Jilid 14
SUARA langkah manusia menggema memenuhi seluruh ruangan, ketika Ong Bun kim mendongakkan kepalanya, tampaklah seorang kakek berbaju abu-abu dibawah iringan empat orang Manusia tanpa sukma berjalan masuk ke dalam ruangan istana tersebut.
Dengan sorot mata tajam wakil ketua perguruan itu menyapu sekejap sekeliling tempat itu, kemudian serunya dengan dingin:
"Bangun semua!"
"Terima kasio Hu-buncu!"
Dengan penuh rasa hormat sekali manusia tanpa sukma bangun berdiri dan mundur ke samping".
Hawa amarah mulai menyelimuti seluruh wajah Ong- Bun-kim.
Ketika sorot mata Hu-buncu itu dialihkan ke atas wajah pemuda tersebut, tiba-tiba ia tertawa sambil berkata.
"Kaukah yang bernama Ong Bun-kim?"
"Aku rasa tak akan salah lagi!" sahut pemuda itu sambil tertawa dingin tiada hentinya.
Hu-buncu pun tertawa dingin, kembali katanya: "Dengan usia semuda itu ternyata sanggup menggetarkan seluruh dunia persilatan, kau memang tak malu disebut seorang jagoan angkatan muda dari dunia persilatan!"
"Terlalu memuji, tolong tanya apakah Bun-cu kalian malu untuk berjumpa dengan orang?"
Paras muka wakil ketua itu berubah hebat.
"Saudara apa maksudmu mengucapkan kata kata semacam itu?" tegurnya dengan nada tak senang.
"Tidak bermaksud apa apa, aku hanya heran, kalau bukan lantaran malu berjumpa dengan orang, kenapa ia tidak munculkan diri untuk menjumpai diriku?"
Kontan saja Hu buncu dari Yu leng-bun itu tertawa dingin tiada hentinya.
"Heeehh heeehh heeehh dengan kedudukanmu dalam
persilatan, masih belum pantas untuk berjumpa muka dengan Bun-cu kami!"
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, sambil tertawa dingin jengeknya.
"Lantas siapakah yang pantas untuk menjumpainya?" "Sulit sekali untuk dibicarakan!" Ong Bun-kim tertawa
sinis, katanya kemudian:
"Kalau begitu ada persoalan apa kalian mengundangku kemari? Kenapa tidak diutarakan saja secara terus terang?"
Hu buncu dari perguruan Yu leng bun itu tertawa terbahak bahak.
"Haaah haaahh haaahh.. ...saudara benar-benar seorang manusia berjiwa terbuka yang bermulut tajam." Senyuman diujung bibirnya mendadak lenyap tak berbekas, kemudian ujarnya lagi.
"Adapun maksud kami mengundang kehadiranmu kemari, karena ada sedikit urusan penting yang hendak dirundingkan denganmu!"
"Persoalan apa yang hendak dirundingkan"
"Sudah lama Buncu perguruan kami mendengar akan nama besarmu, maka sengaja beliau mengundang kedatangan saudara kemari untuk..."
"Minta kepadaku untuk bergabung dengan perguruan kalian?"
"Bergabung sih tak berani, kami hanya mengharapkan suatu kerja sama, asal kau bersedia untuk kerja sama dengan kami, jika suatu ketika usaha kita berhasil maka hasilnya kita bagi secara adil"
0000OdwO0000
BAB 42
KEMBALI Ong Bun kim tertawa dingin. "Heeehhh....heeehh....heeehhh.... sayang sekali aku tidak mempunyai ambisi sebesar ini!"
Agaknya pihak lawan sana sekali tidak dibuat gusar oleh jawaban dari Ong Bu kim tersebut, sambil tertawa ewa kembali katanya.
"Penolakan anda sudah berada dalam dugaan Buncu kami, cuma apakah saudara ingat akan..."
*"Dewi mawar merah masudmu?" tukas pemuda itu sambil mendengus.
"Betul!" "Sekarang ia berada dimana?"
"Tentu saja berada dalam perguruan kami!" "Sudah mati atau masih hidup?"
Orang itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh hsaahhh.. ..haaahhh kau terlalu memikirkan yang bukan-bukan, masa, ia bakal mati?"
"Aku ingin bertemu dengannya!" "Boleh saja!"
Dengan suara dalam dan berat Hu Buncu berseru:
"Tongcu bagian penyampaian perintah, siap terima perintah!"
"Tecu siap menerima perintah!"
Dari depan istana berkelebat keluar seorang manusia tanpa sukma dan berdiri dengan penuh hormat didepan wakil ketuanya.
"Sampaikan perintah kepada Tongcu bagian penyiksaan agar menghadap kemari!"
"Baik!"
Selesai menyahut, ia putar badan dan berjalan menuju ke ruang batu lainnya.
Ong-Bun-kim yang mendengar ucapan tersebut merasakan hatinya bergetar keras, rasa ngeri dan seram melintas diatas wajahnya, siapakah Tongcu bagian siksa itu? Apakah dia adalah Dewi mawar merah?
Tidak, tidak mungkin, hal ini tidak mungkin terjadi.
Tuan penolong dari Dewi mawar merah ketua perkumpulan Hui yan pang serta segenap aaggota perguruannya telan tewas ditangan orang-orang tanpa sukma, tak mungkin ia akan menggabungkan diri dengan perguruan Yu leng bun.
Lantas siapa pula Tongcu ruang bagian siksa?
Belum habis ingatan tersebut melintas dalam benak Ong Bun kim, mendadak terdengar suara langkah manusia berkumandang memecahkan keheningan, ketika ia berpaling, anak muda tersebut segera menjerit tertahan, dadanya seperti dihantam dengan martil berat, sekujur tubuhnya kontan saja bergetar keras.
Terlihatlah si Dewi mawar merah diiringi dua orang Manusia tanpa sukma dan Tongcu bagian penyampaian perintah muncul dari balik sebuah ruangan batu dan berjalan menuju ke ruang tengah.
Peristiwa yang sama sekali diluar dugaan ini segera juga menggetarkan hati Ong Bun kim.
Dengan langkah yang lemah gemulai Dewi mawar merah berjalan ke hadapan wakil ketua dari perguruan Yu leng-bun itu, setelah memberi hormat katanya:
"Lapor Hu-buncu, ada persoalan apa kau mengundang kehadiranku?"
"Yap tongcu, Sahabatmu Ong tayhiap datang menjengukku?"
"Oya..."
Pelan-pelan Dewi mawar merah mengalihkan sorot matanya ke wajah Ong Bun-kim, lalu dengan paras muka berubah sapanya sambil tertawa.
"Ong Bun-kim kau masih kenal dengan aku Yap Soh cu?" Tak terlukiskan rasa kaget dan gusar Ong Bun kim menyaksikan kejadian tesebut, dia berusaha keras menekan perasaan marahnya, lalu jawabnya agak ketus:
"Tentu saja aku masih kenalimu!" "Baik-baikkah selama ini?"
"Terima kasih banyak atas perhatianmu!"
Dewi bunga mawar mulai tertawa cekikikkan, suara tertawanya membawa nada kalap yang menyeramkan.
Secara tiba-tiba Ong Bun-kim merasa bahwa perempuan itu se-olah-olah telah berubah menjadi seorang perempuan yang lain. seorang perempuan keji yang mengerikan.
Senyuman dibibir Dewi mawar merah mendadak lenyap tak berbekas, kemudian serunya:
"Ong Bun kim, kau tidak menyangka bukan kalau aku telah menggabungkan diri dengan perguruan Yu leng bun?"
"Kau kau benar-benar telah bergabung dengan perguruan Yu leng bun ?"
"Benar !" "Kau..."
Hampir meledak dada Ong Bun kim saking gusarnya, untuk sesaat ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
"Bukankah aku baik-baik saja?" kata Dewi mawar merah sambil tertawa lebar.
"Kau... kau..."
"Ehh kenapa kau menjadi marah? Ong Bun kim, kami sengaja mengundangmu kemari karena ada sedikit persoalan yang hendak dirundingkan denganmu..." Ong Bun kim tertawa seram, suara tertawa yang keras itu segera memotong ucapan Dewi mawar merah yang belum habis, hardiknya dengan suara seperti geledek.
"Kau suruh akupun bergabung dangan perguruan Yu- leng bun?"
"Betul!"
"Dewi mawar merah, rupanya aku telah salah menilai akan dirimu!"
"Tidak, kau sama sekali tidak salah menilaiku!"
"Kau sudih mslupakan dendam berdarah dari gurumu?" Paras muka Dewi mawar merah berubah hebat.
"Tidak melupakan..." "Lantas kau..."
"Aku telah bertemu dengan Yu-leng lojin, aku tahu bahwa Yu-ieng lojin adalah seorang yang baik sekali."
"Apa? Kau bilang apa?"
"Yu leng lojin adalah seorang manusia berbakat yang berilmu tinggi, ia berhati bajik dan penuh welas kasih, apa yang dipikirkan selama ini hanyalah bagaimana caranya menolong umat manusia didunia, dia adalah seorang yang baik sekali, aku mengaguminya, akupun menaruh hormat kepadanya, oleh karena itu aku bersedia masuk menjadi anggota perguruannya."
"Dewi mawar merah, kau..." saking marahnya Ong Bun kim sampai tak sanggup melanjutkan kata-katanya.
"Oleh karena itulah aku minta kepadamu untuk bergabung dengan perguruan Yu leng bun, mari kita bersama-sama merajai dunia persilatan,.," ujar Dewi mawar merah lebih jauh. "Kentut busuk !" bentak Ong Bun kim dengan gusarnya.
Dewi mawar merah sama sekali tidak menjadi marah, ia masih tetap tertawa lebar.
"Ong Bun kim!" demikian katanya, "Aku berbuat demikian adalah demi kebaikanmu..."
"Dewi mawar -merah!" bentak Ong Bun kim sangat gusar, "apakah kau sudah lupa akan budi pemeliharaan dan didikan dari gurumu selama puluhan tahun ini? Kenapa kau rela menggabungkan diri dengan perguruan dari musuh besarmu sendiri ?"
"Padahal berbicara sesungguhnya, dia sendirilah yang pantas dibunuh bukan ketua perguruan Yu-leng bun..."
"Apa? Kau bilang apa?"
Sekujur badan Ong Bun kim gemetar keras ia sudah tak dapat mengendalikan lagi kobaran hawa amarah yang berkobar dalam dadanya.
"Padahal Hian ih li-hiap (pendekar wanita berbaju hitam) lah. pembunuh yang sesungguhnya." ujar Dewi mawar merah lagi dengan suara dingin.
"Apa? Kau perempuan rendah yang tak tahu malu..."
Ong Bun kim tak mengendalikan kobaran hawa amarahnya lagi, sambil membentak gusar ia menerjang ke arah Dawl mawar merah, telapak tangan kanannya diayun dan sebuah pukulan telah dilepaskan.
Serangan yang dilancarkan Ong Bun kim dalam keadaan gusar ini betul-betul cepat seperti sambaran kilat, kehebatannya tak boleh dianggap enteng. .
"Tahan!" bentak Dewi mawar merah dengan suara dingin. Telapak tangan kanannya diayunb ke depan membedndung serangan adari Ong-bun-kibm, lalu tubuhnya melompat mundur tujuh delapan langkah dari tempat semula.
Hawa napsu membunuh yang amat tebal telah menyelimuti seluruh wajah Ong Bun-kim, kembali bentaknya.
"Dewi mawar merah, aku hendak mewakili gurumu untuk membunuh kau!" Dewi mawar merah tertawa dingin.
"Ong Bun kim, apakah kau tidak bersedia mendengarkan nasehatku yang baik ini..."
"Kau perempuan sialan yang melupakan kebaikan orang, aku bersumpah hendak membunuhmu sampai mati!"
"Ong Bun-kim, kenapa kau menolak arak kehormatan dan memilih arak hukuman."
Saking marah dan mendongkolnya, sekujur tubuh Ong Bun kim bergetar keras, sambil membentak tubuhnya menerjang ke arah Dewi mawar merah dengan kecepatan luar biasa, suatu pukulan dahsyat yang mengerikan segera dilontarkan keluar.
Desingan angin tajam yang luar biasa dan mengandung hawa pembunuh dari Ong Bun-kim itu secepat kilat menggulung tubuh Dewi mawar merah, yang mana membuat gadis itu berubah muka.
Telapak tangan kenanya diputar untuk menangkis ancaman lawan, sementara tubuhnya berkelebat menyingkir ke samping.
Ong Bun-kim tak sudi melepaskan kesempatan tersebut dengan begitu saja... tubuhnya berputar kencang, dua buah pukulan berantai dilepaskan, serang yangan lebih mendekati adu jiwa ini membuat Dewi mawar merah tak mampu lagi melepaskan serangannya.
Mendadak Dewi mawar merah membentak nyaring, tubuhnya berputar kencang, dalam keadaan terancam telapak tangan kanannya melancarkan sebuah bacokan, serangan tersebut kontan memaksa tubuh Ong Bun kim harus mundur sejauh tiga depa.
Mendadak bayangan manusia barkelebat lewat, menyusul kemudian seseorang membentak keras:
"Tahan!"
Mengikuti berkelebatnya bayangan manusia itu, tiba-tiba Ong Bun kim merasakan tibanya segulung angin pukulan bsrhawa dingin yang memaksanya mundur sejauh tujuh delapan langkah.
ketika ia mendongakkan kepalanya, tampaklah olehnya bahwa orang yang melancarkan sergapan itu ternyata bukan lain adalah Hu buncu, si wakil ketua dari perguruan Yu leng bun.
"Hei, mau apa kau?" bentak Ong Bun kim dengan gusar. "Kau anggap tempat ini adalah btempat nenekmu dyang
boleh dibiakin onar seenakbnya?" tegur wakil ketua itu
dengan dingin.
Ong Bun-kim menggertak giginya menahan diri, lalu bentaknya kembali dengan suara keras.
"Dewi mawar merah, kau betul-betul tak mau sadar dari pikiran setan mu?"
"Kau sendiri yang tak mau sadar dari pikiran setanmu!" Ong Bun kim tertawa seram. "Haahhh... haaahhh... haaahhh... bagus, bagus sekali, akan kupunahkan semua kalian siluman-siluman bangsat yang tak tahu diri."
Menyusul bentakan keras, Ong Bun-kim mencabut keluarkan harpa besinya dan langsung dihantamkan ketubuh wakil ketua dari perguruan Yu leng bun itu dengan suatu serangan dahsyat.
"Kau pingin mampus?" bentak Hu buncu marah.
Telapak tangan kanannya diputar dan ia lepaskan sebuah pukulan dahsyat pula kedepan. Bayangan manusia saling berputar dengan cepatnya, dalam waktu singkat ke dua belah pihak telah saling menyerang tiga jurus.
Walaupun Ong Bun kim sedang beradu jiwa tapi tenaga dalamnya masih tetap bukan tandingannya dari kepandaian Hu buncu.
Secara beruntun, ia kena didesak mundur sejauh tujuh delapan langkah dari posisi semula.
"Ong Bun-kim!" bentak Hu buncu kemudian dengan suara keras, "kenapa kau begitu tak tahu diri?"
"Kentut busuk, sambutlah sebuah pukulan-ku lagi"
Ditengah bentakan keras, harap besinya secara beruntun melancarkan kembali ke tiga buah serangan berantai.
Hu buncu tertawa dingin, katanya kemudian.
"Kalau memang demikian, kau jangan salahkan aku lagi bila akan bertindak kejam!"
Secepat kilat ia menubruk ke muka, tubuhnya berputar kesana kemari, dan secara beruntun dia pun melancarkan tiga buah pukulan kilat. Hawa pukulan yang kuat dan berhawa dingin membuat Ong Bun kim tak kuasa menahan diri, mimpipun pemuda itu tak mengira kalau ilmu silat yang dimiliki wakil ketua dari perguruan Yu leng-bun tersebut ternyata sedemikian lihaynya.
Tak sampai tiga gebrakan lagi, sudah pasti dia akan terluka oleh pukulan dahsyat yang berhawa dingin itu.
Mendadak. suatu bentakan yang bernada dingin tapi berat, pelan-pelan berkumandang diudara.
"Tahan!"
Suara rtersebut seakant-akan mengandunqg daya pengaruhr yang tak terkirakan besarnya, begitu mendengar seruan tersebut, dengan kekuatan Hu-buncu menarik kembali serangan nya dan mundur kebelakang.
Untuk sesaat lamanya, suasana dalam ruangan istana itu menjadi sunyi sepi tak kedengaran sedikit katapun.
"Hu Buncu!" kembali suara itu berkumandang. "Hamba disini!"
"Kau sebagai seorang wakil tuan rumah dari perguruan kami. kenapa melayani tamu dengan cara seperti itu?"
"Baik! Baik!"
"Menganiaya orang dengan mengandalkan ilmu silat merupakan suatu pelanggaran yang tak terampuni dalam perguruan kita."
"Hamba tahu salah!"
"Apalagi Ong sauhiap adalah tamu yang sengaja kuundang datang, mana boleh kau bersikap seperti itu kepada tamuku?"
"Hamba tak akan berani berbuat salah lagi!". "Baik!" kata suara menyeramkan itu lagi "mengingat pelanggaran ini baru kau lakukan untuk pertama kalinya, kuampuni kesalahanmu itu!"
"Terima kasih majikan!"
Setelah sirapnya suara itu, suasana disekitar tempat tersebut pulih kembali dalam keheningan.
Selama pembicaran tersebut berlangsung tadi, Ong-Bun- Kim telah pasang telinga baik baik untuk memperhatikan sumber dari suara itu, tapi ia tak berhasil menentukan dari arah manakah suara tersebut berasal, ia hanya merasa suara pembicaraan tadi seakan-akan berkumandang datang dari empat arah delapan penjuru.
Setelah hening sekian lamanya, tiba-tiba suara berat yang menyeramkan itu kembali berkumandang; "Yap tongcu!"
"Tecu siap menanti perintah dalam ruangan!" jawab Dewi mawar merah dengan hormat.
"Bawa Ong sauhiap datang menjumpaiku!" "Baik!"
Ong Bun-kiam yang mendengar ucapan tersebut segera berubah wajahnya, dengan dingin ia berkata.
"Yakinkah engkau bahwa aku pasti akan pergi menjumpaimu?"
"Bukankah kau datang kemari untuk menjumpai diriku?" suara menyeramkan itu balik bertanya sambil tertawa.
"Benar!"
"Kalau begitu, tentu saja kau akan datang untuk menjumpai diriku!"
"Tapi sekarang aku telah berubah rencana semula!" "Tak ingin menjumpaiku? Ataukah tidak berani datang menjumpaiku?"
"Kenapa aku tak berani menjumpaimu? Aku hanya tak ingin menjumpai dirimu saja!"
"Apakah kau tak ingin mengetahui manusia macam apakah aku ini?"
"Tidak ingin!"
"Kau juga tak ingin mengetahui macam apakah raut wajahku?"
"Tidak ingin!"
"Haaahhh. haaahhh.. ...haaahhh aku tahu sekarang, rupanya kau merasa takut!"
"Takut?" Ong Bun-kim tertawa dingin tiada hentinya, "selama hidup aku Ong-Bun-kim tak punah mengenai arti kata takut, jangan harap kau bisa menakut nakuti diriku!"
"Bagus sekali, aku ingin mengucapkan sepatah kata kepadamu, apakah kau percaya?"
"Apa yang hendak kau katakan?"
"Seandainya kau berjumpa denganku, aku percaya kau pasti akan bergabung dengan perguruan kami!"
0000OdwO0000
BAB 43
UCAPAN tersebut kontan saja membuat paras muka Ong Bun kim berubah hebat. "Aku tidak percaya dengan perkataanmu itu!" serunya.
"Kalau tidak percaya, apa salahnya-bila kau masuk ke dalam untuk membuktikannya sendiri?" Pancingan tersebut kontan saja membangkitkan kemarahan dihati Ong Bun-kim.
Ia tidak percaya kalau musuhnya memiliki kepandaian sehebat itu sehingga setelah ia berjumpa dengan lawan, maka ia akan bersedia masuk menjadi anggota perguruan.
"Kau mempunyai keyakinan tersebut?" tegurnya sambil tertawa dingin.
"Yaa, seratus persen pasti benar!"
"Andaikata setelah berjumpa denganmu-nanti aku masih tetap tak bersedia masuk menjadi anggota perguruanmu"
"Terserahblah kau mau berdbuat apa saja!"a "Bagus sekali!b"
Baru selesai Ong Bun-kim berkata, suara yang berat dan menyeramkan itu kembali berkumandang.
"Yap tongcu !"
"Tecu siap menerima perintahmu!"
"Bawa Ong Bun-kim masuk lewat pintu nomor tiga!" "Baik!"
Selesai menjawab, Dewi mawar merah melirik sekejap ke arah Ong Bun-kim dan berkata kembali. "Ong Bun-kim. mari kita berangkat !"
Ong Bun-kim memandang sekejap ke arah Dewi mawar merah, dalam keadaan demikian terpaksa ia harus menekan kobaran hawa amarahnya, ia memberi tahu kepada diri sendiri asal bisa keluar dari perguruan Yu leng bun, maka ia harus berusaha keras untuk membawa serta Dewi mawar merah keluar dari tempat itu, dan yang paling penting sekarang adalah menjumpai Yu leng lojin lebih dulu. Ia tidak percaya kalau Yu leng lojin memiliki kemampuan yang demikian hebatnya, sehingga dirinya bersedia masuk menjadi anggota perguruan Yu leng bun setelah berjumpa dengannya.
Kedengarannya hal tersebut mirip dengan suatu dongeng saja, tapi ia tak berani bertindak gegabah, sebab dari pembicaraan Yu leng lojin, dapat diketahui bahwa ia mempunyai keyakinan seratus persen terhadap kejadian itu.
Ketika Ong Bun kim menyaksikan Dewi mawar merah berjalan menuju ke belakang istana, terpaksa dia harus mengikuti pula dibelakangnya, sebab ia ingin tahu kejadian yang bakal berlangsung selanjutnya .
Pada saat Ong Bun kim sedang berjalan menuju ke belakang inilah, mendadak terdengar suara gelak tertawa nyaring berkumandang datang dari luar istana tersebut.
"Haaafah haaah....haahh Ong Bun kim, cepat amat perjalananmu!"
Ong Bun kim merasa terkesiap mendengar suara itu, demikian pula dengan kawanan jago dari perguruan Yu leng bun yang ada di sana, rata-rata merasa terperanjat oleh datangnya seruan yang muncul secara tiba-tiba itu.
"Siapa disitu?" - Wakil ketua dari perguruan Yu leng bun segera membentak keras.
Suara langkah kaki yang lamban berkumandang memecahkan keheningan, tampaklah si kakek berambut putih yang misterius itu pelan-pelan berjalan masuk kedalam istana.
Hampir saja Ong Bun-kirn menjerit tertahan setelah menjumpai kakek misterius itu. Paras muka Wakil ketua dari pebrguruan Yu-lengd-bun berubah heabat, lalu bentabknya. "Siapa kau?"
"Haaahhh haaahhh haaahhh kenapa kalian musti mengurusi siapa aku!" kata kakek berambut putih itu sambil tertawa terbahak-bahak.
Dengan sekali lompatan, wakil ketua dari perguruan Yu leng-bun itu menerjang ke hadapan si kakek berambut putih, kemudian hardiknya.
"Ada urusan apa kau datang kemari?" "Mencari orang!"
"Siapa yang kau cari?" "Ong Bun-kim!"
"Locianpwe, kau sedang mencari aku?" tegur Ong Bun- kim dengan wajah berubah.
Kakek berambut putih itu kembali tertawa terbahak bahak.
"Haaahh........baaahhh ..haaahhh..... benar, bukankah kita telah berjanji untuk datang kemari bersama-sama? Kenapa kau nyelonong masuk seorang diri?"
Ong Bun kim agak tertegun, diam diam dampratnya: "Betul-betul ketemu setan disiang hari bolong, sejak
kapan aku berjanji denganmu?"
Tapi pikiran lain segera melintas dalam benaknya, ia tahu bahwa ucapan tersebut pasti mengandung maksud- maksud tertentu.
Maka setelah berpikir sebentar ia berkata.
"Aku tak ingin kau datang sendiri kemari maka aku datang lebih duluan." "Mengapa kau kuatir tulang-tulang tuaku ini bakal berserakan disini? Jangan kuatir: aku kan sudah masuk peti mati separuh bagian, kalau kau si bocah muda pun tidak takut, kenapa aku musti takut?"
Tercekat Ong Bun-kim setelah mendengar perkataan itu.
Dari ucapan kakek berambut putih itu dapat diketahui bahwa tempat itu berbahaya sekali, jika ia sudah masuk kesitu, berarti tiada harapan lagi untuk keluar dari situ dengan selamat.
"Keliru besar bila kau berkata demikian!" kata Hu-buncu tiba-tiba dengan membentak.
"Bagian mana yang keliru?"
"Jika kau datang ke perguruan kami dengan maksud mencari orang, kenapa tidak lapor kedatanganmu kepada anggota perguruan kami?"
Kakek berakibat putih itu tertawa terbahak-bahak. "Haaahh haaahh haaahh rupanya karena soal itu,
saudara keliru besar, adalah mereka yang tidak masuk untuk memberi laporan, bukannya aku tidak suruh mereka masuk untuk memberi lapor lebih dulu."
"Arpa maksud perkattaanmu itu?"
"Mqereka terlalu mralas, sekarang mungkin lagi tidur di mulut gua sana..!"
"Apa? Kau..."
Kakek berambut putih itu masih juga tersenyum, kembali ujarnya:
"Maaf seribu kali maaf, mereka sudah tertidur pulas dimulut gua sana."
"Jadi kalau begitu kau masuk kemari seorang diri?" "Memangnya kenapa?"
Wakil ketua dari perguruan Yu-leng-bun merasa bahwa hal ini tak mungkin terjadi, sebab semua lorong dalam gua diatur menurut kedudukan sebuah barisan, kecuali belasan orang anggota perguruan tingkat atas yang mengetahui rahasia dari barisan tersebut, boleh dibilang tiada seorang anggota lain yang memahaminya.
Mungkinkah kakek berambut putih ini bisa masuk keluar sekehendak hatinya sendiri?
Kemudian kakek berambut putih itu tertawa terbahak- bahak.
"Haaahhh haaahhh......haaahhhh..... Hu buncu, kau tak usah kuatir, kalau cuma barisan Pat kwa-tin sih masih belum cukup untuk mengurung aku si tua bangka di sini"
Sekali lagi paras muka Hu Buncu berubah hebat, mimpipun ia tak mengira kalau kakek berambut putih itu dapat memahami barisan yang di-atur dalam lorong gua tersebut.
Dari malu ia menjadi gusar, segera katanya:
"Ooh kalau begitu, maksud kedatanganmu memang mengandung niat yang tidak baik!"
"Darimana kau bisa berkata demikian?"
"Menyusup masuk kedaerah terlarang perguruan kami dengan cara yang tak tahu diri, aku ingin lihat sampai dimanakah kelihayan ilmu silat yang kau miliki itu sehingga berani datang mengacau kemari!"
"Haaahhh....haaahhh...haaahhh.... ada apa? Kau ingin main kekerasan....?" ejek kakek berambut putih itu sambil terbahak-bahak.
"Betul!" "Haahaa... buat apa?"
"Aaah, tutup mulut anjingmu! Lihat serangan !"
Diiringi bentakan nyaring, wakil ketua dari perguruan Yu leng bun itu menerjang maju ke depan, secepat kilat tangan kanannya melancarkan sebuah cengkeraman mencakar wajah kakek berambut putih itu.
Sementara tangan kanannya melancarkan cengkeraman, tangan kirinya melepaskan pula sebuah pukulan.
"Hey,apakah begini cara kalian menyambut kedatangan seorang tamu agung ?" bentak kakek berambut putih itu.
Ditengah bentakan yang amat keras, tangan kanannya diayun ke muka membendung datangnya ancaman tersebut.
Daya kekuatan yang tercantum dalam tangkisan tersebut kelihatannya biasa dan tiada sesuatu yang aneh! padahal sesungguhnya dibalik kesederhanaan itu justru tersimpanlah suatu daya kekuatan yang betul-betul mengerikan hati.
"Bangsat, kau pingin mampus rupanya!" bentak Hu Buncu dengan suara menggelegar.
Tangan kirinya segera diayunkan ke muka melepaskan sebuah pukulan untuk menyongsong datangnya ancaman dari tangan kanan kakek berambut putih itu.
Bayangan manusia saling menumbuk dan berputar kencang, lalu dua bayangan saling berpisah kesamping.
Tampak wakil ketua dari perguruan Yu leng-bun itu mundur belasan langkah dengan sempoyongan sebelum akhirnya dapat berdiri tegak, mukanya pucat pias seperti mayat, peluh dingin mengucur keluar dengan derasnya membasahi kening dan jidatnya.
Pertarungan antara dua jago tangguh memang selalu dilangsungkan dengan kecepatan luar biasa, Ong Bun kim yang berdiri disamping sama sekali tak sempat melihat jelas jurus serangan apakah yang dipergunakan kakek berambut putih itu untuk memukul mundur si wakil ketua.
Sambil tertawa hambar kakek berambut putih itu berkata:
"Hu Buncu, bila pertarungan ini dilangsungkan lebih jauh, akhirnya pasti akan terjadi suatu keadaan yang mengerikan."
"Sii.... siapakah kau?" bentak Hu Buncu dengan gusarnya.
"Siapakah aku tak perlu kau ketahui, sebab ini tak penting bagimu!"
"Sebenarnya ada urusan apa kau datang kemari?" "Waaah.. . waah Hu Buncu, aku lihat telingamu pasti
tuli atau banyak kotorannya, bukankah sudah kukatakan
kepadamu bahwa aku datang kemari untuk mencari Ong Bun kim?"
"Mau apa kau mencari dirinya?"
"Aaah! Soal itu sih tak perlu bkau ketahui, podkoknya itu urusaanku dengannya.b..!"
Hu Buncu segera tertawa dingin.
"Saudara, aku harap kau mengerti, sekalipun kau bisa masuk kemari dengan gampang, waktu pergi tidaklah semudah apa yang kau bayangkan semula, mengerti...!"
"Oooh, soal itu sih kuketahui" ia melirik sekejap kearah Ong Bun kim, lalu ujarnya lebih jauh, "Ong Bun kim mari kita pergi tinggalkan tempat ini!"
"Pergi?" "Benar! Bukankah kita telah berjanji akan pergi ke tempat yang lain ?"
Paras muka Ong Bun kim berubah.
"Tapi sekarang aku ingin masuk ke dalam dan menjumpai Yu leng lojin lebih dahulu, kami telah bertaruh untuk persoalan itu"
"Tapi kau telah berjanji lebih dulu denganku, kita harus selesaikan dahulu persoalan diantara kita berdua!"
Diri pembicaraan tersebut. Ong Bun kim segera dapat menarik kesimpulan kalau kakek berambut putih itu merasa takut sekali dengan Yu leng lojin, bahkan berusaha dengan segala kemampuan untuk menghalanginya masuk kedalam.
Maka setelah berpikir sebentar, ujarnya sambil tersenyum:
"Tapi sekarang aku belum ingin pergi meninggalkan tempat ini!"
Paras muka kakek berambut putih itu berubah hebat, teriaknya dengan peauh kegusaran:
"Bocah muda kau tak akan menyesal?" "Menyesal apa?"
"Dia toh menyetujui syarat syaratku lebih dahulu, mengapa secara tiba tiba enggan pergi bersamaku?"
"Omong kosong!" bentak Ong Bun kim pula dengan tak kalah gusarnya.
Bocah muda rupanya kau cari mampus....
Kakek berambut putih Hu membentak gusar, lalu secepat kilat menerjang kehadapan Ong Bun kim dan mencengkeram tubuhnya. Mendadak.... dissat kakek berambut putih itu melancarkan serangannya, wakil ketua dan congkoan perguruan Yu-leng bun ikut pula bergerak, dalam waktu yang bersamaan mereka lompat ke depan menghadang jalan pergi kakek itu, kemudian masing-masing melancarkan sebuah pukulan mematikan.
"Kalian cari mampus?" bentak kakek berambut putih setengah menjerit.
Hu Buncu tertawa dingin.
"Heeebhh... heeehhh..d heeehhh aku kuaatir kau sendirbilah yang sudah kepingin mampus!."
"Bagus sekali!"
Bersama dengan ucapan itu, tubuh si kakek berambut putih melompat ke depan sekali lagi, dengan kecepatan luar biasa ia lepaskan serangkaian pukulan dahsyat.
Wakil ketua dan Congkoan dari perguruan Yu-leng bun tidak ambil diam, serentak mereka menghadang kembali perjalanan lawan sambil melancarkan pula pukulan- pukulan untuk membendung datangnya ancaman tersebut.
Bayangan manusia saling berputar dan menyambar, tampaknya suatu pertarungan sengit segera akan berkobar.
"Tahan !" mendadak bentakan keras dengan suara yang menyeramkan berkumandang memecahkan keheningan.
Bentakan tersebut kembali berasal dari mulut Yu-leng Lojin.
Ong Bun kim merasa hatinya bergetar keras, ia tak tahu apa yang bakal terjadi selanjutnya.
Sementara bentakan itu telah berkumandang, ketiga sosok bayangan manusia yang sedang bertarung itu pun sama-sama melompat mundur ke belakang dan berdiri dengan wajah serius.
Kakek berambut putih itu memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu membungkam dalam seribu bahasa.
"Hu Buncu!" terdengar suara dari Yu leng lojin kembali berkumandang memecahkan keheningan.
"Hamba siap menerima perintah?"
"Aku lihat napsu angkara murkamu kian hari kian bertambah besar?"
Paras muka Hu Buncu berubah hebat, dengan ketakutan ia membungkam dalam seribu bahasa.
"Hmm! Turun tangan secara sembarangan, lupakah bahwa dirimu adalah wakil tuan rumah dari perguruan kita?" kembali suara Yu-leng lojin menegur dengan ketus.
"Hamba tak akan melupakannya!"
"Kalau kau sudah tahu bila orang itu adalah tamu kita, mengapa kau ucapkan kata-kata yang tak senonoh?"
"Hamba tahu salah!"
"Baik, tadi aku sudah mengampuni kau sekali, maka kali ini kau musti menampar mulut sendiri empat kali!"
"Terima kasih Buncu!"
Selesai berkatar dia terus mengtayunkan telapakq tangannya dan rmenggampar mulut sendiri sebanyak empat kali.
"Plak! Plook! Plaak! Ploooook!" tamparan itu keras, membuat sepasang pipinya kontan saja menjadi merah dan membengkak besar. Tercekat perasaan Ong Bun-kim setelah menyaksikan adegan tersebut, ia tak mengira kalau lawan akan menghukum wakil ketuanya dihadapan orang lain.
Sesudah menampar mulut sendiri, bagaikan seekor ayam jago yang kalah bertarung, wakil ketua dari perguruan tanpa sukma itu berdiri membungkam di sisi arena dengan sepasang tangan lurus ke bawah.
"Sobat!" suara dari Yu-leng lojin kembali berkumandang, "aku telah menghukum anak buahku, rasanya sakit hatimu telah terlampiaskan bukan?"
"Haaahhh haaahhh haaahhh yaa, bolehlah dikatakan telah terlampiaskan!" sahut kakek berambut putih itu sambil tertawa terbahak-bahak dengan kerasnya.
"Sobat, apa maksudmu datang kemari? Benarkah kau datang hanya untuk mencari Ong Bun-kim?"
"Betul!"
"Tapi sayang Ong sauhiap sudah keburu ada janji denganku, selamanya, aku bekerja tanpa menyusahkan siapapun juga, maka begini saja..."
"Bagaimana?"
"Bagaimana jika sobat bersama Ong sau-hiap masuk kemari berbareng?"
Kakek berbaju putih itu kembali tertawa-terbahak-bahak.
"Haaahh... haaahh.... haaaahh... begitu pun boleh juga, sebab bagaimanapun juga aku toh sudah tua dan hampir masuk liang kubur, jadi soal mati hidupku tak akan terlalu kupikirkan lagi dalam hati."
Sekali lagi ia menyebutkan kata-kata yang sama, hal ini membuat bulu kuduk Ong Bun kim pada bangun berdiri. Bagaimanapun juga ia tidak percaya kalau Yu-leng lojin adalah seorang manusia super yang berilmu tinggi, sehingga barang siapa yang berani masuk ke dalam, jiwanya pasti akan melayang.
"Yap tongcu....!" suara panggilan dari Yu leng-lojin kembali berkumandang.
"Tecu siapa menerima perintah!"
"Bawa mereka masuk lewat pintu nomor tujuh!" "Baik!"
Mendengar suara tersebut, sekali lagi Ong Bun-kim merasa terperanjat, bukankan terang-terangan ia mendengar kalau mereka dipersilahkan masuk lewat kamar ke tiga? Kenapa sekarang dirubah menjadi kamar tujuh? Mungkinkah disekitar tempat ini terdapat berpuluh puluh buah pintu rahasia yang dipat menghubungkan tempat itu dengan tempat tinggal Yu- leng-lo-jin?
00000OdwO00000
BAB 44
SEMENTARA ia masih termenung, si Dewi mawar merah telah beranjak dan menuju ke ruang belakang.
Ong Bun-kim segera melirik sekejap kearah kakek berambut putih itu, kemudian ikut pula masuk kebelakang:
Kakek berambut putih itu tidak banyak bicara, diapun segera menyusul dibelakangnya.
Setelah masuk ke istana belakang, Dewi mawar merah berbelok melalui sebuah lorong rahasia, lebih kurang lima depa kemudian ia berhenti dan tangannya menekan sebuah tonjolan batu karang diatas dinding. Menyusul tekanan itu, terdengarlah bunyi gemerincing yang amat nyaring berkumandang memecahkan keheningan, bersama menggesernya sebuah dinding batu ke samping, muncullah belasan buah lorong rahasia yang membentang ke empat penjuru.
Dewi mawar merah berjaian masuk ke dalam lorong ke tujuh dari sebelah kanan dan menelusurinya dengan cepat.
Tiba-tiba kakek berambut putih ita berseru.
"Nona, kau tak perlu repot-repot menghantar kami, biar kami berdua masuk sendiri!"
"Begitupun boleh juga!" sambut Dewi mawar merah sambil tertawa dingin, lalu ia putar badan dan mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggal dewi mawar merah dari situ, Ong Bun-kim baru mengalihkan sinar matanya ke wajah kakek berambut putih itu, betapa tercekatnya dia ketika menjumpai kakek itu berdiri dengan wajah yang berat dan amat serius.
"Hei locianpwe, kenapa kau?" tanyanya kemudian.
Kakek berambut putih itu menempelkan bibirnya dekat telinga anak muda itu, lalu tegurnya.
"Ong Bun-kim, apakah kau sedang mencari kematian buat diri sendiri?"
Sembari berbisik, kskek berambut putih ini menggerakkan sepasang tangannya terus menerus, pancaran hawa murni yang berhebmbus disekitai dtempat itu dengaan cepat memunabhkan suara pembicaraan mereka hingga tak mungkin buat Yu-leng lojin untuk menangkap pembicaraan mereka.
Sekali lagi Ong Bun kim meratakan katinya tercekat, kembali ia bertanya tertegun. "Kenapa?"
"Aku ingin bertanya," bagaimanakah taraf tenaga dalam yang kau miliki jika dibandingkan dengan Dewi mawar merah?"
"Tidak selisih banyak!"
Dewi mawar merah yang mempunyai dendam sakit hati sedalam lautan dengan Yu leng lojinpun bisa dipengaruhi sehingga menjadi anggota perguruan Yu leng bun apalagi kau. "
"Aaah, masakah dia begitu hebat sehingga setiap orang bisa tunduk kepadanya?"
"Benar, ia memang sangat Iihay karena kemungkinan besar ia telah berhasil melatih ilmu hipnotis Gi sin tay hoat (ilmu memindah sukma)"
"Aaaaah..." mendengar keterangan tersebut, Ong Bun kim tak dapat mengandaikan rasa kagetnya lagi hingga berseru tertahan.
"Selama banyak waktu, aku selalu melakukan penyelidikan yang seksama dan orang itu mungkin sekali adalah dia. "
"Siapa?"
"Sampai waktunya kau akan tahu dengan sendirinya, dan Yu leng lojin yang sekarang kemungkinan besar adalah orang itu!"
Sudah barang tentu Ong Bun kira tidak mengerti siapa yang dimaksudkan oleh kakek berambut putih itu, cuma kalau ditinjau dari sikap si kakek berambut putih yang serius dan cemas, dapat diketahui bahwa lawannya pastilah seorang manusia yang lihay sekali. Konon menurut berita yang tersebar dalam dunia persilatan, dikatakan bahwa ilmu Gi sin tay hoat merupakan sebangsa ilmu sesat yang sangat lihay, ilmu itu berdasarkan tatapan mata seseorang untuk mempengaruhi orang lain melakukan kebaikan ataupun kejahatan tanpa disadari oleh sang-korban sendiri, jadi sifatnya lebih mirip dengan suatu ilmu Hipnotis.
"Kau mengatakan orang itu juga pandai ilmu hipnotis Gi sin tay boat ?" seru Ong Bun kim dengan perasaan tercekat.
"Ketika itu dia belum bisa, tapi sekarang sulitlah untuk dibicarakan..."
"Seandainya dia adalah orang yang sedang kau cari-cari, bagaimana akibatnya?"
"Yaa, akibatnya sukar untuk dilukiskan lagi dengan kata- kata!" sahut kakek itu sambil mengeluh.
Dengan perasaan bergidik Ong Bun kim memandang wajah kakek berambut putih yang misterius itu tanpa berkedip, beberapa kbali ia menggeradkkan bibirnya saeperti hendak mbengucapkan sesuatu tapi setiap kali pula niat tersebut diurungkan.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Kakek berambut putih itu berkata lagi:
"Setelah berjumpa deagan Yu leng lojin nanti, aku harap kau saka mendengarkan semua perkataanku, kalau tidak maka kemungkinan besar jiwamu dan jiwaku akan lenyap ditangannya, tahu kah kau?"
"Boanpwe tahu."
"Nah kalau begitu mari kita berangkat!"
Setelah berbicara sampai disitu, kakek berambut putih itupun menghentikan pula gerakan tangannya, kemudian setelah memandang ke lorong dikejauhan sana, ia melanjutkan kembali perjalanannya ke depan.
Ong-Bun-kim segera mengikuti dibelakangnya dengan ketat.
Sepanjang perjalanan meski kakek berambut putih itu berusaha keras memperlihatkan ketenangan dan kesantaiannya, tapi siapapun dapat mengetahui bahwa hati kecilnya adalah diliputi oleh ketegangan yang luar biasa.
Ong Bun-kim sendiripun merasakan jantungnya berdebar keras setelah mendengar perkataan dari kakek berambut putih itu, ia tahu sedikit salah bertindak maka bukan saja ia bersama kakek itu tak bisa lolos lagi dari tempat ini, bahkan kemungkinan besar akan dikendalikan dan dikuasahi pikirannya oleh pengaruh Yu-leng lojin.
Bila dipikirkan kembali, sesungguhnya kejadian ini memang merupakan suatu kejadian yang mengerikan sekali, sudah barang tentu ia merasa terkesiap sekali.
Sementara itu mereka berdua telah tiba dihadapan sebuah pintu batu yang amat besar.
Kakek berambut patih itu segera menghentikan langkahnya sambil mendongakkan kepalanya, diatas dinding karang terbacalah tiga huruf besar yang bertuliskan:
"YU-LENG-BUN"
"Yu-leng buncu!" dengan suara dingin kakek berambut putih itu segera berkata, "kami sudah berada di sini kenapa kau tidak membukakan pintu untuk kami?"
"Masuk saja kedalam, pintu itu tidak terkunci!" suara dari Yu leng lojin kembali berkumandang dari dalam.
Kakek berambut putih itu tertawa dingin, setelah melirik sekejap ke arah Ong Bun-kim, tiba-tiba dari sakunya ia mengeluarkan sebutir pil dan memberi tanda kepada si-anak muda itu agar menelannya.
Sebetulnya Ong Bun-kim ingin bertanya, tapi lantaran kakek berambut itu telah memberi tanda kepadanya agar rjangan bertanyat, maka dengan pqikiran penuh tarnda tanya ia telan pil tersebut ke dalam perutnya.
Kakek berambut putih itu sendiripun menelan sebutir pil, setelah itu baru mengerahkan tenaganya untuk mendorong pintu.
Ruangan dibalik pintu adalah suatu tempat yang gelap gulita, kakek berambut putih itu segera mengerling kembali memberi tanda kepada Oag Bun-kim, kemudian berjalan lebih duluan, terpaksa si anak muda itu mengiringi di belakangnya.
Sekonyong-konyong...pada saat kakek berambut putih dan Ong Bun-kin hendak masuk ke daiam pintu batu itulah, bayangan manusia berkelebat lewat diiringi desingan dingin yang tajam, menyusul kemudian muculnya dua sosok bayangan hitam yang langsung menggulung ke arah tubuh mereka berdua.
Sedemikian cepatnya perubahan tersebut berlangsung, membuat kakek berambut putih iian Ong Bun-kim yang sudah bersiap sedia-pun merasa agak kewalahan untuk mengatasinya.
Sambil menggertak gigi, Ong Bu-kim segera mengayunkan senjata harpa besinya untuk menyongsong datangnya tubrukan dari bayangan hitam tersebut
Baru saja serangan dahsyat hendak dilancarkan, suara bentakan dari Yu leng lojin telah menggelegar diruangan:
"Mundur!" Bayangan hitam kembali berkelebat lewat secepat sukma gentayangan tahu-tahu sudah lenyap kembali tak berbekas.
Menggigil keras tubuh Ong Bun-kim menghadapi sergapan aneh tersebut, semenjak munculkan diri sampai lenyap kembali dari pandangan mata ternyata Ong Bun- kiam tak mampu menangkap dengan jelas bayangan apakah bayangan hitam tersebut.
"Manusia? Atau sukma gentayangan?" demikian ia berpikir.
Paras muka si kakek berambut putih itu-pun berubah hebat, baru saja ia hendak berbicara, tiba-tiba suara dari Yu leng lojin yang misterius itu kembali telah berkumandang.
"Sobat! Anggota perguruanku tak tahu diri, biar kumohonkan maaf bagi kelancangannya barusan!"
Kakek berambut putih itu tertawa ewa, lalu berjalan masuk lebih dulu.
Ong Bun kim menyusul di belakang, ketika tiba dalam ruangan ia merasa bahwa suasana disitu bukan cuma gelap gulita saja, bahkan suhu udaranya amat dingin dan membekukan badan.
Berbicara soal tenaga dalam yang dimiliki Ong Bun-kim saat ini, boleh dibilang ia sudah memiliki tenaga sebesar delapan puluh tahun hasil latihan, melihat dalam kegelapan baginya adalah soal biasa, tapi benda yang berada dalam ruangan tersebut ternyata tak mampu ia bedakan secara jelas.
Ternyata keadaan itu dialami pula oleh si kakek berambut putih, ia merasa kesulitan untuk menyaksikan benda-benda yang berada disekitar ruangan gua itu. Walaupun ilmu silat yang dimiliki mereka berdua cukup lihay, dalam keadaan demikian kedua orang itu tak berani masuk secara gegabah, maka untuk sesaat lamanya Ong Bun kim berdua hanya berdiri saja didepan pintu.
Selang sesaat kemudian, suara teguran dari Yu-leng lojin kembali berkumandang memecahkan keheningan:
"Sobat, kenapa tak berani masuk? Ataukah disebabkan ruangan itu terlampau gelap?"
"Yaa, memang aku merasa terlampau gelap!" sahut kakek berambut putih itu sambil tertawa ewa.
"Pengawal kanan!" Yu-leng lojin segera berseru.
"Hamba siap!", dibalik kegelapan segera berkumandang kembali suara sahutan yang dingin.
"Pasang lampu!" "Baik!"
Berbareng dengan berkumandangnya sahutan itu, setitik cahaya tajam meluncur keluar dari balik ruangan, menyusul kemudian sebuah lentera pun memancarkan cahayanya menerangi sekeliling tempat itu, dengan cepat pemandangan dalam ruanganpun tertampak jelas.
Kepandaiannya memercikkan api memasang lampu yang baru didemonstrasikan itu betul betul mengejutkan hati setiap orang.
Dengan meminjam sorotan cahaya lentera maka Ong bun-kim dapat melihat bahwa ruangan tersebut adalah sebuah ruangan batu yang mungil dan indah, luasnya tiga empat kaki dengan perabot yang lengkap, pada ruangan bagian belakang sana duduklah sesosok bayangan hitam.
Sayang sinar lentera itu amat lirih sehingga sukar melihat jelas raut wajah orang itu meski demikian tanpa ditanyapun dapat di ketahui bahwa orang itu adalah Yu leng lojin, Buncu dari perguruan Yu leng bun.
Disekeliling tubuh kakek misterius itu, tampaklah selapis cahaya berwarna yang aneh sekali.
Dengan suara dingin Ong Bun-kim segera menegur:
"Yu-leng lojin, kami telah tiba disini, ada urusan apa kau memanggil kami. ?"
"Aku sudah tahu kalau kalian telah tiba disini." jawab Yu-leng lojin ketus.
Kemudian setelah berhenti sebentar, sambil tertawa katanya lagi:
"Sobat lama, masih ingatkah dengan aku?"
Ucapan "sobat lama" tersebut dengan cepat menggetarkan perasaan kakek berambut putih itu, tapi ketika dilihatnya sinar tajam memancar keluar dari balik matanya, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh ..haaahhh.....haaahhh....rupanya memang kau!" serunya dengan lantang.
"Kenapa diluar dugaanmu?" "Yaa, sedikit diluar dugaan!"
Paras muka Ong Bun kim ikut berubah, tanyanya tanpa terasa:
"Locianpwe, siapakah dia?"
"Pak khek sin-mo (iblis sakti dari kutub utara), salah satu dari Bu-lim sam lo (tiga dedengkot dari dunia persilatan)!" Mendengar nama orang itu, Ong-Bun-kim kembali merasakan hatinya bergetar keras, merinding rasanya ia karena ngeri.
Mimpipun ia tak menyangka kalau Yu-leng lojin ternyata adalah Pak-khek-sin mo, salah seorang diantara Bu-lim sam lo. Yu leng lojin tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.. haaahhh haaahhh... setelah berpisah puluhan tahun, sobat lama, bisa saling bertemu kembali, kejadian ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang patut digirangkan." katanya lantang, "wahai Tay-khek Cin kun. aku lihat ilmu silatmu jauh lebih hebat daripada kepandaianmu di-masa silam."
"Oooh. ! Jadi locianpwe adalah Tay khek Cinkun dari Bu lim sam lo ?" sekali lagi Ong Bun kim berseru tertahan.
Kakek berambut putih itu manggut-manggut, mendadak ia maju ke depan dan meng hampiri Yu leng lojin, sementara iblis sakti dari kutub utara itu masih tetap duduk tak berkutik ditempat semula.
Melihat rekannya maju, Ong Bun-kim pun segera mengikuti dibelakang Tay-khek cinkun maju ke muka.
"Berhenti!" tiba-tiba Yu leng lojin membentak keras.
Menyusul bentakan keras dari Yu leng lojin tersebut, Tay khek Cinkun dan Ong Bun-kim tanpa sadar ikut menghentikan langkah kakinya.
Waktu itu, selisih jarak antara kedua belah pihak tinggal dua kaki, sekarang secara lamat-lamat Ong Bun-kim dapat melihat bahwa Yu-leng lojin adalah seorang kakek yang kurus kering, ia duduk diatas sebuah kursi dengan sepasang mata terbuka sedikit.
Tay-khek Cinkun tertawa ewa, lalu kembali tegurnya: "Siu buncu, tidak kusangka ambisimu begitu besar, setelah lewat puluhan tahun kau masih juga menjadi buncu dari perguruan Yu leng-bun yang misterius..."
Yu leng lojin tertawa seram.
"Haaahh haaahh haaahh. mana, mana" katanya, "aku orang she Siu tidak lebih hanya seorang murid sesat dari golongan kiri, manusia semacam aku tidak pantas untuk berhubungan dengan seorang pendekar besar seperti kau, cuma heeehh....heeehh...heeehh..."
Setelah tertawa dingin tiada hentinya, ia membatalkan ucapan selanjutnya dan menghentikan pembicaraannya sampai diisitu.
Paras muka Ong Bun-kim berubah hebat, bentaknya. "Yu leng buncu, aku datang kemari ingin membuktikan
dengan cara apakah kau hendak membuat diriku masuk
menjadi anggota perguruan secara sukarela." Yu-leng Lojin tertawa terbahak bahak.
"Haaahh haaahh -haaahh keangkuhan dan kekerasan
hati Ong sauhiap memang sangat cocok dengan seleraku."
"Sayang sekali kau tidak cocok dengan seleraku." tukas Ong Bun kim dengan geramnya.
Sekali lagi Yu leng lojin tertawa terbahak bahak. "Haaah... haaahh... haaahh Ong sauhiap, lohu
bersumpah akan berusaha mendapatkan dirimu, walau dengan cara apapun juga."
"Ingin kusaksikan dengan cara apakah kau bisa mendapatkan diriku!"
Tay-khek Cinkun yang berdiam diri disisinya, mendadak ikut berkata setelah tertawa terbahak-bahak: "Buncu, apakah aku si sobat karibmu tidak menarik perhatianmu?"
"Oooh tertarik, tentu saja sangat tertarik, kenapa? Apakah kau pun berniat untuk masuk menjadi anggota perguruanku?"
"Benar buncu, sungguh tak kusangka setelah berpisah puluhan tahun, kau berhasil melatih ilmu hipnotis Gi-sin - tay hoat yang maha dahsyat itu, mumpung ada kesempatan lohu ingin sekali mencoba kehebatan ilmu kepandaianmu itu?"
"Tentu saja cuma ada satu persoalan ingin kutanyakan terlebih dahulu kepadamu."
"Katakan!"
"Apa sebetulnya tujuan Buncu dengan mendirikan perguruan Yu-leng-bun ini ?"
"Sobat, apakah kau tidak merasa bahwa pertanyaan itu merupakan suatu pertanyaan yang sudah tahu tapi masih bertanya lagi? Tentu saja Pun-buncu mendirikan perguruan ini dengan maksud hendak menguasai seluruh dunia persilatan."
"Ehmm. besar juga ambisimu!" Yu-leng lojin tertawa hambar.
"Apa yang kukatakan adalah suatu kenyataan, aku harap kau suka mempercayainya" setelah tertawa angkuh, terusnya. "Sobat, dengan tenang hati perguruan ksmi membuka pintunya lebar-lebar untuk menerima siapapun yang ingin menjadi anggota perguruan, tidak terkecuali pula dirimu!"
Tay khek Sinkun tertawa nyaring.
"Buncu, apa salahnya bila kita bertaruh lebih dulu." "Bertaruh apa?"
"Jika ilmu hipnotis Gi sin tay hoatmu dapat menyuruh aku melakukan perbuatan di luar kesadaranku, maka aku dan Ong Bun kira dengan suka rela bersedia masuk menjadi anggota perguruanmu, bagaimana pendapatmu?"
"Bagus sekali!"
"Tapi sebaliknya jika ilmu Gi sin tay hoat mu gagal untuk memerintahkan aku melakukan perbuatan diluar kesadaranku?"
"Tentu saja kalian akan kulepas pergi dari sini" "Aku menginginkan tambahan sebuah syarat lagi." "Apa syaratmu?"
"Serahkan Yap tongcu kepadaku!"
"Soal ini..." Yu leng lojin termenung sejenak, akhirnya setelah tertawa dingin sahutnya, "baiklah!"
Ong Bun kim segera merasakan jantungnya berdebar keras sekali, walaupun suasana dalam ruangan remang itu telah dilipiti ketegangan yang mengerikan, tapi taruhan tersebut jauh lebih membetot perasaannya.
Dua orang tokoh persilatan yang maha dahsyat segera akan melangsungkan suatu pertarungan yang bakal mempengaruhi mati hidup mereka, dalam pertarungan tersebut tiada orang yang saling pukul memukul, tidak pula dengan senjata, tapi duel tersebut akan berlangsung dengan biasa, sederhana dan tegang.
Bila dalam duel tersebut ternyata tenaga dalam yang dimiliki Tay khek Cinkun tak sanggup melawan pengaruh ilmu Gi sin tay hoat dari Yu leng lojin, maka mereka berdua akan segera musnah dalam perguruan Yu leng bun tersebut. Dalam pertarungan ini Tay khek Cinkun tidak mengijinkan Ong Bun kim untuk menerima tantangan dari Yu leng lojin, hal ini tentu saja disebabkan tenaga dalam yang dimiliki si anak muda itu masih belum cukup untuk mempertahankan diri dari pengaruh ilmu Gi sin tay hoat dari musuh.
Terdengar Yu leng lojin tertawa dingin, kemu dian berkata:
"Sungguh tak kusangka setelah berpisah puluhan tahun, kita masih punya kesempatan untuk beradu kekuatan, kejadian ini sungguh merupakan suatu peristiwa yang patut digirangkan, betul bukan?"
"Betul!"
"Kemarilah lebih dekat kepadaku!"
oooOdwOooo
BAB 45
PELAN-PELAN Taykhek Cinkun menggeserkan tubuhnya untuk maju lebih dekat lagi dengan Yu leng lojin.
Ong Bun kim yang mengawasi terus langkah kaki Tay khek Cinkun, diam-diam merasakan hatinya tercekat, setiap langkah kaki kakek itu seakan-akan membuat jantungnya hampir saja melompat keluar dari rongga dadanya.
Akhirnya Tay khek Cinkun berhenti pada jarak tiga depa dihadapan Yu leng lojin, katanya kemudian:
"Siau Buncu. aku telah bersiap sedia menerima pengaruh ilmu Gi sin tay hoat mu itu!"
"Tataplah sepasang mataku tanpa berkedip" kata Yu leng lojin dengan dingin, "dalam setengah jam kemudian, kita akan mengetahui siapa yang lebih unggul dan siapa yang lebih asor!"
"Bagus sekali!"
Sepasang mata Yu leng lojin yang terpejam itu mendadak dipentangkan lebar-lebar, sepasang sinar mata yang lebih tajam dari sembilu segera terpancar keluar dari balik matanya dan mendatangkan perasaan bergidikb bagi siapapun dyang melihatnyaa.
Sinar mata Taby khek Cinkun dialihkah ke atas mata Yu leng lojin dan menatapnya lekat-lekat, selanjutnya mereka berdua tak ada yang bergerak lagi...
Sekilas pandangan, cara beradu kekuatan semacam itu amat sederhana dan biasa, seakan-akan ada dua orang manusia yang saling bertatapan, tanpa suatu keistimewaan apapun....
Tapi Ong Bun kim segera merasakan hatinya bergidik, bulu roma tanpa terasa pada berdiri sendiri...
"Apa yang kau jumpai?" tiba-tiba Yu leng lojin tertawa.
Suara itu berat, rendah dan menyeramkan, membuat siapapun yang mendengar serasa bergidik.
"Aku melihat sepasang matamu!" jawab Tay khek- Cinkun dengan suara rendah.
Setelah, bergemanya tanya jawab itu suasana dalam ruangan pulih kembali dalam keheningan.
Dari sini dapatlah diketahui bahwa kedua orang itu saling beradu kekuatan dengan hati yang sungguh-sungguh, kalau disatu pihak berusaha mengerahkan tenaga sesatnya untuk memperkuat tenaga pengaruh ilmu Gi-sin tay- hoatnya, maka yang lain berusaha melakukan perlawanan dengan mengerahkan segenap tenaga dalam yang dipunyainya.
Tak lama kemudian, dengan suara yang rendah dan berat Yu leng lojin kembali berkata:
"Sobat, bukankah kau melihat suasana di tahun baru.. laki perempuan tua muda dengan pakaian yang berwarna warni sedang berjalan disebuah jalan raya, bocah cilik bermain petasan. yang tua bersalaman penuh- riang gembira."
"Tidak!"
Setelah sepatah kata yang singkat suasana pulih kembali dalam keheningan yang mencekam.
Ong Bun-kim tak berani menatap sepasang mata Yu- leng-lojin, sebab sorot matanya yang tajan dan mengerikan itu cukup mendatangkan perasaan ngeri baginya.
Kurang lebih setengah perminum teh kemudian, suara dari Yu leng lojin kembali berkumandang;
"Sobat, apakah kau melihat di sebuah jalan raya ada seorang pengemis cilik?"
"Yaa...,. yaa. aku melihatnya !" suara jawaban dari Tay
khek Cin kun kedengaran agak gemetar...
Mendengar jawaban tersebut, Ong Bun kim merasaaan hatinya bergetar keras, hampir saja ia menjerit keras saking kagetnya.
Mimpipun ia tak menyangka kalau Tay khek Cinkun ternyata tak tahan menerima pengaruh dari ilmu Gi-sin-tay hoat lawan, bahkan sekarang sudah mulai menyaksikan pemandangan khayalan yang diciptakan olehnya.
Kenyataan tersebut sungguh merupakan suatu peristiwa yang sangat menggetarkan perasaan Ong Bun kim. -oo0dw0oo--