Pembunuh Gelap Jilid 07

Jilid 07

Menjelang tengah hari, mereka telah berada dikota Beng-lie. Ai Ceng mengajak Wie Tauw mengunjungi rumah makan, mereka harus menangsal perut dengan sarapan pagi.

Ternyata Wie Tauw sangat suka kepada arak, begitu pelayan rumah makan menyediakan makanan dan arak, ia menenggaknya beberapa kali.

Ai Ceng menganggap juru tulis ini sebagai seorang sastrawan biasa, melihat cara2 orang menenggak arak, ia mengkerutkan alisnya.

"Hei,....." Ia memanggil, "jangan kau minum arak banyak2." "Jangan khawatir." Berkata Wie Tauw yang sudah menenggak

araknya lagi. "Didalam soal minuman, aku sangat akhli."

"Bila kau mabok ditengah jalan, aku tidak mau tahu," Berkata Ai Ceng.

"Jangan takut, tidak mungkin aku mabuk." Berkata Wie Tauw yang sudah mulai menjalankan rencananya yang kedua.

"Segera hentikan arak itu." Ai Ceng memberi perintah. "Aku harus segera kembali kerumah, maka tidak boleh membiarkan kau minum terlalu banyak."

"Aku hanya akan menghabiskan arak yang sudah tersedia ini." Berkata Wie Tauw. "Kau tidak keberatan bukan ?"

"Baiklah." Berkata Ai Ceng. "Sifat2mu ini tentunya cocok dengan sifat2 ayahku, beliaupun suka sekali dengan arak."

Wie Tauw bertepuk tangan.

„Bagus." Ia berkata. "Bagaimanakah nama sebutan beliau."

"Ai Pek Cun. Tetapi kau harus membahasakannya dengan sebutan Lo-tong-kee." Berkata Ai Ceng.

Wie Tauw mengeringkan sisa araknya yang terakhir, ia bangkit dan berkata:

"Hamba mengerti. Nona Tong-kee yang mulia." Mereka membikin perhitungan rekening dan meninggalkan rumah makan, keluar dari kota Beng-lie dan meianjutkan perjalanan.

Belum jalan beberapa saat lagi, tubuh Wie Tauw bersempoyongan, didalam keadaan limbung, ia mengoceh:

"Paling enak menjadi seorang sastrawan, naik pangkat tidak takut ditawan, bila nasib mujur menjadi seorang bendaharawan, jatuh didalam. "

Dan betul2 Wie Tauw jatuh, seolah-olah kesandung batu.

Ai Ceng harus memayang bangun laki2 aneh ini. Ia berkata: "Mengatakan tidak mabuk ? Mengapa kau jatuh ?"

Wie Tauw menyengir.

„Batu ini jahat sekali." Ia mendupak batu yang berada tidak jauh dari ujung kakinya.

"Menyatahkan batu yang tidak berdosa." Berkata Ai Ceng. "Sudah kularang kau minum terlalu banyak, tidak dengar kata, maka kini mabuk juga."

"Siapa yang mabuk ?" Wie Tauw memandang gadis itu. "Masih segar didalam ingatanku . . . aku sedang mengadakan perjalanan denganmu, menuju kota Lok-yang dan.......En ..... Eh "

Wie Tauw msnggoyang-goyangkan kepalanya. Ia mengoceh terus.

"Heran arak ini hebat sekali. Bila dihari-hari biasa, tiga kali minuman tadipun tidak akan mengganggu ketenanganku. Tentunya arak tadi telah dicampur dengan abu rokok pelayan

rumah makan itu jahat.   kurang ajar!"

Ai Ceng menjebikkan bibir.

"Terus terang saja mengaku bahwa kau tiada guna. Mengapa mencari alasan yang bukan2 Mencari kambing hitam ?"

Entah mengapa, Ai Ceng sangat tertarik kepada laki2 aneh ini. "Salah.....Kau salah....." Berkata Wie Tauw tidak mau mengalah, "Mana kau tahu sebab2 yang mengeram didalam hatiku ?"

"Masih ada sebab2 yang mengeram didalam hati ?" Mata Ai Ceng terbelalak.

"Seseorang yang sedang dirundung duka, tidak boleh meminum arak, kata2 ini ternyata sangat tepat. Hari ini aku betul2 telah merasakan betapa tepatnya pepatah ini. Semakin arak ditenggak, semakin hebat pula kerisauan hati yang mengeram didada itu."

"Apa yang kau risaukan ?" Bertanya Ai Ceng.

"Hal ini soal rahasia. Kau tidak boleh tahu." Berkata Wie Tauw. Ia memperlihatkan wajahnya yang sangat murung sekali.

Ai Ceng semakin tertarik.

„Aku paling suka mengorek rahasia orang." Ia berkata "Katakanlah kepadaku, apakah rahasia yang merisaukan hatimu itu

?"

"Jangan .... jangan . . . ." Berkata Wie Tauw. "Bila kukatakan kepamu, tentu kau lompat lari."

"Tidak. Lekas kau katakan. Aku tidak takut, tidak mungkin dapat dikagetkan oleh beberapa patah kata biasa."

Masih Wie Tauw menggoyangkan kepala.

"Tidak." Ia berkata. "Kau akan menempeleng pipiku."

"Aku berjanji tidak akan menempeleng atau menyakitimu." Berkata Ai Ceng mendesak,

"Katakanlah, apakah yang merisaukan hatimu ?"

Wie Tauw melepaskan pegangan gadis itu, ia berlari meninggalkannya. Mulut tokoh aneh dan ajaib ini tidak henii2nya berteriak:

"Tidak.....tidak.....tidak      "

Hampir Wie Tauw menubruk pohon, beruntung nasibnya baik, ia berhasil menyingkirkan diri dari benturan itu, tetapi dengan tubuh yang bergoyang, didalam keadaan limbung, ia pergi meninggalkan Ai Ceng.

Si gadis lari mengejar.

"Hei..... Hei . . ." Ia berteriak memanggil. "Sudah gila ! Lekas kau kembali."

Wie Tauw tidak memperdulikan panggilan ini. Ia memegang perasan sebagai seorang yang sedang berada didalam keadaan mabuk.

Ai Ceng loncat terbang, dengan satu kali cengkraman, ia berhasil menjinjing leher baju orang.

"Duduk !" Ia menjatuhkan orang dan memberi perintah itu. "Kulihat kau betul2 sudah berada didalam keadaan mabuk."

"Tidak . . : . Tidak .... Aku tidak mabuk." Wie Tauw bangkit berdiri. "Aku harus segera menjauhkan diri darimu .... Aku harus menjauhkan diri darimu "

"Menjauhkan diri ?" Ai Ceng tidak mengarti.

Wie Tauw sangat pandai memegang peranan, air matanya bercucuran jatuh, dengan wajah yang basah itu, dia berkata:

"Betul. Kau betul2 menyusahkan hatiku . . .Aku harus pergi dari sampingmu.....Pergi jauh sehingga tidak dapat melihat wajahmu lagi. "

Ai Ceng menganggap kata2 Wie Tauw itu sebagai ocehan seorang yang sedang berada didalam keadaan mabuk, ia tidak menaruh didalam hati.

"Katakanlah." Ia berkata. "Apa yang menyebabkan kau takut kepadaku dan harus pergi jauh-jauh itu ?"

Wie Tauw mendekap muka, ia meng-gerung2 semakin sedih. "Kau baik sekali . . ." Ia mengoceh. "Kau terlalu baik, aku tidak

sanggup menerima budimu itu." Ai Ceng menjadi geli, ia berkata:

"Lucu. Masakan seorang laki2 menangis seperti ini ? Betul aku tidak mengerti. Mengapa kau bersedih. Aku "

Jarak mereka terlalu dekat, secara tiba2 saja Wie Tauw lompat menubruk, boleh juga gerakkan ini dinamakan menerkam, ia merangkul tubuh Ai Ceng keras2 dan mengecup mulut gadis itu, maka Ai Ceng tidak dapat melanjutkan kata2nya.

Menilai ilmu kepandaian Ai Ceng yang cukup tinggi, tidak seharusnya hal itu dapat terjadi. Dan dimisalkan betul, dengan satu kali rontaan, pasti ia dapat melepaskan diri dari rangkulan orang.

Kali ini terjadi lain, ia menjadi lemas, tubuhnya gemetaran. Walau ada niatan untuk melepaskan diri dari pelukan orang, tenaganya tidak berhasil dikerahkan, bagai berada didalam tanah yang terputar, dibawah ombak besar yang bergelumbang, daya ingatannya berada dalam setengah hilahg. Terputar . . .terbalik . . .

berjungkir.   Mabuk didalam se-gala2nya.

Beruntung Wie Tauw masih dapat membatasi diri, setelah mengecup bibir sigadis beberapa kali ia melepaskan rangkulannya.

Tubuh Ai Ceng mengeloso dan jatuh bersender pohon. Wie Tauw bersujut dihadapan orang, ia berkata perlahan: "Nona Ai, aku terlalu kurang ajar. Bunuhlah!"

Ai Ceng tidak memberikan jawaban. Perlahan ia membuka kedua matanya yang lama terkatup itu, butiran air mata meleleh keluar. Ia meng-goyang2kan kepala.

Wie Tauw meminta keampunan, katanya; "Nona Ai, maafkan perbuatanku. Berilah hukuman yang setimpal."

Ai Ceng masih mengucurkan air mata ,

„Nona Ai.   " Wie Tauw memanggil perlahan.

"Ng " "Kau tidak marah kepadaku ?"

Ai Ceng menggoyangkan kepalanya, perlahan wajahnya menjadi merah dadu.

"Kau tidak mau memberi hukuman ?" Sekali lagi Ai Ceng menggoyangkan kepala.

"Baiklah." Berkata Wie Tauw keras. "Kau tidak mau membunuhku. Biar aku yang membunuh diri sendiri."

Ia mundur beberapa langkah dan lari maju dengan cepat, maksudnya membenturkan kepala kepada sebuah pohon.

Tiba2 Ai Ceng berteriak:

"Jangan....."Suara sigadis yang merdu gemetaran, penuh rasa kasih sayang.

xxxxxxxxx

DIDALAM SARANG KOMPLOTAN PENJAHAT

PEMIMPIN perusahaan Boan-chio Piauw-kiok si Padang Penakluk Kang-ouw, It-kiam-tin-bulim Wie Tauw sedang memegang peranan istimewa.

Ia berlaku seolah-olah ingin membunuh diri hal ini perlu untuk mengetahui pasti hati sigadis.

Setelah Ai Ceng berteriak. Maka Wie Tauw telah mengetahui apa jawaban yang ingin diketahui olehnya.

Wie Tauw menoleh dan memandang gadis tersebut.

Terlihat Ai Ceng meruntuhkan pandangannya ketanah, ia malu, wajahnya bersemu dadu, Inilah tanda2 seorang gadis yang baru mulai kenal dengan asmara.

Wie Tauw mendekati gadis itu.

"Kau tidak menyalahkan perbuatanku?" Ia mengajukan pertanyaan.

Ai Ceng telah sadar betul2, ia lompat maju, mendekati laki2 itu dan berdiri tepat dihadapannya.

"Hei, kau sungguh2 mencintaiku ?" Ia mengajukan pertanyaan. "Aku .... Aku . . . Aku tahu bahwa hal ini tidak patut. "

"Katakanlah, kau sungguh2 mencintaiku?" Ai Ceng mengulang pertanyaannya.

Wie Tauw menganggukkan kepala.

"Sayang derajat kita tidak sama." Ia mengeluh perlahan.

"Siapa yang mengatakan tidak sama ?" Ai Ceng tidak dapat menerima kata seperti ini.

"Kau mempunyai ilmu silat yang hebat. Ayahmu mempunyai banyak perusahaan, kalian adalah keluarga orang kaya raya, sedangkan aku. ....Aku tidak bertenaga, tidak mempunyai harta peninggalan, tidak mempunyai kepintaran, kecuali gelar kesastrawananku itu." M

"Itupun cukup." Berkata Ai Ceng. "Aku menyukai sifat2 tabiatmu yang keras seperti batu itu."

Seolah-olah menerima berita yang menggembirakan, berita yang diluar dugaan, Wie Tauw terbelalak.

"Sungguh ?" Ia meminta ketegasan.

Ai Ceng mempelengoskan mukanya kearah lain.

"Tentu sungguh." Ia berkata. "Sedari pertama kali melihat wajahmu digereja Siao-lim-sie. aku telah merasakan ada sesuatu yang tertarik olehmu."

Wie Tauw menunjukkan wajahnya yang seperti tidak percaya dengan keterangan yang si nona berikan, ia memberi suatu pertanyaan;

"Kau tidak menganggap umurku terlalu tua? Telah menimbang perbedaan umur diantara kita ?"

"Yang penting, aku suka kepadamu. Pasti." It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw tidak menyangka bahwa perkara dapat berkembang demikian aneh untuk membikin terang perkara pembunuhan2 yang dilakukan oleh sipemuda buruk, tentu tidak sulit lagi.

"Baiklah." Ia berkata. "Bila kita melangsungkan pernikahan ?" "Setelah mendapat persetujuan ayahku." Berkata Ai Ceng.

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw mendapatkan kekasih, maka ditariknya gadis itu dan berkata.

"Mari kita pulang segera, tanpa bermalam lagi, biar cepat sampai dirumahmu."

Mereka melanjutkan perjalanan itu dengan gembira, kini pasangan muda mudi itu telah menjadi kekasih yang saling menyinta. dengan bergandengan tangan, mereka menuju kekota Lok-yang.

Waktu yang dilewatkan oleh sepasang kekasih adalah waktu yanyi paling cepat. Perjalanan yang dilakukan bersama oleh sepasang muda mudi yang baru jatuh cinta adalah perjalanan yang paling mengasyikkan,

Satu hari penuh mereka melakukan perjalanan. Kini malampun tiba.

Ai Ceng telah menjadi kewalahan, kakinya tidak kuat untuk melanjutkan perjalanan, ia. sangat lelah sekali.

Tiba disebuah kota kecil, betul2 Ai Ceng tidak sanggup mengayun kaki lagi, ia mengajukan perintah istirahat.

"Wie toako." Ia mengganti bahasa panggilannya. "letak rumahku dari kota ini masih 30 lie lagi, kakiku betul2 tidak kuat. Lebih baik kita bermalam dikota ini dan melanjutkan perjalanannya esok pagi."

Istilah 'Wie-toako' yang berarti kakak she Wie itu lebih meresap didalam hati orang. Wie Tauw mengangkat pundak.

"Yang penting mengisi perut dulu, setelah itu kita lihat keadaan." Ia mengajukan makan malam.

Ai Ceng setuju, menunjuk kesalah satu rumah makan yang agak besar, ia berkata: "Mari kita makan dirumah makan Lo-cin-hin."

Rumah makan Locin-hin adalah rumah makan yang terbesar dikota itu, tentu disertai dengan makanan2 yang enak dan lezat. Dua orang memilih tempat yang agak bersih dan memanggil pelayan meminta makanan.

Pelayan rumah makan menerima pesanan dan berangkat masuk, tentunya menyiapkan makanan makanan yang dipesan oleh tamunya.

Menantikan makanan yang belum datang, Ai Ceng memandang orang2 yang berada disekelilingnya. ia takut diikuti oleh mata2 Siao- lim-pay.

Tentu saja gadis itu tidak sadar, bahwa laki-laki yang duduk bersama-sama dengan dirinya di satu meja, sitokoh ajaib. Pedang Penakluk Kang-ouw, lt-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw itulah mata2 Siao- lim-pay yang paling berbahaya.

Tiba2 mata Ai Ceng terbelalak, ia berkata: "Kau tunggu sebentar, aku ingin pergi kesana."

Wie Tauw heran.

„Kemana ?" Ia mengajukan pertanyaan. Kali ini agak gagah, suaranya adalah suara seorang kekasih yang wajib mengetahui segala jejak sikawan sehidup semati.

"Kau lihat dua orang itu?" Ai Ceng menunjuk kesatu arah. "Kakek yang gemuk dan kurus dimeja ujung ?"

Mengikuti arah yang gadis itu tunjuk, Wie Tauw dapat melihat seorang kakek gemuk dan kakek kurus sedang melahap barang santapan mereka dengan rakus sekali, ia tidak kenal Keng Lie dan Eng Hian. Tetapi dari pelipis muka dan cara2 mereka menggerakkan tangan, diketahui pasti bahwa dua orang itu adalah dua tokoh silat yang berkepandaian tinggi. Wie Touw sangat terkejut.

"Kau kenal mereka ?" Ia bertanya kepada Ai Ceng.

"Dua orang itu adalah pembantu2 ayahku untuk mengurus perusahaan perkebunan teh." Ai Ceng memberi keterangan.

Wie Tauw tahu bahwa sigadis membohong kepadanya, ia tidak segera membongkar rahasia ini.

"Bagaimana aku harus memanggil mereka?" Ia bertanya.

Ai Ceng tidak memberi jawaban. Ia telah bangkit dari tempat duduk, dan menghampiri dua tokoh silat dari golongan jago tua itu.

"Hei, jiwie berdua memakan dengan terburu-buru, mungkinkah ada sesuatu tugas penting?" Ia menyapa.

Dua kakek ini bukan orang asing, mereka adalah dua tokoh golongan tua yang pernah ditemui si Pendekar Penggembara Lu Ie Lam dan si Hakim Hitam Can Ceng Lun. Si Iblis Gemuk Keng Lie dan si iblis Kurus Eng Hian.

Keng Lie dan Eng Hian segera mengenali akan sinona majikan, mereka bangkit, suatu tanda penghormatan.

"Nona Ai, kau telah berhasil melarikan diri?" Berbareng mereka bertanya.

Ai Ceng memberi suatu isyarat tangan agar kedua orang itu tetap duduk pada tempatnya, hal ini tidak boleh diketahui oleh laki2 setengah umur yang bernama Wie Tiong Beng itu.

Wie Tiong Beng adalah nama Wie Tauw yang digunakan untuk menghadapi komplotan si pemuda buruk, satu komplotan jahat yang sedang memproduksi kedok kulit manusia secara besar besaran.

"Duduklah." Berkata Ai Ceng kepada Iblis Gemuk Keng Lie dan Iblis Kurus Eng Hian, "Kita bicara dengan suara perlahan."

"Nona Ai, bagaimana kau berhasil meloloskan diri dari tangan mereka ?" Keng Lie mengajukan pertanyaan dengan suara perlahan. Ai Ceng duduk satu meja dengan dua orang itu, dengan suara perlahan lagi memberi keterangan.

"Para hwesio Siao-lim-sie terlalu memandang rendah ilmu kepandaianku, maka aku dapat melarikan diri dari tangan mereka."

"Dimana suhengmu?" Bertanya lagi Keng Lie.

Ternyata pemuda misterius berkerudung hitam, pemuda berwajah puruk yang mempitnah Ie Lip Tiong itu adalah suheng sigadis yang bernama Ai Ceng ini.

"Dia menderita luka hebat." Berkata Ai Ceng. "Berada didalam kamar tahanan Siao-lim-pay."

Iblis Kurus Eng Hian berkata: "Lo-tong-kee menerima berita ini dan mengutus kami dua orang untuk segera kesana, maksud tujuan utama ialah menolong suhengmu itu."

"Inilah tugas rahasia." Berkata Iblis Gemuk Keng Lie.

Mereka bicara dengan suara yang sangat perlahan, maksudnya agar tidak terdengar oleh lain orang yang tidak mempunyai hubungan dengan mereka,

"Kalian mungkin terlambat." Berkata Ai Ceng. "Mengapa ?"

"Berita terakhir yang kudapat ialah para hwesio Siao-lim-pay itu sudah mengirim suhengku kegunung Lu san, markas besar Su-hay- tong-sim-beng." Ai Ceng berkata kepada mereka.

"Lo-tong-kee sudah memperhitungkan kemungkinan ini." Berkata Iblis Gemuk Keng Lie. "Pesannya ialah siap2 mencegat ditengah jalan. Kini kau membawa berita ini, biar kita pegat dulu. Bila gagal menjumpai, baru mengacau Siao-lim-pay."

Ai Ceng segera berkata: "Bila betul suheng dibawa kegunung Lu- san, para pengawal Siao-lim-pay adalah 18 Lo-han. Kalian berdua harus memperhitungkan kejadian ini, sampai dimana ilmu kepandaian 18 Lo-han, banyak orang menjunjung setinggi langit. Bila kekuatan kalian tidak cukup, lebih baik meminta bantuan orang lagi."

"Ha, ha....." Iblis Gemuk Keng Lie tertawa. "Dikala kita berdua mendapat nama, 18 Lo-han itu masih menetek didalam pelukan ibu mereka. Apa yang harus ditakutkan ?"

Ai Ceng tersenyum.

"Kau pandai membual," katanya. "Dahulu, sebelum berjumpa dengan 12 Duta Istimewa Su-hay-tong-sim-beng, kau pernah menepuk dada dan siap membasmi mereka satu persatu. Apakah kesudahan dengan omong kosong itu? Setelah bertemu dengan satu Can Ceng Lun saja, seperti tikus yang menemui kucing, kalian berdua lari ngiprit pergi."

Wajah Keng Lie merah malu, tetapi ia masih membuat pembelaan.

"Mana kau tahu bahwa guru Hakim Hitam itu adalah tokoh yang kami paling segani."

"Sudahlah, lekas kalian melakukan tugas itu. Kuharap saja berhasil!"

"Nona Ai pulang Lok-yang ?" "Betul."

"Seorang diri?"

"Tidak, aku melakukan perjalanan bersama-sama dengannya." Ai Ceng memonyongkan mulut kearah meja dimana Wie Tiauw duduk.

"Siapakah orang itu?" Iblis Kurus Eng Hian mengajukan pertanyaan.

"Kawanku." "Namanya ?"

"Wie Tiong Beng, seorang sastrawan yang tidak mendapat pekerjaan, Aku pernah dengar bahwa ayah membutuhkan seorang juru tulis, kukira ia tepat untuk meduduki jabatan ini."

"Bila dan dimana kalian berkenalan?" iblis Kurus Eng Hian menaruh curiga.

"Dikala kita menetap didalam gereja Siao-lim-sie, kita pernah bertemu muka. sewaktu aku melakukan perjalanan pulang, secara tidak disengaja berjumpa dengannya pula. Maka berkenalan kita telah terjadi sehingga dua kali."

"Kulihat tindakanmu yang ingin membawa pulang ia itu tidak tepat."

"Kau masih menganggap aku seorang gadis hijau ?"

"Bukan, lohu banyak mulut, sesungguhnya didalam keadaan dan suasana seperti ini. Membawa orang masuk kedalam Song-leng The-chung agak kurang tepat."

"Sudah. Aku bukan anak yang baru dilahirkan kemarin hari." "Lebih baik. "

"Aku tahu. Kalian harus segera berangkat. Waktu sangat berharga, tugas kalian lebih berat beberapa kali dari tugas yang ayah bebankan kepadaku."

Dua iblis gemuk dan kurus itu segera memanggil pelayan rumah makan untuk membikin perhitungan santapan mereka, setelah itu melambaikan tangannya dan pergi.

Ai Ceng kembali kemejanya. Disini Wie Tauw telah menunggu lama.

"Siapakah dua orang itu?" Bertanya Wie Tauw. "Pembantu2 ayahku!"

"Mengapa kau tidak mengajak minum bersama?"

"Ayah menyuruh mereka untuk mengurus penerimaan order disuatu tempat. Tidak tahunya mereka bersenang-senang dahulu, keterlaluan. Sungguh harus mendapat teguran." It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw mengangkat cawan araknya.

"Mari kita menenggak arak untuk mempererat hubungan kita," ia mengajak sigadis bertoas. "Terlalu lama kau meninggalkanku. Arak ini hampir menjadi dingin."

Sepasang muda mudi itu makan dan minum. Mereka memperbincangkan banyak soal, dari dua orang kakek tadi sehingga ayah Ai Ceng, Ai Pek Cun yang harus mendapat julukan Lo-tong-kee atau tauke tua itu.

Menggunakan kesempatan ini, Wie Tauw meng ajukan pertanyaan: "Ceng-moay, usaha ayahmu itu seperti sangat luas sekali."

"Mengapa tidak? Kecuali berpusat dikota Lok-yang. Ia mempunyai cabang2 perusahaan dilain tempat."

"Di-kota2 manakah cabang perusaan kalian itu?"

"Hampir diseluruh kota besar ada cabang perusahaan ayah. Mana mungkin dapat kusebut satu persatu."

"Semua cabang2 perusahaan perkebunan teh ?"

"Tidak semua. Kamipun mengusahakan perdagangan2 lain lagi." "Wah, harta kekayaan ayahmu itu besar sekali."

"Tentu. Aku sendiripun tidak dapat menghitung, berapa banyak harta kekayaan ayahku itu."

"Kau ini adalah putri seorang hartawan yang banyak uang, tetapi mempunyai kepandaian ilmu silat sangat tinggi. Sungguh membuat aku tidak habis mengerti."

"Ayahku mempunyai banyak pegawai yang berkepandaian ilmu silat tinggi, setiap hari kerjaku meminta pelajaran pelajaran itu dari mereka, tentu saja aku dapat main silat."

"Maka melupakan kewajiban belajar ilmu surat?" "Karena inilah, maka aku membutuhkan dirimu." "Tetapi aku hanya seorang sasrawan miskin." "Bila kau beruang, akupun tidak kesudian." "Bagaimana bila ayahmu tidak setuju ?"

"Ayah paling sayang kepadaku. Belum pernah ada sesuatu permintaanku yang ditolak olehnya."

"Ingin sekali dapat cepat2 bersua dengan ayahmu itu." Berkata Wie Tauw. "Bagaimana bila kita melakukan perjalanan malam ? Tidak singgah lagi dan langsung pulang?"

"Aku mengajukan usul untuk istirahat hanya karena memikirkan keadaanmu." Berkata Ai Ceng penuh kasih Kau adalah seorang sastrawan yang tidak pandai silat, pasti lelah melakukan perjalanan jauh."

"Aku adalah seorang laki2, biar bagaimana lebih kuat dari kaummu."

"Baiklah. Setelah makan ini. Kita segera melanjutkan perjalanan."

Mereka menyelesaikan santapan malam. Memanggil pelayan rumah makan dan membikin perhitungan rekening makanan dan minumannya.

Malam itu juga, mereka melakukan perjaianan bersama, menuju kekota Lok-yang.

Bila terus menerus melakukan perjalanan cepat, hanya dua jam, mereka akan tiba ditempat kota tujuan.

Ai Ceng mempunyai cukup latihan, sedangkan Wie Tiong Beng kuat melakukan perjalanan jauh, maka tepat pada kentongan yang ketiga, mereka telah tiba dikota Lok-yang.

Pintu kota telah ditutup. Ai Ceng menggendong Wie Tauw melintasi benteng yang rendah, dengan ilmu meringankan tubuh sigadis yang ternyata sangat sempurna, melewati wuwungan2 rumah orang, mereka tiba disebuah perkebunan.

Tiba2 muncul tiga bayangan orang, mereka mengurung Ai Ceng dan Wie Tauw. Sikapnya sangat galak dan garang

Wie Tauw memperhatikan bayangan2 itu, mereka adalah tiga orang tua yang mengenakan pakaian seragam biru.

Ai Ceng meletakkan Wie Tauw yang pada sebelumnya berada didalam gendongan gadis ini.

"Poh It Kong," Ia berkata kepada tiga kakek berbaju seragam biru itu, "Jangan kalian menakut-nakutkanku."

Malam gelap, maka ketiga orang tua berseragam biru tidak tahu bahwa yang baru datang adalah nona majikan mereka. Kini mendengar suara orang, sikap merekapun berubah.

"Ouw .... Nona kita. "

Wie Tauw segera mengenali situkang gotong tandu yang pernah turut kegereja Siao-lim-sie itu. Ternyata orang yang dipanggil Poh It Kong adalah si Wajah seram dahulu itu.

"Ayahku apakah sudah tidur?" Bertanya Ai Ceng kepada Poh It Kong dan dua kawannya.

"Lo tong-kee telah istirahat." Berkata Poh it Kong. "Nona memerlukannya ?"

"Tidak. Ayah paling tidak suka orang membangunkan tidurnya." Ai Ceng mencegah. "Biar esok hari saja aku menemuinya."

Sampai disini, baru Ai Ceng memperkenalkan Wie Tauw kepada ketiga orang tua berseragam biru itu.

"Wie toako," suara gadis ini sangat empuk dan merdu. "Mereka adalah tiga pengawal keamanan Sang-leng The-chung ayahku. Kemarin hari pernah turut rombongan kita ke Siao-lim-sie. Tentunya kau masih kenal, bukan ?"

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw tidak segera mengiyakan kata2 Ai Ceng tadi, ia mendekati ketiga orang tua berseragam biru tersebut diperiksanya satu persatu, baru berkata:

"Aaaaa .... Tiga Totiang ini pernah mengenakan pakaian tukang gotong tandu, hampir aku tidak mengenalinya. Dan Poh suhu ini adalah orang yang hampir bentrok denganku "

Berulang kali ia menyoja, suatu tanda meminta maaf atas kelancangannya yang mengganggu tandu usungan mereka dahulu.

Poh It Kong bertiga sebenarnya sudah mengenali siapa laki2 setengah umur yang sang nona gendong itu, mereka sedang merasa heran dan belum bilang rasa kecurigaannya. Setelah mendengar sang nona memanggil sastrawan kurang ajar itu dengan sebutan mesra bertambah bingung pulalah mereka.

Agar tidak melakukan sesuatu kesalahan, juga tidak melanggar kewibaan nona majikan mereka, tiga orang tua berseragam biru itu menutup mulut. Dilihat Wie Tauw meminta maaf atas kelancangannya. Merekapun tidak mengajukan pertanyaan. Mereka hanya membalas hormat itu dengan membisu.

Ai Ceng memecah ketegangan.

"Kalian bertiga harus berhati-hati menjaga kedatangan para hwesio Siao-lim-pay yang mengikuti jejakku." Berkata gadis ini kepada tiga orang tua berseragam biru itu.

Poh it Kong terkejut.

"Nona telah melihat bahwa para hwesio Siao-lim-pay mengejar ketempat ini?" Ia bertanya.

Ai Ceng menggelengkan kepala.

"Tidak." jawabnya. "hanya dugaanku merasa bahwa mereka pasti mengikuti jejakku."

Tidak menunggu jawaban orang, Ai Ceng mengajak Wie Tauw mnsuk kedalam rumahnya, perkebunan teh yang diberi nama Song- leng The-chung itu.

"Wie toako, mari kuantar kekamar istirahat." Ia menarik tangan Wie Tauw.

Poh It Kong dan dua kawannya segera melakukan penjagaan yang lebih ketat lagi. Mereka takut mendapat kunjungan mata2 Siao-lim-pay.

Wie Tauw mengikuti dibelakang sigadis. Dan Ai Ceng telah mengantarkannya kesuatu kamar yang sudah tersedia.

Setelah menyalakan lampu penerangan, Ai Ceng memberikan bantal dan guling ditempat tidur.

"Tidurlah. Kau masih sempat istirahat selama dua jam." Ia memberikan satu senyumun manisnya.

Tangan Wye Tauw telah melingkar dan merangkul pinggang sigadis. ia mengecup pipi kekasih ini, Dengan meletakkan mulutnya dikuping orang, ia berkata:

"Kau dimana?"

Wajah Ai Ceng menjadi merah.

"Akupun harus pergi tidur." Ia berkata malu2.

"Bersama-samaku disini ?" Kata Wie Tauw makin kurang ajar. "Hm . . ." A i Ceng memonyongkan mulutnya, "Jangan kau

mengirapi."

Wie Tauw tertawa.

"Kau tak perlu takut." Ia berkata. "Aku betul romantis, tetapi tidak akan melakukan hal2 yang tidak patut."

"Sudahlah." Berkata Ai Ceng. "Ayahku akan marah besar, dan mungkin memukul mati diriku, apabila ia tahu aku berani melakukan perbuatan yang melalui batas2 tertentu."

"Dua jam lagi, sudah terang tanah. Bagaimana kalau kita tidak tidur, dan omong2 disini?"

"Apa kau tidak lelah?" Ai Ceng memandang dengan penuh kasih sayang.

"Tidak." Wie Tauw ternyata pandai memikat hati seorang gadis. "Untuk pertama kalinya aku tidak merasakan lelah." Ai Ceng menguap, ia terlalu letih sekali.

"Aku tak dapat bertahan lagi." Berkata gadis ini. "Tubuhmu berat sekali, setelah sekian lama aku menggendongmu. Bagaimana tidak letih ? Berilah aku waktu untuk istirahat."

"Aku meminta agar kau dapat mengawiniku."

"Kalau kau betul2 cinta padaku janganlah memaksa orang."

"Ilmu kepandaianmu tinggi, mengapa kalah dengan seorang sastrawan lemah?"

"Tentu saja. Karena kau menggelendot diatas gendongan orang." Akhirnya Wie Tauw mengalah, tidak memaksa lagi.

"Hah, kamar ini cukup indah. Kamar siapakah?" "Kamar saudara angkatku." Ai Ceng memberi jawaban. "Kau mempunyai saudara?"

"Saudara angkat." "Ng "

„Kau tidak perlu cemburu. Namanya Su-kheng-Eng, lebih tua satu tahun dariku. Pandai sekali membantu usaha dagang ayahku. Maka ayah suka kepadanya dan mengangkat sebagai anak pungut."

"Tentunya akan dijadikan bakal mantu pula?" "Dugaanmu ini memang tepat."

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw menekuk muka.

"Bagaimana kau menempatkan kedudukanku?" Ia mengajukan pertanyaan.

Ai Ceng tertawa ngecis.

"Jangan cepat cemburu." Katanya, "Bila aku bersedia mengiringi kehendak ayah. Tentu tidak mengajakmu kemari."

Lagi2 wajah Ai Ceng menjadi merah. Wie Tauw adalah seorang yang sangat cerdik sekali ketika Ai Ceng meninggalkannya dirumah makan Lo cin-bin, ia telah mengikuti pembicaraannya dengan Iblis Gemuk dan Iblis Kurus itu.

Diketahuinya bahwa Ai Ceng mempunyai seorang suheng, itulah sipemuda berkerudung hitam yang mempunyai wajah sangat buruk, ternyata nama pemuda yang telah memfitnah Ie Lip Tiong itu bernama Su-kheng Eng.

Untuk mendapat Keterangan lebih banyak, Wie Tauw tidak mau melepaskan kesempatan ini, segera ia berkata:

"Dimana saudara angkatmu itu berada ?"

"Ayah mengutuskan mengurus suatu usaha dagang yang sangat besar. Mungkin harus mengosongkan kamar ini sampai enam bulan."

Wie Tauw menunjukkan rasa girangnya, seolah2 ia gembira menerima kabar berita tadi.

"Aku harus baik2 mengunakan kesempatan waktu 6 bulan ini." Ia mengoceh seorang diri.

"Bagaimana kau hendak menggunakan kesempatan 6 bulan ini?" Bertanya Ai Ceng kepada Sitokoh ajaib dari perusahaan Boan-chio Piauw-kiok itu,

"Baik2 mengajar diriku atau baik2 mengapdi kepada ayahku?" "Harus dua2nya sekaligus." Berkata Wie Tauw spontan. "Aku

harus mengambil hati ayahmu, dan tentu saja harus melakukan tugas yang diserahkan kepadaku dengan baik. Setelah itu, baru aku mengejar-ngejarmu lagi."

"Kuharapkan saja usahamu succes." Wie Tauw tertawa.

"Sebelum kau meninggalkan diriku, aku ingin merasakan sesuatu dahulu." Dan ia merangkul tubuh gadis iiu.

Ai Ceng memalingkan pipinya kelain arah. "Tidak mau." Ia menolak lemah.

Wie Tauw membalikkan pipi tersebut dan mengecupnya tepat dimulut orang yang kecil mungil.

Sekali lagi Ai Ceng merasakan putaran dunia yang ternyata sangat cepat sekali, 3.600 mil per-jam itu.

Berkasih-kasihan sebentar, Ai Ceng mendorong tubuh Wie Tauw dan berkata kepadanya.

"Disini adalah rumahku, untuk selanjutnya kau harus menggunakan sedikit aturan."

"Betul." Berkata Wie Tauw. "Mencium orang pun harus ada aturan, bila orang yang bersangkutan tidak setuju, mana berani kulakukan?"

"Bicaramu pun kurang aturan." Ai Ceng melemparkan suatu kerlingan mata.

"Kita . . ."

"Cukup." Potong Ai Ceng singkat. "Aku harus pergi." "Baiklah."

Ai Ceng meninggalkan kamar itu, tiba dipintu ia menoleh lagi.

"Rumah kita sering mendapat kunjungan maling," Ia berkata, "maka ayahku mengundang para penjaga keamanan itu. Bila tidak perlu, jangan kau meninggalkan kamar."

"Hamba akan mentaati perintah." Wie Tauw membanyol.

"Tidak malu." Ai Ceng menowelkan jari tangannya kepada pipinya sendiri dan menutup pintu, ia pergi meninggalkan kamar itu untuk menuju kekamar sendiri.

Wie Tauw menutup pintu. Tetapi tidak segera tidur, ia memeriksa isi ruangan itu.

Yang menarik perhatian sijago aneh ialah sebuah gambar yang terpancang didinding kamar, itulah gambar pemandangan alam yang indah, dilereng gunung yang membiru, dua orang sedang duduk didepan rumah gubuk bambu, yang satu adalah orang tua dengan keadaan posisi duduk menghadapi dapur api, seorang lagi adalah pembantu orang tua itu, seorang anak kecil dengan kipas ditangan, ia mengipas-ngipas dapur api itu, memasak air.

Inilah gambar Liok Ie menyeduh daun teh yang tersohor.

Wie Tauw adalah salah seorang seni lukis, ia memperhatikan sekian lama dan mengetahui bahwa gambar 'Liok Ie menyeduh daun teh' itu bukanlah gambar asli, itu hanya gambar tiruan, gambar jiplakan.

Pada sudut gambar terdapat beberapa baris syair, dengan tanda tangan sipeniru gambar: 'Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw.'

Liok Ie adalah seorang akhli daun teh yang kesohor, sebagai seorang pengusaha perkebunan teh, bila ayah Ai Ceng yang bernama Ai Pek Cun itu meletakkan gambar 'Liok Ie menyeduh daun teh' disalah satu kamar anak angkatnya, adadah suatu hal yang sangat wajar.

Yang menarik perhatian Wie Tauw ialah tanda tangan peniru gambar itu yang membahasakan diri sendiri sebagai 'Pemilik gubuk In-mong chui-miauw'.

Siapakah 'Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw itu ?

Wie Tauw mengeluarkan surat sipemuda berkerudung hitam, Su- khong Eng yang ditujukan kepada ketua partay Siao-lim-pay. Coret dan bentuk tulisan2 itu ternyata serupa dengan bentuk hurup yang ada diatss gambar. Orang yang menulis surat ancaman adalah si 'Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw' itu.

'Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw' adalah orang yang memegang peranan penting, orang yang menguasai sipemuda berkerudung hitam Su-khong Eng.

Orang inilah yang harus dicari !

Gambar 'Liok Ie menyeduh daun teh' yang dilukis oleh si Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw ternyata sangat menyerupai gambar 'Liok Ie menyeduh daun teh' yang asli ternyata adalah tokoh dibelakang layar ini adalah seorang seni lukis yang hebat sekali.

Bila gambar ini dipancang disini dan mendapat suatu penghargaan, tentu orang tersebut mempunyai hubungan dekat dengan Ai Pek Cun. Siapakah Ai Pek Cun ini ?

Ai Ceng dan Su-khong Eng mempunyai ilmu kepandaian tinggi, mereka adalah putri dan anak angkat Ai Pek Cun, tentunya ilmu kepandaian Ai Pek Cun itu lebih hebat lagi.

Siapa Ai Pek Cun itu? Bagaimana asal usulnya? Dan nama benarkah Ai Pek Cun ? Atau hanya nama samaran saja ?

Bagaimana hubungan Ai Pek Cun dengan si 'Pemilik gubuk In- mong-chui-miauw'?

Dua iblis tua, si Iblis, Gemuk Keng Lie dan Iblis Kurus Eng Hian telah berada dibawah perintahnya, betapa hebat pengaruh Ai Pek Cun ini. Pengaruh Ai Pek Cun pribadi ? Atau pengaruh si 'Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw'?

Dengan alasan apa Su-khong Eng menutup kerudung mukanya dan membunuh-bunuhi anak murid Siao-lim-pay, Khong-tong-pay, Bu-tong-pay, Hoa-san-pay dan Kun-lun-pay ?

Hanya ingin menjerumuskan Ie Lip Tiong ke dalam jerat kematian, tentu tidak mungkin?

Tidak satupun dari pertanyaan2 iiu dapat dijawab oleh tokoh ajaib kita, tokoh mandra guna, si Pedang Penakluk Kang-ouw, It- kiam-tin bu-lim Wie Tauw yang kesohor.

Ia maklum, tugas utamanya ialah menyelidiki hal2 ini, tetapi tidak boleh terlalu cepat, ia harus mendapat kepercayaan Ai Pek Cun terlebih dahulu. Hal itu penting, karena hendak mengetahui rahasia orang harus mendekati orang yang bersangkutan itu.

Wie Tauw tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kecurigaan orang, dan memeriksa gambarpun tidak boleh terlalu teliti seperti itu. Segera ia meninggalkan gambar 'Liok Ie menyeduh daun teh' dan pergi ketempat tidur.

Wie Tauw membaringkan dirinya ditempat tidur! pikirannya melayang memikirkan tugas yang harus dipecahkan, ia harus mengetahui komplotan bagaimanakah yang tersembunyi didalam perkebunan teh Sang-leng The-chung ini?

Siapa pemilik gubuk In-mong-chui-niauw? Siapa Ai Pek Cun? Dan siapa Su-khong Eng ?

Bagaimana hubungan diantara orang2 itu? Wie Tauw tidak dapat tidur.

Tiba2 .....

Terdengar suara berbunyi keras . .. „Pletak..!"

Dan daun jendela yang bersambung kearah taman telah pecah, dari sana muncul seorang tua berpakaian hijau.

Wie Tauw memperhatikan orang tua berpakaian hijau itu, tampak orang tersebut seperti takut sekali. Setelah masuk kedalam kamar Wie Tauw, ia setera mengunci daun jendela lagi, ia memeriksa keadaan disekitar kamar itu.

Wie Tauw lompat bangun, ia segera membentak: "Hei, siapa kau

?"

Orang tua berpakaian hijau itu meletakkan jari2nya dibibir mulut,

kemudian menunjuk kearah jendela, suatu tanda agar Wie Tauw jangan bicara terlalu keras.

Wie Tauw memandang dengan penuh kesiap siagaan.

Orang tua berpakaian hijau itu menunjukkan rasanya seperti takut, ia mendekati Wie Tauw, dan dengan suara yang sangat pelahan bertanya:

"Tuan bukan orang dari perkebunan teh Song-leng The-chung ?" Wie Tauw menggelengkan kepala: "Bukan." Ia berkata dan menatap orang itu tajam2. "Siapa kau ?" Orang tua itu seperti sangat girang, segera bertekuk lutut.

"Ternyata tuan bukan orang Song-leng The-chung, tolonglah jiwa lohu."

"Menolong jiwamu ?" Wie Tauw tidak mengerti.

"Betul." Orang tersebut memberi keterangan. "Lohu mempunyai dendam permusuhan dengan Ai Pek Cun, maksud lohu hendak bunuh orang itu. Sayang tidak berhasil, bahkan kepergok oleh beberapa tukang pukulnya. Didalam keadaan terjepit, maka lohu kesalahan masuk ke dalam kamar tuan. Tolonglah tuan menyembunyikan diri lohu ini."

Berulang kali, ia meminta pertolongan Wie Tauw dengan menganggukkan kepalanya sampai membentur tanah.

Wie Tauw sangat heran.

"Bagaimana hubunganmu dengan Ai Pek Cun?" Ia bertanya. "Kami adalah kawan sedari kecil. Tetapi ia kemaruk kepada harta

kekayaanku, sesuatu benda yang menjadi kekayaanku telah diincer olehnya. Suatu hari, sewaktu aku meninggalkan rumah, ia membawa orang dan membunuh bunuhi keluargaku, maka . .

.Aaaaa - . . orang2 yang mengejar lohu itu datang." Wajahnya semakin takut dan memandang ke-arah jendela.

Terdengar suara ribut2 yang datang dari arah jauh, semakin lama semakin dekat, arah tujuannya ialah kamar si Pedang Penakluk Kang-ouw. It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw.

Wie Tauw telah mengambil keputusan cepat.

"Baik. Aku akan menolongmu." Ia menudingkan tangan kearah almari dan berkata. "Bersembunyilah ditempat itu."

Orang tua berpakaian hijau sangat gembira, segera ia lompat masuk kedaiam almari dan menguncikan dirinya didalam tempat taruh pakaian tersebut. Wie Tauw lompat naik ketempat tidurnya, ia berpura-pura telah tidur. Tidak lama. terdengar suara pintu diketuk orang,

"Siapa?" Wie Tauw mengajukan pertanyaan.

"Harap tuan Wie membuka pintu." Itulah suara Poh It Kong.

Dengan tidak mengenakan sepatu lagi, Wie Tauw menuju kearah pintu dan membuka daun pintu kamarnya.

Cepat Poh It Kong melesat masuk disertai oleh dua penjaga keamanan lainnya.

Wie Tauw memandang ketiga orang itu dan mengajukan pertanyaan: "Dengan maksud tujuan apa kalian bertiga menggedor pintu orang?"

Mata Poh It Kong jelilatan memeriksa seluruh isi ruangan, termasuk kolong tempat tidur, setelah tidak berhasil menemukan orang yang dicari, baru ia memberi hormat meminta maaf:

"Maaf. Kami telah mengganggu. Tidak apa2. Kami meminta diri." Diajaknya dua kawan dan siap meninggalkan kamar Wie Tauw.

Cepat It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw mencegah. "Harap Poh suhu tunggu dulu."

Poh It Kong batal meninggalkan kamar.

"Tuan Wie ingin menanyakan sesuatu ?" Ia bertanya. "Poh suhu mencari orang, bukan ?"

"Betul." Poh It Kong menganggukkan kepala. "Ada maling yang menyatroni perkebunan Song-leng The-chung. Kita orang sedang mengejar maling ini."

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw menunjuk ke arah almari pakaian. "Mengapa Poh suhu tidak mau memeriksa tempat itu ?" Ia

berkata.

Poh It Kong tertawa: "Tuan Wie menggoda ?" ia agak kurang percaya. "Tidak." berkata Wie Tauw sungguh2. "Periksalah."

Semangat Poh It Kong terbangun, serentak ia lompat dan tepat menghadapi pintu almari itu.

Dua kawannya turut bekerja sama, dengan masing2 pedang ditangan, mengancam kedua sisi tempat pakaian itu.

Poh It Kong juga menggunakan pedang, ia menyongkel pintu almari pakaian dan membentak:

"Hayo, keluar."

Dibawah ancaman tiga batang pedang orang tua berpakaian hijau itu tidak mempunyai daya sama sekali, ia menyerah keluar.

"Aku menyerah." Ia mengangkat tangan.

Poh It Kong melocoti senjata orang tua berbaju hijau ini, kemudian memberi isyarat mata kepada kedua kawannya.

Kedua kawan Poh It Kong segera menyekal pergelangan tangan orang tawanan itu, satu dikanan dan lainnya dikiri, mengapitnya. Sedang Poh It Kong dibelakang dengan pedang terhunus siap bila orang tua berbaju hijau itu melarikan diri.

Orang tua berbaju hijau menyengir, ia menoleh dan memandang Wie Tauw.

"Aku sangat berterima kasih kepadamu." Ia memberi sedikit ancaman.

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw tertawa. "Terima kasih kembali.

Pikiranmu kurang cerdik. Salah sendiri."

Orang tua berbaju hijau mengeluarkan suara dari hidung, dibawah ancamannya tiga orang perkebunan teh Sang-leng The- chung, ia digiring keluar, meninggalkan kamar Wie Tauw.

Tiba dipintu, Poh It Kong menoleh kebelakang dan berkata kepada Wie Tauw: "Bantuan tuan Wie ini tidak dapat kami lupakan. Setelah bertemu dengan Lo-teng-kie tentu kami beritahu kepada beliau."

"Terima kasih." It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw membalas hormat orang. "Poh suhu terlalu merendah diri. Bila Poh suhu dapat membantu usaha aku yang rendah untuk mencari sesuap nasi, tentu Wie Tiong Beng tidak melupakan budi."

Po It Kong telah pergi dan tidak memberi jawaban lagi.

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw menutup pintu kamarnya, ia membaringkan diri ditempat tidur, pikirannya melayang-layang. Kemudian bergumam:

"Aku baru mulai dengan langkah pertama, kuharap saja tidak salah."

Tidak lama kemudian......

Hari telah menjadi pagi. Cahaya sinar matahari memasuki kamar jago misterius kita, jago yang akan malang melintang didalam rimba persilatan tanpa tandingan.

It kiam-tin-bu-lim Wie Tauw baru saja jatuh tidur, tiba2 ia dibangunkan oleh suara ketukan pintunya yang dipukul perlahan.

Wie Tauw tersentak bangun. Tergesa gesa membuka pintu kamarnya.

Seorang gadis cantik berdiri dengan senyuman yang menggairahkan, dia adalah putri perkebunan Sang-leng The-cung, Ai Ceng yang telah jatuh cinta kepada Wie Tiong Beng itu.

Wie Tauw mengucek matanya.

"Pagi sekali kau bangun." Ia menyapa. Ai Ceng tertawa manis.

"Lihatlah," Ia menunjuk sinar matahari yang sudah terang itu. "Masih pagi ?"

Wie Tauw angkat pundak, tidak membantah. "Kudengar kau telah berhasil menangkap seorang maling ?" Ai Ceng mengajukan pertanyaan.

"Bukan seorang maling." Wie Tauw mengoreksi kata2 sinona. "Tetapi seorang goblok yang mempunyai pikiran kurang cerdik-"

"Mengapa kau menyebutkan sebagai seorang goblok yang mempunyai pikiaan kurang cerdik ?"

Dia melarikan diri dan masuk kedalam kamarku, bukankah seorang goblok? Sudah tahu aku adalah orang yang mau bekerja disini, masih meminta perlindungan dariku, bukankah tidak mempunyai pikiran yang cerdik ?"

Ai Ceng menunjukkan rasa gembiranya.

"Ayahku pasti memuji kepintaranmu." Ia berkata. "Kini ia sedang menunggu kedatanganmu."

"Aaaaa....." Wie Tauw berteriak. "Aku belum sikat gigi dan cuci muka."

"Aku sudah menyuruh pelayan menyediakan segala keperluanmu ini."

Hampir berbareng, seorang gadis pelayan telah membawakan air cuci muka, langsung dibawa masuk kedaiam kamar Wie Tauw, untuk keperluan tamu itu.

Menunjuk kearah sipelayan, Ai Ceng berkata;

"Namanya Hie Nio, Salah Seorang pelayanku yang boleh dipercaya Untuk sementara dia kutugaskan disini untuk melayani segala kebutuhanmu."

"Kau baik sekali."

Ai Ceng merata senang mendapat pujian ini. xxxxxxxxx

KEDOK PENYAMARANNYA TELAH TERBUKA.

It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw masuk kedalam kamar, ia menyambuti tempat air yang dibawakan oleh pelayan yang bernama Hie Nio itu.

"Terima kasih." Ia berkata pelahan.

"Tuan Wie, selamat pagi." Berkata Hie Nio yang ternyata sangat pandai membawa diri.

"Selamat pagi." Balas Wie Tauw.

Ai Ceng turut masuk kedalam kamar Wie Tauw, gadis itu duduk dikursi yang tersedia. Ia puas karena telah berhasil mendapatkan seorang kekasih yang seperti 'Wie Tiong Beng' itu.

Mengikuti pembicaraan diantara Wie Tauw dan Hie Nio, ia menjadi panas hati. Segera sang nona membentak dengan suara keras:

"Dia adalah pelayanmu dan bukan majikanmu, tahu ?"

Belum pernah Hie Nio melihat sang nona majikan marah besar, seperti apa yang hari ini ia lihat tentu saja menjadi ketakutan, ia menyingkir pergi dengan cepat.

Wie Tauw meleletkan lidah. Cepat2 ia bercuci muka.

Selesai membersihkan diri, Wie Tauw menunjuk kearah gambar 'Liok Ie menyeduh daun teh', dan memanggil ;

"Nona Ai      "

"Ada apa ?" Ai Ceng masih dikuasai oleh rasa cemburu. "Siapakah yang menggambar lukisan ini?"

"Disitu ada tanda tangan sipelukis, bukan? Buat apa kau mempunyai mata ?"

"Pemilik gubuk In-mong chui-miauw ya?" "Ng "

"Aku tidak paham, siapakah pemilik gubuk In-mong-chui-miauw itu ?" "Mungkin ayahku dapat memberi keterangan jelas. Aku tidak tahu."

Wie Tauw menunjukkan jari jempolnya.

"Hebat." Ia memuji. "Pemilik gubuk In-mong-chui-miauw ini sungguh hebat. Lukisannya mirip dengan lukisan yang asli. Bila tidak disertai keterangan, siapa yang dapat menyangka bahwa lukisan ini adalah jiplakan 'Liok Ie menyeduh daun teh' yang asli?"

"Aku tidak mengerti lukisan. Maka tidak tahu hal itu." Berkata Ai Ceng.

Wie Tauw telah selesai berganti pakaian, maka ia mengajak sinona berangkat.

"Mari kita menemui ayahmu." Katanya.

Ai Ceng mengajak Wie Tauw meninggalkan kamarnya. Dimana Hie Nio segera memberesi segala yang kurang teratur.

Wie Tauw memperhatikan keadaan jalanan diperkebunan teh Sung-leng The-chung itu, hal ini perlu, mengingat ada kemungkinan bertempur dengan mereka, apa bila penyamarannya terbongkar.

Ai Ceng mengajak Wie Tauw memasuki suatu pekarangan yang ditumbuhi dengan beraneka macam tanaman.

Wie Tauw memperhatikan semakin teliti. Kini pikirannya mulai bingung, ternyata tanaman dan bentuk2 bangunan ditempat itu dibuat sedemikian rupa, satu sama lain mempunyai ukuran bentuk yang sama. Sulit untuk membedakannya.

Setelah berjalan sekian lama, Wie Tauw masih merasakan seperti baru keluar dari kamarnya tadi saja. Hal ini sungguh mengejutkan tokoh ajaib kita ini.

"Hebat!" Ia mengeluarkan pujian didalam hati. "Ternyata perkebunan Sang-leng The-chung diatur seperti ini? Beruntung aku tidak berlaku gegabah, salama tidak keluar meninggalkan kamar, bila tidak, pasti aku terkurung didalam barisan2 aneh ini. Tidak dapat pulang kamar lagi." Kini Ai Ceng telah mengajaknya masuk kedalam suatu ruangan.

Lo-tong-kee atau tauke tua dari perkebunan Sang-leng Chung telah menantikannya ditempat itu.

Sekali lagi Wie Tauw dibuat terkejut, ternyata pemilik Sang-leng The-chung adalah orang tua berbaju hijau yang semalam telah masuk menerjang kamarnya, orang yang disebut sebagai maling itu.

Ai Pek Chun, Lo-tong-kee dari perkebunan Sang-leng The-chung, orang tua yang berpakaian warna hijau itu menyambut kedatangan Wie Tauw dengan satu senyuman ramah.

"Tuan Wie, silahkan duduk." Ia berkata dan memberi hormat lebih dahulu.

Wie Tauw membalas hormat itu. Mulutnya masih ternganga, saking heran dan tidak habis mengerti.

Ai Ceng menyentuh tubuh Wie Tauw, sigadis memberi kisikan: "Ayahku menyuruh kau duduk."

Wie Tauw menunjuk kearah orang tua berbaju hijau itu bertanya: "Orang ini . . . Orang inikah ayahmu ?"

"Betul." Ai Ceng tertawa. "Mengapa heran?"

"Dia adalah orang yang masuk kedalam kamarku itu." Wie Tauw memberi keterangan.

Ai Ceng tertawa terpingkal-pingkal.

"Masih berani kau mengatakan ayahku sebagai seorang goblok yang tidak mempunyai pikiran cerdik ?" Ia mengajukan pertanyaan kepada kekasih itu.

Wie Tauw memandang Ai Pek Cun, kemudian berkata dingin: "Hm . . . Hm .... Lo-tong-kee mengapa mempermainkan orang seperti itu ?"

It-kiam tin-bu-lim Wie Tauw berani menyalahkan orang.

Ai Pek Cun tersenyum senyum. Ia tidak mendebat atau memprotes perkataan sang tamu. Ai Ceng mewakili sang ayah memberi keterangan:

"Ketahuilah, bahwa ayah akan menguji kesetiaannya orang yang ingin dipekerjakan didalam perkebunan Sang-leng The-chung atau cabang2 usaha lainnya. Kini kau telah lulus didalam ujian ini."

Wie Tauw menepuk kepala, se-olah2 orang yang baru tersadar dari ketololannya. Ia berkata: "Ouw . . . Beruntung aku yang rendah tidak ada niatan jahat untuk mengkhianati kalian, bila tidak . . . tentunya kalian tidak menerimaku lagi, bukan?"

"Betul."

"Kini Lo-tong-kee bersedia menerima?" Wie Tauw mengulang kata kehormatannya kepada Ai Pek Cun.

Ai Pek Cun tidak menolak, juga tidak menerima segera. "Silahkan tuan Wie duduk." Ia memberi perintah.

Wie Tauw duduk ditempat yang telah disediakan untuknya. Ai Ceng menemani dan duduk disamping jago ajaib ini.

Dua pelayan membawakan teh dan melayani disamping mereka.

Kemudian datang makanan pagi.

Ai Pek Cun menyilahkan sang tetamu makan setelah itu, baru ia berkata: "Tuan Wie, mari kita makan sambil membicarakan soal pekerjaan."

Wie Tauw menurut kemauan sitauke tua Sang-leng The-chung itu. Mereka makan sambil membicarakan soal pekerjaan Wie Tauw.

Satu waktu, Ai Pek Cun mengajukan pertanyaan: "Dimanakah tempat kelahiran tuan Wie?"

"Tiang-an." It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw memberi jawaban singkat

"Tiang-an adalah kota yang indah." Berkata Ai Pek Cun. "lohu pernah dengar orang membicarakan si Pedang Penakluk Kang-ouw, tokoh silat luar biasa. It-kiam-tin bu-lim Wie Tauw dengan perusahaan anehnya Boan-chio Piauw-kiok. Tentunya tuan Wie kenal dengan akhli silat aneh Itu, bukan ?"

"Menurut urutan tata kekeluargaan, kami adalah satu turunan." Berkata Wie Tauw.

"Pernah menjumpainya ?" "Belum."

"Menurut laporan Ai Ceng, tuan Wie, mempunyai kepintaran yang luar biasa. Memang, sebagai seorang sastrawan, tentunya banyak membaca buku dan memiliki kepintaran2 tertentu. Sayang. biasanya kaum terpelajar itu sering mengalami nasib susah. Bagaimana pendapat tuan Wie dengan pandanganku yang seperti ini ?"

"Tentang kepintaran luar biasa itu adalah keterangan nona Ai pribadi. Boanpwee tidak sanggup menerima pujian tersebut."

"Kau mengerti tentang pandangan dan penilaian Lohu terhadap nasib sastrawan itu ?"

"Boanpwee dapat memahami penilaian cianpwe."

"Dimasa muda, lohu pernah tekun mempelajari bermacam- macam ilmu, khusus ilmu ke sustraan, dengan harapan dapat menduduki tempat yang agak lumayan, walau pangkat kecilpun lohu bersedia menerima. Namun gagal, maka lohu ganti haluan dan mempelajari ilmu silat, dengan kekuatan dan kekerasan, kita dapat menghadapi musuh2 kuat. Tentu saja, bila didalam keadaan yang aman, ilmu silat tiada guna, tetapi bila menghadapi masa kekacauan, kepandaian inilah yang dapat menolong diri sendiri dari bermacam-macam kesulitan."

"Ternyata cianpwee pandai silat dan surat, sesungguhnya sangat mengagumkan."

"Mempelajari ilmu surat harus memilih majikan yang tepat, bila tidak mendapat bimbingan dari pemimpin yang bijaksana, tentu gagal. Lain halnya dengan ilmu silat, setiap saat, dapat bebas bergerak." "Boanpwee mendapat keterangan, bahwa lo-tong-kee mengusahakan suatu perkebunan teh San-leng The-chung dan beberapa usaha dagang lainnya."

"Betul. Untuk mengumpulkan kekayaan agar dapat melewatkan hidup tua kita dengan tenang, kita harus mengadakan usaha dagang."

"Boanpwee bersedia menerima petunjuk lo-tong-kee dan bekerja didalam bidang perdagangan."

"Usaha lohu di Sang-leng The-chung adalah perkebunan teh, bila kau ingin bekerja, sedikit banyak harus mengetahui bibit2 dan macam2 daun."

"Boanpwee tidak sering minum teh, tetapi sedikit banyak mempunyai pengetahuan untuk nilai kwalitet daun teh."

"Tuan Wie tentunya tahu sejak kapan orang meminum teh ?" "Penemuan daun teh terjadi diahala Sin-long, disebar luaskan

pada ahala Cian-han, pada kitab Ie-yu tercatat: 'Meminum teh menjadi kebiasaan umum pada akhir ahala Han, tetapi penemuan daun tersebut telah terjadi dia ahala Cian-han. Belum diketahui pasti bagaimana orang memulai menggunakan daun2 teh yang berkhasiat itu, mungkin juga diminum mungkin juga dikunyah seperti sirih. Bagaimana pendapat lo-tong-kee tentang kata2 buku ini?"

"Tuan Wie mempunyai daya ingatan yang hebat, dapat menyebut nama buku dan catatan2 penting yang terisi pada buku itu. Lohu wajib memberi pujian."

"Terima kasih." Berkata It-kiam-tin-bu-lim Wie Tauw merendah diri.

Ai Pek Cun mengajukan pertanyaan lain:

"Dapatkah tuan Wie menyebut nama akhli dan tukang minum teh yang ternama ?"

"Pada ahala Tong, Liok Ie dipuji orang sebagai dewa teh, maka lukisan 'Liok Ie menyeduh daun teh' adalah lukisan antik yang paling ternama. Liok Ie pernah menulis tentang daun teh, buku ini terbagi menjadi 10 bagian. Bagian pertama tentang asal mula daun teh, bagian kedua tentang alat2 daun teh, bagian ketiga tentang pembikinan atau pengeringan daun teh, bagian keempat tentang tempat2 dan wadah daun teh, bagian kelima tentang cara2 memasak atau menyeduh daun teh, bagian keenam bagian cara meminum teh, bagian ketujuh tentang kwalitet daun2 teh, bagian kedelapan tentang pengeluaran daun teh, bagian kesembilan tentang singkatan2 daun teh. dan bagian terakhir adalah gambar2 daun teh."

"Luar biasa. Dapatkah tuan Wie menyebut macamnya daun teh?"

"Menurut warnanya, daun teh dapat dibagi menjadi empat bagian: I. Teh merah, 2. Daun hijau, 3. Daun putih dan. 4. Daun coklat. Menurut nama daerah (empat produksi, yang paling enak adalah teh U-liong dari Kang-tong, teh Liong-keng dari Ciat-kang, teh Liok-an dari An hui, teh Bu-ie dari Hok-kian, teh Bu-jie dari In- lam, teh Tho dari Su-coan dan lain2nya."

"Nama lain yang lebih sering disebut orang dari teh Bu-ie dari Hok-kian adalah . . ."

"Teh jubah merah."

"Betul. Tuan Wie tentunya tahu, mengapa teh Bu-ie disebut juga teh jubah merah ?"

"Tentunya ada hubungan dengan warna merah itu.   Hanya

boanpwee bukan akhli teh asli, maka boanpwee tidak dapat memberi penjelasan tentang hal ini."

"Ha, ha. " Ai Pek Cun tertawa puas.

"Lohu kira tuan Wie serba tahu. beruntung masih ada satu yang tidak diketahui."

"Boanpwee dapat memberikan keterangan2 tadi hanya membaca buku2, bukanlah berarti boanpwee serba tahu didalam segala soal."

"Lohu kagum atas kepandaian yang tuan Wie miliki." Berkata Ai PekCun. "Karena tidak ada satu yang dapat menyulitkanmu, sengaja lohu mengemukakan pertanyaan aneh tadi. Yang dinamakan teh jubah merah ialah pohon2 teh dari Hok-kian itu berwarna merah, tumbuh ditebing2 tinggi yang menjulang keawan biru, tidak mudah untuk memetik daun teh ini. Bila ingin memetiknya, kita harus memelihara kera-kera yang pandai, dengan bantuan kera-kera itulah, kita memiliki bibit teh mahal. Kera-kera yang pandai adalah kera-kera yang berpantat merah, daun dan pohon teh itupun merah, maka kita menyatukan sebutan itu menjadi teh Jubah merah. Diantara sekian banyak daun teh yang kami perdagangkan, daun teh Jubah Merah inilah yang menduduki tempat pertama."

"Boanpwe bersedia bekerja dibidang baru ini." Berkata It-kiam- tin-bu-lim Wie Tauw.

"Kau ternyata mempunyai pengalaman yang cukup luas, maka aku bersedia memberi tugas padamu untuk melayani para tamu." Berkata Ai Pek Cun. "Tentang jabatan juru tulis itu, karena sudah ada orang yang menempati, tidak baik untuk memberhentikannya segera. Biar perlahan2, kucarikan kedudukan yang lebih cocok untukmu."

"Terima kasih."

"Untuk sementara, uang saku kuberi 2 tail. Perlahan-lahan tentu kuberi tambahan."

Sekali lagi Wie Tauw mengucapkan terima kasihnya.

Ai Pek Cun memandang Ai Ceng dan berkata kepada putri itu "Setelah makan, ajaklah tuan Wie berkenalan kepada orang2

Sang-leng The chung dan sediakan kamar untuknya."

Ai Ceng mengajak Wie Tauw makan nasi. Satelah itu mengajaknya bertemu dengan beberapa orang, diantaranya ialah bagian tata usaha Lay Eng Tauw, bagian kas Bwee Chun dan pegawai pegawai rendahan.

Hanya seklebatan, Wie Tauw mengetahui pasti bahwa Lay Eng Tauw dan Bwee Chu itu mempunyai ilmu2 kepandaian silat yang tinggi, hanya mereka tidak mengentarakannya.

Didalam hati, Wie Tauw harus berhati-hati kepada mereka, agar penyamarannya tidak terbongkar.

Perkampungan Sang-leng The-chung terletak dijalan raya yang menuju kekota Lo-yang. Di bagian depan mengadakan penjualan teh, orang-orang yang lewat sering mampir disana. Dibagian belakang menjual teh kering, khusus untuk dikirim kekota-kota lainnya.

Setelah mengajak Wie Tauw menyaksikan perusahaan ayahnya yang besar itu, Ai Ceng membawa kebagian dalam, menuju kesatu kamar, ia berkata:

"Disinilah tempat kamar tidurmu."

Wie Tauw memeriksa kamar itu, agak kecil. Dengan mengkerutkan alis, ia berkata: "Kamar ini tidak seindah kamar saudara angkatmu itu."

Ai Ceng tertawa.

"Kau harus belajar hidup sederhana. Ketahuilah, bahwa jabatanmu hari ini sebagai pegawai bagian penerimaan tamu ayahku."

"Tapi, kau tahu bahwa aku segera naik pangkat." Berkata Wie Tauw.

"Itu urusan dikemudian hari." Ai Ceng memonyongkan bibirnya. "Baiklah." Wie Tauw mengangkat pundak. "Asal saja kau ingat,

untuk siapa aku bekerja."

Ai Ceng menempelkan tangannya kepundak orang, jarak mereka sangat dekat, maka berhembuslah hawa harum seorang gadis.

"Kuberitahu kepadamu," katanya. "Kesan ayah sangat baik sekali.

Baiklah kau berkerja."

"Aku tahu." Wie Tauw berkata. "Tapi batas kesabaranku hanya dapat bertahan sampai 6 bulan. Tidak mau aku menjadi seorang tolol yang mengharapkan berkah majikan perempuannya sampai 3 tahun."

"Cis." Ai Ceng meludah. "Tidak tahu malu."

"Mengapa harus malu ? Kau adalah calon istriku, wajib membantu, bukan ?"

Menyaksikan keadaan gadis itu, Wie Tauw tahu bahwa sidara telah masuk kedalam perangkap asmara.

Ai Ceng memberikan kerlingan mata, ia berkata: "Bila kau ingin menjadi mantu ayahku, perhatikanlah betul2 dua pasal ini "

"Tunggu dulu," Wie Tauw memotong. "Diantaranya tidak boleh ada larangan untuk tidak mendekatimu."

Ai Ceng memukulnya perlahan, ia berkata dengan tertawa: "Kesatu, kau hanya dibenarkan untuk bergerak disekitar kamar

ini dan dibagian depan. Lain2 tempat, bila tidak ada izin langsung

atau tidak dikawani olehku, jangan kau mencoba-coba menelitinya."

"Baik. Kukira tidak sedikit pelayan rumahmu yang cantik2, maka aku dilarang mendekati mereka bukan? Dan yang kedua ?"

"Yang kedua, bila melihat sesuatu yang aneh kau hanya boleh menyimpan didalam hati. Janganlah sekali-kali mengajukan pertanyaan."

Wie Tauw menunjukkan wajahnya yang heran: "Mengapa ?"

Ai Ceng tertawa.

"Mulai saat ini juga, . . ." Ia berkata. "Jangan kau mengajukan pertanyaan 'Mengapa,"

Wie Tauw menghembuskan napas panjang;

"Aih. . . .Dikala kita bersantap tadi, telah terjadi sesuatu keanehan, maksudku ingin mengajukan pertanyaan kepadamu. Siapa tahu telah mendapat larangan." Ai Ceng memandang laki2 yang dicintai itu, katanya: "Keanehan apa yang kau lihat ?"

"Kulihat seekor lalat menclok didaun telinga ayahmu, yang aneh, bahwa ayahmu tidak mengetahui, mungkin tidak merasakan bahwa ada sesuatu binatang kecil mencok disana. Inilah yang membuat aku heran."

Inilah suatu kenyataan, bukan obrolan kosong Wie Tauw. Terjadinya hal itu, memanglah suatu keanehan.

Wajah Ai Ceng berubah.

"Kau kira aneh ?" Ia membentak.

Wie Tauw terkejut. Hatinya cepat menjadi ciut.

"Oh. . . . Oh. . . ,Jangan kau marah." Katanya. "Aku sedang berkelakar."

"Omong kosong !"

Wie Tauw tidak ingin menimbulkan kecurigaan mereka. Maka cepat-cepat mengalihkan pembicaraan.

Ai Ceng menyangka betul bahwa Wie Tauw tidak melihat keanehan itu, mungkin betul laki2 yang menarik hati ini berkelakar, maka wajahnya yang riang itu pulih lagi.

"Tidak seharusnya kau menggoda orang." Ia berkata.

"Lain kali, aku tidak berani menggodamu lagi." Berkata Wie Tauw.

"Mari." Berkata Ai Ceng. "Biar kusuruh orang membersihkan kamar ini dahulu, setelah itu, kau boleh pindah masuk."

Malam harinya ....

Lo-tong-kee atau majikan San-leng The chung mengadakan perjamuan untuk pegawai barunya. Perusahaan teh San-leng The- chung memang cukup luas, kecuali bagian perkebunan, bagian penjualan langsung dibagian belakang yang berupa depot minuman itu, ia masih ada bagian penjualan khusus luar kota. Maka memelihara banyak pegawai.

Seorang pegawai batu 'Wie Tiong Beng' yang baru diterima mendapat tugas dibagian penerimaan tamu pribadi.

-oo0dw0oo-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar