sakit yang lebih lagi?!” tanya Cie Kiat degan suara mengejek. “Hmmm..... sabarlah Heng-thay, janganlah suka dikuasai oleh nafsu amarahmu, karena kau juga yang akan celaka! Seperti tadi kalau memang aku ingin mencelakai dirimu, sama mudahnya seperti membalik telapak tanganku sendiri..... dengan kutotok jalan darah Tay-yang-hiatmu, pasti tadi kau telah terbang ke neraka menghadap ke Giam-lo-ong!!”

Tetapi Song Kie Pa telah nekad benar dia sedang dikuasai oleh hawa amarah yang sangat.

Maka dari itu, perkataan Cie Kiat tidak diperdulikannya, dia telah menubruk lagi dengan cepat, dan kedua tangannya terulurkan yang kiri mengincer perut Cie Kiat, sedangkan yang tangan kanannya akan mencengkeram batok kepala anak muda she Lie itu.

Tetapi Cie Kiat telah sempurna ilmu silatnya, orang macam Song Kie Pa ini tidak dipandang sebelah mata olehnya, karena kepandaian orang she Song ini berbeda jauh sekali, seperti langit dan bumi.

Maka dari itu, dikala ia melihat orang menyerang lagi dengan dua serangan sekaligus, dengan cepat Cie Kiat menarik napas dalam-dalam, dia berdiam terus ditempatnya menantikan serangan lawan sampai padanya.

Dikala kedua tangan dan serangan dari Song Kie Pa hampir mengenai dirinya, dengan mengeluarkan bentakan yang keras, Cie Kiat telah mengangkat tangannya, dan gerakan yang cepat sekali sehingga tidak bisa diikuti oleh manusia biasa, tangan Cie Kiat bergerak menangkap kedua tangan Kie Pa kemudian dengan mengerahkan empat bagian tenaga Lwee-kangnya Cie Kiat telah menggentak tangan Kie Pa.

Bagaikan dihembus angin topan yang keras, tubuh Kie Pa terlambung tinggi sekali keluar dari lingkungan Lui-thay kemudian ambruk ditanah dengan keras!

Waktu tubuhnya terlambung keatas begitu, semangat Kie Pa seperti ikut terbang

juga.

Dan tubuhnya ketika terbanting keras ditanah, dia jadi mengeluarkan suara

jeritan yang menyayatkan, karena tangan kirinya seketika itu juga telah patah!

Dengan merangkak menahan perasaan sakit dan darah dari hidungnya memenuhi bajunya, maka Kie Pa bangkit berdiri.

Bersamaan dengan itu, tampak sesosok tubuh melompat kedekat Kie Pa.

“Kau tidak apa-apa, Song-jie!” terdengar orang yang baru datang itu menanya dengan suara yang parau, mengandung hawa amarah.

Kie Pa menoleh, dia melihat seorang lelaki tua yang telah berjanggot dan rambutnya telah berobah putih seluruhnya dan mengenakan jubah panjang.

“Su-hu......!” panggilnya dengan suara yang parau, kemudian tubuhnya menggigil, roboh terguling jatuh pingsan!! Cepat-cepat lelaki tua berambut putih itu, yang dipanggil ‘suhu’ yang artinya guru, oleh Kie Pa, telah berjongkok dan mengangkat tubuh Kie Pa, diletakkan kemudian dibawah Lui-thay.

Kemudian dengan cepat dia menjejakkan kakinya melompat keatas panggung, matanya memancar bengis sekali, wajahnya menyeramkan.

Cie Kiat tetap berdiri tenang, dia memang sedang mengawasi lelaki tua yang dipanggil sebagai gurunya Kie Pa.

Mulut anak muda she Lie ini juga memperlihatkan senyumnya yang manis, sikapnya sabar sekali.

“Bocah busuk!” bentak lelaki tua itu dengan suara yang keras sekali. “Kalau memang hari ini aku Sam-cie Sam-kun Oey Tat tidak bisa membunuh dan mencincang tubuhmu, maka untuk seterusnya aku tidak akan berkelana didalam dunia Kang-ouw lagi, aku akan mencuci tangan!!”

Mendengar orang mengakui dirinya sebagai Sam-cie Sam-kun, tiga pukulan tiga jari itu maka orang-orang di bawah panggung jadi ribut gegar.

Karena Sam-cie Sam-kun adalah seorang jago yang menjagoi wilayah Sam-say, dia jarang sekali menemui tandingan. dan Oey Tat memang terkenal akan ketelengasannya, maka tak heran kalau memang Kie Pa bengis karena dia ternyata murid Oey Tat.

Tetapi yang membuat orang-orang heran, mengapa jago tua tersebut, jang boleh dikatakan hampir tak pernah menemui tandingannya tersebut bisa ikut mencampuri persoalan anak-anak muda?

Dan dengan sendirinya jago-jago di bawah panggung, Siang Wang-gwee dan Siang Kie Lan, serta Ong Kim Hok jadi mengkhawatirkan keselamatan diri Cie Kiat.

Tetapi Cie Kiat selalu membawa sikapnya yang tenang dan selalu memperlihatkan senyumnya yang manis dan sabar sekali.

Dia merangkapkan tangannya menjura kepada Oey Tat.

“Maaf...... sebetulnya didalam persoalan ini tak ada diantara kami yang saling menyimpan ganjalan, tetapi ini hanyalah kami sedang Pie-bu dan didalam Pie-bu selalu saja disalah satu pihak harus mengalami kekalahan...... maka dari itu, kalah memang orang she Song itu adalah murid Loo-cianpwee, mengapa Loo-cianpwee tidak mendidiknya agar dia mempunyai kepandaian yang lumayan agar dia tidak sampai kena dirubuhkan orang?”

Mendengar perkataan Cie Kiat, yang mirip dengan sindiran dan ejekan, Oey Tat jadi tambah murka.

Wajahnya jadi berobah merah padam dan sangat menyeramkan sekali.

“Bocah busuk!!” bentak Oey Tat kemudian dengan suara gemetar. “Kepandaian muridku itu memang bukan tandinganmu, tetapi kau turun tangan tadi terlalu keras sekali! Sebetulnya cukup kalau kau hanya merubuhkannya diatas lantai Lui-thay ini, tetapi mengapa kau malah melemparkan dirinya dalam jarak yang bagitu tinggi?! Hmm...... kalau sampai muridku itu binasa dan mengalami cidera atau bercacad, apakah kau kira Sam-cie Sam-kun Oey Tat mau sudah sampai disitu saja?! Mengenai kepandaian mungkin kau mempunyai sedikit kepandaian sehingga kau jadi berkepala maka dari itu mari kita main-main untuk membuktikan apakah kau memang mempunyai kepandaian ilmu silat yang bisa kau andalkan!”

Cie Kiat tersenyum mendengar perkataan Sam-cie Sam-kun Oey Tat. Dia merangkapkan tangannya lagi menjura kepada jago tua itu.

“Boanpwee Lie Cie Kiat tidak berani kalau harus membentur Loo-cianpwee!” kata Cie Kiat merendah.

Sam-cie Sam-kun mendengus mengejek, wajahnya tetap tidak enak dilihat. “Aku bukannya si tua ingin menghina si muda, tetapi aku ingin melihat sampai

dimana kepandaian yang kau miliki!!” katanya dengan tawar.

Jago-jago dibawah panggung jadi berdebar hati mereka, dirasakan suasana disekitar itu sangat tegang sekali. Siang Kie Lan juga sampai memegangi tangan ayahnya, mencekal terus tangan Siang Wang-gwee, karena dia sangat menguatirkan keselamatan diri Cie Kiat.

Sam-cie Sam-kun Oey Tat bukanlah seorang manusia yang mudah untuk dipermainkan.

Dia selalu bersikap bengis kepada lawannya dan juga selalu menurunkan tangan telengas.

Maka dari itu, kalau memang sampai Cie Kiat mengalami sesuatu, tentu Siang Wang-gwee yang paling merasa tak enak hati.

Pada saat itu Cie Kiat telah menjura lagi.

“Kalau memang Loo-cianpwee mendesak juga, baiklah Boanpwee menemani Loo-cianpwee main-main beberapa jurus, tetapi Boanpwee harap Loo-cianpwee merasa belas kasihan kepadaku dan bermurah hati!!” kata Cie Kiat merendah.

Kembali Sam-cie Sam-kun mendengus.

“Sudah jangan banyak cakap lagi, cepat kau mulai membuka serangan!” bentaknya.

Cie Kiat tidak lantas menyerang, dia mengawasi kakek tua yang telah berubah rambutnya menjadi putih semuanya itu, dia berpikir untuk menyerang dengan jurus apa dan apakah dia perlu turun tangan keras pada kakek tua itu? Sedangkan hati si anak muda she Lie ini juga ragu, kalau memang dia sampai merubuhkan Sam-cie Sam-kun ini, tentu si orang tua berambut putih ini akan merasa malu, dan hilang muka, maka dengan sendirinya Sam-cie Sam-kun akan merasa dendam padanya. Dengan begitu Cie Kiat telah menanam permusuhan dengan jago tua Sam-cie Sam- kun ini.

Itulah yang tidak diinginkan oleh Cie Kiat, dia tidak mau sampai menanam permusuhan dengan siapa saja.

Sebisanya dia ingin memperoleh jalan keluar yang baik diantara pertikaian itu. kun. Sebelum menyerang, Cie Kiat telah menjura sekali lagi kepada Sam-cie Sam-

Setelah itu, dengan jurus Ya-ma-hun-cong, kuda tua mengibaskan surinya, dia telah membuka serangan.

Melihat serangan Cie Kiat adalah jurus biasa saja, tidak luar biasa, maka Sam- cie Sam-kun mendengus mengejek. Didalam hatinya dia membatin : “Apakah dia benar-benar hanya mempunyai kepandaian sebegini saja?”

Dan dengan cepat kedua kaki Sam-cie Sam-kun telah bergeser kesamping, dia bermaksud dengan mengelakkan kesamping itunya akan membarengi dengan menyerang kearah Cie Kiat.

Tetapi kesudahannya luar biasa sekali.

Tangan Cie Kiat yang terlonjor lurus itu lewat diatas Sam-cie Sam-kun, dia memukul tempat kosong, tetapi tidak seperti biasanya, yang seharusnya Cie Kiat cepat-cepat menarik pulang tangannya malah sekarang Cie Kiat telah membalikkan telapak tangannya, tahu-tahu dia merobah arah, menyambar kearah tulang iga Sam- cie Sam-kun!

Pukulan kali ini, kuat dan bertenaga sekali.

Ternyata tadi Cie Kiat hanya menggunakan serangan-serangan tipu belaka, sekarang dia baru benar-benar menyerang.

Sam-cie Sam-kun sendiri sampai terkesiap hatinya dia terkejut bukan main. Untung saja dia liehay, sehingga dia tidak sampai kena diselemoti begitu saja.

Dengan cepat dia telah dapat menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat dengan cepat. Dan dikala tubuhnya sedang melambung begitu, maka kedua kakinya telah menendang secara berantai, tendangan yang datangnya silih berganti dan mengincer tempat bagian tubuh Cie Kiat yang berbahaya.

Mendapatkan serangannya gagal mengenai sasarannya, dengan cepat Cie Kiat telah menarik pulang tangannya itu.

Pada saat itu kedua kaki Sam-cie Sam-kun telah menyerang kearah dirinya dengan serangan yang berangkai, yang mengincer tempat berbahaya dibagian tubuhnya, maka dengan cepat Cie Kiat harus menyelamatkan diri.

Tetapi sebagai seorang jago kosen, Cie Kiat tidak saja mengelakkan serangan Sam-cie Sam-kun, sambil mengelakkan tendangan-tendangan dari Sam-cie Sam-kun dengan memiringkan tubuhnya doyong kebelakang, maka dengan cepat tangan Cie Kiat menyapu setengah lingkaran, tubuhnya ikut berputar, tahu-tahu tangan Cie Kiat telah mengincer akan mencengkeram jalan darah An-tiong-hiatnya Sam-cie Sam-kun.

Hati Sam-cie Sam-kun jadi mencelos, dia kaget luar biasa. Saking kagetnya dia sampai mengeluarkan seruan tertahan.

Tetapi sebagai jago tua yang kawakan Sam-cie Sam-kun tidak menjadi gugup. Dia mengetahui kalau memang jalan darah An-tiong-hiatnya kena dicengkeram oleh anak muda she Lie itu berarti seketika itu juga dirinya akan lumpuh, dan dengan dirubuhkannya begitu mukanya mau ditaruh dimana? Namanya yang harum dipupuk puluhan tahun tentu akan runtuh seketika itu juga.

Dengan mengeluarkan seruan ‘Ihhhhhh’, tubuh jago tua berambut putih ini telah menggerakkan tubuhnya ditengah udara, tahu-tahu dia telah berpoksay.

Dengan begitu cengkeraman tangan Lie Cie Kiat jatuh ditempat kosong lagi.

Cie Kiat juga kagum melihat gerakan Sam-cie Sam-kun Oey Tat begitu sebat dan cepat sekali. Dia mengeluarkan seruan pujian, tetapi bukan hanya mulutnya yang bergerak memuji, melainkan tangannya juga telah bergerak lagi dengan kecepatan yang luar biasa, Cie Kiat tidak mau memberikan kesempatan kepada Oey Tat.

Disaat tubuh kakek tua berambut putih itu sedang berpoksay ditengah udara, maka dengan cepat kedua tangan Cie Kiat telah menyerang lagi.

Kali ini dia menyerang dari dua jurusan, tangan kirinya mengincer jalan darah Tie-tiang-hiatnya Oey Tat dibagian dada, sedangkan tangan kanannya mengincer batok kepala Sam-cie Sam-kun.

Kalau memang salah satu kedua serangan itu mengenai sasarannya, berarti Oey Tat akan mengalami cidera dan terbinasa.

Oey Tat sendiri terkesiap, dia tidak menyangka tadinya bahwa Cie Kiat ternyata dapat bergerak begitu cepat dan gesit sekali.

Malah yang membuatnya jadi bingung, serangan-serangan yang dilancarkan oleh Cie Kiat sebetulnya adalah jurus-jurus ilmu silat biasa saja, dari perguruan Thian-san-pay, toh gerakan-gerakan si anak muda luar biasa sekali, sehingga serangan-serangan dan jurus yang biasa itu berobah jadi berbahaya dan dapat mengancam jiwa si kakek ini.

Dengan cepat dikala kedua tangan Cie Kiat dikala hampir mengenai sasarannya, dikala tubuh Sam-cie Sam-kun sedang meluncur turun begitu, maka Oey Tat telah menangkis dengan menggunakan kedua tangannya, sehingga kedua tangan mereka jadi saling bentur dengan keras.

Dikala terbentur begitulah maka Oey Tat meminjam tenaga tempur untuk mencelat lagi dan berpoksay dua kali diudara kemudian turun dilantai Lui-thay dengan selamat!!

Tetapi biarpun begitu, dengan sendirinya hati si jago tua yang kawakan itu jadi tergoncang hebat, keringat dinginnya membasahi wajahnya.

Sedikitpun dia tidak menduga bahwa Cie Kiat begitu liehay.

Dan dengan adanya pengalaman begitu, maka Sam-cie Sam-kun tidak berani memandang rendah lagi kepada anak muda she Lie tersebut.

Pada saat itu Cie Kiat telah tertawa, manis sekali tertawa anak muda she Lie ini. “Loo-cianpwee......!” katanya dengan ramah. “Ternyata kepandaian Loo- cianpwee sangat sempurna dan liehay sekali, kalau tadi Boanpwee terlambat sedikit saja, tentu Boanpwee akan kena dirubuhkan oleh Loo-cianpwee!!”

Sam-cie Sam-kun mengerutkan alisnya, dia mengetahui bahwa Cie Kait berkata begitu, anak muda tersebut ingin melindungi muka si jago tua ini, maka dengan sendirinya dia harus berterima kasih.

Tetapi karena dia sebagai seorang jago yang kosen dan jarang sekali menemui tandingan, bukannya dia berterima kasih malah Sam-cie Sam-kun menganggap perkataan si anak muda she Lie itu adalah suatu penghinaan baginya.

Dia mendengus dengan dingin.

Wajah Oey Tat juga sangat menyeramkan sekali, matanya memancarkan cahaya pembunuhan.

“Bocah, sebutkan nama gurumu!” bentak Sam-cie Sam-kun dengan suara yang parau.

Lie Cie Kiat tertawa, tetap ramah sikap pelajar berbaju putih she Lie ini.

Antara Loo-cianpwee dengan Boanpwee tidak saling kenal mengenal pertamanya, juga hubungan kita seperti juga antara air sumur dengan air sungai yang tidak saling mengganggu, maka dari itu kita tidak perlu terlalu mengetahui soal pribadi masing-masing.... dan mengenai nama In-su Boanpwee, kurasa itu sulit untuk diterangkan olehku dimuka orang ramai ini...!” kata Cie Kiat dengan suara yang tenang.

Cie Kiat membahasakan gurunya dengan sebutan In-su, guru yang berbudi. Wajah Sam-cie Sam-kun berobah merah padam.

“Bocah setan!” bentaknya memaki lagi dengan suara yang bengis. “Apakah aku ini tak berharga menurut anggapanmu untuk mendengar nama gurumu yang harum dan besar itu?” ejeknya dengan mata mencilak bengis.

Tetapi Cie Kiat tetap tertawa sabar.

“Jangan salah mengerti Loo-cianpwee!” kata Cie Kiat sabar. “Sudah Boanpwee katakan tak leluasa bagi Boanpwee untuk menyebutkan nama In-su dimuka orang ramai ini. !!”

“Baiklah! Sekarang kita boleh main-main beberapa jurus lagi..... dan kalau memang kau mengalami cidera ditanganku, maka janganlah nanti kau menyebut- nyebut nama gurumu untuk memohon belas kasihanku!” kata Sam-cie Sam-kun dengan mendongkol.

Cie Kiat hanya tersenyum.

Baru saja anak muda she Lie ini mau menyahuti perkataan Sam-cie Sam-kun, tahu-tahu Oey Tat telah berteriak dengan suara mengguntur dan dia menyerang dengan hebat kepada Cie Kiat. Kalau dilihat dari cara menyerang Oey Tat, maka jago-jago dibawah panggung mengetahui bahwa jago tua itu ingin membinasakan Cie Kiat, sehingga mereka jadi menguatirkan sangat keselamatan jiwa si pemuda she Lie ini.

Hebat sekali serangan-serangan Oey Tat, tetapi bagi Cie Kiat tak berarti apa-

apa.

Anak muda she Lie ini tersenyum, tahu-tahu tubuhnya berkelebat-kelebat

dengan gesit dan cepat.

Setiap tangan Oey Tat bergerak dengan disertai oleh serangan mautnya, maka setiap kali pula tubuh Cie Kiat melejit-lejit bergerak dengan penuh kelincahan.

Rupanya hal ini semakin membangkitkan kemurkaan dari Sam-cie Sam-kun dia sampai berteriak-teriak dengan murka dan berjingkrak-jingkrak disusul oleh serangan-serangannya yang mematikan.... dia mendongkol dan murka sekali, tetapi menghadapi Cie Kiat ini Oey Tat murka dan bergusar tanpa daya, karena anak muda she Lie ini selain kosen pun liehay sekali ilmu silatnya. !



CIE KIAT selalu memperdengarkan suara tertawanya, sambil bertempur dia selalu berkata : “Sabar Loo-cianpwee, tak baik orang cepat marah, karena bisa jadi cepat tua!!!”

Hal ini menambah kemendongkolan Sam-cie Sam-kun, dia memperhebat setiap serangannya, tetapi selalu saja dapat dielakkan dan diegoskan oleh Cie Kiat.

Suatu ketika, dikala Sam-cie Sam-kun sedang menyerang dengan dupakan kaki kirinya kearah kemaluan Cie Kiat, maka dengan suara yang nyaring Cie Kiat berkata sambil melompat menghindarkan serangan itu :

“Sekarang telah cukup Boanpwee mengalah!!” katanya dengan tertawa. “Nah, hati-hatiah Loo-cianpwee. aku si angkatan muda akan berlaku kurang ajar!!”

Dan benar-benar Cie Kiat telah mulai merangsek dengan pukulan berantai.

Hal ini membikin Sam-cie Sam-kun jadi gelagapan juga, karena dengan cepat dia telah terdesak hebat.

Cie Kiat sekarang sudah tidak berlaku sungkan-sungkan lagi, dengan cepat dan gencar dia melancarkan serangan-serangan yang berangkai kepada Sam-cie Sam-kun Oey Tat.

Malah dikala Oey Tat sedang repot melompat mundur beberapa langkah kebelakang untuk menghindarkan serangan anak muda she Lie ini, Cie Kiat telah mengeluarkan suara siulannya yang panjang, tahu-tahu tubuhnya telah melompat tinggi sekali, tangannya bergerak cepat, dan dia berseru dengan suara yang tinggi : “Kena!!”

Tangannya itu meluncur mengincer jalan darah Pie-ma-hiatnya Sam-cie Sam- kun Oey Tat yang terletak dibagian dada sebelah kiri.

Orang-orang yang menyaksikan semuanya terpaku kesima, mereka duga serangan Cie Kiat pasti berhasil dengan baik dan mengenai sasarannya.

Tetapi Oey Tat juga bukan jago sembarangan, dia memang sudah kenyang makan asam garam didalam dunia persilatan, sudah beratus kali dia bertempur dengan jago liehay.

Walaupun kini dia dalam keadaan terdesak begitu dan serangan jari tangan si anak muda she Lie itu sudah berada dekat sekali dengan dadanya dimana jalan darah Pie-ma-hiatnya mau dicengkeram oleh anak muda she Lie itu, maka dengan cepat membuang diri kebelakang, bergulingan di lantai panggung Lui-thay.

Rasa malu dan harga diri sudah lenyap yang penting disaat itu dia dapat menghindarkan diri dari serangan Cie Kiat, karena kalau sampai jalan darah Pie-ma- hiatnya kena dicengkeram oleh Cie Kiat, pasti namanya akan lebih runtuh lagi... dia tentu benar-benar akan tak berdaya dan menderita malu yang tidak terhingga.

Tetapi Cie Kiat mana mau melepaskan lawannya begitu saja!

Dengan cepat anak muda she Lie ini telah melompat kearah Oey Tat, dikala orang sedang bergulingan begitu, kaki Cie Kiat bergerak akan menendang dengan kakinya, menotok jalan darah Pay-tie-hiatnya Oey Tat.

Tetapi Oey Tat benar-benar kosen, benar-benar liehay, biarpun dirinya telah terancam begitu macam, toh dengan berani dia menggunakan tangan kirinya untuk mencengkeram kaki Cie Kiat, kemudian malah tahu-tahu dia telah mencelat berdiri dan membarengi sedang melompat berdiri begitu, tangannya juga bekerja akan menotok pada biji mata Cie Kiat.

Hal ini memaksa Cie Kiat harus mengelakkan dan akhirnya melompat mundur kebelakang.

Dengan melompat Cie Kiat menjauhkan diri darinya, maka Oey Tat jadi bisa bernapas sesaat lamanya.

Hatinya masih tergoncang.

Dengan mata mencilak dia mengawasi Cie Kiat, tetapi sikapnya tidak seangkuh tadi dan juga tidak sebengis waktu pertama kali dia menegur Cie Kiat.

“Bocah! Ternyata kau memang mempunyai kepandaian yang lumayan!!” katanya dengan suara yang tawar. “Tetapi aku sudah mengatakan, kalau aku tidak bisa membunuh dan menghirup darahmu, aku tentu tidak akan berkelana didalam kalangan Kang-ouw lagi! Nah, bersiap-siaplah kau untuk menerima kematianmu!!”

Setelah berkata begitu, tahu-tahu tangan Oey Tat meraba pinggangnya. “Sreetttttt!” dia telah menarik sebatang pecut yang lemas dan bergigi, nyata itu adalah tulang seekor ular yang panjang sekali, dan tulang ular itulah dipakai untuk senjata pecut tersebut.

Dengan tawa dingin Oey Tat memutar-mutar senjatanya itu.

“Hmmmmm......... bersiap-siaplah kau untuk dijadikan sate pada pecutku ini!!” katanya.

Dan setelah berkata begitu, tangannya terayun dengan cepat. Pecut meletar dan menyerang kearah leher Cie Kiat.

Cie Kiat masih tetap berdiam diri ditempatnya dengan tenang.

Tadi dia hanya melihati saja orang mencabut senjatanya itu, dan waktu pecut Sam-cie Sam-kun itu menyambar dirinya, dia juga masih berdiam diri saja.

Orang-orang yang menyaksikan dibawah panggung Lui-thay tersebut jadi berkuatir sekali, malah banyak yang berseru tertahan saking tegangnya suasana.

Mereka menguatirkan diri anak muda she Lie itu akan menjadi korban pecut berduri dari Sam-cie Sam-kun.

Cie Kiat yang berdiri tenang ditempatnya sejak tadi memang telah bersiap-siap, dia mementangkan matanya lebar-lebar penuh kewaspadaan.

Waktu pecut dari Oey Tat menyambar dengan cepat dan sudah berada dekat sekali dengan mengeluarkan siulan yang panjang sekali, tahu-tahu dia mengulurkan tangannya, dia telah menyambut pecut itu dengan dua jari tangan terpentang.

Dengan suatu kecepatan yang luar biasa tahu-tahu pecut itu telah kena dijepit oleh jari telunjuk dan jari tengahnya.

Pecut tersebut jadi tak bisa bergerak.

Sam-cie Sam-kun Oey Tat jadi terkejut, dia mencelos hatinya, karena dia kaget bukan main.

Dengan cepat dia membetot cambuknya itu, tetapi jangankan tertarik, bergerak saja tidak!

Wajah Sam-cie Sam-kun jadi merah padam, dia mengerahkan Lwee-kangnya dengan sekuat tenaganya, untuk menarik cambuknya tersebut.

Tetapi jepitan jari tangan Cie Kiat sangat kuat sekali, sehingga cambuk itu tetap tidak bergerak.

Cie Kiat tersenyum tawar waktu melihat Sam-cie Sam-kun wajahnya dipenuhi oleh butir-butir keringat.

“Kukira permainan kita telah cukup!” kata Cie Kiat dengan suara tawar.

Dan membarengi dengan perkataannya itu, Cie Kiat mengerahkan lima bagian tenaga dalamnya, dia menggentak pecut itu. Seketika itu juga Sam-cie Sam-kun merasakan dirinya seperti terbang, kakinya tidak menginjak lantai panggung Lui-thay, karena memang kenyataannya tubuhnya itu terlambung tinggi sekali tertarik kearah Cie Kiat.

Anak muda she Lie itu menekuk kaki kirinya, sehingga tubuhnya agak merendah, disaat tubuh Sam-cie Sam-kun lewat diatas kepalanya, dia mengulurkan tangan kanannya menghajar telak dada Oey Tat.

Terdengar suara ‘ngeeeekkk’ dari mulut Oey Tat, dan tubuhnya tambah keras ambruk ditanah dibawah panggung.

Dengan menderita kesakitan yang hebat, karera merasakan dadanya seperti mau remuk terhajar telak oleh tangan Cie Kiat, Sam-cie Sam-kun berdiri perlahan-lahan.

Tetapi biarpun dia dalam keadaan kesakitan, toh cahaya matanya masih tajam dan mendelik kearah Cie Kiat dengan memancarkan bahwa dia sangat mendendam kepada diri pemuda she Lie tersebut.

“Bocah, kali ini kau memang dapat merubuhkan diriku, tetapi ingatlah pada suatu hari nanti tiga tahun lagi, aku pasti akan mencarimu!!” kata Oey Tat dengan suara mendendam dan sambil melibatkan pecutnya kepinggangnya kembali. “Dan, budi kebaikanmu pada hari ini akan kuhajar lipat dua nantinya!!

Cie Kiat hanya tertawa saja mendengar perkataan orang, dia tidak bermaksud untuk melayaninya.

Dengan teringsut-ingsut Sam-cie Sam-kun melangkah kearah Song Kie Pa yang masih rebah pingsan dibawah panggung Lui-thay.

Dibawah sorotan mata orang-orang yang mengawasi mereka guru dan murid, Sam-cie Sam-kun melangkah perlahan-lahan meninggalkan tempat tersebut.

Waktu dia akan berlalu, sekali lagi dia memandang kearah Cie Kiat dengan tatapan mata yang bengis.

Dan, setelah itu barulah dia menjejakkan kakinya, melompat keatas dinding, lalu lenyap dari pandangan orang banyak.

Cie Kiat sendiri telah melompat turun dari atas panggung. Dia menuju ketempatnya berduduk lagi. Dia duduk disitu.

Semua jago-jago dibawah panggung memuji kekosenan anak muda berpakaian serba putih she Lie ini, karena jarang sekali ada orang yang bisa menandingi kepandaian dari Sam-cie Sam-kun Oey Tat itu!

Dan sekarang Cie Kiat bisa merubuhkan jago tua itu, berarti kepandaian Cie Kiat luar biasa sekali!

Siang Wang-gwee dan Siang Kie Lan telah mendatangi Cie Kiat, mereka memuji keliehayan dan kekosenan dari anak muda she Lie ini.

Cie Kiat jadi likat, dia malu sendirinya, dan selain mengeluarkan perkataan merendah. Waktu Ong Kim Hok menyatakan terima kasihnya, dia juga mengatakan bahwa pertolongannya yang diberikan kepala pemuda she Ong itu, sebetulnya tidak berarti apa-apa.

Semua orang yang melihat sikap dan perangai dari pemuda she Lie tersebut, yang walaupun mempunyai kepandaian yang luar biasa, toh masih tetap membawa sifat merendah diri dan ramah tamah, tidak angkuh, mereka jadi kagum sekali.

“Kalau memang Lie Siauw-hiap mau, lebih baik Lie Siauw-hiap menetap disini di gubukku untuk beberapa hari lamanya guna menyatakan kekaguman kami atas kekosenan dan keliehayan ilmu silat Lie Siauw-hiap!” kata Siang Wang-gwee.

Lie Cie Kiat telah menolaknya dengan rendah hati, dia mengemukakan alasan bahwa dia masih mempunyai urusan yang belum lagi diselesaikannya, maka dari itu terpaksa dia menolak tawaran dan kebaikan dari Siang Wang-gwee.

Sesaat kemudian Pie-bu itu telah dimulai lagi. Ada dua jago silat muda yang naik keatas panggung untuk memperebutkan gelar juara, demi dapat mempersuntingkan nona manis seperti Siang Kie Lan.

Tetapi hati nona Siang itu telah terpikat pada Cie Kiat.

Entah kenapa gadis ini jadi sering melirik kearah tempat duduk Cie Kiat, dan kalau memang mereka bertemu pandang secara kebetulan, seketika itu juga si gadis menundukkan kepalanya dengan pipi yang berobah merah seperti tomat, dia juga melemparkan seulas senyum, yang selalu dibalas oleh Cie Kiat.

Nona Siang ini juga entah kenapa dia jadi mengharapkan agar Cie Kiat juga ikut turun Pie-bu memperebutkan dirinya, karena dia percaya, pasti Cie Kiat yang akan merebut kemenangan, karena Siang Kie Lan yakin akan kepandaian dari anak muda she Lie ini yang mempunyai kepandaian luar biasa sekali.

Kepandaian tinggi, wajah cakep, dan cara serta bicaranya menarik, maka hati siapa yang tak akan tertarik? Siang Kie Lan sendiri jadi berdoa, semoga Cie Kiat cepat-cepat naik kepanggung guna ikut memperebutkan dirinya, agar secepatnya nanti akan diumumkan bahwa Cie Kiat adalah tunangannya. !

Tetapi betapa kagetnya hati si nona Siang, karena dilihatnya pada suatu ketika Cie Kiat telah berdiri dari duduknya dan menuju kepintu luar.

Si gadis jadi sibuk.

Pada saat itu diatas panggung sedang terjadi suatu keributan diantara dua orang anak muda yang sedang Pie-bu, mereka masing-masing saling mempersalahkan, karena kedua senjata mereka masing-masing terlepas.

Tetapi hal itu tidak menarik perhatian nona Siang ini, Kie Lan jadi repot menggoyang-goyangkan tangan ayahnya.

“Thia.... dia dia mau pergi!!” katanya dengan gugup.

Siang Wang-gwee jadi heran, dia melihat gadisnya ini kebingungan sekali. Juga Siang Wang-gwee tidak mengetahui siapa yang dimaksud ‘dia’ oleh Kie Lan.

“Siapa maksudmu?” tanya Siang Wang-gwee kemudian. “Itu.... Lie Siauw-hiap mau pergi!!” kata Siang Kie Lan dengan wajah yang berobah merah, dan dia cepat-cepat menundukkan kepalanya.

Siang Wang-gwee menoleh kearah tempat duduk Cie Kiat, dilihatnya memang benar anak muda she Lie itu sedang melangkah akan menuju kepintu keluar.

Siang Wang-gwee jadi sibuk juga. Kericuhan diatas panggung tidak menjadi perhatiannya lagi.

Cepat-cepat dia mengejar Cie Kiat.

“Lie Siauw-hiap. ! Lie Siauw-hiap!!” panggilnya dengan tergopoh.

Cie Kiat mendengar dirinya dipanggil orang, dia menoleh. Tadi dia memang bermaksud untuk maninggalkan tempat ini.

Dilihatnya Siang Wang-gwee dan nona Siang sedang mendatangi dengan cepat- cepat.

Tampaknya mereka sibuk sekali.

“Lie Siauw-hiap, kau mau kemana?” tegur Siang Wang-gwee begitu dia sampai di depan Cie Kiat.

Cie Kiat tersenyum tenang.

“Hak-seng rasa sudah cukup lama Hak-seng berdiam disini, maka Hak-seng bermaksud akan melanjutkan perjalanan Hak-seng pula. !!” dia menyahuti.

“Apakah.... apakah tak lebih baik kalau memang Lie Siauw-hiap bermalam satu atau dua malam digubuk kami?” kata nona Siang dengan gugup.

Pada saat seperti itu lenyap rasa canggung dan malunya, dia merasa berat ditinggalkan oleh pria yang telah dapat menggedor pintu hatinya. Entah kenapa, biarpun dia bertemu dengan Cie Kiat belum lama, toh dia telah menyukainya.

Cie Kiat tersenyum mendengar perkataan gadis itu.

“Terima kasih, Siang Kouw-nio...!” kata Cie Kiat kemudian. “Lain hari Hak- seng pasti akan mampir pula kemari!

Dan Cie Kiat merangkapkan kedua tangannya, dia menjura memberi hormat kepada Siang Wang-gwee dan Siang Kie Lan.

Melihat orang berkeras juga ingin berangkat maka Siang Wang-gwee jadi tidak bisa memaksa terus.

Dia terpaksa membalas pemberian hormat orang, dan Kie Lan juga membalas pemberian hormat Cie Kiat dengan berat sekali.

Seperti juga telah mengetahui apa yang dirasakan oleh puterinya, sebetulnya Siang Wang-gwee juga setuju benar kalau Cie Kiat menjadi menantunya.

Tetapi setelah memberi hormat kepada Siang Wang-gwee dan nona Siang itu, Cie Kiat telah memutar tubuhnya, melangkah meninggalkan tempat itu tanpa menoleh lagi. Wajah Siang Kie Lan jadi berduka, guram sekali.

Berat sekali hatinya ditinggal oleh pemuda yang telah dapat menarik hatinya. Mereka mengantarkan kepergian Cie Kiat sampai dimuka pintu.

Akhirnya bayangan anak muda she Lie itu lenyap dari pintu.

Siang Wang-gwee yang mengetahui kesusahan hati puterinya, cepat-cepat dia menghiburnya.

Mereka kembali ketempat duduk mereka untuk menyaksikan yang Pie-bu.....

pada saat itu di Lui-thay telah diganti oleh dua orang lainnya yang sedang bertempur seru ingin memperebutkan kemenangan.

Tetapi semua itu tidak menarik perhatian Siang Kie Lan, dia kemudian masuk kedalam rumah dengan wajah yang berduka.

Tak ada selera lagi baginya untuk menyaksikan keramaian itu, dan seandainya di antara yang Pie-bu itu ada yang memperoleh kemenangan, Siang Kie Lan sudah bertekad akan menolaknya.... karena dia akan menunggu Lie Cie Kiat atau juga menyusul mencari pemuda she Lie itu, karena Cie Kiat benar-benar telah dapat menggedor pintu hati si gadis.....

*

* *

MARI KITA IKUTI perjalanan Cie Kiat.

Dia telah kembali kepenginapannya, dan cepat-cepat dia membungkus kembali Pauw-hoknya, buntalannya.

Dia bermaksud untuk berangkat meninggalkan kampung Liong-gak-chung pada saat itu juga.

Perintah gurunya untuk membunuh penjahat besar yang bernama Liang Ban Cen telah dapat diselesaikan dan dilaksanakan, maka dari itu, masih ada beberapa perintah gurunya yang masih belum diselesaikannya.

Waktu pemuda she Lie ini sedang membereskan pakaiannya yang diikat kedalam Pauw-hoknya, buntalannya, tiba-tiba dia jadi teringat pada nona Siang Kie Lan.

Wajah gadis she Siang itu jadi membayang bermain didepan matanya.

Tetapi sesaat kemudian, Cie Kiat telah menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

“Ah aku benar-benar tidak tahu malu!!” pikirnya. “Sudah jelas aku masih belum dapat menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan oleh In-su keatas pundakku, kheneh, sekarang telah memikirkan wanita! Hai Cie Kiat, kau benar-benar tidak tahu diri!! Sudahlah! Soal wanita dapat dipikirkan nanti dua atau tiga tahun lagi, dikala semua tugas yang diberikan oleh In-su telah selesai!!” Dan Cie Kiat jadi tertawa lagi, kemudian dia meneruskan mengikat Pauw- hoknya.

Setelah membereskan segalanya, Cie Kiat keluar dari kamarnya.

Dia memerintahkan kepada seorang pelayan untuk mempersiapkan kudanya.

Tetapi dikala dia sedang menunggu pelayan itu, tiba-tiba datang seorang lelaki yang bertubuh tinggi besar dan mukanya berewokan.

Wajahnya bengis sekali, matanya memancar tajam, menandakan bahwa lelaki bertubuh tinggi besar ini mengerti ilmu silat.

“Lie Sian-seng!” panggil lelaki berewok itu. Cie Kiat menoleh dengan terkejut.

Dia merasa tidak mengenal lelaki bertubuh tinggi besar ini, tetapi mengapa orang ini mengetahui bahwa dia adalah orang she Lie?

Siapakah lelaki bertubuh tinggi besar dan mukanya berewokan begitu?

“Lie Sian-seng....... ternyata kau telah berada disini. Ayo ikut padaku, ada sedikit persoalan yang ingin kami bicarakan denganmu!” kata lelaki bertubuh tinggi besar itu lagi.

Cie Kiat jadi bingung.

“Tuan.... mungkin tuan salah mengenali orang!” kata Cie Kiat dengan cepat. “Hak-seng tidak kenal dengan tuan dan mungkin tuan salah mata!”

Orang itu tertawa, tidak sedap sekali tertawa orang itu.

“Salah mengenali orang? Salah mata? tanyanya sambil tetap tertawa. “Oh tidak mungkin! Bukankah kau bernama Lie Cie Kiat?”

Kembali Cie Kiat jadi terkesiap hatinya, dia bingung bercampur heran melihat orang mengetahui nama dan shenya begitu jelas.

“Siapakah tuan..... mengapa tuan mengetahui nama dan sheku?” tanya Cie Kiat dengan heran.

Lelaki berewok itu kembali tertawa.

“Jangan heran.......!” kata si berewok dengan suara aseran. “Kalau memang Lie Sian-seng mau mengetahui siapa kami sebenarnya, maka ikutlah aku sebentar.”

Cie Kiat bersangsi sebentar.

Dia duga dibelakang orang ini tentu ada peristiwa yang cukup hebat. “Bagaimana? Kau mau ikut atau tidak?” tanya orang yang mukanya berewok

tersebut waktu dia melihat orang bersangsi.

Akhirnya Cie Kiat mengangguk juga.

“Baiklah! Jauhkah tempat yang harus kita tuju?” tanyanya. Orang itu menggelengkan kepalanya. “Hanya beberapa lie saja!!” dia menyahuti.

Pada saat itu pelayan yang membawa kuda Cie Kiat sudah sampai.

Cie Kiat memberikan persen kepada pelayan itu, terus dia tuntun kudanya itu. “Kau membawa kuda?” tanya Cie Kiat kepada orang berewok tersebut.

Orang berewok itu mengangguk cepat-cepat.

“Kutambatkan dimuka rumah penginapan ini!” dia menyahutinya. “Persoalannya sangat panjang kalau diceritakan, maka dari itu lebih baik Lie Sian- seng melihatnya dengan kepala mata sendiri”.

Cie Kiat mengangguk.

“Ya..... begitupun boleh!” kata anak muda she Lie ini. “Hanya yang membuatku jadi bingung dari mana kau mengetahui nama dan sheku?”

Orang itu tersenyum.

“Sudah kukatakan, nanti Lie Sian-seng akan mengetahui dengan sendirinya!” menyahuti orang itu.

Cie Kiat tersenyum sambil mengangkat pundaknya, kemudian dia menuntun kudanya keluar rumah penginapan, setelah itu dia melihat lelaki berewok tersebut menuju ke seekor kuda berbulu merah yang tertambat dibawah pohon.

Dengan gerakan yang gesit, menandakan Gin-kang orang tersebut tidak lemah, lelaki itu melompat naik keatas kudanya.

Cie Kiat juga menaiki kuda putihnya.

“Ayo kita berangkat!” kata Cie Kiat sambil tersenyum, tak tampak sedikitpun perasaan jeri diwajah anak muda she Lie ini walaupun dia harus mengikuti orang berewokan yang belum dikenalnya itu.

Orang berewok tersebut mengedut tali kekang kudanya dan dengan cepat kuda tunggangannya itu mencongklang berlari dengan cepat.

Cie Kiat hanya mengikuti saja dibelakangnya.

Orang berewok tersebut melarikan kuda tunggangannya yang berbulu merah tersebut menuju keluar kampung Liong-gak-chung.

Dalam waktu yang sangat singkat mereka telah berada diluar kampung Liong- gak-chung.

Tetapi lelaki berewok tersebut masih terus juga melarikan kuda tunggangannya itu kearah selatan.

Cie Kiat hanya mengikuti dari belakangnya saja.

Anak muda she Lie sangat penasaran sekali, dia ingin sekali mengetahui apa maksudnya lelaki berewokan ini mengajak dirinya mengikuti dirinya. Maka dari itu, sebagai seorang jago yang mempunyai kepandaian sempurna, Cie Kiat tidak jeri nanti menghadapi sesuatu, karena dia percaya akan kesanggupan dirinya untuk menghadapi orang berewok itu kalau memang dia bermaksud jelek pada dirinya.

Jauh juga orang berewok tersebut yang bertubuh tinggi besar melarikan kudanya, sampai akhirnya ketika mereka sampai dimuka sebuah rumah yang terpencil sendiri rumah batu yang bentuknya sangat aneh, barulah orang berewok itu berhenti dimuka rumah itu.

Cie Kiat juga menarik les kekang kudanya, dia tidak lantas turun dari kuda tunggangannya, melainkan mengawasi rumah yang bentuknya sangat aneh itu.

Rumah itu dibangun dari batu kuat dan kokoh sekali tampaknya, namun bentuk rumah batu tersebut lucu sekali, hanya segi empat menyerupai kotak, tanpa wuwungan genteng, tertutup seluruhnya oleh batu, dan juga tampaknya tidak mempunyai jendela.

Dengan bentuknya yang aneh itu, rumah tersebut jadi luar biasa sekali.

Cie Kiat melihat lelaki berewok itu telah melompat turun dari kuda tunggangannya.

Dengan langkah lebar lelaki berewokan tersebut menghampiri rumah batu itu lebih dekat.

Kemudian tampak lelaki bertubuh tinggi besar ini menekuk kedua kakinya berlutut memberi hormat kearah rumah batu itu.

“Tee-cu Cong Teng San dengan ini memberitahukan bahwa undangan Bunga Teratai telah dipenuhi oleh orang she Lie dan bernama Cie Kiat itu!!” dan lelaki berewok yang mengaku bernama Cong Teng San tersebut mengangguk-anggukkan kepalanya tiga kali, kemudian baru bangkit berdiri.

Diantara kesunyian suasana disekitar tempat itu, terdengar suara tertawa yang menyeramkan dari dalam rumah persegi empat menyerupai kotak itu : “Kikikikkkkkikikikik! Suruh masuk! Suruh masuk tamu kita yang kedelapan belas itu! Kikikkkkkikikkkkkikikikkkkkikikik!”

Mendengar suara tertawa orang yang di dalam rumah persegi empat yang terbuat dari batu itu bulu tengkuk Cie Kiat jadi meremang berdiri, suara tertawa orang didalam rumah batu itu sangat menyeramkan sekali, seperti juga suara tertawanya setan penasaran.

Cie Kiat jadi memandang kearah lelaki berewok itu, Cong Teng San, dengan sepasang alis mengkerut.

Cong Teng San telah memutar tubuhnya menghadap kearah Cie Kiat.

“Lie Sian-seng, mari kita masuk!” ajaknya waktu dia melihat si pelajar berbaju putih ini masih bercokol terus diatas kuda putihnya.

Cie Kiat mengangguk. “Baik!” dia menyahuti. “Tetapi bolehkah Hak-seng mengetahui terlebih dahulu, siapakah orang didalam rumah itu?”

Teng San tersenyum, tetapi Cie Kiat yakin dan pasti dibalik dari senyum orang she Cong tersebut mempunyai suatu tabir rahasia.

“Nanti Lie Sian-seng akan mengetahui dengan sendirinya!” katanya cepat.

Cie Kiat tidak bertanya lagi, melainkan dia melompat turun dari kuda putihnya.

Dia membiarkan kuda tunggangannya itu memakan rerumputan yang banyak bertumbuhan disekitar tempat tersebut.

Dengan langkah lebar dan tanpa bersangsi sedikitpun Cie Kiat mengikuti Teng

San.

Hanya yang membuat Cie Kiat bingung adalah dimana pintu rumah itu, karena

rumah tersebut dibangun dalam bentuk empat persegi, dan tak tampak pintunya.

Cong Teng San melangkah kearah samping kiri rumah itu, disitu ada sebuah sumur yang ditepian sumur itu telah ditumbuhi oleh pohon alang-alang.

Teng San menghampiri sumur itu.

Cie Kiat hanya mengikuti dibelakangnya saja.

Waktu sampai didekat orang she Cong itu, Teng San menengok kepada Cie Kiat. “Kita masuk melalui sumur ini!!” katanya sambil tersenyum. Cie Kiat jadi mengerutkan alisnya lagi. Dia bertambah heran.

Adakah orang yang masuk kedalam rumah melalui sebuah sumur? Apakah orang-orang didalam rumah yang bentuknyapun aneh itu adalah orang-orang yang sinting?

Cie Kiat melongok kedalam sumur itu, dilihatnya sumur itu adalah sebuah sumur kering, yang dalamnya antara lima tombak lebih.

Belum sempat Cie Kiat untuk berpikir terlebih jauh lagi. Cong Teng San telah melompat masuk kedalam sumur itu.

Cie Kiat melongok kedalam sumur itu, tampak olehnya Teng San sampai didasar sumur itu dengan selamat, seperti juga dia telah biasa melompat masuk keluar disumur itu.

“Hayo lompat Lie Sian-seng!!” terdengar suara Teng San berteriak dari dalam sumur.

Cie Kiat masih ragu-ragu sejenak, dia bimbang sesaat, karena biar bagaimana dia belum mengenal orang she Cong yang selalu merahasiakan mengenai dirinya. Lagi pula siapa yang ada didalam rumah batu persegi empat itu juga Cie Kiat tak mengetahuinya dengan jelas.

Tetapi Cie Kiat adalah seorang pemuda yang berani sekali walaupun dia melihat keadaan sangat misterius dan penuh diselimuti oleh tabir rahasia, toh dia akhirnya melompat juga kedalam sumur itu......... tubuhnya melayang kedalam sumur yang dalamnya kurang lebih diantara lima tombak.



BEGITU KAKI Cie Kiat menginjak tanah dasar sumur tersebut, pandangan Cie Kiat agak gelap, karena suasana didalam sumur itu tak ada penerangannya.

Dengan mengandalkan Gin-kangnya, maka Cie Kiat tidak mengalami kesukaran melompati sumur yang cukup dalam itu.

Teng San telah maju kearah terowongan yang terbentang dihadapan mereka. Cie Kiat hanya mengikuti dari belakang orang she Cong itu.

Seketika itu juga barulah Cie Kiat mengetahui bahwa sumur tersebut adalah merupakan jalan rahasia untuk menuju kedalam rumah berbentuk empat persegi tanpa pintu tanpa jendela itu.

Jadi sumur yang telah kering itu dijadikan sebagai pintu keluar masuk dari orang-orang yang memasuki rumah persegi empat tersebut.

Ketika mereka keluar dari lorong sumur itu, mereka sampai disebuah ruangan. Begitu melihat seisi ruangan itu, hati Cie Kiat jadi tergoncang juga.

Dilihatnya didalam sebuah ruangan tampak sebuah meja panjang, disitu dikursi masing-masing duduk delapan belas orang. Wajah orang-orang itu bermacam-macam bentuknya, ada Too-jin, ada Hwee-shio ada yang berpakaian pengemis yang dipunggungnya menggemblok beberapa lembar karung dan juga terdapat orang yang berdandan petani.

Dan yang luar biasa, yang membikin hati Cie Kiat jadi tergoncang adalah wajah kedelapan belas orang yang duduk mengelilingi meja itu semuanya rata-rata jelek- jelek dan menyeramkan, pecat-pecot mengerikan, seperti juga muka setan.

Disamping dari meja panjang itu, di sebuah kursi yang besar dan beralaskan kulit macan, tampak duduk seorang berpakaian sangat aneh sekali. Dia memakai kun, gaun, wanita yang berwarna-warni, juga rambutnya terurai panjang sekali.

Wajahnya pun luar biasa sekali, mungkin dibandingkan dengan kedelapan belas orang yang duduk dimeja panjang didekatnya itu, wajah orang inilah yang paling jelek dan buruk.

Disamping orang tersebut berdiri seorang pengemis yang sedang menundukkan kepala saja. Ketika melihat pengemis tersebut, seketika itu juga Cie Kiat teringat bahwa pengemis itu adalah pengemis yang pernah dia jumpai diperut gunung Fung-san, dan Cie Kiat pernah bertanya kepada pengemis ini mengenai letak kampung dari Liong- gak-chung.

Waktu Cie Kiat menegaskan lagi, ternyata wajah orang yang duduk dikursi macan itu selain menyeramkan, pun tampak bengis sekali.

Orang yang duduk dikursi macan itu juga mengawasi kearah Cie Kiat dan Cong Teng San.

Wajahnya tak sedap untuk dilihat.

Dan dia tertawa terkekeh lagi dengan wajah yang bengis sekali.

“Selamat datang ditempat kami yang buruk ini!” kata orang bermuka bengis itu. “Dan kedatangan kalian memang sedang kami tunggu!”

Cie Kiat maju beberapa langkah, sedangkan Cong Teng San telah menghampiri lebih dulu kearah orang yang duduk dibangku beralaskan kulit macan itu.

Dia menekuk kedua kakinya dan berlutut dihadapan orang tersebut.

“Tee-cu telah kembali dan membawa orang she Lie ini menurut perintah Kauw- cu!” kata Cong Teng San.

Orang yang duduk dikursi beralaskan kulit macan itu mengangguk.

“Ya, kau telah melakukan tugas dengan baik sekali!” katanya dengan suara yang perlahan sekali. Sikapnya acuh tak acuh, malah kemudian dia mengibaskan tangannya memerintahkan Cong Teng San untuk bangkit berdiri.

Cong Teng San bangun setelah mengangguk-anggukkan kepalanya beberapa kali lagi.

Dia menyingkir ketepian.

Orang bermuka jelek ini telah melambaikan tangannya kearah Cie Kiat. “Kemari kau mendekat.” panggilnya dengan suara yang agak parau.

Walaupun dirinya sedang diliputi oleh kesangsian yang sangat, toh Cie Kiat datang menghampiri.

“Engkaulah yang bernama Lie Cie Kiat?” tanya orang bermuka jelek itu setelah Lie Cie Kiat datang menghampiri lebih dekat.

Cie Kiat mengangguk.

“Ya!” dia menyahuti dengan suara tegas. “Memang aku orang yang kau maksudkan itu!!”

Orang yang duduk dikursi beralaskan kulit macan itu tertawa. Tidak sedap sekali suara tertawa orang itu. Agak menyeramkan.

“Bagus! Kau adalah orang yang kedelapan belas yang menanyakan letak dari perkampungan Liong-gak-chung kepada orangku ini!” kata orang yang duduk dikursi beralaskan kulit macan itu sambil menunjuk kearah pengemis yang sedang berdiri tegak disampingnya.

Cie Kiat menuruti tunjukan dari orang itu, dia melihat kearah pengemis itu. Tampak si pengemis tersenyum kearah Cie Kiat dan menganggukkan kepalanya. Cie Kiat membalas senyuman si pengemis, diapun mengangguk.

Didalam hati Cie Kiat jadi membatin. “Hmmmm.......... pantas mereka mengetahui, si pengemis inilah yang telah bertemu denganku diperut gunung dan

padanya telah kuberitahukan she dan namaku!”

Sedangkan orang yang duduk dikursi beralaskan kulit macan itu menoleh kearah ketujuh belas orang duduk dimeja panjang.

“Saudara-saudara!! Inilah Lie Sian-seng, Lie Siu-chay, yang tadi telah kuceritakan! Lie Siu-chay akan termasuk salah seorang pengikut dari perlombaan yang akan kita adakan!!” katanya dengan suara yang parau.

Ketujuh belas orang yang sedang duduk dimeja panjang itu semuanya berdiri. Mereka merangkapkan tangannya menjura kepada Cie Kiat.

Cie Kiat juga membalas penghormatan orang-orang itu, dia jadi repot sekali.

Sedangkan orang yang duduk dikursi beralaskan kulit macan itu telah menunjuk kesebuah kursi yang masih kosong dibelakang meja panjang tersebut, yang terletak paling sudut dari urutan ketujuh belas orang lainnya.

“Itulah tempatmu Lie Siu-chay!!” kata orang itu. “Aku Pek-lek-ciu Oen Lay Tat meminta dengan sangat agar kau menuruti setiap perintah dari kami dan syarat dari kami, karena kalau memang kau tidak menuruti perintah kami, maka mungkin kau akan mengalami suatu rintangan dan juga akan menemui kesulitan..... kami tentu akan merasa tidak enak sekali padamu, karena biar bagaimana kau adalah tamu kehormatanku!!”

Cie Kiat sedang kebingungan yang sangat, dia tidak mengerti apa maksud dari orang bermuka jelek itu.

Dan juga dihati anak muda she Lie ini sedang dipenuhi oleh tanda tanya akan peristiwa selanjutnya yang akan dihadapi olehnya.

“Ini.... ini.   ” katanya tergugu, dia ingin meminta penjelasan.

Tetapi orang bermuka jelek, dimana diwajahnya terdapat banyak sekali cacad bekas bacokan senjata tajam itu, yang mengaku bernama Oen Lay Tat, telah tertawa lagi dengan suara parau manyeramkan.

“Duduklah!!” katanya tegas sekali sambil mengibaskan tangannya.

Cie Kiat jadi ragu-ragu sesaat, dia baru menanyakan lagi, Oen Lay Tat telah mengibaskan tangannya lagi.

“Duduklah!!” katanya lagi dengan suara yang lebih tegas. Karena ingin mengetahui kelanjutan dari peristiwa ini, maka akhirnya Cie Kiat tidak banyak bertanya lagi. Dan menghampiri kearah kursi yang ditunjuk dan diperuntukkan bagi dirinya.

Cie Kiat duduk disitu.

Sedangkan Oen Lay Tat telah menoleh kearah ketujuh belas orang lainnya. Dia tersenyum, tetapi tetap saja senyumnya itu tak enak dipandang.

Kemudian dia juga menoleh kepada si pengemis yang berdiri disampingnya. Dia menganggukkan kepalanya.

Si pengemis telah membungkukkan tubuhnya, mendekatkan telinganya kepada mulut orang she Oen itu.

Tampak Oen Lay Tat membisikkan sesuatu, dan si pengemis mengangguk- anggukkan kepalanya sambil sebentar-sebentar mengiyakan.

Orang-orang yang lainnya yang berada disitu hanya mengawasi saja. Tak ada salah seorang diantara mereka yang membuka suara.

Sehingga untuk sementara waktu keadaan diruangan tersebut jadi hening sekali.

Tampak si pengemis, setelah mendengarkan apa yang dibisikkan oleh Oen Lay Tat, dia bergegas keluar dari ruangan itu, memasuki sebuah ruangan lainnya, menghilang di situ.

Oen Lay Tat melambaikan tangannya lagi memanggil Cong Teng San.

Dengan cepat orang she Cong itu menghampiri dengan sikap yang menghormat sekali.

Kembali Lay Tat membisikkan sesuatu kepada orang she Cong itu.

Setelah itu, tampak Cong Teng San juga bergegas menuju keluar dari ruangan tersebut.

Setelah kedua orangnya itu keluar dari ruangan itu, maka kembali Lay Tat menoleh kepada Cie Kiat beramat.

“Saudara-saudara sekalian, sebetulnya memang hal ini bukan menjadi urusan saudara, namun karena saudara memang kebetulan datang kekampung Liong-gak- chung, maka aku Oen Lay Tat ingin meminta sedikit kerelaan saudara-saudara untuk menyaksikan sesuatu. dan sebetulnya hal ini suatu kejadian yang langka dan jarang

sekali dapat saudara temui, pula jarang terjadi didalam dunia persilatan! Dan, dengan menyaksikan benda yang akan aku perlihatkan, maka itu termasuk suatu keberuntungan saudara-saudara sekalian.........!” dan setelah berkata sampai disitu, maka Oen Lay Tat telah batuk-batuk beberapa kali.

Semua orang tak ada yang mengeluarkan suara, mereka hanya mengawasi saja.

Begitu juga Cie Kiat, dia berdiam diri, hanya mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh orang she Oen tersebut selanjutnya. Pada saat itu Lay Tat telah melanjutkan perkataannya lagi : “Maka dari itu, pada hari ini saudara-saudara memperoleh suatu keberuntungan sebuah mustika yang tiada taranya didalam dunia persilatan, yang akan membuat mengiler semua jago-jago didalam rimba persilatan! Dengan sangat beruntung aku telah menemukan benda itu dan barmaksud untuk memperlihatkan kepada saudara-saudara!!”

Dan Oen Lay Tat menyapu orang-orang yang ada didalam ruangan tersebut dengan kilatan mata yang tajam sekali.

Cie Kiat jadi tambah heran, benda mustika apa yang dimaksudkan oleh orang she Oen tersebut.

Mengapa tampaknya Lay Tat menganggap benda yang baru ditemukannya itu adalah mustika yang tiada taranya didalam dunia persilatan.

Apakah benda mustika yang dianggap begitu berharga oleh Lay Tat adalah pedang pusaka atau pula golok pusaka yang telah berusia ribuan tahun dan sangat tajam sekali? Atau mungkin juga orang she Oen ini telah menemukan peta harta yang sangat besar jumlahnya?

Memang, memang benda itu sangat berharga, mengapa orang she Oen tersebut sengaja mengundang jago-jago rimba persilatan untuk ikut menyaksikan benda pusaka tersebut.

Apakah Lay Tat tidak jeri kalau nanti salah seorang diantara kedelapan belas orang yang diundangnya itu jadi mengiler melihat benda tersebut dan berusaha untuk merebutnya?

Bukankah Lay Tat sendiri yang telah mengatakan bahwa benda pasaka itu akan membuat para jago-jago didalam rimba persilatan akan merah matanya dan mengiler untuk memilikinya?

Tetapi Cie Kiat tetap berdiam diri saja, walaupun dihatinya anak muda she Lie ini dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang tidak terpecahkan.

Sedangkan Oen Lay Tat setelah mengawasi kedelapan belas jago itu silih berganti dia tertawa lagi dengan suara yang parau menyeramkan.

Kemudian dia menghela napas.

“Ya...... tentu dihati kalian akan bertanya-tanya, mengapa aku menemui barang mustika itu lalu ingin memperlihatkan barang mustika itu pada kalian? Mengapa aku tidak menyimpannya dan secara diam-diam memilikinya untuk diriku sendiri?! Ya toh?” dan kembali orang she Oen itu tertawa, juga matanya menyapu jago-jago yang ada disitu dengan mata yang memancar tajam sekali, berkilat aneh sekali.

Tetapi tetap saja tak ada seorang diantara mereka yang membuka suara, kedelapan belas jago itu masing-masing berdiam diri saja.

Mereka hanya mengawasi kearah orang she Oen ini dengan pancaran mata yang bertanya-tanya.

Oen Lay Tat telah tertawa lagi dengan suaranya yang tidak enak didengar itu. “Ya.    aku sebagai seorang tokoh didalam rimba persilatan, biar bagaimana aku

menginginkan agar saudara-saudara juga dapat ikut menyaksikan kemujijatan dari mustika itu!? Benar-benar hal ini sangat langka sekali dan jarang terjadi!! Nah sebentar lagi kita akan menyaksikan benda mustika itu. !”

Sehabis berkata begitu, Oen Lay Tat tertawa gelak-gelak sampai tubuhnya tergoncang hebat.

Tiba-tiba diantara kedelapan belas orang itu telah bangun berdiri seorang Hwee-

shio.

“Aku ingin bertanya, Kauw-cu!!” teriak si Hwee-shio dengan suara yang

nyaring kedengarannya.

Dia memanggil Oen Lay Tat dengan sebutan Kauw-cu, yang berarti pimpinan dari sebuah perkumpulan, ketua perkumpulan.

Oen Lay Tat menoleh kearah si Hwee-shio, kedua biji matanya memain tak hentinya.

“Apa yang ingin ditanyakan oleh Toa Hwee-shio?” tanya Lay Tat dengan suara yang tetap parau dan membikin anak telinga jadi sakit mendengarnya.

Si Hwee-shio mendehem dulu sebelum dia bertanya.

“Seperti sahabat-sahabat lainnya yang ada disini, maka Pin-ceng masih belum mengerti apa maksud dari Kauw-cu mengundang kami kemari! Kalau memang hanya untuk menyaksikan suatu barang mustika, kurasa tidak perlu sampai Kauw-cu mengundang sekian banyak jago-jago rimba persilatan seperti sekarang ini!!”

Mendengar pertanyaan si Hwee-shio, maka Oen Lay Tat tertawa.

“Loo su-hu!!” katanya dengan suara yang tetap parau dan perlahan sekali. “Memang mengherankan sekali kalau aku hanya mengundang kalian untuk menyaksikan benda mustika. Tetapi harus Loo su-hu mengetahui, benda mustika ini bukan sembarangan benda mustika yang banyak terdapat didalam rimba persilatan atau didalam sungai telaga. Benda mustika yang kutemui adalah sebuah benda mustika yang benar langka dan tidak akan ada duanya didalam rimba persilatan! Lagi pula, aku hanya mengundang jago-jago yang kebetulan akan mengunjungi perkampungan Liong-gak-chung saja...... maka janganlah Loo su-hu mempunyai suatu prasangka yang tidak-tidak kepada pihak kami. Loo su-hu adalah It Kiang Sian- su dari Siauw Lim-sie, dan tentunya Loo su-hu mempunyai banyak pengalaman, dengan melihat benda mustika yang akan kuperlihatkan itu, akan menambah pengalaman Loo su-hu!”

Dan setelah berkata begitu, kembali Oen Lay Tat tertawa gelak-gelak.

Si Hwee-shio, yang ternyata memang benar adalah It Kiang Sian-su dari perguruan Siauw Lim-sie, telah mengangguk.

“Baiklah! Pin-ceng jadi ingin menyaksikan juga benda mustika yang Kauw-cu katakan sangat langka dan tak akan ada duanya didalam rimba persilatan!” katanya.

Lay Tat mengangguk. “Duduklah tenang-tenang, Loo su-hu!” katanya dengan suara yang tetap parau.

Si Hwee-shio telah duduk kembali, It Kiang Sian-su memang seorang pertapaan yang selalu ingin mengetahui keganjilan-keganjilan dan keanehan-keanehan yang ada didalam rimba persilatan. Maka dari itu, dia memang ingin sekali menyaksikan benda mustika yang dikatakan oleh Lay Tat.

Tetapi begitu si Hwee-shio telah duduk kembali dikursinya, Too-jin yang duduk dikursi nomor sembilan telah berdiri dengan cepat.

“Pin-to juga ingin bertanya sedikit kepada Kauw-cu!” kata Too-jin itu dengan suara yang nyaring.

“Silahkan! Apa yang ingin Too-tiang tanyakan?” tanya Oen Lay Tat tenang. “Menurut Kauw-cu benda mustika itu tidak akan ada duanya didalam rimba

persilatan, maka dari itu bolehkah kami mengetahui terlebih dahulu benda macam apakah itu?” tanya si Too-jin.

“Ciang Yang Cin-jin!” kata Oen Lay Tat dengan tertawa. Sikapnya tenang seperti biasa. “Kukira lebih baik Too-tiang duduk saja tenang-tenang, karena sebentar lagi juga orang-orangku akan membawa keluar benda mustika itu......!” Bersabarlah sebentar lagi saja, tak akan terlalu lama bukan?”

Too-jin itu, yang memang bergelar Ciang Yang Cin-jin, telah mengangguk. “Baiklah....! Pin-to akan  tunggu dengan sabar, karena memang Pin-to ingin

sekali melihat dan menyaksikan benda mustika yang Kauw-cu katakan itu!” kata si

Too-jin sambil tersenyum dan duduk kembali dikursinya.

Tetapi telah bangun pula seorang Nie-kauw, pertapa seorang wanita.

“Pie-nie juga ingin menanyakan sesuatu kepada Kauw-cu, kata Nie-kauw itu dengan suara yang perlahan. Nie-kauw itu telah berusia diantara lima puluh lima tahun wajahnya telah penuh oleh kulit yang keriput, dan juga tubuh si Nie-kauw agak membungkuk. Ditangan pertapa wanita yang sudah tua ini tergenggam sebatang hoed-tim, kebutan untuk seorang pertapa.

Lay Tat tertawa.

“Sebutkanlah apa yang ingin Sie-nie ketahui?” tanya orang she Oen tersebut. Si Nie-kauw batuk-batuk beberapa kali sebelum dia memulai perkataannya.

Sebetulnya memang Pie-nie dapat duduk dengan tenang dan sabar menantikan sampai orang-orang Kauw-cu mengeluarkan benda mustika itu, bahwa harus Pie-nie jelaskan disini, bahwa Pie-nie masih mempunyai urusan lain yang harus Pie-nie selesaikan, maka dari itu, dengan sangat menyesal, kalau memang benda mustika itu masih terlalu lama sekali akan dikeluarkannya, Pie-nie akan mengundurkan diri untuk pamitan meminta diri........ Pie-nie tidak bisa terlalu membuang-buang waktu disini hanya ingin menyaksikan sebuah benda yang Kauw-cu ketemukan itu!”

Mendengar perkataan pertapa wanita yang sudah tua itu, Oen Lay Tat tertawa. “Aku memang mengetahui Sian-nie masih mempunyai urusan yang penting,

tetapi biar bagaimana aku meminta agar Sian-nie mau memberikan sedikit waktu dengan rela guna menyaksikan benda mustika yang tiada duanya didalam rimba persilatan!! Maka dari itu, duduklah tenang-tenang dulu Sian-nie, kalau memang nanti urusan Sian-nie jadi berantakkan disebabkan Sian-nie membuang waktu menyaksikan benda mustika itu ditempatku ini maka aku akan bertanggung jawab dan akan memberikan bantuan sekuat tenagaku agar persoalan Sian-nie dapat selesai dengan cepat.  !”

Mendengar perkataan orang she Oen itu, tampak Nie-kauw tua itu bimbang sesaat.

“Bagaimana Peng-im Loo-nie?” tanya Lay Tat waktu melihat Nie-kauw tua itu berdiri saja digelimangi oleh perasaan ragunya.

Si Nie-kauw memang bergelar Peng-im Loo-nie, dan dia adalah murid Go-bie Pay tingkatan yang ketiga.

Ditanya begitu oleh Lay Tat, si Nie-kauw, Peng-im Loo-nie mengangguk. “Baiklah! Aku akan membuang waktu untuk sesaat lamanya lagi! Tetapi aku

minta agar kau mempercepatkan waktu untuk memperlihatkan benda mustika itu......

semakin cepat semakin baik!!” kata si Nie-kauw.

Lay Tat mengangguk dengan cepat.

“Baik! Baik! Aku pasti akan secepatnya memperlihatkan benda mustika yang kutemui beberapa saat yang lalu! Kau tentu tidak akan menyesal menyaksikan benda mustika itu, Peng-im Loo-nie!!”

Peng-im Loo-nie kembali duduk ditempatnya.

Setelah itu tidak ada yang bertanya lagi, semuanya membungkam.

Cie Kiat melihat itu, dihati anak muda she Lie ini masih dipenuhi oleh berbagai pertanyaan yang masih belum dapat dipecahkan olehnya.

Dia berdiri dari duduknya.

“Kauw-cu!” panggilnya dengan suara yang perlahan, tetapi tegas. Dia juga memanggil Oen Lay Tat dengan sebutkan Kauw-cu, karena semua orang memanggil orang she Oen itu dengan sebutan Kauw-cu, maka dia hanya mengikuti saja. “Aku juga ingin menanyakan beberapa pertanyaan kepada Kauw-cu dan agar Kauw-cu mau memberikan penjelasan!!”

Melihat anak muda she Lie ini yang bertanya, wajah Kauw-cu Oen Lay Tat itu jadi berobah sedikit, tetapi kemudian dengan cepat dia tersenyum.

“Apakah yang ingin ditanyakan oleh Lie Siu-chay?” tanyanya.

Lay Tat memanggil Lie Cie Kiat dengan sebutan Lie Siu-chay, yang berarti pelajar she Lie.

Cie Kiat ragu-ragu sesaat, tetapi kemudian dia berkata juga : “Sebetulnya memang tak seharusnya aku menanyakan beberapa pertanyaan yang akan kutanyakan kepada Kauw-cu, namun karena aku benar-benar ragu tidak mengerti dan tidak paham apa yang sedang Kauw-cu kerjakan ini, mau tak mau aku harus menanyakannya juga!!” Lay Tat tertawa tawar. “Tanyakanlah!!” katanya kemudian.

“Menurut Kauw-cu bahwa jago-jago yang berada disini dan sahabat-sahabat lainnya semua ini berada disini adalah atas undangan Kauw-cu untuk ikut menyaksikan mustika yang luar biasa sekali menurut Kauw-cu tetapi kalau memang seumpamanya ada salah seorang sahabat diantara kami yang menolak untuk ikut menghadiri diperlihatkan mustika itu, dan kami tidak bersedia menghadirinya, apakah itu tak menjadi halangan? Bolehkah itu?”

Lay Tat mengerutkan alisnya, dia berdiam sesaat, tangannya mempermainkan beberapa lembar dari kumisnya.

“Bagaimana Kauw-cu?” tanya Cie Kiat lagi dengan cepat waktu dia melihat Oen Lay Tat tidak lantas menjawab pertanyaannya itu.

Lay Tat menghela napas.

“Ya.... sebetulnya memang aku tidak bisa memaksa mengenai kehadiran atau kemudian kalian untuk ikut menyaksikan barang mustika itu.... akupun tidak bisa berbuat apa-apa kalau memang salah seorang diantara kalian keberatan untuk ikut menyaksikan mustika itu dan menolak undanganku, aku tentunya tidak akan bisa berbuat apa-apa atas diri kalian.”

Setelah menyahuti sampai disitu, Lay Tat berdiam sesaat.

Dia mengawasi Cie Kiat dengan mata yang tajam sekali, wajahnya jadi semakin tidak enak untuk dilihat.

Cie Kiat balas memandang orang she Oen itu yang sedang menatapnya, dia menentang pandangan mata Oen Lay Tat yang tajam berkilat.

Tetapi kemudian Lay Tat menghela napas, dia tersenyum pahit.

“Seumpamanya kalau memang diantara kalian ada yang menolak undanganku maka hal itu tentu akan menyinggung perasaan pribadiku! Secara baik-baik kami ingin sekali mengundang kalian, dan malah telah mengundangnya dengan cara yang baik sekali, lalu kalian menolaknya, bagaimana perasaanku? Dengan begitu, berarti orang yang tidak bersedia menghadiri undanganku itu tidak memandang sebelah mata kepadaku!”

Cie Kiat tertawa, manis sekali tertawa anak muda she Lie ini waktu dia mendengar perkataan dari orang she Oen itu.

“Kauw-cu jangan salah mengerti!” kata Cie Kiat dengan cepat. “Kalau memang ada orang yang tidak bersedia untuk menghadiri atau memenuhi undangan Kauw-cu, bukanlah berarti dia tidak memandang sebelah mata atau tidak mengindahkan Kauw- cu... seumpamanya orang itu sedang menghadapi suatu persoalan penting, soal mati hidupnya, lalu dia menerima undangan Kauw-cu ini yang mau tak mau akan membuang waktunya, apakah orang itu bersalah juga kalau memang dia menolak?”

Disanggapi begitu oleh Cie Kiat, Oen Lay Tat jadi mengerutkan alisnya. “Tetapi diantara kalian yang kuundang ini tidak ada seperti apa yang Lie Siu- chay katakan itu, bukan?” dia balik bertanya.

Cie Kiat tersenyum lagi, dan tetap senyum anak muda she Lie ini sangat manis, menambah kecakapan wajah Cie Kiat, lagi pula sikapnya sangat tenang sekali, sangat sabar dan wajar sekali.

“Memang..... mungkin diantara kami dari jago-jago yang diundang oleh Kauw- cu tidak ada yang seperti kukatakan itu!!” katanya sabar, suaranya juga tenang, sabar. “Tetapi yang ingin kuketahui kalau memang sampai ada juga diantara kami yang begitu, lalu langkah apa yang akan Kauw-cu ambil terhadap orang tersebut?”

Kembali Lay Tat mengerutkan sepasang alisnya, dia dihadapi oleh pertanyaan yang agak sulit bagi dirinya.

Tetapi dengan cepat orang she Oen ini telah dapat memikirkan apa yang harus dijawabnya.

“Baiklah, Lie Siu-chay.    lebih baik lagi sekarang ini kalau memang kita bicara

secara blak-blakan dan tanpa tedeng aling-aling....... kita bicara terus terang saja! Kalau memang tadi seumpamanya ada salah seorang diantara kalian yang menolak undanganku, maka...... dengan sangat menyesal harus kukatakan, bahwa aku sebetulnya tidak mau melihat ada orang yang tidak memandang diriku, dan juga aku memang tidak mau kalau sampai terjadi ada orang yang tidak mau memenuhi undanganku, karena kalau memang sampai hal itu terjadi, tentu orang-orangku tidak akan mau mengerti dan aku tidak akan bisa membendung mereka dari hawa amarah !”

Mendengar perkataan Oen Lay Tat, wajah Cie Kiat jadi berobah.

Tetapi dengan cepat anak muda she Lie itu telah dapat, merubah wajahnya sebagai mana biasa lagi. Dia malah telah dapat tersenyum lagi.

Ketujuh belas jago yang telah diundang oleh Lay Tat juga jadi berobah wajahnya.

Biar bagaimana mereka jadi tak begitu senang melihat sikap keras dan tak menyenangkan dari kata-kata Oen Lay Tat  !

*

* *

CIE KIAT telah tertawa lagi dengan cepat, sikapnya juga sangat wajar. “Baiklah Kauw-cu!” kata Cie Kiat dengan suara yang tetap biasa, tenang dan

sabar. “Salah satu persoalan yang membuatku tidak mengerti telah dapat dijelaskan oleh Kauw-cu. Jadi tegasnya kalau memang ada orang yang menolak undangan Kauw-cu untuk hadir menyaksikan mustika yang akan diperlihatkan oleh Kauw-cu, maka orang itu akan mengalami kecelakaan!! Bukankah begitu, Kauw-cu?”

Lay Tat tertawa dingin, wajahnya tak sedap dipandang.

Wajahnya yang memang telah menyeramkan disebabkan mukanya itu pecat- pecot akibat terluka senjata tajam, jadi tambah menyeramkan lagi. “Begitulah!” dia menyahuti dengan cepat. “Kukira memang begitu!!”

Dan setelah berkata begitu, Lay Tat menyapa semua jago-jago undangannya, matanya memandang tajam dan bengis sekali, memperlihatkan sifatnya yang keras dan kejam.

“Dan kalau memang ada yang menolak undanganku, telah kutegaskan, tentu mereka akan repot menghadapi orang-orangku...... karena orang-orangku itu tidak mau melihat kalau sampai Kauw-cu mereka tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain!! Mereka tentu akan mengambil tindakan masing-masing diluar tahuku!! Dan orang yang berani menolak undanganku itu tentu akan menghadapi suatu kesulitan yang tidak kecil. !!”

Mendengar perkataan Oen Lay Tat, wajah ketujuh belas jago undangan orang she Oen itu, beserta Lie Cie Kiat, jadi berobah kembali wajah mereka.

“Jadi tegasnya tak boleh ada seorangpun yang menolak undangan Kauw-cu?!” tanya Cie Kiat dengan suara yang tawar.

“Tak salah!” menyahuti Oen Lay Tat. “Dan kalau memang ada juga orang yang menolak undanganku, berarti dia ingin menentang diriku dan mencari setori untuk bentrok!!”

Cie Kiat tertawa dingin.

“Kau salah paham kalau begitu Kauw-cu!!” kata Cie Kiat lagi. “Bukankah tadi telah kukatakan bahwa kalau memang ada orang yang menolak undanganmu itu, belum berarti orang itu tidak memandang sebelah mata kepadamu!! Toh tadi telah kukatakan, mungkin orang itu sedang menghadapi suatu urusan yang sangat penting sekali, sehingga dia tidak bisa membuang-buang waktu lagi!! Maka dari itu, tak bisa kalau memang Kauw-cu sudah lantas menuduh bahwa orang itu tidak mau mengindahkan dan tidak mau memandang mata memberikan muka kepada Kauw- cu lagi pula orang-orang Kauw-cu tidak bisa lantas untuk membawa cara mereka

untuk mempersulit orang tersebut.   !”

Mendengar perkataan Cie Kiat yang sangat berani sekali itu, wajah Oen Lay Tat jadi berobah hebat, menyeramkan sekali wajah orang she Oen itu.

“Baiklah Lie Siu-chay!” kata Lay Tat dengan cepat. “Jadi apa maksud Lie Siu- chay dengan bertanya begitu?”

Si Kauw-cu she Oen ini bertanya begitu dengan suara yang dingin dan tawar sekali, menandakan bahwa dia sangat tak senang hati.

Tetapi Cie Kiat masih tetap membawa lagak yang tenang. Dia juga masih bisa tersenyum dengan manis menarik, sabar sekali tampaknya Cie Kiat.

“Aku tak mempunyai maksud-maksud tertentu bertanya begitu, Kauw-cu!” menyahuti Cie Kiat dengan cepat. “Aku hanya ingin mengetahui saja!!”

Lay Tat mendengus dengan suara tertawa mengejek yang tawar sekali.

“Masih ada satu pertanyaanku lagi, Kauw-cu!” kata Cie Kiat dengan cepat waktu dia melihat Oen Lay Tat hanya mendengus belaka, tanpa berkata-kata. Wajah Lay Tat jadi berobah lagi, silih ganti pucat dan merah padam berulang kali, rupanya dia mulai tak menyukai anak muda she Lie tersebut.

“Apa lagi yang ingin ditanyakan oleh Lie Siu-chay?” tanyanya tawar. Cie Kiat masih berusaha tersenyum.

“Tak banyak yang akan kutanyakan padamu, Kauw-cu, aku hanya ingin mengetahui sedikit, benda apakah yang Kauw-cu sebut itu sebagai benda mustika yang langka dan tidak ada duanya didalam rimba persilatan atau didalam kalangan Kang-ouw? Bolehkah aku si orang she Lie mengetahui benda itu?”

Wajah Kauw-cu she Oen tersebut jadi berobah hebat dia tidak lantas menyahuti.

Hanya sepasang alisnya yang mengkerut dalam-dalam, matanya memancar tajam.

Juga wajalnya itu menyeramkan sekali. Suasana jadi tegang.

Jago-jago lainnya yang melihat keadaan tersebut, jadi berdebar hati mereka. Biar bagaimana wajah si Kauw-cu yang buruk sekali itu, sangat mengerikan.

Walaupun didalam ruangan tersebut diantara kedelapan belas jago-jago yang diundang oleh Lay Tat ada yang mempunyai muka sangat jelek dan buruk, tetapi wajah Lay Tat yang paling buruk dan menyeramkan.

Apa lagi dia dalam keadaan sedang mendongkol semacam itu.

Cie Kiat tidak memperdulikan wajah orang yang telah berobah merah padam dan tidak sedap untuk dipandang itu. Dia malah tertawa kecil.

“Bagaimana Kauw-cu.....?” tanyanya lagi dengan cepat waktu dia melihat Oen Lay Tat hanya menatap dia dengan pandangan mata yang bengis sekali. “Tentu kau tidak akan keberatan untuk memberitahukan padaku nama benda mustika yang kau sebutkan itu bukan?”

Lay Tat akhirnya dapat menguasai kemendongkolan hatinya disebabkan anak muda she Lie tersebut terlalu banyak bertanya.

Dia dapat mengendalikan kemendongkolannya itu.

Dengan cepat dia mendengus tertawa tawar sekali dengan menunjukkan wajah yang tetap tak enak untuk dipandang orang.

“Baiklah....! Sekarang kau dengarlah Lie Siu-chay! Benda itu tidak perlu kujelaskan kepadamu, karena sebentar lagi kau akan menyaksikan dengan mata kepalamu sendiri..... maka kukira tak perlu aku menerangkan satu persatu! Duduklah tenang-tenang, nanti juga kau akan mengetahui benda mustika apakah itu! Dan kuminta agar Lie Siu-chay mau menuruti dan mengindahkan perintah dariku, yaitu janganlah terlampau banyak bertanya!”

Cie Kiat tertawa mendengar perkataan Lay Tat. “Tetapi Kauw-cu !” katanya. Namun belum lagi perkataannya itu selesai diucapkannya. Lay Tat telah berkata dengan suara yang menunjukkan dia sangat tak senang :

“Duduklah Lie Siu-chay!” katanya.

Dan perkataan Lay Tat bernada seperti juga memerintah, keras dan bengis.

Cie Kiat jadi mengerutkan alisnya mendengar bentakan Lay Tat, tetapi baru saja dia mau berkata lagi dengan hati yang tidak senang, agak mendongkol, tiba-tiba terdengar suara tertawa yang menggema dari luar ruangan itu menyeramkan

sekali suara tertawa itu.

Malah disusul kemudian dengan perkataan Kauw-cu Pian-sia-kay, ternyata kau telah melupakan aku si Dedemit Hidup!!”

Pian-sia-kay berarti partai pengemis bercambuk.

Wajah Lay Tat jadi berobah hebat, Cie Kiat dapat melihat perobahan wajah orang she Oen itu. !



SEKARANG Cie Kiat baru mengetahui bahwa Lay Tat adalah Kauw-cu dari perkumpulan pengemis yang bernama Pian-sia-kay.

Dan Cie Kiat juga teringat akan cerita gurunya, bahwa Pian-sia-kay adalah sebuah perkumpulan pengemis yang tidak bisa disebut jahat, juga tidak bisa disebut baik. Karena perkumpulan itu melakukan dengan tidak menentu. Kalau memang mereka sedang gembira, maka perkumpulan tersebut akan berbuat kebaikan. Tetapi kalau memang mereka sedang gusar atau mendongkol, maka mereka akan melakukan kejahatan yang paling terjahat dibumi ini.

Pula menurut cerita gurunya itu, Cie Kiat mengetahui bahwa perkumpulan pengemis ini sering menggunakan racun sebagai senjata mereka.

Pada saat itu, didalam ruangan tersebut tampak Oen Lay Tat telah berdiri perlahan-lahan dari kursinya yang beralaskan kulit macan.

“Wajahnya agak pucat, pula tampak tubuhnya tergetar sedikit.

Matanya yang mencilak tak hentinya memandang ketujuh belas jago undangannya dan juga dia mengawasi Cie Kiat pula.

Diluar dari gedung empat persegi tersebut, terdengar suara orang tertawa lagi dengan suaranya yang tinggi menyeramkan.

“Ohoi orang she Oen !” teriak orang diluar itu lagi dengan suara yang nyaring

sekali. “Kau tetap tiada mau menyambut keluar diriku?” Lay Tat tertawa dingin.

“Kalau memang kau ingin masuk kedalam ruangan ini, masuklah!” kata Lay Tat dengan suara yang tawar. “Kau adalah seorang jago yang tidak kuundang, maka dari itu, kedatanganmu sebetulnya tidak kuharapkan. !”

Kembali terdengar suara tertawa yang melengking tinggi.

“Bagus! Rupanya kau benar-benar telah melupakan diriku si Dedemit Hidup!!” terdengar orang diluar gedung empat persegi itu berteriak lagi. “Baiklah! Aku juga memang akan masuk keruangan itu, biarpun kau mencegahnya! Aku memang merupakan tamu yang tidak diundang olehmu!!”

Lay Tat tidak menyahuti perkataan orang itu lagi, dia menuju kesudut ruangan, dia menarik sebuah tombol besi yang panjang, terdengar suara menjeblak.

Ternyata didekat tombol itu temboknya menjeblak terbuka selebar panjangnya pohon Hio. Dari lobang itu orang didalam ruangan tersebut dapat memandang kearah luar.

Lebih-lebih lobang yang tidak seberapa besar itu telah diperlengkapi oleh Tay- pian-ming, semacam kaca, yang kalau sekarang disebut orang sebagai kaca pembesar.

Tampak dari kaca itu seorang lelaki bertubuh gemuk dengan wajah yang lucu sedang mendatangi kearah gedung empat persegi tersebut.

Cie Kiat juga melihat orang itu.

Walaupun tubuh orang yang mengakui dirinya sebagai Dedemit Hidup itu gemuk tromok, toh gerakannya sangat ringan sekali enteng dan ringan, gesit serta cepat sekali dia dapat berlari mendekati gedung itu.

Ketujuh belas jago-jago lainnya juga mengawasi kearah orang gemuk itu, si Dedemit Hidup.

Waktu sudah datang dekat sekali dengan geduug itu, si Dedemit Hidup tersebut berhenti. Dia bertolak pinggang. Sedikitpun dia tidak mengetahui bahwa dirinya sedang diperhatikan oleh orang didalam ruangan tersebut, melalui kaca Tay-pian- ming.

“Hei orang she Oen...... apakah kau tetap tidak mau keluar menyambut diriku?” bentak si gemuk yang bergelar Dedemit Hidup tersebut. “Kalau memang kau tetap mau bercokol didalam, hmmmm, jangan mempersalahkan diriku, tembok itu sekali kuhantam akan jebol!!” 

Lay Tat tertawa tawar.

“Masuklah! Kau bukan merupakan tamu kehormatanku yang harus kusambut keluar!!” teriak Lay Tat dengan suara yang nyaring.

Orang she Oen ini, yang menjadi Kauw-cu dari Pian-sia-kay bicara dengan bibir yang bergerak biasa saja, tetapi dia telah menyalurkan tenaga Lwee-kangnya, sehingga dia bicara biarpun tampaknya biasa saja, suaranya itu dapat didengar jauh sekali oleh orang lain. Tampak si gemuk tertawa gelak-gelak, tubuhnya yang bulat tromok itu tergoncang-goncang.

“Bagus! Bagus! Rupanya kau memang sedang menantang diriku untuk menguji kekuatan tembok istanamu ini!!” kata si gemuk.

“Lihatlah.... aku akan menghajarnya jebol tembok itu dan kuminta kau jangan simpai menyesali diriku.... karena aku tidak mau menjadi sasaran dari rasa sesalmu itu.....!” dan setelah berkata begitu, si gemuk tromok, yang bergelar Dedemit Hidup tersebut, telah melangkah perlahan-lahan menghampiri kearah dinding dari rumah persegi empat tersebut.

Waktu dia sudah berada dekat sekali dengan dinding dari bangunan tersebut, dia berhenti. Dari si gemuk yang bergelar Dedemit Hidup tersebut hanya terpisah beberapa depa saja dari dinding.

“Bagaimana hei orang she Oen?!” bentak si gemuk tromok ini sambil tertawa lagi. “Apakah kau tetap mau melihat aku menghajar jebol tembok bangunan istanamu ini?”

Wajah Lay Tat jadi berobah hebat.

Nyata sekali dia murka dan bergusar atas perkataan dari si Dedemit Hidup. “Hmmmm..... kalau memang kau bisa menghajar hancur tembok bangunanku

ini, maka akan kuangkat kau menjadi guruku!” kata Lay Tat lagi dengan suara yang nyaring.

Kauw-cu dari Pian-sia-kay tersebut tetap berkata dengan suara disertat tenaga Lwee-kang.

Si gemuk tampak mendongkol juga mendengar perkataan Lay Tat.

Tampak dia menjejakkan kakinya, dan sedang tubuhnya melambung tinggi begitu, maka dia menarik napasnya dalam-dalam.

Rupanya si gemuk yang bergelar Dedemit Hidup tersebut sedang menyalurkan tenaga dalamnya kearah kedua lengannya.

Dikala tubuhnya meluncur turun dengan cepat, maka dia mengeluarkan suara teriakan yang nyaring mengguntur, kedua tangannya terayunkan dengan cepat sekali.

“Brakkkkkkkk!” dinding bangunan itu telah dihajar dengan keras sekali.

Semua itu dapat dilihat oleh semua orang yang berada didalam ruangan, mereka melihat bagaimana si gemuk telah menghajar dinding bangunan tersebut dengan tenaga Lwee-kang yang kuat sekali.

Tetapi tembok itu tidak jebol seperti apa yang diancamnya.

Hanya orang-orang didalam ruangan tersebut, termasuk Cie Kiat dapat merasakan getaran yang hebat pada ruangan itu, akibat dari pukulan si Dedemit Hidup yang keras sekali. Maka dari itu, dapat dibayangkan tenaga Lwee-kang si gemuk tromok, walaupun dia tidak berhasil menghajar jebol dinding tersebut, toh dia telah dapat memukul tembok itu sampai menimbulkan getaran didalam ruangan.

Melihat si gemuk tidak berhasil menghajar jebol tembok bangunannya, maka Lay Tat tertawa gelak-gelak. Dia mengetahui benar, biar bagaimana besar tenaga dari si gemuk memedi hidup itu, tak nantinya dia dapat memukul jebol dinding bangunannya, karena Lay Tat mengetahui benar-benar bahwa dinding bangunan itu dibangun berlapis-lapis, sehingga tak mungkin ada tenaga manusia yang bisa menghajarnya sampai jebol, walaupun tenaga orang itu sangat besar sekali.

Si gemuk tromok yang bergelar Dedemit Hidup itu rupanya mendengar suara Lay Tat, Kauw-cu Pian-sia-kay itu, yang gelak-gelak.

Wajah Dedemit Hidup jadi berobah merah padam, tampaknya dia sangat penasaran sekali.

Dengan cepat dia memasang kuda-kudanya, bhesi, kemudian dia menarik napas lagi dalam-dalam, mengumpulkan tenaga dalamnya itu di Tantian, dipusat, kemudian dia menyalurkan kepada kedua lengannya.

Sambil mengeluarkan bentakan yang mengguntur, si Dedemit Hidup tersebut telah melompat lagi kearah dinding bangunan itu.

Kedua tangannya terayun sekaligus dan menghajar keras sekali kearah dinding itu. “Brakkkk!” dinding tersebut kena di hajarnya lagi.

Tetapi dinding yang dihajarnya tersebut hanya sempal sebagian.

Orang-orang didalam ruangan itu, serta Cie Kiat merasakan goncangan didalam ruangan tersebut sangat keras sekali.

Hal ini menandakan betapa telah sempurnanya tenaga dalam si gemuk tromok tersebut.

Si Dedemit Hidup sangat penasaran sekali dia tidak bisa menghajar jebol tembok itu.

Biasanya kalau memang tembok biasa saja, tentu sekali pukul oleh Dedemit Hidup tersebut, dia akan dapat memukulnya bobol sampai berlobang.

Tetapi kali ini dia tidak berhasil dengan maksudnya itu. Dia hanya berhasil sebagian kecil saja, membikin sempal tembok itu.

Maka dari itu, disamping gusar, si Dedemit Hidup juga sangat mendongkol serta penasaran sekali.

Dengan berulang kali dia menghajar terus menerus beberapa kali tembok itu. Hal ini menimbulkan suatu yang ‘brakkk-brukkk’ berulang kali juga.

Cie Kiat dan orang-orang lainnya didalam ruangan itu juga merasakan goncangan yang beruntun dan terus menerus. Kalau memang dihantam terus menerus begitu, biar bagaimana kuatnya dinding itu, pasti akan hancur juga.

Tetapi Lay Tat tetap membiarkan, karena dia yakin, biarpun sempal sedikit demi sedikit, tembok itu tidak akan berhasil dibikin jebol oleh si Dedemit Hidup, sebab tembok itu dibangun berlapis-lapis.

“Pukullah terus sampai tanganmu itu nanti patah dan hancur!” ejek Oen Lay Tat dengan suara yang tawar. “Hajarlah terus!!”

Si Dedemit Hidup jadi tambah penasaran, dia juga murka sekali.

Wajahnya jadi berobah merah padam, wajah lucunya jadi lenyap, memperlihatkan kegusaran dan kebengisan yang sangat.

Si gemuk ini telah bergelar Dedemit Hidup, itu dapat dibayangkan tentu hati si gemuk tersebut sama dan menyerupai seperti dedemit juga.

Tampaknya dia murka sekali dan dengan beruntun dia telah menghajar pulang pergi tembok bangunan itu. Dia sangat penasaran sekali.

Oen Lay Tat. Kauw-cu dari Pian-sia-kay tersebut telah mendorong tombol besi itu, sehingga kembali tembok dan kaca Tay-pian-ming itu telah tertutup kembali.

Rupanya Lay Tat sudah tidak mau memperdulikan si gemuk Dedemit Hidup itu.

Dia telah kembali kekursi beralaskan kulit macannya. Lay Tat duduk disitu dengan wajah yang tidak memperlihatkan sedikitpun perasaan, sehingga sukar sekali untuk diterka perasaan apa yang dikandung dalam hati dari Kauw-cu Pian-sia-kay tersebut.

Kedelapan belas jago undangannya, termasuk Lie Cie Kiat juga telah duduk kembali dikursi mereka masing-masing. Semuanya tak ada yang bersuara.

Mereka hanya menandang kearah Lay Tat dengan pandangan mata mengandung banyak pertanyaan.

Cie Kiat sendiri telah berdiam diri saja.

Lay Tat menatap kearah jago-jago itu seorang demi seorang.

Wajahnya yang buruk dan jelek rupa itu menunjukkan bahwa dia sedang berusaha membaca hati dan pikiran dari setiap jago yang diundangnya.

Tetapi waktu Lay Tat melihat semuanya hanya berdiam diri saja, dia tertawa dengan tiba-tiba.

“Baiklah! Rupanya keadaan ini cukup menjemukan kalian!!” katanya dengan suara yang nyaring. “Marilah kita mulai saja, aku akan segera memperlihatkan barang mustika yang telah kukatakan tadi. !”

Dan setelah berkata begitu, Lay Tat menepuk tangannya tiga kali.

Pintu dari sebuah ruangan terbuka, tampak pengemis yang pernah bertemu dengan Cie Kiat diperut gunung Fung-san, keluar dari dalam kamar itu. Ditangannya memegang nenampan, tetapi nenampan itu ditutup oleh sehelai kain merah.

Sehingga jago-jago yang ada diruangan tersebut tetap tidak bisa melihat benda apa yang ada dinenampan yang dipegang oleh si pengemis.

Semua mata tertuju pada pengemis itu dengan mata bertanya-tanya.

Sedangkan si pengemis telah menuju ketengah ruangan, dia meletakkan nenampan yang dibawanya diatas lantai.

Kemudian si pengemis telah memutar tubuhnya, dia menghadap kearah Lay Tat. Dengan cepat dia menekuk sebelah kaki kirinya, dia berlutut didepan Kauw-cu

Pian-sia-kay, yang menjadi ketuanya juga.

“Tee-cu telah membawa benda itu!” kata si pengemis dengan suara yang nyaring.

“Bagus Sam-kay!” kata Lay Tat dengan tersenyum. “Berdirilah kau disitu untuk menantikan barang yang satunya lagi!”

Lay Tat memanggil pengemis itu dengan sebutan Sam-kay, si pengemis nomor

tiga.

Si pengemis, Sam-kay menyahuti mengiyakan kemudian dia kembali mendekati

nenampan yang tertutup oleh kain merah itu.

Dia berdiri disamping nenampan tersebut, sikapnya sangat menghormat sekali.

Semua orang menduga benda apakah yang ada dibalik kain merah itu, mereka jadi ingin mengetahui benar.

Kalau dilihat dari ukurannya yang empat persegi, tentunya benda itu bukan pedang atau juga bukan benda yang panjang besar.

Sedang semua orang menduga-duga benda yang ada diatas nenampan bertutupan kain merah tersebut, maka tampak Lay Tat telah menepuk tangannya lagi.

Dari sebuah ruangan lainnya tampak keluar Cong Teng San, ditangan orang she Cong ini juga membawa nenampan, yang atasnya ditutup oleh kain hijau.

Dibelakang Teng San tampak mengikuti empat orang pengemis yang menggemblok masing-masing tiga lembar karung, dua lembar karung dan lima lembar karung.

Tampaknya semuanya begitu menghormati Lay Tat.

Teng San telah ketengah ruangan, dia meletakkan nenampan yang dibawanya, yang ditutupkan oleh kain penutup berwarna hijau, diletakkan nenampan yang dibawanya itu disamping nenampan yang berpenutup warna merah itu yang tadi dibawa oleh Sam-kay.

Kemudian Teng San dengan tetap diikuti oleh keempat pengemis dibelakangnya telah memutarkan tubuhnya, dia menekuk lututnya memberi hormat kepada Lay Tat. Begitu juga keempat pengemis lainnya dibelakang Teng San, semuanya menekuk lututnya memberi hormat kepada Kauw-cu mereka.

“Tee-cu telah membawa barang itu, Kauw-cu!!” kata Teng San dengan suara yang nyaring, tetapi sangat menghormat sekali.

Lay Tat mengangguk.

“Bagus!” kata Lay Tat. “Berdirilah kau disitu!!”

Teng San mengiyakan, bersama keempat pengemis itu dia kembali kesamping barang yang tadi dibawanya.

Lay Tat telah menoleh kepada jago-jago undangannya, yang kala itu sedang memandang kearah Kauw-cu Pian-sia-kay tersebut dengan tatapan mata yang bertanya-tanya.

Kauw-cu she Oen tersebut telah tersenyum, tak berperasaan senyumnya itu.

*

* *

“SAHABAT-SAHABAT, sekarang marilah kita mulai melihat benda mujijat yang akan kuperlihatkan kepada kalian! Benda mujijat dan pusaka yang langka sekali, jarang terdapat duanya didalam dunia persilatan, akan sahabat-sahabat saksikan dengan penuh keberuntungan! Sebelum kita melihat benda mustika itu maka kita saksikan dulu sebuah pertunjukan yang tertunya akan menari perhatian sahabat- sahabat!!” kata Lay Tat dengan suara yang nyaring sekali.

Setelah berkata begitu, Lay Tat menoleh kepada Sam-kay si pengemis yang tadi membawa nenampan yang bertutupkan kain merah.

“Mulailah Sam-kay!!” kata Lay Tat dengan suara yang nyaring. Kata-kata dari Kauw-cu Pian-sia-kay ini menyerupai suatu perintah.

Sam-kay mengiyakan.

Dia menundukkan kepalanya, membungkukkan tubuhnya sedikit dan mengulurkan tangan kanannya memegang ujung kain merah penutup yang tadi dibawanya.

“Ya, mulai!” kata Lay Tat dengan suara yang tetap nyaring.

Semua mata dari kedelapan belas jago yang diundang Lay Tat, termasuk Cie Kiat mementangkan mata mereka lebar-lebar.

Mereka ingin melihat benda apa yang disebut oleh Lay Tat sebagai benda mujijat dan pusaka yang tiada taranya didunia rimba persilatan, yang tiada duanya didalam kalangan Kang-ouw, sungai telaga.

Dengan cepat Sam-kay telah menarik kain merah penutup nenampan itu.

Seketika itu juga jago-jago yang diundang oleh Lay Tat jadi mementangkan mata mereka lebar-lebar, malah diantara mereka itu ada yang mengeluarkan seruan tertahan. Termasuk Cie Kiat sendiri yang menjadi heran melihat benda yang dipertunjukkan oleh Lay Tat.

Benda apakah itu?

Ternyata begitu kain merah penutup nenampan tersebut terbuka, tampaklah sebuah binatang yang sangat aneh sekali bercokol diatas nenampan tersebut.

Binatang itu menyerupai trenggiling, tetapi bukan trenggiling, dan menyerupai juga seekor ajag atau serigala kecil pada moncongnya, tetapi bukan serigala atau ajag, warna tubuh binatang itu kuning keemas-emasan, memantul terang sekali menyilaukan mata.

Setelah memandang binatang itu, para jago undangan Lay Tat memandang kearah Kauw-cu dari Pian-sia-kay tersebut dengan tatapan mata yang penuh tanda tanya.

Apakah benda mustika yang tiada taranya yang disebut oleh Lay Tat hanyalah merupakan seekor binatang yang aneh bentuknya ini?

Pada saat itu, melihat keheranan dan tanda tak puas dari jago-jago yang diundangnya, Lay Tat telah tertawa.

“Sahabat-sahabat..... ini adalah Kim Tok, si racun emas, yang racunnya hebat sekali, siapa yang terkena racun dari binatang ini, didalam waktu hanya beberapa saat saja, mungkin tidak sampai sepemasangan satu batang hio, akan putus napasnya dan hilang nyawa!! Racun binatang ini hebat sekali....... dan manusia tidak bisa main- main dengannya! Lagi pula sahabat-sahabat jangan salah mengerti, binatang ini bukanlah benda pusaka yang kumaksudkan, ini hanyalah permulaan dari apa yang akan sahabat-sahabat saksikan nanti.........! Benda pusaka itu akan kukeluarkan dan kupertunjukkan setelah saudara-saudara menyaksikan pertunjukan yang menarik ini!!”

Dan setelah berkata begitu, Lay Tat menoleh kepada Cong Teng San. “Kaupun boleh mulai!!” kata Lay Tat dengan suara yang nyaring sakali. Teng San mengiyakan sambil memberi hormat kepada Lay Tat.

Kemudian orang she Cong ini telah membungkukkan tubuhnya, mengulurkan tangan kirinya memegang ujung kain hijau yang menutupi nenampan itu, dia akan menariknya terbuka.

Semua mata dari kedelapan belas jago-jago undangan Lay Tat memandang dengan mata terbuka lebar-lebar kearah nenampan bertutupkan kain hijau itu.

Mereka jadi ingin mengetahui kejadian apa selanjutnya yang akan mereka lihat. Lagi pula kedelapan belas jago rimba persilatan itu ingin mengetahui benar, binatang aneh apa lagi yang akan dipertunjukkan oleh Lay Tat.

Cong Teng San telah menyingkap kain berwarna hijau yang tadi dipakai sebagai penutup nenampan yang dibawanya.

Dan, semua orang ketika melihat apa yang ada diatas nenampan itu, kembali jadi mengeluarkan seruan heran. Peng-im Loo-nie sendiri sampai mendengus.

“Hmmmm..... hanya benda bobrok macam begini saja yang ingin di pertunjukkan!” katanya mengumam dengan suara yang perlahan.

“Sian-chay hanya binatang macam begini saja yang dikatakan benda mustika!

Hmmmm..... aku jadi hanya membuang-buang waktuku belaka!” mengumam It Kiang Sian-su, pendeta dari Siauw Lim-sie itu.

“Ya..... benda yang tak ada harganya.....!” menimpali Ciang Yang Cin-jin, yang duduk sebelah menyebelah dengan si Hwee-shio Siauw Lim-sie.

Cie Kiat sendiri jadi mengerutkan alisnya, dia melihat diatas nenampan yang tadi berpenutup kain hijau, tampak diatas nenampan itu seekor binatang yang aneh juga, bentuknya menyerupai seekor ular, tetapi bukan ular, karena binatang ini mempunyai delapan kaki, sehingga menyerupai kalajengking.

Tetapi kepala binatang tersebut, yang panjang lonjong seperti telur itu, yang mirip-mirip dengan kepala ular itu, tampak ada sebuah mutiara ditengah-tengahnya, bercahaya dengan terang sekali, memantulkan cahaya yang berwarna kehijau-hijauan.

Lay Tat telah melihat kekecewaan dari semua jago-jago undangannya, tampaknya mereka itu kecele dan tidak puas dengan apa yang dipertunjukkan itu.

Tetapi dengan sikap yang tenang, Lay Tat telah tertawa.

“Sahabat-sahabat...... ini adalah Ceng-tok-jie!” kata Lay Tat dengan suara yang nyaring sekali. Yang dimaksudkan oleh Lay Tat dengan perkataan Ceng-tok-jie, ialah si racun hijau. “Binatang ini juga mempunyai suatu kehebatan yang luar biasa! Ceng- tok-jie ini telah berusia dua ribu tahun, seperti apa yang sahabat-sahabat saksikan, dikepala binatang ini terdapat sebuah Lian-cu, mutiara, yang memantulkan cahaya hijau !”

Berkata sampai disitu, Lay Tat berhenti sebentar, dia memandang kearah binatang yang dinamakan Ceng-tok-jie itu, dikala mana binatang tersebut sedang mendekam di nenampannya itu tanpa bergerak sedikitpun. Hanya sekali-kali tampak mata binatang itu mencilak-cilak memain, juga ujung ekornya bergoyang-goyang perlahan.

Lay Tat ketawa lagi.

“Binatang Ceng-tok-jie ini mempunyai suatu kemujijatan yang luar biasa sekali!!” kata Lay Tat lagi dengan suara yang tegas. “Kalau memang manusia atau mangsanya di gigit oleh mulutnya belaka, maka itu tidak akan membahayakan jiwa si korban, namun kalau memang Ceng-tok-jie menggigit sambil membarengi dengan pangutan buntutnya maka si korban seketika itu juga, didalam beberapa detik saja akan meninggal!! Itulah kehebatan dari racun Ceng-tok-jie, kalau racun dimulut dan racun dibuntutnya itu, yang berbentuk seperti sebatang jarum, tergabung menjadi satu, berarti akan putus napaslah korbannya!!”

Semua jago-jago undangan dari Lay Tat jadi mengawasi kearah buntut dari Ceng-tok-jie.

Tadinya mereka tidak memperhatikan buntut binatang itu, karena mereka tidak begitu tertarik. Tetapi begitu mereka mendengar bahwa binatang tersebut mempunyai suatu keanehan maka mereka jadi memperhatikan.

Dan benar saja seperti apa yang dikatakan oleh Lay Tat, dibuntut binatang itu tampak menonjol sebuah duri yang menyerupai sebatang jarum.

Buntut binatang itu bergoyang-goyang perlahan-lahan, dan tampak jarum itu sering tertutup oleh ujung buntutnya.

Kalau memang orang tidak memperhatikannya dengan benar, pasti tidak akan mengetahui bahwa dibelakang dari buntut binatang aneh tersebut terdapat sebatang duri yang sangat beracun sekali kalau bisa itu di campur dan dibarengi masa bekerjanya dengan racun yang berasal dari mulutnya, tegasnya dari gigitannya binatang ini!

Lay Tat telah tertawa lagi.

Dia telah melihat, bagaimana orang-orang itu telah mulai menaruh perhatian kepada kedua binatang miliknya yang dipertunjukkan itu.

“Bagaimana sahabat-sahabat?” tanya Lay Tat sambil tetap tertawa. Dia berkata- kata dengan bersemangat sekali, karena dia tahu bahwa jago-jago undangannya itu telah mulai mencurahkan perhatian mereka kepada kedua binatang peliharaannya. “Kukira ada baiknya sebelum saudara-saudara melihat benda mustika yang akan kuperlihatkan itu sahabat-sahabat semuanya menyaksikan pertempuran antara Ceng- tok-jie dengan Kim Tok?!”

Semua jago-jago undangan Lay Tat berdiam diri sesaat, tetapi akhirnya Peng-im Loo-nie dan It Kiang Sian-su telah menyahuti hampir berbareng : “Ya..... kami ingin melihatnya!!”

Lay Tat tersenyum lagi mendengar perkataan kedua orang pertapaan itu. “Bagus! Marilah kita manyaksikan suatu pertunjukkan yang menarik!!” kata

Kauw-cu dari perkumpulan pengemis Pian-sia-kay.

Dan setelah berkata begitu, Oen Lay Tat mengibaskan tangannya.

Sam-kay, si pengemis yang tadi telah membawa nenampan dari Kim Tok mengerti perintah Kauw-cunya itu.

Dia merogoh sakunya, mengeluarkan semacam obat bubuk.

Bubuk yang berwarna putih halus itu ditebarkan didepan Kim Tok dan Ceng- tok-jie.

Seketika itu juga, Kim Tok yang sedang mendekam tenang, jadi mencilak matanya ketika dapat mengendus bau bubuk putih itu, tampaknya binatang ini jadi beringas sekali.

Begitu juga Ceng-tok-jie, dia juga jadi beringas, dan beringsut menghampiri kearah tumpukan bubuk putih yang ditebarkan oleh Sam-kay tadi.

Kim Tok juga menghampiri perlahan-lahan, mata kedua binatang ini jadi berobah merah memancar beringas sekali. dan kalau keduanya sampai didekat

bubuk putih itu, tentu mereka akan bertempur.   ! 

DIKALA Ceng-tok-jie dan Kim Tok sedang merangkak saling mendekati kearah tumpukan bubuk putih yang ditebarkan oleh Sam-kay, maka Lay Tat telah tertawa lagi dengan suara yang nyaring dan agak menyeramkan.

“Lihatlah!!” katanya dengan suara yang parau. Mereka telah menghampiri kearah bubuk putih itu! Sahabat-sahabat tahu bubuk putih itu sebetulnya bubuk apa?!”

Dan setelah bertanya begitu, Lay Tat mengawasi kearah kedelapan belas jago- jago undangannya dengan pancaran mata yang tajam.

Semua jago-jago itu tak ada satupun yang menyahuti, memang mereka tidak mengetahui sebetulnya apa nama dari bubuk putih itu.

“Coba Kauw-cu jelaskan!!” kata It Kiang Sian-su dengan suara yang nyaring. “Baik! Baik!” kata Lay Tat cepat, Kauw-cu dari Pian-sia-kay ini masih tetap

tertawa dengan suara yang agak menyeramkan bagi pendengaran telinga. “Memang

aku bermaksud akan menjelaskan kepada saudara-saudara sekalian! Bubuk putih itu sebetulnya adalah bubuk dari ramuan racun dari Pek-coa, ular putih, dan Hek-coa, ular hitam, yang dicampur dengan racun dari Ang-hoa-sian, bunga merah dewata......

dan bubuk itu akan menimbulkan bau harum yang lembut sekali. Tetapi bau dari campuran racun-racun itu, akan menyebabkan Ceng-tok-jie seakan juga menemui lawannya, dan begitu juga keadaan Kim Tok, dia seperti sedang menghadapi musuhnya, sehingga mereka jadi beringas sekali! Lihatlah! Betapa mereka marah sekali..... nanti kalau mereka telah datang saling dekat, maka berarti mereka akan bertempur. !!”

Setelah berkata begitu, setelah menjelaskan tentang bubuk putih itu, maka Lay Tat telah tertawa lagi.

Semua jago-jago jadi mengawasi kedua binatang aneh itu.

“Dan bubuk putih itu kuberi nama Pek-ang-hek-tong!” kata Lay Tat lagi dengan suara yang nyaring dikala Cie Kiat dan yang lain-lainnya sedang tertarik memandang Ceng-tok-jie dan Kim Tok yang sedang merangkak semakin mendekati dan saling menghampiri dengan beringas sekali.

Mata kedua binatang beracun itu tampaknya sangat merah, mengandung hawa pembunuhan.

Lebih-lebih Ceng-tok-jie, dia mendesis berulang kali, tampaknya dia telah bersiap-siap untuk menyerang kearah Kim Tok, sebab dia yang telah melihat terlebih dahulu pada binatang lawannya itu! Kim Tok pun tiba-tiba melihat Ceng-tok-jie, karena jarak mereka telah semakin mendekat.

Tampak keduanya mengeluarkan suara desisan dan keduanya mulai bersiap-siap untuk menyerang.

Ceng-tok-jie bergerak sangat lambat sekali, tetapi Kim Tok telah bergerak cepat sekali, dia berputar-putar mengelilingi Ceng-tok-jie.

Suatu kali, disaat Ceng-tok-jie sedang mendesis dengan suara desisan yang tajam sekali, tahu-tahu Kim Tok telah menerjang dengan satu lompatan.

Dia bermaksud akan menggigit kepala dari binatang ular berkaki yang aneh itu!

Tetapi biarpun gerakannya sangat lamban sekali, toh Ceng-tok-jie dapat mengelakkan tubrukan dari Kim Tok dengan mudah.

Dia hanya menggerakkan kepalanya sedikit kesamping kiri, kemudian menyambut tubuh Kim Tok yang sedang menyambar lewat disisinya itu dengan sabetan buntutnya, membarengi dengan itu, kepalanya juga telah bergerak cepat akan menggigit kaki dari Kim Tok!

Semua orang yang melihat hal itu jadi kagum sekali, kalau diperhatikan benar- benar, gerakan dari Ceng-tok-jie itu sama menyerupai seperti satu jurus dari ilmu silat Hoa-san Pay!

Kim Tok sendiri telah mengetahui bahwa kaki belakangnya diserang oleh pagutan dari Ceng-tok-jie, juga dia melihat batok kepalanya akan diselomoti oleh pagutan buntut dari Ceng-tok-jie, tampak dia dengan cepat bergulingan!

Walaupun Kim Tok hanya merupakan seekor binatang yang menyerupai trenggiling, toh dia cerdik sekali.

Tadi dia mengetahui bahwa dirinya terancam bahaya kematian, sebab kalau memang sampai kaki belakangnya kena dipagut oleh gigitan Ceng-tok-jie dan kepalanya kena disentuh oleh buntut dari Ceng-tok-jie tersebut, pasti dia akan binasa. Maka dari itu dia telah membuang diri bergulingan. Tubuhnya yang kekuning- kuningan itu tampak menggelinding agak jauh dari Ceng-tok-jie.

Melihat itu, kembali jago-jago yang menyaksikan pertempuran kedua binatang tersebut jadi memuji. Mereka adalah tokoh-tokoh rimba persilatan yang mempunyai ilmu silat sangat tinggi, maka dari itu mereka jadi kagum sekali melihat cara mengelak dari Kim Tok terhadap serangan Ceng-tok-jie.

Cie Kiat sendiri sampai memuji : “Bagus!” tanpa disadari olehnya.

Anak muda she Lie ini benar-benar kagum kepada Kim Tok yang sekaligus telah dapat mengelakkan serangan dari Ceng-tok-jie di dua jurusan. Lagi pula kalau memang di perhatikan dengan seksama, maka akan tampak sekali, bahwa Kim Tok tadi telah bergerak menyerupai jurus ilmu silat yang bernama “Thian-bong Siang- kie”, dari Thian-san Pay.

Mirip sekali gerakan yang digunakan oleh Kim Tok, sehingga menimbulkan kekaguman dari orang-orang yang ada disitu. Hal ini membuat orang-orang yang menyaksikan itu jadi merasa kagum sekali. Lay Tat tampak tersenyum saja, karena dia gembira kedua binatang peliharaannya itu menjadi perhatian dari jago-jago silat itu.

Tampak Kim Tok telah berdiri lagi, dia mendesis berulang kali, akan menyerang dengan secara beruntun kepada Ceng-tok-jie.

Ceng-tok-jie juga telah mengeluarkan suara desisan.

Tadi waktu Kim Tok sedang bergulingan begitu, sebetulnya dia ingia menubruk dan menyerang lagi secara berangkai, dan akan melakukan gerakan nekad.

Namun waktu dia melihat Kim Tok telah berhasil berdiri lagi, dia jadi membatalkan maksud semulanya.

Mereka, kedua binatang beracun ini jadi saling bersiap-siap untuk menyerang.

Kim Tok telah memutari Ceng-tok-jie lagi, entah sudah berapa kali putaran, dan mereka dalam keadaan siap siaga. Dengan tak terduga Kim Tok mengeluarkan suara auman yang keras, kemudian dia menubruk lagi kearah Ceng-tok-jie.

Kim Tok bermaksud akan menggigit perut bawah dari Ceng-tok-jie.

Tetapi Ceng-tok-jie tetap gesit sekali, dia dapat menggeser tubuhnya dengan cepat.

Malah Ceng-tok-jie juga telah melakukan serangan balasan.

Dia telah menyerang dengan mulutnya akan menggigit kearah leher dari Kim Tok, sedangkan buntutnya yang mempunyai senjata jarum yang sangat beracun itu telah mengantuk kearah perut Kim Tok.

Gerakan Ceng-tok-jie sangat cepat dan gesit sekali, dia juga melancarkan kedua serangan yang berlainan itu dengan cepat.

Tetapi Kim Tok juga bukan binatang beracun yang lemah, dia dapat bergerak dengan cepat sekali. Setiap serangan dari Ceng-tok-jie juga selalu dapat dielakkannya dengan gesit.

Begitulah, keduanya jadi saling bertempur lagi dengan hebat.

Dan selama itu Cie Kiat memperhatikan benar-benar setiap gerakan dari kedua binatang itu, yang sedang bertempur dengan hebat sekali.

Dia memperhatikan cara mengelak dari Ceng-tok-jie, cara menyerangnya, dan cara membela diri kalau sedang dalam keadaan terdesak.

Begitu juga Cie Kiat memperhatikan gerakan-gerakan Kim Tok, dia merasakan bahwa setiap gerakan dari kedua binatang beracun ini dapat diciptakan menjadi semacam gerakan silat yang liehay sekali, kalau memang kedua macam gerakan dari kedua binatang beracun itu digabungnya menjadi satu.

Cie Kiat jadi mengawasi dan mengikuti jalannya pertempuran kedua binatang itu dengan mata tak berkedip.

Dia sangat tertarik sekali, sehingga dia seperti melupakan orang-orang yang ada di sekelilingnya. Pada suatu kali, disaat Ceng-tok-jie sedang mengelakkan serangan Kim Tok pula terdengar suara gedubrukan yang keras.

Semua orang jadi teralih perhatiannya. Mereka memandang kearah Lay Tat.

Sedangkan wajah Lay Tat hanya berobah sejenak waktu mendengar suara gedubrakan yang keras itu.

Namun dengan cepat dia telah dapat menguasai hatinya lagi, wajahnya telah pulih kembali sebagaimana biasa.

“Tentu si Dedemit Hidup yang sedang menghajari dinding bangunan ini!” kata Lay Tat, dan kata-katanya itu ditujukan untuk kedelapan belas jago-jago undangannya. “Biarlah dia menghajari sepuas hatinya dinding itu, karena bukan dinding itu yang hancur, bisa-bisa tangan si Dedemit Hidup sendiri yang akan hancur patah!!”

Mendengar perkataan Kauw-cu Pian-sia-kay tersebut, semua orang jadi mengangguk perlahan. Dan perhatian mereka kembali tertuju kepada kedua binatang berbisa yang sedang saling tempur untuk saling membinasakan lawan mereka masing-masing.... semakin lama kedua binatang itu semakin beringas sekali tampaknya, rupanya mereka masing-masing sangat penasaran sekali selama itu mereka masih belum dapat menbinasakan lawan mereka..... lagi pula suara desisan mereka terdengar nyata sekali.

Ceng-tok-jie dan Kim Tok jadi saling serang menyerang dengan hebat.

“Cie Kiat yang memperhatikan dengan penuh perhatian dan mengingatkan semua gerakan-gerakan kedua binatang itu, hanya memandang dengan tatapan mata kesima, seperti juga terpaku ditempat duduknya itu.

Tadi waktu perhatian semua orang teralih kepada suara gedubrakan yang keras, malah Cie Kiat tidak mengambil perhatian sedikitpun kepada suara ribut itu, yang menurut Lay Tat mungkin disebabkan oleh runtuhnya dinding bangunan itu dihajari terus menerus oleh si Dedemit Hidup.

Cie Kiat benar-benar tertarik melihat gerakan-gerakan dari kedua binatang berbisa itu.

Didalam hati anak muda she Lie itu seketika itu juga mempunyai maksud untuk mengambil dan mengcangkok gerakan-gerakan dari kedua binatang tersebut untuk digabungkan menjadi satu dan diciptakan menjadi jurus-jurus ilmu silat.        ilmu

silat yang kosen dan liehay luar biasa, yang lain dari pada yang lain       maka dari itu

Cie Kiat selalu mengingatkan betul-betul pada setiap gerakan dari kedua binatang beracun itu !

*

* *

PERTEMPURAN kedua binatang berbisa peliharaan dari Kauw-cu Pian-sia- kay tersebut memang benar-benar hebat dan menarik sekali. Malah sering sekali terdengar diantara orang-orang itu yang menyaksikan pertempuran kedua binatang itu jadi mengeluarkan seruan pujian yang memuji akan kehebatan kedua binatang berbisa tersebut.

Suara gedebukan diluar dari bangunan itu masih saja terdengar tegas.

Dan sering-sering ruangan itu jadi tergoncang keras, getaran pada lantai terasa sekali oleh jago-jago silat yang berkumpul disitu.

Lay Tat sendiri sering mengerutkan alisnya kalau dia mendengar suara gedubrakan yang agak keras.

Sebetulnya dia ingin menarik tombol besi ruangan itu untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh si gemuk tromok Dedemit Hidup itu...... tetapi selalu saja dia membatalkan niatnya itu, dia menindasnya, karena Lay Tat mengetahui, begitu dia menarik tombol besi yang disudut ruangan itu, yang akan membuka sebagian dinding yang diperlengkapi dengan Tay-pian-ming, kaca pembesar, sehingga bisa memandang keluar ruangan dan menyaksikan apa yang sedang diperbuat oleh Dedemit Hidup itu, maka perhatian jago-jago undangannya itu akan menjadi terpecah dengan cepat.

Dan hal itulah yang tidak diinginkan oleh Lay Tat, dia menginginkan semua orang-orang itu mengagumi akan kehebatan dan keluar biasaan dari kedua binatang peliharaannya! Hal ini dilakukannya karena dia memang sedang ingin menarik dan membikin tunduk hati dari jago-jago itu guna menundukkan mereka, dan agar semua jago-jago itu nantinya mau bekerja untuk diri orang she Oen tersebut, Kauw-cu dari Pian-sia-kay!!

Satu maksud yang hebat dan luar biasa dari rencana Kauw-cu she Oen tersebut!

Kedua binatang peliharaan Oen Lay Tat itu, Kim Tok dan Ceng-tok-jie masih terus juga bertempur dengan seru sekali.

Tetapi sekarang gerakan dari kedua binatang itu sudah tidak segesit dan sehebat semula.

Mungkin hal ini disebabkan mereka sangat letih sekali telah bertempur begitu lama. !

Malah disaat Kim Tok pada suatu kali menubruk dengan gerakan yang cepat, dengan tubuh berputar, maka Ceng-tok-jie tampak menjadi gugup sekali.

Dia berusaha mengelakkan serangan Kim Tok yang berbahaya itu, karena yang diincer oleh Kim Tok adalah perut dari Ceng-tok-jie, tetapi Ceng-tok-jie terlambat!

Dia tidak berhasil mengelakkan serangan Kim Tok. Hal itu disebabkan gerakannya yang agak lambat.

Dengan tepat perutnya dapat digigit oleh Kim Tok kuat-kuat dan tak mau dilepaskan.

Ceng-tok-jie mengeluarkan suara pekikan yang melengking tinggi, dia tampaknya gelagapan, juga dia menderita kesakitan yang hebat. Dengan menahan rasa sakit itu, Ceng-tok-jie berusaha untuk menggigit juga leher dari Kim Tok.

Tetapi Kim Tok ternyata cerdik sekali, dia tidak mau membiarkan dirinya itu digigit oleh lawannya.

Dia selalu memutar tubuhnya setiap kali Ceng-tok-jie melancarkan gigitannya.

Dengan berputar begitu, maka Kim Tok jadi dapat mengelakkan setiap serangan dari Ceng-tok-jie.

Tetapi akibatnya selalu hebat sekali bagi Ceng-tok-jie.

Setiap kali Kim Tok berputar. maka giginya yang terbenam dalam didalam perut Ceng-tok-jie itu akan tertarik dan berarti juga perut Ceng-tok-jie juga tertarik keras sekali, menimbulkan perasaan sakit yang bukan main. Terpaksa Ceng-tok-jie juga selalu memutar tubuhnya. mengikuti gerakan memutar dari Kim Tok!

Saking menderita kesakitan yang luas biasa, maka berulang kali Ceng-tok-jie berusaha untuk menyerang dengan buntutnya yang mempunyai jarum berbisa itu.

Tetapi selalu gagal.

Kim Tok sangat cerdik, dan bahkan terlalu cerdik bagi Ceng-tok-jie.

Karena Kim Tok selalu dapat mengelakkan setiap serangan yang dilancarkan oleh Ceng-tok-jie, dia dapat membikin punah setiap pangutan dari Ceng-tok-jie, baik merupakan gigitan dari mulut Ceng-tok-jie maupun serangan dari buntut berjarum dari binatang itu!

Ceng-tok-jie jadi kewalahan dan menderita kesakitan yang hebat, semakin lama gerakannya jadi semakin perlahan dan lemah karena racun dari gigitan Kim Tok sudah mulai bekerja dengan cepat sekali!

Darah yang berasal dari luka Ceng-tok-jie itu berceceran dilantai.

Dan semakin lama Ceng-tok-jie jadi semakin lemah, dia seperti juga tidak bertenaga.

Lama kelamaan boleh dikatakan Ceng-tok-jie sudah tak bisa bergerak, dan tubuhnya itu seperti juga terseret-seret oleh Kim Tok!

Dan berbareng dengan itu, dikala mata semua jago-jago didalam ruangan itu, termasuk Lay Tat dan Cie Kiat yang sedang mengawasi dengan mata terpentang lebar penuh ketegangan, terdengar lagi suara gedubrakan yang keras sekali. !



WAJAH Lay Tat jadi berobah lagi, dia seperti kaget dengan sendirinya. Dengan cepat, setengah melompat Lay Tat menubruk kearah tombol besi yang ada disudut ruangan. Dia menariknya, sehingga seketika itu juga jendela rahasia didinding itu menjeblak terbuka.

Seketika itu juga tampak si gemuk tromok Dedemit Hidup itu sedang menghajari dinding diluar yang tampak telah runtuh sebagian, sehingga tampak memang dinding itu dibangun beberapa lapis.

Setiap si gemuk tromok Dedemit Hidup itu mengayunkan tangannya menghajar dinding itu, maka seketika itu juga batu-batu dinding tersebut berguguran.

Juga menimbulkan getaran yang tidak kecil pada ruangan didalam.

Lay Tat sendiri jadi berpikir, kalau memang si gemuk tromok terus menerus menghajari dinding itu dan dinding tersebut gempur sempal sebagian demi sebagian, maka tentu lama kelamaan akan bobol juga dinding itu!

Cie Kiat masih terpaku memandang ke arah kedua binatang beracun peliharaan Lay Tat yang masih berkutetan.

Dia tidak memperdulikan keadaan disekitarnya.

Sedangkan jago-jago lainnya, ada yang sebagian memandang kearah kaca pembesar dijendela rahasia pada dinding tersebut, mereka jadi tertarik juga melihat si gemuk tromok Dedemit Hidup yang menghajar tembok itu pulang pergi sehingga tembok itu jadi sempal dan berguguran !

Lay Tat sendiri jadi memutar otak untuk memikirkan daya mencegah perbuatan si Dedemit Hidup itu.

Akhirnya, dia melambaikan tangannya kepada Sam-kay. “Kemari kau, Sam-kay!” panggilnya dengan suara yang nyaring.

Sam-kay menghampiri, dia menekuk lututnya dan memberi hormat kepada Kauw-cu itu.

“Ada perintah apakah, Kauw-cu?” tanya Sam-kay dengan cepat.

Lay Tat menunjuk si Dedemit Hidup yang tampak dari kaca Tay-pian-ming dijendela rahasia itu.

“Bereskan dia   !!” kata Lay Tat dengan suara yang tawar.

Sam-kay mengiyakan, dia telah berdiri lagi dari berlututnya. Dengan cepat Sam-kay meninggalkan ruangan tersebut.

Dia sudah mengetahui apa yang harus dilakukannya terhadap diri si Dedemit Hidup yang sedang mengamuk kalap memukuli dinding bangunan tersebut, yang jadi sempal dan gompal disana-sininya!

Lay Tat masih membuka terus jendela rahasia didinding itu, dia mengawasi terus.

Tampak Sam-kay telah keluar dari lobang sumur dengan diikuti oleh beberapa orang pengemis. Rupanya sebelum keluar dari lobang sumur itu, Sam-kay telah mengajak beberapa pengemis lainnya untuk ikut membantui dia dalam menghadapi si Dedemit Hidup.

Si gemuk tromok ketika melihat Sam-kay dan beberapa pengemis itu yang keluar dari dalam lobang sumur, dengan cepat dia mencelat menghampiri dengan mata mencilak.

“Hmmmm...... kalau begitu gubuk kalian mempunyai pintu melalui sumur itu!” kata si Dedemit Hidup dengan suara yang menyeramkan. “Suruh Kauw-cu kalian keluar menerima kematiannya ditanganku, karena dia tidak memandang sedikitpun atau tidak mau memberikan muka padaku!!”

Sam-kay tertawa mengejek.

“Apakah orang sepertimu ini pantas untuk bertemu dengan Kauw-cu kami?” katanya dengan suara yang mengejek. Hmmm...... sekarang kami ingin mengiringi dan mengirim jiwamu untuk pergi ke neraka!!”

Dan setelah berkata begitu, Sam-kay mengibaskan tangannya, dan beberapa orang pengemis yang sejak mereka keluar dari dalam sumur itu, telah melompat dengan cepat mengurung si gemuk tromok yang bergelar si Dedemit Hidup!

Betapa gusarnya si Dedemit Hidup, dia sampai berjingkrak saking murkanya. Tubuhnya yang gemuk tromok itu juga tergetar menahan perasaan gusarnya itu.

“Kau...... kau pengemis budak! Apakah kalian tidak takut mampus?” bentaknya dengan suara yang bengis sekali.

Sam-kay tertawa mengejek, dia tidak mau meladeni perkataan si gemuk tromok itu, dia telah mengangkat tangannya lagi, mengibaskannya mengisyaratkan agar pengemis-pengemis yang tadi pengikutnya itu untuk maju mengurung lebih rapat si Dedemit Hidup itu!

Suasana jadi tegang sekali.

Lay Tat masih mengawasi dari jendela rahasianya dengan sepasang alisnya mengkerut.

Dan sedang diluar gedung empat persegi itu dalam keadaan tegang, adalah Ceng-tok-jie yang kala itu sudah payah benar dan lemah, dengan tidak terduga, entah dari mana datangnya tenaga barunya bagi Ceng-tok-jie, tahu-tahu dia telah menggerakkan kepalanya dengan suatu kecepatan yang luar biasa menyerang kearah perut Kim Tok!

Kim Tok kaget sekali, dia berusaha mengelakkannya, tetapi karena dia masih tetap menggigit perut Ceng-tok-jie, dia tidak bisa menyingkir jauh-jauh, dengan tepat gigi Ceng-tok-jie terbenam ditubuhnya!

Kim Tok mengeluarkan suara jeritan menandakan dia kesakitan sekali.

Dan dia sedang menjerit begitu, tampak Ceng-tok-jie telah menggunakan tenaga terakhirnya menggerakkan buntutnya dengan cepat, dan jarum kecil dibuntutnya Ceng-tok-jie itu menancap terbenam seluruhnya dipaha dari Kim Tok! Begitu terkena buntut dari Ceng-tok-jie, Kim Tok mengeluarkan suara jeritan yang menyayatkan, kemudian dia rubuh terguling dengan cepat, gigitannya pada tubuh Ceng-tok-jie jadi terlepas.

Didalam waktu yang sangat singkat sekali, hanya didalam beberapa detik saja, maka tampak tubuh Kim Tok telah berubah jadi matang biru, kemudian menghitam, seketika itu juga dia telah merenggang nyawa, putus napasnya dan jiwanya terbang menghadapi si raja akherat!!

Seekor binatang aneh luar biasa telah berpulang kedunia Barat !

Ceng-tok-jie sendiri telah merayap dengan susah payah karena kehabisan tenaganya.

Dia mengeluarkan suara erangan-erangan kesakitan, dan merangkak perlahan- lahan mendekati nenampan yang ada penutupnya kain hijau itu.

Lay Tat mendengar suara erangan dan jeritan Kim Tok waktu mau binasa, dia melihat pertempuran diantara kedua binatang itu dimenangkan oleh Ceng-tok-jie, dia tersenyum sedikit.

Lay Tat menoleh kepada keempat pengemis dibelakang Cong Teng San. “Bereskan semuanya!!” kata Lay Tat.

Keempat pengemis yang tadi mengikuti Cong Teng San keluar dari ruangan dalam telah mengiyakan, dengan cepat yang dua orang telah mengangkat mayat Kim Tok, yang diletakkan dinenampan, kemudian diangkat pergi dari ruangan itu.

Sedangkan kedua pengemis lainnya telah mengangkat Ceng-tok-jie kenenampannya, salah seorang diantara kedua pengemis itu telah mengeluarkan obat bubuk berwarna kuning, dia memborehkan obat itu ketempat luka ditubuh Ceng-tok- jie, sebagian lagi dimasukkan kedalam mulut binatang tersebut.

Didalam waktu yang singkat sekali, maka tenaga Ceng-tok-jie telah pulih kembali. Rupanya kedua pengemis itu telah memberikan obat penawar dan pemunah dari racun Kim Tok ditubuh Ceng-tok-jie.

Dan, Ceng-tok-jie kemudian mendekam dinenampan itu dengan tenang. Dia tidak mengeluarkan suara erangan lagi.

Tetapi kedua pengemis itu tidak lantas membawa nenampan yang berisi Ceng- tok-jie.

Mereka malah meletakkan nenampan itu ditengah-tengah ruangan, lalu kedua pengemis tersebut kembali berdiri dipinggir, dibelakang Cong Teng San.

Lay Tat pada saat itu sedang mengawasi si Dedemit Hidup yang tengah dikurung oleh Sam-kay dan beberapa orang pengemis yang telah mengurungnya semakin sempit.

Si gemuk tromok itu sangat gusar sekali dia murka bukan main dirinya dikepung begitu.

“Kalian....... kalian, oh.... apakah kalian benar-benar sudah tak sayang pada jiwa kalian?” bentak Dedemit Hidup itu dengan suara yang parau. Sam-kay tertawa dingin.

“Hmmmm.......... biarpun harus mampus ditanganmu, tetapi kau juga harus mampus ditangan kami!!” kata Sam-kay dengan suara mengejek.

Dedemit Hidup itu jadi tambah murka tubuhnya sampai gemetaran keras.

Tahu-tahu dia membentak dengan suara yang keras, dia menjejakkan kakinya, tubuhnya mencelat dengan cepat sekali, dan kedua tangannya menyerang kearah Sam-kay secara berbareng.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar