Jilid 03
LAMA sekali ia termenung... akhirnya pemuda itu jatuhkan diri berlutut ke arah pembaringan batu yang telah lenyap di bawah tanah itu, katanya dengan suara lirih:
"suhu, walaupun kau telah meninggal dunia tetapi budi pemberian tenaga lwekang tak akan pernah lenyap dari benakku, selama tecu masih hidup dikolong langit pasti akan berusaha keras untuk menyelesaikan harapan dari suhu ini sampai mati baru berhenti "
Habis berdoa ia bangkit berdiri, memasukkan tangan Buddha berwarna hitam itu ke dalam sakunya dan keluar dari ruang batu, kemudian tutup pula mulut gua dengan papan batu dan menutup papan batu tadi dengan tanah sehingga siapapun tak akan menduga kalau dibawah tanah masih terdapat ruangan batu.
Menanti ia berpaling kearah sumber air mujarab, pemuda itu jadi tertegun, kiranya kolam air mujarab telah mengering, setitis airpun tidak nampak. yang tersisa hanyalah sebuah liang tanah yang luas. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tersumbat-nya sumber air didalam gua.
Memandang langit yang biru diangkasa, Han Siong Kie merasa bagaikan baru saja mendusin dari suatu impian yang aneh.
Dalam seratus hari ia telah berubah jadi seorang manusia yang lain, seorang jago dengan tenaga lweekang yang amat semcurna serta rangkaian ilmu silat yang sakti.
Pertama, ia teringat kembali akan saudara angkatnya yang nakal sipengemis cilik Tonghong Hwie, entah saat ini ia telah berkelana sampai dimana?? ia merasa bahwa dengan kepandaian yang dimilikinya sekarang mungkin sudah cukup untuk menjadi toakonya.
Ia tertawa bangga dan sebera kerahkan ilmu meringankan tubuhnya keluar dari hutan itu.
suasana dalam hutan itu sudah tidak segelap waktu ia datang semula, karena pandangan matanya dapat melihat di tempat kegelapan. sesuai dengan pesan dari Leng Koe sangjin, setelah berjalan tiga li ke arah timur kemudian putar kearah selatan sejauh empat li, ia benar2 sudah lolos dari hutan belantara tersebut.
Setelah melewati sebuah hutan kecil, di hadapan matanya terbentanglah sebuah bukit yang tak begitu tinggi.
Dari puncak itu dia memandang ke bawah, tampaklah di suatu bagian adalah sebuah kota kecil, arah lain merupakan sungai dengan sebuah benteng kuno yang berdiri dengan angkernya ditengah sungai, itulah Benteng Maut tempat angker bagi seluruh umat Bu lim.
Han siong Kie merasakan darah panas dalam dadanya bergelora keras, api dendam berkobar dengan hebatnya membuat sorot mata yang memancar ke luar nampak begitu mengerikan dan menakutkan.
Membalas dendam ingatan ini berkelebat dalam benaknya, sambil menggertak gigi ia mengirim satu pukulan udara kosong ke depan.
Tiba2 ia temukan bahwa pakaian yang di kenakan olehnya sudah kumal dan hancur tak karuan, perutpun terasa lapar. dalam hati segera pikirnya:
"Lebih baik aku membeli pakaian dulu di kota sebelah depan sana, setelah perut terasa kenyang barulah pergi ke Benteng Maut untuk mencari setori " Berpikir demikian ia
lantas turun gunung dan langsung menuju kearah kota terdekat.
sekonyong2 terdengar desiran angin tajam
berkumandang memecahkan kesunyian, disusul munculnya beberapa sosok bayangan manusia di tempat itu.
Tujuan Han siong Kie pada saat ini adalah pergi ke kota untuk ganti pakaian dan menangsel perut kemudian pergi ke Benteng Maut untuk mencari balas, terhadap orang2 tadi ia malas untuk memperdulikannya, melihat datangnya beberapa sosok bayangan manusia, badannya segera menyingkir kesamping untuk memberi jalan. "Berhenti"
Suara bentakan keras bergetar memekikkan telinga, tujuh sosok bayangan manusia dengan cepatnya meluncur datang dan menghadang jalan perginya. Pemuda she Han ini terpaksa berhenti dan angkat kepalanya memperhatikan orang2 itu.
Tampaklah diantara mereka bertujuh ada tiga orang adalah kakek tua dan empat orang lainnya merupakan pria kekar, wajah mereka menunjukkan rasa takut dan jeri yang tak terkirakan.
Begitu masing2 pihak saling berjumpa, ketujuh orang itu sama2 berseru tertahan, rupanya mereka dibikin terperanjat oleh keadaan Han siong Kie yang mengenaskan itu.
Terdengarlah salah seorang kakak tua itu dengan alis berkerut sebera menegur:
"Engkoh cilik, apakah kau terluka?"
Dengan sikap hambar Han siong Kie gelengkan kepalanya, mulut tetap membungkam dalam seribu bahasa.
"Engkoh cilik kau hendak pergi ke mana?" kembali kakek tua itu bertanya. "Aku mau pergi ke kota"
"Aduh... jalan ini tak bisa dilewati, lebih baik kaupilih jalan yang lain saja."
"Kenapa?? apa salahnya aku lewat sini."
Dengan wajah menunjukkan kengerian serta keseraman yang tebal, kakak tua itu menyahut:
"Janganlah bertanya mengapa, dengarkanlah perkataan dari aku orang tua pasti tak akan salah lagi, cepatlah putar badan dan tinggalkan tempat ini."
"Hmm terima kasih petunjukmu "sahut Han siong Kie ketus, begitu selesai berbicara ia segera melayang sejauh tiga tombak dari tempat semula.
Melihat sikap si anak muda itu, si kakek tua yang lain diantara ketujuh orang itu segera berseru:
" Kalau memang keparat cilik itu pingin menghantar kematiannya sendiri, perduli amat kita mesti mengurusi dia, ayo berangkat. janganlah memancing api membakar tubuh sendiri" Sebetulnya dari pembicaraan beberapa orang itu Han siong Kie sendiripun dapat menangkap akan suatu keadaan yang tidak beres, tetapi sebagai seorang pemuda yang berjiwa panas terutama baru saja memiliki kepandaian silat yang maha sakti, disamping itu dalam benaknya kecuali memikirkan bagaimana caranya membalas dendam terhadap Benteng Maut tidak memperhatikan persoalan lain, maka walaupun sudah diperingatkan tetapi ia tetap nekad meneruskan perjalanannya.
Beberapa saat kemudian sampailah pemuda itu di dalam sebuah hutan To yang luas dan rimbun, daun dan ranting tumbuh dengan suburnya, sebuah jalan kecil terbentang menembusi hutan tersebut.
Belum jauh ia berjalan memasuki hutan tadi, terciumlah bau amis darah yang amat menusuk penciuman berhembus lewat dari sisi kiri kanannya.
Han siong Kie terperanjat dan segera memperhatikan gerakan tubuhnya, begitu ia berpaling bulu kuduknya segera pada bangun berdiri, ia bersin beberapa kali dan berdiri terbelalak.
Terlihatlah di tepi jalan berserakan beberapa puluh sosok mayat yang menggeletak di atas genangan darah segar, keadaan mayat2 itu mengerikan sekali, batok kepala mereka hancur berantukan dan otak berserakan di empat penjuru, bau busuk yang memuakkan tersiar di empat penjuru membuat perut orang jadi mual.
Ia berdiri menjublek. siapakah yang telah melakukan pembunuhan kejam diluar perikemanusiaan ini???
Tiga orang kakek serta empat orang pria kekar tadi melarang dirinya maju lebih ke depan bahkan mengajak ia ber sama2 melarikan diri dari situ, apakah hal itu disebabkan karena peristiwa pembunuhan sadis ini? lama sekali ia berpikir tapi tak sesuatu apapun yang berhasil dipecahkan olehnya. setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya, si anak muda itupun meneruskan kembali perjalanannya menerobos Hutan, sepanjang jalan kembali ia temukan mayat manusia yang menggeletak di tepi jalan, keadaan dari mayat2 tidak jauh berbeda dengan apa yang dilihatnya di tepi hutan tadi, batok kepalanya hancur remuk serta otak yang berceceran di atas lantai.
Makin melibat Han siong Kle merasa semakin terperanjat, pembunuhan brutal Benar-benar merupakan suatu peristiwa berdarah yang mengerikan hati.
Pada saat itulah... sesosok bayangan manusia berkelebat lewat di dalam hutan itu, langkahnya ter-buru2 dan sempoyongan.
sekilas memandang Han siong Kle merasakan hatinya tergetar keras, bukankah orang itu adalah sipengemis dari selatan salah satu diantara dua tokoh lihay dunia persilatan?? kalau dilihat dari keadaannya diapun menderita luka parah.
Jangan2 diapun terluka ditangan pembunuh yang membinasakan korbannya dengan menghajar remuk batok orang?? atau mungkin...
Diam2 sianak muda ini bergidik juga hatinya, ia tahu si pengemis dari selatan serta si Padri dari Utara adalah tokoh2 sakti di dalam dunia persilatan, tetapi mereka dapat jatuh kecundang ditangan orang, hal ini bisa membuktikan betapa dahsyatnya serta sempurna nya tenaga lwekang yang dimiliki orang itu.
Berpikir demikian, buru2 ia maju menyongsong kedatangan si pengemis itu sambil menjura.
"Locianpwe harap tunggu sejenak".
si Pengemis dari selatan menghentikan gerakan tubuhnya dan memperhatikan sekejap seluruh tubuh si anak muda itu, kemudian dengan wajah terkejut bercampur sangsi serunya: "Kau...kau. . . "
"Cayhe she Han bernama siong Kie"
"Apakah kau telah bergebrak melawan perempuan iblis itu???"
"Perempuan iblis?? siapa???" tanya Han siong Kie setelah tertegun beberapa saat lama nya, ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan si pengemis tua itu.
"Im sat si Malaikat berhawa lm kang, Mo sioe Ing" "siapakah orang itu?? cayhe sama sekali tidak mengenal
atau bertemu dengan dirinya"
"Apakah engkau benar2 tidak kenal dengan iblis perempuan itu?? kalau begitu aku si pengemis tua sudah salah melihat... Tapi kenapa keadaanmu begini mengenaskan???"
Han siong Kie tundukkan kepalanya dan memperhatikan sekejap pakaian yang dikenakan, sebenarnya dia ingin menceritakan pengalaman selama berada di dalam hutan belantara
tapi ingatan lain dengan cepat berkelebat dalam benaknya "Haah, lebih baik aku merahasiakan pengalaman aneh itu saja"
"oh kemarin malam cayhe telah bertemu dengan kawanan serigala liar habis sudah pakaianku di koyak2 oleh makhluk sialan itu"
"Hey bocah keparat berada didepan Budha lebih baik tak usah pura2 pasang hio" tukas si pengemis dari selatan dengan mata melotot "Meskipun kawan serigala itu ganas aku rasa mereka takkan bisa mengapa-apakan, aku si pengemis tua yakin bahwa sepasang mataku belum buta dengan kesengsaraan serta ketajaman pandangan matamu, aku percaya bahwa tenaga lwekangmu sudah mencapai pada taraf yang tak tercapai oleh kawanan Bu lim biasa". Merah jengah selembar wajah Han Siong Kie.
"Sungguh tajam penglihatan si pengemis tua ini" pikirnya di dalam hati, sementara di luaran ia menyahut dengan nada ketus:
"Percaya atau tidak terserah pada diri locianpwe sendiri, yang pokok aku memang mengalami kejadian tersebut".
"Baik, omong kosong tiada gunanya" seru si pengemis dari selatan sambil mengetukkan tongkat bambunya ke atas tanah. "Kemungkinan besar si iblis perempuan itu akan balik lagi setelah berlalu dari sini, cepat2lah kau meninggalkan tempat ini".
"Huuh Si iblis Im Sat Mo Sioe Ing paling banter hanya seorang perempuan, sampai di mana sih keganasan serta kepandaiannya? aku pingin tahu..."
"Hey Bocah cilik, kau betul2 seorang manusia yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, apakah kau tidak menyaksikan tumpukan mayat yang bergelimpangan diluar hutan sana???"
"sudah lihat, kenapa??"
" Kalau kau tidak ingin batok kepalamu ikut hancur berantakan terhajar oleh pukulan mautnya, lebih baik cepat2lah tinggalkan tempat ini". Han siong Kie segera tertawa hambar:
"Hmm cayhe ingin sekali menjajal kepandaian yang dimiliki si iblis Im Sat Mo sioe Ing, aku pingin tahu malaikat iblis itu terdiri dari manusia yang bagaimana macam raganya".
seluruh rambut dan jenggot si pengemis dari selatan bergetar keras dan menegang bagaikan kawat, sambil tertawa keras serunya "Haaahhh...haaahhh.. haah... bocah cilik kau memang sangat bernyali dan cocok sekali dengan selera aku si pengemis tua, tetapi aku perlu memberitahukan kepada-mu.. jangan di bilang kau, sekalipun aku si pengemis tua juga bukan tandingannya"
"Apakah locianpwe terluka ditangannya??".
"Ehmm aku si pengemis tua memang tidak becus, untuk kesekian kalinya telah jatuh kecundang ditangan orang."
Hati Han siong Kie jadi bergerak, ia tahu yang dimaksudkan si pengemis selatan sebagai ke sekian kalinya. pastilah dimaksudkan tiga bulan berselang ia telah jatuh kecundang ditangan pemilik Benteng Maut dan sekarang jatuh kecundang kembali ditangan Im Sat si malaikat hawa Im.
Kendati begitu ia tidak mengatakannya ke luar, sambil alihkan pokok pembicaraan tanyanya:
" Kenapa sih si malaikat hawa im Mo sioe Ing suka membunuh orang?"
"Haah.....haah... haah... bocah cilik, pertanyaanmu ini memang paling tepat kalau diajukan kepadaku, sebab pertanyaan tersebut kecuali aku si pengemis tua mungkin jarang sekali ada orang yang dapat memberikan jawaban yang tepat bagimu."
Timbul rasa ingin tahu dalam hati si anak muda itu, semangatnya berkobar kembali dan serunya:
"Benarkah locianpwe adalah satu2nya orang yang mengetahui kejadian sebenarnya."
"Maksudku bukan begitu, cuma saja aku sipengemis tua adalah salah satu diantara sekian banyak korban yang berhasil meloloskan diri dari tangan keji si malaikat Im sat Mo siau Ing karena aku dapat menerangkan sedikit gejala yang berhasil kuketahui. " "silahkan cianpwee memberi keterangan "
"Baik, aku memang merasa berjodoh setelah bertemu dengan dirimu, di situ ada hutan mari kita kesana saja, aku sipengemis tua agak haus dan ingin minum dulu."
Berangkatlah kedua orang itu menuju hutan, setelah ambil tempat duduk si pengemis dari selatan segera melepaskan cupu2 araknya dan meneguk isinya dengan lahap kemudian ia berkata.
"Arak ini adalah Tan Cau arak paling bagus di daerah sini hei bocah ayo minumlah setegukan".
sambil berkata ia segera angsurkan cupu2 arak itu ke depan Han siong Kie menerima dan ikut meneguk satu tegukan.
"Hmm tidak salah memang arak bagus" serunya kemudian sambil mengangguk tiada hentinya.
Pengemis dari selatan menyambut kembali cupu2nya dan meneguk hingga isinya ludes, setelah itu sambil menyeka mulut katanya:
"Bocah cilik, sekarang dengarkanlah baik-baik dua puluh tahun berselang di dalam dunia persilatan telah muncul sepasang muda mudi yang masih muda belia, yang lelaki punya wajah tampan sedang yang perempuan berwajah cantik jelita tetapi ilmu silat yang mereka miliki sangat lihay sekali, hati mereka kejam dan tindak tanduknya telengas, pria itu oleh orang kangouw disebut Yan Sat si malaikat hawa Yang, Ko soe Kie, sedang yang wanita...".
"Yang perempuan pastilah Im sat Mo sioe Ing, bukan begitu?? "
"sedikitpun tidak salah, kau jangan menimbrung terus, dengarkanlah kisahku ini, kedua orang tersebut adalah sepasang suami istri yang saling cinta mencintai, disamping itu kedua orang muda mudi itupun mempelajari semacam ilmu silat yang keji dan luar biasa ngerinya disebut "Hian lm Koei Jiauw". Cakar setan pukulan dingin, tidak sampai satu tahun mereka muncul di dalam dunia persilatan sudah ada ratusan orang jago lihay yang menemui ajalnya di ujung cakar setan "Hian Im Koei Jiau " tersebut, kejadian ini segera menggemparkan seluruh dunia persilatan, semua jago baik dari kalangan Hek-to maupun Pek to sama2 keder terhadap mereka sedang badai darah masih saja melanda di mana2 .....
"
"Masa di dalam dunia persilatan yang begitu luasnya tak ada seorang manusia pun yang sanggup menandingi Im Yang siang Sat sepasang malaikat Im dan Yang...? "
"Boleh dibilang begitu".
"Bagaimana kalau dibandingkan Tengkorak maut??". "Kau maksudkan si pemilik benteng maut??" tanya
pengemis selatan setelah tertegun sejenak.
Han siong Kie mengangguk tanda membenarkan: "Bagaimanakah raut wajah yang sebenarnya diri si
Tengkorak Maut hingga kini masih merupakan suatu teka-teki yang sulit untuk dijawab, tetapi kalau menurut penilaian dari aku si pengemis tua jelas tenaga dalam yang dimiliki tengkorak maut dari Benteng Maut jauh lebih dahsyat dari Im Yang siang sat, tetapi berhubung mereka belum pernah saling bergebrak maka pertanyaan itu sulit untuk dijawab. sekarang dengarkanlah dulu kisah lebih lanjut.:."
"Hmm, bukankah kau serta si padri dari utara telah dilempar ke luar dari benteng sebanyak dua kali oleh pemilik Benteng Maut ??" pikir Han siong Kie di dalam hati." Bahkan terakhir kalinya kalian ke luar dalam keadaan mengenaskan sekali, kalau dikata-kan raut wajah pemilik Benteng Maut belum pernah diketahui, ucapan ini bukankah suatu pembohongan secara besar2an??? mungkin di balik kesemuanya ini masih terkandung latar belakang lain." Belum habis ia berpikir, terdengar si pengemis dari selatan telah mendehem dan memutuskan kembali kata2nya:
"Tindak tanduk dari Im Yang siang Sat segera memancing kegusaran umat Bu lim, sebanyak tiga kali para jago dari kalangan Hek to serta Pek to berkerja sama untuk menumpas mereka berdua, soal hasil bukan saja usaha itu gagal total bahkan lebih banyak orang yang jadi korban. "
"Locianpwejuga termasuk salah satu diantara pengeroyok..."
"Tidak, berhubung ada urusan lain aku si pengemis tua tidak hadir di dalam peristiwa itu"
"Waah, kalau begitu bukankan umat Bu lim terpaksa membiarkan Im Yang siang Sat meraja lela di dalam dunia persilatan??"
Beberapa tahun pengalaman memang demikian, tetapi pada sepuluh tahun berselang mendadak Yang Sat si malaikat hawa Yang, Ko see Kie lenyap tak berbekas, menurut kabar berita yang tersiar katanya ia telah dibasmi oleh seorang Bu lim cianpwee yang misterius, Im Sat yang gagal menemukan musuh besarnya segera melampiaskan kegusarannya di atas tubuh orang2 Bu lim, setiap tahun ia muncul dirinya satu kali dan setiap kemunculannya pasti membunuh seratus orang banyaknya."
"Aduh mak "teriak Han siong Kie sambil menjulurkan bibirnya. " Kalau begitu selama sepuluh tahun bukankah ia telah membinasakan seribu orang??" si pengemis dari selatan menghela napas panjang.
"Itu sih tidak. sebab kemunculan si iblis perempuan itu membunuh orang baru berlangsung sejak tiga tahun berselang " katanya.
"Kalau begitu kejadian ini benar2 membingungkan orang". "kenapa??? " "Kalau dikatakan Yang sat si malaikat hawa Yang, Ke see Khie adalah mati karena di basmi seorang tokoh sakti persilatan, mengapa tokoh sakti tadi tidak sekalian membasmi Im sat si malaikat hawa Im dari muka bumi?? sehingga mengakibatkan si malaikat hawa Im yang sakit hati melampias-kan amarahnya kepada umat Bu lim""
"Aai. ..bocah cilik, perkataanmu memang betul, yang jelas peristiwa itu hingga kini masih tetap merupakan suatu teka teki".
"Apakah orang2 yang ada di dalam Bu lim adalah manusia2 kurcaci yang hanya mementingkan diri sendiri??? " seru Han siong Kie dengan hati mendongkol.
" Ucapanmu tepat sekali " pengemis dari selatan mengangguk. " Kalau tidak si malaikat hawa Im sat Mo sioe Ing tidak akan selatan dan sejumawa ini".
"Hmm kalau ada kesempatan aku hendak menemui iblis perempuan itu".
"Bocah, semangat serta keberanianmu patut dipuji, kau anak murid dari perguruan mana??"
”Leng Koe sangjien!"
”Apa??? coba kau ulangi satu kali lagi!” "Leng Koe Sangjien!".
"Haaaaah,..haaaah...haaaah bocah cilik kau jangan mengibul terlalu gede hati2 kalau mulutmu ditampar orang Tahun ini kau kau berusia berapa??? Leng Koe Sangjien adalah seorang tokoh sakti yang sudah tersohor namanya sejak seratus tahun berselang..."
"Aku adalah anak muridnya yang mendapat ilmu silat dari peninggalannya siorang tua itu !".
"Ooooh jadi kau telah mendapat kitab ilmu silat peninggalannya??..." "Sedikitpun tidak salah!”
"Tidak aneh kalau omonganmu begitu gede dan jumawanya luar biasa kiranya kau sudah mendapatkan warisan ilmu silat dari tokoh sakti itu kalau memang demikian adanya kau boleh saja untuk coba bergebrak melawan simalaikat berhawa Im!' '
Satu ingatan berkelebat dalam benak Hao Siong Kie segera serunya:
"Locianpwee..."
"Tunggu sebentar! "tukas sipengemis selatan sambil goyangkan tangannya mencegah sianak muda itu berbicara lebih lanjut. „Kalau memang kau adalah ahli waris dari Leng Koe Sangjieo, maka kalau dibicarakan dan soal tingkatan maka aku sipengemis tua masih kalah satu tingkat darimu, demikian saja kau boleh panggil aku sebagai engkoh tua sedang aku panggil kau sebagai adik kecil setuju??
„Soal ini ... eeei ., mana boleh jadi "seru Han Siong Kie dengan gugup "Locianpwee".
"Siau loote, kau tak usah pura2 banyak jual lagak lagi, aku sipengemis tua paling benci dengan perbuatan semacam itu! '
Mimpipun Han Siong Kie tak pernah menyangka kalau seorang tokoh silat Bu lim yang mempunyai kedudukan sangat tinggi di dalam Bu lim memaksa dirinya untuk menyebut dalam satu tingkatan yang sama dengan dirinya, bila kejadian ini berlangsung pada tiga bulan berselang...pada saat itu macam apakah keadaan dirinya?? tanpa terasa merah jengah selembar wajahnya.
"Yaaah... yaaah... sudahlah daripada aku tampik lebih baik aku menurut saja, siaute akan merasa bangga dengan peristiwa ini. "
"Tak usah banyak ngomong yang tak sedap didengar, kau ada urusan apa hendak di katakan??, sekarang katakanlah" sekilas rasa sedih gusar dan penuh rasa dendam terlintas diatas wajah Han siong Kie yang tampan dengan sorot mata memancar-kan kebencian serunya dengan suara berat: "Engkoh tua, apakah engkau pernah memasuki Benteng Maut???"
"Kau maksudkan Benteng maut?” ulang sipengemis dari selatan dengan hati tergetar keras.
"sedikitpun tidak salah"
"Aku pikir dikolong langit dewasa ini mungkin tak seorangpun yang bisa keluar dari istana maut dengan selamat setelah memasuki tempat itu"
"Tetapi pada tiga bulan berselang bukankah engkoh tua serta padri dari utara memasuki tembok dinding benteng maut??"
Mendapat pertanyaan itu sipengemis dari selatan tertawa getir. "Tidak salah aku memang mengalami kejadian seperti itu"
"Bukankah waktu itu engkoh tua seperti padri dari utara berhasil keluar dari benteng dalam keadaan hidup???"
"sedikitpun tidak salah, kami memang berhasil keluar dari benteng dalam keadaan hidup, tetapi keberhasilan kami itu bukanlah disebabkan karena kami andalkan ilmu silat yang kami mliki "
"Lalu mengandalkan apa??? "
"saudara cilik, rahasia ini hanya kuberitahukan kepada dirimu seorang, harap jangan kau ceritakan kepada orang lain, kami bisa lolos keluar dari benteng itu dalam keadaan selamat adalah lantaran sipemilik benteng maut telah melepaskan kami keluar"
Tercekat hati Han Siong Kie sehabis mendengarkan perkataan itu, dengan kepandaian silat yang dimiliki sipengemis dari selatan serta padri dari utara pun ternyata mereka masih membutuhkan belas kasihan orang untuk dilepaskan, bisa dibayangkan sampai dimanakah kedahsyatan serta kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki pendiri Benteng maut.
Tetapi ingatan tersebut hanya sekilas saja berkelebat didalam benaknya, rasa benci dan dendam telah mengalahkan se-gala2 nya, menghilangkan rasa takut yang mencekam hatinya.
segera ia bertanya lebih jauh:
"Engkoh tua, tolong tanya tengkorak maut dari benteng maut itu sebenarnya macam apa sih bentuk wajahnya??.
"Mau apa kau tanyakan persoalan ini ?" seru pengemis dari selatan dengan hati tercekat.
Dalam benak Hansiong Kie segera terlintas kembali pemandangan dikala susioknya sitelapak naga beracun Thio Lien membawa dirinya masuk kedalam perkampungan keluarga Han ditengah malam yang basah oleh hujan deras, pemandangan yang mengerikan kembali terlintas didalam benaknya, dua ratus jiwa anggota keluarga Han telah berubah jadi tulang tengkorak manusia yang berserakan di mana2, hingga kini jenasah mereka belum dikuburkan .
Meskipun susioknya melarang dia untuk mengubur jenasah- jenasah tersebut dan melarang dirinya untuk membalas dendam, tetapi hidup sebagai putra manusia, dapat-kah ia menelan rasa dendam dan sakit hati atas terbunuhnya segenap anggota keluarga Han???
Dengan mata berapi2 dari mimik wajah menunjukkan penuh kebencian dan rasa dendam teriaknya:
"Antara aku dengan si Tengkorak maut terikat dendam sakit hati sedalam lautan, bagaimanapun juga aku harus membalas dendam atas sakit hati ini" "Apa? Kau ada dendam dengan pemilik dari Benteng Maut??"
-000dw0kz000-
BAB 6
"SEDIKITPUN tidak salah, aku bersumpah, aku hendak menghancur lumatkan tubuh-nya, menginjak rata Benteng Mautnya dan menghirup darah segarnya... kalau tidak dihatiku tidak puas, rasa dendamku tak akan padam"
"Jadi kau ada maksud untuk menuntut balas terhadap si Tengkorak Maut???" tanya si pengemis dari selatan dengan mata terbelalak. "Benar sahut Han siong Kie dengan tegas. Tentang soal ini aku kira..".
" Kenapa?? apa salahnya aku menuntut balas??". "saudara cilik, maafkanlah aku sipengemis tua hendak
mengucapkan kata2 yang kurang sedap didengar, aku rasa niatmu itu mungkin sulit untuk dilaksanakan". Han siong Kie angkat kepalanya memandang ke angkasa dan berpekik sedih, serunya:
"Aku tidak akan memperdulikan semua masalah yang tak berguna, begitu hanyalah ada satu prinsip yaitu kalau bukan aku Han siong Kie yang menemui ajal, tengkorak mautlah yang akan menemui ajalnya di tanganku. ."
"Hebat, punya semangat.. tapi kau harus ingat adikku kecil, korban yang berjatuhan ditangan Tengkorak Maut banyaknya melebihi bulu kerbau, rasanya aku sipengemis pun tak usah menerangkan kenyataan2 yang telah terjadi bukan..."
"Engkoh tua, sebenarnya si tengkorak maut adalah seorang mahluk aneh macam apa? "
"Tentang soal ini... mm maaf kalau aku tak dapat terangkan untukmu " "Kenapa?? "
"Bagi orang Bu-lim janji adalah berat bagaikan gunung Thay-san, aku serta sipadri dari utara boleh dibilang merupakan satu2-nya orang yang berhasil lolos dari Benteng Maut dalam keadaan hidup selama puluhan tahun terakhir ini dan merupakan satu2aya orang yang berhasil menjumpai wajah yang sebenarnya dari Tengkorak Maut, tetapi disaat kami hendak dilepaskan keluar telah berjanji pula kepada pemilik Benteng Maut bahwa kami selamanya tak akan menceritakan api yang kami lihat ini kepada orang lain "
”Kalau memang begitu, engkoh tua selamat tinggal " seru Han Siong Kie dengan hati sedih bercampur gusar habis berkata ia segera bangkit berdiri dan siap berlalu .
"Tunggu sebentar" pengemis dari selatan segera berseru "Engkoh tua apa yang hendak kau katakan lagi !! "
"Kau harus memahami kesulitan hati dari aku sipengemis tua didalam dunia persilatan aku pengemis tua boleh dibilang mempunyai sedikit nama juga aku tak boleh mengingkari janjiku sendiri walaupun begitu siTengkorak maut adalah musuh umum selama aku sipengemis tua masih mempunyai napas didalam dada aku pasti akan berusaha untuk memperjuangkan keadilan serta kebenaran bagi umat BuLim
! "
”Kalau begitu anggaplah Siauwte telah salah bicara harap kau suka memaapkan ..!!”
”Sekarang kau hendak pergi kemana??”
”Setelah bertukar pakaian, aku langsung hendak pergi ke Benteng Maut untuk menagih hutang!”
”Saudara cilik, segala persoalan tak bisa dilaksanakan tanpa didasari oleh rencana yang matang, bagaimana kalau kau undurkan dahulu rencanamu itu dan menanti hingga para enghiong hoohau yang ada ditolong langit bersatu padu” ”Aku merasa amat berterima kasih bagi perhatian serta bantuan engkoh tua, tapi sayang siawte tidak ingin menggunakan tenaga orang lain untuk membalas dendam sakit hatiku ini!".
”Sayang pada saat ini aku sipengemis tua sedang merderita luka parah " Seru Pengemis dari selatan dengan terharu. ”Kalau tidak aku pasti akan menemani dirimu pergi kesana!".
"Apa?? jadi engkoh tua menderita luka parah??” tanya Han Siorg Kie dengan alis berkerut.
"Sedikitpun tidak salah, aku termakan oleh sebuah pukulan dari Im sat si malaikat berhawa Im. Mo Sioe Ing. isi perutku telah menderita luka dan aku harus beristirahat selama beberapa bulan untuk mengobati luka ku ini!! ".
"Jadi kalau begitu tenaga lwekang yang dimiliki malaikat hawa Im tidak sampai lebih tinggi berapa banyak jika dibandingkan dengan engkoh tua ??...".
"Bagaimana kau bisa berkata demikian?? "
"Bukankah engkoh tua pernah mengatakan bahwa dibawah telapak tangan simalaikat hawa Im tak pernah melepaskan korban nya dalam keadaan hidup??.".
"Kau keliru besar"
"Aku keliru? bagaimana kelirunya?? "
"Tenaga lweekang yang dimiliki si malaikat berhawa Im Mo sioe Ing jauh tebih tinggi berapa kali lipat daripada diriku si pengemis tua tetapi ia mempunyai sebuah peraturan yang aneh, barang siapa yang sanggup menghadapi dirinya sebanyak tiga gebrakan, maka ia akan melepaskan orang itu dengan selamat, serangan yang keempat tidak nanti akan dilepaskan."
"Oooooh.. kiranya begitu" saking kagetnya Han song Kie menjerit tertahan, hatinya bergidik dan bulu kuduknya pada bangun berdiri, walau begitu tekadnya untuk bertempur melawan si malaikat berhawa Im pun semakin besar.
Dalam pada itu sipengemis dari selatan telah tundukkan kepalanya dan berpikir sebentar, kemudian katanya dengan perasaan bergolak: "Saudara cilik, maukah kau menunggu aku selama satu bulan??. "
"Menunggu dirimu selama satu bulan?? "Nantikanlah setelah luka dalamku sembuh dan
menyerahkan persoalan didalam perkumpulanku kepada orang
lain, akan kuiringi kehendakmu untuk menyerbu ke dalam Benteng Maut.".
"Engkoh Tua, terima kasih banyak atas perhatian serta kesediaanmu, biarlah aku terima didalam hati saja. Nah, siauwte mohon diri terlebih dahulu..".
Habis berkata dia enjotkan badan menembusi hutan dan meneruskan perjalanannya lewat jalan raya, sepanjang perjalanan suasana sepi dan tak nampak sesosok bayangan manusiapun, mungkin hal itu disebabkan karena si malaikat berhawa Im Mo sioe Ing sedang melakukan pembunuhan disekitar tempat itu..
setibanya didalam kota, Han siong Kie segera membeli seperangkat pakaian baru dan menukar pakaiannya yang kumal, dengan begitu tampangnya kelihatan semakin ganteng dan gagah, cuma diantara kerutan alisnya terlihat lapisan napsu membunuh yang tebal, membuat orang yang memandang jadi bergidik hatinya.
selesai berdandan ia sebera berangkat menuju kearah Benteng Maut.
Ilmu meringankan tubuh "Hoe Keng Keng-im" atau Cahaya Kilat lintasan bayangan memang suatu kepandaian yang sangat dahsyat, dalam waktu singkat sianak muda itu lelah tiba ditepi sungai. Benteng Maut dengan angker dan misteriusnya berdiri kokoh ditegah batu karang yang dikelilingi sungai.
Pintu Benteng tertutup rapat, lambang tengkorak darah yang seram dan menggidik-kan hati bertengger di depan pintu benteng.
Memandang bangunan seram itu Han siong Kie merasakan pandangan matanya berapi2, darah panas bergelora dalam dadanya, dendam berdarah atas kematian dua ratus jiwa keluarga Han dan Thio membuat ia lupa akan kelihayannya. .
Ia memperhatikan sejenak Benteng Maut yang dianggap orang sebagai istana kematian, ia kertak giginya kencang2 dan melayang kearah depan, melewati jembatan batu dan tiba didepan pintu benteng .
Tiga bulan berselang, ketika para jago dari kalangan Hek to serta Pek to menyerbu kedalam Benteng Maut, ia berserta adik angkatnya sipengemis cilik Tong hong Hwie telah menonton jalannya pertarungan itu dari atas bukit, waktu itu kendati didalam hati ada niat untuk membalas dendam tetapi tidak memiliki kemampuan untuk berbuat demikian. Dan sekarang tanpa disangka2 ia telah menemukan suatu peristiwa aneh yang mana telah merubah dirimya menjadi sese-orang yang lain. Dimana ia sanggup untuk datang mencari balas tanpa bantuan orang lain.
Pikirnya didalam hati:
"Kedatanganku kemari adalah untuk menuntut balas, kehadiranku terang2an dan ter buka, kenapa aku tidak berteriak dahulu melakukan penantangan??...
Berpikir demikian ia lantas mengepos tenaga dan berteriak dengan suara penuh kebencian:
"Tengkorak Maut orang yang datang untuk menuntut hutang darah telah datang." Berturut2 ia telah berteriak sebanyak tiga kali, namun tiada suara sahutan dari dalam benteng.
Han siong Kie mendengus dingin, sepasang telapaknya bergerak cepat dan segera melancarkan sebuah babatan dahsyat kearah pintu benteng tadi.
sejak memperoleh tenaga kekuatan dari Long Koe sangjlen, tenaga lweekang yang di miliki telah mencapai pada taraf seratus tahun hasil latihan, bisa dibayangkan sampai dimanakah hebatnya serangan yang diguna-kan dengan segenap tenaga itu
Disaat tenaga pukulannya yang dahsyat itu hampir mengenai didepan pintu Benteng Maut itu, mendadak pintu tadi terbuka kesamping diikuti segulung angin pukulan yang dingin menggulung keluar dari balik pintu Benteng.
Begitu hebat angin serangan tadi hingga serangannya yang dilancarkan dengan menggunakan segenap tenaga itu mendadak tersapu lenyap tak berkekas.
Han siong Kie jadi amat terperanjat, tanpa sadar ia mundur beberapa langkah ke belakang. Ketika berpaling kembali terlihat-lah pintu Benteng yang gelap dan lembab itu telah terbentang lebar, begitu gelapnya suasana didalam benteng itu sehingga dengan kekuatan pandangan matanya tidak berhasil juga untuk melihat keadaan di dalamnya. "Aku harus menerjang kedalam" ingatan tersebut tiba2 muncul didalam benaknya.
Ditengah bentakan keras, Han siong Kie sambil mendorong sepasang telapaknya kedepan melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat bagaikan gulungan ombak di tengah samudra, sekali lagi ia menghantam pintu benteng tersebut, disusul badannya laksana kilat berkelebat masuk kedalam benteng.
Blaaam.. ditengah suara ledakan keras. segulung desiran angin tajam yang sangat kuat meluncur keluar dari dalam benteng, begitu tajam angin serangan tersebut ketika menyentuh dibadan terasa dingin dan merasuk ketulang sum sum.
Tanpa melihat siapakah pihak lawannya tubuh Han siong Kie segera terpental mundur kebelakang sejauh lima tombak lebih, ketika kakinya menginjak permukaan bumi dengan sempoyongan badannya tergetar mundur kembali beberapa sebelum akhirnya berhasil berdiri tegak, tawa dingin segera menyerang kedalam badan membuat tubuhnya bergidik dan bersin beberapa kali.
"Eeei???" seruan kaget secara lamat2 berkumandang keluar dari dalam benteng.
Mungkin sanggulnya Han siong Kie menyambut datangnya serangan angin cukulan berhawa dingin itu tanpa terluka telah mengejutkan hati orang yang berada didalam benteng itu.
Menuntut balas atas sakit hatinya terhadap Benteng Maut adalah pikiran pertama yang menyelimuti benak sianak muda itu.
sambil memandang pintu benteng yang seram, mengerikan serta penuh diliputi kemisteriusan itu, Han siong Kie berdiri termangu2.
Tenaga lwekang yang dimiliki Benteng Maut benar2 sukar dilukiskan dengan kata2.
Didalam Benteng Maut, kecuali sipemilik Benteng itu si Tengkorak maut, apakah masih ada orang lain?? suatu tanda tanya besar.
Tengkorak darah adalah lambang dari pemilik benteng maut, sedangkan sipemilik benteng sendiri masih merupakan suatu teka teki pula bagi umat Bu lim karena belum pernah ada orang yang pernah menjumpai raut wajahnya yang sebenarnya. Kalau dikatakan ada, maka orang2 itu telah dibunuhnya dan mati semua... satu2nya orang yang berhasil lolos dari benteng Maut dalam keadaan hidup hanyalah si pengemis dari selatan serta si padri dari utara, mungkin mereka pernah menyaksikan wajah yang sebenarnya dari Tengkorak Maut. tetapi mereka sudah terikat oleh sumpah dan janji, jelas tak mungkin rahasia itu akan bocor dari mulut mereka berdua.
Dalam pada itu tekad untuk membalas dendam dari Han siong Kie sama sekali tidak berkurang karena menyaksikan kelihayan lawannya, setelah berdiri tertegun beberapa saat lamanya per lahan2 ia maju kembali masuk kedalam benteng..
Gelak tertawa yang amat keras dan sangat memekikkan telinga berkumandang keluar dari balik benteng...
Han siong Kie tergetar keras hatinya, dengan tanpa disadari olehnya langkah yang sedang maju kedepan telah berhenti di tengah jalan.
suara tertawa itu makin lama semakin keras dan semakin tajam, bagaikan ber-puluh2 bilah pisau belati ber sama2 dihujamkan ke dalam lubang telinganya.
Han siong Kie merasakan darah panas di dalam rongga dadanya bergolak kencang, ia kaget dan sebera mengerti akan mara bahaya yang sedang mengancam, hawa murninya dengan cepat disalurkan dari pusar menuju keseluruh penjuru badan. Bentaknya dengan suara yang keras laksana geledek:
"Tengkorak maut ayoh menggelinding ke luar dan serahkan nyawamu"
suara tertawa itu mendadak berhenti, suasana seketika diliputi keheningan serta kesunyian, sama seperti tidak nampak sesuatu gerakan apapun.
Han siong Kie dibawah pengaruh kobaran api dendam dan rasa benci yang meluap tak sanggup untuk bersabar lebih jauh, sekali lagi ia membentak keras: "Tengkorak maut siauw ya datang kemari untuk menginjak rata benteng setanmu ini. " suara tertawa dingin yang sinis dan penuh perasaan memandang rendah bergema keluar dari dalam benteng diikuti serentetan suara yang dingin menyeramkan berkumandang keluar:
"Bangsat cilik, kau adalah orang pertama yang berani menantang Benteng maut untuk menuntut balas, memandang diatas keberanianmu yang terpuji ini aku suka mengampuni selembar jiwa kecilmu. Nah ayo cepat enyah dari sini" suara peringatan itu se akan2 muncul dari daerah sekeliling sana namun tak sesosok bayangan manusiapun yang kelihatan muncul di tempat itu.
Dengan gusar Han siong Kie mendengus ketus: "Hmmm? Tengkorak maut mengapa kau tidak berani
unjukkan dirimu ??"
"Heeeh... heeeeah dikolong langit belum ada orang yang berhak untuk memaksa lohu unjukkan diri"
"Tengkorak maut, hutang darah harus bayar darah, hari kiamatmu telah tiba. "
"Tutup mulutmu Hardik suara tadi dengan ketus. Bocah cilik yang tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, sepanjang hidupku loohu sudah banyak membunuh orang tetapi semua orang yang kubunuh adalah manusia2 yang patut dibasmi dari muka bumi. "
"Kentut busuk makmu keluarga Han "
"Bicara tidak sopan Hmmm itulah artinya mencari kematian buat diri sendiri, hey bocah tak tahu diri jangan salahkan kalau loohu akan bertindak keji"
Bersamaan dengan selesainya ucapan itu bergelegar disisi telinga, segulung angin pukulan berhawa dingin segera menggulung keluar dari balik pintu benteng. Han siong Kie pernah merasakan kelihayan dari angin pukulan berhawa dingin, wajahnya segera berubah hebat sambil menghimpun segenap tenaga yang dimiliki-nya ia balas melancarkan sebuah babatan ke arah depan ....
Blaaaaam angin pukulan saling membentur satu sama
lainnya, terasalah hawa pukulan yang dilancarkan pihak lawan begitu hebat dan mantap. bahkan mengandung hawa dingin yang menusuk tulang membuat orang susah bernapas dan dada terasa jadi sesak.
Ditengah ledakkan dahsyat, Han siong Kie merasakan badannya bagaikan tersambar guntur darah panas bergolak dalam dadanya membuat kepalanya pusing tujuh keliling dan pandangan matanya ber-kunang2 dengan sempoyongan badannya mundur delapan depa ke belakang kemudian setelah berhasil berdiri tegak dari mulutnya muntah keluar darah segar.
" Keparat cilik" suara si Tengkorak maut yang dingin dan menyeramkan itu kembali berkumandang keluar "Tidak aneh kalau kau begitu jumawa dan tekebur, kiranya kau masih punya sedikit simpanan juga. Hmm.. kau adalah satu2nya orang yang sanggup menerima datangnya angin pukulan "Han Pok Ciang" dari loohu tanpa menemui ajalnya tetapi...
walaupun begitu masih terpaut jauh kalau kau ingin mengandalkan kepandaian-mu itu untuk membalas dendam, sekarang aku akan memberikan kesempatan yang paling akhir bagimu untuk mengundurkan diri dari sini, cepat enyah"
Air muka Han siong Kie berubah jadi merah padam bagaikan darah, dengan pandangan nanar dan wajah menyeringai seram ia mendengus dingin, teriaknya:
"Tengkorak Maut, beranikah kau unjukan diri untuk bertempur mati-matian melawan siau-ya??"
"Kau belum pantas untuk berbuat demikian:" Api dendam dan rasa benci membakar dada Han siong Kie, ia telah melupakan akan keselamatannya. Dengan suara serak teriak.
"Tengkorak maut, pada suatu hari aku akan datang untuk menginjak rata Benteng maut- mu ini, akan kuhancur leburkan tempat mu ini agar kau tiada tempat untuk bermukim.. "
"Heeeh... heeeh... heeeh... apakah kau mempunyai kesempatan untuk berbuat begitu??".
"Asal aku tidak mati, aku bisa datang kemari untuk berbuat demikian..".
"Tetapi sayang seribu kali sayang, saat kematianmu telah tiba. loohu sudah dua kali mengampuni jiwamu tetapi kau masih saja tak tahu diri dan kini..".
"Sekarang bagaimana??"
"Mengingat kau adalah seorang angkatan muda yang berdarah panas, kuhadiahkan sebuah bangkai yang utuh".
Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, sebuah angin pukulan yang maha hebat laksana gulungan ombak ditengah samudra meluncur datang kembali.. begitu dahsyat serangan yang dilancarkan itu hingga siapa pun yang melihat hatinya pasti akan ikut merasa bergidik.
Dalam keadaan sehat belum tentu Han siong Kie dapat menyambut datangnya serangan yang sangat hebat itu, apalagi didalam keadaan terluka parah...di tengah jeritan ngeri yang menyayatkan hati, tubuhnya terpental ketengah udara dan meluncur ke arah tengah sungai.
Pluung.. ombak menggulung dan bunga air bermuncratan ke empat penjuru, dalam sekejap mata bayangan tubuh si anak muda itu sudah tertelan ditengah ombak dan lenyap tak berbekas. Pintu depan Benteng Maut yang hitam pekat dan berat per lahan2 menutup kembali.
suasana di sekeliling tempat itu pulih kembali dalam kesunyian dan keheningan, seakan2 tak pernah terjadi suatu peristiwa apapun ditempat itu...
Dalam pada itu Han siong Kie yang terlempar kedalam sungai segera jatuh tak sadarkan diri
Menanti ia sadar kembali dari pingsannya dan membuka sepasang matanya, terasalah bau harum semerbak berhembus lewat di sekitar tempat itu, rupanya ia sedang berbaring diatas sebuah pembaringan yang jangat indah dengan kelambu yang tipis dan sprei bersulamkan bunga.
Ditinjau dari keadaan disekeliling sana, jelas kamar itu adalah tempat tidur dari seorang wanita. Ingatan pertama yang muncul didalam benaknya adalah:
"Aku telah tertolong, jiwaku masih tetap hidup didalam tubuhku dan aku tidak sampai terkubur diperut ikan... harapanku untuk membalas dendam masih ada. Tanpa sadar ia bergumam seorang diri. "Aku belum mati, aku belum mati..."
"Benar siangkong, kau belum mati " serentetan suara yang merdu menyambung dari sisi tubuhnya, Han siong Kie terperanjat dan segera alihkan sinar matanya kes isi pembaringan, tampaklah di depan toilet duduk seorang gadis muda, rupanya ucapan tadi adalah berasal dari mulutnya.
Dalam benaknya segera timbul ingatan kedua.
"Aku telah tertolong oleh seorang gadis, oooh perempuan... perempuan..."
Hatinya terasa amat sedih sekali, sebab dalam benaknya ia merasa amat benci dan muak terhadap kaum wanita karena ibunya si siang Goo cantik ong coei Ing tanpa memikirkan dendam kesumat keluarganya yang sedalam lautan telah kawin lagi dengan Thian chee kauwcu, oleh sebab itu ia amat membenci seluruh perempuan yang ada di kolong langit.
si anak muda itu sebera mendengus dan bangun dari tidurnya. terasa seluruh tulang dan persendian tubuhnya amat sakit bagaikan patah, hawa dingin yang menggidikkan menyusup keluar dari balik jalan darah menyebar keseluruh tubuhnya.
Ia sadar bahwa racun dingin dari angin pukulan "Han Pok Ciang" yang dilancarkan pemilik benteng Maut telah bersarang didalam tubuhnya.
Ia tak tahu bahwa berkat tenaga lweekang yang diperolehnya dari kura2 sakti serta sumber air mujarab yang telah mengganti tulang dan kulitnya, ia baru selamat lolos dari bahaya maut kendati harus menerima dua buah pukulan yang maha dahsyat, berganti orang lain niscaya sedari dulu jiwa- nya telah melayang meninggakan raganya.
"siangkong, kau tak boleh bangun" gadis itu kembali berseru dengan nada merdu.
Han siong Kie tidak ingin menerima belas kasihan lawannya, sambil berkeras kepala ia berusaha untuk bangkit dari tempat tidurnya. "Nona, apakah kau yang telah menolong cayhe?? " tegurnya ketus.
"Bukan bukan aku yang menolong..". "Lalu siapa??..".
"Nona kami yang telah menyelamatkan selembar jiwamu".
"ooooh siapakah nama nonamu itu?? bolehkah kau beritahukan kepadaku.".
"Nonaku bernama Aaah, itu dia telah datang"
Terlihatlah horden disingkap orang disusul munculnya sesosok bayangan tubuh yang ramping melangkah masuk ke dalam kamar. Han siong Kie segera merasakan jantungnya berdebar keras, ia merasa wajahnya berubah jadi merah padam dan rikuh sekali, andaikata disana ada lubang ingin sekali ia menerobosnya kedalam.
"Swi siang, bagaimana keadaan siangkong itu " terdengar gadis ramping yang barusan masuk itu menegur.
Dayang yang bernama swie siang dan selama ini berada didalam kamar itu sebera menyahut:
"Siangkong telah sadar kembali ia sedang menanyakan diri nona..."
"Ehmm, sudah tahu, cepat ambillah kuah bunga teratai dan berikan kepada siangkong"
Mendengarkan ucapan yang merdu bagaikan kicauan burung nuri itu Han siong Kie merasakan jantungnya berdebar semakin keras, saking gelisahnya keringat dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya tanpa memperdulikan rasa sakit yang menyerang tubuhnya lagi ia sebera merangkak bangun dari atas pembaringan.
Mendadak pandangan matanya terasa cerah dihadapan mukanya berdirilah seorang gadis muda berbaju hijau yang amat cantik, sepasang biji matanya yang jeli dengan kemalu2an sedang menatap kearahnya tanpa berkedip.
Han siong Kie merasa hatinya bergetar semakin keras, buru2 ia tundukkan kepala-nya rendah2, Terlihatlah pakaian yang dikenakan olehnya telah ditukar dengan seperangkat pakaian baru.
Untuk kesekian kalinya sianak muda itu berdiri tertegun, akhirnya sambil menggertak gigi tanyanya:
"Apakah nona yang telah menolong cayhe???" "sedikitpun tidak salah, kejadian itu hanya berlangsung secara kebetulan saja, harap siangkong tak usah memikirkannya didalam hati. "
"Tolong tanya siapakah nama nona??".
"Aku bernama Go siauw Bie, dan siangkong?? siapa namamu???"
Teringat bahwa gadis yang berada dihadapannya adalah orang yang telah menyelamatkan jiwanya, terpaksa Han siong Kie menjawab sejujurnya:
"Cayhe she Han bernama siong Kie"
"ooooh, kiranya Han siangkong? kenapa sih kau tercebur kedalam sungai???"
"Tentang soal ini, tentang soal ini cayhe telah bertempur melawan seseorang dan kurang beruntung aku menderita kalah dan terluka lalu dilemparkan kedalam sungai... untung jiwa cayhe berhasil diselamatkan oleh nona, dikemudian hari cayhe pasti akan membalas budi kebaikan ini, dan sekarang.. cayhe ingin mohon diri terlebih dahulu..".
Belum habis ia berkata, dayang tadi dengan wajah berseri- seri telah muncul kembali didalam kamar sambil membawa semangkok kuah bunga teratai, ujarnya sembari meletakka mang kok tadi keatas meja: "siangkong, silahkan. "
Han siong Kie merasakan wajahnya semakin panas membara, jantungnya berdebar keras setelah gelagapan beberapa saat lamanya ia baru berseru:
"Cayhe masih ada urusan lain yang harus dikerjakan dengan cepat, karena itu. karena itu aku ingin mohon diri terlebih dahulu" Mendengar perkataan itu GosiauwBits tertawa hambar: "Han siangkong, lukamu belum sembuh betul dan tidak baik untuk dibuat melakukan perjalanan, beristirahatlah beberapa hari dulu disini kemudian baru berangkat."
"Tidak Tidak maksud baik nona biarlah cayhe terima didalam hati saja, dikemudian hari aku akan membalas budi kebaikanmu itu"
"Han siangkong, kenapa kau mesti membicarakan soal balas budi segala macam persoalan yang tak berguna??? apakah kau tidak merasa terlalu pandang rendah diriku?? Tempat ini adalah pesanggrahan yang dimiliki mendiang ayahku, orang asing tak akan berani masuk ketempat ini. aku rasa disinilah merupakan tempat yang paling cocok untuk merawat luka. sudahlah...kau tak usah memikirkan yang bukan2 lagi".
"Ayahmu adalah ".
"Ketua dari perkumpulan Pat Gie Pang. Go Yoe Too" sahut Go siauBie dengan wajah sedih.
Mendadak Han siong Kie teringat kembali akan peristiwa yang dijumpainya sewaktu ia berada didalam tandu tiga bulan berselang, tanpa sadar segera serunya:
"Apakah ayahmu dibunuh oleh si kupu2 warna warni Lie In hiang sang Tongcu dari perkumpulan Thian chee kauw??".
"Dari mana siangkong bisa mengetahui akan hal ini??" tanya Go siauw Bie dengan hati terkesiap. badannya tanpa sadar mundur selangkah kebelakang, sepasang biji matanya terbelalak lebar2.
"Tiga bulan berselang cayhe telah menyaksikan sendiri Kang lam Ciet Keay tujuh pendekar aneh dari Kang lam menuntut balas terhadap diri si kupu2 warna warni Lie In hiang, dari pembicaraan mereka cayhe dengar bahwa ketujuh orang pendekar itu sedang menuntut keadilan bagi mendiang ayahmu, sungguh celaka " "Benar, Kanglam Chiet Keay adalah sahabat karib dari mendiang ayahku" seru Go siauw Bie sambil menggertak giginya, "Sungguh tak nyana mereka mati berceceran ditengah jalan raya, dendam kesumat berdarah yang dalamnya melebihi samudra ini aku Go siauw Bie bersumpah hendak menuntut balas, Kalau tidak bagaimana aku bisa menghibur sukma ayahku serta ketujuh orang paman yang telah berada dialam baka".
Mendengar sampai disini, satu pikiran dengan cepat berkelebat didalam benak Han siong Kie, batinnya:
"si kupu2 warna warni Lie In Hiang pernah menangkap diriku bahkan memerseni pula dua kali tempelengan dipipiku, bagaimana-punjuga hutang piutang ini harus kutuntut balas, ketapa aku tidak berusaha untuk menangkap dirinya kemudian diserah-kan kepada Go siauw Bie?? hitung-hitung kubalas budi pertolongannya menyelamatkan jiwaku, dengan demikian bukankah antara kami tidak saling hutang?? Benar ini adalah suatu ide yang sangat bagus, aku harus selekasnya melakukan tindakan ini"
setelah mengambil keputusan didalam hatinya terasalah pikiran dan perkataan pemuda itujauh lebih enteng beberapa bagian.
"Siangkong, kuah teratai itu sudah hampir dingin" tiba2 terdengar swie sian si dayang menyela. " Cepatlah dimakan untuk mengisi perut, kau sudah dua hari tidak makan tidak minum."
"Dua hari?? aku telah berbaring dua hari disini??" seru Han siong Kie tertegun.
"Sedikitpun tidak salah " sambung Go siauw Bie dengan cepat.
Han siong Kie merasa hatinya semakin sedih lagi, ia sangat membenci kaum wanita, tetapi justru perempuanlah yang telah melepaskan budi kebaikan kepadanya, ia merasa kepalanya pusing tujuh keliling dan seolah2 duduk di atas jarum, sedetikpun tidak terasa tenteram.
Buru2 ia bangun berdiri dan menjura. "Nona Go, cayhe hendak mohon diri" katanya.
"Han siangkong, mengapa kau ter buru2 hendak meninggalkan tempat ini??..." tanya Go siauw Bie dengan sedih, sekilas perasaan aneh berkelebat diatas wajahnya.
"Cayhe masih ada urusan penting hendak dikerjakan..". "Tetapi luka dalam yang kau derita toh belum sembuh
sekali??..".
"Tidak mengapa luka kecil yang kuderita bukan merupakan satu persoalan yang penting. Budi kebaikan nona di kemudian hari pasti akan kubalas". Habis berkata ia segera putar badan dan berlalu.
Bibir Go siauw Bie bergetar seperti mau mengucapkan sesuatu, tetapi ia merasa tidak enak untuk menghalanginya, maka dengan rada sedih segera ujarnya: "Han siangkong, apakah kita dapat saling berjumpa lagi??".
"Mungkin bisa "jawab sianak muda itu sekenanya. "Nona, baik2lah berjaga diri, selamat tinggal."
Ketika ucapan terakhir diutarakan keluar, tubuhnya sudah berada didepan pintu kamar.
"Swie Sian, hantar Han Siangkong keluar. "
"Baik" Swie Sian mengiakan dan segera berialu dari ruangan.
Dengan berjalan didepan Han siong Kie, dayang itu membawa pemuda tersebut melewati serambi panjang dan menuju ketempat luar. Dari arah belakang terdengar Go siauw Bie menghela napas panjang. Han Siong Kiepura2 tidak mendengar, dengan kepala tertunduk ia berjalan mengi-kuti dibelakang dayang tadi, tidak selang beberapa saat kemudian sampailah dia diluar pintu.
Tampaklah diluar pintu terpancang sebuah papan nama yang bertulisan beberapa huruf: Pesangrahan "Teng To Siauw coe" segera pikirnya didalam hati:
"Sungguh indah nama pesangrahan ini. " Iapun berpaling dan berkata: "Nona, silahkan kembali tak usah menghantar lebih jauh lagi..."
"Huuuh "Swie Siam mencibirkan bibirnya. "Han siang kong, kau telah mengecewakan nona kami. "
Tergetar keras hati Han Siong Kie, buru tukasnya:
"cayhe masih mampu untuk membedakan mana budi dan mana dendam, siapa yang pernah melepaskan budi kepadaku suatu ketika pasti akan kubalas. Selamat tinggal".
Sambil enjotkan badannya, laksana kilat yang bergeletar diangkasa badannya segera meluncur kearah depan.
Tidak jauh dari luar pintu artalah sungai besar, rupanya pesanggrahan "Teng To Siauw coe " ini didirikan ditepi sungai yang berdekatan dengan jalan raya.
Sepanjang perjalanan mengikuti tepi sungai, benak Han Siong Kie diliputi oleh pelbagai persoalan yang merumitkan otaknya.
-ooodw0kzooo-
BAB 07
KEPANDAIAN silat yang dimiliki Tengkorak Maut luar biasa dahsyatnya, untuk membalas dendam kecuali ia berhasil menemukan kitab pusaka sarung tangan Budha "Hoed Chiu Poo Pit" sebelah lain yang ditinggalkan Leng Koe sangjlen dan berhasil melatih ilmu sakti see Mi sinkang. Tetapi kejadian ini sukar ditemui dan harapannya tipis sekali.
sepuluh tahun berselang ketika keluarga-nya menghadapi bencana, hanya ibunya yang tidak mati, inipun merupakan suatu teka-teki yang belum terpecahkan hingga kini, apa sebabnya Tengkorak Maut hanya meninggalkan dia sendiri untuk melanjutkan hidup,nya?
Thio susiok rela mengorbankan jiwa putranya untuk menyelamatkan selembar jiwanya, budi kebaikan ini tinggi bagaikan gunung Thay san sedang dia sendiri ikut menemui bencana dan mati.
sesaat sebelum membunuh diri Thio susiok telah berkata bahwa kesemuanya itu adalah perintah gurunya, bahkan ber kali2 peringatkan dirinya agar jangan membalas dendam dan tak boleh mengubur tengkorak manusia itu apa sebabnya??.. apa sebabnya??.. apakah dia menganggap bahwa musuhnya terlalu lihay dan tipis sekali harapannya untuk membalas dendam??"
Makin dipikir kepalanya terasa semakin pusing hingga sakit sekali dan mau meledak rasanya.
sesosok bayangan yang ramping dengan raut wajah yang cantik terlintas didalam benaknya. itulah bayangan tubuh dari GosiauwBie.
Tanpa terasa ia men-depak2 kakinya ke atas tanah, gumamnya seorang diri:
"Mengapa aku bisa memikirkan dirinya?? oooh perempuan, perempuan.. makhluk yang paling kejam dikolong langit Tidak... tidak aku harus melupakan dirinya, aku harus secepatnya menemukan musuh besar-nya dan membalas budi kebaikan yang telah ia lepaskan terhadap diriku, agar kita masing2 tidak saling berhutang" Iapun teringat kembali akan saudara angkatnya si pengemis cilik Tong hong Hwie. sisi jalan raya terbentang sebuah hutan yang amat lebat. Dalam pusingnya Han siong Kie segera meluncur masuk kedalam hutan itu dan duduk beristirahat disuatu tempat yang sunyi guna mengobati luka dalam yang diderita-nya.
Dengan mengandalkan tenaga lweekang hasil latihan seratus tahun yang diperolehnya dari Leng Koe siangjin ditambah pula sumber air mujarab yang telah cuci darah pengganti tulang tubuhnya tidak sulit bagi sianak muda itu untuk mengobati luka dalamnya yang sudah separuh sembuh itu.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian ia telah menyelesaikan latihannya, luka yang dideritapun sudah sembuh kembali seperti sedia kala. Han siong Kie pun bangkit berdiri siap berlalu.
Mendadak serentetan suara teguran berkumandang datang dari belakang tubuhnya:
"Jangan bergerak" diikuti sebuah telapak tangan telah ditempelkan diatas jalan darah "GiokJan-hiat" pada batok kepalanya.
suara bentakan itu nyaring dan merdu jelas berasal dari mulut seorang wanita.
Betapa terkejutnya hati Han siong Kle sehingga sukar dilukiskan dengan kata2, rupanya perempuan itu sudah lama mengincar dan mengawasi gerak geriknya, tetapi apa maksud sebenarnya dari pihak lawan?
Dirinya belum lama terjunkan diri kedalam dunia persilatan, tak pernah mengikat dendam sakit hati dengan siapapun, andaikata perempuan itu ada maksud mencelakai jiwanya bukankah ketika ia sedang menyembuhkan lukanya tadi merupakan kesempatan yang paling baik untuk turun tangan?? asal sebuah jari tangannya ditotokkan keatas tubuhnya niscaya ia bakal putus nyawa dan mati. Terdengar perempuan itu tertawa terkekeh-kekeh, kemudian menegur:
"Apakah kau bernama Han siong Kie ???"
si anak muda itu merasa amat terperanjat, segera pikirnya: "sungguh aneh, dari mana ia bisa tahu akan namaku??? "
Berpikir demikian iapun lantas menyahut dengan suara dingin lagi ketus.
"Kalau benar mau apa??"
"Apakah ayahmu bernama Han see Wie??"
Han siong Kie merasa hatinya terkesiap. jelas asal usul perempuan ini mencurigakan sekali maka bentaknya keras2: "siapa kau??? "
"Aku?? Hiiih hiih hiih , . . aku bernama Yon sim Jien." "Apa?? namamu orang yang ada maksud? " "sedikitpun tidak salah".
"Kau bohong nama itu tidak mirip dengan nama seorang manusia."
"Percaya atau tidak, terserah pada diri sendiri" "Apa yang siap hendak kau lakukan?? "
"Jawab semua pertanyaan yang kuajukan kepadamu, benarkah ayahmu bernama Han see Wie??"
Dalam benak Han siong Kie kembali terlintas pemandangan seram dalam perkampungan Keluarga Han. dimana ayahnya menggeletak mati didalam ruang tamu.
Dua ratus orang anggota keluarganya kecuali ibunya tak seorangpun yang lolos dalam keadaan hidup.
Peristiwa tragis itu sudah terjadi belasan tahun berselang dan kalau didengar dari nada suara perempuan itu jelas masih muda, tapi dari mana ia tahu dari mana ia bisa tahu asal usulnya??Jangan2 dia adalah...
Berpikir sampai disitu tanpa terasa hatinya bergidik dan bulu kuduknya pada bangun berdiri sambil menggertak gigi sekali lagi bentaknya: "Sebenarnya siapa kau ??? "
"Yoe sim Jien si manusia yang ada maksud.." "Kalau kau berani bohongi lagi aku"
"Kau ingin apa??? "
" Kubunuh kau saat ini juga "
"Hiiih hiiiih hiiiih mampukah kau berbuat begitu?? sekarang selembar jiwamu telah di ujung telapakku "
Tanpa sadar Han siong Kie tarik napas dingin, serunya dengan nada gemas: "Utarakan maksud tujuanmu aku ingin tahu apa yang kau kehendaki terhadap diriku"
"Aku ingin tahu apakah kau keturunan dari Han see Wie??" "sedikitpun tidak salah kau mau apa??"
"Bagus sekali aku hendak memerintahkan dirimu janganlah sekali2 mencari pemilik Benteng Maut untuk membalas dendam"
"Hmm kenapa aku tak boleh membunuh bajingan itu??" dengus Han siong Kie dengan penuh bencian.
"sebab pemilik Benteng Maut bukanlah musuh besarmu" Jantung Han siong Kle terasa berdebar dengan kerasnya,
kalau ditinjau dari nada ucapan itu rupanya Yoe simJiem si
manusia yang ada maksud ini kemungkinan besar adalah anak buah Benteng Maut yang sengaja membohongi dirinya agar mengurungkan niatnya untuk membalas dendam.
-000Dewi0kz000-