Asmara Pedang dan Golok Bab 08

Bab 08

Karena di musim semi, walaupun matahari panas tapi tidak terasa terik.

Di belakang kuil Han-san ada hutan yang tenang, Ji- hong hweesio memakai jubah hweesio merah yang bersulamkan benang emas, berdiri di depan sebuah plakat papan.

Plakat papan ini berruliskan "Makam lima orang tidak dikenal" tanggal, hari dan lain-lainnya, mungkin tidak lama lagi akan digantikan dengan nisan batu yang kecil.

Di dalam tanah dikuburkan lima orang baju hitam yang kemarin mati di ruang sembahyang, Ji-hong hweesio hanya bisa menggunakan tikar mem-bungkus mayat, dengan sederhana menguburkannya di sini.

Masalah ini sudah menghabiskan banyak waktunya. Juga telah memaksa dia menghadapi beberapa masalah sulit.

Tapi bagaimana pun juga sekarang sudah tenang seperti hari-hari biasa, makam baru ini berada di dalam hutan yang tenang, mungkin selamanya tidak akan ada orang yang menemukan dan memperhatikan.

Setelah Ji-hong hweesio selesai mendoakan ayat terakhir Ong-seng (Menuju kehidupan), maka dengan, santai dia membuka kancing di bahunya, melepaskan jubah sembahyang, lalu melipatnya dengan rapih dan di taruh di atas tangannya.

Lalu dengan tenang dia melihat ke sekeliling. Dia memandang karena ada maksudnya, sebab saat ini di belakang pohon keluar seorang gadis cantik, alis dan matanya laksana lukisan, memakai baju kuning melayang- layang ditiup angin.

Dia melenggok melangkah di atas rerumpul.ni, laksana dewi melangkah di atas gelombang.

Dia berjalan mendekati hweesio tua, sepasang matanya yang hitam cantik memperhatikan hweesio tua dari atas sampai ke bawah, lalu dengan teliti melihat tulisan di atas plakat papan itu.

Jangan disangka dia akan berbicara atau bertanya, dia malah dengan hikmat berdoa.

Setelah beberapa saat, akhirnya hweesio tua merasa tidak tahan, dia memalingkan kepala melihat wajahnya, juga tidak tahan menduga-duga doanya ini akan memakan waktu berapa lama?

Tapi saat ini dia sudah membuka suara, suara-nya nyaring enak didengar:

"Aku sudah datang beberapa saat, aku terus menduga- duga apakah kau kenal dengan lima orang mati di dalam tanah ini?"

Hweesio tua itu mengeluarkan jurus lihay dari agamanya:

"Kenal atau tidak kenal sama saja, siapa pun setelah mati tidak ada bedanya, padahal sebenarnya semasa hidupnya pun tidak ada bedanya." Wanita cantik baju kuning itu adalah Pu-couw-siancu, dia menggelengkan kepala tanda tidak setuju dan berkata:

"Buatmu boleh saja tidak ada bedanya, tapi buat aku tidak sama.

Karena kemarin yang ingin mereka bunuh adalah aku bukannya kau, apa lagi diatas tubuhku ada dua luka yang ditinggalkan mereka!"

"Mungkin Sicu benar." Jawab hweesio tua.

Kerutan di wajahnya menandakan usia dan pengalaman dia.

Tapi suaranya yang nyaring dan sorot matanya yang tajam, kembali menandakan dia tidak tunduk pada usia.

Hweesio tua itu kembali berkata:

"Pinceng menduga Sicu pasti ingin menanya-kan mereka, tapi orang mati selamanya tidak bisa men-jawab, makanya kenapa tidak membiarkan mereka terbaring di sana dengan tenang?"

"Aku tidak akan membongkar kuburan mereka, masalah ini anda boleh tidak usah pikirkan."

Hweesio tua itu dengan tegas menggelengkan kepala: "Pinceng masih tidak bisa tenang, jika Sicu datang kesini

bukan ingin membuka kuburan untuk memeriksanya, lalu

buat apa Sicu datang kesini?" Pu-couw-siancu tersenyum dan berkata: "Anggap saja aku mau membongkar kuburan, apa pengaruhnya pada orang mati itu? Mereka sudah tidak merasakan apa-apa, juga tidak akan memprotes. Buat apa kita berdebat tentang masalah yang tidak ada gunanya ini?"

Hweesio tua tidak sependapat dan berkata: "Tidak ada gunanya? Masalah ini dalam pandanganku sama sekali bukan tidak ada gunanya, malah sangat berarti!"

Pu-couw-siancu sedikit tercengang dan berkata: "Kau sepertinya sangat melindungi mereka?

Sampai terhadap mayatnya juga masih merasa kasihan!"

Sebenarnya orang mau melihat mayal ilu bukankah tidak halangan?

Hweesio tua berkata:

"Tentu saja tidak apa-apa, tapi setelah menggali keluar mayat-mayat ini, lalu siapa yang akan menguburkan mereka kembali? Heng, tidak perlu disebutkan pasti Pinceng hweesio tua ini akan kembali direpotkan. Kalian setelah membunuh orang langsung pergi meninggalkan, apakah setelah menggali kuburannya mau menguburkannya kembali?"

Alasan ini walaupun sedikit lucu, tapi juga bukan sama sekali tidak masuk akal, dan malah Ji-hong hweesio kemarin juga sudah mengeluhkan soal siapa yang menguburkan mayat-mayat itu.

Kelihatannya hweesio tua ini sangat tidak senang dan bersikukuh terhadap masalah ini.

Mendadak Pu-couw-siancu merubah bahan pembicaraan dan berkata:

"Siapa sebenarnya Lo-hweesio? Kau berpura pura menjadi hweesio yang jujur, tapi sebenarnya kau tidak jujur?"

Ji-hong hweesio sangat tidak senang dan balik bertanya: "Aku berpura-pura? Pura-pura pada siapa? Sicu belum pernah bicara dengan Pinceng, kapan Pinceng telah membohongi Sicu?"

Pu-couw-siancu tidak bisa membantahnya, terpaksa berkata:

"Kalau begitu sekarang kau beri tahu aku, siapa kau sebenarnya? dan siapa saja orang orang yang mati ini?

"Pinceng benar-benar seorang hweesio asli, sama sekali bukan hweesio palsu, hanya saja Pinceng menggunakan sebutan hweesio yang tidak diketahui orang, masalah ini tidak penting bagimu, yang Sicu rasakan penting adalah asal usul lima orang mati ini, benar tidak?"

Pu-couw-siancu menganggukan kepala: "Benar, tapi aku juga ingin tahu sebutan Lo-hweesioyang diketahui orang itu." Ji-hong hweesio berkata:

"Sebenarnya sebutan lainnya tidak banyak orang yang tahu, sebab waktu dengan cepat berlalu, jika dihitung- hitung sudah empat puluh tahun yang lalu.

Walaupun empat puluh tahun dengan cepat berlalu, tapi juga sudah terjadi lebih banyak peristiwa, makanya tidak akan ada orang yang tahu sebutan hweesio yang Pinceng gunakan dahulu."

Pu-couw-siancu sepertinya lebih bersikukuh sepuluh kali lipat dari pada dia dan berkata:

"Tidak peduli, aku masih tetap ingin mendengarnya." Ji-hong hweesio tidak terlihat merasa kesulitan:

"Tiga puluh tahun dari empat puluh tahun yang lalu, sebutan Pinceng adalah Tong-leng." . Pu-couw-siancu mengerutkan alis berpikir, sejenak, wajah cantiknya mendadak penuh dengan keheranan. Suara dia juga sedikit serak dan berkata:

"Kau ini Tong-leng-siang-jin salah satu dari Ngo-tai, orang suci yang berada di bawah pimpinan mantan ketua perguruan Siauw-lim-si, Goan-seng Tai-cuncia?"

Ji-hong hweesio menganggukan kepala: "Benar itu Pinceng, tapi Pinceng tidak tahu apa yang membuat Sicu keheranan?"

Pu-couw-siancu dengan gugup berkata:

"Kalau begitu Taysu pasti sudah tahu asal-usulku?" Sekarang nama Ji-hong hweesio kita ganti jadi Tong-

leng-siang-jin. Dia berkata:

"Tentu saja Pinceng tahu, apa Sicu takut nanti Pinceng menyebar luaskan berita ini? Atau tidak takut Pinceng mencari akal menghadapimu? Hay, tapi Sicu tenang saja, Pinceng sudah empat puluh tahun tidak terjun ke dunia ramai, mungkinkah Pinceng mau mengurusi masalahmu?

Pu-couw-siancu tetap masih gugup berkata: "Tapi aku tidak sependapat, kau pasti tahu aku berbeda dengan orang lain."

Tong-leng-siang-jin menghela nafas sekali: "Sicu sungguh berbeda dengan orang lain, tapi jika Sicu masih tetap memaksa Pinceng terlibat dalam pergolakan, maka Pinceng tidak perlu mengurusnya, juga tidak bisa mengurusnya."

Pu-couw-siancu menenangkan diri, baru ber-kata lagi:,. "Baik, kau harus beritahu aku, lima orang yang mati itu

siapa sebenarnya? Kenapa mereka menyerang ku? Dan

kenapa dengan kemampuanku, sampai sekarang masih belum bisa menyelidiki jati diri dan tujuan mereka?" Tong-leng-siang-jin berkata:

"Karena Sicu telah bertanya pada Pinceng, maka Pinceng akan menjawabnya. Pertama, nama lima orang ini Pinceng tidak tahu, tapi melihat jurus silat mereka, mungkin mereka adalah orang-orang dari perumahan di gunung Bu-ih (Tidak ada yang jahat) dari daerah Tian-lam (selatan provinsi Hun-lam). perumahan di gunung Bu-ih Sicu pasti pernah mendengarnya, sebenarnya itu artinya tiada kejahatan yang tidak dilakukan. Kedua, lima orang ini pikirannya sudah di kendalikan, makanya apa yang mereka lakukan mereka sendiri juga tidak tahu, sehingga tidak bisa diketahui kenapa mereka mau menyerang Sicu."

Perkataan hweesio tua itu terhenti sejenak lalu berkata lagi:

"Mengenai kenapa kau tidak bisa menyelidiki jati diri mereka, inilah sebuah petunjuk, Sicu pikir-pikir sendiri, mungkin akan mendapat jawabannya."

Pu-couw-siancu melototkan matanya, diam-diam berpikir.

Orang cantik selalu ada nilai tambahnya, walau pun melotokan matanya, tapi tetap saja kecantikannya memikat orang.

Dia pelan-pelan berkata:

"Jika para pembunuh ini benar dari perumahan di ^ Bu- ih-san, sebenarnya tidak sulit menyelidiki jati diri mereka, tapi kenapa tidak boleh diselidiki?"

Tong-leng-siang-jin dengan pelan berkata:

"Jika air danau sangat keruh, kau tentu tahu disana banyak ikannya, tapi pasti tidak bisa melihat ikannya."

Pu-couw-siancu sambil bergumam "Benar, benar, air yang keruh menghalangi penglihatan, tampaknya aku pun begitu."

Dengan serius dia memberi hormat pada hweesio tua itu. Pu-couw-siancu kembali berkata:

"Banyak terima kasih pada Lo-hweesio, aku permisi, tidak peduli apa yang terjadi, aku pasti tidak akan menyebutkan nama besar anda."

Tong-leng-siang-jin berkata:

"Begitu bagus sekali, tapi walaupun disebutkan juga tidak apa-apa, aku hanya khawatir para murid-murid itu datang kesini, itu akan membuat keadaan menjadi tidak pernah tenang."

Di dalam hutan dengan cepat kembali menjadi hening dan tenang, sebab hweesio tua dan seorang gadis yang sangat cantik sama-sama ti dak bicara, mereka berdiri seperti patung kayu.

Kenapa Pu-couw-siancu setelah berkata pamit, masih belum pergi?

Jawabannya segera terlihat.

Di dalam hutan tiba-tiba terdengar suara yang amat kecil, jelas ada orang yang bergerak.

Namun di saat begini dan di tempat begini, siapa yang mau datang kesini?

Jika benar ada orang yang datang, apa tujuan dia?

Hweesio tua itu memejamkan matanya sambil bersandar ke pohon, kelihatannya mungkin bisa terus di posisi begitu tiga hari tiga malam sedikit pun tidak bergerak. Wajah Pu-couw-siancu sangat dingin, juga sedikit memejamkan mata memperhatikan suara kecil yang hampir tidak terdengar itu.

Setelah beberapa saat, seorang tua yang loyo berambut putih keluar dari dalam hutan.

Walaupun dia tampak tua dan loyo, tapi sinar matanya sangat tajam, jelas tidak loyo karena usianya sudah tua.

Setelah melihat dengan hati-hati pada hweesio tua dan Pu-couw-siancu, orang tua loyo itu baru berkata:

"Pu-couw-siancu, hamba Lo-hiat memberi hormat."

Pu-couw-siancu menganggukan kepalanya. Lo-hiat kembali berkata:

"Kenapa Lo-hweesio ini masih berdiri disini? Kenapa dia tidak kembali ke kuilnya?"

Pu-couw-siancu melihat sekali pada hweesio tua itu, setelah mengetahui dia tidak akan bicara lagi, maka dia berkata:

"Dia sudah sangat tua, juga seorang hweesio, jangan pedulikan dia, katakan saja padaku, apa tujuan-mu datang kemari."

Lo-hiat menganggukan kepala:

"Aku datang untuk minta pertolongan Siancu." "Lihatlah, apakah aku orang yang khusus j

menyelamatkan orang?" kata Pu-couw-siancu heran.

Lo-hiat tertawa terkekeh-kekeh, tiba-tiba timbul maksud tidak baiknya. Dia berkata:

"Kau mau menolong atau tidak aku tidak peduli, tapi atas nama Cui Lian-hoa, maukah kau menolong dan melindungi aku." Wajah Pu-couw-siancu tidak berubah, tapi tidak bisa disangkal hatinya memang tergetar.

Nama Cui Lian-hoa, sudah lama dia tidak mendengar, juga sudah lama sekali dia tidak memikirkannya, tapi pagi hari ini mendadak dia teringatnya.

Itu terjadi ketika dia bertemu dengan Li Poh-hoan di bawah pohon Hong di pinggir sungai.

Sekarang setelah di ingat kembali, mendadak dia jadi teringat kakaknya Cui Lian-hoa, apa sebabnya? apakah karena harinya dipenuhi oleh cinta asmara, sehingga beberapa orang yang dulu sangat akrab sekali dengannya menjadi teringat kembali olehnya?

Sorot mata Lo-hiat dalam tidak bisa diukur, dia kembali berkata:

"Jika aku mati, dia pun tidak akan bisa hidup, apakah kau mengerti apa maksud perkataanku ini?"

Wajah Pu-couw-siancu terlihat cerah, sambil tersenyum berkata:

"Tentu saja aku mengerti, tapi aku tidak pernah berniat membunuhmu, maka kata-katamu mungkin tidak ada gunanya, kau dari perkumpulan atau organisasi apa?"

"Aku orang Can-bian-tok-kiam-bun dari Lam-kang," Kata Lo-hiat singkat.

Pu-couw-siancu tetap dengan tertawa berkata: "Kau tahu tidak Pek-jiu-cian-kiam To Sam-nio ada disini? Dia adalah pesilat tingginya Can-bian-tok-kiam-bun, masalahmu mungkin dia bisa memutus-kannya untukmu."

Tiba-tiba Lo-hiat menyela:

"Sekarang Cui Lian-hoa tidak bisa bersilat sedikit pun, brandalan biasa pun bisa memperkosa dia. Tapi mengenai ini kau tenang saja, aku tidak akan membiarkan dia mendapat penghinaan ini."

"Kalau begitu aku berterima kasih padamu." Lo-hiat menggelengkan kepala:

"Tidak perlu, tidak perlu, walaupun dia tidak khawatir mendapat penghinaan, tapi nyawanya terancam, jadi jika aku tidak selamat, dia juga harus menemani aku ke akhirat."

Kata Pu-couw-siancu:

"Aku mengerti sekarang, sebenarnya yang kau takutkan bukan aku, tapi To Sam-nio, tentu saja aku bisa memerintahkan To Sam-nio jangan mencari gara-gara dan bertarung denganmu, apa yang kau harapkan dari aku adalah supaya aku melakukan hal ini, bukan?"

Lo-hiat tidak tertawa sedikit pun, dia hanya menganggukan kepala:

"Betul, kau sungguh orang yang sangat pintar." Tiba-tiba Pu-couw-siancu berkata sendiri:

"To Sam-nio bisa kuperintah, tapi jika tanpa alasan yang tepat melarang dia mencari gara gara pada orang, sepertinya itu tidak pantas dan tidak adil. "

Lo-hiat dengan tertawa dingin, katanya:

"Cui Lian-hoa adalah alasannya." Dia berhenti sejenak lalu melanjutkan, "Namamu Cui Lian-gwat, dia Cui Lian- hoa, apakah alasan ini masih tidak cukup?"

"Sepertinya tidak cukup, sebab sekarang aku sudah bukan Cui Lian-gwat lagi, aku adalah Pu-couw-siancu, kau ingat baik-baik ini."

Lo-hiat tertawa dingin beberapa kali, berkata: "Nyawa Cui Lian-hoa, pasti tidak lebih murah dari pada nyawaku, jika kau berkata demikian, maka kita lihat saja nanti."

Pu-couw-siancu dengan dingin menatap Iaw.m-nya, matanya yang hitam menyiratkan maksud yang sulil diduga.

Lo-hiat mundur ke arah hutan, dalam sekejap menghilang.

Pu-couw-siancu sedikit memperkeras suaranya:

"Lo-hiat, bagaimana pun juga kau pasti mati di tangan To Sam-nio atau di tangan orang lain, kenapa aku tidak turun tangan sendiri saja membunuhmu? Dengan demikian aku telah membalaskan kekesalan Cui Lian-hoa, menurutmu betul tidak?"

Di dalam hutan terdengar beberapa suara senjata beradu.

Setelah beberapa saat, bayangan Lo-hiat muncul kembali.

Pu-couw-siancu tersenyum berkata:

"Walaupun anak buahku tidak bisa membunuh mu, tapi mereka berjumlah banyak, mungkin tidak menjadi soal jika hanya menghadangmu, apa lagi diantaranya masih ada beberapa yang ahli senjata rahasia, jika kau ingin menerobos keluar, mungkin sulit sekali."

Wajah Lo-hiat terlihat sedikit kewalahan, dengan marahberkata:

"Kau ini siapa sebenarnya? Cui Lian-hoa adalah kakak kembarmu, apakah kau sungguh-sungguh tidak mempedulikan hidup matinya?"

"Aku hanya tidak senang diancam orang. Dan juga aku tidak percaya pengakuanmu yang mengira nyawamu lebih hina dari pada nyawanya, jika kau tidak mengaku dan juga tidak memohon padaku, aku sekarang juga akan membunuhmu."

Wanita yang secantik dan semanis Pu-couw-siancu, kata- katanya ternyata sadis dan tidak berperasaan, sungguh membuat orang merasa tidak percaya.

Mata Lo-hiat melotot tidak bisa bicara, menatap dia beberapa saat, baru berkata lagi:

"Baiklah, aku mohon padamu, aku tahu To Sam-nio tidak akan melepaskan aku, tapi dia menurut perintahmu, kau tolonglah aku?"

Pu-couw-siancu tidak menjawab malah balik bertanya: "Dimana Cui Lian-hoa sekarang berada? Kau sudah

apakan dia?"

Lo-hiat (sebenarnya adalah nyonya baju hijau Biauw Cia-sa) berkata:

"Ilmu silatnya sudah musnah, aku hanya menggunakan tusukan Tok-kiam menotok tiga jalan darah-nya, sebenarnya aku tidak perlu melakukannya."

Biauw Cia-sa hanya menjawab setengah pertanyaannya, jelas dia tidak mau membocorkan keberadaan Cui Lian- hoa.

Pu-couw-siancu berpikir beberapa saat, tiba-tiba bertanya:

"Apakah kau bisa menguburkan mayat?" Biauw Cia-sa terpaku sebentar, lalu berkata:

"Mengapa tidak bisa?" "Bagus, pertama, galilah keluar lima mayat dalam kuburan baru ini, setelah diselidiki, kau ber-tanggung jawab menguburkannya kembali."

Dia melihat lihat pada Tong-leng-siang-jin dan berkata lagi:

"Apakah kau mau menghalangi pekerjaan ini?"

Tong-leng-siang-jin mengangkat bahu, tanda tidak menentang.

Walaupun Biauw Cia-sa bukan orang yang biasa mengerjakan pekerjaan menggali, tapi ilmu silat dia sangat tinggi dan pandai menggunakan tenaga.

Maka walaupun menggunakan sebuah papan (yaitu papan yang bertuliskan makam lima orang tanpa nama), sudah berlipat ganda penggunaannya dari pada orang lain yang menggunakan pacul, dalam sekejap dia sudah menggali sebuah lobang.

Di dalam lobang ada lima mayat yang di bungkus tikar, dengan tenang terbaring di atas tanah.

Biauw Cia-sa mencium-ciumnya beberapa kali dan berkata:

"Aneh ada bau semacam obat, bau obat untuk mengawetkan mayat."

Pu-couw-siancu melihat pada Tong-leng-siang-jin dan berkata:

"Kau yang melakukannya? untuk apa melaku-kan ini?"

Dari keadaan seperti patung Tong-leng-siang-jin kembali berubah menjadi manusia hidup dan menjawabnya:

"Jika tidak begini, bukankah sekarang baunya sudah menyengat hidung? Mayat kadang-kadang dalam sehari sudah banyak membusuk, jika kurang sempurna, Sicu pasti tidak akan merasa puas, menurutmu betul tidak?"

Pu-couw-siancu terpaksa berkata:

"Baik, anggap saja aku puas dengan pekerjaanmu, apa yang dilakukan kau semua demi aku, perkataanku ini apakah memuaskan anda?"

"Biasa-biasa saja! Sebenarnya Pinceng melaku-kan ini demi satu orang sahabat lainnya."

Pu-couw-siancu keheranan sekali, tanyanya: "Siapa?" "Sicu tidak perlu tahu, pokoknya seorang yang pasti akan

memperhatikan    dirimu,    Pinceng    tahu    dia    pasti

memperhatikan, maka Pinceng melakukannya."

Mendengar ini Pu-couw-siancu tahu hweesio tua ini pasti tidak akan mengatakan siapa orang itu.

Dia segera merubah arah pembicaraan:

"Kalau begitu, kemarin malam jika aku sampai kalah, anda pun tidak akan tinggal diam?"

Biauw Cia-sa yang berada di dalam lubang saat ini baru merasa terkejut, dia melihatpada hweesio tua.

Coba saja pikir, Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat yang sampai Pek-jiu-cian-kiam To Sam-nio juga harus runduk mendengar perintahnya, di dunia ini apa lagi yang harus ditakutinya?

Tapi dalam nada bicaranya ini menandakan dia masih harus minta perlindungan hweesio tua ini, siapa hweesio tua ini sebenarnya?

Tong-leng-siang-jin berkata: "Pinceng mungkin tidak sampai tidak ada perasaan duduk diam tanpa mempedulikan, tapi jika Sicu hanya terluka di wajah, atau hanya putus tangan, kaki, \ sedang nyawa tidak terancam, saat itu mungkin Pinceng tidak akan mempedulikan!"

Wanita cantik adalah mala petaka sejak zaman dulu begitu.

Maka maksud dalam kata-katanya hweesio tua, di luar seperti menutup-nutupi tapi sebenarnya sangat jelas.

Pu-couw-siancu menganggukan kepala, sorot matanya berpaling pada lima mayat yang dibungkus tikar di dalam lubang itu dan berkata:

"Buka dan lihat." Tikar segera dibuka.

Lima mayat itu masih utuh.

Usia mereka diantara dua puluh lima sampai tiga puluh dua, semuanya masih muda.

Hal ini memang membuat orang sedikit merasa sayang!

Hal lainnya yang menjadi perhatian adalah ke lima orang mati itu semua sepasang matanya melototbesar.

Walaupun semua matanya sudah berubah jadi putih, sedikit pun tidak ada cahaya, tapi bagaimana pun membuat orang heran dan ketakutan.

Pu-couw-siancu terdiam melihat-lihat beberapa saat baru berkata:

"Kubur kembali mereka."

Pekerjaan ini Biauw Cia-sa bisa mengerjakan lebih cepat dari pada pekerjaan menggali. Melihat kejadian yang sudah berlangsung dia merasa keheranan, heran kenapa dia mendadak menjadi seperti pegawainya Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat?

Pu-couw-siancu bertanya pada dia:

"Lo-hiat, kau juga sudah melihat ke lima mayat itu, coba beritahu aku, apa yang kau telah lihat?"

Biauw Cia-sa berpikir paling sedikit puluhan kali baru menjawab:

"Aku memang telah melihat beberapa hal!"

"Ku pikir kau pasti bisa melihatnya." Pu-couw-siancu tersenyum, tapi senyumnya terasa dalam, sulit diduga, "Kalau begitu, kau beritahu, sebab aku tidak suka menduga- duga, dan juga paling baik kau ingat satu hal, yaitu jika aku berumur panjang, baru bisa membantumu supaya Cui Lian- hoa tidak mati, jika Cui Lian-hoa bisa hidup dengan baik, mungkin kau juga sama."

Biauw Cia-sa seperti prajurit melewati sungai di dalam permainan catur, sekali melewati sungai hanya bisa maju tidak bisa mundur lagi, saat itu dengan gagap dia berkata:

"Mereka telah terkena racun serangga, terkena racun sebelum mati."

Pu-couw-siancu tertawa, sepertinya dia tidak terkejut dan berkata:

"Racun serangga macam ini mungkin racun yang bisa mengendalikan pikiran mereka yang terkena racun bukan?"

"Betul!"

Pu-couw-siancu berpikir-pikir, alisnya semakin lama semakin mengerut. Dia berguman: "Tapi kenapa dua diantaranya bergerak lebih lambat, dan juga tidak bekerja sama menyerang aku? Kenapa?"

Biauw Cia-sa bengong tidak bisa menjawab. ^

Tapi hweesio tua sambil tertawa malah berkata: "Pernahkah Pinceng mengatakan Pinceng pasti duduk diam tidak mempedulikan, pasti tumpang tangan menonton di pinggir?"

Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat mengeluh:

"Hay! Aku seharusnya sudah terpikirkan sejak dulu!"

Biauw Cia-sa menggosok-gosok dan memukul-mukul membersihkan tanah di tangannya dan di tubuhnya.

Tapi dia juga merasakan sorot mata Pu-couw-siancu seperti golok mengawasi dirinya.

Kenapa dia menggunakan sorot mata setajam ini melihat orang? Aku telah bekerja tanpa bayaran, dan juga selalu menjawab pertanyaannya, apakah dia masih belum puas?

Ada beberapa hal yang sangat mudah, tapi buat orang berilmu tinggi yang mempunyai banyak musuh, tidak mudah berubah.

Biauw Cia-sa mengangkat kepala melihat sorot mata Pu- couw-siancu yang hitam dan terang laksana bintang malam, dengan rendahnya berkata:

"Apakah masih ada pekerjaan untukku?" Pu-couw-siancu dengan dingin berkata:

"Di depan Lo-hweesio aku tidak bisa semba-rangan membunuh orang, tapi mematahkan kaki, tangan atau mencongkel satu mata mungkin masih boleh. Kau percaya tidak dalam satu jurus aku bisa mematahkan satu kaki dan satu tanganmu? Atau men-congkel satu mata, kau percaya tidak?"

Biauw Cia-sa terkejut sekali katanya:

"Kapan aku telah berbuat dosa padamu?"

"Keberadaan Cui Lian-hoa belum kau katakan, hal ini membuat aku sangat tidak puas."

"Jika aku mengatakannya, lalu kau menyuruh anak buahmu menolongnya terlebih dulu, saat itu aku bagaimana?"

"Itu masalahmu, aku sama sekali tidak percaya setelah kau kehilangan saru kaki, saru tangan dan satu mata lalu tidak ingin hidup lagi, saat itu kau masih harus memberitahukannya padaku, betul tidak?"

Biauw Cia-sa merasa kepalanya sangat sakit dan pusing, juga terpaksa mengakui Lian-gwat adalah orang yang paling dingin, paling keji, paling menakut-kan yang pernah dia temui selama hidupnya.

Tidak salah, setelah satu kaki, satu tangan dan satu matanya hilang, Pu-couw-siancu baru menyang-gupi segala syaratnya, apakah dia masih mau melanjut-kan hidupnya?

Jika mau melanjutkan hidup, bukankah tetap harus memberitahukan tempat ditawannya Cui Lian-hoa?

Pokoknya, walaupun di tangannya ada seorang sandaranya, tapi dia yang jadi penjual, sedikit pun tidak sanggup mengajukan penawaran, malah dia yang di kendalikan oleh lawan.

Dia melihat-lihat pada hweesio tua yang aneh itu, di dalam hati berpikir dua kali.

Pu-couw-siancu berkata: "Lo-hweesio itu benar-benar seorang hweesio, tentang ilmu silat dan kepintaran beliau, di depan dia kita seperti anak kecil yang tidak berpakaian, kau tidak perlu mengkhawatirkannya."

Biauw Cia-sa memutuskan dan mengatakan satu alamat.

Dia sungguh pintar, juga seorang yang tegas. Dalam sekejap mata dia sudah berhasil memperhitungkan untung ruginya.

Misalnya jika dia tidak berpihak pada Pu-couw siancu, maka Pek-jiu-cian-kiamg To Sam-nio segera ak.m menjadi bayangannya.

Itulah, walaupun dia membunuh sandaranya terlebih dulu lalu pergi bersembunyi, itu pun tidak akan bisa dia lakukan.

Pokoknya, keadaan dia sudah menjadi walau pun berusaha apa pun dia tetap akan mati.

Tidak peduli Cui Lian-hoa hidup atau mati, keadaannya sama saja buat dia.

Dari pada begitu, lebih baik dia berpihak saja pada Pu- couw-siancu.

Di luar dugaan, Pu-couw-siancu Cui Lian-gwat malah tidak segera menyuruh anak buahnya pergi melepaskan Cui Lian-hoa.

Dia hanya pelan-pelan membalikan tubuh, bersujud pada hweesio tua, sambil menundukan kepala berkata:

"Tolong Lo-hweesio memberi petunjuk." Tong-leng-siang-jin berpikir sejenak katanya:

"Pinceng juga sangat berharap dengan tulus, Sicu meminta saran padaku, sayang ini hal yang sangat tidak mungkin, karena Sicu adalah orang Tong-to-bun (Perkumpulan di wilayah timur).".

Pu-couw-siancu keheranan melihat pada dia dan bertanya:

"Kenapa? Apakah setiap orang yang bergabung dengan Tong-to-bun, pasti menjadi tidak berperasaan tidak mengenal saudara dan tidakbisa ditolong lagi?"

Wajah Budha hweesio tua terlihat serius dan berwibawa, sepertinya sudah berubah dari orang biasa rnenjadi Budha agung yang telah sadar akan segala hal, tapi senyumnya yang ramah dan lembut, malah mem-buat orang ingat dia masih berada di dunia.

Masih ada saru hal lagi yang berbeda dengan orang lain yaitu sepasang tangannya menggerakan satu tanda yang jarang sekali dilihat.

Dan dibawah gerakan tangannya itu, kepala Pu-couw- siancu semakin menunduk ke bawah, tubuh-nya juga sedikit membungkuk, seperti sedang memikul benda yang sangat berat.

Tong-leng Siang-jin berkata nyaring:

"Orang dari Tong-to-bun, tidak merasa ber-dosa terhadap kekejian, tanpa perasaan, maka walau-pun Sicu melakukan hal yang di luar kemanusiaan, di dalam hatimu juga tidak akan ada rasa menyesal dan berdosa, hal inilah yang Pinceng tahu dari Tong-to-bun, O-mi-to-hud, harap Pinceng tidak salah memahaminya, harap Pinceng tidak salah menilai orang-orang Tong-to-bun!"

Senyum Tong-leng-siang-jin yang bertumpuk di atas kerutannya, malah dirasakan lebih ramah.

Dia berkata lagi: "Pinceng terpaksa membicarakan ketua kuil Siauw-lim Goan-seng Tai-cun-cia dua masa sebelum-nya, dia adalah guruku, dia sering berkata, walaupun hal prinsip juga kadang ada kekecualian, tapi itu sangat-sangat sedikit sekali. Kalian jangan terbohongi karena v kemungkinan semacam ini, kekecualian tidak bisa diharapkan, begitulah keadaan dunia ini.

Kemungkinan dan kekecualian membuat banyak orang mengharap berlebihan, mereka berharap kejadian aneh ini bisa terjadi, akibatnya setelah harapan nya tidak terjadi, baru sadar kekecualian itu sangat sangat sedikit sekali.

Argumen yang Pinceng katakan ini mungkin kalian mengira sangat dalam sekali, tapi itu demi kebaikan kalian, karena kalian berharap terlalu besar, sekali putus asa, pukulannya akan terasa sangat berat, Pinceng pernah melihat tidak sedikit orang mendapat pukulan ini, penderitaannya sangat dalam, malah seumur hidupnya seperti memikul hukuman.

Prinsip yang kalian katakan itu, Pinceng juga tahu, tapi kekecualian bagaimana pun bukan cara yang biasa, hanya bisa sesekali tidak bisa dipaksakan, berharap yang bukan- bukan itu tidak boleh.

'Kekecualian' hanyalah gabungan dari semua kejadian, hanya jodohnya lebih banyak sedikit atau kurang sedikit saja, keadaan begini siapa yang bisa meramalkan?

Jika sampai untuk mengetahuinya saja tidak mungkin, apakah mungkin mengharapkannya? Terima kasih Sicu telah mengatakannya, tapi maaf Pinceng tidak bisa menerimanya."

Suara Pu-couw-siancu mendadak kecil seperti berbisik: "Tapi paling sedikit di dalam hatiku masih ada sedikit pikiran jujur, maka aku mau minta tolong pada Taysu, bukankah kemarin anda tidak akan tinggal diam menonton aku mengalami kesulitan, tapi mengapa hari ini malah akan tinggal diam?"

Tong-leng-siang-jin menghela nafas dan menggeleng- gelengkan kepala.

Setelah beberapa saat, baru dia berkata lagi:

"Pinceng sudah tahu sebelumnya Pinceng tidak mungkin bisa menolong permohonan Sicu, sebab bukan saja Sicu masih ada Cui Lian-hoa.

Nama kalian Pinceng sudah beberapa kali mendengar dari Cin Sen-tong, makanya sejak awal kita sudah ada jodoh, tapi terhadap Sicu, sepertinya Pinceng juga tidak bisa memikirkan sebuah cara.

Sicu tahu tidak Tong-to-bun tidak semudah seperti aliran sesat Persia? Sebenarnya perkumpulan ini setengahnya aliran hitam dari daerah India dan Tibet? Tapi masalah kakak Sicu itu Pinceng bisa tidak harus mempedulikan, mengenai Sicu, setiap kali pikiran Sicu mendadak sadar, terjerumusnya pun semakin dalam satu tingkat."

Di dalam mata Pu-couw-siancu tampak warna kebingungan dan berpikir.

Tong-leng-siang-jin kembali berkata:

"Bukankah gurumu bernama Sen Hai-kun? Kau tentu sudah berhasil mempelajari ilmu hebatnya, Coan-sen-pian- cie (Dewa berubah jari berputar), Yang-yan-hoan-sin-kang (Ilmu sakti matahari membara), dan Sen-ie-tay-hoat (Ilmu bayangan gaib)?" Mendadak tubuh Biauw Cia-sa melesat pergi laksana anak panah.

Arah yang dia tuju untuk melarikan diri dari hutan yang berbeda dari arah datangnya.

^oodwoo^
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar