Tengkorak Maut Jilid 41

 
Jilid 41

HAN SIONG KIE mengambilnya keluar dan diangsurkan pada kakek gurunya dengan hormat.

"Banyak tipu muslihat dalam dunia persilatan, bencana timbulnya dari sesama saudara, bila dendam kusumat telah jadi terang, itulah saatnya penghianat terbasmi " membaca

sampai disitu Pemilik benteng maut berhenti sebentar dengan dahi berkenyit, lalu terusnya, "Apa maksud kata-kata itu ? sesama saudara ? Penghianat ? Benar-benar bikin orang jadi pusing dan tak habis mengerti ... atau raungkin ah, tak

mungkin Tak mungkin Anak Ki, maksudmu Hek pek siang yau

....."

"Benar, tempo hari Hekpek siang yau berhasil ditundukkan sutay sangcou dan disekap dalam lembah kematian, menurut pesannya lima puluh tahun kemudian bila ada orang yang memasuki lembah ini, maka orang pertama yang ditemui itulah majikannya " Serta merta Han Siong Kie menceritakan apa yang dialaminya selama itu kepada kakek gurunya.

Mendengar kisah tersebut, pemilik benteng maut maupun Tonghong-Hui berdiri dengan wajah tercengang, boleh dibilang kejadian ini merupakan kejadian paling aneh yang pernah ditemuinya.

Pikiran dan perasaan Han Siong Kie ketika itu sangat kalut dan tidak tenteram, ia bagaikan berada dalam impian yang menakutkan.

Yaa... kejadian dalam dunia kadang kala memang diluar dugaan dan membuat orang sukar untuk mempercayainya.

Mimpipun tak pernah ia sangka, musuh besar yang selama ini dibencinya tak lain tak bukan adalah kakek gurunya sendiri

Lalu siapakah musuh besarnya? siapakah yang telah mencatut nama sucounya untuk melakukan pembantaian keji yang sama sekali tak kenal peri kemanusiaan itu?

Apakah tujuan pembunuh itu melakukan pembantaian yang tak kenal apapun? Mungkinkah otaknya miring?

Siapa pula manusia yang menamakan dirinya orang yang kehilangan sukma? Benarkah dia anggota perguruan Benteng maut? darimana ia tahu dengan begitu jelas semua peristiwa, semua tragedi yang dialaminya selama ini?

Perempuan misterius itu pernah berkata, ia mempunyai hubungan yang erat sekali dengan keluarganya, hubungan apakah itu?

Agaknya diapun mempunyai hubungan yang luar biasa sekali d engan perkumpulan Thian ce kau sebab kalau tidak, darimana datangnya tanda kebesaran Thian che leng yang dimilikinya itu?

Demi menyelamatkan jiwanya, perempuan itu telah membinasakan utusan khusus perkumpulan Thian che kau yang merupakan jago lihay kelas satu dalam perkumpulan itu, bukan ia hanya membunuh seorang saja, mengapa ia berbuat demikian? Teka teki suatu teka teki yang sukar dipecahkan....

"Aku harus pergi mencarinya" tak kuasa lagi berseru keras. "Siapa yang akan kau cari?" tiba tiba pemilik benteng maut

bertanya dengan wajah tertegun-

"Manusia yang kehilangan sukma. Kemungkinan besar dia tahu siapa yang mencatut nama sucou untuk melakukan pembantaian biadab itu, tapi aku lihat perempuan itupun mempunyai suatu rahasia tertentu yang membuat dia harus bertindak misterius, baik dalam gerak gerik maupun dalam perkataan semuanya serba membingungkan hati orang"

"Ehmm, aku pikir asal usul perempuan itu memang patut dicurigai, memang sepantasnya kalau kau cari orang itu dan selidiki duduknya persoalan ini sampai jelas"

"Tapi perempuan itu sukar dicari jejaknya, gerak geriknya ibarat naga sakti yang tampak kepala tak kelihatan ekornya, sukar untuk diikuti jejak yang sebetulnya.."

"Sucoumu sudah bersumpah tak akan meninggalkan benteng ini walau setengah langkahpun, lebih baik persoalan ini kau selidiki bersama bibi gurumu"

Tonghong-Hui merasakan hatinya sedih dan sakit sekali, ia tertunduk dengan wajah kusut, paras mukanya bertambah pucat pias sehingga tampak menakutkan sekali.

Paras muka Han Siong Kie yang tampanpun kelihatan kejang keras, Tonghong-Hui adalah bibi gurunya, apakah pertanda diri kenyataan tersebut?

Antara dia dan dia tak mungkin akan menikah, selamanya mereka tak mungkin bersatu, sebab mereka berasal dari tingkatan yang berbeda, tidak mungkinkah seorang keponakan menikahi bibinya?? Yaa cinta Cinta yang murni telah terukir dalam dalam dalam lubuk hatinya, cinta sehidup semati, sampai dunia kiamatpun cinta itu tak akan luluh...

"Tidak" ia menjerit sekeras-kerasnya didalam hati, "aku tak akan menerima kenyataan ini, bila dendamku telah terbalas, akan kuajak dia untuk pergi jauh dari keramaian dunia, akan kuajak dia ketempat yang tak didatangi manusia, disana tak akan berlaku segala tradisi dan adat istiadat yang cuma berlaku didunia ini, aku hanya tahu dia cinta padaku dan Aku cinta padanya, aku akan mengawininya dan hidup sampai hari tua nanti aku harus melakukan ini, walau apapun yang

akan terjadi "

Tapi bayangan tubuh gadis lain cepat melintas pula dalam benaknya, itulah bayangan dari Go siau bi.

"Aku telah mempunyai hubungan suami istri dengannya, walaupun atas nama saja "

Pikiran tersebut terasa bagaikan sebilah pisau tajam yang menusuk lubuk hatinya, dia menggigil dan mundur dengan sempoyongan.

"Mari kita ke benteng sebelah belakang" suara ajakan dari Pemilik benteng maut memecahkan kesunyian.

Selesai berkata ia lantas beranjak dan menuju ke belakang, meskipun langkahnya masih gontai seperti orang mabok.

Han Siong Kie merasa amat menyesal, ia tak menyangka kakek gurunya harus terluka ditangannya, andaikata yaa

andaikata dia mau menuruti nasehat orang yang kehilangan sukma, seandainya ia mau menuturkan asal usulnya lebih dahulu, kejadian yang tak diinginkan itu pasti tak akan dialaminya, kakek gurunya tentu tak akan terluka parah oleh serangan maut si mi sinkang ilmu andalannya.

Bersama Tonghong-Hui, ia berjalan dibelakang pemilik benteng maut, mereka berjalan tanpa mengucapkan sepatah katapun, bahkan siapapun tidak saling berpandangan, tapi mereka tahu bagaimanakah perasaan hatinya waktu itu, sebab mimik wajah masing-masing telah berbicara lebih jelas .....

Setelah melewati barisan rumah batu, mereka menerobos dalam sebuah taman bunga yang luas dan hebat, dan akhirnya lima buah gedung besar yang megah dan mentereng muncul didepan mata, sayang gedung itu sudah berlumut disana sini hingga menambah seramnya suasana ditempat itu.

Mereka masuk kedalam gedung utama yang berada ditengah, setelah masuk kedalam ruangan sebuah meja sembahyangan tampak terletak ditengah ruangan, diatas meja itu terletaklah sebuah tengkorak kepala manusia yang berwarna merah darah.

Agak bergidik Han Siong Kie menyaksikan adegan itu, jantungnya terasa berdetak lebih cepat tengkorak merah itu persis tak ada bedanya dengan tengkorak merah tiruan yang pernah dilihatnya tempo hari.

"Kalian duduklah dulu" kata pemilik benteng maut kemudian setelah dia sendiri duduk dikursi yang berada disebelah kanan-

Dengan mulut membungkam Han Siong Kie maupun Tonghong-Hui mengambil tempat duduknya masing masing.

Setelah semua orang duduk. pemilik benteng maut baru berpaling kearah Han Siong Kie sambil bertanya:

"Benarkah engkau adalah ahli waris dari Mo tiong ci mo (Iblis diantara iblis) Tong Ceng??"

"Benar" pemuda itu mengangguk.

"Kalau begitu tentunya engkau juga seorang ciangbunjin dari perguruan Thian lam bukan?"

"Benar, cucu murid secara resmi telah memangku jabatan tersebut" "Bagus, engkau dapat mengalami banyak kejadian yang hebat dan diluar dugaan, arwah ayahmu dialam baka tentu akan memandang engkau sambil tersenyum, sekarang kisahkanlah peristiwa berdarah yang telah menimpa keluargamu"

Dengan air mata bercucuran karena sedih, Han Siong Kie mengisahkan kembali tragedi yang telah menimpa perkampungan keluarga Han .....

Mendengar kisah cerita tersebut, pemilik benteng maut merasakan rambutnya pada berdiri tegak semua bagaikan landak. mukanya merah darah, sekujur badannya gemetar keras karena menahan emosi yang meluap-luap.

Terdengar Han Siong Kie berkata lebih jauh:

"Thian che kaucu Yu Pia lam pernah memerintahkan seorang anak buahnya yang tergabung dalam utusan khusus perkumpulan Thian che kau untuk menyaru sebagai sucou"

"Ooooh iya? Jangan jangan tragedi berdarah yang menimpa perkanpungan keluarga Han ada sangkut pautnya dengan perkumpulan Thian che kau??"

"Aku rasa hal ini tidak mungkin" sahut pemuda itu sambil menggeleng "sebab apa yang kukatakan barusan belum lama berselang dalam dunia persilatan utusan khusus perkumpulan Thian che- kau pun belum lama muncul dalam dunia persilatan, apalagi orang yang menyaru sebagai sucou telah tecu bunuh maka tecu rasa hal ini tak mungkin terjadi"

"Apakah engkau tahu apa maksud dan tujuannya menyaru sebagai diriku ??" tanya pemilik benteng maut setelah

termenung sejenak.

"Aku rasa tujuannya adalah mencatut nama sucou untuk menakut nakuti musuh musuhnya dan berhasrat untuk menumpas semua perkumpulan dan partai yang ada didunia ini" "Pernahkah engkau dengar seseorang yang bernama sim si kiat dalam dunia persilatan? Dia adalah toa supekmu"

"Tecu belum pernah mendengar nama orang itu disebut orang, tecu tidak mengetahuinya"

"Aku rasa engkaupun harus memperhatikan pula beberapa patah kata yang tercantum dalam surat ramalan yang dihadiahkan sutay sangcoumu kepadamu itu, menurut catatan tersebut dikatakan bahwa bencana datangnya dari persaudaraan, itu berarti ada perebutan diantara sesama saudara masih ada lagi kata kata yang terakhir, dikala penghianat terbasmi, penghianat yang dimaksudkan disini berarti orang sendiri, kau harus tahu bahwa ayahmu suhengte ada enam orang, ayahmu dan Thio Lin telah mati, ibumu kawin lagi, sukoh dan siau susiokmu selalu berada dalam benteng, toa supekmu seorang yakni Sim si kiat yang tak diketahui jejaknya, maka aku jadi menaruh curiga bahwa perbuatan ini kemungkinan besar adalah hasil karyanya"

"Tapi. mungkinkah hal ini terjadi?" seru Han Siong Kie

sambil membelalakkan matanya, "mengapa ia berbuat demikian? Mungkinkah ia tega membinasakan sesama saudara seperguruan sendiri?"

"Mungkin atau tidak mungkin sukar untuk dikatakan sebelum dilakukan suatu penyelidikan yang seksama, maka kuanjurkan kepadamu, setelah berlalu dari sini nanti, tugasmu yang pertama nanti bersama bibi gurumu adalah menemukan jejak dari toa supekmu itu, dua puluh tahun berselang ia berdiam diperkampungan sim keh ci, kurang lebih lima belas li diluar kota Tian sah, setelah itu engkau baru selidiki jejak dari manusia yang kehilangan sukma mengerti. Han Siong Kie mengangguk:

"Perkampungan sim keh ci, lima belas li diluar kota Tiang sah " gumannya seorang diri. Selama pembicaraan berlangsung, Tonghong-Hui hanya tertunduk dengan sedih, mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.

Kembali suasana diliputi, keheningan lama sekali pemilik

benteng maut baru berkata lagi:

"Anak Ki, tahukah engkau siapa nama sucoumu ini?" "Cucu murid tidak tahu"

Pemilik benteng maut menghela napas panjang, katanya:

"Sucoumu bernama Hou thian it koay (manusia aneh dari kolong langit) Tong hong Liang"

Setelah mendengar nama itu Han Siong Kie baru mengerti, tidak aneh ketika gurunya Mo tiong ci mo memerintahkan ia datang mengunjungi benteng maut tempo hari, dia harus meneriakkan kata kata sebagai berikut:

"Satu iblis keluar, satu iblis tertumpas, Mo-tiong ci mo bertemu dengan it hou"

sekarang ia baru mengerti, yang dimaksudkan it hou disitu adalah julukan dari kakek gurunya.

Menyusul kemudian, pemilik benteng maut simanusia aneh dari kolong langit Tonghong Liang, menuding tengkorak kepala manusia berwarna merah darah ywng terletak diatas meja itu lalu katanya:

"Lihatlah, batok kepala ini adalah batok kepala dari sutay cou mu cu ceng hoa, pemilik benteng maut angkatan kedua"

Ketika perkataan itu diucapkan keluar, bukan saja Han Siong Kie tertegun saking kaget dan herannya, bahkan Tonghong Hui sendiripun ikut terkesiap. mungkin sebelumnya tak pernah mendengar ayahnya menceritakan asal usul dari Tengkorak berdarah itu. Paras muka pemilik benteng maut yang sudah berkeriput, kini tampak keren dan penuh kewibawaan, lalu dengan suara yang berat dan dalam katanya lebih jauh:

"Sutay sang cou mu Ouyang Beng adalah pendiri benteng ini, tapi lantaran suatu kesalah pahaman tempo hari ia telah cekcok dengan sutay sang cou bomu sehingga dalam gusarnya tay sang cou bo mu itu mencukur rambut dan hidup sebagai padri diatas bukit Tay huang san..."

"Oooh..jadi su tay sang cou bo itu adalah "Tay huang sinni??" seru Han Siong Kie tak tertahan-

"Benar, Dari mana kau bisa tahu??"

"Cucu murid pernah mendapat jodoh dan bertemu muka satu kali dengan dia orang tua"

Untuk mencegah agar Go siau bi jangan mencukur rambutnya jadi pendeta, sianak muda itu telah menyerbu kekuil Bu cian dibukit Tay huang san, tapi dalam suatu adu jurus serangan ia telah dikalahkan Tay huang sinni sehingga harus kawin dengan Go siau bi, tentu saja akibat dari peristiwa tersebut cukup dalam kesannya terhadap rahib tua itu.

Tentu saja mimpipun ia tak menyangka kalau rahib tua tersebut sebetulnya mempunyai hubungan yang erat sekali dengannya.

Tiba tiba ia teringat kembali akan diri orang yang kehilangan sukma, otak dari rencana pertarungan tersebut, jangan jangan dia adalah Berpikir sampai disitu, tak tahan

lagi ia berseru dengan suara keras:

"Aaaah tiba tiba saja cucu murid teringat akan satu

kejadian yang patut dicurigai" "Persoalan apakah itu?" "Ketika aku berada dibukit Tay huang-san tempo hari, orang yang kehilangan sukmapun hadir pula didalam kuil tersebut"

"Oooh... iya?" kata pemilik benteng maut seperti orang tercengang, " kalau begitu, kemungkinan besar orang yang kehilangan sukma anak murid yang diterima oleh sutay sang cou bomu itu, maka dari itu diapun mengetahui dengan jelas semua peraturan serta ilmu silat dari benteng maut kita ini, dan oleh sebab itu juga dia harus mengutungi telapak tangan sendiri setelah membebaskan jalan darahmu yang tertotok"

"Tapi andaikata dia adalah muridnya sutay sang coubo

semestinya ia panggil sinni sebagai guru bukan? Aku dengar ia membahasai rahib sakti itu sebagai locianpwe"

"Yaaa, apa gerangan yang sebenarnya terjadi memang sulit bagi kita untuk menebaknya, siapa tahu dibalik kesemuanya itu terdapat pula hal lain yang mencurigakan? Apa salahnya kalau sekalian kau selidiki sampai menjadi terang?"

"Baik, sucou" pemuda itu mengiakan.

"Nah, kalau begitu dengarkan lagi kata kataku berikut ini" kata pemilik benteng maut, "sejak percekcokan itu, sutay sang cou mu ouyang Beng juga meninggalkan benteng dengan marah, semenjak peristiwa itu jejaknya lenyap dengan begitu saja dari muka bumi, aaai. Tak kusangka puluhan tahun

kemudian, engkau telah berjodoh dengannya dan berhasil menemukan kembali jejaknya." Ia berhenti sebentar, lalu sambungnya kembali:

"Empat puluh tahun berselang, sutay cou mu Cu ceng huan yakni pemilik benteng maut angkatan kedua telah dikerubuti ratusan orang jago lihay diatas bukit Hua san, kemudian entah apa yang telah terjadi, tahu tahu kembali kedalam benteng.

Ketika berbicara sampai disini, sinar mata yang buas, bengis dan penuh perasaan dendam memancar keluar dari balik mata kakek baju hijau itu, kembali ia berhenti sesaat lamanya.

"Tak terkirakan rasa dendam, benci dan marahku waktu itu, bahkan hampir mendekati kalap." ia melanjutkan, "aku lantas gunakan kerangka batok kepala sendiri bagaimanakah musuh musuh besarnya satu demi satu rontok mencium bumi dan mampus secara mengerikan"

Han Siong Kie terkesima oleh cerita itu, baginya kisah yang diucapkan pemilik benteng maut ini benar benar merupakan suatu kisah yang menawan hati. Ternyata pemilik benteng maut tidak bicara lagi, ia malah bangkit berdiri.

"Anak Hui, bawa dia pergi bersantap" katanya pada Tonghong Hui, "setelah itu kau boleh ajak dia keluar dari benteng untuk melaksanakan pekerjaan, kalian tak perlu datang menjumpai aku lagi"

Selesai berkata ia putar badan dan masuk kedalam. Tonghong-Hui maupun Han Siong Kie tidak berbicara lagi,

selesai menangsal perut, mereka bebenah sebentar dan

akhirnya berangkat meninggalkan benteng tersebut.

Perjalanan dilakukan amat lambat, sambil pelan-pelan jalan bersanding dijalan raya, kedua orang itu terbuai oleh perasaan masing-masing yang terasa berat dan penuh dengan penderitaan batin-

"Adik Hui" akhirnya pmuda itu membuka suara, "apakah kau "

"Aku adalah bibi gurumu" tukas Tonghong Hui sedih, lirih sekali suaranya membikin hati jadi iba.

Bagaikan disambar listrik bertegangan tinggi Han Siong Kie bergetar keras, benar, dia adalah bibi gurunya, dia adalah adik seperguruan ayahnya, kenyataan ini tak mungkin dapat dirubah walau dengan cara apapunjuga, tapi apakah lantaran persoalan ini, cinta kasih mereka yang telah merasuk kedalam tulang dapat diabaikan dengan begitu saja?

Tentu saja tidak "Adik Hui, kau "

"Ooooh engkoh Kie" akhirnya Tonghong Hui tak dapat

mengendalikan perasaannya lagi, ia memanggil dengan isak tangis yang tertahan, air matanya jatuh bercucuran membasahi pipinya yang putih.

Ia membenci dirinya sendiri, membenci imannya yang begitu lemah sehingga tak mempunyai keberanian untuk mengendalikan diri, dengan jelas dia tahu andaikata selangkah lagi dia maju ke muka maka tubuhnya akan terjerumus kedalam jurang yang tak terkirakan dalamnya, tapi ia tak dapat mengendalikan sendiri, ia tak dapat menguasai keinginannya untuk maju, padahal dia telah menyadari bahwa akibatnya mengerikan sekali.

Han Siong Kie telah menghentikan langkahnya, ia menghampiri gadis itu dan menggenggam tangannya erat erat.

"Adik Hui, lihatlah wajahmu layu dan pucat, mengapa musti kau bersedih hati?" bisiknya.

"Mengapa? mengapa? Tentu saja karena nasibku yang buruk. apakah aku tak boleh bersedih hati?" sahut nona itu dengan suara yang mengibakan hati.

"Aaaai. apakah kita harus pasrah dengan begitu saja?

Adik Hui, mengapa kita tidak mendobrak nasib kita ini? mengapa tidak kita coba menentang takdir?"

"Tapi.. mungkinkah itu bisa berhasil? mungkin kah kau dapat merubah takdir?"

Empat mata yang berkaca kaca saling berpandangan tanpa berkedip. lama lama sekali akhirnya kedua orang itu saling berpandangan dan tertawa, sekalipun tertawa mereka adalah tertawa yang getir, tertawa yang sayu dan penuh penderitaan.

Akhirnya merekapun berpelukan dan berciuman dengan

mesra, untuk sementara waktu mereka membuang jauh jauh semua kenyataan yang terpapar didepan mata, mereka berusaha menghibur hati masing masing dengan ciuman yang panjang dan hangat itu

Tentu saja ciuman yang panjang dan hangat itu tak dapat merubah kenyataan yang telah ada, sekalipun dibalik ciuman itu tersembunyi penderitaan dan tekanan batin yang lebih dalam, tapi mereka tetap memilih cara itu untuk menghibur perasaan masing masing.

Pada saat itulah tiba tiba terdengar suara helaan napas panjang yang berat dan penuh kekesalan berkumandang diudara.

Mendengar helaan napas panjang itu, Han Siong Kie berdua jadi kaget dan segera melepaskan diri dari pelukan, dengan sinar mata yang tajam diperiksanya sekeliling tempat itu dengan tatapan tajam, namun tiada sesosok bayangan manusiapun.

Ditepi jalan raya adalah sebuah sungai dengan air yang mengalir dengan derasnya, sedang disamping sebelah lain merupakan sebuah hutan rimba yang amat lebat.

Han Siong Kie segera menjejakan kakinya ketanah dan meluncur kearah hutan itu, dari kejauhan ia saksikan sesosok bayangan manusia berwarna putih sedang bergerak masuk kedalam hutan dengan kecepatan seperti sukma gentayangan, hal ini segera menimbulkan sifat ingin menang daiam hati anak muda itu, pikirnya:

"Aku tak percaya kalau tak dapat menyusul dirimu, akan kulihat siapa gerangan dirimu yang sebenarnya " Karena berpikir begitu, ia percepat gerakan tubuhnya untuk mengejar masuk kedalam hutan, begitu cepatnya pemuda itu bergerak hingga sekilas pandangan mirip segumpal asap tipis yang menggulung.

Bayangan putih itu bukan manusia sembarangan, rupanya ilmu silat yang dimilikipun terhitung tinggi, ini dapat dilihat kecepatan geraknya yang luar biasa, kendati Han Siong Kie sudah mempercepat larinya toh tidak berhasil juga mengurangi selisih jarak diantara mereka.

Kejar mengejarpun segera berlangsung dengan ketatnya, dalam sekejap mata puluhan li sudah lewat tanpa terasa, sekilas pandangan Han Siong Kie merasa amat kenal dengan potongan badan bayangan putih itu, bahkan diapun tahu kalau orang itu adalah perempuan, hanya ia tak dapat menyebutkan siapakah dia?

Perasaan ingin tahu yang makin menjadi membuat pemuda itu segan melepaskan mangsanya dengan begitu saja, maka dikejarnya orang itu dengan ketat.

Bayangan putih itu cukup cerdik juga untuk melepaskan diri dari pengejaran lawan, setiap kali ia tentu berubah arah sekalipun tak pernah melewati batas batas hutan tersebut, kendatipun demikian, oleh karena ia berlarian dengan menerobosi hutan hutan lebat yang sering kali menutupi penglihatan orang, maka sekalipun tenaga dalam yang dimiliki Han Siong Kie lebih lihaypun sulit baginya untuk menyusul lawannya.

Sementara itu, Tonghong Hui sendiri sudah bersiap siap menyusul Han Siong Kie setelah ditunggunya pemuda itu belum muncul juga disana...

Tapi baru beberapa langkah ia berjalan, tiba-tiba dari arah belakang terdengar seseorang menegur dengan suara lembut:

"Nona Tonghong, rupanya kau telah melupakan perkataanku? Bukankah begitu ?" Tonghong Hui merasakan hatinya bergetar keras seakan akan terjerumus kedalam liang es, yang dinginnya bukan kepalang, sekujur tubuhnya menggigil keras dan bulu kuduknya pada bangun berdiri tanpa berpaling ia sudah tahu siapakah orang yang berada dibelakangnya, kontan mukanya berubah jadi pucat kehijau hijauan, sedih sekali rasanya waktu itu.

Dengan perasaan yang berat, pelan-pelan ia putar badan dan menghadap kearah orang Benar juga, beberapa meter dihadapannya berdirilah seorang perempuan berkerudung, dia tak lain adalah orang yang kehilangan sukma, manusia paling misterius didunia ini.

Dengan kaku Tonghong Hui memandang perempuan berkerudung itu, hatinya terasa amat pedih dan sakit bagaikan ditusuk tusuk dengan jarum, begitu sedih hatinya sehingga untuk sesaat tak mampu mengucapkan sepatah katapun..

"Nona Tonghong, mengapa tidak kau ayunkan pedang kecerdikanmu untuk memutuskan benang cinta yang masih membelenggu hatimu? mengapa tidak cepat-cepat kau putuskan saja semua hubunganmu dengannya?" tegur orang yang kehilangan sukma dengan suara dalam dan berat.

Sepasang mata Tonghong Hui berubah jadi merah karena sedih, hampir saja air matanya jatuh bercucuran.

"Cianpwe...." ia berbisik, " Aku... ketika aku berjumpa dengannya, tiba tiba saja keberanianku hilang aku tak

punya keberanian untuk menampiknya, aku "

Akhirnya air mata jatuh berlinang membasahi wajahnya, ia menjadi sesenggukan dan tak mampu berbicara lagi.

"Nona Tonghong, apakah dia telah tahu apa sebenarnya hubunganmu dengan dirinya?" orang yang kehilangan sukma bertanya lagi.

"Sudah tahu, tapi.... tapi dia " "Adik Hui, kau boleh panggil aku sebagai cicimu dan selama ini akupun selalu menganggap engkau sebagai adikku sendiri Janganlah kau anggap tindakanku menceraikan hubungan kalian adalah suatu perbuatan yang keji. Tidak Aku tidak bermaksud jahat terhadap kalian, aku berbuat demikian adalah demi kebaikan kalian sendiri."

"Tidak Aku tak pernah mempunyai pikiran seperti itu, aku tahu tindakanmu ini benar" Tonghong Hui terisak dengan sedihnya, "akupun tahu bahwa aku hakekatnya adalah bibi gurunya, kita tak mungkin bisa bersatu, selama lamanya tak mungkin dapat bersatu Tapi..."

"Kenapa?"

"Hatiku, perasaanku dan semua cintaku, kasih sayangku telah kupersembahkan kepadanya, bahkan semua semua

yang kumiliki telah kuberikan kepadanya aku tak punya

apa-apa lagi, aku hanya tahu dia telah mendapatkan semua yang kumilikinya "

"Aku tahu tentang hal ini adikku, justru bila kau mencintai dirinya maka kau harus tinggalkan dia sendiri, cinta itu adalah suatu pengorbanan, cinta bukan suatu pengangkangan, tentunya kau cukup memahami bukan bagaimana mengerikannya akibat dari hubungan kalian itu? Bukan saja tiada kebahagiaan yang dapat kalian rasakan, bahkan kau berdua bakal terjerumus dalam jurang yang tiada terkirakan dalamnya, dan sekarang aku telah melihat akibat yang mungkin terjadi aku tak dapat berdiam diri dengan begitu saja, karena itu adikku "

Tonghong Hui menengadah memandang kelangit, seakan- akan dia hendak melimpahkan semua kemurungan, semua kesedihan dan penderitaannya kepada awan diangkasa...

orang yang kehilangan sukma menghela nafas sedih, kembali ia berkata lagi: "Adikku, aku tahu peristiwa ini akan merupakan suatu penderitaan, suatu siksaan batin yang sukar ditahan, tapi ketika kau teringat kembali keluarga ji suko mu yang telah dibantai orang sampai habis, ketika kau teringat kembali bahwa dia adalah satu satunya keturunan keluarga Han yang masih hidup, kau harus menyadari dan memakluminya, apalagi jika ayahmu mengetahui akan peristiwa ini "

Ketika mendengar ayahnya disinggung, Tonghong Hui merasakan sekujur badannya gemetar keras, hampir saja ia jatuh terjengkang keatas tanah saking lemasnya ....

"Benar, jikanya ayahnya pemilik benteng maut, manusia

paling aneh dikolong langit Tonghong Liang mengetahui akan kejadian ini oooh sungguh mengerikan sekali akibatnya.

"Laa.. lalu apa apa yang harus kulakukan?" akhirnya

gadis itu berbisik dengan lirih.

"Berusahalah untuk menjauhi dirinya, berusaha mengorbankan cinta kasihmu dan kuasahi juga perasaan cintamu sendiri"

"Yaaa aku harus menjauhi dirinya, aku harus

mengendalikan perasaan cinta dalam hatiku sendiri "

Nada ucapannya amat sedih dan memilukan hati seakan akan ia sedang menjawab pertanyaan dari orang yang kehilangan sukma, seakan-akan pula sedang bertanya kepada diri sendiri.

Tiba tiba satu ingatan terlintas dalam benaknya kalau ia telah kehilangan pemuda yang dicintainya, lalu apa arti kehidupan bagi dirinya lagi? Apa pula gunanya ia tetap hidup didunia yang dirasakan sudah hampa, kosong dan tiada sesuatu yang dapat dikenang kembali itu?

Diam diam ia mulai menyumpahi nasibnya yang buruk. menyumpahi nasib jelek yang selalu menimpa dirinya, mengapa ketika berada di Lian huan tau, Han Siong Kie tidak sungguh-sungguh mati saja. Mengapa ketika terjun kedalam jurang didepan lembah kematian, mereka berdua tidak mati saja bersama-sama?

Hidup tak dapat bersatu, mati tak dapat seliang kubur, apa yang berhasil ia dapatkan? Akhirnya yang diperoleh cuma khayalan belaka, khayalan belaka, khayalan yang kosong dan tak berujud ia tak berhasil mendapatkan apa apa....

Tentu saja bukan hasil maya yang dimaksudkan buktinya ia mendapat pula balasan cinta dari pemuda kekasihnya, meski cinta itu tak berkelanjutan dan harus terputus ditengah jalan.

"Adikku, apakah engkau sudah berhasil memahami perkataanku itu ?" tiba-tiba orang kehilangan sukma berkata

lagi, suaranya penuh permintaan maaf, simpatik dan sedih.

"Yaa... aku Aku telah memahaminya, Aku dapat

menangkap maksudmu "

"Kalau memang begitu, akan kuberitahumu lagi satu hal padamu, dia telah mempunyai ikatan perkawinan dengan nona Go siau bi, dan gadis itu secara resmi telah menjadi istrinya"

"Apa? Dia..... dia.... dia sudah punya istri "

Tonghong Hui merasa kepalanya bagaikan disambar geledek. pandangan matanya jadi gelap. kepalanya terasa tujuh keliling, bibirnya jadi pucat dan hampir saja ia jatuh tak sadarkan diri ....

Ia tak menyangka ....yaa ia tak menyangka pemuda

kekasih hatinya itu sudah menikah dengan perempuan lain....

"Sungguhkah itu?" akhirnya dia berbisik.

"Tentu saja, bahkan sutay coubo mu Tay huang sinni menjadi saksi dalam pertunangan itu, tapi engkau harus memaafkan perbuatannya itu sebab posisinya ketika itu didesak karena dia hampir saja nona Go siau bi menelantarkan masa depannya, bahkan tidak mengurusi dendam sakit hatinya lagi dan akan mencukur rambut jadi pendeta, sebaliknya pemuda itu harus melakukan perkawinan tersebut karena ia tahu ketidakbaktian ada tiga macam, tidak punya keturunan merupakan ketidakbaktian yang paling utama..."

Ketika mendengar perkataan itu, tiba tiba aja. Tonghong Hui menengadah dan tertawa tergelak. suaranya tinggi melengking seperti jeritan kuntilanak ditengah malam buta, tertawa itu tidak mirip suara tertawa tapi lebih mirip sebagai suara tangis, suara tangisan yang sangat memilukan.

Berdiri semua bulu kuduk siapapun yang mendengar suara itu, akan melelehkan air mata orang yang mendengar suara aneh tersebut yaa, suara itu memang terlampau tak sedap

didengar bagi pendengaran manusia biasa.

Tak terkirakan rasa kaget yang dialami orang yang kehilangan sukma, secara beruntun dia mundur tiga langkah kebelakang, lalu serunya agak panik: "Adikku, kenapa kau....

kenapa kau ???"

-ooo0dw0ooo-

BAB 85

"AKU... Kenapa aku...? Haaahhh... haaahhh... haaahhh" seperti orang gila Tonghong Hui hanya tergelak terus dengan lengkingnya.

"Adikku, engkau harus mengendalikan perasaanmu, gunakanlah otakmu untuk berpikir, janganlah terpengaruh oleh emosi, mungkin sebentar lagi Han Siong Kie akan tiba disini"

Tonghong Hui menghentikan suara tertawanya yang lebih mirip dengan perbuatan orang gila itu, lalu dengan suara yang memelas katanya: "Bagaimana dengan aku...? Bagaimana dengan kehidupanku selanjutnya Tanpa dia, aku merasa tiada

berarti hidup didunia ini, aku merasa kehidupan akan kusong, bagaimana dengan aku?"

"Adikku" orang yang kehilangan sukma hanya bisa memanggil dengan suara yang pedih.

Tiba tiba Tonghong Hui maju kedepan beberapa langkah, dengan sinar matanya yang agak liar seperti orang buas ditatapnya wajah orang yang kehilangan sukma yang berkerudung itu, lalu dengan suara parau dia berseru lirih: "Cianpwe "

"Jangan sebut aku sebagai cianpwe, panggil saja cici, sebab sepantasnya kau memanggil enci kepadaku" tukas perempuan misterius itu dengan suara yang lembut.

"Cici? Tidak. aku lihat usia putrimu orang yang ada maksud kemungkinan besar sebaya dengan usiaku, mungkin juga "

"Sekalipun usia kami jauh berbeda, akan tetapi tingkatan ayahmu jauh lebih tinggi dari kami semua, karena kau setingkat dengan aku, dan sepantasnya memanggil cici kepadamu"

"Cici "

"Apa yang hendak kau katakan lagi? Nah, katakanlah terus terang tak usah ragu ragu lagi"

"Tolong sampaikan kepada Han Siong Kie, katakanlah agar ia tak usah merindukan aku lagi"

"Jadi .....jadi kau akan meninggalkan dirinya?" seru

perempuan misterius itu kaget.

"Apakah masih ada cara lain yang lebih baik daripada meninggalkan dirinya?" bukan menjawab Tonghong Hui malah balik bertanya. "Dia tak akan tahan menerima kesemuanya ini, kau tak boleh melakukan segala tindakan secara gegabah dan mengikuti hawa napsu sendiri"

"Lalu kau anggap aku bisa menahan diri serta mengendalikan siksaan batinku bila berada disampingnya terus?"

"Adikku...lantas. lantas kau akan pergi kemana?

Dapatkah kau katakan padaku?"

"Aku telah mempunyai rencana bagiku sendiri, kau tak usah kuatir " seru Tonghong Hui sesaat kemudian sambil

menggeratak gigi menahan diri

Tiba tiba ia berbatuk keras, lalu muntah darah segar, hampir saja tubuhnya roboh terjengkang ke atas tanah.

Orang yang kehilangan sukma berteriak kaget, cepat ia maju sambil menyambar pinggangnya, kemudian gumamnya seorang diri: "Mungkinkah aku yang salah? Mungkinkah tindakan ini keliru "

"Tidak, siapapun tidak salah, siapapun tidak keliru, semuanya ini adalah kehendak Thian, inilah yang dinamakan takdir" kata Tonghong Hui lirih, ia meronta dan melepaskan diri dari rangkulan perempuan misterius itu ....

"Takdir?" gumam orang yang kehilangan sukma, "benar, ketika masalah yang kita hadapi dan tragedi yang kita alami tak dapat dipecahkan dengan cara apapun, ketika kenyataan yang terpapar didepan mata tak dapat dirombak lagi, kita memang harus menyebut kejadian itu sebagai takdir, memang hanya takdirlah yang tak dapat dirubah lagi"

Perlu diketahui, perasaan Tonghong Hui ketika itu sudah kaku dan mati, tentu saja ia tak dapat menangkap maksud yang lebih dalam dibalik perkataan dari orang yang kehilangan sukma, maka terhadap ucapan tersebutpun dia acuh tak acuh. "Cici, bukankah engkau mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan benteng maut?" Tiba-tiba dia mengalihkan pokok pembicaraan itu kesoal yang lain.

"Buat apa kau tanyakan persoalan ini?" dengan hati terkejut bercampur keheranan orang yang kehilangan sukma mundur selangkah kebelakang.

"Aku ingin tahu, aku ingin mengerti adakah hubungan antara engkau dengan benteng maut kami" suasana hening sejenak .....

"Benar, kami memang memiliki hubungan yang sangat erat sekali" akhirnya dia menjawab.

"Hubungan yang bagaimanakah diantara kau dengan pihak kami" desak Tonghong Hui lebih jauh. Tapi orang yang kehilangan sukma telah gelengkan kepalanya berulang kali.

"Sekarang belum dapat kuberitahukan kepadamu, tapi suatu ketika kau akan mengetahui dengan sendirinya" ia berkata.

"Cici, aku ada suatu permintaan lagi, dan permintaan ini mungkin adalah yang paling akhir, apakah kau bersedia untuk mengabulkannya bagiku"

"Apa yang kau inginkan?"

"Aku hanya ingin menyaksikan raut wajahmu yang sebenarnya, boleh tidak?"

Untuk sesaat orang yang kehilangan sukma agak tertegun, menyusul kemudian ia menggeleng.

"Adikku, terpaksa aku harus menyuruh engkau merasa kecewa, apa yang kau inginkan tak mungkin bisa kupenuhi" Suasana kembali tercekam dalam keheningan.

"Cici, apakah selama ini secara diam diam kau selalu berada disisi engkoh Kie dan melindungi keselamatannya?" tiba-tiba dara itu bertanya lagi dengan lirih. "Benar" suara dari orang yang kehilangan sukma kedengaran agak gemetar menahan emosinya.

"Apakah selanjutnya engkau juga akan berbuat demikian??" "Tentu saja"

Tonghong Hui menghela nafas panjang, sedih murung dan layu paras mukanya ketika itu.

"Cici, aku rasa aku aku harus segera pergi" akhirnya dia

berbisik lirih.

Tanpa membuang waktu lagi, gadis itu menjejakan kakinya keatas tanah dan lari dari situ secepat-cepatnya. orang yang kehilangan sukma berdiri termangu, ia tidak bersuara untuk mencegah kepergian gadis itu, pun tidak beranjak untuk menyusulnya, dia hanya memandang bayangan punggungnya sambil bergumam seorang diri:

"Dari dulu sampai sekarang, cinta memang sumber segala bencana, cinta akan membuat orang sengsara dan menderita, siapa yang bermimpi indah dia akan lebih cepat tersadar dari impiannya aaaaii, benarkah ini yang dinamakan takdir ? Atau mungkin aku yang terlalu mementingkan diri sendiri. bocah

yang patut dikasihani, semoga kau dapat bertahan menghadapi percobaan ini, semoga luka luka dalam hatimu dapat disembuhkan oleh berlalunya sang waktu"

"Adik Hui " tiba tiba seruan nyaring berkumandang

memecahkan kesunyian, sesosok bayangan manusia dengan kecepatan bagaikan sambaran kilat muncul dari balik hutan belukar dan melayang datang.

Bayangan manusia itu tak lain adalah Han Siong Kie yang dipancing pergi oleh suara helaan napas tadi, ketika bayangan putih yang dikejarnya itu sudah hampir tertangkap. tiba tiba saja perempuan itu berbelok kebalik semak dan kemudian jejaknya lenyap dengan begitu saja, karena tidak berhasil menemukan kembali orang itu, akhirnya ia teringat kembali Tonghong Hui yang masih di tinggalnya ditepijalan raya. Maka ia terpaksa harus kembali ke tempat semula dengan tangan hampa.

Dari kejauhan dia lihat sesosok bayangan manausia masih menungu di tepi jalan raya, tanpa memperhatikan lebih seksama lagi ia segera memanggilnya sebagai adik Hui tapi setelah diamati lebih seksama barulah pemuda itu sadar bahwa gelagat tidak beres. Pelanpelan orang yang kehilangan sukma putar badan dan menghadap sianak muda itu.

"Aaah, cianpwe kiranya kau..." Han Siong Kie segera berseru.

"Nak, memang akulah yang berada disini" "Dimanakah adik Hui. "

"Nak. tidak sepantasnya kau sebut dia sebagai adik Hui, kau harus memanggil bibi guru kepadanya" tukas perempuan itu cepat.

Han Siong Kie tertegun dan berdiri dengan bibir pucat, kata kata tersebut dirasakan olehnya bagaikan tusukan pisau yang menyayat nyayat hatinya, yaa memang dia adalah bibi gurunya, sebab adik Hui nya telah pergi jauh meninggalkan dirinya dikala rahasia hubungan mereka terungkap. ia pergi bagaikan embun air yang lenyap saja di udara.

Tiba tiba sepasang tangan dan kakinya terasa jadi kaku, dingin dan kesemutan, ia merasa badannya sukar bergerak lagi .....

Ia telah mengambil keputusan dihati, takdir yang dihadapinya sekarang akan dilawan dengan kekuatannya, selesai membalas dendam dia akan mengajak gadis itu untuk jauh meninggalkan dunia keramaian, dia akan mengajak dara itu hidup ditempat yang sepi hingga akhir tua nanti.

"Nak, dia telah pergi" bisikan orang yang kehilangan sukma itu serasa geledek ditengah hari bolong. Han Siong Kie terkesiap dan segera sadar kembali dari lamunannya.

"Dia telah pergi? Dia telah pergi kemana?" teriaknya penuh kegelisahan dan rasa cemas.

"Nak. kau tak usah bertanya kemana ia pergi, sebab tindakannya itu memang benar, ia memang sudah sepantasnya meninggalkan dirimu, sebab kalau tidak maka akibatnya "

"Tidak" jerit Han Siong Kie, ia sudah menjejakkan kakinya siap berlalu dari situ ....

"Nak, dengarkan dulu kata kataku ini"

Kata kata itu terasa sangat berwibawa dan mempunyai suatu kekuatan besar yang membuat orang tak dapat melawan, Han Siong Kie segera menghentikan gerakan tubuhnya.

Pelan pelan orang yang kehilangan sukma mendekatinya, lalu dibelainya bahu anak muda itu dengan penuh kasih sayang, katanya lagi dengan suara yang lembut:

"Nak, ketahuilah dia adalah bibi gurumu, saudara seperguruan dari ayahmu kau tak dapat melanggar tradisi dan adat yang telah berlaku didaratan kita selama ini, cinta adalah suatu pengorbanan, cinta belum tentu harus memilikinya, coba bayangkanlah betapa seram dan mengerikannya akibat dari hubungan itu bila itu kau lanjutkan, tentunya kau tak ingin menyaksikan dia musnah bukan? Nak. kau mesti ingat bahwa pekerjaan yang harus kau lakukan masih terlalu banyak. untuk sementara waktu lupakanlah persoalan ini, dan sekarang ikutlah aku masuk kedalam hutan, aku masih ada beberapa persoalan yang hendak kuberitahukan kepadamu"

Dengan kaku seperti orang yang hilang kesadarannya Han Siong Kie mengikuti perempuan misterius itu masuk kedalam hutan, akhirnya mereka berhenti disuatu tempat yang amat tersembunyi letaknya.

Setelah hening sesaat, orang yang kehilangan sukma pun bertanya:

"Nak, apakah engkau sudah mengujungi benteng maut?" "Sudah" sahut Han-Siong Kie tak acuh.

"Dan engkau telah memahami segala sesuatunya" "Sudah" kembali pemuda itu mengangguk.

"Dendam kesumat sedalam lautan yang harus kau hadapi sekarang apakah untuk sementara waktu dapat melupakan persoalan cintamu dengan perempuan itu...?"

Bagaikan kepalanya dipukul dengan martil besar seketika itu juga Han Siong Kie menjadi sadar kembali, tiba tiba ia amat menyesal dan malu, ini dapat terlihat jelas dari wajahnya yang tampan itu, sontak rasa murung dan sedihnya tersapu lenyap dengan begitu saja.

"Boanpwe menantikan petunjuk selanjutnya" ia berbisik dengan kepala tertunduk.

Tiba tiba saja pemuda itu teringat akan sesuatu, ia merasa dapat berjumpa dengan orang yang kehilangan sukma dalam keadaan begini adalah suatu kejadian yang amat kebetulan, pelbagai persoalan yang mencurigakan hati pun seketika berkecamuk dalam benaknya, ia ingin membongkar semua persoalan itu dan berusaha mendapatkan jawabannya sehingga semua kecurigaan dan rasa bingungnya dapat tersapu lenyap.

Tapi ...dari manakah dia harus bertanya? Persoalan itu ratusan banyaknya, apa yang musti ditanyakan lebih dulu??

Akhirnya dia mengambil keputusan untuk mendengarkan dahulu pertanyaan apakah yang hendak diajukan orang yang kehilangan sukma kepadanya. "Cianpwe, adakah sesuatu petunjuk yang hendak kau katakan kepadaku ?" dia bertanya.

"Tidak, bukankah engkau kenal dengan seorang perempuan maha cantik yang gemar mengenakan baju merah darah??"

Berdebar jantung Han Siong Kie mendengar perkataan itu, ia tak menyangka kalau orang yang kehilangan sukma bakal mengajukan pertanyaan yang amat merikukan hatinya itu.

Tapi ia cukup menghormati perempuan ini, bahkan mencintainya bagaikan mencintai ibu sendiri sebab andaikata tiada pertolongan dari mereka berdua mungkin ia sudah mampus seratus kali.

Maka ketika pertanyaan tersebut diajukan kepadanya, diapun tidak mencoba untuk mengelabuhinya, dengan wajah merah padam karena jengah ia mengangguk. "Yaaa, aku kenal dia"

"Engkau tahu, siapakah perempuan itu sebenarnya?"

"Ia mengaku bernama Buyung Thay, anak murid dari Toh hun sian ci"

"Engkau tahu berapa usianya tahun ini?" orang yang kehilangan sukma mendesak lebih jauh.

"Aku pikir.... Aku rasa paling banter juga baru dua

puluhan masa lebih?"

"Nak. kau terkecoh kalau menganggap dia baru dua puluhan" seru perempuan itu sambil tersenyum, "paling sedikit usianya tahun ini sudah mendekati empat puluhan, sejak dua puluh tahun berselang ia sudah tersohor dalam dunia persilatan sebagai perempuan yang paling cantik, semua jago lihay angkatan muda jaman itu rata rata pada tergila-gila kepadanya, dialah yang disebut orang sebagai Hong ho (ratu tawon) yang tersohor itu" Dengan hati terperanjat Han Siong Kie mundur selangkah lebar ke belakang ... Ratu tawon? Nama ini jauh sebelumnya sudah pernah didengar dari mulut orang lain, dan sekarang mimpipun ia tak menyangka kalau Buyung Thay yang selama ini dianggapnya sebagai saudara sendiri tak lain adalah Ratu tawon, perempuan cabul yang paling jalang, paling rendah dan paling tak bermoral dari dunia persilatan ....

"Bukankah kecantikannya luar biasa sekali? Dan memiliki daya pikat yang amat hebat?" kembali orang yang kehilangan sukma bertanya.

Han Siong Kie hanya bisa mengangguk. memang kecantikan Buyung Thay hakekatnya memang tak bisa dibantah, sekalipun laki laki berhati sekeras bajapun akan leleh jika dirayu dan dipikat olehnya.

"Dia telah menipu aku" jerit Han Siong Kie dalam hati, "ia mengaku kepadaku sebagai seorang gadis yang malang

.....Hmm Bedebah, aku telah kau tipu mentah mentah "

Terbayang kembali perbuatannya dengan perempuan itu, terutama ketika ia melakukan hubungan suami istri dengan perempuan itu.. Tanpa terasa peluh dingin telah membasahi sekujur badannya.

"Nak. tahukah engkau akan perbuatan perbuatannya dimasa lalu?" orang yang kehilangan sukma bertanya lebih jauh.

"Tentang soal ini. "

"Dia telah kawin dengan Thian che kaucu, tapi tak lama kemudian ia telah meninggalkan kembali suaminya untuk berpetualangan lebih jauh"

Menyinggung soal "ketua Thian che kau Yu Pia lam", Han Siong Kie merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya jadi mendidih, tanpa terasa dia terbayang kembali akan ibunya si siang go cantik ong cui ing yang telah menikah lagi, diapun teringat akan keturunan Thio susioknya, yakni Thio sau kun, ketua muda perkumpulan Thian che kau untuk saat ini.

"Cianpwe,jangan kau singgung kembali persoalan-persolan semacam itu " teriaknya dengan gemas. orang yang

kehilangan sukma mengangguk.

"Baiklah nak, aku hanya berharap agar engkau jangan melakukan perbuatan yang tolol. Mengerti bukan??"

"Boanpwe mengerti"

"Nah, sekarang katakanlah, apa rencanamu selanjutnya setelah meninggalkan tempat ini?"

"Aku akan mengunjungi perkampungan Sim keh ci di diluar kota Tiang sah untuk menemukan jejak toa supekku Sim si kiat"

"Kali akan mengunjungi perkampungan Sim keh ci??" ulang orang yang kehilangan sukma dengan badan bergetar.

"Benar"

"Kau tak usah pergi kesitu lagi, percuma" "Kenapa?"

"Sejak belasan tahun berselang perkampungan Sim keh ceng telah hancur dan musnah tinggal puing puing yang berserakan"

Agak terkejut Han Siong Kie ketika mendengar berita itu, ia merasa orang yang kehilangan sukma betul betul seorang manusia yang misterius, rupanya persoalan apapun diketahui olehnya, kalau toh perempuan itu mengatakan bahwa perkampungan Sim keh ceng sudah tinggal puing yang berserakan, itu berarti apa yang telah terjadi memang begitulah, tapi bagaimana ia bisa tahu akan persoalan ini?" "Cianpwe, apakah engkau mengetahui jejak dari toa supekku? sekarang dia berada dimana?" serunya penuh emosi.

"Tentu saja aku tahu dimanakah toa supek mu kini berada" "Katakanlah kepadaku, kini dia berada dimana "

"Pada saat ini kau tak perlu menemukan jejak nya, sebab hal ini belum terlalu penting" tukas perempuan itu cepat.

"Kenapa?"

"Aku hanya mengatakan saatnya belum tiba."

Kembali suatu teka teki yang tak terjawab Tampaknya orang yang kehilangan sukma menguasahi penuh semua persoalan yang ingin diketahuinya, tapi perempuan itu segan untuk mengatakannya keluar, saking gemasnya Han Siong Kie sampai menggertak giginya keras keras, sekalipun demikian ia juga tak dapat birbaat apa apa.

"Cianpwe mengapa kau bertindak sangat misterius?" saking tak tahannya pemuda itu menegur.

"Nak. keadaanlah yang memaksa aku harus berbuat demikian, mau tak mau terpaksa aku musti simpan dulu semua rahasia yang tak akan mendatangkan keuntungan bagimu itu"

"Andaikata aku mempunyai banyak persoalan yang hendak ditanyakan padamu, apakah engkau bersedia pula untuk menjawab semua pertanyaan itu"

"Ini tergantung pada pertanyaan apakah yang hendak kau ajukan, kalau aku rasa pertanyaanmu pantas untuk dijawab tentu akan kujawab sebisanya, tapi kalau tak dapat dijawab, terpaksa akupun tak dapat memberitahukannya kepadamu"

"Aku ingin tahu siapakah cianpwe sebenarnya?" seru pemuda itu dengan antusias. "Sekarang belum dapat kukatakan, tapi waktu sudah tak akan lama lagi, nantikan saja tibanya kesempatan itu"

"Bagaimana kalau ingin kuketahui peristiwa yang sebenarnya tentang pembunuhan berdarah yang meliputi dua ratus anggota keluarga Han?"

"Sama saja, saat terbongkarnya rahasia itu sudah sangat dekat, tunggu saja sedikit hari lagi"

"Mengapa Thio susiokku bunuh diri? Mengapa dia melarangku membalas dendam? Apa yang dimaksudkan sebagai perintah gurunya? Aku tahu pembunuh itu sebenarnya bukan Pemilik benteng maut tapi dia "

"Cukup.... Cukup Nak. jawabanku hanya sepatah kata,

tak lama lagi semua rahasia itu akan kau ketahui"

Pada saat itulah tiba tiba dari arah hutan muncul sesosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa, bayangang itu melayang datang menghampiri dimana mereka berada.

Han Siong Kie merasi amat terperanjat, cepat ia berpaling, sepasang telapak tangannya disilangkan didepan dada siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan, tapi setelah pandangannya dipertegas ia baru tahu bahwa orang itu tak lain adalah orang yang ada maksud.

Orang yang ada maksud melirik sekejap kearah Han Siong Kie, lalu menghampiri orang yang kehilangan sukma dan membisikkan sesuatu disisi telinganya.

"Aaaah jadi begitulah kejadian yang sesungguhnya?"

bisik orang yang kehilangan sukma kemudian dengan suara gemetar.

"Benar" sahut orang yang ada maksud dengan gelisah. "Waaah.... waah.... kalau kalau dia sampai melakukan

kesalahan besar, urusan kan bisa menjadi berabe." keluh orang yang kehilangan sukma semakin gelisah. Tiba tiba dia berpaling ke arah Han Siong Kie, lalu katanya pula:

"Nak, sekarang juga berangkatlah ketebing si-sin gan, kau harus segera berangkat dan mencapai tempat itu sesingkat mungkin, jangan sampai buang waktu barang sedikitpun jua...".

"Tebing si sin gan? Dimanakah itu letaknya ?" Han Siong Kie bertanya dengan wajah keheranan-

"Tebing si sin gan adalah letak markas besar perkumpulan pat gi pang, tentunya kau mengetahui letaknya bukan? Apa yang telah terjadi tak usah kuterangkan disini, setibanya ditempat kejadian kau akan mengetahui dengan sendirinya, Nah, ayolah cepat berangkat kesitu"

Tak terkirakan rasa kaget yang dirasakan Han Siong Kie pada saat itu, bibirnya sampai pucat karena terkejut, ia tahu perkumpulan Pat gi-pang sudah hancur dan lenyap dari permukaam bumi, sekarang perkumpulan itu sedang menghimpun kekuatan baru dan akan berdiri lagi dengan resmi tentu saja calon istrinya Go siau bi yang melaksanakan tugas pembangunan tersebut.

Sebagai jago yang cerdik dan cukup berpengalaman, ia lantas mendapat firasat jelek, ia lantas menduga bahwa suatu kejadian yang tidak beres telah terjadi, maka tanpa banyak berbicara lagi dia mengangguk.

"Boanpwe akan segera melaksanakan perintah itu Dan akan kuusahakan secepat-cepatnya tiba ditempat kejadian" ia berkata.

"Ingat nak, kau harus cepat berangkat dan kerahkan segenap tenagamu untuk mencapai tempat tersebut, sebab kalau tidak maka akibatnya benar benar sukar dilukiskan dengan kata-kata" "Cianpwe tak usah kuatir, boanpwe akan ingat selalu perkataan itu serta melaksanakan sebaik mungkin."

Sekalipun keheranan, bingung dan diliputi perasaan tidak mengerti, toh akhirnya berangkat juga Han Siong Kie meninggalkan hutan lebat itu menuju ke tebing si sin gan- perjalanan dilakukan dengan sepenuh tenaga, sekilas pandangan tubuhnya ibarat serentetan kilat yang membelah angkasa belaka, cepatnya bukan kepalang.

Esoknya, ketika tengah hari baru menjelang tiba, Han Siong Kie sudah berada lima li di luar tebing si sin gan tersebut.

Pada saat itulah, tiba tiba muncul sesosok bayangan, suatu gerakan yang gesit dan manis bayangan itu jumpalitan beberapa kali diudara lalu melayang turun tepat dihadapan mukanya:

Dengan suatu gerakan yang cekatan Han Siong Kie menahan kembali gerakan tubuhnya, cukup dalam sekali pandangan ia sudah mengetahui bahwa bayangan merah itu tak lain adalah nyonya cantik berbaju merah itu... Buyung Thay adanya.

Kemunculan perempuan cantik yang sama sekali tak terduga ini tentu saja mencengangkan pemuda kita, ia tak menyangka kalau mereka bakal berjumpa lagi dalam keadaan yang tak diinginkan.

"Titi mau kemana kau??" merdu nyaring suara

panggilan itu, bagaikan kicauan burung nuri dipagi hari, sangat menawan hati siapapun yang mendengarnya.

Han Siong Kie segera merasakan jantungnya berdebar keras, mukanya jadi merah dan nyaris dia memanggil perempaan itu juga dengan teriakan "cici"

Untunglah saat itu juga ia teringat kembali dengan kata kata yang diucapkan orang yang kehilangan sukma belum lama berselang, teriakan yang sudah berada diujung bibir serta merta ditelan lagi kedalam perut, dia hanya mengiakan dengan hambar.

"Eeeh... titi, kenapa kau?" kembali Buyung Thay menegur dengan rupa orang tercengang.

Han Siong Kie menunduk rendah-rendah, sinar matanya tak berani menatap langsung kearah perempuan itu, sebab ia merasa bahwa perempuan itu memiliki kecantikan yang luar biasa serta daya pikat yang sangat hebat, membuat orang jadi tertarik dan terpesona dibuatnya.

Karena itu untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak diinginkan- ia harus mempertahankan diri, ia tak mau membalas tatapan perempuan itu dengan tatapan pula.

"Aku tidak apa apa, aku masih ada urusan penting lain yang harus segera dilaksanakan" katanya dengan suara dingin.

Diluaran ia berkata demikian, sementara dalam hatinya berpikir lain, ia sedang merasa heran, apa sebabnya dibalik tubuh yang indah dan mempersonakan hati itu bisa terdapat sebuah roh yang kotor, sebuah roh yang jalang dan tak tahu malu.

"Eeeh...urusan apa yang bikin kau gelisah? Kejadian apa toh yang musti kau kerjakan segera?" kembali perempuan baju merah itu menegur dengan nada merayu.

"Maaf, sekarang aku tak sempat memberi tahukan kepadamu, lain kali saja bila ada kesempatan kuterangkan kepadamu, nah, maaf aku harus segera berangkat"

Selesai berkata, pemuda itu menjejakkan kakinya keatas tanah dan meluncur kembali kedepan-

Baru saja melangkah maju, bayangan merah itu kembali berkelebat lewat dan menghalang kembali jalan pergi si anak muda itu. "Titi, apakah engkau hendak menuju ke tebing si sin gan?" tiba tiba perempuan itu menegur dengan roman muka yang aneh.

"Benar, dari mana kau bisa tahu?" Han Siong Kie hampir maju tersentak kaget karena keheranan.

"Waah, kalau begitu kebetulan sekali Akupun akan menuju ke tebing si sin gan, kalau ada persoalan lebih baik kita bicarakan nanti saja."

Han Siong Kie mengerutkan dahinya, sayang waktu tidak mengijinkan baginya untuk berpikir lebih jauh, diapun tidak diberi kesempatan untuk bertanya lebih mendetil, sebab bagaimanapun juga Go siau bi adalah calon istrinya, sedang orang yang kehilangan sukma berulang kali telah berpesan kepadanya agar jangan membuang banyak waktu dijalan, maka dari itu diapun tidak banyak bicara lagi, dengan hati berdebar keras sekali lagi tubuhnya melejit keudara dan melayang kearah depan.

Buyung Thay tidak ambil diam, dia mengikuti pula disamping anak muda itu meluncur kedepan-

Selang sesaat kemudian, mereka sudah berada dibawah tebing si sin gan, dari kejauhan sudah terlihat dua sosok mayat yang penuh berpelepotan darah membujur ditengah tebing, kematian kedua orang itu tampak mengerikan sekali.

"Aduuh celaka " Buyung Thay segera berteriak dengan

paras muka berubah hebat, "kemungkinan besar kedatangan kita teriambat satu tindak "

Paras muka Han Siong Kie ikut berubah hebat, jantungnya yang berdebar keras nyaris melompat keluar dari rongga dadanya, sampai detik ini dia baru menyadari bahwa hakekatnya dia memang sangat mencintai Go Siau bi, sekalipun semua perasaan dan hatinya telah dipersembahkan hanya untuk Tonghong Hui seorang, tapi bagaimanapun juga Go Siau bi masih menempati suatu posisi juga dalam hati kecilnya.

"Kita harus cepat naik ke atas tebing" teriak pemuda itu dengan wajah panik.

Tanpa membuang waktu lagi ia menerobos masuk lewat mulut tebing itu, bagaikan sebatang anak panah yang teriepas dari busurnya, ia menelusurijalan setapak tersebut langsung meluncur ke puncak tebing itu.

Bentakan nyaring, jerit kesakitan secara lapat-lapat ramai kedengaran dari tempat kejauhan, agaknya suatu pertempuran sengit sedang berkobar dengan hebatnya.

Ketika mereka berdua sudah tiba didepan pintu gerbang dipuncak tebing itu, suara berkobarnya pertarungan kedengaran makin jelas dan nyata jeritan jeritan kesakitan

lebih sering menggelegar di udara.

Sudah puluhan sosok mayat yang terkapar disekitar pintu gerbang dan sekeliling batuan, mayat-mayat itu kebanyakan tewas dengan keadaan yang mengerikan, darah segar berceceran membasahi seluruh permukaan tanah, pemandangan disitu sangat mengerikan hati.

"Siapa disitu?" tiba tiba bentakan nyaring menggelegar menyayat kesunyian ditempat itu.

Empat orang laki laki berpakaian ringkas warna hitam munculkan diri dari balik pintu gerbang dan menghadang jalan pergi kedua orang itu

"Ayoh jawab, kalian adalah saudara saudara dari perkumpulan ataukah " bentak Han Siong Kie lantang.

"Eeh apakah kedatanganmu bukan lantaran urusan ini?"

terdengar Buyung Thay menyela diri samping,

"mereka orang orang dari perkumpulan Thian che kau " Begitu mendengar kata kata "Thian che kau", sontak sepasang mata Han Siong Kie berubah jadi merah membara, napsu membunuhnya menyelimuti seluruh roman mukanya itu, rasa dendam dan sakit hatinya membuat jago muda kita ini menyeringai seram.

Perkumpulan Pat gipang telah musnah ditangan Thian che kau, sekarang Go siau bi sedang berusaha menghimpun kembali kekuatan barunya diantara puing puing kehancuran, tapi mereka tak sudi melepaskan calon istrinya dengan begitu saja, kesemuanya ini makin mengobarkan rasa dendam dan sakit hati Han Siong Kie terhadap musuh bebuyutannya ini.

Rupanya keempat orang jago lihay dari perkumpulan Thian che kau pun sudah mengetahui siapa yang berhadapan dengan mereka, tak kuasa lagi merekapun berteriak kaget: "Haaah ....? Manusia bermuka dingin "

Tanpa memberi perlawanan apa apa, sontak mereka putar badan dan melarikan diri terbirit birit kedalam pintu gerbang itu, sambil kabur, suitan nyaring berkumandang tiada hentinya memecahkan kesunyian.

Hawa napsu membunuh telah menyilimuti seluruh wajah Han Siong Kie, sudah tentu ia tak sudi membiarkan musuh- musuhnya kabur dengan begitu saja, ia melompat kedepan dan mengejar ke belakang keempat orang laki laki kekar tadi kemudian jari tangannya menyentil kedepan criiit criiiiit

Criiiiit desiran angin tajam dari ilmu Tong kim ci segera

menderu deru dan meluncur ke depan-

Empat kali jeritan nyeri yang menyayatkan hati berkumandang membelah angkasa, hampir pada saat yang bersamaan empat orang laki laki kekar itu tersambar punggungnya oleh desiran angin tajam tadi dan menggelepar diatas tanah dalam keadaan mengerikan-

Selesai membereskan nyawa keempat orang musuh, Han Siong Kie sama sekali tidak berhenti, ia melanjutkan gerakan tubuhnya menerjang kearah mana berasalnya bentakan bentakan tadi...

Angin pukulan menderu deru, ditengah gulungan serangan yang amat dasyat itu, tampak beberapa sosok bayangan manusia menerjang keluar dari arena pertarungan dan meluncur kearah luar dengan begitu kedatangan merekapun lantas berpapasan dengan Han Siong Kie berdua.

Si anak muda itu segera mendengus dingin, telapak tangannya disiapkan untuk melancarkan serangan-

Tapi sebelum pukulan mautnya dilepaskan, jeritan ngeri telah berkumandang saling menyusul, beberapa sosok bayangan manusia yang sedang menerjang kearah mereka itu tahu-tahu sudah menggeletak semua dalam keadaan tak bernyawa lagi, orang-orang itu semuanya berjumlah tujuh orang akan tetapi tiada perlawanan apa apa yang dapat dilakukan orang orang itu.

Tanpa sadar Han Siong Kie berpaling kesamping, ia tahu kematian orang-orang itu pastilah perbuatan dari rekannya, betul juga, ditemuinya Buyung Thay yang berada dibelakangnya sedang berdiri dengan wajah mengerikan, hawa nafsu membunuh telah menyelimuti seluruh mukanya, membuat perempuan yang amat cantik itu kelihatan lebih keren dan menakutkan-

-ooo0dw0ooo-

BAB 86

MAYAT-MAYAT bergelimpangan didepan ruangan ci gi teng, darah berceceran membasahi lantai membuat suasana terasa suram dan menggidikan hati.

Ditengah arena berdirilah seorang perempuan yang rambutnya terurai awut awutan, seluruh badannya telah basah oleh darah sehingga dipandang dari kejauhan orang itu mirip seorang manusia berdarah.

Waktu itu, si perempuan berambut panjang itu sedang melangsungkan pertarungan seru melawan dua orang kakek yang mempunyai lambang matahari, rembulan dan bintang diatas dadanya.

Sekeliling arena berdirilah ratusan orang jago silat yang membentuk sebuah dinding manusia disitu, tapi mereka semua terdiri dari jago jago perkumpulan Thian che kau.

Dilihat dari keadaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa perkumpulan Pat gi pang yang baru saja berdiri kembali dengan kekuatan barunya, telah terbasmi kembali dari muka bumi dengan keadaan yang lebih mengerikan .......

Perempuan yang sedang bertempur itu tak lain adalah ketua baru dari perkumpulan Pat gi pang yakni Go Siau bi, sedangkan dua orang lawannya tak lain adalah dua orang utusan khusus dari perkumpulan Thian che kau.

Waktu itu keadaan Go Siau bi sangat kritis dan berbahaya, setiap saat dia harus menghadapi keadaan yang membahayakan jiwanya, walau begitu, si nona yang kosen masih bertahan terus dengan gigihnya, hanya kebencian serta perasaan dendam yang meluap luap itulah yang sanggup mempertahankan dirinya dari kerubutan musuh.

Tiba tiba terdengar bentakan nyaring menggelegar diruangan, kontan Go Siau bi terdorong mundur lima langkah dengan sempoyongan, ia muntah-muntah darah lagi, sekujur badannya makin basah oleh noda merah, malahan badannya makin gontai, jelas gadis itu sudah kehabisan tenaga dan makin lemah daya tahan tubuhnya.

Melihat keadaan musuhnya itu, salah seorang diantara utusan khusus perkumpulan Thian che- kau itu segera tertawa seram, sambil maju kedepan melancarkan serangan ejeknya sinis: "Nah, rasain kau sekarang, bagaimana kalau kehabisan tenaga dan tak mampu bergerak lagi..."

selangkah demi selangkah dia maju kedepan mendekati nona yang semakin gontai itu.

Go siau bi mengayunkan sepasang tangannya tapi sesaat kemudian telah diturunkan kembali, tenaga dalamnya telah habis mengering, dia tidak bertenaga lagi untuk melancarkan serangan.

Sambil tertawa seram utusan khusus dari perkumpulan Thian che kau itu maju terus kedepan dan akhirnya berhenti hanya tiga langkah dihadapan Go siau bi, kembali jengeknya dengan nada menyeramkan:

"Keponakan perempuanku yang manis, sekarang ijinkanlah kepadaku untuk menghantar sendiri keberangkatanmu ke alam baka.... haaah.... haaaahh... haaahh "

Pelan-pelan telapak tangannya diangkat keudara dan siap diayunkan keatas batok kepala nona itu.

"Thian wi wan" jerit Go siau bi dengan mata merah membara, "kau adalah binatang terkutuk. sekalipun aku sudah mati dan menjadi setan, tak nanti kuampuni dirimu "

Di tengah situasi yang makin gawat, tiba-tiba terdengar desingan angin berkumandang membelah angkasa dan langsung menerjang keatas tubuh Thia Wi wan, utusan khusus dari perkumpulan Thian che kau itu.

Berbareng dengan munculnya serangan tadi, kawanan jago yang berada disekitar arena sama-sama berteriak kaget: "Manusia muka dingin "

"Ciang bun jin perguruan Thian lam "

-ooo0dw0ooo- 
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar