Dewa Iblis

Pengarang : Anonymous
DEWA IBLIS

Di rimba persilatan siapa yang tidak mendengar julukan itu. Dan julukan itu bukan tidak memiliki alasan, Julukan Dewa pasti khusus golongan Putih, namun nama Iblis tentu adalah

aliran hitam. Sampai saat ini tidak ada yang bisa menafsirkan Dewa Iblis termasuk golongan yang mana. Yang jelas kemunculannya dirimba persilatan membuat semuanya resah.

Dewa Iblis adalah sorang pemuda dengan perawakan tinggi tegap dengan banyak bekas luka di tubuhnya, hanya wajahnya yang masih bersih dan tergolong tampan. Dia senang berpakaian biru terong dengan rambut sebahu. Ada sebuah Kayu Cendana Putih panjang satu lengan orang dewasa terselip di pinggangnya. Ilmunya sangat hebat. Karena pernah berguru pada beberapa tokoh hebat baik sesat maupun putih.

Bukan tidak punya alasan dia menjadi pendekar hebat, belajar ilmu mati-matian pada orang-orang hebat sejak kecil. Sehingga di tubuhnya penuh dengan sayatan- sayatan luka. Dia memiliki dendam yang sangat besar pada seorang dari Golongan hitam yang terkenal paling hebat. Sejak kecil dia hidup dengan bergelimang harta, karena orang tuanya adalah kepala Perampok Macan Loreng dibawah perlindungan Pendekar tua golongan Hitam "Datuk Pengemis Nyawa". Ketika Ayahnya ingin menyerahkan upeti pada Pengemis nyawa dengan membawa serta ibu serta Kakak wanitanya yang sudah remaja, tiba-tiba Pengemis Nyawa meminta Kakaknya untuk meladeni Nafsu biadabnya. Orang tuanya tidak terima sehingga terjadi bentrok, dan kemudian mati mengenaskan di tangan Pengemis Nyawa beserta seluruh rombongan, baik ibu maupun kakaknya yang diperkosa lebih dulu.

Dengan tidak ada pemimpin, Gerombolan Macan Loreng yang berkuasa di Bukit Tanggupan Perahu diserang aliran putih hingga porak poranda tak ada yang selamat, kecuali dia dibawa serta aliran itu, dan kemudian diangkat menjadi murit, dia belajar dengan giat, namun sebaik apapun aliran itu, kenangan kecilnya tidak bisa dihapus begitu saja, sehingga ketika sudah dirasa Ilmu yang diperoleh lumayan, dia lari dari padepokan untuk menjajal ilmunya pada orang-orang hebat, dan ketika dia kalah, dia akan belajar pada orang itu, begitu seterusnya. Hingga dia memiliki Guru yang beranikaragam dengan tujuan ingin membalas kematian orang tuanya di tangan Pengemis Nyawa, yang terkenal sangat hebat itu. Lebih dua puluh tahun dia menggembleng diri tanpa lelah dari guru satu ke guru lainya, hingga dirasa ilmunya telah cukup untuk terjun langsung di rimba persilatan mencari Pengemis Nyawa.

Dia terjun sebagai orang yang tidak terima melihat ketidak adilan seperti yang dia lihat pada keluarga dan seluruh Anggota Macan loreng, apapun bentuknya, ketika melihat ada pendekar golongan Putih di serang keroyoan dia pasti akan membantunya, begitupun sebaliknya, jika ada golongan hitam yang diserang golongan putih dengan tidak imbang, dia juga pasti menolongnya. Bahkan dia bisa sadis dan keji apabila berhadapan dengan orang yang melakukan kesewenang-wenangan. Bahkan sering membunuh lawan dengan senjata yang digunakan lawan.

Sehingga sampai detik ini tak seorangpun yang mengetahui aliran pasti Dewa Iblis. Sebagai golongan yang masih baru di dunia persilatan, hanya sebagian saja yang melihat sosok dewa iblis, atau pernah melihat, terutama yang sempat berhadapan atau di tolongnya, kebanyakan dari para pendekar hanya mengenal julukannya saja tanpa menyetahui orangnya.

Sekarang dia sedang duduk dengan tenang di sebuah kedai nasi menikmati hidangan yang dipesannya.

Tiba-tiba penjaga kedai tergesa-gesa mendatanginya "Tuan... itu kuda Anda kan…? Sekarang mau di curi orang... " bisik pemilik kedai, Arya hanya melirik tenang melihat kudanya digiring tiga orang berpakaian Kuning dengan golok besar terselip di pinggangnya...

"biarkan saja…!! toh itu kuda juga hasil rampasan... " Teriak arya lantang... membuat penghuni kedai menatapnya dan menoleh ke arah para pencuri yang tergagap dilihat seluruh masyarakat yang ada di dalam kedai. Sudah kepalang tanggung dan malu, para pencuri itu menatap dengan sangar para penghuni kedai sambil berkacang pinggang.

"apa yang kalian lihat... !!" Bentak salah satu diantara mereka, penghuni Kedai terkejut dan buru-buru menyantap hidangannya seakan tidak memperdulikan kelakuan mereka, pemilik kedaipun cepat-cepat kembali ke dalam.

Melihat ketakutan di dalam kedai, kepongahan mereka semakin menjadi. Mereka beranggapan tak seorangpun yang berani, mereka melangkah dengan gagah masuk ke dalam kedai sambil berkacak pinggang. berdiri ditengah- tengah kedai disamping meja makan Arya. Arya tetap saja menikmati hidangannya tanpa memperdulikan kedatangan mereka yang membuat masyarakat ketakutan. Saat Arya menyantap makanannya tiba-tiba salah seorang diantara mereka menggebrak meja makan

BRAKKKK......

Arya tersentak sehingga makanan yang ada di mulut tertelan seketika dan menyumbat jalan tenggorokannya, cepat cepat dia menuangkan air dalam kendi, ternyata air itu telah kosong membuatnya kebingungan sambil memegang leher

"apa yang kami lakukan itu terserah kami, jika ada yang tidak terima, angkat bicara, akan ku bacok mulutnya "

Bentak mereka, tiba-tiba dia rasa ada tangan yang memegang paha lalu tubuhnya terangkat, membuatnya terkejut, tak sampai disana dia rasa tubuhnya melayang ringan keluar kedai kemudian terjerembak kuat di tanah

BRUK.........

Kedua temannya tersentak mengatur jarak pada orang yang tidak dia kira itu telah melempar temannya sedemikian rupa. Pemuda itu bangkit menatap mereka.

"kalau mau mencuri ya mencuri saja, jangan mengganggu kenikamatan orang makan !!" bentak pemuda yang

berdiri di depan mereka tenang sambil memegang lehernya dan cegukan. Kumudian duduk lagi dengan tenang dan melanjutkan makannya. Melihat orang yang telah melempar temannya tidak memperhatikan mereka, dengan gesit secara serempat kedua orang berpakaian kuning mencabut golok, dan mengayunkan serempak dari atas kepala Arya, berencana membabat Arya dari atas.

Dengan sikap tenang bahkan tidak melihat arah datangnya serangan, tangan kiri Arya terangkat, tau-tau kedua Golok penyerang telah terapit antara jari telunjuk dan jari tengah Arya. Membuat semua mata terbelalak, bukan hanya pemilik golok itu namun semua penghuni kedai.

Kedua pemilik golok berusaha menarik golok itu dengan tenaga penuh, namun golok itu seakan menempel pada Mahnet dengan daya sedot tinggi, padahal arya masih asik menyantap hidangan dengan tangan kanannya.

Setelah beberapa lama pemilik golok berusaha. Arya bangkit dan menghentak tangan kirinya, sehingga golok itu lewat disamping tubuh dan pemilik golok terhuyung kedepan. Tiba-tiba kedua tangan Arya telah menangkap kedua tangan pemegang golok. Lalu menghentak dengan kuat kearah yang berlawanan, tak ayal kedua tubuh pemegang golok melayang dan terjerembak keluar kedai tepat disamping temannya yang telah terlebih dahulu terpelanting disana.

BUKKK........... "kalau mau mencuri kuda itu, ambil saja... !! tapi cepat tinggalkan tempat ini, sebelum selera makanku berubah selera membunuh... " ancam Arya membuat ketiga pencuri itu lari kalang-kabut meninggalkan kuda tetap ditempatnya semula.

Kemudian Arya melihat pada pemilik kedai...

"Pak... aku sudah kenyang, terimakasih atas hidangan lezatnya, namun saya tidak punya uang, jadi ambil saja kuda itu…" ujar Arya tenang seraya meninggalkan kedai, pemilik kedai hanya mengangguk ketakutan, entah yang ada di hatinya bahagia karena makanan yang tidak seberapa itu ditukar dengan kuda bagus dengan harga selangit yang tidak mungkin dia bisa beli, atau kecewa karena bukan uang yang diberikan Arya namun kuda yang tadi sudah mau dicuri orang, dan menjadi biang keladi para perambok itu lari membawa malu.

Bukit yang polos kerontang dengan susunan batu-batu cadas, hanya lumut yang mampu bertahan hidup di tempat itu, batu-batu ribuan tahun yang terbentuk oleh berkumpulnya batu-batu vulkanik dari ledakan gunung bromo itu berdiri dengan angkuhnya. Tak ada jalan yang bisa digunakan untuk mendaki bukit, karena di sekeliling bukit itu terdiri dari bongkahan batu-batu tajam seperti mata tombak karena kikisan air hujan, bukan hanya itu batu-batu itu licin dan curam. Apabila ada yang berusaha mendaki, tergelincir sedikit saja tentu ajal tak bisa dielakkan.

Apakah tak seorangpun yang behasil mendaki bukit itu…? Nyatanya di atas bukit sekarang lagi berkumpul puluhan orang, dan tentu orang-orang itu bukan orang sembarangan. Karena hanya orang yang memiliki ilmu peringan tubuh dan kanuragan tinggi saja yang bisa mendaki bukit yang menyeramkan itu.

Tampak jelas diantara yang berkumpul adalah Kyai Koneng, Kyai Banjar banyu Bening, Kyai Tapak Wengi, Banjar kalianget, dan tokoh-tokoh hebat aliran putih lainnya yang kehebatannya tidak bisa dianggap remeh.

Banjar Kalianget berdiri mengawali pertemuan di bukit batu itu.

"trimakasih atas kedatangan saudara-saudara sealiran pada pertemuan kali ini, saya diutus oleh Kyai Banjar banyu Bening mengundang kalian semua untuk membahas hal yang sangat meresahkan dunia persilatan akhira-akhir ini. Dan tentu saudara bertanya-tanya kenapa pertemuan kali ini ditempatkan disini, tempat yang membutuhkan keahlian lebih untuk bisa mendakinya, bukan niat kami menguji kehebatan saudara sekalian, tapi tempat ini atas usulan Kyai Koneng, karena tempat ini sangat tertutup, sehingga tidak mungkin ada penyusup untuk mencari dengar hasil musyawarah kita, dan kami telah menyebar tilik sandi disekitar tempat ini, takut-takut ada orang yang berniat menggagalkan atau berniat mencuri dengar" terang Banjar Kalianget disambut dengan anggukan semua yang hadir, dan mereka tambah bertanya-tanya perihal penting apa yang akan dimusyawarahkan sehingga tempatnya sangat special seperti ini.

Seorang yang berpenampilan rapi dan pedang tipis terselip di pinggang yang tidak lain adalah Aji Mahendra atau Pendekar Pedang Naga angkat bicara

"Maaf sebelumnya jika hamba lancang, melihat pentingnya acara kali ini, dan terkait waktu yang tersedia, karena kami juga masih banyak urusan yang perlu diselesaikan, izinkan hamba memberi usulan agar secepatnya pada inti pembahasan" pinta Aji Mahendra.

Dan yang lain menyetujuinya. Kyai Banjar banyu Bening tersenyum mafhum. Kemudian dia bangkit.

"trimakasih atas kedatangan kalian, meluangkan waktu sejenak untuk bisa menghadiri undangan kami, saya berbincang dengan adek saya Kyai Koneng tentang kejadian-kejadian yang akhir-akhir ini menggemparkan dunia persilatan, hingga pada pembahasan yang tidak bisa kami temukan solusinya"

"Prihal apakah gerangan itu kyai…!?" Tanya seorang tua dengan tasbih besar melingkar di lehernya. Jelas jika semua tokoh yang hadir sangat segan pada Kyai banjar Banyu Bening.

"Sikap kita terhadap Dewa Iblis... " tiba-tiba Kyai Koneng angkat bicara. Dan kata-kata itu membuat yang hadir saling pandang dan heran. Ada apa dengan tokoh baru yang aneh berjuluk Dewa Iblis itu sehingga petinggi aliran putih itu resah.

"ya benar, tentang Dewa Iblis... Sampai saat ini saya sendiri tidak pernah bertemu dengan pendekar itu, namun dari kabar yang saya terima membuat kami khawatir dan bingung" terang Kyai Banjar Banyu Bening, dan hal itu juga dirasa oleh tokoh yang lain, karena mereka juga tidak pernah bertemu dengan sosok yang akhir-akhir ini menggetarkan dunia persilatan.

"Dewa Iblis sampai sekarang masih menjadi sosok yang misterius dan menghawatirkan, dia bertindak layaknya binatang saja, tanpa fikir panjang dan hanya mengikuti instingnya saja, jika hal itu dibiarkan, merupakan terror yang sungguh menakutkan. Bahkan saya mendengar kabar, Kyai Prana yang merupakan bekas gurunya mati mengenaskan di tangan Dewa Iblis" terang Kyai banjar

"tapi juga banyak Aliran Hitam yang mati di tangannya... " terang Kyai koneng "saya juga pernah mendengar kematian Kyai Prana di tangan bekas muritnya ini, lantaran Kyai Prana menangkap kepala Perampok dan menyiksanya untuk mengakui segala perbuatan, Dewa Iblis tidak terima perlakuan itu sehingga terjadi bentrok" terang banjar Kalianget

"lalu bagaimana menurut Kyai, apa kita perlu membinasakan Dewa Iblis…? " Tanya seorang wanita Muda berpakaian Hijau dengan Pedang Bulan di Punggungnya

"kita tidak harus segegabah itu Kirana" ujar Kyai Koneng pada wanita cantik yang bernama Asli kirana itu Atau Dewi Pedang Bulan

"lalu bagaimana sesungguhnya sikap kita pada Dewa Iblis Kyai" Tanya Aji Mahendra

"kalau mendengar cerita yang tersebar dan gelagat dari tindakannya, dia berbuat sadis lantaran dipengaruhi oleh benci dan dendam atas ketidak adilan yang menimpa keluarganya yang mati di tangan pendekar Tua Pengemis Nyawa, sikapnya yang anti ketidak adilan walaupun bentuknya sangat tidak berprikemanusian, benarti dia masih punya nurani untuk menjadi orang baik" terang Kyai Koneng

"Maksud Kyai…" Tanya semua yang hadir tidak mengerti "andaikan kita bisa menyadarkannya dari pengaruh masalalu yang tidak mengenakkannya, tentu dia akan menjadi orang baik, dan akan mendadi senjata ampuh untuk melawan golongan hitam" terang Kyai Koneng

"tapi adakah cara untuk menyadarkannya... !!" Tanya seorang pendekar muda yang juga hadir disana dengan nada jengkel, dan rasanya ingin secepatnya bertemu dengan Dewa Iblis serta memenggal kepalanya, setelah mendengar semua tindakannya yang tidak beraturan itu,

Bahkan gurunya sendiri dibunuhnya

"Pasti ada… dan itu yang perlu kita fikirkan bersama" komentar Kyai Koneng

"lebih baik kita binasakan saja kyai dari pada terus jadi beban, dan saya siap memikul tugas itu" tantang Aji Mahendra mantap. Kyai banjar tersenyum arif

"saya tau bahwa kau hebat pendekar Pedang Naga, tentu akan mampu berhadapan dengan Dewa Iblis, tapi dia bukan lawan yang pantas kita anggap remeh... , karena saya sendiri saja belum tentu menang melawannya" terang kyai banjar tenang, membuat yang lain menganga tidak percaya, jika tokoh hebat golong putih itu mengatakan seperti itu

"mana mungkin kyai…?" sanggah Kirana "mana mungkin anda mengatakan seperti itu, anda sendiri tidak pernah bertemu apalagi menjajal kehebatannya, jangan membuat kami juga ciut kyai" bantah golong putih yang lain

"kyai Prana adalah adik seperguruanku, hanya satu tingkat dibawahku, dan dia mati mengenaskan di tangan Dewa Iblis" terang kyai banjar membuat yang lain semakin terkejut dan tergagap keheranan

"jadi alangkah baiknya kalau kita tidak berurus nyawa dengannya, lebih baik kita cari solusi untuk bisa menyadarkannya" terang Kyai Koneng

Pertemuan terus berlangsung guna mengatasi kegemparan dunia persilatan yang bukan hanya meresahkan Golongan Putih namun juga Golongan hitam itu.

Hingga matahari hampir tenggelam pertemuan itu tidak menemukan cara yang baik mengatasi masalah pelik tersebut, hingga kyai Banjar bangkit

"saudara hadirin sekalian, kini telah hampir malam. Pertemuan kita tutup sampai disini, dengan keputusan kita harus mencari solusi masing-masing untuk bisa menyadarkan Dewa Iblis dan Menggiring kejalan yang lurus, dan apabila usaha yang telah kita lakukan tidak bisa, maka tidak ada cara lain kecuali memusnahkannya, seperti tugas kita untuk memusnahkan golongan hitam, agar kehidupan ini menjadi damai sentosa dan makmur, ini semua demi anak cucu kita ke depan" semua yang hadir manggut-manggut setuju, namun juga ada yang masih memendam rasa penasaran dan kejengkelan yang meluap untuk secepatnya membumihanguskan biang kerok itu, contoh saja seperti Aji Mahendra atau Pendekar Pedang Naga.

Seorang pemuda dengan pakaian Biru Terong yang tak lain adalah Arya terus berkelebat menembus hutan rimba tanpa tujuan yang pasti, karna satu yang dia tau. Dia harus mencari Pengemis Nyawa, menuntut balas atas kematian keluarganya, namun sampai saat ini dia tidak tau keberadaan pendekar tua itu. Bahkan tempat kekuasaan Pengemis Nyawa di Ceruk Gua Bangkai sudah pernah didatanginya, namun tempat itu sudah tidak berpenghuni.

Tiba-tiba telinganya menangkap benturan-benturan benda keras dan teriakan-teriakan manusia, membuatnya tersenyum. Diapun bergegas kearah itu. Bukan lantaran dia ingin menyaksikan pertempuran, atau ingin menjadi dewa penolong. Namun dia harap yang ada di sana adalah Pengemis Nyawa.

Arya hinggap di salah satu cabang pohon tidak jauh dari arena pertempuran. Namun wajahnya seketika kecewa setelah mendapati bukan orang yang di carinya. Seorang gadis berpakaian hijau dengan senjata pedang sedang beradu nyawa dengan belasan orang berpakaian Kuning bersenjata Golok. Tiba-tiba dia teringat tiga orang yang pernah berusaha mencuri kudanya, dan ketiga orang itu ada di antara pengeroyok itu.

"Tangkap Kirana hidup-hidup, kalau bisa jangan sampai lecet, karena aku ingin beradu nafsu dengannya... " teriak seorang yang berdiri tegap tidak jauh dari arena pertempura dengan senyum menyeringai menjijikkan, dia berkepala Pelontos dengan jambang lebat memenuhi dagunya. Berpakaian Kuning, sebuah cambuk dengan bandul bongkahan besi bulat bergerigi dipinggangnya, dapat ditebak dia adalah pimpinan pengeroyok itu.

Secara sepintas Ilmu gadis yang dipanggil Kirana itu jauh tinggi dari para mengeroyok, jika lawan satu-satu tentu dengan mudah dia akan menumbangkan musuhnya, namun kini dia harus berhadapan dengan kekompakan serangan golok yang seperti gelombang, datang silih berganti.

Hingga empat puluh jurus, dia masih belum punya cara untuk membalas serangan, dia masih berusaha menghindari serangan-serangan itu. Tak pelak pakaiannya telah compang-camping disana sini, bahkan dadanya yang montok sedikit tersingkap, membuat penyerangnya semakin kalap.

Arya hanya melihat dari kejauhan, tadinya tidak mau turut campur namun dia merasa kasihan juga.

CUHHH...

Arya meludah kesamping tubuhnya bertanda jengkel, sekali hentak dia telah melayang turun menuju Ketua Pengeroyok yang sejak tadi hanya ketawa-tawa, melihat kedatangan orang yang tak dikenal secara tiba-tiba, dengan sepontan dia surut satu langkah untuk jaga jarak dan bersiap akan semua kemungkinan yang bisa terjadi

Ternyata Arya malah tenang berdiri tersenyum pada pimpinan Itu.

"Hey… siapa kau…" bentak kepala Perampok itu

"hehehehe… kisanak… daripada kita hanya gatal melihat pertempuran mereka, bagaimana kalau kita main-main" ajak Arya tenang

"kurang ajar, kau tidak tau dengan siapa berhadapan…!!"

"aku tidak pernah bertanya dengan siapa aku berhadapan" kata arya lagi tenang, membuat kepala perampok itu merasa direndahkan. Dan geram… "bangsat… kau yang telah membuat aku malu kemarin... Hiaaaaaat " tiba-tiba salah satu penyerang kirana beralih menyerang Arya yang pada waktu itu menatap tajam kepala Perompak tanpa memperdulikan penyerang dari belakang…

Kepala perampok tersenyum menyangka Arya tidak mengetahui serangan dari belakangnya. Saat penyerang itu tepat dibelakan Arya sambil membabatkan pedangnya, secepat kilat kaki Arya menderu kearah perut penyerang itu, walau gerakan itu lebih lambat dari tebasan Golok penyerang, namun...

BUKKKKKKK...

Kaki itu telak menghantam ulu hati penyerang itu tanpa menoleh, matanya tetap tajam menatap Kepala Perampok yang menganga tidak percaya. Gerakan penyerang itu terhenti dengan mata terbelalak, melihat sekilas seakan tidak terjadi apa-apa, dengan tendangan yang keras itu biasanya membuat orang terlontar dan terbelanting, namun penyerang itu masih berdiri di belakangnya. Pemimpin perampok menyeringai geli, melihat serangan Arya yang tidak menimbulkan efek apa- apa pada anak buahnya, malah mau berhadapan dengannya... dia tambah pongak sambil berkacak pinggang Penyerang itu berusaha menggerakkan badannya lagi untuk melanjutkan serangan yang sempat tertahan oleh tendangan Arya

"hiaaaaaaat... Akh…" CROOOOOT...

Saat senjata hendak dikibaskan, tiba-tiba darah muncrat dari mulut hingga mengenai punggung Arya, mata penyerang itu terbelalak, golok yang dipegangnya jatuh disusul tubuhnya juga roboh... menggelepar sedikit lalu tidak berkutik lagi, menandakan telah tewas...

Pemimpin perampok yang tadinya pongah kini menjadi terbelalak geri pada orang yang ada di depannya, tapi walaupun seperti itu, dia tidak boleh terlihat pengecut, apalagi didepan anak buahnya…

"kurang ajar... kau tidak tau dengan siapa berhadapan anak muda" ujar laki-laki gagah plontos dengan jambang lebat itu seraya mengambil sejata andalannya, lalu memutarnya hingga mengeluarkan bunyi deru angin yang sangat hebat

"aku adalah Kepala Gerombolan tapak Lagit penguasa rimba ini... " nama gerombolan Tapak Lagit di rimba persilatan sudah amat terkenal, bahkan sering di undang untuk membantu pemberontakan serta perampokannya tak sekalipun gagal, gerombolan itu cukup disegani dan ditakuti, apalagi di sana ada pemimpin yang tidak bisa dipandang remeh ilmu kanuragannya, ketua Perampok itu bernama Boma mantan kepala pasukan kerajaan yang kemudian membelot. Dan menjadi Perampok bersama sisa prajuritnya, karena Gaji sebagai Prajurit tidak seberapa jika dianding dengan hsil rampokan

Sedangkan Kirana atau dikenal dengan sebutan Dewi Pedang Bulan, kini telah bisa mengimbangi serangan musuh bahkan sekali-kali mampu memberi balasan, setelah salah satu dari penyerang itu tumbang di tangan Arya,

AKH...

Salah satu penyerang Kirana tersayat pedangnya tepat di pergelangan tangan, sehingga goloknya jatuh, dia tersungkur di tanah sambil memegang tangan yang terus menggucurkan darah, kini Kirana dapat memimpin pertempuran setelah dua penyerang tidak bisa bergabung lagi, sehingga formasi serangan sedikit pincang.

Boma menghantamkan cambuk bermata bola bergerigi itu ke tubuh Arya dengan tenaga dalam cukut tinggi, karena dia tau orang yang ada di depannya kali ini bukan orang sembarangan. Bola bergerigi itu menderu diiringi hembusan angin panas cukup tajam, Arya mengetahui serangan dahsat itu, jika orang biasa terkena tekanan anginnya saja pasti terbelanting apalagi terkena Bola besi bergerigi yang bisa menghancurkan batu cadas sebesar gajah itu. Namun Arya tetap tenang. Ketika bola besi bergerigi sekitar satu jengkal di depan wajahnya, dia hanya memiringkan tubuh dengan gesit, sehingga serangan itu berlalu di samping wajahnya, wajahnya riak terkena hembusan angin panas, namun tidak terjadi apa- apa, dengan secepat kilat Arya malah menangkap rantai cemeti Itu membuat Boma terbelalak, selama ini tak seorang pendekarpun yang bisa menangkap kecepatan cambuknya, namun kali ini dengn mudah arya menangkapnya, seketika tubuh Boma menggigil, apalagi setelah dia berusaha menarik kembali senjatanya, sekuat apapun dia berusaha, namun kepalan sebelah tangan Arya tidak bisa lepas.

"Hiaaaaaaat…" melihat ketua kelompoknya terdesak, dua orang diantara penyerang Kirana beralih menyerang Arya, menyadari ada serangan lain, arya bukannya mengendorkan pegangannya, dengan memiringkan tubuh sedikit, arya menendang dua buah kerikil di ujung kakinya…

Weeeeesssss... Crap... . Crap...

Bagaikan anak panah yang melesat bak kilat, dua kerikil itu menembus kepala kedua penyerang hingga terlempar satu tombak kebelakang, tanpa erangan langsung mati seketika, membuat Boma dan seluruh anak buahnya keringatan melihat kehebatan dan kesadisan orang yang sekarang memegang cemeti Boma.

Kirana tambah kagum melihat dewa penolongnya, pertama kali muncul dia sudah kagum dengan ketampanan pemuda yang sekarang berhadapan dengan kepala perampok yang hendak memperkosanya, ditambah lagi kehebatannya yang sangat luar biasa, padahal dia sudah lama melanglang buana di rimba persilatan, namun tak sekalipun kenal pada dewa penolong itu.

Boma mengerahkan semua Tenaga Dalamnya untuk bisa menarik senjatanya, namun hingga wajahnya memerah cemeti itu tetap menempel pada sebelah tangan Arya.

Tiba-tiba Arya menghentak tangannya. Tak ayal tubuh boma tertarik ke depan melayang pelan membuatnya tergagap

TAP...

Leher Boma langsung tertangkap tangan kanan Arya... boma berusaha melepaskan diri namun tidak bisa, dia rasa cekikan tangan Arya semakin mencengkram hingga nafasnya kembang kempis. "Tuan... Sudah cukup... !!" sebuah teriakan wanita membuat Arya menoleh, mendapati Kirana telah sendirian memperbaiki pakaianya yang compang-camping, dengan beberapa pengeroyok yang bergelimpangan di sebelahnya, sedangkan sisanya lari tunggang langgang melihat pemimpin mereka dibuat kucing-kucingan oleh Arya.

Arya hanya tersenyum kecil, membuat jiwa Kirana melambung, lalu Arya menarik tubuh Boma kebelakang dan membantingnya hingga tubuh Boma terlentang di tanah

"Bunuh saja aku... " Teriak Boma putus asa...

"Kau tidak pantas mati begitu mudah Tuan… namun juga tidak mungkin aku biarkan kau selalu bertindak sewenang-wenang... " seringai Arya mengerikan, membuat Boma dan Kirana terkejut.

Arya mengangkat kakinya dan menginjak Lengan kanan Boma

KRAKKKKK..

Bunyinya seperti ranting yang dipatah-patah… membuat Boma berteriak hebat, sedangkan kirana terkejut dan memalingkan wajahnya tidak tega. "hahahahaha... Bukan hanya itu, jika hanya sebelah tangan yang ku rusak, kau masih bisa menggunakan tangan kirimu... "

"tua… cukup tuan... " Teriak Kirana tidak tahan namun dia tidak bisa berbuat apa-apa, dia tau bahwa pemuda itu telah menolongnya dari kekejaman Boma, namun dia juga tidak tega melihat Boma dibuat seperti itu

Namun Arya tidak menghiraukannya... dia tetap menginjak lengan kiri boma

KRAKKKKK..

"aaaaaaa... hh" teriakan boma melengking tinggi menyayat hati

"bunuh saja aku…" teriak Boma, namun Arya hanya menyeringai mengerikan.

"kakimu juga…" teriak Arya. Seketika itu juga Arya menginjak kedua kaki Boma

KRAKKKK.. KRAKKKK..

Kirana memalingkan wajah tidak tega, tiba-tiba dia teringat akan pembahasan di bukit batu "sudah tuan CUKUUUUUP……!! Apakah... Apakah... Tuan adalah Dewa Iblis…???" Tanya kirana bergidik ngeri, hatinya yang semua dihiasi Bunga mawar seketika layu melihat kelakuan orang yang dia kagumi

"tak sekalipun aku memberi nama itu, namun orang lain yang menyebutnya… " jawab Arya tenang, membuat Kirana dan Juga Boma ternganga menyadari dengan siapa dia berhadapan, seandanya sejak tadi Boma tau berhadapan dengan Dewa Iblis pasti dia telah lari terbirit- birit... namun apa daya semuanya telah terjadi, kaki dan tangannya lumpuh semua, untuk bergerak saja dia tidak bisa

"sekarang orang ini aku berikan padamu, terserah kamu. Mau membunuhnya atau mau menolongnya... " ujar Arya, seketika itu pula dia berkelebat tenang tanpa perasaan meninggalkan Boma yang terus mengerang kesakitan.

Kirana masih ternganga di tempatnya, namun erangan boma membuatnya terkejut, dengan cepat dia mendatangi boma berencana menotok jalan daranya, agar darah yang keluar tidak banyak dan nyawanya bisa tertolong

"sudahlah… buat apa aku hidup dalam keadaan lumpuh total…" teriak Boma menahan pertolongan Kirana, dan kirana tertegun dan memalingkan wajah ngeri akan tindakan Boma yang tidak dia sangka. Boma menggigit lidahnya sendiri hingga putus. Dia bunuh diri didepan Kirana. Tak terasa air mata kirana menetes.

Dia ingat lagi akan dawuh Kyai Banjar Banyu Bening dan Kyai Koneng

"jangan berusaha beradu nyawa dengan Dewa Iblis, Dewa Iblis masih punya nurani, dia pasti bisa disadarkan"

Dan dia melihat sendiri kehebatan Dewa Iblis serta kesadisannya ketika membunuh lawan. Kemudian dia berkelebat kearah menghilangnya Dewa Iblis, dia ingin melaksanakan tugas yang diputuskan Sidang Bukit Batu.

Arya memperlambat larinya mengetahui ada orang yang mengejarnya, dan dia tau siapa pengejar itu. Dia menunggu hingga sekarang pengejar itu ada di depannya, seorang wanita Cantik dengan tubuh ramping, pakaian birunya sedikit terkoyak disana sini, bahkan wanita itu sejak tadi telah memegang belahan dadanya yang sedikit tersingkap, Arya bukan mata keranjang, namun sebagai anak muda dia senang pada wanita cantik dan juga sedikit terkesima apabila melihat bagian-bagian tertentu milik wanita yang sepantasnya bukan sebagai konsumsi umum.

"buat apa kau mengejarku, apakah kau tidak terima terhadap tindakanku pada kepala perampok itu…!!" Tanya Arya tegas "walaupun dia pantas mati, namun tidak sepantasnya tuan menyiksanya seperti itu" jawab Kirana tegas. Arya timbul kekaguman pada kejujuran wanita di depannya

"itu tidak seberapa dengan penyiksaan yang pernah dia lakukan selama ini, lalu apakah kau akan menuntut balas... ?" Tanya Arya tegas, membuat Kirana sedikit terbakar emosi melihat kecongkakan Arya, namun bukan itu niatnya mengejar Arya

"saya hanya mau berterimakasih atas pertolongan tuan pada saya"

"aku bukan tuanmu, namaku Arya... dan terimakasihmu aku terima, jadi tak usahlah kau mengikutiku... " ujar Arya hendak melanjutkan perjalannannya

"tunggu dulu Arya…" tahan Kirana Arya memalingkan tubuhnya dengan mengernyitkan alis bertanya

"aku tidak bisa menyimpan hutang jasa, jadi apa yang bisa aku lakukan untuk membalas jasamu... " Tanya Kirana berusaha mengajak bicara Arya, padahal dia gentar berhadapan dengan sorot mata Arya yang begitu tajam menghujam sanubarinya. Namun dia juga ngeri menyadari orang yang ada di depannya sangat sadis dan bertindak sembrono, bisa saja nanti dia harus berhadap maut dengan Dewa Iblis "aku tidak punya keinginan, hanya satu keinginanku" "apa itu…!!"

"membunuh Datuk Pengemis Nyawa, jadi kalau kau ingin membantuku, carikan informasi keberadaan Datuk Pengemis Nyawa, dan jangan sampai kau membunuhnya, karna hanya aku yang layak mencabik- cabik ususnya" Arya menegang penuh kemarahan dan kebencian

"bagaimana jika Datuk Pengemis Nyawa dibunuh orang lain…??" Tanya Kirana

"akan kubunuh juga pembunuh Datuk Pengemis Nyawa itu…!!" jawab Arya tegas, sungguh dalam kebencian Arya pada sosok tua itu.

"lalu setelah kau berhasil membunuh Datuk Pengemis Nyawa… Apa yang akan kau lakukan selanjutnya" Tanya Kirana, membuat Arya kelagapan, dia tidak pernah memikirkan itu, yang ada di benaknya hanya membalas dendam, setelah dendamnya terbalas apa yang akan dia lakukan, dia tak pernah memikirkan itu.

Gadis itu tersenyum melihat kebingungan Arya. "apa yang akan aku lakukan…?? Yang jelas Datuk Pengemis Nyawa harus binasa" kata Arya setelah tidak menemukan jawaban dari pertanyaan Kirana

"kalau tujuanmu hanya untuk membunuh Datuk Pengemis Nyawa, lalu perbuatanmu selama ini yang membunuh orang atas tujuan apa…??" Tanya kirana, karena dia memang penasaran sama seperti pendekar-pendekar yang lain akan tindakan Arya yang tergolong serampangan tanpa perhitungan.

"aku bertindak bukan tanpa alasan, jika pandanganku dan perasaanku terganggu pasti aku akan membalasnya. Dan terus terang tak ada niatan sekalipun aku membunuh orang, karena yang layak aku bunuh hanya Datuk Pengemis Nyawa, kau lihat sendiri tadi aku tidak membunuh kepala Perampok itu"

"tapi dia mati bunuh diri karena siksaanmu... " "salahnya sendiri bunuh diri, aku sudah memberikannya

kesempatan hidup, hidup tanpa bisa mengganggu orang

lagi"

"tapi aku lihat sendiri kau membunuh beberapa orang tadi"

"bukan aku yang berniat membunuh, tapi dia terbunuh karena tidak bisa menghindari seranganku, salahnya sendiri berusaha menyerangku dengan ilmu yang dangkal" terang Arya sambil duduk di sebuah batu santai. Awalnya dia tidak senang bicara dengan gadis didepannya itu. Namun lama kelamaan dia menikmati juga obrolan tentang dirinya itu.

"bagaimana dengan para pendekar yang lain yang telah mati di tanganmu itu" Tanya Kirana semakin menyelidik, sesungguhnya dia ingin tau akan kematian Kyai Prana bekas guru Dewa Iblis itu, namun dia tidak berani bertanya, takut Arya tersinggung, dan itu bisa fatal baginya

"sama seperti tadi, aku tidak berniat membunuh, jika dia tangguh. Aku tinggalkan jasatnya diatas pohon atau dalam jurang dalam keadaan hidup, kupasrahkan nyawanya pada nasib, jika nasibnya baik dia akan hidup terus apabila ditolong orang, entah kalau tak ada yang menolong atau malah ditemukan hewan buas, bukan aku yang membunuhnya…" santai, namun jawaban itu membuat bulu roma Kirana berdiri semua, begitu sadisnya orang yang ada di depannya itu, pantas saja jika dia dijuluki Iblis, namun juga di juluki Dewa karena selalu menolong orang yang tertindas.

"sudahlah… pembicaraan kita sampai di sini, aku harus melanjutkan perjalanan mencari Datuk Pengemis Nyawa, jika kau memang berniat membantuku, carikan informasi keberadaan Datuk Pengemis Nyawa. Dan cepat kau rubah pakaianmu itu, malu dilihat kucing... " seringai Arya, membuat Kirana merona seraya semakin merapatkan dekapannya pada bagian-bagian sensitifnya.

"Namaku Kirana, bagaimana caraku mencarimu, jika ku dapatkan kabar keberadaan Datuk Pengemis Nyawa... " teriak kirana pada Arya yang telah melompat Tinggi seperti terbang, terbayang kehebatan peringan tubuhnya

"beberapa pekan kedepan, jika aku tidak menemukan Datuk Pengemis Nyawa, aku yang akan mencarimu Kirana" teriak Arya sambil menoleh dan tersenyum ke arahnya, membuat Kirana tambah merona dan tersenyum girang, saat Arya memanggil namanya.

Kiranapun berkelebat ke arah yang berlawanan guna mencari perkampungan terdekat untuk memperbaiki pakaiannya.

Dalam jiwa kirana masih bingun untuk menebak sifat Arya, dia Dewa atau Iblis... ? jika melihak kesadisannya dia benar-benar Iblis, namun jika Arya benar-benar berwatak Iblis, tentu melihat dirinya yang setengah telanjang itu menajadi santapan yang empuk, namun Arya tidak seperti Boma yang tergila-gila pada tubuhnya itu.

Andaikan Arya benar-benar bersifat Iblis, dan menginginkan tubuhnya. Tentu dengan mudah dia akan dapatkan. Kirana tersenyum kecil akan fikirannya yang ngelantur. Arya memang tak pantas menyandang gelar Dewa tapi juga sangat tidak pantas jika disebut iblis.

Seakan Kirana tidak terima akan gelar itu… tapi tak mungkin dia berusaha untuk merubah gelar Arya, karena di dunia persilatan nama itu yang kesohor...

"Kenapa guru datang kemari tidak terlebih dahulu memberitahu kami, sehingga kami tidak sempat menyediakan penyambutan yang layak" terang Adipati Layan Kusuma sambil mempersilahkan kakek tua berwajah tirus, dengan capil besar dan mantel lebar menutupi tubuhnya yang setengah bungkuk, dia melangkah tenang membawa tongkat dari akar kayu jati berwarna hitam dan duduk di tempat yang lebih tinggi dari posisi adipati itu, terlihat begitu hormatnya adipati Layan Kusuma pada kakek tua itu. Karena kekayaan dan semua yang dia capai atas jasa kakek tua itu yang tak lain adalah Datuk Pengemis Nyawa.

"bagaimana Kadipatenmu Adipati…?"

"cukup baik Guru, berkat jasa duru dan beberapa murid guru yang menjadi pengawal hamba, dan mereka juga yang telah melatih para pasukan kadipaten sehingga dengan mudah kami menumpangkan beberapa pemberontakan dan perlawanan rakyat, sehingga semuanya dapat dikendalikan dengan mudah" terang Adipati, di balai itu juga hadir beberapa pentolan murid- murid Datuk Pengemis Nyawa, seperti Ronggowengi, pendekar kembar, Jala dan jalu dengan senjata sepasang pendang kembar. Serta wanita muda bersusur, Nyi Pelet Peteng.

"bagaimana kesehatan Guru" Tanya Nyi Pelet Peteng hormat

"aku sehat sehat saja…"

"ada apa gerangan guru tiba-tiba datang kemari" Tanya Ronggo Wengi

"aku terpaksa meninggalkan Ceruk Gua Bangkai karena di buru nyawa oleh pendekar baru yang menggetarkan dunia persilatan akhir-akhir ini" terang Datuk Pengemis Nyawa, membuat semua yang hadir terkejut, selama ini dia tidak pernah melihat gurunya takut pada siap pun, namun kali ini sangat jelas gurunya mengharap perlindungan dari mereka

"siapa yang telah mengancam guru... ??" Tanya Adipati Layan Kusuma geram

"seorang pendekar muda dengan julukan Dewa Iblis... !!"

"Dewa Iblis…??" semuanya memicingkan mata penuh Tanya, karena mereka tidak pernah sekalipun mendengar ada tokoh persilatan yang mempunyai gelar itu. Datuk Pengemis Nyawa memaklumi ketidak tahuan para muridnya, karena dewa Iblis baru saja tenar di dunia persilatan, sedangkan mereka terlalu asik menikmati kemewahan yang diberikan Adipati Layan Kusuma, tanpa memperdulikan perkembangan dunia persilatan.

Mereka tidak perlu bertanya kenapa Dewa Iblis mencarinya, karena sosok seperti gurunya sudah biasa di musuhi orang, namun selama ini dia tidak pernah takut bahkan semua yang memusuhinya mati mengenaskan.

"rencananya aku mau meminta perlindungan Pada Boma ketua gerombolan tapak langit, namun ketika aku sampai disana, mendapati Boma telah mati dengan tubuh mengenaskan, kaki dan tangannya hancur serta lidahnya putus… pasti itu berbuatan Dewa Iblis"

"begitu sadisnya Dewa Iblis itu guru" komentar Jala

"makanya dia terkenal dengan sebutan Dewa Iblis... tindakannya lebih sadis dari aku sekalipun"

"apakah guru tidak bisa mengalahkan dia... ??" Tanya Jalu

"Ilmu ku sedang tersumbat sementara, hingga ritual Bedah Bumi pada bulan purnama kelak, makanya aku datang kemari…" terang Datuk Pengemis Nyawa.

Membuat semua orang yang ada di sana saling tatap, namun kemudian mereka mengerti apa yang diharapkan gurunya

"jadi aku harap kalian bisa menyediakan dua perawan pada bulan purnama ini" terang Datuk Pengemis Nyawa. Semua yang hadir mengerti. Itu sudah biasa dilakukan gurunya setiap dua tahun sekali, dimana Ilmu Datuk Pengemis Nyawa yang terkenal hebat akan luntur selama setengah bulan pada akhir tahun kedua, hingga dia meminum darah perawan dari dua gadis yang jelita, semakin cantik gadis itu semakin bagus untuk menambah kesaktian Datuk Pengemis Nyawa, pada bulan-bulan awal setelah ritual Bedah Bumi, Ilmu Datuk Pengemis Nyawa berkalilipat, sehingga bukan hanya jurusnya yang hebat, suaranya saja bisa membuat gendang telinga orang meledak, makanya dia diberi julukan Pengemis Nyawa.

"untuk sementara waktu Dewa Iblis tidak akan akan datang ke sini, karena aku telah utus Gatot Ngurai menggantikan posisiku di Rawa Lintah" terang Datuk Pengemis Nyawa, murid yang lain hanya mengangguk mengerti. Bahkan mereka mengharap Dewa Iblis akan musnah di tangan Gatot Ngurai.

Gatot Ngurai adalah murid pertama Datuk Pengemis Nyawa yang sosoknya hampir mirip dengan dia, sehingga tak jarang Datuk Pengemis Nyawa memerintahkannya meNyawar jadi dia, bahkan di dunia persilatan Datuk Pengemis Nyawa bisa membelah diri, ada di dua tempat pada waktu yang bersamaan. Padahal yang satunya adalah Gatot Ngurai yang ilmunya tidak jauh dari gurunya, dia telah banyak menyerap ilmu-ilmu gurunya dengan baik. Jadi tidak heran jika Kembaran Datuk Pengemis Nyawa itu memiliki kesaktian yang sangat hebat.

Sekarang ini di dunia persilatan terkenal ada empat pendekar yang paling Sakti, Kyai Banjar Banyu Bening penguasa belahan timur, Pengemis Gila dari Utara yang sekarang sudah tua renta. Racun Barat yang putrinya menikah dengan salah satu Pangeran Kerajaan, sehingga dia lebih konsentrasi membantu kerajaan daripada terjun di dunia persilatan, dan yang terakhir adalah Datuk Pengemis Nyawa dari selatan.

Jika melihat keterangan itu, maka jelas hanya ada dua pendekar Hebat yang masih melanglang buana di rimba persilatan, yaitu Kyai Banjar Banyu Bening sebagai ketua golongan Putih dan Datuk Pengemis Nyawa sebagai Ketua Golongan Hitam.

Namun kini juga hadir seorang pendekar muda tanpa arah, yang memiliki ilmu beladiri sangat mumpuni, yaitu Dewa Iblis yang tidak bisa di tebak alirannya.

Langkah Arya tertahan saat sampai di sebuah bukit gundul, dia mendengar ada orang dengan lantang memanggil namanya "DEWA IBLIS... " teriakan dengan tenaga dalam tinggi, sehingga suara itu menggema di tempat yang lapang itu. Arya mengerahkan seluruh panca indranya, pendengaran, penglihatan dan penciumannya, tangannya mengepal dengan kuat menunggu hal yang tidak diinginkan, dia tau pemilik suara itu memiliki ilmu kanuragan hebat

"sepantasnya tidak ada kata DEWA... namun Nama IBLIS lebih pantas kau sandang" kembali suara itu menggema, dan Arya masih belum mampu menentukan arah datangnya suara itu.

"siapa kau… jangan main kucing-kucingan, aku tidak punya waktu bermain-main"

"hahahaha… bukannya kau senang mempermainkan nyawa orang…??" Tanya suara itu penuh hawa kebencian

"cepat keluar... Jika kau memang Datuk Pengemis Nyawa... atau anteknya... Akan ku robek ususmu…" bentak Arya geram

"aku bukan Datuk Pengemis Nyawa tidak juga Anteknya, namun aku punya urusan dengan seluruh kelakuanmu... "

"kalau kau bukan bagian dari Datuk pengemis Nyawa, aku tidak ada urusan denganmu…" teriak Arya mengendorkan kepalannya, kemudian melangkah pelan hendak meninggalkan tempat ini. Namun dia tetap waspada.

Ternyata benar... selang tiga langkah, dia merasa ada deru udara panas yang terkirim dari sebelah kanannya... dengan cepat dia melompat menghindari serangan itu.

DUAAAR…

Seketika tanah tempat Arya semula berpijak meledak meninggalkan serpihan debu dan asap yang terlontar kemana-mana membuat Arya harus melindungi matanya dari debu panas itu. Jelas itu kiriman yang mematikan.

Arya berdiri melihat arah kepulan asap sisa ledakan, seiring asap itu terbawa angin, kini jelas di depannya berdiri seorang pemuda dengan pakaian rapi dan cukup tampan jelas dia senang bersolek, membuat arya tersenyum. Di kepalanya terikat sebuah kain berwarna merah ditengah tersulam sebuah gambar naga dari benang emas, ada pedang tanpa sarung tipis putih terselip di pinggangnya. Pada gagangnya penuh dengan taburan permata dan emas, sehingga berkilat-kilat tersengat sinar matahari. Dia juga berkalung rantai emas.

"pemuda pesolek tukang pamer... " bisik Arya lirih, sambil meludah pelan kekiri bahunya... "ternyata ini yang namanya Dewa Iblis... " Mata pemuda itu menilik tubuh Arya sambil berjalan kesana kemari membelai jenggotnya yang tipis sambil manggut- manggut, dan Arya tenang melihat tingkah laku pemuda yang menurutnya menggelikan itu.

"cukup tanpan juga jika disebut iblis… namun juga tidak pantas di sebut dewa, tak mungkin ada dewa sedekil ini... " Ledek pemuda itu...

"ada urusan apa kau mencegah langkahku... " Tanya Arya tetap tenang

"aku adalah pendekar dari aliran Putih, yang menentang kekejian dan kemungkaran, dan tugasku untuk memusnahkan orang-orang sepertimu… tapi... " pemuda pesolek yang tidak lain adalah Aji mahendra melangkah tenang menuju Arya yang masih belum mennunjukkan keseriusan. Dia memutari tubuh Arya yang berdiri tegap dan membelai kulit lengan Arya

"tapi aku tidak tega membunuhmu, aku akan mengampunimu jika kau sudi melayaniku" rayu Aji Mahendra membuat Arya mencibir

"katanya golongan putih, tapi kelakuannya sangat menjijikkan... !!" Bisik Arya Lirih. Aji Mahendra mencubit lengan Arya, tapi dia terkejut buru-buru menarik tangan mulusnya yang bengkak merah, dia seperti bukan mencubit kulit manusia namun kulit kayu saking kerasnya…

dia tertawa kecil sambil menutup mulutnya tersipu malu seperi wanita...

"sudahlah lebih baik kau pulang, dan berdandan di depan cermin" bentak Arya membuat Aji Mahendra melompat mundur

"kau benar-benar mencari mati Bangsaaat... " bentak aji mahendra

"aku tidak punya urusan dengan orang di luar kepentinganku, namun jika kau berusaha menghalangi tujuanku, maka tidak segan-segan aku akan membunuhmu… " ancam Arya. Membuat Aji Mahendra merah padam

"kau tidak tau siapa aku, Lihat pedang dan ikat kepalaku, cepat kau minta maaf" bentak Aji Mahendra sambil menunjuk pedang dan ikat kepalanya, Arya hanya memiringkan kepala dan memicingkan matanya tidak mengerti

"Aku adalah Pendekar Pedang Naga, bagaimana… kau takut mendengarnya…" Tanya Aji Mahendra sambil menepuk dadanya sombong, dan Arya malah tertwa, dia tidak tau pendekar Mana dan siapa, selain para gurunya yang dia tau didunia persilatan hanya Datuk Pengemis Nyawa dan seorang pendekar wanita yang kemarin ditolongnya.

Nama pendekar Pedang Naga sangat kesohor didunia persilatan, walaupun sifatnya seperti wanita, namun ketika berkelahi seperti harimau yang menerkam mangsa, dia orang yang disegani bagi aliran putih, dan ditakuti oleh golongan hitam. Ilmunya sangat tinggi, namun bagi Arya mana dia tau... !!

"kau ini lucu... Baik jika kau ingin uji tanding, melihat seranganmu tadi aku cukup kagum, jadi mari kita bermain, jika kau berhasil mendesakku hingga aku mengeluarkan senjata ini" Arya menunjuk sebuah Kayu Cendata Kuning sepanjang lengan orang dewasa terselip dipinggangnya

"aku akan biarkan kau bernyawa, namun jika kau tidak bisa membuatku mengeluarkan senjata, kematianmu karena kesalahanmu sendiri... " ancam Arya tenang, namun dia sungguh-sungguh. Aji Mahendra tambah geram diancam oleh orang yang begitu santai di hadapannya itu

"Lancang kau bangsaaaaat !" teriak Aji Mahendra

dengan mengirimkan pukulan tangan kosong ,

menyadari serangan dengan tenaga dalam sangat hebat Arya juga melakukan hal yang sama dengan menangkis serangan itu

DUGGGG..!

Seperti benturan benda keras terjadi... , tak sampai di sana Aji Mahenra melayangkan tinju tangan sebelahnya dan Arya hanya merunduk menangkis tendangan kaki Aji Mahendra yang beruntun.

Serangan Aji Mahendra sangat gesit dan lincah, bahkan dia bisa menggerakkan kedua tangan dan kakinya secara serampangan… membuat Arya kagum pada Pendekar Pedang Naga ini. Dia terus mengimbangi serangan bertubi tubi itu tanpa berusaha membalas, dia masih ingin bermain main.

Mengetahui serangan jarak dekat yang Aji mahendara lakukan tidak menemukan hasil, kemudian dia melenting ke udara.

"Serangan Naga Air... " Teriak Aji Mahendra, tiba-tiba tubuhnya berputar bak gasing di udara dengan satu kaki menjulur ke bawah... Arya terperangah mendapat serangan mematikan itu. Secepat kilat Arya merubah susunan kuda-kudanya

"Memaku bumi Menendang Langit…" teriak Arya... kaki kanannya terangkat tinggi menyambut datangnya serangan Aji Mahendra. Sedangkan kaki kirinya masih di tanah. Kedua tendangan beradu dengan kuat

BLEMMMMM....

Kaki kiri Arya terbenam setengah jengkal ketanah… betapa hebat serangan Aji Mahendra kedua telapak

kaki pendekar itu masih menyatu di atas kepala Arya, tenaga dalam sama ditingkatkan, hingga disekitar bertemunya kedua kaki itu timbul asap sangat panas...

BLEMMMMM........

Kembali kaki kiri Arya semakin terbenam di tanah...

menyadari kuatnya tenaga dalam lawan, Arya sedikit menarik kaki kanannya

"Hiaaaaaat…" seiring teriakan itu kaki kanan Arya

menghentak, membuat Aji Mahendra terkejut terlontar ke udara, dia berusaha mengontrol tubuhnya dengan berlasto ke belakang… namun masih sempat terhuyung tiga langkah… sejak tadi dia meremehkan musuhnya itu, namun apa yang barusan dilihatnya, Serangan Naga Air yang begitu hebat itu dapat dipatahkan dengan mudah, bahkan sekarang dia berdiri santai tersenyum menyejeknya… "ayo anak maniiis… kalau ingin mencoba lagi…" ledek Arya, membuat wajah Aji Mahendra semakin padam penuh amarah...

"ku bunuh kau Iblis... !!" Teriaknya seraya dengan cepat memburu tubuh Arya dengan pukulan dan tendangan yang serampang... Arya telah merasakan betapa hebatnya serangan serampang itu, dengan pasti dia atur kuda-kudanya dengan bentuk yang berbeda... membuat Aji Mahendra terkejut, karena silat arya selalu berubah- ubah sehingga tidak bisa di tebak alirannya, dia jadi ingat keterangan di bukit Batu bahwa Arya memiliki banyak guru dengan berbagai aliran, pantas saja bentuk dan seni beladiri Arya beranika ragam, namun bagi Aji Mahendra yang sudah lama melanglang buana di rimba persilatan, dan berhadapan dengan orang berbagai bentuk dan aliran. Hal itu tidak akan menggentarkannya, dia tetap lanjutkan serangannya.

Saat hantaman Aji Mahendra hampir mengenai tubuh Arya, dia menangkis dengan lengannya kemudian sikunya menekuk dan menderu ingin menghantam kepala Aji Mahendra, Aji Mahendra terkejut namun cepat-cepat dimiringkan kepala, dia kirim lagi pukulan dengan tangan kiri, Arya menangkis dengan lalu menekuk sikunya dan menderu ingin menghantam dada Aji Mahendra, membuat Aji Mudur satu langkah... masih belum cukup keterkejutannya melihat Arya menangkis langsung menyerang dengan siku, Aji mencoba mengirim serangan berupa tendangan, Arya menangkis dengan betisnya lalu di tekuk serta merta Lutut Arya menderu ingin menghantam perut Aji, dia melompat kebelakang.

Aji Mahendra semakin nanar melihat jurus Arya, dia yang menyerang namun dia pula yang terdesak... Aji melihat Arya meletakkan kedua tangannya menutupi dada dan kakinya melompat-lompat dengan kaki kanan di depan...

Ini yang di sebut dengan Jurus Belalang Sembah, yang dia warisi dari Tokoh Sesat Tua Garda Neraka, yang akhirnya juga binasa di tangan Arya, karena telah memperkosa dan membunuh muritnya sendiri, atau saudara seperguruan Arya, dan seluruh murid Garda Neraka juga mati ditangan Arya, karena berusaha menuntut balas atas kematian gurunya, dan hal itu dianggap menghalangi tujuan Arya untuk membunuh Datuk Pengemis Nyawa… jadi pewaris Jurus belalang sembah tinggal dia seoarang...

Aji Mahendra tidak puas dengan kejadian tadi, dia berusaha melakukan serangan tangan kosong... namun lagi-lagi dia harus melompat mundur oleh siku dan lutut Arya yang mengancam keselamatannya… Arya hanya tersenyum mengejek tanpa berusama menyerang terlebih dahulu... "kurang ajar... laki-laki ini benar-benar tangguh... " geram Aji Mahendara

"Ayo Lagi…"tantang Arya

Aji Mahendra membuka kakinya lebar, dan merentangkan kedua tangannya, ini merupakan kombinasi Pedang Naga yang biasa dia pergunakan apabila terdesak saja, namun kali ini harus dikeluarkan sebelum terdesak, karena mengetahui lawannya sangat tanggauh

"Hiaaaatttt……" pukulan dan tendangan Aji Mahendra semakin menderu dan cepat, membuat Arya terkejut... saking cepatnya serangan Aji Mahendara sehingga dia tidak sempat untuk menekuk Siku atau Lututnya karena harus menangkis pukulan dan tendangan lainnya... 

Perkelahian itu kembali imbang, mereka saling memberi dan menerima dengan cepat... hingga jika mata orang biasa yang melihat hanya akan menyaksikan kelebatan bayangan saja... merasa sudah tidak memiliki kemungkinan untuk menggunakan tangan kosong... tiba- tiba saat serangan tangan kosong beradu... secepat kilat Aji menarik pedangnya dan membabat seketika... Arya hampir tidak mengetahui... dia tarik semua anggota tubuhnya dan melompat kebelakang... sedikit saja dia lambat, pedang itu pasti membabat dadanya, tampak jelas baju Arya di sebelah dada terbabat hingga menganga... bukan Cuma Arya yang terkejut, Aji Mahendara juga terkejut... jarang ada orang yang selamat dari serangan mautnya itu.

"ternyata kau hebat juga... !!" Puji Aji mahendra "bagus… aku sejak tadi memang ingin melihat pedang

mainanmu itu" ujar Arya dimana kini telah merubah posisi

kuda-kudanya, tangan di depan dengan tepalak tangan di buka ke atas semua seperti orang berdoa namun tangan kanan lebih maju, dan kaki satu di belakang membentuk kuda-kuda kuat, sedangkan yang ada di depan hanya mengjinjit, ini adaah jurus putri bulan yang dia warisi dari Kakek Kambangan... tidak seperti jurus milik Aji Mahendra yang tersusun rapi, jurus Arya berubah ubah, karena dia memang tidak sempat menamatkan pelajaran pada satu guru, sehingga untuk menyambut serangan lawan yang beranika ragam dia menggunakan jurus milik aliran yang berbeda-beda, kalau jurus Belalang Sembah sangat hebat untuk perkelahian tangan kosong, namun tidak baik untuk melawan orang yang bersenjata, karena itu untuk perkelahian jarak dekat, untuk melawan musuh bersenjata, dia harus menggunakan jurus yang disusun untuk jarak yang tidak terlalu rapat, dan yang paling tepat adalah Jurus Putri Bulan.

"ayo kemari anak manis... " ledek arya sambil tersenyum tenang, "Hiaaaaaatttt... " Aji mahendra berkelebat membabatkan pedangnya, Arya berkelit kesamping kiri sambil menyodorkan tangannya... tiba-tiba tangan kiri Aji Mahendra menderu dengan kuat... membuat Arya tergagap menarik kembali tangannya...

DUGGG. !

Pukulan Aji Mahendra telak penghantam bahu Arya, hingga dia oleng kesamping, tak sampai disana tendangan Aji Mahenda datang mengarah perut, secepat kilat Arya menangkis dengan tangan, saking kuatnya tendangan itu, membuat tubuh arya sedikit terangkat. tak 

sampai disana ada serangan yang jauh lebih mematikan, dimana pedang Aji Mahendra berkelebat dari atas, menyadari posisi dalam bahanya, Arya cepat menghentak kakinya hingga tubuhnya berputar kesamping di udara...

dan hinggap dengan manis di tanah.

Arya membelai Bahunya yang sedikit nyeri sambil memutar-mutar lengannya agar posisi urat kembali pada tempatnya dia sedikit meringis menahan sakit

"ini yang namanya jurus Naga Mencabik Langit Menelan Bumi. " seringai Aji Mahendra, sambil menudingkan

pedangnya dan mengepal tindu kiri sambil memain- mainkan kaki kanannya. Arya sangat takjub, selama ini dia tidak pernah berhadapan dengan orang yang menggunakan senjata, namun tangan dan kakinya juga hidup turut menyerang.

Kembali dia mengatur posisi kuda-kuda putri bulan, namun saat ini dia yang menyerang terebih dahulu dengan geram…

"hiaaaaat…" Arya menyodorkan telapak tangannya kedapan, namun cepat dia tarik karena pedang Aji Mahendra akan membabat, kemudian dia susul dengan sodokan tangan kiri menuju wajah, Aji Mahenda hanya mengelit kesamping, tanpa di sadari selain mengelit Aji Mahenda melancarkan tendangan

BUUUGGG !!

Tendangan itu telak menghantam perut arya, dia terhuyung kebelakang tiga langkah sambil meringis menahan sakit, tidak mau melepas kesempatan, Aji berencana menyerang langsug Arya yang masih dalam posisi tanpa persiapan, namun saat kaki yang menghantam perut arya sampai di tanah, dia rasakan nyeri yang tidak terkira, sepertinya salah satu jari kaki patah tadi saat menendang Arya dia sudah terkejut,

sepertinya bukan perut yang dia tendang namun bongkahan batu Aji sama meringis menahan sakit

dikakinya... "ternyata jurusmu hebat juga Banci…" seringai Arya berdiri tegak seperti tidak pernah terjadi apa-apa, membuat Aji Mahendra terbelalak, dan sadar dengan siapa sekarang dia berhadapan. Kyai Banjar Banyu Bening saja mengatakan belum tentu sanggup menghadapinya, dulu dia tidak percaya kata-kata itu, dia anggap Kyai Banjar hanya merendahkan diri saja, namun sekarang dia melihat sendiri kehebatan Dewa Iblis yang menggetarkan dunia persilatan. Dia menjadi meringis ngeri, padahal sudah hampir semua jurus dia kerahkan, namun Dewa Iblis menyambutnya dengan santai, masih belum ada tanda-tanda keseriusan pada wajahnya, dia tetap cengar-cengir. Kini dia seakan berhadapan dengan dewa maut, namun dia tidak mau menyerah sampai di sini.

"baiklah Pendekar Pedang Naga... ku ampuni nyawamu" ujar Arya sambil menarik Kayu cendana yang terselip di pinggangnya...

"melihat kehebatanmu... kau masih berguna bagi orang lain... " lanjut Arya menyeringai. Membuat Aji Mahendra semakin naik pitam

"Hiyaaaat... " Aji Mahendara menyerang dengan ganas, dan Arya menyambutnya dengan kayu Cendananya, Aji Mahendara tersenyum kecil, pedangnya yang terbuat dari besi pilihan dilawan dengan sebongkah kayu, jangankan hanya kayu cendana, besi biasa saja akan terbabat oleh Pedang Naga itu...

TRAAAANG...

Aji Mahendra terkejut, saat senjata bertemu dengan Kayu Cendana itu seakan membentur besi murni dengan kualitas tingga, hingga pedangnya bergetar butuh dua tangan untuk bisa menguasai getaran pedangnya.

Seketika pula harum kayu cendana memenuhi rongga nafasnya membuat damai, namun tiba-tiba dia tersentak

"ini racun... Bangsat kau sungguh licik Ibliiiiis... " Teriak Aji Mahendra menyadari seluruh urat mengendor bahkan dia tidak mampu mengangkat senjatanya sendiri... seketika itu pula tubuhnya ambruk ke tanah…

"hahahaha… kau sendiri yang gegabah ingin membunuhku... sehingga tidak menyadari serangan yang sangat halus itu" seringai Arya penuh kemenangan sambil memasukkan kembali Kayu Cendananya

"hanya Iblis yang dengan licik menggunakan racun…" teriak Aji Mahendra tidak terima dikalahkan dengan tidak jantan.

"apa saja bisa digunakan untuk menang Pendekar…, jika bicara curang, tadi kau juga curang membabatkan senjata tajam saat kita beradu tangan kosong, apa itu tidak dikatakan curang... ?" Ujar Arya tersenyum sambil jongkok menatap mata Aji Mahendra yang nanar penuh amarah

"itu bukan curang, tapi keahlian"

"dan penggunaan racun juga salah satu keahlianku…" kata Arya seraya mengangkat tubuh Aji Mahendara yang lemah dan meletakkan di pundaknya...

"hey… apa yang akan kau lakukan…!!" teriak Aji Mahendra bingung dan takut

"Tenang saja Pendekar… aku sudah berjanji tidak akan membunuhmu,. Kau akan terlihat memalukan jika ditemukan orang tergeletak lemah di sana" terang Arya, membuat Aji Mahendra terbelalak, ternyata orang yang menggendongnya mempunyai hati yang baik juga, benar apa yang dikatakan Dewa Iblis, betapa malunya jika dia yang terkenal sebagai pendekar hebat ditemukan tergeletak lemah ditanah. Ingin rasanya dia berterimakasih akan kebaikan Arya, namun kedongkolan karna kekalahannya dengan cara yang licik lebih besar lagi...

Tiba-tiba Aji Mahendra terkejut karena merasa tubuhnya melayang lepas dari pundak Arya, bukannya jatuh... malah tubuhnya semakin tinggi dari badan Arya yang tersenyum melihatnya KRAK......

KRAK......

KRAK..........

"Kurang ajar kau iblis laknaaaaaaaaaaat…" teriak Aji Mahendra setelah dia tau sekarang tubuhnya menyangkut di pohon Ampelan yang berduri-duri besar, sehingga tak ayal tubuhnya tertusuk duri-duri itu. Ternyata Arya melemparkannya kesana.

"hahahaaa Dengan seperti itu, kau tidak tergeletak di

tanah, namun lebih mulia sedikit, orang yang menemukanmu tidak akan curiga kau kalah bertarung, tapi disangka tidak bisa naik pohon dan jatuh tersangkut di sana, itu kalau ada manusia yang melihat, entah kalau binatang buas yang menemukanmu, aku tidak tau…" ujar Arya seraya meninggalkan Aji Mahendra dengan tenang

"Bangsat kurang ajar. lebih baik kau bunuh aku

sekarang dari pada mati tersiksa di sini. " pinta Aji

Mahendra. Membuat Arya menghentikan langkahnya dan menoleh pada Aji Mahendra yang menatap terbelalak.

Takut Arya bersungguh-sungguh mengabulkan permintaannya

"oh ya… walau kau tidak ada yang menemukan, asal kau bisa bertahan setengah hari kau pasti selamat, Karena racun itu hanya berlaku setengah hari... dan pedangmu aku letakkan di pohon Ampelan sana, agar tidak dicuri Orang... " seringai Dewa Iblis membuat Aji Mahendra terbelalak... karena pohon Ampelan tempat pedang itu berada sangat tinggi dan penuh dengan duri-duri besar. Bagaimana cara dia mengambilnya

Aji Mahendra terus mengeluarkan sumpah serapah yang tajam pada Dewa Iblis, namun tidak di tanggapinya dengan terus berlalu meninggalkan Pendekar Pedang Naga yang tersangkut di pohon Ampelan, tak terasa Aji Mahendra melinangkan air mata meratapi nasibnya, dan dendam pada Dewa iblis semakin memunjah, bukan hanya ingin membunuhnya, bahkan jika dia menemukan jasatnya telah mati sekalipun, dia dengan tega pasti akan menginjak-injak dan membelahnya hingga berkeping keping saking marah, bahkan dia berharap Dewa Iblis mati di tangan Datuk Pengemis Nyawa, atau kalau perlu dia akan membantu datuk Pengemis Nyawa yang jelas musuh alirannya itu, jika melihat penghinaan Arya padanya kali ini.

Setelah sekian lama melanglang jagat mencari keberadaan Datuk Pengemis Nyawa, Arya sampai di belahan barat. Dia asik menikamti makan di sebuah kedai, iring-iringan manusia lewat di depan kedai itu menjadi pusat perhatiannya... "ada acara Apa ini tuan… kok banyak iring-iringan lewat sini... ?" Tanya Arya pada orang yang makan di sebelahnya

"apa kau tidak dengar kabar besar itu, bahwa sebentar lagi ada keramaian di Bukit Gembala…?"

"ada apa di Bukit Gembala…?" Tanya Arya semakin heran

"ah kau benar-benar ketinggalan informasi, Racun Barat atau Tuan Owyang setelah mengawinkan anak pertamanya dengan Pangeran dari Jepara, kini dia akan mencari jodoh putri keduanya yang sangat cantik itu dari dunia persilatan" terang yang tambun

"andai aku punya ilmu hebat, pasti juga turut serta acara itu, menurut kabar parasnya lebih cantik dari yang diperistri Pangeran Jepara, namun aku juga mau menyaksikan pertarungan orang-orang hebat itu" Tambah yang kurus sambil mempercepat makannya.

Arya hanya manggut-manggut tanda mengerti

Bukit Gembala, Tuan Owyang atau Racun Barat, baru di dengarnya. Hal yang aneh memang jika seorang pendekar tidak tau akan tokoh sakti diantara empat tokoh persilatan yang merajai rimba pendekar. Dia hanya menanggapi hal itu dengan biasa, tiba-tiba dia teringat akan Datuk Pengemis Nyawa yang gila perempuan, seimbara seperti ini pasti tidak akan dilewatkannya.

Arya pun mempercepat makannya, setelah membayar pada pemilik kedai, bergegas dia bergabung dengan rombongan agar bisa menuju Bukit Gembala, sesungguhnya dia bisa menggunakan peringan tubuh guna perjalanannya lebih cepat. Tapi dia tidak tau arah Bukit Gembala. Sehingga dia harus mengikuti langkah masyarakat yang berbondong-bondong ingin menyaksikan pertarungan orang-orang hebat

Bukit Gembala adalah area kekuasaan Racun Barat, tempatnya sangat Asri terawan dengan sebuah danau kecil di tenganya... dan di tengah danau itu terdapat sebuah pentas dari beton. Itu adalah arena saimbara.

Di sebelah barat terdapat pentas besar, pasti tempat tuan rumah, bagian utara berjejer rapi kursi dan meja serta jamuan yang enak-enak. Pasti tempat para pendekar yang ikut saimbara. Tampak jelas sudah duduk para pendekar pilih tanding semua aliran di sana. Bagian timur dan selatan Danau husus bagi para penonton, serta para pedagang yang mencari keuntungan pada helatan akbar Racun Barat. Arya duduk dengan tenang di sebuah bangku bersama dengan para pendekar lainnya. Pelayanpun datang menyuguhkan makanan dan minuman yang sangat lezat menghormati tamu-tamu penting itu...

Tiba-tiba para penonton dan pendekar lainnya menjadi ramai, saat rombongan besar datang bahkan di kawal oleh tentara kerajaan dan naik ke atas podium besar di sebelah barat, jelas itu adalah tuan rumah yang di kawal oleh pasukan menantunya. Tampak jelas di sana seorang lelaki besar berpakaian mewah tubuh gemuk dengan rambut yang memutih di gelung ke atas, serta jenggot yang juga memutih, jari-jari tangannya hitam kelam penuh racun, dia pasti Racun barat. Yang tidak kalah menjadi pusat perhatian semua orang adalah, wanita cantik berpakain mewah yang duduk di sebelah racun barat. Dia pasti Putri yang akan di perebutkan para pendekar.

Tersenyum manis mengundang semangat luar biasa untuk mendapatkannya. tatapan Putri itu sedikit lama tertuju pada Arya, yang tidak perdulu sekitarnya, tetap asik menikmati hidangan enaknya.

Racun Barat berdiri kemudian menghentakkan kakinya hingga melayang di udara dan hinggap dengan manis di tengah pentas, di sambut tepuk tangan meriah oleh para penonton kagum akan peringan tubuh tokoh hebat persilatan itu. "terimakasih atas kedatangan para masyarakat semua, sudah sudi meramaikan acara ini serta menjadi saksi orang yang pantas menjadi menantuku. Juga saya berterimakasih atas kedatangan para pendekar hebat calon-calon menantu saya" para pendekar saling membusungkan dada bahkan ada yang memamerkan sedikit jurus silatnya, untuk menarik perhatian Racun Barat terutama Putrinya yang masih terus menatap pemuda tampan yang aneh, bahkan tidak memperdulukan keramaian itu cendrung meremehkan orang tuanya sendiri. Namun melihat ketampanan pemuda itu, ada harapan besar pada gadis jelita dia nanti yang akan memenangkan saimbara.

Arya bukan tidak memperhatikan semua yang terjadi, namun rasa dongkolnya lebih tinggi lagi, jauh-jauh datang ke Bukit Gembala masih belum menemukan sosok yang dia cari.

"saudara pendekar sekalian yang saya hormati, alangkah lebih baiknya kalau kalian memperkenalkan diri dulu, terus terang saya sudah lama tidak ikut campur di dunia persilatan, sehingga saya banyak tidak kenal pada para pendekar" ujar racun Barat sambil melirit kecil pada Arya, dalam hatinya terbersit kekaguman akan sikap tenang Arya. Seorang pemuda tampan dengan kumis tipi, dan pedang ditangannya maju kedepan dengan memberi hormat

"saya Bintang Kusuma, putra Datuk Gema Samudra mengucap salam hormat pada Racun Barat" ujarnya.

"ooooo... putra Datuk Gema Samudra, Ayahmu teman baikku, sampaikan salamku pabila kau pulang nanti... " sapa Racun Barat Ramah

Disusul kemudian pria tambun memegang guci arak, mengangkat guci besarnya dan meminum isinya dengan lahap,

"aku Tuak Seta, memberi salam pada racun Barat"

"O… Tuak Seta aku sudah dengar kehebatanmu, salammu ku terima"

Para Pendekar yang lain pun melakukan salam perkenalan dengan cara yang berbeda-beda, hingga akhirnya sampai pada giliran Arya, Arya yang tidak tau itu sampai harus di suruh oleh pelayan.

"oh ya… nama saya Arya, maaf Tuan saya bukan termasuk peserta saimbara, saya kemari hanya mau menyaksikan keramaian saja" ujar Arya gelagapan "kalau hanya penonton, jangan duduk di tempat ini... sana pergi…" bentak pelayan diiringi cemuhan penonton lainnya, Arya digiring keluar oleh dua pelayan, Arya ikut saja. Tampak jelas ada nada kecewa pada raut wajah putri racun barat, sedangkan racun barat hanya tersenyum, sebagai tokoh tua persilatan, melihat sekilas saja dia sudah bisa menebak kemampuan orang, melihat beberapa luka ditubuh pemuda itu serta kayu yang tidak mungkin benda sembarangan terselip di pinggangnya.

Pasti dia bukan orang sembarangan. Ada rasa kecewa juga yang terhembus di nafasnya.

"baik pencarian jodoh untuk putri bungsuku akan segera dimulai, saratnya cukup mudah. Siapa yang lebih dulu tercebur ke dalam danau dia yang kalah, dan yang menang boleh melanjutkan pada lawan berikutnya atau beristirahat sejenak... " terang Racun Barat seraya melenting keudara dan mengirimkan pukulan jarak jauh pada Gong besar di sebelah pentas barat

GONGGGGGGGGG

Tepuk tangan para penonton riuh seiring sampainya kaki Racun Barat di pentasnya dan duduk dengan tenang di samping putrinya.

Tak selang beberapa lama seorang pendekar melenting ke udara dan hinggap di tengah arena dengan memegang golok besar "saya Golok Setan ingin menunjukkan kepantasan saya mempersunting putri Racun barat dengan menantang pendekar sekalian" ujarnya sambil mengangkat golok besarnya keudara diiringi teput tangan penonton.

Kemudian melenting juga sesosok tubuh dan hinggap di sebelah Golok Setan

"saya Tapak Besi ingin menjajal kehebatan tuan... " ujar pendekar yang baru datang dengan melihat telak ke Golok Setan.

Seiring dengan Anggukan Racun Barat saimbara itu pun mulai, mereka saling menunjukkan kehebatannya, sekilas tampak jelas jika Golok Setan ada di atas Tapak Besi, dimana golok itu menderu membabat setiap jengkal tubuh tapak besi, pertempuran antara pendekar bersenjata Golok dan pendekar dengan tangan kosong.

Dan sungguh di luar perkiraan, benar-benar tidak salah berjuluk tapak Besi, Golok besar milik Golok setan, ditangkis dengan tangan kosong Tapak Besi, membuat semuanya menganga, mereka bertempur imbang, memberi dan menerima dengan mudah.

Hingga berlalu tujuh puluh jurus masih belum bisa dipastikan siapa yang pantas sebagai pemenang,

"Tapak Besi membara... " teriak pendekar tapak besi, seketika itu juga tangannya yang keras seperti besi itu memerah membuat semuanya terkejut. Namun Golok setan tetap memburunya dengan golok besarnya

TRANGGGG

Golok besar itu beradu dengan Tapak membara pendekar Tapak besi, pendekar golok Setan terkejut dan cepat mundur sambil berusaha menggendalikan Goloknya yang bergetar hebat, bahkan hampir lepas dari genggamannya. Saat masih berusaha mengendalikan golok itu tampa dia sadari Pendekar tapak Besi mengirimkan sebuah serangan

BUGGGG

Tak ayal serangan dadakan itu menghantam tubuh Golok Setan, hingga tubuhnya mencuat

BYUUUUURRR

Tubuh Golok Setan tenggelam ke air danau. Secepat kilat pasukan kerajan yang sudah bersiap sejak tadi melompat ke dalam danau, untuk menolong yang kalah.

Gemuruh tepuk tangan penonton seiring dengan tangan tapak Besi terangkat dengan senyum kemenangan

"aku tidak mau beristerahat, langsung saja jika ada yang ingin mencoba" teriak Tapak Besi dengan sombong WESSSSSSSS

Sebuah serangan dari samping membuatnya terkejut, dan buru-buru menghindar, sebuah Guci Arak besar hendak menghantam tubuhnya.

BUMMMMM

Guci besar itu mendarat di tengah arena membuat arena itu begetar, di susul dengan melentingnya sebuah tubuh dan mendarat dengan rapi di atas Guci. Pria tambun telah bersila di sana

"aku Tuak Seta" ujarnya tenang.

Tanpa menunggu aba-aba dari Tuan Rumah lagi, Tapak Besi langsung menderu ke arah Tuak seta yang telah membuatnya dongkol oleh serangan pertamanya. Melihat Tapak Besi menyerang Tuak seta melenting ke belakang dan menendang Guci Besarnya yang terbuat dari besi, Guci itu menderu ke arah Tapak besi, mendapat serangan tidak dia sangka, Tapak Besi langsung meletakkan kedua tangannya untuk menangkap Guci besar itu.

TAPPPP…… GEEERRRRR

Alangkah terkejutnya Tapak Besi ketika tangannya bertemu dengan guci itu, dia tidak bisa langsung menghentikannya, bahkan dia masih tersurut kebelakang... tak sampai di sana, Tuak Seta melompat tinggi dan menghantam Guci itu dengan tendangan hebat. Tak ayal Tapak Besi yang tidak mampu menahan serangan pertama masih ditambah serangan kedua yang semakin hebat, membuatnya terjungkal ke dalam danau

BYUUUUUURRRR

"hahahahaaaa jurus picisan, unjuk pamer di sini" tertawa Tuak Seta, membuat semuanya terbelalak, tak menyangka pemenang pada ronde pertama digilas begitu mudahnya oleh Tuak Seta, membuat teriakan dan teput tangan penonton semakin gaduh.

Seketika itu pula ada sesosok tubuh pendekar melenting keudara, melihat kedatangan lawan tanding, tanpa menunggu pendekar itu menginjakkan kaki di arena, Tuak Seta melempar guci besinya ke udara di susul dengan tubuhnya yang turut melenting, Pendekar itu tergagap berusaha menahan Guci besi itu, namun tak berhasil dia terlempar kebelakang, Tuak Seta menangkap Gucinya dan menarik kembali ke tengah arena. Sedangkan pendekar yang terpental itu sangat apes, dia jatuh di tepian Danau yang penuh dengan batu

BUGGGGG

Pendekar itu langsung tak sadarkan diri... "ayo siapa lagi yang ingin maju... " Tantang Tuak Seta sambil melihat para pendekar yang ada di bangku utara, melihat kehebatan Tuak Seta para pendekar saling pandang, bahkan banyak yang angkat tangan tanda menyerah...

"hahahaha… tinggal kau sendirian anak muda... " tunjuk Tuak Seta pada Bintang Kusuma, pemuda itu bangkit dari tempat duduknya kemudian melenting keudara menuju Arena. Tuak Seta lakukan hal yang sama seperti basuran, dia lempar Guci Araknya disusul tubuhnya melompat.

Bintang mengetahui serangan itu, dengan mudah dia tangkap guci itu, lalu dilempar kembali pada Tuak Seta yang menyusul Gucinya. Tuak Seta tergagap buru-buru dia melenting ke samping dan menangkap Guci itu serta secara bersamaan kedua pendekar itu mendarat di arena saimbara.

Tuak Seta berdiri sambil mengangkat tinggi Guci Besar yang terbuat dari Besi tebal , menunjukkan tenaga dalamnya sanagt tinggi, padalah butuh dua puluh orang biasa untuk bisa mengangkat Guci besar itu. Namun kini dihadapannya berdiri seorang pemuda dengan sikap yang tenang menjinjing pedang masih tersarung, dan dia dengan mudah menangkap dan mengembalikan guci besar Tuak Seta, berarti dia juga memiliki tenaga dalam yang hebat pula. Penonton semakin riuh dengan tepuk tangan. Karena hanya tinggal dua pendekar tersisa, berarti ini adalah babak penentuan.

Putri Racun Barap meringis, membayangkan jika yang menang ternyata Pria tambun pemegang guci. Dia lebih mengharapkan Pria tampan bernama Bintang Kusuma, walau sesungguhnya dia lebih mengharap pemuda yang tadi di usir pelayan karena ternyata hanya penonton.

Arya masih di tempatnya menyaksikan pertarungan orang-orang hebat, walau seungguhnya dia kecewa karena tidak menemukan orang yang dia harapkan. Tapi dengan melihat aksi-aksi pendekar itu dia bisa mengukur kemampuannya sendiri.

"baik…!! Dikarenakan peserta tinggal dua orang, maka ini merupakan babak penentuan, jadi tunjukkan kehebatan kalian untuk bisa layak bersanding dengan putriku... "

"Hahahaha… aku yang pasti jadi juara anak muda" ujar Tuak Seta meremehkan Bintang Kusuma, Bintang Kusuma hanya tenang di tempatnya.

"terimalah seranganku anak muda… hiaaaat" Tuak Seta menyerang dengan melempar Gucinya di susul tubuhnya juga ikut di belakang Guci. Bintang mengetahui serangan itu... dia melompat ke samping sambil menghulus pedangnya dan menusuk ke Arah Tuak Seta. Dengan  gesit Tuak Seta berkelit kesamping guci dan menarik guci itu menangkis pedang Bintang Kusuma…

TRAAANGGG

Sungguh dahsyat serangan kedua mendekar, hingga memercikkan api, tiba-tiba bukan hanya kedua pendekar yang terkejut, semua mata yang ada disana juga tergagap, melihat sebuah bayangan hitam menghantam tengah bertarungan, sehingga Tuak Seta dan Bintang Kusuma harus melompat mundur

DUAAAAAR

Serangan yang sungguh mematika, hingga arena terbuat dari beton berlapis jebol seketika, kini tampak di depan mereka Wanita berpakaian Hitam berdiri menatap Racun barat yang masih santai di tempatnya.

"Maaf Tuan Racun Barat... saya datang terlambat…" terang wanita itu

"ada apa gerangan Nyi Pelet Peteng kemari, ini adalah saimbara bagi pendekar pria untuk mencari calon pendamping putriku"

"saya juga ingin turut serta dalam saimbara ini" ujar nyi Pelet peteng membuat semuanya terkejut, begitu juga Racun barat. "mana mungkin wanita merebutkan wanita…!!" bentak Tuak Seta Geram

"apakah kau suka pada wanita Nyi Pelet…!!?" Tanya racun barat turut geram

"Ampun tuanku… saya ikut saimbara ini bukan untuk saya sendiri, tapi untuk Guru Saya"

"sepantasnya gurumu yang menjajal ilmu kemari jika ingin turut mempersunting Putri Racun Barat" bentak Bintang Kusuma

"hahahahaaaa… tak usah guruku yang turun tangan, kalian berdua saja belum tentu bisa mengalahkanku…" ledek Nyi Pelet Peteng, membuat Pendekar Tuak Seta dan Bintang Kusuma sama terbakar emosi

"Keparaaaat… Hiaaaat... " teriak Tuak Seta mengirim serangan di susul Bintang Kusuma yang terbakar emosi secara bersamaan menyerang Nyi pellet peteng

"Sudah cukuppp…" teriak Racun barat menggema membuat semua penonton menutup telinga, saking kuatnya. Namun ketiga pendekar yang telah di amuk emosi tidak menghiraukannya. Membuat Racun Barat menarik nafas berat. Dan membiarkannya sambil memperhatikan dengan seksama, dia telah berfikir untuk besikap layak jika ada yang tidak diinginkan. Pertempuran orang-orang hebat itu berjalan seimbang, tampak ilmu Nyi Pelet Peteng lebih tinggi dari kedua pendekar lawannya, seandainya berlawanan satu-satu secara mudah nyi pellet peteng pasti bisa mengalahkan mereka, tapi sekarang dia harus menghadapi kedua lawan sekaligus.

Pertempuran itu berjalan seimbang, jika diperhatikan Serangan Bintang Kusuma lebih memiliki Arti dari pada serangan Tuak Seta, jelas menunjukkan bahwa ilmu Bintang Kusuma lebih tinggi dari Tuak Seta.

"Nyi Pelet Peteng, kemana gurumu kenapa tidak datang sendiri kemari... " pancing Racun Barat mencoba memecah kosentrasinya, agar bisa mudah dikalahkan oleh kedua penyerangnya, dia juga geram atas kedatangan Nyi Pelet peteng yang merusak acaranya, namun dia tidak bisa berbuat apa. Menghitung guru Nyi Pelet Peteng seangakatan dengannya. Tidak enak jika harus beradu tegang dengan Guru Nyi Pelet Peteng

Menyadari pancingan itu. Nyi pellet Peteng jadi geram, namun juga harus menjawab pertanyaan, takut Racun Barat tersinggung. Dan dia tau siapa Racun Barat , kalau dia berurusan dengan racun barat, berarti dia hanya mengantarkan nyawa. Dia mundur untuk mengatur jarak agar bisa buka suara "Guruku Datuk Pengemis Nyawa sedang Isterahat" jawabnya dengan langsung menyambut serangan dua pendekar itu. Pertempuranpun tak bisa di elakkan lagi.

Arya yang melihat di tempat penonton terkejut, mendengar nama guru orang yang di sebut Nyi Pelet Peteng. Seketika ragangnya kembang-kempis, dadanya membusung dan kepalannya semakin kuat.

Semua yang hadir terkejut... begitu juga Racun Barat, ketika dari arah kerumunan penontong melenting sebuah tubuh

"BELIUNG SAMUDERA " teriak orang itu,

seketika dari kibasan kedua tangannya menderu angin sangat dahsyat, seperti taufan kiriman dari tuhan. Hingga air danau yang tenang terguncang memuncah-muncah hebat. padahal serangan itu ditujukan untuk pentas

Arena, namun saking dahsyatnya berimbas pada sekitarnya, para penonton berusaha mencari pegangan agar tidak terlempar, atap-atap warung dadakan terbang entah kemana, bahkan atap podium besar Tempat Racun Barat juga tersingkap. Racun Barat berusaha duduk tenang dengan menambah tenaganya menahan hembusan taufan itu sambil memegang tangan putrinya. Beberapa pasukan juga berlindung di belakangnya.

Racun barat terkejut juga, siapa yang memiliki ilmu sangat hebat ini. ? Sedangkan di tengah Arena. Nyi Pelet Peteng menambah tenaganya hingga kakinya amblas ke dalam beton.

Bintang Kusuma juga menancapkan pedangnya pada Beton pentas sebagai pegangan agar tidak terhempas hembusan itu... sedangkan Tuak Seta terhempas bersama Guci Besarnya ke dalam Danau

Setelah hembusan Taufan melemah dan sirna, kini tampak seorang pemuda memakai rompi Biru terong dengan beberapa paruh luka di lengannya. Telak menatap merah pada Nyi pellet Peteng. Semua yang hadir terkesima, ternyata yang menciptakan badai tadi hanya seorang pemuda. Putri racun barat terbelalak, apalagi Pelayan yang sempat mengusirnya karena menyangka orang biasa. Racun Barat tersenyum kecil, karena tebakannya benar. Bintang Kusuma bergidik di tempatnya, melihat peserta yang kini berdiri di depannya langsung pupus harapannya untuk bisa mempersunting Putri Racun Barat sesuai dengan keinginan dia dan ayahnya, walau dia masih mampu berdiri di atas arena. Namun melihat serangan pertama yang dikirimkan pemuda itu. Tidak mungkin dia bisa mengalahkannya.

"Mana Datuk Pengemis Nyawa…!!" bentak Arya langsung pada Nyi pellet peteng

"apakah kau termasuk peserta saimbara ini" Tanya Nyi Pelet Peteng tegang. "aku tidak ada kaitannya dengan saimbara ini, pemenang saimbara ini adalah dia" tunjuk Arya pada Bintang kusuma membuat semuanya terkesima, begitupun Putri dan Racun Barat

"Urusanku hanya dengan Datuk Pengemis Nyawa" bentak Arya dengan mengibaskan tangannya kedepan. Membuat Nyi Pelet peteng terbelalak secara cepat menghindar dari udara panas tajam yang terkirim dari tangan Arya

"Hei kau… cepat pergi dari sini, datangi mempelaimu, aku hanya punya usuran dengan Wanita Iblis ini" ujar Arya pada Bintang Kusuma, dengan sigap dia melompat ke samping danau menyaksikan pentas arena dari samping.

"Maaf Tuan Racun Barat, bukannya saya ingin merusak acara anda, namun acara anda telah selesai, tersisa dia yang bertahan di atas pentas, sedangkan saya dan Wanita Iblis ini bukan termasuk peserta" ujar Arya pada Racun Barat. Dia hanya mengangguk mengerti tidak mau mencela kemauan Arya, melihat dia sudah diburu Nafsu. Dia biarkan saja apa yang terjadi di atas pentas. Apalagi keputusan itu lebih baik daripada menyerahkan Putri kesayangannya pada Datuk Pengemis Nyawa yang terkenal sadis.

Nyi Pelet Peteng metapat Arya dengan seksama, sepertinya dia tidak pernah punya urusan dengan laki-laki gagah yang sekarang menatapnya dengan tajam, kemudian dia teringak akan cerita gurunya, dia terkejut.

"Apakah…apakah… kau Dewa Iblis" Tanya Nyi Pelet Peteng memastikan

"Aku Arya... Dan Dewa Iblis hanya sebuah gelar sampah…" jawab Arya penuh amarah, disambut keterkejutan oleh para pendekar yang hadir, begitu juga Racun Barat. Mereka hanya mendengar kabarnya saja. Dan kini mereka nanar melihat Dewa Iblis ada di depan mereka... semua bersikap penasaran dan waspada. Ingin tau seberapa hebat Dewa Iblis yang menggetarkan persilatan itu. Sehingga dibiarkan saja suasana yang tercipta diatas pentas.

"Hahahaha… ternyata sekarang aku berhadapan dengan Dewa Iblis. Jelas kau terkirim kesini agar aku bisa membunuhmu... " bentak Nyi Pelet Peteng

"Cepat katakana dimana Datuk Pengemis Nyawa, sebelum Nyawa Busukmu ku permainkan... "

"Cuiiiiihhh... Besar benar omonganmu anak muda… hiat... " Nyi pellet Peteng melompat menyerang

"Gada Buda... " Teriak Arya. Tak tanggung-tanggung langsung separuh tenaga dalamnya dia gunakan saking marahnya… angin keras menghantam telapak tangan Nyi pellet... hingga dia terjunggal ke belakan dan bersaltu agar bisa berdiri tegak. Tak cukup itu saja, Arya melompat tinggi dari atas udara dia kirimkan pukulan jarak jauhnya

"Gada Buda... !!" Seiring teriakan itu, angin deru menderu dari kepalan Arya menghantam tubuh Nyi Pelet yang melompat kesana kemasi menghidari Udara padat yang sangat keras itu.

BLEMMMM……BLEMMMMM BLEMMMM…

Serangan itu menhentak dasar pentas bingga benkak di sana sini bagaikan dijatuhi batu sebesar gajah dengan kecepatan tinggi. Bukan hanya pendekar biasa yang terperangah. Bahkan Racun Barat tak kalah terkejut, karena se tau dia Ilmu Gada Buda hanya ada di negeri Tiongkok jauh dari tempat itu. Dan kini dia lihat ada seorang pemuda yang menguasai ilmu ciptaan Biksu Hong-Pek disini.

"Sabit Bulan…!!" teriak Arya dengan menendangkan kakinya di udara, dari tendangannya itu menderu sebuah cahanya besar seperti bulan sabit menuju tubuh Nyi pellet peteng, tak ada cara lain kecuali dia mencebur ke dalam Danau…

BLARRRRRRRR Pentas yang terbuat dari beton itu pecah seketika… seperti ada Pedang Raksasa yang menghantamnya. Lagi- lagi semuanya terperangah...

Tubuh Nyi pellet peteng tenggelam di Air danau

Semua mata Takjub melihat tubuh Arya yang mengambang di udara, bahkan Racun Barat sekalipun tidak bisa melakukan seperti itu. Tiba-tiba semuanya tersentak dan mencari perlindungan saat Arya berteriak

"BELIUNG SAMUDRA"

Hembusan angin sangat keraspun menderu tempat itu kembali mengguncang Air Danau dengan hebat. Tak ayal Tubuh Nyi pellet Peteng terlontar dari dalam danau.

Keketika itu pula Arya memburu dengan cepat, dan mengirimkan tendangan kuat.

BUK…

Tubuh Nyi Pelet terhempas dengan cepat menuju Pentas Beton...

BLEMMMMM

Betapa kuatnya tendangan Arya hingga tubuh itu angslup setengah jenggal di beton yang sangat kuat itu... membuat semua orang terperangah dan meringis ngeri. Nyi Pelet peteng menyeringai kesakitan merasakan seluruh tulang tubuhnya remuk, hingga dia tidak bisa bergerak... Arya mendarat di samping tubuh itu.

"Ada di mana datuk pengemis Nyawa…!!" bentak Arya, Nyi Pelet meringis menahan sakit dan ngeri, baru dia sadar kenapa gurunya ketakutan. Pemuda itu memang hebat luar biasa.

"bunuh saja aku, tidak mungkin aku sebutkan keberadaan Datuk Pengemis Nyawa... " bentak Nyi pellet peteng

Arya semakin beram... diambilnya Bongkahan beton di sebelahnya, lalu dihantamkan ke kaki Nyi Pelet.

Seketika Nyi Pelet menjerit Histeris menyayat hati, membuat yang menyaksikan meringis tidak tega.

Yang ada di tempat itu kini hanya tinggal para pendekar. Karena masyarakat sudah lari tunggang langgang ketakutan, dan ada pula yang dipaksa meninggalkan tempat itu oleh para prajurit, agar tidak ada korban salah sasaran. Putri Racun Barat juga terlah diamankan oleh pasukan kerajaan.

"Sudah Tuan hentikan siksaan itu... !!" Teriak Bintang Kusuma. "jangan ikut campur... " bentak Arya sambil mengibaskan sebelah tangannya, hingga terkirim Udara Panas yang tajam... membuat Bintang Kusuma terbelalak... benyadari ada ancaman nyawa bagi calon menantunya. Racun Barat berkelebat mengibaskan tangannya hingga menderu udara kuat menghempas serangan Arya. Arya tidak memperdulikan kejadian itu, dia terfokus pada tubuh nyi Pelet peteng yang terlentang tak berdaya.

Racun Barat Mendatangi Bintang Kusuma "Terimakasih tuan" ujar bintang kusuma

"kau jangan ikut campur urusan orang, dia sedang terbakar emosi"

"tapi saya tidak tega tuan"

"kalau kau tidak tega, lebih baik jangan saksikan. Tinggalkan tempat ini... " bentak Racun Barat membuat Bintang Kusuma tergagap. Melihat calon menantunya terkejut. Racun Barat merendahkan bicaranya

"Aku Juga tidak tega, tapi tidak mungkin menghalangi pemuda itu, dia pasti punya urusan penting dengan Datuk Pengemis Nyawa. Dan juga kau harus ingat, pemuda itu yang telah membuatmu memenangkan saimbara ini" terang Racun Barat. Arya memegang tangan nyi Pelet

"Cepat katana di mana Datuk Pengemis Nyawa... " "Tidak mungkin aku katakan"

KREEKKK

"Aaaaaaaaaaa... " Teriakan Nyi Pelet sangat melengkin saat Jarinya dipatahkan dengan mudah oleh Arya. Semua mata melihat dengan bergetar. Betapa sadisnya pemuda itu

"Cepat katakana... !!" "Tidak……!!" KREKKKKK

Kembali satu jari patah. Suaranya melengking menyayat hati.

"mau lagi…" KREK…KREK... KREK...

Sisa tiga jari Nyi Pelet Peteng dipatahkannya semua... membuat nyi pellet peteng semakin melengking. Tidak cukup sampai di sana, kini Arya beralih pada tangan satunya...

"masih tidak mau mengatakan dimana Datuk Pengemis Nyawa berada" ancam Arya sambil memegang satu jari Nyi Pelet Peteng siap untuk di patahkan

"baik akan aku katakan" ujar Nyi Pellet Peteng, tampak ada riak kecil dimatanya, saking tidak kuat menerima siksaan dan rasa takut.

"Guru ada di Rawa Lintah" ujar Nyi Pelet Peteng menangis… Arya bangkit

"Trimakasih…" bisik Arya lirih. Tiba-tiba kaki Arya terangkat... dan…

KREKKK KREKKK PLAAAARRRR

Semua mata terbelalak menyaksikan Arya menginjak kepala Nyi Pelet Peteng hingga pecah berantakan

"Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa" Arya berteriak penuh amarah… seluruh uratnya menegang…

"Ku Bunuh kau Datuk Pengemis Nyawa... " teriak Arya, seketika itu pula Bumi di sekitar Arya bergetar hebat seperti gempa, angin saling bentur, air danau tergoncang. Bahkan kerikil pecahan Beton pentas sebesar jempol orang dewasa mengambang satu jengkal oleh luapan tenaga Arya, membuat semua mata terbelalak akan kuatnya tenaga dalam Arya.

Tiba-tiba goncangan itu berhenti seketika, batu-batu jatuh. Air danau kembali normal, udara berkesiur normal seiring dengan rohohnya tubuh Arya, tidak sadarkan diri oleh luapan amarahnya yang sangat besar.

Seekor kuda putih di gebrak dengan cepat oleh penunggangnya, meninggalkan Debu yang berterbangan ke udara. Sepertinya dia diburu waktu dan kepentingan yang mendesak. Kuda itu melintasi persawahan penduduk yang terkejut melihat berlalunya kuda yang begitu cepat...

Arah Kuda itu menuju Padepokan Gajah Mungkur yang ada di puncak bukit Gajah Mungkur, bukit itu sangat Asri dan subur, sehingga persawahan yang ada di sekitar bukit tumbuh dengan baik, Para Santri Padepokan yang sedang bercocok tanam sama terkejut melihat datangnya kudah putih itu, namun tak ada niatan untuk mencegah, karena mereka biasa melihat penunggang kuda itu datang ke padepokan Gajah Mungkur. Dan mereka sangat kenal padanya.

Penunggang kuda itu seorang wanita berparas cantik berpakaian Hijau, dan ada sebuah pedang di punggungnya. Dia tak lain adalah Kirana atau Dewi Pedang Bulan, yang jelas kedatangnnya ke Padepokan gajah Mungkur sangat penting.

"Hiaaaat…"

Kirana menarik tali kekang kuda itu, hingga kudanya meringkik hebat berhenti seketika di samping padepokan, setelah mengikat tali kudanya dia berlari cepat ke Balai padepokan.

Disana dia telah disambut dua Kakek tua berpakaian putih yang tadi telah mendengar kabar dari tilik sandi akan kedatangannya.

"Ada kepentingan apa sehingga kau buru-buru datang kemari" sapa Kyai Banjar Banyu Bening yang berdiri bersama Kyai Koneng penuh heran

"saya sudah bertemu dengan Dewa Iblis... " ujarnya langsung membuat kedua kakek saling pandang, dan mempersilahkannya masuk untuk membicarakan hal penting itu...

"bisa kau ceritakan pertemuanmu itu... " ajak Kyai koneng penuh penasaran

Kiranapun menceritakan prihal pengeroyokan Gerombolan Tapak Langit yang ingin menangkap dan hendak memperkosanya, serta kedatangan Arya membantu dari pengeroyokan itu, tak lupa di ceritakan pula Kelakuan Arya pada Boma pimpinan perampok Tapak Langit, hingga Boma mati bunuh diri tak tahan menahan siksaan

"sungguh tindakan yang sangat kejam, apakah kau berurusan nyawa dengannya…!!" Tanya Kyai koneng penuh penasaran, sedangkan Kyai banjar hanya membelai jenggot putihnya

"Tidak Kyai, setelah memperlakukan Bom seperti itu, dia langsung meninggalkannya tidak memperduliakan saya, namun saya kejar dia, dan bersahil bicara panjang lebar tentang sepak terjangnya" membuat kedua kakek saling pandang heran. Dewa Iblis yang terkenal kejam ternyata hanya mau berurusan dengan orang yang tidak di senanginya saja. Buktinya Kirana malah bisa bicara baik- baik dengan dia.

"Coba kau ceritakan perbincanganmu dengan Dewa Iblis" ajak Kyia Banjar

"Nama aslinya adalah Arya, seperti yang telah Kyai ketahui, dia punya dendam sangat hebat pada Datuk Pengemis Nyawa" Kirana pun menceritakan semua perbincangan dengan Dewa Iblis.

"hemmm begitu…" Kyai Banjar hanya membelai jenggotnya "jadi Arya mengancam akan membunuh orang yang membunuh Datuk Pengemis Nyawa... ?" Tanya Kyai Koneng terkejut

"benar Kyai…"

"dan juga tidak bisa menjawab ketika kau bertanya tindakannya setelah membunuh Datuk Pengemis Nyawa... ??"

"Benar Kyai…!!"

"sangat jelas tujuan hidupnya hanya satu, Membunuh Datuk Pengemis Nyawa, sungguh malang anak itu... " ujar Kyai Banjar lirih, membuat Kirana dan Kyai Koneng tidak mengerti.

"Apa maksud kakang" Tanya Kyai Koneng

"dia benar-benar ditutup api dendam... sehingga jalan hidupnya tidak jelas... dan orang seperti itu mudah putus asa, dan aku khawatir ketika keinginannya sudah tercapai, dia tidak memiliki tujuan hidup yang jelas, sehingga plin-plan. Pada saat itu dia akan mudah dipengaruhi orang lain yang punya kepentingan lain padanya. Dan jika nanti golongan Hitam yang menemukannya. Dia akan menjadi ancaman kita yang sangat serius... " "lalu bagaimana tindakan kita kakang…"

"kita tidak bisa berbuat apa-apa sekarang ini, sebelum dia berhasil meredakan emosinya. Dan emosi itu tidak bisa reda sebelum dendamnya terbalas"

"lalu apakah kita akan membantunya untuk membinasakan Datuk Pengemis Nyawa, yang memang musuh besar kita itu kakang... ??"

"kau sudah dengar tadi dari kirana, hanya dia sendiri yang berhak membunuh Datuk Pengemis Nyawa, bahkan akan mengancam orang yang membunuhnya…"

"lalu bagaimana kakang…???" Tanya Kyai Koneng tidak sabar, Kyai banjar hanya mendehem diam sambir berfikir

"Dewa Iblis sempat meminta saya untuk mencarikan Informasi keberadaan Datuk Pengemis Nyawa... " terang Kirana, membuat kedua Kakek itu saling pandang.

"lalu kau menyanggupinya…" Tanya Kyai banjar terbelalak

"saya tidak punya piihan lain Kyai... " Ujar kirana menunduk, takut salah di depan junjungannya itu "hanya itu yang bisa kita lakukan sekarang…" ujar Kyai banjar seketika, membuat Kirana terkejut namun juga senang, karena keputusannya tidak keliru.

"hanya itu yang bisa kita lakukan, membiarkan Dewa Iblis membalas dendam, setelah itu baru kita bisa menggiringnya ke jalan yang benar"

"aku dengar kabar sepintas, bahwa Datuk Pengemis nyawa sekarang ada di Kadipaten Ambangan, meminta perlindungan dari Adipati Layan Kusuma" terang Kyai Koneng ditambah anggukan kyai Banjar. Membuat Kirana terkejut dan girang

"sampaikan informasi itu pada Dewa Iblis, kau harus bertindak lebih cepat sebelum dia menemukan lebih dulu, agar kau punya jasa padanya. Dan kau dengan mudah bisa mendekatinya untuk dibujuk ke jalan yang benar" perintak Kyai Banjar.

"saya mengerti Kyai" ujar Kirana seraya bangkit minta izin

"apa kau tidak mau isterahan lebih dulu…" Tanya Kyai Koneng

"saya harus bertindak cepat Kyai, takut seperti yang dikatakan Kyai Banjar, Dewa Iblis lebih dulu menemukan Datuk Pengemis Nyawa. Dan apalagi melihat gerakan dia berlari ke daerah barat, tentu sekarang dia jauh dari tempat ini. Maka saya harus cepat mengejarnya" pinta Kirana seraya berlalu meninggalkan Padepokan dengan diiringi Kyai banjar dan Kyai koneng

Kirana menghentak tali kudanya dan memacu dengan cepat. Dia harus cepat bertemu arya dan menyampaikan informasi penting itu, walau dia tidak melihat sendiri keberadaan datuk Pengemis Nyawa, namun dia dengar informasi itu dari orang yang sangat dipercayainya.

Apalagi sejak pertemuan pertama terlah tercipta benih sangat indah di dasar hatinya. Dan sebuah harapan yang begitu indah jika dia bisa bertemu dengan pemuda tampan itu lagi.

Dengan menahan geram Pendekar Pedang Naga atau Aji Mahendra mencabut beberapa sisa duti Ampelan yang menusuk tubuhnya... tangan serta beberapa bajian tubuhnya yang mulus penuh dengan goresan luka, pakaian putihnya pun peluh dengan bercak darah.

Wajahnya merah padam menahan kemarahan yang membuncah, pedang naga Kebanggaan kini tergeletak lemas di atas meja makan. hingga dia tidak memperdulikan kedatangan laki-laki tua berpakaian compang-camping memegang tongkat dengan sebuah besi tajam di ujungnya berbentuk bulan Sabit masuk ke dalam kedai itu. Dan duduk di meja kosong yang ada di sebelahnya. Laki-laki tua itu memperhatiakan dengan telak sosok pendekar yang telah sering berbaku hantam dengannya pada beberapa kesempatan.

Aji Mahendra menuangkan kendi arak ke mulutnya hingga berbunyi nyaring, lalu membanting kendi arak itu.

"Cepat Ambilkan Arak yang baru…" teriak Aji Mahendra, dengan sigap Pelayan memenuhi perintah itu. Jelas Pelayan merasa ketakutan, apalagi melihat pedang Aji Mahendra yang mengkilat di atas meja. Dan Aji Mahendra Membanting kendi sudah beberapa kali, terlihat jelas pada beberapa pecahan Kendi yang ada di bawah mejanya, bahkan disana juga ada sisa arak yang berkelaciran. Mungkin tadi dia sempat membanting arak dengan kualitas rendah.

"hahahahaaaa… sepantasnya aku yang melakukan seperti itu, orang yang sangat kesohor sebagai aliran putih sangat tidak pantas melakukannya…" ledek kakek itu sambil meneguk aranya.

"aku masih belum mau berurusan denganmu kakek Tua…!!" bentak Aji Mahendra pada Tokoh Sesat Tua Pengemis Laknat yang ada di sebelahnya tanpa menoleh.

"melihat pakaianmu yang compang-camping serta beberapa luka di tubuhmu... pasti baru dipecundani orang…" ledek kakek tua, membuat Aji Mahendra mengerang sambil mengepalakan tinjunya kuat-kuat "DEWA IBLIS... Kurang ajar... " Geramnya, membuat Pengemis Laknat terkejut menghentikan makan...

"kau di pecundangi Bocah Busuk itu…??" kejutnya melihat nanar pada Pendekar Pedang Naga

"Aku bukan kalah… tapi dia dengan curang menggunakan racun hingga tubuhku lemas… jika bertemu sekali lagi, akan ku cincang tubuhnya dengan pedang ini... " geram Aji Mahendra dengan mengangkat pedangnya.

"Aku junga punya urusan nyawa dengan Dewa Iblis... Murid kesayanganku Boma ketua Partai Tapak Langit di siksa sampai mati olehnya" Geram Pengemis Laknat.

Namun Aji Mahendra enggan menanggapinya

"sepertinya kita punya tujuan yang sama anak muda, bagaimana kalau kita kerjasama saja…" ajak Pengemis Laknat, Aji hanya menoleh sebentar sambil tersenyum sinis

"tidak mungkin aku kerjasama dengan orang aliran hitam, kau tetap musuhku, namun sekarang aku punya urusan yang lebih penting" jawab Aji Tegas

"Hahahhahahaha... Sungguh Aneh, Dua orang dari golongan yang berbeda malah punya musuh yang sama…" kelakar Pengemis Laknat, namun Aji Mahendra tidak menghiraukannya

"Aku dengar kabar, Dewa Iblis membuat onar di bukit Gembala saat Racun barat mengadakan Saimbara, dan membunuh Salah satu murid Datuk Pengemis Nyawa yang bergelar Nyi Pelet Peteng"

"yang jelas Datuk Pengemis Nyawa tidak tinggal diam... " komentar Aji Mahendra

"malah bocah itu yang mencari Datuk Pengemis Nyawa, setelah dipaksa secara siksa, Nyi Pelet peteng menyebut tempat keberadaan Datuk Pengemis Nyawa, dia pasti menuju sana sekarang…" terang Pengemis Laknat membuat Aji Mahendra atu Pendekar Pedang Naga terkejut.

"Dimana itu... !!" Pinta Aji Madendra

"hahahahaaaaa… ternyata kau butuh juga informasiku, aku kira Aliran putih tidak akan butuh pada orang sepertiku…" ledek Pengemis Laknat mencibir

"jangan main-main Pengemis Laknat…!!" geram Aji Mahendra seraya mengangkat pedangnya

"kau keburu nafsu anak muda, kalau kau sendirian saja, kau tidak akan sanggup mengalahkan Dewa Iblis, Nyi Pelet Peteng yang terkenal hebat saja mampu dikalahkannya tanpa perlawanan. apalagi orang sepertimu, yang jelas-jelas pernah dipecudanginya…" ledek pengemis Laknat

"aku bukan kalah, bahkan aku berhasil melukainya... seandainya dia tidak menggunakan cara curang dengan racun. Aku pasti telah membuatnya binasa…" geram Aji Mahendra, nafasnya semakin kembang kempis menahan amarah, membuat Pengemis Laknat terbelalak

"tidak mungkin…!! Kalau kau bisa melukainya, kenapa Nyi pelet peteng bisa dikalahkannya dengan mudah, bahkan menurut informasi Nyi Pelet Peteng tidak sempat memberi balasan" keheranan Pengemis Laknat juga di rasa oleh Aji Mahendra, dia juga tau kesaktian wanita Iblis berjuluk Nyi Pelet Peteng itu, bahkan dia ada di bawah kesaktiananya, tapi kenapa dia yang berhasil memukil Dewa iblis dan Nyi Pelet Peteng bahkan tidak sempat memberi balasan pada Dewa Iblis

"mungkin dewa Iblis memberi racun sama seperi yang telah dilakukan padaku"

"bisa juga... !!" Jawab Pengemis Laknat manggut- manggut, membuat semangat kedua tokoh yang memiliki dendam pada orang yang sama semakin menggelora.

Mereka yakin Dewa Iblis tidak lah sehebat diberitakan orang. Kehebatan dewa iblis karna kecurangannya. Itu yang mereka yakini.

"lalu dimana tempat Datuk Pengemis Nyawa yang akan didatangi Dewa iblis Itu" Pinta Aji Mahendra

"di Rawa Lintah... Banyak orang dunia persilatang yang mendengar informasi itu, pasti mereka juga akan ke sana menyaksikan pertarungan hebat itu" jawab Pengemis Laknat, seketika Aji Mahendra bangkit meletakkan beberapa uang diatas meja lalu melangkah cepat keluar

"hati-hati anak muda, jangan anggap remeh lawanmu itu, namun jika kau telah berhasil mengalahkannya, sisakan beberapa tubuh untuk aku cincang... " teriak Pengemis Laknat membuat Aji Mahendra hentikan langkah dan menoleh

"aku tetap punya urusan denganmu, namun kali ini kita masih memiliki urusan yang sama, jika kita kebetulan menemukan dia bersamaan, kita bagi dua tubuhnya…" ujar Aji Mahendra membuat Pengemis Laknat tersenyum sambil meneguk minuman terahirnya lalu meninggalkan kedai itu juga.

Sejak tadi perbincangan mereka menjadi pusat perhatian seorang gadis berbaju Biru dengan cadar menutupi wajahnya yang kebetulan berada di dalam Kedai itu Pula, dia adalah Kirana. Sepeninggalan dua tokoh dunia persilatan itu, kirana tertegun.

"sesungguhnya dimana keberadaan Datuk Pengemis Nyawa... ? Di Kadipaten Ambangan atau di Rawa Lintah…??" fikir kirana Bingung. Karena pembawa kabar itu dapat dipercaya semua, menurut Kyai Koneng dan Kyai Banjar Banyu Bening, Datuk Pengemis Nyawa ada di Kadipaten Ambangan. Dan kedua tokoh itu tidak mungkin berbohong, buat apa membohonginya.

Sedangkan informasi yang dia dapat barusan bahwa Datuk Pengemis Nyawa ada di Rawa Lintah, berasah dari orang yang memburu keberadaan Dewa Iblis yang sedang mencari Datuk Pengemis Nyawa. Tentu informasi itu juga patut dipercayai.

Namun ketika di fikir dengan jelas. Informasi Kyai Koneng lebih masuk akal. Bisa saja Pengemis Laknat memberikan informasi bohong pada Aji Mahendra, agar buruannya yaitu Dewa Iblis tidak didahului Aji Mahendra. namun dia juga penasaran tentang Rawa Lintah, dimana menurut Pengemis Naknat bakal banyak Pendekar yang menuju tempat itu.

Namun ada informasi paling penting yang sangat dibutuhkannya dari obrolan Aji Mahendra dan Pengemis laknat, Dewa Iblis ada di Bukit Gembala dan akan menuju Rawa Lintah, sehingga dia punya tujuan yang pasti kemana mencari Dewa Iblis. Sesosok pemuda yang telah menggetarkan hatinya.

Kirana pun cepat-cepat meningalkan kedai itu, apalagi setelah dia tau Dewa iblis menuju Rawa Lintah, padahal Datuk Pengemis Nyawa ada di Kadepaten Ambangan, dia takut itu hanya jebakan.

Setelah memulihkan stamina di Bukit Gembala, Arya berpamitan baik-baik pada Racun Barat yang telah dengan sudi merawatnya selama dia lemah. Arya terpaksa menolah permintaan Racun Barat untuk tinggal sejenak di kediamannya hingga acara pernikahan Putri Bungsunya dengan Bintang Kusuma putra Datuk Gema Samudra selesai. Namun dia berjanji apabila urusannya rampung dia akan menghadiri pernikahan itu.

Dengan cepat Arya meninggalkan Bukit Gembala karena Rawa Lintah ada di bagian tengah pulau jauh dari tempat itu. Dia khawatir Datuk Pengemis Nyawa lebih dulu mengetahui kedatangannya hingga berhasil menyiapkan sambutan dengan matang, atau malah kabur lagi seperti halnya dia meninggalkan Ceruk Gua Bangkai tempatnya semula.

Dengan peringan tubuh begitu baik, dia bisa melesat dengan cepat melompat dari cabang pohon ke cabang pohon lainnya. Hingga beberapa kera dan burung yang menempati pohon harus undur diri sebelum terinjak tokoh yang dibakar api dendam itu.

Namun langkahnya tertahan setelah dirasa ada kelebatan kuda yang mengejarnya. Dia penasaran dengan pengejar yang sepertinya punya kepentingan khusus. Bisa saja dia Datuk Pengemis Nyawa atau anteknya.

Dia melompat turun menunggu kedatangan pengejar itu dengan persiapan yang begitu matang, namun akhirnya dia bernafas dengan lega dan mengendorkan seluruh uratnya setelah mengetahui siapa gerangan.

"ada apa kau mengejarku Bintang Kusuma…??" Tanya Arya bersamaan dengan melompatnya Bintang Kusuma dari atas kudanya.

"aku di Perintah Racun Barat membantumu di Rawa Bangkai" terang Bintang Kusuma membuat Dewa Iblis terkejut. Baru kali ini ada orang yang perduli pada urusannya.

"aku tidak melihatmu di Bukit Gembala sejak sadar Dari pisan, kapan kau bertemu dengan Racun Barat…" Tanya Arya

"setelah aku pulang dan menceritakan semuanya pada Bopo. Dia memerintahkanku secepatnya menuju bukit gembala untuk mengadakan lamaran. Jadi aku kembali dengan membawa rombongan ke Bukit Gembala, sesampainya di sana Racun Barat memeintahkanku mengejarmu…"

"terimakasih atas niat baik kalian, namun urusan ini adalah urusan nyawa, bisa saja nyawa kita yang tertinggal di sana, sedangkan kau sebentar lagi akan menikah, jangan sampai Putri Racun Barat menjadi janda sebelum kau nikahi. Jadi lebih baik kau kembali saja, sampaikan terimakasihku pada niat baik Racun Barat…!!" teriak Dewa Iblis secara cepat meninggalkan Bintang Kusuma yang termangu melihat kecepatan lompatan Dewa Iblis.

Namun dia masih bingung di tempatnya. Dengan jelas Dewa Iblis menolak tawarannya, namun dia juga malu jika harus kembali ke Bukit Gembala mengingakri perintah Racun Barat.

Hingga matahari terik membakar bumi seakan berada diatas ubun-ubun Arya masih terus berlari dengan cepat, hingga nafasnya ngos-ngosan dan keringat membasahi seluruh pakaiannya. Dia tidak akan sampai seperti itu jika tidak mengerahkan banyak tenaga dalam pada larinya.

Namun dia diburu waktu. Dia harus sampai di Rawa Lintah sebelum besok pagi.

Jika dalam perjalanan tidak ada gangguan, dia akan sampai di Rawa Lintah Pada tengah malam, sehingga dia mempunyai waktu untuk beristirahat mengembalikan stamina sebelum babak penentuan pada siang hari besok.

Jika ingin berniat curang, bisa saja dia menyerang pada malam hari, saat kebiasaan manusia beristirahat, namun tindakan itu tentu tanpa kepuasan. Sedangkan dia ingin dengan telak dan jantan membalaskan dendam orang tuanya.

Hingga matahari sedikit condong ke barat Arya masih terus berlari dengan sesekali memetik buah hutan guna mengganjal perutnya dan menambah staminanya. Tentu dia tidak akan sanggup terus berlari dalam keadaan perut kosong. Bahkan terkadang Arya merampas buah yang sedang di pegang Kera, sehinga kera itu bingung, menyangka hembuan angin yang membuat buah itu lepas dari tangannya... ,

Kembali langkahnya tertahan saat sesosok tubuh dengan gesit melompat dari kuda putih dan menghadang jalannya. Dengan sigap Arya hendak melepas pukulan jarak jauh pada penghalang itu. Dia tidak mau langkahnya tertahan lagi.

"Hentikan Arya... " Teriak orang itu, membuat Arya tergagap setelah tau orang yang menghentikannya wanita dan menyebut namanya yang jarang di ketahui orang... pukulan yang telah ada di ujung tangan seketika di hantamkan pada pohon besar yang ada di sebelahnya

BLARRRRRR

Seketika itu pula pohon besar itu tumbang terhempas pukulan Arya yang dahsyat, membuat wanita itu tergagap dan keringat dingin mengucur deras. Tentu dia tidak akan mampu menahan serangan mendadak yang dahsyat itu.

"Ah… hampir saja aku membunuhmu... " Bentak arya seraya menarik nafas mengatur ketegangan jantungnya seraya melihat yang berdiri di salah satu dahan tidak jauh dari pohon tempatnya berpijak.

Orang itu adalah Kirana yang merona malu melihat keadaan Arya, dimana keringat mengucur deras hingga membuat bajunya melekat dan menunjukkan lekuk tubuh Arya yang sangat jantan.

"ada apa kau menghalangi langkahku kirana" Tanya Arya setelah nafasnya normal, membuat Kirana tambah meronan setelah Arya menyebut namanya, berarti Arya masih ingat padanya

"seperti yang telah aku janjikan, aku sudah tau keberadaan Datuk Pengemis Nyawa yang kau cari"

"di Rawa Lintah kan…??" tebak Arya mencibir "bukan…!! Tapi di Kadipaten Ambangan, dia meminta perlindungan dari Adipati Layan Kusuma" terang Kirana tegas. Membuat Arya terbelalak. Namun kemudian tersenyum sinis

"jangan membohongiku kirana, buat apa Datuk Pengemis Nyawa yang Hebat minta perlindungan Adipati yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri... !!" bantah Arya membuat kirana terkejut, namun secepatnya memberikan alasan kuat guna meyakini Arya

"Sekarang Datuk Pengemis Nyawa sedang kehilangan Ilmunya dalam setengah bulan ini hingga mengadakan upacara pemulihan, dan Datuk Pengemis Nyawa memilih Kadipaten Ambangan sebagai persembunyian karena di sana juga banyak murid-muridnya…"

"Kau melihat sendiri keberadaan Datuk tua itu…" kejar Arya memastikan

"tidak…!! Namun infosmasi ini aku dapat dari orang yang sangat aku percayai…"

"aku mendengar kabar keberadaan Datuk Tua itu di Rawa Lintah juga dari orang yang sangat dipercaya. Bahkan dia adalah muridnya sendiri…" cibir Arya

"bisa saja dia berbohong atau malah sebuah jebakan…" "tidak mungkin dia berbohong... aku sendiri yang menyiksanya hingga mengatakan keberadaan gurunya…" bela Arya tidak percaya

"kau harus percaya kata-kataku Arya…!! Tidak mungkin aku berbohong padamu... !! buat apa…??" pinta Kirana memohon, dia takut Rawa Lintah hanya sebuah jebakan yang akan mengancam keselamatan orang yang dikagumi itu.

"trimakasih Kirana atas informasimu… namun aku yakin Datuk Pengemis Nyawa ada di rawa lintah, jadi tak usah lagi kau membantuku... " ujar Arya sinis sambil melompat meninggalkan kirana dengan kesal karena telah menghalangi perjalanannya. Malah memberikan informasi yang membuatnya bingung.

Arya tidak menghiraukan teriakan kirana yang memangilnya dengan parau, bahkab dia kesal pada kirana yang telah berusaha menghalangi perjalannya menuju Rawa Lintah tempat Datuk Pengemis Nyawa Berada. Bahkan berusaha merubah arah perjalanannya.

Kirana menatap kepergin Arya dengan mata yang berkaca-kaca, ada rasa kecewa yang menusuk sanubarinya, melihat Arya tidak percaya bahkan cendrung menuduhnya berbohong... Seperti namanya Rawa Lintah, sebuah Rawa cukup luas di tengah hutan dengan ribuan Lintah sebesar kepalan tangan Manusia membuat warna Rawa menghitam.

Banyak tulang belulang berserakan di sekitarnya. Pasti itu adalah tulang beberapa hewa yang tidak selamat melintas di tempat itu, dengan lintah-lintah sebesar tangan manusia, tidak butuh waktu banyak untuk bisa menghisap habis darah korban. Saking berasnya lintah yang ada di tempat itu hingga kemericik serta bunyinya sedikit bisik mengundang perhatian beberapa hewan yang kebetulan melintas di tempat itu.

Salah satunya sebuah Kijang yang berencana menghilangkan dahaga di air Rawa. Tanpa dia sadari beberapa lintah telah menempel di kakinya. Tak ayal lagi Kijang itu roboh ke dasar sawa kekurangan darah, seakan ada yang mengkomando lintah-lintah itu berbondong- bondong menggerogoti sang Kijang.

Jika beberapa orang jijik dan bahkan takut mendekati Rawa yang penuh lintah itu. Malah dengan tenang seorang bocah usia sekitar sepuluh tahun mengenakan celana kolor tanpa baju menangkap beberapa Lintah, menusuknya dengan Ranting hingga darah segar mengucur di tangannya, lalu meletakkan di atas perapian yang dia ciptakan. Bocah itu bersiul-siul kecil sambil menginjak beberapa lintah yang hendah menempel di kakinya. Perbuatannya sangat aneh dan menjijikkan, darah yang keluar dari Lintah mencemari air Rawa, hingga lintah-intah yang lain kebingungan menyangka darah itu merembas dari lintah di sebelahnya, Lintah-lintah itu pun saling serang antar sesama guna menemukan makanan. Membuat bocah tertawa senang. Dan kemudian duduk di samping perapian memungut beberapa lintah yang dia panggang lalu melahapnya dengan rakus, padahal Lintah itu belum begitu masak hingga masih berceceran darah di sekitar mulut si bocah...

Ada dua pasang mata yang melihatnya dari kerimbutan pohon dengan rasa mual yang sangat menyaksikan tingkah laku si bocah, namun dengan asik si bocah terus memakan lintah-lintah itu dengan bersiul-siul kecil dan menggeleng-geleng kepala sangat menikmati.

Tiba-tiba sebuah kelebatan melintas dengan cepat mengambil sebuah lintah yang masih terpanggang lalu hinggap di batu besar tidak jauh dari Bocah itu

"Hey... " bentak si bocah marah, namun kemudian membanting kakinya tanda kesal setelah tau siapa yang sekarang memakan Lintah tangkapannya dengan rakus pula, seorang Nenek Tua berpakaian mahal berwarna merah, rambut putihnya dibiarkan terurai, wajahnya yang keriput berusaha ditutupi dengan bedak tebal, dan bibir tebalnya bergincu merah samar bercampur darah yang mengalir segar dari lintah yang dimakannya...

"Bocah Setan Tua... kenapa kau tidak mengajakku kalau punya makanan selezat ini" seringai si senek berpenampilan minor, menyeringai.

"Itu milikku... Nenek Peniup Dupa... !!" Bentak bocah yang di sebut Bocah Setan Tua pada Nenek Peniup Dupa, membuat dua pasang mata yang menyaksikan sejak tadi terbelalak mendengar siapa kini yang dilihatnya...

Mereka sudah dengar informasi dua tokoh itu... seorang Kakek Tua usia lebih seratus tahun yang telah mengalahkan ular Piton raksasa penguasa Pulau Hantu dan meminum darahnya, hingga mendapak kesaktian dan tubuhnya menjadi seperti anak-anak lagi, namun kesaktiannya tambah meningkat pesat.

Tak kalah terkenalnya juga si Nenet tua yang di sebut Nenek Peniup Dupa, dia merupakan tokoh sesat sangat kesohor. Rambutnya yang terurai bisa menjadi senjata tajam yang mematikan, tak pernah seorang korbanpun yang selamat dari serangan mautnya.

Dua tokoh itu merupakan tokoh sesat hebat yang merajai rimba perlisatan sebelum munculnya Datuk Pengemis Nyawa serta tokoh penguasa rimba persilatan lainnya, dia seangkatan dengan Pengemis Gila dari Utara yang sekarang sudah udzur usia.

Sudah lama tidak terdengar sepak terjang mereka berdua, bahkan ada rumor yang mengatakan mereka telah mati, ada pula yang mengatakan mereka telah mengasingkan diri tidak mau mencampuri dunia persilatan. Namun entah kenapa mereka muncul kembali, pasti ada alasan sangat besar hingga mereka keluar dari pertapaannya.

"Kenapa kau keluar Bocah Setan Tua… katanya kau tidak mau lagi mencampuri dunia yang amburadul ini…?"

Tanya Nenek Peniup Dupa

"Kau sendiri kenapa ada di sini…? Bukannya setiap hari kau asik berpesta dengan para pemuda di Guamu… " ledek Bocah Setan tua sambil memungut salah satu lintah di atas perapian lalu menguyahnya

"Ahhh… mereka membosankan semua... Tapi aku dengar ada pemuda hebat yang tampan… siapa tau bisa aku rayu… hik... hik…hik... " seringai si Nenek

"Aku juga penasaran pada Pemuda yang katanya lancang menantang Datuk Pengemis Nyawa itu..."

"Katanya Pengemis Nyawa mengundang beberapa tokoh hebat, apa kau juga diundang olehnya" "Aku tidak di undang oleh siapa pun, aku hanya penasaran pada kejadian yang menggegerkan persilatan…" ujar Bocah Setan Tua tenang sambil tetap mengunyah hidangannya

"Bagaimana kalau kita masuk ke dalam… siapa tau Pengemis Nyawa menyediakan hidangan yang lebih sezat dari yang kau makan itu…" ajak si nenek sambil menatap ke arah tebing yang di tengahnya terdapat ceruk gua tidak jauh dari tempat itu

"Aku tidak bisa naik ke sana… jadi gendong... !!" Rengek si bocah membuat si Nenek terkejut kemudian tertawa terkekeh

"Bilang saja kau mau meraba-raba dadaku kakek mesum... " Ledek si nenek, namun menyediakan punggungnya untuk dinaiki si Bocah

Sedangkan di dalam Ceruk gua yang ada di tebing tidak jauh dari Muara Lintah, terdapat ruangan lumayan lebar ditata dengan rapi hingga menyerupai aula, celah-celah batu sekitar ruangan memberi kesempatan sinar matahari untuk menerobos masuk, sehingga pencahayaan cukup.

Di Utara Gua terdapat tempat lumayan tinggi dengan sebuah kursi besar dan seorang Kakek berwajah tirus, dengan topi besar dan mantel yang menutupi tubuh setengah bungkuknya, Tongkat dari Kayu Jati Hitam tersandar di sebelahnya, dia adalah Datuk Pengemis Nyawa.

Di dalam ruangan itu juga hadir Tiga Tokoh Sesat yang memang dia undang, serta satu tokoh yang memang sukarela hadir guna membantu membasbi bocah lancang yang menantang Datuk Pengemis Nyawa.

"Terimakasih atas kedatangan Biksu Ling Pau yang jauh- jauh dari Negeri Tiongkok menghadiri undangan saya..." seorang Biksu Tambun dengan tasbih besar melingkar di lehernya dan sebuah gada besar di tangannya bangkit

"AmiTAfa... Guru Saya Biksu Tapak Maut tidak bisa menghadiri undangan Tuanku, dia mengutus Hamba untuk datang kemari, menyaksikan hal penting di tanah Dipa ini" Hormat biksu itu seraya duduk kembali

"Juga saya berterimakasih atas kedatangan Pendekar Muda yang sudah sangat terkenal kehebatannya... Joko Kewel dari Gua Kalilawar" seorang pemuda tinggi besar berwajah kelimis dengan kumis tipis memakai mantel hitam dengan Krah berdiri, dia tersenyum menunjukkan giginya yang bertaring dan kuku-kukunya yang runcing seperti kalilawar, bangkit memberi hormat lalu duduk kembali "Juga Si Buta Sadis dari Kali Bangkai" seorang kakek buta memegang tongkat dari Bambu Kuning berdiri memberi hormat

"Juga kepada Pengemis Laknat yang hadir guna menyambut Seorang Pemuda yang hendak mengantarkan nyawa kemari, dendammu sama seperti dendamku, murid kita sama terbunuh di tangan Pemuda Biadab itu" ujar Datuk Pengemis Nyawa membuat Pengemis Laknat semakin menggelora dendam.

"Dan juga ada seorang pemuda Hebat yang tidak mungkin kita percayai juga turut hadir di sini untuk menyambut darah Pemuda Lancang itu" terang datuk Pengemis Nyawa membuat semua yang hadir saling pandang tidak mengerti, tiba-tiba seorang pemuda menggunakan pakaian putih dengan pedang putih mengkilat tanpa sarung terselip di pinggangnya muncul dari balik batu belakang tempat duduk pengemis Nyawa

"Pendekar Pedang Naga…!!" semua yang hadir terbelalak sambil memegang senjatanya erat, karena mereka tau dia adalah tokoh yang bertentangan dengan alirannya

"Tenang saudara sekalian, Kedatangan Pendekar Pedang Naga kemari bukan untuk berseteru dengan kita, bahkan hendak menjadi teman kita untuk membasmi pemuda pembuat onar yang meresahkan semua aliran itu" "Ya untuk sementara ini, aku berdamai dengan kalian, karena memiliki tujuan yang sama. Tapi di luar itu, aku tidak sudi berteman dengan kalian…" terang Aji Mahendra tegas

"Sungguh lancang dan sombong mulutmu anak muda...

!!" bentak Si Buta Sadis maju dua langkah dari tempatnya, isarat tantangan itu dijawab Pendekar Pedang Naga dengan memegang gagang pedangnya

"Tenang saudara sekalian, urusan kita yang jauh lebih penting masih belum selesai... jangan sampai bersitegang untuk hal yang bisa merugikan kita" pinta Datuk Pengemis Nyawa, membuat Si Buta Sadis mundur dan Aji Mahendra melepas pegangannya...

Tiba-tiba mereka di kejutkan oleh kekehan seorang nenek yang menggema dari pintu masuk, membuat semuanya siaga menyambut hal yang tidak diinginkan, tambah terkejut lagi ketika tau siapa yang datang, seorang nenek berpenampilan menor sedang menggendong seorang bocah yang asik mempermainkan dada si Nenek yang sudah kempes itu...

"Sudah hentikan Bocah Setan Tua… Geli tau…" bentak si Nenek namun si bocah terus saja memiting-mitimg dada itu, hingga si nenek kerkekeh lagi... "Hentikan kita sudah sampai... malu di lihat orang…" bentak si nenek hingga harus membanting bocah itu untuk bisa lepas dari gangguannya...

BUGGGG

Bocah itu terhempas dengan kuat di tanah, namun bangkit seakan tidak terjadi apa-apa seraya mengibas- ngibas bokongnya yang kotor

"Ternyata kau tau malu juga Nenek Peniup Dupa…!!" ledek si Bocah mencibir membuat si nenek kesal, dikibaskan tangannya hingga keluar hembusan angin panas yang kuat akan menghantam si bocah, dengan cepat si Bocah melompat kesamping.

BLARRRRR

Batu sebesar orang dewasa pecah seketika terhantam pukulan Nenek yang asal-asalan itu, membuat semua yang melihat semakin terbelalak

"Wah… kau jahat… kalau mau main gelitik-gelitikan jangan di sini... " sungut si bocah membuat si nenek tertawa, sungguh gurau yang mengerikan

"Sungguh tidak disangka pendekar Hebat seperti Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua mau mendatangi tempatku yang jelek ini" Puji Datuk Pengemis Nyawa seraya turun dari tempat duduknya, menyambut hormat dua tokoh istimewa itu.

"Benar... tempatmu jelek dan bau lagi…" ledek si Bocah sambil memitingkan hidungnya membuat si nenek tertawa kembali, Datuk Pengemis Nyawa hanya tersenyum kecut menahan geram, namun dia tidak berani berurusan dengan dua tokoh yang terkenal sangat hebat itu. Bahkan dia berencana mengajak serta dua tokoh menakutkan itu untuk membasmi orang yang hendak datang, jika kedua tokoh itu turut serta, maka jelas dia tidak perlu turun tangan. Walau dia sudah yakin dengan keberadaan beberapa tokoh yang hendak membantunya itu. Dewa iblis akan mudah di kalahkan, namun alangkah lebih baiknya jika kekalahan Dewa iblis sangat telak

"Ada apa gerangan Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa hingga meninggalkan persemediannya dan datang kemari... !!" Tanya Datuk Pengemis Nyawa mewakili keheranan semua yang hadir

"Aku hanya ingin menyaksikan kepengecutan kalian mengalahkan Dewa Iblis " ledek si Nenek membuat semuanya maju satu langkah saking tersinggungnya, namun Datuk Pengemis Nyawa memberi isyarat untuk tenang dengan tangannya

"Apa alasan Nenek mengatakan kami pengecut…!!" kejar Datuk Pengemis Nyawa "Ya pengecut lah… jelas-jelas Dewa Iblis hanya seorang pemuda ingusan, malah mau di keroyok tokoh seperti kalian" celetuk Bocah Setan Tua sambil mempermainkan tanah, tingkahnya benar-benar bocah usia sepuluh tahun

"Kami tidak akan main keroyokan, kami hanya ingin menjajal kehebatan orang yang digemparkan itu, nyawanya tetap milik Datuk Pengemis Nyawa" Bela biksu Ling Pau geram...

"Baguslah kalau seperti itu, jadi aku tidak sia-sia datang kemari untuk melihat pertunjukan kalian" seringai Nenek Tua terkekeh, mendengar kedatangan mereka hanya untuk menyaksikan saja, Datuk Pengemis Nyawa kecewa, namun dia tidak kekurangan akal untuk mengajak serta Tokoh hebat itu membantunya

"Apa kalian tidak penasaran juga akan kemampunya, mengujinya dengan beberapa jurus hebat kalian... ?" Rayu Datuk Pengemis Nyawa...

"Tanganku sudah kaku, tidak bisa bersilat lagi…" celetuk Bocah Setan Tua tenang. Padahal tadi mereka lihat sendiri bagaimana si Bocah menghindari pukulan si nenek dengan gesit.

"Aku tidak mau berbuat malu harus melawan bocah ingusan, dan jika yang ada di Kadipeten Ambangan itu yang meminta, mungkin aku fikirkan... " seringai si Nenek membuat Datu Pengemis Nyawa terbelalak kaget. Kartunya terbongkar, namun dia berusaha bersikap tenang agar semua tamu yang lain tidak tau hal itu.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh teriakan sangat lantang diiringi tenaga dalam sangat kuat dari luar gua

"DATUK PENGEMIS NYAWA… CEPAT KELUAR... SAMBUT AJALMU…"

Bukan hanya teriakan itu yang membuat mereka terkejut, juga hembusan angin yang sangat kuat bagai badai topan menerpa tempat itu.

Bocah Setan Tua memegang Kaki Nenek Peniup Dupa yang tertanam dengan kuat ke tanah, juga pendekar lain yang ada di sana melakukan hal yang sama agar tidak terjungkal. Hembuasan sangat kuat itu mampu memporak-porandakan isi ruangan hingga beberapa kursi dan meja serta isinya terbelanting.

"Hahahahaha… dia datang... !!" Teriak Bocah Setan Tua berjingkrak-jingkrak kegirangan, diiringi hembusan nafas kesal oleh para tokoh yang lain, sedangkan Nenek Peniup Dupa malah saling pegang tangan dengan Bocah Setan Tua berjingkrak berputar-putar kegirangan

Benar apa yang disampaikan Pengemis Laknat pada Aji Mahendra, tempat itu pasti di datangi oleh beberapa pendekar dunia persilatan yang ingin menyaksikan pertarungan hebat, beberapa pasang mata yang mengintip di sela-sela rimbunnya hutan menatap telak pada seorang pemuda yang berdiri dengan gagah di samping Rawa Lintah, yang membuat mereka heran adalah lintah-lintah itu enggan untuk mendekati pemuda yang jelas bisa menjadi santapan lezatnya, bahkan menjauh

"Hebat benar tenaga dalam pemuda itu, hingga panasnya keluar mengusir Lintah penguasa rawa, pantas jika Nyi Pelet Peteng kalah olehnya…"

"Apa tindakan kita jika dia juga tidak bisa dikalahkan di sini kakang... " tanya salah satu pengintip yang sejak tadi ada di sana, bahkan sempat melihat Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa makan Lintah

"Seperti yang telah di perintahkan Guru, kita hanya mencari informasi dan membawanya ke Kadipaten Ambangan. Jadi kita tidak boleh ikut campur urusan di sini... " terang satunya yang wajahnya mirip satu sama lain, dia adalah Jala dan jalu salah satu murid Datuk Pengemis Nyawa

Seraut wajah yang juga mengintip di tempat itu terbelalak kaget menatap kemunculan beberapa tokoh hebat di mulut Gua, bukan karena banyaknya tokoh yang ada, namun wajahnya geram menatap seorang pemuda yang tidak pantas ada di sana... !

"Aji Mahendra…??!! Pendekar Pedang Naga kah... ??" pekiknya meyakinkan pandangannya

Arya menatap telak pada Datu Pengemis Nyawa seakan acuh pada beberapa tokoh yang tidak dia kenal, namun sempat heran juga melihat orang yang mengatakan dari golongan putih juga ada di sana, namun keterkejutannya cepat di tepis, yang jelas seluruh yang ada di depannya kini adalah musuh.

"Ingat janji kalian… jangan sampai main keroyokan, beri pertunjukan yang indah bagi kami…" celetuk si Nenek

"Jika pertunjukannya tidak bagus dan curang, aku akan mengamuk…" ancam Bocah Setan Tua bersungut-sungut cemberut.

"Aku ingin menjajal ilmu pemuda ini... " Geram Biksu Ling Pau, serta merta melompat dari mulut gua yang ada di tebing dengan ketinggian tujuh depa orang dewasa.

Tubuhnya melesat turun dibawa berat bobot tubuhnya yang tambun, Biksu Ling Pau seperti tidak memiliki ilmu peringan tubuh, hingga tubuh itu melesat dengan cepat

BUMMMMM Tubuh itu dengan kuat membentur bumi, hingga menimbulkan Abu yang bertebaran, jika tubuh orang biasa pasti remuk seketika, namun Biksu Ling Pau jatuh dengan tetap berdiri walau kakinya sedikit anglup di tanah. Menunjukkan tenaga dalamnya sangat kuat.

"AmiTafa… Gelarmu sangat tinggi anak muda,

membuatku penasaran pada kehebatanmu…" ujar Biksu Ling Pau, seraya berjalan meninggalkan tempat jatuhnya dengan memikul Gada Besar, Arya memberi hormat yang sama seperti di lakukan Biksu Ling Pau, karena dia juga pernah berguru pada seorang Biksu dari Tiongkok, yaitu Biksu Hong Pek

"Maaf Biksu… saya tidak punya urusan dengan anda, urusan saya hanya dengan Datuk Pengemis Nyawa. Namun jika Biksu memaksa, jangan salahkan saya melawan... " kata Arya tegas…

"Hahahaha… kesombonganmu setinggi langit anak muda… namun aku ingin bukti… Hiaaaaaaat... " setelah selesai bicara Biksu Ling Pau langsung menderukan Gadanya, secepat kilat Arya menghindar kesamping dengan langsung mengatur kuda-kuda Jurus Belalang Sembah, dimana tangan bertahan di depan dan kaki ditekuk rendah, jika melihat jumlah musuh yang ada maka dia harus pintar mengatur tenaga agar tidak cepat terkuras, dia menggunakan silat biasa guna menjaga tenaganya.

Setelah serangan pertama tidak menemukan sasaran, Biksu Ling Pau memutar Gadanya, ada serangan menuju kepala, Arya langsung mengangkat tangan Kiri menahan serangan itu

BUGGG

Sangat kuat pukulan itu, namun Arya sempat menekuk tangan kanannya dan menghantam kepala Biksu yang tanpa pertahanan

BUGGG

Biksu Ling Pau oleng sedikit sedangkan Arya harus terjungkal dua langkah, bahkan tangannya memerah, mujur tadi dia sempat melindungi kepala, jika tidak, pasti kepala itu sudah remuk, sedangkan Biksu Ling Pau seakan tidak merasakan efek pukulan Arya, bahkan dia menyeringai mengejek.

Walau Biksu Ling Pau tidak menggunakan Peringan Tubuh namun serangan penuh tenaga dalam dan tubuhnya kebal pukulan, pantas dia terkenal hebat, membuat Arya semakin penasaran Biksu Ling Pau mencoba menyerang kembali dengan Gadanya, Arya Melompat dibawah selangkangan lalu bangkit dan langsung mengirim tendangan ke arah punggung.

BUGGG

Lagi-lagi tubuh gemuk itu hanya tersurut satu langkah, menoleh dan menyeringai tenang

"Apakah hanya sampai di sana kehebatanmu Bocah…!!" bentak Biksu Ling Pau seraya menyerang lagi, Arya tambah pensaran dengan terus menghindar tidak berani menagkis kembali gada itu dengan sesekali mengirim serangan, sangat jelas dalam kelincahan Arya lebih unggul bahkan serangannya banyak yang bisa mengenai lawan, walau lawan tidak terpengaruh.

Tokoh-tokoh yang melihat perkelahian itu tersenyum geli…

"Apakah hanya sampai di sana kebehatan orang yang berjuluk Dewa Itu" cibir Nenek Peniup Dupa

"Ah… tidak asik... rugi aku datang kemari…" celetuk Bocah Setan Tua seraya tiduran di tanah berbantal batu kecewa "Hahahaaa… kesaktian seperti itu malah mau menantangku" tawa Datuk Pengemis Nyawa sombong

"Tidak…!!, apakah kalian tidak merasa janggal... kalau kesaktian bocah itu hanya sampai disini, kenapa tak

satupun pukulan Biksu Ling pau mengenainya…" ujar Si Buta Sadis yang hanya bisa memperhatikan dengan pendengaran supertajamnya.

"Benar, dia hanya main-main…" jawab Aji Mahendra dengan wajah serius menatap pertempuran yang imbang itu. Dia sudah pernah berhadapan dengan Dewa Iblis dan dia tau jika Dewa Iblis sejak tadi hanya menggunakan Satu jurus saja yaitu Jurus Belalang Sembah, walaupun Biksu Ling Pau telah berganti beberapa jurus, membuat semua kembali tertuju pertempuran dengan serius...

"Biksu Ling Pau… Cepat kau binasakan Bocah itu... "

Teriak Datuk Pengemis Nyawa

"Baik…!! Jika kau izinkan aku merenggut nyawanya…!!" Jawab Biksu Ling Pau seraya mengambil Tasbih besar yang melilit lehernya...

"TASBIH BUDA PENCABUT NYAWA…" teriak Biksu Ling Pau keras sambil melempar Tasbih, bagaikan sebuah gasing dari baja tasbih itu berputar menderu kearah Arya, dengan sigap dia melompat menglindar namun anehnya tasbih itu seperti bermata terus mengejar Arya, Arya terus menghindar, saban kali tasbih mengenai benda, benda itu langsung hancur berantakan, begitu kuatnya tenaga dalam yang mengiringi tasbih itu. Tak hanya harus menghindari kejaran tasbih bermata, Arya juga harus meloncat kesana kemari dari kibasan Gada yang di pegang Biksu Ling Pau

Semua mata yang menyaksikan terkejut takjub pada keluwesan tubuh Arya menghindari dua serangan yang saling menderu, dia berkelit, merunduk, bersaltu dan berlarian dengan cepat.

Arya yang berusaha mengirit tenaganya harus berjuang mati-matian menghindari serangan mematikan Biksu Ling Pau, dah hal itu juga bisa menguras tenaganya dengan cepat.

Saat Tasbih hendak mengarah tubuhnya dia melenting ke udara dan berteriak

"GADA BUDA... " seketika itu pula dari kedua tinjunya menderu udara padat sangat panas menhantam tasbih Biksu Ling Pau

BEMMMM BEMMMM Seketika itu pula Tasbih terpental dan dan hancur berantakan, Biksu Ling Pau terkejut bukan kepalang, bukan hanya lantaran jurus Arya menghancurkan tasbihnya, namun jurus yang digunakan Arya adalah Juruh sangat terkenal di Tiongkok milik Biksu Hong Pek petinggi Saolin, ternyata dikuasai orang Jawa Dipa hingga tidak sadar ada serangan balasan dari Arya

"GADA BUDA" Kembali angin menderu dari tinju jauh Arya menghantam biji-biji tasbih yang bertebaran, hingga biji-biji itu terdorong kuat melesat ke tubuh Biksu Ling Pau, Biksu Ling Pau terkejut menangkis biji-biji itu dengan gadanya. Namun...

PLAK... PLAK… PLAK…

Tiga Biji tasbih sebesar kelereng menghantam perut Biksu Ling Pau hingga dia tersurut empat langkah, dan darah segar menyembur dari muluknya... dia roboh bertopang Gada, semua yang menyaksikan terbelalak hebat, terutama Aji Mahendra, yang menyangka Arya hanya menang curang, kini menyaksikan kehebatan Arya yang sebenarnya.

"Katakan siapa gurumu…" Tanya Biksu Ling Pau parau bertopang Gada dan memegang perutnya

"Guru ku Banyak…" jawab Arya singkat "Tapi kau menggunakan jurus milik Biksu Hong Pek, namun silatmu bukan aliran Saolin" kejar Biksu Ling Pau penuh penarasan, kembali dia memuntahkan darah segar

"Aku memang pernah berguru pada Biksu Hong Pek, kau jangan banyak bicara dan bergerak jika masih sayang pada nyawamu…" ujar Arya Tegas, Biksu Ling Pau sadar, maka dia cepat-cepat bersemedi memusatkan tenaga dalamnya untuk menekan luka dalam.

"Datuk Pengemis Nyawa, Aku hanya punya urusan dengan mu... jangan gunakan orang lain sebagai korban…" teriak Arya. Pada deretan tokoh yang berdiri di mulut gua…, membuat Datuk Pengemis Nyawa menahan geram, dia hendak melompat namun sebuah tangan menahannya.

"Aku ingin mengujimu……" tiba-tiba sesosok tubuh melayang ringan di atas udara dengan mengembangkan Jubah Hitam besarnya seperti kelilawar. Dia adalah joko Kewel atau pendekar Kelilawar hitam, dia benar-benar terbang melayang-layang di udara... dari atas udara dia menjatuhkan benda sebesar kepalan tangan orang dewasa pada Arya, Arya melompat ringan kesamping...

BOMMMMMMM

Sebuah ledakan besar menggetarkan tempat itu membuat Arya terpental dua tombak saking kuatnya hempasan ledakan itu, namun cepat-cepat bangkit karena Joko Kewel kembali menjatuhkan benda yang sama… dia melompat lumayan jauh dan berlindung di balik batu…

BOMMMMMM

Kembali bumi seperti gempa, melihat Arya kalang kabut Joko Kewel tertawa-terpingkal-pingkal di atas udara, Datuk Pengemis Nyawa juga tertawa dengan puas.

Namun tidak bagi Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa serta Aji Mahendra setelah melihat bagaimana Arya menjatuhkan Biksu Ling Pau, dia penasaran jurus apa lagi yang akan di gunakan Dewa Iblis untuk melawan orang yang kini ada di atas udara...

"Kau tidak bisa menghindar dari seranganku Dewa iblis…" teriak Joko Kewel yang kini berputar-putar di atas persembunyian Arya, lalu menghantamkan benda itu lagi, lagi-lagi arya melompat menjauh…

BOOOOOOMMM

"GADA BUDA……" teriak Arya sambil menghidari serangan Joko Kewel, menyadari ada deruan angin dari bawah... Joko Kewel memiringkan sayapnya hingga serangan itu lewat di sebelahnya, sejak tadi dia sudah waspada pada tangan Arya yang bisa mengeluarkan serangan Jarak jauh itu... "Kau tidak bisa mengalahkanku dengan jurus yang sama Dewa Iblis, aku sudah tau itu… hahahahaaaa" ledek Joko Kewel dengan lagi menghantamkan bendanya ke arah persembunyian Arya…

BOOOOOMMMMM

Kembali tempat itu meledak dahsyat, dan tidak di lihat ada kelebatan manusia yang menghindar, membuat semuanya terbelalak…

"Hahahaha… mampus kau… " teriak Joko Kewel penuh kemenengan...

Orang-orang yang menyaksikan pertempuran itu secara sembunyi menetap nanar, Dewa iblis Akhirnya bisa di kalahkan oleh Joko Kewel. Ada yang turut bahagia, namun juga ada yang berduka.

Di mulut gua, semua orang tertawa senang akan kemenangan itu.

"Yah sudah selesai pertunjukannya... " Kecewa Bocah Setan Tua

"Secepat itukah ? rugi aku keluar dari pertapaan…" Nenek Peniup Dupa juga kecewa "Tenang saja Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa, kalian jangan kecewa, sebentar lagi kita akan pesta meriah, tentu kalian akan senang…" ceria Datuk Mengemis Nyawa terpingkal-pingkal senang

Namun Aji Mahendra dan Pengemis Laknat merasa heran melihat Si Buta Sadis tidak sesenang mereka menyaksikan kekalahan Musuh yang mereka nantikan itu.

"Kenapa kau Buta Sadis… sepertinya tidak senang kita menang... ?" Tanya pengemis Laknat membuat semuanya menoleh pada Si Buta Sadis Heran

"Kita belum menang……!!" ujarnya pelan bergetar. Membuat semuanya terkejut.

"Apa maksudmu, jelas-jelas Dewa Iblis telah terkena serangan Joko Kewel" bantah Aji Mahendra

"Benar apa yang di katakana Si Buta Sadis... pendengarannya lebih peka dari mata kita yang

terkecoh… lihat di atas…" ujar Nenek Peniup Dupa serius, mereka sama menoleh pada Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua yang serius melihat sebuah pusat. Semuapun melihat arah pandang mereka.

Jika Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa saja terkejut dan terbelalak, tentu yang lain lebih terbelalak lagi, melihat sesosok tubuh yang kini mengambang di udara tanpa sayap mengatur serangan, memperhatikan Joko Kewel yang asik berputar merayakan kemenangan...

"Joko Kewel awas di sampingmu... " Teriak Datuk pengemis Nyawa membuat Joko Kewel terkejut dan menghentikan putarannya. Dan itu yang di tunggu Arya...

"BELIUNG SAMUDRA…" terianya... seketika itu pula dari kibasan kedua tangannya menderu angin yang sangat dahsyat seperti hembusan taufan besar... membuat Joko Kewel terbelalak... tak ayal Jubahnya yang terentang lebar berkelebar hebat dan membawa serta tubuhnya seiring hembusan angin ke tebing

BUGGGGGG

Tubuhnya terbanting kuat ke tebing batu... dan mengelosor lemah ke bawah tak sadarkan diri. Semua mata yang menyaksikan semakin menggigil melihat kehebatan Dewa Iblis yang dengan ringan turun berlahan menginjak bumi.

"Ilmu Peringan tubuh apa itu…??" Tanya Bocah Setan Tua

"Aku juga tidak tau, baru kali ini aku menyaksikan orang bisa mengambang di udara tanpa sayap" tegun Nenek Peniup Dupa "Kau tidak akan menang melawannya Datuk Tua…" Ledek Bocah Setan Tua pada Datuk Pengemis Nyawa yang semakin geram...

"Aku sudah melihat ilmu-ilmunya, jadi aku bisa mengatasinya…" bela Datuk Pengemis Nyawa

"Dia pasti masih memiliki ilmu simpanan, kau lihat sendiri... kedua temanmu ditumbangkan dengan jurus yang berbeda" terang Nenek Peniup Dupa menyadarkannya.

"Kau bisa menang jika mengeroyoknya secara bersamaan. Terbukti dia kewalahan saat melawan Tasbih dan Gada Biksu Ling Pau" usul Bocah Setan Tua

"Kau menyetujui dia main keroyoan…?" Tanya Nenek Peniup Dupa

"Dari pada tak ada pesta kemenangan…?" jawab si Bocah tenang

"Benar juga... hahahahaha... " jawab si nenek terkekeh

"Tidak…!! Sebelum aku menjajalnya…" tiba-tiba Si Buta Sadis melompat turun sendirian…

Arya sudah terengah-engah nafasnya, terbukti tenaganya sudah banyak terkuras. Dia menatap kecewa dengan orang yang datang, karena bukan Datuk Pengemis Nyawa... tentu ilmunya lebih tinggi dari sebelum- sebelumnya... dan dia harus berjuang mati-matian lagi. guna menumbangkan kakek Buta memegang tongkat Bambu Kuning yang kini berdiri di hadapannya.

Arya melihat ke atas, masih ada empat orang sebelum Datuk Pengemis Nyawa yang harus di lawannya... dia berfikir Nenek Berwajah menor, serta Bocah tidak mungkin orang sembarangan itu juga harus di lawan. Masih lagi seorang tua memegang tongkat bermata besi berbentuk bulan sabit yang tak lain adalah Pengemis Laknat Guru Boma, dan Pendekar Pedang Naga... lalu terakhir datuk Pengemis Nyawa... jika melihat itu semua, tenaganya tidak akan mampu.

Arya menarik Nafas berat, bagaimanapun caranya, dia harus mampu menyapu dendam kesumatnya pada Datuk Pengemis Nyawa, dia sudah mati-matian belajar ilmu Beladiri dan mencari Datuk itu kemana-mana, dia tidak akan menyerah sampai di sini...

Tiba-tiba sesosok bayangan hijau berkelebat dan berdiri di samping Arya. Membuat Aji Mahendra terbelalak melihat sosok yang kini berdiri berhadapan dengan Si Buta Sadis.Arya juga tak kalah heran pada orang yang kini melangkah ke depannya berhadapan langsung dengan Si Buta Sadis "Kirana…!!" pekik Arya pada gadis di depannya, gadis itu hanya menoleh tersenyum Menawan

"Urusanmu dengan Datuk Pengemis Nyawa, sejak tadi aku tidak tega kau harus berurusan dengan orang yang bukan urusanmu…!!"

"Sejak tadi…?" arya semakin terkejut

"Ya sejak tadi aku sudah ada di sini, dan sudah sejak kemarin aku mengikutimu. Maaf jika informasiku tentang keberadaan datuk Pengemis Nyawa salah, ternyata dia memang ada di rawa lintah" dia berfikir kesalahan informasi yang dia terima bukan karena Kyia Banjar Banyu Bening dan Kyai Koneng. Kerena beliau juga mendengar informasi dari orang lain.

Lagi-lagi mereka dikejutkan oleh kelebatan sesosok berpakaian putih dan kini berdiri di samping Arya

"Bintang Kusuma…???" Arya semakin heran pada orang- orang yang jelas-jelas ingin membantunya membela nyawa...

"Aku kan sudah jelas-jelas memintamu kembali ke Bukit Gembala... !!"

"Tidak mungkin aku kembali begitu saja... bagaimana caranya aku menjawab pada calon mertuaku, jika tidak membantumu…" senyum Bintang Kusuma, sesungguhnya Arya ingin menolak bantuan mereka, karena ini adalah urusan pribadinya, namun dia benar- benar kehabisan tenaga, sedangkan musuh aslinya masih sehat di atas sana.

"Datuk Pengemis Nyawa… cepat Turun bawa serta antek-antekmu. Kami siap melawan kalian semua, terutama dia... " Tunjuk Kirana pada Aji Mahendra yang semakin pias di tempatnya. Bukan lantaran dia takut beradu ilmu dengan Kirana, tapi dibelakang kirana ada Kyai banjar Banyu Bening dan Kyi Koneng serta tokoh aliran putih lainnya, dia bisa dimusuhi aliran putih. Walau dendamnya pada Dewa Iblis sangat besar, namun dia lebih takut terusir dari aliran kebanggaannya itu.

Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua yang hendak pula membantu Datuk Pengemis Nyawa mengurungkan niatnya melihat siapa yang kini membantu Arya, bukan lantaran mereka takut pada pendekar muda itu. Tapi kirana adalah Orang kesayangan Kyai Banjar Banyu Bening tokoh sakti belahan timur, dan Bintang Kusuma adalah calon menantu Racun Barat yang juga tokoh sakti. Dan bukan pula mereka takut pada tokoh sakti persilatan itu, bagi mereka kata takut telah di hapus dari kehidupannya, namun mereka merasa risih dan tidak enak hati jika harus berurusan dengan tokoh sakti dibelakang mereka. "Aku tidak mau ikut campur urusan kalian... " Kata Nenek Peniup Dupa seraya berkelebat cepat meninggalkan tempat itu sambil menggendong Bocah Setan Tua.

Datuk Pengemis Nyawa menggeram hebat seraya meluncur turun di susul Pengemis Laknat sedangkan Aji Mahendra masih di tempatnya bingung.

Kini di Arena sudah berdiri imbang antar sebelah pihak. Pada barisan Datuk Pengemis Nyawa ada Si Buta Sadis dan Pengemis Laknat, sedangkan di Barisan Dewa Iblis ada Kirana atau Dewi Pedang Bulang dan Bintang Kusuma, tidak perlu di Tanya siapa yang akan dilawan oleh Arya, pilihannya pasti tertuju pada Datuk Pengemis Nyawa.

"Kalian jangan ikut campur urusanku hanya dengan Dewa Ibils... " bentak Pengemis Laknat sangar

"Dan aku tidak merasa punya urusan denganmu... urusanku hanya dengan Datuk Pengemis Nyawa" jawab Arya Tegas.

"Kau telah membunuh muridku dengan sadis, masih mau bilang tidak punya urusan denganku…!!" Geram Pengemis Laknat penuh amarah

"Siapa kamu dan siapa muridmu aku tidak tau, yang jelas aku tidak bermaksud membunuh seorang pun…kecuali antek dan Datuk Pegemis Nyawa, kalau terbunuh aku tidak tau... " jawab Arya tanpa melihat lawan bicaranya, dia tetap telak menatap Datuk Pengemis Nyawa...

"Lalu Boma Ketua Perampok Tapak Langit yang kau siksa sampai mati itu apa…!!" bentak Pengemis Laknat, membuat Arya dan Kirana terkejut, karena mereka tau kematian Boma, dan ternyata yang berdiri di depan mereka kini adalah gurunya yang menuntut balas.

"Boma tidak aku bunuh tapi dia bunuh diri…" bela Arya

"Murit Bejatmu itu memang pantas mati kakek tua... " Teriak Kirana menahan geram, dia ingat saat Boma hendak memperkosanya, mujur Arya dating membantu dan membasminya. Jika tidak entah nasibnya sekarang seperti apa. Kirana menggeser tempat berdiri yang awalnya berhadapan dengan Si Buta Laknat kini jelas dia menginginkan berhadapan dengan Pengemis Laknat guru Orang yang hendak membuatnya celaka.

"Buta Sadis… Kau lawanku…" tantang Bintang kusuma seraya melangkah berhadapan dengan Buta Sadis, walau dia buta, namun dia bisa membaca aliran gerakan lawan.

"Hahahahaaaa ternyata aku harus berhadapan dengan Murid atau Keturunan Gema Samudra, bagaimana kabar Gema Samudra… apakah kakinya tetap pincang… ??" Tanya Si Buta Sadis Mengejek "Sungguh kau Bangsat Buta Sadis, kau menikamnya saat lemah selesai bertarung dengan Pendekar Naga Api. Kau mengambil kesempatan saaat Gema Samudra interahan memulihkan lukanya…!!" geraam Bintang Kusuma yang teryata memiliki urusan serius dengan Si Buta Sadis

Arya terkejut mengetahui orang yang membantunya ternyata punya urusan serius dengan para Antek Datuk Pengemis Nyawa. Jadi dia tidak perlu punya hutang budi pada penolongnya, karena mereka memang punya urusan sendiri.

"Sungguh garis langit memang tidak bisa di baca, ternyata kita sama-sama memiliki urusan sendiri…" terang Datuk Pengemis Nyawa...

"Sudah… jangan banyak cakap…!! Berbicara terus hanya membuang waktu…" bentak Arya setelah dirasa nafasnya berangsur pulih... dan mereka tidak sadari selama terjadi perbincangan Arya telah memulihkan tenaganya...

"Aku ingin tau darahmu berwarna apa anak muda... hingga berani menantangku…" bentak Datuk Pengemis Nyawa seraya mengirimkan serangan jarak jauh berupa hembusan angin padat sangat panas menderu ke tubuh Arya. Arya malah tidak menghindar serangan itu, namun tangannya dikibaskan menghantam pukulan Datuk Pengemis Nyawa, seperti sebuah bola pukulan itu terpental hingga meledak di kejauhan "Hiaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaat…" Pengemis Nyawa melompat begitu pula Arya. Bukan hanya mereka, Kirana dan Pengemis Laknat serta Bintang Kusuma dan Si Buta Sadis saling serang, membuat alam di sekitar menjadi bergetar.

Mereka mencari tempat pertarungan sendiri-sendiri, tidak mungkin jika mereka berdekatan dengan tertarungan lainnya, takut terkena serangan salah sasaran dari pertempuran sebelahnya...

Arya mengejar Datuk Pengemis Nyawa hingga ke dalam gua, itu merupakan siasat Datuk pengemis Nyawa yang tidak di sadari Arya, di dalam Gua yang sempit. Dewa Iblis tidak akan bisa menggunakan Jurus Melayang dan juga Pukulan Gada Buda yang bisa membuat Gua ambruk dan mereka tertanam di sana bersamaan, jadi yang perlu di waspadai hanya Beliung Samudra, dan di tempat yang sempit ini Arya tidak akan mampu mengumpulkan angin sebanyak-banyaknya, jika Arya menggunakan serangan itu tentu kecil saja efeknya.

Arya sedikit terkejut sesampainya di gua itu, Tadi dia lihat Pendekar Pedang Naga ada di sana, dia mengira akan menghadapi dua musuh di dalam gua itu. Namun ternyata kini Pendekar Pedang Naga tidak ada di sana. Entah dia ada di mana, namun dia harus tetap waspada pada beberapa lubang Gua yang jadi pintu, bisa saja Pendekar Pedang Nyawa sembunyi dan menyerangnya ketiga lengah.

Datuk Pengemis Nyawa hanya tersenyum lawannya terjebak pancingannya itu.

Di tempat lain tepatnya samping Rawa lintah telah terjadi pertempuran sengit Antara Pengemis Laknat dan Kirana, dentingan benda keras antara Pedang Bulan dan Tongkat Punama Pengemis Laknat saling beradu kuat, hingga memercikkan Api di sana-sini.

Tak jauh di tempat itu diantara batu-batu cadas tepi tebing... Bintang Kusuma melayani serbuan Bambu Kuning Si Buta Sadis yang kerasnya menyerupai besi murni kelas terbaik, pedangnya terus beradu saling memberi dan menerima dengan kuat.

Pertempulan kali ini berbeda dengan pertempuran Dewa Iblis dengan lawan sebelumnya. Karena pertempuran sekarang melibatkan emosi yang sangat tinggi untuk saling membunuh lawan...

Arya tau bahwa dia tidak bisa menggunakan jurus-jurus hebatnya di dalam gua, dalam posisi ini dia hanya bisa menggunakan pertarungan jarak dekat, Melihat Datuk Pengemis Nyawa menggunakan senjata Akar Kayu Jati Berwarna Hitam yang jelas bukan kayu sembarangan, maka Arya menggunakan jurus Putri Bulan, jurus yang baik untuk melawan musuh bersenjata, karena jurus itu untuk pertarungan jarak sedikit jauh, sedangkan untuk menggunakan jurus Belalang Sembah yang memiliki pertahanan dan serangan lumayan bagus, tidak mungkin.

Walaupun Arya memiliki ambisi untuk membunuh Datuk Pengemis Nyawa, dia tidak boleh gegabah, apalagi musuh yang dihadapi adalah tokoh sesat yang sangat sakti, dan dia sadar telah terpancing ke tempat yang membuatnya tidak bisa menggunakan ilmunya secara bebas, bisa-bisa dia yang tidak selamat keluar dari dalam gua itu, dia harus mampu bertahan untuk mengetahui kekuatan dan jurus-jurus lawan sehingga bisa berfikir untuk memberikan balasan sesuai dengan kelemahan jurus lawan.

"Hiaaaaat... " Datuk pengemis nyawa menyodokkan tongkat akar jatinya ke dada Arya, Arya surut tiga langkah namun serangan itu terus memburu membuatnya harus bekelit ke samping, Melihat musuhnya berkelit Pengemis Nyawa tidak tingal diam, dikibaskan tongkat itu ke samping, Arya merunduk dan berguling menghindari tendangan Pengemis Nyawa. Terbersit Kagum dan juga geram Pengemis Nyawa melihat kecepatan dan kelihaian Arya menghidari semua serangan mautnya, dia terus memburu dengan serangan-serangan tongkat melihat arya tidak mampu memberi balasan, bahkan serangan Datuk Pengemis Nyawa semakin cepat dan menderukan angin yang sangat hebat membuat Arya terbelalak... dia tidak menyangka pada serangan yang tergolong masih dasar namun sudah mematikan, Arya pun meningkatkan jurus Putri Bulan pada level pertengahan guna menghindari serangan Datuk Pengemis Nyawa yang semakin membabi Buta. Seiring menderunya tongkat juga tersisa bias-bias angin hitam yang cukup sangit.

"Ini Racun…" geramnya dalam hati, seraya menahan nafas dan mengerahkan hawa murni dalam dada untuk mengumpulkan seluruh racun yang telah tersedot, mengumpulkannya di bawah pusar dan menghembuskan lagi keluar.

Melihat musuhnya masih sehat bahkan terus mampu menghindari serangan Datuk Pengemis Nyawa, membuatnya semakin kalap, padahal racun yang keluar dari Akar Kayu Jati Hitam itu adalah ciptaan Racun Barat yang terkenal sangat mematikan, racun yang bisa menghancurkan semua saraf dan otot orang yang menghirupnya... Berarti Dewa Iblis memang bukan orang sembarangan yang pantas dia remehkan.

Arya melompat ke sisi tebing guna mencari udara segar yang terhembus dari lubang-lubang cahaya, Pengemis Nyawa terus memburunya dengan tongkat anehnya. Arya melompat ke samping

BLARRR Tembok Gua bergetar bersama beberapa atap gua yang runtuh membuat semuanya surut guna menghindari batu- batu itu. Semuanya sama terkejut menyadari betapa rapuhnya batu-batu gua itu.

"Apakah kau ingin kita sama-sama terkubur di gua ini Dewa Iblis…?"

"Asalkan kau mati, aku tidak akan menyesal mati juga…" bentak Dewa Iblis seraya mencabut Kayu Cendana yang sejak tadi terselip di pinggangnya, seketika Gua yang sedikit bau lembab itu menyebar harum kayu cendana.

Dia terpaksa mengeluarkan senjata karena tidak mungkin dia melawan Pengemis Nyawa dalam pertarungan jarak dekat ini tanpa senjata, sejak tadi dia hanya bisa menghindari saja serangan Tongkat Pengemis Nyawa.

Tidak mungkin dia menangkis tongkat itu dengan tangan kosong, melihat tongkat itu mampu menghancurkan beberapa batu yang salah sasaran, bisa-bisa tangannya remuk jika dipaksakan berbenturan. Datuk Pengemis Nyawa yang telah tau dari Pendekar Pedang Naga tidak terbuai dengan harum Kayu Cendana. Diapun menutup hidungnya dengan kain agar tidak ada hawa racun yang terpancar dari kayu cendana Arya masuk ke tubuhnya.

"Dasar Iblis… kau kecoh musuhmu dengan harum kayu cendanan ini…" bentak Pengemis Nyawa. "Kau juga menggunakan racun yang ada di Tongkat bututmu itu…" jawab Arya

Di Luar Gua tepatnya di Tebing batu pertempuran antara Bintang Kusuma dan Si Buta Sadis berjalan dengan cepat, ledakan demi ledakan terjadi di mana-mana.

Bintang Kusuma terbelalak menyaksikan kehebatan musuh bersenjata Bambu Kuning yang buta, pendengarannya sungguh tajam membuatnya semakin penasaran. Dilemparkan kembali senjata rahasianya berupa cakram berbentuk bintang...

WEESSSS…WEESSSSS... WEESSSS...

Tiga bintang melesat dengat cepat menuju tiga titik tubuh mematikan Si Buta Sadis…, dengan cepat Buta Sadis memutar tongkatnya...

TRANG... TRANG... TRANG...

Tiga bintang terpental dengan kuat, bahkan ada yang menancap pada batu cadas... sungguh hebat dan cepatnya Bintang melempar senjatanya, Bintang semakin terbelalak, nafasnya sudah kembang-kempis tenaganya sudah semakin menipis... hampir suluruh kemampuan telah di gunakan namun Si Buta Sadis menyambutnya dengan santai… keringat dingin mengucur di tubuhnya, dia tidak mungking meminta bantuan, karena yang lain juga sama melawan musuh yang tidak mudah. Dia teringat akan calon istrinya Putri Racun Barat yang jelita... mungkinkah dia akan berahir di sini... ?

"Bagaimana Bintang Kusuma…? Apakah kehebatanmu hanya sampai disini…" Ujar Buta Sadis tenang mendengar nafas musuhnya sudah ngos-ngosan...

"Kalau kau sudah enggan menyerang, biar ku akhiri pertempuran ini dengan merampas nyawamu… Hiaaaaaattttt " Buta Sadis langsung melenting tinggi

sambil memutar tongkatnya, dengan sisa-sisa tenaga Bintang Kusuma bersiap menyambut serangan Buta Sadis, dia tidak akan biarkan Buta Sadis merampas Nafasnya, Ada seorang Dara Cantik yang menunggunya pulang.

Di tempat lain, tepatnya samping Rawa Lintah pertempuran antara Kirana dan Pengemis Laknat berjalan semakin cepat, beberapa lintar terburai isi perutnya terkena injak atau serangan mereka yang nyasar...

sehingga air Rawa dan tepiannya penuh dengan darah, juga Darah lengan Pengemis Laknat tercampur di sana.

Pengemis Laknat mengibaskan Tongkat bermata Besi Bulan Sabit ke tubuh Kirana, Kirana berkelit kesamping seraya menangkiskan pedangnya dan menyodokkan ke lengan Pengemis Laknat, Pengemis Naknat terbelalak tidak menyangka ada serangan sangat hebat itu. Cepat- cepat dia lepaskan genggamannya pada Tongkat takut terbabat pedang Kirana

TRAAAAANG

Tongkat itu jatuh ke tanah dan Pengemis Laknat mundur tiga langkah, melihat musuhnya tak bersenjata tidak membuat serangan Kirana surut, Nafsu membunuhnya sangat tinggi teringat Murit Pengemis Laknat, Boma yang hampir memperkosanya.

"Hiaaaaaat... " Kirana terus membabatkan pedangnya, membuat Pengemis Laknat yang sudah tanpa senjata semakin kalangkabut menghindar.

CRAAAAS…

Lagi-lagi bahu kanan Pengemis Laknat terbabat, dia meringis Menahan sakit dan mendekap luka yang mengucur darah segar itu, wajahnya pias menyaksikan kehebatan Tokoh Muda yang sedang dihadapinya, sangat salah tadi dia sempat merememhkanya, Pantas dia menjadi orang kesayangan Kyai Banjar Banyu Bening.

Saking terperangahnya Pengemis Laknat, tidak sadar tubuh Kirana telah melenting tinggi

"PEDANG BULAN MENUKIK GUNUNG…" teriak Kirana, serta merta tubuhnya berputar bak gasing dengan pedang dijulurkan ke depan... bagaikan pusaran taufan tubuh kirana berputar menuju Pengemis Laknat

Pengemis Laknat perperangah dan melompat kesamping mencoba menghindar

CRAAAAASSSSSS

Ada rasa dingin yang menyayat kulit leher Pengemis Laknat, hingga dia tidak sempat berbalik melihat penyerangnya, darah muncat tinggi dan tubuh Pengemis Laknat menggeloros kejang-kejang lalu tidak bergerak lagi, Kirana tidak mampu melihat kematian musuh ditangannya sendiri itu, ada bercak air yang keluar dari mata lentiknya. Dia seka seraya menatap mulut Gua yang mengeluarkan kepulan abu hebat, bertanda di sana masih terjadi pertempuran hebat.

Kirana hendak berkelebat ke Gua itu membantu Arya, namun matanya terbelalak menyaksikan Bintang Kusuma yang dibuat kucing-kucingan oleh Si Buta Sadis tidak jauh dari tempatnya...

"Hahahahahaaaa ku permainkan nasibmu anak muda…" teriak Buta Sadis tersenyum penuh kepuasan seraya mengibaskan tongkatnya. Bintang Kusuma berusaha menangkis serangan dengan tenaga dalam hebat itu.

TRRAAAAANGGGG Dua senjata bertemu menciptakan bunga api, Bintang kusuma terpental dua tombak dan terjerembak di batu- batu tebinng, namun dia cepat-cepat bangkit takut ada serangan lagi, nafasnya semakin kembang kempis, tubuhnya sudah luka-luka karena berulangkali jatuh ke batu dan bangkit lagi, pedangnya sudah banyak yang tumpul, bahkan tangannya telah mengucurkan darah, beberapa jurus lagi dia sudah tidak mampu melawan.

"Hahahaha... lagi anak muda…!!" teriak Buta Sadis melompat sambil mengibaskan tongkatnya, Bintang Kusuma dengan sisa tenaga memegang senjatanya dengan dua tangan hendak menyambut serangan Lawan.

TRRRAAAAANGGG…

Buta Sadis terbelalak… tongkatnya bergetar hebat, cepat- cepat dia mundur tiga langkah. Dihadapannya kini telah berdiri seorang wanita yang juga mundur tiga langkah mengontrol getaran senjatanya. Dan berdiri di samping Bintang Kusuma. Bukan hanya Buta Sadis namun juga Bintang Kusuma heran melihat gadis yang kini berdiri di sampingnya, cepat-cepat Bintang Kusuma melihat ke Sambing Rawa, dan keterkejutan semakin menjadi setelah melihat Pengemis Laknat terkapar kaku dengan kepala hampir putus. Buta Sadis tanpa menoleh namun sudah dapat merasakan bahwa pertempuran di samping rawa telah selesai, berarti kini yang juga hadir di tempat itu adalah orang yang memenangkan pertempuran Samping Rawa, dan tentu itu adalah Kirana.

"Hahahaha... Berarti sekarang aku berhadapan dengan orang yang tadi hendak melawanku, ternyata kita berjodoh nona…!! "

"Hati-hati ilmunya sangat hebat… !!" terang Bintang Kusuma membuat Kirana tersentak

"Kita lawan berdua, setelah itu kita bantu Dewa Iblis…!! " ujar Kirana, setelah dia rasakan benturan tadi, Si Buta Sadis memang memiliki Tenaga Dalam Tinggi, dan dalam keadaan Tenaganya terkuras melawan Pengemis Laknat, tidak mungkin dia melawan sendirian. Kirana teringat Arya, rasa khawatirnya semakin tinggi menyadari bahwa Arya sebelumnya telah melawan dua orang... dia saja melawan satu orang tenaganya hampir habis, apalagi Arya. Dan sekarang dia harus berhadapan dengan Tokoh paling hebat golongan hitam, Datuk Pengemis Nyawa.

Pertempurannya dengan Si Buta Sadis harus cepat selesai agar dia bisa membantu orang yang menciptakan taman Bunga di hatinya.

"Baik... " jawab Bintang Kusuma dengan menyusun sisa- sisa tenaganya. Dan memegang senjatanya dengan dua tangan yang bercelepotan darah. "Baik anak muda… suatu yang pantas jika kalian menghadapiku berdua…" cibir Buta sadis... namun bukannya mereka berfikir untuk tidak keroyokan, malah serangan dari dua arah menerkam Buta Sadis yang telah pasang pendengaran dengan tajam dan meningkatkan tenaga dalamnya hingga ke level atas.

Di dalam gua... dentuman ledaakan hasil benturan dua senjata sakti milik Pengemis Nyawa dan Dewa Iblis bercampur racun hitam sangit dan kekuningan harum kayu cendana memenuhi ruangan itu...

"Hiaaaaat... " Arya melompat sambil memutar senjatanya hingga mengeluarkan suitan nyaring, Pengemis Nyawa mengibaskan senjatanya dari Arah bawah hingga mengeluarkan deruan angin hebat. Melihat serangan jarak jauh yang terkirim dari tongkat Pengemis Nyawa membuat Arya urungkan serangannya seraya bersalto ke bawah merangkak dengan cepat di tanah dan membaabatkan kakinya... Pengemis Nyawa melompat ke atas sambil menyodokkan tongkatnya ke bawah. Arya berkelit ke samping dan menopangkan tangannya mengangkat tubuh dan kakinya berputar ke atas menerjang Pengemis Nyawa yang masih melayang.

Melihat serangan yang sangat cepat membuat Pengemis Nyawa terkejut dan cepat-cepat menarik tongkatnya seraya menyilangkan di depan dada. DARRRR

Tendangan Arya menghantam Tongkat Pengemis Nyawa, membuat tubuh itu melayang ke atas membentur atap goa, namun seiring terpentalnya tubuh pengemis Nyawa ke bawah dia masih sempat membabatkan tongkatnya ke tubuh Arya, melihat seragan sangat hebat Arya bersalto ke belakang tiga kali

DARRRR

Pukulan pengemis nyawa menghantam tanah dengan kuat membuat gua itu bagaikan di terpa gempa. Lagi-lagi batu-batu atap anyak yang runtuh. Pengmis nyawa bangkit sambil menyeringai menahan sakit di punggungnya.

"Hiaaaaat... " Lagi-lagi Ary memburu dengan cepat sambil menyodokkan tongkatnya. Pengemis Nyawa berkelit ke sangping dan mingirimkan kibasan tongkat pula menuju kepala Arya, Arya menunduk namun tak pernah dibayangkan tendangan Pengemis Nyawa mengancam dari bawah, secepat kilat Arya silangkan lengan

BUGGGGGG

Tubuh Arya tersurut ke belakang, hingga di lantai gua tercipta garis kaki Arya tiga tombak. Mereka sama-sama mengatur nafas yang sudah kebang-kempis, karena tenaga yang dikeluarkan bukan hanya untuk menyerang dan bertahan, namun juga untuk menghalau Racun yang bertebaran di dalam gua itu. Tubuh kedua pendekar yang sama berambisi membunuh lawan itu pun sama kacaunya, pakaian sudah compang-camping dan luka- luka lebang tampak di sana-sini, sampai lebih seratus jurus masih belum bisa ditafsirkan siapa yang bakal menjadi pemenang...

Kedua mata mereka sama awas dan memerah menahan geram... walaupun bagaimana mereka tidak bisa gegabah, tiba-tiba Pengemis Laknat yang ada di mulut Gua tersenyum kecut membuat Arya tambah Geram.

"Mari kita jajal lagi ilmu siapa yang paling hebat Dewa iblis…"

"Hiaaaaat... " Arya langsung menyerang tanpa menjawab kata-kata itu, diputarnya senjata Kayu Cendananya hingga menderu bagainkan ribuan tawon… dia melesat cepat ke tubuh Pengemis Nyawa, bukannya beriap pengemis nyawa malah menancapkan tongkatnya ke lantai gua, hingga berdiri di samping pengemis nyawa tanpa di pegang, lalu Pengemis Nyawa membuat kuda- kuda rendah yang kokoh seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada, tindakan Pengemis Nyawa membuat Arya tersenyum karena dia tau senjatanya itu tidak bisa di tahan oleh tangan sekuat apapun, besi saja bisa hancur apalagi tangan kosong.

"Hiaaaaaat…" Arya semakin kalap melihat kesempatan

"JURUS PENCABUT NYAWA... " teriak Pengemis Nyawa tatlaka serangan Arya tinggal sedepa. Membuat Arya berbelalak, seiring kedua tangan pengemis Nyawa terjulur berbentuk cakar tubuh Arya yang meesat cepat berhenti seketika bagaikan membentur tembok baja, Pengemis Nyawa mengepalkan cengkramannya membuat isi dada Arya remuk, seketika dia pusatkan tenaga dalamnya untuk menjaga segala isi dadanya. Saking semangatnya dia tidak ingat jika pengemis Nyawa memiliki Ajian sangat mengerikan yang bisa menarik Organ dalam musuhnya hingga terburai keluar, sejak tadi dia sudah berusaha untuk menghindar dari berhadapan langsung, agar Pengemis Nyawa tidak bisa mengeluarkan jurus mematikan itu. Namun kekalapannya tadi membuatnya lengah, dan kini Jurus itu tak bisa di hingdari lagi.

Arya merapalkan kedua tangannya di depan dada sambil mengerahkan seluruh tenaga dalamnya untuk bertahan. Pengemis Nyawa menarik-narik tangannya seakan isi dada Arya ada di kepalan tangannya, baik Arya maupun Pengemis Nyawa sama-sama bergetara hebat, bahkan kakinya mengepul tanda kerahan tenaga dalam yang sangat kuat. "Aaaaaahhhh " Arya semakin kebingungan, tenaga

dalamnya yang sejak tadi terkurah hebat, kini harus menghadapi jurus maut Pengemis Nyawa, darah segar dimuntahkannya… bahkan kepalanya pening dan matanya berkunang-kunang. Jika begini terus dia tidak akan sanggup lagi mempertahankan isi dadanya...

"Krek…Krek. Krek…" kepalan Pengemis Nyawa

semakin kuat juga giginya yang saling merapat hebat, dia semakin bernafsu melihat Arya memuntahkan darah segar, dia tau juka Arya tidak akan mampu bertahan dengan ilmunya itu. Sampai sekarang tak seorangpun yang bisa selamat dari jurus maut itu.

Arya terduduk di tanah kakinya kejang-kejang…

Di luar Gua, Si Buta Sadis, Kirana dan Bintang Kusuma sama terkejut hingga menghentikan pertempurannya, karena mereka tidak mendengar lagi pertempuran di dalam gua, bahkan lengang, mereka berfikir pertempuran di sana sudah selesai, namun siapa yang jadi pemenang, sampai saat ini tidak seorang pun yang meninggalkan Gua, apakah mungkin semuanya tidak selamat. ? atau

sama sekarat. ?

Merekapun sama-sama saling tatap tajam untuk segera menyelesaikan pertempuran, guna melihat keadaan Gua... "Hiaaaaaat…" Kirana kirimkan tebasan pedangnya, disusul Bintang Kusuma mengirimkan hal yang sama. Si Buta Sadis menyambutnya dengan putaran Tongkat Bambu Kuningnya.

Pertempuran kini berjalan dengan imbang, jelas jika si Buta Sadis memiliki Ilmu sangat tinggi, bahkan melawan dua orang yang bukan sembarangan dia masih mampu membuat balasan, membuat Kirana dan juga Bintang mundur ke kelakang menghindari kibasan senjata Buta Sadis

Kirana mendekati Bintang Kusuma dan membisikkan sesuatu, Bintang Kusuma hanya mengangguk dan memberikan benda pada Kirana

"Serang lagi... " teriak Kirana, secara bersamaan mereka melakukan serangan dari dua arah untuk mengecoh pendengaran Buta Sadis, Buta Sadis hanya tersenyum kecut, serangan seperti itu sudah pernah dilakukan mereka, manamungkin dia akan terkecoh, pendengaranya sangat peka...

TRANG... TRANG...

Kembali dua pedang itu dapat ditangkisnya... namun matanya terbelalak ketika mendengar desingan senjata rahasia Bintang Kusuma menuju kaki kanannya, dia pindahkan kaki itu ke samping. Namun dia tidak sadar jika ada dua senjata yang terlempar dan itu mengarah kaki kirinya.

CRASSSSS…

"Ah " Buta Sadis terpekik mundur dua langkah

mendekap pahanya yang robek. tidak mungkin jika Bintang kusuma yang ada di samping kanannya bisa melemparkan senjata dari Arah kiri.

"Ternyata rencanamu bagus kirana…" puji Bintang Kusuma

"Walau tidak se lihai kamu dalam melempar senjata, setidaknya senjata itu bisa melukainya…" ujar Kirana, tetap awas menatap Buta Sadis, ternyata yang diminta

Kirana pada Bintang Kusuma adalah senjata Rahasianya. dan walau lemparan Kirana tidak sebagus Bintang hingga hanya bisa menciptakan goresan di paha Buta Sadis, hingga buta sadis pincang jika Lemparan Bintang yang

mengenainya tentu senjata itu jelah membuat sebelah kaki Buta Sadis lumpuh.

"Bangsat……!!!" teriak buta sadis… memburu Bintang Kusuma memutar sentajanya Kirana melompat ke

samping menjauhi Bintang, membuatnya ketakutan, karena Bintang sadar tidak akan mampu menyambut serangan Buta Sadis sendirian... "Lemparkan senjatamu……" teriak Kirana seraya berlari cepat ke arah yang berlawanan dari Buta Sadis...

menyadari ada suitan senjata rahasia Bintang kusuma, Buta Sadis hentikan langkahnya berusaha menangkis cakram-cakram bintang

TRANG... . TRANG... TRANG

Tiga Bintang kembali terpental, namun tidak sampai di sana keterkejutannya, pendengarannya sangat peka menyadari Kirana telah ada di belakangnya memberi seranga

"Hiaaaaat... !!" teriak Buta Sadis seraya menyodorkan tangan kirinya ke belakang, Angin hebat menderu Kirana merunduk menghindari serangan itu.

BLAAAAR

Pukulan jarak-jauh yang sangat mematikan itu menghantam batu besar seperti gajah, membuat batu itu hancur... seiring ledakan itu... pedang Kirana telak membabat paha Buta Sadis...

CRAAAAASSSSSS...

"Ah……" buta Sadis terkejut bukan main, namun masih sempat kirimkan pukulan Tongkatnya pada Kirana yang ada di bawahnya, kirana tidak kalah panik, dia tidak punya kesempatan untuk menahan serangan itu.

CROOOOTTTTT... BUGGG

Pukulan itu belesat melenceng dari kepala Kirana, menghantam batu...

"Ahhhh…" Buta Sadis semakin tergagap melita sebuah Bintang kini Angslup di lengan kanannya, kirana cepat berlasto ke samping Bintang Kusuma, yang menyaksikan nasib Buta Sadis...

"Trimakasih…" ucap Kirana

"Kau memang cerdas nona…" puji Bintang Kusuma salut, kirana hanya tersenyum kecil, tak ada waktu untuk saling memuji dalam kesempatan kali ini. Mereka kerasa ngiris melihat nasib buta sadis yang mengadu di depannya, dia sudah buta, kini kakinya hampir putus, masih ditambah tangan kanannya juga hampir putus, membuat Kirana Meringis

"Tapi itu setimpal dengan semua kejahatannya selama ini... " kata Bintang Kusuma melihat Kirana. "Sudahlah... dia tidak akan mampu ber apa-apa lagi seumur hidupnya, sekarang kita melihat keadaan dalam Gua, aku khawatir nasib Arya…" ujar Kirana...

Mereka menatap ke mulut Gua mengharap Arya keluar dari sana.

Bintang Kusuma terpekik menyadari ada deruan angin panas dari Si Buta Sadis...

"Awaaaaas……!!" Teriak Biatang seraya melompat kesamping dan menerjang Kirana yang masih terpaku melihat mulut gua.

"Ah…" kirana terpelanting ke samping kanan, Bintang Kusuma menghindar ke samping kiri hingga deruan itu lewat di tengah mereka, betapa panasnya serangan itu, hingga pakaian Bintang dan Kirana sama hangus dan sedikit terbakar kulit mereka.

BLAAAARRRR

Serangan itu menghantam dinding batu hingga bergetar hebat, bahkan banyak batu yang jatuh seperti longsor…

Saat melompat Bintang Melempar senjata rahasianya disusul Pedangnya ke tubuh Buta Sadis...

TRANG... TRANG... Dua senjata rahasia Bintang terpental oleh kibasan tongkat Buta sadis... namun dia tidak mampu menghindari dua senjata lagi

Cluppppp... CRAAAAAAAS...

Sebuah bintang anglup di dahinya dan pedang Bintang Kusuma menancap di dada Buta Sadis hingga tembus kebelakang, kematiannya sungguh mengerikan... dia mati terduduk tersangga pedang yang tembus, kepalanya menggongak memamerkan cakram Bintang yang penuh dengan darah.

Kirana bangkit merpaling tidak tega saat bintang kusuma menarik Pedangnya seraya menerjang tubuh Buta Sadis untuk bisa lepas, dan memungut beberapa senjata rahasianya membersihkan darah yang menempel di sana pada baju buta Sadis...

"Amitafa... " Biksu Ling Pau dan Joko Kewel yang sejak tadi memulihkan tenaganya setelah di kalahkan Dewa Iblis kini berdiri tidak jauh dari Bintang Kusuma dan Kirana, membuat mereka Terkejut, bahkan Bintang Kusuma menghembuaskan nafas kecewa…

"ternyata usia kita sampai di sini Nona…" tampak ada rasa putus ada di wajah Bintang Kusuma, namun tidak untuk Kirana, dia telah mencabut pedangnya kembali walau jelas diwajahnya kelelahan yang sangat

"tenang pendekar berdua… kami tidak akan melawan kalian... " tahan Joko Kewel tampak jubahnya telah bolong-bolong, dia tidak mungkin bisa terbang seperti tadi.

"saya berterimakasih pada Dewa Iblis yang mengampuni nyawa kami, kami datang kesini tidak ada alasan lain kecuali menjajal ilmunya, dan kami mengaku kalah" terang Biksu Ling Paul, membuat Bintang Kusuma dan Kirana terbelalak saling tatap herang.

Di dalam Gua, Arya semakin belingsatan seperti cacing kepanasan menggelear-gelepar di tanah, darah sudah banyak dia muntahkan, telinganya mendesing hebat, matanya berkunang-kunang dan kepalanya pening.

"Kalau seperti ini terus, aku bisa mati sebelum membunuhnya…" geram Arya dalam Hati, Dikerahkannya seluruh sisa tenaga. Pengemis Nyawa terbelalak heran memlihat Arya bangkit berlahan dengan terus mendekap dadanya...

"Hiaaaaat…" Pengemis Nyawa semakin menguatkan tenaga dalamnya, membuat Arya muntahkan darah segar lagi, dan terduduk bertopang lutut... "Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaa……" Arya berteriak Hebat

"SABIT BULAN… " Arya berteriak sambil merobohkan

tubuhnya dan menendangkan kaki hingga keluar larikan sinar kehijauan berbentuk bulan sabit yang cukup besar, bahkan ujung-ujung cahaya yang membentur dinding gua menggeretak bagaikan gesekan besi dengan batu cadas, hingga meninggalkan guratan cukup dalam di dinding itu.

Pengemis Nyawa terbelalak, tidak menyangka Arya akan mengeluarkan Jurus yang begitu dahsyat, dan ketika dia menggunakan Jurus pencabut Nyawa itu tidak bisa menghentikan jurusnya seketika, atau organ tubuhnya yang akan terburai, dia berada di dua pilihan yang mematikan, namun dia lebih khawatir pada jurusnya sendiri yang telah diketahuinya, sedangkan jurus Arya dia tidak tau kehebatannya. Dia tetap mempertahankan jurusnya, membuat Arya menggelepar hebat, karena tenaganya telah digunakan untuk menggeluarkan Sabit Bulan

BLAAAAAAAARRRRRR

Bagaikan sebuah pedang besar Jurus Sabit Bulan menghantam telak tubuh Pengemis Nyawa Hingga dia

terlontar keluar Gua sangat jauh dan tinggi, dadaya terkoyak dan darah serta isi dadanya muncrat dari mulutnya karena Jurus Pencabut Nyawa berhenti seketika... Semua yang ada di luar Gua terkejut dan ngeri melihat Tubuh Pengemis Nyawa jatuh menghantam batu besar dan hancur mengenaskan... .

GRABAG…GRABAG…GRABAG...

Mereka bukan hanya dikejutkan oleh matinya Datuk Pengemis Nyawa, namun juga runtuhnya Gua

"Arya " Teriak Kirana dengan cepat melompat ke Gua

yang runtuh di susul Bintang Kusuma. Sedangkan Biksu Ling Pau dan Joko Kewel melesat meninggalkan tempat itu, karena urusannya telah selesai...

"Bagaimana kakang…?" Tanya Jala yang masih sembunyi di tempatnya tak kalah terkejut

"Kita kembali ke Kadipaten Ambangan, mengabarkan semuanya pada Guru" jawab Jalu seraya berkelebat meninggalkan tempat itu di susul beberapa bayangan

yang juga meninggalkan tempat itu. Jelas yang mengintip pertempuran bukan hanya empat lima orang.

Kirana dan Bintang Kusuma terkejut mendengar bentakan setelah hinggap di mulut gua yang ambruk

"Hati-hati asap ini racun !!" Bentak suara itu jelas bukan

dari Arya, membuat Kirana dan Bintang heran namun cepat-cepat menutup hidungnya, jelas dia bukan musuh karena telah memperingati mereka akan bahaya yang tidak mereka sadari, mereka menunggu saja di sana. Jelas ada rasa hawatir yang sangat di wajah Kirana menatap batu-batu besar menutup lubang Gua...

Dari pendar-pendar asap yang mengepul keluar sebuah bayangan orang membopong tubuh manusia

"Paman Banjar kalianget…!!" pekik Kirana heran dan menatap nanar pada orang yang di bopongnya. Begitu juga Bintang Kusuma

"aku di utus menyusulmu kemari oleh Kyia Banjar Banyu Bening dan Kyai Koneng, mereka khawatik keselamatanmu... "

"bagaimana keadaan Arya Paman... ??" Tanya Kirana hawatir melihat Arya penuh dengan darah.

"dia luka dalam cukup parah, dan Racun memenuhi darahnya... luka dalamnya hanya Kyai Koneng yang mampu menyembuhkan, yang aku hawatirkan adalah racun yang menyenbar di darahnya…"

"Apa tidak ada penawarnya paman…"

"racun ini adalah ciptaan racun barat... , hanya dia yang bisa menyembuhkan, namun apakah dia bersedia…!!" terang Banjar Kalianget khawatir, membuat Bintang Kusuma terkejut

"racun Barat…?? Wah gawat... dia tidak mungkin mau membanti kita, jelas pedepokan Bukit Gembala dan Padepokan Gajah Mungkur sejak dulu tidak akur" Kirana sagat khawatir

"mungkin ini penawarnya... " Bintang Kusuma mengeluarkan botol kecil dari balik ikat pinggangnya membuat yang lain heran

"racun ini hanya bisa ditawarkan oleh buatan racun barat, tidak bisa ditawarkan oleh penawar lainnya... " terang Banjar Kalianget

"tapi ini adalah ramuan titipan Tuan Racun Barat untuk Dewa Iblis... " terang Bintang Kusuma membuat Kirana dan Banjar kalianget heran.

"Siapa sesungguhnya kau pendekar muda" Tanya Banjar Kalianget

"saya Bintang Kusuma putra Gema Samudra calon menantu Racun Barat" terangnya membuat mereka semakin terkejut, namun walau Mereka bersengket dengan Racun barat, melihat betapa gigihnya Bintang Kusuma dalam membela Dewa Iblis. Rasa curiga mereka langsung musnah. "bagaimana mungkin racun barat mau membantu Dewa Iblis... ?" Tanya Banjar kalianget meyakinkan

"ceritanya panjang, jika saya ceritakan pertemuan kami dengan Dewa Iblis, namun yang jelas saya di utus Racun Barat ke Rawa Lintah membantu Dewa Iblis yang telah menjadikan saya sebagai menantu Racun Barat" terang Bintang Kusuma

"yang jelas Dendam Dewa Iblis pada Datuk Pengemis Nyawa telah terbalaskan, dia telah binasa… ternyata keterangan Kyai Banjar tentang keberadaan Datuk Pengemis Nyawa di Kadipaten Ambangan Salah, dia ada di sini... " ujar Kirana

"kamu salah Kirana, Datuk Pengemis Nyawa yang asli ada di Kadipaten Ambangan, dia adalah Gatot Gurai salah satu murit Datuk Pengemis Nyawa yang memang mirip dengannya... " jawab Banjar Kalianget membuat mereka terbelalak tidak percaya.

"namun walaupun begitu, jangan sampai Dewa Iblis Tau, agar dia merasa puas telah membunuh musuh buyutannya, jika dia tau. Dia akan mencarinya lagi, dan konaran di Dunia Persilatan akan terciptalagi di tangannya, mari kita cepat ke Gajah Mungkur untuk mengobati lukanya…" ajak Banjar Kalianget "Saya tidak bisa mengiringi tuan-tuan ke Gajah Mungkur, saya harus cepat kembali ke Bukit Gembala, melapor semua yang terjadi pada Racun barat, apalagi pernikahan saya sudah hampir tiba…" terang Bintang Kusuma sedikit merona

"oh ya… sampaukan terimakasih kami pada Racun Barat, jika punya waktu kami akan dating di pernikahanmu pendekar muda" jawab Banjar Kalianget, seraya berkelebat disusul Kirana, dan Bintang Kusuma juga berkelebat ke arah yang berlainan, dia punya kabar yang sangat membanggakan pada calon mertuanya.

Ronggowengi mundar-mandir mengatur beberapa pekerja yang menyusun pentas pemujaan Gurunya... beberapa pekerja yang dianggap tidak becus di tendangnya.

Pentas kayu setinggi setengah lengan berlapis karpet merah dengan lebar empat depa orang Dewasa pesegi di bangun di belakang kediaman Adipati Layan Kusuma, beberapa orang menyusun perapian guna penerangan tempat dan juga baskom-baskom dari perak yang disusun dengan rapi dia atas pentas, juga meja kecil dengan berbagai sesaji diatasnya, seperti dupa dan kembang tujuh warna.

Pembesar Kadipaten Ambangan seperti Mahesa Kurawan dan Parit Ganjar mengatur formasi pengamanan tempat, dia perintahkan pasukannya untuk membuat formasi pagar betis sangat rapat di sekitar Rumah Layan Kusuma, bahkan di luar kadipaten dia letakkan tilik sandi. Pasukan yang tersebar di seluruh kadipaten ditarik untuk konsentrasi pada pengamanan Kediaman Layan Kusuma...

Di Balai tamu, tampak Datuk Pengemis Nyawa duduk dengan tenang di atas singgasana Layan Kusuma, sedangkan Layan Kusuma duduk di depan samping kanannya menyambut beberapa tokoh serta saudagar yang hadir di balai atas undangan Datuk Pengemis Nyawa.

"Bagaimana Persiapannya Layan... ?" Tanya Datuk Pengemis Nyawa dengan suara berat.

"Persiapan sudah hampir rampung Guru, pasti bisa digunakan pada nanti malam"

"serta gadis-gadisnya sudah kau siapkan…?"

"sudah Guru, satu gadis hadiah dari Saudagar Peteng yang merupakan puterinya sendiri dari selir ke dua... " orang yang disebut Saudagar Peteng berwajah sangar Hitam berpakaian bagus bangkit memberi salam pada Datuk Pengemis Nyawa dengan bangga

"satunya lagi adalah Hadiah dari ketua partai Golok Beracun yang merupakan puteri dari Adipati Lasem... " Orang yang disebut Ketua Partai Golok Beracun bangkit dengan sombong pula.

"Terimakasih atas hadiah yang sangat bagus dari kalian semua, yang jelas jasa kalian tidak akan aku lupakan…" seringai Datuk Pengemis Nyawa disambut tawa oleh mereka yang hadir.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh kedatangan Pasukan yang menghadap

"Adipati... Adipati... " teriak Pasukan itu ketakutan menghadap

"Ada apa Bejo... !!" Bentak Adipati Layan Kusuma bangkit dari tempat duduknya...

"Dua Putri yang di kurung di ruang Timur di curi tiga Orang dengan kehebatan tinggi, kami tidak mampu menjaga... bahkan beberapa pasukan terkapar tidak berdaya…" terang Pasukan itu membuat semuanya kaget hingga berdiri.

"bagaimana pengamananmu Layan Kusuma…!!!" bentak Datuk Pengemis Nyawa geram

"Ampun Guru... semua pasukan dikerahkan untuk pengamanan pemujaan, dan juga luar pagar rumah, saya tidak menyangka jika Ruang timur yang tertutup akan di serang orang, namun guru tenang saja, walaupun kita kehilangan dua Puteri, saya juga telah siapkan delapan Gadis Desa yang kecantikannya tidak kalah dengan Puteri Raja…" ujar Layan Kusuma ketakutan, namun kemudian lega ketika mendengar tawa Gurunya penuh kebahaagiaan

"Kau Memang pintar Layan, kenapa sampai delapan orang, yang aku butuhkan hanya dua orang…" Puji Datuk Pengemis Nyawa puas

"Sisa yang dipilih Guru tentu milik kami…" seringai Layan kusuma disambut gelak tawa semua yang hadir.

"lalu bagaimana dengan tiga pencuri itu Guru…??" teriak seorang tinggi besar yang hanya mengenakan selempang kain, hingga tubuhnya yang berotot terlihat jelas...

"Tenang saja Gimbal, kita jangan terpancing dengan tiga pencuri itu, kita sekarang konsentrasi pada pemujaan Guru, setelah itu baru kita buat perhitungan dengan mereka... " ujar orang yang ada di sebelahnya, seorang tua bertubuh Kate berbakaian Kuning dengan Gada Besar yang lebih tinggi dari orangnya...

"benar apa yang disampaikan Ki Ranggas Rangsang" jawab Datuk Pengemis Nyawa... "Lalu bagaimana dengan nasib putriku…" Tanya Saudagar Peteng hawatir

"apa bedanya nasib putrimu diberikan padaku dan dibawa kabur orang…" Tanya Datuk Pengemis Nyawa tertawa bersama tawa yang lain membuat Saudagar Peteng kesal kembali duduk di tempatnya. Yang lainpun dengan tertawa duduk di tempatnya kembali.

Sepeninggalan Bejo, kini muncul dua sosok berpakaian Ninja hitam dengan pedang kembar di punggungnya, membuat yang lain tersentak kecuali Datuk Pengemis Nyawa dan Adipati Layan Kusuma yang tau sosok itu.

"hamba menghadap guru... " Horman mereka dengan jongkok

"sampaikan kabar yang kau dapat Jala jalu…" perintah Pengemis Nyawa

"sebelum hamba bicara tentang keadaan Rawa Lintah, sebelum hamba masuk ke mari, melihat tiga bayangan membopong dua orang dari arah sini…"

"itu… itu pasti orang yang mencuri putriku…" teriak Saudagar peteng, membuat semuanya tersentak

"kalian lihat ciri-cirinya…??" Tanya Datuk Pengemis Nyawa "mereka berpakaian compang-camping dengan tongkat kayu berbandul buntalan kain…" terang jalu membuat semuanya terbelalak, saling tatap... karena mereka bisa menebak ciri-ciri itu

"Pasti mereka adalah anak buah Pengemis Utara... " lanjut Jala menegaskan

"Hem... Pengemis Utara ingin membuat perhitungan dengan ku, awas jika keadaanku pulih... " geram Datuk Pengemis Nyawa

"sekarang, sampaikan informasimu tentang Rawa Lintah…"

Jala dan jalu pun memaparkan silih berganti tentang pengamatananya di Rawa Lintah… serta kedatangan Kirana dan Bintang Kusuma yang datang membantu, hingga matinya Gatot Gurai dan runtuhnya gua tempat Dewa Iblis Berada

"apakah Dewa Iblis Selamat…??" Tanya Layan Kusuma tidak sabar

"kami tidak melihat langsung jasatnya, namun saat Gua Runtuh Dewa Iblis masih ada di dalam... " Terang Jalu

"Hahahahahaha... Dia pasti tidak selamat terhimpit batu- batu itu…" gelak Ki Ranggas Rangsang diiringi tawa yang lain, kecuali Datuk Pengemis Nyawa yang hanya membelai dagunya.

"apakah guru tidak senang mendengar kabar ini…?" Tanya Layan Kusuma.

"bukannya aku tidak senang mendengar kematian Dewa Iblis yang lancing menantangku, namun disusun semua kejadian yang ada, ternyata Racun Barat, Pengemis Utara dan Kyai Banjar Banyu Bening dari timur ingin menentangku" terang Datuk Pengemis Nyawa membuat yang lain hentikan tawa dan sama berfikir.

"namun ada yang tidak kalah penting yang pantas saya kabarkan" terang Jala

"apa itu... ???"

"di Rawa Lintah saya melihat kemunculan orang yang tidak kami sangka, yaitu Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa yang menyaksikan pertempuran, namun kemudian pergi entah kemana"

"Apa... ??!! Kalian tidak salah lihat…" Datuk Pengemis Nyawa terbelalak

"walau kami tidak pernah melihat sebelumnya, namun itu yang kami dengar dari nama mereka berdua... dan Gatot Ngurai jelas sangat menghormatinya…" "Hahahahaha... Ini sungguh kabar baik, Mereka sudah lama menghilang, kemunculannya bertanda baik untuk kita" gelak Datuk Pengemis Nyawa diiringi gelak yang lain.

"Guru setelah keadaanmu pulih apa yang akan kau rencankan…" Tanya Layan Kusuma

"yang jelas aku akan berterimakasih pada kalian, terutama pada mu layan Kususma yang telah melindungiku selama di sini dengan jamuan yang sungguh memuaskan bahkan aku akan memberikan hadiah yang tidak kau sangka…" ujar Datuk Pengemis Nyawa bangkit dari tempat duduknya berjalan dengan gagah…

"Hadiah…!!!???"

"ya… apakah kau siap jadi Raja…??"

"Raja... ?? " semuanya sama terbelalak kaget saling berpandangan

"aku ingin merebut Kerajaan Pajajaran untukmu dan untuk kalian semua yang ada di sini serta orang yang telah sudi membantuku…!!" teriak Datuk Pengemis Nyawa, membaut yang lain terbelalak hebat "apakah Mungkin guru…?? Kerjaan Pajajaran sangan hebat, apalagi kita ketahui bersama bahwa Racun Barat, Pengemis Utara dan Kyai Banjar Banyu Bening sekarang sedang menantang Guru…??"

"apanya yang tidak mungkin…?? Kita kumpulkan semua perombak di seantero Tanah Dipa dan ajak serta Patih Wiryatikta yang telah lama membelot dari Kerajaan Pajajaran untuk kerjasama, dan apakah kalian tidak yakin dengan kehebatanku, kalau aku saja mungkin tidak mungkin, namun jika di tambah kehebatan Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa apakah kalian masih ragu…" bentak Datuk Pengemis Nyawa, namun yang haris masih bingung...

"aku tau kehawatiran kalian, tentang Racun Barat, Pengemis Utara dan Kyai Banjar Banyu Bening... ? mereka tidak akan ikut campur urusan pemeritahan. Yang mereka fikirkan hanya dunia persilatan. Dan ketika Pajajarann telah kita kuasai, kita akan memliki kekuatan besar untuk menggilas Bukit Gembala dan Gajah Mungkur serta kedian Pengemis Utara... setelah itu tak ada lagi yang bisa menghalangi kita… hahahahahaaaaa... " Terang Datuk Pengemis Nyawa, memuat yang lain juga tersontak girang… dan saling mengangkat gelas tuaknya merayakan rencana mereka yang sangat berilyan. "Guru Memang Cerdas dan Hebat... !! hahahaha" puji Layan Kusuma yang dijanjikan menjadi Raja Pajajaran...

Arya tersentak ketika sadar dirinya ada di sebuah ruangan sangat lebar di sebuah ranjang bambu kokoh... tubuhnya bagaikan remuk semua, banyak kain yang membalut tubuhnya, dia teringat kembali kejadian di Rawa Lintah, memori terahirnya hanya menangkap dirinya terjebak di dalam gua yang runtuh, sebagian tubuhnya terhimpit batu gua, entah bagaimana caranya dia bisa berada di ruangan itu...

Dia hendak bangkit menahan seluruh sakit di tubuhnya

"tenang dulu anak muda tubuhmu belum pulih benar…" seorang kakek tua berjenggot panjang mengenakan pakaian putih dan bersorban mendekatinya, arya kerutkan dahi karena tidak mengenal orang yang sepertinya telah merawatnya

"kau ada di padepokan Gajah Mungkur, dan aku adalah Kyai Koneng adik pemilik padepokan ini, Kirana dan Banjar Kalianget yang membawamu kesini... " terang Kyai Koneng seraya membantu Arya bersandar pada tepi Pembaringan

"bagaimana keadaannya Kyai…" tiba-tiba dari pintu masuk tiga orang, jelas di sana Kirana bersama orang paruh baya dan orang tua berpakaian sama dengan Kyai Koneng, tentu dia peilik padepokan ini, Arya menatap mereka secara bergantian karena tidak kenal

"aku adalah Banjar Kalianget yang membawamu kemari dan ini adalah orang tuaku Kyai Banjar Banyu Bening, pemilik pedepokan ini" terang Banjar Kalianget menyadari keheranan Arya atau Dewa Iblis

"trimakasih atas pertolongan kalian padaku... entah bagaimana aku membalasnya…" ujar Dewa iblis

"kau tenang saja, pulihkan dulu kesehatanmu anak muda" kata Kyai Banjar

"Bagaimana nasib Datuk Pengemis Nyawa…??" Tanya Arya tersentak seraya melihat Kirana dan semuanya juga melihat ke arahnya

"Musuhmu telah mati mengenaskan tak berbentuk membentur batu... sungguh ilmu yang sangat hebat... "

Puji Kirana

"tenaga dalammu sangat tinggi anak muda, hingga bisa bertahan dari racun dan Ilmu mengerikan Datuk Pengemis Nyawa, jika tidak, isi dadamu telah jebol tidak terselamatkan lagi... " tambah Banjar Kalianget

"saya belajar ilmu mati-matian guna mengalahkan jurus itu tua…" Jawab Arya "kini musuhmu telah mati, sekarang setelah keadaanmu pulih apa yang hendak kau lakukan…??" Tanya Kyai Banjar membuat Arya terkejut dan bingung

"entahlah Kyai, dalam tujuan hidup saya hanya ada Datuk Pengemis Nyawa... selain itu saya tidak punya tujuan yang pasti, jika boleh… untuk menutup hutang budi saya pada kalian yang telah menyelamatkan saya, izinkan saya mengabdi di padepokan ini…" jawab Arya membuat semuanya terkejut tidak percaya…

"apa yang kau inginkan di Padepokan ini Arya…? Semua yang ada disini dengan tujuan ingin menuntut Ilmu Bela diri, sedangkan kami tidak mungkin mengajarimu lagi, Ilmumu telah sangat hebat bahkan mungkin melebihi kami…" ujar Kyai Koneng

"Saya tidak butuh Ilmu Beladiri lagi Kyai, Ilmu itu sudah tidak ada gunanya setelah kematian Datuk Pengemis Nyawa... saya hanya ingin mengabdi di sini dan menumpang hidup hingga kelak menemukan jalan hidup yang baru, atau jalan hidup saya memang di padepokan ini…"

"apa yang akan kau lakukan di sini…?" Tanya Banjar Kalianget dijawab dengan sorotan mata tajam oleh Kyai Koneng takut Arya tersinggung, Banjar Kalianget menundukkan kepala, takdzin "saya bisa menjadi kuli, mengangkut air, memotong kayu dan pekerjaan kasar lainnya, seperti yang pernah saya lakukan di padepokan-padepokan lain tempat saya belajar ilmu... " jawab Arya semangat. Dia benar-benar tidak punya tujuan hidup, jika ada di Padepokan ini setidaknya dia tidak akan kekurangan makanan, tidak terlunta-lunta di jalanan harus berebutan makanan dengan kera seperti yang sering dia lakukan.

"Biar Kami musyawarahkan dulu... kau isterahatlah" jawab Kyai Banjar sambil membawa serta ketiga tokoh yang ada di dalam ruangan itu menuju balai padepokan

"bagaimana kakang…?"

"aku masih khawatir dengan sifat liarnya, seperti yang pernah dia lakukan pada padepokan lain, bisa saja padepokan kita terancam oleh keberadaannya di sini" jawab Kyai Banjar

"namun saya menangkap ketulusan di mata Dewa iblis Romo... " komentar Banjar kalianget yang ternyata Putera Kyai Banjar Banyu Bening, banyak yang tidak mengetahui itu, karena Banjar Kalianget hanya memanggil sebutan Romo dalam padepokan saja, sedangkan di luar dia biasa menyebutnya Kyai

"dan dengan tinggalnya Dewa Iblis di sini, Kyai bisa merubah krakter dan wataknya sesuai dengan harapan Kyai... " Kirana juga memberi komentar. Kyai Banjar Banyu Bening hanya manggut-manggut

"aku juga mengharap demikian, hanya saja aku mengingatkan kalian pada kemungkinan yang bisa terjadi, jadi aku mengharap kalian untuk juga turut serta mengawasi Dewa Iblis dan menanggulangi semua hal yang tidak di inginkan…" jawab Kyai Banjar, semua yang hadir mengangguk.

Arya memulihkan tenaganya di tempat itu, tidak ada perlakuan khusus baginya di sana, bahkan Banjar Kalianget memerintahkannya tidur dengan santri yang lain, agar sikap dan perangainya bisa meniru santri yang ada di Padepokan Gajah Mungkur...

Arya belajar Mengaji dan juga Shalat dengan giat, dan melakukan perintah Ketua Santri dengan giat, walau jika dilihat Ilmu kanuragannya tentu tidak ada seujug kuku dia, membuat Kyai Banjar dan yang mengentahui siapa dia heran dan juga kagum, menghilangkan semua kehawatiran yang selama ini mengganjal di hati mereka

Santri yang lain tidak tau tentang sosok Asli Arya sebagai Dewa Iblis yang menggetarkan dunia persilatan. Dia hanya tau bahwa Arya adalah pemuda yang diselamatkan Paman Gurunya dari maut, dan kini mengabdi di sana bersama mereka. semua Santri merasa heran ketika jadwal latihan silat, Arya malah masih sibuk dengan pekerjaannya, seperti mengisi air dan memotong kayu atau malah tiduran di pondok.

Namun mereka biarkan saja, menganggap Arya membolos, toh gurunya tidak pernah menanyakan keberadaannya tidak seperti santri yang lain ketika Bolos. Bahkan mereka merasa menang pada Arya karena lebih rajin belajar silat.

Arya juga melakukan tugas santri yag lain, seperti piket ronda malam dan sebagainya, Arya benar-benar berubah seratus delapan puluh derajan, dia benar-benar meninggalkan Ilmu-ilmunya bahkan tidak menanyakan keberadaan Senjata kayu cendana Beracunnya itu, bahkan dia tidak menahan untuk jatuh dari pohon ataupun tergelincir, membuat Kyai Banjar dan lainnya heran dan juga hawatir. Jika Arya benar melepas atau bahkan menghilangkan seluruh kemampuannya

Hingga pada suatu kesempatan yang sepi, Kyai Banjar melepas serangan maut berupa pukulan jarak jauh pada Arya yang sedang makan

"Kakang…!!" "Bopo... !!!" "Kyai…!!"

Tiga orang yang melihat serangan itu, mendelik kaget... Arya yang sedang makan seakan tidak menyadari serangan itu, tetap makan dengan lahap pada nasi yang dibungkus daun, membuat Kyai Bajar terkejut melompat

"Awaaaas……" teriak Kyai Banjar khawatir ternyata Arya benar-benar tidak sadar... benar –benar tidak memiliki ilmu lagi

BLAAAARRRRR…

Pukulan itu telak menghantam Arya... hingga nasi berhamburan dan Arya terpental hebat keluar dari balai tempat dia makan dan terjerembak di tanah, semua yang melihat sama mengejar hawatir dan melihat di samping kyai banjar yang tersenyum melihat arya mengaduh bangkit melihat lengannya yang memar, Banjar Kalianget dan Kirana cepat memburu Arya dan memantunya bangkit

"Apa yang Romo lakukan... !!"

"Kyai... !! Ilmu Arya telah habis... kenapa kyai tega menghantamnya…" pekik Kirana sama terkejut melihat Kyai Banjar seakan tidak bersalah tersenyum melihat Arya terpelanting dan meringis menahan luka "hahahaha… kalian sangat menghawatirkannya, kalian tidak tau apa yang aku lepaskan barusan…? Ilmu yang sangat mematikan, ternyata hanya membuatnya lecet seperti itu…" terang Kyai Banjar membuat semuanya terbelalak melihat Arya... dan melepas genggamannya, mereka tau jurus yang dikeluarkan Kyai Banjar bisa menghancurkan bongkahan batu besar, bukan hanya tubuh arya

"aku juga sempat khawatir dia menghilangkan ilmunya, makanya aku mengetesnya…"

"kenapa kau tidak menghindar Arya…!!" bentak Kyai Koneng yang ada di sebelah Kyai Banjar geram

"saya tidak pantas melawan orang yang menyelamatkan hidup saya Kyai... Apakah Kyai mengharapkan ilmu yang saya miliki Musnah... ? jika seperti itu saya rela melepaskannya…" terang Arya membuat semuanya terbelalak

"Bukan Seperti itu Arya… bahkan kami mengharapkan ilmu itu tetap utuh di tubuhmu... " terang Banjar Kalianget yang kini sudah berdiri di samping Kyai banjar kecuali Kirana yang masih di sebelah Arya

"apa gunanya ilmu itu bagi saya lagi kakang... " jawab Arya pada Banjar kalianget yang memang minta di sebut kakang "Ilmu itu sangat berguna untuk melawan ketidak adilan dan kekejaman yang diciptakan golongan hitam yang selalu meresahkan masyarakat. Kau bisa menjadi orang yang sangat berguna bagi orang lemah, orang tertindas, pada waktu itu hidupmu sangat berarti dan sungguh mulia... " terang kyai Banjar

"maaf Kyai saya masih belum mengerti…" jawab Arya…

"kau akan mengerti lambat laun jika selalu mengikuti pengajian kami, sudah kau sembuhkan dulu lukamu itu, pekerjaanmu masih banyak... " perintah Kyai Banjar sambil berlalu diikuti Banjar kalianget dan Kyai Koneng.

"mereka berdua sepertinya jodoh…" bisik Banjar Kalianget menyambut seorang wanita yang menggendong seorang balita usia dua tahun, Kyai Banjar dan Kyai koneng hanya tersenyum kecil juga menyambut cucu mereka yang lucu

Kirana membalut luka di lengan Arya dengan selendangnya.

"Terimakasih Nona... " Ujar Arya, Kirana hanya tersenyum merona... ada lengung pipit yang membuat Arya berdetak hebat, sekian musim melanglang buana melewati kehidupan yang serba kesar tak pernah dia rasakan getaran hati saat melihat kebaikan Kirana. "kau harus hati-hati, jangan sampai selalu terluka…" ujar kirana merona

"Dawuh Kyai Koneng dalam pengajiannya, nasib seseorang itu ada di tangan tuhan yang menciptakan kita"

"namun manusia diperintah berusaha, jadi kau harus berusaha untuk tidak terluka…" ujar kirana tetap perunduk sambil membelai Luka Arya yang sudah tertutup selendangnya

"Nona menghawatirkan saya... ??" Tanya Arya, membuat Kirana tersentak lalu berlari kedalam menahan malu, ketika dia melihat ada seorang santri di kejauhan, namun kirana masih sempat menghentikan larinya dan menoleh seraya tersenyum manis

"ya... " Ujarnya singkat meneruskan larinya ke dalam, membuat jiwa Arya melambung tinggi.

"Hey Arya……" tiba-tiba dia dikejutkan tepukan dibahunya...

"eh ada apa kang... ??" Ternyata Kang Darman ketua santri sudah berkacak pinggang di sampingnya, membuat arya seperi orang ketakutan merunduk

"ada apa… ada apa… !! sejak tadi aku memanggilmu malah melongo di sini, aku kan sudah bilang, kalau sudah makan cepat kembali bekerja... !!" Bentak Kang Darman hingga ludahnya muncrat di wajah Arya, namun Arya tidak berani menghapusnya takut Kang Darman perasaan.

"Iya kang…" jawab Arya seraya berlalu dari hadapanya menunduk, seperti orang ketakutan pada kang Darman yang terus menatapnya dengan garang. Walau sesunggunya dia masih lapar karena makannya tadi terganggu oleh serangan Kyai banjar

"Arya... Tunggu... !!" ada teriakan menghentikannya, dan menoleh, melihat Nyai Ambar Wati berdiri di samping Kang Darman yang menunduk Takdim pada istri Banjar Kalianget

"kau disuruh kembali untuk makan oleh Kang Banjar... "

Teriak Nyai Ambar

"Saya sudah kenyang Nyai…" jawab Arya…

"sudahlah jangan malu seperti itu... ayo…!! Darman kau carikan pengganti untuk pekerjaan Arya sebentar…" perintahnya Pada Darman, Darman hanya mengangguk kesal melihat Arya tersenyum lucu walau bukan padanya, karena semua santri tau jika Nyai Ambar yang memanggil untuk makan, tentu menunya sangat sepesial karena dia memang pintar memasak Begitulah hidup yang dijalani Arya di Padepokan Gajah Mungkur, dan selama ada di sana dia merasakan ketenangan batin yang tidak dia dapat selama ini, di hadapan santri yang lain dia tetaplah santri, dia tidak pernah bercerita tentang masalalunya, hingga teman dekat sekalipun.

Arya sangat terpukul saat semua teman-temannya yang dia kenal baik, sering membicarakan sosok Dewa Iblis yang mereka benci karena selalu berbuat sadis dan kejam pada orang. Dia tidak tau jika sepakterjangnya selama ini sangat di benci orang. Namun betapa baiknya pemilik padepokan ini telah menerimanya dengan baik. Saat semua orang membencinya dan tidak menerima kehadirannya.

"Dewa Iblis memang sadis... kenapa tuhan masih memelihara nafas orang seperti itu, andai aku memiliki ilmu yang hebat, ingin rasanya aku yang membabat lehernya... " komentar Anwar yang tergolong santri paling alim di sana saat mereka berkumpul di teras pondok. Arya hanya melihat perbincangan ditemani secangkir kopi untuk bersama itu dari samping pondok,

Dia teringat semua sepak terjangnya selama ini. Dulu tak sedikitpun sesal yang ada, namun entah kenapa sekaran rasa itu menyeruak di dadanya, ingat pada kematian Boma, kematian Nyai Pelet Peteng, Datuk Pengemis Nyawa serta beberapa tokoh yang mati di tangannya Arya menatap tangannya yang kasar, banyak darah telah tumpah di sana, untuk siapa dia lakukan semua itu... ? hanya untuk dirinya sendiri…? Dia tidak pernah berfikir untuk melakukan untuk orang lain, dia teringat Bintang Kusuma dan Kirana yang membelanya mati-matian di rawa lintah atas perintah Racun Barat dan Kyai Banjar yang tidak ada hubungan sebelumnya... bahkan sekarang mereka menolongnya dan mereka tidak mengharapkan apa-apa dirinya, apakah itu yang dianggap kebaikan kepada orang lain…? Apakah selama ini dia pernah melakukan kebaikan…?

Tak terasa air matanya menetes pelan, bahasa Anwar barusan terngiang di telnganya, untuk apa tuhan masih memelihara nafasnya, bahkan ketika dia hampir mati di Gua Rawa Lintah, dan sekarang hidup tenang di Gajah Mungkur, untuk siapa dan untuk apa dia masih diberikan nafas…? Jika hanya untuknya sendiri, apa bedanya dia hidup atau mati…?

Batin Arya berperang hebat, dia teringat dawuh kyai Banjar. Ilmunya masih sangat berguna untuk orang lain, orang yang teraniaya yang tidak punya kemampuan untuk membela diri dari penindasan orang tidak berperasaan…!! Dan selama ini dia sudah sering melihatnya, dan cendrerung membiarkannya saja, dia hanya mengikuti kepentingannya sendiri. Sedangkan tuhan memberikan nafas bukan hanya untuk dirinya sendiri, banyak yang bisa dia lakukan untuk orang lain, untuk membantu kerja dia tidak bisa, membantu harta apalagi. Yang dia punya hanya tangan dan kaki yang kokoh. Dan itu juga berguna jika dia mau menggunakan untuk membantu orang lain,

tapi kenapa selama ini tak pernah difikirkannya…?

Tiba-tiba Arya sadar, dendamnya pada datuk Pengemis Nyawa telah membutakan hatinya, hingga tidak pernah berfikir lainnya kecuali dendam, sungguh menyesal hidupnya selama ini, tak satupun kebaikan yang pernah diciptakannya membuatnya malu berada di tempat orang- orang yang terkenal baik itu.

Tapi di sini dia bisa belajar mengasah hati, menemukan jatidirinya yang hilang terampas dendam, hatinya bisa terbuka dengan lebar, melihat dunia yang luas penuh dengan berjuta manusia berbagai masalahnya, bukan hanya Datuk Pengemis Nyawa yang selama ini tampak di benaknya. Ada Kirana yang menggetarkan hatinya, Ada Kyai Banjar, Kyai Koneng dan Banjar Kalianget yang baik tanpa Pamrih, ada Bintang Kusuma begitu setia pada Mertuanya hingga berani korbankan nyawa demi perintah untuk membantunya, ada yang Seperti Aji Mahendra yang mengaku orang baik padahal sesungguhnya sama seperti dirinya dimasa lalu, ada yang seperti Kang Darman yang sombong karena telah diangkat menjadi ketua santri, serta berbagai tabiat santri yang ada di Padepokan ini.

Dan dulu dia tidak pernah merasakan hal itu, dalam jiwanya yang tampak hanya dua orang yang ada di jagat ini, dirinya dan Datuk Pengemis Nyawa...

Setelah dia berada di Padepokan Gajah Mungkur baru dia rasakan bahwa dunia yang dia lihat selama ini begitu luas. Dan dia berada di tengahnya sebagai orang yang kebingungan mencari arah.

"apa yang kau lakukan di sini kawan……" tiba-tiba Mahesa teman sekamarnya duduk di sebelahnya, Arya hanya tersenyum menyembunyikan air matanya

"semua santri di sini ketika murung biasanya yang di fikirkan sama…!!" tebak Mahesa membuat Arya kerutkan dahi

"aku juga sama memikirkannya, ketika kita selesai menuntut ilmu di sini, dan kita memiliki ilmu yang hebat, apa yang akan kita lakukan…?" lanjut Mahesa membuat Arya terbelalak kaget, karena dia pun menanyakan hal yang sama sejak tadi

"pepatah mengatakan, semakin tinggi pohon menjulang semakin besar taufan menerjang, semakin tinggi burung terbang semakin parah ketika jatuh menghujam" terang Mahesa sambil menatap langit yang penuh dengan bintang seraya menarik nafasnya "pepatah lain mengatakan, semakin tinggi pohon siwalan dia akan semakin congkak, namun tak akan lelah petani memerah niranya. Semakin tinggi pohon padi dia akan merunduk, namun tak akan lelah petani merawatnya dengan sayang... " terangnya membuat Arya semakin terbelalak, permainan kata Mahesa sungguh menghujam dadanya.

"ada lagi, Pohon Semangka yang kecil dengan Pohon Kelapa, besar buahnya sama... !! bahkan Pohon Beringin yang besar buahnya tidak ada gunanya" Arya semakin hanyut oleh permainan kata Mahesa, barusan dapat diterjemahkannya bahwa tidak ada beda antara orang yang perpangkat tinggi dengan orang yang berpangkat rendah, semuanya sama, sama punya satu nafas, sama punya satu tuhan. Masalah fungsi dan manfaatnya tergantung orangnya sendiri

"kita jangan seperti pohon Ampelan yang besar, namun durinya bisa mencelakakan mahluk lain, lebih baik menjadi Pohon Bambu walaupun tipis dan seperti rapuh akan terombang abing oleh angin, namun manfaatnya sangat besar hingga ke akar-akarnya…" lanjut Mahesa membuat Arya semakin menundukkan kepala, permainan kata itu benar-benar menyadarkannya dari apa yang telah dia lakukan selama ini, begitu hebat kata-kata itu hingga membuatnya luruh lebih kuat dari cercaan puluhan pedang yang mungkin bisa ditangkisnya. "siapa yang membuat kata-kata itu…?" Tanya Arya, dia berencana menuntut ilmu dari orang bijak itu, namun Mahesa hanya garukkan kepala sambil tersenyum malu

"aku sediri yang mengarangnya…" jawabnya tersenyum lucu, membuat Arya terkejut tidak percaya, Mahesa yang terkenal Santri paling bodoh dalam menyerap ilmu silat, ternyata ahli membuat syair dan kata-kata bijak, pantesan Kyai Koneng sangat sayang padanya.

"sudahlah kawan... aku mau sholat tahajjut dulu sebelum pergi ke Pos Ronda, menggantikan tugas Kang Darman yang ketiduran, agar keadaan malam ini ama dilindungi tuhan... " ujarnya bangkit membuat Arya semakin Kagum pada teman sekamarnya yang selalu riang itu.

Pagi-pagi semua santri di kejutkan oleh kegaduhan di luar pagar Padepokan, Arya dan seluruh santri yang ada di sana pergi melihat.

"dasar tidak becus, jaga ronda malah tidur... " bentak Kang Darman pada orang didepannya sambil mengirimkan tamparan, orang yang di tampar hanya meringis menahan sakit.

"saya tidak tidur kang…!! Hanya tiduran sambil tulis- tulisan ndi pos jaga…"

"Alasan…!!" PLAR...

Kembali Kang Darman menamparnya, Santri yang lain hanya melihat dengan nanar dan kasihan pada orang yang di tampar.

"sudah bodoh, masih suka bohong…" bentak kang darman, Arya terbelalak melihat orang yang di tampar Kang Darman hingga bibirnya pecah berdarah...

"Mahesa…??" pekik Arya pelan

"ini sebagai peringatan pada santri yang lain, jika bolos meronda pasti aku hukum dengan tegas... " bentaknya seraya mengambil kayu rotan senjata pamungkasnya untuk menghukum santri. Jelas jelas dia yang membolos dalam tugas, Mahesa hanya menggantikan posisinya.

Semua santri tau itu namun tidak ada yang berani membantah...

Kang Darman hendak memukulkan pecutnya namun ada tangan yang menahan, kang darman menoleh dengan geram

"Biar saya yang menggantiak hukuman itu Kakang, Mahesa sudah lelah meronda semalaman…" Pinta Arya membuat yang lain terkejut

"apa kau bilang…!!" PLARRRR

Kang Darman menampar Arya seketika, namun dia terpekik, seakan tangannya menghantam beton baja, hingga tanggan itu bengkak berdarah… dia berusaha tidak meringis malu dilihat santri yang lain. Diangkatnya pecut itu dan memukul Arya, Arya meringis pelan seakan menahan sakit, padahal dia telah kerahkan tenaga dalam pada bagian yang di pukul kang darman

Kang Darman memukulnya dengan kalap, untuk mengobati rasa kesal karena tangannya bengkak hingga Kayu Rotan itu hancur berkeping-keping, setelah puas kang Darman meningalkan Arya, setelah dirasa cukup jauh dan tidak ada santri yang melihat, kang darman meringis memegang telapak tangannya yang berdarah...

"berkulit apa pemuda itu... ? keras sangat... " Gerutu Kang Darman

Sepeninggalnya Kang Darman semua santri berhambur mendatangi Arya, melihat bagian yang dipukul kang Darman, mereka sadar jika sangsi Kang Darman sungguh keterlaluan, seberat-beratnya hukuman Kang Darman mungkin hanya tiga cambukan Rotan, namun mereka lihat sendiri rotan itu sampai hancur.

"wah… kau tidak terluka Arya…?" Tanya Anwar terkejut "kau kebal…??" susul Mahesa serta komentar santri- santri yang lain melihat kulit Arya tidak berbekas dari pukulan Rotan yang sangat hebat

"Aduh... " Arya mengaduh saat salah satu santri meraba bekas pukulan itu

"bukannya kebal… tapi karna kulitku keras hingga tidak tampak lebamnya, sesungguhnya bagian dalamnya bengkak... " terang Arya untuk menjawab keterkejutan yang lain...

Tiba-tiba Arya dan seluruh santri dikejutkan oleh gebrakan tiga ekor kuda besar yang melintas, hingga membuat mereka melompat ke samping, penunggang kuda itu mengenakan pakaian prajurit kerajaan, dengan pedang besar terselip di pinggang dan sebuah panji berkibar dari tongkat yang di pegang salah satu prajurit. Jelas itu panji Pasukan Jalayuda Pajajaran.

"untuk apa pasukan itu datang ke sini…?" Tanya seorang santri

"mana aku tau…" komentar yang lain sama heran.

"cepat kau obati lukamu itu" ajak Anwar sambil membopong tubuh Arya yang pura-pura sakit... Pasukan Jalayuda Pajajaran merupakan pasukan dari kelas tertinggi dibawah pimpinan Patih Darma Bumi yang dahulu merupakan tokoh silat berjuluk Gema Langit adik dari Gema Samudra orang tua Bintang Kusuma. Dia dianggap sangat berjasa dalam memukul mundur setiap pemberontak, bahkan pasukannya yang telah berhasil mengusir pemeberontakan Patih Wilyatikta yang membelot beserta pasukannya. Pasukan jalayuda sangat kesohor, pasukannya hanya ada lima ratus orang dan akan tetap lima ratus, karena tidak akan mengadakan penambahan jika tidak ada pasukan yang tumbang atau mengundurkan diri. Pasukan itu terdiri dari orang-orang pilihan kelas hebat. Tiga pasukan sama dengan sepuluh pasukan arteleri Pajajaran. Saking terkenal hebatnya hingga membuat mereka sombong, seperti yang telah mereka lakukan barusan, hampir membentur Santri yang sedang berkumpul di gerbang Padepokan.

Setelah meletakkan kudanya di kandang, mereka melangkah dengan agah memasuki balai padepokan, bahkan sepatunya tidak dilepaskannya...

"ada apa ini…!!" sambut Banjar Kalianget melihat kedatangan mereka denang wajah sombongnya

"mana Kyai Banjar…?? Ada titah raja yang ingin kami sampaikan…" kata-kata mereka sungguh kasar membuat Banjar Kalianget geram, padepokannya tidak ada sangkut pautnya dengan kerajaan manapun, walau lokasinya ada di kerajaan Pajajaran namun Padepokan itu berdiri sendiri atas pemberian Raja terdahulu pada Kyai Banjar...

"silahkan duduk dulu, sudilah kiranya Tuan Pasukan menunggu sebentar... " jawab Banjar Kalianget berusaha merendah membuat mereka semakin congkat.

"kami tidak punya waktu untuk bertele-tele, cepat suruk Kyai Banjar keluar ada titah penting dari raja"

Kyai Banjar keluar dari salatnya, setelah mendengar kegaduhan di luar, begitu juga Kyai Koneng.

"Kyai banjar... ada titah raja pada Padepokan Gajah Mungkur dan bawahannya untuk membantu kerajaan guna membasmi pemberonatakan Kadipaten Ambangan…" terang mereka langsung.

"apa gunanya Kerajaan minta bantuan kami…!!" Jawab Banjar Kalianget geram melihat sikap pasukan itu.

"sesungguhkan pasukan Jalayuda bisa mengatasinya tanpa meminta bantuan kalian, namun Raja ingin menguji kesetiaan kalian pada Pajajaran" jawab salah satu diantara mereka dengan sikap tetap congkak.

"apalagi yang kalian hadapi hanya sebuah kadipaten…!!" tambah Kyai Koneng turut geram "Kadipaten Ambangan meminta bantuan dari tokoh-tokoh sesat seperti Datuk Pengemis Nyawa dan anteknya untuk menggulingkan kerajaan" jawab satunya dengan sikap sedikit kalem. Membuat Kyai Banjar dan lainnya terkejut mendengar kabar itu, mereka sama teringat pada Dewa Iblis

"biar kami fikirkan dulu, mau membantu atau tidak kami yang akan memutuskan, sampaikan pada rajamu, tidak usah menunggu kami, jika kami mau membantu tentu dengan cara kami sendiri…" terang Kyai Banjar tenang.

"baik kalau seperti itu, mau membantu atau tidak, tidak ada efeknya bagi kami, Pasukan Jalayuda pasti bisa mengatasinya sendiri…" jawab salah satu Pasukan seraya meninggalkan balai dengan cepat membuat Banjar Kalianger semakin geram, mereka datang dan pergi tanpa salam, diangap apa padepokannya itu

"ingin rasanya ku hajar orang itu, jika bukan atas titah Raja datang kemari... " geram Banjar Kalianget

"bagaimana Kakang…?? Apakah kita akan membantu…?" Tanya Kyai Koneng teringat akan perkataan Kakaknya tadi

"tentu kita harus membantu, kita harus sadari padepokan ini pemberian raja Pajajaran, Banjar... !! cepat kau kirim surat pada beberapa sahabat kita untuk diajak serta membela Negara... "

"Baik Romo... !!" Jawab Banjar dengan cepat meninggalkan tempat itu guna membuat surat dan mengutus beberapa santri pada lokasi sahabat-sahabat Kyai Banjar.

Arya heran melihat persiapan beberapa Santri pilihan yang dipanggil Kyai Banjar Banyu Bening, ada sekitar lima belas santri yang terpilih diantaranya Kang Darman, mereka mendapat gemblengan khusus Kyai Koneng di ruang tertutup

Selain itu juga kedatangan beberapa orang berbau pendekar ke Gajah Mungkur, seperti kedatangan Kirana yang cukup membuatnya bergetar, juga pendekar lain yang tak kalah tentu hebatnya.

Arya tidak mendengar kabar apa-apa, tiba-tiba padepokannya ramai oleh para pendekar, dia tetap melakukan tugas hariannya memotong kayu di ujung Padepokan.

Racun Barat juga di datangi utusan Raja Pajajaran, walau mereka pulang pincang karena kepongahannya ketika menghadap, namun Racun Barat masih memerintahkan menantunya Bintang Kusuma bersama lima Murit Pilihan untuk turut bergabung ke Gajah Mungkur, dengan  demikian dia berharap kesenjangan yang tercipta antara Gajah Mungkur dan Bukit Gembala sedikit reda.

Bintang Kusuma menyambutnya dengan girang, karena dia telah kenal pada keturunan pemilik Gajah Mungkur, Banjar Kalianget, juga salah satu pendekar wanita kesayangan Kyia Banjar, Kirana. Tak kalah rindunya dia ingin bertemu dengan pendekar Hebat yang tanpa sengaja telah menjadi sahabatnya, siapa lagi kalau bukan Dewa Iblis. Dia ingin tau kabarnya serta ingin bernostalgia dengan beberapa pertemuan yang sangat hebat sebelumnya.

Sesampainya di Gajah Mungkur Bintang Kusuma merasa kecewa, Karena dia hanya bertemu dengan Kirana dan Banjar Kalianget tanpa sosok yang paling dirinduinya, yaitu Dewa Iblis.

"dia sekarang ada di sini... " hanya itu yang disampaikan oleh Kirana, membuktikan bahwa Dewa Iblis Masih hidup. Namun dari kerumunan pendekar yang datang dia tidak melihat sosok bersenjata Kayu Cendana itu.

Bintang Kusuma tidak sadar bahwa dia ditatap dengan heran oleh orang yang sekarang sedang memotong kayu di pojok Padepokan, namun untuk mendekat, dia merasa tidak pantas. Karena Kyai Banjar tidak menginginkannya bergabung di sana. Dia menatap Mahesa yang masih memotong kayu dengan kesal

"Kenapa Mahesa…!!" Tanya Arya melihat temannya kesal, sambil membanting kapaknya

"aku juga ingin bergabung di sana, walaupun aku tidak memiliki ilmu kanuragan hebat, namun aku bisa menggunakan ini untuk mengatur strategi…" tunjuk Mahesa pada batok kepalanya, Arya hanya tersenyum percaya kata-kata temannya yang tergolong cerdas itu. Walau badannya lemah untuk belajar beladiri.

"memangnya ada apa banyak pendekar yang datang ke sini…"

"kau tidak dengar kabar... ??" Tanya Mahesa heran, Arya hanya menggeleng

"pantas…!! Kau yang tidak pernah belajar kanuragan mana mungkin di ajak serta, aku saja yang sedikit punya kemampuan silat tidak dipanggil, ini bela Negara.

Kerajaan Pajajaran akan deserang oleh pemberontakan Kadipaten Ambangan yang melibatkan tokoh-tokoh sesat"

"kau ingin turut serta…? Kau tidak takut mati... ?" Tanya Arya heran pada sikap temannya yang kesal karena tidak diajak serta berperang "eh kau harus tau…!! mati di medan laga demi membela kebenaran, apalagi sampai bela Negara, tentu akan mati Syahid, mati yang selalu dirindukan oleh semua orang islam... " terang Mahesa membuat Arya semakin tidak mengerti

"Apa itu mati Syahid…??"

"ah… dasar santri goblog... " Bentak Mahesa sambil mendorong bahu Arya hingga dia terjunggal namun tertawa melihat kekesalan temannya

"mati yang langsung di jamin masuk surga tanpa diperiksa malaikat…" lanjut Mahesa sambil menatap langit.

"aku rindu mati seperti itu, berkumpul dengan para syuhada dan para nabi di surga sana... " Mahesa menerawang ke atas. Membuat Arya tersentak "Surga…??" sejak dulu dia tidak pernah berfikir setelah kematian kelak, dia tau ada yang Namanya Surga dan Neraka sejak kecil, namun selama hidupnya dia tidak berfikri ke arah sana, kembali ucapan teman sekamarnya menghentak sanubarinya.

"sudahlah Mahesa…!! Kyia Banjar mungkin masih melihat kita tidak pantas berperang... kalau kita ikut mungkin hanya menjadi beban pasukan... peperangan kita kali ini masih dengan kayu-kayu ini…" ujar Arya Bangkit diiringi Mahesa mengambil kampak dan membelah kayu-kayu besar di depannya.

Sekitar lebih seratus pendekar berkumpul di sana memenuhi undangan Kyai Banjar... guna membahas cara membantu Pajajaran.

"aku dengar kabar, Kadipaten Ambangan dibantu tokoh sesat paling hebat, yaitu Datuk Pengemis Nyawa, serta anteknya... yang tak kalah meresahkan adalah kemunculan dua pendekar hebat, Bocah Setan Tua dan Nenek Peniup Dupa yang turut serta di sana" terang Kyai Koneng membuka pembicaraan

"aku berfikir bagaimana kalau kita membentuk pasukan sendiri, jangan sampai bersama dengan para pasukan kerajaan. Sehingga gerakan kita lebih leluasa menyerang musuh... " Kyai banjar memberi usulan...

"setuju... " Teriak semua yang hadir penuh semangat

"tapi untuk membuat pasukan kita harus punya pemimpin... " usul salah satu pendekar yang hadir...

"bagaimana kalau Kyai Banjar Atau Kyai Koneng yang menjadi pemimpin…" pendapat pendekar muda disetujui yang lain "maaf saudara sekalian, aku sudah terlalu tua tidak sanggup berperang, lebih baik cari yang lain, entah kalau adekku… bagaimana Kyai Koneng... ?"

"Maaf kakang dan juga saudara yang lain, aku memang ingin ikut berjuang, tapi tidak siap menjadi pemimpin, seperti yang diucapkan Kakang barusan, kami sudah terlalu tua... " undur Kyai koneng, membuat semua yang hadir berbisik bingung…

"atau kyai punya usulan... siapa yang pantas diantara kami jadi pemimpin…" Tanya Bintang Kusuma, sebelum Kyai banjar menjawab, seorang yang berbadan kekar dengan golok besar berjalan ke depan

"yang jelas pemimpin pasukan ini harus paling hebat diantara semuanya, dan paling ceras…!! Aku siap menjadi pemimpin kalian... " ujarnya penuh keyakinan

"apa yang kau katakan Golok Emas…!! Seakan meremehkan kehebatan kami…" bentak Kang Darman penuh amarah…

"siapa yang merasa paling hebat di sini, silahkan maju menguji keahlian, guna menjadi pemimpin…" semua yang hadir gaduh mendapat tantangan golok Emas, membuat kyai banjar hanya geleng kepala, dia tidak bisa melakukan apa-apa. Mungkin cara itu memang lebih baik untuk saling menguji kesaktian, hitung-hitung sebagai ajang latihan sebelum perang.

Golok emas melenting ke luar Balai diikuti para pendekar yang lain, semua santri Padepokan yang tidak tau apa- apa terkejut dan berbondong-bondong menyaksikan keramaian itu... kecuali Arya dan Mahesa yang masih saling berlomba membelah kayu...

Golok Emas ada di tengah arena dikelilingi para pendekar yang lain, sesosok tubuh perpelampilan sederhana maju ke tengah arena dengan pedang terselip di pinggangnya

"bukannya aku berambisi menjadi ketua, namun aku hanya ingin menguji kelayakanmu Golok Emas" ujarnya pelan

"hahahahaha… jangan berbelit lidah Mandala…" orang yang di sebut Mandala hembuskan nafas kesa hendak menyerang

Namun sebelum perkelahian perebutan ketua dimulai mereka dikejutkan oleh kedatangan beberapa kuda memasuki padepokan, tampak jelas mereka pasukan Jalayuda dipimpin sosok tinggi besar dengan Gada berwarna emas ada dipunggungnya, dia adalah Gema Langit pimpinan Pasukan Jalayuda. Gema Langit melompat turun dari kudanya, diiringi beberapa pasukan pilihan yang mengawalnya, dengan sombong pasukan menerobos beberapa pendekar hingga pimpinannya bisa berdiri di tengah Arena, menatap Golok Emas dan Mandala dengan tajam, kemudian terkegal hebat…

"hahahahaaaa... Sungguh tiba tepat waktu, aku mendengar disini sedang ada pemilihan ketua pasukan Pendekar yang akan turut serta membela kerajaan Kami, aku ingin turut serta... " Ujar Gema Langit penuh percaya diri...

"Apa Maksud Patih Gema Langit…" Tanya Kyai Koneng

"aku juga ingin menjajal kehebatan pendekar di sini, aku sangsi pada kehebatan kalian, tapi kenapa Raja begitu percaya hingga minta bantuan pada kalian…" Gema Mangit berputar di tengah arena dengan sombong, membuat semua pendekar yang ada di sana muak dan ingin menyerang, namun Kyai Koneng menahannya, Pasukan Kerajaan sudah siap dengan pedang terhulus untuk menyambut serangan para pendekar.

"hahahahaaaa… sungguh tidak adil jika kami harus melawan kalian semua, tentu kami kalah jumlah... " Gelak Gema Langit "Patih Gema Langit, kami ingin membantu kerajaan tanpa ada rasa paksaan, dan kami sebagai pendekar hanya ingin bertindak dengan cara kami sendiri, jadi Tuan Gema Lagit sudi tinggalkan tempat ini untuk mempersiapkan pasukannya sendiri…" pinta Kyai Banjar

"itu yang aku khawatirkan, kalian bergerak sendiri tanpa perintah kerajaan, yang akhirnya malah akan merepotkan kami…" terangnya penuh kesombongan

Tiba-tiba Banjar Kalianget melenting ketengah Arena "Sesungguhnya apa yang kau ingin kan... !!"

"hahahaha… aku juga termasuk pendekar, jadi pantas jika bisa turut serta dalam pemilihan ketua ini… "

"tapi kau sudah menjadi Patih dan Pimpinan Pasukan Kerajaan, tidak mungkin juga menjadi pimpinan Pasukan Pendekar... "

"hahahahaaa... Kata siapa tidak bisa, jika kalian tidak bisa mengalahkanku, maka kalian harus tunduk dibawah naungan panji Pasukan Jalayuda…" terangnya membuat semua terperangah dan ribut, namun banyak yang menyatakan kesanggupan untuk melawan Patih Gema Langit, namun dia tidak kekurangan akal, dia juga tahu bahwa yang berkumpul di sini adalah para pendekar kelas tinggi, dan dia juga tau jika Kyai Banjar dan Kyai Koneng tidak akan turut serta dalam pemilihan

"namun sungguh tidak adil, jika aku harus melawan kalian semua, begini saja, kalian pilih dua pendekar untuk melawanku, jika aku bisa mengalahkan keduanya berarti kalian kalah…" tawarnya membuat suasana semakin gaduh, Banjar Kalianget menoleh pada Kyai banjar, dia hanya mengangguk.

"kalau kami menang bagaiana…??" Tanya Banjar Kalianget

"kalau kalian menang tentu aku akan biarkan kalian membuat pasukan sendiri semau kalian" jawab Gema langit enteng seperti meremehkan mereka.

"Baik…!!" jawab Banjar kalianget tegas

"aku yang akan mencoba pertama kali, Paman…" tiba- tiba Bintang Kusuma maju, membuat Gema Langit terkejut kemudian tertawa terdahak-dahak

"Bintang Kusuma Keponakanku… aku sudah menjadi pendekar sebelum kau lahir, jadi jangan coba melawanku, bagaimana aku bisa menjelaskan pada Kakang Gema Samudra jika kau cedera ditanganku... " ujar Gema Langit santai "biarlah saya mencoba ilmu yang selama ini saya pelajari, saya tau kehebatan paman, saya hanya ingin belajar... " terang Bintang Kusuma seraya mencabut pedangnya, Golok Emas yang sejak tadi congkak, melihat sekarang yang berdiri di tengah Arena adalah Gema Langit, nyalinya ciut dan mundur, begitupun Mandala, semua yang hadir semakin mengatur Jarak, Banjar Kalianget Mundur juga, dia tidak hawatir akan keselamatan Bintang, karena dia adalah keponakannya sendiri dan Gema Lagit juga pasti berfikir dua kali untuk melukai Menantu Racun Barat Itu...

"baik…!! Jika kau sudah tidak bisa diperingati, aku tidak akan segan-segan lagi… Hiaaaat…" Gema Langit langsung mencabut Gada Emasnya membuat semuanya terbelalak, begitu juga Banjar Kusuma, tafsirannya keliru, ternyata Gema Langit sungguh-sungguh bahkan pada serangan pertama saja dia langsung menggunakan senjata Hebatnya...

TRAAAANGGG…

Bintang merusaha menangkis. Namun serangan itu sungguh dengan tenaga dalam tinggi hingga tubuhnya terdorong gada yang menempel di pedangnya, kemudian dia melenting ke atas dan hinggap di belakang Gema langit... gema langit tidak tinggal Diam, dia terus memburu Bintang Kusuma… TRAAAAANGGG

Dua senjata jembali bertemu, tubuh Bintang bergetar hebat oleh benturan tenaga yang dahsyat itu, tubuhnya menggigil seketika, ilmu pamannya sungguh sanga sahsyat…

"Ponaan tidak tau untung… Hiaaat…" Gema langit benar- benar menggunakan seluruh kesaktiannya, menyerang ponaannya yang kebingungan, Bintang Sadar bahwa yang dihadapi adalah pamannya sendiri, tidak mungkin dia menggunakan senjata rahasia atau Jurus Pamungkas, dia masih Hormat padanya, sadar jika ilmunya tidak mampu melawan Gema Langit, jika tidak menggunakan jurus pamungkas dan senjata rahasinya, membuat Bintang kendurkan tenaga dalam

TRANGGGG…

Kembali senjata bertemu, Bintang tidak bisa mempertahankan pedangnya, pedang itu terpental jauh, dia harap pamannya menghentikan serangan, melihat dia kalah. Namun...

"Ponaan harus di beri pelajaran... " Kembali Gema langit kibaskan senjatanya penuh dengan tenaga dalam tinggi membuat semua terbelalak, Bintang bisa mati, semuanya terpekik. Bahkan Kyai banjar tidak menyangka akan jadi begini, hingga dia lambat melompat menolong Bintang… Gada itu melesat cepat akan menghantam kepada Bintang, Bintang tergagap tidak terpaya, hingga dia hanya bisa pasrah memejamkan mata...

TRAAAANGGGGG...

Gema Langit terpekik hingga mundur beberapa langkah, Gadanya seperti membentur Bongkahan baja besar, dan bukan hanya dia yang terkejut, juga semua yang hadir terbelalak kaget melihat sesosok tubuh kini berdiri di depan Bintang...

Bintang Membuka Mata karena serangan Pamannya tidak mengenainya, sekarang matanya bisa menatap dengan jelas pada sosok yang membelakanginya sehingga tidak bisa melihat wajah orang yang menyelamatkannya, dia hanya menggunakan Celana Dekil tanpa pakaian, Rambutnya yang sedikit panjang terterpan angin. Tampak jelas tubuhnya sangat kekar basah oleh keringat. Di sebelah tangan kanannya terkepal sebuah Kapak Kayu Biasa.

Semua pendekar dan santri Padepokan Gajah Mungkur terbelalak tidak percaya, bahkan Kang Darman sampai mengucek mata beberapa kali memastikan. Sosok tubuh yang tadi mereka lihat membelah kayu di ujung padepokan kini berdiri dengan gagah di tengah arena, bahkan menantang Gema Langit dengan sorot mata yang tajam. Semua orang tetap tidak percaya jika seorang Kacung atau pekerja Padepokan ini mampu menangkis serangan Gema Langit yang sangat hebat. Hal itu juga dirasakan Gema Lagit, dihadapannya hanya tukang kayu biasa, kenapa memiliki kemampuan untuk menahan serangannya.

"Hahahahahahaaaaa… apakah kalian tidak punya pendekar Hebat, hingga seorang penebang kayu ini dipilih melawanku" cibir Gema Langit, semua yang hadir gaduh, karena mereka tau, ini adalah babak penentuan sesuai dengan perjanjian Gema langit. Orang yang berdiri menghadap Gema langit sungguh tidak meyakinkan, dia hanya bersenjata kapak kayu biasa, bukan senjata hebat andalan pendekar. Lagipula mereka lihat sendiri tadi dia tidak berkumpul dengan para pendekar, malah memotong kayu di ujung sana. Mana mungkin dia menang menghadapi gema langit

"sungguh kau sangat kejam, memperlakukan keponakanmu sendiri seperti itu... " ujar pemuda itu tegas dengan mata tajam melihat Gema Langit

"Arya… jika kau mau melawannya... jangan sampai dia cedera…" teriak Kyai Banjar, semua mata melihat padanya, ada senyum tenang yang berkembang di bibir Kyai Banjar dan Kyai Koneng, membuat mereka heran, apa mungkin Kyai Banjar tidak hawatir jika pilihannya kalah, namun melihat ketenangan mereka sedikit mengurangi kewas-wasan.

"siap Kyai…" jawab Arya tersenyum tenang langsung berubah dari asalnya yang seperti singa ketika melihat Gema Langit

"Arya…!!" pekik Bintang Kusuma, Arya hanya menoleh tersenyum tenang

"kau kembali dulu, ambil senjatamu biar aku yang akan menghadapinya" pinta Arya menjabat tangan bintang

"Aku tidak mau melawan Jongos, tidak ada kebanggaan aku melawannya" ujar Gema Langit Sombong

"sudahlah pak tua pemegang pentungan tikus, jika pentungan bututmu itu bisa mengenai tubuhku, aku mengaku kalah…" teriak Arya tidak kalah sombong, membuat semua yang hadir terbelalak, begitu mudahnya Pemuda Jongos itu membual

"ucapanmu sungguh seperti pendekar yang paling hebat anak muda, aku hargai keberanianmu, namun keberanian saja tidak cukup untuk perdiri di sini, cepat panggil pendekar yang lain…" teriak Gema Langit sambil menatap pendekar yang lain penuh tantangan. "bilang saja kau takut melawan kapak hebatku ini" ujar arya tenang sambil mengamati Kapak Kayunya, Kirana dan petinggi Padepokan Gajah Mungkur tersenyum, mereka tidak percaya jika Arya yang dahulu Sadis dan tegas, sekarang tampak lucu.

"kurang ajar... baik Jongos, akan ku robek mulutmu itu, namun kemenanganku ini tidak termasuk hitungan, silahkan kalian persiapkan satu pendekar lagi untuk melawanku... " teriak Gema langit... melesat mengayunkan gadanya, Arya malah melempar Kapaknya kesamping bertangan kosong dan mengatur kuda-kuda Putri Bulan yang sangat lincah...

Gada Gema Langit menyodok melewati samping kepala Arya, Arya menunduk dengan cepat dan menusukkan jari telunjuknya ke ketiak Gema Langit

"Cut... " Ujarnya menyentuh ketiak itu lalu melompat sambil ketawa lucu, membuat yang melihat terkejut juga geli, tingkah laku Arya dan kecepatannya, Arya bukannya mengirimkan pukulan malah main-main menggelitik ketiak Gema Samudra.

Gema Lagit menjadi geram langsung meningkatkan serangannya… Arya hanya melompat kesana kemari menghindari serangan maut Gema Langit dengan Gesit sambil ketawa tenang. Hingga berjalan lima puluh jurus Arya masih bermain- main menghindari serangan Gema Langit, membuat semua pendekar yang hadir percaya pada kemampuan Arya yang tadi mereka remehkan.

"Makanya kalau pentungan tikus jangan digunakan sebagai pemukul manusia, tidak akan kena... tu kan…" cerocos Arya seraya terus menghindari serangan Gema Langit yang semakin cepat, namun gerakannya untuk menghindar tidak kalah cepat. Hingga Nafas Gema Langit Ngos-ngosan dia masih belum mampu menyentuh tubuh Arya.

Betapa hebat orang yang diremehkan itu, membuatnya tambah penasaran. Kini dia yakin jika pemuda yang dilawannya itu bukankan orang sembarangan, dia yakin dia pendekar hebat yang meNyawar menjadi jongos di padepokan itu, hal itu juga dirasakan oleh semua yang melihat... Mahesa ternganga tidak percaya pada orang yang selalu tidur bersamanya itu, bahkan kapak yang dipegangnya bergetar, begitupun Kang Darman yang selama ini selalu memperlakukan Arya dengan kasar, karena cemburu melihat Arya begitu dekat dengan Kirana.

"sudahlah Gema Langit, hentikan pertarungan itu, bisa jadi kau kehabisan nafas karena kelelahan mengejarnya, kau kembali saja pada pasukanmu…" teriak Kyia Banjar... Namun Gema Langit tidak mendengarkan ucapan itu, terus mengejar Arya walaupun nafasnya telah kembang kempis, Arya merasa kasihan juga

"apa kyia mau saya selesaikan pertarungan ini…??" teriak Arya

"asal kau tidak melukainya... !!" Jawab Kyai Banjar...

Tiba-tiba Arya melenting ke udara dan mengambang di sana, membuat semua mata terbelalak begitu juga Kyai Banjar dan Kyai Koneng selama hidupnya tidak pernah melihat ilmu bisa membuat orang melayang di udara...

"Pak Tua... Apakah kau bisa mengejarku kesini, lebih baik kau menyerah saja" teriak Arya dari atas udara menatap Gema langit terbelalak hingga mulutnya menganga...

"atau kau ingin merasakan salah satu jurus ku…? JURUS SABIT BULAN... " teriak Arya menendangkan kakinya di udara pada sebuah Pohon Beringin besar yang memang diperitah Kyai banjar untuk di tebang, seketika itu Larikan sinar kehijauan sangat panas berbentuk bulan sabit sebesar dua depa melesat dengan cepat menghantam Pohon Beringin itu

BLAAAAARRRR... Kayu Besar itu tumbang seketika bagaikan tertebas pedang sangat tajam dan besar, semua mata semakin terbelalak pada kehebatan orang yang mereka anggap jongos jitu. Gema langit tergagap seluruh tubuhnya bergetar hingga tak sadar gadanya jatuh, wajahnya pias, keringat dingin mengucur dengan deras, dia terduduk dengan lemas melihat kesaktian lawannya yang begitu hebat. Dia bisa bayangkan jika Jurus itu dihantamkan ke bawah, bukan hanya dia yang tidak selamat, namun juga beberapa pendekar di sekitarnya.

Arya melayang turun dengan pelan dan ringan seperti kapas, dan hingga di depan Gema Langit.

"Patih… bukan niat saya memamerkan kesaktian di sini, tapi saya terpaksa agar anda sadar dan melihat, bahwa musuh yang hendak dihadapi anda itu mungkin lebih hebat dari saya, dan itu lebih dari satu. Bisa saja pasukanmu tidak ada yang selamat, makanya disini para pendekar berkumpul untuk membuat pasukan sendiri melawan mereka agar pasukan kerajaan tidak banyak jatuh korban... ? apa kau tidak menghargai mereka…?? Mereka sangat menghormati anda. Sehingga tidak mau melawan anda... saya yakin diantara mereka banyak yang lebih hebat dari saya... " terang Arya membuat Gema Langit hanya tertunduk, tidak pernah terbayangkan sedikitpun jika dia harus takluk hanya oleh jongos Padepokan Gajah Mungkur. para pendekar yang lain tambah kagum pada pemuda yang mereka anggap jongos, bukan hanya memiliki ilmu kanuragan hebat, namun cara bicaranyapun sungguh tegas dan matap

"saya terlalu sombong pada kemampuan pasukan saya sendiri, saya sakit hati ketika Raja meminta bantuan para pendekar untuk melawan Kadipaten Ambangan, seakan tidak percaya pada kami, tapi mendengar penjelasanmu basuran membuatku sadar, apalagi di Ambangan ada sosok sesat hebat berjuluk Datuk Pengemis Nyawa... " terang Gema langit membuat Arya terpekit

"Datuk Pengemis Nyawa…??" Arya tersentak. Seketika Kyai Banjar, Kyai Koneng dan Kirana langsung berhambur kesebelahnya

"Sabar Arya... biar aku jelaskan nanti…" Kyai Koneng berusaha meredam emosi Arya. Melihat orang-orang terdekatnya khawatir padanya, Arya hanya tersenyum tenang

"Saya bukan yang dulu lagi Kyai, walaupun Datuk Pengemis Nyawa ada sepuluh lagi, saya tidak akan terpancing emosi, saya sudah belajar untuk meredamnya" terangnya membuat yang khawatir terkejut kemudian tersenyum tenang

"Patih Gema Langit, maafkan atas sambutan kami ini, yang pasti kita masih dalam satu perjuangan untuk mengusir pemberontak... " ujar Kyai banjar, berusaha membantu Gema langit berdiri

"saya yang minta maaf Kyai... , namun sebelum saya meninggalkan padepokan ini, izinkan saya tau Nak Mas yang sangat hebat ini... " pinta Gema lagit melihat Arya, dan hal itu juga diharapkan oleh para pendekar yang hadir.

"nama saya Arya, saya santri di Padepokan ini, belajar ilmu agama dan juga ilmu batin pada Kyai Banjar dan juga Kyai Koneng... " jawab Arya tenang

"tapi saya tidak percaya jika Nak Mas hanya santri biasa, kehebatan Nak Mas membuktikan bahwa Nak Mas adalah pendekar sangat hebat" tambah Mandala yang juga turun mengerumuti Arya bersama pendekar dan santri padepokan yang penasaran pada pemuda itu, Arya tidak menjawab, dia takut untuk menjelaskan dirinya yang asli, melihat sikap Arya Kyai Koneng tersenyum Arif

"dia benar-benar santri yang giat belajar ilmu disini, berusaha merubah diri dari masalalunya yang tidak bisa dibilang baik, dan tidak bisa pula bisebut buruk" terangnya sambil melihat semua pendekar yang semakin penasaran

"jika nanti kalian tau siapa dia, kami harap kalian jangan mempermasalahkannya, kita lihat sendiri keadaannya sekarang, apakah kalian percaya jika saya katakana dia orang jahat... ?" pancing Kyai Koneng

"tidak mungkin Kyai…"

"jelas-jelas tadi dia tidak berani melukai Patih Gema Langit sesuai perintah Kyai, manamungkin dia orang jahat"

"jangan mengada-ngada Kyai…"

Banyak yang berkomentar tidak terima saat Kyai Koneng mengatakan bahwa Arya adalah orang jahat, membuatnya tersenyum puas

"walaupun dia orang orang jahat sekalipun, melihat sekapnya sekarang, saya tidak mungkin memusuhinya, tapi yang saya tangkap dia adalah pendekar dari gologan putih yang baik…" komentar Gema Lagit

"benar Kyai, kami melihat dengan pasti, dia tidak malu bersama dengan santri yang lain, mengaji dan melakukan kegiatan berat seperti menebang pohon dan mengangkut air di padepokan ini, manamungkin dia jahat…" bela Anwar juga tidak terima

"terimakasih atas pembelaan kalian pada Arya, tapi dia benar-benar bekas orang jahat…" jawab Kyai Banjar membuat semua terkejut melihat pada Arya yang tertunduk, jelas mereka tidak percaya pada ucapan itu.

"Kyai jangan mengada-ada, dia kan hanya mantan orang jahan, sangat bersukur kita jika ternyata dia sekarang menjadi orang baik…" bela salah satu pendekar di setujui pendekar lain, rasa kagum pada Arya lebih tinggi daripada sekedar kata-kata jahat padanya. 

"kyai membuat kami semakin penasaran... apakah dia merupakan pendekar yang terkenal…!!" kejar Golok Emas

"Sangat terkenal, mungkin semua yang ada di sini pernah mendengar gelarnya…" tambah Banjar kalianget, semakin membuat orang penasaran melihat Arya yang tertunduk malu dilihat dengan sorotan mata kagum oleh semuanya.

"maafkan semua kelakukan saya selama ini, yang mungkin membuat para pendekar gusar, kelakuan saya yang tanpa perhitungan, yang hanya mementingkan kepentingan sendiri" ujar Arya pelan.

"Pendekar muda, rasa sesalmu dan ketulusanmu untuk berubah, bahkan mondok di sini bersama dengan santri yang tentu bukan kelasmu. Sudah cukup pantas untuk menyapu dendam, jika kami punya dendam padamu…" terang pendekar paruh baya, dibenarkan oleh lainnya "jika nanti kalian telah mengetahui saya yang sebenarnya, jika ada kesal dan juga dendam di hati kalian, izinkan saya memikul hukuman yang setimpal" tambah Arya membuat semua yang hadir turut luruh, bahkan kirana melinangkan air mata melihat ketulusan Arya...

"sudahlah anak muda... siapapun kamu, kami telah memaafkan seluruh kesalahanmu selama ini, Kyai Banjar dan Kyai Koneng serta Patih Gema Langit menjadi saksinya" tambah Pendekar Paruh Baya itu lagi, dibenarkan yang lain...

"terimakasih atas kemurahan hati tuan-tuan sekalian, dulu sikapku dipengaruhi dendam yang begitu besar pada Datuk Pengemis Nyawa... "

"DEWA IBLIS…!!" sentak beberapa bendekar membuat yang lain terbelalak kaget hingga tersurut satu langkah, mereka tau hanya Dewa Iblis yang dikenal berani mencari dan menantang Datuk Pengemis Nyawa.

"ya benar dia adalah Arya yang berjuluk Dewa Iblis…" yakin Kyai banjar, semua mata menatap tidak percaya melihat orang yang terkenal sadis dan kejam kini berdiri dihadapan mereka, sesosok pemuda tampan bertubuh kekar dengan banyak bekas sayatan di tubuhnya itu menunduk luruh bahkan melinangkan air mata penyesalan, seakan tidak percaya orang yang masih muda itu yang berjuluk Dewa Iblis yang terkenal sangat hebat, mereka menyangka Dewa Iblis berusia lebih tiga puluh tahunan, tidak mungkin jika orang yang masih muda seperti Arya telah punya kesaktian sangat hebat berjuluk Dewa iblis, tapi Kyai Banjar tidak mungkin bohong, dan tadi mereka telah melihat sendiri kehebatan Arya yang tergolong langka.

"dia Dewa Iblis, yang terkenal kejam dan sadis, kini berdiri dihadapan kalian dalam keadaan menyesali perbuatannya, lalu apa yang ingin kalian lakukan padanya... !!" Tanya Banjar Kalianget menyadarkan keterkejutan mereka

"dia… dia yang pantas menjadi pemimpin pasukan pendekar... " Teriak Golok Emas mantap, membuat yang lain terkejut malah mendukung usulan itu, Arya terbelalak tidak percaya...

"jangan… bukan saya... !! tadi saya tidak berniat ikut dalam perebuatan jabatan, hanya saja saya tidak tega jika Patih Gema Samudra melukai Ponaannya sendiri" bela Arya kebingungan... tapi Pendekar yang lain terus mengusulkannya, Arya semakin kebingungan melihat kanan-kiri dan meilhat Kyai Banjar tersenyum padanya.

"maaf tua-tuan, saya tidak pantas. Bahkan Kyai Banjar tidak memanggil saya untuk turut serta dalam pasukan pendekar…" terang Arya berusaha minta perlindungan dari Kyai Banjar, yang memang tidak memanggilnya, membuat semua mata melihat Kyai Banjar heran, karena orang sehebat Arya tidak dipanggilnya... Kyai Banjar tersenyum arif

"aku memang berencana tidak mau mengajak serta Arya, karena kita ketahui sendiri bahwa Dewa Iblis sangat dendam pada Datuk Pengemis Nyawa, dan kita ketahui bersama bahwa di sana ada Datuk Pengemis Nyawa yang Asli. Sedangkan Arya baru melampiaskan dendamnya membunuh kembaran Datuk Pengemis Nyawa di Rawa Lintah, yang sesungguhnya adalah muridnya yang bernama Gatot Ngurai, aku hawatir jika dia ikut serta hanya mementingkan dendamnya saja, dan mencelakakan pasukan Pendekar... " terang Kyai banjar,

"kami yakini jiwa Arya masih labil, kami tidak mau Dewa Iblis menjelma sosok mengerikan seperti dulu lagi, sedangkan sekarang dia dalam proses penyembuhan dari luka batinnya" tambah Kyai Banjar.

"tapi siapa Kyai yang lebih pantas memimpin pasukan ini selain dia... ? orang yang memiliki Ilmu sangat tinggi dan rasa perhatian pada sesamanya... " Tanya Bintang Kusuma yang telah berdiri di samping Patih Gema Langit.

"saya harap izinkan dia memimpin pasukan ini Kyai, pasukan kami pasti juga mengharapkan kehadirannya... " pinta Patih Gema Langit "tadi aku khawatir saat kau mengatakan padanya tentang keberadaan Datuk Pengemis Nyawa di Ambangan, setau dia Datuk Pengemis Nyawa telah mati, makanya kami cepat mendatanginya takut sifat liarnya muncul lagi, ternyata dia tersenyum dan mengatakan bahwa dia tidak terpancing lagi oleh dendam itu... " kembali Kyai banjar menjelaskan

"lalu apakah Kyai mengizinkan dia menjadi Pimpinan Kami... " Tanya para pendekar yang lain tidak sadar... Kyai Banjar Hanya mengangguk tersenyum membuat yang lain senang, tapi tidak bagi Arya, dia malah kebingungan

"saya... saya tidak pantas memimpin pasukan ini kyai, saya tidak punya pengalaman apa-apa dalam pasukan, pasti ada yang lebih layak, namun jika diizinkan saya ingin turut serta dalam pasukan... !!"

"ya... kau di izinkan turut serta, namun sebagai pimpinan... kau tenang saja, aku juga akan ikut mendampingimu... !!" ujar Kyai Koneng

"jangan menolak tanggung jawab yang diberikan orang banyak padamu... jika kau memang dibutuhkan, kau harus bernyukur bahwa hidupmu dihargai orang dan bisa berguna bagi orang banyak... " terang Kyai Banjar membuat Arya tersentak, kemudian menunduk, dia tidak pernah berani membantah orang-orang yang telah begitu baik padanya, orang-orang yang telah menganggapnya keluarga sendiri, seperti Kyai Banjar, Kyai Koneng dan Banjar Kalianget

"baik Kyai... tapi kalau diizinkan saya ingin mengajak serta Mahesa di samping saya, walau ilmu kanuragannya tidak sehebat pendekar yang lain, namun kecerdasannya pasti bisa digunakan untuk menyusun strategi dan tempat saya berdiskusi" Pinta Arya...

Mahesa yang ingin kembali ke tempat tugasnya memotong kayu, bahkan tugasnya bertambah setelah Arya menumbangkan pohon beringin besar diselimuti rasa kesal karena teman sekamar dan sekerjanya bisa turut serta dalam pasukan bahkan menjadi pimpinan. tersentak kaget saat Kyai Banjar memanggilnya

"Mahesa... kau di ajak serta berjuang oleh Arya... apakah kau mau... ??" wajah Mahesa langsung merona girang, bahkan tampak bercak air di matanya saking senangnya

"siap Kyai... !!" teriak mahesa melemparkan kapaknya menuju kerumunan para pendekar...

"kalau seperti itu saya izin undur kembali ke barak pasukan, mempersiapkan pertahanan dan serangan, mohon doanya Kyai…" ujar Patih Gema langit sungguh berbeda dari saat dia datang... Pasukan Jalayuda yang di pimpin Patih Gema Langit meninggalkan padepokan itu dengan cepat. Sedangkan Pasukan Pendekar kembali berkumpul di dalam Balai untuk membahas semua persiapan dan strategi yang akan dijalankan dalam pertempuran melawan kadipaten Ambangan yang intinya melawan golongan hitam…

Kirana semakin kagum pada Arya, sosok beberapa bulan terahir tampak sebagai Jongos dengan pakaian alakadarnya kini duduk di tengah para pendekar mengenakan pakaian cukup rapi hingga semakin tampak ketampanan dan kegagahannya.

"apakah kau masih butuh senjatamu…??" Tanya Kyai koneng datang dari dalam membawa benda terbungkus kain hitam, kemudian membukanya hingga tampak Kayu Cendanya berwarna kuning... seketika ruangan itu penuh dengan harum kayu cendanan

"Awas Kyai… kayu itu beracun… " tentak Arya seraya berkelebat cepat menutup kembali kayu itu, semua yang hadir gusar ketakutan, karena mereka telah mencium harum itu, tapi Kyai koneng malah tersenyum tenang membuka kembali, Arya cepat menutupnya lagi

"kau tenang saja, aku sudah membersihkan racun itu, kalau kau memang ingin menjadi orang baik, jangan menggunakan racun lagi... " ujar Kyai Koneng seraya membuka tutup kayu itu dan mengangkatnya, membuat Arya terperangah. Namun walaupun tanpa racun di Kayu itu. Kyai Koneng yakin jika kayu itu memiliki kesaktian yang tinggi jika di pegang Arya, namun jika dipegang orang lain, kayu itu hanya batang kayu cendana biasa...

Kyai Koneng menyerahkan senjata Arya

"aku juga telah membuatkan sarung untuk senjatamu itu kakang... " Kirana maju memberikan sebuah jahitan terbuat dari kulit ular pada Arya, jiwa Arya melambung saat Kirana menyebutnya kakang, Arya menerima tongkat itu dan menyarungkannya, sungguh sesuai... 

"Trimakasih Kyai. Trimakasih Kirana…" ujar Arya, Kyai Koneng memegang tangan Arya yang mengepal tongkatnya dan mengangkat tinggi-tinggi...

"ini adalah tongkat komando pimpinan kalian…" teriak Kyai Koneng disambut sorak semangat semua yang hadir...

"baik saudara sekalian... dibawah naungan tuhan yang menciptakan kita, kita berantas kejahatan tegakkan kebenaran, kita tumpas pemberontak, kita gilas orang- orang jahat itu…" teriak Arya semangat, semua yang hadir sontak berapi-api melihat semangat yang membara dari mata arya, semuanya terkorar oleh perkataan Arya yang singkat itu. "kita bicarakan dulu di sini, kita diskusikan semua yang akan kita lakukan untuk membantu Pajajaran, suara kalian dalam rapat ini sangat menentukan nasib kita di medan laga ... " ujar Arya penuh wibawa, Kyai Koneng dan semua yang kenal Arya tidak percaya jika Arya bisa berbicara sewibawa itu. Arya tersenyum kecil melirik Mahesa, karena dia mencuri kata-kata Mahesa, ketika mereka hendak tidur kebiasaan Mahesa menghayal menjadi ini dan itu dengan mengeluarkan kata-kata indahnya, dan arya menangkap semua itu, Mahesa hanya mengangguk seraya mengangkat jempolnya.

Di luar Kadipaten Ambangan tepatnya sebuah lahan sangat luas berjejer lebih seribu dua ratus pasukan, yang terdiri dari kelas Tentara Hingga para masyarakat biasa juga para perampok dan perompak, pasukan itu dibagi menjadi delapan kelompok, setiap kelompok dipimpin satu jendral. Jendral kelompok pertama adalah Patih Wilyatikta, yang kedua Mahesa Kurawan, Kelompok Ketiga dipimpin Parit Ganjar, Kelompok ke Empat dipimpin Ronggo Wengi, Kelompok ke Lima di pimpin Saudagar Peteng, kelompok ke enam dipimpin Ketua Partai Golok Beracun Bimaskara, Kelompok ke Tujuh adalah pasukan yang datang dari Pantai Ruberu perampok yang sangat terkenal di sana dan dipimpin oleh ketuanya sendiri Harimau Sendeng, kelompok ke delapan dipimpin langsung oleh Adipati Layan Kusuma. Di depan barisan tentara itu masih terjejer beberapa tokoh hebat menunggang kuda, ada Biksu Tapak Maut dari Tiongkok guru Biksu Ling Pau yang dikalahkan Dewa Iblis, ada pula yang tidak kalah menggidikkan adalah dua orang yang menaiki satu kuda, yaitu Nenek Peniup Dupa yang duduk di depannya Bocah Setan Tua.

Datuk Pengemis Nyawa menunggang kuda cukup besar berjalan didepan barisan pasukan diikuti dua kuda yang dinaiki Ninja kembar Jala dan Jalu

"lihat... Betapa besar jumlah pasukan kita…!! Dan lihat betapa kecil Pajajaran yang ingin kita rebut... !!" teriak Datuk Pengemis Nyawa yang telah pulih seluruh kesaktiannya hingga jiwanya kembali muda dan berapi- api.

"Telah begitu Lama Pajajaran selalu mengganggu kita, kebebasan kita, kesenangan kita, bahkan saudara- saudara kita banyak yang ditangkapnya... sekarang tiba waktunya kita akan rebut Kerajaan itu untuk kita, dan kerajaan-kerajan lain juga harus tunduk di bawah kuasa kita, kita orang-orang pilihan yang dicipta untuk menjadi orang paling hebat oleh Batara... sekarang tiba untuk membuktikannya" teriak Datuk Pengemis Nyawa membakar semangat semua pasukan yang jumlahnya begitu besar... "senjata kalian biarkan haus darah... bunuh sebanyak- banyaknya pasukan Pajajaran, diatas kematian orang yang dibunuh kalian, berlimpah kebebasan dan kesengan yang telah menunggu kalian…" Datuk Pengemis Nyawa seperti Panglima Perang dengan jiwa muda yang tinggi semakin membakar semangat pasukannya...

"yang mati di peperangan ini biarkan mati, semuanya juga pasti mati, yang bisa bertahan hidup, kesenangan dan kekuasaan akan menyambut. Kita hancurkan Pajajaran…" Ujar Datuk Pengemis Nyawa seraya menggebrak kudanya, seiring dengan itu semua pasukanpun bergerak.

Semua penduduk di sekitar area peperangan mengungsi dengan membawa bekal ala kadarnya, hingga desa-desa yang dilewati pasukan itu sepi, menjadi santapan empuk pasukan untuk menjarah semua isi Desa. Orang yang terpaksa ikut dalam pasukan lambat-laun juga terpengaruh oleh gaya hidup pasukan yang berasal dari perampok... kini tidak bisa dibedakan antara pasukan Patih Wilyatikta, Pasukan Kadipaten Ambangan, pasukan dari kelas petani dengan pasukan yang terdiri dari perampok. Mereka sama-sama menikmati hasil jarahan dari desa yang ditinggal warganya.

Datuk Pengemis Nyawa tertawa senang melihat kerakusan pasukannya, mereka nanti juga akan rakus melahap musuh-musuhnya, karena janji kebebasan dan kesenangan yang dia obralkannya.

Patih Gema Langit keluar dari baraknya menyambut tiliksandi yang dia utus melihat persiapan musuh…

"ada berita apa…" Tanya Gema Langit melihta tiliksandinya tegang

"ampun tuan patih, ternyata pasukan musuh ribuan jumlahnya…" terangnya

"ah tidak mungkin Kadipaten Ambangan memiliki pasukan sebanyak itu…"

"Hamba melihat pasukan Patih Wilyatikta bergabung juga, ditambah masyarakat biasa dan para perampok dan perompak, juga hamba lihat banyak tokoh sakti dunia persilatan yang membantu…" yakin tilik sandi itu, membuat Patih Gema Langit terbelalak, tidak diperhitungkannya jumlah musuh sangat besar sehingga dia hanya membawa pasukannya sendiri untuk menyambut. Pasukan Jalayuda yang jumlahnya hanya seratus lima puluh orang.

"cepat kirim utusan ke kota raja, minta tambahan pasukan, dan sampaikan jumlah musuh yang sangat banyak itu, entak kita bisa mempertahankan kerajaan atau tidak…" geram Gema Langit putus Asa... Di lain tempat pasukan Pendekar juga berangkat berjumlah seratus tiga puluh orang, mereka tau bahwa lokasi yang digunakan sebagai aria pertempuran adalah Daerah Jalu, keselatan dari Bukit Gajah Mungkur...

Perjalanan mereka tidak bisa cepat karena banyak pendekar yang tidak memiliki kuda untuk digebrak, bahkan untuk bisa sama, semua yang memiliki kuda juga meninggalkannya, memutuskan berjalan kaki bersama pendekar yang lain, kecuali Kyai Koneng yang sudah tua dan beberapa orang yang tidak begitu memiliki ilmu peringan tubuh seperti Mahesa. Kecepatan perjalanan mereka mengimbangi paling cepatnya lari orang yang memiliki tenaga peringan tubuh paling rendah, agar pasukan tidak kocar-kacir, dan yang jadi patokan mereka adalah Golok Emas, karena dia tidak memiliki peringan tubuh tingga walaupun tenaga dalamnya sangat hebat.

Sesungguhnya Arya bisa melesat sangat cepat bagaikan terbang, seperti halnya perjalanannya dari Bukit Gembala ke Rawa Lintah yang bisa ditempuh dua hari-dua malam oleh Kuda sangat cepat, dia hanya menempuhnya satu hari setengah malam, itupun karena banyak halangan dijalan.

Kirana berlari tidak jauh dari Arya, walau tidak berani untuk berdampingan dengannya, dia ingin melihat arya dengan seksama, meyaksikan orang yang tidak pernah berubah rasa hatinya itu, baik ketika dia masih menjadi Dewa Iblis yang sadis namun baik, ketika Arya menjadi santri yang dekil hanya sering mengenakan celana panjang tanpa pakaian untuk mengusir keringat ketika dia bekerja, ataupun Arya telah menjadi seperti sekarang, menajdi sosok pemimpin dengan pakaian yang rapi perwarna hijau lengan panjang, masih ada mantel yang menjuntai di punggungnya, sehingga seperti menjadi saap saat arya berlari, Kyia Banjar memberikan mantel itu sebagi perlambang bahwa Arya bisa terbang. Dan sebagai pembeda dengan pasukan yang lain, sehingga Arya menjadi mencolok dan gampang dicari oleh pasukannya.

Arya sesungguhnya ingin berdampingan dengan Kirana namun dia malu harus mengambil kesempatan saat genting seperti sekarang, apalagi di sana ada Kyai Koneng yang jelas tidak akan mengizinkan dia berdekatan dengan orang yang bukan muhrim tanpa kepentingan yang jelas... Arya kecewa karena Kirana ada di belakangnya sehingga dia tidak bisa melihat sosoknya ataunpun sekedar mencium seberbak harum yang terpancar dari tubuh Kirana.

Tiba-tiba Arya mendengar dentingan senjata di kejauhan

"berhenti... " teriak Arya dengaan mengankat tangannya, kemudian mengibas kesamping memberi perintah agar pasukannya bersembuny, merekapun mengikuti perinyatah Arya walau tidak tau maksudnya.

"ada apa Arya... !!" Tanya Banjar kalianget yang kebetulan bersembungi di sebelahnya

"saya mendengar bentakan dan dentingan benda keras di kejauhan sana... "

"ini masih jauh dari daerah Jalu, tidak mungkin pertempuran telah terjadi di sana…" terang Banjar kalianget

"coba Kakang periksa, tapi jangan buat gerakan, apapun yang kakang lihat laporkan pada saya... "

"baik... !!" Banjar Kalianget langsung melesat ke arah yang diperintah Arya.

Beberapa orang melesat ke tempat persembunyian Arya ingin tahu yang terjadi, apalagi mereka melihat Banjar Kalianget melesat sendirian kearah yang tidak mereka fahami.

Arya pun memberitahu semua yang di dengarnya, dan memerintah mereka untuk mengabarkan yang lain, agar mereka tidak penasara... Tidak beberapa lama Banjar Kalianget telah kembali, melapor pada Arya

"di depan ada sebuah desa yang di jarah pemberontak, mungkin mereka terpisah dari pasukan karena tergiur pada harta yang ada di desa itu, di desa itu masih banyak warganya…" terang Banjar kalianget mebuat Arya terkejut.

"berapa jumlah mereka kakang" "tidak kurang dua puluh orang…"

Setelah mendengar laporan Banjar Kalianget Arya keluar dari persembunyiannya setelah yakin jika parampok itu tidak akan lewat saya, Arya memanggil seluruh pasukannya untuk keluar dan berkumpul, memerintah Banjar Kalianget mengabarkan semua yang dilihatnya, setelah Banjar Kalianget menyelesaikan keterangannya, arya angkat bicara

"tujuan asli kita adalah membantu pasukan kerajaan, kita juga tidak bisa membiarkan kekejaman terjadi di hadapan kita, namun kita tidak mungkin mengulur waktu" terang Arya

"biar saya yang mengatasi meraka... " Pinta Banjar Kalianget "jangan sendirian Banjar, ajak serta tiga pendekar lain, agar urusan disini cepat selesai, kami akan melanjutkaan perjalanan dan menunggu kalian di Bukit Kuncir tidak jauh dari daerah Jalu…" tambah Kyai Koneng...

Banjar Kalianget mengajak serta Kang Darman dan dua Murid padepokannya ikut serta dan langsung berkelebat ke tempat terjadinya perampokan itu.

Arya membawa seluruh pasukannya menggunakan jalan lain Agar lebih cepat sampai di Bukit Kuncir. Dia sebagai pimpinan sangat hafal seluruh jalan yang ada di tanah Dipa, karena beberapa tahun ini dia berputar-putar mencari Datuk pengemis Nyawa, dengan kecerdasannya dia bisa langsung ingat daerah yang pernah dilewatinya, walaupun sekali...

Patih Gema Langit tidak menyangka jika gerakan pasukan Ambangan begitu cepatnya sampai di derah Jalu. Dengan Nanar Gema Langit dapat melihat gelombang pasukan yang sangat besar, berjejer dari selatan hingga utara tempat itu, dan pasukannya ada di tengah

Patih Gema Langit dan seluruh pasukan bergidik ngeri, menyadari mereka kalah jumlah dan kekuatan.

"kalian jangan gentar, sebentar lagi bala bantuan dari kota raja datang, kita bertahan sekuat tenaga hingga mereka datang... buat formasi sayap burung…" teriak Patih Gema Langit, seketika pasukannya membentuk barisan menggerucut di kedepan berlapis tiga, dengan tombak di tangan kanan menjulur kedepan dan perisai di tangan kiri melindungi tubuh yang jongkok rendah, itu adalah formasi paling hebat yang dimiliki Pasukan Jalayuda.

"hahahaha... Gema Langit, jangan terlalu sombong... pasukanmu begitu kecil dibanding kekuatan kami…" teriak Layan Kusuma mencibir.

"pertempuran-tetaplah pertempuran, sedikit dan banyak pasti ada yang hidup dan mati, kita buktikan, pasukan siapa yang lebih banyak mati... " teriak Patih Gema Langit dengan semangat tinggi walau musuh sangat melimpah.

"Patih Wilyatikta… bawa serta pasukanmu menumpas orang sombong itu" teriak Datuk Pengemis Nyawa.

"baik…" Patih Wilyatikta membawa basukannya lebih dua ratus orang meninggalkan barisan, dia memiliki dendam kesumat pada Pasukan Jalayuda, berapa kali pasukannya dibuat kalang-kabut oleh pasukan yang dipimpin Patih Gema Langit itu.

"seraaaaang...!!" Patih Wilyatikta menghentak kudanya bersama serbuan seluruh pasukana pada pertahanan Jalayuda... Pertarungan tidak bisa di elakkan, serbuan Pasukan Patih Wilyatikta begitu hebat, dentingan senjata tajam pada perisai pertahan Pasukan Jalayuda memekakkan telinga, Pasukan Jalayuda bukan hanya bertahan namun juga kirimkan balasan dengan menyodokkan tombaknya... hingga bebepara pasukan Patih Wilyatikta banyak yang terluka.

Melihat begitu kokohnya pertahanan Formasi sayap garuda dan menyaksikan pasukannya manyak yang terluka Patih Wilyatikta geram, digebrak kuda besarnya seraya memutar senjata tombak bermata golok Besar membabat bagian untuk fermasi itu...

Pasukan Jalayuda terkejut segera merapatkan perisinya, namun tenaga dalam yang terkirim bersama kibasan Tongkat Golok Patih Wilyatikta begitu hebat, sehingga membuat tiga orang pasukan terjungkal. Tapi walaupun begitu tidak mudah Patih Wilyatikta menerobos formasi paling hebat Jalayuda, pasukan lapis dua melompat menutup celah formasi, lapis ketiga maju menempati lapis kedua, sedangkan yang terjungkal bangkit lagi ada di lapis ketiga, dan begitu juga yang dilakukan pasukan yang lain ketika terjungkal oleh serangan Pasukan Wilyatikta...

Hingga matahari lewat diatas ubun-ubun tak satupun pasukan Jalayuda yang cedera parah walaupun Patih Wilyatikta turun langsung, berbeda dengan pasukan Patih Wilyatikta yang banyak bergelimpangan tertusuk tombak.

Melihat hal itu Datuk pengemis Nyawa geram. Jelas jika pasukan Wilyatikta walaupun lebih banyak, tidak mungkin menang melawan Pasukan Jalayuda, pasukan paling etit Kerajaan Pajajaran.

"Bimaskara… bawa pasukanmu membantu Patih Wilyatikta... "

Seketika ketua Parta Golok beracun memerintah pasukannya yang semuanya menggunakan senjata Golok berhambur menyerang tanpa formasi seperti pasukan Wilyatiknya,

Mereka menyerang dengan kalap tanpa perlu dikomado ulang Bimaskara, membuat Pasukan Jalayuda terkejut namun cepat merapatkan barisannya

Pasukan jalayuda seperti kelabang yang diserbu barisan Semut, serangan Pasukan Patih Wlyatikta yang serangkai penuh perhitungan ditambah serangan pasukan Bimaskara yang mengamuk tanpa aturan membuat pasukan JalaYuda kelabakan, mereka harus menyambut dua bentuk serangan yang berbeda...

Pasukan Jalayuda semakin kelabakan melihat kegansan serangan pasukan Bimaskara, mereka bagaiman hariamu yang tanpa aturan, bahkan berali melompat ke atas barisan pertahan Jalayuda, ketika sang pengerang tertusuk tombak dan mati diatas pasukan jalayuda, jasat itu malah dijadikan jembatan penyerang yang lain untuk masuk ketengah barisan pertahanan Jalayuda... 

Kini sudah banyak penyerang yang bisa masuk dan perperang dengan barisan lapis ketiga di tengah, lapis pertama terus mempertahankan barisannya, sedangkan lapis kedua kalangkabut untuk menusukkan tongkatnya ke luar barisan dan dalam barisan pertahanan yang sudah penuh dengan musuh. Beberapa pasukan jalayuda sudah banyak yang merejang nyawa.

Gema Langit terbelalak hebat, tidak menyangka jika formasi hebatnya bisa ditembus musuh, dia yakin jika formasi itu tidak akan mampubertahan lama...

"Buat Formasi Bunga…" teriak Gema Langit...

Seketika Pasukan itu terpencar membentuk kelompok lima orang yang saling adu punggung, tombaknya di lepas kemudian mencabut pedang... setiap lima orang membuat formasi bunga, dimana perisai di tangan kiri menutup badan dan pedang ditangan kanan menjulur ke depan, formasi itu jika dilihat dari atas seperti bunga yang mekar. Patih Gema Langit yang sejak tadi ada di tengah barisan pertahan, kini sudah keluar dan harus terjun dalam kancah pertempuran.

Pertempuran berjalan begitu seru, bunga-bunga itu diserbu lebah-lebah yang hendah menghisap madu yang berbentuk darah Pasukan Jalayuda. Dari kedua pasukan sudah banyak jatuh korban, namun karena jumlah pasukan Jalayuda memang sedikit, jatuhnya korban sangat merugikan pihaknya, sedangkan musuh yang sangat banyak, korban yang jantuh tidak mempengaruhi serangan mereka...

Patih Gema Langit semakin kalap mengibaskan Gada emasnya pada prajurit musuh, begitupun Patih Wilyatikta dan Bimaskara yang telah berhasil menjatuhkan bayak pasukan Jalayuda.

Pasukan Jalayuda tinggal empat puluh orang, saat gelombang bantuan pasukan dari Kota Raja datang berjumlah empat ratus orang yang dipimpin dua jendral...

Melihat bantuan kerajaan datang... datuk pengemis Nyawa tidak tinggal diam.

"Mahesa Kurawan... Parid Ganjar... bawa pasukanmu…!!" teriak Datuk Pengemis Nyawa... Merekapun datang membantu Patih Wilyatikta dan Bimaskara, Empat Jendral membawa pasukannya menyerang pasukan kerajaan, walaupun Kerajaan Pajajaran menambah pasukannya, namun jumlah mereka masih kalah banyak, hanya pasukan dari empat jendral musuh yang diturunkan, jumlahnya sudah melebihi semua pasukan kerajaan yang datang, padalah masih ada pasukan empat jendral lagi yang belum turun tangan, jelas jika pertempuran itu tidak imbang.

"Kenapa hanya sedikit yang di utus...!!" Bentak Patih

Gema Langit pada kedua jendral yang mendatanginya… "Kerajaan konsentrasi menjaga pertahanan di benteng... "

"kami di utus ke sini hanya untuk menarik mundur pasukan tuan ke Benteng , Kita layani kekuatan musuh di sana, apalagi kami juga sudah siapkan jebakan di sana" terang jendral itu semua.

"jika musuh tidak dihentikan disini, dan peperangan terjadi di benteng, itu sangat rentan, mereka bisa dengan mudah menerobos benteng, dan raja terancam... !! kalian lihat pasukanku telah banyak mati sia-sia di sini, kalau memang hanya untuk mundur, sejak tadi aku tau, dan pasukanku tidak mungkin separah ini" bentak Gema Langit penuh amarah "tapi itu perintah Ki Amangkurat…!!" jawab mereka membuat Gema Langit semakin kesal, tapi dia tidak bisa menolak perintah Ki Amangkurat sebagai penasehat raja yang memang terkenal pintar strategi perang.

"lalu bagaimana dengan bantuan Pasukan Pendekar…"

"mereka tidak bisa di harapkan, para pendekar memang angin-anginan" bentak Gema Langit kembali ke kudanya…

"KITA MUNDUUUUURRRR…" teriak Gema Langit, semua pasukan kerajaanpun mundur disambut sorak kemenangan para pemberontak. Patih Gema Langit benar-benar geram, telah banyak pasukannya yang jadi korban untuk bertahan menunggu pasukan kerajaan agar pemberontak bisa ditumpas di daerah Jalu, ternyata dia malah diperintahkan mundur…!!

Arya dan pasukannya sampai di Bukit Kuncir tanpa halangan, bukit yang dipenuhi tumbuhan besar, dan ada satu tumbuhan yang paling besar di tengah bukit, sehingga jika dilihat dari jauh, bukit itu seperti kepala dengan rambut di kuncir ke atas.

Semua pasukan interahat mengambil tempat sendiri, berbincang dengan kelompok isterahatnya, namun tidak bagi Arya, dia langsung berkelebat ke atas pohon yang paling besar itu, dari atas sana dia bisa melihat Daerah jalu, namun alis Arya berkerut karena tidak menangkap kelebatan manusia di sana, apa informasi yang dia terima salah, peperangan itu bukan di daerah Jalu...

Arya cepat turun mendatangi Kyai Koneng, Banjar Kalianget, Kirana, Bintang Kusuma dan Mahesa yang sedang duduk bersama.

"Sepertinya saya tidak menangkap sebuah gerakan di daerah Jalu, coba Bintang carikan orang untuk melihat keadaan di sana…"

"Baik..." Bintang Kusuma memanggil dua orang yang dia bawa dari Bukit Gembala, dan mengutusnya melihat situasi di daerah Jalu... lalu berkumpul dengan para sahabatnya kembali.

Yang lainpun membentuk kelompok untuk mengobrol, ada pula yang isterahan, da nada pula yang meregangkan tenaga latihan dengan beberapa jurus miliknya, ada pula yang mengasah senjatanya.

"Bagaimana tindakan yang akan kita lakukan... " pancing Mahesa untuk mengajak diskusi

"Kita tunggu kedatangan tiliksandi dulu, setelah itu kita bicarakan yang akan kita lakukan, apalagi Banjar Kalianget masih belum datang…!!" ujar Kyai Koneng kuduk bersila dengan tetap memutar tasbihnya. "Arya… jika kita selamat dari pertempuran ini, apa yang hendak kau lakukan... " Tanya kirana, membuat Arya terkejut Karena keluar dari topic peperangan, tapi waktu ini memang tidak ada yang bisa di bicarakan dalam urusan perang. Bahkan beberapa pendekar banyak yang mengobrol santai sambil tertawa menghilangkan rasa tegang.

"Tentu aku akan kembali ke Bukit Gajah Mungkur untuk belajar ilmu agama dan ilmu batin... "

"Tapi tidak selamanya kamu harus tinggal di Gajah Mungkur kan... ?" tambah Bintag Kusuma

"Ya tentu lah, jika jiwaku benar-bena sudah stabil, aku akan mendatangi Bukit Gembala, untuk memenuhi janjiku yang tidak bisa aku tepati ketika perkawinanmu, juga aku mau minta maaf pada Racun Barat atas keonaran yang aku ciptakan pada acara pemilihan jodoh itu… " terang Arya, membuat Bintang Kusuma tergelak bersamaan dengan Arya, sedangkan yang lain tidak tau apa yang sedang ditertawakan mereka.

"Tapi tujuanmu setelah keluar dari Gajah mungkur bukan hanya itu Kan…?" Tanya Kyai Koneng

"Benar Kyai, saya berkeinginan mendatangi seluruh padepokan dan Guru yang mengajari saya ilmu, guna meminta maaf di sana, dan menerima segalam macam hukuman yang pantas saya terima…" membuat semua orang terkejut, mereka tidak mau jika Arya mendapat celaka karena harus menerima hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya, Arya yang polos pasti akan menerima semua hukuman yang akan dijatuhkan mereka.

Kyai Koneng teringan pada kematian Kyai Prana saudara seperguruan kakaknya. Melihat semua kebaikan Arya selama ini dia akan membantunya memohon ampun pada keturunan Kyai Prana, namun bagaimana dengan padepokan lain…? yang tidak sealiran dengannya…

"Boleh aku ikut menyertai Kakang... !!?" Tanya Kirana sedikit malu disela rasa hawatirnya, membuat Arya terkejut

"Trimakasih atas niat baikmu kirana, tapi perjalanann ini sangat panjang, karena tempat aku belajar ilmu sangat banyak bukan hanya sepuluh tempat, dan masing-masing tempat pasti memiliki hukuman yang berbeda dan bisa menyita waktu lama pula, masih juga tepatnya yang sangat jauh, seperti di Persia dan juga di Tiongkok…" terang Arya membuat semua yang mendengar ternganga... pantas jika Jurus Dewa Iblis sangat hebat dan jarang dilihat mereka, ternyata Dewa Iblis belajar pada guru yang begitu banyak hingga keluar Tanah Dipa. Banjar Kalianget datang tanpa tiga santri yang dibawa serta, penuh dengan darah di pakaiannya, nafasnya memburu membuat semua pendekar yang santai sejakk tadi memburunya, ingin mendengar kabar yang dia bawa.

"Mana santri-antri yang lain... " Tanya Kyai Koneng khawatir

"Urusan di desa itu telah selesai, saya dan santri yang lain selamat, hanya saja lari mereka llebh lambat sehingga harus saya tingglkan karena ada informasi penting yang harus saya sampaikan... " ujar Banjar Kalianget di sela nafasnya yang memburu

"Saya mendengar kabar dari perampok itu, jika jumlah Pasukan Ambangan sangat banyak hingga lebih satu ribu prajurit…" terang Banjar membaut semua terbelalak

"Yang tidak kalah mengejutkan lagi, tokoh persilatan yang membatu Amabangan juga cukup banyak…"

"Mari kita duduk dulu, bicara dengan tenang... " ujar Arya, setelah Mahesa berbisik padanya, sejak kemarin Mahesa adalah otaknya, semua keputusan dan pembicaraanya selalu dibantu Mahesa.

Semua pendekarpun duduk, ingin mendengar kabar penting itu. "Mereka menyebut pendekar dan tokoh yang membantu Ambangan... " kejar Kyai Koneng.

"Ya… selain Datuk Pengemis Nyawa, yang dikawal dua muritnya yaitu Jala dan jalu, juga ada Murit Datuk pengemis Nyawa yang menjadi Jendral Perang, Yaitu Ronggo Wengi" Banjar menghentikan bicaranya mengatur nafas

"Ternyata benar, dua sosok sakti yang bergelar Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan tua ada di sana, juga ditambah Biksu Tapak Maut guru Biksu Ling Pau yang pernah dikalahkan Arya di Rawa Lintah"

"Dan yang patut kita waspadai juga adalah para Jendral Perang mereka yang kebanyakan memang pendekar dunia persilatan dan tokoh hebat, sebut saja Patih Wilyatikta yang membawa pasukannya membantu mereka, juga dua kepala pasukan Ambangan, Mahesa Kurawan dan Parit Ganjar, juga ketua Partai Golok Beracun Bimaskara, selain itu juga ada Saudagar Peteng, Harimau Sendeng serta Adipati Layan Kusuma yang juga memimpin pasukan" Banjar selesaikan Laporannya, membuat semua orang berfikir, jumlah pasukan mereka hanya sekira seratusan orang, tidak mungkin jika melawan pasukan yang lebih seribu orang.

"Jumlah Pasukan Pajajaran juga banyak, bisa mengimbangi jumlah mereka, alangkah lebih baiknya jika pasukan itu kita pasrahkan pada pasukan kerajaan, kita sebagai Pasukan Pendekar lebih dihususkan melawan para pendekar mereka saja... " terang Mahesa memberi usulan

"Masuk akal, Jumlah Pasukan mereka imbang, namun pasukan Pajajaran tidak akan menang jika para pendekar mereka juga turun tangan, kita husus melawan pendekarnya saja... " Kyai Koneng menguatkan usulan Mahesa

"Namun kita harus bisa memancing mereka untuk keluar dari barisan Pasukan, agar pertarungan tidak mengganggu peperangan antar pasukan yang bisa jadi salah sasaran... " terang Arya

"Bagaimana caranya kita memancing mereka keluar dari Pasukannya…??" Tanya Bintang Kusuma membuat yang lain diam, sama-sama berfikir.

Tiba-tiba mahesa mengambil sepotong ranting, lalu menggaris dua gambar lurus

"Ini deretan Pasukan Pajajaran dan ini deretan Pasukan Ambangan, jika kita muncul di belakang atau samping deretan Pasukan Ambangan, yang jelas mereka akan terkepung oleh pasukan kita dan pasukan Pajajaran, mereka akan bertahan di tempat, tidak akan keluar…" terang Mahesa... memberi gambaran. "Kalau kita muncul dari arah Pasukan Pajajaran dan menyerang semua pimpinan mereka, yang pasti kita bisa memancing mereka untuk keluar arena pertempuran... " semua yang mendengarkan manggut-manggut faham.

"Kita telah mempunyai cara untuk memancing mereka keluar, lalu sekarang kita fikirkan bersama untuk mencari lawan tanding yang setimpal dengan masing-masing musuh, pasti diantara kalian ada yang pernah menghadapi mereka sebelumnya dan tau kemampuan mereka, biar saya tidak salah pilih, lebih baik kita yang merasa mampu melawan siapa, sebutkan saja. Agar tidak saling rebut musuh... " terang Bintang Kusuma...

"Dari semua pendekar Musuh, kau memilih melawan siapa Arya…" Tanya Kirana, Arya hanya melihat Kyai Koneng

"Aku harap Arya tidak melawan Datuk Pengemis Nyawa, aku yang akan menghadapinya…" kata Kyai Koneng Tegas, dia masih khawatir jika Arya melawan Datuk Pengemis Nyawa emosinya akan labil lagi

"Aku Siap menghadapi Golok beracun... " ujar Golok Emas tegas

"Patih Wilyatikta pasti berhadapan dengan pamanku Patih Gema Langit, aku sendiri memilih Ronggo Wengi, aku punya hutang pati padanya…" geram bintang Kusuma "Aku yang akan menghadapi Bimaskara, dia bekas kakak seperguruanku yang membelot... " pinta Mandala

"Aku sudah lama geram pada Saudagar Peteng… biar aku yang menghadapinya" seorang Kakek bertubuh Kate bertubuh dekil meminta...

"Terimakasih Ki Joko Lawe…" ujar Kyai Koneng pada kakek itu, lalu melanjutkan bicaranya

"Urusan Adipati Layan kusuma dan kedua ketua pasukannya, Parit Ganjar dan Mahesa Kurawan kita pasrahkan pada prajurit kerajaan, kita konsentrasi pada para pendekarnya saja... " tambah Kyai Koneng, sedangkan Arya masih diam tidak mampu memilih, karena dia tidak tau musuhnya

"Aku akan menghadapi Hariamu Sendeng... " Kirana angkat Bicara...

"Masih tersisa empat orang lagi yang harus kita pilih, yaitu Dua Ninja Jala dan Jalu dan juga Nenep Peniup Dupa serta Bocah Setan Tua yang sangat sakti itu"

"Saya ingin menjajal ilmu dengan Bocah Setan Tua, Kyai... " ujar Kang Darman penuh semangat setelah tiba di Bukit Kuncir bersama dua temannya yang ditinggal Banjar Kalianget, malah membuat Kyai Koneng terbelalak "Jangan sembarangan kau Darman, kau tidak tau siapa yang kau pilih itu, dia lebih hebat dari datuk Pengemis Nyawa walau tubuhnya seperti anak-anak, jika kau ingin memilih, kau lawan saja Ninja Jalu, tapi jangan sendirian, kau tidak akan mampu, kau berpasangan dengan Anwar dan Toyyib untuk melawannya... "

"Saya yang akan melawan Ninja Jalan…" Banjar kalianget mengambil pilihan

"Kini tinggal Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua, siapa yang pantas saya pilih Kyai... ? Atau saya lawan mereke berdua sekaligus…" Tanya Arya

"Aku tau ilmumu sangat hebat, tapi mereka bukan pendekar berpasangan walaupun selalu bersama, mereka pendekar dari aliran kesaktian yang berbeda, jika kau mau memilih pilih satu saja, biar satunya dipilih pendekar yang merasa mampu... " terang Kyai koneng...

Suasana menjadi hening, tidak ada yang angkat bicara untuk memilih salah satu pendekar tua yang terkenal sangat hebat itu. Tiba-tiba mereka dikejutkan kedatangan utusan Bintang Kusuma untuk melihat situasi di Daerah Jalu. Arya menyambut kedatangan mereka bersama pendekar yang lain

"Apa yang kau lihat…?" Tanya Arya langsung "Pertempuran di Jalu telah selesai, banyak pasukan yang meninggal di sana baik pasukan Musuh maupun pasukan Kerajaan, namun dari pasukan kerajaan yang kami lihat hanya mengenakan pakaian Jalayuda, tak kami temukan jasat pasukan kerajaan lainnya…" terang mereka, membuat semuanya heran

"Sepertnya pasukan Musuh bergerak ke Kota Raja, terlihat jelas bekas perjalanan mereka kearah sana, dan melihat bekas mereka, pasukan musuh sangat banyak…" tambah mereka semakin meyakinkan laporan Banjar kalinget bahwa jumlah pasukan musuh mencapai seribu orang.

"Mungkin pasukan kerajaan mundur dan konsentrasi ke benteng pertahannan... " tebak Mahesa…

"Kita harus cepat bergerak pula, urusan Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua, biar saya yang menghadapi, kalau tidak mampu, mohon bantuannya. Dan yang tidak kebagian tugas melawan Pendekar Musuh, tolong bantu pasukan Pajajaran" perintah Arya disambut deruan sorak semangat pasukan yang lain.

Merekapun bergerak dengan cepat menuju Kota raja mengambil jalan memutar agar tidak bertemu dengan pasukan musuh di jalan, mereka akan bergabung di benteng bersama pasukan Pajajaran. Dengan pasukan yang sangat banyak dan keyakianan mantap terhadap kemampuan serta kehebatan Ambangan, mereka bergerak langsung bersamaan menuju Benteng bagian timur, mereka yakin dengan lautan manusia yang mereka bawa bisa meluluh rantakkan Pajajaran bagaikan di telan gelombang.

Benteng bagian timur merupakan aria paling luas dari kedua benteng lainnya... , benteng Barat langsung bersebelahan dengan sungai cukup besar, Benteng bagian utara diapit oleh dua bukit, sehingga tidak cocok untuk area pertempuran besar, bagian setalan langsung tembok besar yang bersebelahan dengan gunung.

Sesungguhnya dengan banyaknya pasukan yang dimikili, Ambangan bisa membagi serangan menjadi tiga, melalui tiga gerbang yang ada, agar konsentrasi pertahanan Pajajaran pecah.

Namun Datuk Pengemis Nyawa mempunyai pendapat lain, pasukannya yang terdiri dari berbagai golongan tidak bisa dipisahkan, karena banyak diantara pasukan yang tidak memiliki kemampuan strategi perang, jiga di pecah dihawatirkan hanya menguntungkan pihak musuh, apalagi mereka datang ke daerah musuh dimana mereka punya pengalaman menguasai medan, jadi pasukan Ambangan harus tetap dalam komandonya. Hal itu sesungguhnya sangat menguntungkan pihak Pajajaran, sehingga kekuatan yang mereka miliki bisa terpusat di benteng timur. Dengan menyisakan beberapa pasukan di benteng barat dan utara, takut ada serangan yang tidak disangka.

Walaupun seperti itu, kehadiran para pendekar yang cukup banyak di pihak musuh menjadi pertimbangan yang tidak bisa dianggap remeh.

Patih Gema Langit masuk ke dalam benteng bersama beberapa sisa pasukannya yang terkuras tenaga dan banyak yang terluka.

"Kalian konsentrasi bertahan di dalam benteng... "

Perintah Patih Gema Langit

"Tapi Tuan Patih... kami tetap ingin berjuang bersama dengan tuan, menuntut balas atas kematian sanak famili dan saudara-saudara kami di Jalu…" tolak mereka.

Membuat Patih Gema Langit salut pada semangat prajuritnya yang telah tinggal separuh

"Aku tau… tapi pulihkan dulu kesehatanmu, dan sembuhkan yang terluka, kalian ada di dalam benteng bukan tidak punya tugas untuk bertempur, kalian harus mampu menghalang musuh yang telah berhasil masuk benteng. Kalian merupakan benteng terakhir pertahanan Pajajaran... " suara Patih Gema Langit sangat berwibawa membuat mereka berkobar kembali semangatnya, menyadari tugas yang diberikan Patih Gema Langit sangat besar walaupun tidak berada di luar benteng.

Patih Gema langit kembali keluar benteng melihat persiapan pasukan Pajajaran berbaris rapat dengan jumlah yang banyak, dia teringat bagaimana pasukannya bagaikan anak ayam di kerumunan para elang di daerah jalu, dan mereka asik berdiri di sini. Namun kemarahannya harus mampu di redam karena deretan pasukan itu sebentar lagi juga akan menghadapi gelombang pasukan musuh, patih Gema Langit terus bergerak menuju barak yang cukup besar. Dan masuk kedalamnya. Disana sudah ada beberapa jendral dan Patih, serta Ki Amangkurat ada di depan.

"Bagaimanan dengan pasukanmu patih…!!" Tanya Ki Aangkurat

"Aku tidak mau membicarakannya, yang jelas pasukanku tinggal separuh... " ujarnya dengan geram dan duduk di mejanya dengan kesal

"Kau sendiri yang tidak memberitahu kami, jika akan menghadang mereka di Jalu... " tegur Patih Gajah Oleng

"Kita tidak usah saling menyalahkan, semua yang kita lakukan di sini sama untuk mempertahankan Pajajaran, jasa Pasukan Jalayuda juga tidak sedikit, karena menurut informasi yang aku terima telah banyak pasukan musuh yang tumbang oleh pasukan Jalayuda... " puji Ki Amangkurat, namun hal itu tidak membuat Patih Gema Langit melupakan kekesalannya hingga dia tidak keluarkan suara.

"Bagaimana dengan bantuan para pendekar... ?" Tanya Ki Amangkurat

"Aku tidak melihat batang hidungnya... " Kesal Patih Gema langit

"Menurut tilik sandi, mereka melihat ada empat pendekar dari Gajah Mungkur sedang mengusir beberapa pasukan musuh yang menjarah di Desa Kulon" terang salah satu Jendral Perang

"Ada juga masyarakat yang melihat gerombolan manusia yang berlari cepat dengan beberapa orang menunggang kuda menuju timur... " terang Jendral yang lain membuat semuanya terkejut...

"Itu pasti pasukan Pendekar…!! Tapi mau kemana mereka…?" Tanya Ki Amangkurat Heran

"Dasar Pendekar, tidak bisa diharapkan, mereka bergerak menurut kemauan sendiri... padahal perang di sini... " Geram Patih Gema Langit... "Mungkin mereka menuju Jalu…!!" tebak Patih Gajah Oleng, membuat Patih Gema Langit terkejut, dia ingat kembali informasi yang dia sampaikan sendiri ketika ada di Gajah Mungkur, bahwa peperagan akan terjadi di Jalu, mereka tidak akan tau jika arena peperangan dipindah ke Gerbang Timur.

"Ada apa Patih…!!" Tanya Ki Amangkurat melihat wajah Patih Gema Langit Pias

"Benar apa yang disampaikan Gajah Oleng, mereka menuju Jalu, aku yang menginformasikan pada mereka bahwa peperangan akan terjadi di jalu, mereka tidak akan tau bahwa peperangan dipindah ke sini…" semua terkejut, dan lemas seketika

"Berarti kita tidak bisa mengharapkan kehadiran mereka secepatnya, kita kerahkan semua kemampuan untuk melawan musuh…" perintah Ki Amangkurat.

Saat matahari sudah menunjukkan jam tiga sore, terompet besar menggema saut menyaut di luar barat, menandakan bahwa pasukan musuh sudah datang... semua patih dan jendral dengan sigap keluar barak mengambil kudanya dan menggebrak menuju pasukan masing-masing, kecuali Patih Gema Langit yang meninggalkan pasukannya di dalan Benteng, Patih Gema Langit yang menjadi pimpinan Pasukan Elit Pajajaran memegang komando semua pasukan yang ada, dia berjalan di depan barisan pasukan diikuti Ki Amangkurat dengan kudanya.

"Pasukan sekalian…" teriak Patih Gema Langit

"Telah lama kita menikmati kedamaian dan ketenangan di bawah Raja Pajajaran yang baik dan bijak, jika kita mati di sini, itu lebih baik dari pada tunduk dibawah pemberontak yang aslinya adalah perampok, buat apa kita hidup jika kita terus tertindas dan dihantui kekejaman mereka... "

Bakar Patih Gema Langit

"Tapi kita harus berusaha mempertahankan nafas kita, demi keluarga kita, demi teman-teman kita, demi anak cucu kita agar bisa bernafas dengan baik, untuk itu, kita harus membunuh musuh di depan kita, kita pertahankan hak kita, kita pertahankan kerajaan yang kita cintai ini…" Patih Gema Langit semakin membakar semangat prajuritnya, semuanya bersorak sambil mengankat senjata tinggi-tinggi.

Di barisan musuh telah berjejer dengan rapi seperti ketika di Jalu, walau kini yang ada di belakang Patih Wilyatikta dan Golok Beracun pasukannya berkurang, namun semangat mereka untuk menumbangkan pasukan Pajajaran masih berkobar. "Guru... waktu telah sore... sebentar lagi malam tiba, tidak mungkin melakukan peperangan, apalagi pasukan Patih Wilyatikta dan Golok Beracun banyak yang terluka... mereka butuh istirahat... "

"Aku tau... tapi waktu yang sedikit ini masih punya kesempatan untuk mengurangi jumlah musuh, perintahkan pasukan Wilyatikta dan Pasukan Golok Beracun ditambah pasukanmu untuk mencari lokasi peristerahatan dan mendirikan tenda... yang lain akan bertempur di waktu yang sempit ini…" Seringai Datuk Pengemis Nyawa…

Patih Layan kusuma melaksanakan tugas itu…

"Macan Sendeng…, Mahesa Kurawan dan Parit Ganjar... Kirim Pasukanmu ke medan perang…" perintah Datuk Pengemis Nyawa

Sekitar Lima ratus orang di bawah pimpinan tiga panglima menghambur mengirim serangan, Pasukan Pajajaran masih di tempatnya menunggu perintah, membuat Datuk Pengemis Nyawa terkejut, dia mengira Pajajaran akan mengirimkan pasukan yang imbang pula, kalau seperti itu tidak mungkin jika pasukan ke Tiga Jendral itu mampu menembus barisan pertahan musuh yang sangat banyak... "Ronggo Wengi… Saudagar Peteng… bawa pasukan kalian pula…" Perintah Datuk Pengemis Nyawa, Tiga Ratus Pasukan disusulkan dibelakang lima ratus pasukan, jumlah itu setimpal dengan jumlah pasukan Pajajaran…

"Serbu... " Teriak Mahesa Kurawan yang ada di barisan paling depan... Pasukan Pajajaran masih ditempatnya. Tidak membuat gerakan, namun mereka sudah bersiap pula...

"Lepaskan Panah……" teriak Ki Amangkurat, membuat semua pasukan musuh tersentak, begitu juga Datuk Pengemis Nyawa. Tiba-tiba dari atas benteng keluar lebih seratus pemanah yang melepaskan panahnya terus menerus...

Tak Ayal pasukan paling depan musuh banyak yang bergelimpangan, Mahesa Kurana dengan sigap menangkis panah-panah yang akan menembus tubuhnya…

"Bangsat……!!" teriak Biksu Tapak Maut melompat dari kudanya dan berjalan dengan ringan melewati kepala- kepala para pasukan Ambangan.

"TAPAK LANGI MEMBENTUR GUNUNG……" teriak

Biksu Tapak Maut seraya mengebutkan kedua tangannya, seketika gelombang udara sangat hebat menderu mementalkan semua panah yang terkirim.

Ki Amangkurat dan semua pasukan tergagap hebat, melihat panah-panah itu berhamburan tidak lagi mengenai musuh.

"Semuanya siap... !!! Serbuuuuu " Teriak Patih Gema

Langit, tak ayal semua pasukan bergerak serangkai menyambut serangan musuh, dengan tetap menaiki kuda dikibaskannya Gada Emas menghantam musuh yang ada di depannya,

"Bangsat. mereka benar-benar ingin mengahiri perang

sekarang Panggil Pasukan Bimaskara dan patih

Wilyatikta untuk membantu, dan juga perintahkan pasukan Layan Kusuma untuk datang kemari…" perintah Datuk Pengemis Nyawa pada Jalu, melihat pasukannya telah banyak yang tumbang karena serangan panah yang tidak diperhitungkannya.

Kembali gelombang serangan datang dari pasukan Wilyatikta dan Bimaskara yang membuat perseteruan menajdi semaikin ramai, Pasukan Layan Kusuma ada di belakang Datuk Pengemis Nyawa, sedangkan Nenek Peniup dupa dan Bocah Setan Tua hany terkekeh gitrang melihat mayat-mayat bergelimpangan... Patih Gema Langit langsung menyambut kedatangan Patih Wilyatikya musuh bebuyutannya itu, Patih Gajah Oleng melawan Macan Sedeng dengan semangat, Biksu Tapak Maut mengamuk di depan arena tanpa ada orang yang imbang melawannya, hingga tapaknya membuat banyak pasukan Pajajaran tumbang, Panglima perang yang lain berusaha melawan Panglima musuh yang sangat hebat, bahkan mereka dibantu pasukannya.

Sangat jelas jika kekuatan Pajajaran kalah jauh dibanding pasaukan Ambangan yang mengamuk membabi buta tanpa Ampun. Datuk Pengemis Nyawa dan semua yang ada di sebelahnya sama tertawa senang, tampak di hayalan mereka dalam waktu singkat Pajajaran bisa mereka kuasai.

"Besok kau telah resmi menjadi Raja Layan…!!" tawa Datuk Pengemis Nyawa. Disambut gelak tawa kepuasan lainnya.

Pertempuran berjalan dua jam, namun telah banyak pasukan Ambangan yang berhasil mendaki benteng, karena Gerbang yang terbuat dari baja tertutup rapat, jadi untuk membukanya mereka harus mendaki dan membuka dari dalam. Jika Gerbang telah berhasil di buka, jelas sudah kemenangan ada di depan mata, kerajaan pasti bisa di duduki... Datuk Pengemis Nyawa semakin tergelak menyaksikan pasukannya telah berhasil membunuh tukang panah di atas benteng. Meteka bersorak girang mengangkat senjata dan Panji pasukannya karean telah bisa menguasai atas benteng, namun perjuangan mereka tidak cukup sampai di sana, Pasukan Jalayuda yang ada di dalam benteng datang menyerang, hingga kembali peperangan terjadi dengan sengit disana, tidak kalah dengan pertempuran yang ada di luar benteng.

Namun Datuk Pengemis Nyawa hanya tersenyum kecut, walaupun kegigihan pasukan Jalayuda berusaha menghalang penerobos, namun Pasukan Ambangan satu persatu menaiki benteng melalui tangga yang mereka bawa. Dan membantu lainnya berperang melawan pasukan Jalayuda yang hanya lima puluh orang...

Di luar gerbang, pasukan Pajajaran semakinn terdesak, walaupun mereka berhasih membunuh banyak musuh, namun para Panglima yang begitu hebat ditambah Seorang Biksu yang mengamuk, membuat Pasukan Pajajaran mengalami kekalahan yang telak, namun mereka tidak bisa lagi mundur, kalau mereka mundur tentu harus membuka Gebang, jika Gerbang terbuka dengan bebas musuh akan menerobos masuk.

"Kita hidup jika Kerajaan kita Utuh, dan jika kerajaan Runtuh lebih baik kita mati dengan bangga... " Teriak Patih Gema Langit membakar semangat prajuritnya yang menurun, melihat kekalahan di depan mereka.

Tiba-tiba semuanya dikejutkan oleh terpentalnya Pasukan Ambangan yang ada di Atas benteng, Baik Patih Gema Langit maupun Datuk Pengemis Nyawa juga merasa heran, jika Pasukan Jalayuda yang berperang di sana bisa membuat musuh yang begitu banyak itu terpental.

Namun kini mata mereka nanar melihat barisan orang yang berjejer di sepanjang benteng timur, jumlahnya tidak kurang dari seratus orang dan mereka tidak mengenakan pakaian tentara, tepat di atas Gerbang berdiri seorang pemuda berambut sedikit panjang mengenakan pakaian Hijau dengan mantel warna merah dipunggungnya, semua orang yang berjejer di atas sana sama mengenakan sobekan kain warna merah di lengan kanannya, mereka mengenakan senjata yang beranika ragam.

"Dewa Iblis…!!" Pekik Nenek Peniup Dupa begitu juga Bocah Setan Tua, Datuk Pengemis Nyawa yang tidak pernah bertemu dengan sosok yang selalu mencarinya itu, yang telah membunuh dua muritnya Nyi Pelet Peteng dan Gatot Gurai menoleh pada jala dan Jalu, mereka hanya mengangguk membenarkan pekikan Nenek Peniup Dupa. "Ternyata Pajajaran juga dibantu pendekar…" geram Pengemis Nyawa

"Pasukan Pendekar Talah datang…!!" teriak Patih Gema Langit dengan semangat mengibaskan Gadanya, Prajurit Pajajaran yang hamper putus asa kembali bersemangat melawan pasukan musuh…

"Yang punya tugas membantu prajurit… seraaaang... !! " teriak Arya... sekitar Sembilan puluh pendekar melompat dari tembok Benteng yang lumayan tinggi itu dengan gesit, jika orang biasa tidak mungkin melakukan hal itu…

"Lalu bagaimana ini kyai…" Tanya Arya pada Kyai Koneng yang berdiri di sampingnya...

"Seperti rencana semula, tugas kita hanya meringkus para pendekar yang membantu Ambangan, Aku lihat seorang biksu yang mengamuk di tengah pertempran begitu hebat... dia harus di keluarkan dari sana, agar tidak banyak menelan korban prajurit... "

Arya menoleh... melihat sisa pasukannya yang ada di atas tembok

"Ki Joko Lawe... sepertinya Saudagar Peteng sudah kewalahan melawan pendekar yang lain, bagaimana jika tuan melawan Biksu itu…" tanya Arya, karena dia ingat pada rapat pertama Ki Joto Peteng meminta menghadapi Saudagar Peteng

"Baik…" ujar Ki Joko Lawe melompat turun membabat beberapa prajurit dengan tongkatnya hingga terpental menuju Biksu Tapak Maut.

"Sepertinya anggapan kita di luar perkiraan, para Senopati dan Jendral perang kerajaan bisa mengimbangi para tokoh silat jendral musuh !! sedangkan yang paling penting adalah otak dari serangan ini, yaitu mereka…" tunjuk Mahesa pada deretan pasukan Layan Kusuma yang masih di belakang Datuk Pengemis Nyawa, disana juga selain Adipati Layan Kusuma juga ada Nenek Peniup Dupa, Bocah Setan Tua dan juga dua ninja kembar Jala dan Jalu...

"Ya… dan mereka tidak bisa dianggap remeh, kita harus merubah strategi awal... kita biarkan pertempuran di bawah sana diselesaikan oleh para prajurit dan para pendekar lainnya, aku lihat mereka telah imbang, kita konsentrasi pada mereka saja... " jawab Kyai Koneng...

"Kau tetap di sini, mengatur pasukan pendekar yang ada di bawah, dan mengabarkan informasi yang terjadi dengan terompet itu... " perintah Arya pada Mahesa sambil menunjuk terompet yang tergeletak di lantai. "Sedangkan yang lain ikut Kyai Koneng menggempur musuh yang ada di sana, aku masih mau membantu Pasukan sebentar…" perintah Arya, pada Banjar kalianget, Kirana, Bintang Kusuma, Golok Emas, Mandala dan beberapa Pendekar yang masih berdiri disampinganya... mereka hanya mengangguk dan berkelebat cepat melalui dua samping arena peperangan menuju seberang, agar gerakan mereka tidak tertahan.

"Bangsat… mereka mau menyerang kita…" bentak Datu Pengemis Nyawa, Nenek peniup Dupa hanya terkekeh senang, Arya masih melihat dari atas Gerbang Benteng, melihat situasi yang lebih penting dia bantu, apakah para prajurit itu atau para pendekar yang melawan kaum sesat yang sangat hebat,

Arya melihat matahari yang condong ke barat, sebentar lagi malam tiba, dan tidak mungkin peperangan diteruskan, suasana akan gelap, walaupun bisa dipastikan akan muncul renbulan sedikit terang, namun perang tidak bisa dilanjutkan di suasana yang temaran, mereka tidak akan leluasa perperang, bisa jadi malah salah sasaran...

Arya menatap prajurit yang bertikai dibawahnya, jika para pendekar yang sudah terlatih dengan baik tentu suasana yang temaran tidak akan berpengaruh dengan pandangan meraka, tapi prajurit-prajurit itu…?? "Hiaaaatt…" Kyai Koneng langsung menerjang Datuk Peniup Dupa.

Kirana memilih Jala dan jalu yang dibantu Bintang Kusuma sebagai lawan tanding, Golok Emas dan Mandala juga Banjar Kalianegt memilih Nenek Peniup Dupa dan Bocah Setan Tua, sedangkan pendekar yang lain seperti Kang Darman dan Anwar melawan Patih Layan Kusuma dibantu beberapa pendekar lain mengempur pasukan Adipati Layan

Pertempuran di sebelah timur lebih mengerikan daripada perang ratusan prajurit yang terjadi di depan Gerbang Benteng, Ledakan, teriakan dan lentingan tubuh getis membuat bumi seperti gempa, hingga membuat Prajurit dari kedua pihak terkejut menghentikan peperangan, kecuali beberapa orang yang telah diamuk emosi, seperti para pendekar kedua prajurit sama membuat prajurit biasa berusaha menghindarinya, bahkan ada yang lari terbirit-birit melihak keganasan perang yang terjadi, mereka tidak mengira jika perang yang terjadi di sana adalah perang antar pendekar, yang mereka tau perang hanyalah adu ketangkasan menggunakan senjata, namun yang mereka lihat perkelahian dengan tenaga dalam tinggi.

Prajurit dari Pajajaran hentikan serangan mengindar mudur dari hentakan tenaga dalam yang sangat luar biasa, begitu juga páukan Ambangan yang berasal dari kelas prajurit karena mereka tau tatakrama perang, jika matahari sudah condong kebarat, menang atau kalah perang harus di hentikan, dan dilanjutkan besok pagi. Tapi prajurit yang berasal dari kelas Perampok dan Perompak tidak kenal Aturan itu, sehingga para Pasukan Pendekar dibawah pimpinan Arya tetap harus berjuang melawan keganasan mereka juga para petinggi pasukan kedua belah pihak yang telah diamuk emosi...

Para Prajurit dari kedua belah pihak yang telah menghentikan perang hanya menyaksikan pertempuran sangat hebat dengan heran, karena tidak menyangka jika perang ini tanpa aturan, tidak ada jam isterahat, tapi mereka telah telah ada pula yang terluka, sehingga walau para pemimpin mereka tetap berperang, mereka enggan turun tangan, apalagi hal itu tidak melanggar tatakrama perang.

Ternyata pasukan Ambangan yang berasal dari kelas prajurit hanya sedikit, lebih banyak dari kelas perampok dan perompak yang tidak kenal aturan, sehingga jumlah musuh yang mengundurkan diri hanya sedikit, sedangkan dari pasukan Pajajaran semuanya menghentikan serangan kecuali para petingginya yang saling bahu membahu bersama para Pasukan Pendekar melawan sisa pasukan musuh yang sangat banyak, walaupun para pendekar memiliki kesaktian yang mumpuni, namun melawan musuh yang begitu banyak dan juga membabi buta membuat mereka kewalahan juga. Melihat itu semua adapula yang kembali turun perang namun jumlahnya sedikit

Tiba-tiba semua prajurit yang hanya menyaksikan disamping terbelalak, bahkan ada yang mengucek matanya tidak peraya pada penglihatannya, seorang pemuda yang sejak tadi hanya mengaksikan dari atas gedung tiba-tiba melayang di udara bagaikan kapas di terpa angin, matel yang berwarna merah berkibar-kibar seperti sayap orang terbang…

"Pasukan mundur... " Teriak Arya dari atas udara, membuat pasukannya terkejut dan melompat mundur menjauhi lawan.

"PUKULAN GADA BUDA…" "TENDANGAN SABIT BULAN... "

Seketika dari kedua tinjunya menderu angin sangat kuat dan panas, begitu juga dari tendangan kakinya melayang larikan sinar cukup terang di suasana temaran berwarna hijau jukup besar...

BLARRRRRR BLARRRRRR Arya terus berputar dengan melepas pukulan dan tendangan jarak jauhnya dari udara, hingga pasukan musuh terpental satu persatu, Bahkan Parit Ngurai dan Macan Sendeng terpental mendapat serangan itu, sehingga Patih gajah Oleng yang melawan Macan sendeng berhambur membantu Ki Joko Lawe yang kewalahan melawan Biksu Tapak Maut, Perseteruan antara Ki Joko Lawe menggunakan tongkat ditambah Patih Gajah Oleng dengan parang besar membuat Biksu Tapak Maut semakin awas menggunakan sekegap kemampuannya, sekarang bukan lagi ambisi untuk memenangkan pertempuran, namun lebih berusaha mempertahankan nafas oleh serangan kedua pendekar.

Patih Wilyatikta tersurut beberapa langkah menahan pukulan jarak jauh Arya dengan tongkatnya... saat sudah berhasil berdiri sempurna, tanpa dia sadari Gada Patih Gema Langit menghantam kepalanya, namun dia cepat oleng ke samping saat Ronggo Wengi membabatkan trisula kembar di kedua tangannya, Ronggo Wengi berhasil menumbangkan dua pendekar, namun disela nafas yang memburu dia harus melawan Patih Gema Langit dengan keganasan Gadanya...

Keganasan Arya melancarkan pukulan dari atas udara semakin menjadi, apalagi tidak seorangpun yang menggangguna, hanya beberapa panah yang berseliweran di samping tubuhnya ada pula yang terpental kembali merenggut nyawa si penyerang.

Tiba-tiba tubuhnya oleng dan menderu keras turun kebawah, secepat kilat dia jumpalitan guna menjaga keseimbangan tubuh, agar tubuhnya tidak membentur bumi dengan telak, dia heran karena jurusnya tidak berfungsi lagi, bahkann setiap kali dia berusaha menggunakan jurus itu semakin cepat dia tersedot oleh sebuah kekuatan yang sangat besar, dia pun menginjakkan kaki di tanah dengan awas... menendang tiga orang prajurit yang hendak menyerangnya...

Kini dia tau siapa yang membuat jurusnya tidak bisa berfungsi, seorang bocah berusia sepuluh tahun, memusatkan kedua tangannya seperti orang menarik benang layangan padanya. Dia juga terbelalak kaget melihat Golok Emas tergeletak tidak berdaya disampingnya…

"Hehehehe… ternyata kau memiliki jurus Cangra Ngambang yang sudah lama punah anak muda... !! sebenarnya siapa gurumu…" Bocah itu tersenyum lucu membuat Arya terbelalak, dia yakin sosok didepannya adalah Bocah Setan Tua, bukan hanya bisa mementahkan jurusnya dia juga kenal jurus yang Arya sendiri tidak tau namanya.

"Cakra Ngambang…!!" arya bertanya "Jurus Aneh milik Setan Akherat, apakah kau

keturunannya Anak Muda…? Tapi kenapa kau membantu aliran putih... !!" bentak Bocah Setan Tua

Arya teringat pada pemberi jurus yang tanpa di sengaja dia terima di dasar Jurang cukup dalam, dia terjatuh ke dasar jurang ketika lari dari Padepokan Kyai Prana, Tiga hari tiga malam dia ada di dasar jurang itu tanpa tau bagaimana cara keluar, saat rasa putus ada menghinggapi hatinya, tiba-tiba tembok jurang bergerak dan terdengar kekeh orang tua yang kaki dan tangannya menempel di dinding batu oleh sebuah Akar kayu cendana, ternyata kakek itu sudah puluhan tahun terpasung di tempat itu oleh Guru Kyai Prana ketika masih muda. Ketika Kakek itu tau bahwa Arya telah membunuh Kyai Prana dia sangat senang... tiba-tiba tubuhnya tersedot menempel ketubuh si Kaket, dan tanpa bisa dia tolak aliran tenaga dalam cukup hebat menembus seluruh urat-uratnya, dia berteriak karena kepanasan dan rasa sakit bagaikan ribuan jarum masuk ke tubuhnya, penyaluran tenaga dalam itu berjalan hingga lima-hari lima malam, awalnya aliran tenaga dalam itu begitu menyiksa lambat laun aliran tenaga dalam itu sejuk dan dingin, setelah Kakeh menyalurkan seluruh hawa murninya dia tertawa dengan puas dan kemudian mati di dinding batu, baru tubuh Arya terlepas. Sehari semalam tubuhnya menggigil oleh tenaga dalam yang melimpah, dia berusaha menekan tenaga dalam itu, setelah ledakan tenaga dalam begitu besar yang dialirkan si kakek bisa dikontrol, ternyata tubuhnya menjadi ringan bahkan bisa mengambang, setelah menguburkan si kakeh dengan layak Arya keluar dari Jurang itu dengan luapan tenaga dalam. berkat tenaga dalam itu pula, dia bisa menyerap dengan mudah seluruh Ilmu yang dipelajari pada bebeprapa tokoh.

Dan Dari Bocah Setan tua itu dia tau nama kakek yang memberikan tenaga dalam, ternyata berjuluk Setan Akherat dari golongan sesat yang di pasung Guru Kyai Prana yang artinya juga Guru Kyai Banjar Banyu Bening, dan dari Bocah itu pula dia tau nama Jurus Cakra Ngambang yang di kuasainya.

Arya menatap Bocah Setan Tua dengan telak, jika bocah itu tau pemilik Jurus Cakra Ngambang dan juga bisa mementahkan jurus itu, tentu usianya sama dengan pemilik Jurus Cakra Ngambang atau Setan Akherat.

"Tubuhmu saja yang kecil Kakek Tua, kau sudah tidak pantas ada di dunia ini, dunia ini sudah milik pemuda seperti aku... " Ledek Arya…

"Hahahaha Besar Juga mulutmu anak muda, sama

seperti gurumu Setan Akherat, yang ternyata kalah di

tangan Ki Ambarawa…" Bocah Setan Tua sama mencibir sambil menepuk-nepuk pantatnya, satu informasi lagi ditangkap Arya, bahwa Guru Kyai Prana dan Kyai Banjar bernama Ki Ambarawa…

"Sudah lah bocah… malam telah tiba, lebih baik kau tidur saja, nanti dimahari ibumu…!! Atau di jewer nenekmu itu…!" Arya semakin meledek sambil menunjuk Nenek Peniup Dupa yang meladeni serbuan Bintang Kusuma dan Kirana setelah Jala dan Jalu tumbang, sedangkan Banjar Kalianget membantu Kyai Koneng menggempur Datuk Pengemis Nyawa, Layan Kusuma bertempur melawan Mandala.

Mendapat ledekan Arya, Bocah Setan Tua terbakar emosi juga

"Dia Istriku tau… walau kami tidak menikah... !!" Bentak Bocah Setan Tua, membuat Arya terbelalak kaget...

"Hahahaaaa… Bocah dekil kawin dengan Nenek Peot…??? Suatu pasangan yang serasi…

hahahahaha…" Arya tergelak membuat wajah Setan Tua memerah, bengitu juga Nenek Peniup Dupa, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa melawan dua penyerang yang sangat hebat, Nenek Peniup Dupa tersentak kaget…

"Hehehehe… tidak aku sangka... sekian lama mengasingkan diri, ternyata didunia persilatan bermunculan tokoh muda yang hebat... " seringainya, sambil mencabut Cakram bintang senjata rahasia Bintang kusuma dari lengannya... Kirana dan Bintang Kusuma sama mengatur nafasnya yang memburu, kekompakan serangan mereka sudah pernah terjalin ketika melawan Si Buta Sadis...

Bocah Setan Tua menggeram sangat hebat hendak menyerang Arya.

"Bocah Setan Tua…!! Kita mundur…" Teriak Nenek Peniup Dupa berkelebat menjauhi Kirana dan Bintang Kusuma, Bocah Setan Tua melihat istrinya melompat menjauh diapun melakukan hal yang sama…

"Awas kau anak muda…!!" Teriak Bocah setan Tua, seraya mengibaskan tangannya ke depan…

"Pedang Akherat…!! Awas…" Kirana terpekik melihat kilatan cahaya berwarna merah berbentuk Pedang Besar menderu ke arah Arya yang tidak siap.

Mendengar teriakan Kirana, Arya tergagap melihat cahaya merah menyala berbentuk pedang menderu kearahnya, dia tidak akan sempat menghindar juga untuk mengumpulkan tenaga dalamnya guna menangkis, secepat kilat di tariknya Tongkat Cendana yang terselip dipingganya, dan menghalang serangan itu…

TRAAAAAAANGGGGG... CAASSSSS… CAAASSSSS... Sungguh dahsyat serangan Bocah Setan Tua, bagaikan pedang tajam dan kuat membentur Senjata Arya, Arya tersurut kebelakang dan kakinya menembus tanah guna menghentikan gerakan, namun dia terus tersurut didorong cahanya pedang merah tingga beberapa pohon sebesar paha orang dewasa terpental dihantam punggung Arya, gerakan itu melambat seiring menghilangnya sinar kemerahan di tengah senjatanya. Jelas senjata Arya yang seperti baja kuat tergores sedikit dalam

Arya jatuh terduduk menahan sesak di dadanya, darah segar keluar dari ujung bibirnya, mantel yang dia kenakan compang-camping karena tersangkut pepohonan, punggungnya juga sakit, sekitar tiga tombak di depannya ada dua garis tanah cukup dalam hingga ke ujung kakinya...

Dia berusaha mengalirkan hawa murni guna menyembuhkan luka dalam. Dia bergidik ngeri membayangkan jika Kirana tidak memperingatinya, serangan yang mendadak membuatnya tidak bisa mengeluarkan tenaga dalam secara maksimal hingga dia terluka, namun Arya juga bergidik ngeri, serangan pertama saja telah membuat terluka apalagi kalau dia harus menghadapinya…

"Kau tidak apa-apa Kang... !!" Kirana khawatir berhambur bersama Bintang Kusuma "Tidak apa-apa... " ujarnya setelah dirasa aliran darah kembali normal...

"Tinggal Datuk Pengemis Nyawa... " geram Bintang Kusuma, hendak membantu Kyai Koneng dan Banjar Kalianget yang kewalahan melawan Iblsi Tua itu, namun Arya menahan mereka

"Kalian bantu pasukan yang lain... biar aku yang membantu Kyai Koneng... " perintah Arya

"Tapi kakang terluka…!!" larang Kirana

"Kalian juga terluka, cepat bantu pasukan yang lain... " perintah Arya sambil melihat tubuh Bintang Kusuma dan Kirana yang penuh dengan luka dan lebam.

Kirana dan Bintang Kuruma tidak bisa menolak, karena Arya adalah pimpinan mereka, Kirana masih sempat menoleh hawatir, Arya tersenyum menyakinkan...

Sangat jelas jika Kesaktian Datuk Pengemis Nyawa yang dia lihat sekarang jauh berbeda dengan Datuk Pengemis Nyawa yang terbunuh di Rawa Lintah, Kyai Koneng dan Banjar Kalianget terdesak hebat meladeni gempuran tangan kaki serta tongkat Jati Kayu Jati yang sedikit mengepulkan asap kehitaman, sama seperti yang dipegang Gatot Gurai, tapi bagi Kyia koneng dan Banjar Kalianget asap beracun itu tidak berpengaruh, karena mereka telah dibekali penangkal racun buatan Pendekar Racun Barat itu. Tapi jurus Datuk Peniup Dupa yang baru pulih berkat meminum darah perawan benar-benar menakutkan... kaki dan tangannya menderu hebat mengeluarkan bau sangit yang menyesakkan, basih juga tongkatnya.

Kyai Koneng dan Banjar Kalianget banyak mengalami luka di beberapa bagian tubuhnya, namun mereka tetap gigih melawan Datuk Pengemis Nyawa yang menyeringai senang melihat lawannya kewalahan. Walau tampak diwajahnya kehawatiran karena dua Tokoh paling diandalkan melarikan diri mundur dari pertempuran, dia tau jika ilmunya tinggi, namun ditengah gempuran pasukan pendekar dibeberapa tempat yang menguasai peperangan bisa jadi malah mengeroyoknya...

Kyai Koneng dan Banjar tersurut dua langkah menerima kibasan hebat tongkat Datuk Pengemis Nyawa…

"RACUN SELAKSA !!" Teriak Arya melompat

mengibaskan tongkat Cendananya, larikan sinar berjumlah ratusan seperti jarum berwarna merah menerjang Datuk Pengemis Nyawa, Pengemis Nyawa tersentak cepat-cepat memutar tongkat menangkis seluruh serangan Arya...

Kyai Koneng terkejut bukan main, dia telah membasuh pengaruh racun di tongkat itu, tapi Arya masih bisa mengeluarkan racun berbentuk larikan sinar mematikan dari tongkat yang diyakini Kyai Koneng telah hampa racun, tapi dia sadar... itu bukan racun biasa, tapi sebuah jurus yang mempunyai pengaruh seperti racun sehingga bernama Jurus Racun Selaksa, karean Jarum yang terkirim bukan lah jarum beracun seperti senjata rahasia kaum sesat, tapi larikan sinar tenaga dalam yang tercipta dari harum kayu cendana yang dipadatkan, terbukti ketika benda-benada itu ditepis Pengemis Nyawa menjelma udara harum Kayu Cendana.

Pengemis Nyawa mencium Harum itu cepat-cepat menotok jalan nafasnya, karena menyangka racun, dan biasanya memang menjadi uap racun seandainya Kyai Koneng tidak membersihkan Kayu itu...

Melihat Pengemis Nyawa tergagap berusaha menyeka Uap Racun, Arya tidak tinggal diam, disodokkannya tongkat kayu cendana ke perut Pengemis Nyawa...

BUGGGGGG...

Pengemis Nyawa surut dua langkah ketika serangan itu telak menghantam perutnya.

Arya berdiri di depan Kyai koneng dan Banjar Kalianget menatap dengan telak Pengemis Nyawa. "Arya……!!" Pekik Kyai Koneng hawatir, jika sikap kalap Arya bangkit kembali saat berhadapan dengan musuh bebuyutannya itu.

"Tenang saja Kyai, saya tidak akan membunuhnya, saya akan ringkus untuk diserahkan pada Kerajaan Pajajaran...

!!" Jawab Arya untuk menghilangkan kehawatiran guru spritualnya itu,

"Kyai dan Kang Banjar bantu yang lain, suanan sudah gelap, tidak mungkin jika pasukan berperang lagi" perintah Arya... mereka hanya mengangguk lalu berkelebat membantu lainnya, kini dia bisa dengan leluasa menghadapi Pengemis Nyawa...

Suasana sudah benar-benar gelap di berbagai tempat, hanya bulan kecil yang mengintip di cakrawala, kecuali arena pertempuran itu, karena banyak kayu-kayu terbakar terkena jurus beberapa pendekar, hingga pertempuran mereka tidak terhalang.

Gempuran Pasukan Pendekar semakin menjadi ketika banyak Tokoh sakti kelompoknya datang membantu. Biksu Tapak Maut terpental hebat saat serangan Kyai Koneng menghantap punggungnya, Ki Joko Lawe dan Gajah Oleng tidak selesai ketika Biktu Tapak Maut tumbang, mereka berkelebat bersama Kyai Koneng menghantam musuh yang tersisa... Parit Ganjar dan Mahesa Kurawan berhasil di bekuk, bersama Bimaskara dan Saudagar Peteng, Macan Sendeng harus meninggalkan Nyawanya bersama beberapa anak buahnya, begitu juga Patih Wilyatikta yang pecah kepalanya terhantam Gada Gema langit, Adipati Layan Kusuma remuk kepalanya namun masih hidup, Ronggo Wengi menghilang bersama beberapa sisa pasukan Ambangan yang lari terbirit-birit.

Beberapa Pasukan Pajajaran yang hanya menyaksikan di samping kini berhambur dengan girang ketengah medan perang memungut sisa peninggalan musuh dan menolong semua pasukan yang terluka juga membawa pasukan yang mati...

Bantuan Kaum pendekar benar-benar punya pengaruh besar, bahkan dari Pasukan Pendekar yang meninggal dunia hanya sepuluh orang, diantaranya golok Emas, yang lain hanya terluka…

Saat semua pasukan sibuk berebut sisa perang dan juga menolong pasukan yang terluka, para Pendekar tanpa merasa sakit terhadap lukanya membuat pagar betis menyaksikan pertempuran sangat hebat dua pendekar di kejauhan. Mereka tidak membuat gerakan, karena Kyai Koneng menghalangnya, dan pasti akan bertindak jika terjadi apa-apa pada Arya, Bahkan Patih Gema Langit memerintahkan sisa pasukan Jalayuda bersiap dengan panahnya, Pasukan elit yang terkenal paling mahir menggunakan Panah dan formasi perang.

Pasukan Pendekar dan juga Pasukan Kerajaan tidak ada yang berani mendekati arena pertempuran dua pendekar yang menciptakan gempa dan Taufan di kejauhan... kilat- kilat dan lentingan tubuh begitu cepat silih berganti bertahan dan menyerang, bahkan hanya orang berilmu tinggi yang bisa menyaksikan pertempuran itu, pendekar kelas rendah apalagi prajurit kerajaan melihatnya hanya sebuah bayangan berkelebat cepat dan kilatan-kilatan cahaya yang menciptakan ledakan dahsat...

Beberapa kali Arya melepaskan Jurus Gada Buda, Sabit Bulan dan Beliung Samudra, juga tak jarang melepas Jurus Racun Selaksa, namun musuhnya bisa bertahan dengan hebat…

Dewa Iblis Maupun Pengemis Nyawa sama mengatur nafasnya yang memburu…

"Aku tau nafasku tidak bisa diselamatkan, karena teman- temanmu di sana telah menunggu menyerang, tapi aku harus membunuhmu pula…" bentak Pengemis Nyawa dengan nafas memburu, pakaiannya telah copang- camping terkena serangan Arya, dia tidak bisa menggunakan Jurus Pencabut Nyawa yang bisa menyedot organ dalam musuhnya, karena dia tau Arya memilikit tenaga dalam sangat tinggi, dia pasti bisa bertahan begitu lama, dan saat itu dia tidak bisa melepas jurusnya jika pendekar lain menyerang.

Arya juga mengatur nafasnya, sangat jelas bekas pukulan Bocah Setan Tua masih berpengaruh di tubuhnya, walau tak ada serangan Pengemis Nyawa yang mengenainya, darah segar mengalir di mulutnya oleh luka dalam yang semakin parah...

"Sekarang kau lihat dengan jelas... orang yang keluarganya telah kau bantai, baru aku saja yang mengharap nafasmu, bagaimana jika yang lain juga menuntuk yang sama, nyawa mu tentu tidak akan cukup... " cibir Arya sambil menyeka darah dibibirnya...

"Mulutmu sangat besar anak muda, kau tidak tau dengan siapa berhadapan, kesaktianku sedang dipuncaknya karena barusaja melakukan upacara Bedah Bumi, dan biar kau lihat apa yang aku maksud itu…" bentak Pengemis Nyawa...

Tiba-tiba Pengemis Nyawa berteriak Hebat menghadap keatas... tubuhnya yang bunggkuk tegak, Tongkat yang dia pegang jatuh... seketika angin menghempas keras di sekitar Tubuh Pengemis Nyawa hingga Arya harus sedikit melindungi matanya oleh debu yang bertebaran.

Mata Arya terbelalak menyaksikan perubahan bentuk tubuh Pengemis Nyawa. Urat-uranya menegang dan membesar seperti kayu rotan, lengannya yang kurus membesar, paha dan kakinya juga tubuhnya berisi padat hingga pakaian yang dikenakan robek. Hanya kepala yang tetap Pengemis Nyawa

Kini Arya bisa melihat dengan Nyata, tubuh Pengemis Nyawa kekar dengan otot-otot besar seperti kayu rotan, Pengemis Nyawa menyeringai menakutkan menatap Arya penuh amarah... semua yang melihat tersentak kaget, karena baru kali ini melihat perubahan bentuk tubuh Pengemis Nyawa yang mengerikan

"Apa bedanya tubuhmu sekarang dan yang tadi pengeis jelek…!!" Ledek Arya membuat Pengemis Nyawa semakin geram

"Kau ingin tau…? Sambut ini…" Weeeeeesssss...

BUUUUUUKKKKKKKK

Tubuh Arya terpental seketika, dengan susah payah dia menahan laju lontaran tubuhnya dan hingga di tanah memegang dada yang terasa remuk, kini pengemis Nyawa menyeringai puas di tempat Arya semula berdiri... Arya tidak bisa menangkap kelebatan Pengemis Nyawa, dia benar-benar cepat, Arya menyeka Darah yang semakin banyak keluar di mulutnya...

Arya melompat "SABIT BULAN... " teriaknya melepas tendangan jarak jauh, seketika Larikan Cahanya seperti bulan sabit berwarna kebiruan sebesar tiga depa orang dewasa menderu ke tubuh Pengemis Nyawa... Pengemis Nyawa hanya menyeringai tetap di tempatnya... 

TANGGGGGG...

Dengan tenang Pengemis Nyawa menangkis serangan itu menggunakan Lengan Besarnya hingga terpental menghantam kayu besar... Arya terbelalak kaget, begitu mudahnya musuh menangkis serangan mautnya itu...

"Gada Buda... " Arya melepas pukulan berupa angin padat menderu ke tubuh Pengemis Nyawa, lagi lagi Pengemis Nyawa hanya mengibaskan sebelah lengannya menghalang serangan Arya

Belum puas keterkejutan Arya, kini dia kirimkan Beliung Samudra, berupa hembusan angin sangat kuat hingga beberapa benda yang ada di hadapannya terpental, namun Pengemis Nyawa hanya silangkan kedua lengan di depan tubuh, dan tidak bergeming sedikitpun oleh deruan taufan itu, membuat Arya semakin terbelalak... "Sudah seranganmu…!!" Bentak Pengemis Nyawa... BLAAARRR…

Lagi-lagi Tubuh Arya terpental jauh dihantam tubuh pengemis nyawa yang sangat cepat... Arya berusaha bangkit…

BLAARRRR...

Kembali tubuh Arya terpental jauh... Pengemis Nyawa terkekeh puas melihat musuhnya tidak bisa berbuat apa- apa, menjadi kucing-kungingan serangannya…

Pasukan Jalayuda melepas panah pada pengemis Nyawa, bukannya dia pindah... malah panah-panah itu dibiarkan saja menghantam tubuhnya yang kebal, hanya menangkap beberapa panah yang lewat diatas kepalanya, dan mengembalikan pada mereka, seketika beberapa Pasukan jalaYuda terjungkal terkena Panah yang dikembalikan Pengemis Nyawa... semua mata bergidik ngeri, bahkan ketakutan untuk turut membantu Dewa Iblis mengalahkan Pengemis Nyawa...

Arya berusaha bangkit menahan sakit yang sangat di sekujur tubuhnya...

"Arya… serang kepalanya... !!" teriak Mahesa... yang ada di barisan Prajurit... "Bangsattt... !!" Teriak Pengemis Nyawa mengirimkan pukulan Jarak-jauh ke Mahesa, semua terkejut tidak menyangka jika Mahesa akan diserang…

BLARRRRR……

Tubuh Mahesa terjungkal jauh hingga menghantam tembok benteng... dan menggelosor kaku merejang nyawa seketika, Kyai Koneng dan lainya berhambur menagkap tubuh Mahesa…

Arya terbelalak nanar melihat nasib temannya itu, dan benar apa yang di sampaikan Mahesa, hanya kepala Pengemis Nyawa yang tidak berubah, bahkan ketika ada serangan Panah, Pengemis Nyawa seolah melindungi kepala saja...

Pengemis Nyawa tersenyum sinis melihat nasib Mahesa, tiba-tiba dia tersentak ketika merasakan hawa panas dari sampingnya, sebuah Larikan cahaya berbentun Bulan Sabit cukup besar menderu ke arahnya, dia hanya tersenyum mengibaskan tangan, namun dia heran karena tidak melihat sosok penyerangnya...

Ternyata tubuh Arya melayang di Udara

"RACUN SELAKSA…!!" Teriak Arya, ratusan sinar sebesar jarum menderu cepas susul menyusul membuat Pengemis Nyawa kelabakan, karena tangan kanan sedang menangkis Jurus Sabit Bulan, dia hanya bisa menggunakan tangan kiri untuk mengibas serangan ratusan cahaya seperti jarum.

CRASSSS… SRASSSSS... CRASSSSSS...

Walaupun beberapa jarum berhasil di pentalkan, namun tak ayal... jarum-jarum lain telak menusuk wajahnya yang mendongak, wajah itu seperti tertusuk jarum cukup panas, bahkan mata kirinya pecah...

Pengemis Nyawa berteriak hebat seiring dengan tubuhnya yang mengempes berubah pada bentuk semula…

"Jurus Pencabut Nyawa... " Teriak Pengemis Nyawa mengarahkan tangannya pada Arya yang masih mengambang... Arya tidak mengangka jika Pengemis Nyawa akan menggukan jurus mautnya itu... tak Ayal tubuhnya terlonjak seketika, isi dadanya seperti tersedot keluar dengan cepat, dia tidak kuat menahan serangan itu, hingga jatuh terjungkal ke tanah... darah segar muncrat dari mulutnya

"Seraaaaaanggggg... " Kyai Koneng berteriak memberi komando pada puluhan Pendekar dan petinggi kerajaan, serempak mereka berhambur cepat menuju Pengemis Nyawa yang tidak melepas Jurusnya pada Arya… Tak ayal para pedekar dan petinggi kerajaan membantai tubuh Pengemis Nyawa dengan bebas hingga luluh lantak tidak berbekas dan mati mengenaskan, sedangkan Arya terlentang dengan nafas memburu di tanah... matanya menatap langit penuh bintang, tubuhnya kaku dengan darah segar mengalir dimulutnya...

"Arya... !!" Teriak beberapa pendekar dan juga Kirana yang melinangkan air mata melihat nasip pujaannya...

Kyai Koneng yang melihat hal itu cepat mengibas beberapa pendekar yang mengerumuni Arya, membuat mereka terkejut namun membiarkan saja apa yang dilakukan Kyia Koneng. Kyai Koneng mengangkat tubuh Arya hingga duduk

"Pegang tubuhnya agar tidak jatuh…" perintah Kyai Koneng, dua orang yang ada di sebelah Arya memegangnya, kyai Koneng Bersila di belakang tubuh Arya dan menempelkan kedua tangannya pada punggung Arya. Pendekar yang lain tersentak dan mengerti apa yang dilakukan Kyai Koneng, merekapun dengan cepat juga bersial menempelkan tagan ke punggung Kyai koneng, yang lain juga menempelkan tangan ke punggung di depannya…

Hawa sejuk keluar dari telapak tangan sekian pendekar mengalir melewati tubuh pendekar yang lain hingga bermuara ditubuh Arya... Kirana hanya menyeka darah yang keluar dari mulut Arya dengan melinangkan Air Mata,

"Aaak... " Arya memuntahkan darah beku sebesar jempol tangan beberapa buah, hingga nafasnya kembali normal, diapun bersila merapalkan kangan, menerima aliran hawa murni dari beberapa pendekar...

"Sudah cukup…!!" Pinta Arya

"Tapi lukamu sangat parah... !!" ujar Kirana

"Kalau tenagaku masih ada dan aku sadar, tenaga dalamku tidak hanya menyedot hawa murni tapi tenaga dalam lainnya…" terang Arya membuat yang lain tekejut, cepat-cepat hentikan kiriman hawa murni, pantas mereka merasa ada hawa lain yang menyedot tenaga dalamnya secara samar.

"Itu Hawa penyedot Setan Akherat…!!" pekik Kyai Koneng…

Namun Arya tidak menanggapinya memusatkan tenaga dalam guna menyembuhkan tenaga dalamnya...

"Siapa Setan Akherat itu Kyai…??? " Tanya Bintang Kusuma "Tokoh Sesat sakti mandraguna yang tidak bisa dikalahkan pada zamannya, dan tidak bisa mati sebelum Tenaga dalamnya dikirim pada orang lain, tapi setau aku... Setan Akherat berhasil di jebak Guru Kyai Banjar dan di pasung di suatu tempat yang tidak ada seorangpun tau, jika Arya memiliki Hawa Penyedot milik Setan Akerat Berarti... ???" semua mata terbelalak melihat sosok pemuda yang kini masih memulihkan tenaganya.

"Pantas dua kali dia terkena jurus Penyedot Nyawa namun tubuhnya bisa bertahan dan cepat pulih…!!" pekik Kyai Koneng semakin terkejut pada sosok yang masih duduk bersila.

"Mujur Dewa Iblis telah menjadi orang baik, dan ada di pihak kita... kalau tidak…!!" bincang pendekar yang lain, mereka jadi berbincang hangat tentang sosok Dewa iblis yang mereka kagumi, apalagi ketika Bintang Kusuma turut serta...

"Aku selalu melihat jurus yang berbeda setiap dia mengalahkan musuh, waktu di rawa lintah, dia mengalahkan Biksu Ling Pau dengan jurus Gada Buda, lalu mengalahkan Pendekar Kelilawar Hitam dengang Jurus beliung Samudra, juga ketika di bukit Gembala mengalahakn Nyi Pelet Peteng dengan jurus Sabit Bulan, barusan aku melihat jurus yang lain lagi untuk mengalahkan Pengemis Nyawa, yaitu Jurus Racun Selaksa... entah dia masih memiliki jurus simpanan apa lagi... yang jelas sangat hebat... " Cerita Bintang Kusuma membuat mereka tambah asik memperbincangkan Dewa Iblis daripada hasil perang yang telah mereka menangkan.

Tamat
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

1 komentar

  1. Ini tempat kita membaca cerita silat yang seru dan asyik. Terimakasih Admin dan para Sifu