Setan Harpa Jilid 03

 
Jilid 03

PERASAAN murung, kesal dan sedih kembali menghiasi raut wajahnya, meskipun dia belum tahu di manakah gurunya Kui-jin suseng berada, namun dari pembicaraannya dengan manusia berkerudung hitam itu, dapat dibuktikan olehnya bahwa gurunya Kui-jin suseng masih hidup segar bugar di dunia ini.

Mengapa Kui-jin suseng membinasakan ayahnya? Kenapa pula dia mewariskan ilmu silatnya kepadaku ? Ini merupakan sebuah teka-teki yang membingungkan perasaannya.

Tiba-tiba ia merasakan sesuatu, ia merasa untuk mengetahui jejak gurunya maka ia harus berkunjung ke suatu tempat... mungkin hanya di Hau-kwan lah dia menemukan apa yang diharapkan itu.

Dan sekarang, dia harus secepatnya menyelidiki persoalan ini hingga menjadi jelas.

Teringat sampai di sini, Ong Bun-kim segera memasukkan mata uang kematian yang dimenangkan dari taruhan itu ke dalam sakunya, tapi sebelum meninggalkan tempat itu tiba-tiba ia teringat kembali dengan irama pembetot sukma yang telah mengalutkan permainan khimnya tadi.

Paras mukanya seketika berubah hebat, dia putar badan dan meneruskan kembali perjalanan menuju ke arah mana berasalnya suara permainan seruling tadi.

Beberapa langkah ia baru berjalan, gelak tertawa telah berkumandang dari arah belakang, menyusul kemudian seseorang menegur: "Hai anak muda, jangan pergi dulu!"

Mendengar suara teguran itu, Ong Bun kim memutar badannya dengan wajah terkejut, tapi di belakang tubuhnya tidak dijumpai sesosok bayangan manusiapun, kenyataan tersebut membuat wajahnya tertegun.

Hei anak muda, kenapa keheranan?" suara tadi kembali berkumandang lagi, "dongakkan kepalamu, aku berada di atas pohon!"

Ong Bun kim mendongakkan kepalanya, betul juga, kurang lebih tiga tombak dihadapannya terdapat sebuah pohon yang amat besar, sesosok bayangan hitam bergelantungan di atas dahan pohon itu, sepintas lalu gaya orang itu mirip sekali dengan seekor kelelawar yang sedang bergelantungan...

Kaget juga Ong Bun kim menjumpai adegan tersebut, meski demikian perasaan kagetnya hanya disimpan di dalam hati.

"Tidakkah kau merasa kesulitan untuk bergelantungan di atas pohon?" tegurnya kemudian dengan suara dingin.

"Aaah . . . kebiasaan lama lama menjadikan hal itu suatu kejadian yang lumrah!"

"Siapakah kau?" "Kelelawar malam!"

"Aaah. . .! Kau adalah kelelawar malam?" Ong Bun kim berteriak kaget. Tiba-tiba saja ia teringat dengan perkataan dari Tui hong poocu, menurutnya Kelelawar malamlah yang membawa kabar kalau Si Latah dari empat samudra telah tewas dibunuh Sastrawan Setan harpa . . .

Sementara itu kelelawar malam telah menegur sambil tertawa tawa: "Wahai bocah muda, kenapa kau berkaok-kaok macam tikus kejepret?"

"Jadi. . . jadi kau yang bernama Kelelawar malam?" "Ada apa anak muda? Kau curiga aku mencatut nama

orang lain?"

"Jadi kau yang memberitahukan kepada Tui hong pocu bahwa ayahku telah mati dibunuh orang?"

"Benar!"

"Kau benar-benar menyaksikan ayahku tewas ditangan Kui-jin suseng . . . ?" desak Ong Bun kim lagi.

"Benar!"

"Beritahu kepadaku keadaan yang sebenarnya pada saat itu!"

"Boleh saja, tapi ada satu syarat yaitu kau mesti menjawab dulu beberapa buah pertanyaan secara jujur, setelah itu aku baru memberitahukan kepadamu keadaan ketika itu."

"Boleh, tanyalah sekarang juga!"

Kelelawar malam termenung sebentar, lalu bertanya: "Apakah semua ilmu silat yang kau miliki berasal dari

gurumu Kui-jin suseng?"

"Benar."

"Aku rasa hal ini tak mungkin ... " "Kenapa tidak mungkin?"

"Pertama, ilmu silat yang kau miliki jauh lebih tinggi daripada ilmu silat gurumu, kedua tenaga dalammu berada di atas kepandaian gurumu, hal ini mana mungkin bisa terjadi?" Ong Bun kim tertegun sesudah mendengar perkataan itu.

"Tapi demikianlah keadaan yang sesungguh nya!" dia berkata.

"Apakah dia telah menyalurkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya ke dalam tubuhmu?"

"Tidak!"

"Kalau tidak demikian, kenapa tenaga dalam yang kau miliki bisa jauh melebihi kepandaian yang dimiliki gurumu Kui jin suseng?"

"Apakah kau yakin kalau tenaga dalamku jauh lebih sempurna daripada kepandaiannya?" Ong Bun kim berseru dengan nada terperanjat dan tidak percaya.

"Seratus persen tidak bakal salah!"

Dengan adanya pernyataan tersebut. Ong Bun kim ikut menjadi bingung dan tak habis mengerti.

"Tapi. hal ini tak mungkin terjadi, mana mungkin ilmu

silatku bisa lebih hebat dari pada kepandaian guruku?"

"Aku dapat membuktikan bahwa ilmu silatmu jauh lebih hebat dari pada kepandaiannya!"

"Kenapa?"

"Sialan benar kamu ini!" damprat orang itu, "seandainya aku tahu mengapa, buat apa aku bertanya lagi kepadamu?"

Ong Bun-kim menjadi tertegun, tiba-tiba ia seperti teringat akan sesuatu, segera katanya:

"Mungkinkah dikarenakan. "

"Dikarenakan apa?" "Setiap bulan guruku selalu memberi tiga tetes cairan putih seperti susu kepadaku untuk diminum, selama sepuluh tahun hal ini berlangsung tanpa berhenti..."

"Benar, benar ! Bukankah setiap kali cairan putih itu diminum maka kau akan merasakan sekujur badanmu menjadi nyaman ?" kata kelelawar malam dengan cepat. "Yaa, betul"

"Tak heran kalau tenaga dalammu bisa melampaui kemampuan gurumu, ternyata kau telah minum Cian-nian- sak-ji (susu batu berusia seribu tahun) yang amat langka dan diidam-idamkan oleh setiap umat persilatan. Cairan mustika itu bukan saja berkhasiat untuk mencuci tulang dan berganti otot, dapat pula menambah kesempurnaan tenaga dalam seseorang, tapi yang mengherankan lagi, kenapa Kui

- jin suseng bersikap sedemikian baiknya kepadamu? Hal ini sungguh merupakan suatu tanda tanya besar!"

Ong Bun-kim sendiripun kebingungan dan tidak habis mengerti.

00OdwO00

BAB 8

BENARKAH GURUNYA ADALAH PEMBUNUH ?

KELELAWAR malam bertanya lagi:

"Selama limabelas tahun mengikuti gurumu, apa saja yang ia pernah ia bicarakan denganmu?"

"Tak ada yang dibicarakan, selama lima belas tahun aku hidup bersamanya. Setiap hari paling banyak ia mengucapkan tiga patah kata saja yakni "Bangun", "Pelajari jurus ini" serta "Istirahat", kecuali itu tak ada perkataan lain lagi yang diucapkan!" "Apakah ia seringkah pergi meninggalkanmu?"

"Benar, dalam tiga sampai lima hari dia tentu pergi satu kali, setiap kali pergi pasti akan pulang setelah satu-dua hari, kecuali pada lima tahun berselang, sejak kepergiannya waktu itu ia tak pernah kembali lagi !"

Lama sekali Kelelawar malam tak bersuara, ia seperti lagi memikirkan sesuatu, setelah lewat waktu yang cukup lama ia baru bertanya lagi:

"Apakah di dalam suratnya ia menyuruhmu pergi mencari Tui-hong pocu setelah lewat lima tahun?"

"Benar!"

"Apakah Tui-hong pocu telah menceritakan kejadian yang sesungguhnya kepadamu?"

"Sudah!"

"Bagus sekali, nah sekarang berganti kau yang mengajukan pertanyaan kepadaku."

Setelah berpikir sejenak, Ong Bun-kim bertanya:

"Ketika ayahku dibunuh Kui-jin suseng, apakah kau hadir dalam gelanggang...?"

"Aku mengetahuinya setelah peristiwa itu terjadi !" "Beritahukanlah kepadaku kejadian pada waktu itu!" "Kejadian pada waktu itu sulit rasanya untuk

diterangkan,  sebab  sebelum  membicarakan  persoalan ini,

mau tak mau kita harus memperbincangkan lebih dulu kepandaian silat yang dimiliki gurumu serta ayahmu!"

Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan:

"Ayahmu bisa jatuh cinta kepada Coa Siok oh sesungguhnya merupakan perbuatannya yang paling keliru selama hidupnya, sekalipun keadaan yang sebenarnya tidak begitu kuketahui, tapi yang pasti kematian Mo-kui kiam-jiu (jago pedang setan iblis), itu kwancu dari perguruan Hau- kwan adalah kematian pura-pura."

"Ilmu silat yang dimiliki ayahmu ketika itu hakekatnya mencapai tingkatan yang luar biasa, ia sudah tiada tandingannya lagi dalam dunia persilatan. Tentang perbuatan Hau-kwan menggunakan siasat Bi-jin-ki untuk mencelakai ayahmu, hal ini memang merupakan kejadian yang mencurigakan, sebab kalau tidak, kenapa Mo kui- kiam-jiu telah muncul kembali di dalam dunia persilatan setelah kematian ayahmu?"

"Kecuali beristrikan Coa Siok-oh, ayahmu masih mempunyai seorang istri lagi yang bernama Siau Hui-un, mereka bertiga tinggal di lembah Lip-jin kok, bagaimana keadaan yang sebenarnya, walaupun bisa kita duga tapi menurut dugaanku Coa Siok-oh tidak segera melaksanakan niatnya untuk membinasakan ayahmu, maka kesempatan yang sangat baikpun akhirnya ditemukan, yakni setelah enam jilid kitab pusaka dari enam partai besar dicuri orang..."

Ketika mendengar sampai di situ, Ong Bun kim tak dapat menahan diri lagi, ia segera bertanya:

"Sesungguhnya apa yang telah terjadi?"

"Sesudah kepopuleran ayahmu, dalam dunia persilatan telah muncul lagi seorang jago lihay yang bernama Kui-jin suseng, kelihayan ilmu silatnya dikagumi setiap orang, namun kekejian serta kebuasannya cukup membuat orang meniadi jeri dan ngeri kepadanya. Maka Hau-kwan kwancu yaitu Mo-kui-kiam-jiu segera menarik Kui-jin suseng ke pihaknya serta berusaha untuk melenyapkan ayahmu." "Kui-jin suseng adalah seorang jago yang hebat, bila dugaanku tidak salah, Kwancu dari perguruan Hau-kwan si jago pedang setan iblis pasti telah membayar tinggi untuk mengundangnya, kalau tidak tak mungkin dia akan setuju."

"Masuk di akal !" Ong Bun-kim kembali manggut- manggut menyatakan persetujuannya.

"Begitulah, setelah Kui jin suseng bergabung dengan Mo kui kiam jiu, mereka berusaha kembali membunuh ayahmu, sayang ilmu silat serta irama selaksa iblis dari Kui jin suseng masih belum sanggup untuk menyingkirkan ayahmu. Dalam keadaan demikian, ia menjadi nekad dan secara diam-diam melarikan enam jilid kitab pusaka dari keenam perguruan besar."

"Kui-jin suseng memang tak malu disebut orang manusia berbakat dalam dunia persilatan, dengan bakat serta kecerdasannya ternyata dalam dua tahun ia berhasil menguasai semua ilmu silat yang tercantum dalam keenam jilid kitab pusaka itu."

"Dan diapun berangkat ke lembah Lip-jin kok untuk membunuh ayahku?" sambung Ong Bun - kim.

"Tidak, kau keliru!" "Aaaah keliru?!"

"Kau tak usah kaget, sekalipun kita tak tahu bagaimanakah keadaannya ketika itu, tapi aku yakin Kui - jin suseng masih belum mempunyai keyakinan untuk membunuh ayahmu, maka secara diam-diam dicarinya pembantu, mungkin ia telah mencari dukungan dari Coa Siok - oh atau Siau Hui - un untuk mencelakai ayahmu terlebih dulu, kemudian baru turun tangan membunuh ayahmu, sebab aku dapat menduga sampai di sini karena sesaat menjelang ajalnya, ayahmu telah memberitahukan kepadaku bahwa ia keracunan lebih dulu."

"Memang masuk di akal cerita ini..." Ong Bun-kim mengangguk dengan hati yang pedih, "cuma anehnya, kalau toh Kui-jiu suseng telah membinasakan ayahku, kenapa akupun tidak dibunuh?"

"Memang, kejadian ini bertolak belakang dengan keadaan pada umumnya, kecuali Kui-jin suseng sendiri mungkin tak ada orang kedua yang bisa memecahkan teka teki ini. Tapi ada satu hal mungkin bisa kita duga..."

"Soal apakah itu?"

"Oleh karena sewaktu ayahmu menemui ajalnya secara kebetulan aku berada di sana, maka setelah ayahmu mengucapkan kata-katanya yang terakhir dan menghembuskan napas penghabisan, kukebumikan jenajahnya setelah itu aku memburu ke dalam rumah dengan maksud mencarimu."

"Apakah ayahku yang menyuruh kau untuk menolongku?"

"Yaa, ayahmu yang minta kepadaku untuk menolongmu, namun ketika aku sampai, kau telah diculik oleh Kui-jin suseng, sedang kedua orang istrinya juga telah pergi semua."

"Lantas apa sebabnya Kui-jin suseng tidak membunuh diriku?"

"Kejadian itu masih merupakan sebuah tanda tanya besar, sampai kini tak mungkin bisa dipecahkan oleh siapapun, tapi ada satu hal yang bisa kita duga, yakni disaat Kui-jin suseng tidak membinasakan dirimu, dia pasti telah bertekad pula untuk menjadikan dirimu seorang tokoh silat yang luar biasa, selain itu tindakannya tetap mempertahankan ilmu silatnya yang asli tanpa diwariskan kepadamu, rupa-rupanya mengandung pula suatu tujuan tertentu."

Ong Bun-kim termenung sebentar, ia merasa perkataan itu memang ada benar-nya, kecuali ilmu silat dari aliran enam partai besar, Kui-jin suseng memang tidak mewariskan ilmu silat alirannya sendiri kepadanya.

Tentu saja ia mempunyai suatu maksud tertentu, tapi apakah tujuannya? Sekalipun ia telah berpikir sampai pusing, jawabannya tetap nihil.

Akhirnya sambil berkerut kening dia berkata:

"Kalau begitu, sebetulnya aku ini dilahirkan oleh Siau Hui-un ataukah oleh Coa Siok-oh?"

"Tentang masalah ini, aku lupa menanyakannya kepada ayahmu waktu itu, padahal hal ini merupakan suatu masalah yang amat penting, tapi aku yakin orang yang melahirkan kau sudah pasti bukan orang yang membunuh ayahmu !"

"Menurut dugaanmu, siapakah yang lebih besar kemungkinannya sebagai ibuku?"

"Sulit untuk dikatakan, aku tak berani memastikan  secara gegabah karena masalahnya menyangkut suatu kejadian yang kompleks sekali."

"Tahukah kau siapa yang menjadi Kui-kok Sin-li (perempuan suci dari lembah setan)?"

"Yang pasti salah seorang di antara Siau Hui-un atau Coa Siok-oh !"

"Darimana kau bisa berkata demikian?" "Sebab perempuan suci dari lembah setan pernah menginstruksikan anak buahnya untuk mencari jejak Kui- jin suseng!"

"Oooh kiranya begitu!" Ong Bun-kim berseru tertahan, menyusul kemudian ia bertanya lagi: "apakah kau juga tahu persoalan yang ada hubungannya dengan mata uang kematian?"

"Berbicara tentang mata uang kematian, aku menjadi tercengang dan merasa keheranan atas semua peristiwa yang telah terjadi antara kau dengan manusia berkerudung itu, aku sungguh tidak habis mengerti." tiba-tiba kelelawar malam berkata.

"Dalam hal yang bagaimana kau merasa keheranan?" "Aku ingin bertanya kepadamu, bagaimanakah ilmu silat

yang    dimiliki    manusia    berkerudung    hitam    itu   jika

dibandingkan dengan kepandaianmu ?"

"Aku rasa setali tiga uang, tiada yang lebih hebat dan tiada pula yang lebih lemah!"

"Nah, itulah dia! Kalau memang kepandaian kalian seimbang, lagi pula kedatangan orang itupun lantaran mata uang kematian, kenapa secara sukarela ia serahkan mata uang kematian yang didapatkannya secara susah payah itu kepadamu?"

"Kau bilang mata uang itu diserahkan secara sukarela?" "Tentu saja! Ketika berlangsung taruhan tadi, aku sempat

mengikuti semua kejadian itu dengan amat jelasnya, ketika manusia berkerudung itu menggenggam mata uang tersebut, ia bukan meng-genggamnya secara mendatar sebaliknya malah menggenggam lurus ke atas, dengan sendirinya  genggaman  itu  tak  akan  kencang,  dan  dalam sekilas pandangan saja kau tentu akan mengetahui dalam genggaman yang manakah mata uang kematian tersebut...!"

"Betul, kejadian ini memang merupakan suatu kejadian yang sangat aneh."

"Bahkan ada yang lebih aneh lagi..."

"Apa yang, lebih aneh lagi?" cepat-cepat Ong Bun-kim bertanya dengan gelisah.

"Tentang persoalan itu aku tak ingin melakukan dugaan- dugaan yang sembrono pada saat ini, cuma ada satu hal yang pantas dicurigai, yakni selama manusia berkerudung hitam itu melangsungkan pertarungan melawanmu, ia tak pernah mempergunakan tangan kirinya!"

Ong Bun-kim membayangkan kembali kejadian yang telah dialaminya, benar juga, sejak pertarungan dimulai orang itu memang tak pernah menyerang dengan menggunakan tangan kirinya, bahkan setiap kali bila jiwanya terancam bahaya, dia selalu menangkis harpa besinya dengan tangan kiri, mungkinkah tangan kirinya adalah palsu?

Kalau diurutkan kembali semua peristiwa yang telah dialaminya selama ini, memang kemungkinan besar dugaannya tak salah, sebab kalau tidak begitu, sekalipun ilmu silat orang itu lebih lihaypun belum tentu bisa menahan serangan mautnya.

Atau dengan perkataan lain, apabila dugaannya tidak salah, semestinya orang itu adalah seorang manusia bertangan tunggal.

Manusia bertangan tunggal? Manusia bertangan tunggal? Ketika berpikir sampai di situ, tiba-tiba paras muka Ong

Bun-kim berubah hebat, tanpa sadar ia lantas berseru: "Kau maksudkan....kau maksudkan orang itu adalah guruku, Kui-jin suseng?"

"Ya, hal ini besar kemungkinannya adalah benar!"

Kejadian yang munculnya secara tiba-tiba ini sangat menggetarkan perasaan Ong Bun-kim, seakan-akan hal itu tak mungkin bisa terjadi, tapi semua kecurigaan dan semua bukti yang berhasil dikumpulkan membuktikan bahwa manusia ber-kerudung hitam itu besar kemungkinannya adalah Kui-jin suseng!

Untuk sesaat lamanya ia berdiri tertegun di sana.

Ia membenci kepada dirinya sendiri, ia membenci mengapa tidak semenjak dulu berpikir sampai ke situ, kalau ia dapat menduga kalau orang itu berlengan tunggal, maka diapun bisa menduga kalau orang itu kemungkinan besar adalah Kui-jin suseng.

Di tengah keheningan yang mencekam, kelelawar malam kembali berkata:

"Mengenai persoalan ini, lebih baik kau tak usah terlalu kaget atau bingung, suatu ketika kalian pasti akan saling bertemu lagi, sekalipun kau tak akan menemukan dirinya, ia bisa datang untuk mencari dirimu!"

Ong Bun-kim menggigit bibirnya menahan emosi.

"Ya, aku pasti akan mencarinya," ia berkata, "aku pasti akan membuktikan benarkah dia adalah Kui-jin suseng!"

Sinar matanya memancarkan cahaya yang tajam menggidikkan, terusnya:

"Mungkin ia dapat membantuku menjawab banyak persoalan yang kini masih menjadi beban dalam benakku!"

"Benar, memang hanya dia yang bisa memberi jawaban atas banyak persoalan yang sedang kau hadapi!" Kembali Ong Bun-kim termenung beberapa saat sebelum akhirnya berkata lagi:

"Sesungguhnya apakah manfaat dari mata uang kematian itu? Apakah di atas mata uang itu tercantum tempat tersimpannya sejilid kitab pusaka yang amat hebat?"

"Bukan!"

"Kalau bukan, lantas apa gunanya benda itu? Kenapa begitu banyak jago persilatan yang saling memperebutkan benda itu?"

"Konon pada duapuluh tahun berselang, dalam dunia persilatan terdapat seorang perempuan yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan... siapakah nama perempuan itu tak seorang-pun yang tahu, tapi kehebatan ilmu silatnya boleh dibilang tiada taranya di dunia dewasa ini, konon tiada seorang manusiapun yang sanggup menahan tiga  jurus serangannya, kebanyakan jago yang berani mengusiknya tentu akan kedapatan mampus secara mengerikan..."

"Sedemikian dahsyat dan hebatnya perempuan itu, sehingga akhirnya orang orang persilatan memberi julukan Si ong mo ci (iblis cantik pembawa maut) kepadanya."

"Tapi suatu ketika, ternyata ada orang yang sanggup menahan tiga jurus pukulannya tanpa menderita kekalahan..."

"Siapakah orang itu?" sela Om Bun kim. "Ayahmu, Si latah dari empat samudra!"

"Apa? Ayahku sanggup menahan tiga jurus pukulannya tanpa menderita kekalahan?"

"Bagaimana kenyataannya aku tak berani memastikan, sebab itu semua hanya menurut berita yang tersiar di dunia, walaupun begitu, semenjak saat itulah tiba-tiba ia lenyap dari keramaian dunia persilatan, sampai dua tahun kemudian baru ada orang yang berhasil menjumpai dirinya lagi..."

"Siapakah orang itu?"

"Orang itu adalah ketua dari perkumpulan Hui yan pang, tapi sekembalinya di dalam perkumpulannya, tiba-tiba ia kedapatan mati di bunuh orang!"

"Siapa yang telah membunuhnya?"

"Peristiwa ini menjadi peristiwa misterius yang tak terpecahkan hingga kini, yang lebih aneh lagi, ternyata istrinya ikut lenyap tak berbekas, konon mata uang kematian itu adalah benda yang berhasil didapatkan dari tangan isterinya itu."

Sejak peristiwa itulah, mata uang kematian telah muncul dalam dunia persilatan, cuma setiap orang yang berhasil mendapatkan mata uang kematian tersebut, cepat atau lambat mereka telah pulang ke alam baka..."

"Tiga tahun berselang, keenam biji mata uang kematian itu berhasil didapatkan oleh Kim-hay lak yu, untuk memecahkan rahasia yang menyelimuti mata uang kematian tersebut. Enam serangkai dari lautan pedang ini berjanji akan bertemu di atas puncak Jit gwat hong..."

"Dan kemudian, mereka tewas terbunuh oleh Sam jiu hek hou (Rase hitam berlengan tiga)?" sela Ong Bun kim.

"Tidak! Bagaimanapun lihaynya ilmu silat si Rase hitam berlengan tiga, tak nanti ia sanggup membunuh habis Kiam hay lak yu, mungkin di balik kejadian ini masih ada alasan yang lain. Lagi pula apakah Si Rase hitam berlengan tiga bisa mempergunakan jurus serangan dari enam perguruan atau tidak, hingga kini masih merupakan suatu tanda tanya besar."

"Tapi yang pasti, si Rase hitam berlengan tiga memang berhasil mendapatkan empat biji mata uang kematian dari saku Kiam hay lak yu, sayang sang walang mengincar tonggeret, si burung nuri mengancam dari belakangnya, maka diapun kembali kena dibunuh orang lain! Sudah barang tentu orang itu bukanlah si manusia berkerudung hitam itu."

"Lantas apa sebenarnya yang diinginkan si iblis cantik pembawa maut dengan meninggalkan mata uang kematiannya itu?"

"Aku tidak tahu!"

Ong Bun kim termenung, ia tak tahu apa yang harus diperbuat saat ini.

Tiba tiba Kelelawar malam bertanya lagi: "Kau hendak menuju ke lembah gadis suci?"

"Benar."

"Aku perlu memperingatkan kepadamu, seandainya kokcu dari lembah itu bukan ibumu, maka akibatnya sukar untuk dilukiskan dengan kata-kata..."

Tercekat perasaan Ong Bun kim mendengar perkataan itu, sebab apa yang diucapkan Kelelawar malam memang benar, andaikata Kokcu dari lembah Sin li kok bukan ibunya, itu berarti dia adalah pembunuh yang telah menghabisi nyawa ayahnya.

Bila ia ke sana seorang diri, bukankah keadaan tersebut hakekatnya seperti sang domba yang menghantarkan diri ke depan mulut sang harimau? Walaupun begitu, dalam keadaan seperti ini ia tak sempat untuk memikir, lalu katanya:

"Walaupun apa yang akan terjadi, aku harus ke sana!" "Mau pergi atau tidak itu merupakan urusan-mu, tapi

ada satu hal lagi yang perlu kutanyakan kepadamu, apakah kaupun mempunyai rencana untuk berkunjung ke perguruan Hau kwan?"

"Benar!"

"Dalam rencanamu ini kau harus mempunyai perhitungan yang masak, sekalipun ilmu silatmu hebat, tapi menurut dugaanku, kemungkinan besar kau masih bukan tandingan dari Mo kui kiam jiu!"

"Tentang soal ini, aku tak pernah memikirkannya di dalam hati!"

"Han kwan mempunyai mata-mata yang sangat banyak dan tersebar di mana-mana, rencana kunjunganmu ke Hau kwan untuk mencari balas sudah tentu telah diketahui pula oleh pihak lawan, aku harap segala tindakanmu selanjutnya harus lebih berhati hati lagi!"

"Terima kasih banyak atas perhatian dari locianpwe!"

Berbicara sampai di situ, tiba tiba Kelelawar malam melayang ke tengah udara, dalam beberapa kali kelebatan saja tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.

Untuk sesaat lamanya Ong Bun kim hanya berdiri tertegun di sana.

Sekarang ia sudah mengetahui banyak persoalan, dan persoalan persoalan itu sudah mulai melingkari tubuhnya, ia tak tahu dengan cara apa kah semua kejadian itu harus dihadapi? Sekalipun ia mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, memiliki pula tekad yang luar biasa namun ia menemukan bahwa dirinya terlampau kesepian, terlalu terisolir dan berdiri seorang diri.

Ketika teringat sampai di situ, tak kuasa lagi Ong Bun kim menghela napas panjang.

Tiba-tiba terdengar suara langkah manusia berkumandang memecahkan kesunyian, langkah kaki itu dengan cepat menyadarkan kembali Ong Bun kim dari kemurungan dan lamunannya.

Ketika ia mendongakkan kepalanya, apa yang kemudian terlihat seketika membuat pemuda itu tertegun.

Seorang nona berbaju kuning telah muncul di hadapannya, ia mempunyai raut wajah ber-bentuk bulat telur, sepasang biji matanya bening dan jeli kelihatan sangat menawan hati, pipinya merah dan gerak-geriknya polos, sungguh menawan hati siapapun yang memandangnya...

Nona itu memandang pula ke arah Ong Bun kim dengan wajah termangu-mangu... seakan-akan tampang ganteng dari pemuda itu telah mendebarkan hatinya.

Tiba-tiba . . . sorot mata Ong Bun kim terhenti di atas sebuah seruling perak yang berada di tangan nona itu, paras mukanya kontan saja berubah hebat.

"Aaaah . . . rupanya kau . . . " hardiknya.

"Kenapa dengan aku?" tanya si nona berbaju kuning itu dengan wajah tertegun.

Ong Bun kim tertawa lebar.

"Bukankah nona adalah orang yang telah mematahkan pengaruh irama penggaet sukmaku?" ia menegur. Tentu saja si nona berbaju kuning itu tak mengetahui bahwa senyuman Ong Bun-kim yang begini menarik, begini mempesonakan hati sesungguhnya terkandung hawa pembunuhan yang amat tebal.

Paras muka nona itu berubah juga, katanya: "Jadi belasan orang hwesio dan toosu itu tewas oleh permainan irama harpamu?"

"Benar!"

"Dan kau kau adalah ahli waris dari Kui-jin suseng yang termashur akan kekejamannya itu?" kembali nona berbaju kuning itu bertanya dengan nada kaget!

"Betul!"

Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah si nona itu, tiba-tiba bentaknya "Aku hendak membunuh kau!"

000OdwO000

Bab 9

ENAM CAMBUK PENUNGGANG HARIMAU

SAMBIL membentak nyaring, serentetan cahaya perak berkilauan memenuhi angkasa, dengan seruling peraknya secepat kilat si nona berbaju kuning melejit ke depan dan menerjang ke arah Ong Bun-kim.

Sesungguhnya semenjak Ong Bun-kim tahu bahwa si nona berbaju kuning inilah yang telah mematahkan daya pengaruh dari irama Kou-hun-ki nya, hawa membunuhnya telah berkobar dalam dadanya, maka dikala nona berbaju kuning itu melancarkan sebuah serangan, dia sendiripun melepaskan pula sebuah serangan kilat. Kedua belah pihak sama-sama melepaskan serangannya dengan kecepatan tinggi, diantara getaran seruling peraknya tiba-tiba nona berbaju kuning itu merubah gerak jurus serangannya, secara beruntun ia melepaskan tiga buah serangan berantai.

Semua serangan tersebut bukan saja dilepaskan dengan kecepatan yang luar biasa, jurus-jurus ancamanpun semuanya keji, buas dan sama sekali tak ada rasa kasihan.

Ong Bun-kim membentak nyaring, harpa besinya disodok ke luar, dengan garang dan buasnya ia melancarkan pula dua buah serangan berantai.

Bayangan manusia saling berputar dan saling menyambar, dalam waktu singkat, kedua belah pihak masing-masing telah melepaskan lima buah serangan gencar.

Rupanya Ong Bun-kim tidak menyangka kalau musuhnya memiliki ilmu silat selihay itu, ia segera membentak nyaring, harpa besinya dengan suatu gerakan yang paling cepat bagaikan sambaran geledek secara beruntun melepaskan tiga buah serangan kilat.

Ketiga jurus serangan itu semuanya dilancarkan Ong Bun-kim dengan disertai tenaga dalam yang paling sempurna, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya daya penghancur dari pukulan itu.

Dengan bersusah payah si nona berbaju kuning itu berusaha meloloskan diri dari ketiga buah ancaman itu, sayang sebuah sodokan tangan kiri dari Ong Bun-kim tiba- tiba nyelonong masuk.

"Blaaang"..!" Suatu benturan keras tak dapat dihindarkan lagi. Dengan sempoyongan si nona berbaju kuning mundur beberapa langkah, ia merintih kesakitan dan darah kental menyembur ke luar dari bibirnya yang kecil.

Ong Bun-kim tidak berdiam diri belaka, sekali melompat ke depan, bagaikan burung elang menyambar anak ayam, tahu-tahu gadis itu sudah dicengkeram olehnya.

Sesudah terjatuh ke tangan musuh, nona berbaju kuning itu baru merasa takut dan ngeri, ditatapnya wajah Ong Bun- kim dengan seribu pertanyaan.

Ong Bun-kim tertawa seram, suaranya dingin mengerikan dan buas, membuat siapa juga yang mendengar suara tersebut menjadi bergidik bulu kuduknya.

"Heehh heehh sekarang kau boleh menjawab, kau yang hendak membunuhku? Ataukah aku yang hendak membunuhmu?" ejeknya sinis.

"Apa maumu?" tanya nona berbaju kuning itu makin ketakutan.

Ong Bun-kim memperlihatkan sekulum senyumannya yang aneh dan misterius, lalu katanya:

"Susah untuk kukatakan sekarang! Tapi sebelum kita bicarakan yang lain, jawab dulu sejujurnya, kenapa kau patahkan daya pengaruh dari permainan harpaku?"

"Tidak tahu!"

"Setelah kau tahu bahwa aku adalah ahli warisnya Kui- jin suseng, mengapa secara tiba-tiba kau melancarkan serangan mematikan kepadaku?"

"Gurumu adalah seorang gembong iblis yang kejam dan tidak berperi kemanusiaan, tentu saja kaupun tidak terkecuali, sebab kalau tidak begitu, mengapa kau bantai secara brutal jago-jago yang tergabung dalam enam partai besar?"

"Heeehhh...heeehhh... heeehh... berapa usiamu tahun ini?" tanya Ong Bun-kim lagi sambil tertawa dingin.

Pertanyaan yang diajukan si anak muda itu cukup brutal, tidak sopan dan mendatangkan perasaan aneh bagi yang mendengarkan.

Kontan saja paras muka nona berbaju kuning itu berubah hebat.

"Apa yang hendak kau lakukan?" teriaknya gelisah dan cemas.

Ong Bun-kim tidak menjawab pertanyaan itu, cuma katanya lagi dengan suara dingin:

"Sudah lebih dari tujuh belas tahun, bukan?" "Benar!"

"Aku lihat nona mempunyai potongan badan yang padat berisi dan menggiurkan hati orang, mempunyai paras muka cantik jelita bagai bidadari dari kahyangan, rasanya terlampau kasar jika kubunuh dirimu dengan begitu saja, apalagi menghancurkan bunga indah yang baru mekar seperti kau. "

Pucat pias wajah si nona berbaju kuning itu, bahkan saking takutnya ia sampai gemetar keras, ia kuatir kalau dirinya diperkosa secara brutal oleh lawannya.

"See...see. .sebetulnya apa yanghendak kau. kau

lakukan.. ?" ia bertanya dengan suara tergagap. "Melepaskan kau!" "Aaaah. ..!" jawaban tersebut sungguh di luar dugaan, saking heran dan tidak percayanya nona ber-baju kuning itu sampai menjerit sekerasnya.

Peristiwa ini benar-benar berada di luar dugaan-nya, untuk sesaat ia tak tahu apa yang harus dilakukan, hanya ditatapnya wajah pemuda itu dengan cemas dan takut.

Kembali Ong Bun-kim tertawa dingin.

"Heeehhh heeehhh...heeehhh.... aku tidak bohong, apa yang kukatakan adalah perkataan yang sesungguhnya!"

Berbicara sampai di situ, ia benar - benar menurunkan nona berbaju kuning itu dari cengkeramannya, lalu dengan suara yang dingin menyeramkan ia melanjutkan.

"Cuma, kalau lain kali kau masih berani memusuhi aku lagi, Hmm ! Jangan salahkan kalau aku Ong Bun-kim akan menggunakan cara yang paling kejam dan brutal untuk menghadapimu!"

Begitu selesai berkata, tanpa banyak cincong dia lantas putar badan dan berlalu dari sana.

Kini tinggal si nona berbaju kuning itu seorang diri, ia berdiri termangu-mangu dengan perasaan aneh, ditatapnya bayangan punggung Ong Bun-kim yang tinggi besar dan mendatangkan perasaan kesal itu pelan-pelan lenyap dari pandangan mata.

Agaknya ia sudah merasakan bahwa dia adalah seorang pemuda yang dingin, kaku dan aneh sekali

Tanpa terasa ia menghela napas panjang, kemudian pelan-pelan berlalu pula meninggalkan tempat itu

Dalam pada itu, Ong Bun-kim setelah melepaskan cengkeramannya pada si nona berbaju kuning, dengan kecepatan yang luar biasa ia berlalu meninggalkan tempat itu.

Sedemikian cepatnya dia kabur, seolah-olah dengan menggunakan kecepatan larinya ini dia ingin melampiaskan semua kemarahan, kemendongkolan serta kemurungan yang mencekam perasaannya selama ini....

Dalam waktu singkat beberapa li sudah di-lewatkan dengan cepat, akhirnya ia berhenti, memandang kegelapan malam yang menyelimuti angkasa, ia hanya berdiri termangu-mangu tanpa mengucapkan sepatah katapun jua.

Pikirnya:

"Aku harus ke mana dulu? Lembah Sin-li-kok? Ataukah ke Hau-kwan lebih dahulu. "

Akhirnya ia memutuskan untuk menuju lembah Sin-li- kok lebih dahulu guna menyingkap teka teki yang menyelimuti ibu kandungnya, sesudah itu ia baru mendatangi perguruan Hau-kwan untuk menuntut balas terhadap Mo-kui-kiam jiu.

Begitulah, setelah mengambil keputusan maka berangkatlah dia menuju lembab Sin-li-kok.

Suatu hari, sampai Ong Bun-Kim di suatu tempat beberapa li dari bukit Soat im san, sementara ia sedang melanjutkan perjalanannya dengan cepat, tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda yang ramai berkumandang datang dari belakangnya.

Dengan cepat ia mendongakkan kepalanya, tampaklah enam ekor kuda jempolan dengan cepatnya menuju kehadapannya, debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa. Dalam waktu singkat, rombongan itu telah tiba dihadapannya, mendadak mereka menarik tali les kudanya dan berhenti tepat menghadang jalan pergi anak muda itu.

Keenam penunggang kuda jempolan itu adalah laki-laki berbaju kuning, sebagai pemimpinnya adalah seorang kakek jangkung yang bertubuh ceking, usianya diantara limapuluh tahunan. Merasakan jalan perginya terhalang, paras muka Ong Bun kim segera berubah hebat.

Kakek kurus itu mengawasi wajah Ong Bun kim sekejap, lalu sambil tertawa dingin katanya:

"Kalau dilihat dari harpa besi yang kau gembol, rupanya kau adalah ahli waris dari Kui jin suseng?"

Ong Bun kim tertawa hambar, dari balik tertawanya tersingkap rasa angkuh dan sinisnya terhadap orang orang itu.

"Benar!" jawabnya dengan suara dalam.

Setelah pengakuan diberikan, paras muka dari lima orang laki laki berbaju kuning lainnya segera berubah hebat, Ong Bun kim segera menyadari bahwa kedatangan keenam orang itu adalah untuk mencari urusan dengan pihaknya.

Kakek jangkung kurus yang menjadi pemimpin rombongan itu segera mengayunkan cambuk kudanya yang panjang, lalu tertawa seram.

"Rupanya kau juga yang telah mengalahkan Sip hiat yau hoa siluman bunga penghisap darah?" tegurnya lagi.

"Betul!"

"Orang yang membinasakan belasan jago lihay dari enam perguruan besar dengan" irama Kou hun ki juga kau

?"

"Tak salah lagi dugaanmu itu." "Hmm ..tampaknya kegagahanmu sekarang tidak kalah dengan keperkasaan gurumu dimasa lalu!"

Ong Bun kim mengerutkan dahinya rapat-rapat, lalu bertanya dengan ketus:

"Siapakah kalian berenam?"

Kakek berbaju kuning itu tidak menjawab pertanyaan tersebut, sebaliknya dengan ketus berkata lagi:

"Konon kau pernah sesumbar akan berkunjung ke Hau kwan untuk mencari balas?"

"Benar, sesungguhnya siapa kalian berenam?" seru Ong Bun kim.

"Hau ki lak pian, enam cambuk penunggang harimau dari perguruan Hau kwan..!"

Begitu mengetahui siapakah orang-orang yang sedang di hadapinya sekarang, air muka Ong Bun kim berubah hebat, ia tak menyangka kalau Mo kui kiam jiu (jago pedang setan iblis) telah mengutus jago-jago perguruannya untuk menghadang serta membinasakan dirinya sebelum ia berkunjung ke Hau kwan untuk membuat perhitungan.

Hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajah Ong Bun kim, kontan saja ia tertawa dingin.

"Heeehhh... heeehhh... heeehhh kalau begitu, kedatangan kalian berenam adalah untuk mencari urusan denganku?"

"Tepat sekali, bukankah kau pernah sesumbar akan mencari balas terhadap Kwancu kami? Sebab itulah, sebelum kau bersusah payah mencari kami, kwancu kami telah menurunkan perintah agar menyambut lebih dulu kedatanganmu!" Mendengar perkataan tersebut, Ong Bun-kim segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak.

"Haaahh... haaahhh... haaahhh tidak kusangka kalau Kwancu kalian ketika memandang tinggi diriku!"

Pelan-pelan ia melepaskan harpa besi yang digembol di atas punggungnya itu.

Keenam orang dari Hau kwanpun tidak berdiam diri saja, dengan cepat mereka menyebarkan diri dan mengurung Ong Bun kim di tengah.

Kakek berjubah kuning yang menjadi pemimpin rombongan itu segera tertawa dingin sambil mengayunkan cambuknya, ia membentak.

"Apabila kau tidak ingin menemui ajal secara mengerikan di tempat ini, lebih baik serah kan dirimu untuk kami belenggu..."

"Haaahhh . . . haaahhh , . . haaahhh. . . tak usah tekebur, aku kuatir kaulah yang bakal mampus!" ejek Ong Bun kim sambil tertawa tergelak dengan seramnya.

"Bagus sekali!" teriak kakek itu dengan marah, "kalau begitu, sambutlah dulu serangan Toan hun pian (cambuk pemutus nyawa)ku ini!"

Diiringi bentakan nyaring, bayangan cambuk berkelebat menari di angkasa, dengan gerakan secepat sambaran kilat cambuk itu meluncur ke depan dan menggulung ke tubuh pemuda tersebut.

Cambuk kuda itu panjangnya mencapai satu kaki lebih, ditambah lagi serangan tersebut di lakukan dengan kecepatan luar biasa, dalam keadaan demikian Ong Bun kim tak berani menyambut datangnya ancaman tersebut secara gegabah, dengan cekatan dia berkelit ke samping kemudian melepaskan sebuah pukulan ke depan.

Ketika serangan cambuk pemutus nyawanya mencapai sasaran yang kosong, kakek berjubah kuning itu bertindak cepat, dikala serangan dari Oag Bun kim dilepaskan, serangan cambuknya yang kedua telah menyambar pula dengan kecepatan tinggi, bahkan serangannya kali ini jauh lebih dahsyat dari serangan yang pertama kali.

Dikala si cambuk pemutus nyawa melancarkan serangannya itu, tiga sosok bayangan cambuk lainnya secepat sambaran petir menyergap pula ke tubuh Ong Bun kim dari tiga arah yang berbeda.

"Bangsat, rupanya sudah bosan hidup." bentak Ong Bun kim dengan geramnya.

Dengan cekatan ia berputar ke samping, harpa besinya disodokkan kedepan dengan dahsyat, sementara tubuhnya melompat ke muka dan menyerang seorang laki laki berbaju kuning yang berada di hadapannya.

Jeritan ngeri yang menyanyatkan hati segera berkumandang memecahkan kesunyian.

Percikan darah berhamburan di mana mana seorang lelaki berbaju kuning kena dihajar sehingga terguling dari atas punggung kudanya.

Begitu musuhnya roboh, Ong Bun-kim melompat ke luar dari pusat lingkaran, tapi bayangan manusia berkelebatan di hadapan mukanya, lima orang laki laki berbaju kuning lain nya serentak melompat turun dari kudanya dan menerkam ke arah pemuda itu.

"Bajingan keparat!" bentak si cambuk pe mutus nyawa, "kembalikan nyawa suteku!" Lima gulung bayangan cambuk, ibaratnya gulungan ombak di tengah amukan taufan menghajar ke atas tubuh Ong Bun kim.

Kendatipun Ong Bun-kim memiliki ilmu silat yang amat dahsyat, akan tetapi cambuk kuda itu terlalu panjang, lagi pula musuh-musuhnya menyerang secara bersamaan, hal ini membuat dia sedikit kerepotan untuk menghadapinya.

Harpa besinya diputar kencang, tiba-tiba ia melepaskan serangan balasan dengan jurus "Bong hong po hi" atau Angin puyuh hujan badai... sungguh hebat ancaman tersebut.

Berada dalam keadaan seperti ini Ong Bun kim telah bertekad untuk mengadu jiwa, bukan saja harpa besinya melancarkan ancaman, bahkan telapak tangan kirinya melepaskan pula sebuah pukulan dengan ilmu Ciang mo sin kang (ilmu sakti penakluk iblis) aliran Siau lim pay.

Dalam sekejap mata, Ong Bun kim telah bertarung sebanyak lima enam jurus dengan musuh-musuhnya.

Tiba-tiba . . terdengar satu bentakan nyaring diikuti dua jeritan ngeri memecahkan kesunyian, menyusul terlemparnya bayangan manusia berbaju kuning, sesosok bayangan hitam menerobos masuk ke dalam arena pertarungan.

Kini, dari enam cambuk penunggang harimau yang hidup tinggal tiga orang saja, mereka sangat terkejut menghadapi kejadian yang berlangsung sangat tiba tiba ini, demikian pula halnya dengan Ong Bun kim sendiri, kejadian itu membuatnya berdiri tertegun.

Ketika sinar matanya dialihkan kembali ke tengah arena, tampaklah seorang gadis berbaju hitam yang membawa alat musik Pi-pa dalam genggamannya telah berdiri tepat di hadapannya.

Gadis itu sedang berpaling dan melemparkan senyuman ke arah pemuda itu, senyuman tersebut sangat indah bagaikan bunga yang sedang mekar, membuat Ong Bun kim merasakan jantungnya berdebar keras, untuk sesaat lamanya dia hanya berdiam tertegun.

Gadis berbaju hitam itu tertawa dingin, lalu katanya: "Kalian benar benar tak punya malu, bukan saja main

sergap, bahkan mencari kemenangan dengan mengandalkan

jumlah yang banyak. Hmmm ...! Tidak takutkah kalian bila kejadian ini akan ditertawakan oleh orang orang persilatan?"

Si Cambuk pemutus nyawa menatap gadis berbaju hitam itu sekejap, mendadak ia berseru tertahan:

"Buu . . . bukankah kau . . . kau adalah Tee ih yao hoa (bunga iblis dari neraka)?"

"Benar !"

Kontan saja paras muka si Cambuk pemutus nyawa itu berubah menjadi pucat bagaikan mayat.

Tiba tiba Ong Bun kim membentak keras:

"Hei, urusanku siapa yang suruh kau mencampurinya?"

Dalam gusarnya tiba-tiba ia melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Bunga iblis dari neraka.

Tentu saja Bunga iblis dari neraka tidak menyangka kalau Ong Bun kim bakal melancarkan serangan ke arahnya setelah pemuda itu ditolong melepaskan diri dari ancaman, cepat ia berusaha untuk menghindarkan diri... Sayang keadaan sudah terlambat. . . "Blaang!" pukulan dahsyat yang dilepaskan Ong Bun kim itu dengan telak bersarang di atas punggung si Bunga iblis dari neraka.

Dengan sempoyongan gadis itu mundur sejauh tujuh- delapan langkah, wajahnya berubah menjadi pucat pias, untung tak sampai menimbulkan tumpahan darah.

Ong Bun kim sendiripun sangat terperanjat atas hasil dari serangannya itu, dia cukup menyadari bahwa tenaga pukulannya barusan paling sedikit mencapai seribu kati, akan tetapi kenyataannya Bunga iblis dari neraka sedikitpun tak terluka.

Kenyataan ini sungguh membuat hatinya bergetar keras lantaran kagetnya.

Ong Bun kim paling benci kalau ada orang mencampuri urusannya, karena itu di dalam marahnya tadi, tanpa berpikir panjang sebuah pukulan segera dilancarkan.

Paras muka Bunga iblis dari neraka yang cantik jelita kini sudah diliputi oleh hawa napsu membunuh, agaknya nona itu sudah dibuat naik darah oleh ulah pemuda tersebut.

Ong Bun kim tidak memperdulikan kemarahan orang, tiba tiba ia membentak lagi:

"Cambuk pemutus nyawa, serahkan jiwa anjingmu..."

Dengan suatu gerakan cepat ia menerjang ke arah cambuk pemutus nyawa, lalu melancarkan sebuah sapuan.

Padahal pada saat itu si Cambuk pemutus nyawa masih berdiri karena kaget, nyaris tubuhnya termakan oleh sapuan dari Ong Bun kim ini, untung ilmu silat yang dimilikinya memang cukup meyakinkan, cambuk panjangnya segera digetarkan untuk mematahkan ancaman tersebut. Tapi sebelum serangannya sempat mengenai sasaran, ancaman harpa besi dari Ong Bun kim telah menghantam kepalanya.

"Braaaak..." tak sempat lagi bagi Cambuk pemutus nyawa untuk menjerit kesakitan, tahu-tahu darah dan isi otak telah berhamburan di mana-mana, kepalanya pecah termakan oleh pukulan harpa besi yang maha dahsyat itu hingga mengakibatkan ia tewas dalam keadaan mengerikan.

Sekali lagi Ong Bun kim berkelebat mengitari gelanggang dengan kecepatan tinggi, suatu jerit kesakitan sekali lagi berkumandang memecahkan kesunyian....

"Blaaaaam ....!" sesosok tubuh manusia berbaju kuning kembali tergeletak dalam wujud mayat.

Sekarang tinggal seorang kakek berbaju kuning yang masih hidup, cuma paras mukanya telah berubah sepucat mayat, ia sedang mundur terus ke belakang dengan sempoyongan...

"Kau tak usah ketakutan!" bentak Ong Bun kim kemudian, "tak nanti kubunuh dirimu, cepat enyah dari sini dan beritahukan kepada Mo kui kiam-jiu, katakan putra dari si Latah Su hay bong kek yang bernama Ong Bun kim tak lama lagi akan datang mencarinya untuk membuat perhitungan."

Kakek berbaju kuning itu masih saja berdiri kaku di tempat semula, mungkin saking takut dan ngerinya, dia sampai lupa untuk berbuat sesuatu apapun.

"Kenapa tidak lekas lekas enyah dari sini?" kembali Ong Bun kim membentak.

Seperti baru sadar dari impian, kakek berbaju kuning itu segera melompat naik ke atas kudanya dan mencemplak kuda itu secepat-cepatnya. Menanti orang itu sudah lenyap dari pandangan mata. Bunga iblis dari neraka baru maju meng-hampiri Ong Bun kim sambil tertawa dingin tiada hentinya.

Senyuman dingin yang menghiasi ujung bibirnya tampak sangat menyeramkan, membuat siapa-pun yang menyaksikan merasakan hatinya bergidik.

"Hmmm....heemmm... bagus sekali perbuatanmu" demikian ejeknya dengan nada ketus, "bagaimana pula pertanggungan jawabmu terhadap pukulan yang barusan kau hadiahkan kepadaku..."

Ong Bun kim mendengus dingin.

"Hmmm....! Siapa yang suruh kau suka mencampuri urusan orang? Terus terang kukatakan kepadamu, selama hidup aku paling benci kalau melihat ada orang yang suka mencampuri urusanku!"

Tiba-tiba Bunga iblis dari neraka tertawa ringan. "Hei, siapa namamu?" tegurnya.

"Aku rasa soal nama tiada kepentingan bagiku untuk memberitahukannya kepadamu!"

"Baik, kalau begitu aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya kau ingin mati ataukah ingin hidup?"

"Kalau mati bagaimana? Dan kalau hidup bagaimana pula..."

"Kalau ingin bidup, gampang saja..." kata nona itu sambil tertawa ringan, "berlutut di hadapanku dan sembahlah aku sambil minta maaf..."

"Kau tak usah bermimpi disiang hari bolong!" damprat Ong Bun kim dengan mata melotot.

"Jadi kau ingin mampus?" "Bila kau merasa sanggup untuk membinasakanku, dengan segala senang hati aku bersedia mati di tangan nona."

Bunga iblis dari neraka tertawa riang.

"Bagus, kalau begitu jangan salahkan kalau aku tidak memberi kesempatan hidup lagi kepadamu..."

Belum habis perkataan itu diucapkan, tiba-tiba tubuhnya menerjang ke muka dengan cepatnya, di antara berkelebatnya bayangan tubuh, sebuah pukulan dahsyat telah dilontarkan ke arah tubuh Ong Bun kim.

Sungguh cepat pukulan itu, membuat orang berdebar rasanya karena kaget dan tercengang.

Ong Bun-kim menangkis pukulan itu dengan tangan kirinya, kemudian ia melompat mundur sejauh lima langkah.

"Jangan lari, sambut dulu pukulanku ini lagi!" bentak Bunga iblis dari neraka.

Senjata Pipa bajanya kembali diayun ke depan, dengan gerakan bukit Taysan menindih kepala, dia hantam batok kepala Ong Bun-kim.

Serangan itu sungguh ganas, garang dan mematikan seandainya terkena pada sasarannya niscaya batok kepala pemuda itu akan hancur berantakan.

Ong Bun-kin cukup menyadari betapa dahsyatnya serangan musuh ketika itu, untuk menghindar tak mungkin lagi baginya, dalam keadaan terdesak ini terpaksa dia putar harpa besinya untuk menyongsong tibanya ancaman tersebut...

"Traaang...!" benturan nyaring tak bisa dihindari lagi, di antara percikan bunga api yang memancar ke mana mana, Ong Bun-kim merasakan telapak tangannya amat sakit seperi retak-retak, kuda kudanya tergempur, keseimbang an tubuhnya hilang dan dia mundur tujuh-delapan langkah ke belakang dengan sempoyongan.

Belum sempat anak muda itu berdiri tegak, dengan membawa desingan angin serangan yang tajam, sekali lagi Bunga iblis dari neraka melancarkan tubrukan, lalu sebuah tubrukan dahsyat dibacokan ke tubuh lawan.

Untuk kedua kalinya terpaksa Ong Bun-kim harus menghimpun tenaga dalamnya menyambut datangnya ancaman tersebut dengan lawan keras.

"Blaaang...!" benturan keras kembali terjadi, angin puyuh berpusing-pusing menerbangkan pasir dan debu, Ong Bun kim tak sanggup berdiri tegak lagi, ia mundur terus ke belakang dengan sempoyongan.

00OdwO00

BAB 10

BUNGA iblis dari neraka tak sudi memberi kesempatan bagi musuhnya untuk bertukar napas, begitu berhasil dengan serangannya, sekali lagi ia siap menerjang ke muka. Mendadak ....

"Tahan !" suatu bentakan nyaring berkumandang memecah kesunyian.

Diantara bentakan nyaring itu tampak sesosok bayangan manusia berkelebat masuk ke dalam gelanggang.

Tanpa sadar Bunga iblis dari neraka menarik napas panjang panjang dan menahan kembali gerak majunya.

Andaikata orang itu tidak muncul secara tiba-tiba, sudah bisa dipastikan Ong Bun-kim bakal mampus dalam lima gebrakan kemudian, atau paling sedikit dia akan terluka di tangan nona itu.

Dengan perasaan kaget dan heran anak muda itu mendongakkan kepalanya, maka terlihatlah se-orang perempuan setengah umur yang memakai baju abu-abu dengan membawa sebatang seruling perak telah berdiri di hadapannya dengan wajah serius.

Sekalipun usia dari perempuan setengah umur ini sudah mencapai empat puluh tahunan, namun sisa sisa kecantikan wajahnya dikala masih muda dulu masih tertera dengan jelasnya.

Dengan sorot mata yang penuh dengan pancaran sinar membunuh, ia mengawasi wajah Ong Bun-kim tanpa berkedip, kemudian bentaknya:

"Apakah kau adalah muridnya Kui-jin suseng?"" "Benar."

"Kau pula yang telah melukai muridku, seorang nona berbaju kuning dalam benteng Tui hong po?"

"Benar!"

"Di manakah gurumu sekarang?" "Mau apa kau?"

Paras muka perempuan berusia pertengahan itu agak berubah, lalu bentaknya lagi dengan ketus:

"Aku ingin bertanya kepadamu, sesungguhnya ia berada di mana?"

"Sebelum kau utarakan alasannya, jangan harap aku bersedia memberitahukan hal ini kepadamu!" Betapa geramnya perempuan berusia pertengahan itu mendapat jawaban tersebut, dia harus menggigit bibir untuk menahan luapan emosi dalam hatinya.

"Jadi kau tidak bersedia untuk memberitahukan kepadaku di manakah ia berada?"

"Tepat sekali dugaanmu itu!"

"Bangsat! Agaknya kau ingin mampus..." sambil membentak keras, secepat kilat perempuan berusia pertengahan itu menerjang ke arah Ong Bun kim, bahkan seruling peraknya disertai desingan angin tajam langsung menyodok ke tubuhnya.

Cahaya keperak-perakan berkelebat lewat, tahu-tahu ujung senjata lawan sudah tiba di atas dada Ong Bun kim.

Dengan cekatan Ong Bun kira menggetarkan harpa besinya, lalu diapun melepaskan sebuah serangan untuk membendung datangnya ancaman tersebut...

Disaat perempuan berusia pertengahan melancarkan serangan tadi, tiba-tiba Bunga iblis dari neraka membentak pula kemudian ikut melancarkan sebuah serangan dahsyat ke tubuh perempuan berusia pertengahan itu.

Dengan gesit perempuan itu berkelit ke samping, kemudian ditatapnya Bunga iblis dari neraka dengan pandangan terperanjat.

"Hei, ke . . . kenapa kau?" teriaknya. "Kenapa pula dengan kau?"

"Aku... akan hendak membunuh dirinya !" Bunga iblis dari neraka tertawa dingin.

"Heeehhh... heeehh... heeehhh... jangan lupa sobat, dia adalah orang yang hendak kubunuh lebih dahulu, sebelum mendapat persetujuanku, jangan harap kau bisa mengganggunya barang seujung rambutpun!"

Ong Bun-kim ikut tertawa dingin.

"Kalian tak perlu bertengkar sendiri" demikian katanya, "kalau ingin selembar nyawaku lebih baik turun tangan saja bersama-sama, aku Ong Bun-kim tak akan memikirkan persoalan ini di dalam hati..."

Belum habis si anak muda itu menyelesaikan kata- katanya, mendadak perempuan berusia per-tengahan itu berteriak kaget:

"Apa? Kau . . . kau bernama Ong Bun-kim?"

Ketika mendengar jeritan kagetnya itu, Ong Bun-kim ikut merasa terkesiap, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya.

Tampaklah perempuan berusia pertengahan itu sedang memandang ke arahnya dengan wajah kaget, tidak percaya dan aneka macam perasaan lain yang bercampur aduk.

"Benar!" jawab Ong Bun-kim sambil tertawa hambar, "akulah yang bernama Ong Bun kim. .."

Belum habis ucapan dari si anak muda itu, Bunga iblis dari neraka telah membentak keras:

"Dengan kekuatanku saja sudah cukup untuk membinasakannya, buat apa musti ada dua orang yang turun tangan bersama?"

Bayangan manusia berbaju hitam kembali berkelebat, untuk kesekian kalinya dia menerkam ke muka, sementara senjata Pi pa bajanya diayun ke atas untuk melancarkan sebuah serangan kilat.

Hawa amarah yang berkobar di dalam dada Ong Bun kim saat ini sudah tak terkendali kau, sembari menangkis ancaman musuh dengan harpa besinya, sebuah pukulan balasan kembali dilontarkan.

-oo0dw0o-
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar