Nagabumi Eps 43: Ingatan Matahari dan Ketenangan Rembulan

Eps 43: Ingatan Matahari dan Ketenangan Rembulan

AKU berdiri di atas sepotong kayu mengikuti arus sungai. Hujan makin deras. Aku tidak bisa melihat apa pun. Namun ketika kilat bersabung dan bumi untuk beberapa saat mendadak terang benderang, sempat kulihat berpuluh-puluh sosok dengan wajah menyeringai sedang mengintai dan siap menerkam dari atas pohon. Aku terkes iap, sisa anak buah Si Kera Gila masih cukup banyak! Agaknya mereka siap menuntut bela atas kematian junjungannya. Ketika kilat bersabung untuk kedua kalinya, di antara tirai hujan terlihat mereka bergerak serentak dari kedua tepi sungai dan menyerbuku. Mereka semua berlari di atas air. Jelas, anak buah Kera Gila yang datang menyerbuku ini ilmu s ilatnya jauh lebih tinggi dari mereka yang berenang seperti ikan lumba- lumba. Gerakan mereka cepat dan ringan, seperti kelelawar memangsa ikan, yang nyaris tak menyentuh air untuk memangsa sebelum kembali mengudara, dan kali ini mereka semua bermaksud memangsa diriku!

Apakah mereka yang telah melenyapkan perahu tambang itu? Namun mereka tidak memberi aku kesempatan berpikir, orang-orang pertama yang bersenjata belati panjang berkilat itu te lah berada di hadapanku, kuputar tubuhku dan tanganku menyambar setiap bayangan dengan pukulan Telapak Darah. Orang-orang yang berserban dan hanya berkancut dengan belati panjang di tangannya itu terpental kembali ke belakang sembari memuntahkan darah dengan kepala tersentak ke belakang. Aku berputar, berputar, dan terus berputar-putar di antara hujan dengan tangan bergerak antara menangkis, menghindar, dan mengirimkan pukulan. Aku harus bergerak lebih cepat karena mereka begitu banyak, dan hanya jika bergerak lebih cepat maka pukulan tanganku dapat mengenai lawan dengan telak.

Di antara hujan yang menderas, semakin deras, begitu deras, sehingga bagaikan tiada yang dapat terlihat, mereka berkelebat sangat cepat dengan tusukan-tusukan mematikan jika aku tidak mengelak dengan lebih cepat. Tidak aneh jika Gerombolan Kera Gila sangat ditakuti di sepanjang sungai ini, karena dengan kemampuan seperti yang sedang kuhadapi, orang awam manakah yang akan mampu mengatasinya? Radri dan Sonta memang telah selalu melawan, tetapi kurasa yang mereka hadapi hanyalah anak buah Kera Gila pada tingkat paling bawah; yang sedang kuhadapi tampaknya merupakan pengawal istimewa di sekitar Kera Gila, yang kini mengamuk karena pemimpinnya telah kutewaskan begitu rupa. Aku tidak punya pilihan se lain me lumpuhkan set iap penyerang dengan pukulan Telapak Darah yang mematikan. Berkali-kali aku mesti melompat ke atas, berjungkir balik di udara, karena betapapun cepatnya aku bergerak, tidak akan cukup untuk menghadapi begitu banyak orang yang datang serentak di antara hujan yang sangat lebat. Mereka seolah- olah begitu banyak sehingga tak bisa kuhitung lagi. Bertarung begitu cepat melawan bayangan-bayangan berkelebat dalam hujan yang makin deras di malam gelap, apakah yang masih bisa dihitung lagi? Dengan hanya mengandalkan naluri aku bergerak secepat mungkin melumpuhkan mereka satu persatu dengan pukulan Telapak Darah. Ada kalanya bahkan aku yang menghilang dan menyelam dalam air untuk muncul kembali di belakang mereka, mengitari mereka dengan Jurus Naga Berlari di Atas Langit sembari menapakkan Telapak Darah kepada siapapun yang pertahanannya terbuka.

Dalam waktu singkat tubuh-tubuh berjatuhan di sungai sambil memuntahkan darah. Pada setiap orang yang tewas terdapat tanda bekas telapak tangan yang merah. Dengan pertarungan yang berlangsung sangat cepat tidak bisa kuhindari pembantaian tanpa nyawa seperti ini, karena sesungguhnyalah pertahanan terbaik dalam hal ini hanyalah membunuh lawan dengan segera. Mereka yang tumbang langsung mengambang untuk kemudian terseret arus atau tenggelam.

HUJAN belum juga reda ketika aku tinggal sendiri lagi, berdiri di atas sepotong kayu yang dibawa arus sungai. Kupandang kedua telapak tanganku, tak lagi merah karena sudah tidak kusa lurkan lagi tenaga dalamku. Kedua telapak tanganku ini dalam waktu singkat telah membunuh banyak orang. Apakah aku harus merasa bersalah? Kubayangkan di antara mayat-mayat mengambang ini akan ada yang tersangkut ke tepi kampung, atau muncul di antara tiang-tiang dermaga di salah satu pelabuhan sungai, atau tiba-tiba menyembul dari bawah lantai sebuah perahu tambang. Apa kata mereka yang melihatnya sudah mengambang di tempat mereka biasa mencuci dan mandi? Kuharap saja ciri-ciri Gerombolan Kera Gila ini dikenali dan kuharap juga pembantaianku sahih dilakukan demi sesuatu yang lebih baik, yakni bahwa perompak sungai yang berkuasa itu te lah hilang, dan daerah sepanjang sungai ini menjadi aman.

Aku masih berpikir tentang perahu tambang yang lenyap itu, ketika terlambat menyadari bahwa racun dari cakar Kera Gila telah bekerja. Pandanganku mengabur. Aku jatuh begitu saja tak sadarkan diri.

(Oo-dwkz-oO)

OM

adalah sebuah ajaran

dinamakan Sang Yogacara terdiri dari tiga aksara

dan tiga kegunaan atau artha

itulah

Advaya atau Tiada Mendua

Advaya berarti advaya dan advaya-jnana Advaya

berarti AM-AH

Advaya-jnana berarti

mengetahui tanpa anggapan atau vikalpa atas ada dan tiada

tanpa anggapan

atas antara ada dan tiada tanpa anggapan

atas yang murni atau kevala tanpa anggapan

atas yang tanpa bentuk atau nirakara

Entah berapa lama aku tidak sadarkan diri, tetapi aku tidak bisa membuka mataku. Meskipun terpejam, aku tidak merasa berada di ruang yang gelap, sebaliknya putih terang benderang. Seperti mimpi, tetapi jelas bukan m impi, karena aku bisa berpikir, meski berpikir dengan cara lain. Mungkin bukan berpikir, seperti menyadari, tetapi lebih tepatnya meresapi. Namun yang lebih pasti adalah diresapi, karena memang tiada kehendak. Hanya terdapat sesuatu yang meresap dan meresap begitu rupa sehingga aliran darahku bagai tersegarkan dan begitu berdaya.

Dalam keterpejaman kurasakan suatu dorongan tenaga murni dalam aliran darahku bersama dengan teresapinya kalimat-kalimat itu, yang membersihkan racun cakar Kera Gila, mendorongnya keluar melalui luka-luka cakaran di punggung dan dada. Kurasakan darah mengalir beberapa saat dari luka, sebelum berhenti sendiri tiba-tiba, tetapi aku masih tidak bisa membuka mata. Dalam kepalaku yang jernih dan terang benderang, kalimat itu mengiang dan berulang. Apakah seseorang telah membisikkannya, ataukah kenangan masa laluku menyodok takterkendali karena racun cakar Si Kera Gila? Namun racun tentu membunuh, kalaupun gagal membunuh akan membuat kita gila, tetapi kepalaku hening, jernih, dan kosong pikiran.

Memang aku tidak bisa membuka mata, tetapi dalam dunia terang benderang cahaya putih berkilauan kulihat bayangan gerakan orang yang bersilat. Betapa penuh pesona gerakan silatnya itu, bagaikan sedang tidak bersilat melainkan menari, tetapi jelas ia sedang bersilat dan bukan menari. Namun apakah bedanya bersilat dan menari jika orang menari seperti bersilat dan orang bersilat seperti menari? Kusaksikan pemandangan bayangan bersilat, kadang terlihat dan kadang tidak terlihat, ketika terngiang kalimat berikutnya.

da

mengandung pengertian anggapan Tiada Ada

mengandung pengertian anggapan keadaan antara

Ada dan Tiada

mengandung pengertian anggapan hasil pengenalan

melalui sarana

mengandung pengertian anggapan semua pengertian anggapan anggaplah sebagai kesatuan jangan menimbulkan kesaksian

Segala kalimat menjadi silat. Menari atau bersilat harus dianggap sebagai kesatuan. Dengan bayangan atau tanpa bayangan harus dianggap sebagai kesatuan. Adanya antara dalam ada dan tiada dan ketiadaan antara dalam ada dan tiada, harus dianggap sebagai kesatuan. Aku merasa jernih, bersih, meresapkan segala gerakan sang bayangan yang bukan hanya bersilat seperti menari dan menari seperti bersilat, melainkan sampai kepada bergerak seperti tak bergerak dan tak bergerak seperti bergerak. Segalanya lebur dalam diriku, terserap kenangan, mengisi sekaligus mengosongkan, menolak segala ketentuan, terbuka segala kemungkinan.

Namun aku masih tidak bisa membuka mata, menyaksikan bayangan di balik cahaya putih kemilau yang gemerlapan, bergerak indah bagaikan tarian, begitu cepat tetapi tampak sangat perlahan, mengungkap rahasia segala jurus persilatan.

AM

masuknya nafas vayu namanya AM bunyinya

melebur ke dalam badan sampai ke sembilan lubang sampai berwarna matahari disebut

ingatan matahari smrti-surya namanya AH

keluarnya nafas dari badan AH bunyinya

lenyap dari badan

sampai badan berwarna rembulan sejuk, segar, nyaman

disebut ketenangan bulan disebut juga ketenangan ingatan atau santasmrti

Rahasia persilatan, benarkah diajarkan secara terselubung pula sebagai ajaran rahasia? Dalam usia 15 aku hanya mengalami. Dalam usia 100 tahun kurasakan layak memikirkannya, sembari teringat kembali kalimat:

jika seorang murid

akan memasuki mandala

sang guru harus mengucapkan:

''Anda dilarang membicarakan rahasia tertinggi para Tathagata dengan mereka

yang belum pernah memasuki mandala

jika sumpahmu terputus jika Anda tidak menepatinya waktu Anda meninggal pasti jatuh ke neraka.''

NAMUN kepada guru siapakah waktu itu aku harus bersumpah, sementara aku menafsirkan semua petunjuk tentang ajaran agama tersebut sebagai ajaran persilatan? Saat itu aku hanya terpesona oleh gerakan bayangan, meski kutahu tidak sedang bermimpi, yang tentu saja membuatku saat itu juga teringat ajaran tentang yoganidra. walaupun sambil tidur

Anda tetap dapat melaksanakannya yakni dengan yoganidra

tidur tanpa bermimpi tapi cara ini sukar karena merupakan hasil dari segala yoga

dari segala samadhi dari segala vrata akhir segala puja segala pranamya segala mantra segala puji-pujian Anda dapat melihat ke dalam nitya

atau diri sendiri mengenali pikiran yang sukar dan lembut

mempunyai kemampuan untuk menyatukan badan dengan pikiran sebagai dasar samadhi yaitu

delapan kenikmatan kedewaan namun sebaiknya kenikmatan itu tidak memperalat badan Anda karena skandha akan terbebaskan atau berlangsung

moksa skandha

itulah hasil seorang munindra

Benarkah aku tertidur? Kurasa tidak. Aku memang jatuh tak sadarkan diri tadi, tetapi bahkan saat tersadar tanpa membuka mata, masih kuingat ajaran ini:

saat seseorang tertidur mungkin ia bermimpi mungkin tidak bermimpi

bila tidur nyenyak tanpa bermimpi unsur putih dan unsur merah bodhicitta

yang merupakan alas pikiran berada di jantung

jadi

di s ini pula pikiran berada

Mungkinkah aku telah melihat diriku sendiri? Jadi bayangan-bayangan itu sesuatu yang kulihat di dalam diriku, aku bisa melihat pikiran yang mengalir dan berdenyar dalam syaraf otakku, yang selama ini tersembunyi, mengendap, dan terpendam dalam tuntutan hidup dari hari ke hari, tersimpan dalam bawah sadarku. Aku memang selalu berpikir untuk memecahkan rahasia ilmu persilatan, tetapi pemikiran itu tidak mempunyai peluang berkembang karena ancaman bahaya maut di mana-mana. Pemikiran itu tertekan dan tersimpan dalam peti ketaksadaran. Apa sebabnya kini berpeluang merobek sekat-sekat keterbatasan dalam pikiran, menjadi nyata, terlihat, bisa kusaksikan dan kupikirkan?

AKU menyimpan sesuatu yang tidak kuketahui meski jelas milikku sendiri. Kenangan ibarat harta karun dalam peti, atau gua penuh lorong dengan catatan tersembunyi. Kini catatan itu terbuka satu persatu bagaikan angin yang lewat tanpa sengaja telah membukanya dari lembar ke lembar dan terbaca olehku tanpa sengaja. Kini, sekali terbuka, kusimpan pada suatu tempat yang akan selalu bisa kubaca. Begitulah telah kugali yang tersembunyi, menjadi kitab terbuka dalam diri yang selalu siap kupelajari.

Mataku terpejam, tetapi bayangan di balik cahaya kemilau itu memperagakan Ilmu Pedang Naga Kembar dengan cara yang belum pernah kulakukan, meski barangkali pernah kupikirkan kemungkinannya. Ia bergerak lambat antara terlihat dan tidak terlihat dalam silau kemilau itu, tetapi yang tetap bisa kuperhatikan dengan cermat, bahwa kini telah memasuki Jurus Dua Pedang Menulis Kematian. Semuanya tampil sempurna, seperti aku belum pernah membawakannya. Bagaimana mungkin aku se lama ini tidak mengenal kekuatannya? Kalau saja aku menguasainya dengan cara yang sebetulnya telah kumiliki itu, aku tidak perlu nyaris mati beberapa kali, mulai dari ketika berhadapan dengan murid Naga Hitam yang bertubuh raksasa, sampai yang terakhir ketika bentrok dan akhirnya memang tercakar oleh racun Si Kera Gila.

Kemudian kulihat bayangan d balik silau kemilau itu memperagakan Jurus Naga Berlari di Atas Langit dengan cara yang sangat sempurna, begitu sempurna, sehingga ia tampaknya bergerak lamban sekali. Dalam kelambanan itulah dapat kuperiksa kesalahan-kesalahanku selama ini. Begitu kecil kesalahan itu tampaknya, tetapi begitu penting bagi keseluruhannya, sehingga aku tidak pernah menggapai kesempurnaannya. Sekarang kekurangan itu tampak jelas sehingga aku dapat mengamati secara rinci. Bagaimana mungkin se lama ini aku tidak menyadarinya? Mengapa justru ketaksadaran ini mengantarkan pencerahan dalam kesadaran?

Lantas sebuah gerakan yang sangat kukenal, Jurus Penjerat Naga, tampak terperagakan dengan sempurna: Jurus-jurus yang tampak seperti bukan-jurus, tetapi berakhir dengan satu jurus mematikan, yang telah mengharumkan nama Pendekar Satu Jurus. Namun Pendekar Satu Jurus takpernah sempat memperagakan jurus-jurus yang tampak seperti bukan-jurus, karena tiada lawan yang pernah bisa memaksanya mengeluarkan jurus sebanyak itu, ia segera bisa memanfaatkan kelengahan lawan pada serangan yang pertama. Makanya ia akan selalu menunggu lawannya menyerang lebih dulu, jika perlu ia bisa menunggu sampai lebih dari seminggu.

Apakah aku harus melakukan hal yang sama? Ternyata tidak. Pendekar Satu Jurus hidup pada masa dunia persilatan belum dipenuhi para naga yang kesaktian masing-masingnya mahatinggi tiada terkira, seperti telah diperlihatkan Naga Dadu yang bergerak sangat cepat tetapi tampak begitu lambat dalam kecepatannya. Salah satu ciri terpenting dunia naga dalam persilatan adalah kemampuan tinggi dalam meramu berbagai macam ilmu silat, sehingga menjadi ilmu silat baru. Meski begitu, kehadiran para naga di dunia persilatan telah diduganya, sehingga ia menciptakan Jurus Penjerat Naga tersebut.

Mataku masih terpejam. Kuingat betapa aku mempelajari Jurus Penjerat Naga tersebut sebagai persiapan menghadapi Naga Hitam, yang sampai saat ini sudah tiga orang muridnya terbunuh olehku tanpa maksud memusuhinya. Aku mencium bau rumput basah, saat itu mataku terbuka. Di depan mataku terlihat rerumputan liar yang basah. Bahkan kulihat semut api berjalan di celah-celahnya. Aku tergeletak tengkurap di sebuah tanah datar di tepi sungai.

Hari terang tanah. Aku segera melompat bangkit. Tidak kulihat seorangpun. Padahal se ingatku aku masih berdiri di atas sepotong kayu yang dibawa arus mengikuti aliran sungai ketika jatuh pingsan akibat racun cakar Kera Gila. Aku tidak mungkin tiba di tempat ini sendiri, dan aku juga tidak mungkin sembuh begitu saja dari pengaruh racun itu sendiri. Tentu ada yang telah menolongku.

Aku melangkah ke tepi sungai untuk mencuci muka. Ternyata ini bukan lagi sungai besar yang bisa dilayari perahu- perahu besar itu. Sungai ini kecil sekali, dangkal, deras, dan jernih. Waktu tersentuh airnya oleh tanganku, ternyata juga dingin sekali. Segera kusadari, sekelilingku penuh dengan pegunungan dan hutan rimbun. Udara sangat dingin. Aku berada di puncak gunung dan seseorang telah membawaku ke mari.

Aku memandang sungai yang jernih itu, memandang batu- batu datar di dasarnya, dan tertegun karena sebuah tulisan telah tergurat di salah satu batu datar itu. Seperti guratan dengan jari telunjuk, seperti jika kita menulis di atas pasir basah. Namun tulisan dengan jari telunjuk ini tergurat di batu besar yang keras sekali.

Latih dirimu sepuluh tahun Sebelum menantang Naga Hitam.

(Oo-dwkz-oO)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar