Bayangan Darah Jilid 08 (Tamat)

Jilid 08 (Tamat)

Sementara itu saudara kembar Lay telah mendekat. Ketika Cit Sa Tau To turun ke tanah dan menoleh, mereka bertiga persis berhadap-hadapan. Segera saudara kembar Lay menjura : "Harap dimaafkan, dari atas sampai ke bawah adalah bajingan. Tentu saja gerakan kami agak cepat sekali. Kalau tidak, bukankah kami akan menjadi maling tolol yang sekali maling ketangkap sekali?"

Yang harus dihargai adalah, meskipun mereka berada di atas angin dengan melemparkan ketujuh batang Cit Sek Sin So ke dalam tembok Yen ka cung, tetapi wajah mereka tidak menunjukkan rasa congkak. Ketika mereka bicara, suara mereka pun seakan dapat menangis di sembarangan waktu.

Untung saja Hok Tong Hong datang melerai, katanya sambil tertawa : "Cit Sa, kedua wakil pang cu Sang Bun Pang telah mengajak Cit Sek Sin So masuk ke dalam. Kau adalah pemilik Sin So itu, tentu kau diundang juga. Mari kita masuk sama-sama. Nanti baru kita bicarakan, walaupun orang-orang Sang Bun Pang lihai-lihai, tapi tidak mungkin sampai menganggap kita enak diganggu."

Cit Sa Tau To menggunakan kesempatan ini menahan amarahnya, dan hatinya berpikir : "Kecuali demikian, tidak ada cara lain lagi." Lalu katanya : "Ha ha! Baiklah saya masuk melihat-lihat."

Saudara Lay kembar tersenyum dingin : "Andaikata Cit Sa kurang senang, tentu kami akan menyuruh orang mengembalikan Cit Sek Sin So, supaya kau dapat beraksi lagi." Ucapan saudara kembar Lay itu sangat tajam. Cit Sa Tau To melotot, mulutnya terbuka ingin melontarkan kata-kata, tetapi ia segera terpikir, Cit Sek Sin So-nya memang jatuh ke dalam tangan orang, kalau melontarkan kata-kata pada mereka dan dibalas, mungkin keadaannya lebih tidak enak lagi; lebih baik diam saja. Maka meskipun mulutnya terbuka, tapi tidak ada suara yang keluar.

Hok Tong Hong berkata sambil tertawa besar : "Betul! Biar kita ke dalam melihat, supaya kita dapat bertemu dengan Pang Cu Sang Bun Pang yang jarang sekali muncul di kalangan kang ouw. Silahkan kalian menunjukkan

jalan!"

Berkata saudara kembar Lay : "Silahkan!"

Bersamaan dengan ucapan "silahkan" tubuh mereka telah bergerak maju.

Hok Tong Hong, Hua san Sin Liong dan Cit Sa Tau To bertiga mengikuti dari belakang dengan perlahan.

DUA BELAS Setelah masuk, hati mereka terperanjat.

Karena selama ini Sang Bun Pang selalu bergerak secara sembunyi-sembunyi, namanya dalam Bu lim tidak begitu bagus, kurang dipandang oleh mereka bertiga. Tetapi kini setelah masuk, dilihatnya orang-orang Sang Bun Pang sedang berkumpul bertiga-tiga atau berlima-lima, tampaknya sedang berdiri begitu saja. Tetapi semakin jauh mereka semakin tahu, setiap grup itu telah diatur sebelumnya untuk menduduki posisi tertentu. Andaikata terjadi apa-apa, mereka lantas dapat saling kerja sama menahan musuh. Dapat diatur sedemikian rupa, tentu saja Sang Bun Pang bukan lagi serigala yang terpencar-pencar.

Setelah sampai di ruangan besar, telah berkumpul banyak orang. Mereka yang sedang duduk-duduk itu semuanya bukan orang Sang Bun Pang. Hua san Sin Liong, Hok Tong Hong, dan Cit Sa Tau To tahu mereka itu adalah tokoh-tokoh Bu lim yang sangat tersohor. Meskipun belum pernah jumpa, tapi sekali pandang saja sudah tahu, mereka itu memiliki kepandaian tinggi.

Dalam ruang itu tidak ada orang Sang Bun Pang, mereka hanya berdiri di kedua samping belakang tiang.

Sedangkan di tengah-tengah ruangan itu, ditaruh peti jenazah.

Di samping peti jenazah terletak sebuah kursi tinggi besar.

Kini seorang tua yang berambut acak-acakan duduk di atas kursi. Di tengah-tengah rambut dan jenggotnya yang sudah memutih bagai salju itu, tampaklah sepasang mata yang menyala bagaikan mata harimau hingga membuat orang yang melihatnya jadi bergidik.

Kho Tiang Beng, Pang cu Sang Bun Pang, Hok Tong Hong dan kawan-kawan tahu. Tetapi melihat mukanya baru sekali ini, sementara itu hati mereka bertiga merasa heran. Mungkin orang ini salah belajar, kenapa ia mempelajari ilmu lembek.

Andaikata ia mempelajari ilmu keras, ditambah dengan wajahnya, bukankah persis seperti dewa? Mereka bertiga melangkah dengan tegap. Kho Tiang Beng perlahan-lahan berdiri, Lay Kie dan Lay Nen berdua mempercepat langkah berdiri di belakang Kho Tiang Beng, yang satu di sebelah kanan, yang satu di sebelah kiri.

Kho Tiang Beng menjura pada Hua san Sin Liong dan Hok Tong Hong seraya berkata : "Ji wi (berdua) silahkan duduk!"

Dan anak buah Sang Bun Pang membawakan dua buah kursi, sekali lagi meremehkan Cit Sa Tau To.

Hok Tong Hong dan Hua san Sin Liong berdua saling pandang sejenak lalu berkata serentak : "Kami datang ke Yen ka cung, belum memberi penghormatan pada Yan ka cung, mana bisa lantas duduk?"

Betapa lihainya kata-kata mereka berdua itu, serta merta mencela Sang Bun Pang menduduki tempat orang, tidak memandang Yen Ling. Lagi pula telah membantah kedudukan tuan rumah Sang Bun Pang dalam Yen ka cung ini, dan mengertikan kita sama-sama tamu.

Kho Tiang Beng tertawa dingin : "Rupanya kalian adalah juga kawan baik Yen cung cu?"

"Tentu saja," sahut Hok Tong Hong.

"Kalau begitu, nanti kami minta keadilan kamu bertiga supaya Yen cung cu tidak mati penasaran, pun supaya pembunuhnya tidak luput dari hukuman!"

Cit Sa Tau To membentak : "Kho Tiang Beng, kau ingin mengatakan siapa pembunuhnya?"

Kho Tiang Beng berkata dengan perlahan : "Tunggu satu hari lagi, setelah semua orang yang kami undang hadir, anak buah kami akan melaporkan kejadian yang sebenarnya.

Jenazah Yen cung cu masih ada, kalian juga boleh melihat sebab kematian Yen cung cu pada waktu itu. Tidak perlu ditunjuk, kita akan tahu siapa pembunuhnya."

"Enak sekali ucapanmu, kalau begitu kau menahan Lauw Thian Hauw disini, apa pula maksudnya?" kata Cit Sa Tau To.

Kho Tiang Beng ketawa kering : "He he, menahan Lauw Thian Hauw, ini agak lucu bukan? Siapa Lauw Thian Hauw, mana mungkin kami dapat menahannya? Dia sendiri yang datang ke Yen ka cung."

Cit Sa Tau To berkata dengan nyaring : "Memang betul, si Singa Emas Lauw Thian Hauw adalah orang jujur, mana dia takut pada orang kerdil yang memfitnahnya?"

Nama Singa Emas di kalangan Bu lim memang sangat tinggi. Apalagi kini, orang yang diundang Sang Bun Pang separuhnya adalah teman Lauw Thian Hauw. Orang-orang ini meskipun diundang Sang Bun Pang, tetapi mengenai hal Sang Bun Pang menuduh Lauw Thian Hauw membunuh Yen cung cu, mereka sangat tidak puas. Tetapi terpikir pula oleh mereka, pihak Sang Bun Pang tentu mempunyai cukup bukti. Kalau tidak, perkara ini adalah soal besar, mana boleh dilakukan dengan sembarangan. Lagi pula, ketika mereka tidak di Yen ka cung, Sang Bun Pang melayani mereka dengan sangat hormat, maka mereka tidak bisa marah. Tetapi kini, setelah Cit Sa Tau To berteriak, mereka lantas mempunyai perasaan yang sama, untuk sesaat ruang itu menjadi gemuruh.

Kho Tiang Beng berkata dengan nyaring : "Sudah saya katakan, kalau kamu telah memutuskan dengan adil seadil- adilnya, bahwa kematian Yen cung cu ini tidak ada hubungannya dengan Lauw Thian Hauw si Singa Emas, kami, orang-orang Sang Bun Pang sebanyak 749 orang rela diperlakukan oleh Lauw Thian Hauw sesuka hatinya. Tapi kini, diminta kalian jangan ribut untuk sementara waktu, boleh?"

Setelah Kho Tiang Beng mengucapkan kata-kata itu, para hadirin menjadi tenang.

Cit Sa Tau To menjadi tertegun : "Kalau begitu, kami ingin menengok Lauw Thian Hauw."

"Besok kamu boleh menengoknya!" kata Kho Tiang Beng dengan dingin.

"Tidak bisa, kenapa dia tidak bisa bertemu dengan kami sekarang juga?" Cit Sa Tau To masih berkeras, ia berhenti sejenak lalu sambungnya dengan nyaring sekali : "Lauw Thian Hauw! Lo Hua San, Hok Lo Ko dan aku telah berada di Yen ka cung!" ucapannya itu diteriak dengan tenaga yang cukup, untuk sesaat ruang besar itu penuh dengan suara gema, yang mengumandang tak henti-hentinya. Andaikata Lauw Thian Hauw ada di Yen ka cung ini, pasti dapat didengarnya.

Setelah suara Cit Sa Tau To reda, terdengarlah suara ketawa yang mengalun dari jauh. Meskipun suara itu mengumandang dari jauh, tapi telah sampai di ruang besar itu. Suaranya masih tetap dapat menggetarkan anak telinga, tentu saja suara yang senyaring itu dikeluarkan oleh seorang yang berilmu tenaga dalam yang sangat tinggi. Semua orang di ruang besar telah tahu, suara ketawa itu datangnya dari Lauw Thian Hauw. Setelah suara ketawa, terdengar Lauw Thian Hauw berkata : "Cit Sa, kau ya?"

Cit Sa Tau To segera menyahut : "Singa Emas Lauw Thian Hauw, dimana kau?"

Suara Lauw Thian Hauw terus mengalun tak henti-hentinya

: "Tentu saja aku di dalam Yen ka cung. Kini untuk menghilangi kecurigaan, biarlah kita tak jumpa

dulu."

Hubungan antara Cit Sa Tau To dengan Lauw Thian Hauw sangat erat, begitu ia datang, lantas tidak merasa sungkan pada orang-orang Sang Bun Pang, karena orang-orang Sang Bun Pang telah menahan Lauw Thian Hauw. Kini antara ia dengan Lauw Thian Hauw telah saling sahut menyahut. Ia tahu Lauw Thian Hauw masih baik-baik saja, dan ia menjadi tenang. Lalu ia tertawa : "Ha ha, Singa Emas, setelah persoalannya beres, kita harus main-main dengan Kho Tiang Beng dulu!"

"Tentu, tentu," sahut Lauw Thian Hauw.

Lalu keduanya tertawa berkepanjangan, suara ketawa itu terus berkumandang tak henti-hentinya. Seluruh orang yang berada di Yen ka cung dapat mendengarkannya.

Kini Lauw Thian Hauw berada di sebuah kamar di pekarangan kecil dalam Yen ka cung. Pekarangan itu dikelilingi oleh air, dan merupakan sebuah danau kecil, airnya turun dari gunung, dan mengalir keluar. Airnya jernih, danau kecil itu kira-kira selebar tiga tombak mengelilingi pekarangan kecil. Sementara itu di atas air ada beberapa perahu yang hilir mudik, penumpangnya adalah orang-orang Sang Bun Pang.

Orang Sang Bun Pang menempatkan Lauw Thian Hauw dalam pekarangan ini, tentu saja untuk menjaga dia supaya tidak lari sebelum orang-orang yang diundang Sang Bun Pang datang. Tetapi siapa dapat menyangka bahwa Lauw Thian Hauw memang sengaja datang ke Yen ka cung untuk bersembunyi, diusir pun belum tentu dia mau pergi.

Ketika Lauw Thian Hauw baru tinggal di Yen ka cung, hatinya masih kuatir. Kuatir So Beng Hiat In akan datang juga, jangan-jangan jago-jago Sang Bun Pang tak dapat menahannya. Tetapi hari demi hari dilewatinya dengan tenang, tidak terjadi apa-apa, hatinya pun menjadi semakin tenang. Setelah suara Cit Sa Tau To masuk ke dalam telinganya, ia semakin gembira, karena beberapa kawan karibnya telah datang. Jangan-jangan Sang Bun Pang mencari ribut kali ini akan berakhir dengan kegagalan mereka sendiri.

Hatinya merasa senang, perasaannya pun menjadi lega, ditaruh tangannya di belakang berjalan keluar dengan perlahan. Sampai di tepi danau, dilihatnya perahu-perahu yang hilir mudik dan hatinya merasa geli. Memandang sejenak, lalu melangkah menyusuri tepi danau. Semenjak

So Beng Hiat In muncul di tembok rumahnya, baru kinilah ia merasa sangat gembira, seakan melihat nama, reputasi dan kedudukannya yang akan musnah itu menjadi normal kembali. Ia akan menjadi tokoh jempolan di kalangan Bu lim, bahkan kini ia dapat menghadapi So Beng Hiat In yang sangat lihai itu. Kelak bisa terjadi apa-apa lagi? Berpikir sampai disini, hatinya sungguh ingin tertawa terbahak-bahak.

Tetapi justru pada saat ini, anak telinganya telah menangkap suara nyaring yang mengalun dari ruang besar : "Kentut, aku mau pergi, dengan hak apa kau melarang aku?" Mendengar suara itu, ia menjadi terpaku. Itu adalah suara Lauw Hung, anak gadis sulungnya!

Kenapa Lauw Hung pun datang ke Yen ka cung? Apa yang sedang diributinya? Bagaimana Sang Bun Pang menghadapinya? Lauw Thian Hauw terus memperhatikan Lauw Hung, meskipun Lauw Hung telah dewasa, tetapi masih dianggapnya sebagai anak kecil saja. Maka ketika ia mendengar suara Lauw Hung , segera ia berhenti.

Suara Lauw Hung terus mengalun. Tetapi tenaga dalam Lauw Hung tidak dapat dibandingkan dengan Cit Sa Tau To, setiap kata yang keluar dari mulut Cit Sa Tau To yang diucapkan dengan tenaga dalam yang sempurna, dapat didengar jelas oleh Lauw Thian Hauw. Tetapi kata-kata yang keluar dari mulut Lauw Hung, sukar didengar, terputus-puts baru sampai ke telinganya. "Kentut, aku ada urusan penting... kenapa kamu tidak membiarkan aku menemuinya? Aku... harus menemuinya harus... hm... kentut... kentut emak kamu. Kamu mau berkelahi?"

Setelah "kamu mau berkelahi?", Lauw Thian Hauw tidak lagi mendengar suara Lauw Hung. Tadinya Lauw Thian Hauw telah berencana, ia ingin tinggal di Yen ka cung dengan tenang. Setelah tokoh-tokoh Bu lim yang diundang Sang Bun Pang telah tiba semuanya, untuk memutuskan dengan adil sebab-sebab kematian Yen Ling. Pada waktu itu, dengan namanya yang tersebar harum di kalangan Bu lim, ditambah lagi dengan kawan-kawan karibnya yang datang ke Yen ka cung itu adalah atas kemauannya sendiri, kesemuanya ini cukup membuktikan bahwa ia bukanlah si tertuduh. Apalagi ketika Yen Ling mati, yang menyaksikannya tidak seorang lain, kecuali orang-orang rumahnya sendiri. Tidak ada bukti, dengan demikian ia mempunyai kebenaran 70 persen untuk mengalahkan tuduhan Sang Bun Pang.

Lagi pula ia mempunyai rencana. Setelah ia 256 mengalahkan tuduhan Sang Bun Pang, ia akan tertawa saja, tidak mau menuntut balas pada Sang Bun Pang. Membiarkan Kho Tiang Beng pergi, dengan demikian ia telah berlaku sebagai seorang ksatria sejati, tersiar di kalangan Bu lim. Itu akan menjadi suatu pujian, dan dengan sendirinya namanya akan menjadi semakin harum di kalangan Bu lim.

Rencananya memang baik sekali, tetapi suara Lauw Hung yang secara tiba-tiba masuk ke dalam telinganya itu telah merusak segala-galanya.

Ia tidak dapat berdiam lebih lagi di situ. Ia harus keluar melihat bagaimana orang-orang Sang Bun Pang menghadapi Lauw Hung, dan apa pula yang dimaksudkan oleh Lauw Hung dengan urusan penting itu? Tiba-tiba ia memutar tubuhnya, mengumpulkan tenaganya melesat ke atas sebuah perahu yang sedang melaju di danau. Tetapi pada detik itu juga suatu pikiran tengah melayang dalam benaknya : "Apakah So Beng Hiat In telah menemui Lauw Hung sebelum datang Yen ka cung. Apa yang dikatakan Lauw Hung urusan penting itu, mungkin dimaksudkannya bahwa So Beng Hiat In sedang mencarinya? Kalau begini, kenapa aku harus keluar? Tetapi, ketika ia berpikir demikian, hatinya telah ketawa getir. Ia tahu bukanlah begitu, Lauw Hung adalah anaknya, mana mungkin ia tidak paham dengan Lauw Hung? Andaikata Lauw Hung telah mendapatkan kabar So Beng Hiat In, ia akan pergi sejauh mungkin. Mana ia mau menempuh bahaya memberitahu hal itu padaku? Kini ia telah datang, ini membuktikan bahwa apa yang dibawanya itu adalah kabar baik.

Teringat dengan kabar baik, Lauw Thian Hauw tidak dapat sabar lagi, segera ia berteriak melesatkan tubuhnya ke atas. Betapa tingginya ilmu silat Lauw Thian Hauw. Ketika tubuhnya melesat ke atas, timbullah angin dahsyat yang membuat dedaunan di pinggir danau itu pada rebah semuanya. Ketika ia berada di udara, lengan jubahnya berkeprak-keprak bagai seekor burung ajaib. Sekejap saja ia telah turun di sebuah perahu yang sedang laju.

Di atas perahu itu ada empat orang Sang Bun Pang. Lauw Thian Hauw tiba-tiba turun dari atas langit, membuat mereka menjadi tercengang tidak dapat bersuara, hanya ternganga. Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak, bersamaan dengan suara tawanya itu, tubuhnya telah melesat lagi ke atas. Sekali ini, andaikata ia turun ke bawah, pasti telah mencapai ke seberang.

Tetapi orang Sang Bun Pang bukan manusia tempe, apalagi pang cu Kho Tiang Beng lebih berakal lagi. Penjagaan terhadap Lauw Thian Hauw sangat ketat, Lauw Thian Hauw menganggap dirinya akan dengan mudah sekali dapat menerobos keluar, tapi dugaannya itu salah besar.

Pertama kali ia meloncat, karena secara mendadak, ia dapat dengan gampang hinggap di atas perahu. Setelah menekankan kakinya, terbang lagi untuk kedua kalinya.

Tetapi ketika ia melayang untuk kedua kalinya, dari semak- semak seberang terdengarlah suara busur melepaskan anak panah yang rapat sekali menghujani tubuh Lauw Thian Hauw.

Anak panah itu bukan anak panah biasa, bentuknya lain sekali, panjangnya mencapai 4 kaki, lancip sekali bagai tombak. Lagi pula orang-orang yang melepaskan anak-anak panah itu adalah orang-orang yang berilmu tinggi, kecepatan anak-anak panah itu tinggi sekali.

Hati Lauw Thian Hauw terperanjat, diulurkannya tangannya memegang sebuah anak panah lalu dilentangkannya menangkis anak panah yang lain, terdengarlah suara "cring cring cring" benda besi beradu, anak panah itu bahkan gagangnya pun terbuat dari besi.

Walaupun panah-panah itu dapat dipentalkannya keempat penjuru, tidak ada satu yang mengenai tubuhnya, tetapi tubuhnya tak dapat lagi melayang ke depan dan terpaksa turun ke bawah. kalau ia sampai jatuh sebelum mencapai di seberang, tentu saja ia jatuh di atas air.

Hati Lauw Thian Hauw menjadi terperanjat dan marah. Ia terus jatuh ke bawah, sambil mengumpulkan tenaga murninya. Ketika kakinya berada satu kaki di atas permukaan air, tiba-tiba ia menekankan tangannya ke bawah. Ia telah mengumpulkan tenaga murninya ke dalam telapak tangannya, kini setelah ditekankan ke bawah, tenaga murninya menerjang ke bawah bagai ombak dahsyat. Sekejap saja terdengar suara "dung dung" dua kali, air danau terdesak oleh tenaga murninya dan terjadilah air mancur yang besar, memancur ke atas dan tubuhnya melayang ke atas.

Tubuhnya di bawa air mancur ke atas, air danau mengguyur ke tubuhnya, tetapi karena tubuhnya mengeluarkan tenaga murni, air danau menempel ke tubuhnya lalu terpental. Untuk sesaat terjadilah sebuah pemandangan yang sangat indah.

Kali ini ia mempunyai pengalaman, tubuhnya baru melayang ke atas, lengan jubahnya telah disapunya ke depan. Angin lengan jubah itu menderu-deru menyapu anak-anak panah yang menyerangnya. Sedangkan laju tubuhnya tidak berkurang, dan tubuhnya hampir mencapai seberang. Pada saat ini, ia mengangkat kepalanya memandang ke depan, tiba- tiba ia menjerit dalam hatinya :

"celaka!"

Rupanya ketika ia mengalami rintangan tadi, jago-jago silat dari perahu tadi telah meloncat ke tepi danau dan telah berkumpul menjadi satu dengan orang-orang yang bersembunyi dalam semak-semak. Mereka sebanyak 80 orang melingkar menjadi setengah lingkaran. Andaikata Lauw Thian Hauw turun ke tepi danau, ia mau tidak mau harus jatuh ke dalam lingkaran itu. Kecuali ia mundur, kalau ia mundur tentu ia akan jatuh ke dalam air.

Lauw Thian Hauw agak ragu-ragu, lalu berteriak. Tubuhnya masih tetap jatuh ke bawah tetapi ketika kakinya menyentuh tanah, tubuhnya telah mental kembali. Ia ingin mengumpulkan tenaga pentalan itu melayang dari atas kepala orang-orang banyak itu.

Tetapi baru tubuhnya meloncat, lalu terdengar teriakan dari 80 orang itu. Dan meloncatlah 6 orang untuk menghadangnya, enam buah pedang panjang terus menyerangnya. Lauw Thian Hauw membidik dengan tepat, lalu digetarkannya jari tengahnya yang tepat mengenai ujung sebuah pedang. Ilmu silat orang Sang Bun Pang itu meskipun cukup tinggi, tapi mana dapat menandingi Lauw Thian Hauw? Setelah kena getaran jari tengah Lauw Thian Hauw, pedang itu lantas terpelanting ke udara. Tubuh Lauw Thian Hauw masih di udara, tapi gerakannya lincah sekali. Setelah mengenai sasarannya, tangannya langsung mencengkeram dada orang itu dan mendekatkannya ke depan dadanya. Kelima pedang yang lain, tadinya menyerangnya dengan kencang, namun melihat keadaan itu buru-buru menarik kembali serangan mereka. Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak, tubuhnya terus melayang dari atas kepala orang-orang itu, dan dalam sekejap saja telah berada di luar lingkaran.

Tubuh Lauw Thian Hauw baru berdiri, di depannya telah berkelebatan sesosok bayangan yang langsung menyerangnya. Kecepatan bayangan itu di luar dugaan, bahkan orang yang berilmu silat sangat tinggi seperti Lauw Thian Hauw inipun menjadi tertegun. Dan pada detik ia tertegun itulah terdengar sebuah suara "plak", pergelangan tangan kanannya telah menjadi kaku.

Bukan kepalang tanggung terperanjatnya Lauw Thian Hauw, tapi tidak salah lagi kalau mengatakan Lauw Thian Hauw adalah seorang jago silat kawakan. Setelah pergelangannya kaku, dengan gerakan refleks dilemaskannya kelima jarinya, tapi segera ia membalikkan tangannya menyerang bayangan itu dengan cepat sekali.

Namun pukulannya itu memukul kosong, bayangan itu telah surut ke belakang. Ketika orang itu surut, dibawanya serta kawan yang ditawan Lauw Thian Hauw tadi.

Dan Lauw Thian Hauw menjadi terperanjat, karena orang yang berada dalam cengkeramannya telah ditolong oleh kawannya. Buru-buru Lauw Thian Hauw menjaga dadanya dengan sebuah tangan, dan memandang ke depan. Apa yang dilihatnya adalah orang Sang Bun Pang. Orang itu bukan orang lain, melainkan Kho Tiang Beng, Pang cu Sang Bun Pang sedang berdiri di hadapannya dengan wajah yang seakan-akan tersenyum. Hati Lauw Thian Hauw menjadi lebih kaget lagi, dan mengumpat dalam hatinya. Jangan kira setan itu tidak seperti manusia, tetapi ketinggian ilmu silatnya memang luar biasa. Jangan-jangan lebih tinggi daripada ilmuku sendiri.

Lalu Lauw Thian Hauw berkata dengan suara yang berat : "Kho pang cu, anakku datang. Kenapa kau tidak membiarkannya melihat aku?"

Tetapi Kho Tiang Beng tertawa berkepanjangan : "Bagaimana Lauw toa hiap tahu bahwa aku tidak membiarkan anakmu menemui kau?"

Lauw Thian Hauw menjadi tertegun : "Mana orangnya?"

Kho Tiang Beng menunjuk ke belakang : "Lihat, bukankah dia sudah datang?"

Lauw Thian Hauw menengadah, betul saja dilihatnya Lauw Hung sedang membawa seorang anak kecil melangkah maju. Di belakangnya diikuti oleh beberapa jago-jago silat dari Sang Bun Pang.

Sekejap saja Lauw Hung telah tiba di hadapannya, dan Lauw Thian Hauw pun sudah tahu yang dibawa Lauw Hung itu adalah cucunya yang berumur sepuluh tahun. Anak Lauw Hung, buru-buru Lauw Thian Hauw bertanya : "A Hung, kenapa kau bawa Siao Tau kemari?"

Berkata Lauw Hung : "Thia, kau dengar yang muncul di rumah kita itu... " Lauw Hung berkata sampai disini, Lauw Thian Hauw telah kaget setengah mati. Andaikata persoalan itu dibicarakan, betapa besar akibatnya maka buru-buru ia menggoyang-goyangkan tangannya menghentikan ucapan Lauw Hung.

Dan Lauw Hung tahu maksud ayahnya, lalu ia berhenti tidak diteruskannya. Diangkatnya kepalanya memandang ke sekeliling. Lauw Thian Hauw tahu bahwa Lauw Hung pasti ada sesuatu yang sangat penting yang ingin dibicarakannya padanya, lalu ia berkata : "Kho pang cu, ada yang hendak dikatakan anakku padaku, apakah kau dan anak buahmu dapat menyingkir sebentar?" "Lauw toa hiap boleh masuk ke dalam untuk membicarakannya," kata Kho Tiang Beng.

Ia menunjuk ke depan, yang dituduhnya itu adalah pekarangan kecil yang selama ini dipakai untuk menahan Lauw Thian Hauw.

Lauw Thian Hauw baru menerobos dari dalam, maksudnya pun untuk menemui anaknya. Tadinya ia baru ingin keluar setelah jago-jago silat pada hadir semuanya, dan tidak berniat kabur.

Kini mendengar pendapat Kho Tiang Beng yang seakan kuatir ia akan kabur itu, tak tertahan lagi hatinya menjadi panas. Katanya dengan dingin : "Kho pang cu, kau kira aku mau kabur? Terus terang ku katakan, sekarang, andaikata kau minta aku pergi, belum tentu aku mau."

"Baik sekali," kata Kho Tiang Beng.

Kini, kecuali orang-orang Sang Bun Pang, jago-jago yang diundang oleh Sang Bun Pang pun sudah berdatangan. Orang- orang yang tidak berhubungan erat dengan Lauw Thian Hauw, pada berdiri jauh-jauh, sedangkan yang ada hubungan erat pada mengerumuninya.

Cit Sa Tau To yang berada paling, teriaknya : "Lo Lauw, mau berkelahi?"

Lauw Thian Hauw ingin buru-buru tahu kabar apa yang dibawa oleh Lauw Hung padanya, tidak bermaksud untuk ribut dengan Kho Tiang Beng lebih lanjut. Melihat begitu banyak orang mendekatinya, malah ia tertawa : "Ha ha, harap kalian bersabar dulu, besok kita lihat bagaimana Kho pang cu memutuskan hukumannya. Sekarang anak saya datang, dan kami ingin ngobrol-ngobrol dulu selama beristirahat."

Mendengar Lauw Thian Hauw berkata begitu, suasana menjadi tegang menjadi adem kembali. Ada beberapa orang yang telah pergi dari situ, tapi beberapa orang yang mempunyai hubungan yang erat dengan Lauw Thian Hauw seperti Cit Sa Tau To dan kawan-kawan yang mengkuatirkan bahwa pada detik-detik terakhir ini orang-orang Sang Bun Pang akan menggunakan tangan keji untuk menindak Lauw Thian Hauw. Maka mereka tanpa disepakati lebih dulu pada berdiri atau duduk-duduk di luar pekarangan kecil itu, untuk sementara tidak ada maksud mau pergi meninggalkan tempat itu.

Melihat keadaan ini, Kho Tiang Beng pun kuatir, jangan- jangan mereka itu akan menerobos ke dalam untuk menolong Lauw Thian Hauw. Maka ia dengan jago-jago Sang Bun Pang pun berdiam di luar pekarangan kecil, di luar tampaknya mereka sedang melayani tetamu, ngobrol dengan mereka.

Tetapi hakekatnya adalah mengawasi kawan-kawan Lauw Thian Hauw, supaya mereka tidak dapat berteriak.

Maka keadaan di luar pekarangan itu sangat aneh. Di luarnya adem ayem, tapi dalamnya sangat tegang. Semua orang tampaknya sedang ngobrol dengan asyiknya, tetapi hakekatnya sedang mengawasi gerak gerik lawan mereka masing-masing.

Lauw Thian Hauw, Lauw Hung dan anaknya sama-sama masuk ke dalam pekarangan, langsung menuju ke dalam. Setelah melewati pintu berkali-kali, baru tiba di tengah-tengah pekarangan. Lauw Thian Hauw mendengar dengan seksama, di luar pekarangan masih ada orang yang sedang mengobrol, suara mereka samar-samar dapat didengar, ada kalanya seseorang bicara dengan nada yang keras, suara itu dapat didengar jelas, tetapi di dalam pekarangan kecil itu, memang betul-betul tidak ada orang lagi.

"A Hung, ada soal apa?" kata Lauw Thian Hauw dengan tergesa-gesa.

Lauw Hung pun melirik ke sekeliling. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya, baru ia berkata : "Siao Tau, hayo katakan!"

Tetapi Siao Tau menundukkan kepalanya membisu.

Melihat keadaan ini, hati Lauw Thian Hauw menjadi marah bercampur geli, lagi pula curiga. Karena melihat keadaan ini, ia teringat masa lalu. Ketika Siao Tau berbuat salah, Lauw Hung membawa Siao Tau ke hadapannya untuk dimarahi olehnya. Tetapi kini, malapetaka mengintai dari sekeliling, mati atau hidup belum lagi tahu. Taruhlah Siao Tau telah berbuat kesalahan, masa membawa Siao Tau masuk ke Yen ka cung ini?

Segera ia berkata : "A Hung, sekarang waktu apa, kau masih mengajak Siao Tau menyusahkan aku?"

"Thia, aku bukan membawa anakku menyusahkan kau.

Anak ini terlalu nakal, kau hajar saja dia dengan keras; sudah ku marahi berkali-kali, tetapi masih saja begini," kata Lauw Hung.

"Sudahlah, sudah. Dia nakal sedikit, apa salahnya?" kata Lauw Thian Hauw tidak sabar.

"Bukan begitu Thia, semua ini gara-gara dia," kata Lauw Hung.

Lauw Thian Hauw menjadi terpaku : "Apa? Apa yang dikatakan gara-gara dia?"

Lauw Hung memukul kepala anaknya : "Bajingan kecil, hayo katakan. Kalau tidak kau katakan, kong kong (kakek) akan memukul kau sampai mati."

Lauw Thian Hauw mengerutkan alisnya : "Siao Tau, ada apa? Lekas katakan!"

Perlahan-lahan Siao Tau mengangkat kepalanya : Kong kong... ibu kata, kalau sudah ku katakan... kau tidak lagi... menghukum aku!"

Lauw Thian Hauw membentak : "Jangan bawel, katakan apa sebenarnya?"

Siao Tau ragu-ragu, tapi akhirnya berkata juga : "Itu hari... pagi sekali aku sudah bangun. Aku ambil darah babi... " Siao Tau baru berkata hingga disini, muka Lauw Thian Hauw telah berubah. Diulurkan tangan kanannya secara tiba-tiba, kelima jarinya bagaikan kaitan, mencekal bahu Siao Tau. Cekalan itu keras sekali, hingga tulang temulang Siao Tau berbunyi. Ia menjerit kesakitan dan tidak dapat meneruskan ucapannya.

Buru-buru Lauw Hung berteriak : "Thia, kau akan mematikan dia, lekas lepaskan. Dengar dulu kata-katanya, ia sudah tahu salah maka ia datang padamu untuk minta ampun."

Tangan Lauw Thian Hauw agak kendor sedikit : "Hayo katakan, kau apakan darah babi itu?"

Siao Tau mengangkat kepala, berkata sambil terisak : "Ibu, kong kong dia... "

"Lekas katakan, kalau kau katakan, kong kong akan melepaskan kau," kata Lauw Hung.

”Dengan darah babi itu... aku buat sebuah bayangan orang di tembok," kata Siao Tau.

Cekalan Lauw Thian Hauw terlepas, tubuhnya pun surut setindak. Pada detik itu sungguh ia tidak dapat bertahan lagi, terasa matanya berkunang-kunang sedangkan ia sendiri tertawa terbahak-bahak.

Sungguh ia tak dapat tidak tertawa. "So Beng Hiat In" di tembok rumahnya sesungguhnya bukanlah bayangan darah, melainkan digambar oleh cucunya dengan darah babi. Ha, ha, So Beng Hiat In telah lenyap dari Bu lim, tetapi bayangan darah itu telah membinasakan seluruh orang rumahnya. Ha, ha, sangat lucu bukan? Lucu sekali.

Lauw Thian Hauw tertawa tak henti-hentinya, Siao Tau memandang kakeknya berkata dengan nada putus-putus : "Aku... disuruh menggambar oleh Then kwan ka, kata Then kwan ka... kalau aku menurut katanya, dia akan menangkapkan dua ekor ular buat aku. Kong kong... aku... mengotori tembok itu, lain lagi!"

Meskipun Lauw Thian Hauw terus menerus tertawa, tetapi apa yang dikatakan oleh Siao Tau itu masuk semua ke dalam telinganya. Ia pun telah mengerti, kenapa setelah kejadian itu, Then kwan ka lantas menyaru So Beng Hiat In untuk menakuti dirinya. Rupanya kesemua itu adalah suatu siasat licik.

Siao Tau telah mengatakan lain kali tidak berani lagi, apakah akan ada sekali lagi?

Sebelum bayangan darah itu muncul di temboknya, betapa tinggi kedudukan dan namanya dalam Bu Lim. Tetapi gara- gara darah babi, gara-gara seorang anak kecil yang nakal telah menggambarkan sebuah bayangan darah di tembok, kesemuanya itu telah berubah sama sekali, rumah telah hancur berantakan. Apakah akan ada sekali lagi?

Ia tertawa berkepanjangan : "Tidak ada lain kali, tidak akan ada."

Perlahan ia mendesak, nadanya pun semakin lama semakin nyaring : "Tidak ada lain kali, cuma sekali ini saja!" Ia menghampiri Siao Tau, tiba-tiba mengangkat tangannya "ser" dipukulnya ke arah kepala Siao Tau.

"Ibu!" teriak Siao Tau.

"Thia," Lauw Hung yang berdiri di sampingnya pun berteriak.

Kini Siao Tau telah menjadi kaku saking terperanjatnya, berdiri mematung tidak bergerak sedikitpun. Tetapi Lauw Hung berteriak sambil menubruk ke depan.

Lauw Hung telah tahu, setelah ayahnya mendengar bahwa bayangan darah itu digambar oleh Siao Tau dan bukan ditinggalkan oleh So Beng Hiat In, ia telah menjadi tidak normal, ia pun tahu pukulan Lauw Thian Hauw yang mendadak itu ingin mencabut nyawa Siao Tau, karena sakit hatinya yang sangat parah. Maka Lauw Hung menubruk, ia tahu sudah terlambat untuk mencegah pukulan Lauw Thian Hauw itu, jalan satu-satunya ialah menyerang Lauw Thian Hauw di bagian lain supaya Lauw Thian Hauw menarik kembali pukulannya. Maka dengan tenaga tubrukannya itu, kedua tangannya telah menyerang pinggang Lauw Thian Hauw.

Ilmu Lauw Hung memang tidak lemah. Pukulan kedua tangannya itu bertalian nyawa anaknya, maka ia menggunakan sekuat tenaganya. Pada saat pukulan Lauw Thian Hauw hampir mengenai kepala Siao Tau, terdengarlah suara "Plak plak" dua kali, pukulannya hanya mengenai jalan perdarahannya.

Serta merta saja Lauw Thian Hauw kena dipukul dua kali, dan ia terhuyung ke samping setindak. Pukulannya pun masih tetap terhantam ke bawah, tapi bukan mengenai kepala Siao Tau, melainkan mengenai lantai marmer hijau hingga marmer itu pecah berantakan. Dan buru-buru ia menegakkan tubuhnya sambil berkata : "Bagus, A Hung. Bagus sekali! Kau memukul aku?"

Pukulan kedua tangan Lauw Hung itu hanya memencarkan sedikit tenaga murninya, maka ia hanya terhuyung setindak saja. Dengan kekuatan tenaganya, sekali-kali tidak mungkin jadi cedera. Tetapi kini Lauw Hung adalah anak kesayangannya, dari kecil dijaganya hingga dewasa. Entah telah berapa banyak perasaan yang dicurahkannya pada diri Lauw Hung, tetapi kini Lauw Hung dengan sekuat tenaga memukul dirinya.

Ia tahu ia tidak cedera, bukan karena Lauw Hung kasihan, melainkan karena tenaga Lauw Hung belum sempurna.

Andaikata Lauw Hung memiliki tenaga hingga dapat mematikan dirinya, tidak perlu dikatakan lagi, dirinya pasti telah binasa di bawah tangan Lauw Hung.

Ketika ia teringat sampai disini, ditambah lagi dengan kejadian yang menimpa dirinya beberapa hari ini, dalam hatinya memang sangat perih. Lalu tiba-tiba ia berteriak, bersamaan dengan teriakannya itu, darah segarnya naik ke atas dan menyembur dari mulutnya, hingga kepala Lauw Hung dan Siao Tau berlepotan dengan darahnya.

Melihat keadaan ini, Lauw Hung pun menjadi terperanjat dan membeku, teriaknya : "Thia, kenapa kau, kau kau... "

Baru Lauw Hung berteriak dua kali, tiba-tiba tubuh Lauw Thian Hauw telah jatuh di hadapannya. Lauw Hung sangat terperanjat, buru-buru ia mengulurkan tangan memegang tubuh Lauw Thian Hauw.

Tetapi kini, urat-urat nadi Lauw Thian Hauw telah terputus- putus. Tenaga murninya yang telah terlatih belasan tahun itu, kini semuanya bergemuruh bagai ombak menampar pantai, keluar seluruhnya. Betapa kencangnya tenaga itu, Lauw Hung ingin memegang Lauw Thian Hauw, kedua tangannya baru menyentuh tubuh Lauw Thian Hauw, lalu terdengar suara "krek krek krek", kesepuluh tulang jarinya telah patah seluruhnya.

Lauw Hung menjerit karena kesakitan, buru-buru ia menyurutkan tubuhnya ke belakang, tetapi Lauw Thian Hauw masih terus jatuh ke depan. Lalu terdengarlah lagi suara " krek krek" dua kali, tulang pergelangan dan punggungnya telah patah. Tubuh Lauw Thian Hauw menubruk tubuh Lauw Hung, "plak" sebuah suara yang nyaring, tubuh Lauw Hung telah terpental sejauh tujuh delapan kaki, jatuh ke sebuah pohon hingga dedaunan pohon itu berjatuhan. Tubuh Lauw Hung tergeletak di bawah pohon, sudah tidak berbentuk manusia lagi, orangnya sudah mati. Sedangkan Lauw Thian Hauw, setelah menubruk tubuh Lauw Hung, tubuhnya sempoyongan bagai orang mabuk. Dalam tubuhnya menimbulkan suara "kek kek kek" bagai kacang meledak, sekejap saja tubuhnya memiring lalu "blum" terjatuh di atas tanah. Ketika ia roboh, tenaganya pun masih sangat dahsyat, hingga membenamkan marmer hijau ke dalam tanah, seakan disana telah tersedia sebuah lobang untuk dirinya."

Ketika Lauw Thian Hauw tertawa terbahak-bahak berkepanjangan, suara ketawanya itu mengalun sampai keluar. Di luar pun menjadi gemuruh, semua orang yang sedang berpura-pura beramah tamah, menjadi diam semuanya. Sesaat kemudian, Cit Sa Tau To membentak : "Kho Tiang Beng, kau main sandiwara?"

Kho Tiang Beng pun merasa sangat heran, ia sendiri tahu ia tidak main sandiwara, tetapi malah lawannya main sandiwara. Dengan alasan itu menerobos ke dalam, untuk menolong Lauw Thian Hauw. Maka ia hanya tertawa dingin : "Cit Sa Tau To, kau mau main licik?"

Cit Sa Tau To melihat malah ia yang diserang, hatinya menjadi lebih panas lagi. Bentaknya : "Mari kita terobos ke dalam, pasti Lauw Thian Hauw telah dicelakai oleh Sang Bun Pang!"

Cit Sa Tau To menuduh orang-orang Sang Bun Pang mencelakai Lauw Thian Hauw. Kini, orang-orang yang berada disini semuanya adalah kawan karib Lauw Thian Hauw, maka semuanya menjadi marah.

Mendengar orang-orang itu ingin masuk, segera Kho Tiang Beng berteriak panjang, jago silat Sang Bun Pang segera pula membentuk pagar menghalangi mereka.

Cit Sa Tau To menyilang tangannya, dan menggoyangkan tubuhnya lalu menyerang. Tetapi ketika ia menyerang itulah, terdengar teriakan Lauw Thian Hauw "Tidak ada lain kali, tidak akan ada!", kedengarannya bukan seperti sedang diserang orang-orang Sang Bun Pang. Cit Sa Tau To sangat gelisah, tetapi ia tidak berani bertindak gegabah. Ia menarik napas, dengan terpaksa menarik kembali serangannya.

Kho Tiang Beng menoleh seraya berkata : "Coba lihat ada apa?"

Dua orang anak buahnya telah melesat kembali.

Cit Sa Tau To berteriak : Mau lihat, kita sama-sama lihat!" Ia bersama Hok Tong Hong berdua telah melesat lebih dulu. Sementara itu, baik orang Sang Bun Pang atau bukan, semuanya masuk ke dalam pekarangan. Ketika mereka tiba di dalam, Lauw Thian Hauw dan Lauw Hung telah mati tergeletak, hanya Siao Tau yang berdiri mematung. Lalu Cit Sa Tau To menarik tangan Siao Tau sembari berkata : "Ada apa? Siao Tau?"

"Wah," Siao Tau menangis, katanya sambil menangis : "Aku cuma menggunakan darah babi menggambar sebuah bayangan orang di tembok. Aku cuma mengotori tembok. Aku cuma menggambar sebuah bayangan darah!"

Semua orang yang berada disitu pada saling berpandangan, sedangkan Siao Tau masih berteriak sambil menangis : "Aku cuma mengotori tembok, kenapa harus dipukul sampai mati?"

Tiba-tiba saja ada orang yang sudah mengerti, sekejap lagi semuanya sudah mengerti. Setiap orang berdiri, tidak bersuara. Orang rumah Lauw telah mati semuanya, apa yang harus diceritakan lagi?

TAMAT
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar