Nagabumi Eps 189: Kung Sun

Eps 189: Kung Sun

PAGI masih gelap ketika para bhiksu Shaolin itu sudah mulai berlatih kembali. Ketika langit mulai terang, kicau burung dari hutan meramaikan suasana, seperti baru kali ini saja aku mendengarnya.

Kuperhatikan bagaimana mereka menerapkan Delapan Belas Latihan dengan sangat sungguh-sungguh, tentu karena semuanya ingin lulus dengan baik. Apalagi lulus dari Perguruan Shaolin disebutkan jauh lebih berat dari sebagian besar perguruan silat yang lain. Di sini seorang murid harus melewati tiga tahap ujian, dan ia menjadi tawanan bayangan yang tidak diiz inkan melewati gerbang sebelum lulus.

Pertama, terdapat ujian lisan yang sulit tentang sejarah seni dan pemikiran f ilsafat Negeri Atap Langit. Kedua, ia harus menang melawan teman-temannya sendiri dalam perlombaan sebenarnya. Ketiga, terdapat siksaan mengerikan yang melibatkan suatu ruangan penuh jebakan dan 108 orang- orangan kayu.

Begitu murid tersebut melalui ruangan, orang-orangan yang dipersenjatai pisau, tombak, dan pentungan, akan menyerangnya secara serabutan. Ini dilengkapi dengan sejumlah peralatan buatan sendiri di bawah lantai lorong, yang akan terpicu oleh berat tubuh murid itu sendiri.

Para bhiksu, yang menciptakan alat-alat ini, sengaja merancangnya supaya tidak bisa diduga. Akibatnya, sangatlah mungkin yang terpicu adalah dua, tiga, empat, atau lebih orang-orangan pada saat bersamaan. Jika murid itu lolos melewati ruangan tersebut, ia akan berhadapan dengan pasu besar yang menghalangi jalan keluarnya. Pasu itu beratnya seperti batu sebesar kerbau. Secara alamiah, murid itu akan memindahkannya dengan cara merangkul pasu besar tersebut, sehingga lambang naga dan harimau akan membakar daging pada pundak depannya. Sekali dilewatinya ujian ini, ia dipersilakan pergi dengan bebas, dan bakaran pada pundaknya itu tiada henti-hentinya akan mengundang penghormatan ke mana pun dia pergi mengembara.

Banyak murid yang gagal dalam ujian dengan peralatan ini dan tidak lulus. Terdapatlah cerita tentang seorang Hu Wei- ch'uan, yang memasuki Kuil Shaolin sete lah dihajar babak belur oleh musuh-musuhnya. Ia tinggal se lama lima belas tahun untuk melatih ilmu silatnya. Akhirnya ia lulus yang pertama dari dua ujian, tetapi dalam usahanya melewati ruangan yang penuh orang-orangan, ia tak pernah bisa lebih jauh dari orang-orangan yang ketiga puluh dua.

PADA kali terakhir, ia dibawa keluar, dirawat tabib, dan dikembalikan ke biliknya. Merasa harus kembali pulang, ia mencoba menyelinap keluar dari kuil melalui sa luran dalam selokan. Meskipun ia tidak lulus ujian karena ketidakmampuan, ia lebih dari mampu untuk membalas dendam, karena dengan caranya meloloskan diri itulah, justru ia menemukan kembali jurus-jurus Shaolin yang sebagian hilang catatannya dalam suatu penyerbuan yang menghancurkan kuil, yang kemudian disebut Jurus Tangan Berbunga, yang gerakannya rumit tetapi sangat anggun.

Terdapat berbagai adat yang penting bagi mereka yang menempuh jalan persilatan. Pertama, busana persilatan dikenakan dengan benar. Warna hitam maupun warna mencolok. Lengan panjang. Biasanya terikat pada suatu simpul di sisi kiri bagi lelaki dan di s isi kanan bagi perempuan. Seorang suhu akan membuat simpul di tengah. Siapapun yang mengikatkannya di tengah dan bukan seorang suhu dianggap menantang serta bisa mendapat pukulan menyakitkan. Kedua, penguasaan tatacara sangatlah penting ketika mengunjungi bangsal suhu lain. Jika seseorang ditawari minum teh oleh suhu, dan orang itu meminumnya, sang suhu akan merasa tantangan bertarungnya diterima. Meminum tehnya, seperti minum teh gurunya sendiri sebelum terdapat sambutan, adalah suatu penghinaan, kecuali, dalam hal ini, ia berpikir bahwa orang tersebut datang memang hanya untuk menantang.

Ketiga, penghormatan gung fu adalah suatu tatacara penting lain, yang membuat orang-orang persilatan saling mengenali dan menghormati satu sama lainnya. Tidak menghormat, dalam beberapa hal juga dianggap penghinaan yang gawat. Penghormatan itu yang selama ini kusebut menjura atau bersoja. Diperlihatkan dengan menangkupkan kepalan tangan kanan kepada telapak tangan kiri set inggi dahi, dan bersama dengan itu menundukkan kepala dan batang tubuh bagian atas. Di bangsal seorang suhu, sebelum dan sesudah latihan, gambar maupun ruang suci suhu sebelumnya dihormati dengan cara ini.

Meskipun memang banyak adat dan tatacara lain pada berbagai wilayah yang berbeda, tetapi ketiganya inilah yang berlaku bagi seluruh perguruan silat atau gung fu di Negeri Atap Langit.

Pagi itu ketika langit mulai terang dan segala bhiksu masih tenggelam dalam latihan aku menghela napas karena terpesona oleh kerampakan gerak mereka yang indah mencengangkan. Namun bukan keindahan itu benar yang membuat diriku menghela napas panjang, melainkan kebersamaan begitu banyak orang dalam kesatuan. Para bhiksu mengasingkan diri di Perguruan Shaolin untuk memperdalam ilmu persilatan, tetapi kebersamaan mereka sebagai orang-orang sepaham membuat mereka sungguh jauh dari keterasingan. Alangkah berbeda dengan jalanku di dunia persilatan, selama ini se lalu sendiri dan sepertinya akan tetap selalu sendiri.

Aku tidak pernah dan seperti tidak akan pernah bisa belajar di perguruan silat mana pun meski diriku menginginkannya, karena sejak awal bahkan hidupku pun sudah selalu berbeda. Jalan persilatanku adalah jalan yang sunyi dan sepi, bagai lorong panjang tanpa penghuni, tempat segala persoalan ilmu silat kudalami dan pertimbangkan seorang diri. Ditempa pasangan pendekar yang mengasuhku, meski aku lebih dari anak kandung bagi mereka, belajar ilmu silat tidak menjadikanku lebih nyaman. Sementara ketika melakukan pendalaman ruang dan waktu dalam ilmu silat, begitu rupa sehingga sepuluh tahun bagaikan sekejap, diriku tidak bisa lain selain hanya sendirian berada dalam gua yang gelap.

Namun tanpa riwayat seperti itu, apakah diriku juga akan datang ke sebuah perguruan dan belajar ilmu silat? Pertanyaan ini melontarkan diriku kembali kepada suatu kekosongan yang membuat perasaanku menjadi rawan. Tanpa nama dan tanpa asal-usul takkukira bisa membuat begitu banyak perbedaan.

Adapun di Negeri Atap Langit, seperti diceritakan Iblis Suci Peremuk Tulang kepadaku, iCalon murid, setelah memilih- milih aliran persilatan yang ingin dipelajarinya, akan menghadap seorang suhu dengan harapan akan diterima. Calon murid ini akan mendapat petunjuk untuk menunggu di luar pondok sang suhu, yang biasanya berada di dalam perguruan itu juga, pada saat menjelang fajar.

"Saat kedatangannya, calon murid itu akan melihat orang- orang lain yang juga mengharapkan petunjuk. Semuanya dibiarkan menunggu sampai lama sekali, dan selama itu kesabaran dan perasaan mereka mengalami ujian pertama, dari banyak sekali ujian.

AIR dan kotoran mungkin seperti tidak sengaja akan dilemparkan kepada mereka. Murid-murid akan menganggap mereka tidak ada, atau berlaku kasar kepada mereka. Lantas setelah menunggu lama sekali, mereka akan diberi tahu ada penundaan, karena ada upacara penting yang harus dihadiri suhu.

''Akhirnya mereka bahkan diberitahu supaya pulang, karena suhu tidak akan bisa menerima mereka hari itu. Mereka yang terlihat marah atau tersinggung, langsung tidak diterima dan diberitahu untuk tidak usah datang lagi.''

Aku tersenyum teringat cerita itu. Namun menjadi sedih teringat cerita tentang Naga Dadu yang memanfaatkan keinginan Serigala Putih menjadi murid, dengan memberi syarat agar menculik diriku yang masih kecil. Serigala Putih tewas oleh pedang ayahku. Sekarang aku bertanya-tanya, jika Serigala Putih datang jauh-jauh dari tempat yang oleh penduduk Mataram disebut Tartar, yang kini kukira adalah wilayah pengembaraan suku Uighur, akhirnya tertarik untuk berguru kepada Naga Dadu, tidakkah Naga Dadu, yang berkelamin lelaki tetapi jelita melebihi wanita, memang sakti mandraguna?

Memang kudengar pula cerita tentang betapa Serigala Putih mungkin mengalah dalam pertarungan melawan Naga Dadu, karena sebetulnya telah jatuh cinta kepada lelaki terindah di Javadvipa yang dalam sungai telaga dunia persilatan telah menggapai wibawa naga dan menjadi sa lah seorang dari Pahoman Sembilan Naga itu. Namun sementara kisah cinta itu sulit dibuktikan, bagiku semakin mengiang suara-suara yang menyatakan betapa sebenarnya Naga Dadu mengetahui sesuatu tentang masa laluku yang bagiku, bahkan bagi Sepasang Naga Celah Kledung yang mengasuhku, masih merupakan rahasia...

''Esok harinya,'' begitulah Iblis Suci Peremuk Tulang melanjutkan ceritanya, ''bagi mereka yang masih datang dan mengharapkan petunjuk, segala sesuatunya yang berlaku kemarin diulangi lagi. Sebagai tambahan dari usaha-usaha mempermalukan yang biasa dilakukan, para calon murid yang masih bertahan diawas i secara diam-diam untuk memastikan apakah mereka gugup, tegang, banyak bicara, atau saling bertengkar di antara mereka sendiri.

''Setelah berlangsung lama, mereka diminta berlutut dan suhu akan muncul sebentar. Ia tidak akan mengucapkan sepatah kata pun, selain melihat mereka sepintas lalu. Jika ada calon murid yang datang kepadanya, atau berusaha bicara, mereka akan dim inta pergi karena dianggap tidak menunjukkan hormat kepada yang lebih tua.

''Dengan merayapnya waktu, mereka yang telah terus- menerus dihina dan dipermalukan, terus-menerus juga ditanya apa yang mereka lakukan di sana dan akhirnya tetap disuruh pulang. Jika mereka tetap bertahan, mereka diberi pekerjaan kasar seperti menggosok lantai. Lantas, sebelum menyelesaikan pekerjaannya, sejumlah murid lama akan melewatinya dan dengan sengaja mengenakan sepatu penuh lumpur. Kesenangan lain murid-murid lama ini adalah juga memberitahu para calon bahwa ada tempat-tempat yang tidak boleh digosok lantainya. Adapun gunanya adalah untuk menjamin, bahwa setelah semua pekerjaan membersihkan selesai, masih ada tempat kotor yang harus mereka gosok lantainya lagi. Tentu masih dengan mata yang mengawasi, apakah perintah dituruti dengan penuh pengabdian atau penuh kejengkelan.

''Akhirnya, para calon murid dipersilakan sarapan bersama dengan para anggota perguruan. Pertama, setiap calon murid diberi roti kering, tetapi diberitahu agar jangan memakannya. Beberapa tetap memakannya, tetapi yang lebih bijak tidak melakukannya. Kemudian mereka diberi mangkuk kecil yang tanpa dasar, tetapi hanya pertanyaan bodoh atas pilihan aneh atas cara makan ini jika tetap dipertanyakan, karena setelah itu mereka diberi bubur. Mereka yang bertanya bagaimana cara makannya segera disuruh pergi dan dinyatakan gagal. Semua calon murid yang pertanyaannya dianggap kurang cerdas dan kurang pengetahuan, tidak akan bisa dipercaya menyimpan rahasia perguruan. Mereka yang cukup bijak untuk bersabar dan tidak memakan roti keringnya, kini tahu bisa meletakkannya di dasar mangkuk. Ketika bubur itu tiba, mangkuk mereka sudah dapat digunakan.

''Mereka yang lulus dari ujian sarapan diberi tugas bekerja di dapur. Di sana kemampuan mereka diuji lebih jauh dengan melihat bagaimana masing-masing bekerja sama dengan yang lain dan bagaimana mereka bekerja ketika melakukan tugas- tugas yang sulit. Pada akhir penempatan di dapur, mereka dim inta untuk membunuh dan mempersiapkan kelinci putih. Padahal kelinci putih dianggap sebagai hewan yang disucikan, dan memakannya adalah suatu kesalahan besar. Dalam hal ini tanggapan terbijak adalah lebih baik menerima pukulan- pukulan daripada membunuh makhluk itu.

"SELANJUTNYA, para calon diuji kejujurannya. Maka mereka diberi sejumlah uang untuk keperluan tertentu. Kemudian disampaikan kepadanya bahwa yang semula diperlukan sudah tidak dibutuhkan lagi dan ia dim inta mengembalikannya. Setelah itu mereka diberi kembali sebagian uang itu, dengan alasan uang yang mereka kembalikan terlalu banyak. Jika sang calon murid menerima kelebihan uang itu, ia dipersilakan pergi. Suatu ujian yang mirip diulangi dengan berbagai macam manik-manik dan cinderamata, kecuali bahwa ketika mengembalikan segera dituduh jumlahnya kurang. Di sini calon akan dinilai kemampuannya menangani keadaan.

"Mereka yang masih saja bertahan, lantas diberi ujian daya tahan. Calon murid diminta menunggangi kuda yang binal di bawah terik mentari tengah hari. Lebih lagi, ia harus tetap berada di atas punggung kuda, sampai sebatang hio yang panjang habis terbakar. Siapa pun yang tidak mampu bertahan menerima derita dan ketaknyamanan, dianggap kurang jujur dan tidak cukup bersemangat menjadi murid.

"Akhirnya, yang tersisa dipersilakan bertemu muka dengan suhu secara resmi. Di sini mereka diminta minum secangkir teh bersama suhu, untuk menjadi murid secara penuh. Suhu sendiri yang akan menuangkan teh, tetapi jika siapapun dari mereka meminumnya, akan langsung dipersilakan pergi. Adapun alasan dari pengusiran kasar ini, dengan membiarkan suhu melayani mereka, mereka telah merendahkan perannya hanya menjadi seorang pelayan, yang berarti mereka merasa lebih tahu dari sang suhu.

"Tatacara dan sopan santun yang betul adalah mendekati meja abu para leluhur yang terdapat di setiap perguruan dan menuang teh dengan tiga ayunan pelahan, sambil berkata, 'Sahaya berikan penghormatan kepada para leluhur dan suhu di hadapan sahaya, dan para suhu yang tidak sahaya kenal tetapi yang telah menyumbangkan pengetahuan bagi umat manusia,'. Selanjutnya, ia harus mengisi kembali cangkirnya dan berkata, 'Setelah memberikan penghormatan kepada para suhu sebelum masa hidup sahaya, kini sahaya memberikan penghormatan kepada suhu yang berada di s ini, kepada s iapa diri sahaya berharap bahwa sahaya dianggap cukup berharga melayaninya.'

"Jika suhu itu puas, ia akan meminum tehnya dan calon murid yang tersisa itu pun menjadi murid sepenuhnya."

Gerak rampak jurus-jurus Shaolin yang dibawakan murid- murid terbaiknya itu menyentakkan diriku dari lamunan yang panjang. Memang terlalu indah Perguruan Shaolin ini bagiku, karena aku berada di bilik penginapan para tamu. Sebuah kolam di tengah taman tampak dari jendela tempat diriku melamun sekarang ini. Daun-daun teratai yang terbuka lebar dan bunganya yang seperti sengaja merekah ketika cahaya pertama menyentuhnya, tepat ketika aku sedang memandanginya. Burung-burung kecil dengan berbagai warna bulu yang sangat mencolok, sementara di kejauhan masih juga terdengar siulan angin yang tentunya bertiup kencang dari lembah ke lembah dari jurang ke jurang, seperti biasa, bagai membawakan cerita dan warta dari suatu tempat yang begitu jauh. Di sini kencangnya tiupan itu sudah jauh berkurang, tetapi masih juga menggugurkan beberapa helai daun, yang melayang-layang di udara dingin, dan akhirnya jatuh memendarkan permukaan kolam. Di atas sebuah batu yang menyeruak bagaikan pulau kecil di tengah kolam, kulihat seekor kura-kura termangu di atasnya.

Aku teringat cerita Iblis Suci Peremuk Tulang tentang kehidupan perguruan silat di Negeri Atap Langit setelah para calon murid diterima sebagai murid.

"Pada titik itu," ujarnya, "mereka seperti memasuki suatu keberadaan baru, begitu rupa sehingga mereka dianjurkan untuk melupakan masa lalu mereka. Bahkan bagi mereka biasanya diberikan nama baru yang akan menjadi nama sebagaimana mereka harus dikenal dalam keluarga orang- orang jantan.

"Adapun jantan di sini tidak mutlak menunjuk kelamin, melainkan s ikap hidup jantan yang selayaknya menjadi bagian takterpisahkan dalam kehidupan di sungai telaga. Disebut selayaknya, karena bukan takbanyak mereka yang berilmu silat sangat tinggi, ternyata bisa begitu licik dan culasnya, yang tidak memungkinkan untuk disebut sebagai jantan dari sudut pandang mana pun.

"Perguruan kini menjadi keluarga para murid, dan terdapat susunan kedudukan serta peraturan keras yang harus dipatuhi semua orang. Guru para murid, karena suhu hanya mengajar murid-murid yang pelajarannya sudah lanjut, disebut Bapak Guru atau Bapak Pelatih. Jika Bapak Guru ini sudah menikah, isterinya akan dikenali sebagai Ibu Guru atau Ibu Pelatih.

MURID yang telah lebih dulu masuk dari murid baru dikenali sebagai Saudara Tua, tidak peduli berapa umur yang sebenarnya. Begitu juga murid yang baru masuk dirujuk sebagai Saudara Muda. Guru lain pada tingkat pengajaran yang sama disebut Paman Guru dan murid itu menjadi para keponakannya.

''Kegiatan sehari-hari tidaklah sama di antara berbagai perguruan. Ada murid-murid yang tinggal di rumahnya masing-masing, ada yang wajib tinggal di perguruan, dan itu berarti jika yang satu wajib bekerja di halaman rumah atau dapur pondok sang suhu, maka yang lain cukup membayar iuran sahaja. Di Perguruan Shaolin, yang pada dasarnya adalah Kuil Shaolin, terdapat masa kerja, dhyana berkelompok, dhyana tunggal, tugas maupun upacara-upacara yang harus dihadiri. Jadi dengan perbedaan yang besar antara berbagai perguruan, untuk mencoba menggambarkannya dengan sesuatu yang mewakili semuanya adalah usaha kurang bertanggungjawab.

''Lebih aman menyatakan, setiap perguruan yang bersungguh-sungguh memiliki satu kesamaan: dimulai dari saat matahari terbit yang dirayakan dengan lagu puja atau tindak dhyana bersama, lantas barulah dibagi antara kerja, belajar, latihan, dan dhyana, yang berakhir ketika matahari tenggelam. Biasanya para murid mengkuti urutan kegiatan seperti ini selama kurang lebih sepuluh tahun, sebelum ia dipertimbangkan layak untuk mengajar sendiri. Putus di tengah jalan dari pembelajaran mahaberat ini adalah biasa dan sedikit yang diterima sebagai telah menyelesaikan pelajaran.

''Namun murid bisa meninggalkan perguruan karena a lasan berbeda, yang paling sering adalah menambah perbendaharaan aliran ilmu silat yang mereka kuasai. Akibatnya, memang tidak mengherankan jika terdapat murid yang telah belajar pada dua belas suhu, meski tidak berarti ia bisa disebut yang paling berpengetahuan. Rahasia sebenarnya ilmu silat biasa disimpan bertahun-tahun, sampai sang suhu yakin bisa mempercayai seseorang, dan bahkan kemudian menyampaikannya hanya kepada sedikit murid pilihan.''

Para murid Shaolin telah menyelesaikan latihannya, dan mereka tidak kelihatan lagi, tetapi di dekat kolam baru kulihat sekarang para bhiksu kecil berkepala gundul masih menyelesaikan sisa-sisa latihannya. Tampak salah seorang anak terkilir, terjatuh, sehingga tak bisa melompat, menendang, dan memukul seperti yang lain. Bapak Guru mereka yang sudah tua sekali mendiamkannya saja, sampai ia menepi sambil merayap sendiri. Inilah anak-anak berbakat yang diburu Perguruan Shaolin ke berbagai penjuru Negeri Atap Langit, karena para suhu memang menghendaki bakat andalan bagi ilmu silat mereka yang tersohor. Bahkan para panglima perang merasa lebih tenang jika terdapat para bhiksu Shaolin dalam pasukannya untuk menghadapi pasukan asing.

Sebagian anak-anak itulah yang kulihat berlatih ilm u meringankan tubuh dengan guru lain. Jika masih sekecil itu ilmu silat mereka sudah begitu tinggi, bagaimana pula jika mereka masih terus memperdalam ilmu silatnya sampai dewasa. Para bhiksu Shaolin dengan pendekatan chan dalam kebuddhaan tentu menempatkan ilmu silat sebagai cara penting menuju pencerahan. Ilmu silat untuk mendapatkan kesehatan badan, ilmu silat untuk mencapai ketenangan jiwa, dan ilmu silat untuk membela kebenaran.

Pagi masih dingin dan berkabut, tetapi aku sudah menghela nafas panjang mengingat apa yang kukenal selama ini dalam dunia persilatan. Mengapa dalam pembelajaran di Kuil Shaolin tidak pernah disebut tentang kematian dalam puncak kesempurnaan manusia melalui pertarungan? Mungkinkah yang kukenal dalam pembelajaran ilmu silat selama ini salah?

Para bhiksu cilik itu tertawa-tawa, salah seorang teman mereka basah kuyup ketika melakukan kesalahan gerak dan tercebur masuk ke dalam kolam. Aku tersenyum. Betapapun mereka itu masih kanak-kanak!

(Oo-dwkz-oO)

DI ruang minum teh, sebelum Penjaga Langit tiba untuk sarapan bersama, Yan Zi dan Elang Merah menyampaikan kepadaku sambil berbisik-bisik, bahwa sebenarnya telah melihat pencuri tubuh itu sebelum menghilang ke balik kelam. Setelah mendengar ciri-cirinya aku terhenyak.

''Ia bercaping lebar?'' ''Ya!''

''Ia berambut lurus panjang sampai ke bahu?'' ''Ya!''

''Ia menyoren dua pedang bersilang?'' ''Ya!''

AKU tidak bertanya apakah ia menunggang kuda Uighur,

karena seseorang tidak akan mengambil tubuh Penyangga Langit dan berkelebat menghilang ke dalam kelam di atas seekor kuda, betapapun hebat kuda yang ditungganginya itu. Memang dari kedai ke kedai kadang kudengar cerita tentang pendekar berkuda yang begitu dahsyat, yang bersama kudanya dapat berkelebat seperti kilat. Namun janganlah terlalu percaya dengan sembarang cerita di sembarang kedai!

''Harimau Perang!''

Aku berbisik tetapi dengan nada meninggi, sehingga para bhiksu petinggi Perguruan Shaolin itu menoleh. Mereka kenalikah nama Harimau Perang? Di tempat terpencil seperti ini mungkin tidak, tetapi apakah kepentingan Harimau Perang dengan mencuri tubuh Penyangga Langit itu?

Aku terkes iap, usaha pembunuhan kedua bhiksu kepala di dua kuil yang berbeda bukan tak ada hubungannya! Ya, nama Harimau Perang kini terhubungkan dengan kedua tempat itu! Kini aku bisa membenarkan dugaan, usaha pembunuhan Bhiksu Kepala Pemangku Langit dari Kuil Pengabdian Sejati di Daerah Perlindungan An Nam, selain merupakan usaha pembersihan unsur-unsur penentang pendudukan Negeri Atap Langit, juga untuk mengalihkan perhatian atas perjalanan rahasianya yang penting. Sebegitu jauh, diketahui bahwa perjalanan itu dilakukan atas panggilan pihak istana di Chang'an, karena pencapaiannya yang sangat berhasil dalam mempertahankan Kota Thang-long, memukul mundur gabungan pasukan pemberontak, bahkan menewaskan Panglima Amrita Vighnesvara yang didatangkan dari Khmer untuk memimpin para pemberontak Viet yang gemar berperang.

Mungkinkah bukan pihak istana Chang'an melainkan sebetulnya Golongan Murni yang berada di balik segenap penugasan Harimau Perang? Jaringan Partai Pengemis yang menyebar tanpa bisa dibatasi oleh negeri maupun pulau, mungkin telah memberi jasa agar perhatian teralihkan, bukan hanya dari tubuh Penyangga Langit, tetapi juga dari Golongan Murni itu sendiri. Jika benar, tentu masih belum jelas bagiku, dengan alasan apa Bhiksu Kepala Penyangga Langit harus dibunuh oleh Golongan Murni, karena betapapun selama ini Perguruan Shaolin bersedia membantu balatentara Negeri Atap Langit menghadapi pasukan mana pun yang melanggar perbatasan.

(Oo-dwkz-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar