Persekutuan Pedang Sakti Jilid 19

Jilid 19

BELUM HABIS perkataan itu diutarakan, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki manusia yang berlari masuk dengan langkah tergesa-gesa, orang itu adalah Tok Si cian, malah dalam tangannya masih menggenggam sebilah golok biru yang terhunus. Namun ketika dia menyaksikan orang-orang yang hadir dalam ruangan, orang itu segera berdiri tertegun.

Sambil menarik muka Siang Bu ciu segera menghardik :

"Muridku, ada urusan apa kau masuk tergopoh-gopoh ? Hmm sungguh tak tahu aturan!”

Merah padam selembar wajah Tok Si cian karena teguran gurunya itu. dengan termangu- mangu diawasinya wajah Kam Liu cu adalah jago silat kawakan dari dunia persilatan, pengalamannya boleh dibilang amat luas dan matang, dari sikap Tok Si cian yang langsung berubah muka setelah bertemu dengannya ketika masuk kedalam ruangan tadi, ia sudah merasakan hal-hal yang kurang wajar.

Diam diam segera pikirnya di dalam hati: “Waaah, jangan-jangan sudah terjadi sesuatu atas saudara Wi? Tapi tak mungkin liu sumoay telah membantu saudara Wi.

sekalipun jejak mereka ketahuan, tak mungkin mereka dibekuk lawan, kecuali kalau kedua orang itu telah berjumpa dengan racun ... “

Teringat soal racun, hatinya segera berdebar sangat keras.

Sementara itu Liong Cay thian telah mengulapkan tangannya berulang kali sambil berkata : "Loji jangan kau halangi dia, siapa tahu ia akan melaporkan sesuatu yang sangat penting."

Siang Bu ciu segera mendongakkan kepalanya dan bertanya : “Ada urusan apa kau datang kemari?”

Tok Si cian kembali menengok sekejap kearah Kam Liu cu kemudian baru jawabnya sambil memberi hormat :

“Ketika tecu mendapat giliran untuk meronda malam tadi, baru saja melakukan perondaan sampai dikaki bukit sebelah belakang, tiba-tiba telah bertemu dengan ... "

“Bertemu apa?” tukas Siang Bu Ciu.

“Tecu telah bertemu dengan ... dengan … canpwee.” “Bertemu aku?” seru Kam Liu cu dengan perasaan terkejut.

Sedangkan Siang Bun ciu segera menghardik pula dengan kening berkerut kencang: “Omong kosong, selama ini saudara Lan duduk disini minum arak, tak selangkahpun meninggalkan tempat ini."

Atas bentakan dari gurunya itu, Tok Si cian segera menjawab dengan tergagap : “Tecu tidak bohong malahan Lan locianpwee sempat melepaskan sebuah pukulan dahsyat kearah tecu, andaikata tecu tidak menghindar dengan cepat, niscaya pukulan itu akan menewasktn tecu."

“Tidak mungkin peristiwa ini dapat terjadi!" bentak Siang Bu ciu penuh amarah setelah mendengar laporan dari muridnya semakin lama semakin mengawur. Sebaliknya Kam Liu cu mengerti apa yang telah terjadi, kembali dia berpikir : "Jangan- jangan Lan Sim-hu yang asli telah datang pula ?"

Sementara dia masih berpikir, Liong Cay thian telah berkata : "Coba kau laporkan keadaan yang kau alami tadi dengan lebih terperinci dan seksama lagi !"

"Waktu itu tecu sedang mengadakan perondaan di Pek seh sia, baru saja menuruni bukit telah kulihat sesosok bayangan manusia meluncur datang dengan kecepatan tinggi tergerak hati tecu setelah melihat bayangan tersebut aku mengira telah kedatangan musuh didalam selat kita ini, maka cepat-cepat menyambutnya, setelah mendekat baru kuketahui bahwa orang itu adalah Lan locianpwee.”

"Sudah kau lihat dengan jelas bahwa orang itu adalah aku ?"

Sekali lagi Tok Si cian menengok sekejap kearahnya, kemudian mengangguk : "Betul, tecu melihat dengan jelas bahwa orang itu adalah Lan locianpwe, malah di bawah ketiaknya mengempit seseorang!”

“Waktu itu tecu segera menegurnya, Lan locianpwee, apakah kau berhasil membekuk mata- mata ?”

Siapa tahu pertanyaan tecu ini sama sekali tidak digubris, malahan sewaktu melewati disisi tecu, secara tiba-tiba saja Lan locianpwee mengayunkan telapak tangannya melepaskan sebuah bacokan maut, dengan tergopoh-gopoh tecu segera menghindarkan diri kesamping, begitu lolos, dia memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur makin jauh, karena itulah tecu pun segera datang kemari untuk memberi laporan.”

"Sudah kau lihat dengan jelas siapa yang dikempit olehnya?" cepat-cepat Liong Cay Thian bertanya.

"Tidak jelas." Tok Si cian menggeleng.

“Ayah mungkinkah dia telah menculik Wi sauhiap ?" tiba tiba Liong Hiang kun menyela.

Tiba-tiba saja Kam Liu cu merasa terkesiap, diam-diam pekiknya didalam hati : "Bisa celaka ... "

Sekarang keadaannya sudah semakin jelas sudah pasti Lan Sim-hu telah mendapat tahu kalau puteranya telah tertangkap sehingga malam-malam dia menyelundup masuk ke dalam lembah dan berupaya menolong Lan kun pit dari kurungan.

Tentu saja dia tak akan menyangka kalau Wi Tiong hong telah mengganti kedudukan Lan Kun pit sebagai dirinya demi tujuannya menyelidiki jejak ayahnya.

Dan sama sekali tak terduga Lan Sim hu bisa muncul tepat pada saatnya untuk menyelamatkan Lan Kun pit yang sesungguhnya telah berubah menjadi Wi Tiong hong asli.

Pikir punya pikir akhirnya dia bangkit berdiri, kemudian ujarnya sambil tertawa dalam: “Dimanakah orang itu sekarang? Hmmm berani amat menyaru sebagai aku untuk menculik orang di dalam selat ini, ingin kulihat manusia semacam apakah dia itu.”

Belum habis dia berkata, tiba tiba tampak lagi seorang lelaki berbaju hitam yang masuk kedalam ruangan dengan langkah tergesa-gesa, begitu bersua dengan Liong Cay Thian ia segera memberi hormat sambil katanya. "Lapor cong huhoat, ketika hamba melalui gedung yang ditempati nona So dari Lam hay, kujumpai pintu kamar telah terbuka lebar dan kedua orang dayangnya telah roboh terkapar diatas tanah. Setelah menyaksikan peristiwa tersebut hamba sadar pasti telah terjadi sesuatu peristiwa, baru saja akan melakukan penyelidikan, siapa tahu baru saja anak buah hamba memasuki pintu ruangan, tanpa sebab musabab yang jelas kedua orang anak buah hamba itu sudah roboh terjengkang, itulah sebab hamba khusus datang kemari untuk memberikan laporan.”

Berubah hebat paras muka Liong Cay thian sesudah mendengar perkataan itu, dia segera mengulapkan tangannya, lalu kepada Siu It hong serunya: “Bisa jadi musuh datang dari Pek seh sia, Siu lo sam, kau segera berangkat ke Pek-seh sia dan hadang jalan mundur musuh.”

Serigala kuning cakar beracun Siu It hong mengiakan dan segera berangkat dengan langkah tergopoh-gopoh Menyusul kemudian Liong Cay thian berkata pula kepada Siang Bu ciu: “Siang loji kaupun berangkat ke Sui

lian tong, jangan beri kesempatan kepada mereka untuk merampas perahu dan melarikan diri 1ewat jalan air.”

“Siaute turut perintah," jawab wakil ketua pelindung hukum Siang Bu ciu dengan cepat. Lalu dengan langkah tergesa-gesa, dia pun beranjak pergi dari tempat tersebut.

Menyaksikan kesemuanya itu diam-diam Kam Liu cu berpikir didalam hatinya. “Kalau didengar dari nada suaranya barusan, mungkin yang dimaksudkan sebagai Pek seh sia adalah lorong dibawah sumur kering yang kami lalui tempo hari. Kalau begitu yang dimaksudkan sebagai Sui Tian tong itulah justru merupakan jalan utama untuk memasuki selat Tok seh sia?"

Dalam pada itu Liong Cay thian telah berpesan pula pada Tok Si cian dengan suara cemas: “'Segera turunkan perintah, segenap anggota selat harus sudah berada dalam posisinya dalam waktu singkat dan siapa pun dilarang berjalan jalan sembarang didalam selat."

Tok Si cian mengiakan dan terburu-buru mengundurkan diri dari tempat tersebut. Kembali Liong Cay thian berseru: “Anak Hiang, cepat kau laporkan kejadian ini kepada

Siacu, katakan kalau selat telah kedatangan musuh pada malam ini, tanyakan apakah Siacu

ada sesuatu petunjuk?”

Liong Hiang kun kelihatan merasa berat hati untuk pergi dari situ, segera bantahnya: “Ayah, hanya menghadapi urusan sekecil ini mengapa sih kita mesti mengganggu ketenangan siacu?”

Sudah jelas dia amat menguatirkan keselamatan Wi Tiong hong sehingga merasa segan untuk masuk kedalam.

Tapi dengan wajah serius Liong Cay thian segera berkata: "Selat kita sudah mengalami sesuatu peristiwa, masa kejadian ini tidak dilaporkan kepada siacu? Ayoh cepat masuk."

Sambil mencibirkan bibirnya dan dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Liong Hiang kun membalikan badan dan beranjak pergi dari ruangan tersebut. Kam Liu cu yang menyaksikan kesemuanya itu diam-diam berpikir sambil tertawa dingin: "Liong Cay thian memaksa putrinya untuk masuk rupanya dia menyuruh anaknya muncul lagi dengan peranannya sebagai siacu.”

Sementara itu Liong Cay thian telah menjura sambil berkata setelah menyuruh putrinya masuk: “Saudara Lan, taysu, harap pergi bersama-sama siaute.”

Kam Liu cu dan Ci kong siansu segera bangkit bersama-sama dan berjalan keluar dari istana racun mengikuti dibelakang Liong Cay thian.

Dalam pada itu, penjagaan didalam selat Tok seh sia telah dilakukan amat ketat hampir setiap jengkal nampak serombongan lelaki berbaju hitam dengan senjata terhunus melakukan penjagaan disitu, ketika bertemu dengan mereka bertiga, serentak mereka memberi hormat.

Tempat So Siau hui terletak disisi kiri istana racun, ketika Liong Cay thian mengajak kedua orang itu menuju kepintu dengan dua orang anggota selat telah melakukan penjagaan yang ketat didepan gedung tersebut waktu itu.

Tak jauh dari pintu gerbang tampak dua orang dayang dan dua orang lelaki berbaju hitam tergeletak diatas tanah, rupanya korban-korban tersebut belum berani disingkirkan sebelum kehadiran cong huhoat mereka untuk melakukan pemeriksaan.

Kam Liu cu yang menyaksikan ke jadian tersebut dari kejauhan, diam-diam merasa terkesiap juga pikirnya: "Bila ditinjau dari keadaan tersebut, jangan-jangan Liu sumoy telah melakukan suatu tindakan ceroboh yang mengakibatkan kebocoran rahasia kita ?”

Dalam pada itu Liong Cay thian telah berhenti didepan pintu, sambil berpaling, katanya kemudian: “Saudara Lan, Taysu, harap tunggu disana biar siaute melakukan pemeriksaan sendiri.”

Seusai berkata dia lantas maju lebih jauh ke depan dan membungkukkan badannya untuk memeriksa keadaan dari keempat orang yang tergeletak diatas tanah.

Tiba-tiba paras mukanya berubah hebat kemudian sambil mendengus penuh amarah serunya : ”Racun tanpa wujud !

Jangan-jangan Kiu tok kaucu telah berkunjung kemari?”

Ketika Kam Liu cu dan Ci kong siansu yang masih berada lima kaki dari arena mendengar kalau ruangan tersebut telah dikerjai oleh Kiu Tok kaucu, serta merta mereka menjadi paham atas duduk perkara yang telah terjadi.

Bila didengar dari laporan dari Tok Si cian tadi agaknya Lan Sim-hu juga telah datang kesitu.

Kini tempat tinggal So Siau hui terbukti telah dinodai oleh racun tanpa wujud, hal tersebut membuktikan bahwa Lan Sim hu Kiu tok kaucu benar-benar telah menyusup kedalam selat Tok seh sia untuk menolong orang.

Sebagaimana diketahui, Kiu tok kaucu sedang mengincar resep obat anti racun Pit tok kim wan dari Lam hay bun, ia menitahkan Lan Kun pit untuk menculik So Siau hui dan itulah sebabnya pula Lan Kun pit menyamar sebagai Wi Tiong hong untuk melaksanakan tugas tersebut Diluar dugaan dia telah ditawan oleh orang orang selat Tok sen sia.

Sekarang terbukti sudah Lan Sim hu telah bersekongkel dengan Kiu tok kaucu sehingga mereka berdua sama-sama memasuki selat Tok seh sia, dimana yang seorang menolong putranya dan seorang lagi menaburkan racun tanpa wujudnya seraya melarikan So Siau hui.

Tapi sayang mereka tidak meyangka kalau orang yang ditolong Lan Sin hun bukan Lan Kun pit, sedangkan So Siau hui yang diculik oleh Kim tok kaucu pun bukan So Siau hui yang asli.

Tatkala Kam Liu cu membayangkan kesemuanya ini, tak terkirakan rasa gelisah dan cemas hatinya, sekarang telah diketahui olehnya bahwa Wi Tiong hong dan sumoay nya telah diculik orang, apa lacur dia sedang menyaru sebagai Lan Sim bu dan tak mungkin bisa loioskan diri dari situ dalam waktu singkat.

Mendadak terdengar suara langkah kaki. manusia berkumandang datang dengan cepat ia rnendongakkan kepalanya, ternyata yang datang adalah Tok seh sia cu dengan jubah hitam, jenggot putih serta tongkat di tangan.

Kam Liu cu menjadi tertegun, untuk berapa saat lamanya ia belum dapat menduga siapa gerangan orang itu?

Sebab menurut apa yang di ketahuinya, putri Liong Cay thian selalu menyaru sebagai Tok seh siacu dengan dandanan semacam ini pula.

Selain dari pada itu. sipanglima sakti berlengan emas Ou Swan pun selalu muncul gengan peranan sebagai Tok seh siacu, sebab dia harus selalu masuk keluar selat Tok seh sia untuk membantu diri mereka untuk mempermudah dan

memperlancar usahanya memasuki selat tersebut, maka dia selalu berperan demikian.

Sekarang, andaikata orang yang dihadapi itu adalah Ou Swan apa yang harus dilakukan olehnya? Dan bagaimana pula seandainya orang itu adalah Tok seh siacu yang asli?

Ci kong siansu tentu saja tidak mengetahui seluk beluk itu, ketika bertemu dengan Tok seh siacu, dia segera merangkap tangannya didepan dada sambil berseru :

"Omitohud rupanya siacu telah datang sendiri."

"Taysu terlalu merendah,” sahut Tok seh siacu sambil membalas memberi hormat.

Kemudian sambil menjura kepada Kam Liu cu, katanya pula : “Saudara Lan, tahukah kau apa yang telah terjadi?"

Baru saja Kam Liu cu hendak balas memberi hormat, tiba-tiba disisi telinganya kedengaran suara kakek Ou sedang berbisik: “Aku adalah Ou Swan!”

Kam Liu cu merasa gembira sekali, cepat sahutnya :

"Barusan, didalam selat ini telah ditemukan seseorang yang menyaru sebagai siaute disamping itu ditemukan juga kedua orang dayang yang melayani So Siau hui terkena racun tanpa wujud.”

Berbicara sampai disitu, dia segera berkata lagi dengan mengerahkan ilmu menyampaikan suara : “Mungkin yang datang adalah Kiu tok kaucu serta Lan Sim-hu berdua mereka telah menculik saudara Wi dan Liu sumoay, cepatlah kejar mereka, sebentar aku akan menyusulmu.” Dalam pada itu Tok seh siacu telah mengelus jenggotnya dan berseru dengan penuh

amarah : “Masa ada kejadian seperti ini ? Aku tak percaya ada orang yang berani mencari gara-gara didalam selat Tok seh sia ini!”

Tiba-tiba ia menutulkan ujung tongkatnya ke atas tanah, lalu secepat kilat meluncur ke depan.

Sementara itu Raja langit bertangan racun Liong Cay thian telah mengeluarkan sebuah botol kecil dari sakunya dan mengambil empat butir pil yang masing-masing diberikan kepada ke empat korban, kemudian dia mengeluarkan pula sebuah tabung tembaga sepanjang satu depa dan diobat-abitkan disekitar tempat tersebut, kemudian katanya, dingin: “Hmmm, hanya mengandalkan kepandaian sekecil ini pun berani mencari gara-gara didalam selat Tok seh sia !"

Tentu saja dia pun dapat menyaksikan kehadiran dari Tok seh siacu, tapi berhubung dia sedang mengerahkan tenaga dalamnya untuk menghisap racun tanpa wujud yang tersebar disekitar tempat itu, untuk sesaat dia tak mampu berkata apa-apa.

Menanti sampai racun tanpa wujud itu sudah terhisap habis dan menyumbat tabung dengan kapas dia baru mendongakkan kepalanya dan berkata kepada Ci kong siansu : “Taysu, cepat hadang kepergiannya orang itu adalah Kiu tok kaucu yang menyaru sebagai siacu!”

Tak terlukiskan rasa kaget Kam Liu cu, sehabis mendengar perkataan itu, diam-diam pikirnya : “Sungguh hebat ketajaman mata bajingan tua ini.”

Dalam pada itu Ci kong siacu telah menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melakukan pengejaran ke depan, satu ingatan segera melintas didalam benak Kan Liu cu serta merta diapun mengikuti dibelakang Ci kong siansu untuk berlalu dari situ.

Kebetulan sekali pada waktu itu kedua orang lelaki dan dayang itu telah mendusin kembali dan bangun duduk,

ketika melihat cong huhoat berada disitu, dengan tergopoh-gopoh mereka bangun berdiri seraya memberi hormat.

Liong Cay thian segera mengulapkan tangannya dan bertanya kepada kedua orang dayang itu

: “Ayoh cepat bilang, nona So berada dimana?”

“Semalam siacu telah berkunjung kemari menyuruh nyonya So keluar dari pintu, siapa tahu baru saja sampai didepan pintu, nona So roboh dan bisa bangun lagi, budak segera memburu keluar, siapa tahu kepala budak pun menjadi pusing lalu tak tahu apa2 lagi.”

"Terbukti sekarang, pasti ulah ini perbuatan dari Kiu tok kaucu." seru Liong Cay Thian penuh amarah.

Tiba-tiba tubuhnya melejit ke tengah udara kemudian mengejar kearah Pek seh sia.

Sementara itu, Ci kong siansu yang melakukan pengejaran dengan kencang telah berhasil menyusul Tok seh siacu yang sedang berlarian menjauhi selat.

Begitu berhasil mendekati orang itu, Ci kong siansu segera berseru dengan lantang. "Siacu, harap berhenti dulu!”

Tok seh siacu berpaling, ketika melihat orang yang datang adalah seorang hwesio berbaju merah, diapun berhenti berlari sambil bertanya : “Ada apa?"

Dengan suatu gerakan secepat kilat Ci kong siansu berkelebat maju ke muka, lalu serunya sambil tertawa seram:

"Cong huhoat mengundangmu untuk kembali.”

Mendadak Tok seh siacu berseru sambil tertawa nyaring:

"Haaah. haaah, haaa. kuperintahkan kepadamu untuk pulang dulu!"

Begitu selesai berkata, tangan kanannya segera diayunkan kemuka melepaskan sebuah dahsyat ke dada Ci kong siansu.

Segulung tenaga pukulan yang sangat kuat diiringi suara desingan angin tajam segera meluncur kemuka.

Sesungguhnya Ci kong siansu adalah seorang jago lihay dari perguruan Mi Tiong hun tiga tahun berselang dia telah diundang Liong Cay thian dengan honor tinggi untuk menjadi seorang pelindung dari selat Tok seh sia.

Di dalam tiga tahun atas bantuan dari Liong Cay thian yang menyediakan obat-obatan beracun ia telah berhasil menguasai ilmu Tok jiu eng.

Maka ketika dilihatnya Tok seh siacu melepaskan sebuah pukulan kearahnya sambil tertawa-tertawa tergelak segera serunya :

“Haaa haaa haaa Kiu tok kaucu, bila kau ingin mengajak aku beradu pukulan, maka kau telah salah mencari orang!"

Dia mundur selangkah, lalu tangan kanannya sebesar kipas dikeluarkan dari balik jubahnya dan diayunkan kemuka, dalam waktu singkat warnanya telah berubah menjadi hitam pekat.

Angin pukulan yang sangat kuat itu segera menggulung kedepan dan menyongsong angin serangan yang dilepaskan oleh Tok seh siacu itu.

Perlu diketahui, meskipun ilmu Tay jiu eng dari perguruan Mi tiong bun termasuk ilmu aliran luar, namun serangannya sama sekali tidak menimbulkan desingan

angin. Tetapi justeru dapat menembusi benda apapun untuk melukai lawan yang berada dibaliknya.

Jadi boleh dibilang ilmu pukulan tersebut merupakan suatu ilmu pukulan yang sangat ganas.

Tatkala sepasang tangan saling beradu satu sama lainnya, mencorong sinar tajam dari balik mata Tok seh siacu, segera ujarnya sambil tertawa bergelak : ''Hey hwesio, sedari tadi sudah kuketahui kalau kau memiliki ilmu pukulan Tok jiu eng yang ganas!”

Rupanya Tok seh siacu yang ini bukan Kiu tok kaucu seperti apa yang diduga melainkan kakek Ou yang datang untuk menolong Wi Tiong hong.

Telapak tangan kanan yang didorong kakek Ou sejajar dengan dada itu mendadak ditarik kembali, menyusul tangan tersebut sekali lagi dilontarkan ke depan.

Gerakan menarik dan melontar yang dilakukan amat cepat ini namun benar-benar diluar dugaan, tahu-tahu saja.

“Blaaammm!”

Angin pukulan yang lebih kuat dan dahsyat bagai amukan angin taupan menyapu ke depan.

Ci kong siansu sama sekali tidak menyangka kalau pihak lawan memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna, sehingga ilmu pukulan Tay jiu-eng andalannya tak mampu menandingi lawan.

Menanti dia merasakan gelagat baik dan siap sedia untuk menarik kembali serangannya, keadaan sudah terlambat, segulung angin pukulan yang sangat kuat seperti datangnya air bah menekan tubuhnya.

Sekujur badannya terasa begetar keras, tak kuasa lagi tubuhnya mundur terus sejauh satu kaki lebih, sepasang

matanya dipejamkan rapat-rapat, tangan kirinya memegangi perut dan tangannya memegang dada ia berdiri tak berkutik ditempat semula.

Jelas sudah pertarungannya melawan kakek Ou barusan telah menggetarkan hawa murninya, sehingga dia harus bersemedi dan mengatur pernapasan.

Dengan cepat Kam Liu cu melayang turun disamping Ci kong siansu sambil tegurnya : “Taysu, apakah kau terluka ?

Perlukah kubantu diri ?”

-odwo-

Pelan-pelan Ci kong siansu membuka matanya yang terpejam dan memandang Kam Liu cu sekejap, kemudian menggelengkan kepalanya berulang kali dan memejam kembali.

Diam-diam Kam Liu cu tertawa dingin, pikirnya :

“Heeeh, heeeeh, heeeeh, seandainya aku ingin mencabut nyawamu, cukup dengan sebuah pukulan pun aku dapat merenggut nyawamu!”

Dengan cepat dia melewati Ci kong taysu dan katanya lagi. “Kalau toh taysu tidak mengharapkan bantuanku, silahkan atur pernapasan disini, biar kukejar Kiu tok kaucu itu.”

Tanpa banyak berbicara lagi ia segera melompat kedepan dan melakukan pengejaran.

Tak selang berapa kemudian. Raja langit bertangan racun Liong Cay thian melayang turun dengan gerakan cepat, ketika melihat Ci kong siansu berdiri seorang diri dijalan bukit, dia menjadi terkesiap buru-buru tegurnya :

“Taysu, bagaimana keadaanmu?” Ci kong taysu menarik napas panjang-panjang, lalu sahutnya : “Berhubung terlalu gegabah, pinceng kena disergap oleh Kiau tok kau, tapi sekarang sudah baikan.”

"Mana saudara Lan? Apakah dia mengejar lawan?” Ci kong siansu kembali manggut-manggut.

"Kepandaian silat yang dimiliki Kiu tok kaucu sangat lihay, belum tentu saudara Lan seorang dapat menandinginya, kita harus menyusulnya dengan segera.”

Liong Cay thian tertegun setelah mendengar perkataan itu, Ci kong siansu sebagai tokoh lihay dari perguruan Mi tiong bun memiliki kepandaian silat yang tak berada dibawahnya, tetapi nyatanya dia mengaku kalau Kiu tok kaucu memiliki ilmu silat yang sangat hebat dan Lan Simhu bukan tandingannya, pengakuan semacam ini sungguh merupakan sesuatu yang susah dipercayai.

Andaikata Kiu tok kaucu benar-benar demikian lihaynya, jelas orang itu akan menjadi musuh yang paling berbahaya bagi keamanan dan kesejahteraan Tok seh sia ...

Sementara dia masih termenung, tiba-tiba tampak olehnya Tok Si cian berlarian mendekat dengan napas tersengkal-sengkal, begitu menjumpai Liong Cay thian dia segera memberi hormat seraya ujarnya : "Lapor cong huhoat, daerah terlarang kita di selat barat telah terjadi musibah!”

Sekali lagi Liong Cay thian marasakan hatinya bergetar keras, cepat-cepat ia bertanya : “Apa yang telah terjadi?”

“Oh koansi terkena senjata rahasia beracun, sedangkan tawanan di kamar nomor satu sebelah kiri. "

“Bagaimana keadaan dikamar nomor satu?” cepat-cepat Liong Cay thian bertanya dengan perasasan gelisah.

“Si tawanan lemah pikiran yang berada di kamar nomor satu telah mati di racuni orang."

Liong Cay thian segera mendelik besar penuh amarah, kemudian sambil mendepak-depakkan kakinya berulang kali serunya seraya mendengus keras : “Pasti perbuatan dari Kiu tok kaucu, bajingan tua ini "

Ia segera berpaling ke arah Ci kong siansu, kemudian serunya : “Taysu, ayoh kejar!"

Dengan cepat bagaikan gulungan asap, kedua orang itu bergebrak menelusuri jalan bukit menuju ke pek seh sia.

Tak selang berapa saat kemudian, mereka telah mengejar sampai dimulut selat.

Tampak si serigala kuning cakar beracun Siu It hong dengan sepasang senjata cakar serigalanya yang terhunus berjaga-jaga disisi jalan, sedangkan disamping kiri dan kanannya berdiri empat orang jago.

Dengan suatu gerakan cepat Liong Cay thian meluncur ke muka, lalu dengan wajah dingin bagaikan salju, dia memandang sekejap sekitar situ dan katanya kemudian dengan suara dalam : “Siu losam, apakah Kiu tok kaucu telah melarikan diri melalui jalanan ini?” Siu It hong tertegun sehabis mendengar pertanyaan ini, segera jawabnya : "Semenjak siaute tiba disini belum pernah kujumpai Kiu tok kaucu berjalan melewati tempat ini.”

“Lantas siapa yang telah keluar melalui jalanan ini ?” tanya Liong Cay thian segera.

"Barusan siaucu bersama saudara Lan lewat dari sini, mereka dengan langkah tergesa- gesa.”

”Kiu tok kaucu adalah seorang yang menyaru sebagai siacu dia sedang melarikan diri dari sini, sedangkan saudara

Lan sedang mengejar Kiu tok kaucu, apakah dia tidak menerangkan kejadian ini kepadamu?”

“Waaah kalau begitu tidak beres,” seru Siu It hong keheranan. “Siaucu bersama saudara Lan keluar dari selat bersama-sama, mereka mengatakan hendak melakukan pengejaran terhadap musuh malah dijelaskan juga bahwa cong huhoat bersama taysu sedang melakukan pemeriksaan dibukit sebelah depan."

Liong Cay thian kelihatan agak tertegun mendadak serunya dengan penuh amarah: "Kurangajar betul Lan Simhu ini, rupanya dia sengaja menyusup kemari sebagai mata-mata, kalau begitu dia ... dia telah bersekongkol dengan Kiu tok kaucu untuk kabur dari Tok seh sia, aku telah termakan oleh siasat busuknya!”

Kemudian setelah mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, katanya lagi: "Bila aku tak berhasil membekuk kembali kalian berdua, percuma selat Tok seh sia menjagoi dunia persilatan selama ini."

Tiba-tiba dia mengeluarkan sebuah panji hitam dari sakunya, lalu sambil diserahkan kepada Siu It hong ujarnya dengan suara dalam : “Siu losam, kau segera turunkan perintahku ini suruh Siang lojin melakukan pengepungan dari arah jalan air sambil melakukan penggeledahan atas seluruh bukit sedang taysu segera melakukan pengejaran sedang Siu losam pimpin Su lit pang menyusul kemudian."

Habis berkata, dia bersama sama Ci kong siansu segera beranjak pergi dari situ.

Sudah barang tentu Liong Cay thian tidak akan menyangka kalau orang yang menyaru sebagai Tok seh siacu dan Lan Sim-hu adalah Panglima sakti berlengan emas Ou Swan serta Kam Liu cu dari Thian sat bun.

Waktu itu, Kiu tok kaucu bersama Lan Sim-hu dengan membawa Wi Tiong hong dan So Siau hui telah kabur melalui jalan rahasia dibawah sumur kering.

Malam itu udara sangat gelap, angin gunung berhembus amat kencang, ketika kentongan kedua baru lewat, tiba-tiba dari bawah sumur kering itu melayang keluar dua sosok bayangan manusia.

Orang pertama adalah seorang kakek berjubah hitam berjenggot putih dibelakangnya mengikuti seorang kakek berjubah biru.

Dibawah ketiak mereka berdua masing-masing mengempit seseorang, baru saja muncul dari balik sumur kering, dari balik pepohonan dan semak belukar, bermunculan enam sosok bayangan hitam yang segera menghampiri kedua orang itu dengan gerakan cepat.

Keenam orang itu adalah dua orang gadis berbaju hitam yang bertubuh ramping serta empat orang lelaki baju hitam yang memakai kain kerudung muka.

Kakek berjenggot berwarna putih itu sama sekali tidak berbicara apa-apa, dia hanya mengulapkan ujung bajunya kemudian kakek berjubah biru itu beranjak lebih dulu dari situ.

Dalam sekali lompatan saja kedua sosok bayangan manusia itu sudah berada sejauh satu kaki dari tempat semula gerakan tubuhnya cepat sekali.

Kedua orang gadis dan keempat lelaki berkerudung itu segera mengerahkan pula ilmu meringankan tubuh masing-masing, bagaikan gulungan asap hitam mereka menyusul dibelakang kedua orang pertama.

Setelah keluar dari goa Pek seh tong, tempat itu merupakan sebuah jalan kecil yang menjulur kearah timur,

puluhan li perjalanan selanjutnya merupakan jalan gunung yang berliku-liku.

Namun rombongan tersebut masing2 memiliki

kepandaian silat yang luar biasa, tanpa menjumpai kesulitan apapun, dengan suatu gerakan yang kilat, sekejap kemudian puluhan li telah dilampaui.

Sementara perjalanan ditempuh, mendadak dari bawah kaki bukit didepan sana muncul sebuah lentera berwarna merah, ditengah kegelapan malam, lentera itu bagaikan mengambang diatas permukaan tanah.

Tak lama kemudian lentera merah itu berubah menjadi dua buah lentera … Kemudian dari dua buah lentera berubah lagi menjadi empat buah lentera.

Lentera-lentera berwarna merah itu bergerak disekitar kaki bukit dengan enteng dan cepat, lambat laun semakin mendekati rombongan tersebut.

Akhirnya terlihat sudah sebuah tandu yang bergerak cepat mendekati rombongan itu.

Orang yang berada didepan tandu bergerak membawa sebuah lentera orang yang berada dibelakang tandu pun membawa sebuah lentera, sedangkan disisi depan dan belakang tandu tergantung juga masing-masing sebuah lentera merah.

Berjalan sambil membawa lentera merah ditengah malam buta sesungguhnya merupakan suatu kejadian yang lumrah, tapi jalan gunung itu tidak terlalu lebar, bila terjadi simpangan mestinya salah satu pihak harus mengalah untuk menyingkir lebih dulu.

Akan tetapi tandu yang bergerak datang dari arah depan itu tampaknya enggan mengalah.

Tampak seorang nikou setengah umur yang berjalan dimuka tandu dan membawa sebuah lentera itu segera memberi hormat dan berseru begitu jarak kedua belah pihak tinggal satu kaki : “Harap sicu sekalian mundur dari situ, jangan sampai menumbuk Un sin Nio nio dari kuil kami.”

“Aku tak pernah menyingkir dari jalanan yang sedang kutempuh, lebih baik kau suruh mereka menggotong minggir tandu itu.” kata kakek baju hitam berjenggot putih itu.

Tampaknya nikou setengah umur itu merasa tertegun dia segera mengangkat lenteranya lebih tiaggi untuk menerangi wajah takek tersebut, kemudian serunya tertahan. "Aah, rupanya lo sicu, Un sin Nio nio dari kuil kami baru saja keluar berjalan-jalan dan saat ini akan pulang kembali, lo sicu sebagai orang yang sering bersiarah ke kuil kami, tentunya mengerti bukan bahwa Un sin Nio nio kami tak pernah menyingkir.”

Kakek berjubah hitam berjanggot putih yang mengempit seseorang dibawah ketiaknya itu segara menukas dengan nada tak sabar : “Kau tidak usah cerewet terus dibadapanku, bila kalian tak mau menyingkir lagi, jangan salahkan bila kami akan menerjang dengan kekerasan."

Nikou setengah umur itu menunjukkan perasaan serba salah setelah ragu sejenak, akhirnya menggapai kearah seorang nikou kecil yang mengikuti dibelakang tandunya sambil berseru. "Sumoay, cepat kemari kau!'

Nikou kecil itu menyabut dan berjalan mendekat, tanyanya : “Suci, ada urusan apa?”

Sambil menuding ke arah kakek berjenggot putih berjubah hitam itu nikou setengah umur itu berkata : “Lo sicu ini sering kali mengunjungi kuil kami untuk berziarah hitung- hitung dia masih termasuk seorang pengikut nio nio tapi hari ini tampaknya lo sicu tersebut ada urusan ingin cepat-cepat pulang ke gunung, coba kau minta petunjuk dari nio nio, apakah boleh mempersilahkan mereka untuk lewat lebih dahulu ?”

Nikou kecil itu memandang si kakek tersebut sekejap lalu katanya sambil manggut-manggut

: “Yaa. akupun kenal dengan lo sicu ia setiap je it dan Cap go dia pasti datang bersembahyang di kuil kita, biar kumohonkan petuujuk dari Nio nio."

Selesai berkata dia segera membalikkan badan dan berjalan menuju ke depan tandu lalu setelah berlutut dia berkemak kemik membaca doa ...

Selang berapa saat kemudian dia bangkit kembali dan katanya sambil menggeleng: "Nio mo berkata, orang yang seringkali bersembahyang dikuil kita setiap Je it dan Cap go bukan dia.”

Nikou setengah umur itu berpaling dan mengamati kembali si kakek berjenggot putih itu lalu serunya: "Sudah jelas dia orangnya, kenapa dibilang bukan? Oya, apalagi yang diucapkan Nio nio?”

”Nio nio berkata, maka mereka diperintahkan untuk melepaskannya.”

Ketika mendengar sampai disitu, tiba-tiba si kakek berjubah hitam berjenggot putih itu mendongakan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, katanya: “Haaahh..

haaahh..aku masih menduga siacu yang telah bersandiwara memamerkan pesan dari malaikat, rupanya kalian adalah orang-orang dari Tok seh sia.”

Kembali nikou setengah umur itu tertegun : "Lo sicu keliru besar, pinni berasal dari kuil Cun ti an gua Pek seh tong. Mencorong sinar tajam dari balik mata kakek berjubah hitam berjenggot putih itu, setelah mendengar pengakuan mana, katanya lagi dengan suara dalam : “Bila kalian tidak segera menyingkirkan tandu itu, jangan salahkan bila kuhancurkan tandu tersebut dengan sebuah pukulan yang dahsyat!'

Nikou setengah umur itu berseru kaget lalu mundur dua langkah dengan ketakutan.

"Suci," nikou kecil itu berkata lagi. “Nio nio berpesan pula, bila dia enggan menyingkir untuk memberi jalan kepada kita, maka kita harus mengalah kepadanya."

“Apa? Tandu suci dari Nio nio harus mengalah kepadanya ?”

“Nio nio telah menurunkan firmannya sebab menurut Nio nio, kalau toh dia tak percaya dengan dewa, kita toh tak bisa memaksanya untuk mempercayainya, karena itu biarlah kita mengalah padanya."

Nikou setengah umur itu manggut2 kepada kedua orang nenek pemikul tandu itu katanya kemudian: “Nio nio telah memberikan persetujuannya untuk mengalah, mari kita menyingkirkan."

Kedua orang nenek pemikul tandu itu tidak

mengucapkan sepatah katapun, mereka benar-benar menggotong tandu tersebut dan menyingkirkan ke sisi jalan.

"Hmm, kalian memang sudah seharusnya menyingkir sedari tadi," seru kakek berjenggot putih berjubah hitam itu dingin.

Ia segera mengulapkan tangannya sambil berseru:

“Saudara Lan, silahkan duluan?"

Kakek berjubah biru itu mengawasi tandu tersebut lekat-lekat, mendadak ia berbisik: "Kaucu, lebih baik suruh mereka berangkat lebih dulu!"

Terlintas satu ingatan dalam benak si kakek berjubah hitam berjenggot putih itu, kemudian sahutnya sambil manggut-manggut: "Begitu pun ada baiknya juga."

Selesai berkata, kembali dia mengulapkan tangannya.

Kedua orang gadis bersama keempat lelaki dan ke enam orang manusia berbaju hitam itu segera bergerak dengan kecepatan tinggi.

Dengan cepat kakek berjubah biru dan kakek berjubah hitam berjenggot putih itu pun bergerak melintasi tandu tersebut.

Setelah lewat, kakek berjubah hitam berjenggot putih itu kembali berpaling sambil katanya dingin. “Menurut pendapatku, lebih baik kalian tak usab kembali ke kuil lagi."

“Semoga Lo sicu baik-baik dijalan," sahut nikou setengah umur itu sambil menjura, malam ini juga pinie sekalian harus tiba kembali didalam kuil."

Kakek berjubah hitam berjenggot putih itu mendengus dingin, kemudian membalikkan badan dan beranjak pergi dari situ.

Siapa tahu baru saja berjalan sejauh tiga kaki lebih, tiba-tiba saja kedua orang gadis keempat lelaki dan enam manusia berbaju hitam itu berjalan sempoyongan, lalu diiringi seruan kaget bersama-sama jatuh terduduk diatas tanah.

Berubah hebat paras muka kakek berjubah biru itu, segera dia menghentikan langkahnya sambil berseru:

"Kaucu, kita sudah terkena serangan gelap orang!"

Kakek berjubah hitam berjenggot putih itu

membungkukkan badannya serta memeriksa sekitar tempat itu kemudian katanya sambil mendengus dingin: “Hmm, racun tanpa wujud, ternyata mereka benar-benar adalah orang- orang selat Tok seh sia!"

Sembari berkata dia segera mengebaskan ujung bajunya, dari situ beruntun meluncur keluar enam butir cahaya putih yang masing2 meluncur ke mulut ke enam orang anak buahnya.

Menyaksikan kejadian tersebut, si kakek berjubah biru itu mengangguk dan pikirnya: "Biarpun aku sendiri membawa obat penawar racun, namun caranya melepaskan obat penawar secara begitu jitu dan indahnya benar2 merupakan perbuatan yang mengagumkan, dia memang tak malu menjadi Kui tok kaucu.”

Dalam pada itu si kakek berjubah hitam berjenggot putih itu telah menurunkan tawanannya sehabis melemparkan obat penawar racun tadi dan membentak keras: "Berhenti!"

Toya bambu ditangan kanannya segera di sodok kedepan sementara tubuhnya melambung ketengah udara seperti kuda sembrani yang terbang diangkasa, dia langsung menerjang kearah tandu itu.

Dalam pada itu, tandu beserta rombongan telah berada kurang lebih empat lima kaki dari posisi semula.

Tatkala mendengar suara bentakan dan melihat kakek berjubah hitam berjenggot putih itu menerjang tiba, nikou setengah umur dan nikou kecil itu sama-sama berseru kaget,

sambil melindungi Kepala sendiri cepat-cepat. mereka mengundurkan diri dari tempat itu.

Sebaliknya kedua nenek penggotong tandu itu bukannya membawa tandu tersebut lari menjauhi, mungkin saking paniknya mereka justru membalikkan badan dan menggotong tandu tadi menyongsong kedatangan kakek berjubah hitam berjenggot putih itu.

Sungguh cepat gerak serangan dari kakek berjubah hitam berjenggot putih itu, begitu sampai didepan tandu, tangan kanannnya dengan jurus ‘Api dan guntur saling menyambar’ langsung menghajar kearah tandu tersebut.

“Blaaammm... !”

Diiringi hembusan angin pukulan yang sangat kuat dan dahsyat, angin serangan itu meluncur kemuka dengan dahsyatnya.

Dalam waktu singkat angin puyuh melanda seluruh permukaan tanah, bagaikan amukan ombak ditengah samudra menggulung ke muka dan mengancam sasaran secara mengerikan, kekuatannya cukup mendirikan bulu roma siapa saja. Tetapi anehnya, sekalipun angin pukulan yang meluncur kedepan itu amat dahsyat dan diiringi desingan angin tajam yang menggidikkan hati, akan tetapi sama sekali tidak menimbulkan perlawanan apa pun tatkala menerjang kedepan tandu itu, bahkan tak berhasil pula untuk menyentuh sasaran.

Gulungan angin pukulan yang maha dahsyat itu seolah-olah terjerumus kedalam sebuah jurang yang tak kelihatan dasarnya, sama sekali tidak menimbulkan reaksi apa pun, lenyap dengan begitu saja kedalam tandu itu.

Jangan lagi menghancurkan tandu tersebut malahan tirainya saja tidak bergerak.

Tak terlukiskan rasa terkejut dan terkesiap dari si kakek berjubah hitam berjenggot putih itu, cepat-cepat dia mundur kebelakang sambil bentaknya: "Siapa yang berada didalam tandu?”

Nikou setengah umur yang telah menyingkir jauh-jauh itu segera berseru keras: "Yang berada didalam tandu adalah Tu sin Nio nio yang baru pulang dari keliling bukit.”

Agaknya Lan Sim-hu pun sudah menyaksikan ketidak beresan dari tandu tersebut, ia segera bertanya: "Apakah kaucu telah merasakan sesuatu yang tidak beres dengan tandu itu?”

Kakek berjenggot putih berjubah hitam segera berpaling, ujarnya kemudian: "Aku rasa, saudara Lan juga telah menyaksikan sendiri, angin pukulan yang kulancarkan barusan tiba-tiba saja lenyap tak berbekas begitu sampai dimuka tandu itu, benar2 suatu kejadian yang sangat aneh

…”

“Jangan-jangan dibalik tandu itu terdapat seorang jagoan yang berilmu tinggi?"

“Yaa aku rasa memang begitu," kakek berbaju hitam berjenggot putih itu manggut2, "ingin kulihat manusia dari mana yang bisa menerima sebuah pukulanku tanpa menimbulkan reaksi apapun."

Sembari berkata dia segera meloloskan pedang, lalu berjalan menghampiri tandu itu.

Si nikou setengah umur itu segera menjerit kaget, lalu teriaknya dari kejauhan: "Lo sicu, isi tandu itu benar benar adalah Tu sin Nio nio dari kuil kami, harap lo sicu jangan berbuat sembrono!"

"Selama hidup aku tak percaya dengan tahayul!" jengek si kakek sambil tertawa dingin.

Tampaknya nikou setengah umur itu tak berani menghalangi niatnya, ia membiarkan kakek berjubah hitam itu mendekati tandu tersebut, hanya ujarnya dingin: "Bila lo sicu berani berbuat kurang ajar terhadap pousat, maka resiko dan dosanya harus kau pikul sendiri."

Dalam pada itu si kakek berjubah hitam berjenggot putih itu sudah tiba di hadapan tandu tersebut dengan pedang terhunus, ketika tidak menjumpai suatu gerakan dari balik tandu, diapun membentak keras-keras.

"Dalam mata yang sehat tak akan kemasukan pasir, lebih baik sobat tak usah bermain sembunyi macam cucu kura-kura, ayoh segera menggelinding keluar dari situ!"

Sambil membentak dia mendesak maju lebih kemuka sehingga jaraknya dengan tandu tersebut tinggal lima depa saja, sorot matanya yang tajam mengawasi tandu tersebut tanpa berkedip, sementara persiapan dan kesiap sediaannya tetap tinggi.

Siapa tahu, biarpun sudah ditunggu sekian lama pun tidak terdengar ada suara jawaban, malah tirai tandu itupun masih tetap berada didalam posisi semula.

-odwo-

Keheningan, dan ketenangan yang mencekam tandu tersebut benar-benar mendatangkan suasana misterius bagi siapa pun yang sedang menghadapinya.

Lama kelamaan habis sudah kesabaran kakek berjubah hitam berjenggot putih itu, dengan amarah yang membara tiba-tiba saja dia maju kedepan lalu pedangnya digetarkan dan langsung menusuk ketirai dimuka tandu tersebut.

Didalam tusukannya ini, dia telah menghimpun tenaga murninya kedalam pergelangan tangan kanan, sehingga dari balik serangan yang dilancarkan, berhembus pula angin serangan yang sangat kuat.

Siapa tahu tusukan yang amat tajam dan kuat itupun sama sekali tidak menimbulkan perlawanan apa-apa.

Pedang yang panjangnya tiga depa itu sudah menembusi tandu tersebut sedalam dua depa tapi anehnya tandu itu justru kosong melompong seolah-olah tidak terdapat sesuatu apapun, ujung pedangnya tidak berhasil menyentuh benda apapun.

Bukan cuma begitu, si kakek berjubah hitam berjenggot putih itu segera merasakan tangannya seperti memegang sesuatu yang kosong dan enteng sekali, seakan-akan tiada benda apapun yang tergenggam ditangannya, keadaan tersebut segera menimbulkan perasaan terkejut yang tak terlukiskan.

Ia sadar telah terjadi sesuatu yang tak heran, karenanya cepat-cepat dia mencabut kembali pedangnya.

Namun perbuatannya ini kembali membuat hatinya terkesiap bercampur ngeri, rupanya pedang yang digunakan untuk menusuk tandu tersebut telah dipapas orang sampai kutung tanpa menimbulkan suara apapun jua.

Dari sini terbuktilah sudah bahwa orang yang berada dalam tandu itu selain memiliki ilmu silat yang sangat lihay, bahkan dia pun memiliki sebilah pedang mestika yang amat2 tajam dan luar biasa.

Sambil menggenggam kutungan pedangnya dengan cepat kakek berjubah hitam berjenggot putih itu mundur dua langkah kebelakang bentaknya kemudian: "Ilmu silat yang anda miliki amat dahsyat kaupun mempunyai senjata

mestika yang sangat tajam, jelas sudah bahwa kau bukan manusia sembarangan didalam dunia persilatan, tetapi aneh betul, mengapa tindak tandukmu justru pengecut dan macam kura kura saja, beraninya hanya bersembunyi dibalik tandu."

Si nikou kecil yang mendengar teriakan tadi kontan saja tertawa cekikikan segera katanya: “Kau benar-benar aneh lucu, sudah jelas yang berada didalam tandu adalah Un sin Nio nio, masa kau anggap sebagai manusia?”

Sedangkan nikou setengah umur itu berkata pula: "Kalau toh lo sicu tak mau percaya, biar kusuruh popo untuk menyingkapkan tirai di depan tandu tersebut sehingga kalian dapat menyaksikan dengan lebih jelas lagi!"

Waktu itu, kedua orang nenek penggotong tandu tersebut telah menurunkan tandunya serta menyingkir jauh-jauh, ketika mendengar perkataan nikou setengah umur tadi.

Salah seorang diantaranya segera menyahut dan segera berjalan menuju kesisi tandu.

Sudah barang tentu kakek berjubah hitam berjenggot putih itu tak percaya kalau orang yang mematahkan pedangnya benar-benar adalah Un sin Nio nio (dewi suci wabah penyakit) tentu saja dia merasa amat gembira ketika nikou-nikou tersebut membukakan tirai tandu tersebut baginya.

Asalkan tirai tandu itu sudah disingkap, maka dengan cepat dia akan mengetahui siapa gerangan manusia yang telah menyambut pedangnya serta mengutungi pedangnya itu.

Semestara itu, keenam orang anggota perguruannya telah mendusin dari pingsannya dan sama-sama telah bangkit berdiri.

Lan Sim-hu segera menyerahkan tawanan kepada dua orang lelaki berbaju hitam yang berada di sisinya, kemudian pelan-pelan pula ke depan.

Ketika nenek penggotong tandu itu sudah berada didepan tandu serta membuka tirai, maka tampaklah dibalik tandu tersebut benar2 duduk sebuah patung dewi yang berambut hijau dan bermuka tembaga.

Mula-mula kakek berjubah hitam berjenggot putih itu nampak tertegun, tapi kemudian katanya sambil tertawa:

“Aku tak percaya kalau kau benar2 adalah sebuah patung tembaga. .!"

Dari balik tongkat bambunya dia mengeluarkan sebuah senjata penggaris kemala dan secepat kilat diketukan keatas kepala tembaga dari patung tersebut.

“Hmmm !"

Mendadak dari balik mulut patung tembaga itu mengeluarkan suara dengusan dingin yang rendah dan berat, tahu-tahu kepala tembaga itu miring kesamping dan tangan tembaga yang semula berada didepan dadanya diangkat keatas dengan cepat serta mencengkeram penggaris kemala tersebut.

Sesungguhnya kakek berjubah hitam berjenggot putih itu adalah seorang ahli dalam ilmu beracun, disaat ia menarik kembali serangannya dengan gerakan cepat itulah, tiba2

tertangkap olehnya segulung asap amat tipis dua sukar terlihat dengan telanjang menyembur ke arah wajahnya.

Dengan pengetahuan dan pengalamannya yang sangat luas, ia menjadi terkejut diam2 pikirnya: “Orang ini bisa melepaskan racun keji tanpa kelihatan sesuatu gerakan apa pun yang dilakukan, ini membuktikan kalau kepandaiannya amat mengerikan, tampaknya aku telah bertemu dengan musuh tangguh pada malam ini.” Berpikir sampai disitu, dengan cepat dia mengebaskan ujung bajunya kedepan.

Tiba-tiba tangan kiri patung tembaga itu melakukan suatu gerakan menyentil dan memperdengarkan suara yang nyaring.

“Criiingg!''

Kakek berjubah hitam berjenggot putih itu tertawa dingin, dari balik bajunya dia mengeluarkan tangan kirinya dan segera melakukan gerakan menyentil.

Sentilan demi sentilan jari tangan tembaga itu selalu memperdengarkan suara gemerincingan keras, sebaliknya sentilan jari takek bejubah hitam berjenggot putih itu sama sekali tidak menimbulkan suara apapun.

Bagi pandangan orang lain, sentilan semacam ini selain tidak menimbulkan angin serangan, tidak nampak pula serangan senjata rahasia, berarti sentilan tersebut hanya suatu sentilan kosong belaka.

Padahal didalam saat inilah sudah terjadi duel yang amat seru diantara kedua belah pihak, masing-masing telah mengeluarkan enam macam racun keji yang setiap macamnya dapat membunuh dan meracuni pihak lain tanpa menimbulkan suara apapun sehingga lawan akan kehilangan kekuatan untuk melawan.

Mendadak kakek berjubah hitam berjenggot putih itu melompat mundur kebelakang, lalu bentaknya kearah patung tembaga itu: “Kau adalah Tok seh siacu?"

Pelan-pelan patung tembaga itu bangkit berdiri dan melangkah keluar dari tandunya lalu menjawab dingin:

"Bukan.”

"Sebenarnya siapakah sobat? "

"Kalian pernah mendengar tentang Tong hujin?" "Belum pernah kudengar tentang nama itu.” “Hmmm, benar-benar amat cupat pengetahuanmu!” dengus Tong hujin dingin.

Kakek berjubah hitam berjenggot putih itu segera tertawa seram, “'Apakah kau pun pernah mendengar tentang Kiu-tok kaucu ?”

Bintang tajam bertaburan di angkasa, tiba-tiba saja dia mengerakkan senjata penggaris kumalanya sambil melancarkan serangan kilat kedepan.

Sekali lagi Tong hujin mendengus dingin, tangan kirinya digerakan sambil mengayunkan ujung bajunya ke muka, sekilas cahaya tajam segera menyambar ke muka.

Ternyata benda itu tak lebih hanya sebilah pedang pendek yang panjangnya hanya mencapai satu depa.

Gagang pedang tersebut tersembunyi dibawah ujung bajunya sehingga orang lain sukar untuk melihatnya, namun cukup dipandang dari cahaya tajam yang terpancar keluar di saat berkelebat lewat tadi, sudah disetahui kalau benda itu adalah sebilah pedang mestika yang amat tajam dan luar biasa.

Kakek berjenggot putih berjubah hitam itu tak lain adalah Kiu tok kaucu, sekalipun senjata penggaris kemalanya tidak takut dengan bacokan senjata, namun ia tak berani bertindak gegabah, terutama sekali dikarenakan pedang pendek yang berada ditangan Tong hujin

memancarkan cahaya tajam dan belum diketahui asal usulnya.

Disamping itu, penggaris kemalanya ini pernah dilubangi oleh senjata Lou bun si di tangan Wi Tiong hong sehingga cacad di tiga tempat, sebagai yang dikatakan orang: ‘Sekali terpagut ular, tiga tahun takut dengan tali jerami’, begitu pula keadaan dari Kiu tok kaucu saat ini.

Untuk beberapa saat lamanya ia tak berani saling beradu senjata dengan Tong hujin terpaksa tubuhnya mundur beberapa depa dan menghindarkan diri dari senjata musuh.

Dangan suara dingin Tong hujin segera menjengek:

“Hmmm, katanya saja Kiu tok kaucu, nyatanya hanya pintar main sergap saja!" Sementara berbicara, secara beruntun dia melepaskan tujuh buah serangan berantai.

Ketujuh serangan tersebut semuanya dilancarkan dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat, cepatnya tak terlukiskan sehingga mendesak Kiu tok kaucu harus mundur ke belakang berulang kali.

Selesai melancarkan ketujuh buah serangannya tadi, tiba-tiba Tong hujin menghentikan gerakannya dan berpaling sambil membentak keras: “Lan Sim-hu berapa besar sih kemampuan yang kau miliki sehingga berani melepaskan racun terhadapku?"

Rupanya ketika ia sedang mendesak Kiu Tok Kaucu tadi, secara diam-diam dan tidak menimbulkan suara apapun kakek berjubah biru itu telah melepaskan racun jahat.

Dengan semakin melambannya gerak serangan pedang dari Tong hujin, Kiu tok kaucu pun mempunyai kesempatan untuk melancarkan serangan balasan.

Senjata penggaris kemalanya segera disodok kedepan mengancam tenggorokan Tong hujin dengan jurus ‘naga langit mencari gua’.

Tong hujin segera memutar pedangnya menangkis serangan senjata penggaris kemala dari Kiu tok kaucu, hardiknya: "Apakah kalian belum juga mau menyerah kalah?”

Kiu tok kaucu semakin tak berani beradu kekerasan lagi dengan lawannya ketika melihat Tong hujin sengaja menggunakan pedang pendeknya untuk membentur penggaris kemalanya, ia miringkan tubuhnya ke samping untuk menghindari serangan pedang itu, lalu serunya sambil tertawa terbahak-bahak. "Haha … ha … ha …

sebelum menang kalah ditentukan, lebih baik kau jangan tekebur lebih dulu, perkataanmu itu diutarakan kelewat awal."

Tong hujin mendengus dingin : "Hmmmm, kau benar-benar manusia yang tak tahu diri.” "Memangnya kau anggap aku takut kepadamu?" hardik Kiu tok kaucu dengan marah.

Tong hujin segera menggapai ke arah nikou setengah umur yang berada disisinya kemudian berkata : “Soh-gwat, coba kau wakili aku untuk menyambut berapa jurus serangannya, agar mereka tahu kelihayan kita."

Nikou setengah umur itu segera mengiakan dan melompat maju ke depan, setelah memandang sekejap wajah Kiu tok kaucu serta Lan Sim-hu dengan pandangan dingin ia berkata, “Siapakah diantara kalian yang ingin mengetahui kelihayan kami ?”

Perkataan tersebut benar-benar besar amat lagaknya, ternyata ia tidak memandang sebelah mata pun terhadap ke

dua orang tokoh persilatan yang termashur dengan berkedudukan tinggi ini.

Hawa amarah segera menyelimuti wajah Lan Sim-hu yang kurus, membentaknya dengan geram, "Tekebur amat kau si nikou sialan!”

“Pinni tidak tekebur, asal dicoba kalian toh akan mengetahui dengan sendirinya,” sahut nikou setengah umur itu sambil tertawa dingin.

“Baik, biar aku yang memberi pelajaran kepadamu,” bentak Lan Sim-hu semakin naik darah.

"Bagus sekali, kalau begitu pinni pun tidak perlu bersungkan-sungkan lagi!'

Tiba-tiba ia menyentilkan jari tangannya kemuka, beberapa desingan angin serangan segera meluncur kedepan Lan Sim hu dengan kecepatan luar biasa.

“Soh gwa, tidak usah membuang waktu lagi dengan mereka,” Tong hujin memperingatkan dengan dingin.

Sementara itu Lan Sim-hu yang berpengalaman sangat luas tentu saja dapat mengenali ilmu serangan jari yang digunakan nikou setengah umur itu sebagai ilmu jari To lo yap ci dari kalangan Budha, diam-diam ia merasa terkesiap.

Serta merta badannya menyelinap ke samping untuk menghindarkan diri dari serangan jari yang dilancarkan nikou setengah umur itu. kemudian tubuhnya menerjang maju secara tiba- tiba, angin serangan yang menderu-deru dilontarkan langsung ke bahu kanan nikou setengah umur tadi.

“Rasain pula sebuah pukulanku ini," serunya dengan suara dalam.

Tanpa berpikir panjang nikou setengah umur itu mengayunkan tangan kanannya ke muka untuk

menyongsong datangnya serangan dari Lan Lam Sim-hu tersebut.

Sebagai seorang tokoh silat yang amat termashur di wilajah In lam Lan Sim hu bukan hanya termashur karena ilmu beracunnya dalam ilmu pukulan pun dia mempunyai kematangan yang mengagumkan.

Tatkala menyaksikan nikou setengah umur berani menyambut serangannya dengan keras melawan keras, diam-diam ia mendengus di dalam hati. "Blaammmmmm … !"

Ketika sepasang telapak tangan itu saling beradu, terjadilah suara benturan keras yang memekikkan telinga.

Betul juga, setelah terjadi bentrokan kekerasan tersebut, paras muka nikou setengah umur itu berubah hebat saking kagetnya, sementara tubuhnya tergetar mundur sejauh dua langkah lebih.

-ooo0dw0ooo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar