Asmara Pedang dan Golok Bab 07

Bab 07

Dalam kaum hawa, penampilan Pu-couw-siancu termasuk panjang semampai, bertubuh tinggi langsing.

Tapi dia masih harus mengangkat wajahnya, baru bisa melihat mata Li Poh-hoan, apakah dalam hatinya sama seperti di wajahnya mengagumi dia?

Sambil tersenyum dia berkata:

"Ilmu silatmu memang bagus, maka aku akan menggunakan kemampuanku yai ig sebenarnya!" "Apa maksudmu?" Tanya Li Poh-hoan heran.

Gerakan tadi, apakah tidak termasuk kemampu an sebenarnya?

"Aku akan menggunakan jariku, cukup satu jurus saja, tapi satu jurusku ini ada seratus perubah-annya, ada cepat ada lambat ada kosong ada isi, jika kau tidak kalah terhadap jurus jari ku, maka aku. "

Hati Li Poh-hoan menjadi hangat dan bertanya: "Maka kau bagaimana?"

"Maka aku akan mentraktirmu minum arak, dan lain kali aku akan menggunakan jari seribu perubahan menghadapimu."

Li Poh-hoan sadar sungguh tidak masuk akal, hatinya hangat.

Tapi, minum arak bersama dia, tidak diragukan lagi pasti sangat menggembirakan.

Maka dia menganggukan kepala:

"Baik, tapi bagaimana syaratnya?"

"Jika di bawah serangan jariku, kau masih bisa meloloskan diri keluar pintu, maka boleh dihitung tidak kalah." Kata Pu-couw-siancu

Dia berhenti sejenak lalu berkata lagi:

"Tentu saja jika kau terluka atau mati baru bisa keluar pintu, maka itu tidak bisa dihitung tidak kalah, aku pun hanya akan menggunakan satu jurus It-cie-pek-pian (Jari seratus perubahan), pasti tidak ingkar janji."

"Baiklah!" Li Poh-hoan mengangkat bahunya Pelan-pelan Pu-couw-siancu mulai mengangkat tangannya, lengan bajunya melorot sampai sikunya, tampak lengan depan yang seputih salju, dan telapak tangan yang seperti giok putih.

Mendadak terlihat dia jadi semakin cantik.

Di saat ini laki-laki mana pun akan menatap padanya, jari tangan dia sudah datang menotok.

Orang-orang yang berdiri agak jauh, melihat gerakan jari Pu-couw-siancu yang sangat indah, serangannya seperti tidak ada perubahan, hingga siapa pun bisa dengan mudah menghind arinya.

Tapi perasaan Li Poh-hoan yang berhadapan dengan dia sangat berbeda.

Dia tidak menyangkal gerakan Pu-couw-siancu sangat indah. Tapi perasaan yang paling dirasakan adalah 'menyeramkan'.

Sebabnya ada dua alasan:

Pertama, begitu dia menggerakan jarinya, gerakan tubuh dan langkahnya bersatu dengan gerakan jarinya. Ini. artinya tidak bisa melihat tubuhnya, tidak bisa melihat gerak langkahnya, hanya bisa melihat jarinya.

Kedua, walaupun dia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya pada pedang, jelas tidak dapat menahan tenaga jari yang menyerang dari kejauhan.

Kedua sebab yang disebutkan di atas walau pun hanya perasaan saja, kenyataannya tekanan jari Pu-couw-siancu pun belum bisa menembus hawa pedang, dan melukai jalan darah pentingnya. Tapi perasaannya hal ini sudah cukup. Jika menunggu perasaan dan rasa khawatirnya menjadi kenyataan, saat itu mungkin dia tidak mati juga sudah tergeletak di atas tanah.

Li Poh-hoan mengangkat tangan, pedang panjang di tangannya menyorot sinar terang.

Ujung pedangnya menusuk ke arah ujung jari yang mulus itu.

Tapi hanya menggunakan pedang saja masih belum cukup, dia masih harus meloncat menghindar dan mencari celah untuk balas menyerang.

Hawa udara sedikit pun tidak panas, tapi ujung hidung Li Poh-hoan sudah berkeringat sedikit.

Dia menyadari jari mulus yang cantik tapi menyeramkan itu, selalu bisa mendahului dan pada posisi yang paling baik mengancam delapan belas jalan darah pentingnya.

Selain itu ujung jarinya yang mengeluarkan angin keras, jari itu bisa berbelok menyerang titik vital di belakang tubuhnya.

Dia berturut-turut sudah menggunakan Chun-cancu-hu (Musim semi ulat sutra mengikat diri), Hi-yan-hoan-hwee (Bara palsu menjadi bayangan api), Seng-hong-kui-ku (Menunggang angin kembali pergi) tiga jurus dari dua puluh empat jurus ilmu silat keluarganya, jurus bertahan Cap-ji- sin-kiam (Dua belas jurus ilmu pedang).

Setiap jurus itu dipecah lagi menjadi tiga perubahan, jumlahnya menjadi tujuh puluh dua perubahan.

Seketika tampak sinar menyilaukan mata berputar-putar di sekeliling tubuh, laksana sebuah pohon api dengan bunga perak. Tapi keringat di ujung hidungnya malah bertambah bukannya berkurang, sebab dalam tujuh puluh dua jurus pedangnya, paling sedikit ada enam kali hampir saja dia tertembus oleh angin jari lawannya.

Walaupun Li Poh-hoan kelihatan kelabakan, namun Pu- couw-siancu juga tidak tampak senang, sebab jurus It-cie- pek-pian nya sudah digunakannya sebanyak tujuh puluh dua perubahan tapi masih belum bisa melumpuhkan lawannya, sedangkan lawan pun hanya bertahan saja belum menyerang.

Dia pernah mendengar jurus yang paling hebat dalam ilmu pedang keluarga Li Poh-hoan adalah jurus menyerangnya bukan jurus bertahan.

Jika sekarang dia tiba-tiba membalas menye-rang, tentu keadaannya akan menjadi. ?

Maka dia sedikit pun tidak merasa senang, atau pun puas.

Tiba-tiba serangan jarinya sedikit melambat, wajahnya yang cantik itu tampak senyuman yang ( menyilaukan mata.

Entah kenapa Li Poh-hoan tidak bisa melihat ujung jarinya, dia hanya melihat wajah yang cantik yang bisa membuat orang mabuk.

Di saat bersamaan terdengar suara rayuan di dalam angin musim semi, membujuk dia tidak menyianyiakan waktu yang indah ini, tidak menyia-nyiakan asmara yang manis ini.

Hati dia sejenak menjadi bimbang, dan titik kematian di dada kirinya menampakan celah yang sulit ditambal. Melihat ini Pu-couw-siancu tersenyum, lalu jarinya menusuk, sisa dua puluh delapan perubahan jurusnya sekali gus menyerang.

Dia sudah memperhitungkan dengan tepat, walaupun Li Poh-hoan mampu menutup celah di dada kirinya, tapi di tempat lainnya pasti akan ada yang bocor, makanya dia harus mengeluarkan seluruh jurus membunuhnya baru bisa memenangkan pertarungan ini.

Dia tersenyum dengan manisnya, apa lagi melihat keringat di ujung hidung Li Poh-hoan.

Seorang pesilat tinggi kelas satu seperti dia yang baru saja muncul dan bersinar terang, sudah kalah begitu saja, malah lenyap dari peredaran, sungguh satu hal yang menggembirakan.

Tiba-tiba gerakan pedang Li Poh-hoan berubah, dari atas pedangnya menyabet ke bawah.

Ujung pedangnya berbunyi tiga kali "Weng weng weng!" sabetannya pun tidak kaku lagi, tapi muncul tiga buah bunga sinar hujan.

Sabetan pedang dia ini baik indah atau lihay kita tinggalkan sejenak.

Yang terpenting adalah jalannya pedang dia yang mendadak berubah besar, seperti dari laki-laki buruk rupa mendadak berubah menjadi wanita cantik, atau kebalikannya dari wanita cantik mendadak berubah menjadi laki-laki buruk rupa juga sama saja.

Tentu saja siapapun bisa merasakan kehebatannya, malah bayangannya sangat sulit dilihat.

Dua puluh delapan perubahan jari mulus Pu-couw- siancu, bukan saja dihadang habis-habisan oleh nya, dia juga harus buru-buru menarik kembali serangannya, selain itu masih harus mundur ke belakang beberapa tombak!

Dengan demikian, pintu untuk keluar menjadi terbuka lebar.

Li Poh-hoan sedikit membungkukan tubuhnya: "Terima kasih atas kemurahan Siancu."

Pu-couw-siancu melirik sambil tersenyum dan berkata:

"Jurus pedang hebat, malam ini dimana kita minum arak? Song-ho-lou baik tidak?"

Li Poh-hoan dengan senang berkata:

"Baik." Dia memalingkan kepala melihat pada Ji-hong hweesio, tampak dia sedikit menutup matanya laksana sebatang kayu mati, segala sesuatu hal di dunia ini seperti tidak bisa membangkitkan gairahnya.

Dari kejauhan Li Poh-hoan membungkukkan rubuhnya menghormat, dengan keras berkata:

"Harap Lo-hweesio memaafkan kecerobohan cayhe, mohon pamit. .A"

Kulit mata hweesio itu tidak bergerak sedikit pun), sampai Li Poh-hoan sudah keluar masih tetap seperti itu.

Pu-couw-siancu masih berdiri di tempatnya, senyum di wajahnya yang secantik bunga musim semi sudah tidak tampak lagi, digantikan dengan wajah dingin, dan berpikir keras.

Di dalam ruangan sedikit pun tidak ada suara.

Setelah lewat beberapa saat, Pu-couw-siancu batuk beberapa kali, lalu menggunakan saputangan yang putih bersih menutupi mulutnya. Setelah batuknya berhenti dia lalu membuka sapu tangannya, tampak di atas sapu tangannya penuh dengan darah segar.

To Sam-nio menghampiri dan melihatnya, dengan pelan berkata:

"Kau kenapa? Apa terluka dalam?"

Pu-couw-siancu menggelengkan kepala dengan lesu berkata:

"Satu jurus pun dia tidak menyerang, bagai-mana aku bisa terluka?"

Di dalam mata To Sam-nio menyorot sinar aneh, dengan penuh perhatian bertanya:

"Tapi kau telah memuntahkan darah, apa sebabnya?"

Muntah darah sangat melukai tubuh, apa lagi terhadap tenaga dalam, lebih merusak lagi.

Pu-couw-siancu pelan mengeluh:

"Jurus pedangnya yang terakhir, setelah ku pikir-pikir dengan seksama, bukan saja It-cie-pek-pian tidak bisa menembusnya, It-cie-cian-pian pun tetap tidak akan bisa, setiap perubahannya sudah aku pikirkan, tapi masih saja tidak bisa memecahkannya!"

Ternyata dia berpikir keras untuk bisa mengatasi jurus pedang itu dengan jurus jarinya, dia sudah berpikir seribu seratus macam perubahan, sehingga karena terlalu berpikir keras maka dia jadi muntah darah.

Tapi dia masih belum menyerah, sorot matanya yang redup melihat pada wajah To Sam-nio.

Dia berkata lagi: "Julukanmu adalah Pek-jiu-cian-kiam, seorang ahli pedang besar, menurut pandanganmu apakah jurus pedang Li Poh-hoan tadi ada celahnya?"

To Sam-nio adalah pesilat tinggi murid dari perguruan Can-bian-tok-kiam, nama besar Can-bian-tok-kiam tidak lemah selama ratusan tahun, sampai nama besar Hiat-kiam juga tidak bisa menekannya. (Hiat-kiam adalah Hiat-kiam- yan-pak.).

Maka To Sam-nio adalah seorang ahli pedang besar, kata-kata Pu-couw-siancu tidak terlalu mengangkat dia.

To Sam-nio berpikir sejenak, lalu berkata:

"Aku perlu waktu memikirkannya, tapi saat terpikir mungkin kau sudah mendapatkan jawabannya terlebih dulu."

Saat dia berpikir matanya pernah menyorot sekali, rupanya sudah ada kesadaran lain juga sudah ada rencana lain.

Pu-couw-siancu mengerutkan alisnya yang panjang tipis itu dan berkata:

"Karakter dan gaya jurus pedang dia, berbeda sekali dengan jurus pedang keluarganya, juga sama sekali bukan gaya lima besar perguruan pedang di Tiong. "

Sesaat kembali dia berpikir keras.

Lima orang laki-laki berpakaian hweesio yang selama ini diam duduk di depan, mendadak meloncat terbang dari tempat duduknya, di udara lima orang itu bersama-sama mencabut senjatanya masing-masing.

Sekejab sinar golok, bayangan kapak, suara hantaman palu dan desisan pecut memenuhi ruangan. Dari lima orang itu ada tiga orang menerjang ke arah Pu- couw-siancu.

Dua orang lagi gerakannya lebih lambat, sepasang golok dan sebuah pecut menyerang ke arah To Sam-nio.

Karena mereka lebih lambat. Maka To Sam-nio masih keburu melirik ke arah Pu-couw-siancu.

Tampak tubuh tiga laki-laki besar itu bergerak sangat cepat seperti peluru menerjang Pu-couw-siancu, dengan golok panjang, kapak mas dan telapak dewa.

Sudut serangan mereka masing-masing tidak sama, tinggi rendahnya juga tidak sama, tapi kerja sama mereka seperti serangan seorang yang berilmu tinggi dan mempunyai tiga kepala enam lengan.

Hanya dengan hawa membunuh dan tekanan-nya saja, bagi pesilat biasa di dunia persilatan yang menyaksikan sudah bisa mati ketakutan. Jari Pu-couw-siancu menotok. Di wajah cantiknya masih tertinggal sisa warna kebingungan dan kelelahan.

Sasaran serangan ketiga orang itu adalah dia, tentu saja dia tidak mungkin tidak bisa melihat wajah dan gerakan lawannya.

Sedangkan tiga orang itu mungkin dalam sepanjang hidupnya baru sekarang mengetahui satu hal, yaitu mimik wajah seorang wanita cantik yang mengerutkan kening dan alis kesusahan yang kadang kala lebih menarik orang dari pada senyum manisnya.

Persoalan seperti ini, hanya terjadi pada perasaan ke tiga orang baju hitam saja.

Karena perasaan ini ke tiga orang itu merasa tenaga mereka telah berkurang setengahnya. Bahkan perasaan lain sudah datang menyusul, yaitu kenapa jarinya Pu-couw-siancu dengan tepat sudah mengenai jalan darah penting di dada dan perut mereka masing-masing?

Tiga macam senjata sekelebat lewat memotong rambut hitam panjang Pu-couw-siancu.

Baju di bahu kanannya robek, tampak yang terlihat bukan kulit yang putih bersih tapi darah segar.

Golok panjang juga telah membacok masuk ke dalam iga kanan dia.

Tapi ke tiga laki-laki besar berbaju hitam itu pun bersama-sama jatuh ke atas tanah, tidak satu pun yang bergerak lagi.

Pu-couw-siancu berturut-turut mundur tujuh delapan langkah, setelah tubuhnya menyentuh dinding baru bisa berhenti.

Di dalam lengan baju kiri To Sam-nio keluar satu kilatan sinar pedang "Traang traang.'" berturut turut dia menangkis serangan bertubi-tubi dua belas tebasan golok dan delapan pecutan dari dua orang laki-laki besar berbaju hitam itu.

Dia lalu meloncat laksana bunga terbang, dengan ringannya turun di sisi Pu-couw-siancu, sekali mengebutkan lengan baju kirinya, sinar pedang ber- ( kelebatan menangkis sepasang golok yang datang \ pertama.

Buru-buru dia bertanya:

"Siancu, bagaimana keadaanmu?"

Perkataannya belum selesai, pedang di lengan baju kanannya juga sudah menangkis serangan pecut.

Pu-couw-siancu melihat-lihat golok panjang yang masih menancap di tulang iganya, berkata: "Siapa mereka ini? Kenapa mau membunuh aku?" nada suaranya masih mengandung kebingung-an yang amat kental.

Saat ini orang berbaju hitam yang memegang sepasang golok mendadak meninggalkan To Sam-nio, lalu menyerang Pu-couw-siancu, sepasang golok dia bukan saja kecepatannya meningkat, hawa dingin goloknya juga bertambah kuat.

Jelas saat menghadapi To Sam-nio tadi dia tidak mengerahkan seluruh tenaganya.

Dengan kata lain dia tadi menyembunyikan kemampuan sesungguhnya.

Tapi kenapa dia harus melakukan ini? Sinar pedang yang keluar dari lengan baju kiri To Sam-nio bukan hanya satu sinar pedang tapi ada tiga sinar pedang, dengan cepat menghadang orang ini.

Dari dalam lengan baju lainnya malah mengeluarkan tujuh delapan sinar pedang, sehingga bisa menghalau laki- laki besar berbaju hitam yang menggunakan pecut.

Tapi tiga sinar pedang dari lengan baju kirinya, bukan saja tidak bisa menghadang sepasang golok, juga tidak menghadang jari tangan Pu-couw-siancu.

Satu jari dua bayangan dari Pu-couw-siancu, tepat mengenai sepasang golok.

Dua golok itu segera terpental ke udara, "Tak., tak!" menancap diatas tiang.

Jarinya yang mulus itu kembali mengeluarkan suara "Ssst ssst!" berturut-turut lima kali.

Tubuh laki-laki berbaju hitam itu terhentak terbang ke belakang, laksana terpukul berturut-turut lima kali oleh benda berat, saat jatuh di atas tanah sejauh dua tombak lebih, tulang di seluruh tubuhnya sudah tidak ada satu pun yang utuh.

Wajah To Sam-nio berubah, di dalam lengan baju kanannya kembali terbang keluar tujuh delapan sinar pedang, secepat kilat berputar ke arah tangan dari laki-laki berbaju hitam yang menggunakan pecut, dan tangan laki- laki berbaju hitam itupun hancur lebur di papasnya.

Selain itu diatas wajah dan dada dia juga tampak ada tujuh lubang berdarah, "Buuk!" tubuhnya melayang jatuh sejauh satu tombak lebih.

Di dalam ruangan malang melintang mayat mayat, bau amis darah menusuk hidung.

Ji-hong hweesio yang menjadi satu-satunya orang hidup selain empat wanita itu, di atas ranjang pendek dia membuka matanya, dengan wajah sedih mengeluarkan keluhan beberapa kali.

To Sam-nio dengan dingin berkata:

"Kami tidak membunuhmu, karena tidak perlu membunuhmu, kenapa kau sedih dan mengeluh?"

Seraknya suara Ji-hong hweesio seperti orang yang tidak bisa minum di atas gurun pasir. Dia berkata:

"Pinceng sudah banyak menyaksikan orang mati, tapi tidak pernah ada pengalaman menguburkan mayat. Dalam sekejap kalian meninggalkan begitu banyak mayat di sini, bagaimana aku harus berbuat?"

Dia bukan saja tidak berterima kasih karena mereka tidak membunuhnya, dalam nada bicaranya malah sedikit menyalahkan. Sesaat To Sam-nio jadi serba salah, terpaksa dia berteriak memaki:

"Tutup mulut, ini masalahmu, bukan masalah ku."

Dengan tangannya, Pu-couw-siancu melepas-kan golok yang menancap di iganya, bajunya segera menjadi merah oleh daran yang mengucur.

Tapi tubuh dia sepertinya masih tegap, malah masih bisa membantu membopong dua gadis pelayan berjalan keluar. ?

^^oodwoo^^

Malam hari, di dalam kota Soh-ciu sudah terang benderang oleh lampu, di atas jalanan ramai sekali.

Tubuh Pu-couw-siancu benar-benar masih kuat, walaupun bahu dan iganya terluka, malah masih bisa mempersiapkan makanan di rumah makan Song-ho menjamu tamunya!

Semua makanan laut segar bisa dimakan disini, araknya juga sangat bagus, produk khas dari Sauw-sing arak Ni-ji- ang, di hawa dingin musim gugur minum arak bagus yang sudah dipanaskan, sungguh satu kenikmatan hidup.

Tapi bagi pandangan Li Poh-hoan, makanan enak dan arak bagus masih tetap tidak bisa dibanding-kan dengan senyuman Pu-couw-siancu.

Dia berusaha menenangkan diri dan berpikir sejenak, baru minum arak berturut-turut tiga gelas dan berkata:

"Setelah aku pikir-pikir dengan tenang, wanita cantik yang pernah kulihat sepanjang hidupku, tidak ada satu pun yang secantik dirimu."

Dia mengatakannya dengan serius, tapi hanya seperti sebuah pendapat setelah melihat lukisan bagus. Sedikit pun tidak ada rasa tidak hormat.

Pu-couw-siancu tersenyum tawar dan berkata:

"Aku mengundangmu minum arak, tentu saja kau harus menghormati aku."

"Aku tidak membesar-besarkan, kenyataannya ada banyak orang yang ingin mengundang aku minum arak tapi tidak kulayani, maka aku tidak akan memuji-mu hanya karena masakan dan minuman bagus ini."

"Kalau begitu kau ini orang yang bagaimana?" dia sedikit membelalakan matanya dan bertanya lagi, "Kau memiliki ambisi sendiri, kau adalah orang yang tidak mau dikendalikan orang lain?"

Sambil tersenyum Li Poh-hoan menganggukan kepala: "Aku memang orang semacam itu."

"Ancaman tidak perlu disebutkan lagi, kau pasti orang yang pemberani. Tapi aku mau bertanya, bagaimana dengan kekayaan dan wanita cantik? Bisa tidak membuat orang mengalah?"

Li Poh-hoan berpikir sejenak, baru berkata:

"Dulu., tanpa berpikir aku bisa menjawab pertanyaan seperti ini, tapi sekarang setelah aku melihat kau dengan mata kepala sendiri, dalam hati aku malah ^' menjadi ragu- ragu.

Tadi aku berkali-kali tanya pada diriku sendiri, bisa tidak aku mengalah pada orang yang secantik dirimu? Jawabannya kau pasti sudah tahu, makanya aku tidak perlu mengatakannya lagi!"

Pu-couw-siancu menggelengkan kepala tanda tidak mau tahu dan berkata: "Tidak, aku ingin kau mengatakannya sendiri." "Demi kau, banyak hal aku bisa mengalah."

Pu-couw-siancu dengan gembira mengangkat gelas, minum setengahnya, dan memberikan sisa setengahnya pada dia, dengan pelan berkata:

"Kau habiskan setengah gelas arak ini."

Di pinggir gelas samar-samar tertinggal wangi lipstiknya.

Li Poh-hoan pelan-pelan meminumnya, sesaat hatinya jadi melayang-layang.

Apakah dia selalu bebas begini? Atau hanya khusus padaku?

Dia tidak mungkin tidak tahu, inilah tandanya sayang bukan?

Tidak peduli dia seberapa pelan minumnya, setengah gelas arak tetap saja dengan cepat habis.

Pu-couw-siancu mengambil kembali gelas arak di tangannya, jari mulus dia yang seperti bawang giok itu menyentuh tangan dia, sentuhan yang pelan ini membuat Li Poh-hoan seperti terkena setrum.

Dia mengisi kembali gelas arak, pelan-pelan minum dua teguk, lalu sambil tersenyum memberikan pada dia.

Menunggu dia habis meminumnya, lalu dia mengambilnya kembali dan mengisinya.

Dengan demikian gelas arak itu bolak-balik berpindah- pindah sampai delapan kali dan sambil tersenyum menunggu dia habis meminumnya.

Sepertinya mereka sangat sayang pada gelas arak itu. Dan sepertinya di rumah makan yang sangat terkenal ini hanya ada satu gelas itu saja.

Melihat cara mereka minum arak seperti ini, mungkin minum sampai pagi juga tidak akan habis dua kati.

Bagi peminum arak, pasti tidak akan bertahan, tapi bagi pemabuk yang tujuannya bukan pada arak, malah tidak diragukan, merasa sangat puas sekali.

Tiba-tiba Pu-couw-siancu merenung sambil memegang gelas arak, lalu dengan pelan berkata:

"Kau dari Siang-yang sengaja datang kesini, apa hanya ingin menghadapi aku saja?"

Li Poh-hoan menganggukan kepala mengakuinya. "Akhirnya kita pun bertarung, aku sungguh mengagumi

jurus pedangmu, tapi apakah kau kira bisa mengalahkan

aku?"

"Hari ini, saat bertemu tidak bisa mengalahkan mu, lewat dua hari lagi pun tidak akan bisa mengalah-kan mu." Sorot mata Li Poh-hoan sangat jujur dan juga sangat tajam, "tapi sekarang bisa mengalahkan kau."

"Kau sudah tahu?" Pu-couw-siancu

"Benar, di tubuhmu ada dua luka, rambut juga seperti telah terpotong, bisa dibayangkan, saat itu kau sangat tidak beruntung.

Tapi luka luar tidak penting, aku menemukan-mu kadang-kadang saluran pernafasanmu tidak lancar dari nafasnya kacau, itu hal penting, jika aku ingin membunuhmu, pasti tidak akan melewatkan kesempat-an ini." Pu-couw-siancu kembali tertawa pahit, berkata: "Penglihatamu sangat tepat, apakah kau selalu memandang orang dengan tepat seperti ini, baru menyerang orang?"

Li Poh-hoan menganggukan kepala: "Walaupun aku telah mempelajari berbagai macam jurus pedang. Tapi yang paling penting tetap adalah jurus pedang keluargaku, itulah jurus pedang pembunuh, diutamakan membunuh dalam satu jurus, lalu pergi."

Pu-couw-siancu pelan-pelan mengulurkan tangan mulusnya. .

Li Poh-hoan memandangi tangan mulusnya, sampai dia dengan sendirinya meletakan tangannya di atas telapak tangan dia, seperti seorang gadis menyandarkan dirinya dipelukan laki laki. Baru tersenyum dengan tenang, dia lalu mengangkat kepala memandangnya.

Pu-couw-siancu dengan pelan berkata:

"Walaupun kau sangat memperhatikan tangan ku, tapi sebenarnya ketika berjarak lima inci, tidak peduli kau waspada seperti apa, aku tetap saja bisa menguasaimu."

Jurus jari It-cie-pek-pian dia yang sangat lihay, dia pernah menyaksikannya. Menurut kata-katanya malah masih ada It-cie-cian-pian, itu tentu jurus yang lebih lihay lagi.

Makanya Li Poh-hoan mempercayai dia tidak berbohong. Kata Li Poh-hoan:

"Lalu kenapa kau tidak mengambil kesempatan ini menyerangku?"

Pu-couw-siancu balas bertanya:

"Kenapa kau sendiri tidak mengambil kesempatan ini mencabut pedang dan membunuh aku?" Li Poh-hoan mengangkat-angkat bahu Pu-couw-siancu berkata lagi:

"Kau sudah mengaku mau mengalah padaku, dan jurus pedangmu begitu hebat, kenapa aku tidak menambah satu teman yang tampan dan kuat, malah membuat permusuhan dengannya?"

Tangan dia bergerak lembut di dalam telapak tangannya, perasaan seperti tersengat listrik Li Poh-hoan menjadi semakin kuat, tapi dilain pihak dia juga ada perasaan ragu- ragu.

Bagaimana ini mungkin?

Tangan mulus dia sudah di dalam genggaman tanganku. Apakah benar dia ada perasaan khusus pada ku?

Apakah benar di dalam hati dia ada aku?

Arak yang diminum mereka tidak banyak, tapi kata-kata yang dikatakan mereka tidak sedikit.

Dan tangan mulus licin dia terus ditaruh di dalam telapak tangan dia......

Z - Z - Z

Di atas permukaan sungai di pagi hari, dan di antara hutan Hong di sisi sungai, lapisan embun masih belum hilang, menambah keindahan yang samar-samar.

Li Poh-hoan memakai baju putih, dia tetap membawa pedangnya, penampilannya sangat tampan dan gagah.

Pu-couw-siancu memakai baju kuning, cantik sekali.

Tidak peduli dipandang dari jauh atau dekat, tampak seperti dewi di dalam lukisan. Mereka berdua berhenti saling berhadapan di bawah daun Hong yang merah.

Tidak jauh dari sisi mereka air sungai mengalir dengan tenangnya.

Pu-couw-siancu yang pertama sambil ter-senyum berkata:

"Aku bertanya pada diriku sendiri, kenapa pagi-pagi sekali berlari kemari? Kemarin malam kita pun tidak ada janji terlebih dulu.

Kenapa aku tidak sengaja tidak datang saja, bukankah akan lebih baik untuk mempertahankan gengsi? Kau tahu kami perempuan suka menggunakan cara ini, dan menurut kabar cara ini sangat berguna sekali pada ribuan tahun yang lalu!"

Li Poh-hoan melihat-lihat ke sekeliling sawah datar yang luas di bawah sinar mentari pagi, dalam pemandangan musim gugur, mendadak kepercayaan dirinya meningkat berlipat ganda, semangatnya tiba-tiba lebih bergelora dari pada dulu.

Dunia begitu megah, wanita begitu cantik, siapa yang mau melewatkan kesempatan ini?

Siapa yang mau melewatkan keremajaan? Sorot mata dia laksana tingginya langit dalam-nya lautan, menatap pada Pu-couw-siancu dengan lembut berkata:

"Jika kau mau membantuku, aku pasti bisa melaksanakan ambisi besarku. Generasi-generasi yang akan datang pasti tidak akan melupakan kesuksesan diriku!"

Gelombang mata Pu-couw-siancu lebih lembut dari air di musim semi, wajahnya lebih cantik dari pada bunga bintang. Suara dia juga laksana suara musik dari khayangan, dengan lembut berkata:

"Aku pasti membantumu, aku pasti membantumu......

Li Poh-hoan tidak bicara lagi, dengan lembut memeluknya, dengan lembut mencium bibirnya yang merah......

Seluruh alam semesta mendadak jadi berubah.

Yang tadinya buruk jadi cantik, yang dangkal berubah jadi dalam, yang tidak berarti jadi berarti......

Tapi Li Poh-hoan tetap masih bisa memperhatikan Pu- couw-siancu jadi semakin kaku, dan warna wajahnya juga jadi semakin pucat.

Apakah asmara yang bisa menghidupkan alam semesta ini, malah menjadi buruk buat dia.

Pu-couw-siancu terengah-engah, dengan nada yang tidak jelas berkata:

"Mendadak aku teringat seseorang, orang yang paling dekat denganku. Hay, aku sudah beberapa tahun tidak mengingat dia lagi!"

Hati Li Poh-hoan mendadak sakit seperti di tusuk pedang dan mengalir darah. Tapi dengan sekuat tenaga dia berusaha tenang seperti tidak jadi apa-apa dan berkata:

"Orang ini pasti orang yang paling bahagia di dunia ini." Pu-couw-siancu menggeleng-gelengkan kepala:

"Tidak, malah sebaliknya, dia mungkin orang yang paling sengsara."

Dia memberontak melepaskan dari pelukannya, lalu berjalan mengitari pohon Hong satu putaran, wajahnya baru kembali jadi tenang. Dia tersenyum.

Walau masih tetap cantik menyilaukan, tapi Ia Poh-hoan sudah berubah, seperti ada yang mengganjal. Dia mengeluh dalam.

Dia tahu kenapa dirinya mengeluh? Itu karena asmara yang menyatukankan hati dan tubuh ini, dalam sekejap mata telah menghilang.

Di dalam kehidupan ini, apakah masih ada saat saat sekejap yang mengharukan ini?

Semua hal jika sudah mencapai puncaknya, perasaanpun tidak akan bisa tinggal terlalu lama.

Tidak peduli itu amarah besar, sedih, bahagia sekali, pokoknya setelah sampai di puncaknya, tidak lama akan menurun, atau disebut mendingin.

Tapi manusia sejak dahulu semuanya berharap puncaknya suatu perasaan bisa bertahan abadi, apa lagi asmara.

Semua pasangan yang jatuh cinta berusaha keras mempertahankan cinta abadinya supaya tidak berubah selamanya. Jika orang luar memandang dengan tenang menelitinya, maka akan tahu jawabannya adalah sangat tidak beruntung sangat menyedihkan.

Terharu juga demikian, tidak peduli kau terharu karena apa, selalu dengan cepatnya sampai ke puncaknya dan segera meluncur ke bawah.

Saat sekejap ini kau bisa mengalirkan darah demi itu, boleh mati demi itu, tapi saat sekejap ini pasti tidak abadi.

Sastrawan besar yang menggemparkan dunia dari negri matahari Kai-coan-lang-cie-cia, selalu ingin menangkap kecantikan yang dalam sekejap mata lalu menghilang, selalu mengira bisa melihat keabadian dalam saat sekejap, atau mendapatkan keabadian.

Tentu saja ini hal yang tidak mungkin.

Karena abadi sendiri mengandung singkatan, makanya abadi hanyalah pikiran yang palsu, dan singkat juga sama palsu, tidak nyata.

Kai-coan-lang-cie-cia mati bunuh diri di usia tiga puluh lima tahun, hasil karya dia seperti Lok-seng-bun bersinar menyilaukan mata, dan kehidupan dia di dalam arus hidup mati di alam semesta ini, juga sangat singkat dan bersinar menyilaukan mata.

Embun di antara hutan Hong dan di atas sungai hilang di bawah sinar mentari, seperti yang tidak pernah terjadi.

Tapi embun pagi benar-benar telah terjadi, keindahan yang samar-samar itu tetap masih tertinggal di dalam hati Li Poh-hoan.

Dia sangat membenci dirinya kenapa mau meninggalkan keindahan yang tiada taranya ini, malah menggunakan untung rugi pikiran yang buruk dan kampungan itu, untuk mempertimbangkan masalah Pu-couw-siancu.

Tapi dia juga tahu bagaimana pun dia harus mempertimbangkan dari sudut pandang ini.

Karena di dalam lubuk hati dia samar-samar merasakan, masalahnya tidak sebagus yang ada di permukaan, juga tidak sesederhana itu, malah timbul perasaan buruknya yang entah dari mana datangnya.

Bayangan punggung langsing Pu-couw-siancu walaupun sudah menghilang di hutan dan bukit di sana, sudah di luar jangkauan pandangan dia. Tapi dia tahu sebenarnya dia belum lepas dari pandangannya, hanya saja sekarang dia melihatnya bukan dengan mata tapi melihat dengan hati, tidak peduli dia pergi kemana, dia juga bisa melihat dia.

o O o O o
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar