Setan Harpa Jilid 12

 
Jilid 12

"TENG KUN, bajingan terkutuk, kubunuh kau!"

Dalam gusarnya ia langsung menerjang ke hadapan Hian hay-lohg-cu, senjata pie-pa bajanya langsung disambarkan ke atas batok kepala lawan.

"Tahan!" Hiat-hay-long-cu menghardik sambil melejit mundur beberapa langkah ke belakang.

"Lepaskan dia!"

Hiat-hay-longcu tertawa dingin, hawa napsu membunuh telah menyelimuti wajahnya, ia berkata: "Tan Hong-hong, jika kau berani turun tangan, maka yang bakal mampus duluan adalah Ong Bun-kim!"

Ancaman itu diutarakan dengan penuh kobaran nafsu membunuh, sehingga kedengaran mengerikan sekali.

Menggigil keras sekujur badan Bunga iblis dari neraka, saking gusarnya sepasang matanya yang jeli sampai berapi- api, ia benar-benar dibikin tak berkutik oleh ancaman musuh.

"Hiat-hay-longcu!" akhirnya ia berkata sambil menggertak gigi menahan emosi, "apa yang hendak kau lakukan terhadapnya?" "Tak usah kuatir, tak nanti kubunuh orang ini!" Selesai berkata tiba-tiba ia menlejit ke udara dan berlalu dari  tempat itu.

Pada saat Hiat-hay-longcu melompat ke udara dan siap pergi meninggalkan tempat itu, tiba-tiba sesosok bayangan hijau menghadang jalan perginya.

Bayangan hijau itu tak lain adalah Manusia berbaju hijau itu.

Sekilas hawa nafsu membunuh yang mengerikan telah menyelimuti wajah orang itu, katanya dengan suara dingin:

"Kuperintahkan kepadamu untuk lepaskan orang itu!" Hiat-hay-longcu tertawa dingin.

"Hmm ! Memangnya aku musti turuti perintahmu?

Kalau aku tak mau lantas mau apa kau?" "Bangsat! Rupanrya kau sudah botsan hidup?" Sekqali lagi Hiat-hray-longcu tertawa seram.

"Heehhh heehhh....beehhh sebelum terjadi sesuatu yang tak diinginkan, terlebih dulu hendak kuperingatkan kepadamu, jika kau berani turun tangan, maka aku kuatir Ong Bun-kim yang akan mampus lebih duluan !"

"Kau berani?"

"Haahhh haahhh haahhh kenapa tak berani?" jawab Hiat-hay-longcu sinis, "coba saja melancarkan serangan kepadaku, nanti kita buktikan bers.ama, aku berani membunuhnya lebih dahulu atau tidak!" Seraya berkata, ujung kipasnya lantas ditempelkan di atas ubun-ubun si anak muda itu.

Air muka manusia berbaju hijau itu berubah hebat, sama seperti Bunga iblis dari neraka, bidannya menggigil menahan rasa geramnya, kendatipun ilmu silat yang dimilikinya terhitung sangat hebat, sayang kemampuannya itu tak mampu dipergunakan untuk menyelamatkan. jiwa Ong Bun-kim.

Diiringi suara tertawa dingin, Hiat-hay-longcu kembali melejit ke udara dan berlalu dari situ.

00OdwO00

Entah berapa lama sudah lewat, pelan-pelan Ong Bun- kim sadar kembali dari pingsannya, ia merasa kepalanya masih pusing sekali, matanya serasa masih berkunang ditambah perutnya mual.

Ketika keadaan sudah rada segar, ia mulai mengenang kembali peristiwa yang telah menimpanya

Ia hanya tahu kalau jalan darahnya ditotok Hiat-hay longcu secara tiba-tiba, kemudian apa yang terjadi tak diketahui lagi olehnya Begitu sepasang matanya dipentangkan, pemuda itu makin terperanjat lagi dibuatnya.

Ternyata ia berada di suatu ruangan yang besar sekali dengan segala perabot yang indah dan mewah, puluhan orang manusia berbaju biru berdiri dalam ruangan tersebut, sedang ia sendiri berbaring di lantai.

Ia menjadi tertegun dan tak tahu apa gerangan yang telah terjadi atas dirinya sekarang.

Sementara ia masih termangu, tiba-tiba kedengaran seseorang tertawa dingin lalu menegur:

"Ong tayhiap, rupanya kau telah sadar kembali?"

Pelan-pelan Ong Bun-kim bangkit berdiri, ia merasa sekujur tubuhnya lemas tak bertenaga.

Sadarlah pemuda kita bahwasanya ia sudah ditotok orang, maka sinar matanya lantas dialihkan ke sekeliling ruangan, mendadak ia jumpai Hiat-hay long-cu berada pula di antara orang-orang itu.

"Hahh kau ..?" seru Ong Bun-kim dengan air muka agak berubah.

"Betul, memang aku!"

Sepasang gigi Ong Bun-kim gemerutukan menahan rasa geramnya, kalau bisa dia ingin mencincang tubuh Hiat-hay- long-cu menjadi ber-keping-keping untuk melampiaskan rasa dendam dihatinya.

Tiba-tiba ia jumpai di sebelah kanan ruangan berdiri seorang perempuan yang amat di kenal olehnya, orang itu tak lain adalah Gin Lo-sat kenyataan ini sangat mengejutkan hati Ong Bun-kim.

"Jadi Hiat hay-long-cu sudah menjadi anggota perkumpulan Hui-mo-pang?" demikian pikirnya.

Rupanya dugaan tersebut ada benarnya juga dan jelaslah sudah bahwa Hiat-hay-long-cu sengaja, menggunakan siasat untuk membekuknya agar bisa diserahkan kepada pihak Hui-mo-pang.

Berpikir sampai ke situ, menggigil sekujur badan anak muda itu saking marahnya.

Pada saat itulah seseorang berseru dengan lantang: "Tay pangcu tiba!"

Seketika itu juga suasana dalam ruangan menjadi sunyi senyap tak kedengaran sedikit suarapun, lalu terdengar suara langkah kaki manusia yang makin lama semakin mendekat.

Tiba-tiba Ong Bun-kim merasa matanya menjadi silau, seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan diiringi empat orang dayang berbaju biru berjalan masuk ke dalam ruangan.

Serentak semua manusia berbaju biru termasuk juga Hiat-hay-long-cu di antaranya menjatuhkan diri berlutut di atas tanah sambil berseru:

"Tecu sikalian menyampaikan salam sejahtera untuk Tay pangcu!"

Tay pangcu dari Hui-mo pang tertawa hambar,  sahutnya:

"Tak usah banyak adat!"

Suaranya merdu merayu seperti bkicauan burung dnuri, membuat oarang serasa terbbuai jadinya.

Ong Bun-kim sendiripun merasa terkesima oleh kecantikan orang, sekalipun demikian iapun merasa agak heran, kalau gadis tersebut hanya sebagai Tay pangcu (wakil ketua), lantas siapakah ketua yang sebenarnya ?

Setelah memberi hormat dengan suasana yang hidmat, puluhan orang manusia berbaju biru itu bangkit berdiri dan menyingkir ke samping.

Paras muka Tay pangcu dari Hui-mo pang amat hambar tanpa emosi, dengan matanya yang jeli ia mengerling sekejap wajah Ong Bun-kim, lalu dengan suara agak tertegun serunya:

"Jadi kau yang bernama Ong Bun kim?"

Ong Bun kim hanya memandang sekejap ke arahnya, ia telah membungkam dalam seribu bahasa.

Sekali lagi Tay pangcu dari Hui mo pang itu tertegun. "Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?" tegurnya. Ong Bun-kim tetap membungkam dan tidak menjawab. Tindakan anak muda itu segera menggusarkan wakil ketua dari Hui mo pang ini, bahkan paras muka puluhan orang manusia berbaju biru yang berada dalam ruangan itupun berubah hebat.

"Ong Bun kim!" dengan suara dingin Hiat-hay-long cu segera membentak keras, "kalau kau tidak menjawab juga, jangan salahkan kalau kau akan kutempeleng beberapa kali!"

Ong Bun kim tetap tertawa dingin tiada henti-nya, tak sepatah katapun yang diutarakan.

Paras muka Hiat hay long cu betul betul berubah sangat hebat, sambil membentak gusar tubuhnya menerjang kehadapan si anak muda itu, kemudian telapak tangannya diayun ke atas wajah Ong Bun-kim dan menamparnya keras keras.

"Piaak....! Plook. !" Ong Bun kim kena di-tampar keras-

keras sehingga pipinya bengkak dan mulutnya berdarah.

Anak muda itu segera tertawa dingin, katanya:

"Teng Kun, ingat ingat saja dengan dua tempelenganmu sekarang, suatu ketika aku pasti akan membalaskan berikut bunga. "

"Bangsat, akan kutempeleng kau beberapa kali lagi."

Tangannya segera diayun ke muka siap menempaleng wajah Ong Bun kim lagi.

"Tahan!" mendadak berkumandang suara bentakan nyaring.

Mendengar bentakan tersebut, mbau tak mau Hiatd hay- long-cu haarus menarik kembbali serangannya.

Setelah melirik sekejap wakil ketua dari Hui-mo pang itu, ujarnya dengan penuh rasa hormat: "Baik, tay-pangcu!" "Bebaskan jalan darahnya yang tertotok!" "Baik!"

Tanpa berani membangkarg, Hiat-hai-long cu segera menepuk bebas jalan darah Ong Bun-kim yang tertotok.

Pada dasarnya Ong Bun kim menang sudah terluka dan luka itu belum sembuh, maka kendatipun jalan darahnya sudah dibebaskan, akan tetapi kekuatan, hawa murninya belum berhasil dipulihkan kembali seperti sediakala.

"Ong Bun-kim!" kembali wakil ketua Hui-mo-pang berkata: "kalautoh sudah sampai di sini, apa salabnya kalau kita berbicara.secara baik-baik?"

"Soal apa yang mesti kita bicarakan?" jawab Ong Bun kim dengan suara dingin.

Wakil ketua dari Hui-mo pang itu tertawa ringan, sungguh besar daya pikatnya.

"Oh....tadinya aku masih mengira kau tak pandai berbicara, untung kau bukan seorang bisu, tahukah kau kenapa kuundang kehadiranmu kemari?

"Hmm..! Suatu cara mengundang yang sangat bagus." "Aku toh sudah mengundang kehadiranmu secara baik-

baik, adalah kau sendiri yang enggan datang."

Ong Bun-kim kembali tertawa dingin. "Heeehhh...heeehhh...heeehhh... sekarang kau telah

"mengundangku'" kemari, hayo katakanlah maksud tujuanmu yang sesungguhnya!"

"Aaah....! Kalau dibilang, sesungguhnya bukan suatu masalah yang terlampau sulit untuk dilakukan, aku hanya ingin mengajakmu untuk menjadi anggota perkumpulan kami!" kata Wakil ketua Hui-mo-pang sambil tertawa ringan.

"Haaahhh.. haaahhh....haaabhb....rupanya itulah maksudmu, sayang aku enggan untuk menerimanya!" Ong Bun-kim terbahak-bahak.

"Kenapa?"

"Kenapa aku mesti masuk menjadi anggota perkumpulan kalian?"

"Kita akan bersama-sama membangun suatu dunia persilatan yang berada di bawah telapak kaki kita!"

Kontan sraja Ong Bun kimt tertawa dinginq tiadi hentinyar.

"Biarlah maksud baikmu itu kuterima dalam hati saja" katanya, "sayang sekali aku tidak mempunyai rejeki sebesar itu untuk menikmatinya!"

"Tapi sayang, bagaimanapun juga kau harus masuk menjadi anggota perkumpulan kami!"

"Kalau aku tetap menolak?"

"Boleh saja, cuma kau harus dapat menyambut tiga buah tusukan pedangku tanpa kalah, asal kau mampu segera kami lepaskan dirimu untuk tinggalkan tempat ini!"

Ucapan yang terlalu tekabur dan sama sekali tak pandang sebelah matapun kepada lawannya ini segera membangkitkah hawa amarah dalam hati Ong Bun-kim, air mukanya kontan berubah.

"Menerima tiga jurus serangan pedangmu?" ulangnya. "Betul!"

"Seandainya aku sanggup menyambut ketiga buah serangan pedangmu tanpa kalah?" "Silahkan kau tinggalkan tempat ini, dan selanjutnya perkumpulan kami tak akan menyulitkan dirimu lagi!"

"Harus ditambah dengan sebuah syarat lagi!" sambung anak muda itu dengan cepat.

"Syarat apa?"

"Serahkan Hiat-hay long-cu kepadaku!"

"Boleh saja, cuma. andaikata kau yang kalah?"

"Aku siap menerima keputusanmu!"

"Bagus sekali!" seru wakil ketua dari Hui mo-pang itu, "siapkan pedang !"

Dengan hormat seorang dayang berbaju biru munculkan diri dan mempersembahkan sebilah pedang.

Dengan jari-jarinya yang lembut ia menyambut pedang itu, lalu selangkah demi selangkah berjalan menuju ke tengah ruangan.

"Apakah kau Tay-pangcu ingin bertarung dengan seorang yang sedang terluka seperti aku sekarang?" tiba-tiba Ong Bun-kim berseru.

"Jangan kuatir!" jawab si nona sambil tertawa "tak nanti akan kumanfaatkan keuntungan itu!"

Seraya berkata ia merogoh sakunya dan menngeluarkan sebutir pil yang kemudian diserahkan kepada Ong Bun-kim.

Si anak muda itupun tanpa sungkan-sungkan segera menerimanya, setelah obat ditelan ia duduk bersila untuk menyembuhkan lukanya itu.

Setengah jam kemudian, luka yang dideritanya itu telah sembuh sama sekali, pelan-pelan ia bangkit berdiri. "Sudah mampu untuk berkelahi?" wakil ketua dari Hui rao pang itu segera bertanya.

"Sudah, tapi ada-satu hal lagi hendak ku-tanyakan lebih dulu kepadamu!"

"Kalau begitu katakan saja!"

"Kalau kau adalah wakil ketua, maka siapakah ketua sesungguhnya?"

"Oh...soal ini merupakan rahasia besar bagi perkumpulan kami, asal kau berhasil menangkan aku, sudah pasti soal itu akan ku-beritahukan kepadamu . . . !"

"Bagus sekali."

Ong Bun kim tidak berbicara lagi, sekokoh bukit karang ia berdiri tegak di tempat, harpa bajanya disiap sediakan untuk melancarkan serangan mematikan.

Wakil ketua dari Hui mo pang itu tidak langsung melancarkan serangan, dengan nada yang dingin tegurnya:

"Sudah bersiap sedia?"

"Silahkan tay pangcu melancarkan seranganmu!"

Tay pangcu dari Hui mo pang tertawa dingin, sesudah manggut sekali, pedang yang berada di tangan kanannya itu pelan-pelan diangkat ke tengah udara . . .

Sinar mata semua orang yang berada dalam ruangan itu segera ditujukan ke wajah Ong Bun kim serta Tay pangcu, suasana dalam gelanggang pun seketika tercekam dalam ketegangan.

Agaknya tak seorangpun yang percaya bahwa Ong Bun kim sanggup menerima tiga buah serangan maut dari Tay pangcu, lebih lebih tidak percaya kalau ilmu silat yang dimiliki anak muda itu sesungguhnya hebat luar biasa. Sementara itu Ong Bun kim telah mempersiapkan diri baik-baik, ia beranggapan bahwa lebih baik jiwanya hilang di tangan orang dari pada tidak menerima ketiga buah serangan musuh.

Kini segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah dihimpun ke dalam tubuh untuk bersiap sedia menyambut tiga buah serangan kilat dari Tay pangcu perkumpulan Hui mo pang.

Tay pangcu melirik Ong Bun kimb sekejap, kemuddian sambil tertaawa dingin katabnya:

"Berhati-hatilah, aku siap melancarkan serangan!" "Silahkan!"

Di tengah bentakan nyaring yang menggeledek bayangan manusia saling menyambar, cahaya kilat membumbung ke angkasa dengan membawa desingan angin tajam yang menggidikkan hati, pedang itu langsung menusuk ke tubuh Ong Bun-kim.

Dengan sigap anak muda itu memutar harpa besinya untuk menangkis datangnya ancaman tersebut.

Bayangan manusia berputar kencang, dengan suatu gerakan manis berhasil juga Ong Bun-kim untuk meloloskan diri dari serangan kilat tay pangcu, tapi pedang itu mendadak berubah arah, diantara kilatan cahaya yang menyilaukan mata serangan pedang kedua telah tiba.

Kali ini serangannya jauh lebih cepat dari pada serangan yang pertama tadi, baru saja Ong Bun-kim melepaskan diri dari ancaman yang pertama, serangan kedua yang maha dahsyat itu telah mengancam ke arah dadanya.

-ooo00dw00ooo- BAB 36

PERUBAHAN jurus serangan itu betul-betul di luar dugaan, mengucur ke luar peluh dingin saking kagetnya, cepat-cepat pemuda itu berkelit ke samping sambil melepaskan sebuah serangan balasan.

Tapi sebelum tubuhnya sempat menghindarkan diri ke samping, ujung pedang lawan telah mencungkil kearah tubuhnya, menyusul kemudian tay-pangcu dari Hui-mo- pang itu sudah mundur kembali ke tempat semula.

Semua orang menjadi tertegun oleh kejadian itu, Ong Bun kim sendiripun merasa terperanjat.

Kalahkah si anak muda itu? Ataukah ia berhasil menghindarkan diri dari ketiga buah serangan lawan ?

"Ong Bun kim!" kata tay pangcu sambil tersenyum, "terima kasih atas kerelaanmu untuk mengalah!"

Kontan Ong Bun kim merasakan kepalanya pusing dan dadanya seperti terhantam martil berat, nyaris tubuhnya roboh terjengkang ke tanah.

Ia sudah kalah? Di manakah letak kekalahannya . . .?

Peristiwa ini benar-benar merubpakan suatu perdistiwa yang taka pernah diduga bsebelumnya, maka sinar matanya segera dialihkan ke tubuh sendiri.

Apa yang dilihat? Ternyata baju bagian dadanya sudah robek besar sehingga tampak kulit dadanya.

Tak terlukiskan rasa kaget yang dialami Ong Bun kim saat ini, terbukti sudah bahwa ilmu pedang yang dimiliki gadis itu betul-betul sudah mencapai ke tingkatan yang menakutkan sekali. Terbukti bajunya telah tersambar robek tanpa melukai kulit badannya, dari sini dapat diketahui betapa menakutkannya ilmu silat yang dimiliki orang itu.

Hiat hay long cu segera tertawa dingin ejeknya. "Ong Bun kim, kau kalah!"

Pucat pias selembar wajah Ong Bun kim, sekujur badannya gemetar keras, kenyataan tersebut sangat menggetarkan perasaannya, bahkan terasa jauh lebih menakutkan dari pada menghadapi ancaman kematian.

Tiba-tiba saja suasana dalam ruangan besar itu menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.

"Aku akan beradu jiwa denganmu!" Tiba-tiba Oag Bun kim membentak kalap.

Dalam sedih dan putus asanya ia telah melupakan janji sendiri, sambil membentak keras tubuhnya langsung menerjang ke arah Tay pangcu dari Hui mo pang itu, harpa bajanya dengan disertai tenaga serangan yang luar biasa langsung dihantamkan ke tubuh lawan.

Serangan yang dilancarkan dalam keadaan kalap dan kecewa ini betul-betul disertai tenaga serangan yang maha dahsyat.

Tay pangcu dari Hui mo pang segera membentak keras. "Tahan!"

Karena beatakan tersebut, terpaksa Ong Bun kim menarik kembali serangannya.

"Ong Bun kim!" kata Tay pangcu kemudian dengan lantang, "apakah kau hendak mengingkari janji?"

Ong Bun kim berdiri bodoh. Kembali sinar mata Tay pangcu dialihkan ke wajah Ong Bun kim, mendadak ia berseru kaget lalu air mukanya berubah hebat, dengan sempoyongan tubuhnya mundur enam-tujuh langkah dari posisi semula.

Perubahan tersebut amat mengejutkan semua orang yang hadir dalam ruangan itu, demikian pula dengan Ong Bun kim sendiri.

Lama, lama sekarli, akhirnya Taty pangcu berhasqil mengendalikarn luapan emosinya, dengan nada agak gemetar bisiknya:

"Kau "

"Kenapa dengan aku?"

Tiba tiba ia menemukan bahwa sinar mata Tay pangcu sedang tertuju pada lencana "Liong-bei" yang bergantung di dadanya itu, bahkan nona itu memperhatikannya tanpa berkedip.

Tindak tanduk lawannya yang aneh ini segera membuat Ong Bun kim menjadi tertegun.

"Benda apakah yang berada di dadamu itu?" Tay pangcu menegur dengan suara gemetar.

"Kenapa? Kau menginginkannya?" jengek si anak muda itu sinis.

"Aku hanya ingin bertanya benda apakah itu?" "Lencana Liong bei "

"Aaah!" sekali lagi Tay pangcu berteriak penuh rasa kaget.

Aneh sekali tindak tanduk tay pangcu dari perkumpulan Hui mo pang tersebut, semenjak menjumpai lencana Liong bei yang tergantung di dada Ong Bun kim itu, sorot matanya yang jeli selalu diliputi rasa kaget yang luar biasa.

Lama kelamaan Ong Bun kim dibikin tidak habis mengerti juga oleh sikap lawannya yang aneh itu.

"Hei, kenapa kau?" tegurnya kemudian. "Darimana kau dapatkan lencana liong bei itu?" bentak Tay pangcu dengan suara keras.

"Mau apa kau?" "Aku ingin tahu!" "Benda ini milikku?"

"Perlihatkan kepadaku!"

Ong Bun kim segera tertawa dingin.

"Heeehbh heeehbh beeehhb itu kan benda milikku, kenapa aku harus perlihatkan kepadamu?"

Air muka Tay pangcu berubah hebat.

"Berikan kepadaku!" serunya, "bagaimanapun juga aku harus melihatnya . . ."

"Eeeh jadi kau hendak menggunakan kekerasan?"

Tay pangcu tidak menggubris seruan pemuda itu, dengan nada memerintah bentaknya:

"Lepaskan dan perlihatkan kepadaku!"

"Mau lihat boleh saja, tapi harus kau terangkan dulu alasannya yang masuk akal!"

"Eeeh....jadi kau bersikeras tak mau menyerah kannya kepadaku?" Tay pangcu dari Hui m o pang kembali membentak.

Ong Bun kim kembali tertawa dingin. "Asal kau dapat memberi alasan yang masuk di akal kepadaku, benda ini segera kuserahkan kepadamu untuk kau lihat, kalau tidak Hmm Kecuali mempergunakan kekerasan!"

Sekali lagi paras muka tay-pangcu dari Hui-mo pang berubah hebat, sambil membentak keras tiba-tiba badannya menerjang ke arah Ong Bun-kim, tangan kanannya segera diayun ke depan mencengkeram lencana Liong bei didada si anak muda itu.

Cengkeraman yang dilakukan Tay-pangcu dari Hui-mo- pang ini sungguh cepat melebihi sambaran kilat, buru-buru Ong Bun-kim mengayunkan harpa bajanya untuk menghantam telapak tangan lawan yang menyambar ke arah lencananya itu.

Tay-pangcu dari Hui-mo-pang kembali membentak keras, tangan kirinya berkelebat ke depan kemudian melompat mundur ke belakang, dalam waktu yang amat singkat inilah dalam genggamannya telah bertambah dengan lencana liong-bei milik Ong Bun-kim.

Menyaksikan peristiwa itu. Paras muka anak muda itu berubah hebat, segera bentaknya:

"Serahkan kembali liong-bei ku itu!"

Ia melejit ke depan dan menerjang ke arah tay-pangcu, harpa bajanya disertai tenaga serangan yang hebat menyapu ke tubuh lawan.

Tay-pangcu dari Hui-mo-pang membentak pula, tangan kanannya diayun ke depan dan secara tiba-tiba Ong Bun- kim merasa datangnya segulung hembusan angin lembut yang memaksanya mundur beberapa kaki dari situ.

Ong Bun-kim terkejut sekali, akibat dari desakan tersebut hampir meledak dadanya karena kegusaran, tapi kenyataan menunjukkan bahwa ilmu silat yang dimilikinya masih bukan tandingan lawan, sekalipun marah-marah tapi apa gunanya?

Sementara itu perhatian Tay-pangcu dari Hui-mo-pang telah tertuju semua di atas lencana liong-bei, sesaat kemudian paras mukanya berubah berulang kali, perasaannya bergolak keras, ia seperti terkejut, seperti tertegun tapi seperti juga gembira....

Semua anggota Hui-mo-pang membungkam dalam seribu bahasa, mereka hanya bisa mengikuti perubahan sikap pang-cu mereka yang jauh berbeda dari hari-hari biasa itu, mereka tak tahu sesungguh-nya apa yang telah terjadi.

Tapi kalau ditinjau dari sikap serta perhatiannya yang begitu serius terhadap lencana liong-bei itu, dapat diketahui bahwa lencana tersebut pasti mengandung suatu rahasia besar.....

Lama, lama sekali, akhirnya tay-pangcu dari Hui-mo- pang kembali bertanya dengan suara gemetar:

"Apakah liong-bei ini benar-benar telah kau pakai semenjak kecil?"

"Mau percaya atau tidak terserah kepadamu," kata Ong Bun-kim marah, "kini kau sudah melihat cukup lama, hayo kembalikan benda itu kepadaku!"

Tay-pangcu dari Hui-mo-pang tidak berbicara apa-apa, dia hanya berdiri di sana dengan wajah termangu.

Gadis itu seperti mengalami rasa kaget yang kelewat batas sehingga tak tahu apa yang musti dilakukan.

Untuk sesaat Ong Bun-kim sendiripun dibikin tertegun oleh sikap tay-pangcu, dengan wajah melongo diawasinya gadis itu tanpa berkedip. Lama kemudian, gadis itu baru menghela napas panjang, sinar matanya kembali dialihkan ke atas wajah Ong Bun- kim, ia seperti memperhatikannya, seperti juga sedang memikirkan sesuatu...

Suasana dalam ruangan menjadi sepi, hening dan tak kedengaran sedikit suarapun.

"Siapakah ayahmu?" tiba-tiba nona itu menegur kembali. Ong Bun-kim agak tertegun, kemudian sahutnya ketus: "Tentang soal ini lebih baik kau tak usah tahu!"

Gadis itu tidak menjadi gusar oleh sikapnya nya yang ketus itu, malahan sambil menghela napas sedih katanya lagi:

"Aku sudah lama sekali mencarimu!" "Mencari aku? Mau apa kau mencari aku?"

"Karena....karena...." ia menjadi berbata-bata dan tak sanggup melanjutkan kembali kata-katanya.

Setelah tertegun sejenak akhirnya ia berkata kembali: "Akupun mempunyai sebuah Hong-bei yang bentuknya

mirip sekali dengan liong-beimu itu. "

"Apa....!" Ong Bun-kim menjerit keras, dadanya seperti kena dihantam martil berat, kepalanya menjadi pusing dan tubuhnya mundur dua-tiga langkah dengan sempoyongan.

Mendadak ia teringat dengan perkataan dari Kui-jin- suseng, dikatakan bahwa Liong-hong-bei sesungguhnya adalah sepasang, tapi oleh ayahnya hong-bei atau lencana burung hong itu dihadiahkan kepada seorang temannya, ditetapkan bahwa barang siapa membawa  hong-bei tersebut, dialah calon istrinya. Ketika terbayang sampai ke situ, dengan jantung berdebar keras anak muda itu lantas bertanya: "Kau...kau mempunyai sebuah Hong-bei?"

"Benar!"

"Kalau begitu kau..." "Aku..."

Mereka saling berpandangan dengan wajah tertegun, lama sekali kedua orang itu tak sanggup berkata-kata.

Yaa, kejadian ini memang sama sekali di luar dugaan, bukan saja membuat mereka tercengang bahkan hampir tidak percaya dengan apa yang terbentang di hadapannya.

Dengan termangu-mangu Ong Bun-kim memperhatikan gadis itu Tay-pangcu dari Hui-mo-pang pelan-pelan menggeserkan kakinya menuju ke arah ruang tengah.

Sinar mata semua anggota Hui-mo-pang ber-sama-sama dialihkan ke atas wajah tay-pangcunya, tak seorangpun yang bersuara atau menggerakkan tubuhnya dari tempat masing-masing

Setibanya di atas mimbar, tay-pangcu baru berseru: "Hu-pangcu!"

"Tecu ada di sini!" Gin Lo-sat tampil ke depan: "Kecuali kau seorang yang tetap tinggal disini, semua anggota perkumpulan kita dipersilahkan mengundurkan diri dari sini!"

"Baik!"

Maka di bawah perintah Gin lo-sat serentak semua anggota perkumpulan Hui-mo-pang me-ngundurkan diri dari tempat itu. Sepeninggal orang-orang itu semua, tay-pangcu baru mengalihkan sinar matanya ke atas wajah Ong Bun-kim, katanya.

"Ong siangkong, apakah ibumu pernah memberitahukan soal Liong-hong-bei (lencana naga dan burung hong) kepadamu?"

"Yaa, aku tahu!" jawab Ong Bun-kim dengan perasaan agak bergetar.

Sesungguhnya kedua belah pihak telah mengetahui dengan jelas bahwa mereka adalah sepasang suami istri, akan tetapi kedua belah pihak sama-sama tak ingin mengutarakan persoalan ini lebih dahulu.

"Ong siangkong, kita berdua..." "Yaa, aku sudah tahu!"

"Lantas kau..." gadis itu tak tahu bagaimana harus menyambung ucapannya.

"Aku..." anak muda itupun tak tahu apa yang mesti dikatakan.

"Kau... kau telah mengakuinya?" "Aku... aku tidak tahu!"

Mendengar jawaban itu, paras muka gadis tersebut berubah hebat.

"Engkau tahu apa sebabnya kudirikan per-kumpulan Hui-mo-pang ini?" teriaknya.

"Kenapa?"

"Kau tahu, kenapa perkumpulan kami tidak mempunyai pangcu?"

"Coba kau terangkan, kenapa tak ada pangcunya?" "Karena kaulah pangcunya!"

"Apa?" Ong Bun-kim menjerit kaget.

Kejadian itu sungguh berada diluar dugaannya, dengan terperanjat ditatap gadis itu tanpa berkedip, lama sekali ia tak mengucapkan sepatah katapun.

Gadis itu tertawa getir, kemudian berkata lebih jauh: "Aku tak lebih hanya melaksanakan tugas pangcu untuk

sementara  waktu,  sebab kau  adalah suamiku,  dan akupun

harus mengangkat dirimu sebagai pangcunya, sebab ketika kudirikan perkumpulan Hui-mo-pang ini, keadaan tersebut telah kuterangkan kepada semua anggota..."

"Kau beritahu kepada mereka bahwa suamimu lah pangcu yang sebenarnya dari perkumpulan Hui mo-pang?"

"Benar!" "Lantas..."

"Mulai sekarang kau adalah pangcu dari perkumpulan Hui-mo-pang!"

Ong Bun-kim sama sekali tidak girang oleh kejadian tersebut, paras mukanya tetap hambar tanpa emosi, ditatapnya sang "istri" sekejap kemudian katanya dengan dingin:

"Siapakah ayahmu?"

"Hiat-hay-khi-khek (si penunggang kuda dari hiat-hay)!" "Apa? Ayahmu adalah Hiat-hay-khi-khek?"

Hiat hay khi khek adalah sahabat karibnya Su hay bong khek, tentang soal ini ia sudah tahu jelas, tapi ia tidak tahu kalau ayahnya telah meng hadiahkan "Hong bei" tersebut untuk Hiat hay khi khek. Konon si Penunggang kuda dari Hiat hay telah pergi ke Lam hay, kalau memang gadis cantik ini adalah putrinya, lantas di manakah Hiat hay khi khek sendiri? Sudah mati?

Berpikir sampai di situ, tanpa terasa ia bertanya. "Sudah meninggal dunia!"

"Sudah wafat?"

"Benar, sudah wafat! Setelah pergi jauh ke Lam hay tempo dulu, ayahku telah menikah dengan putrinya Lam hay kaucu, akulah satu satu-nya anak yang dilahirkan, setelah kakek meninggal ayah melanjutkan jabatan ketua Lam hay kau.

Lima tahun berselang ayah dan ibu secara beruntun meninggal dunia, sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir ayah hanya beritahu kepadaku agar mencari seseorang yang memakai kalung Liong bei, sebab orang itu adalah suamiku."

Ia berhenti sejenak untuk mengatur pernapasan, kemudian terusnya:

"Aku pernah bertanya kepada ayah, siapakah yang mempunyai liong bei yang mirip dengan Hong bei yang kukenakan ini? Beliau mengatakan bahwa orang itu sudah meninggal dunia, tapi benda itu sudah diwariskan kepada putranya dan aku dipesan agar menyelidiki secara seksama dikemudian hari..."

"Apakah ia tidak memberitahukan kepadamu siapakah nama ayahku?"

"Yaa, ia tidak mengatakannya...sebab ketika hendak mengatakan nama ayahmu, ia keburu menghembuskan napas terakhir." Berbicara sampai di sini, ia tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, titik air mata jatuh ber linang membasahi pipinya.

"Maka, kaupun mendirikan perkumpulan Hui mo pang ini?" kata Ong Bun kim kemudian.

"Benar, sesampainya di daratan Tionggoan, aku pun berkenalan dengan adik angkatku sekarang Gin Lo sat, agar bisa menemukan jejakmu dengan mudah, mau tak mau aku harus mencari anggota perguruan sambil menyebar orang untuk mencari orang yang memakai Liong bei, akhirnya kaupun berhasil kutemukan..."

000odwo000

BAB 37

TERBAYANG kembali pengalamannya hingga tiba di perkumpulan Hui mo pang, tiba tiba saja hawa amarah dalam hati Ong Bun kim berkobar kembali dengan hebatnya.

Sementara itu tay pangcu telah membisikkan sesuatu ke sisi telinga Gin Lo sat, menyusul kemudian Gin Lo sat memperhatikan Ong Bun kim beberapa saat lamanya, lalu ujarnya:

"Ong sauhiap, enci bilang bersbediakah kau untduk menikah dengaannya?"

"Aku akbu rasa soal ini jangan kita bicarakan dulu untuk sementara waktu."

"Kenapa?"

"Karena antara kita berdua belum mempunyai saling pengertian yang mendalam!" "Lantas sampai keadaan bagaimanakah baru bisa dikatakan sebagai saling ada pengertian?"

"Wah, soal ini sulit untuk diterangkan!" Gin Lo sat tersenyum, katanya kemudian:

"Ong sauhiap, kalau kau menyanggupinya maka berarti pula kau adalah pangcu dari perkumpulan Hui mo pang!"

Mendengar perkataan itu paras Ong Bun kim segera berubah.

"Hei, rupanya kalian hendak menggunakan kedudukan pangcu itu sebagai umpan untuk me-mancingku?"

"Oooh. tentu saja bukan!"

"Kalau begitu.  "

"Sebab jika kau tidak kawin dengan enciku maka lantaran sebutannya juga bukan suami istri, tentu saja kau tak dapat menempati kedudukan sebagai seorang pangcu dari Hui mo pang!"

Kontan saja Ong Bun kim tertawa dingin. "Heeehb..heeehh...heeehh...Meskipun aku Ong Bun kim

hanya seorang tukang silat kasaran yang tidak mempunyai kedudukan ataupun nama besar, tapi aku masih belum menganggap kedudukan se bagai "pangcu" itu di dalam hati, harap kalian berdua jangan salah mengartikan jalan pemikiranku."

Gin Lo sat tidak mengira kalau Ong Bun kim bakal mengucapkan kata kata semacam itu, kontan saja paras mukanya berubah hebat.

"Jadi kalau begitu, kau tidak mengakui akan adanya ikatan perkawinan ini?" katanya kemudian sambil tersenyum. "Aku sama sekali tidak mempunyai maksud demikian , .

. "

"Jadi kalau begitu, kau telah menyetujuinya?" "Akupun tidak menyetujui!"

"Jadi,sebenarnya bagaimanakah maksudmu itu?"

"Persoalan tentang perkawinan itu lebih baik dibicarakan

dikemudian hari saja, sebaliknya tentang kedudukan pangcupun terpaksa dibiarkan saja lebih dulu, kita bicarakan nanti kalau sudah ada penyelesaian dulu mengenai hubungan kami berdua."

"Apakah Ong sauhiap beranggapabn bahwa enciku dtidak pantas unatuk menikah denbganmu. "

"Tentu saja bukan demikian maksudku " "Jadi kau sudah mempunyai istri?"

Mendengar pertanyaan itu, Ong Bun kim me-rasakan hatinya bergetar keras, setelah termenung sejenak sahutnya:

"Yaa, hal itu merupakan salah satu alasanku. "

Tiba tiba Tay pangcu dari Hui mo pang itu berteriak keras:

"Aaa...apa...? Kau... kau sudah mempunyai istri?

Si. siapakah dia?"

Suaranya agak gemetar karena menahan emosi yang berkobar, sepasang matanya yang tajam menatap wajah Ong Bun kim tanpa berkedip.

Si anak muda itu tertawa hambar, katanya:

"Persoalan ini adalah persoalan pribadi, lebih baik tak usah kau tanyakan lagi!"

"Kenapa aku tak boleh menanyakannya ke-padamu?" Paras muka Oag Bun kim berubah.

"Dengan dasar apa kau menanyakan persoalan ini kepadaku?"

"Aku toh istrimu yang sah!"

"Tapi untuk sementara waktu masih belum kuakui!" Kemarahan yang berkobar dalam dada Tay pangcu dari

Hui   mo   pang   ini   benar-benar   sudah   meledak, sekujur

badannya gemetar keras, mimpi-pun ia tak mengira kalau Oag Bun kim sedikitpun tidak memandang sebelah mata kepadanya.

Setelah tertawa dingin gadis itu lantas berkata:

"Ong siangkong, asal kau bersedia kawin denganku, maka mulai detik ini kau adalah pangcu dari perkumpulan Hui mo pang!"

"Sayang sekali, aku Ong Bun kim bukanlah manusia semacam itu!"

"Akupun bisa membantumu untuk menuntut balas atas sakit hatimu selama ini!"

"Terima kasih banyak atas maksud baikmu itu, aku Ong Bun kim seorang diri masih mampu untuk menuntut balas!"

"Hei, jadi kalau begitu bicara pulang pergi sekian lama, kau masih tetap tidak menyetujui usulku ini."

"Benar! Untuk sementara waktu Ong Bun kim tak dapat menyanggupi semua permintaanmu itu!"

Sekujur badan Tray pangcu dari tHui-mo-pang ituq kembali gemetarr keras, kalau bisa dia ingin menggigit si anak muda itu sampai mampus- sehingga rasa gemas dan jengkelnya dapat terlampiaskan . Sekalipun demikian, Ong Bun kim mempunyai pendirian serta harga diri yang tak dapat diganggu gugat oleh siapapun, ia mempunyai keangkuhan dan watak jaga gengsi yang tinggi, dia tak ingin kena terpancing oleh soal nama dan kedudukan sehingga kehilangan harga dirinya.

Ia lebih lebih tidak berharap untuk memperoleh nama besar atas dasar pamor dari istrinya, bila kejadian ini sampai tersiar dalam dunia persilatan dikemudian hari, orang pasti akan mencemooh dan metertawakan dirinya, hal inilah yang justru dipikirkan dan dipertimbangkan Ong Bun kim, ia tak sanggup menerima ejekan ejekan semacam itu.

Paras muka Tay pangcu dari Hui mo pang kembali berubah, bentaknya kemudian:

"Ong Bun-kim, sesungguhnya kau menyetujui atau tidak?"

"Tidak setuju!"

Mendadak Tay-pangcu dari Hui-mo-pang men- dongakkan kepalanya dan tertawa seram, suaranya tajam melengking dan terasa sangat mengerikan hati, rupanya perasaan maupun pikirannya telah diliputi oleh hawa nafsu membunuh yang amat tebal dan menggunakan gelak tertawa yang menyeramkan itulah dia hendak melampiaskan keluar semua perasaannya itu Tiba-tiba gelak tertawanya itu berhenti di tengah jalan, lalu bentaknya keras-keras:

"Bagus, bagus sekali, Ong Bun-kim! Kalau toh kau tidak menganggap diriku di dalam hati, aku harap kau segera enyah dari sini, hati-hati kalau dikemudian hari kau datang memohon kepadaku!" "Heehhh....heeehh....heeehh.....jangan kuatir,"  sahut Ong Bun-kim sambil tertawa dingin pula, "selama hidup aku Ong Bun-kim tidak akan memohon kepadamu!"

"Bagus sekali!" dengan wajah hijau membesi karena gusar gadis itu berpaling ke arah Gin Losat, lalu serunya lagi: "Adikku, bawa dia ke luar dari sini!"

"Baik!"

"Serahkan Liong-bei itu kepadaku!" Ong Bun-kim segera berseru dingin.

Tay-pangcu dari perkumpulan Hui-mo-pang itu tidak menyahut atau mengiakan, dia segera me-lemparkan Liong- bei tersebut kepada Ong Bun-kim.

Setelah menerima kembali benda itu, si anak muda itu memasukkannya ke dalam saku, kemudian ia bertanya:

"Kalau begitu, bagaimana dengan pertaruhan diantara kita berdua ?"

"Sama sekali hapus sampai di sini!"

Ong Bun-kim tertawa dingin, tanpa meng-ucapkan kata- kata lagi dia memutar tubuhnya dan berjalan menuju ke ruang depan, Gin Lo-sat mengikuti di belakangnya.

Sebentar kemudian mereka sudah ke luar dari gedung besar dan tiba di luar bangunan.

Setelah menembusi kebun bunga di depan bangunan itu, tak lama kemudian sampailah mereka di depan sebuah tebing yang curam, di tepi tebing tersebut terbentang sebuah jalan kecil yang ber-hubungan langsung dengan bawah bukit.

Kepada Gin Lo-sat, Ong Bun-kim lantas berkata: "Hu pangcu, harap berhenti sampai di sini saja, aku hendak mohon diri lebih dahulu!" Sehabis berkata ia lantas menutulkan sepasang kakinya ke atas tanah dan meluncur ke arah jalanan kecil di sisi tebing itu, sepanjang perjalanan pemuda itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, sasampai-nya di bawah bukit, ia baru menghentikan langkahnya.

Ketika terbayang kembali kejadian disaat tadi, pemuda itu menghela napas panjang, pikirnya:

"Aaaai sekarang aku harus ke mana? Ah, benar! Aku harus pergi mencari Siau Hui-un untuk membalas dendam!"

Setelah mengambil keputusan, diapun merubah arah dan menempuh jalan raya menuju ke lembah Sin-li-kok.

Keadaan di dalam lembah Sin-li-kok masih seperti sedia kala, iapun bergerak menelusuri lembah yang memanjang itu, menembusi hutan lebat dan tiba di luar tembok pekarangan.

Mendadak...

Sesosok bayangan merah diikuti beberapa orang dara berbaju merah lainnya menghadang jalan perginya.

Keadaan Ong Bun-kim pada saat ini telah diliputi oleh hawa nafsu membunuh yang luar biasa, ia lantas membentak keras;

"Menyingkir kau!"

Di tengah bentakan keras tersebut, harpa besi di tangan kanannya segera digetarkan untuk me-lancarkan serangan.

Serangan yang dilancarkan Ong Bun-kim secara tiba-tiba ini sungguh cepat bagaikan sambaran kilat dua orang gadis berbaju bmerah yang beradda di barisan paaling depan segbera menjerit kesakitan, lalu roboh binasa di atas tanah. Begitu berhasil dengan serangannya, Ong Bun-kim kembali melompat ke tengah udara dan meluncur ke luar dinding pekarangan tersebut.

Dengan membawa hawa nafsu membunuh yang menggila, di dalam beberapa kali lompatan saja Ong Bun- kim telah tiba di depan pintu gerbang bangunan loteng yang indah itu.

Baru saja dia hendak menyerbu ke dalam, tiba-tiba beberapa orang perempuan berbaju merah yang berdiri di undak-undakan sebelah depan itu menghadang jalan perginya.

"Kurangajar, rupanya kalian sudah bosan hidup." bentak Ong Bun-kim dengan gusarnya.

Harpa besi yang berada di tangan kanannya segera melancarkan serangan dahsyat, dikombinasi kan dengan pukulan dari tangan kirinya.

Sekali lagi terdengar dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan, dua orang perempuan berbaju merah yang kebetulan berada di barisan terdepan segera kena dihajar dan tewas seketika.

Ong Bun-kim melejit ke udara dan, langsung menyerbu ke dalam ruangan...

"Berhenti!" suatu bentakan nyaring kembali berkumandang memecahkan keheningan.

Bayangan merah berkelebat datang dari empat penjuru, dalam waktu singkat ada puluhan sosok bayangan manusia yang bermunculan di sana dan menghadang jalan pergi anak muda itu. ,

Ong Bun-kim mundur selangkah ke belakang untuk mengambil posisi, kemudian baru mendongak kan kepalanya untuk melihat siapakah orang yang berdiri dihadapannya. Ternyata diaIah Sip-hiat-yau hoa (bunga siluman penghisap darah) yang memimpin puluhan orang anak buahnya.

Paras muka Siluman bunga penghisap darahpun agak berubah setelah mengetahui siapa tamunya itu.

"Ong Bun-kim!" serunya kemudian, "sungguh tak kusangka kau telah berkunjung kembali ke lembah Sin-li- kok, pertemuan kali ini sungguh suatu pertemuan yang tak pernah disangka!"

Ong Bun-kim enggan banyak berbicara, ia segera membentak keras:

"Cepat suruh Siau Hui-un ke luar dari tempat persembunyiannya. "

"Mau apa kau mencarinya?"

"Mencincang tubuhnya menjadi berkeping-keping!" "Heehh....heehh heehh aku kuatir harapanmu itu tak

akan terlaksana!"

"Kau benar-benar tak mau menyubruhnya ke luar?d" bentak Ong Buan-kim sambil mebnggigit bibir menahan diri.

"Benar!"

"Bajingan, rupanya kau sudah bosan hidup!"

Ong Bun-kim segera membentak keras, seperti anak panah yang terlepas dari busurnya dia me-nerjang maju ke depan, harpa bajanya secepat kilat menyerang ke depan dengan membawa kilatan cahaya tajam, yang di arah adalah bagian mematikan di tubuh Sip-hiat-yau-hoa. Agaknya Siluman bunga penghisap darah telah menduga bahwa Ong Bun-kim bakal bertindak demikian, diapun segera membentak keras, telapak tangan kirinya diayun ke depan dan balas melancarkan sebuah serangan yang mematikan.

Bayangan manusia berkelebat lewat, puluhan orang perempuan berbaju merah itupun serentak maju ke depan dan bersama-sama melancarkan serangan untuk mengerubuti anak muda itu.

Ong Bun-kim membentak nyaring, sebuah pukulan dilancarkan untuk mendesak pergi serangan gabungan lawan, sementara tangan kanannya mulai memetik senar tali harpanya dan memainkan irama pembetot sukma.

"Criing...! Criing...I Criing...!" setelah tiga kali sentilan lewat, serentak semua orang tersentak mundur ke belakang dengan sempoyongan.

Menggunakan kesempatan baik itu, Ong Bun-kim bergerak maju ke depan dengan kecepatan luar biasa, harpa besinya digunakan untuk melancarkan serangan berulang kali.

Jeritan-jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang memecahkan keheningan....

Sungguh mengerikan sekali jeritan ngeri tersebut, bunga darah kental berhamburan ke mana-mana, mayat demi mayat jatuh bergelimpangan diatas tanah.

Pembunuhan brutal....kejadian ini benar-benar merupakan suatu pembunuhan yang mengerikan.

Dalam waktu singkat puluhan jago perempuan berbaju merah itu sudah mati binasa semua di ujung harpa besi Ong Bun-kim, kecuali Siluman Bunga pengisap darah seorang yang berhasil kabur kebelakang dengan ketakutan, hampir semuanya sudah tewas.

Selangkah demi selangkah Ong Bun-kim bergerak ke depan menghampirinya, sambil menggigit bibir katanya:

"Sekarang jawab, kau hendak memanggil Siau Hui-un ke luar dari tempat persembunyiannya atau tidak?"

"Aku ..."

"Hayo jawab, maru atau tidak?"

Baru saja perkaqtaan dari Ong Brun-kim itu selesai diucapkan, tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang tak sedap didengar berkumandang ke luar dari balik pintu gerbang.

"Heeehh......heeehhh. heeehhh.... Ong Bun-kim!" kata orang itu, "sungguh tak kusangka kau berani datang ke mari lagi untuk membuat keonacan dan kekacauan".

Ketika Ong Bun-kim mendongakkan kepalanya, maka tampaklah wakil kokcu dari Sin-li-kok yakni Tong Wan-tin diiringi dua orang perempuan tua dan duapuluhan jago lihaynya telah munculkan diri di depan pintu gerbang.

Ketika menyaksikan mayat-mayat yang ber-gelimpangan di atas tanah, paras muka Ton Wan-tin kembali berubah hebat, tegurnya kemudian:

"Kaukah yang telah membinasakan orang-orang itu?" "Benar!"

"Jadi kedatanganmu ke mari adalah untuk membantai semua anggota perguruan kami.. "

"Bila Siau Hui-un tidak kau panggil keluar untuk menerima kematiannya, maka yang mampus mungkin bukan cuma beberapa orang itu saja." "Mau apa kau mencari dirinya?" "Mencincang tubuhnya!"

"Oooh kalau begitu kau datang kemari untuk menuntut balas?"

"Benar!"

"Tolong tanya dendam sakit hati macam apakah yang terjalin antara kau dengan kokcu kami?"

"Soal ini lebih baik tak usah kau tanyakan!" "Kenapa?"

"Yang sedang kucari adalah dia, yang akan kubunuh pun juga dia!"

Hu-kokcu dari lembah Sin-li-kok Tong Wan-tin segera tertawa dingin tiada hentinya.

"Heeehhh hehhh heeehhh tapi sayang kokcu kami tidak berada dalam lembah saat ini... "

"Apa? Ia tidak berada di sini?" "Benar!"

Paras muka Ong Bun-kim kembali berubah, hawa napsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya.

"Sekarang dia berada di mana?"

"Tentang soal ini dari mana aku bisa tahu?" "Omong kosong!"

"Kenapa aku musti berbohong kepadamu?" "Masakah kau tidak tahu ke mana ia telah pergi?" Tong Wan-tin kembali tertawa dingin. "Benar, ia tidak memberitahukan kepadaku, dari mana pula aku bisa mengetahuinya."

"Apa? Kau tidak tahu?" bentak Ong Bun-kim semakin geram, "ia kan seorang kokcu dari suatu perguruan; masa kau sebagai wakilnya tidak tahu ke manakah ia telah pergi? Hmmm pada hakekatnya kau cuma ngaco belo tak karuan! Baiklah, jika kau enggan mengaku, hati-hati kalau aku Ong Bun-kim terpaksa akan membunuh orang lagi."

Paras muka Tong Wan-tin berubah pula.

"Kalau ingin membunuh orang, mengapa tidak mencobanya mulai sekarang saja?" tantangnya.

"Haahhh.....haaah....haaahh..." Ong Bung kim mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. "kalau memang kalian pingin mati, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji kepadamu!"

Begitu selesai berkata, si anak muda itu segera menerjang maju ke depan sambil melancarkan serangan kilat ke arah Tong Wan-tin, wakil ketua dari lembah Sin-li-kok.

Harpa besinya diayunkan berulang kali melancarkan dua buah serangan berantai yang maha dahsyat.

Begitu Ong Bun-kim mulai melancarkan serangannya, dua orang perempuan tua yang berada di belakang Tong Wan-tin ikut mengayunkan pula toya besinya untuk mengerubuti si anak muda itu.

Serangan toya dari kedua orang nyonya tua itu dilepaskan dari kiri dan kanan secara berbarengan, kecepatannya sukar dilukiskan dengan kata-kata, di bawah desakan dahsyat dari kedua orang itu, mau tak mau anak muda tersebut harus mundur selangkah. Menggunakan kesempatan itulah secepat kilat Tong Wan-tin menubruk maju ke depan.

Ong Bun-kim membentak nyaring, ia mengelakkan diri dari tubrukan Tong Wan-tin itu, kemudian melancarkan dua buah serangan berantai yang sangat hebat.

Dalam waktu singkat pertarungan berkobar dengan serunya, kedua belah pihak saling menyerang dan saling menerjang dengan kehebatan yang luar biasa.

Mendadak terdengar jeritan ngeri berkumandang memecahkan keheningan, tampaklah nenek di sebelah kiri itu termakan serabngan dan roboh dterjengkang ke aatas tanah.

--ooo00dw00ooo-

BAB 38

ONG BUN-KIM segera menerjang maju ke depan sambil membentak:

"Hayo jawab ! Bersedia tidak kau terangkan di manakah Siau Hui-un berada sekarang?"

Tong Wan-tin tidak menjawab.

Ong Bun kim merasa gusar sekali sampai tubuhnya bergetar keras, ia membentak nyaring lalu secepat kilat menerjang ke arah Tong Wan tin dan secara beruntun melepaskan dua buah serangan dahsyat.

Dengusan tertahan kembali berkumandang memecahkan keheningan, tubuh Tong Wan tin mencelat ke belakang dan muntah darah segar, untuk sesaat lamanya ia tak sanggup untuk bangkit kembali. Ong Bun-kim segera menerjang ke depan, begitu sampai di hadapan Tong Wan-tin, ia siap mencengkeram tubuhnya.

Tapi pada saat itulah bayangan manusia kembali berkelebat lewat, cahaya tajam berkilauan menusuk pandangan, tahu-tahu cahaya pedang itu sudah mengancam punggung Ong Bun-kim.

Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu, nyaris Ong Bun- kim gagal untuk menghindarkan diri, untunglah disaat yang kritis ia masih sempat berkelit sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.

Begitu lolos dari ancaman mautdan mengetahui siapa gerangan orang itu, paras muka Ong Bun-kim berubah, hawa nafsu membunuh menyelimuti wajahnya, dengan suara geram teriaknya:

"Oooh kiranya kau?"

Ternyata orang itu bukan lain adalah Siau Hui-un. Sambil tertawa dingin perempuan itu menyahut: "Benar, memang aku!"

Ong Bun kim tertawa seram, katanya kembali.

"Siau Hui-un, aku mengira kau telah bersembunyi dalam neraka tingkat delapanbelas, dan tak berani menjumpai diriku lagi, haaahhh haaahhh haahhh kenapa sekarang telah munculkan diri kembali?"

Suara gelak tertawa dari Ong Bun-kim mengerikan sekali, membuat orang yang mendengarnya terasa mengerikan sekali.

Siau Hui-un tertawa dingin.

"Ong Bun-kim, apa yang kau tertawakan?" bentaknya. "Aku tertawa karena hari ini kau bakal mampus di tanganku, Siau Hui-un! Sebelum ku-binasakan dirimu, sebelumnya ada satu pebrsoalan hendak dkuberitahukan kaepadamu "

"Katakan!"

"Pernahkah ayahku berbuat sesuatu yang merugikan dirimu?"

"Tidak pernah!"

"Kalau begitu, kenapa kau telah membinasakan dirinya?" "Entahlah!"

"Kurangajar! Masa kau tidak tahu?" "Benar, aku tidak tahu!"

"Kalau begitu menjelang saat kematianmu tiba, pesan- pesan terakhir apakah yang hendak kau sampaikan?"

"Tidak ada!"

"Bagus, kalau memang tidak ada, sekarang juga akan kubunuh dirimu "

"Mengapa tidak mencobanya dengan segera?"

Ong Bun kim membentak nyaring, dengan cepat ia menerjang ke arah Siau Hui un sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat.

Ong Bun-kim begitu mulai bergerak, Siau Hui un pun segera mengambil tindakan, kedua belah pihak sama sama melayang ke udara dan saling melepaskan dua buah serangan gencar.

Atas bentrokan yang kemudian terjadi, tubuh Siau Hui un kena didesak mundur sejauh tiga langkah oleh serangan dari Ong Bun kim itu, belum lagi ia bersiap itu secara beruntun pemuda itu telah melancarkan kembali lima serangan berantai.

Ilmu silat yang dimiliki Siau Hui un nyata bukan tandingan Ong Bun kim, di bawah desakan gencar dari si anak muda itu, secara beruntun ia didesak mundur terus hingga tak punya kekuatan lagi untuk melancarkan serangan balasan.

"Roboh kau!" tiba-tiba Ong Bun-kim membentak keras. "Blaaang  !"  tubuh  Siau  Hui-un  bagaikan-sebutir peluru

mencelat ke belakang dan roboh tak berkutik lagi, Ong Bun-

kim segera mejompat ke depan dan tahu tahu Siau Hui-un telah dicengkeram olehnya.

Semua kejadian ini berlangsung dalam waktu singkat, begitu berhasil mencengkeram tubuh Siau Hui-un, bahwa napsu membunuh yang menyelimuti wajah Ong Bun-kim berkobar semakin tebal.

"Siau Hui-un!" bentak anak muda itu kemudian, "tak kau sangka bukan, suatu ketika kau bakal terjatuh ke tanganku "

Siau Hui un hanya bisa memandang ke arah musuhnya dengan sepasang mata melotot besar, katanya kemudiarn dengan dingint:

"Mau bunuh ceqpatlah bunuh, arpa gunanya kau musti banyak berbicara ?"

Ong Bun-kim tertawa seram.

"Haahhh .... haahhh . . . haahhh . . . untuk membunuhmu lebih gampang dari pada membalikkan telapak tangan sendiri, cuma sebelum kau kubunuh, lebih dahulu aku ingin menanyakan satu hal kepadamu, kau taruh di mana kah keenam jilid kitab pusaka dari ko enam partai besar? Hayo jawab!" "Euam kitab pusaka dari enam partai besar?" "Benar!"

"Kalau aku tak mau bicara?" ejek Siau Hui un sambil tertawa dingin tiada hentinya.

Berkobar hawa amarah dalam hati Ong Bun kim. "Kau tak mau berbicara?" bentaknya.

"Benar!"

"Kalau begitu, di manakah letak markas besar dari perguruan San tian bun . . .?"

"Mau apa kau tanyakan tentang persoalan ini?"

"Aku bendak mencari ketua dari perguruan San tian bun, bukankah dia adalah kekasih gelapmu?"

"Benar!"

"Di manakah letak markas besar San tian-bun? Hayo cepat katakan!"

"Kalau aku tak mau menjawab?"

Ong Bun kim segera tertawa dingin tiada hentinya.

"Siau Hui un, kau juga seorang manusia cerdik, karena seorang manusia kilat kau tega membinasakan ayahku serta Sastrawan setan harpa, apa yang telah diberikan Manusia kilat itu kepadamu?"

"Soal ini tak perlu kau ketahui!"

"Benar, aku memang tak usah mengurusinya, cuma aku hendak memperingatkan dirimu, penghargaan apakah yang telah diberikan Manusia kilat kepadamu sehingga kau bersedia untuk berkorban baginya?" Perasaan Siau Hui-un mulai bergolak, ia mulai diliputi oleh emosi.

Menyaksikan perempuan itu belum juga menjawab, dengan wajah berubah dan diiringi suara, tertawa dingin, Ong Bun-kim berkata lagi:

"Kau toh sudah tahu bahwa kau telah kutawan sekarang, kenapa Manusia kilat tidak berusaha untuk menolongmu? Pada hakekatnya ia sama sekali tak pandang sebelah matapun kepadamu. "

"Kau tak usah banyak berbicara lagi, kalau hendak bunuh hayolah segera turun tangan!"

"Siau Hui-un, kau benar benar bersikeras tak mau menjawab?" bentak Ong Bun-kim.

"Benar!"

Sekali lagi Ong Bun kim tertawa dingin.

"Siau Hui un, buat apa kau musti menjadi seorang bodoh?" katanya, "bilamana kau bersedia untuk menjelaskan di mana kau simpan ke enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar dan di manakah letak markas besar dari Perguruan San tian bun, siapa tahu kalau akupun akan menghadiahkan sesosok mayat yang utuh bagimu!"

"Aaaaah, sudah!-Kau tak usah banyak bicara lagi." "Jadi kalau begitu, kau tidak bersedia untuk menjawab?" "Benar!"

Pelan pelan Ong Bun-kim mengangkat telapak tangannya ke udara, tapi sebelum melancarkan serangannya mendadak ia teringat akan sesuatu, sambil mengempit tubuh Siau Hui-un, berangkatlah ia menuju ke luar lebah Sin li kok. Dalam waktu singkat, Ong Bun-kim telah berada di luar lembah Sin li kok...

Siau Hui-un menjadi sangat ketakutan, dengan suara gemetar tanyanya;

"Ong Bun-kim, kau hendak membawa aku ke mana?" "Untuk bersembahyang di depan kuburan ibuku!" sahut

Ong Bun kim dingin.

"Aaaah . . . !" Siau Hui un menjerit kaget, paras mukanya segera berubah hebat.

Sementara itu Ong Bun kim telah berada dalam perjalanan menuju ke bukit Cing liong san, senja itu sampailah ia tiba di luar lembah Cing liong kok yang permai itu.

Dari tempat kejauhan, tampaklah kuburan dari Coa Siok oh bertengger dengan anggunnya di depan sana.

Dalam sekali lompatan, Ong Bun kim telah tiba di depan kuburan ibunya, memandang gundukan tanah di hadapannya, lama, lama sekali pemuda itu berdiri termangu, akhirnya tak tahan titik air mata jatuh bercucuran mem basahi pipinya ....

Ia meletakkan tubuh Siau Hui ubn di hadapan kudburan Coa Siok aoh, kemudian gubmamnya dengan suara lirih:

"Ooooh ibu! Aku telah membawa musuh besarmu ke hadapan kuburanmu, hari ini aku hendak menggunakan batok kepalanya untuk bersembahyang di depan nisanmu . .

. . "

Ia merasa sedih sekali, sehingga tak tahan ia menangis tersedu sedu karena terharu.

Setelah hening sekian waktu, akhirnya Siau Hui un kembali diangkat ke tengah udara, paras muka perempuan itu kelihatan pucat pias seperti mayat, keadaannya mengenaskan sekali.

"Siau Hui-un!" Ong Bun-kim kembali membentak keras, "hayo jawab, kau simpan ke enam jilid kitab pusaka dan enam partai besar itu di mana... ?"

"Hmm! Jangan harap aku akan menjawab. "

"Bagus, bila kau tidak berbicara lagi, segera kukutungi dahulu sepasang tanganmu, akan kulihat kau bersedia menjawab atau tidak?"

"Aku tetap tak mau bicara!"

Ong Bun kim merasa gusar sekali, cepat ia menyambar kutungan pedang milik Siau Hui un dan diangkatnya tinggi tinggi, kemudian bentaknya lagi dengan suara keras:

"Hayo jawab, kau hendak berbicara atau tidak?" "Tidak "

Begitu kata "Tidak" meluncur ke luar dari mulutnya, serta merta Ong Bun-kim mengayun kan kutungan pedangnya ke bawah ....

"Kraas!" mengikuti tebasan tajam, terdengar suara dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan, tahu tahu lengan kiri Siau Hui un sudah terputus kutung menjadi dua bagian.

"Mau jawab apa tidak? Ke enam jilid kitab pusaka itu kau simpan dimana?" sekali lagi Ong Bun kim membentak.

"Aku. . . aku bicara, aku . . aku bicara "

"Di mana ? Hayo cepat jawab !"

Di tangan San-tian-mo-kun (raja iblis bertubuh kilat)" "Siapakah Raja iblis bertubuh kilat itu?" "Dia adalah ketua perguruan dari San-tian hml" "Di mana letaknya markas besar dari San tianbun?" "Di... aduuuh !"

Belum habis Siau Hui-un menjawab, jeritan ngeri yang menyayatkan hati telah berkumandang dari mulut perempuan itu.

Ong Bun - kim merasa sangat terkejut, ia saksikan darah segar telah berhamburan dari batok kepala perempuan itu, jelas ia telah tewas dalam keadaan yang mengerikan.

Dengan cepat Ong Bun kim berpaling, terdengar suara tertawa dingin berkumandang memecahkan keheningan, menyusul kemudian kurang lebih tiga kaki di sebelah depan sana muncul sesosok manusia berbaju putih.

Paras muka Ong Bun kim segera berubah, karena orang itu ternyata adalah Manusia kilat. Terdengar manusia kilat tertawa dingin, lalu katanya.

"Ong Bun kim, sungguh hebat sekali per-buatanmu kali ini!"

Ong Bun kim balas tertawa dingin.

"Caramu membunuh orang dari belakang punggung orang terhitung suatu tindakan yang hebat pula!"

"Apanya yang hebat? Aku tidak lebih hanya membuatnya agar jangan banyak berbicara!"

"Kau takut ia membocorkan alamat dari markas besar kalian?"

"Benar!"

"Kalau begitu kau saja yang berbicara, toh sama saja pula!" "Aku yang berbicara . . ."

Jelas ia masih belum memahami arti kata yang sebenarnya dari ucapan Ong Bun kim itu.

Kontan saja si anak muda itu tertawa dingin, katanya kemudian;

"Benar, kau saja yang berbicara soal ini!"

Akhirnya orang itu mengerti juga maksud pembicaraan dari Ong Bun kim itu, sambil tertawa seram ejeknya:

"Heeehhh..,heeehhh...heeehhh...aku ingin tahu dengan cara apakah kau hendak memaksaku untuk berbicara?"

"Sebentar kau akan menjadi paham dengan sendirinya!"

Begitu selesai berkata, secepat sambaran kilat Ong Bun kim menerjang ke muka dan menyerang Manusia kilat.

Begitu Ong Bun kim melancarkan serangannya cahaya putih segera berkelebat lewat, dengan gerakan yang tak kalah cepatnya Manusia kilat balas menerjang ke arah Ong Bun kim, hawa pukulan panas yang menyengat badan serasa menyebar ke empat penjuru.

Dua sosok bayangan manusia saling menyambar di tengah udara, dalam waktu singkat Ong Bun kim telah melancarkan tiga buah serangan berantai...

Rupanya Manusiar kilat itu tidak menyangka kalqau Ong Bun kim rmemiliki ilmu silat selihay ini, seketika itu juga ia kena didesak hingga mundur sejauh tujuh delapan langkah.

Ong Bun kim tidak sudi memberi kesempatan kepada musuhnya untuk menghindar, seperti orang kalap secara beruntun harpa besinya diguna kan untuk melepaskan tiga buah serangan dahsyat. Pertarungan ini benar-benar merupakan suatu pertarungan yang amat seru . . .

-oo0dw0oo--
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar